PENGARUH
CITY BRANDING “ENJOY JAKARTA”
TERHADAP CITRA KOTA DAN KEPUTUSAN
BERKUNJUNG YOUTH TRAVELER KE JAKARTA
Disusun Oleh :
SITI ZUMROH NUR IVANI NIM : 1111081000130
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Siti Zumroh Nur Ivani Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 4 Maret 1993
Alamat : Salabenda RT 03/05 no 1 Parakan Jaya, Kemang. Bogor
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam
Status : Belum Menikah No. Handphone : 089523736271
Email : nurivani43@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
Pendidikan Formal :
1999 - 2005 : SD Angkasa 1 Bogor 2005 - 2008 : SMPN 6 Bogor 2008 - 2011 : SMAN 2 Bogor
v
PENGALAMAN ORGANISASI
Marketing and Communication UIN Community ( April 2015 – Saat ini)
Campus Marketeers ClubAmbassador Chapter UIN Jakarta (2014- 2015) Bendahara KKN Horizon UIN Jakarta 2014
Kabid 1 Osis SMAN 2 Bogor (2008-2009)
vi
ABSTRACT
This research’s goals are to know direct effect of city branding on city image, direct effect of city branding on visit decision youth traveler, city image on visit decision youth traveler and indirect effect city branding on visit decision youth traveler through city image as an intervening variable. This research use purposive sampling and answered by 128 local tourist who visit Jakarta. The Method of collect data on this research is using quistionare and the result analyze by descriptive and path analysys. Based on result of the result of the research, city branding have a direct effect on city image, city branding have a direct effect on visit decision youth traveler, city image have a direct effect on visit decision youth traveler and city branding have an indirect effect on visit decision through city image as intervening variable.
vii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung city branding “Enjoy Jakarta” terhadap citra kota, pengaruh langsung city branding
terhadap keputusan berkunjung youth traveler, pengaruh citra kota terhadap keputusan berkunjung youth traveler dan pengaruh tidak langsung city branding
terhadap keputusan berkunjung youth traveler melalui intervening citra kota. Penelitian ini menggunakan teknik convenience sampling yang ditujukan kepada
128 wisatawan muda yang mengunjungi Jakarta. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner , dianalisis dengan cara deskriptif dan analisis jalur. Berdasarkan hasil penelitian ini, city branding berpengaruh langsung terhadap
citra kota, city branding berpengaruh langsung terhadap keputusan berkunjung
youth traveler, citra kota berpengaruh langsung terhadap keputusan berkunjung
youth traveler ke Jakarta dan city branding berpengaruh tidak langsung terhadap
keputusan berkunjung youth traveler melalui intervening citra kota.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh City Branding ‘Enjoy Jakarta’ terhadap Citra Kota dan Keputusan Berkunjung Youth Traveler ke Jakarta”. Shalawat serta salam tak lupa penulis panjatkan kepada junjungan Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita keluar dari zaman jahiliyah dan memberikan cahaya kehidupan bagi umat, keluarga, dan para sahabatNya.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini menuju gelar Sarjana Ekonomi (SE) dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, Ilyas dan Siti Mariam yang selalu mendo’akan, memberikan dukungan baik berupa materiil maupun non materiil, untuk segenap kasih sayang dan perhatian yang telah kalian berikan hingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan skripsi saya.
2. Seluruh keluarga dan saudara yang selalu menghibur serta memberikan nasihat dan mengingatkan penulis untuk menjadi seseorang yang tidak mudah menyerah.
3. Bapak Arief Mufraini, Lc.,M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.
4. Ibu Titi Dewi Warninda, SE.,M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.
ix
6. Ibu Dr. Muniaty Aisyah selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu pikiran, perhatian, dan kesabarannya kepada penulis dalam membimbing penulisan skripsi.
7. Bapak Ade Suherlan, MM.,MBA selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, pikiran, perhatian, dan kesabarannya kepada penulis dalam membimbing penulisan skripsi.
8. Staf Dinas Pariwisata Kota Jakarta yang telah memberikan informasi dan keterangan akan data-data yang penulis butuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Para Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat, hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.
10.Seluruh staf akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatulah Jakarta yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pelayanan yang maksimal.
11.Semua pihak yang terlibat yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang terlibat dalam membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, namun semua ini semata-mata karena keterbatasan penulis, dan penulis mohon maaf apabila dalam penyajian skripsi ini terdapat kesalahan dan kekhilafan.
Jakarta,Oktober 2015
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ………. i
LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF ………. ii
xi
xii
3. Visi dan Misi Jakarta dan Dinas Pariwisata Jakarta …………...75
4. Perkembangan Jakarta dan Program Enjoy Jakarta ……… 75
B. Karakteristik Responden ……….. 78
C. Hasil dan Pembahasan ……… 85
1. Validitas dan Reliabilitas………. 85
2. Pengujian Hipotesis………. 116 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……… 134
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Jakarta 7
dan Indonesia 2004-2008
Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan Domestik 7
Dan Mancanegara ke Jakarta dan Indonesia
2009-2013
Tabel 1.3 Jumlah Kedatangan Wisawatan ke Objek Wisata 8
Jakarta 2009-2013
Tabel 2.1 Perbedaan Brand Korporat dan Brand Tempat 20
Tabel 2.2 Hasil Survei Kriteria Kota 23
Tabel 3.1 Skala Likert 59
Tabel 3.2 Operasional Variabel Penelitian 69
Tabel 4.1 Apakah Anda penduduk Jakarta, sedang bekerja 78
atau menempuh pendidikan di Jakarta
Tabel. 4.2 Mengetahui Enjoy Jakarta 78
Tabel 4.3 Usia 79
Tabel 4.4 Jenis Kelamin 80
Tabel 4.5 Asal Daerah 81
Tabel 4.6 Pekerjaan Utama 82
xiv
Tabel 4.8 Sumber Informasi “Enjoy Jakarta” 84
Tabel 4.9 Wisata yang Pernah Dikunjungi 84
Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Tryout Variabel City Branding 87
Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Tryout Variabel City Branding 88
Tabel 4.12 Hasil Uji Reliabilitas Tryout Variabel 88
City Branding
Tabel 4.13 Hasil Uji Validitas Tryout Variabel Citra Kota 89
Tabel 4.14 Hasil Uji Reliabilitas Tryout Variabel Citra Kota 90
Tabel 4.15 Hasil Uji Validitas Tryou Variabel 90
Keputusan Berkunjung
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perancangan Identitas Sebuah Brand 18
Gambar 2.2 The City Brand Hexagon 28
Gambar 2.3 Five-Model of the Consumer Buying Process Stage 38
Gambar 2.4 Steps Between Evaluation ofAltenatives 41
and a Purchase Decision
Gambar 2.5 Model Kerangka Pemikiran Penelitian 53
Gambar 3.1 Model SubStruktural I 65
Gambar 3.2 Model SubStruktural II 65
Gambar 4.1 Peta DKI Jakarta 73
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Untuk Wisatawan ke Kota Jakarta 141
Lampiran 2 Data Responden 145
Lampiran 3 Tabulasi Hasil Jawaban Responden 148
Lampiran 4 Distribusi Hasil Frekuensi 161
Lampiran 5 Uji Reliabilitas dan Validitas 164
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi dan kemajuan zaman menjadikan wilayah bukan lagi sebagai
hambatan dalam pergerakan. Keadaan tersebut memberikan peluang bagi kota-kota di dunia untuk berkompetisi mendapatkan pelanggan daerah. Pelanggan suatu daerah adalah penduduk dan masyarakat daerah tersebut yang
membutuhkan layanan publik, TTI (Trader, Tourist, Investor) baik dari dalam maupun luar daerah, Talent (Sumber Daya Manusia yang berkualitas),
Developer, Organizer dan seluruh pihak yang memiliki kontribusi dalam
pembangunan keunggulan bersaing (Kartajaya dan Yuswohady, 2005) sebagai penggerak perkembangan sebuah kota. Kompetisi global ini tidak lagi terbatas
pada kota-kota besar yang berkompetisi untuk dijadikan lokasi kantor pusat (headquarters) dari perusahaan multinasional dan badan PBB, atau untuk event
olahraga besar. Sebagai contoh, Kota Alicante di Spanyol berjuang untuk berkompetisi sebagai tujuan wisata pantai dunia dengan banyak kota lain di dunia. Mulai dari Antalya di Turki hingga Pattaya di Thailand.Bordeaux dan
wilayahnya menghadapi kompetisi ketat dengan banyak daerah. Mulai dari Australia Bagian Selatan hingga Afrika Bagian Selatan dalam hal pembuatan
2 dengan Bratislava dan Shanghai (Van Gelder, 2008 dalam Karim dan Nia,
2012).
