• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Gangguan Gulma pada Tiga Sistem Budidaya Padi Sawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Gangguan Gulma pada Tiga Sistem Budidaya Padi Sawah"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI GANGGUAN GULMA PADA TIGA SISTEM

BUDIDAYA PADI SAWAH

LALU MUHAMAD ZARWAZI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Gangguan Gulma pada Tiga Sistem Budidaya Padi Sawah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Lalu Muhamad Zarwazi

(4)

RINGKASAN

LALU MUHAMAD ZARWAZI. Potensi Gangguan Gulma pada Tiga Sistem Budidaya Padi Sawah. Dibimbing oleh M. ACHMAD CHOZIN dan DWI GUNTORO.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji dominasidan dinamika gulma, (2) mengkaji potensi gangguan gulma, (3) mempelajari efektivitas teknik pengendalian gulma,dan (4) mempelajari efisiensi usahatani pada ketiga sistem budidayatanaman padi sawah.

Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Sukamandi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian, Kemetrian Pertanian mulai bulam November 2013 sampai April 2014.Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan rancangan perlakuan Split Plot dan empat ulangan.Faktor utama adalah Sistem Budidaya (S) yaitu (S1)SRI (System of Rice Intensification), (S2) Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dan (S3) Konvensional.Sabagai anak petak adalah Teknik Pengendalian Gulma (T) yaitu (T0)Tanpa Pengendalian Gulma, (T1)Teknik Pengendalian Manual, Teknik (T2) Pengendalian Mekanis dan (T3)Teknik Pengendalian Kimia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dominasi jenis gulma pada masing-masing sistem budidaya saat pengamatan 21 dan 42 hari setelah tanam (HST).Sistem budidaya SRI (S1) dan PTT (S2) didominasi golongan gulma teki dari jenis Fimbristylis miliacea (L) Vahl, sedangkan sistem budidaya konvensional (S3) didominasi oleh kelompok gulma berdaun lebar yaitu jenis

Monochoria vaginalis (Burm. F). Saat analisis vegetasi umur 42 HST, terjadi perubahandominansi dengan gulma dominan jenis M. vaginalis dan jenis F. miliaceapada semua sistem budidaya.

Sistem budidaya (S) dan teknik pengendalian gulma (T) berinteraksi nyata pada peubah bobot kering gulma umur 21 hari setelah tanam (HST). Sistem Teknik pengendalian gulma (T) berpengaruh nyata pada peubah bobot kering gulma saat 42 HST, jumlah anakan produktif, bobot kering total tanaman padi, LPT dan LAB umur 84 HST, tetapi tidak berpengaruh nyata pada peubah tinggi tanaman maksimum, ILD umur 28, 56 dan 84 HST, jumlah gabah per malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai dan bobot 1.000 butir gabah.

(5)

Peningkatan hasil panen akibat pengendalian gulma pada sistem budidaya SRI sebesar 28.99% (932 kg ha-1), PTT sebesar 29.44% (985.6 kg ha-1) dan sistem konvensional sebesar 14.55% (558.1 kg ha-1). Berdasarkan hasil analisis usahatani, SRI menghasilkan keuntungan tertinggi apabila pengendalian gulma dilakukan dengan teknik kimia, B/C ratio sebesar 1.35. PTT menghasilkan keuntungan tertinggi apabila pengendalian gulma dilakukan dengan teknik manual dan mekanis dengan B/C ratio sebesar 1.57.Sistem budidaya konvensional menghasilkan keuntungan tertinggi apabila pengendalian gulma dilakukan dengan teknik manual, B/C ratio sebesar 1.54.

(6)

SUMMARY

LALU MUHAMAD ZARWAZI. Weeds Harmful Potential on Three of Paddy Rice Cultivation System. Supervised byM. ACHMAD CHOZINandDWI GUNTORO.

This research aims (1) to study the dynamics and domination of weed, (2) to study harmful potential of weed, (3) to study the effectively of weeding techniques, and (4) to study the farming efficiency of three paddy rice cultivation systems.

The experiment was conducted from November 2013 to April 2014 at Sukamandi Research Station of Indonesian Centre for Rice Research, Agency of Agricultural Research and Development, Agricultural Ministry. The experiment was arranged in factorial randomized block design with Split Plot. The main plot were System of Rice Intensification (S1), Integrated Crop Management (S2) and Conventional System (S3). The sub plot were unweeding (T0), Manual Weeding (T1), Mechanical Weeding (T2) and Chemical Weeding (T3).

The result showed the dominant of weed species at 21and 42 days after transplanting (DAT) wereFimbristylis miliacea (L)andMonochoria vaginalis

(Burm. F).SRI (S1) and ICM (S2) were dominated with sedges weed F. miliacea

(L) and the conventional system was dominated with broadleaves weed M. vaginalis . The result of vegetation analysis at 42 DAT showed that the weed dominationwereM. vaginalisandF. miliacea.

There was significance interaction between cultivation systems (S) with weeding techniques (T) ondry weight of biomass at 21 DAT. The cultivation system significant on number of productive tiller, total of crop dry weight biomass, leaf area index at 28 and 84 DAT, crop growth rate at 84 DAT, number of unfilled grains, weight of 1 000 filled grains, dry weight of biomass at 42 DAT. The cultivation systems not significant on maximum of height crop, leaf area index on 56 DAT, net assimilation rate on 84 DAT, number of grains per panicle, number of filled grain per panicle. The weeding techniques (T) significance on dry weight of weed biomass on 42 DAT, number of productive tiller, dry weight of plant biomass, crop growth rate and net assimilation rate on 84 DAT, and not significant on height of crop, leaf area index on 28, 56 and 84 DAT, number of grains per panicle, number of filled grains per panicle, number of unfilled of grains, and weight of 1 000 filled grains.

The effective of weeding techniques different on three of paddy rice cultivation system.Mechanical and manual techniques effective at weeding on ICM and conventional.Chemical weeding effective on SRI.

Increased of grains yield by weeding on SRI was 28.99% (932 kgs ha-1), ICM 29.44% (985.6 kgs ha-1) and conventional system was 14.55% (558.1kgs ha-1). The result of farming analysis at three of paddy cultivation systems showed that highest benefit and B/C ratio on SRI (1.35 B/C ratio) showed by chemical weeding technique. The highest benefit and B/C ration on ICM showed by manual and mechanical weeding techniques (1.57 B/C ratio). The highest benefit and B/C ratio on conventional system showed by manual weeding technique (1.54 B/C ratio).

(7)
(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

POTENSI GANGGUAN GULMA PADA TIGA SISTEM

BUDIDAYA PADI SAWAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)

Judul Tesis : Potensi Gangguan Gulma pada Tiga Sistem Budidaya Padi Sawah Nama : Lalu Muhamad Zarwazi

NIM : A252120291

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir M. Achmad Chozin, MAgr Ketua

Dr Dwi Guntoro, SP, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

PujidansyukurpenulispanjatkankepadaAllahsubhanahuwata’alaatas segala karunia-Nya sehinggakarya ilmiah inidapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 hingga April 2014 ini ialah sistem budidaya, dengan judul Potensi Gangguan Gulma pada Tiga Sistem Budidaya Padi Sawah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada BapakProf Dr Ir M. AchmadChozin, MAgr dan Dr Dwi Guntoro, SP, MSiselaku pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan penulisan tesis. Di samping itu, Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Made Jana Mejaya, Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Litbang Pertanian. Kepada Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Dr Ir Agus Purwito, MS. dan Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura Dr Ir Maya Melati, MS, MSc. serta semua staff Departemen yang telah membantu.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda H. L Abdulrachman, Ibunda Kayangan, Istri tercinta Baiq Ulin Nuha Asiah, SPt,

Ananda Baiq Du’a Atqiya Najhan, L. Ahmad Faiz Haqiqi, Baiq Nadiya Shofwa Najhan dan L. Muhammad Rayyan Haqiqi atas do’a dan perhatian serta dukungan selama berlangsungnya studi, penelitian dan penulisan tesis ini. Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis sampaikan kepada kakanda B. Dewi Kayangan, Hj. B. Maemunah dan Adinda L. Tahzan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh teman-teman Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Agronomi dan Hortikultura 2012 IPB, teman-teman Mahasiswa dari Komunitas Mahasiswa NTB di Asrama Mahasiswa NTB Bogor, serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu atas bantuan dan saran yang diberikan.

Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2015

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

DAFTAR GAMBAR v

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Tanaman Padi (Oryza sativaL.) 3

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi 4

Sistem Budidaya SRI(System of Rice Intensification) 4 Sistem Budidaya Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) 5

Sistem Budidaya Konvensional 5

Teknik Pengendalian Gulma 6

3 METODE 6

Lokasi dan Waktu Penelitian 6

Bahan 6

Metode Penelitian 6

Pelaksanaan Penelitian 7

Pengamatan Gulma 8

Pengamatan Tanaman Padi 9

Analisis Data 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Hasil 11

Keadaan Umum Pertanaman 11

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Penelitian 11

Pembahasan 20

5 SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 28

(15)

DAFTAR TABEL

1 Komponen teknologi penciri sistem budidaya padi sawah dalam percobaan 8 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik

pengendalian gulma terhadap peubah penelitian 12

3 Nisbah jumlah dominansi (NJD) spesies gulma pada perlakuan sistem

budidaya dan teknik pengendalian gulma saat 30 HSbP dan 42 HST 13 4 Rata-rata bobot kering biomassa gulma pada perlakuan sistem budidaya

dan teknik pengendalian gulma saat 42 HST 14

5 Hasil analisis jaringan tanaman pada umur 56 HST pada perlakuan

sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma 15

6 Hasil perhitungan serapan hara tanaman pada umur 56 HST pada perlakuan

Sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma 15

7 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah anakan dan bobot biomassa total padi pada

sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma saat 84 HST 16 8 Rata-rata nilai indeks luas daun (ILD) tanaman padi umur 84 HST 17 9 Nilai laju pertumbuhan tanaman (LPT) dan laju asimilasi bersih (LAB)

tanaman padi pada 84 HST 17

10 Rata-rata komponen hasil tanaman padi pada sistem budidaya dan

teknik pengendalian gulma 18

11 Rata-rata bobot gabah kering giling (GKG) pada sistem budidaya dan

teknik pengendalian gulma 19

12 Perbandingan hasil B/Cratiotiap teknik pengendalian gulma pada tiga

sistem budidaya padi swah 19

DAFTAR LAMPIRAN

1. Deskripsi varietas Mekongga 29

2. Tata letak plot percobaan 30

3. Hasil analisis tanah awal di lokasi penelitian, KP Sukamandi MH 2013 31 4. Hasil analisis vegetasi awal gulma di lahan percobaan (30 HSbP) 32 5. Curah hujan, suhu udara, jumlah hari hujan dan kelembaban (RH)

di lokasi penelitian 33

6. Analisis usahatani sistem budidaya SRI dengan tanpa pengendalian 34 7. Analisis usahatani sistem budidaya SRI dengan teknik pengendalian manual 35 8. Analisis usahatani sistem budidaya SRI dengan teknik pengendalian mekanis 36 9. Analisis usahatani sistem budidaya SRI dengan teknik pengendalian kima 37 10. Analisis usahatani sistem budidaya PTT dengan tanpa pengendalian 38 11. Analisis usahatani sistem budidaya PTT dengan teknik pengendalian manual 39 12. Analisis usahatani sistem budidaya PTT dengan teknik pengendalian mekanis 40 13. Analisis usahatani sistem budidaya PTT dengan teknik pengendalian kimia 41 14. Analisis usahatani sistem budidaya konvensional dengan tanpa pengendalian 42 15. Analisis usahatani sistem budidaya konvensional dengan teknik pengendalian

manual 43

16. Analisis usahatani sistem budidaya konvensional dengan teknik pengendalian

(16)

DAFTAR LAMPIRAN (LANJUTAN)

17. Analisis usahatani sistem budidaya konvensional dengan teknik

pengendalian kimia 45

18. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknikpengendalian gulma terhadap bobot kering biomassa gulma umur 21 HST 46 19. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknikpengendalian gulma

terhadap bobot kering biomassa gulma umur 42 HST 46 20. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

terhadap serapan hara N tanaman padi umur 56 HST 46 21. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

terhadap serapan hara P tanaman padi umur 56 HST 46 22. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

terhadap serapan hara K tanaman padi umur 56 HST 47 23. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

terhadap tinggi tanaman maksimum 47

24. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

terhadap jumlah anakan maksimum 47

25. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknikpengendalian gulma terhadap bobot kering total biomassa tanaman padi umur 82 HST 47 26. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

terhadap indeks luas daun (ILD) umur 84 HST 48

27. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma terhadap laju pertumbuhan tanaman(LPT) umur 84 HST 48 28. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

terhadap laju asimilasi bersih(LAB) tanaman umur 84 HST 48 29. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknikpengendalian gulma

terhadap jumlah anakan produktif 48

30. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

terhadap bobot 1 000 butir gabah. 49

31. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

terhadap jumlah gabah per malai 49

32. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendaliangulma

terhadap jumlah gabah isi per malai 49

33. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

terhadap jumlah gabah hampa per malai 49

34. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

terhadap hasil gabah kering panen (kg.ha-1) 50

35. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

terhadap hasil gabah kering giling (kg.ha-1) 50

DAFTAR GAMBAR

1 Pengaruh interaksi antara sisitem budidaya dengan teknik pengendalian gulma terhadap bobot kering biomassa gulma saat 21 HST

(17)
(18)
(19)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi merupakan komoditas yang berperan sangat strategis bagi bangsa Indonesia.Beras merupakan sumber makanan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia dengan jumlah penduduk sebesar 250 juta jiwa dan pertumbuhan penduduk 1.49% per tahun (BKKBN 2013).Kebutuhan beras di Indonesia semakin meningkat berbanding lurus dengan pertambahan dan pertumbuhan jumlah penduduk.Kebutuhan beras mencapai 38 juta ton per tahun (BPS 2013a).

Produksi beras Nasional tahun 2013 berdasarkan Angka Sementara BPS sebesar 71.29 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami peningkatan 2.24 juta ton (3.24 %) dibandingkan tahun 2012 sebesar 69.06 juta ton (BPS 2013b). Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen seluas 391.69 ribu hektar (2.91 %) dan peningkatan produktivitas sebesar 0.16 kuintal/hektar (0.31%). Upaya peningkatan produksi beras pada masa yang akan datang dihadapkan pada berbagai kendala seperti tingginya konversi lahan sawah pertanian menjadi non pertanian, degradasi kesuburan lahan hingga munculnya organisme pengganggu tanaman (OPT).

Salah satu OPT yang dapat menurunkan produksi serta produktivitas padi adalah gulma. Kehilangan hasil padi akibat gulma di seluruh dunia diperkirakan mencapai 10 sampai 15%, bahkan kehilangan hasil dapat mencapai 86% jika tanpa pengendalian gulma (Pane et al. 2004). Selain penurunan produksi, keberadaan gulma di pertanaman padi sawah menyebabkan peningkatan biaya pengelolaan dan pengendalian, sehingga menurunkan pendapatan petani (Tungate

et al.2007).

Pengelolaan dan pengendalian gulma merupakan issue yang paling penting dalam produksi pertanian (Sakai & Upadhyaya 2007). Kehilangan hasil dapat ditekan dengan berbagai pendekatan, termasuk dengan pendekatan sistem budidaya dan teknik pengendalian.Sistem budidaya padi sawah yang diterapkan di Indonesia dewasa ini yaitu sistem konvensional, pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dan System of Rice Intensification (SRI).Ketiga sistem budidaya memiliki perbedaan komponen teknologi dasar, sehingga memberi peluang terhadap jenis dan dominansi gulma serta teknik pengendaliannya.

(20)

SRI memiliki beberapa sumber masalah gulma seperti pengairan

intermittent dan penggunaan bahan organik yang lebih tinggi. Pengairan

intermittent dengan level air yang rendah berdampak pada tingginya perkecambahan dan daya tahan benih gulma di pertanaman padi.Bahan organik diduga sebagai sumber benih gulma baru. PTT dengan jajar legowo dan konvensional dengan pemindahan bibit berumur tua, memberikan peluang yang sama dengan SRI untuk pertumbuhan gulma lebih kompetitif.Benih gulma mendahului pertumbuhan tanaman padi dan menguasai sumber daya ketika bibit ditanam berumur tua.Sistem konvensional memberikan peluang untuk kompetisi padi dengan gulma melalui pemupukan urea yang tinggi.

Ketiga sistem budidaya padi sawah dengan perbedaan komponen teknologi yang diterapkan, membutuhkan teknik pengendalian gulma yang berbeda. Perbedaan sistem budidaya menyebabkan perbedaan jenis dan dominansi gulma di masing-masing sistem. Derajat gangguan gulma pada ketiga sistem budidaya belum diteliti di Indonesia.Pengetahuan tentang pengaruh jenis dan dominansi gulma sangat diperlukan dalam menentukan strategi pengendalian gulma.

Perumusan Masalah

Teknologi budidaya padi dengan sistem SRI, PTT dan konvensional di Indonesia telah lama diterapkan dan dilakukan petani.Klaim keberhasilan peningkatan produksi dari ketiga sistem budidaya tersebut telah banyak dilaporkan.Laporan dan data statistik hasil kajian yang berhubungan dengan potensi gangguan gulma pada ketiga sistem budidaya belum dilaporkan. Oleh karena itu, pengkajian potensi gangguan gulma pada ketiga sistem budidaya perlu dilakukan untuk mengetahui berapa besar kerugian yang diakibatkan gulma pada masing-masing sistem budidaya, gulma apa saja yang dominan pada ketiga sistem dan bagaimana analisis kelayakan usahataninya.

Tujuan Penelitian

Berdasarkanlatarbelakangyang dikemukakanmakatujuanpenelitian adalah untuk:

1. Mengkajidominasi gulma pada tiga sistem budidaya.

2. Mengkaji potensi gangguan gulma pada tiga sistem budidaya. 3. Mempelajari efektivitas teknik pengendalian gulma.

4. Mempelajari efisiensi usahatani pada ketiga sistem budidaya.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Memberikan informasi tentang beberapa potensi gangguan dan dinamika gulma pada budidaya padi sistem SRI, PTT dan konvensional.

