iii
ABSTRACT
ANTOK DWI PRASETYO. The Risk Factor for ND Virus Infection in Sector IV Poultry Farm at Cipunagara Subdistrict Subang District. Under supervision of CHAERUL BASRI and ETIH SUDARNIKA.
The objective of the study were to determine the risk factors for ND virus infection. This research was conducted using avian health survey research data, there were 181 poultry farms didn’t do vaccination from 448 poultry farms that participated in the survey. Questionnaire used to determine risk factors. The risk
factors included farmer’s characteristic, biosecurity management, and farmer’s
knowledge. The data was analysed with chi-square test and the determination of relative risk value each variable to measured the association between risk factor with ND virus infection. Farming experienced and isolation sick animal were the risk factors that showed related significant with ND virus infection.
i
FAKTOR RISIKO TERHADAP INFEKSI VIRUS ND
(NEWCASTLE DISEASE) PADA PETERNAKAN UNGGAS
SEKTOR IV
DI KECAMATAN CIPUNAGARA
KABUPATEN SUBANG
ANTOK DWI PRASETYO
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTUTUT PERTANIAN BOGOR
ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi Faktor Risiko Terhadap Infeksi Virus ND (Newcastle Disease) pada Peternakan Unggas Sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan di dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 5 April 2012
iii
ABSTRACT
ANTOK DWI PRASETYO. The Risk Factor for ND Virus Infection in Sector IV Poultry Farm at Cipunagara Subdistrict Subang District. Under supervision of CHAERUL BASRI and ETIH SUDARNIKA.
The objective of the study were to determine the risk factors for ND virus infection. This research was conducted using avian health survey research data, there were 181 poultry farms didn’t do vaccination from 448 poultry farms that participated in the survey. Questionnaire used to determine risk factors. The risk
factors included farmer’s characteristic, biosecurity management, and farmer’s
knowledge. The data was analysed with chi-square test and the determination of relative risk value each variable to measured the association between risk factor with ND virus infection. Farming experienced and isolation sick animal were the risk factors that showed related significant with ND virus infection.
iv
RINGKASAN
ANTOK DWI PRASETYO. Faktor Risiko Terhadap Infeksi Virus ND (Newcastle
Disease) pada Peternakan Unggas Sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang. Dibimbing oleh CHAERUL BASRI dan ETIH SUDARNIKA.
Seiring peningkatan kesejahteraan masyarakat, meningkat pula kebutuhan protein hewani. Sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat berasal dari produk unggas, yaitu daging dan telur. Hal ini mengakibatkan permintaan bahan makanan tersebut meningkat dan mendorong masyarakat untuk memelihara ternak unggas. Jenis unggas yang banyak dipelihara masyarakat adalah jenis ayam kampung karena mudah dipelihara secara sederhana atau yang sering disebut peternakan unggas sektor IV. Cara pemeliharaan unggas sektor IV yang tidak intensif, sangat sederhana dan memelihara jenis ayam berbeda dalam satu wilayah peternakan dengan lokasi kandang saling berdekatan membuat ayam kampung rentan terhadap penyakit. Penyakit yang biasa menyerang peternakan unggas sektor IV disebabkan oleh virus. Virus merupakan mikroorganisme yang berukuran mikroskopis yang menginfeksi sel organisme biologis atau disebut sel inang. Virus yang sering menyerang ayam adalah virus ND (Newcastle Disease). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko terhadap infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang dan mengetahui besaran risiko (nilai risiko relatif) pada faktor risiko yang secara signifikan berhubungan dengan infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang.
Sumber data penelitian ini berasal dari hasil studi cross-sectional Kesehatan Unggas Sektor IV yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) dengan Indonesian Dutch Partnership on Highly Pathogenic Avian Influenza Control (IDP-HPAI) pada bulan Desember tahun 2009. Adapun pengukuran infeksi virus ND adalah berdasarkan uji Hemmagglutinasion Inhibition (HI) dengan nilai 24 menunjukkan bahwa peternakan yang diuji adalah terinfeksi virus ND. Selanjutnya hubungan asosiasi diuji dengan uji chi-square untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko dengan kejadian infeksi virus ND. Data yang diperoleh dari hasil wawancara diolah dengan program SPSS 16.0 untuk memudahkan perhitungan. Peternakan unggas sektor IV yang terlibat pada penelitian ini sebanyak 448 peternakan. Pertanyaan pada kuisioner terdiri dari karakteristik peternak, manajemen biosekutiri yang terdiri atas sanitasi, isolasi, dan pengawasan lalu lintas hewan serta diberi pertanyaan mengenai pengetahuan peternak. Informasi mengenai peternakan unggas sektor IV tersebut diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuisioner terstruktur kepada pemilik atau penanggung jawab peternakan unggas sektor IV. Dari keseluruhan responden diambil peternakan yang tidak melakukan vaksinasi ND pada ternaknya. Dengan demikian maka dari total 448 sampel peternak, besaran sampel yang dianalisis pada penelitian ini adalah sebanyak 181 peternak.
vi
Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
vii
FAKTOR RISIKO TERHADAP INFEKSI VIRUS ND
(NEWCASTLE DISEASE) PADA PETERNAKAN UNGGAS
SEKTOR IV
DI KECAMATAN CIPUNAGARA
KABUPATEN SUBANG
ANTOK DWI PRASETYO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTUTUT PERTANIAN BOGOR
viii Judul Skripsi : Faktor Risiko Terhadap Infeksi Virus ND (Newcastle
Disease) pada Peternakan Unggas Sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang
Nama : Antok Dwi Prasetyo
NIM : B 04070114
Disetujui
Drh. Chaerul Basri, M.Epid. Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si.
Ketua Anggota
Diketahui
Drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet. Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
ix
PRAKATA
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas semua nikmat yang telah diberikan kepada penulis dalam menjalani hidup hingga penulis bisa menyelesaikan studi dan skripsi dengan baik di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga tercinta (Bapak, Ibu, Mas Tono) atas cinta, kasih sayang, dan pengorbanannya kepada penulis.
2. Bapak Drh. Chaerul Basri, M. Epid dan Ibu Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si. selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan nasehat yang membangun serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Drh. Huda S Darusman M.Si selaku dosen pembimbing akademik. 4. Dosen dan staf karyawan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner .
5. Indonesian Dutch Partnership on Highly Pathogenic Avian Influenza Control (IDP-HPAI) dan Tim AI FKH IPB yang telah memberikan data untuk penelitian penulis.
6. Ulil Azmi Nurlaili Afifah yang selalu setia menemani penulis dalam proses penulisan skripsi.
7. Teman-teman Pondok Suzuran, para Ababil (Pakuwojo), para penghuni Baskom dan Anggota Resimen Mahasiswa Mahawarman Batalyon VII Kompi A IPB.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal ibadah dan kebaikan kepada mereka semua. Kesalahan dalam penulisan skripsi ini tentu datang dari saya pribadi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 5 April 1989. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, putra pasangan Bapak Suliman dan Ibu Kasmi.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2001 di Sekolah Dasar Negeri I Ngasem dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMP N I Ngasem hingga lulus tahun 2004. Pendidikan SMA diselesaikan pada tahun 2007 di SMA N I Bojonegoro. Pada tahun yang sama penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv Biosekuriti pada peternakan unggas sektor IV ... Faktor risiko yang terkait dengan kejadian penyakit ...
4 Waktu dan tempat penelitian ... Sampel penelitian ... Definisi operasional ...
HASIL DAN PEMBAHASAN ... Analisis univariat ... Karakteristik peternak unggas sektor IV ... Penerapan biosekuriti ... Hubungan antara karakteristik peternak dengan infeksi virus ND ... Hubungan antara manajemen biosekuriti dengan infeksi virus ND ... Hubungan antara sanitasi dengan infeksi virus ND ... Hubungan antara isolasi dengan infeksi virus ND ... Hubungan antara lalu lintas ternak dengan infeksi virus ND ... Hubungan pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND ...
xii KESIMPULAN DAN SARAN ...
Kesimpulan ... Saran ...
