• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Risiko Terhadap Infeksi Virus ND (Newcastle Disease) pada Peternakan Unggas Sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor Risiko Terhadap Infeksi Virus ND (Newcastle Disease) pada Peternakan Unggas Sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

iii

ABSTRACT

ANTOK DWI PRASETYO. The Risk Factor for ND Virus Infection in Sector IV Poultry Farm at Cipunagara Subdistrict Subang District. Under supervision of CHAERUL BASRI and ETIH SUDARNIKA.

The objective of the study were to determine the risk factors for ND virus infection. This research was conducted using avian health survey research data, there were 181 poultry farms didn’t do vaccination from 448 poultry farms that participated in the survey. Questionnaire used to determine risk factors. The risk

factors included farmer’s characteristic, biosecurity management, and farmer’s

knowledge. The data was analysed with chi-square test and the determination of relative risk value each variable to measured the association between risk factor with ND virus infection. Farming experienced and isolation sick animal were the risk factors that showed related significant with ND virus infection.

(2)

i

FAKTOR RISIKO TERHADAP INFEKSI VIRUS ND

(NEWCASTLE DISEASE) PADA PETERNAKAN UNGGAS

SEKTOR IV

DI KECAMATAN CIPUNAGARA

KABUPATEN SUBANG

ANTOK DWI PRASETYO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTUTUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi Faktor Risiko Terhadap Infeksi Virus ND (Newcastle Disease) pada Peternakan Unggas Sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan di dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 5 April 2012

(4)

iii

ABSTRACT

ANTOK DWI PRASETYO. The Risk Factor for ND Virus Infection in Sector IV Poultry Farm at Cipunagara Subdistrict Subang District. Under supervision of CHAERUL BASRI and ETIH SUDARNIKA.

The objective of the study were to determine the risk factors for ND virus infection. This research was conducted using avian health survey research data, there were 181 poultry farms didn’t do vaccination from 448 poultry farms that participated in the survey. Questionnaire used to determine risk factors. The risk

factors included farmer’s characteristic, biosecurity management, and farmer’s

knowledge. The data was analysed with chi-square test and the determination of relative risk value each variable to measured the association between risk factor with ND virus infection. Farming experienced and isolation sick animal were the risk factors that showed related significant with ND virus infection.

(5)

iv

RINGKASAN

ANTOK DWI PRASETYO. Faktor Risiko Terhadap Infeksi Virus ND (Newcastle

Disease) pada Peternakan Unggas Sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang. Dibimbing oleh CHAERUL BASRI dan ETIH SUDARNIKA.

Seiring peningkatan kesejahteraan masyarakat, meningkat pula kebutuhan protein hewani. Sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat berasal dari produk unggas, yaitu daging dan telur. Hal ini mengakibatkan permintaan bahan makanan tersebut meningkat dan mendorong masyarakat untuk memelihara ternak unggas. Jenis unggas yang banyak dipelihara masyarakat adalah jenis ayam kampung karena mudah dipelihara secara sederhana atau yang sering disebut peternakan unggas sektor IV. Cara pemeliharaan unggas sektor IV yang tidak intensif, sangat sederhana dan memelihara jenis ayam berbeda dalam satu wilayah peternakan dengan lokasi kandang saling berdekatan membuat ayam kampung rentan terhadap penyakit. Penyakit yang biasa menyerang peternakan unggas sektor IV disebabkan oleh virus. Virus merupakan mikroorganisme yang berukuran mikroskopis yang menginfeksi sel organisme biologis atau disebut sel inang. Virus yang sering menyerang ayam adalah virus ND (Newcastle Disease). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko terhadap infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang dan mengetahui besaran risiko (nilai risiko relatif) pada faktor risiko yang secara signifikan berhubungan dengan infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang.

Sumber data penelitian ini berasal dari hasil studi cross-sectional Kesehatan Unggas Sektor IV yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) dengan Indonesian Dutch Partnership on Highly Pathogenic Avian Influenza Control (IDP-HPAI) pada bulan Desember tahun 2009. Adapun pengukuran infeksi virus ND adalah berdasarkan uji Hemmagglutinasion Inhibition (HI) dengan nilai  24 menunjukkan bahwa peternakan yang diuji adalah terinfeksi virus ND. Selanjutnya hubungan asosiasi diuji dengan uji chi-square untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko dengan kejadian infeksi virus ND. Data yang diperoleh dari hasil wawancara diolah dengan program SPSS 16.0 untuk memudahkan perhitungan. Peternakan unggas sektor IV yang terlibat pada penelitian ini sebanyak 448 peternakan. Pertanyaan pada kuisioner terdiri dari karakteristik peternak, manajemen biosekutiri yang terdiri atas sanitasi, isolasi, dan pengawasan lalu lintas hewan serta diberi pertanyaan mengenai pengetahuan peternak. Informasi mengenai peternakan unggas sektor IV tersebut diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuisioner terstruktur kepada pemilik atau penanggung jawab peternakan unggas sektor IV. Dari keseluruhan responden diambil peternakan yang tidak melakukan vaksinasi ND pada ternaknya. Dengan demikian maka dari total 448 sampel peternak, besaran sampel yang dianalisis pada penelitian ini adalah sebanyak 181 peternak.

(6)
(7)

vi

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

vii

FAKTOR RISIKO TERHADAP INFEKSI VIRUS ND

(NEWCASTLE DISEASE) PADA PETERNAKAN UNGGAS

SEKTOR IV

DI KECAMATAN CIPUNAGARA

KABUPATEN SUBANG

ANTOK DWI PRASETYO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTUTUT PERTANIAN BOGOR

(9)

viii Judul Skripsi : Faktor Risiko Terhadap Infeksi Virus ND (Newcastle

Disease) pada Peternakan Unggas Sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang

Nama : Antok Dwi Prasetyo

NIM : B 04070114

Disetujui

Drh. Chaerul Basri, M.Epid. Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet. Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(10)

ix

PRAKATA

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas semua nikmat yang telah diberikan kepada penulis dalam menjalani hidup hingga penulis bisa menyelesaikan studi dan skripsi dengan baik di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga tercinta (Bapak, Ibu, Mas Tono) atas cinta, kasih sayang, dan pengorbanannya kepada penulis.

2. Bapak Drh. Chaerul Basri, M. Epid dan Ibu Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si. selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan nasehat yang membangun serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drh. Huda S Darusman M.Si selaku dosen pembimbing akademik. 4. Dosen dan staf karyawan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Masyarakat Veteriner .

5. Indonesian Dutch Partnership on Highly Pathogenic Avian Influenza Control (IDP-HPAI) dan Tim AI FKH IPB yang telah memberikan data untuk penelitian penulis.

6. Ulil Azmi Nurlaili Afifah yang selalu setia menemani penulis dalam proses penulisan skripsi.

7. Teman-teman Pondok Suzuran, para Ababil (Pakuwojo), para penghuni Baskom dan Anggota Resimen Mahasiswa Mahawarman Batalyon VII Kompi A IPB.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal ibadah dan kebaikan kepada mereka semua. Kesalahan dalam penulisan skripsi ini tentu datang dari saya pribadi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.

(11)

x

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 5 April 1989. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, putra pasangan Bapak Suliman dan Ibu Kasmi.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2001 di Sekolah Dasar Negeri I Ngasem dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMP N I Ngasem hingga lulus tahun 2004. Pendidikan SMA diselesaikan pada tahun 2007 di SMA N I Bojonegoro. Pada tahun yang sama penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa.

(12)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv Biosekuriti pada peternakan unggas sektor IV ... Faktor risiko yang terkait dengan kejadian penyakit ...

4 Waktu dan tempat penelitian ... Sampel penelitian ... Definisi operasional ...

HASIL DAN PEMBAHASAN ... Analisis univariat ... Karakteristik peternak unggas sektor IV ... Penerapan biosekuriti ... Hubungan antara karakteristik peternak dengan infeksi virus ND ... Hubungan antara manajemen biosekuriti dengan infeksi virus ND ... Hubungan antara sanitasi dengan infeksi virus ND ... Hubungan antara isolasi dengan infeksi virus ND ... Hubungan antara lalu lintas ternak dengan infeksi virus ND ... Hubungan pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND ...

(13)

xii KESIMPULAN DAN SARAN ...

Kesimpulan ... Saran ...

