• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Belang Toraja pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Belang Toraja pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

3 ABSTRACT

Body Size of Toraja Spotted Buffalo in Different Sex and Age Ardi, S., Komariah, and H. Nuraini

This research was use secondary data of 267 Spotted Buffalos that taken from Sanggalangi Sub-District, North Toraja District which supposed to compare chest girth, body length and body weight of male and female Spotted Buffalo in different age class. Those data were processed by using Randomized Block Design. The treatments were include male and female sexes and also five age classes, those are < 1, 1, 1-3, 3-5 and > 5 years. Repetition total was unbalance. If those data have significant differences, those data then processed by Duncan Test. Observed variables included body length, chest girth and body weight. Body weight was gotten from estimation based on linear regression equation (Putra, 1985). The result showed that age and sex had a significant effect to body measurement of Toraja Spotted Buffalo which included body length, chest girth and body weight (P<0,05). The average of body length gradually increased along with age. The older spotted buffalo was langer than the younger in the same or different sex. In each same age class, body measurement of male Toraja Spotted Buffalo was higher than the female. But in age class of > 5 year, average body measurement of female Spotted Buffalo would be higher than male Spotted Buffalo.

(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kerbau Belang termasuk jenis kerbau rawa yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau Belang adalah hewan bernilai paling tinggi dalam

budaya Toraja. Hewan ini, selain menjadi hewan pekerja dan alat transaksi juga dipakai sebagai persembahan dalam upacara rambu solo' dan rambu tuka' masyarakat Toraja. Potensi ternak kerbau untuk menopang ketahanan pangan khususnya ketersediaan daging juga sangat besar. Bertambahnya jumlah penduduk berbanding lurus dengan konsumsi daging. Kerbau merupakan salah satu komoditas usaha peternakan yang potensial dalam hal penyediaan daging.

Terdapat perbedaan laju pertumbuhan antara ternak jantan dan betina juga antar umur yang berbeda. Pola pertumbuhan tertinggi terjadi pada awal (muda) kemudian mengalami peningkatan secara perlahan (dewasa) sampai mencapai konstan saat ternak tua. Penimbangan sering kali tidak dapat dilakukan karena timbangan ternak tidak tersedia. Oleh karena itu, ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang, seperti lingkar dada dan panjang badan sangat penting diketahui karena dapat digunakan untuk melakukan estimasi bobot badan.

Potensi sumber daya alam dan manusia merupakan faktor pendukung yang harus dioptimalkan dalam peternakan Kerbau Belang Toraja. Adanya tradisi yang menyebabkan permintaan dan harga Kerbau Belang tinggi juga merupakan motivasi tersendiri bagi masyarakat Toraja untuk terus mengembangkan produktivitas ternak yang mereka hasilkan. Selain itu, dalam peternakan Kerbau Belang Toraja, manajemen pemeliharaan, pemberian pakan dan pemanfaatan limbah pertanian juga

merupakan hal-hal yang harus diperhatikan.

Secara umum, orang Toraja menilai kerbau dari tanduk, warna kulit dan

(3)

2 Tujuan

(4)

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa

Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi

atau water bufallo berasal dari spesies Bubalus arnee. Spesies kerbau lain yang masih liar adalah B. mindorensis, B. depressicornis dan B. cafer (Hasinah dan Handiwirawan, 2006). Kerbau Asia terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau domestik terdiri atas dua tipe yaitu kerbau rawa (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo).

Kerbau (Bubalus bubalis Linn.) adalah ruminansia yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau merupakan ternak asli daerah panas dan lembab, khusus daerah belahan utara tropika. Kerbau ditinjau dari habitat, digolongkan dalam dua tipe, yaitu swamp bufallo dan river bufallo. Habitat swamp buffalo (kerbau rawa) adalah rawa, tempat berkubang adalah di lumpur sehingga disebut juga kerbau lumpur, sedangkan river buffalo (kerbau sungai) menetap di daerah basah dan lebih suka berenang di sungai atau kolam. Kerbau sungai merupakan tipe kerbau penghasil susu, sedangkan kerbau rawa merupakan tipe penghasil daging (Fahimuddin, 1975).

Kerbau rawa banyak terdapat di daerah Asia Tenggara. Kerbau ini tampak lebih liar dibandingkan dengan kerbau tipe sungai. Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa kerbau rawa merupakan kerbau yang berbadan pendek, besar, bertanduk panjang, memiliki konformasi tubuh yang berat dan padat. Ciri-ciri bagian muka kerbau rawa adalah dahi datar, muka pendek, moncong lebar dan terdapat bercak

putih di sekitar mata. Mason (1974a) menambahkan bahwa kerbau rawa memilki tubuh dan kaki yang pendek, perut yang luas dan leher panjang.

(5)

4 Kerbau Belang (Spotted Buffalo)

Kerbau Belang termasuk dalam kelas Mamalia, ordo Artiodactila, famili Bovidae, subfamili Bovinae, genus Bubalus, spesies Bubalus bubalis (kerbau air atau

water buffalo). Kerbau air terbagi menjadi dua macam yaitu kerbau lumpur atau rawa (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo). Kerbau belang di Tana Toraja

termasuk dalam jenis kerbau rawa (Cockrill, 1974).

Secara garis besar, masyarakat Toraja mengenal tiga kategori warna kerbau yakni kerbau bonga atau kerbau belang, pudu atau kerbau hitam, dan sambao’ atau kerbau abu-abu. Masih terdapat variasi warna pula dari ketiga kategori tersebut. Kerbau belang mempunyai nilai relatif mahal, menyusul Kerbau pudu’ dan Kerbau sambao’.

Kerbau bonga (belang) adalah kerbau yang berwarna kombinasi hitam dan putih serta dianggap paling cantik. Harga kerbau belang mencapai puluhan sampai ratusan juta. Kerbau juga dapat ditemukan di masyarakat TO Bada, Sulawesi Tengah, Sumba, Flores, Roti dan Timor (Nooy-Palm, 1979). Namun, secara proporsional sangat jarang. Kerbau jenis ini di Toraja sendiri sangat jarang. Kelahiran Kerbau Belang bagi peternak merupakan suatu berkah. Upaya untuk perkawinan silang pun jarang sekali berhasil. Kelahiran bonga ini dinilai sangat kebetulan. Satu kerbau bonga biasanya dinilai antara 10 hingga 20 kerbau hitam. Peter et al. (2003) menyatakan bahwa bonga memiliki beberapa variasi dari segi kombinasi warna dan tanda-tandanya, yaitu 1) bonga saleko atau bonga doti adalah jenis yang warna hitam dan putih hampir seimbang serta ditandai dengan taburan bintik-bintik di seluruh tubuh, 2) bonga sanga’daran adalah jenis yang di bagian

mulut didominasi warna hitam, 3) bonga randan dali’ adalah jenis bonga yang alis matanya berwarna hitam, 4) bonga takinan gayang adalah jenis yang memiliki warna

(6)

5 Mason (1974b) menyatakan variasi warna kerbau rawa adalah kelabu, hitam totol-totol atau belang putih, albino dan abu-abu. Praharani dan Triwulanningsih (2008) menambahkan bahwa kerbau rawa atau lumpur mempunyai variasi warna kulit yang cukup banyak sehingga memunculkan beragam nama sebagai pembeda. Kerbau rawa atau lumpur yang berwarna hitam totol-totol atau belang putih yang disebut kerbau belang. Bobot lahir kerbau belang dari Toraja, yaitu 25 kg pada jantan dan 23 kg pada betina (Batosamma, 2004).

Pertumbuhan Ternak

Pertumbuhan secara umum didefinisikan sebagai perubahan ukuran tubuh yang meliputi perubahan bobot badan, bentuk, dimensi dan komposisi tubuh termasuk perubahan jaringan-jaringan tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ. Perubahan jaringan-jaringan dan organ-organ berlangsung secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut (Soeparno, 1998).

Pertumbuhan menurut Hafez dan Dyer (1969) adalah perubahan ukuran, bentuk, serta komposisi dan struktur tubuh yang secara normal perubahan itu akan meningkatkan ukuran dan bobot badan hewan. Pertumbuhan ternak secara keseluruhan diukur dengan bertambah berat badan, sedangkan besar badan dapat

diketahui antara lain melalui panjang badan dan lingkar dada.

Pertumbuhan ternak adalah pertumbuhan bobot badan dan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur. Pertumbuhan tiap individu secara umum diperlihatkan sebagai

bentuk sigmoid atau “S”. Kurva “S” ini menggambarkan suatu bentuk percepatan

dan perlambatan karena berdasarkan penjelasan Vaccaro dan Rivero (1985), bahwa pola pertumbuhan tertinggi terjadi pada awal kemudian mengalami peningkatan secara perlahan sampai mencapai konstan saat ternak tua.