32 32 32
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Definisi operasional peubah penelitian ... 15
2 Distribusi frekuensi karakteristik peternak sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 18
3 Distribusi frekuensi penerapan sanitasi di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 19
4 Distribusi frekuensi penerapan isolasi di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 20
5 Distribusi frekuensi lalu lintas di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 21
6 Hasil uji chi-square karakteristik peternak unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 22
7 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (sanitasi) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 25
8 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (isolasi) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 27
9 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (lalu lintas ) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 30
10 Hasil uji chi-square pengetahuan peternakan unggas sektor IV
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Hasil analisis distribusi frekuensi karakteristik peternak ... 37
2 Hasil analisis distribusi frekuensi sanitasi ... 38
3 Hasil analisis distribusi frekuensi isolasi ... 40
4 Hasil analisis distribusi frekuensi lalu lintas ternak ... 41
5 Hasil analisis distribusi frekuensi pengetahuan peternak ... 42
6 Hasil uji chi-square karakteristik peternak ... 43
7 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (sanitasi) ... 47
8 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (isolasi) ... 52
9 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (lalu lintas ternak) ... 57
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring peningkatan kesejahteraan masyarakat, meningkat pula kebutuhan
protein hewani. Sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat
berasal dari produk unggas, yaitu daging dan telur. Hal ini mengakibatkan
permintaan bahan makanan tersebut meningkat dan mendorong masyarakat untuk
memelihara ternak unggas. Jenis unggas yang dipelihara masyarakat adalah
broiler, layer dan kampung. Unggas merupakan ternak yang masa panennya cepat
dan pemeliharaannya relatif mudah dibandingkan hewan lainnya (Akoso 1998).
Jenis unggas yang banyak dipelihara masyarakat adalah jenis ayam
kampung karena mudah dipelihara secara sederhana atau yang sering disebut
peternakan unggas sektor IV (Sarwono 1999; Tarwiyah 2001). Sebagian besar
masyarakat memilih ayam kampung sebagai pekerjaan sampingan sehingga
pemeliharaannya tidak mendapatkan perhatian yang serius seperti unggas jenis
lainnya. Seperti diketahui, berdasarkan sistem produksinya, industri perunggasan
terbagi ke dalam empat sektor, yaitu peternakan unggas sektor I (integrated
industry), peternakan unggas sektor II (commercial production), peternakan
unggas sektor III (commercial production), dan peternakan sektor IV (backyard farm), akan tetapi peternakan unggas sektor III dan sektor IV memiliki kelemahan
sistem kesehatan hewan dibandingkan dengan peternakan unggas sektor I dan
sektor II (DEPTAN RI 2006). Cara pemeliharaan unggas sektor IV yang tidak
intensif dan sangat sederhana membuat ayam kampung rentan terhadap penyakit.
Penyakit yang biasa menyerang peternakan unggas sektor IV disebabkan oleh
virus. Virus merupakan parasit yang berukuran mikroskopis yang menginfeksi sel
organisme biologis atau disebut sel inang. Virus yang sering menyerang ayam
adalah virus Newcastle Disease (ND).
ND merupakan penyakit endemik Indonesia. Penyakit ini mempunyai
dampak penting dalam industri perunggasan karena menyebabkan penurunan
kuantitas produksi telur maupun kualitas, gangguan pertumbuhan, biaya
penanggulangan penyakit yang tinggi dan mendukung timbulnya penyakit
pernapasan lainnya (DISNAK 2010). Pemerintah telah banyak melakukan
biosekuriti, dan memberikan tata cara penanganan unggas yang sakit ataupun
yang mati dengan harapan meminimalisir kerugian akibat penyakit ini dengan
persentase kematian 10-100% (Muslim 2002). Kematian massal pun bisa terjadi
jika tidak tertangani dengan benar, kematian massal pada populasi ternak
khususnya unggas berdampak nyata menyebabkan ekonomi global goyah
(Cannell et al. 2008). ND sulit dikendalikan dan sampai saat ini belum diketahui
secara pasti faktor-faktor risiko pada peternakan unggas sektor IV.
Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang
terdiri atas tiga puluh kecamatan. Kecamatan yang banyak memelihara peternakan
unggas sektor IV adalah Kecamatan Cipunagara. Wilayah ini banyak disorot oleh
media karena adanya kasus ND, menurut Dinas Peternakan Kabupaten Subang
(2010) pada tahun 2010 terjadi 258 kasus unggas mati mendadak akibat ND. Oleh
karena itu penelitian ini dilakukan dengan fokus kajian faktor risiko terhadap
infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara
Kabupaten Subang.
Tujuan
1. Mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi virus ND pada
peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten
Subang.
2. Mengetahui besaran risiko (nilai risiko relatif) pada faktor risiko yang
secara signifikan berhubungan dengan infeksi virus ND pada peternakan
unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang.
Manfaat
1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai faktor risiko terhadap
infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV dalam praktek
peternakan.
2. Untuk Pemerintah Daerah menjadi dasar dalam melakukan intervensi
dalam pengelolaan ternak terkait pengendalian penyakit ND pada
peternakan unggas sektor IV serta mengetahui faktor-faktor risikonya.
3. Untuk Pemerintah Pusat, menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan
Hipotesis
Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H0 : Tidak ada hubungan antara karakteristik peternak, penerapan biosekuriti
dan pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND pada peternakan
unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang.
H1 : Ada hubungan antara karakteristik peternak, penerapan biosekuriti dan
pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND pada peternakan unggas
TINJAUAN PUSTAKA
Newcastle disease
Newcastle disease disebut juga penyakit tetelo atau avian
pneumoencephalitis. Penyakit ini juga memiliki nama lokal, diantaranya konoku
(Ghana bagian barat), twase obgo (Accra), nkoko yare (Volta), muzungo
(Monzabi), mbendeni (Xistwa), dan ranikhet (Asia). Penyakit ini dapat menyerang
semua jenis unggas, baik yang masih liar maupun yang sudah dibudidayakan
(Fadillah dan Polana 2005). ND merupakan penyakit viral bersifat kompleks yang
disebabkan oleh Avian paramyxovirus tipe-1 yang tergolong ke dalam genus
Rubulavirus dan family paramyxovirus. Famili ini tergolong ke dalam virus RNA
yang memiliki envelope serta memiliki sel target berupa sel epitel mukosa saluran
pernapasan atau pencernaan.
Secara umum, virus ini mempunyai ukuran besar, beramplop dan berbentuk
pleomorfik dengan diameter 150-300nm seperti pada Gambar 1. Virion terdiri dari
susunan nukleokapsid heliks yang berisi asam inti RNA rantai tunggal (ssRNA),
dikelilingi membran tipis yang terdiri dari lipid bilayer, lapisan protein, dan
glikoprotein yang berbentuk paku menonjol pada permukaan partikel
(Alexander 2003; Fenner dan Fransk 1995).
Menurut Herenda dan Franco (1996) ND terbagi atas 5 fenotipe berdasarkan
gejala klinisnya, yakni viscerotropic velogenic newcastle disease (VVND),
neurotropic velogenic newcastle disease (NVND), mesogenic, lentogenic respiratory, dan asymptomatic enteric. Viscerotropic velogenic newcastle disease
(VVND) merupakan bentuk akut yang menimbulkan mortalitas tinggi pada
unggas semua umur. Tipe ini juga dikenal dengan bentuk doyle yaitu dicirikan
dengan adanya lesio perdarahan pada saluran pencernaan. Gejala klinis yang
muncul antara lain unggas terlihat lesu, pembengkakan di daerah sekitar mata,
diare dengan feses berwarna hijau atau putih dapat bercampur dengan darah,
tortikolis, tremor otot serta paralisis kaki dan sayap.
Neurotropic velogenic newcastle disease (NVND) dikenal dengan bentuk
beach menimbulkan gejala klinis pada saluran pernapasan dan saraf yang dapat
menyebabkan mortalitas sampai 50% pada unggas dewasa dan sebesar 90% pada
unggas muda. Gejala klinis yang sering timbul adalah sesak napas, ngorok,
paralisis, dan tortikolis. Virus ND galur mesogenik hanya menyebabkan kematian
pada unggas muda yang dikenal dengan bentuk beaudette. Tingkat virulensi
bentuk ini kurang ganas dibandingkan bentuk beach. Virus ND galur lentogenik
memiliki gejala klinis yang bersifat ringan, tidak menimbulkan kematian pada
unggas dewasa dan biasanya banyak digunakan sebagai vaksin. Bentuk assymptomatic enteric merupakan bentuk yang tidak menunjukkan gejala klinis
dan gambaran patologis, tetapi ditandai dengan infeksi usus oleh virus-virus galur
lentogenik yang tidak menyebabkan penyakit (Alexander 2003).