32 32 32

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Definisi operasional peubah penelitian ... 15

2 Distribusi frekuensi karakteristik peternak sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 18

3 Distribusi frekuensi penerapan sanitasi di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 19

4 Distribusi frekuensi penerapan isolasi di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 20

5 Distribusi frekuensi lalu lintas di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 21

6 Hasil uji chi-square karakteristik peternak unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 22

7 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (sanitasi) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 25

8 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (isolasi) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 27

9 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (lalu lintas ) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang ... 30

10 Hasil uji chi-square pengetahuan peternakan unggas sektor IV

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil analisis distribusi frekuensi karakteristik peternak ... 37

2 Hasil analisis distribusi frekuensi sanitasi ... 38

3 Hasil analisis distribusi frekuensi isolasi ... 40

4 Hasil analisis distribusi frekuensi lalu lintas ternak ... 41

5 Hasil analisis distribusi frekuensi pengetahuan peternak ... 42

6 Hasil uji chi-square karakteristik peternak ... 43

7 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (sanitasi) ... 47

8 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (isolasi) ... 52

9 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (lalu lintas ternak) ... 57

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring peningkatan kesejahteraan masyarakat, meningkat pula kebutuhan

protein hewani. Sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat

berasal dari produk unggas, yaitu daging dan telur. Hal ini mengakibatkan

permintaan bahan makanan tersebut meningkat dan mendorong masyarakat untuk

memelihara ternak unggas. Jenis unggas yang dipelihara masyarakat adalah

broiler, layer dan kampung. Unggas merupakan ternak yang masa panennya cepat

dan pemeliharaannya relatif mudah dibandingkan hewan lainnya (Akoso 1998).

Jenis unggas yang banyak dipelihara masyarakat adalah jenis ayam

kampung karena mudah dipelihara secara sederhana atau yang sering disebut

peternakan unggas sektor IV (Sarwono 1999; Tarwiyah 2001). Sebagian besar

masyarakat memilih ayam kampung sebagai pekerjaan sampingan sehingga

pemeliharaannya tidak mendapatkan perhatian yang serius seperti unggas jenis

lainnya. Seperti diketahui, berdasarkan sistem produksinya, industri perunggasan

terbagi ke dalam empat sektor, yaitu peternakan unggas sektor I (integrated

industry), peternakan unggas sektor II (commercial production), peternakan

unggas sektor III (commercial production), dan peternakan sektor IV (backyard farm), akan tetapi peternakan unggas sektor III dan sektor IV memiliki kelemahan

sistem kesehatan hewan dibandingkan dengan peternakan unggas sektor I dan

sektor II (DEPTAN RI 2006). Cara pemeliharaan unggas sektor IV yang tidak

intensif dan sangat sederhana membuat ayam kampung rentan terhadap penyakit.

Penyakit yang biasa menyerang peternakan unggas sektor IV disebabkan oleh

virus. Virus merupakan parasit yang berukuran mikroskopis yang menginfeksi sel

organisme biologis atau disebut sel inang. Virus yang sering menyerang ayam

adalah virus Newcastle Disease (ND).

ND merupakan penyakit endemik Indonesia. Penyakit ini mempunyai

dampak penting dalam industri perunggasan karena menyebabkan penurunan

kuantitas produksi telur maupun kualitas, gangguan pertumbuhan, biaya

penanggulangan penyakit yang tinggi dan mendukung timbulnya penyakit

pernapasan lainnya (DISNAK 2010). Pemerintah telah banyak melakukan

(18)

biosekuriti, dan memberikan tata cara penanganan unggas yang sakit ataupun

yang mati dengan harapan meminimalisir kerugian akibat penyakit ini dengan

persentase kematian 10-100% (Muslim 2002). Kematian massal pun bisa terjadi

jika tidak tertangani dengan benar, kematian massal pada populasi ternak

khususnya unggas berdampak nyata menyebabkan ekonomi global goyah

(Cannell et al. 2008). ND sulit dikendalikan dan sampai saat ini belum diketahui

secara pasti faktor-faktor risiko pada peternakan unggas sektor IV.

Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang

terdiri atas tiga puluh kecamatan. Kecamatan yang banyak memelihara peternakan

unggas sektor IV adalah Kecamatan Cipunagara. Wilayah ini banyak disorot oleh

media karena adanya kasus ND, menurut Dinas Peternakan Kabupaten Subang

(2010) pada tahun 2010 terjadi 258 kasus unggas mati mendadak akibat ND. Oleh

karena itu penelitian ini dilakukan dengan fokus kajian faktor risiko terhadap

infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara

Kabupaten Subang.

Tujuan

1. Mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi virus ND pada

peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten

Subang.

2. Mengetahui besaran risiko (nilai risiko relatif) pada faktor risiko yang

secara signifikan berhubungan dengan infeksi virus ND pada peternakan

unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang.

Manfaat

1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai faktor risiko terhadap

infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV dalam praktek

peternakan.

2. Untuk Pemerintah Daerah menjadi dasar dalam melakukan intervensi

dalam pengelolaan ternak terkait pengendalian penyakit ND pada

peternakan unggas sektor IV serta mengetahui faktor-faktor risikonya.

3. Untuk Pemerintah Pusat, menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan

(19)

Hipotesis

Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H0 : Tidak ada hubungan antara karakteristik peternak, penerapan biosekuriti

dan pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND pada peternakan

unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang.

H1 : Ada hubungan antara karakteristik peternak, penerapan biosekuriti dan

pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND pada peternakan unggas

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Newcastle disease

Newcastle disease disebut juga penyakit tetelo atau avian

pneumoencephalitis. Penyakit ini juga memiliki nama lokal, diantaranya konoku

(Ghana bagian barat), twase obgo (Accra), nkoko yare (Volta), muzungo

(Monzabi), mbendeni (Xistwa), dan ranikhet (Asia). Penyakit ini dapat menyerang

semua jenis unggas, baik yang masih liar maupun yang sudah dibudidayakan

(Fadillah dan Polana 2005). ND merupakan penyakit viral bersifat kompleks yang

disebabkan oleh Avian paramyxovirus tipe-1 yang tergolong ke dalam genus

Rubulavirus dan family paramyxovirus. Famili ini tergolong ke dalam virus RNA

yang memiliki envelope serta memiliki sel target berupa sel epitel mukosa saluran

pernapasan atau pencernaan.

Secara umum, virus ini mempunyai ukuran besar, beramplop dan berbentuk

pleomorfik dengan diameter 150-300nm seperti pada Gambar 1. Virion terdiri dari

susunan nukleokapsid heliks yang berisi asam inti RNA rantai tunggal (ssRNA),

dikelilingi membran tipis yang terdiri dari lipid bilayer, lapisan protein, dan

glikoprotein yang berbentuk paku menonjol pada permukaan partikel

(Alexander 2003; Fenner dan Fransk 1995).

(21)

Menurut Herenda dan Franco (1996) ND terbagi atas 5 fenotipe berdasarkan

gejala klinisnya, yakni viscerotropic velogenic newcastle disease (VVND),

neurotropic velogenic newcastle disease (NVND), mesogenic, lentogenic respiratory, dan asymptomatic enteric. Viscerotropic velogenic newcastle disease

(VVND) merupakan bentuk akut yang menimbulkan mortalitas tinggi pada

unggas semua umur. Tipe ini juga dikenal dengan bentuk doyle yaitu dicirikan

dengan adanya lesio perdarahan pada saluran pencernaan. Gejala klinis yang

muncul antara lain unggas terlihat lesu, pembengkakan di daerah sekitar mata,

diare dengan feses berwarna hijau atau putih dapat bercampur dengan darah,

tortikolis, tremor otot serta paralisis kaki dan sayap.

Neurotropic velogenic newcastle disease (NVND) dikenal dengan bentuk

beach menimbulkan gejala klinis pada saluran pernapasan dan saraf yang dapat

menyebabkan mortalitas sampai 50% pada unggas dewasa dan sebesar 90% pada

unggas muda. Gejala klinis yang sering timbul adalah sesak napas, ngorok,

paralisis, dan tortikolis. Virus ND galur mesogenik hanya menyebabkan kematian

pada unggas muda yang dikenal dengan bentuk beaudette. Tingkat virulensi

bentuk ini kurang ganas dibandingkan bentuk beach. Virus ND galur lentogenik

memiliki gejala klinis yang bersifat ringan, tidak menimbulkan kematian pada

unggas dewasa dan biasanya banyak digunakan sebagai vaksin. Bentuk assymptomatic enteric merupakan bentuk yang tidak menunjukkan gejala klinis

dan gambaran patologis, tetapi ditandai dengan infeksi usus oleh virus-virus galur

lentogenik yang tidak menyebabkan penyakit (Alexander 2003).