Kota merespon keadaan tersebut, selain mengubah regulasi dalam sistem ekonomi dan keuangan, usaha juga diinvestasikan pada citra yang dimiliki pada suatu tempat. Menurut Ashworth dan Voogd (1990, dalam Kavaratzis, 2008),
persepsi pada kota dan citra yang dimiliki suatu tempat, menjadi komponen sukses atau gagalnya ekonomi. Kota-kota yang ada di dunia butuh untuk
mengekpresikan karakteristik unik yang dimilikinya, menetapkan tujuan ekonomi, kultur, dan politik dalam kaitannya untuk membedakan dirinya dari
wilayah lain dan dapat berkompetisi dengan baik untuk menarik sumberdaya, wisatawan, dan penduduk.
Fenomena bersaing kota melalui teknik pemasaran tersebut dikenal
dengan City Branding. Menurut Simon Anholt dalam Moilanen dan Rainisto (2009:7) mendefinisikan sebagai manajemen suatu citra destinasi melalui
inovasi strategis serta koordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural dan peraturan pemerintah mendefinisikan City Branding sebagai manajemen suatu citra destinasi melalui inovasi strategis serta koordinasi ekonomi, komersial,
sosial, kultural dan peraturan pemerintah. Menurut Dinnie (2011), City Branding adalah mengidentifikasi suatu set brand attributes sebagai yang
3 Kegiatan city branding bukan sebatas membuat slogan atau logo, tetapi merupakan ruh dari kota tersebut. Ruh yang menjiwai segala aktivitas kota
,baik itu jiwa warganya, watak birokrasinya, maupun ketersediaan infrastruktur penunjangnya. Sementara slogan, logo, desain interior, arsitektur bangunan,
ruang publik, serta unsur penataan visual kota lainnya merupakan penyempurnaan dari keseluruhan ruh kota. City branding juga menuntut sinergi dari keseluruhan unsur pembentuk kota, baik dari aspek sumber daya manusia,
fasilitas umum, fasilitas sosial maupun sistem transportasi. Tanpa sinergi yang baik, upaya city brandingakan sia-sia. Fungsinya tidak hanya mencakup
komunikasi pemasaran kota secara umum tetapi dapat juga mendukung strategi pengembangan seni-budaya dan pariwisata, sentra industri dan perdagangan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat dan lain sebagainya. Dampak akumulasi
dari semuanya akan turut memutar roda perekonomian dari masyarakat di kota tersebut (Karim dan Nia, 2012).
Dalam upaya mem-branding-kan suatu kota, terdapat tiga faktor kunci yang perlu dipertimbangkan, yaitu positioning kota, aspek tangible di dalam kota dan komunikasi yang konsisten. City Branding bukan hanya masalah
meningkatkan awareness terhadap kota, namun juga bagaimana menimbulkan komitmen untuk tinggal, berkunjung ataupun berinvesatasi di kota tersebut.
Untuk bisa mencapai itu, suatu kota harus terlebih dahulu memahami tujuan-tujuan khusus dari setiap pihak dan berusaha memenuhi tujuan-tujuan tersebut.
Branding sebuah kota tentunya bisa berdiri sendiri. Branding yang dibentuk
4 penduduk, wisatawan dan investor serta kualitas produk yang bagus, terutama
terkait ekonomi, sosial dan budaya (Marketeers, 2015 : 143).
Kota-kota di dunia selalu berada dalam kompetisi antara satu dengan lainnya. Tetapi, tidak semua kota melakukan upaya branding yang efektif. Di era digital yang ditandai oleh semakin ditinggalkannya bentuk-bentuk promosi
fisik, iklan perlahan akan menjadi hal yang justru membuang-buang waktu dan sumber daya. Menurut (Singh, 2015) terkait dengan City Branding terdapat dua
hal yang harus dilakukan. Pertama, mempromosikan kota tidak dengan cara-cara atau gaya beriklan. Kedua, tekankan pada penguatan identitas sebuah kota.
Salah satu tujuan branding tempat adalah mendatangkan wisatawan,
karena penerimaan devisa negara berasal dari sektor pariwisata. Dunia Pariwisata di Indonesia mengalami peningkatan dari jumlah kunjungan. Pada
tahun 2014, Indonesia dikunjungi oleh sekitar 9,4 juta wisatawan asing. Bila dibandingkan dengan tahun 2013, kunjungan wisatawan mancanegara
sebanyak 8,8 juta wisatawan. Sektor pariwisata menduduki uratan ke empat sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto Indonesia. Pariwisata bisa memberikan kontribusi untuk penyerapan tenaga kerja di Indonesia. UNWTO
menyebutkan bahwa satu dari 11 pekerjaan yang ada disebuah negara berasal dari dunia pariwisata jika negara tersebut memberikan perhatian khusus pada
dunia ini (Nirwandar, 2014: 7). Seluruh stakeholder terkait dapat merumuskan pemikiran dan terobosan baru untuk pengembangan pariwisata Indonesia dan semakin menyadari kekuatan dan potensi besar di sektor ini, khususnya dalam
5 Indonesia (Yahya, 2015), maka dari itu program city branding pada setiap kota
sangat menunjang visi tersebut.
Tidak hanya sebuah produk, kota juga harus memiliki Branding yang jelas. Sebab Brand menjadi arah kemana sebuah kota menentukan tata letak, desain, kebijakan pemerintah dan lainnya (Marketeers, 2014: 25). Dalam
perencanaan Branding kota khususnya di Indonesia, telah menjadi tradisi bahwa perencanaan masih menjadi wilayah pemerintah. Pemerintah Daerah
diminta melakukan penyesuaiaian perencanaan wilayahnya dengan perencanaan pemerintah pusat. Pemberlakuan UU 32/2004 telah memberi
ruang bagi kota-kota di Indonesia melakukan perencanaan secara mandiri dengan sendirinya membuka peluang perencannan melibatkan semua pemangku kepentingan, khususnya warga kota (Rahmat dan Ummi, 2014 :33).
Menurut (Kartajaya, 2007). City, lebih penting daripada Country hal penting dalam menggelar aktivitas city branding adalah fokus. Sebelumnya, Kesadaran
akan pentingnya city branding sudah di terlihat di setiap kota di Indonesia. Tetapi, aktivitas yang dilakukan masih sangat terbatas, dan tidak sedikit yang salah pemahaman. Seperti berbagai slogan „Berseri‟, „Bersih‟ dan sebagainya
yang merupakan kependekan dari berbagai keinginan kota tersebut.
Di Indonesia, sudah ada beberapa kota besar yang telah menerapkan
program City Branding dengan baik, diantaranya Yogyakarta dengan slogan “Jogja, Never Ending Asia” yang awal Februari 2015 di re-branding menjadi
6 slogan “The Spirit Of Java”, Surabaya dengan“Sparkling Surabaya” begitu pun
dengan Ibukota Indonesia dengan Branding“Enjoy Jakarta”.
Kota yang juga telah melakukan Branding adalah Jakarta dengan Slogan “Enjoy Jakarta”. Branding Jakarta diluncurkan tahun 2006 oleh Gubernur DKI
dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Branding ini fokus pada
pencitraan kota Jakarta untuk meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik. Walaupun dikenal dengan
kemacetan dan banjir setiap tahun, Jakarta masih memiliki destinasi pariwisata yang indah, seperti Pulau Bidadari, Pulau Tidung, wisata bermain Dunia
Fantasi, Ancol, Kidzania, taman-taman tematik, wisata kuliner, wisata belanja tradisonal dan modern yang berada di berbagai mal yang tersebar di Jakarta. Selain itu Event yang terselenggara hampir setiap minggu di Kota Jakarta
menjadi tujuan banyak orang untuk mengunjungi kota Jakarta. Jakarta juga memiliki bus untuk mengelilingi Kota Jakarta, yaitu Jakarta City Tour. Tetapi
bus ini terbatas jumlah dan wilayah operasionalnya.