Masa inkubasi penyakit ini beragam antar 2 – 15 hari, tergantung dari jenis
virus yang menginfeksi, umur dan status kekebalan unggas, infeksi dengan
organisme lain, kondisi lingkungan, dan jalur penularan (Fadilah dan Polana
2004). Unggas yang terinfeksi mempunyai peranan penting dalam penyebaran
penyakit dan sebagai sumber infeksi. Pada mulanya virus bereplikasi pada epitel
mukosa dari saluran pernapasan bagian atas dan saluran pencernaan, segera
setelah infeksi virus menyebar lewat aliran darah ke ginjal dan sumsum tulang
yang menyebabkan viremia sekunder. Kesulitan bernapas dan sesak napas timbul
akibat penyumbatan pada paru-paru dan kerusakan pada pusat pernapasan di otak.
Perubahan pasca mati meliputi pendarahan pada laring, trakhea, esophagus dan di
Pada tahun 1926, Indonesia merupakan negara pertama terjangkit ND,
tepatnya di pulau Jawa. Pada tahun yang sama dan ketika musim gugur virus ini
menyebar ke Inggris, dan pertama kali dilakukan pengamatan lebih lanjut di
Newcastle, sehingga penyakit ini disebut Newcastle Disease (Fenner dan Fransk
1995). Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya penyakit ini disuatu kawasan
peternakan unggas adalah dengan vaksinasi. Setiap peternakan mempunyai
program vaksinasi yang berbeda antara satu peternakan dengan peternakan
lainnya.
Pencegahan penyakit ND hanya bisa dilakukan dengan cara memberikan
vaksinasi. Vaksin ND dapat berasal dari virus tipe lentogenik, mesogenik, dan
velogenik. Menurut Fadillah dan Polana (2004) biasanya vaksin ND dibuat dari
virus jenis ringan (lentogenik) dan sedang (mesogenik). Tipe lentogenik
merupakan strain virus ND yang tingkat virulensi dan mortalitasnya rendah yang
terdiri dari strain B1 (hitcner), strain La Sota, dan strain F, starin Ulster 2C atau
Queensland V4 (Allan et al. 1978; Fadillah dan Polana 2005; Jeon et al. 2008).
Strain F memiliki sifat virulensi paling rendah daripada strain lentogenik lainnya
dan paling efektif jika dilakukan secara individu. Aplikasi strain B1 biasanya
dilakukan pada anak ayam yang baru berumur sehari atau Day Old Chick (DOC)
melalui air minum atau disemprotkan. Strain La Sota merupakan salah satu strain yang paling sering digunakan sebagai vaksin (Allan et al. 1978). Aplikasinya
dilakukan dengan cara disemprot (spray) dan bisa digunakan untuk vaksin
pertama atau sebagai booster (Fadillah dan Polana 2004).
Vaksin adalah bahan yang berasal dari mikroorganisme tertentu yang dapat
merangsang kekebalan tubuh terhadap penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme tersebut. Bahan yang berisi organisme penyebab penyakit
tersebut jika dimasukkan ke dalam tubuh hewan tidak menimbulkan bahaya
penyakit tetapi masih dapat dikenali oleh sistem imun serta dapat merangsang
pembentukan kekebalan terhadap agen penyakit tersebut dan tindakan ini dikenal
dengan istilah vaksinasi (Kayne dan Jepson 2004).
Saat ini telah dikenal beberapa jenis vaksin, seperti vaksin aktif (lived),
inaktif (killed), subunit, dan vaksin DNA. Vaksin aktif merupakan vaksin yang
berasal dari virus aktif yang virulen maupun avirulen yang berarti virus dalam
antigen yang mati, biasanya dibuat dari virus virulen yang kemudian diinaktifkan
secara fisik maupun dengan menggunakan bahan-bahan kimia, tanpa merusak
imunogenitas virus tersebut (Kayne dan Jepson 2004). Untuk meningkatkan
imunogenitas vaksin inaktif biasanya ditambahkan adjuvant. Adjuvant merupakan
bahan yang dicampur dengan vaksin untuk meningkatkan respon imun, baik
humoral ataupun seluler, sehingga dengan demikian diperlukan jumlah antigen
yang lebih sedikit dan lebih rendah dosis yang diberikan (Fenner dan Fransk
1995). Pada umumnya, vaksin aktif lebih baik daripada vaksin inaktif, karena
dapat memberikan respon kekebalan yang lebih kuat dan dapat merangsang
produksi interferon (Tizard 2004). Vaksin subunit berasal dari virus yang telah
mengalami pemisahan antara protein dan asam nukleatnya (epitop) menggunakan
teknologi DNA rekombinan.
Vaksin yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu kemurnian,
keamanan, serta kemampuan untuk merangsang kekebalan terhadap penyakit pada
hewan. Suatu vaksin dikatakan memenuhi ketiga persyaratan tersebut jika dua
minggu setelah vaksinasi telah terbentuk antibodi dengan titer protektif. Proteksi
vaksin dapat dilakukan dengan uji tantang menggunakan virus yang memiliki
tingkat virulensi tinggi (Kayne dan Jepson 2004). Vaksin yang baik harus
memberikan proteksi lebih dari 95% terhadap hewan coba atau tidak lebih dari 5% hewan yang terinfeksi atau sakit. Keberhasilan vaksinasi sangat dipengaruhi
oleh status kesehatan unggas, keadaan nutrisi unggas, sanitasi lingkungan dan
sistem perkandangan, serta program vaksinasi yang baik (Akoso 1998).
Keuntungan pemberian vaksin adalah mencegah timbulnya gejala klinis dan
kematian, mengurangi keluarnya virus dari tubuh unggas serta mengurangi
populasi unggas yang rentan. Kelemahan vaksinasi adalah memerlukan waktu
sebelum kekebalan protektif tercapai, flok yang divaksinasi tidak memperlihatkan
gejala klinis sesudah terekspos, tetapi tetap dapat terinfeksi virus dan bertindak
sebagai reservoir (Rahardjo 2004).
Penyebaran penyakit ND di Indonesia pertama dilaporkan oleh Kreneveld di
Jakarta (1926), sejak saat itu kejadian penyakit ND dilaporkan dimana-mana.
Sampai sekarang belum satu daerah pun di Indonesia yang bebas dari penyakit ini
Biosekuriti
Biosekuriti adalah manajemen kesehatan lingkungan yang baik agar risiko
munculnya penyakit tidak terjadi. Menurut Hutchinson (2008) definisi dari
biosekuriti adalah serangkaian tahapan manajemen yang diambil untuk
melindungi masuknya agen infeksius ke dalam suatu kelompok ternak hewan.
Biosekuriti merupakan praktek manajemen dengan mengurangi potensi transmisi
perkembangan organisme seperti virus dalam menyerang hewan ternak. Jeffrey
(1997) mendefinisikan biosekuriti sebagai suatu rancangan untuk mencegah
penyebaran penyakit.
Penerapan biosekuriti sangat dibutuhkan dalam program keamanan pangan
ditingkat peternakan untuk menjamin mutu dan kesehatan hewan, memenuhi
keinginan konsumen dan memberikan keuntungan pada peternakan tersebut, serta
menjamin hewan lebih sehat (Hutchinson 2008). Biosekuriti juga penting untuk
mengendalikan dan mencegah berbagai penyakit unggas yang mematikan pada
peternakan. Sumber penyakit pada peternakan adalah orang, pegawai, dokter
hewan, supir, unggas yang baru masuk, peralatan yang tercemar atau yang masih
mengandung agen penyakit, vektor seperti rodensia, burung liar, insekta, dan juga
burung air (Carey et al. 2008).