2. Memberikan informasi teknik pengendalian yang efisien pada ketiga sistem budidaya.

(21)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Padi (Oryza sativaL.)

Tanaman padi memiliki beberapa bagian yang meliputi daun, batang, akar, anakan, bunga, malai dan gabah.Daun tanaman padi berselang-seling, satu daun pada setiap buku.Tiap daun terdiri atas helai daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun (auricle), lidah daun (ligule).Helaian daun terletak pada batang padi, bentuknya memanjang seperti pita.Panjang dan lebar helaian daun tergantung pada jenis varietas.Pelepah daun (upih) merupakan bagian daun yang menyelubungi batang.Lidah daun terletak berbatasan antara helaian daun dengan upih.Panjang lidah daun berbeda-beda tergantung pada varietas.Fungsi lidah daun untuk mencegah masuknya air hujan di antara batang dan upih (Manurung dan Ismunadji 1988). Adanya telinga daun dan lidah daun pada padi dapat digunakan untuk membedakan dengan rumput-rumputan pada stadia bibit (seedling) karena daun rumput-rumputan hanya memiliki lidah daun atau tidak ada sama sekali (Makarim dan Ikhwani 2008).

Daun teratas disebut daun bendera.Satu daun pada awal fase pertumbuhan memerlukan waktu 4-5 hari untuk tumbuh secara penuh, sedangkan pada fase tumbuh selanjutnya diperlukan waktu yang lebih lama 8-9 hari.Jumlah daun pada setiap tanaman tergantung varietas.Varietas Unggul Baru (VUB) di daerah tropika memiliki 14-18 daun pada batang utama (Yoshida 1981).Bertambahnya luas daun pada komunitas tanaman disebabkan oleh 2 faktor yaitu meningkatnya jumlah anakan dan meningkatnya luas daun.Peningkatan luas daun bagi varietas beranak banyak didominasi oleh faktor yang pertama, sedangkan dalam varietas beranak sedikit disebabkan faktor kedua yang lebih dominan (Murata dan Matsushima 1978).

Tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak-beranak) (Makarim dan Ikhwani 2008). Batang utama akan tumbuh anakan primer yang bersifat heterotropik sampai anakan tersebut memiliki 6 daun. Kapasitas anakan merupakan salah satu sifat utama yang penting pada varietas-varietas unggul.Tanaman bertipe anakan banyak cocok untuk berbagai keragaman jarak tanam, karena dengan anakan yang banyak mampu menggantikan rumpun-rumpun yang mati dan mencapai luas daun yang cepat (Yoshida 1981).

Batang tanaman padi yang rebah menyebabkan pembuluh-pembuluhxylem

dan phloemmenjadi rusak sehingga menghambat pengangkutan hara mineral dan fotosintat.Selain itu susunan daun menjadi tidak beraturan dan saling menaungi sehingga menghasilkan gabah hampa.Tingginya hasil padi pada varietas unggul baru terutama disebabkan karena ketahanannya terhadap kerebahan (Yoshida 1981).

(22)

Butir padi yang terbungkus kulit luar (sekam) disebut gabah.Bobot gabah beragam dari 12-44 mg, sedangkan bobot kulit luar rata-rata adalah 20% bobot gabah.Faktor konversi dari gabah ke beras adalah 0.6 dan beras pecah kulit ke gabah adalah 1.25, dan faktor koreksi tersebut tergantung varietas (Yoshida 1981).

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi dikelompokkan menjadi tiga fase; i) fase vegetatif (vegetative stage), dimulai dari masa kecambah (germination) hingga inisiasi malai (panicle initiation), ii) fase reproduktif (reproductive stage), dimulai dari pembungaan hingga masak penuh, iii) fase pematangan/pemasakan (ripening stage), dimulai dari periode pembungaan hingga masak penuh (De Datta 1981).

International Rice Research Institute (1996) secara rinci membagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi menjadi Sembilan stadia: perkecambahan, bibit, anakan, pemanjangan batang, bunting, pembungaan, fase matang susu, fase pengisian dan fase pematangan. Manurung dan Ismunadji (1988) dan IRRI (1996) menyatakan bahwa stadia perkecambahan mulai dari berkecambah sampai muncul daun pertama.Stadia bibit mulai dari munculnya daun pertama hingga terbentuknya anakan pertama, lamanya sekitar 21-24 hari.Stadia anakan mulai dari anakan yang bertambah sampai anakan maksimum, lamanya sekitar 40 hari.Stadia pemanjangan batang mulai saat terbentuknya bulir, lamanya sekitar 10 hari setelah inisiasi malai.Stadia bunting mulai dari perkembangan butir hingga butir tumbuh sempurna, lamanya sekitar 14 hari setelah stadia bunting.

Stadia pembungaan mulai dari muncul bunga, polinasi dan fertilisasi, lamanya sekitar 10 hari setelah fase pembungaan. Fase matang susu dimulai dari biji berisi cairan menyerupai susu, butir kelihatan berwarna hijau, lamanya sekitar 14 hari setelah pembungaan. Fase pengisian dimulai dari butir yang lembek mulai mengeras dan berwarna kunig hingga seluruh pertanaman kelihatan kekuning-kuningan, lamanya sekitar 14 hari setelah fase matang susu. Fase pematangan mulai dari butir padi berukuran sempurna, keras dan berwarna kuning, malai padi mulai merunduk disebabkan butir-butir padi yang telah berisi penuh, lama fase ini sekitar 14 hari (Manurung dan Ismunadji 1988; IRRI 1996).

Sistem Budidaya SRI (System of Rice Intensification)

(23)

permukaan daun (leaf area index) untuk penerimaan dan distribusi cahaya (Tao et al. 2002; Balasubramanianet al. 2006).

Sistem Budidaya Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

Pengelolaan tanaman terpadu bersifat spesifik lokasi.PTT menganjurkan petani menggunakan pendekatan penerapan teknologi yang sesuai untuk lokasi setempat sesuai pilihan dan kemampuan mereka (Syam 2006).PTT merupakan salah satu model pendekatan pengelolaan usaha tani padi dengan implementasi berbagai komponen teknologi budidaya yang memberikan efek sinergis (Pramono

et al. 2005).

Komponen teknologi yang diterapkan PTT dikelompokkan ke dalam teknologi dasar dan pilihan.Komponen teknologi dasar sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi padi sawah.Penerapan komponen pilihan disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani setempat (Uphoff 2009b; Badan Litbang Pertanian 2008a; Abdulrachman et al. 2006). Komponen teknologi dasar yang diterapkan pada unit hamparan pengkajian PTT meliputi; (a) penggunaan varietas unggul baru (VUB) yang adaptif dan benih berkualitas, (b) perlakuan benih, (c) tanam tunggal bibit muda, penggunaan bahan organik (pupuk organik), (e) pemupukan N berdasarkan bagan warna daun (BWD), (f) pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah melalui uji tanah, (g) pengairan berselang (intermittent), (h) pengendalian gulma dengan gasrok, dan (i) pengendalian hama secara terpadu (PHT).

Komponen budidaya yang juga penting diperhatikan adalah pemberian bahan organik.Bahan organik berupa sisa tanaman, kotoran hewan, pupuk hijau dan pupuk organik (humus) merupakan unsur utama pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair.Bahan organik bermanfaat untuk memperbaiki kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah (Badan Litbang Pertanian 2010b).PTT merupakan suatu pendekatan yang ditempuh untuk meningkatkan produktivitas padi sawah, khususnya padi sawah irigasi dengan memperhatikan prinsip-prinsip efisiensi.Adopsi sistem budidaya PTT diharapkan selain produktivitas naik, biaya produksi optimal dan lingkungan terpelihara (Fagi 2008).

Sistem Budidaya Konvensional

Sebagian besar petani di Indonesian menggunakan sistem budidaya konvensional.Budidaya konvensional adalah sistem usaha tani yang sejak awal Pelita I hingga tahun 1982 melalui program Bimbingan masyarakat (Bimas) yang telah meningkatkan produksi beras serta peningkatan penggunaan pupuk anorganik (Adiningsih et al. 2000). Teknologi budidaya saat itu dikenal dengan

teknologi “Revolusi Hijau”, merupakan perubahan dalam teknologi budidaya

(24)

pemupukan sesuai dosis anjuran dinas pertanian setempat (Sato dan Uphoff 2007).

Teknik Pengendalian Gulma

Memproduksi padi yang menguntungkan secara ekonomis tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan program pengendalian gulma yang baik. Keberadaan gulma pada suatu areal pertanaman pertanian menimbulkan masalah penting, karena dapat berpengaruh negatif terhadap tanaman pokok, terutama dalam hal kompetisi unsur hara, sinar matahari, air dan ruang tumbuh sehingga dapat menurunkan hasil tanaman. Kompetisi yang terjadi pada fase vegetatif berpengaruh pada penghambatan pertumbuhan dan selanjutnya mempengaruhi hasil tanaman.Sedangkan kompetisi pada awal fase reproduktif dapat menurunkan kualitas hasil (Moody 1978). Selain itu, gulma juga dapat menjadi inang bagi hama dan pathogen tanaman, sehingga perlu dikendalikan. Gulma merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi pendapatan.Kehilangan hasil akibat gulma dan biaya pengeluaran untuk mengendalikannya pada padi dunia sebesar 15% per tahun (Moody 1995).