Merek daerah didefinisikan sebagai aktivitas pemasaran untuk mempromosikan citra positif suatu daerah tujuan wisata demi mempengaruhi
keputusan konsumen untuk mengunjunginya (Blain, et al, 2005 dalam Roostika, 2012). Berikut adalah data jumlah pengunjung domestik dan
7 Tabel 1.1
Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Jakarta dan Indonesia 2004-2008
Keterangan Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
Wisatawan
Domestik 13.577.388 13.282.490 13.697.222 14.160.434 14.891.277 Wisatawan
Mancanegara 1.063.910 1.235.514 1.216.132 1.216.057 1.534.785 Wisatawan
Mancanegara ke Indonesia
4.541.165 4.074.354 4.871.351 5.505.759 6.234.497
Sumber : Badan Pusat Statistik DKI Jakarta
Tabel 1.2
Jumlah Kunjungan Wisatawan Domestik dan Mancanegara ke Jakarta dan Indonesia 2009-2013
Keterangan Tahun
2009 2010 2011 2012 2013
Wisatawan
Domestik 15.201.551 17.158. 855 17.617.650 19.811.561 17.097.669 Wisatawan
Mancanegara 1.451.914 1.892.866 2.003.944 2.125.513 2.313.742 Wisatawan
Mancanegara ke Indonesia
6.323.730 7.002.944 7.649.731 8.044.462 8.802.129
Sumber : Badan Pusat Statistik DKI Jakarta
Melihat data di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam sepuluh tahun tersebut, jumlah wisatawan mancanegara maupun domestik mengalami
8 Berikut Data dari BPS DKI Jakarta jumlah pengunjung Objek wisata di Jakarta. Taman Impian Jaya Ancol merupakan objek wisata yang paling
banyak dikunjungi wisatawan selama lima tahun dari tahun 2009-2013
Tabel 1.3
Jumlah Kedatangan Wisatawan ke Objek Wisata di Jakarta 2009-2013
No
. Objek Wisata
Tahun
2009 2010 2011 2012 2013
1. Taman Impian
Jaya Ancol 12.920.733 12.834.890 18.450.016 15.848.956 15.948.829
2.
Taman Mini Indonesia
Indah
4.822.945 5.298.719 5.186.445 7.888.787 4.483.847
3.
Kebun Binatang Ragunan
3.545.212 3.580.024 4.090.567 4.283.895 3.681.968
4. Monumen
Nasional 2.112.217 1.253.266 1.516.153 1.418.469 1.380.868
5. Museum
Sejarah Jakarta 245.682 724.082 437.040 396.253 371.467
6. Museum
Nasional 165.907 375.710 193.864 148.118 169.527 7. Museum Satria
23.879.142 24.164.600 29.983.006 30.067.363 26.122.718
Sumber: Badan Pusat Statistik DKI Jakarta
Seperti yang kita ketahui, Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia yang
modern. Namun bagaimanakah posisi dan prestasi kota Jakarta di dalam maupun diluar negeri menurut berbagai survey? Jakarta, menduduki peringkat ketiga dunia sebagai kota yang menawarkan tarif yang dikelompokkan dan
9 meraih peringkat pertama Kota di Negara berkembang dalam Global Rangking of Emerging Cities versi Konsultan dari AT Kearney. Ini didapatkan
sehubungan perencanaan infrastruktur transportasi massal, penangaan banjir dengan pengerukan waduk dan pemenuhan kebutuhan dasar (Widodo, 2014).
Menurut survey yang dilakukan Price water house Coopers (PwC) tahun 2014, dari 30 kota yang masuk dalam “Cities of Oppurtunity”, Jakarta memiliki
sinyal positif mengenai perkembangan kota di masa depan. Kategori
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Jakarta berada di peringkat empat, Jakarta juga masuk peringkat tujuh dalam peringkat dalam tarif pajak badan
dan aktivitas pembangunan.Selain itu Jakarta memiliki kinerja terbaik dalam indikator biaya, peringkat kedua dalam hal biaya hidup, peringkat sebelas dalam hal biaya perkantoran, juga teratas dalam biaya transportasi umum.
Namun, dari sisi kualitas hidup kota ini menduduki urutan ke 29.
Deretan kota dalam Emerging City, posisi Jakarta belum termasuk kota
yang diperhitungkan, yaitu berada diperingkat 16 (Moonen dan Clark, 2013). Menurut Versi Trip Advisor tahun 2014 Jakarta pun menduduki urutan empat di Indonesia sebagai kota tujuan wisata dan tahun 2015 menjadi kota tujuan
wisata terfavorit, sedangkan Jakarta berada di peringkat 81 pada tahun 2015 dalam kategori kota tujuan wisata dunia (Euromonitor). Tetapi, Jakarta
menduduki peringkat pertama sebagai kota termacet di dunia menurut data Indeks Stop-Start pada tahun 2015 dari survey Castrol Magnatec.
Saat ini Program City Branding “Enjoy Jakarta” sedang dibangun
10 bisa dinikmati oleh warganya dan wisatawan ditengah persoalan didalam kota tersebut. Berbagai komunikasi pemasaran telah dilakukan mulai dari brosur,
penyelenggaraan event nasional dan internasional, pemilihan Abang-None Jakarta, Aplikasi Enjoy Jakarta, mengikuti berbagai pameran dan promosi
hingga luar negeri, Dinas Pariwisata tahun 2014 telah memilih JKT48 sebagai
Brand Ambassador“Enjoy Jakarta” untuk meningkatkan kunjungan wisatawan
dari Jepang dan wisatawan domestik dan berbagai rencana infrastruktur
kendaraan pun sedang dijalankan dan bahkan merancang untuk mewujudkan
Smart City seperti di Bandung dan Surabaya. Kota Metropolitan yang modern
ini banyak dituju warga diluar kota untuk mendapatkan pekerjaan, tinggal atau hanya berkunjung untuk menikmati objek wisata di Jakarta. Menurut Markplus.inc, tiga segementasi pasar yang perlu diperhatikan di Indonesia
adalah kalangan Youth, Women and Netizen. Bukan hanya karena jumlahnya yang besar, tetapi buying powernya juga besar, mereka bukan hanya main
influencers tetapi juga main decision makers untuk mayoritas produk dan jasa yang ditawarkan. Berdasarkan segmentasi tersebut, penulis membatasi segementasi Youth sebagai objek penelitian tentang City Branding “Enjoy
Jakarta” ini, karena mereka juga dapat menjadi decision makers seperti
pemilihan vacation spot, cafe/resto dan buying clothing (Marketeers, 2014).
Maka, apakah program City Branding berpengaruh terhadap Citra Kota menurut youth traveller luar kota Jakarta? apakah memiliki pengaruh terhadap keputusan berkunjung Youth Traveler yang berasal dari luar kota Jakarta? Hal
11
Branding terhadap Citra Kota dan Keputusan Berkunjung Youth Traveler ke
Jakarta.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah City Branding berpengaruh langsung terhadap Citra Kota?
2. Apakah City Branding berpengaruh langsung terhadap Keputusan Berkunjung Youth Traveler ke Jakarta?
3. Apakah Citra Kota berpengaruh langsung terhadap Keputusan Berkunjung
Youth Traveler ke Jakarta?
4. Apakah City Branding berpengaruh tidak langsung terhadap Keputusan
Berkunjung Youth Traveler ke Jakarta melalui intervening Citra Kota?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah ;
1. Untuk menganalisis pengaruh City Branding berpengaruh langsung terhadap
Citra Kota
2. Untuk menganalisis City Branding berpengaruh langsung terhadap
12 3. Untuk menganalisis Citra Kota berpengaruh langsung terhadap Keputusan
Berkunjung Youth Traveler ke Jakarta
4. Untuk menganlisis City Branding berpengaruh tidak langsung terhadap Keputusan Berkunjung Youth Traveler ke Jakarta melalui intervening Citra
Kota
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, diharapkan penelitian ini dapat
bermanfaat bagi ;
1. Peneliti
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan penulis yaitu tentang ilmu
pemasaran, serta dapat menambah pengetahuan tentang Branding tempat, Citra Kota dan Keputusan Berkunjung Youth Traveler.