(7)

6 Dewasa kelamin sangat mempengaruhi laju pertumbuhan. Lendhanie (2005) menyatakan dewasa kelamin kerbau rawa dicapai pada umur 2-3 tahun. Dewasa kelamin sangat mempengaruhi pertumbuhan. Yurleni (2000) juga menyatakan hal serupa, yaitu bahwa kerbau jantan dan betina mencapai dewasa kelamin sekitar umur 2,5-3 tahun. Bhikane dan Khawitkar (2004) menyatakan umur pubertas kerbau berkisar antara 36-42 bulan (3-3,5 tahun) di Vietnam.

Ukuran Tubuh

Pengukuran parameter tubuh sering digunakan untuk estimasi produksi, misalnya untuk pendugaan bobot badan (Saleh, 1982). Penimbangan di lapangan sering kali tidak dapat dilakukan karena timbangan ternak tidak tersedia (Siregar et al., 1984). Santosa (1983) menyatakan bahwa data lingkar dada dan panjang badan dapat digunakan untuk menduga bobot hidup kerbau. Parameter lingkar dada memiliki kecermatan yang lebih tinggi daripada panjang badan. Williamson dan

Payne (1986) menyatakan bahwa ukuran tubuh seperti lingkar dada dan panjang badan dapat digunakan sebagai petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat.

Chantalakhana dan Skunmum (2002) meneliti ukuran tubuh kerbau rawa dewasa di beberapa negara Asia. Penelitian tersebut menyatakan bahwa ukuran tubuh kerbau pada umur dewasa di Cina, Malaysia dan Thailand cenderung tidak jauh berbeda seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Beberapa Negara di Asia

Negara Jenis Kelamin

Ukuran Tubuh

Panjang Badan (cm) Lingkar Dada (cm)

(8)

7 Pengamatan ukuran tubuh meliputi panjang badan dan lingkar dada kerbau rawa di beberapa wilayah di Indonesia sudah dilaporkan sejumlah penelitian. Ismawan (2000) melakukan penelitian terhadap ukuran tubuh kerbau rawa di Garut, Jawa Barat yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa Umur yang Berbeda di Garut, Jawa Barat

Kelompok Umur (tahun) Panjang Badan (cm) Lingkar Dada (cm)

0-1 94,30 134,25

Penelitian Lita (2009) di Muara Muntai, Kalimantan Timur melaporkan bahwa panjang badan dan lingkar dada kerbau rawa adalah 113,76 cm dan 158,38

cm. Herianti dan Pawarti (2009) melakukan pengukuran panjang badan dan lingkar dada kerbau rawa di Brebes, Jawa Tengah yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Brebes, Jawa Tengah

(9)

8 Penelitian Kampas (2008) di Propinsi Sumatra Utara melaporkan bahwa kerbau rawa jantan memiliki panjang badan dan lingkar dada 135 cm dan 194 cm, sedangkan pada betina 134 cm dan 193 cm. Penelitian Sitorus (2008) yang juga di Provinsi Sumatra Utara melaporkan bahwa kerbau rawa jantan memiliki panjang badan dan lingkar dada 129,50 cm dan 182,16 cm, sedangkan pada betina 119,14 cm dan 176,60 cm.

Penelitian Hidayat (2007) di Propinsi Banten melaporkan panjang badan dan lingkar dada adalah 121 cm dan 166 cm, sedangkan betina 110 cm dan 171 cm. Penelitian Saroji (2008) yang juga di Provinsi Banten melaporkan bahwa panjang badan dan lingkar dada kerbau jantan berumur >2 tahun 118,5 cm dan 157,2 cm, sedangkan betina 123 cm dan 169,5 cm. Penelitian Erdiansyah (2008) di Propinsi NTB melaporkan bahwa kerbau rawa jantan memiliki panjang badan dan lingkar dada 122,86 cm dan 177,45 cm, sedangkan pada betina 123,10 cm dan 177,80 cm. Putra (1985) juga melakukan pengukuran terhadap panjang badan dan lingkar dada kerbau rawa di Bali yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan

(10)

9 dan 176 cm, Propinsi Banten 112 cm dan 170 cm, Propinsi Jawa Barat adalah 114 cm dan 178 cm, serta Propinsi Jawa Tengah adalah 119 cm dan 180 cm. Praharani dan Triwulanningsih (2008) menambahkan kerbau rawa atau lumpur mempunyai variasi ukuran tubuh yang cukup besar. Rataan ukuran tubuh ternak di suatu daerah mengindikasikan kualitas bibit yang tersedia yang dapat digunakan sebagai dasar ukuran standar bibit di wilayah tersebut.

Parameter tubuh yang dapat diukur untuk mengestimasi bobot badan meliputi panjang badan dan lingkar dada. Korelasi ukuran-ukuran tubuh tersebut dapat berbeda satu sama lain. Korelasi dapat disebut positif bila peningkatan satu sifat menyebabkan sifat lain juga meningkat. Dwiyanto dan Subandryo (1995) menyatakan bahwa komponen tubuh yang berhubungan erat dengan bobot badan adalah lingkar dada dan panjang badan. Williamson dan Payne (1986) juga menyatakan bahwa ukuran lingkar dada dan panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat. Nilai korelasi tertinggi diperoleh dari lingkar dada dibandingkan dengan ukuran tubuh lainnya (Aisiyah, 2000) sehingga lingkar dada dapat digunakan sebagai kriteria seleksi.

Bobot Badan

Bobot badan kerbau memiliki karakteristik yang spesifik. Bobot badan pada mempunyai hubungan positif dengan semua ukuran linear tubuh. Bobot badan kerbau berkisar 450-550 kg sampai mencapai satu ton. Shackleton dan Harested (2003) menyatakan kerbau domestik memiliki bobot badan sekitar 250-550 kg, sedangkan kerbau di Indonesia berkisar antara 300-400 kg (Sastromidjojo, 1991). Sastroamidjojo (1991) menyatakan bahwa bobot badan kerbau di Thailand berkisar 450-550 kg, di Cina 250 kg, Myanmar 300 kg, Laos 500-600 kg dan di Indonesia berkisar antara 300-400 kg.

(11)

10 Tabel 5. Estimasi Bobot Badan Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang

Berbeda di Pringsurat, Jawa Tengah

Jenis Kelamin Kelompok Umur (tahun) Bobot Badan (kg)

Jantan Anak (< 1) 134,76

Penelitian Lita (2009) di Muara Muntai, Kalimantan Timur melaporkan bahwa hasil estimasi bobot badan kerbau rawa adalah 287,12 kg. Putra (1985) juga melakukan penimbangan dan estimasi bobot badan terhadap kerbau rawa di Bali yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot Badan Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Bali

(12)
(13)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Pengolahan data sekunder dilakukan pada bulan Maret sampai April 2011 di Bogor.

Materi

Data sekunder berupa ukuran-ukuran tubuh (panjang badan, lingkar dada dan estimasi bobot badan) kerbau belang Toraja sebanyak 267 ekor.

Prosedur

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari penelitian sebelumnya yakni ukuran-ukuran tubuh, jenis kelamin dan umur ternak kerbau belang yang berada di Desa Buntu La’bo, Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara. Sampel ukuran tubuh kerbau meliputi panjang badan, lingkar dada dan estimasi bobot badan. Jumlah sampel sebanyak 267 ekor (175 ekor jantan dan 92 ekor betina). Selanjutnya, dilihat pengaruh jenis kelamin dan umur yang berbeda terhadap panjang badan, lingkar dada dan estimasi bobot badan.

Bobot badan dihitung dengan menggunakanregresi linear berganda berdasarkan rumus Putra (1985), dengan model sebagai berikut:

Log Y = B0 + Bl Log Xl + B2 Log X2

Keterangan:

Y = bobot badan kerbau (kg) X1 = lingkar dada kerbau (cm) X2 = panjang badan kerbau (cm) B0 = -3,686

B1 = 1,937 B2 = 0,902

(14)

13 Tabel 7. Jumlah Ternak Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur

Kelompok Umur (tahun)

n Jenis Kelamin (ekor)

Jumlah (ekor) J (jantan) B (betina)

A (<1 tahun) 40 30 70

B (1 tahun) 15 12 27

C (1-3 tahun) 50 20 70

D (3-5 tahun) 30 20 50

E (> 5 tahun) 40 10 50

Jumlah 175 92 267

Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan meliputi jenis kelamin jantan dan betina serta

lima kelompok umur yaitu <1, 1, 1-3, 3-5 dan >5 tahun. Jumlah ulangan dalam penelitian ini tidak sama (unbalance). Apabila terdapat hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1995). Model matematisnya adalah sebagai berikut:

Yij = µ + αi + βj + εij

Yijk = sifat yang diamati (panjang badan, lingkar dada dan bobot badan) µ = rataan umum

αi = pengaruh jenis kelamin ke-i

βj = pengaruh umur ke-j

(15)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kebudayaan Toraja

Kerbau (Bos bubalus) adalah hewan bernilai paling tinggi dalam budaya Toraja. Kerbau yang dalam bahasa setempat disebut tedong atau karembau memainkan peran sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat Toraja dan etnis lain yang tinggal di daerah sekitar Toraja. Selain menjadi hewan pekerja (membantu membajak sawah dan mengangkut barang) dan alat transaksi (misalnya dalam jual beli tanah, mahar, warisan), kerbau juga dipakai sebagai persembahan dalam upacara rambu solo dan rambu tuka masyarakat Toraja.