Secara garis besar biosekuriti terdapat tiga komponen utama, yaitu sanitasi, isolasi, dan pengendalian lalu lintas. Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi
secara teratur terhadap bahan-bahan dan peralatan yang masuk ke dalam
peternakan dan di dalam peternakan. Isolasi merupakan pengurungan atau
pengandangan hewan dan juga pemisahan hewan sehat dengan yang sakit, dapat
diartikan penyediaan tempat khusus hewan agar ada pemisah untuk pencegahan
masuknya hewan lain masuk dalam lingkungan ternak. Sementara itu komponen
utama terakhir mempunyai arti mengendalikan lalu lintas manusia, unggas, hewan
lain, bahan, dan peralatan ke dan dari peternakan agar tidak terjadi kontaminan.
Pengendalian ini dapat mencakup larangan masuk terhadap orang yang tidak
berkepentingan ke dalam kandang, serta melakukan penyemprotan terhadap supir,
Biosekuriti pada peternakan unggas sektor IV
Peternakan unggas sektor IV merupakan satu dari empat sektor peternakan
unggas di Indonesia, sektor ini mempunyai sistem yang sangat terbuka dan tidak
melaksanankan tindakan biosekuriti sehingga mudah terserang penyakit. Secara
umum peternakan sektor IV tidak mengerti mengenai kesehatan hewan, hal ini
dapat terlihat dari sistem peternakannya yang masih tradisional. Sebagai contoh
unggas dibiarkan berkeliaran di kebun orang dengan pakan apa pun yang tersedia
dan tanpa adanya usaha pencegahan penyakit. Kondisi ini menjadikan unggas
berisiko tinggi dan rentan terhadap penyakit hewan menular. Berbagai jenis
penyakit menular di unggas telah dilaporkan di Indonesia. Selain kesehatan
hewan, hal lain yang terkait dengan kesehatan hewan dan juga tidak kalah penting
adalah biosekuriti.
Menurut Jeffrey (1997) biosekuriti yang dilakukan pada peternakan sektor
IV terdiri atas tiga kelompok besar, yaitu isolasi, pengawasan lalu lintas ternak,
dan sanitasi. Isolasi merupakan pengurungan atau pengandangan hewan dalam
satu lingkungan terkendali atau dapat diartikan dengan penyediaan pagar pemisah,
kandang, atau sangkar untuk menjaga hewan tidak lepas atau keluar, serta
mencegah masuknya hewan lain ke dalam lingkungan tersebut. Tindakan isolasi
meliputi:
1. Adanya pagar yang melindungi peternakan dari lingkungan luar.
2. Adanya jarak antara peternakan dengan rumah penduduk.
3. Adanya pemisah antara kandang unggas air dan kandang ayam, ternak
ataupun hewan kesayangan lainnya.
4. Adanya konstruksi kandang yang baik dan kokoh untuk melindungi
unggas air dari tikus, kecoa, burung liar ataupun hewan pengganggu
lainnya.
5. Adanya rentang waktu (2-4 minggu) ketika akan menyatukan unggas
air yang baru dengan unggas air yang lama.
Pengendalian diterapkan terhadap lalu lintas dari dan ke peternakan, serta dalam
peternakan itu sendiri. Pengendalian ini diterapkan pada manusia, unggas, hewan
lain, bahan, dan peralatan ternak. Tindakan pengawasan lalu lintas meliputi:
1. Pengawasan terhadap pengunjung.
3. Peternak tidak meminjam peralatan kandang.
4. Peternak tidak membawa unggas miliknya ke kandang tetangga atau
sebaliknya.
5. Isolasi terhadap unggas yang sakit.
6. Adanya tindakan desinfeksi terhadap pengunjung yang keluar masuk
area peternakan.
Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi, bahan-bahan, dan peralatan yang
masuk ke dalam peternakan dan didalam peternakan. Beberapa tindakan dalam
sanitasi meliputi:
1. Kebersihan tempat pakan.
2. Kebersihan tempat minum.
3. Kebersihan kandang.
4. Kebersihan peralatan kandang.
5. Kebersihan lingkungan kandang.
6. Kebersihan air minum (sumber air minum).
7. Kebersihan tempat penyimpanan pakan.
8. Adanya penguburan atau pembakaran unggas air yang mati.
Peternakan sektor IV mengambil lokasi kandang sangat berdekatan dengan
lingkungan masyarakat sehingga para peternak harus memahami pentingnya penerapan biosekuriti untuk menanggulangi penyebaran virus yang kemungkinan
berasal dari hewan ternak. Pola biosekuriti yang dapat diterapkan di peternakan
sektor IV diantaranya adalah menjaga kondisi ternak unggas agar selalu bersih,
pemberian pakan ternak yang memadai serta vaksinasi yang teratur. Hal yang
tidak kalah pentingnya adalah pemisahan unggas yang teridentifikasi sakit dengan
unggas yang sehat dan pengawasan terhadap hewan ternak yang baru. Menurut
Wolfgang (2008) isolasi terhadap unggas sakit akan menjaga agen penyakit tidak
menular ke unggas yang rentan dan mendukung proses penyembuhan unggas sakit
sekaligus meminimalkan dampak kerugian ekonomi.
Keberhasilan dalam upaya memutus rantai penularan penyakit sangat
mempengaruhi keberhasilan dalam pengendalian suatu penyakit (DEPTAN 2008).
Memotong hewan ternak merupakan upaya yang dapat dilaksanakan untuk
memotong ternak dilakukan dengan memperhatikan prosedur pemotongan sebagai
berikut:
1. Ayam yang akan disembelih dalam keadaan baik dan tidak dalam keadaan
lelah.
2. Ayam yang akan disembelih terlebih dahulu telah diistirahatkan selama
12-24 jam.
3. Ayam disembelih pada leher dengan memotong arteri karotis dan vena
jugularis agar darah keluar sempurna.
4. Pencabutan bulu dilakukan setelah ayam tersebut benar-benar mati.
5. Limbah sisa pemotongan (darah, bulu, kuku, dan kotoran) dibuang pada
tempat yang aman dengan cara dikubur.
Faktor risiko yang terkait dengan kejadian penyakit
Menurut DEPTAN (1993) peternakan unggas sektor IV mempunyai risiko
terjangkit virus ND yang tinggi, faktor-faktor risiko tersebut adalah karakteristik
peternak, sanitasi, isolasi, pengendalian lalu lintas ternak. Tim AI FKH IPB
(2005) menyebutkan faktor pengendalian lalu lintas, sanitasi (kebersihan kandang,
halaman kandang, tempat pakan dan minum) dan tindakan karantina dapat
dianggap sebagai faktor risiko (penyebab) yang cukup kuat terhadap kemungkinan pemaparan virus.
Menurut Siahaan (2007) peternakan yang tidak melakukan penanganan
terhadap kotoran unggas berisiko 5.13 kali lebih besar terpapar virus daripada
peternakan yang melakukan penanganan kotoran dengan baik (OR=5.13;
SK=2.827-9.297), begitu juga dengan unggas yang diumbar berisiko 6.35 kali
lebih terpapar virus daripada unggas yang tidak diumbar (OR=6.35;
SK=1.346-29.977). Masih menurut Siahaan (2007) peternakan yang dikelola tanpa
melakukan penguburan/ pembakaran terhadap unggas mati memiliki risiko
terpapar virus 15.63 kali lebih besar daripada peternakan yang melakukan
penguburan/ pembakaran terhadap unggas mati. Kehadiran hewan lain terutama
burung liar menyebabkan risiko pemaparan virus lebih besar daripada tidak ada
hewan lain masuk kandang (OR=16.94; SK=2.128-134.764). Kandang yang tidak
dibersihkan memberi peluang 12,44 kali lebih besar terpapar virus dibandingkan
yang kotor menyebabkan risiko terpapar virus 5 kali lbih besar daripada tempat
pakan yang bersih (OR=5.00; SK=1.581-15.817). Tempat minum yang kotor
menyebabkan risiko terpapar virus 4,85 kali lebih besar daripada tempat minum
BAHAN DAN METODE
Kerangka Konsep
Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai
berikut :
Peubah yang diamati :
Gambar 2 Kerangka konsep penelitian.
Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah studi cross-sectional. Penelitian ini
menggunakan kuisioner sebagai perangkat untuk mengukur faktor risiko terhadap
infeksi virus ND pada peternakan sektor IV. Adapun pengukuran infeksi virus ND
adalah berdasarkan uji HI (Hemmagglutinasion Inhibition) dengan nilai 24 menunjukkan bahwa peternakan yang diuji adalah terinfeksi virus ND.