Masa inkubasi penyakit ini beragam antar 2 – 15 hari, tergantung dari jenis

virus yang menginfeksi, umur dan status kekebalan unggas, infeksi dengan

organisme lain, kondisi lingkungan, dan jalur penularan (Fadilah dan Polana

2004). Unggas yang terinfeksi mempunyai peranan penting dalam penyebaran

penyakit dan sebagai sumber infeksi. Pada mulanya virus bereplikasi pada epitel

mukosa dari saluran pernapasan bagian atas dan saluran pencernaan, segera

setelah infeksi virus menyebar lewat aliran darah ke ginjal dan sumsum tulang

yang menyebabkan viremia sekunder. Kesulitan bernapas dan sesak napas timbul

akibat penyumbatan pada paru-paru dan kerusakan pada pusat pernapasan di otak.

Perubahan pasca mati meliputi pendarahan pada laring, trakhea, esophagus dan di

(22)

Pada tahun 1926, Indonesia merupakan negara pertama terjangkit ND,

tepatnya di pulau Jawa. Pada tahun yang sama dan ketika musim gugur virus ini

menyebar ke Inggris, dan pertama kali dilakukan pengamatan lebih lanjut di

Newcastle, sehingga penyakit ini disebut Newcastle Disease (Fenner dan Fransk

1995). Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya penyakit ini disuatu kawasan

peternakan unggas adalah dengan vaksinasi. Setiap peternakan mempunyai

program vaksinasi yang berbeda antara satu peternakan dengan peternakan

lainnya.

Pencegahan penyakit ND hanya bisa dilakukan dengan cara memberikan

vaksinasi. Vaksin ND dapat berasal dari virus tipe lentogenik, mesogenik, dan

velogenik. Menurut Fadillah dan Polana (2004) biasanya vaksin ND dibuat dari

virus jenis ringan (lentogenik) dan sedang (mesogenik). Tipe lentogenik

merupakan strain virus ND yang tingkat virulensi dan mortalitasnya rendah yang

terdiri dari strain B1 (hitcner), strain La Sota, dan strain F, starin Ulster 2C atau

Queensland V4 (Allan et al. 1978; Fadillah dan Polana 2005; Jeon et al. 2008).

Strain F memiliki sifat virulensi paling rendah daripada strain lentogenik lainnya

dan paling efektif jika dilakukan secara individu. Aplikasi strain B1 biasanya

dilakukan pada anak ayam yang baru berumur sehari atau Day Old Chick (DOC)

melalui air minum atau disemprotkan. Strain La Sota merupakan salah satu strain yang paling sering digunakan sebagai vaksin (Allan et al. 1978). Aplikasinya

dilakukan dengan cara disemprot (spray) dan bisa digunakan untuk vaksin

pertama atau sebagai booster (Fadillah dan Polana 2004).

Vaksin adalah bahan yang berasal dari mikroorganisme tertentu yang dapat

merangsang kekebalan tubuh terhadap penyakit yang disebabkan oleh

mikroorganisme tersebut. Bahan yang berisi organisme penyebab penyakit

tersebut jika dimasukkan ke dalam tubuh hewan tidak menimbulkan bahaya

penyakit tetapi masih dapat dikenali oleh sistem imun serta dapat merangsang

pembentukan kekebalan terhadap agen penyakit tersebut dan tindakan ini dikenal

dengan istilah vaksinasi (Kayne dan Jepson 2004).

Saat ini telah dikenal beberapa jenis vaksin, seperti vaksin aktif (lived),

inaktif (killed), subunit, dan vaksin DNA. Vaksin aktif merupakan vaksin yang

berasal dari virus aktif yang virulen maupun avirulen yang berarti virus dalam

(23)

antigen yang mati, biasanya dibuat dari virus virulen yang kemudian diinaktifkan

secara fisik maupun dengan menggunakan bahan-bahan kimia, tanpa merusak

imunogenitas virus tersebut (Kayne dan Jepson 2004). Untuk meningkatkan

imunogenitas vaksin inaktif biasanya ditambahkan adjuvant. Adjuvant merupakan

bahan yang dicampur dengan vaksin untuk meningkatkan respon imun, baik

humoral ataupun seluler, sehingga dengan demikian diperlukan jumlah antigen

yang lebih sedikit dan lebih rendah dosis yang diberikan (Fenner dan Fransk

1995). Pada umumnya, vaksin aktif lebih baik daripada vaksin inaktif, karena

dapat memberikan respon kekebalan yang lebih kuat dan dapat merangsang

produksi interferon (Tizard 2004). Vaksin subunit berasal dari virus yang telah

mengalami pemisahan antara protein dan asam nukleatnya (epitop) menggunakan

teknologi DNA rekombinan.

Vaksin yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu kemurnian,

keamanan, serta kemampuan untuk merangsang kekebalan terhadap penyakit pada

hewan. Suatu vaksin dikatakan memenuhi ketiga persyaratan tersebut jika dua

minggu setelah vaksinasi telah terbentuk antibodi dengan titer protektif. Proteksi

vaksin dapat dilakukan dengan uji tantang menggunakan virus yang memiliki

tingkat virulensi tinggi (Kayne dan Jepson 2004). Vaksin yang baik harus

memberikan proteksi lebih dari 95% terhadap hewan coba atau tidak lebih dari 5% hewan yang terinfeksi atau sakit. Keberhasilan vaksinasi sangat dipengaruhi

oleh status kesehatan unggas, keadaan nutrisi unggas, sanitasi lingkungan dan

sistem perkandangan, serta program vaksinasi yang baik (Akoso 1998).

Keuntungan pemberian vaksin adalah mencegah timbulnya gejala klinis dan

kematian, mengurangi keluarnya virus dari tubuh unggas serta mengurangi

populasi unggas yang rentan. Kelemahan vaksinasi adalah memerlukan waktu

sebelum kekebalan protektif tercapai, flok yang divaksinasi tidak memperlihatkan

gejala klinis sesudah terekspos, tetapi tetap dapat terinfeksi virus dan bertindak

sebagai reservoir (Rahardjo 2004).

Penyebaran penyakit ND di Indonesia pertama dilaporkan oleh Kreneveld di

Jakarta (1926), sejak saat itu kejadian penyakit ND dilaporkan dimana-mana.

Sampai sekarang belum satu daerah pun di Indonesia yang bebas dari penyakit ini

(24)

Biosekuriti

Biosekuriti adalah manajemen kesehatan lingkungan yang baik agar risiko

munculnya penyakit tidak terjadi. Menurut Hutchinson (2008) definisi dari

biosekuriti adalah serangkaian tahapan manajemen yang diambil untuk

melindungi masuknya agen infeksius ke dalam suatu kelompok ternak hewan.

Biosekuriti merupakan praktek manajemen dengan mengurangi potensi transmisi

perkembangan organisme seperti virus dalam menyerang hewan ternak. Jeffrey

(1997) mendefinisikan biosekuriti sebagai suatu rancangan untuk mencegah

penyebaran penyakit.

Penerapan biosekuriti sangat dibutuhkan dalam program keamanan pangan

ditingkat peternakan untuk menjamin mutu dan kesehatan hewan, memenuhi

keinginan konsumen dan memberikan keuntungan pada peternakan tersebut, serta

menjamin hewan lebih sehat (Hutchinson 2008). Biosekuriti juga penting untuk

mengendalikan dan mencegah berbagai penyakit unggas yang mematikan pada

peternakan. Sumber penyakit pada peternakan adalah orang, pegawai, dokter

hewan, supir, unggas yang baru masuk, peralatan yang tercemar atau yang masih

mengandung agen penyakit, vektor seperti rodensia, burung liar, insekta, dan juga

burung air (Carey et al. 2008).

Secara garis besar biosekuriti terdapat tiga komponen utama, yaitu sanitasi, isolasi, dan pengendalian lalu lintas. Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi

secara teratur terhadap bahan-bahan dan peralatan yang masuk ke dalam

peternakan dan di dalam peternakan. Isolasi merupakan pengurungan atau

pengandangan hewan dan juga pemisahan hewan sehat dengan yang sakit, dapat

diartikan penyediaan tempat khusus hewan agar ada pemisah untuk pencegahan

masuknya hewan lain masuk dalam lingkungan ternak. Sementara itu komponen

utama terakhir mempunyai arti mengendalikan lalu lintas manusia, unggas, hewan

lain, bahan, dan peralatan ke dan dari peternakan agar tidak terjadi kontaminan.