2. Pemerintah Daerah
Dapat menjadi evaluasi City Branding yang telah diterapkan yang diharapkan selanjutnya agar menjadi lebih baik untuk membangun kota
terutama dalam industri pariwisata kota agar mendatangkan banyak wisatawan.
3. Akademisi
Menambah referensi bagi universitas maupun mahasiswa sehingga penelitian ini menjadi Study literature untuk penelitian lebih
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori
1. Merek
Praktik branding telah berlangsung berabad-abad. Kata Brand dalam bahasa inggris dalam “brandr” dalam bahasa old norse, yang berarti “to burn” mengacu pada pengidentifikasian ternak merek citra muncul bersama
produk atau jasa yang sulit dibedakan atau untuk menilai kualitasnya, atau yang menyampaikan pesan mengenai penggunaannya. Sejumlah strategi antara lain menciptakan desain yang unik., mengasosiasikannya dengan
para pengguna dari kalangan selebriti, atau menciptakan citra iklan yang sangat berpengaruh. Biasanya merek-merek tersebut untuk memberikan
kesan positif bagi pengguna merek tersebut (Tjiptono, 2011: 117). 1.1. Definisi Merek
Merek (brand) adalah suatu nama, istilah, tanda, lambang, atau disain, atau gabungan semua yang diharapkan mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual, dan diharapkan
akan membedakan barang dan jasa dari produk–produk milik pesaing (Kotler, 2012). Sedangkan merek menurut Durianto, dkk (2004) merek
14 ini:
a. Atribut
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan mengetahui dengan pasti atribut- atribut
apa saja yang terkandung dalam suatu merek.
b. Manfaat
Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat.
Produsen harus menerjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun manfaat emosional.
c. Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai
merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.
d. Budaya
Merek juga mewakili budaya tertentu. Misalnya, Mercedes mewakili budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik, memiliki cara kerja yang efisien, dan selalu menghasilkan produk yang
berkualitas tinggi. e. Kepribadian
15 kepribadian pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yangdi inginkan.
f. Pemakai
Merek juga menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut.
Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang- orang terkenal untuk penggunaan mereknya.
1.2. Manfaat Penanaman Merek (Branding)
Keputusan penanaman merek sekarang ini merupakan suatu keharusan sehingga produk. Penanaman merek atau Branding
memberikan beberapa keuntungan bagi penjual, yaitu sebagai berikut:
a. Nama merek mempermudah penjual untuk memproses pemesanan dan melacak masalah
b. Nama Merek dan merek dagang perlindungan hukum terhadap fitur produk yang unik
c. Penanaman merek membantu penjual mensegmentasi pasar
d. Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan sehingga mempermudah perusahaan tersebut meluncurkan merek baru dan
diterima oleh distributor dan konsumen (Tjiptono, 2011:107)
2. Place Marketing
Pengertian Place Secara umum seperti kota, regional, komunitas,
16 „place’ adalah negara bangsa, wilayah geopolitik, regional atau negara
bagian, kebudayaan, sejarah atau etnik dalam batas wilayah yang sama, ibu
kota dan populasi yang mengelilinginya, pasar dengan variasi atribut yang dapat didefinisikan, pusat industri dan pengklusteran seperti industri dan
suppliernya, serta atribut psikologis yang dihasilkan dari hubungan manusia. Place Marketing merupakan proses pendesainan daerah untuk memuaskan kebutuhan dari Target Market. Kesuksesan Place Marketing
terwujud ketika warga kota dan perusahaan merasa puas terhadap daerah mereka serta terpenuhinya ekspektasi para pengunjung dan investor di
daerah tersebut (Kotler dan Gertner, 2002).
Secara umum memasarkan daerah berarti mendesain suatu daerah
agar mampu memenuhi dan memuaskan keinginan dan ekspektasi pelanggannya. Pelanggan suatu daerah adalah penduduk dan masyarakat daerah tersebut yang membutuhkan layanan publik, TTI (Trader, Tourist,
Investor) baik dari dalam maupun luar daerah, Talent (SDM berkualitas),
Developer, Organizer dan seluruh pihak yang memiliki kontribusi dalam
pembangunan keunggulan bersaing. Membangun keunggulan bersaing daerah menurut Michael Porter adalah upaya meningkatkan produktivitas (nilau output yang dihasilkan per unit input yang digunakan) yang pada
gilirannya akan menaikkan kualitas dan standar hidup masyarakat dalam jangka panjang (Kartajaya dan Yuswohady, 2005: 6).
Tiga komponen penting pemasaran daerah adalah penetapan
17 daerah. Positioning adalah upaya untuk membangun suatu posisi tertentu di benak pelanggan. Diferensiasi adalah upaya untuk membedakan diri
melalui pemberian value proposition yang unik dan berbeda dari apa yang diberikan oleh daerah pesaing. Dan membangun merek tidak lain adalah
membangun awareness, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Positioning yang tepat yang ditopang oleh diferensiasi yang kokoh dapat meghasilkan merek daerah yang kokoh dan kredibel di mata
pelanggan. Daerah juga harus melakukan segmentasi pasar dan secara fokus memilih pelangganya. Selain itu menjalankan Marketing Mix
(Product, Price, Place dan Promotion), strategi penjualan dan harus memperlancar proses di dalam organisasi dan memperkuat layanan kepada pelanggan daerah (Kartajaya dan Yuswohady, 2005: 13)
Menurut Aaker (2010:79) dalam Gambar 2.1 proses positioning
dimulai dengan menganalisis terlebih dahulu strategi pada brand tersebut.
Analisis ini dilihat dari beberapa aspek seperti dari pihak konsumen, kompetitor, dan dari brand itu sendiri. Aspek konsumen termasuk pada
bagaimana kebiasaan, kebutuhan, hingga segmentasi mereka terhadap
brand. Dari aspek kompetitor dilihat dari kelemahan, kelebihan, ancaman dan peluang yang dihasilkan brand terhadap brand saingannya. Sedangkan
18 Gambar 2.1
Perancangan Identitas Sebuah Brand
Sumber: Aaker, 2010
Kotler dan Lee memperkenalkan konsep pemasaran dalam praktik bisnis (perusahaan) dapat dibawa masuk ke manajemen sektor publik.D
alam perjalannanya, pemasaran telah mengalami perkembangan tidak hanya dilihat dalam organisasi bisnis tapi juga non bisnis. Perkembangan di
organisasi non bisnis ini ditandai dengan munculnya konsep pemasaran sosial. Pemasaran sosial merupakan perkembangan paling mutakhir dalam konsep marketing.P emasaran sosial menjadi jembatan bagi pemasaran
untuk masuk dalam manajemen sektor publik. Pemasaran sosial tidak berhenti pada produk yang dihasilkan, volume penjualan dan kepuasan
19 dalam aktivitas pemasaran, menyebabkan aktivitas bisnis tidak hanya beroirentasi jangka pendek tapi terkait dengan kesejahteraan bersama
dimasa yang akan datang. Pemikiran ini meyebabkan pemasaran bisa diterapkan disektor publik (Kotler dan Lee, 2007)
Pemerintah adalah penyedia jasa pelayanan pendidikan, kesehatan dan
infrastruktur, instansi pemerintah tidak hanya berhadapan dengan apa yang diproduksi, tapi juga mendistribusi kepada masyarakat, menentukan biaya
produksi dan menginformasikan kepada publik. Isu yang mengemuka dari kerja pemerintah ini terkait dengan nilai yang diperoleh warga dari
pelayanan publik. Menurut Kotler dan Lee pemasaran dapat memecahkan masalah yang dihadapi sektor publik dengan menetapkan Lima Prinsip, yaitu : Menganut filosofi yang terpusat pada pelanggan, melakukan
segmentasi dan membidik pasar, identifikasi pesaing, menggunakan 4P yang ada dalam setiap pemasaran dan memantau upaya pemasaran dan membuat
penyesuaian (Kotler dan Lee, 2007).