Selanjutnya hubungan asosiasi diuji dengan uji chi-square untuk mengetahui
Seroprevalensi o Pembersihan tempat pakan
o Pembersihan tempat minum o Perlakuan terhadap kotoran o Cara pembersih kandang o Sumber air
Isolasi
o Pemisahan unggas sakit o Pemisahan unggas baru o Pemisahan jenis
o Perlakuan terhadap unggas mati
Pengawasan lalu lintas ternak
o Kandang berpagar
o Desain kandang bebas dari
tikus
o Desain kandang bebeas dari
hubungan antara faktor risiko dengan kejadian infeksi virus ND. Data yang
diperoleh dari hasil wawancara diolah dengan program SPSS 16.0 untuk
memudahkan perhitungan.
Peternakan unggas sektor IV yang terlibat sebanyak 448 peternakan.
Pertanyaan pada kuisioner terdiri dari karakteristik peternak, manajemen
biosekutiri yang terdiri atas sanitasi, isolasi, dan pengawasan lalu lintas hewan
serta diberi pertanyaan mengenai pengetahuan peternak yang meliputi aspek
pengenalan gejala klinis, hewan yang dapat terserang, cara penularan, dan cara
pelaporan jika ada unggas yang terinfeksi ND. Informasi mengenai peternakan
unggas sektor IV tersebut diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuisioner
terstruktur kepada pemilik atau penanggung jawab peternakan unggas sektor IV.
Dari keseluruhan responden, akan diambil peternakan yang tidak melakukan
vaksinasi ND pada ternaknya.
Sumber Data
Sumber data penelitian ini berasal dari hasil studi cross-sectional Kesehatan
Unggas Sektor IV yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor (FKH IPB) dengan Indonesian Dutch Partnership on Highly Pathogenic Avian Influenza Control (IDP-HPAI) pada bulan Desember tahun
2009.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan
Januari 2012 di laboratorium Epidemiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Sampel Penelitian
Kerjasama antara FKH IPB dengan Indonesian Dutch Partnership on
Highly Pathogenic Avian Influenza Control (IDP-HPAI) mengambil sampel
dengan sistem zona dengan sampel sejumlah 448 peternakan. Sampel peternakan
yang diambil dalam penelitian ini adalah peternak yang tidak melakukan vaksinasi
ND pada ternaknya. Dengan demikian maka dari total 448 sampel peternak,
besaran sampel yang dianalisis pada penelitian ini adalah sebanyak 181
Definisi Operasional
Tabel 1 Definisi operasional peubah penelitian
No. Peubah Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Skala
1 Infeksi virus ND Keberadaan antigen virus ND 2= Tidak terinfeksi(titer <24) 2 Pendidikan Tingkat pendidikan peternak
ketika melakukan kegiatan beternak mulai dari tidak sekolah sampai perguruan tinggi.
Kuisioner Wawancara Nominal
1= Minimal lulus SMP 2= Maksimal lulus SD
3 Umur peternak Umur peternak ketika melakukan kegiatan beternak
Kuisioner Wawancara Nominal 1=40 2= >40 4 Alasan
pemeliharaan ternak
Tujuan dilakukannya kegiatan beternak oleh peternak
Kuisioner Wawancara Nominal 1= Utama 2= Sambilan 5 Pengalaman
beternak
Lamanya beternak Kuisioner Wawancara Nominal
1=10tahun 2=<10tahun 6 Pembersihan
kandang
Frekuensi pembersihan kandang Kuisioner Wawancara 1=Beberapa kali seminggu 2=Beberapa minggu sekali 7 Pembersihan
tempat pakan
Periode pembersihan tempat pakan
Kuisioner Wawancara 1=Beberapa kali seminggu 2=Beberapa minggu sekali 8 Pembersihan
tempat minum
Periode pembersihan tempat minum
Kuisioner Wawancara 1=Beberapa kali seminggu 2=Beberapa minggu sekali 9 Perlakuan kotoran Tindakan terhadap kotoran yang
dihasilkan unggas
Kuisioner Wawancara 1= Dikumpulkan/ dibakar 2= Dibuang
10 Cara pembersihan kandang
Tata cara pembersihan kandang Kuisioner Wawancara 1= Disapu/ dicuci 2= Tidak dibersihkan 11 Sumber air Asal air untuk keperluan ternak Kuisioner Wawancara 1= Sumur/ PAM
2= Sungai 12 Pemisahan unggas
sakit
Perlakuan unggas yang sakit Kuisioner Wawancara 1= Dipisahkan 2= Tidak dipisahkan 13 Pemisahan unggas
baru
Perlakuan unggas yang baru pada peternakan
Kuisioner Wawancara 1=Dipisahkan 2=Tidak dipisahkan 14 Pemisahan jenis Pemisahan berdasar jenis yang
ada dikandang
Kuisioner Wawancara 1=Dipisahkan 2=Tidak dipisahkan 15 Perlakuan unggas
mati
Penanganan terhadap unggas yang menunjukkan gejala sakit ketika dikandang
Kuisioner Wawancara 1=Dikubur/ dibakar 2= Dibuang
16 Kandang berpagar Ada tidaknya pagar disetiap peternakan yang menjadi sampel
Kuisioner Wawancara 1=Ya 2=Tidak 17 Desain kandang
bebas tikus
Desain kandang yang terbebas dari ancaman tikus
Kuisioner Wawancara 1=Ya 2=Tidak 18 Desain kandang
bebas burung liar
Desain kandang yang terbebas dari burung liar
Kuisioner Wawancara 1=Ya 2=Tidak 19 Pengetahuan
peternak
Pengetahuan peternak mengenai manajemen biosekuriti yang meliputi aspek pengenalan gejala klinis, hewan yang dapat terserang, cara penularan, dan cara pelaporan
Analisis Data
Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji chi-square dan
penentuan nilai risiko relatif (RR) masing-masing peubah untuk mengukur derajat
asosiasi antara faktor risiko karakteristik peternak, manajemen biosekuriti, dan
pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND. Uji chi-square menggunakan
rumus :
Jika χ2hitung > χ2tabel, maka terdapat hubungan antara karakteristik peternak,
manajemen biosekuriti, dan pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND.
Penentuan nilai RR dihitung pada tabel silang 2 x 2 dan rumus sebagai berikut : Status Infeksi
Faktor
+ -
+ a B (a+b)
- c D (c+d)
(a+c) (b+d)
Var {ln(RR)}= Selang kepercayaan 95%,
Program SPSS 16.0 digunakan untuk memudahkan perhitungan χ2dan RR.
χ2
= Σ(|0bs - Exp| - 0,5)
2
Exp
RR =
a
(a+b)
c
(c+d)
b
+
d
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini disajikan dalam analisis univariat untuk mengetahui
distribusi frekuensi setiap faktor risiko terhadap infeksi virus Newcastle Disease
(ND) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten
Subang. Terdapat tiga peubah yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama
adalah karakteristik peternak yang meliputi tingkat pendidikan, umur peternak,
alasan beternak, dan pengalaman beternak. Peubah yang kedua adalah manajemen
biosekuriti yang meliputi tiga komponen utama. Komponen pertama adalah
sanitasi (pembersihan kandang, pembersihan tempat pakan, pembersihan tempat
minum, penanganan kotoran, bagaimana cara pembersihannya dan sumber air).
Komponen yang kedua adalah isolasi (pemisahan unggas sakit, pemisahan unggas
baru, pemisahan berdasarkan spesies, dan perlakuan unggas mati). Komponen
ketiga adalah lalu lintas ternak (apakah peternakan tersebut mempunyai pagar atau
tidak, apakah desain kandang peternak bisa terhindar dari masuknya tikus dan
masuknya burung liar). Peubah ketiga adalah pengetahuan peternak mengenai
biosekuriti.
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
antara karakteristik peternak, faktor manajemen biosekuriti ternak dan
pengetahuan peternak terhadap infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor
IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang. Analisa dilakukan dengan
menggunakan uji chi-square dan pendugaan nilai risiko relatif (RR) setiap faktor
tersebut untuk mengukur derajat asosiasi antara semua faktor risiko dengan
infeksi virus ND di peternakan unggas sektor IV.
