• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAM2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HAM2"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Konteks “Indonesia” dalam Pandangan HAM Partikular Relatif

Penulis menggarisbawahi bahwa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai HAM sebagai negara yang konsen pada Rule of Law. Regulasi yang ada penulis berpikir bahwa tidak menjadi hambatan pemberlakuan HAM di Indonesia dengan keberagaman suku, agama, budayanya yang sangat mendominasi, konsep yang sudah jelas inilah yang seharusnya menjadi pertimbangan penuh bagi pemerintah (negara), pegiat-pegiat HAM dan eleman lainnya yang terkait dengan Human Right dalam menjalankan mata rantai yang tidak boleh terputus/tersendat oleh suatu apapun. Namun pada hakikat yang seharusnya wajib dihormati oleh negara pada rakyatnya (publik), maupun antara rakyat dengan rakyat sendiri (privat) masih menyelipkan kepentingan kelompok atau golongan sehingga mendapat kendala yang cukup rumit dalam pembuktian/pengungkapan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. HAM yang terasa Unik Nan Etnik di Indonesia inilah yang sangat banyak mengundang reaksi dari kalangan-kalangan “luar” bahkan internasional sehingga mengganggu eksistensi pemberlakuan HAM di Indonesia secara totalitas dan eksplisit. Untuk itu perlu keseriusan dan keterlibatan semua kalangan baik aktivis, pegiat HAM, cendikia dan pemerintah agar kita terbebas dari intervensi asing dalam proses dan pemberlakuan HAM di negara yang berpenduduk 250 juta ini. Kombinasi dalam mengakomodir berbagai perbedaan diharapkan mampu memberikan jawaban pasti sejauhmana substansi HAM sudah berjalan di Indonesia. Nah, partikel-partikel instrumen HAM yang penulis maksud inilah yang seharusnya dapat memperkokoh ruang gerak HAM partikular relatif sehingga keberagaman etnik, budaya, suku dan agama tetap menjadi koredor pertimbangan dalam pemberlakuan HAM di Indonesia yang terbingkai rapi dalam perspektif filosofis, sosiologis dan yuridis.

(2)

negaranya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan dapat menyuarakan hak-hak sipilnya pada tatanan masyarakat berbangsa dan bernegara.

BEBERAPA ISTILAH HAK ASASI MANUSIA

Accesion

tindakan suatu negara untuk menjadi negara peserta dalam suatu perjanjian internasional. Misalnya, Indonesia menjadi negara anggota International Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Woman (CEDAW), Konvensi Internasional

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Anak

adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya (Pasal 1, UU No. 39 Th 1999 tentang HAM)

Civil and Political Rights

Hak-hak sipil dan politik. Hak warga negara atas kebebasan dan kesetaraan, adakalanya disebut sebagai sebagai generasi pertama hak asasi manusia, antara lain meliputi hak untuk beribadah, berfikir, berekspresi, memilih, berpartisipasi dalam kehidupan politik, dan memperoleh informasi. Hal ini diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Politik dan Sipil dan pada Pasal 1-21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Convention

Konvensi, sebuah istilah yang digunakan oleh PBB, yang mengindikasikan perjanjian dicapai antara dua negara atau lebih, Konvensi HAM merupakan kesepakatan internasional yang mengandung syarat untuk mengangkat atau melindungi satu HAM atau lebih atau kebebasan yang asasi. Konvensi seperti ini biasanya depersiapkan oleh badan di dalam sistem PBB atau konferensi khusus yang dibuat untuk tujuan tersebut dan dapat ditandatangani dan diratifikasi oleh Negara-negara yang ada dalam konvensi. Sebuah konvensi menjadi memaksa bila telah diratifikasi oleh sejumlah Negara yang disebutkan dalam salah satu pasalnya dan secara hukum mengikat hanya bagi Negara-negara yang telah meratifikasinya.

Declaration

(3)

dan awet. Sama seperti konvensi deklarasi yang diadopsi oleh organ-organ PBB mengikat secara moral namun tidak legal terhadap semua Negara anggota; mereka menetapkan semua prinsip dan standar internasional di mana semua negara diharapkan mematuhinya. Dalam hukum internasional, adalah pernyataan umum prinsip-prinsip yang walaupun tidak mengikat secara legal, harus diperlakukan dengan otoritas yang besar.