Pengendalian ini dapat mencakup larangan masuk terhadap orang yang tidak

berkepentingan ke dalam kandang, serta melakukan penyemprotan terhadap supir,

(25)

Biosekuriti pada peternakan unggas sektor IV

Peternakan unggas sektor IV merupakan satu dari empat sektor peternakan

unggas di Indonesia, sektor ini mempunyai sistem yang sangat terbuka dan tidak

melaksanankan tindakan biosekuriti sehingga mudah terserang penyakit. Secara

umum peternakan sektor IV tidak mengerti mengenai kesehatan hewan, hal ini

dapat terlihat dari sistem peternakannya yang masih tradisional. Sebagai contoh

unggas dibiarkan berkeliaran di kebun orang dengan pakan apa pun yang tersedia

dan tanpa adanya usaha pencegahan penyakit. Kondisi ini menjadikan unggas

berisiko tinggi dan rentan terhadap penyakit hewan menular. Berbagai jenis

penyakit menular di unggas telah dilaporkan di Indonesia. Selain kesehatan

hewan, hal lain yang terkait dengan kesehatan hewan dan juga tidak kalah penting

adalah biosekuriti.

Menurut Jeffrey (1997) biosekuriti yang dilakukan pada peternakan sektor

IV terdiri atas tiga kelompok besar, yaitu isolasi, pengawasan lalu lintas ternak,

dan sanitasi. Isolasi merupakan pengurungan atau pengandangan hewan dalam

satu lingkungan terkendali atau dapat diartikan dengan penyediaan pagar pemisah,

kandang, atau sangkar untuk menjaga hewan tidak lepas atau keluar, serta

mencegah masuknya hewan lain ke dalam lingkungan tersebut. Tindakan isolasi

meliputi:

1. Adanya pagar yang melindungi peternakan dari lingkungan luar.

2. Adanya jarak antara peternakan dengan rumah penduduk.

3. Adanya pemisah antara kandang unggas air dan kandang ayam, ternak

ataupun hewan kesayangan lainnya.

4. Adanya konstruksi kandang yang baik dan kokoh untuk melindungi

unggas air dari tikus, kecoa, burung liar ataupun hewan pengganggu

lainnya.

5. Adanya rentang waktu (2-4 minggu) ketika akan menyatukan unggas

air yang baru dengan unggas air yang lama.

Pengendalian diterapkan terhadap lalu lintas dari dan ke peternakan, serta dalam

peternakan itu sendiri. Pengendalian ini diterapkan pada manusia, unggas, hewan

lain, bahan, dan peralatan ternak. Tindakan pengawasan lalu lintas meliputi:

1. Pengawasan terhadap pengunjung.

(26)

3. Peternak tidak meminjam peralatan kandang.

4. Peternak tidak membawa unggas miliknya ke kandang tetangga atau

sebaliknya.

5. Isolasi terhadap unggas yang sakit.

6. Adanya tindakan desinfeksi terhadap pengunjung yang keluar masuk

area peternakan.

Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi, bahan-bahan, dan peralatan yang

masuk ke dalam peternakan dan didalam peternakan. Beberapa tindakan dalam

sanitasi meliputi:

1. Kebersihan tempat pakan.

2. Kebersihan tempat minum.

3. Kebersihan kandang.

4. Kebersihan peralatan kandang.

5. Kebersihan lingkungan kandang.

6. Kebersihan air minum (sumber air minum).

7. Kebersihan tempat penyimpanan pakan.

8. Adanya penguburan atau pembakaran unggas air yang mati.

Peternakan sektor IV mengambil lokasi kandang sangat berdekatan dengan

lingkungan masyarakat sehingga para peternak harus memahami pentingnya penerapan biosekuriti untuk menanggulangi penyebaran virus yang kemungkinan

berasal dari hewan ternak. Pola biosekuriti yang dapat diterapkan di peternakan

sektor IV diantaranya adalah menjaga kondisi ternak unggas agar selalu bersih,

pemberian pakan ternak yang memadai serta vaksinasi yang teratur. Hal yang

tidak kalah pentingnya adalah pemisahan unggas yang teridentifikasi sakit dengan

unggas yang sehat dan pengawasan terhadap hewan ternak yang baru. Menurut

Wolfgang (2008) isolasi terhadap unggas sakit akan menjaga agen penyakit tidak

menular ke unggas yang rentan dan mendukung proses penyembuhan unggas sakit

sekaligus meminimalkan dampak kerugian ekonomi.

Keberhasilan dalam upaya memutus rantai penularan penyakit sangat

mempengaruhi keberhasilan dalam pengendalian suatu penyakit (DEPTAN 2008).

Memotong hewan ternak merupakan upaya yang dapat dilaksanakan untuk

(27)

memotong ternak dilakukan dengan memperhatikan prosedur pemotongan sebagai

berikut:

1. Ayam yang akan disembelih dalam keadaan baik dan tidak dalam keadaan

lelah.

2. Ayam yang akan disembelih terlebih dahulu telah diistirahatkan selama

12-24 jam.

3. Ayam disembelih pada leher dengan memotong arteri karotis dan vena

jugularis agar darah keluar sempurna.

4. Pencabutan bulu dilakukan setelah ayam tersebut benar-benar mati.

5. Limbah sisa pemotongan (darah, bulu, kuku, dan kotoran) dibuang pada

tempat yang aman dengan cara dikubur.

Faktor risiko yang terkait dengan kejadian penyakit

Menurut DEPTAN (1993) peternakan unggas sektor IV mempunyai risiko

terjangkit virus ND yang tinggi, faktor-faktor risiko tersebut adalah karakteristik

peternak, sanitasi, isolasi, pengendalian lalu lintas ternak. Tim AI FKH IPB

(2005) menyebutkan faktor pengendalian lalu lintas, sanitasi (kebersihan kandang,

halaman kandang, tempat pakan dan minum) dan tindakan karantina dapat

dianggap sebagai faktor risiko (penyebab) yang cukup kuat terhadap kemungkinan pemaparan virus.

Menurut Siahaan (2007) peternakan yang tidak melakukan penanganan

terhadap kotoran unggas berisiko 5.13 kali lebih besar terpapar virus daripada

peternakan yang melakukan penanganan kotoran dengan baik (OR=5.13;

SK=2.827-9.297), begitu juga dengan unggas yang diumbar berisiko 6.35 kali

lebih terpapar virus daripada unggas yang tidak diumbar (OR=6.35;

SK=1.346-29.977). Masih menurut Siahaan (2007) peternakan yang dikelola tanpa

melakukan penguburan/ pembakaran terhadap unggas mati memiliki risiko

terpapar virus 15.63 kali lebih besar daripada peternakan yang melakukan

penguburan/ pembakaran terhadap unggas mati. Kehadiran hewan lain terutama

burung liar menyebabkan risiko pemaparan virus lebih besar daripada tidak ada

hewan lain masuk kandang (OR=16.94; SK=2.128-134.764). Kandang yang tidak

dibersihkan memberi peluang 12,44 kali lebih besar terpapar virus dibandingkan

(28)

yang kotor menyebabkan risiko terpapar virus 5 kali lbih besar daripada tempat

pakan yang bersih (OR=5.00; SK=1.581-15.817). Tempat minum yang kotor

menyebabkan risiko terpapar virus 4,85 kali lebih besar daripada tempat minum

(29)

BAHAN DAN METODE

Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai

berikut :

Peubah yang diamati :

Gambar 2 Kerangka konsep penelitian.

Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah studi cross-sectional. Penelitian ini

menggunakan kuisioner sebagai perangkat untuk mengukur faktor risiko terhadap

infeksi virus ND pada peternakan sektor IV. Adapun pengukuran infeksi virus ND

adalah berdasarkan uji HI (Hemmagglutinasion Inhibition) dengan nilai  24 menunjukkan bahwa peternakan yang diuji adalah terinfeksi virus ND.

Selanjutnya hubungan asosiasi diuji dengan uji chi-square untuk mengetahui

Seroprevalensi o Pembersihan tempat pakan

o Pembersihan tempat minum o Perlakuan terhadap kotoran o Cara pembersih kandang o Sumber air

 Isolasi

o Pemisahan unggas sakit o Pemisahan unggas baru o Pemisahan jenis

o Perlakuan terhadap unggas mati

 Pengawasan lalu lintas ternak

o Kandang berpagar

o Desain kandang bebas dari

tikus

o Desain kandang bebeas dari

(30)

hubungan antara faktor risiko dengan kejadian infeksi virus ND. Data yang

diperoleh dari hasil wawancara diolah dengan program SPSS 16.0 untuk

memudahkan perhitungan.

Peternakan unggas sektor IV yang terlibat sebanyak 448 peternakan.