Analisa Univariat
Karakteristik Peternak Unggas Sektor IV
Peternak dengan pendidikan minimal lulus SMP sebanyak 102 peternak
(56.4 %) dan dengan pendidikan maksimal lulus SD adalah sebanyak 79 peternak
(43.6 %), hasil disajikan pada Tabel 2. Pada Tabel 2, umur peternak 40 tahun sebanyak 108 peternak (59.7 %). Sedangkan peternak dengan umur lebih dari 40
Tabel 2 Distribusi frekuensi karakteristik peternak sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang
No
Karakteristik Jumlah Persentase (%)
1. Pendidikan
Minimal lulus SMP
Maksimal lulus SD
102
Bukan penghasilan utama
24
Sebagian besar peternak mempunyai alasan sebagai bukan penghasilan
utama yaitu sebanyak 157 peternak (86.7 %) dan yang merupakan penghasilan
utama yaitu sebanyak 24 peternak (13.3 %), hasil ditunjukkan pada Tabel 2.
Peternak yang memiliki pengalaman beternak kurang dari sepuluh tahun adalah
sebanyak 101 peternak (55.8 %) dan yang lebih dari sepuluh tahun adalah sebanyak 80 peternak (44.2 %), hasil ditunjukkan pada Tabel 2.
Penerapan Biosekuriti Sanitasi
Sanitasi dibagi menjadi enam kategori, yaitu pembersihan kandang,
pembersihan tempat pakan, pembersihan tempat minum, perlakuan terhadap
kotoran, cara pembersihan kandang, dan sumber air. Data mengenai sanitasi
disajikan pada Tabel 3. Peternak yang melakukan pembersihan kandang beberapa
kali dalam seminggu adalah sebanyak 99 peternak (54.7 %), peternak yang
melakukan pembersihan kandang beberapa minggu sekali sebanyak 35 peternak
(19.3 %) dari total 134 peternak yang mempunyai kandang untuk ternaknya.
Untuk pembersihan tempat pakan didapatkan 104 peternak (57.5 %) yang
melakukan pembersihan tempat pakan beberapa kali dalam seminggu. Peternak
yang melakukan pembersihan tempat pakan beberapa minggu sekali adalah
sebanyak 49 peternak (27.1 %) dari total 153 peternak yang mempunyai tempat
Tabel 3 Distribusi frekuensi penerapan sanitasi di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang
No Sanitasi Jumlah Persentase (%)
1. Pembersihan kandang
Beberapa kali dalam seminggu
Beberapa minggu sekali 2. Pembersihan tempat pakan
Beberapa kali dalam seminggu
Beberapa minggu sekali 3. Pembersihan tempat minum
Beberapa kali dalam seminggu
Beberapa minggu sekali 4. Perlakuan terhadap kotoran
Dikumpulkan/ dikubur
Dibuang
5. Bagaimana cara pembersihan kandang
Disapu/ dicuci
Sementara itu pembersihan tempat minum yang dilakukan peternak
beberapa kali dalam seminggu sebanyak 86 peternak (47.5 %), peternak yang
melakukan pembersihan tempat minum beberapa minggu sekali sebanyak 10
peternak (5.5 %) dari total 96 peternak yang mempunyai tempat minum sendiri
untuk ternaknya (Tabel 3). Untuk perlakuan kotoran unggas, sebanyak 120
peternak (66.3 %) mengumpulkan/ mengubur kotoran unggas, dan sebanyak 61
peternak (33.7 %) yang membuang kotoran unggas dari sebanyak 181 peternak
(Tabel 3). Sebagian besar peternak sudah mengerti bagaimana perlakuan terhadap
kotoran, sehingga lebih banyak peternak yang mengumpulkan/ mengubur kotoran
ternak.Cara pembersihan kandang dengan disapu atau dicuci (pemberian
disinfektan) adalah sebesar 168 (92.8 %) dan yang tidak dibersihkan adalah sebesar 13 peternak (7.2 %). Sumber air yang berasal dari sumur sebanyak 123
peternak (68.0 %) dan yang dari sungai sebanyak 58 peternak (32.0 %) dari
keseluruhan 181 peternak (Tabel 3).
Isolasi
Gambaran mengenai distribusi frekuensi manajemen biosekuriti untuk
yang baru, pemisahan unggas berdasar jenis, dan perlakuan terhadap unggas mati
(Tabel 4).
Tabel 4 Distribusi frekuensi penerapan isolasi di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang
Jumlah peternak yang memisahkan unggas yang sakit adalah sebanyak 27
peternak (14.9 %) dan yang tidak memisahkan unggas yang sakit adalah sebanyak
154 peternak (85.1 %) dari keseluruhan responden (Tabel 4). Pemisahan terhadap
unggas baru dilakukan oleh peternak sebanyak 28 peternak (15.5 %) dan peternak
yang tidak melakukan pemisahan terhadap unggas baru adalah 153 orang (84.1 %)
dari 181 peternak (Tabel 4). Pada peternakan sektor IV di Cipunagara ini belum
banyak yang memisahkan unggas baru dengan unggas lama.
Kategori isolasi selanjutnya adalah pemisahan kandang unggas berdasarkan
jenisnya. Peternak yang melakukan pemisahan kandang unggas berdasarkan
jenisnya adalah sebanyak 11 orang (6.1 %) dan yang tidak melakukan pemisahan
kandang unggas berdasarkan jenisnya adalah sebanyak 71 peternak (39.2 %) dari
82 peternak yang melakukan pemisahan kandang unggas berdasar jenisnya (Tabel
4). Pemisahan kandang unggas berdasarkan jenisnya perlu dilakukan untuk
mencegah tertularnya agen dari satu jenis ke jenis lain yang lebih rentan. Para
peternak unggas sektor IV di Cipunagara ini masih belum banyak yang
melakukan pemisahan berdasarkan jenis. Pada Tabel 4 menunjukkan unggas mati
yang dikubur adalah sebanyak 70 peternak (38.7 %) dan jumlah peternak yang
membuang unggas mati adalah sebanyak 111 peternak (61.3 %). Penguburan
ternak yang mati penting dilakukan agar agen penyakit tidak menyebar.
No Isolasi Jumlah Persentase (%)
1. Pemisahan Unggas Sakit
Ya
Tidak
2. Pemisahan unggas yang baru
Dipisahkan
Tidak dipisahkan 3. Pemisahan jenis
Dipisahkan
Tidak dipisahkan
4. Perlakuan Terhadap Unggas Mati
Lalu lintas ternak
Lalu lintas ternak dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kandang berpagar,
desain kandang terhindar dari hama tikus dan desain kandang sudah dapat
melindungi kandang dari masuknya burung liar (Tabel 5). Peternakan dengan
kandang yang diberi pagar adalah sebanyak 19 peternak (10.5 %) dan kandang
yang tidak diberi pagar adalah sebanyak 162 peternak (89.5 %) seperti yang
disajikan pada Tabel 5.
Terdapat 73 peternak (40.3 %) yang desain kandangnya dapat terhindar dari
masuknya tikus dan 108 peternak (59.7 %) yang desain kandangnya tidak dapat
terhindar dari masuknya tikus (Tabel 5).
Tabel 5 Distribusi frekuensi lalu lintas di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang
No Lalu lintas ternak Jumlah Persentase (%)
1. Kandang berpagar Ya
Tidak
2. Desain kandang mencegah tikus masuk Ya
Tidak
3. Desain kandang mencegah burung liar masuk Ya
Sementara itu desain kandang peternak yang dapat terhindar dari masuknya
burung liar ke kandang adalah sebanyak 76 peternak (42.0 %), dan kandang yang
tidak dapat terhindar dari masuknya burung liar ke kandang adalah sebanyak 105
peternak (58.0 %) dari total responden 181 peternak (Tabel 5).
Pengetahuan Peternak
Jumlah peternak dengan pengetahuan tentang peternakan yang baik berjumlah 102 peternak (56.4 %) dan pengetahuan peternak yang kurang baik
adalah 79 peternak (43.6 %). Pada peternakan unggas sektor IV ini sudah banyak
Analisa Bivariat
Berdasarkan kerangka konsep akan dilihat hubungan antara karakteristik
peternak, penerapan manajemen biosekuriti, dan pengetahuan peternak dengan
infeksi virus ND pada unggas. Uji chi-square digunakan untuk melihat hubungan
antara faktor risiko karakteristik peternak, manajemen biosekuriti, dan
pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND. Untuk mengetahui nilai hubungan
faktor-faktor diatas dilakukan pendugaan nilai risiko relatif (RR) pada selang
kepercayaan (confidence interval) 95 %.