Diskriminasi

adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan, politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya (Pasal 1, UU No. 39 Th 1999 tentang HAM). Economic, social and cultural rights.

Hak ekonomi, sosial, dan budaya adalah satu dari dua kelas HAM yang diakui secara internasional. Mereka menjamin bahwa bagi individu disediakan barang-barang dan pelayanan secara sosial (seperti makanan, pelayanan kesehatan, asuransi sosial dan pendidikan) dan perlindugan tertentu terhadap negara (terutaman dalam masalah keluarga). Mereka dimasukan de dalam permufakatan Internasional untuk ekonomi, sosial dan budaya, dan pasal 22-27 Deklarasi Universal HAM.

Hak Asasi Manusia

Adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara hukum Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1, UU No. 39 Th 1999 tentang HAM)

Kewajiban Dasar Manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia (Pasal 1, UU No. 39 Th 1999 tentang HAM).

Komisi Nasional Hak Aasasi Manusia (Komnas HAM) adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia (Pasal 1, UU No. 39 Th 1999 tentang HAM).

Penyiksaan

(4)

atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapa pun dan atau pejabat publik (Pasal 1, UU No. 39 Th 1999 tentang HAM).

Pelanggaran Hak Asasi Manusia

adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok termasuk aparat negara baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 UU No. 39 Th 1999 tentang HAM).

Ratification

Ratifikasi, tindakan internasional dimana negara memberikan persetujuannya untuk diikat oleh ketentuan-ketentuan perjanjian. Dalam hukum internasional adalah keputusan oleh negara pemerintahan untuk mematuhi perjanjian atau kesepakatan, seperti Konvensi atau permufakatan, dan untuk terikat secara legal oleh prasyarat-prasyaratnya.

Reservation

Pernyataan unilateral, bagaiman pun frase atau namanya, yang dibuat oleh negara saat meratifikasi atau menyetujui untuk terikat oleh ketentuan-ketentuan perjanjian dengan maksud menghiraukan atau memodifikasi efek legal dari beberapa prasyarat dari perjanjian dalam aplikasiya di Negara tersebut.

Derogable dan Non-Derogable Rights:

Istilah derogable rights diartikan sebagai hak-hak yang masih dapat ditangguhkan atau dibatasi (dikurangi) pemenuhannya oleh negara dalam kondisi tertentu. Sementara itu istilah non derogable rights maksudnya adalah ada hak-hak yang tidak dapat ditangguhkan atau dibatasi(dikurangi) pemenuhannya oleh negara, meskipun dalam kondisi darurat sekalipun.

(5)

· non derogable rights ; Kovenan Hak SIPOL diantaranya memuat hak-hak seperti hak hidup, hak bebas dari perbudakan dan penghambaan, hak untuk tidak dijadikan obyek dari perlakuan penyiksaan-perlakuan atau penghukuman keji, hak untuk diperlakukan secara manusiawi dan tidak direndahkan martabatnya sebagai manusia, hak untuk mendapatkan pemulihan menurut hukum, hak untuk dilindungi dari penerapan hukum pidana karena hutang, hak untuk bebas dari penerapan hukum pidana yang berlaku surut, hak diakui sebagai pribadi didepan hukum, kebebasan berpikir dan berkeyakinan agama.

Dengan demikian, tidak dibernarkan suatu negara manapun mengurangi, membatasi atau bahkan mengesampaikan pemenuhan dari hak-hak di atas. Kalau toh pembatasan terpaksa harus dilakukan, hanya dan bila hanya syarat-syarat komulatif yang ditentukan oleh Kovenan tersebut dipenuhi oleh negara yang bersangkutan. Syarat komulatif yang dimaksud adalah pertama: sepanjang ada situasi mendesak yang secara resmi dinyatakan sebagai situasi darurat yang mengancam kehidupan bernegara

kedua: penangguhan atau pembatasan tersebut tidak boleh didasarkan pada diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal-usul sosial,

dan ketiga pembatasan dan penangguhan yang dimaksud harus dilaporkan kepada Perserikatan Bangsa Bangsa(PBB).