Pertanyaan pada kuisioner terdiri dari karakteristik peternak, manajemen

biosekutiri yang terdiri atas sanitasi, isolasi, dan pengawasan lalu lintas hewan

serta diberi pertanyaan mengenai pengetahuan peternak yang meliputi aspek

pengenalan gejala klinis, hewan yang dapat terserang, cara penularan, dan cara

pelaporan jika ada unggas yang terinfeksi ND. Informasi mengenai peternakan

unggas sektor IV tersebut diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuisioner

terstruktur kepada pemilik atau penanggung jawab peternakan unggas sektor IV.

Dari keseluruhan responden, akan diambil peternakan yang tidak melakukan

vaksinasi ND pada ternaknya.

Sumber Data

Sumber data penelitian ini berasal dari hasil studi cross-sectional Kesehatan

Unggas Sektor IV yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Pertanian Bogor (FKH IPB) dengan Indonesian Dutch Partnership on Highly Pathogenic Avian Influenza Control (IDP-HPAI) pada bulan Desember tahun

2009.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan

Januari 2012 di laboratorium Epidemiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Sampel Penelitian

Kerjasama antara FKH IPB dengan Indonesian Dutch Partnership on

Highly Pathogenic Avian Influenza Control (IDP-HPAI) mengambil sampel

dengan sistem zona dengan sampel sejumlah 448 peternakan. Sampel peternakan

yang diambil dalam penelitian ini adalah peternak yang tidak melakukan vaksinasi

ND pada ternaknya. Dengan demikian maka dari total 448 sampel peternak,

besaran sampel yang dianalisis pada penelitian ini adalah sebanyak 181

(31)

Definisi Operasional

Tabel 1 Definisi operasional peubah penelitian

No. Peubah Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Skala

1 Infeksi virus ND Keberadaan antigen virus ND 2= Tidak terinfeksi(titer <24) 2 Pendidikan Tingkat pendidikan peternak

ketika melakukan kegiatan beternak mulai dari tidak sekolah sampai perguruan tinggi.

Kuisioner Wawancara Nominal

1= Minimal lulus SMP 2= Maksimal lulus SD

3 Umur peternak Umur peternak ketika melakukan kegiatan beternak

Kuisioner Wawancara Nominal 1=40 2= >40 4 Alasan

pemeliharaan ternak

Tujuan dilakukannya kegiatan beternak oleh peternak

Kuisioner Wawancara Nominal 1= Utama 2= Sambilan 5 Pengalaman

beternak

Lamanya beternak Kuisioner Wawancara Nominal

1=10tahun 2=<10tahun 6 Pembersihan

kandang

Frekuensi pembersihan kandang Kuisioner Wawancara 1=Beberapa kali seminggu 2=Beberapa minggu sekali 7 Pembersihan

tempat pakan

Periode pembersihan tempat pakan

Kuisioner Wawancara 1=Beberapa kali seminggu 2=Beberapa minggu sekali 8 Pembersihan

tempat minum

Periode pembersihan tempat minum

Kuisioner Wawancara 1=Beberapa kali seminggu 2=Beberapa minggu sekali 9 Perlakuan kotoran Tindakan terhadap kotoran yang

dihasilkan unggas

Kuisioner Wawancara 1= Dikumpulkan/ dibakar 2= Dibuang

10 Cara pembersihan kandang

Tata cara pembersihan kandang Kuisioner Wawancara 1= Disapu/ dicuci 2= Tidak dibersihkan 11 Sumber air Asal air untuk keperluan ternak Kuisioner Wawancara 1= Sumur/ PAM

2= Sungai 12 Pemisahan unggas

sakit

Perlakuan unggas yang sakit Kuisioner Wawancara 1= Dipisahkan 2= Tidak dipisahkan 13 Pemisahan unggas

baru

Perlakuan unggas yang baru pada peternakan

Kuisioner Wawancara 1=Dipisahkan 2=Tidak dipisahkan 14 Pemisahan jenis Pemisahan berdasar jenis yang

ada dikandang

Kuisioner Wawancara 1=Dipisahkan 2=Tidak dipisahkan 15 Perlakuan unggas

mati

Penanganan terhadap unggas yang menunjukkan gejala sakit ketika dikandang

Kuisioner Wawancara 1=Dikubur/ dibakar 2= Dibuang

16 Kandang berpagar Ada tidaknya pagar disetiap peternakan yang menjadi sampel

Kuisioner Wawancara 1=Ya 2=Tidak 17 Desain kandang

bebas tikus

Desain kandang yang terbebas dari ancaman tikus

Kuisioner Wawancara 1=Ya 2=Tidak 18 Desain kandang

bebas burung liar

Desain kandang yang terbebas dari burung liar

Kuisioner Wawancara 1=Ya 2=Tidak 19 Pengetahuan

peternak

Pengetahuan peternak mengenai manajemen biosekuriti yang meliputi aspek pengenalan gejala klinis, hewan yang dapat terserang, cara penularan, dan cara pelaporan

(32)

Analisis Data

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji chi-square dan

penentuan nilai risiko relatif (RR) masing-masing peubah untuk mengukur derajat

asosiasi antara faktor risiko karakteristik peternak, manajemen biosekuriti, dan

pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND. Uji chi-square menggunakan

rumus :

Jika χ2hitung > χ2tabel, maka terdapat hubungan antara karakteristik peternak,

manajemen biosekuriti, dan pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND.

Penentuan nilai RR dihitung pada tabel silang 2 x 2 dan rumus sebagai berikut : Status Infeksi

Faktor

+ -

+ a B (a+b)

- c D (c+d)

(a+c) (b+d)

Var {ln(RR)}= Selang kepercayaan 95%,

Program SPSS 16.0 digunakan untuk memudahkan perhitungan χ2dan RR.

χ2

= Σ(|0bs - Exp| - 0,5)

2

Exp

RR =

a

(a+b)

c

(c+d)

b

+

d

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini disajikan dalam analisis univariat untuk mengetahui

distribusi frekuensi setiap faktor risiko terhadap infeksi virus Newcastle Disease

(ND) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten

Subang. Terdapat tiga peubah yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama

adalah karakteristik peternak yang meliputi tingkat pendidikan, umur peternak,

alasan beternak, dan pengalaman beternak. Peubah yang kedua adalah manajemen

biosekuriti yang meliputi tiga komponen utama. Komponen pertama adalah

sanitasi (pembersihan kandang, pembersihan tempat pakan, pembersihan tempat

minum, penanganan kotoran, bagaimana cara pembersihannya dan sumber air).

Komponen yang kedua adalah isolasi (pemisahan unggas sakit, pemisahan unggas

baru, pemisahan berdasarkan spesies, dan perlakuan unggas mati). Komponen

ketiga adalah lalu lintas ternak (apakah peternakan tersebut mempunyai pagar atau

tidak, apakah desain kandang peternak bisa terhindar dari masuknya tikus dan

masuknya burung liar). Peubah ketiga adalah pengetahuan peternak mengenai

biosekuriti.

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan

antara karakteristik peternak, faktor manajemen biosekuriti ternak dan

pengetahuan peternak terhadap infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor

IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang. Analisa dilakukan dengan

menggunakan uji chi-square dan pendugaan nilai risiko relatif (RR) setiap faktor

tersebut untuk mengukur derajat asosiasi antara semua faktor risiko dengan

infeksi virus ND di peternakan unggas sektor IV.

Analisa Univariat

Karakteristik Peternak Unggas Sektor IV

Peternak dengan pendidikan minimal lulus SMP sebanyak 102 peternak

(56.4 %) dan dengan pendidikan maksimal lulus SD adalah sebanyak 79 peternak

(43.6 %), hasil disajikan pada Tabel 2. Pada Tabel 2, umur peternak  40 tahun sebanyak 108 peternak (59.7 %). Sedangkan peternak dengan umur lebih dari 40

(34)

Tabel 2 Distribusi frekuensi karakteristik peternak sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang

No

Karakteristik Jumlah Persentase (%)

1. Pendidikan

Minimal lulus SMP

Maksimal lulus SD

102

Bukan penghasilan utama

24

Sebagian besar peternak mempunyai alasan sebagai bukan penghasilan

utama yaitu sebanyak 157 peternak (86.7 %) dan yang merupakan penghasilan

utama yaitu sebanyak 24 peternak (13.3 %), hasil ditunjukkan pada Tabel 2.