3. City Branding
Menurut Dinnie (2011) City Branding adalah mengidentifikasi suatu
set brand attributes sebagai yang dimiliki sebagai sebuah kota sesuai urutan untuk membentuk sebuah dasar yang digunakan untuk menghasilkan
persepsi positif dari banyak audiences. Menurut Simon Anholt dalam Moilanen dan Rainisto (2009:7) mendefinisikan sebagai manajemen suatu citra destinasi melalui inovasi strategis serta koordinasi ekonomi,
20
Branding sebagai manajemen suatu citra destinasi melalui inovasi strategis serta koordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural dan peraturan
pemerintah. Selanjutnya Kavaratzis dan Ashworth (2008) menganggap bahwa City Branding mirip dengan merek perusahaan. Dalam hal ini, kota
dan perusahaan sama-sama ingin menarik perhatian berbagai pemangku kepentingan dan kelompok pelanggan. Mereka berdua memiliki akar multidisiplin, dan kompleksitas yang tinggi. Keduanya harus
mempertimbangkan tanggung jawab sosial, sekaligus merencanakan pembangunan jangka panjang.
Selain itu City Branding adalah perangkat pembangunan ekonomi perkotaan. City Branding merupakan perangkat yang dipinjam dari praktik-praktik pemasaran oleh para perencana dan perncang kota beserta seua
pemangku kepentingan. Sebagaimana produk, jasa dan organisasi, kota membutuhkan citra dan reputasi yang kuat dan berbeda demi mengatasi
persaingan kota memperebutkan sumber daya ekonomi di tingkat loka, regional, nasional dan Global (Yananda dan Salamah, 2014:1). Berdasarkan
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa City Branding merupakan upaya membangun sebuah kota dengan menggunakan teknik pemasaran untuk menemukan identitas dan positioning yang kuat agar dapat bersaing
21 Tabel 2.1
Perbedaan Brand Korporat dan Brand Tempat
Perbedaan Brand Korporat dan Brand Tempat
Brand Korporat adalah Brand diaplikasikan kepada produk dan jasa dalam kerangka kerja organisasi korporat.Brand tempat didefinisikan sebagai brand yang diaplikasikan pada produk dan jasa dalam kerangka politik/geografi. Ketika prinsip-prinsip branding korporat diaplikasikan di arean branding tempat, implementasinya bisa jadi berbeda.
Brand Korporat Brand Tempat
Memiliki Komponen Tunggal Produk/Jasa
Hubungan kohesif dengan pemangku kepentingan
Fleksibel dalam penawaran produk
Memiliki banyak komponen produk/jasa Hubungan terfragmentasi dengan pemangku kepentingan
Kompleksitas organisasi tinggi Berbasis pada pengalaman/hedonis Orientasi Kolektif
Rivalitas/ketidaksejajaran subbrand Kemitraan privat dan publik
Peran pemerintah tinggi
Atribut produk bersifat musiman
Tidak fleksibel dalam penawaran produk
Sumber : Allen, 2007 (dalam Rahmat dan Ummi, 2014 : 20)
3.1. Kriteria City Branding
Terdapat beberapa kriteria dalam membuat city branding yang
22 1. Attributes, city branding mampu menggambarkan sebuah karakter,
daya tarik, gaya dan personalitas kota.
2. Message, menggambarkan sebuah cerita secara pintar, menyenangkan dan mudah atau selalu diingat.
3. Differentiation, memberikan kesan unik dan berbeda dari kota-kota yang lain
4. Ambassadorship, menginsipirasi orang untuk datang dan ingin
tinggal di kota tersebut.
Sedangkan menurut Gelder (dikutip dari Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kota Semarang, 2012) menjelaskan bahwa City Brand memiliki lima syarat, antara lain:
a. City Brand harus menunjukkan kondisi kualitas dari kota atau daerah
yang sebenarnya bukan cita-cita atau visi semata-mata yang ingin dicapai, tetapi adalah kenyataan yang sebenarnya yang
menggambarkan kondisi kota tersebut. City Brand juga bukan pula merupakan pula semata-mata suatu janji, tetapi adalah janji yang ditepati ketika orang tinggal, hidup dan menetap atau sekedar
berkunjung ke dalam suatu kota.
b. City Brand harus mudah diucapkan, dikenal, diingat, dijiwai,
dihayati dan dipahami oleh tidak hanya penduduk kota, tetapi juga bagi setiap orang yang melihat, membaca dan mendengarnya.
c. City Brand harus mudah terbedakan, oleh karena itu harus spesifik
23 d. City Brand harus mudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, khususnya bahasa Inggris harus menggambarkan pengertian yang
sama dan identik, sehingga tidak membingungkan orang yang mengetahuinya
e. City Brand harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat pelindungan hukum
Layaknya suatu produk untuk membentuk brand yang kuat,
sebuah kota perlu terlebih dahulu menentukan positioning yang ingin dibentuk. Positioning yang tepat sasaran dan didukung denga
diferensiasi yang solid akan kuat pula. Ekonomi dan budaya masyarakat menjadi hal uang penting bagi penduduk suatu kota. Sedangkan bagi calon investor, selain kedua hal tersebut, regulasi pemerintah menjadi
kriteria penting dari suatu kota. Berbeda dengan kriteria yang dinilai oleh wisatawan. Mereka hanya melihat dari sisi budaya masyarakat dan
lingkungan.
24
Area Hijau dan Pelestarian
Lingkungan 17% 10% 32% Kondisi Lalu Lintas dan
Transportasi 11% 13% 9%
Sumber: kataanda.com dalam Marketeers, 2015:143
3.2. Tujuan City Branding
Beberapa Kota melakukan strategi dengan menerapkan City Branding. Hal ini dianggap menguntungkan bagi para pemangku
kepentingan. Berikut alasan mengapa City Branding perlu dilakukan menurut Handito (dalam Sugiarsono, 2009) yaitu :
1. Memperkenalkan kota/ daerah lebih dalam
Penerapan city branding, suatu kota akan memperkenalkan dirinya lebih dalam, karena pihak eksternal harus mengetahui keberadaan
25 2. Memperbaikicitra
Citra suatu kota yang sudah dinilai buruk oleh pengunjung maupun
penduduk kota sendiri, cukup sulit suatu kota memiliki daya tarik bagi pihak yang berkepentingan, namun salah satu strategi
mengembalikan citra positif kota yaitu dengan city branding yang diimbangi dengan implementasi komprehensif, maka akan meningkatkan daya tarik kota sebagai tujuan para pemangku
kepentingan.
3. Menarik wisatawan asing dan domestik
Penerapan city brand yang tepat dapat menarik pemangku
kepentingan eksternal kota termasuk wisatawan domestik maupun asing, hal ini dikarenakan wisatawan memandang merek
merupakan pembeda satu dengan yang lainnya sehingga akan memilih suatu tempat dengan keunikan atau ciri khas yang tidak dimiliki kota lain.
4. Menarik minat investor untuk berinvestasi
Tujuan lain dari city brandin guntuk mendapatkan investasi guna meningkatkan pengembangan kota baik itu dari sector ekonomi,
social atau yang lainnya.
5. Meningkatkan perdagangan
26 maupun pihak internal kota yang menyebabkan terjadinya peningkatan perdagangan.
3.3. Teknik Branding Kota
Pada dasarnya terdapat dua pendekatan untuk melakukan
branding kota, yaitu positioning spasial dan penjangkaran spasial
(Syssner,2009 dalam Yananda dan Salamah 2014: 82). Kedua pendekatan ini pada dasarnya merupakan teknik yang menggunakan
ciri-ciri spasial secara selektif dan digunakan untuk merepresentasikan keseluruhan ruang baik di tingkat local ,urban maupun regional.