· derogable rights ; Kovenan kedua, yaitu Kovenan Hak EKOSOSBUD, hak untuk bekerja, hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan baik, hak untuk membentuk dan ikut dalam organisasi, hak mendapatkan pendidikan, hak berpartisipasi dan berbudaya. Namun sama halnya seperti hak SIPOL, penangguhan atau pembatasan juga diperketat yaitu dalam hal pembatasan tersebut harus diatur oleh hukum dan dengan maksud semata-mata untuk memajukan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis (Lihat Pasal 4 Kovenan Hak Ekososbud)

Oleh karena dua Kovenan di atas merupakan bagian dari The Internasional Bill of Rights yang bersifat universal dan berlaku sebagai hukum yang mengikat semua negara, maka suatu negara tidak bisa mengabaikan hak-hak warga negaranya hanya dengan dalih demi melindungi kepentingan umum, tanpa adanya aturan yang sudah dinyatakan sebelumnya dalam suatu UU yang berlaku efektif di negara tersebut. Terlebih lagi pemenuhan hak-hak SIPOL, dimana jika salah satu atau dua syarat saja yang dijelaskan di atas terpenuhi, masih belum cukup kuat untuk dijadikan dasar bagi negara melakukan pembatasan dan penangguhan.

(6)

batasan-batasan dan larangan tertentu yang harus dipatuhi oleh semua manusia.Landasan yang mengatur mengenai pembatasan dan larangan HAM diatur dalam UU RI NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA. Misalnya pada pasal 73 berbunyi “Hak dan kebebasan yang diatur dalam undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan negara “Pembatasan yang dimaksud dalam pasal ini tidak berlaku terhadap hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi (non derogable rights) dengan memperhatikan penjelasan pasal 4 dan pasal 9. Yang dimaksud dengan kepentingan bangsa ialah untuk keutuhan bangsa dan bukan merupakan kepentingan penguasa.

Pasal 74 berbunyi “Tidak satu ketentuanpun dalam undang-undang ini boleh diartikan bahwa pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak atau menghapuskan hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam undang-undang ini.”. Ketentuan dalam pasal ini menegaskan bahwa siapapun tidak dibenarkan mengambil keuntungan sepihak dan atu mendatangkan kerugian pihak lain dalam mengartikan ketentuan dalam undang-undang ini, sehingga mengakibatkan berkurangnya dan atau hapusnya hak asasi manusia yang dijamin oleh undang-undang ini.

Perlu kita ketahui yang dimaksud dengan “ dalam keaadaa apapun” termasuk keadaan perang, sengketa bersenjata, dan atau keadaan darurat. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dapat dikecualikan dalam hal pelanggaran berat terhadap Hak Asasi Manusia yang digolongkan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. Setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Hak atas kehidupan ini bahkan juga melekat pada bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. Dalam hal atau keadaan yang sangat luar biasa, yaitu demi kepentingan hidup ibunya dalam kasus aborsi atau berdasarkan putusan pengadilan dalam kasus pidana mati, maka tindakan aborsi atau pidana mati dalam hal dan atau kondisi tersebut, maka dapat diizinkan. Hanya pada 2 (dua) hal tersebut itulah hak untuk hidup dapat dibatasi.

Perbedaan Penafsiran Terhadap Unsur-Unsur Pelanggaran HAM Berat

(7)

dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan oleh setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia. Meskipun secara konstitusional dalam UUD 1945 hasil amandemen telah ada pengakuan, jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, dalam implementasinya perlu didukung oleh berbagai perangkat perundang-undangan lainnya agar pengakuan, jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dapat berlaku secara efektif. Melalui UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia jo UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku dapat mengadukan permasalahannya kepada aparat yang berwenang. Dalam menilai peristiwa atau kejadian konkrit dapat terjadi perbedaan pendapat apakah kejadian atau peristiwa itu dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran HAM atau pelanggaran HAM berat yang harus di adili di Pengadilan HAM atau cukup di periksa di peradilan umum atau peradilan militer. Rumusan delik pelanggaran HAM Berat dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yaitu kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan berasal dari ketentuan Pasal 6 dan Pasal 7 Statuta Roma 1998 yang kualifikasi perbuatannya memiliki hal-hal yang bersifat spesifik yang membedakannya dengan tindak pidana umum. Dalam hal tindak pidana pembunuhan (murder), perampasan kemerdekaan (imprisonment), penyiksaan (torture) dan perkosaan (rape), maka untuk dapat dikatagorikan sebagai pelanggaran HAM berat berupa “crime against humanity” harus mengandung elemen bahwa perbuatan tersebut “committed as a part of widespread or systemic attact directed against any civilian population”. (Art. 7 International Criminal Court, 1998). Disinilah perbedaan penafsiran di kalangan para penegak hukum dan juga para politisi di pemerintahan dan DPR dapat muncul dalam menyikapi suatu kejadian konkrit yang terjadi di masyarakat.