Peternak yang memiliki pengalaman beternak kurang dari sepuluh tahun adalah

sebanyak 101 peternak (55.8 %) dan yang lebih dari sepuluh tahun adalah sebanyak 80 peternak (44.2 %), hasil ditunjukkan pada Tabel 2.

Penerapan Biosekuriti Sanitasi

Sanitasi dibagi menjadi enam kategori, yaitu pembersihan kandang,

pembersihan tempat pakan, pembersihan tempat minum, perlakuan terhadap

kotoran, cara pembersihan kandang, dan sumber air. Data mengenai sanitasi

disajikan pada Tabel 3. Peternak yang melakukan pembersihan kandang beberapa

kali dalam seminggu adalah sebanyak 99 peternak (54.7 %), peternak yang

melakukan pembersihan kandang beberapa minggu sekali sebanyak 35 peternak

(19.3 %) dari total 134 peternak yang mempunyai kandang untuk ternaknya.

Untuk pembersihan tempat pakan didapatkan 104 peternak (57.5 %) yang

melakukan pembersihan tempat pakan beberapa kali dalam seminggu. Peternak

yang melakukan pembersihan tempat pakan beberapa minggu sekali adalah

sebanyak 49 peternak (27.1 %) dari total 153 peternak yang mempunyai tempat

(35)

Tabel 3 Distribusi frekuensi penerapan sanitasi di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang

No Sanitasi Jumlah Persentase (%)

1. Pembersihan kandang

 Beberapa kali dalam seminggu

 Beberapa minggu sekali 2. Pembersihan tempat pakan

 Beberapa kali dalam seminggu

 Beberapa minggu sekali 3. Pembersihan tempat minum

 Beberapa kali dalam seminggu

 Beberapa minggu sekali 4. Perlakuan terhadap kotoran

 Dikumpulkan/ dikubur

 Dibuang

5. Bagaimana cara pembersihan kandang

 Disapu/ dicuci

Sementara itu pembersihan tempat minum yang dilakukan peternak

beberapa kali dalam seminggu sebanyak 86 peternak (47.5 %), peternak yang

melakukan pembersihan tempat minum beberapa minggu sekali sebanyak 10

peternak (5.5 %) dari total 96 peternak yang mempunyai tempat minum sendiri

untuk ternaknya (Tabel 3). Untuk perlakuan kotoran unggas, sebanyak 120

peternak (66.3 %) mengumpulkan/ mengubur kotoran unggas, dan sebanyak 61

peternak (33.7 %) yang membuang kotoran unggas dari sebanyak 181 peternak

(Tabel 3). Sebagian besar peternak sudah mengerti bagaimana perlakuan terhadap

kotoran, sehingga lebih banyak peternak yang mengumpulkan/ mengubur kotoran

ternak.Cara pembersihan kandang dengan disapu atau dicuci (pemberian

disinfektan) adalah sebesar 168 (92.8 %) dan yang tidak dibersihkan adalah sebesar 13 peternak (7.2 %). Sumber air yang berasal dari sumur sebanyak 123

peternak (68.0 %) dan yang dari sungai sebanyak 58 peternak (32.0 %) dari

keseluruhan 181 peternak (Tabel 3).

Isolasi

Gambaran mengenai distribusi frekuensi manajemen biosekuriti untuk

(36)

yang baru, pemisahan unggas berdasar jenis, dan perlakuan terhadap unggas mati

(Tabel 4).

Tabel 4 Distribusi frekuensi penerapan isolasi di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang

Jumlah peternak yang memisahkan unggas yang sakit adalah sebanyak 27

peternak (14.9 %) dan yang tidak memisahkan unggas yang sakit adalah sebanyak

154 peternak (85.1 %) dari keseluruhan responden (Tabel 4). Pemisahan terhadap

unggas baru dilakukan oleh peternak sebanyak 28 peternak (15.5 %) dan peternak

yang tidak melakukan pemisahan terhadap unggas baru adalah 153 orang (84.1 %)

dari 181 peternak (Tabel 4). Pada peternakan sektor IV di Cipunagara ini belum

banyak yang memisahkan unggas baru dengan unggas lama.

Kategori isolasi selanjutnya adalah pemisahan kandang unggas berdasarkan

jenisnya. Peternak yang melakukan pemisahan kandang unggas berdasarkan

jenisnya adalah sebanyak 11 orang (6.1 %) dan yang tidak melakukan pemisahan

kandang unggas berdasarkan jenisnya adalah sebanyak 71 peternak (39.2 %) dari

82 peternak yang melakukan pemisahan kandang unggas berdasar jenisnya (Tabel

4). Pemisahan kandang unggas berdasarkan jenisnya perlu dilakukan untuk

mencegah tertularnya agen dari satu jenis ke jenis lain yang lebih rentan. Para

peternak unggas sektor IV di Cipunagara ini masih belum banyak yang

melakukan pemisahan berdasarkan jenis. Pada Tabel 4 menunjukkan unggas mati

yang dikubur adalah sebanyak 70 peternak (38.7 %) dan jumlah peternak yang

membuang unggas mati adalah sebanyak 111 peternak (61.3 %). Penguburan

ternak yang mati penting dilakukan agar agen penyakit tidak menyebar.

No Isolasi Jumlah Persentase (%)

1. Pemisahan Unggas Sakit

 Ya

 Tidak

2. Pemisahan unggas yang baru

 Dipisahkan

 Tidak dipisahkan 3. Pemisahan jenis

 Dipisahkan

 Tidak dipisahkan

4. Perlakuan Terhadap Unggas Mati

(37)

Lalu lintas ternak

Lalu lintas ternak dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kandang berpagar,

desain kandang terhindar dari hama tikus dan desain kandang sudah dapat

melindungi kandang dari masuknya burung liar (Tabel 5). Peternakan dengan

kandang yang diberi pagar adalah sebanyak 19 peternak (10.5 %) dan kandang

yang tidak diberi pagar adalah sebanyak 162 peternak (89.5 %) seperti yang

disajikan pada Tabel 5.

Terdapat 73 peternak (40.3 %) yang desain kandangnya dapat terhindar dari

masuknya tikus dan 108 peternak (59.7 %) yang desain kandangnya tidak dapat

terhindar dari masuknya tikus (Tabel 5).

Tabel 5 Distribusi frekuensi lalu lintas di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang

No Lalu lintas ternak Jumlah Persentase (%)

1. Kandang berpagar  Ya

 Tidak

2. Desain kandang mencegah tikus masuk  Ya

 Tidak

3. Desain kandang mencegah burung liar masuk  Ya

Sementara itu desain kandang peternak yang dapat terhindar dari masuknya

burung liar ke kandang adalah sebanyak 76 peternak (42.0 %), dan kandang yang

tidak dapat terhindar dari masuknya burung liar ke kandang adalah sebanyak 105

peternak (58.0 %) dari total responden 181 peternak (Tabel 5).

Pengetahuan Peternak

Jumlah peternak dengan pengetahuan tentang peternakan yang baik berjumlah 102 peternak (56.4 %) dan pengetahuan peternak yang kurang baik

adalah 79 peternak (43.6 %). Pada peternakan unggas sektor IV ini sudah banyak

(38)

Analisa Bivariat

Berdasarkan kerangka konsep akan dilihat hubungan antara karakteristik

peternak, penerapan manajemen biosekuriti, dan pengetahuan peternak dengan

infeksi virus ND pada unggas. Uji chi-square digunakan untuk melihat hubungan

antara faktor risiko karakteristik peternak, manajemen biosekuriti, dan

pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND. Untuk mengetahui nilai hubungan

faktor-faktor diatas dilakukan pendugaan nilai risiko relatif (RR) pada selang

kepercayaan (confidence interval) 95 %.

Hubungan Antara Karakteristik Peternak dengan Infeksi Virus ND

Karakteristik peternak dibagi menjadi empat kategori, yaitu pendidikan

peternak, umur peternak, alasan beternak, dan pengalaman beternak yang disajikan pada Tabel 6. Sebagian besar peternakan unggas yang peternaknya

berpendidikan minimal lulus SMP mempunyai persentase terinfeksi virus ND

sebesar 19.6 %, sedangkan peternakan unggas yang terinfeksi virus ND yang

peternaknya berpendidikan minimal lulus SD adalah sebesar 20.3 %.