Rambu tuka adalah upacara yang berkaitan dengan kehidupan seperti

kelahiran, perkawinan, pesta panen dan pesta suka cita. Rambu tuka’ dilaksanakan di sebelah timur tongkonan (rumah adat Toraja), ritual ini dilakukan saat matahari terbit

hingga tengah hari dan berorientasi ke arah timur. Rambu solo merupakan upacara yang terkait dengan kematian. Ritual ini biasa dilaksanakan sore hari. Upacara yang umumnya berupa prosesi penguburan ini dilaksanakan di sebelah barat tongkonan.

(16)

15 Upacara rambu solo seperti terlihat pada Gambar 2 adalah sebuah upacara pemakaman adat yang mewajibkan keluarga almarhum membuat pesta sebagai tanda penghormatan terhadap mendiang yang telah meninggal, ditandai dengan penyembelihan hewan kurban. Masing-masing golongan masyarakat memiliki kewajiban menyembelih hewan kurban yang berbeda. Bila bangsawan yang meninggal maka jumlah kerbau yang akan dipotong untuk keperluan pesta tersebut jauh lebih banyak daripada yang bukan bangsawan. Jumlah kerbau berkisar 24 hingga 100 ekor untuk keluarga bangsawan sedangkan masyarakat golongan menengah diharuskan menyembelih sekitar delapan ekor selanjutnya daging kerbau yang disembelih dibagikan kepada masyarakat yang hadir dalam pesta tersebut.

Hanya kerbau belang jantan yang bernilai tinggi dan bisa dikorbankan sebagai persembahan dalam upacara adat pemakaman masyarakat Toraja. Kerbau ini dipercaya masyarakat Toraja sebagai kendaraan arwah menuju puya (surga). Semakin bagus kerbau belang dan semakin banyak jumlah yang dipotong, semakin baik dan aman pula kehidupan orang yang meninggal di akhirat. Proses penyembelihan ternak kerbau dalam upacara rambu solo terlihat pada Gambar 3.

(17)

16 Kerbau belang seperti yang ditampilkan pada Gambar 4 merupakan spesies yang terdapat di Tana Toraja, Sulawesi Selatan sehingga kerbau ini biasa disebut kerbau Tana Toraja. Kerbau belang memiliki kulit berwarna kombinasi merah muda atau albino dan hitam atau kelabu. Kerbau belang jantan umumnya dipelihara secara khusus karena bernilai tinggi. Perawatan kerbau belang betina juga diperhatikan tapi tidak lebih istimewa dari kerbau belang jantan karena berguna sebagai indukan.

Gambar 3. Tedong Bonga (Hamzah, 2010)

Kerbau belang atau biasa disebut tedong bonga oleh masyarakat Toraja, merupakan spesies endemik yang hanya terdapat di Tana Toraja. Campbell et al. (2004) menyatakan bahwa proses-proses geologis dapat mengisolasi suatu populasi hewan tertentu sehingga banyak organisme yang terdapat dalam hot spot keanekaragaman biologis itu adalah spesies endemik, yang berarti tidak ditemukan di tempat lain. Dalam hal ini, Tana Toraja merupakan suatu hot spot keanekaragaman biologis (biodiversity hot spot), yakni suatu daerah yang relatif kecil dengan konsentrasi spesies yang luar biasa.

Tedong yang dikorbankan pada sebuah upacara kematian bangsawan atau

(18)

17 komposisi tingkatan tedong yang berbeda. Bo Do (2005) menyatakan bahwa secara umum orang Toraja menilai kerbau atau biasa disebut tedong adalah dari tanduk, postur, warna kulit dan rambut serta tanda-tanda di badan.

Penilaian berdasarkan warna, tedong tingkat pertama (paling rendah) adalah kerbau albino yang disebut tedong bulan, tingkat kedua adalah tedong sambao’ yakni kerbau abu-abu atau kerbau dengan warna kulit normal, lalu tedong todi yang berwarna putih diantara tanduk, tedong pangloli yang memiliki ujung ekor berwarna putih dan mempunyai belang hitam pada bagian kepala dan tingkat tertinggi adalah tedong bonga yang berwarna putih dengan bercak hitam seperti bunga di seluruh

tubuh (Peter et al., 2003).

Gambar 4. Tedong Bulan (Hamzah, 2010)

Gambar 5 menampilkan tedong bulan atau kerbau albino. Seluruh tubuh

(19)

18 Kecamatan Sanggalangi

Dinas Pertanian Toraja Utara (2011) menyatakan bahwa Kecamatan Sanggalangi merupakan satu kecamatan dari dua puluh satu kecamatan di wilayah administrasi Kabupaten Toraja Utara sebagai pengembangan wilayah administrasi Tana Toraja yang baru. Luas wilayah Kecamatan Sanggalangi berkisar 39 km2 atau sekitar 5.006,1 ha. Kecamatan Sanggalangi terdiri atas satu kelurahan yakni

Pa’paelean serta lima lembang (desa) yakni Lembang Buntu La’bo, Lembang La’bo,

Lembang Tandung La’bo, Lembang Tallung Penanian dan Lembang Pata’padang. Kecamatan Sanggalangi Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan memiliki luas dan kondisi lahan yang berpotensi sebagai tempat untuk berkembangnya ternak Kerbau Belang. Luas lahan di Kecamatan Sanggalangi ialah sebesar 3.900 ha, meliputi sawah, padang rumput, rawa dan hutan (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2011). Hal ini sesuai dengan habitat hidup kerbau yang memerlukan air untuk berkubang. Berbagai jenis rumput dan hijauan untuk pakan kerbau juga tumbuh subur pada padang rumput sehingga ketersediaan hijauan makanan ternak terjaga. Penggunaan lahan untuk lahan sawah mencapai 744 ha sehingga limbah pertanian yang dapat digunakan untuk pakan ternak juga tersedia dengan baik.

Dinas Pertanian Toraja Utara (2011) menyatakan bahwa Kecamatan Sanggalangi berada pada garis Bujur Timur (longitude) sebesar 119o,91953’ dan garis Lintang Selatan (latitude) 03o,00935’ serta berada sekitar 809 meter di atas permukaan laut (dpl). Luas lahan di Kecamatan Sanggalangi ialah sebesar 3900 ha. Penggunaan lahan yang dominan ialah lahan sawah dengan luas 744 ha atau sekitar 19,08% dari luas lahan Kecamatan Sanggalangi dan lahan kering dengan luas 3156 ha atau sekitar 80,92% dari luas lahan Kecamatan Sanggalangi.

(20)

19 ketinggian 809 m dpl dan Lembang Tandung La’bo sebesar 825 m dpl (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2011). Hal ini yang menyebabkan suhu di Kecamatan Sanggalangi tergolong rendah.

Lingkungan optimum diperlukan ternak untuk hidup dan bereproduksi. Apabila suhu lingkungan terlalu tinggi diluar batas toleransi, maka ternak akan mengalami stress sehingga menurunkan produktivitas. Suhu optimum untuk kerbau berkisar 15,5-21 oC dengan curah hujan 500-2.000 mm/tahun (Joseph, 1996). Basuki (1998) menyatakan bahwa faktor suhu dan radiasi sinar matahari sangat berpengaruh terhadap termoregulasi kerbau yang memiliki sedikit kelenjar keringat pada kulit. Zulbadri dan Kusumaningrum (2005) menyatakan bahwa kerbau berkubang atau berendam dalam air sebagai upaya mengoptimalkan metabolisme tubuh. Joseph (1996) menambahkan bahwa ternak kerbau telah beradaptasi secara fisiologis terhadap lingkungan panas dengan tingkah laku seperti panting, berkubang dan berteduh.

Curah hujan per tahun ialah berkisar antara 2.000-2.700 mm/tahun. Intensitas curah hujan secara umum hampir sama pada semua bulan. Kecepatan angin berkisar

antara 10-85 km/jam, sedangkan arah angin selalu berubah-ubah (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2011). Curah hujan yang semakin tinggi akan menambah cadangan air dalam tanah dan menambah debit air sungai bila kondisi alam tidak rusak. Cadangan

air yang semakin tinggi akan mampu memenuhi kebutuhan kerbau untuk minum dan mandi (berkubang) baik kondisi musim hujan maupun musim kemarau.

Cuaca maupun iklim merupakan salah satu komponen lingkungan abiotik yang memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan seluruh mahluk hidup termasuk ternak yang dipelihara manusia. Ketinggian tempat dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ternak. Pengaruh langsung terkait dengan ketersediaan pakan hijauan dari segi kualitas maupun kuantitas. Kondisi suhu yang rendah pada dataran tinggi memberikan kondisi lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ternak kerbau.

