ii
ABSTRAK
KHAIRINDYA IKRAMMURTI. Membran Polistirena dengan Ragam Suhu Perendaman
untuk Pervaporasi Alkohol. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI
WULANAWATI.
Membran polistirena dengan PLURONIC sebagai porogen dapat digunakan dalam pervaporasi alkohol. Pembuatan membran polistirena dilakukan dengan metode fase balik yang diawali dengan membuat larutan campuran polistirena dan PLURONIC dalam pelarut diklorometana dengan ragam komposisi polistirena:PLURONIC:diklorometana sebesar 17:0:83 dan 17:1:82. Larutan kemudian diaduk selama 5 jam dengan ultrasonik
dan dicetak diatas pelat kaca lalu direndam dalam air hangat pada suhu 40, 50, dan 60 oC.
Pada penelitian ini didapat hasil pervaporasi terbesar pada suhu perendaman 50 oC
dengan persentase kemurnian alkohol sebesar 90,2%. Namun, hasil ini masih kurang baik karena kemurnian alkoholnya masih lebih rendah daripada kemurnian alkohol standarnya sebesar 91,6%.
ABSTRACT
KHAIRINDYA IKRAMMURTI. Polystyrene Membrane at Various Immersion Temperatures for Alcohol Pervaporation. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI WULANAWATI.
Polystyrene membrane with PLURONIC as porogen, can be utilized in alcohol pervaporation. The polystyrene membrane was made by reverse phase method which was started with making of polymeric mixed solution between polystyrene and PLURONIC in dichloromethane with 2 different compositions, i.e.-polystyrene :PLURONIC:dichloromethane 17:0:83 and 17:1:82. The solution was stirred up for 5 hours with ultrasonic and casted on the glass plate surface, and then it was immersed into
water at 40, 50, and 60 oC. The highest pervaporation result was 90,2% alcohol purities at
50 oC immersion temperature. However, this result was not good enough because the
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Membran biasa digunakan dalam proses pemisahan karena memiliki sifat permeabilitas dan selektifitas yang tinggi, tahan tehadap zat kimia yang akan dipisahkan serta memiliki kestabilan mekanik (Mulder 1996). Proses pemisahan menggunakan membran dapat dilakukan untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, osmosis balik, elektrodialisis, dan pervaporasi (Baker 2004).
Salah satu pemanfaatan teknologi
membran yang sedang berkembang yaitu
pervaporasi. Menurut Jou et al. (1999),
pervaporasi merupakan penghilangan
komponen organik dari airnya dengan cara pemisahan selektif dan difusi melalui sebuah lembaran polimer (membran). Pervaporasi didasarkan pada sifat hidrofilitas membran terhadap larutan yang dipisahkan. Pervaporasi memiliki beberapa keunggulan seperti dapat memisahkan campuran yang memiliki titik
didih berdekatan, dapat memisahkan
campuran azeotrop, dan hemat energi (Tsai et
al. 2000). Beberapa penelitian telah dilakukan
dengan menggunakan teknik pervaporasi
diantaranya yaitu Kittur et al. (2000) dengan
membran komposit ZSM-5 zeolit-PVA untuk
pemisahan isopropanol-air, Schwarz et al.
(2001) dengan membran
polielekrolit-kompleks surfaktan (PELSC) untuk
pemisahan metanol-air, dan Huang et al.
(2007) dengan membran HTPB
(Hidroxyl-terminated butadiene)-poliuretan untuk
pemisahan etanol-air.
Polimer yang digunakan pada setiap
penelitian tersebut sangatlah beragam.
Namun, jenis polimer yang digunakan biasanya tidak berpori dan bersifat hidrofobik. Salah satu jenis polimer yang dapat juga
digunakan untuk pervaporasi adalah
polistirena. Polistirena dapat digunakan
sebagai bahan dasar membran pervaporasi karena bersifat hidrofobik dan tidak berpori. Selain itu, polistirena juga merupakan polimer yang memiliki kestabilan panas dan dimensi yang baik (Cowd 1991).
Peningkatan kinerja membran polistirena ini dilakukan dengan menambahkan suatu zat pembentuk pori (porogen). Salah satu contoh porogen yang dapat digunakan adalah PLURONIC yang bersifat ramah lingkungan. Selain itu, kinerja membran juga dapat ditingkatkan dengan cara memperkecil ukuran pori dengan perendaman dalam air hangat. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ragam
suhu perendaman yang digunakan yaitu 40
dan 60oC untuk membran komposit selulosa
asetat-polistirena dengan penambahan Cetyl
Trimethylammonium Bromide (CTAB) (Indriani 2009) dan dengan penambahan
Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) (Nugraha
2010). Oleh karena itu, ragam suhu
perendaman yang digunakan pada penelitian
ini yaitu 40, 50, 60 oC.
Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh suhu terhadap pembentukkan pori membran polistirena dengan PLURONIC sebagai porogen dan aplikasinya dalam pervaporasi alkohol.