Untuk tujuan mendapatkan hasil yang maksimal, pengendalian gulma terpadu menjadi langkah penting bagi usaha tani.Pengendalian gulma terpadu dapat dimulai dari persiapan lahan yang baik, pengelolaan air, pengendalian manual dengan tangan, pengendalian mekanis dan juga penggunaan teknik pengendalian kimia dengan herbisida.Pemilihan metode dan teknik pengendalian gulma dikombinasikan dalam sistem yang terpadu sangat tergantung pada keefektifan dan biaya masing-masing teknik pengendalian (Sembodo 2010).

3 METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan sawah irigasi Kebun Percobaan Sukamandi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Subang, Jawa Barat. Penelitian dilakukan mulai dari bulan November 2013–April 2014.

Bahan

Penelitian menggunakan bahan-bahan antara lain: herbisida berbahan aktif penoxulam+Cyhalofop, benih padi varietas Mekongga, pupuk organik, pupuk anorganik, pestisida, karbofuran, insektisida, amplop, tali rafia,kertas plastik.

Metode Penelitian

Percobaan menggunakan rancangan petak terbagi (split plotdesign) dalam rancangan acak kelompok yang terdiri atas 2 faktor dengan 4 ulangan. Faktor pertama (main plot) adalah sistem budidaya (S), terdiri atas:

S1 =System of rice intensification(SRI)

S2 = Sistem pengelolaan tanaman terpadu (PTT) S3 = Sistem konvensional

Faktor kedua adalah teknik pengendalian gulma sebagai anak petak (sub plot), terdiri atas:

(25)

T1 = Pengendalian secara manual dua kali (umur 21 dan 42 HST)

T2 = Pengendalian secara mekanis/ gasrok dua kali (umur 21 dan 42 HST) T3 = Pengendalian secara kimia menggunakan herbisida

Satuan percobaan berupa petak berukuran 7 m x 10 m. Total petak percobaan sebanyak 48 satuan percobaan. Adapun model linier rancangan petak terbagi (Matjik dan Sumertajaya 2002) adalah:

dimana:

Yijk : Hasil pengamatan pengaruh sistem budidaya ke-j, teknik pengendalian gulma ke k dan kelompok ke-i

µ : Nilai tengah

δi : Pengaruh kelompok ke-i

αj : Pengaruh sistem budidaya ke-j

εij : Pengaruh galat sistem budidaya ke-j dan kelompok ke-i

βk : Pengaruh teknik pengendalian gulma ke-k

(αβ)jk : Pengaruh interaksi antara sistem budidaya ke-j dan teknik pengendalian gulma ke-k

ε

ijk :Pengaruhgalat kelompok ke-i sistem budidaya ke-j dan teknik pengendalian ke-k

Pelaksanaan Penelitian

(26)

Tabel 1. Komponen teknologi penciri sistem budidaya padi sawah dalam percobaan

Pemberian pupuk organik 2 ton ha-1. Anorganik takaran 200 kg urea, 75 kg SP18 dan 50 kg KCl ha-1(Hasil PUTS)

Tanpa pemberian pupuk organik. Pupuk anorganik dosis Rekomendasi Ciasem 300 kg urea, 100 kg SP18 dan 50 kg KCl ha-1

Umur bibit 10 HSS 17 HSS 24 HSS

Jumlah bibit 1 bibit per lubang tanam 1-3 bibit per lubang tanam 3 bibit per lubang tanam Jarak tanam 30 cm x 30 cm 25 cm x 12.5 cm x 50 cm 25 cm x 25 cm

Pengelolaan air

Pengairan berselang

(intermittent) hingga

tanah macak-macak dan retak-retak selama fase vegetatif

Pengairan berselang

(intermittent)

Cara yang biasa dilakukan petani dengan penggenangan.

Pengamatan Gulma

Pengamatan gulma dilakukan dengan pengambilan contoh berdasarkan kuandran dengan ukuran 1 m x 1 m. Analisis vegetasi gulma sebelum penelitian dilakukan 30 hari sebelum percobaan (HSbP) dan analisis vegetasi gulma selanjutnya sebelum perlakuan dilakukan pada saat tanaman berumur 21 dan 42 HST. Identifikasi gulma mengacu padaSastrapradja dan Afriastini (1980)dan Heddy (2012)analisis vegetasi gulma menggunakan teknik Summed Dominance Ratio(SDR) dengan urutan kerja sebagai berikut:

Kerapatan

Kerapatan Mutlak (KM) = Jumlah individu spesies gulma tertentu dalam petak contoh

Kerapatan Nisbi(KN) = Jumlah KM spesies gulma tertentu

Jumlah KM semua spesies x 100%

Frekuensi

Frekuensi Mutlak (FM) = Jumlah petak contoh yang memuat spesies gulma tertentu

Frekuensi Nisbi(FN) = FM Spesies tertentu

Jumlah FM semua spesies x 100%

Bobot Kering Gulma

(27)

Bobot Kering Mutlak (BKM) = Bobot kering jenis gulma tertentu.

Bobot Kering Nisbi(BKN) = BKM jenis tertentu

Jumlah BKM semua jenis x 100%

Berdasarkan hasil analisis vegetasi tersebut maka dapat ditentukan Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) untuk menentukan gulma dominan dan dinamika gulma.

Summed Dominance Ratio(SDR)atau NJD= (KN+BKN+FN)

3 x 100%

Keterangan:

KN : kerapatan nisbi BKN : bobot kering nisbi FN : frekuensi nisbi

Pengamatan Tanaman Padi

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Padi

- Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi. - Jumlah anakan maksimum, dihitung jumlah anakan maksimum saat

inisiasi malai.

- Jumlah anakan produktif, dihitung dari jumlah anakan yang menghasilkan malai.

- Analisis tumbuh tanaman yang meliputi Indeks Luas Daun (ILD), Laju Pertumbuhan Tanaman (LPT) dan Laju Asimilasi Bersih (LAB).

Data diperoleh dengan mencabut tiga tanaman contoh secara acak pada satuan percobaan.Tanaman dicuci bersih dan dipisahkan bagian daun, batang dan akar tanaman. Persamaan penentuan analisis tumbuh tanaman menurut Sitompul dan Guritno (1995) sebagai berikut:

Indeks Luas Daun (ILD)

ILD = LD

Lt

Keterangan:

ILD =indeks luas daun

LD =luas daun (cm2)

Lt =luas tanah yang ditumbuhi tanaman (cm2)

Laju Petumbuhan Tanaman (LPT)

LPT = W W

t t

1

GA(g/cm /hari)

(28)

W = bobot kering pada waktut (g)

W = bobot kering pada waktut (g)

t = waktu

GA = luas tanah

Laju Asimilasi Bersih (LAB)

LAB = W W

L L

1n L 1n L

t t (g/m /hari)

Keterangan:

W = bobot kering pada waktut (g)

W = bobot kering pada waktut (g)

L = luas daun pada waktut L = luas daun pada waktut

t = waktu

Serapan Hara

Serapan hara dihitung untuk mengetahui jumlah hara yang diserap dan dipergunakan tanaman. Serapan hara tanaman (g) dihitung dengan kadar hara jaringan tanaman (%) x bobot kering jaringan tanaman (g).

Cara Pengambilan Contoh Gulma

Gulma yang ada di dalam kuadran dipotong dari atas permukaan tanah, dipisahkan berdasarkan jenis gulma. Selanjutnya gulma dikeringkan pada temperatur 80 0C selama 48 jam hingga mencapai bobot kering konstan dan ditimbang.

Pengambilan Komponen Hasil Padi

Pengambilan komponen hasil tanaman padi meliputi jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, berat 1000 butir gabah, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai dan bobot gabah kering. Pengamatan dan pengukuran pada akhir percobaan sebagai berikut:

Jumlah anakan produktif

Anakan produktif dihitung tujuh sampai tiga hari sebelum panen dengan menghitung jumlah tanaman yang membentuk malai tiap rumpun.

Jumlah gabah per malai dan jumlah gabah isi per malai

Jumlah gabah per malai dan jumlah gabah isi per malai dihitung dari gabah yang terdapat pada malai yang diambil dari tiga malai pada saat panen.

Bobot gabah kering dan bobot 1 000 butir

(29)

Panen

Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 115 HST saat 80-90% padi masak optimal, malai padi telah merunduk dan warna bulir telah tampak kuning bercahaya dengan luas ubinan 2 m x 5 m.