Penjangkaran Spasial adalah penggunaan teknik dimana brand sebuah kota ditambatkan pada titik atau nodal tertentu dalam kota yang di
branding. Sedangkan Positioning lebih luas digunakan dan merupakan
teknik positioning dalam ruang yang relatiF terbtas dalam kaitannya dengan kategori spasial yang lebih luas.Kategori spasial yang lebih luas
dan lebih dikenal dengan meta-ruang dan merupakan kategori cair konsep spasial dimana aktor yang berbeda-beda bias memposisikan kategori spasial lainnya atau tidak. Beberapa contoh branding tepat
yang ada di Indonesia menunjukkan teknik positioning spasial seperti Solo (The Spirit of Java) yang menempatkan posisi Solo di Lansekap
Jawa, Yogyakarta (Never Ending Asia) yang menempatkan kota ini di lansekap yang lebih luas yaitu benua Asia. Teknik ini berbeda dengan pendekatan yang diambil oleh Surabaya (Sparkling Surabaya) dan
27 3.4. Pentingnya City Branding
Pemasaran tempat menjadi penting karena globalisasi ekonomi
telah menjadikan kota sebagai modal srategis. Walaupun memakai termonologi global, dampak globalisasi tidaklah sama dan menyeluruh
menyasar semua tempat di permukaan bumi. Pendapat beberapa pakar, kota adalah kotributor yang sebenarnya dala pembangunan ekonomi negara karena aktivitas penyumbang pendapatan nasional berlokasi di
kota. Sedangkan secara nasional, negara hanya melakukan pencatatan. Kota yang berdaya saing tinggi menjadi tujuan lokasi berpindahnya
modal, manufaktur mutakhir, bakat-bakat terbaik, teknologi, turis, event
dan warga kaya. Kota memanfaatkan praktik pemasaran lokasi khususnya city branding, untuk menarik modal, manufaktur, bakat,
teknologi, turis, event dan penduduk kaya tersebut. Karena suatu kawasan, lokasi da kota membutuhkan Brand Image (Yananda dan
Salamah, 2014: 1-2).
Outcome City Branding adalah membangun citra positif tentang tempat melaui pembangunan spasial maupun non spasial yang membuat
perencanaan dan pengelolaan kota menjadi lebih fokus dan terintegrasi pada produksi dan penyampaian pesan yang tepat kepada pemangku
kepentingan internal dan eksternal kota. City Branding adalah Strategi yang membuat suatu tempat (Kota, Kabupaten, Provinsi) mampu berkomunikasi dengan pemangku kepentingan, khususnya warga.
28 spasial, non spasial, ekonomi, sosial, politik dan budaya (Yananda dan
Salamah, 2014 :Hal 34
3.5. City Branding Hexagon
City branding diyakini memiliki kekuatan untuk merubah
persepsi sesorang terhadap suatu kota atau bertujuan untuk melihat perbedaan potensi suatu kota dengan kota lainnya. Dibawah ini merupakan tentang city brand six hexagon dari Anholt (2007:59-62)
yang merupakan cara untuk mengukur branding suatu kota dan harus diperhatikan oleh para pemasar sebagai kerangka acuan untuk memahami, menganalisa, dan merancang strategi dalam menciptakan
city branding yang sesuai dengan target pasarnya.
Gambar 2.2
The City Brand Hexagon
Sumber: Anholt (2007: 60)
29 memberikan nilai bagi pemangku kepentingan termasuk wisatawan. Keenam komponen tersebut diantaranya:
1. Presence
Menjelaskan tentang status atau kedudukan kota tersebut dimata
internasional dan seberapa akrab dengan kota. Anholt melakukan survey terhadap 30 kota dan mengidentifikasi karakteristik khusus dari kota tersebut serta menggali memiliki kontribusi penting di
tingkat dunia dalam hal budaya, sains atau jalannya pemerintahan selama kurun waktu 30 tahun terakhir.
2. Place
Mengukur bagaimana persepsi mengenai aspek fisik dari setiap kota apakah publik merasa nyaman apabila melakukan perjalanan keliling
kota, seberapa indah penataan kota, serta bagaimana cuaca tersebut. 3. Potential
Mengevaluasi kesempatan ekonomi dan pendidikan yang ditawarkan kepada pengunjung, pengusaha, imigran seperti apakah mudah mencari pekerjan, apakah tempat yang bagus untuk bisnis, apakah
merupakan tempat yang baik untuk mendapatkan kualifikasi pendidikan yang tinggi
4. Pulse
30 publik dapat dengan mudah menemukan hal-hal yang menarik sebagai pengunjung maupun sebagai penduduk kota tersebu untuk
jangka pendek maupu jangka panjang.
5. People
Menilai apakah penduduk kota bersahabat dan memberikan kemudahan dalam bertukar budaya, serta bahasa juga apakah tersebut apakah menimbulkan rasa aman saat berada didalamnya.
6. Prerequiste
Memaparkan potensi publik terhadap dasar suatu kota, apakah suka
jika tinggal disana, apakah kota tersebut memberikan dengan akomodasi yang disediakan, serta kemudahan akses pemenuhan kebutuhan seperti sekolah, transportasi publik, fasilitas olahraga, dan
lain-lain
7. Porpescu cobos
Memaparkan City Branding Hexagon memberikan instrumen pengukuran inovatif sehingga dapat mempermudah pemerintah untuk mengetahui persepsi mengenai citra kota (Porpercu dan
Cobos, 2010 dalam Ayu, 2014). Anholt mengatakan sangat penting untuk memahami City Branding pada suatu kota. Namun yang
terpenting adalah kesesuaian antara citra kota dengan keadaan yang sebenarnya dengan kata lain pencitraan kota harus dapat
31 4. Citra Kota
4.1. Pengertian Citra Kota
Citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Image dipengaruhi oleh banyak faktor yang diluar kontrol
perusahaan. Citra yang efektif melakukan tiga hal: a. Memanfaatkan karakter produk
b. Menyampaikan karakter itu dengan cara yang berbeda sehingga
tidak dikacaukan dengan karakter pesaing
c. Memberikan kekuatan emosional yang lebih dari sekedar citra mental
Supaya bisa berfungsi citra itu harus disampaikan melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia dalam sarana kontak merek (Kotler,
2012). Adapun pengertian Brand Image adalah pada mulanya konsumen mengembangkan sekumpulan keyakinan merek tentang
dimana posisi setiap merek dalam masing-masing atribut. Kumpulan dari keyakinan atau suatu merek tersebut akan membentuk citra merek (Kotler, 2012: 338).
4.2. Pengukuran Citra
Menurut pendapat Keller (2013: 343) pengukuran citra merek
dapat dilakukan berdasarkan pada aspek sebuah merek yaitu
32 a. Strengthness (Kekuatan)
Kekuatan dalam hal ini adalah keunggulan –keunggulan yang
dimiliki oleh merek yang bersifat fisik dan tidak ditemukan pada merek lainnya. Keunggulan merek ini mengacu pada atribut-atribut
fisik atau merek tersebut sehingga biasa dianggap sebagai sebuah kelebihan dibandingkan dengan merek lain, yang termasuk pada kelompok strength ini antara lain: fisik produk, keberfungsian semua
fasilitas produk, harga produk, maupun penampilan fasilitas pendukung dari produk tersebut.
b. Uniqueness (Keunikan)
Keunikan adalah kemampuan untuk membedakan sebuah merek diantara merek-merek lainnya.Kesan unik ini muncul dari atribut
produk menjadi kesan unik berarti terdapat diferensiasi antara produk satu dengan produk lainnya. Termasuk dalam kelompok unik
ini antara lain: variasi layanan yang biasa diberikan sebuah produk, variasi harga dari produk yang bersangkutan maupun diferensiasi dari penampilan fisik sebuah produk.
c. Favorable (Kesukaan)
Kesukaan mengarah pada kemampuan merek tersebut agar mudah
33 kesan merek di benak pelanggan dengan citra yang diinginkan perusahan atas merek yang bersangkutan.
Image daerah dapat dikomunikasikan dan dibentuk setidaknya melalui tiga strategi yaitu slogan dan tema, simbol dan visual, Event
dan Sponsorship (Kartajaya dan Yuswohady, 2005). Sebuah citra lingkungan (kota) menurut (Lynch, 1982) dalam bukunya “Image of the
city” dapat dianalisis kedalam komponen yang meliputi:
1. Identitas, suatu objek harus dapat dibedakan dengan objek-objek lain sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda atau mandiri.
2. Struktur, citra harus meliputi hubungan spasial atau hubungan pola citra objek dengan pengamat dan dengan objek-objek lainnya.
3. Makna, yaitu suatu objek harus mempunyai arti tertentu bagi
pengamat baik secara kegunaan maupun emosi yang ditimbulkan.