Hubungan Antara Karakteristik Peternak dengan Infeksi Virus ND
Karakteristik peternak dibagi menjadi empat kategori, yaitu pendidikan
peternak, umur peternak, alasan beternak, dan pengalaman beternak yang disajikan pada Tabel 6. Sebagian besar peternakan unggas yang peternaknya
berpendidikan minimal lulus SMP mempunyai persentase terinfeksi virus ND
sebesar 19.6 %, sedangkan peternakan unggas yang terinfeksi virus ND yang
peternaknya berpendidikan minimal lulus SD adalah sebesar 20.3 %.
Tabel 6 Hasil uji chi-square karakteristik peternak unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang
Peubah (karakteristik peternak)
Status infeksi
P RR SK 95%
Terinfeksi Tidak terinfeksi
n % n %
1. Pendidikan
Minimal lulus SMP
Pendidikan peternak (Tabel 6), didapatkan bahwa peternakan unggas yang
dikelola peternak dengan tingkat pendidikan minimal lulus SMP terjadi infeksi
virus ND sebesar 19.6 % dan peternakan unggas yang dikelola peternak dengan
tingkat pendidikan maksimal lulus SD yang terinfeksi virus ND adalah sebesar
20.3 %. Berdasarkan uji chi-square hubungan antara pendidikan peternak dengan
peternakan yang terinfeksi virus ND tidak menunjukkan hubungan yang
signifikan. Hasil pada penelitian ini berbeda dengan hasil kajian Tim AI FKH IPB
(2006) bahwa peternak yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi akan
menerapkan cara beternak dan orientasi kegiatan usaha lebih baik dibandingkan
dengan pendidikan yang lebih rendah.
Untuk kategori umur peternak (Tabel 6), didapatkan bahwa peternakan
unggas yang dikelola peternak dengan umur 40 tahun terjadi infeksi virus ND sebesar 15.7 % dan peternakan unggas yang dikelola peternak dengan umur > 40
tahun yang peternakannya terinfeksi virus ND adalah sebesar 26.0 %.
Berdasarkan uji chi-square hubungan antara umur peternak dengan peternakan
unggas yang terinfeksi virus ND tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.
Menurut Tim AI FKH IPB (2006) bahwa peternak dengan umur muda adalah
masa produktif, tentu akan semakin mudah mengadopsi berbagai inovasi
(pengetahuan, keterampilan, manajemen dan teknologi) terkait dalam kegiatan
usahanya sehingga akan lebih baik menghasilkan kinerja yang maksimal.
Kategori selanjutnya adalah alasan pemeliharaan ternak. Peternak yang
mempunyai alasan utama untuk beternak yang peternakannya terinfeksi virus ND
adalah sebesar 20.8 % dan peternakan yang dikelola oleh peternak dengan tujuan
beternak sambilan terdapat infeksi virus ND sebesar 19.7 % (Tabel 6).
Berdasarkan uji chi-square hubungan antara alasan beternak dengan peternakan
yang terinfeksi virus ND tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.
Seharusnya alasan beternak yang utama mempengaruhi perlakuan terhadap
ternaknya dan mendapatkan hasil yang lebih baik daripada sebagai usaha
sambilan, seperti yang diungkapkan Tim AI FKH IPB (2006) bahwa alasan
peternak menjalankan peternakannya berpengaruh terhadap cara memperlakukan
hewan ternaknya, apabila merupakan penghasilan utama maka para peternak akan
lebih baik dalam manajemen ternaknya dibandingkan yang bukan merupakan
Peternakan yang dikelola oleh peternak yang mempunyai pengalaman
beternak lebih dari 10 tahun terinfeksi virus ND sebesar 12.5 % dan peternakan
yang dikelola oleh peternak dengan pengalaman kurang dari 10 tahun terinfeksi
virus ND sebesar 25.7 % (Tabel 6). Faktor pengalaman beternak menunjukkan
hubungan yang signifikan terhadap infeksi virus ND pada hewan ternak. Besarnya
nilai risiko relatif (RR) faktor tersebut adalah 2.057 (SK 95 %; 0.249-0.947).
Dalam kurun waktu 10 tahun peternak di Kecamatan Cipunagara ini telah
mempelajari hal-hal yang berkaitan tentang peternakan, dan secara otomatis
mendapatkan bekal dari pemerintah daerah ataupun dari pengalaman peternak lain
sehingga infeksi virus ND dapat diminimalisir. Penelitian ini sesuai dengan kajian
Tim AI FKH IPB (2006) bahwa peternak yang memiliki pengalaman beternak
lebih dari sepuluh tahun akan mampu menangani peternakannya dengan lebih
baik, karena selama menjalankan peternakannya banyak permasalahan dan sudah
dapat diatasi bermodal pengalaman.
Hubungan Antara Manajemen Biosekuriti dengan Infeksi Virus ND Hubungan Antara Sanitasi dengan Infeksi Virus ND
Sanitasi dibagi menjadi enam kategori, yaitu pembersihan kandang,
pembersihan tempat pakan, pembersihan tempat minum, perlakuan terhadap kotoran, cara pembersihan kandang, dan sumber air. Peternakan unggas sektor IV
dengan kandang yang dibersihkan beberapa kali dalam seminggu terdapat unggas
yang terinfeksi virus ND adalah sebesar 20.2 % dan unggas pada peternakan
dengan kandang yang dibersihkan beberapa minggu sekali yang terinfeksi virus
ND adalah sebesar 22.9 %. Kandang dengan pembersihan tempat pakan yang
dilakukan peternak beberapa kali dalam seminggu terdapat infeksi virus ND pada
unggas adalah sebesar 16.3 % dan unggas pada peternakan dengan kandang yang
dibersihkan beberapa minggu sekali terdapat unggas yang terinfeksi virus ND
adalah sebesar 24.5 %. Peternak yang melakukan pembersihan tempat minum
beberapa kali dalam seminggu pada kandang terdapat unggas yang terinfeksi virus
ND adalah sebesar 20.9 % dan peternakan unggas dengan pembersihan tempat
minum yang dilakukan oleh peternak beberapa minggu sekali yang terinfeksi
virus ND sebesar 20.0 %. Hasil dari hubungan antara sanitasi dengan infeksi virus
Tabel 7 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (sanitasi) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang
Peubah (sanitasi)
Beberapa kali seminggu
Beberapa minggu sekali 20 8 2. Pembersihan tempat pakan
Beberapa kali seminggu
Beberapa minggu sekali
17 3. Pembersihan tempat minum
Beberapa kali seminggu
Beberapa minggu sekali
4. Perlakuan terhadap kotoran
Dikumpulkan/ dikubur 5. Cara pembersihan kandang
Disapu/ dicuci
ini tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap infeksi virus ND.
Pembersihan kandang yang rutin akan menjaga kandang tetap bersih dan terhindar
dari penyakit. Selain pembersihan kandang, pembersihan tempat pakan dan
tempat minum juga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap infeksi
virus ND pada unggas sektor IV. Kandang kotor memberi peluang 12 kali lebih
besar terpapar penyakit akibat virus dibandingkan dengan kandang bersih, tempat
pakan yang kotor memberi peluang 5 kali lebih besar terpapar penyakit akibat
virus dibandingkan tempat pakan yang bersih, sedangkan tempat minum yang
kotor menyebabkan risiko pemaparan penyakit akibat virus 4.85 kali lebih tinggi
daripada tempat minum yang dibersihkan (Siahaan 2007).
Infeksi virus ND pada unggas yang peternaknya mengumpulkan atau
mengubur kotoran unggas adalah sebesar 18.3 % dan unggas yang kotorannya
dibuang yang terinfeksi virus ND adalah sebesar 23.0 % (Tabel 7). Berdasarkan
virus ND tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Perlakuan terhadap
kotoran harus tetap diperhatikan, sebab kotoran dapat menjadi sumber penularan
penyakit jika tidak dikelola dengan baik (Soejoedono et al. 2005).