Sistem Pemeliharaan

(21)

20 intensif. Alasan peternak menggunakan sistem intensif yakni kerbau belang harganya mahal dan membutuhkan perawatan yang baik. Selain itu, karena beternak kerbau masih merupakan usaha sampingan, peternak juga lebih mudah mengawasinya. Pemeliharaan kerbau dilakukan dengan cara mengandangkan kerbau seharian penuh (24 jam). Sistem pemeliharaan semi intensif seperti disajikan pada Gambar 6.

Gambar 5. Sistem Pemeliharaan Intensif (Hamzah, 2010)

Pemeliharaan secara semi intensif secara umum dilakukan oleh peternak yang memiliki banyak waktu luang dan beternak adalah pekerjaan utama. Kerbau belang biasanya digembalakan pada pagi hari hingga sore hari. Tempat bernaung atau berteduh kerbau belang pada saat siang hari atau pada saat kepanasan ialah di pohon-pohon sekitar padang penggembalaan dan juga di bawah kolong rumah adat Tongkonan. Kerbau dimandikan pada saat siang dan sore hari sebelum dikandangkan

kembali. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Zulbadri dan Kusumaningrum (2005) bahwa padang penggembalaan merupakan area utama kerbau mencari makan dan tempat perkawinan secara alami. Kerbau dapat bernaung di bawah pohon atau di

(22)

21 Gambar 6. Sistem Pemeliharaan Semi Intensif (Hamzah, 2010)

Pakan merupakan aspek penting dalam usaha ternak kerbau belang karena menentukan kelangsungan hidup kerbau serta penampilan performa kerbau secara keseluruhan. Pakan ternak yang diberikan oleh peternak kepada kerbau terbagi atas dua, yakni hijauan rumput-rumputan dan limbah hasil pertanian. Ketersediaan pakan ternak tersebut sangat berlimpah di Kecamatan Sanggalangi sehingga hal ini menjadi salah satu keuntungan bagi peternak kerbau. Namun, pemanfaatan limbah pertanian masih belum optimal. Hal ini ditandai dengan hampir tidak dijumpai pemberian pakan konsentrat di lokasi penelitian dan walaupun ada dengan jumlah sangat sedikit. Konsentrat yang diberikan berupa dedak padi yang dicampur dengan cacahan rumput gajah. Selain itu, terkadang juga ditambahkan madu dalam pakan untuk

kerbau yang memiliki pola warna belang yang merata.

Hijauan yang sering diberikan peternak dalam bentuk segar antara lain

(23)

22 Gambar 7. Pakan Hijauan Kerbau Belang (Hamzah, 2010)

Pakan yang berasal dari limbah hasil pertanian antara lain jerami, daun jagung, dan daun ubi jalar. Ketersediaan jerami sangat memadai, karena luas area persawahan cukup luas sehingga limbah hasil persawahan juga cukup banyak. Seperti dinyatakan Triwulanningsih et al. (2004) bahwa kerbau mampu mencerna dengan cukup baik jerami padi yang tersedia melimpah pada musim panen dan dapat disimpan sebagai cadangan pakan di musim kemarau. Masyarakat Toraja juga terbiasa menanam ubi jalar di pekarangan maupun kebun, sehingga daun ubi jalar tersedia cukup melimpah.

Jumlah pemberian pakan ternak tergantung dari sistem pemeliharaan ternak kerbau belang dan jumlah kerbau yang dipelihara. Peternak masih kurang memperhatikan faktor jenis kelamin dan umur kerbau (kerbau anak, dara, dan

dewasa) dalam sistem pemberian pakan. Sistem pemeliharaan intensif membutuhkan jumlah pakan 40 kg/hari/ekor. Pemberian pakan dalam jumlah tersebut masih sangat variatif dalam kombinasi penggunaan hijauan rumput-rumputan maupun limbah hasil pertanian. Frekuensi pemberian pakan untuk pemeliharaan intensif sekitar 2-3 kali sehari. Sistem pemeliharaan semi intensif, ternak dikandangkan pada malam hari dan pada saat itu diberi pakan rumput atau limbah hasil pertanian dalam jumlah yang tidak terbatas (ad libitum).

(24)

23 Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Belang

Hewan memiliki pertumbuhan yang khas karena akan berhenti tumbuh setelah mencapai ukuran tertentu yang disebut juga dengan pertumbuhan determinan. Perubahan ukuran tubuh juga memiliki sifat irreversibel yakni tidak dapat kembali seperti semula. Bertambahnya ukuran tubuh inilah yang disebut dengan pertumbuhan meliputi tinggi, berat, dan volume. Pertumbuhan ditandai dengan bertambahnya ukuran dan jumlah sel. Pertumbuhan pada hewan ada batasnya. Hewan tidak tumbuh lagi setelah mencapai umur tertentu. Pertumbuhan juga diikuti dengan proses perkembangan, yaitu proses biologis mahluk hidup menuju tingkat kedewasaan seiring dengan bertambahnya umur. Pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh gen, hormon, dan nutrisi pakan serta lingkungan.

Kerbau mempunyai keistimewaan dibandingkan ternak ruminansia lainnya karena mampu hidup dalam kondisi wilayah yang relatif sulit terutama bila pakan yang tersedia berkualitas sangat rendah. Subandriyo (2006) menyatakan bahwa kerbau masih dapat tumbuh dengan baik pada kondisi pakan yang tersedia relatif kurang baik. Pendapat tersebut juga sejalan dengan pernyataan Zakaria et al. (2003) bahwa ternak kerbau memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam memanfaatkan pakan berkualitas rendah. Kerbau dapat tumbuh dengan baik pada kondisi pakan yang jelek. Namun, guna menunjang pertumbuhan Kerbau Belang yang optimal pada masing-masing jenis kelamin (jantan dan betina) dan umur (anak, dara, dan dewasa), pemeliharaan intensif merupakan sistem pemeliharaan yang baik untuk mengoptimalkan pertambahan bobot badan Kerbau Belang. Sistem pemeliharaan intensif juga memudahkan peternak untuk melakukan pengawasan.

(25)

24 Panjang Badan

Umur dan jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap ukuran panjang badan kerbau belang (P<0,05). Rataan panjang badan kerbau belang meningkat secara bertahap seiring dengan bertambahnya umur. Rataan panjang badan kerbau belang dengan umur lebih tua lebih besar dibanding rataan panjang badan kerbau belang

yang berumur lebih muda dalam jenis kelamin yang sama atau berbeda. Rataan panjang badan kerbau belang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Panjang Badan Kerbau Belang pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda

Rataan panjang badan kerbau belang jantan kelompok umur A (152,2 cm) > D (139,6 cm) > C (131 cm) > B (118,8 cm) > A (110,7 cm). Rataan panjang badan kerbau belang betina kelompok umur E (153 cm) > D (137,3 cm) > C (128,2 cm) > B (116 cm) > A (105,6 cm). Setiap kelompok umur yang sama panjang badan kerbau belang jantan lebih besar daripada kerbau belang betina. Namun, pada kelompok umur E (>5 tahun) rataan panjang badan kerbau belang betina (153 cm) lebih besar dibandingkan dengan jantan (152,2 cm).

(26)

25 Utara oleh Sitorus (2008) yakni 129,50 cm. Namun, rataan tersebut lebih kecil daripada hasil penelitian Kampas (2008) yang juga dilakukan di Sumatra Utara yakni 135 cm.

Rataan panjang badan kerbau betina dalam penelitian ini adalah 124,07 cm. Rataan panjang badan tersebut lebih besar daripada rataan panjang badan kerbau betina hasil penelitian yang dilakukan di Banten oleh Hidayat (2007) dan Saroji (2008) yakni 110 cm dan 123 cm. Rataan panjang badan tersebut juga lebih besar daripada rataan panjang badan kerbau jantan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah oleh Herianti dan Pawarti (2009) yakni 103,47 cm, di Bali oleh Putra (1985) yakni 124 cm, di NTB oleh Erdiansyah (2008) yakni 123,10 cm, dan di Sumatra Utara oleh Sitorus (2008) yakni 119,14 cm. Namun, rataan tersebut lebih kecil daripada hasil penelitian Kampas (2008) yang juga dilakukan di Sumatra Utara yakni 134 cm.

Rataan panjang badan kerbau jantan dan betina pada penelitian ini lebih besar daripada rataan panjang badan kerbau hasil penelitian Lita (2009) di Kalimantan Timur, yakni 113,76 cm dan Ismawan (2000) di Jawa Barat, yakni 114,32 cm. Lita

(2009) dan Ismawan (2000) dalam penelitiannya mengabaikan faktor jenis kelamin. Secara fisik, performa kerbau belang Toraja baik jantan maupun betina relatif lebih panjang dibandingkan dengan kerbau yang ada di Sumatra Utara, Banten, Jawa

Tengah, Kalimantan Timur, Bali, dan NTB.