TINJAUAN PUSTAKA
Membran
Membran adalah suatu lapisan film tipis
yang pelarut dan zat terlarutnya
ditransportasikan secara selektif (Ghosh
2003). Menurut Wenten et al.. (2000), kata
“membran” telah diperluas untuk
menggambarkan suatu lembaran tipis fleksibel
atau film, bertindakcc sebagai pemisah
selektif antara dua fase karena sifat
semipermiabelnya.
Membran dapat diklasifikasikan
berdasarkan material asal, morfologi, bentuk, dan fungsi. Membran berdasarkan material asal dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran alami dan sintetik. Membran alami merupakan membran yang terdapat pada sel
tumbuhan, hewan, dan manusia yang
berfungsi untuk melindungi isi sel dari
pengaruh luar dan membantu proses
metabolisme dengan sifat permeabelnya sedangkan membran sintetik merupakan
membran yang dibuat sesuai dengan
kebutuhannya dan sifatnya disesuaikan
dengan membran alami. Membran sintetik ini dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran organik dan anorganik. Membran sintetik ini dapat terbuat dari polimer, keramik, gelas, dan logam. Membran yang terbuat dari polimer contohnya seperti
selulosa asetat, selulosa triasetat,
polipropilena, polietilena, poliamida, dan polisulfon (Mulder 1996).
Menurut Mulder (1996), membran
berdasarkan morfologinya dapat dibedakan menjadi tiga antara lain membran simetrik
merupakan membran yang memiliki
morfologi homogen, membran asimetrik
merupakan membran yang memiliki
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Membran biasa digunakan dalam proses pemisahan karena memiliki sifat permeabilitas dan selektifitas yang tinggi, tahan tehadap zat kimia yang akan dipisahkan serta memiliki kestabilan mekanik (Mulder 1996). Proses pemisahan menggunakan membran dapat dilakukan untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, osmosis balik, elektrodialisis, dan pervaporasi (Baker 2004).
Salah satu pemanfaatan teknologi
membran yang sedang berkembang yaitu
pervaporasi. Menurut Jou et al. (1999),
pervaporasi merupakan penghilangan
komponen organik dari airnya dengan cara pemisahan selektif dan difusi melalui sebuah lembaran polimer (membran). Pervaporasi didasarkan pada sifat hidrofilitas membran terhadap larutan yang dipisahkan. Pervaporasi memiliki beberapa keunggulan seperti dapat memisahkan campuran yang memiliki titik
didih berdekatan, dapat memisahkan
campuran azeotrop, dan hemat energi (Tsai et
al. 2000). Beberapa penelitian telah dilakukan
dengan menggunakan teknik pervaporasi
diantaranya yaitu Kittur et al. (2000) dengan
membran komposit ZSM-5 zeolit-PVA untuk
pemisahan isopropanol-air, Schwarz et al.
(2001) dengan membran
polielekrolit-kompleks surfaktan (PELSC) untuk
pemisahan metanol-air, dan Huang et al.
(2007) dengan membran HTPB
(Hidroxyl-terminated butadiene)-poliuretan untuk
pemisahan etanol-air.
Polimer yang digunakan pada setiap
penelitian tersebut sangatlah beragam.
Namun, jenis polimer yang digunakan biasanya tidak berpori dan bersifat hidrofobik. Salah satu jenis polimer yang dapat juga
digunakan untuk pervaporasi adalah
polistirena. Polistirena dapat digunakan
sebagai bahan dasar membran pervaporasi karena bersifat hidrofobik dan tidak berpori. Selain itu, polistirena juga merupakan polimer yang memiliki kestabilan panas dan dimensi yang baik (Cowd 1991).
Peningkatan kinerja membran polistirena ini dilakukan dengan menambahkan suatu zat pembentuk pori (porogen). Salah satu contoh porogen yang dapat digunakan adalah PLURONIC yang bersifat ramah lingkungan. Selain itu, kinerja membran juga dapat ditingkatkan dengan cara memperkecil ukuran pori dengan perendaman dalam air hangat. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ragam
suhu perendaman yang digunakan yaitu 40
dan 60oC untuk membran komposit selulosa
asetat-polistirena dengan penambahan Cetyl
Trimethylammonium Bromide (CTAB) (Indriani 2009) dan dengan penambahan
Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) (Nugraha
2010). Oleh karena itu, ragam suhu
perendaman yang digunakan pada penelitian
ini yaitu 40, 50, 60 oC.
Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh suhu terhadap pembentukkan pori membran polistirena dengan PLURONIC sebagai porogen dan aplikasinya dalam pervaporasi alkohol.
TINJAUAN PUSTAKA
Membran
Membran adalah suatu lapisan film tipis
yang pelarut dan zat terlarutnya
ditransportasikan secara selektif (Ghosh
2003). Menurut Wenten et al.. (2000), kata
“membran” telah diperluas untuk
menggambarkan suatu lembaran tipis fleksibel
atau film, bertindakcc sebagai pemisah
selektif antara dua fase karena sifat
semipermiabelnya.