Data tambahan

Selain peubah yang diamati, dilakukan Analisis usahatani antar sistem budidaya, untuk mengetahui perbedaan efisiensi usahatani

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila hasil sidik ragampada tarafα0.05terdapatpengaruhnyata,dilanjutkandenganuji lanjut Beda Nyata JujuratauHSD(Honest Significance Difference)padataraf α

0.05.Analisisdilakukan dengan program SAS (Statistical AnalysisSystem).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Keadaan Umum Pertanaman

Lahan yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian ini adalah lahan bekas pertanaman padi sawah pada musim tanam ke-2 tahun 2013 dengan jenis tanah Alluvial.Padi yang ditanam sebelumnya adalah varietas Ciherang yang dipupuk 200 Kg Urea/ ha dan 300 Kg Phonska.Sebelum dilakukan percobaan, lahan dalam keadaan bera selama 3 bulan.

Masa penelitian selama 5 bulan dilaksanakan akhir November 2013 sampai awal April 2014. Data dari Stasiun Klimatologi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi menunjukkan selama penelitian rata-rata curah hujan per bulan adalah 343 mm, curah hujan terendah terjadi pada bulan November 2013 sebesar 82 mm. Lokasi penelitian didukung irigasi teknis yang baik. Rata-rata suhu udara maksimum 30.79 oC.dan suhu udara minimum 24.52 oC. Curah hujan, suhu udara, jumlah hari hujan dan kelembaban (RH) selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada Lampiran 5.

Serangan keong mas cukup tinggi pada awal pertumbuhan, terutama pada sistem budidaya SRI, sehingga dilakukan beberapa kali penyulaman. Pada saat fase generatif, terutama saat tanaman mengisi, terjadi serangan False smut atau

green smutyang disebabkan oleh jamurUstylago sp.

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Penelitian

(30)

Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma terhadap peubah penelitian

Kuadrat tengah

Bobot kering gulma 42 HST * ** tn 17.67

Serapan hara N tanaman padi ** * tn 14.93

Serapan hara P tanaman padi ** tn tn 15.25

Serapan hara K tanaman padi ** * tn 14.24

Tinggi tanaman tn tn tn 2.56

Jumlah anakan maksimum ** * tn 10.44

Bobot kering biomass total ** * tn 11.67

ILD 84 HST tn tn tn 19.68

LPT 84 HST ** ** tn 15.84

LAB 84 HST tn ** tn 35.14

Jumlah anakan produktif * ** tn 9.82

Jumlah gabah per malai * tn tn 12.69

Jumlah gabah isi per malai tn * tn 13.71

Jumlah gabah hampa * tn tn 18.40

Bobot 1000 butir tn tn tn 1.22

GKP tn ** tn 13.09

GKG tn ** tn 13.82

Keterangan: ** sangat nyata, *nyata pada uji F taraf α 5%,; HST= hari setelah tanam; KK= koefisien keragaman

Dominansi dan Kepadatan Gulma

Hasil analisis vegetasi yang dilakukan 30 hari sebelum percobaan (HSbP) menunjukkan bahwa terdapat 10 jenis gulma di lokasi percobaan.Jenis gulma dominan adalah Fimbristylis miliacea (L.)Vahl (NJD 30.40%) dan Leptochloa chinensis(L). Nees (NJD 27.72%) (Tabel 3).

Sistem budidaya mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi jenis gulma yang dominan.Budidaya SRI (S1) muncul gulma dominan jenisSphenoclea

zeylanica Gaertn. dan Cyperus iria L. Sistem budidaya PTT (S2) muncul gulma dominan jenisC. difformisL., sedangkan pada sistem budidaya konvensional (S3) muncul gulma dominan jenis L. chinensis. Jenis M. vaginalis (Burm. F.) dan F. miliacea (L.) Vahl merupakan jenis gulma yang dominan pada ketiga sistem budidaya.

Teknik pengendalian manual (T1), mekanis (T2) dan kimia (T3) dapat menekan dominansi jenisL. chinensis pada SRI (S1), tetapi tidak dapat menekan

(31)

pengendalian kimia (T3) dapat menekan dominansi jenis L. chinensis pada PTT (S2) danF. miliaceapada konvensional (S3) (Tabel 3).

Tabel 3 Nisbah jumlah dominansi (NJD) spesies gulma pada perlakuan sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma saat 30 HSbP dan 42 HST

Teknik pengendalian gulma

Sistem budidaya dan Jenis gulma 30 HSbP

NJD NJD NJD NJD NJD

SRI(S1)

Fimbristylis miliacea(L.) Vahl 30.4* 21.92* 16.99* 10.83* 11.37*

Leptochloa chinensis(L.) Nees 27.72* 5.38 0.00 12.13 3.01

Cyperus iriaL. 8.31 10.34* 0.00 1.99 1.88

Ludwigia octovalvis(Jacq.) Raven 7.34 4.62 7.58 4.00 11.93*

Leersia hexandraSw. 5.94 3.66 0.00 0.00 1.88

Echinochloa colona(L.) Link 5.86 3.02 0.00 0.00 0.00

Altenanthera sessilis(L.) 4.76 3.03 13.43* 4.61 1.67

Ipomoea aquaticaForssk. 4.36 0 0 0 0

Sphenoclea zeylanicaGaertn. 1.66 16.43* 10.67* 10.10* 18.13*

C. difformisL. 0.04 3.65 9.91* 13.28* 5.50

Monochoria vaginalis(Burm. F) 0 27.97* 38.96* 43.06* 42.21*

E. crus-galli(L.) P. Beauv. 0 0 2.45 0.00 2.41

PTT (S2)

Fimbristylis miliacea(L.) Vahl 30.4* 13.02* 16.70* 9.40 20.35*

Leptochloa chinensis(L.) Nees 27.72* 7.35 10.63* 11.61* 4.05

Cyperus iriaL. 8.31 2.28 4.72 2.17 0.00

Ludwigia octovalvis(Jacq.) Raven 7.34 4.85 11.15* 10.46 25.59*

Leersia hexandraSw. 5.94 0.00 1.52 0.00 0.00

Echinochloa colona(L.) Link 5.86 3.04 0.00 0.00 0.00

Altenanthera sessilis(L.) 4.76 3.07 8.66 5.25 2.66

Ipomoea 13quaticForssk. 4.36 0 0 0 0

Sphenoclea zeylanicaGaertn. 1.66 11.06 9.39 9.77 6.34

C. difformisL. 0.04 13.49* 6.46 6.28 7.57

Monochoria vaginalis(Burm. F) 0 41.83* 30.76* 39.54* 26.47*

E. crus-galli(L.) P. Beauv. 0 0.00 0 5.52 6.96

Konvensional (S3)

Fimbristylis miliacea(L.) Vahl 30.4* 16.38* 10.98* 10.12* 9.13

Leptochloa chinensis(L.) Nees 27.72* 12.49* 13.86* 17.65* 16.30*

Cyperus iriaL. 8.31 1.62 5.53 4.06 6.15

Ludwigia octovalvis(Jacq.) Raven 7.34 5.85 4.37 8.41 12.92*

Leersia hexandraSw. 5.94 0 1.88 2.52 2.08

Echinochloa colona(L.) Link 5.86 6.71 3.57 0.00 0.00

Altenanthera sessilis(L.) 4.76 1.31 1.83 2.40 1.98

Ipomoea aquaticaForssk. 4.36 0 0 0 0

Sphenoclea zeylanicaGaertn. 1.66 9.08 17.57* 6.11 9.02

C. difformisL. 0.04 16.02* 6.75 6.97 2.07

Monochoria vaginalis(Burm. F) 0 26.38* 31.88* 35.65* 40.35*

E. crus-galli(L.) P. Beauv. 0 4.17 1.78 6.11 0.00

Keterangan: HSbP= hari sebelum percobaan;* Gulma dominan

(32)

nyata dengan perlakuan tanpa sistem konvensional (S3) (G

Gambar 1Pengaruh interaksi gulma terhadap bobot Ketiga sistem budiday secara nyata menekan pertum kering gulma dengan penge dibandingkan kontrol, dan rendah dibandingkan kont pengendalian secara kimia sistem budidaya PTT (S2) m kimia (T3) tidak berbeda diduga disebabkan oleh ba diaplikasikan saat 14 HST ( Tabel 4 Rata-rata bobot ke dan teknik pengend

Keterangan: angka yang diikuti berdasarkan uji BNJ

Perlakuan sistem budi sangat nyata terhadap bobot nyata pada saat 42 HST.B berbeda nyata dengan perl dengan PTT (S2).Teknik pe

tanpa pengendalian pada sistem budidaya PTT (Gambar 1).

aksi antara sistem budidaya dengan teknik pen bobot kering biomassa gulma saat 21 HST daya yang diuji, perlakuan manual (T1) dan me

rtumbuhan gulma. Pada sistem budidaya SRI ( engendalian manual (T1) adalah 91.7% lebi dan pada pengendalian mekanis (T2) adalah 92.3

ontrol. Hasil penelitian ini juga menunjukka ia (T3), kurang efektif menurunkan gulma.P ) memperlihatkan bobot kering gulma pada pen da nyata dengan tanpa pengendalian (T0).Ke bahan aktif herbisida yang digunakan tida T (Gambar 1).

kering biomassa gulma pada perlakuan sistem endalian gulma saat 42 HST

(33)

(T2) menunjukkan bobot kering biomass gulma yang lebih rendah dan berbeda nyata dengan teknik tanpa pengendalian (T0) tetapi tidak berbeda nyata dengan pengendalian kimia (T3) (Tabel 4).