Rataan panjang badan kerbau kelompok umur <1 tahun pada penelitian ini, jantan dan betina adalah 110,72 cm dan 105,62 cm. Nilai tersebut, pada kelompok umur yang sama, lebih besar daripada hasil penelitian Ismawan (2000) di Garut, Jawa Barat yakni 94,30 cm. Nilai tersebut juga lebih besar daripada hasil penelitian Herianti dan Pawarti (2009) di Pringsurat, Jawa Tengah yakni jantan dan betina masing-masing adalah 67,60 cm dan 72,42 cm. Namun, nilai tersebut lebih kecil daripada hasil penelitian Putra (1985) yakni jantan dan betina masing-masing adalah 118 cm dan 114 cm.

(27)

26 kecuali pada masa pertumbuhan (dewasa). Secara genetik, kerbau belang Toraja memiliki ukuran tubuh yang lebih panjang daripada kerbau rawa di Garut, Jawa Barat dan Pringsurat, Jawa Tengah.

Kerbau rawa tersebar luas di seluruh penjuru Indonesia. Adanya variasi ukuran-ukuran tubuh kerbau rawa di berbagai wilayah di Indonesia sangatlah wajar. Praharani dan Triwulanningsih (2008) menyatakan bahwa kerbau rawa atau lumpur mempunyai variasi ukuran tubuh yang cukup besar. Pertumbuhan ternak secara mendasar juga dipengaruhi oleh dua faktor utama yang saling terkait satu dengan yang lainnya, yakni faktor genetik dan lingkungan, termasuk didalamnya manajemen pemeliharaan secara menyeluruh. Noor (2004) menyatakan bahwa sifat kuantitatif dikontrol oleh pasangan gen yang aksinya bersifat aditif dan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Lingkar Dada

Umur dan jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap ukuran lingkar dada kerbau belang (P<0,05). Rataan lingkar dada kerbau belang meningkat secara bertahap seiring dengan bertambahnya umur. Rataan lingkar dada kerbau belang

dengan umur lebih tua akan selalu lebih besar dibanding rataan lingkar dada kerbau belang yang berumur lebih muda dalam jenis kelamin yang sama atau berbeda. Rataan lingkar dada kerbau belang disajikan pada Tabel 9.

(28)

27 Rataan lingkar dada kerbau belang jantan kelompok umur E (205,6 cm) > D (196,5 165 cm) > C (190,3 cm) > B (165 cm) > A (150,9 cm). Rataan lingkar dada Putra (1985) mengatakan hal tersebut disebabkan sebagian besar bobot badan dipikul oleh kaki depan dan bertautan antara badan (otot-otot di sekitar dada) dengan kaki depan. Otot-otot tersebut adalah musculus serratus ventralis dan musculus pectoralis. Bertambahnya bobot hewan menyebabkan bertambah kuatnya otot-otot penggantung tersebut sehingga bertambah besar pula lingkar dada.

Rataan lingkar dada kerbau jantan dalam penelitian ini adalah 183,68 cm. Rataan lingkar dada tersebut lebih besar daripada rataan lingkar dada kerbau jantan hasil penelitian yang dilakukan di Banten oleh Hidayat (2007) dan Saroji (2008)

yakni 166 cm dan 157,2 cm. Rataan lingkar dada tersebut juga lebih besar daripada rataan lingkar dada kerbau jantan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah Kampas (2008) yakni dan 194 cm juga di Bali oleh Putra (1985) yakni 183,75 cm.

(29)

28 daripada hasil penelitian di Sumatra Utara oleh Sitorus (2008) dan Kampas (2008) yakni 176,60 cm dan 193 cm.

Rataan lingkar dada kerbau belang Toraja jantan dan betina pada penelitian ini juga lebih besar daripada rataan lingkar dada kerbau hasil penelitian Lita (2009) di Kalimantan Timur yakni 158,38 cm Ismawan (2000) di Jawa Barat yakni 162,99 cm. Lita (2009) dan Ismawan (2000) dalam penelitiannya mengabaikan faktor jenis kelamin. Secara fisik, performa kerbau belang Toraja relatif lebih besar dibandingkan dengan kerbau yang ada di Banten, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Bali, dan NTB. Ukuran tubuh kerbau yakni lingkar dada dapat memperlihatkan besar kecilnya kerbau tersebut. Sesuai pernyataan Kampas (2008), semakin besar kerbau yang dilihat secara fisik maka ukuran tubuh tersebut semakin besar.

Rataan lingkar dada kerbau kelompok umur <1 tahun pada penelitian ini, jantan dan betina adalah 150,94 cm dan 145,89 cm. Nilai tersebut, pada kelompok umur yang sama, lebih besar daripada hasil penelitian Ismawan (2000) di Garut, Jawa Barat yakni 134,25 cm. Nilai tersebut juga lebih besar daripada hasil penelitian Herianti dan Pawarti (2009) di Pringsurat, Jawa Tengah yakni jantan dan betina

masing-masing adalah 103,60 cm dan 109,92 cm. Namun, nilai tersebut lebih kecil daripada hasil penelitian Putra (1985) yakni jantan dan betina masing-masing adalah 164 cm dan 160 cm. Secara genetik, kerbau belang Toraja memiliki performa yang

lebih baik daripada kerbau rawa di Garut, Jawa Barat dan Pringsurat, Jawa Tengah tapi tidak lebih baik daripada kerbau rawa di Bali. Sesuai pendapat Praharani dan Triwulanningsih (2008) yang menyatakan bahwa kerbau yang mempunyai ukuran tubuh lebih besar pada umur yang sama mencerminkan pertumbuhan yang lebih baik.

(30)

29 Bobot Badan

Umur dan jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap ukuran bobot badan kerbau belang (P<0,05). Rataan bobot badan kerbau belang meningkat secara bertahap seiring dengan bertambahnya umur. Rataan bobot badan kerbau belang dengan umur lebih tua lebih besar dibanding rataan bobot badan Kerbau Belang yang

berumur lebih muda dalam jenis kelamin yang sama atau berbeda. Rataan estimasi bobot badan Kerbau Belang disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Estimasi Bobot Badan Kerbau Belang pada Jenis Kelamin dan yang sama, selalu lebih besar daripada kerbau belang betina. Namun, pada kelompok umur E (>5 tahun) rataan bobot badan kerbau belang betina (587,2 kg) lebih besar dibandingkan dengan jantan (580 kg).

(31)

30 besar daripada kerbau rawa di Pringsurat, Jawa Tengah tapi lebih kecil daripada kerbau rawa di Bali.

Rataan estimasi bobot badan kerbau jantan dan betina pada penelitian ini adalah 421,9 kg dan 396.51 kg. Rataan tersebut lebih besar daripada rataan estimasi bobot badan kerbau hasil penelitian Lita (2009) di Kalimantan Timur yakni 287,12 kg. Penelitian Herianti dan Pawarti (2009) menyatakan estimasi bobot badan kerbau di Pringsurat, Jawa Tengah jantan dan betina masing-masing adalah 208,42 kg dan 317,41 kg. Hasil tesis Putra (1985) menyatakan rataan estimasi bobot badan kerbau di Bali yakni jantan dan betina masing-masing adalah 408,50 kg dan 369,25 kg. Rataan estimasi bobot badan kerbau Herianti dan Pawarti (2009) dan Putra (1985) baik jantan maupun betina lebih kecil daripada rataan estimasi bobot badan kerbau dalam penelitian ini.

Estimasi bobot badan yang dilakukan pada penelitian ini dan penelitian Lita (2009) sama-sama menggunakan rumus regresi linear Putra (1985). Data bobot badan didapat dengan estimasi karena tidak memungkinkan dilakukan penimbangan di lokasi penelitian. Siregar et al. (1984) juga berpendapat bahwa penimbangan di

lapangan seringkali tidak dapat dilakukan karena timbangan ternak tidak tersedia. Ukuran tubuh kerbau belang jantan dibanding dengan betina pada umur yang sama selalu lebih besar. Pertumbuhan kerbau jantan lebih cepat dibandingkan kerbau

betina. Sesuai dengan pernyataan Gatenby (1986), pertumbuhan setelah penyapihan dipengaruhi oleh genotip. Jenis kelamin yakni jantan lebih cepat tumbuh dibandingkan betina. Pertumbuhan ukuran tubuh kerbau belang baik jantan maupun betina bertambah besar sesuai dengan bertambahnya umur. Laju pertumbuhan kerbau belang tertinggi terjadi pada kelompok umur C (1-3 tahun). Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Lita (2009), laju pertumbuhan kerbau lebih tinggi pada umur 1-2 tahun, sedangkan pada umur 3>5 tahun laju pertumbuhannya rendah. Oleh karena itu peternak harus meningkatkan kualitas pakan dan memberikan kondisi yang nyaman pada kerbau belang berumur C (1-3 tahun).