Tabel 6 Hasil uji chi-square karakteristik peternak unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang

Peubah (karakteristik peternak)

Status infeksi

P RR SK 95%

Terinfeksi Tidak terinfeksi

n % n %

1. Pendidikan

 Minimal lulus SMP

(39)

Pendidikan peternak (Tabel 6), didapatkan bahwa peternakan unggas yang

dikelola peternak dengan tingkat pendidikan minimal lulus SMP terjadi infeksi

virus ND sebesar 19.6 % dan peternakan unggas yang dikelola peternak dengan

tingkat pendidikan maksimal lulus SD yang terinfeksi virus ND adalah sebesar

20.3 %. Berdasarkan uji chi-square hubungan antara pendidikan peternak dengan

peternakan yang terinfeksi virus ND tidak menunjukkan hubungan yang

signifikan. Hasil pada penelitian ini berbeda dengan hasil kajian Tim AI FKH IPB

(2006) bahwa peternak yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi akan

menerapkan cara beternak dan orientasi kegiatan usaha lebih baik dibandingkan

dengan pendidikan yang lebih rendah.

Untuk kategori umur peternak (Tabel 6), didapatkan bahwa peternakan

unggas yang dikelola peternak dengan umur  40 tahun terjadi infeksi virus ND sebesar 15.7 % dan peternakan unggas yang dikelola peternak dengan umur > 40

tahun yang peternakannya terinfeksi virus ND adalah sebesar 26.0 %.

Berdasarkan uji chi-square hubungan antara umur peternak dengan peternakan

unggas yang terinfeksi virus ND tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.

Menurut Tim AI FKH IPB (2006) bahwa peternak dengan umur muda adalah

masa produktif, tentu akan semakin mudah mengadopsi berbagai inovasi

(pengetahuan, keterampilan, manajemen dan teknologi) terkait dalam kegiatan

usahanya sehingga akan lebih baik menghasilkan kinerja yang maksimal.

Kategori selanjutnya adalah alasan pemeliharaan ternak. Peternak yang

mempunyai alasan utama untuk beternak yang peternakannya terinfeksi virus ND

adalah sebesar 20.8 % dan peternakan yang dikelola oleh peternak dengan tujuan

beternak sambilan terdapat infeksi virus ND sebesar 19.7 % (Tabel 6).

Berdasarkan uji chi-square hubungan antara alasan beternak dengan peternakan

yang terinfeksi virus ND tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.

Seharusnya alasan beternak yang utama mempengaruhi perlakuan terhadap

ternaknya dan mendapatkan hasil yang lebih baik daripada sebagai usaha

sambilan, seperti yang diungkapkan Tim AI FKH IPB (2006) bahwa alasan

peternak menjalankan peternakannya berpengaruh terhadap cara memperlakukan

hewan ternaknya, apabila merupakan penghasilan utama maka para peternak akan

lebih baik dalam manajemen ternaknya dibandingkan yang bukan merupakan

(40)

Peternakan yang dikelola oleh peternak yang mempunyai pengalaman

beternak lebih dari 10 tahun terinfeksi virus ND sebesar 12.5 % dan peternakan

yang dikelola oleh peternak dengan pengalaman kurang dari 10 tahun terinfeksi

virus ND sebesar 25.7 % (Tabel 6). Faktor pengalaman beternak menunjukkan

hubungan yang signifikan terhadap infeksi virus ND pada hewan ternak. Besarnya

nilai risiko relatif (RR) faktor tersebut adalah 2.057 (SK 95 %; 0.249-0.947).

Dalam kurun waktu 10 tahun peternak di Kecamatan Cipunagara ini telah

mempelajari hal-hal yang berkaitan tentang peternakan, dan secara otomatis

mendapatkan bekal dari pemerintah daerah ataupun dari pengalaman peternak lain

sehingga infeksi virus ND dapat diminimalisir. Penelitian ini sesuai dengan kajian

Tim AI FKH IPB (2006) bahwa peternak yang memiliki pengalaman beternak

lebih dari sepuluh tahun akan mampu menangani peternakannya dengan lebih

baik, karena selama menjalankan peternakannya banyak permasalahan dan sudah

dapat diatasi bermodal pengalaman.

Hubungan Antara Manajemen Biosekuriti dengan Infeksi Virus ND Hubungan Antara Sanitasi dengan Infeksi Virus ND

Sanitasi dibagi menjadi enam kategori, yaitu pembersihan kandang,

pembersihan tempat pakan, pembersihan tempat minum, perlakuan terhadap kotoran, cara pembersihan kandang, dan sumber air. Peternakan unggas sektor IV

dengan kandang yang dibersihkan beberapa kali dalam seminggu terdapat unggas

yang terinfeksi virus ND adalah sebesar 20.2 % dan unggas pada peternakan

dengan kandang yang dibersihkan beberapa minggu sekali yang terinfeksi virus

ND adalah sebesar 22.9 %. Kandang dengan pembersihan tempat pakan yang

dilakukan peternak beberapa kali dalam seminggu terdapat infeksi virus ND pada

unggas adalah sebesar 16.3 % dan unggas pada peternakan dengan kandang yang

dibersihkan beberapa minggu sekali terdapat unggas yang terinfeksi virus ND

adalah sebesar 24.5 %. Peternak yang melakukan pembersihan tempat minum

beberapa kali dalam seminggu pada kandang terdapat unggas yang terinfeksi virus

ND adalah sebesar 20.9 % dan peternakan unggas dengan pembersihan tempat

minum yang dilakukan oleh peternak beberapa minggu sekali yang terinfeksi

virus ND sebesar 20.0 %. Hasil dari hubungan antara sanitasi dengan infeksi virus

(41)

Tabel 7 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (sanitasi) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang

Peubah (sanitasi)

 Beberapa kali seminggu

 Beberapa minggu sekali 20 8 2. Pembersihan tempat pakan

 Beberapa kali seminggu

 Beberapa minggu sekali

17 3. Pembersihan tempat minum

 Beberapa kali seminggu

 Beberapa minggu sekali

 4. Perlakuan terhadap kotoran

 Dikumpulkan/ dikubur 5. Cara pembersihan kandang

 Disapu/ dicuci

ini tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap infeksi virus ND.

Pembersihan kandang yang rutin akan menjaga kandang tetap bersih dan terhindar

dari penyakit. Selain pembersihan kandang, pembersihan tempat pakan dan

tempat minum juga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap infeksi

virus ND pada unggas sektor IV. Kandang kotor memberi peluang 12 kali lebih

besar terpapar penyakit akibat virus dibandingkan dengan kandang bersih, tempat

pakan yang kotor memberi peluang 5 kali lebih besar terpapar penyakit akibat

virus dibandingkan tempat pakan yang bersih, sedangkan tempat minum yang

kotor menyebabkan risiko pemaparan penyakit akibat virus 4.85 kali lebih tinggi

daripada tempat minum yang dibersihkan (Siahaan 2007).

Infeksi virus ND pada unggas yang peternaknya mengumpulkan atau

mengubur kotoran unggas adalah sebesar 18.3 % dan unggas yang kotorannya

dibuang yang terinfeksi virus ND adalah sebesar 23.0 % (Tabel 7). Berdasarkan

(42)

virus ND tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Perlakuan terhadap

kotoran harus tetap diperhatikan, sebab kotoran dapat menjadi sumber penularan

penyakit jika tidak dikelola dengan baik (Soejoedono et al. 2005).

Besarnya persentase infeksi virus ND pada unggas yang terjadi pada

peternakan yang cara pembersihan kandangnya dengan disapu atau dicuci

(pemberian disinfektan) adalah sebesar 20.2 % dan persentase infeksi virus ND

pada peternakan yang tidak membersihkan kandang sebesar 15.4 % (Tabel 7).

Hasil uji chi-square tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara cara

pembersihan kandang dengan infeksi virus ND pada unggas. Menurut Gernat

(2000) pencucian kandang dengan disinfektan merupakan hal yang sangat penting

untuk menjaga biosekuriti dari agen-agen penyakit. Penggunaan disinfektan harus

memperhatikan kandungan disinfektan tersebut sehingga tidak salah

penggunaannya dan sesuai dengan syarat disinfektan yang baik yaitu aman,

efektif dan efisien (Smith 2001).

Unggas dari peternakan dengan sumber air dari sumur/ PAM yang terinfeksi

virus ND adalah sebesar 19.4 % dan unggas dari peternakan yang sumber airnya

dari sungai/ selokan yang terinfeksi adalah sebesar 21.1 % (Tabel 7). Berdasarkan

hasil uji chi-square bahwa faktor risiko sumber air tidak menunjukkan hubungan

yang signifikan terhadap infeksi virus ND pada unggas. Air harus diperhatikan sumbernya agar dapat mencegah pencemaran yang ada dalam air. Air merupakan

kebutuhan vital untuk keberlangsungan peternakan, tetapi juga dapat menjadi

sumber penyakit (Soejoedono dan Handharyani 2005).