Menurut Pike (2008: 207) menjelaskan tentang pengukuran citra
destinasi dengan komponen Kognitif, Afektif dan Konatif. Kognitif
merupakan pengetahuan atau kepercayaan tentang sebuah
destinasi.Afeksi mewakili perasaan individual mengenai suatu objek
seperti suka, tidak suka atau netral.Citra konatif adalah analogi untuk
yang menimbulkan perilaku atau sikap.Konatif bisa seperti keinginan
untuk mengunjungi suatu saat nanti.Janes (2010) juga memaparkan
bahwa beberapa penulis seperti Laroche, Prameswaran dan Pisharodi,
34 yaitu kognitif, afektif dan konatif.Dimensi kognitif meliputi
kepercayaan dan pengetahuan, afektif mengukur aspek nilai emosional,
sedangkan konatif membahas tentang perilaku yang terkait dengan
destinasi.Jadi Tiga Hierarki Kognitif Afektif dan konatif bisa mengukur
citra suatu destinasi.
Philip Kotler membagi citra tempat berdasarkan situasi, yaitu
citra positif, citra yang lemah, citra negatif, citra campuran, citra
kontradiksi dan Citra dengan daya tarik yang berlebihan kota dengan
citra positif mampu menyihir pikiran orang. Citra yang lemah terjadi
pada tempat–tempat yang kurang dikenal karena kecil, memiliki daya
tarik terbatas atau tidak di iklankan.Banyak tempat terjebak dengan
citra negatif.Citra campuran adalah citra yang dimiliki kebanyakan
tempat.Citra campuran adalah citra positif dan negatif.Citra menjadi
kontadiktif karena orang mempersepsikan tempat tersebut secara
bertentangan. Citra atraktif yang berlebih terjadi pada beberapa tempat
sehingga membatasi mereka untuk berpromosi ( Kotler, dalam Yananda
dan Salamah, 2014)
4.3. Kota Membutuhkan Citra
Sebuah kota membutuhkan citra karena dua alasan, yaitu kota sebagai entitas politik dan ekonomi. Sebagai pusat pertumbuan
35 harus menarik hati turis untuk datang berkunjung dan membelanjakan uangnya. Sebagai sebuah entitas politik, kota wajib melakukan
diplomasi publik selain juga mendukung promosi poduk yang dihasilkan. Selain itu, sebuah kota jug harus mempu mempertegas
identitas dan meningkatkan harkat yang dimiliki oleh warganya (Rainisto, 2009). Dari Alasan tersebut di atas, terlihat bahwa sebuah kota memiliki pemangku kepentingan yang relatif banyak. Pemangku
kepentingan kota terdiri dari pihak internal seperti warga, pihak swasta, dan pemerintah kota. Selain itu terdapat pihak eksternal, yaitu calon
investor, pekerja, turis, pemeritah pusat, dan lain sebagainya.Kota perlu memenangkan persaingan antarkota yang dilakukan untuk menapatkan sumber daya, baik itu uang, orang, pekerjaan dan juga
perhatian.Langkah sebuah kota terkait pemangu kepentingan internal dan eksteralnya ini akan lebih mudah dicapai bila kota memiliki citra
yang positif.
Citra tentang sebuah tempat adalah Schemata (Kumpulan Skema) yang digunakan sebagai jalan pintas proses informasi dan pengambilan
keputusan oleh konsumen atau pengguna. Bila citra tentang sebuah kota telah terbentuk maka akan sulit untuk mengubahnya. Cara untuk
megubah citra bukanlah dengan menghapus citra lama.Perubahan citra hanya dapat dilakukan dengan menambah asosiasi baru yang lebih kuat dan positif dari asosiasi yang ada sebelumnya (Kotler dan Gartner,
36 5. Keputusan Berkunjung Youth Traveler
5.1. Definisi Wisatawan
Tidak semua orang yang masuk ke dalam suatu wilayah disebut wisatawan. Panitia Statistik Liga Bangsa – Bangsa dalam sidang dewan
yang diselenggarakan pada tanggal 24 Januari 1937 telah menciptakan kriteria bahwa orang-orang tersebut dibawah ini dianggap sebagai
wisatawan (Oka A Yoeti, 2008: 190) :
a. Mereka yang mengadakan perjalanan untuk pertemuan (meeting) atau sebagai utusan untuk keperluan tertentu (ilmiah, diplomatik,
keagamaan, dan olahraga)
b. Mereka yang melakukan perjalanan untuk usaha (business)
c. Pengunjung yang melakukan perjalanan untuk tujuan bersenang-senang
(Travel for Pleasure), Kunjungan Keluarga (Family Reasons),
Menyembuhkan suatu penyakit (Travel for Health)
d. Penumpang yang datang berkunjung dengan kapal pesiar, walau tinggal kurang dari 24 jam
Pengunjung dalam pariwisata terdiri atas dua jenis, yaitu wisatawan
(tourist dan pengunjung harian same day visitor). Yang termasuk dalam kategori pengunjung harian ialah penumpang kapal pesiar, awak
37 negeri. Wisatawan menurut UNWTO memiliki tiga kelompok tujuan
kunjungan, seperti berikut ini:
a) Leisure and recreation (Vakansi dan rekreasi)
Segala kegiatan yang memiliki tujuan vakansi dan rekreasi,
mengunjungi event budaya, kesehatan, olahraga aktif (yang bukan profesional), dan tujuan lain termasuk dalam kategori bersenang-senang. Kegiatan utama dalam kategori ini berupa kegiatan
berjalan-jalan, keliling kota dan makan. Wisatawan yang memiliki tujuan bersenang-senang dan rekreasi disebut sebagai wisatawan vakansi.Ada yang mengatur perjalanan sendiri, ada pulayang meminta bantuan biro
perjalanan untuk mempersiapkan perjalanan.
b) Business and professional (Bisnis dan profesioanal)
Beberapa tujuan kunjungan dalam kategori bisnis dan profesiona adalah rapat, misi, perjalanan insentif dan bisnis.Tujuan-tujuan itu
berhubungan erat dengan pekerjaan.Perjalanan yang dilakukan tidak untuk mencari nafkah, tetapi kegiatannya berdampak pada pekerjaannya.
c) Other Tourism Purposes (tujuan wisata lain)
Wisata untuk belajar, pemulihan kesehatan, transit, dan berbagai tujuan
38 melakukan perjalanan keagamaan, melakukan widyawisata (Ismayanti,
2010:8)
Objek penelitian ini di dikhususkan bagi pengunjung kota Jakarta yang bertujuan untuk tipe Vakansi dan Rekreasi.
5.2. Keputusan Berkunjung
Teori Keputusan kunjungan wisatawan diasumsikan sebagai keputusan pembelian pada teori pemasaran. Penulis menggunakan
Teori Keputusan Pembelian dari Kotler dan Keller (2012: 166). Proses tersebut meliputi lima tahap, yaitu:
Gambar 2.3
Five-Model of the Consumer Buying Process Stage
Berdasarkan gambar 2.3 menjelaskan proses keputusan pembelian terdiri dari 5 tahapan sebagai berikut :
1. Problem Recognition (Pengenalan Masalah)
39 atau kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal ataupun eksternal. Pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu
kebutuhan tertentu dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen. Kemudian mereka dapat mengembangan strategi
pemasaran yang memicu minat konsumen.