Hak Konstitusional Perempuan dan Penegakannya

(8)

dari perumusannya yang menggunakan frasa “setiap orang”, “segala warga negara”, “tiap-tiap warga negara”, atau ‘se“tiap-tiap warga negara”, yang menunjukkan bahwa hak konstitusional dimiliki oleh setiap individu warga negara tanpa pembedaan, baik berdasarkan suku, agama, keyakinan politik, ataupun jenis kelamin. Hak-hak tersebut diakui dan dijamin untuk setiap warga negara bagi laki-laki maupun perempuan.

Bahkan UUD 1945 juga menegaskan bahwa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Dengan demikian, jika terdapat ketentuan atau tindakan yang mendiskriminasikan warga negara tertentu, hal itu melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara, dan dengan sendirinya bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu setiap perempuan Warga Negara Indonesia memiliki hak konstitusional sama dengan Warga Negara Indonesia yang laki-laki. Perempuan juga memiliki hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif berdasarkan karena statusnya sebagai perempuan, ataupun atas dasar perbedaan lainnya. Semua hak konstitusional yang telah diuraikan sebelumnya merupakan hak konstitusional setiap perempuan Warga Negara Indonesia.

Perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga negara harus dilakukan sesuai dengan kondisi warga negara yang beragam. Realitas masyarakat Indonesia menunjukkan adanya perbedaan kemampuan untuk mengakses perlindungan dan pemenuhan hak yang diberikan oleh negara. Perbedaan kemampuan tersebut bukan atas kehendak sendiri kelompok tertentu, tetapi karena struktur sosial yang berkembang cenderung meminggirkannya.

(9)

Salah satu kelompok warga negara yang karena kondisinya membutuhkan perlakuan khusus adalah perempuan. Tanpa adanya perlakuan khusus, perempuan tidak akan dapat mengakses perlindungan dan pemenuhan hak konstitusionalnya karena perbedaan dan pembedaan yang dihasilkan dan dilanggengkan oleh struktur masyarakat patriarkis.Perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional tanpa adanya perlakuan khusus, justru akan cenderung mempertahankan diskriminasi terhadap perempuan dan tidak mampu mencapai keadilan. Pentingnya menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan melalui perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan juga telah diakui secara internasional. Bahkan hal itu diwujudkan dalam konvensi tersendiri, yaitu Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women (CEDAW). Penghapusan diskriminasi melalui pemajuan perempuan menuju kesetaraan jender bahkan dirumuskan sebagai kebutuhan dasar pemajuan hak asasi manusia dalam Millenium Development Goals (MDGs). Hal itu diwujudkan dalam delapan area upaya pencapaian MDGs yang diantaranya adalah; mempromosikan kesetaraan jender dan meningkatkan keberdayaan perempuan, dan meningkatkan kesehatan ibu. Rumusan tersebut didasari oleh kenyataan bahwa perempuan mewakili setengah dari jumlah penduduk dunia serta sekitar 70% penduduk miskin dunia adalah perempuan.

Pada tingkat nasional upaya menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dan mencapai kesetaraan jender telah dilakukan walaupun pada tingkat pelaksanaan masih membutuhkan kerja keras dan perhatian serius. CEDAW telah diratifikasi sejak 1984 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984. Upaya memberikan perlakuan khusus untuk mencapai persamaan jender juga telah dilakukan melalui beberapa peraturan perundang-undangan, baik berupa prinsip-prinsip umum, maupun dengan menentukan kuota tertentu. Bahkan, untuk memberikan perlindungan terhadap perempuan yang sering menjadi korban kekerasan, telah dibentuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

(10)

dan kebijakan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Oleh karena itu upaya penegakan hak konstitusional harus dilakukan baik dari sisi aturan, struktur, maupun dari sisi budaya.