(32)

31 merupakan hormon kelamin yang mempengaruhi pertumbuhan karena berfungsi sebagai pengatur dan stimulan pertumbuhan. Androgen dihasilkan oleh sel-sel interstisial dan kelenjar adrenal. Salah satu dari steroid androgen adalah testosteron yang dihasilkan oleh testes pada jantan. Sekresi testosteron yang tinggi menyebabkan sekresi androgen yang tinggi pula. Sesuai dengan pernyataan Hafez dan Dyer (1969) bahwa hormon jenis kelamin jantan ini menyebabkan pertumbuhan yang lebih cepat pada ternak jantan dibanding dengan ternak betina terutama setelah munculnya sifat-sifat kelamin sekunder pada ternak jantan. Namun, pada kelompok umur E (>5 tahun) ukuran-ukuran tubuh kerbau belang betina melampaui jantan sehingga dapat dikatakan bahwa betina memiliki pertumbuhan yang lebih lambat daripada jantan (masak lambat).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin bertambahnya umur mengakibatkan ukuran tubuh bertambah besar. Namun, Lawrence dan Folwer (2002) menyatakan bahwa pola pertumbuhan sebagai bentuk yang sederhana dengan laju pertumbuhan tubuh meningkat cepat pada kehidupan awal kemudian menurun secara perlahan ketika ternak dewasa. Vaccaro dan Rivero (1985) menyatakan hal serupa,

yakni pola pertumbuhan tertinggi terjadi pada awal kemudian mengalami peningkatan secara perlahan sampai mencapai konstan saat ternak tua. Karena itu, kerbau belang harus disembelih pada umur yang tepat yakni pertumbuhannya telah

mencapai nilai tertinggi, sebelum konstan atau bahkan menurun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok umur E (>5 tahun) merupakan waktu yang tepat untuk menyembelih kerbau belang karena pertumbuhannya telah mencapai optimal yakni rata-rata bobot badan jantan dan betina 580,02 kg dan 587,15 kg.

(33)

32 belang di Sanggalangi karena beternak kerbau belang selalu menguntungkan bagi peternak lokal.

Terkait pakan, wilayah Sanggalangi memiliki limbah pertanian yang cukup melimpah. Namun, limbah pertanian tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pakan ternak. Pemanfaatan limbah pertanian seperti dedak padi perlu ditingkatkan. Limbah pertanian merupakan pakan kosentrat yang baik untuk meningkatkan pertambahan bobot badan kerbau belang. Sesuai pendapat Soedarsono (1989) yang menyatakan bahwa penambahan dedak padi pada pakan kerbau akan meningkatkan konsumsi bahan kering, pertumbuhan bobot badan dan efisiensi penggunaan pakan walaupun Dilaga (1987) menyatakan bahwa kerbau yang

digembalakan di padang rumput alam tanpa pemberian konsentrat masih memperlihatkan respon positif.

Sistem pemeliharaan yang paling banyak dilakukan oleh peternak di lokasi penelitian ialah sistem intensif. Dania dan Poerwoto (2006) menyatakan bahwa kerbau memerlukan berendam atau berkubang untuk membantu termoregulasi agar fisiologi tubuhnya dapat berjalan secara normal. Sistem pemeliharaan semi intensif

(digembalakan) memberikan kesempatan kerbau belang untuk berkubang. Sistem pemeliharaan intensif tidak memberikan kesempatan kerbau belang untuk berkubang tapi kondisi lingkungan kandang memungkinkan kerbau belang terhindar dari

sengatan matahari secara langsung (heat stress) karena memberikan keteduhan. Masing-masing sistem pemeliharaan (intensif dan semi intensif) memiliki keunggulan guna menunjang pertumbuhan kerbau belang yang optimal.

Kecamatan Sanggalangi memiliki suhu rata-rata 23 oC, kelembaban udara rata-rata sebesar 59-75% dan curah hujan per tahun ialah berkisar antara 2000-2700 mm/tahun (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2011). Kondisi tersebut masih memenuhi kenyamanan kerbau belang karena suhu optimum untuk kerbau berkisar antara 15-25 o

(34)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Rataan ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang meningkat secara bertahap seiring dengan bertambahnya umur. Rataan ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang pada umur lebih tua lebih besar dibandingkan dengan yang lebih muda baik pada jenis kelamin yang sama maupun yang berbeda. Ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang Toraja jantan lebih besar dari pada betina pada tiap kelompok umur yang sama.

Saran

(35)

1

UKURAN-UKURAN TUBUH KERBAU BELANG TORAJA

PADA JENIS KELAMIN DAN UMUR YANG BERBEDA

SKRIPSI SATRIYO ARDI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(36)

1

UKURAN-UKURAN TUBUH KERBAU BELANG TORAJA

PADA JENIS KELAMIN DAN UMUR YANG BERBEDA

SKRIPSI SATRIYO ARDI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(37)

RINGKASAN

Satriyo Ardi. D14061104. 2011. Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Belang Toraja pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Dosen Pembimbing Utama : Ir. Hj. Komariah, MSi. Dosen Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi.

Kerbau belang termasuk jenis kerbau rawa yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau belang adalah hewan bernilai paling tinggi dalam budaya Toraja. Hewan ini selain menjadi hewan pekerja dan alat transaksi juga dipakai sebagai persembahan dalam upacara rambu solo' dan rambu tuka' masyarakat Toraja. Potensi ternak kerbau untuk menopang ketahanan pangan khususnya ketersediaan daging juga sangat besar.

Penelitian ini menggunakan data sekunder 267 ekor kerbau belang yang diambil dari Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara bertujuan untuk membandingkan lingkar dada, panjang badan dan bobot badan kerbau belang jantan dan betina pada umur yang berbeda. Data diolah menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan meliputi jenis kelamin jantan dan betina serta lima kelompok umur yaitu <1, 1, 1-3, 3-5 dan >5 tahun. Jumlah ulangan tidak sama (unbalance). Apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan. Peubah yang diamati adalah ukuran-ukuran tubuh yang meliputi panjang badan, lingkar dada dan bobot badan.

Bobot badan didapat dengan melakukan estimasi berdasarkan rumus regresi linier (Putra, 1985). Ukuran tubuh terkecil dimiliki oleh Kerbau Belang jantan pada kelompok umur <1 tahun, panjang badan 110,72 cm, lingkar dada 150,94 cm dan bobot badan 239,31 kg. Ukuran tubuh terbesar dimiliki oleh Kerbau Belang betina pada kelompok umur >5 tahun, panjang badan 153,02 cm, lingkar dada 206,32 cm dan bobot badan 587,15 kg.

Hasil penelitian menyatakan bahwa umur dan jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap panjang badan, lingkar dada dan bobot badan (P<0,05) kerbau belang Toraja. Rataan ukuran-ukuran tubuh kerbau belang meningkat secara bertahap seiring dengan bertambahnya umur. Rataan ukuran-ukuran tubuh kerbau belang pada umur lebih tua lebih besar dibandingkan dengan yang lebih muda baik pada jenis kelamin yang sama maupun yang berbeda. Ukuran-ukuran tubuh kerbau belang Toraja jantan lebih besar dari pada betina pada tiap kelompok umur yang sama. Namun, pada kelompok umur E (>5 tahun) rataan ukuran-ukuran tubuh kerbau belang betina lebih besar dibandingkan dengan jantan.

(38)

3 ABSTRACT

Body Size of Toraja Spotted Buffalo in Different Sex and Age Ardi, S., Komariah, and H. Nuraini

This research was use secondary data of 267 Spotted Buffalos that taken from Sanggalangi Sub-District, North Toraja District which supposed to compare chest girth, body length and body weight of male and female Spotted Buffalo in different age class. Those data were processed by using Randomized Block Design. The treatments were include male and female sexes and also five age classes, those are < 1, 1, 1-3, 3-5 and > 5 years. Repetition total was unbalance. If those data have significant differences, those data then processed by Duncan Test. Observed variables included body length, chest girth and body weight. Body weight was gotten from estimation based on linear regression equation (Putra, 1985). The result showed that age and sex had a significant effect to body measurement of Toraja Spotted Buffalo which included body length, chest girth and body weight (P<0,05). The average of body length gradually increased along with age. The older spotted buffalo was langer than the younger in the same or different sex. In each same age class, body measurement of male Toraja Spotted Buffalo was higher than the female. But in age class of > 5 year, average body measurement of female Spotted Buffalo would be higher than male Spotted Buffalo.

(39)

UKURAN-UKURAN TUBUH KERBAU BELANG TORAJA

PADA JENIS KELAMIN DAN UMUR YANG BERBEDA

SATRIYO ARDI D14061104

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(40)

5 Judul : Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Belang Toraja pada Jenis Kelamin dan

Umur yang Berbeda Nama : Satriyo Ardi

NIM : D14061104

Menyetujui,

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc. NIP. 19591212 198603 1 004 Pembimbing Utama

(Ir. Komariah, M.Si.) NIP. 19590515 198903 2 001

Pembimbing Anggota

(41)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 13 Nopember 1988 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Bambang Kuscahyo dan Ibu Tri Kurniati. Penulis beragama Islam dan memiliki motto hidup vini vidi vici.