Serapan Hara pada Tanaman Padi

Hasil analisis laboraturium terhadap unsur hara pada jaringan tanaman padi menunjukkan bahwa, perentase unsur N pada SRI (S1) lebih rendah dibandingkan dengan N pada PTT (S2) dan konvensional (S3). Begitupun dengan persentase unsur hara P dan K pada SRI (S1) lebih rendah dibandingkan dengan PTT (S2) dan konvensional (S3).Data ini menunjukkan bahwa sejumlah hara yang penting bagi tanaman padi, menjadi hilang akibat keberadaan gulma pada sistem SRI (S1) (Tabel 5).

Tabel 5 Hasil analisis jaringan tanaman pada umur 56 HST pada perlakuan sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

Perlakuan Kandungan Unsur (%)

N P K

Sistem Budidaya

SRI (S1) 0.66 0.19 1.09

PTT (S2) 1.37 0.19 1.32

Konvensional (S3) 1.28 0.22 1.45

Teknik Pengendalian

Tanpa pengendalian (T0) 1.22 0.19 1.34

Manual (T1) 1.43 0.20 1.30

Mekanis (T2) 1.39 0.20 1.35

Kimia (T3) 1.39 0.21 1.15

Hasil perhitungan terhadap hara yang diserap oleh tanaman menunjukkan bahwa tanaman padi pada sistem budidaya SRI (S1) menyerap unsur N, P dan K lebih rendah, jika dibandingkan dengan serapan hara oleh tanaman pada sistem budidaya PTT (S2) dan konvensional (S3). Serapan hara N tanaman oleh sistem budidaya konvensional (S3) 21.7% lebih tinggi dari SRI (S1) dan 19.2% lebih tinggi dibandingkan dengan PTT (S2).

Tabel 6 Hasil perhitungan serapan hara tanaman pada umur 56 HST pada perlakuan sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

Perlakuan Serapan unsur hara tanaman (g per rumpun)

N P K

Sistem Budidaya

SRI (S1) 50.97 b 7.71 b 44.59 b

PTT (S2) 52.61 b 7.33 b 48.94 b

Konvensional (S3) 65.12 a 9.87 a 66.10 a

Teknik Pengendalian

Tanpa pengendalian (T0) 49.64 b 7.74 55.14 a

Manual (T1) 61.07 a 8.68 55.43 a

Mekanis (T2) 61.77 a 8.92 59.04 a

Kimia (T3) 52.46 ab 7.86 43.23 b

(34)

Serapan hara tanaman pada teknik pengendalian gulma menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pengendalian (T0) menyerap hara lebih rendah dibandingkan dengan teknik pengendalian gulma lainnya. Serapan hara N pada perlakuan tanpa pengendalian (T0) lebih tinggi 19,6% dibandingkan dengan teknik pengendalian mekanis (T2), 18.7% dibandingkan teknik pengendalian manual (T1) serta 5% lebih tinggi dibandingkan teknik pengendalian kimia (T3) (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sejumlah hara yang tidak terserap oleh tanaman.Hara yang tidak terserap oleh tanaman, diduga sebagiannya diserap oleh gulma dan terbukti biomass kering gulma lebih tinggi dari tanaman padi pada saat 56 HST.

Pertumbuhan Tanaman Padi

Sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan maksimum dan biomass padi, tetapi tidak berpengaruh nyata pada interaksinya. Jumlah anakan maksimum pada SRI (S1) 30.1% lebih tinggi dibandingkan dengan PTT (S2) dan 13.4% lebih tinggi dibandingkan dengan konvensional (S3). Teknik pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan maksimum dan biomass padi.Teknik pengendalian gulma berbeda nyata terhadap peubah jumlah anakan maksimum pada tanpa pengendalian (T0) jika dibandingkan dengan manual (T1) dan mekanis (T2), tetapi tidak berbeda nyata jika dibandingkan teknik pengendalian kimia (T3.Biomass tanaman padi yang tertinggi dihasilkan oleh perlakuan pengendalian kimia 17.7% (T3) dibandingkan dengan tanpa pengendalian tetapi tidak berbeda nyata tidak berbeda nyata dengan biomass padi pada pengendalian manual (T1) dan mekanis (T2) (Tabel 7).

Tabel 7 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah anakan dan bobot biomassa total padi pada tiga sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma saat 84 HST

Perlakuan Tinggi tanaman

Konvensional (S3) 108.4 14.2 b 71.14 ab

Teknik pengendalian

Tanpa pengendalian (T0) 108.0 12.4 b 61.89 b

Manual (T1) 110.0 14.8 a 72.43 a

Mekanis (T2) 108.3 14.9 a 67.10 ab

Kimia (T3) 110.8 13.7 ab 75.21 a

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada α= 5%

Indeks Luas Daun (ILD)

(35)

dibandingkan dengan ILD pada SRI (S1) dan PTT (S2).Teknik pengendalian gulma tidak berpengaruh nyata terhadap rata-rata nilai ILD pada umur 84 HST.ILD pada perlakuan tanpa pengendalian lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan teknik pengendalian lainnya (Tabel 8).

Tabel 8Rata-rata nilai indeks luas daun (ILD) tanaman padi umur 84 HST

Perlakuan ILD (cm2)

Sistem Budidaya

SRI (S1) 2.41

PTT (S2) 2.54

Konvensional (S3) 2.66

Teknik Pengendalian

Tanpa pengendalian (T0) 2.27

Manual (T1) 2.57

Mekanis (T2) 2.81

Kimia (T3) 2.50

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada α= 5%

Laju Pertumbuhan Tanaman (LPT) dan Laju Asimilasi Bersih (LAB)

Sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma berpengaruh sangat nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman (LPT) pada umur 84 HST (Tabel 9). Sistem budidaya SRI (S1) menunjukkan hasil LPT yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan PTT (S2) dan konvensional (S3), sedangkan PTT (S2) dan konvensional (S3) menghasilkan LPT yang tidak berbeda nyata. Teknik pengendalian gulma dengan kimia (T3) menghasilkan LPT yang berbeda nyata dengan teknik pengendalian mekanis (T2) dan kontrol (T0), tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan teknik pengendalian manual (T1) (Tabel 9).

Tabel 9 Nilai laju pertumbuhan tanaman (LPT) dan laju asimilasi bersih (LAB) tanaman padi pada 84 HST

Perlakuan

Konvensional (S3) 45.0 b 23.3

Teknik pengendalian

Tanpa pengendalian (T0) 40.9 c 13.1 c

Manual (T1) 50.7 ab 24.7 ab

Mekanis (T2) 44.7 bc 18.9 bc

Kimia (T3) 55.6 a 29.8 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada α= 5%.

(36)

(T3)nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan teknik pengendalian mekanis (T2), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan teknik pengendalian manual (T1).Teknik pengendalian manual (T1) tidak berbeda nyata dengan teknik mekanis (T2) dan kontrol (T0) (Tabel 9).

Komponen Hasil dan Hasil Panen

Sistem budidaya berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif, jumlah gabah hampa per malai dan bobot 1 000 butir gabah, tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlah gabah per malai dan jumlah gabah isi per malai.Jumlah anakan produktif pada SRI (S1) tidak berbeda nyata dengan PTT (S2) dan konvensional (S3).Jumlah gabah hampa terendah diperoleh pada SRI (S1), berbeda nyata dengan PTT (S2), tetapi tidak berbeda nyata dengan konvensional (S3).Sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma tidak berpengaruh terhadap peubah jumlah gabah isi per malai, demikian juga dengan interaksinya.Sistem budidaya PTT (S2) cenderung menghasilkan gabah isi lebih tinggi dibandingkan dengan SRI (S1) dan konvensional (S3).

Teknik pengendalian gulma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah per malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai dan bobot 1 000 butir gabah.Teknik pengendalian manual (T1) menghasilkan jumlah gabah isi 4.0% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, tetapi teknik pengendalian mekanis (T2) dan kimia (T3) menghasilkan jumlah gabah isi per malai lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa bobot 1 000 butir gabah tertinggi diperoleh pada konvensional (S3) (Tabel 10).

Tabel 10 Rata-rata komponen hasil tanaman padi pada perlakuan sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

Tanpa pengendalian (T0) 10.7 b 131.7 112.3 19.3 25.9

Manual (T1) 13.4 a 135.0 117.0 18.4 25.8

Mekanis (T2) 13.4 a 119.6 102.9 16.8 25.8

Kimia (T3) 12.3 a 128.0 108.3 19.7 25.8

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan

hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada α= 5%

(37)

dibandingkan dengan tanpa pengendalian (T0). PTT (S2) dengan pengendalian mekanis (T2) 29.44% lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pengendalian (T0), dan PTT (S2) dengan pengendalian kimia (T3) 24.53% lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pengendalian (T0). Sistem konvensional (S3) dengan pengendalian manual (T1) 14.55% lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pengendalian (T0).Konvensional (S3) dengan pengendalian mekanis (T2) 3.59% lebih tinggi dibandingkan tanpa pengendalian (T0), dan pengendalian kimia (T3) 7.63% lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pengendalian (T0) (Tabel 11).