Disamping ketentuan-ketentuan hukum yang telah memberikan perlakuan khusus terhadap perermpuan, atau paling tidak telah disusun dengan perspektif kesetaraan jender, tentu masih terdapat peraturan perundang-undangan yang dirasakan bersifat diskriminatif terhadap perempuan, atau paling tidak belum sensitif jender. Apalagi hingga saat ini masih banyak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuat pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Untuk itu upaya identifikasi dan inventarisasi harus dilakukan yang diikuti dengan penataan dan penyesuaian berdasarkan UUD 1945 pasca perubahan. Hal itu dapat dilakukan dengan mendorong dilakukannya legislatif review kepada pembentuk undang-undang atau melalui mekanisme judicial review. Terkait dengan wewenang Mahkamah Konstitusi, setiap perempuan Warga Negara Indonesia yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh suatu undang-undang, atau tidak mendapat perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, tentu dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang tersebut terhadap Undang-Undang Dasar kepada Mahkamah Konstitusi.

Selain dari sisi substansi aturan hukum, tantangan yang dihadapi adalah dari struktur penegakan hukum dan konstitusi. Untuk mencapai perimbangan keanggotaan DPR dan DPRD misalnya, tidak cukup dengan menentukan kuota calon perempuan sebanyak 30% yang diajukan oleh setiap partai politik. Ketentuan tentang kuota itu tentu harus menjamin bahwa tingkat keterwakilan perempuan di parlemen akan semakin besar. Padahal, saat ini jumlah anggota DPR perempuan baru 11 persen, di DPD 21%. Bahkan jumlah pegawai negeri sipil eselon I yang perempuan hanya 12,8%. Untuk itu, perlu dirumuskan mekanisme yang dapat menjamin keterwakilan perempuan di sektor publik semakin meningkat di masa mendatang.

(11)

menyampaikannya secara terbuka. Demikian pula terkait dengan persidangan yang membutuhkan jaminan keamanan baik fisik maupun psikis.

Yang tidak kalah pentingnya dalam upaya menegakan hak konstitusional perempuan, adalah menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi terutama yang terkait dengan hak konstitusional perempuan. Hal ini semakin penting karena kendala yang dihadapi selama ini memiliki akar budaya dalam masyarakat Indonesia. Akar budaya tersebut melahirkan dua hambatan, pertama, adalah dari sisi perempuan itu sendiri; dan kedua, dari masyarakat secara umum. Walaupun telah terdapat ketentuan yang mengharuskan mempertimbangkan prinsip kesetaraan jender dalam pimpinan partai politik misalnya, namun hal itu sulit dipenuhi salah satunya karena sedikitnya perempuan yang aktif di dunia politik. Demikian pula dengan pemenuhan kuota 30% dalam pencalonan anggota DPR dan DPRD oleh partai politik. Sebaliknya, sering pula terjadi, seorang perempuan yang layak dipilih atau diangkat untuk jabatan tertentu, namun tidak dipilih atau diangkat karena dinilai perempuan mempunyai kelemahan tertentu dibanding laki-laki.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hal yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut, faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor adalah faktor gaya hidup

Di dalam bahasa mandailing ada namanya paboru-boruan , paboru- boruan ini dapat diartikan ialah seseorang laki-laki dan perempuan yang disandingkan sebelum akad

The associated widget changes its view and then invokes another Tcl script (one of its configuration options) that tells the scrollbar exactly what information is now displayed in

The steps in teaching writing through write pair share technique:. The class is divided into

Pelaksanaan Kerjasama dilingkungan Pemerintah Kota Tarakan melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPM Kelurahan) dalam

Triolit Z, 2004, ‘Hubungan Kelainan anatomi Hidung dan Sinus Paranasal Dengan Gejala Klinis Rinosinusitis Kronis Berdasarkan Gambaran CT-Scan Sinus Paranasal dan Temuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inkorporasi enzimatik asam lemak kaya omega-3 dari minyak ikan tuna dan minyak kelapa sawit dengan biokatalis lipase getah pepaya ( carica

Salah satu kegiatan yang dilakukan pada model pengembangan pertanian perdesaan melalui inovasi (m-P3MI) di Desa Sungai Ungar Kecamatan Kundur, Kabupaten Karimun, Prov.Kepri