2. Information Search (Pencarian Informasi)
Setelah mengenal kebutuhan yang dihadapinya, konsumen akan mencari informasi lebih lanjut atau tidak. Ketika konsumen mngumpulkan informasi, hanya beberapa pilihan yang menjadi
kuat. Jika kebutuhan itu sangat penting bagi konsumen maka pencarian informasi akan lebih mendalam salah satu cara konsumen
yaitu mendapatkan informasi dari berbagai pihak.Informasi-informasi yang didapatkan konsumen dibagi menjadi empat kelompok sumber informasi diantaranya:
a. Pribadi : keluarga, teman, tetangga
b. Komersial : iklan, situs web, wiraniaga, penyalur, kemasan, tampilan.
c. Publik : Media massa, organisasi pemeringkat, konsumen d. Pengalaman : penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk
Jumlah dan pengaruh relatif dari sumber-sumber informasi
tergantung pada jenis produk dan karakteristik pembeli. Secara umum konsumen menerima informasi tentang suatu produk dari
40 sumber informasi yang paling efektif didominasi dari sumber pribadi.Setiap sumber informasi menjalankan fungsi yang berbeda
dalam mempengaruhi keputusan pembelian yang menjadi pusat perhatian pemasaran adalah sumber informasi pokok yang
diperhatikan konsumen. 3. Evaluation Alternatif
Setelah melalui tahap pencarian informasi, konsumen akan
menghadapi sejumlah merek yang dapat dipilih. Pemilihan alternatif ini melalui suatu proses tertentu, yaitu :
a. Konsumen akan mempertimbangkan berbagai sifat produk
b. Pemasar harus mempertimbangkan kegunaan ciri-ciri suatu produk
c. Konsumenbiasanya membangun seperangkat kepercayaan merek sesuai dengan ciri-cirinya.
d. Konsumen diasumsikan memiliki sejumlah fungsi kegunaan setiap ciri yang menggambarkan bagaimana konsumen mengharapkan kepuasan dari suatu produk yang bervariasi pada
tingkat yang berbeda untuk masing-masing ciri.
e. Terbentuknya sikap konsumen terhadap beberapa merek melalui prosedur penilaian. Konsumen ternyata menerapkan prosedur
41 4. Purchase Decision (Keputusan Pembelian)
Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi antar merek dalam kumpulan pilihan. Konsumen membentuk suatu minat
terhadap merek yang paling disukai. Dalam melaksanakan pembelian, konsumen dapat membentuk lima sub keputusan: merek,
penyalur, kuantitas waktu dan metode pembayaran. Cara sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai akan bergantung pada
dua hal yaitu intensitas negative orang lain pada alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Minat beli berada pada posisi setelah
konsumen melakukan evaluasi alternatif sebelum melakukan keputusan pembelian. Seperti gambar 2.3.
Gambar 2.4
Steps Between Evaluation of Alternatives and a Purchase Decision
Sumber: Kotler dan Keller (2012: 170)
5. Postpurchase behavior (Perilaku Pasca Pembelian)
42 melakukan beberapa kegiatan membeli produk yang akan menarik bagi pemasar. Tugas pemasar belum selesai setelah konsumen
membeli produk, namun akan terus berlangsung sampai periode pasca pembelian. ada beberapa hal yang harus diketahui oleh
pemasar setelah produk terjual. Menurut Kotler dan Keller (2012:172), terdapat tiga langkah yang menyangkut perilaku pascap embelian, diantaranya:
a. Post purchase satisfaction (kepuasan pascapembelian)
Kepuasan pembelian merupakan fungsi dari kedekatan antara harapan pembeli produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli
atas produk tersebut. Jika kinerja tidak memenuhi harapan maka konsumen kecewa, jika memenuhi harapan maka
konsumen merasa puas, dan jika melebihi harapan maka konsumen sangat puas. Perasaan ini menentukan apakah pelanggan membeli produk kembali dan membicarakan hal-hal
yang positif atau negatif tentang produk itu kepada orang lain. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja, semakin
besar ketidakpuasan yang terjadi. Disini gaya konsumen memainkan peran. Beberapa konsumen memperbesar kesenjangan itu ketika produk tidak sempurna dan sangat
43 b. Post purchase actions( tindakan pascapembelian)
Jika konsumen puas, kemungkinan akan membeli kembali produk tersebut dan cenderung mengatakan hal-hal baik tentang merek tersebut pada orang lain. Tetapi konsumen yang tidak
puas mungkin meninggalkan atau mengembalikan produk. Mereka mungkin mencari informasi yang memastikan nilai
produk yang tinggi. Jadi kepuasan dan ketidakpuasan pembeli atas suatu produk akan mempengaruhi tindakan selanjutnya.
c. Post purchaseuse and disposal (pemakaian dan pembuangan pascapembelian)
Tingkat kepuasan konsumen merupakan suatu fungsi dari keadaan produk yang sebenarnya dengan produk yang
diharapkan konsumen. Kepuasan atau ketidakpuasan akan mempengaruhi aktifitas konsumen berikutnya, rasa puas akan
mepengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian berikutnya. Tetapi jika konsumen merasa tidak puas, konsumen akan beralih ke merek lain.
Selain itu menurut Swastha dan Irawan (2006:118), setiap keputusan pembelian mempunyai struktur sebanyak tujuh
komponen, yaitu:
a. Keputusan tentang jenis produk
Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah
44 Perusahaan memusatkan perhatiannya pada konsumen yang memiliki niat pembelian setelah mengevaluasi berbagai
alternatif yang ada.
b. Keputusan tentang bentuk produk
Konsumen mengambil keputusan untuk membeli bentuk produk tertentu. Keputusan tersebut menyangkut pada ukuran, kualitas, maupun corak warna dan sebagainya.
c. Keputusan tentang merek
Konsumen mengambil keputusan tentang merek mana yang akan
dibelinya. Penting bagi pemasar untuk mengetahui bagaimana konsumen dalam memilih sebuah merek.
d. Keputusan tentang penjualnya
Konsumen mengambil keputusan dimana produk akan dibeli. Dalam hal ini produsen, pedagang besar, dan pengecer harus
mengetahui bagaimana konsumen memilih penjual tertentu. e. Keputusan tentang jumlah produk
Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa banyak
produk yang akan dibelinya pada suatu saat. Perusahaan harus menyiapkan berbagai macam produk yang sesuai dengan
45 f. Keputusan tentang waktu pembelian
Konsumen mengambil keputusan tentang kapan ia harus
melakukan pembelian. Tersedianya dana untuk membeli sangat mempengaruhi keputusan pembelian.
g. Keputusan tentang cara pembayaran
Konsumen mengambil keputusan tentang metode atau cara pembayaran produk yang dibeli, baik secara tunai atau cicilan.
Keputusan tersebut mempengaruhi keputusan tentang penjual dan jumlah pembelian.
B. Hubungan Antar Variabel
Kota ataupun daerah yang telah memiliki branding memiliki ciri khas yang membedakan satu kota dengan kota lainnya dan citra dimata pengunjung maupun penduduk. Hal ini juga bertujuan untuk mendatangkan wisatawan dari berbagai kalangan untuk mengunjungi objek-objek wisata yang berada di kota tersebut, khusunya objek wisata yang berada di Jakarta.
1. Hubungan City Branding dengan Keputusan Berkunjung
Destination brand sering juga dikatakan sebagai merek suatu tempat. Merek daerah didefinisikan sebagai aktivitas pemasaran untuk mempromosikan
citra positif suatu daerah tujuan wisata demi mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengunjunginya (Blain, et al.,2005 dalam Roostika,2012).
2. Hubungan City Branding dengan Citra Kota
46 Penelitian Jose Antonio et., al (2015) bertujuan mengukur kontribusi Cultural Heritage, Events, Tourist Attraction dan Insfrastucture yang merupakan dimensi
dari city branding untuk pengembangan citra kota. Hasilnya empat faktor tersebut
berpengaruh signifikan terhadap citra kota.
3. Hubungan Cita Kota dengan Keputusan Berkunjung
Citra tentang sebuah tempat adalah Schemata (Kumpulan Skema) yang digunakan sebagai jalan pintas proses informasi dan pengambilan keputusan oleh konsumen atau pengguna. Bila citra tentang sebuah kota telah
terbentuk maka akan sulit untuk mengubahnya. Cara untuk megubah citra bukanlah dengan menghapus citra lama. Perubahan citra hanya dapat
47
Judul Penelitian Metodologi Hasil Penelitian
1. Ratu Yulya
Kuantitatif Terdapat hubungan yang positif, kuat dan signifikan antara variabel City
Branding dengan City Image
48
Judul Penelitian Metodologi Hasil Penelitian
3. Riyadina G
Kualitatif Komunikasi yang dilakukan Humas Pemda informatif dan persuasif untuk Event, Seminar, dsb. 4. Motlovicova
Praque memiliki citra positif yang kuat
dengan kekayaan sejarah namun logo
49
Judul Penelitian Metodologi Hasil Penelitian
5. Abdul Yusuf
Kuantitatif Atribut produk wisata di Karawang dinilai para wisnus cukup baik. Pelaksanaan
Place Branding Dinas Perhubungan,