Tabel 11 Rata-rata bobot gabah kering giling (GKG) pada sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma

Teknik pengendalian

gulma

Sistem budidaya

SRI (S1) PTT(S2) Konvensional (S3) ...GKG (kg ha-1) ...

Tanpa pengendalian (T0) 3 215.0 3 347.9 3 836.6

Manual (T1) 4 147.0 4 199.6 4 394.7

Mekanis (T2) 4 056.3 4 333.5 3 974.6

Kimia (T3) 4 109.0 4 169.5 4 129.4

Analisis Usahatani

Hasil analisis usaha tani terhadap tiga sistem budidaya dengan masing-masing teknik pengendalian gulma ditunjukkan pada (Lampiran 6-17).

Hasil analisis usahatani dan teknik pengendalian gulma pada SRI (S1), memperlihatkan bahwa keuntungantertinggi dihasilkan oleh SRI (S1) dengan teknik pengendalian kimia (T3) dengan B/C rasio sebesar 1.35. Sistem budidaya PTT (S2) dengan teknik pengendalian gulma, keuntungan tertinggi dihasilkan oleh teknik pengendalian mekanis (T2) dan teknik pengendalian kimia (T3) dengan B/C rasio sebesar 1.57.Sistem budidaya konvensional (S3) dengan teknik pengendalian gulma, keuntungan tertinggi dihasilkan oleh teknik pengendalian manual dengan B/C rasio sebesar 1.54 (Tabel 12).

Tabel 12 Perbandingan hasil B/C ratio tiap teknik pengendalian gulma pada tiga sistem budidaya padi sawah

1. SRI-tanpa pengendalian 16 805 000 18 004 000 1.07

2. SRI-manual 17 605 000 23 223 200 1.32

3. SRI-mekanis 17 065 000 22 715 280 1.33

4. SRI-kimia 17 080 000 23 010 400 1.35

5. PTT-tanpa pengendalian 15 175 000 18 748 240 1.24

6. PTT-manual 14 985 000 23 517 760 1.57

7. PTT-mekanis 15 465 000 24 267 600 1.57

8. PTT-kimia 15 505 000 23 349 200 1.51

9. Konvensional-tanpa pengendalian 15 105 000 21 484 960 1.42

10. Konvensional-manual 15 935 000 24 610 320 1.54

11. Konvensional-mekanis 15 395 000 22 257 760 1.45

(38)

Pembahasan

Dominansi dan Kepadatan Gulma

Hasil analisis vegetasi saat 30 hari sebelum percobaan (30 HSbP) menunjukkan bahwa jenis gulma dominan terdiri dari 2 jenis yaitu Fimbristylis miliacea (L.)Vahl (NJD 30.40%) dan Leptochloa chinensis (L). Nees (NJD 27.72%). Jenis gulma dominan pada setiap sistem budidaya pada saat 42 HST adalah jenis Monochoria vaginalis, tetapi jenis gulma ini tidak muncul saat analisis vegatasi sebelum percobaan (30 HSbP), hal ini disebabkan karena saat 30 HSbP, lahan percobaan dalam keadaan tidak berair, sedangkan saat 42 HST lahan dalam keadaan basah dan berair. Selain itu diduga disebabkan oleh golongan gulma berdaun lebar lebih lambat dalam berkecambah dan mengalami masa tumbuh yang baik di fase vegetatif akhir (Merryet al. 2011).Jenis gulma dominan ke dua pada setiap sistem budidaya adalah Fimbritylis miliacea (L.)Vahl.Hal ini diduga karena gulma ini telah mendominasi sejak lahan diberakan sebelum percobaan dilakukan (hasil analisis 30 HSbP), sehingga menyebabkan kandungan biji-biji gulma yang tinggi di lahan percobaan.Jenis gulma ini mampu menghasilkan kurang lebih 10 000 biji per tanaman, biji tersebut tidak mempunyai masa dormansi, sehingga langsung dapat berkecambah (Kostermans et al. 1987) (Tabel 3). pengairan intermitten pada fase vegetatif yang berakibat pada tingginya daya kecambah biji gulma sehingga menyebabkan infestasi gulma lebih tinggi (Dobermann 2004).Juraimi et al. (2009), Chauhan& Johnson (2011) menyatakan bahwa bobot kering gulma pada pertanaman padi yang ditanam dengan sistem tegel 30 cm x 30 cm seperti pada SRI, lebih tinggi dan dapat menurunkan hasil padi (Gambar 1, Tabel 4 dan 11). Potensi gangguan gulma pada SRI paling tinggi dibandingkan dengan PTT dan konvensional.

Serapan Hara pada Tanaman Padi

(39)

bahwa kandungan unsur hara N dalam jaringan tanaman pada ketiga sistem budidaya (S) dan teknik pengendalian gulma (T) sangat rendah. Unsur hara P dan K dengan kadar tercukupi pada jaringan tanaman.

Serapan hara merupakan jumlah hara yang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tanaman terhadap sejumlah hara yang diberikan.Asumsinya bahwa hara yang diserap tanaman hanya berasal dari hara atau pupuk yang diberikan.Hasil perhitungan terhadap serapan hara menunjukkan bahwa tanaman pada sistem budidaya konvensional (S3), lebih tinggi dalam menyerap hara dibandingkan dengan SRI (S1) dan dan PTT (S2) (Tabel 6). Jumlah serapan hara N tanaman pada sistem budidaya SRI (S1) 21.7% lebih rendah dibandingkan sistem konvensional (S3) dan 19.2% lebih rendah dibandingkan PTT (S2). Unsur hara N yang dapat diserap oleh tanaman, umumnya berkisar antara 30-50% (Gonggo et al. 2006), hara P (SP18 atau SP36) sebesar 10-15% (Busyra 2010) dan hara K (KCl) sebesar 17-39% (Boroomand dan Grouh 2012). Melalui data di Tabel 7 mengindikasikan bahwa terdapat sejumlah hara N, P dan K yang tidak terserap oleh tanaman.Diduga sebagian unsur hara diambil oleh gulma selama persaingan dengan tanaman. Tisdale et al. (1985) serta Brady dan Weil (2002) menyatakan bahwa sejumlah hara tidak terserap tanaman dapat terjadi karena pupuk yang diberikan terbawa air hujan atau tercuci (leaching), mengalami penguapan, terikat oleh mineral lain dan koloid tanah, sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Tabel 6 memperlihatkan bahwa serapan hara terendah adalah pada serapan unsur P (fosfor).Menurut Brady dan Weil (2002) rendahnya serapan P dapat disebabkan oleh sebagian besar unsur P terikat oleh kation Al dan Fe dan tidak mudah larut dalam larutan tanah, sehingga tidak cepat tersedia di dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman.

Pertumbuhan Tanaman Padi

Sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan maksimum dan biomass padi (Tabel 7).Jumlah anakan tanaman pada SRI lebih banyak (30.5%) dibandingkan dengan dua sistem budidaya lainnya.Tingginya jumlah anakan pada SRI (S1) dan biomassnya disebabkan oleh tanaman padi yang ditanam pada umur muda lebih cepat dalam pembentukan anakan dan lebih banyak dibandingkan bibit tua. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Latif et al. (2005) yang melaporkan bahwa tanaman padi pada SRI dengan bibit muda dan tanam tunggal berpengaruh terhadap jumlah anakan maksimum, tetapi tidak berbanding lurus dengan hasil panen yang tinggi.Makarim & Ikhwani (2008) melaporkan bahwa umur bibit padi yang muda (dibawah 15 hari setelah sebar) lebih cepat berkembang untuk menghasilkan anakan.

Indeks luas daun tanaman padi pada SRI (S1) saat umur 84 HST lebih rendah dibandingkan dengan ILD pada PTT (S2) dan konvensional (S3) (Tabel 8).Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan gulma yang tinggi pada SRI (S1) menurunkan ILD tanaman.

(40)

disebabkan oleh pertanaman tunggal dan bibit muda dengan jumlah anakan yang tinggi pada anakan maksimum (Tabel 7).Laju pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh teknik pengendalian gulma.Terlihat bahwa teknik pengendalian gulma secara kimia menghasilkan LPT tertinggi dibandingkan teknik pengendalian gulma lainnya.

Laju asimilasi bersih (LAB) tanaman dipengaruhi oleh teknik pengendalian gulma, tetapi tidak dipengaruhi sistem budidaya.Teknik pengendalian kimia (T3) menghasilkan LAB 56% lebih tinggi dibandingkan dengan teknik tanpa pengendalian.LAB teknik pengendalian manual 46% lebih tinggi dibandingkan kontrol (Tabel 9).Hal ini menunjukkan bahwa LAB tanaman padi meningkat jika dilakukan pengendalian gulma.