Penulis menjalani pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar Islam PB. Soedirman, Jakarta dan selesai pada tahun 2000. Pendidikan menengah pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Islam PB. Soedirman. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas pada tahun 2003 dan selesai pada tahun 2006 di SMUN 98 Jakarta. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur SPMB (Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru). Setelah melewati TPB (Tingkat Persiapan Bersama) IPB, Penulis

diterima pada pilihan pertama di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB pada tahun 2007.

Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif diberbagai organisasi kampus. Penulis dipercaya sebagai Koordinator Wilayah II ISMAPETI (Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia) periode 2007-2009, Kepala Departemen Politik, Advokasi dan Hubungan Luar BEM Fapet IPB Kabinet REBORN periode 2007-2008, Ketua BEM Fapet IPB Kabinet DRAGON periode 2008-2009, serta Menteri Kebijakan Nasional BEM KM IPB Kabinet Generasi Inspirasi periode 2009-2010. Penulis aktif pula dalam Forum ISPC (IPB Social Politic Center), FMITFB (Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung), FKPKHN (Forum Kajian Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasional) dan Aliansi BEM SI (Seluruh Indonesia). Penulis juga dipercaya sebagai Ketua MEET COWBOY 44, masa perkenalan Fakultas Peternakan tahun 2007.

(42)

7 KATA PENGANTAR

“Dan sungguh pada hewan ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang ada dalam perutnya (berupa) susu murni antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya. Dan

hewan ternak telah diciptakan-Nya untuk kamu, padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat dan sebagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh keindahan padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya (ke tempat penggembalaan). Dan ia mengangkut beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tak sanggup mencapainya kecuali dengan susah

payah. Sungguh Tuhanmu Maha Pengasih, Maha Penyayang.” (QS. An Nahal. 66, 5-7)

Puji serta syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Belang Toraja pada Jenis Kelamin dan Umur yang

Berbeda”. Shalawat serta salam semoga selalu dicurahkan kepada junjungan dan

tauladan kita, Nabi Muhammad SAW serta kepada keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya, Insya Allah termasuk kita di dalamnya, yang senantiasa istiqomah hingga hari akhir.

Penulis menyelesaikan skripsi sebagai bentuk kontribusi terhadap bangsa dan negara dalam bidang peternakan. Penulisan skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Propinsi Sulawesi Selatan serta membandingkan ukuran-ukuran tubuh yang meliputi lingkar dada, panjang badan dan estimasi bobot badan antara Kerbau Belang jantan dan betina pada umur yang berbeda.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dan inspirasi dalam dunia peternakan juga dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya.

Bogor, Nopember 2011

(43)
(44)

viii

(45)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Beberapa Negara di Asia ... 6

2. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa Umur yang Berbeda

di Garut, Jawa Barat………. 7

3. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin

dan Umur yang Berbeda di Brebes, Jawa Tengah…….………. 7

4. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin

dan Umur yang Berbeda di Bali………... 8

5. Estimasi Bobot Badan Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur

yang Berbeda di Pringsurat, Jawa Tengah……….. 10

6. Bobot Badan Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang

Berbeda di Bali ………..……….. 10

7. Jumlah Ternak Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur yang

Diamati………. 13

8. Rataan Panjang Badan Kerbau Belang pada Jenis Kelamin dan

Umur yang Berbeda ……… 24

9. Rataan Lingkar Dada Kerbau Belang pada Jenis Kelamin dan Umur

yang Berbeda……… 26

10. Rataan Estimasi Bobot Badan Kerbau Belang pada Jenis Kelamin

(46)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Upacara Rambu Solo………... 14

2. Penyembelihan Ternak pada Upacara Rambu Solo………. 15

3. Tedong Bonga ………. 16

4. Tedong Bulan ………... 17

5. Sistem Pemeliharaan Intensif ………. 20

6. Sistem Pemeliharaan Semi Intensif ……… 22

(47)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Lokasi Pengambilan Data Sekunder …..………... 40

2. Hasil ANOVA untuk Panjang Badan ……… 41

3. Uji Duncan untuk Panjang Badan Terhadap Jenis Kelamin ….……… 41

4. Uji Duncan untuk Panjang Badan Terhadap Kelompok Umur ….…… 41

5. Hasil ANOVA untuk Lingkar Dada……... 41

6. Uji Duncan untuk Lingkar Dada Terhadap Jenis Kelamin …………... 42

7. Uji Duncan untuk Lingkar Dada Terhadap Kelompok Umur ………... 42

8. Hasil ANOVA untuk Estimasi Bobot Badan………. 42

9. Uji Duncan untuk Estimasi Bobot Badan Terhadap Jenis Kelamin 42

10. Uji Duncan untuk Estimasi Bobot Badan Terhadap Kelompok Umur 42

11. Populasi Ternak Nasional Indonesia ….……… 43

12. Populasi Ternak di Provinsi Sulawesi Selatan ……….. 48

13. Produksi Hasil Ternak Nasional Indonesia ….……….. 44

(48)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kerbau Belang termasuk jenis kerbau rawa yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau Belang adalah hewan bernilai paling tinggi dalam

budaya Toraja. Hewan ini, selain menjadi hewan pekerja dan alat transaksi juga dipakai sebagai persembahan dalam upacara rambu solo' dan rambu tuka' masyarakat Toraja. Potensi ternak kerbau untuk menopang ketahanan pangan khususnya ketersediaan daging juga sangat besar. Bertambahnya jumlah penduduk berbanding lurus dengan konsumsi daging. Kerbau merupakan salah satu komoditas usaha peternakan yang potensial dalam hal penyediaan daging.

Terdapat perbedaan laju pertumbuhan antara ternak jantan dan betina juga antar umur yang berbeda. Pola pertumbuhan tertinggi terjadi pada awal (muda) kemudian mengalami peningkatan secara perlahan (dewasa) sampai mencapai konstan saat ternak tua. Penimbangan sering kali tidak dapat dilakukan karena timbangan ternak tidak tersedia. Oleh karena itu, ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang, seperti lingkar dada dan panjang badan sangat penting diketahui karena dapat digunakan untuk melakukan estimasi bobot badan.

Potensi sumber daya alam dan manusia merupakan faktor pendukung yang harus dioptimalkan dalam peternakan Kerbau Belang Toraja. Adanya tradisi yang menyebabkan permintaan dan harga Kerbau Belang tinggi juga merupakan motivasi tersendiri bagi masyarakat Toraja untuk terus mengembangkan produktivitas ternak yang mereka hasilkan. Selain itu, dalam peternakan Kerbau Belang Toraja, manajemen pemeliharaan, pemberian pakan dan pemanfaatan limbah pertanian juga

merupakan hal-hal yang harus diperhatikan.

Secara umum, orang Toraja menilai kerbau dari tanduk, warna kulit dan

(49)

2 Tujuan

(50)

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa

Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi

atau water bufallo berasal dari spesies Bubalus arnee. Spesies kerbau lain yang masih liar adalah B. mindorensis, B. depressicornis dan B. cafer (Hasinah dan Handiwirawan, 2006). Kerbau Asia terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau domestik terdiri atas dua tipe yaitu kerbau rawa (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo).

Kerbau (Bubalus bubalis Linn.) adalah ruminansia yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau merupakan ternak asli daerah panas dan lembab, khusus daerah belahan utara tropika. Kerbau ditinjau dari habitat, digolongkan dalam dua tipe, yaitu swamp bufallo dan river bufallo. Habitat swamp buffalo (kerbau rawa) adalah rawa, tempat berkubang adalah di lumpur sehingga disebut juga kerbau lumpur, sedangkan river buffalo (kerbau sungai) menetap di daerah basah dan lebih suka berenang di sungai atau kolam. Kerbau sungai merupakan tipe kerbau penghasil susu, sedangkan kerbau rawa merupakan tipe penghasil daging (Fahimuddin, 1975).

Kerbau rawa banyak terdapat di daerah Asia Tenggara. Kerbau ini tampak lebih liar dibandingkan dengan kerbau tipe sungai. Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa kerbau rawa merupakan kerbau yang berbadan pendek, besar, bertanduk panjang, memiliki konformasi tubuh yang berat dan padat. Ciri-ciri bagian muka kerbau rawa adalah dahi datar, muka pendek, moncong lebar dan terdapat bercak

putih di sekitar mata. Mason (1974a) menambahkan bahwa kerbau rawa memilki tubuh dan kaki yang pendek, perut yang luas dan leher panjang.

(51)

4 Kerbau Belang (Spotted Buffalo)

Kerbau Belang termasuk dalam kelas Mamalia, ordo Artiodactila, famili Bovidae, subfamili Bovinae, genus Bubalus, spesies Bubalus bubalis (kerbau air atau

water buffalo). Kerbau air terbagi menjadi dua macam yaitu kerbau lumpur atau rawa (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo). Kerbau belang di Tana Toraja

termasuk dalam jenis kerbau rawa (Cockrill, 1974).