Besarnya persentase infeksi virus ND pada unggas yang terjadi pada
peternakan yang cara pembersihan kandangnya dengan disapu atau dicuci
(pemberian disinfektan) adalah sebesar 20.2 % dan persentase infeksi virus ND
pada peternakan yang tidak membersihkan kandang sebesar 15.4 % (Tabel 7).
Hasil uji chi-square tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara cara
pembersihan kandang dengan infeksi virus ND pada unggas. Menurut Gernat
(2000) pencucian kandang dengan disinfektan merupakan hal yang sangat penting
untuk menjaga biosekuriti dari agen-agen penyakit. Penggunaan disinfektan harus
memperhatikan kandungan disinfektan tersebut sehingga tidak salah
penggunaannya dan sesuai dengan syarat disinfektan yang baik yaitu aman,
efektif dan efisien (Smith 2001).
Unggas dari peternakan dengan sumber air dari sumur/ PAM yang terinfeksi
virus ND adalah sebesar 19.4 % dan unggas dari peternakan yang sumber airnya
dari sungai/ selokan yang terinfeksi adalah sebesar 21.1 % (Tabel 7). Berdasarkan
hasil uji chi-square bahwa faktor risiko sumber air tidak menunjukkan hubungan
yang signifikan terhadap infeksi virus ND pada unggas. Air harus diperhatikan sumbernya agar dapat mencegah pencemaran yang ada dalam air. Air merupakan
kebutuhan vital untuk keberlangsungan peternakan, tetapi juga dapat menjadi
sumber penyakit (Soejoedono dan Handharyani 2005).
Hubungan Antara Isolasi dengan Infeksi Virus ND
Manajemen biosekuriti isolasi dibagi menjadi empat kategori, pemisahan
unggas sakit, pemisahan unggas yang baru, pemisahan unggas berdasar jenis, dan
perlakuan terhadap unggas mati disajikan pada Tabel 8. Unggas pada peternakan
yang melakukan pemisahan terhadap unggas sakit yang terinfeksi virus ND adalah
sebesar 40.7 % dan unggas pada peternakan yang tidak melakukan pemisahan
unggas sakit yang terinfeksi virus ND adalah sebesar 16.2 %. Hasil uji chi-square
yang tersaji pada Tabel 8 menunjukkan hubungan yang signifikan antara faktor
uji, nilai risiko relatif (RR) faktor tersebut 2.50 (SK 95 % ; 1.406-4.479). Hal ini
berarti bahwa peternak yang membiarkan unggas yang diketahui sakit tetap
berada pada kandang bersama dengan unggas sehat lainnya berisiko terinfeksi
virus ND 2.5 kali lebih besar daripada peternak yang memisahkannya. Peternakan
unggas sektor IV sebagian besar tidak melakukan pemisahan unggas sakit, hal ini
dikarenakan kurangnya pengetahuan peternak akan ciri-ciri hewan sakit. Unggas
sakit dapat menjadi sumber penyakit berbahaya bagi unggas sehat yang
berdekatan, oleh karena itu unggas yang sakit harus dikeluarkan dan dipisahkan
sejauh mungkin dari kandang unggas yang sehat sehingga tidak menulari unggas
yang sehat (Hanson 2008).
Tabel 8 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (isolasi) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang
Peubah (isolasi)
1. Pemisahan unggas sakit
Dipisahkan 2. Pemisahan unggas baru
Dipisahkan 4. Perlakuan unggas mati
Dikubur/ dibakar
Persentase unggas pada peternakan yang melakukan pemisahan terhadap
unggas baru yang terinfeksi virus ND adalah sebesar 21.4 % dan persentase
unggas pada peternakan yang tidak melakukan pemisahan unggas baru yang
terinfeksi adalah sebesar 19.6 % (Tabel 8). Hasil uji chi-square faktor pemisahan
unggas baru tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap infeksi virus
ND pada unggas. Peternakan unggas sektor IV sebagian besar tidak melakukan
pemisahan unggas baru dikarenakan jarang peternak yang membeli unggas untuk
Pemisahan unggas baru pada prinsipnya adalah mencegah unggas baru
membawa agen penyakit atau mencegah unggas baru menjadi sakit akibat tertular
agen penyakit dari unggas lama. Unggas baru sebaiknya diisolasi terlebih dahulu
untuk meminimalisir risiko diatas. Sebelum unggas dikeluarkan dari tempat
isolasi, harus dipastikan bahwa unggas-unggas dalam keadaan sehat dan jika ada
unggas yang mati haruslah dimusnahkan. Pemisahan sebaiknya dilakukan selama
minimal 2 minggu dan jika terlihat sakit harus dipisahkan (Zainuddin dan
Wibawan 2007).
Besarnya persentase unggas yang terinfeksi virus ND pada peternakan yang
melakukan pemisahan unggas menurut jenis adalah sebesar 9.1 % dan unggas
pada peternakan yang tidak melakukan pemisahan unggas menurut jenis yang
terinfeksi virus ND adalah sebesar 21.1 % (Tabel 8). Hasil uji chi-square faktor
pemisahan unggas berdasarkan jenis tidak menunjukkan hubungan yang
signifikan terhadap infeksi virus ND pada unggas.
Pemisahan unggas berdasarkan jenisnya yang berbeda harus ditempatkan
pada kandang yang berbeda, tidak disatukan dengan jenis lain. Menurut Grimes
dan Jackson (2001) dengan adanya jenis unggas lain unggas berisiko terkena
penyakit lebih tinggi, dalam program dan prosedur biosekuriti dilakukan
pemisahan unggas terhadap jenis unggas lain, spesies bukan unggas dan hewan lainnya untuk mencegah terjadinya penularan penyakit.
Unggas pada peternakan yang pengelolanya melakukan penguburan atau
pembakaran terhadap unggas mati terinfeksi virus ND sebesar 22.9 % dan unggas
pada peternakan yang pengelolanya membuang unggas mati dengan persentase
infeksi virus ND adalah sebesar 18.0 %. Hasil uji chi-square tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan antara faktor perlakuan ternak mati dengan infeksi virus
ND pada unggas. Pada penelitian ini, peternakan sektor IV di Kecamatan
Cipunagara sebagian besar jika peternak melihat unggas mati akan segera di bakar
atau dikubur karena takut akan tertular penyakit yang menjadi penyebab
ternaknya mati.
Menurut Ryder (2005) dan Damron (2006) salah satu bagian terpenting
dalam biosekuriti adalah unggas yang mati harus dikubur atau dibakar. Mengubur
atau membakar bangkai ternak harus dilakukan pada tempat khusus yang jauh dari
tempat mengubur atau membakar sekurang-kurangnya memiliki kedalaman 1.3
meter dan ditutup tanah serta ditaburi kapur. Membakar bangkai ternak juga dapat
dilakukan dengan menggunakan insinerator (Bagindo 2007).
Hubungan Antara Lalu Lintas Ternak dengan Infeksi Virus ND
Lalu lintas ternak dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kandang berpagar,
desain kandang terhindar dari hama tikus dan desain kandang sudah dapat
melindungi kandang dari masuknya burung liar (Tabel 9).
Unggas yang terinfeksi virus ND pada peternakan yang berpagar adalah
sebesar 21.1 % dan unggas yang terinfeksi virus ND pada peternakan yang tidak
mempunyai pagar adalah sebesar 19.8 %. Hasil uji chi-square tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan antara kandang berpagar dengan infeksi virus ND pada
unggas. Peternakan sejatinya perlu adanya pagar untuk membatasi lalu lintas pada
peternakan, sehingga risiko terkena agen penyakit dapat berkurang. Pada
peternakan unggas sektor IV ini mempunyai luas yang kecil, sehingga pagar
digunakan untuk pencegahan unggas keluar dari kandang. Pemberian pagar pada
kandang dilakukan untuk mencegah masuknya hewan lain atau orang yang dapat
menyebarkan penyakit atau dapat juga mencegah keluarnya unggas dari
lingkungan peternakan (DEPTAN 1993).
Tabel 9 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (lalu lintas ) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang
Peubah (lalu lintas) 2. Desain kandang bebas dari
tikus 3. Desain kandang bebas dari