Biomassa padi yang tinggi pada konvensional diduga karena pengaruh pemupukan N yang tinggi dan menyebabkan pertumbuhan tanaman yang tinggi, seperti yang dilaporkan Chauhan& Abugho (2013) bahwa peningkatan bobot kering dapat disebabkan karena peningkatan pemakaian pupuk N pada vegetatif awal tanaman, seperti pemakaian N yang tinggi pada konvensional. Sedangkan rendahnya biomass padi pada PTT disebabkan karena pengaruh sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jumlah bibit per lubang tanaman yang lebih rapat, menyebabkan persaingan antar tanaman menjadi lebih kuat.Guntoroet al. (2009) melaporkan terjadinya penurunan bobot kering tanaman padi akibat kompetisi hara antara tanaman dan gulma, serta adanya alelopati pada gulma (Gambar 1 , Tabel 4).

Komponen Hasil dan Hasil Panen

Walaupun teknik pengendalian manual menghasilkan jumlah gabah tertinggi per malai pada SRI dan konvensional, tetapi hasil gabah kering giling (GKG) tertinggi dihasilkan oleh teknik pengendalian mekanis pada PTT (4 333.5 kg ha-1) (Tabel 11). Hal ini disebabkan oleh teknik pengendalian mekanis pada PTT lebih mudah dengan cara tanam jajar legowo 2:1, serta mengurangi kompetisi terhadap sumber daya lainnya dibandingkan dengan cara tanam tegel 30 cm x 30 cm pada SRI dan 25 cm x 25 cm pada konvensional. Ndiiriet al. (2013) menyatakan bahwa teknik pengendalian gulma yang paling efektif adalah dengan cara manual menggunakan tangan, tetapi teknik ini tidak efisien karena membutuhkan tenaga kerja yang banyak saat penyiangan, yang berakibat pada mahalnya biaya penyiangan, dan penyiangan dapat terhambat ketika tenaga kerja langka. Tingkat produksi tersebut diduga terkait dengan hasil bobot kering gulma yang berbeda antar sistem.Sistem budidaya SRI memiliki bobot kering gulma sebesar 0.52 ton ha-1nyata lebih tinggi dibandingkan dengan sistem budidaya PTT (0.38 ton ha-1) dan konvensional (0.32 ton ha-1).

(41)

dikendalikan dengan teknik pengendalian, akan menurunkan produksi gabah dengan persentase yang tinggi.

Analisis Usahatani

Perhitungan B/C rasio(benefit/cost ratio) digunakan untuk menyatakan kelayakan usahatani.Jika B/C rasio bernilai lebih dari 1 (satu), maka sistem budidaya tanaman padi secara ekonomis layak diusahakan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan teknik pengendalian pada semua sistem budidaya menunjukkan nilai B/C rasio yang lebih tinggi dari 1.Hal ini berarti bahwa semua kombinasi perlakuan secara ekonomis menguntungkan.

Pada sistem budidaya SRI (S1),nilai B/C rasio tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan pengendalian secara kimia yakni sebesar 1.35 dengan keuntungan sebesar Rp. 5 930 400.Pada sistem budidaya PTT (S2), nilai B/C rasio tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan teknik pengendalian gulma mekanis (T2) yakni sebesar 1.57 dengan keuntungan sebesar Rp. 8 802 600.Pada sistem budidaya konvensional, nilai B/C rasio tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan pengendalian manual (T1) yakni sebesar 1.54 dengan keuntungan sebesar Rp 8 675 320 (Tabel 12, Lampiran 6-17).Berdasarkan fakta ini terlihat bahwa sistem budidaya SRI tidak lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistem PTT dan konvensional.Hasil kajian Anugerah et al. (2008) menunjukkan bahwa pada awal penerapan sistem budidaya SRI di Indonesia terjadi penurunan produktivitas sebesar 30-50%.Namun demikian, untuk pengembangan padi yang berbasis ekologi, penerapan SRI layak untuk ditindaklanjuti.

Sistem budidaya SRI dengan pengendalian kimia menghasilkan B/C rasio yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengendalian manual atau mekanis.Hal ini menunjukkan bahwa SRI dengan menggunakan herbisida lebih menguntungkan dibandingkan dengan SRI dengan pengendalian manual.Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa penyiangan gulma dengan menggunakan herbisida merupakan alternatif modifikasi teknologi SRI pada daerah yang memiliki masalah kekurangan tenaga kerja.Namun demikian, penggunaan herbisida pada SRI perlu memperhatikan pemilihan jenis herbisida, penggunaan dosis dan saat aplikasi yang tepat untuk mengurangi resiko pencemaran lingkungan.

5 SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

1. Berdasarkan nilai NJD bahwa dominasi jenis gulma berbeda pada setiap sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma saat 21 HST, kecuali jenis F. miliaceadanM. vaginalissaat 42 HST.

2. Berdasarkan bobot kering gulma, potensi gangguan gulma pada SRI (S1) lebih besar dibandingkan dengan sistem budidaya PTT (S2) dan konvensional (S3). 3. Teknik pengendalian gulma manual efektif menekan pertumbuhan gulma pada

SRI (S1) dan PTT (S2), sedangkan teknik pengendalian mekanis dan kimia efektif menekan pertumbuhan gulma pada SRI (S1), PTT (S2) dan konvensional (S3).

(42)

5. Berdasarkan hasil analisis usahataniSRI dengan pengendalian kimia memberikan hasil yang menguntungkan dengan B/C rasio1.35. Sistem budidaya dengan teknik pengendalian gulma yang memberikan keuntungan tertinggi adalah sistem PTT (S2) dengan teknik pengendalian mekanis (T2) yakni sebesar Rp 8 802 600 dan B/C rasiosebesar 1.57.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, dirumuskan beberapa saran sebagai berikut:

1. Sistem budidaya SRI dan PTT disarankan diaplikasi dengan pertimbangan spesifik lokasi dan ekosistem.

2. Diperlukan verifikasi beberapa perbedaan masukan teknologi dasar masing-masing sistem budidaya terhadap teknik pengelolaan dan pengendalian gulma secara terpadu.

3. Perlu dilakukan penelitian dengan memadukan teknik pengendalian gulma pada ketiga sistem budidaya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrachman S, Makarim AK, Las I, Juliardi I. 2006.Integrated Crop Management Experiences on Lowland Rice Indonesia.in Edt. Sumarno, Suparyono, Fagi AM and Adyana MO. Editor. Rice Industry, Culture and Environment, Book 1. Procceding of International Rice Conference 2005, September 12-14. Tabanan Bali (ID). Indonesian Center for Rice Research.Sukamandi. Subang.p 143-154

Adiningsih JS, Sofyan A, Nursyamsi D. 2000. Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya.Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor (ID). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Anas I, Uphoff N. 2009.Prospect of the System of Rice Intensification in

Asia.Presented at National Symposium on” Agriculture in the Paradigm of

Intergenerational Equity” on Occasion of 5th Annual Converence of CWSS at Mohanpur.West Bengal. India 22-23 May 2009.

Anugerah IS, Sumedi, Wardana IP. 2008. Gagasan dan impelemntasi System of rice intensification (SRI) dalam kegiatan budidaya padi ekologis (BPE). J Analisis kebijakan pertanian. 6(1):75-99.

[Badan Litbang Pertanian], Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008.

Pedoman Umum Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Irigasi. Jakarta (ID). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.p 1-40.

[Badan Litbang Pertanian], Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008a.

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi, sebuah petunjuk teknik lapang. Jakarta (ID). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. [Badan Litbang Pertanian], Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.2010b.

Gambar

Tabel 1. Komponen teknologi penciri sistem budidaya padi sawah dalam percobaan
Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknikpengendalian gulma terhadap peubah penelitian
Tabel 3 Nisbah jumlah dominansi (NJD) spesies gulma pada perlakuan sistembudidaya dan teknik pengendalian gulma saat 30 HSbP dan 42 HST
Tabel 5 Hasil analisis jaringan tanaman pada umur 56 HST pada perlakuan sistem
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tempat : Wisma PGRI Desa Binong KAKA SUMINTA... USEP

Klasifikasi Rumah Sakit Jenis Pelayanan A B C D Medik 18 dokter umum untuk pelayanan medik dasar 12 dokter umum untuk pelayanan medik dasar 9 dokter umum untuk

Dari beberapa penjelasan tentang penghindaran pajak diatas dapat disimpulkan bahwa penghindaran pajak adalah suatu usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) untuk membayar

Vaikka hän on Schumpeterin kanssa yhtä mieltä siitä, että kansalaiset tuskin koskaan voivat olla kiinnostuneita kaikista kansallisen tason päätöksistä yhtä paljon

Daun tanaman tanpa perlakuan paclubutrazol dengan daun tanaman yang telah diberi perlakuan paclo- butrazol mengandung jumlah sel yang sama, tetapi sel pada daun

Berdasarkan Pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa jumlah unit Usaha Kecil Menengah yang ada di Pangkalpinang tahun 2011 sebanyak 563 unit di mana

Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat

Keterangan (Berita diverifikasi/ Tidak Pada periode audit terakhir CV. BERSAMA tidak melakukan pembelian/ penerimaan bahan baku.. Prinsip/ Kriteria/ Indikator