Secara garis besar, masyarakat Toraja mengenal tiga kategori warna kerbau yakni kerbau bonga atau kerbau belang, pudu atau kerbau hitam, dan sambao’ atau kerbau abu-abu. Masih terdapat variasi warna pula dari ketiga kategori tersebut. Kerbau belang mempunyai nilai relatif mahal, menyusul Kerbau pudu’ dan Kerbau sambao’.

Kerbau bonga (belang) adalah kerbau yang berwarna kombinasi hitam dan putih serta dianggap paling cantik. Harga kerbau belang mencapai puluhan sampai ratusan juta. Kerbau juga dapat ditemukan di masyarakat TO Bada, Sulawesi Tengah, Sumba, Flores, Roti dan Timor (Nooy-Palm, 1979). Namun, secara proporsional sangat jarang. Kerbau jenis ini di Toraja sendiri sangat jarang. Kelahiran Kerbau Belang bagi peternak merupakan suatu berkah. Upaya untuk perkawinan silang pun jarang sekali berhasil. Kelahiran bonga ini dinilai sangat kebetulan. Satu kerbau bonga biasanya dinilai antara 10 hingga 20 kerbau hitam. Peter et al. (2003) menyatakan bahwa bonga memiliki beberapa variasi dari segi kombinasi warna dan tanda-tandanya, yaitu 1) bonga saleko atau bonga doti adalah jenis yang warna hitam dan putih hampir seimbang serta ditandai dengan taburan bintik-bintik di seluruh tubuh, 2) bonga sanga’daran adalah jenis yang di bagian

mulut didominasi warna hitam, 3) bonga randan dali’ adalah jenis bonga yang alis matanya berwarna hitam, 4) bonga takinan gayang adalah jenis yang memiliki warna

(52)

5 Mason (1974b) menyatakan variasi warna kerbau rawa adalah kelabu, hitam totol-totol atau belang putih, albino dan abu-abu. Praharani dan Triwulanningsih (2008) menambahkan bahwa kerbau rawa atau lumpur mempunyai variasi warna kulit yang cukup banyak sehingga memunculkan beragam nama sebagai pembeda. Kerbau rawa atau lumpur yang berwarna hitam totol-totol atau belang putih yang disebut kerbau belang. Bobot lahir kerbau belang dari Toraja, yaitu 25 kg pada jantan dan 23 kg pada betina (Batosamma, 2004).

Pertumbuhan Ternak

Pertumbuhan secara umum didefinisikan sebagai perubahan ukuran tubuh yang meliputi perubahan bobot badan, bentuk, dimensi dan komposisi tubuh termasuk perubahan jaringan-jaringan tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ. Perubahan jaringan-jaringan dan organ-organ berlangsung secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut (Soeparno, 1998).

Pertumbuhan menurut Hafez dan Dyer (1969) adalah perubahan ukuran, bentuk, serta komposisi dan struktur tubuh yang secara normal perubahan itu akan meningkatkan ukuran dan bobot badan hewan. Pertumbuhan ternak secara keseluruhan diukur dengan bertambah berat badan, sedangkan besar badan dapat

diketahui antara lain melalui panjang badan dan lingkar dada.

Pertumbuhan ternak adalah pertumbuhan bobot badan dan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur. Pertumbuhan tiap individu secara umum diperlihatkan sebagai

bentuk sigmoid atau “S”. Kurva “S” ini menggambarkan suatu bentuk percepatan

dan perlambatan karena berdasarkan penjelasan Vaccaro dan Rivero (1985), bahwa pola pertumbuhan tertinggi terjadi pada awal kemudian mengalami peningkatan secara perlahan sampai mencapai konstan saat ternak tua.

(53)

6 Dewasa kelamin sangat mempengaruhi laju pertumbuhan. Lendhanie (2005) menyatakan dewasa kelamin kerbau rawa dicapai pada umur 2-3 tahun. Dewasa kelamin sangat mempengaruhi pertumbuhan. Yurleni (2000) juga menyatakan hal serupa, yaitu bahwa kerbau jantan dan betina mencapai dewasa kelamin sekitar umur 2,5-3 tahun. Bhikane dan Khawitkar (2004) menyatakan umur pubertas kerbau berkisar antara 36-42 bulan (3-3,5 tahun) di Vietnam.

Ukuran Tubuh

Pengukuran parameter tubuh sering digunakan untuk estimasi produksi, misalnya untuk pendugaan bobot badan (Saleh, 1982). Penimbangan di lapangan sering kali tidak dapat dilakukan karena timbangan ternak tidak tersedia (Siregar et al., 1984). Santosa (1983) menyatakan bahwa data lingkar dada dan panjang badan dapat digunakan untuk menduga bobot hidup kerbau. Parameter lingkar dada memiliki kecermatan yang lebih tinggi daripada panjang badan. Williamson dan

Payne (1986) menyatakan bahwa ukuran tubuh seperti lingkar dada dan panjang badan dapat digunakan sebagai petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat.

Chantalakhana dan Skunmum (2002) meneliti ukuran tubuh kerbau rawa dewasa di beberapa negara Asia. Penelitian tersebut menyatakan bahwa ukuran tubuh kerbau pada umur dewasa di Cina, Malaysia dan Thailand cenderung tidak jauh berbeda seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Beberapa Negara di Asia

Negara Jenis Kelamin

Ukuran Tubuh

Panjang Badan (cm) Lingkar Dada (cm)

(54)

7 Pengamatan ukuran tubuh meliputi panjang badan dan lingkar dada kerbau rawa di beberapa wilayah di Indonesia sudah dilaporkan sejumlah penelitian. Ismawan (2000) melakukan penelitian terhadap ukuran tubuh kerbau rawa di Garut, Jawa Barat yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa Umur yang Berbeda di Garut, Jawa Barat

Kelompok Umur (tahun) Panjang Badan (cm) Lingkar Dada (cm)

0-1 94,30 134,25

Penelitian Lita (2009) di Muara Muntai, Kalimantan Timur melaporkan bahwa panjang badan dan lingkar dada kerbau rawa adalah 113,76 cm dan 158,38

cm. Herianti dan Pawarti (2009) melakukan pengukuran panjang badan dan lingkar dada kerbau rawa di Brebes, Jawa Tengah yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Brebes, Jawa Tengah

(55)

8 Penelitian Kampas (2008) di Propinsi Sumatra Utara melaporkan bahwa kerbau rawa jantan memiliki panjang badan dan lingkar dada 135 cm dan 194 cm, sedangkan pada betina 134 cm dan 193 cm. Penelitian Sitorus (2008) yang juga di Provinsi Sumatra Utara melaporkan bahwa kerbau rawa jantan memiliki panjang badan dan lingkar dada 129,50 cm dan 182,16 cm, sedangkan pada betina 119,14 cm dan 176,60 cm.

Penelitian Hidayat (2007) di Propinsi Banten melaporkan panjang badan dan lingkar dada adalah 121 cm dan 166 cm, sedangkan betina 110 cm dan 171 cm. Penelitian Saroji (2008) yang juga di Provinsi Banten melaporkan bahwa panjang badan dan lingkar dada kerbau jantan berumur >2 tahun 118,5 cm dan 157,2 cm, sedangkan betina 123 cm dan 169,5 cm. Penelitian Erdiansyah (2008) di Propinsi NTB melaporkan bahwa kerbau rawa jantan memiliki panjang badan dan lingkar dada 122,86 cm dan 177,45 cm, sedangkan pada betina 123,10 cm dan 177,80 cm. Putra (1985) juga melakukan pengukuran terhadap panjang badan dan lingkar dada kerbau rawa di Bali yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan

Gambar

Tabel 1. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan
Tabel 2. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa Umur yang Berbeda di
Tabel 6. Bobot Badan Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di
Tabel 7. Jumlah Ternak Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ukuran t:inggi pundak, dalam dada, lebe.r dada., panjang ba- dan dan lingkar dada secara umum mempunyai hubungan Ya:Ag sangat nyata. Panjang badan dan lingkar dada

Hubungan Ukuran-ukuran Tubuh dengan Bobot Badan Lingkar dada Hasil analisis statistik tentang korelasi (r) dan koefisien determinasi (R 2 ) antara lingkar dada dengan bobot

Hasil analisis komponen utama (AKU) diperoleh bahwa, penciri ukuran ternak kerbau rawa jantan dan betina pada dua Kecamatan tersebut adalah lingkar dada, penciri bentuk ternak

Masyarakat memerlukan informasi kualitas fisik daging kerbau sehingga dilakukan pada umur dan jenis kelamin yang berbeda, hasil penelitian ini bermanfaat agar

Teknologi yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan cauda epididimis kerbau belang yang dipotong pada saat upacara adat sebagai sumber sperma potensial dan

Koefisien korelasi antara lingkar dada dengan bobot badan sapi Bali betina pada poel 1, 2, 3 dan 4 menunjukkan bahwa, lingkar dada pada setiap umur memiliki keeratan

Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara sistem pemeliharaan dengan berat badan, lingkar dada, panjang badan dan tinggi gumba

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian 50% ampas bir pada konsentrat dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan ukuran lingkar