Hubungan Antara Isolasi dengan Infeksi Virus ND

Manajemen biosekuriti isolasi dibagi menjadi empat kategori, pemisahan

unggas sakit, pemisahan unggas yang baru, pemisahan unggas berdasar jenis, dan

perlakuan terhadap unggas mati disajikan pada Tabel 8. Unggas pada peternakan

yang melakukan pemisahan terhadap unggas sakit yang terinfeksi virus ND adalah

sebesar 40.7 % dan unggas pada peternakan yang tidak melakukan pemisahan

unggas sakit yang terinfeksi virus ND adalah sebesar 16.2 %. Hasil uji chi-square

yang tersaji pada Tabel 8 menunjukkan hubungan yang signifikan antara faktor

(43)

uji, nilai risiko relatif (RR) faktor tersebut 2.50 (SK 95 % ; 1.406-4.479). Hal ini

berarti bahwa peternak yang membiarkan unggas yang diketahui sakit tetap

berada pada kandang bersama dengan unggas sehat lainnya berisiko terinfeksi

virus ND 2.5 kali lebih besar daripada peternak yang memisahkannya. Peternakan

unggas sektor IV sebagian besar tidak melakukan pemisahan unggas sakit, hal ini

dikarenakan kurangnya pengetahuan peternak akan ciri-ciri hewan sakit. Unggas

sakit dapat menjadi sumber penyakit berbahaya bagi unggas sehat yang

berdekatan, oleh karena itu unggas yang sakit harus dikeluarkan dan dipisahkan

sejauh mungkin dari kandang unggas yang sehat sehingga tidak menulari unggas

yang sehat (Hanson 2008).

Tabel 8 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (isolasi) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang

Peubah (isolasi)

1. Pemisahan unggas sakit

 Dipisahkan 2. Pemisahan unggas baru

 Dipisahkan 4. Perlakuan unggas mati

 Dikubur/ dibakar

Persentase unggas pada peternakan yang melakukan pemisahan terhadap

unggas baru yang terinfeksi virus ND adalah sebesar 21.4 % dan persentase

unggas pada peternakan yang tidak melakukan pemisahan unggas baru yang

terinfeksi adalah sebesar 19.6 % (Tabel 8). Hasil uji chi-square faktor pemisahan

unggas baru tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap infeksi virus

ND pada unggas. Peternakan unggas sektor IV sebagian besar tidak melakukan

pemisahan unggas baru dikarenakan jarang peternak yang membeli unggas untuk

(44)

Pemisahan unggas baru pada prinsipnya adalah mencegah unggas baru

membawa agen penyakit atau mencegah unggas baru menjadi sakit akibat tertular

agen penyakit dari unggas lama. Unggas baru sebaiknya diisolasi terlebih dahulu

untuk meminimalisir risiko diatas. Sebelum unggas dikeluarkan dari tempat

isolasi, harus dipastikan bahwa unggas-unggas dalam keadaan sehat dan jika ada

unggas yang mati haruslah dimusnahkan. Pemisahan sebaiknya dilakukan selama

minimal 2 minggu dan jika terlihat sakit harus dipisahkan (Zainuddin dan

Wibawan 2007).

Besarnya persentase unggas yang terinfeksi virus ND pada peternakan yang

melakukan pemisahan unggas menurut jenis adalah sebesar 9.1 % dan unggas

pada peternakan yang tidak melakukan pemisahan unggas menurut jenis yang

terinfeksi virus ND adalah sebesar 21.1 % (Tabel 8). Hasil uji chi-square faktor

pemisahan unggas berdasarkan jenis tidak menunjukkan hubungan yang

signifikan terhadap infeksi virus ND pada unggas.

Pemisahan unggas berdasarkan jenisnya yang berbeda harus ditempatkan

pada kandang yang berbeda, tidak disatukan dengan jenis lain. Menurut Grimes

dan Jackson (2001) dengan adanya jenis unggas lain unggas berisiko terkena

penyakit lebih tinggi, dalam program dan prosedur biosekuriti dilakukan

pemisahan unggas terhadap jenis unggas lain, spesies bukan unggas dan hewan lainnya untuk mencegah terjadinya penularan penyakit.

Unggas pada peternakan yang pengelolanya melakukan penguburan atau

pembakaran terhadap unggas mati terinfeksi virus ND sebesar 22.9 % dan unggas

pada peternakan yang pengelolanya membuang unggas mati dengan persentase

infeksi virus ND adalah sebesar 18.0 %. Hasil uji chi-square tidak menunjukkan

hubungan yang signifikan antara faktor perlakuan ternak mati dengan infeksi virus

ND pada unggas. Pada penelitian ini, peternakan sektor IV di Kecamatan

Cipunagara sebagian besar jika peternak melihat unggas mati akan segera di bakar

atau dikubur karena takut akan tertular penyakit yang menjadi penyebab

ternaknya mati.

Menurut Ryder (2005) dan Damron (2006) salah satu bagian terpenting

dalam biosekuriti adalah unggas yang mati harus dikubur atau dibakar. Mengubur

atau membakar bangkai ternak harus dilakukan pada tempat khusus yang jauh dari

(45)

tempat mengubur atau membakar sekurang-kurangnya memiliki kedalaman 1.3

meter dan ditutup tanah serta ditaburi kapur. Membakar bangkai ternak juga dapat

dilakukan dengan menggunakan insinerator (Bagindo 2007).

Hubungan Antara Lalu Lintas Ternak dengan Infeksi Virus ND

Lalu lintas ternak dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kandang berpagar,

desain kandang terhindar dari hama tikus dan desain kandang sudah dapat

melindungi kandang dari masuknya burung liar (Tabel 9).

Unggas yang terinfeksi virus ND pada peternakan yang berpagar adalah

sebesar 21.1 % dan unggas yang terinfeksi virus ND pada peternakan yang tidak

mempunyai pagar adalah sebesar 19.8 %. Hasil uji chi-square tidak menunjukkan

hubungan yang signifikan antara kandang berpagar dengan infeksi virus ND pada

unggas. Peternakan sejatinya perlu adanya pagar untuk membatasi lalu lintas pada

peternakan, sehingga risiko terkena agen penyakit dapat berkurang. Pada

peternakan unggas sektor IV ini mempunyai luas yang kecil, sehingga pagar

digunakan untuk pencegahan unggas keluar dari kandang. Pemberian pagar pada

kandang dilakukan untuk mencegah masuknya hewan lain atau orang yang dapat

menyebarkan penyakit atau dapat juga mencegah keluarnya unggas dari

lingkungan peternakan (DEPTAN 1993).

Tabel 9 Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (lalu lintas ) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang

Peubah (lalu lintas) 2. Desain kandang bebas dari

tikus 3. Desain kandang bebas dari

Gambar

Gambar 1  Skematis virus ND. (FAO 2004)
Gambar 2 Kerangka konsep penelitian.
Tabel 1 Definisi operasional peubah penelitian
tabel, maka terdapat hubungan antara karakteristik peternak,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahwasanya sebuah produk pemikiran hukum Islam seperti fiqh merupakan sebuah hasil interaksi intelektual sekaligus sosial ulama yang merumuskannya.Dalam hal ini, hasil

Pembakaran terbuka  tidak dianjurkan karena berbahaya, batas pandangan tidak jelas, dan angin dapat menyebarkan limbah ke sekitarnya kemana-mana. Jika pembakaran

Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Tata Kerja Dinas Perhubungan Kabupaten Lumajang mengalami perubahan, sehingga Rencana strategis Dinas Perhubungan

Sedangkan Tujuan dari pemikiran pembaharuan Islam Nurchalis Madjid pada intinya adalah Umat Islam mampu bersikap terbuka kepada seluruh ajaran agama dalam arti

Berhipotesis bahwa gaya moral perempuan tidak lebih valid dari gaya moral laki-laki (pandangan khas feminis awal) Gilligan mengklaim bahwa karena kebanyakan ahli dalam

Kemudian beberapa hal yang harus diperhatikan dalam produksi calon induk ikan bandeng di KJA antara lain penempatan keramba harus di lokasi perairan yang bebas dari

Perpusnas dalam rencana kerja pengembangan e-library 2010-2014 memfokuskan pada integrasi pangkalan data dari sebanyak mungkin dari seluruh perpustakaan di Indonesia. Hal ini

Selama observasi yang dilakukan oleh peneliti dan dari data- data yang peneliti dapatkan, bahwa di food and beverage service Nirwana Gardesn Resort memiliki