Membran dapat diklasifikasikan
berdasarkan material asal, morfologi, bentuk, dan fungsi. Membran berdasarkan material asal dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran alami dan sintetik. Membran alami merupakan membran yang terdapat pada sel
tumbuhan, hewan, dan manusia yang
berfungsi untuk melindungi isi sel dari
pengaruh luar dan membantu proses
metabolisme dengan sifat permeabelnya sedangkan membran sintetik merupakan
membran yang dibuat sesuai dengan
kebutuhannya dan sifatnya disesuaikan
dengan membran alami. Membran sintetik ini dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran organik dan anorganik. Membran sintetik ini dapat terbuat dari polimer, keramik, gelas, dan logam. Membran yang terbuat dari polimer contohnya seperti
selulosa asetat, selulosa triasetat,
polipropilena, polietilena, poliamida, dan polisulfon (Mulder 1996).
Menurut Mulder (1996), membran
berdasarkan morfologinya dapat dibedakan menjadi tiga antara lain membran simetrik
merupakan membran yang memiliki
morfologi homogen, membran asimetrik
merupakan membran yang memiliki
2
komposit yang merupakan membran yang terbuat dari dua jenis bahan yang berbeda. Membran juga dapat dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu membran datar dengan bentuk melebar serta memiliki penampang lintang yang besar dan membran tubular dengan bentuk seperti tabung dengan diameter tertentu. Selain itu, membran dapat dibedakan berdasarkan ukuran porinya, yaitu membran makropori dengan ukuran pori > 50 nm, membran mesopori dengan ukuran pori 2-50 nm, membran mikropori dengan ukuran pori < 2 nm.
Berdasarkan fungsinya, membran terbagi menjadi membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, osmosis balik, dialisis, dan elektrodialisis. Membran mikrofiltrasi merupakan membran
yang berfungsi untuk menyaring
makromolekul dengan berat molekul lebih dari 500.000 g/mol atau partikel berukuran 0,1-10 µm dengan tekanan 0,5-2 atm. Membran ultrafiltrasi merupakan membran
yang berfungsi untuk menyaring
makromolekul dengan berat molekul lebih dari 5000 g/mol atau partikel berukuran 0,001-0,1 µm dengan tekanan 1-3 atm. Membran osmosis balik merupakan membran yang berfungsi untuk menyaring garam-garam organik dengan berat molekul lebih dari 50 g/mol atau partikel berukuran 0,0001-0,001 µm dengan tekanan 8-12 atm. Membran dialisis merupakan membran yang berfungsi untuk memisahkan larutan koloid yang mengandung elektrolit dengan berat molekul kecil. Membran elektrodialisis merupakan membran yang berfungsi untuk memisahkan larutan dengan pemberian muatan listrik.
Polistirena
Polistirena (Gambar 1) merupakan polimer termoplastik yang berwujud padatan pada suhu ruang, tetapi dapat meleleh jika dipanaskan dan kembali menjadi padatan jika didinginkan (Steven 2007). Polistirena tahan terhadap asam, basa, dan zat pengarat lainnya, tetapi mudah larut dalam hidrokarbon aromatik dan berklor (Cowd 1991). Pelarut yang biasa digunakan untuk polistirena adalah
diklorometana, etilbenzena, CHCl3, CCl4,
tetrahidrofuran, metiletilketon (Lide 2005).
Gambar 1 Struktur polistirena(Cowd 1991)
PLURONIC
Poloksamer atau PLURONIC (Gambar 2) merupakan surfaktan nonionik yang dibuat
dari kopolimer
polioksietilena-polioksipropilena. PLURONIC merupakan surfaktan berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berbahaya (Escobar-Chavez 2006). PLURONIC memiliki nilai nisbah
hidrofilik-lipofilik (HLB) antara 18-23 yang
menunjukkan kemampuannya untuk larut dalam pelarut polar dan nonpolar.
Gambar 2 Struktur PLURONIC
(Escobar-Chavez 2006)
Pervaporasi
Pervaporasi merupakan teknik pemisahan berdasarkan transport selektif melalui celah tebal yang digabungkan dengan evaporasi
(Tsai et al. 2000). Pervaporasi dapat
dilakukan dengan menggunakan membran berpori ataupun nonpori (Nawawi 2008).
Kinerja pervaporasi dapat dilihat dari nilai indeks pemisahan pervaporasi (PSI) (Baker 2004) yang dipengaruhi oleh fluks dan faktor separasi yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
PSI = indeks pemisahan pervaporasi
J = fluks
αsep = faktor separasi
Y = fraksi mol ataukonsentrasi permeat
X = fraksi mol atau konsentrasi umpan
Menurut Mulder (1996), fluks adalah jumlah volume permeat yang melewati satu satuan permukaan luas membran dengan waktu tertentu dengan adanya gaya dorong berupa
tekanan. Secara umum fluks dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
J = Fluks (L/m².jam)
V = Volume permeat (L)
A = Luas permukaan membran (m2)
3
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan ialah polistirena (Merck), diklorometana, alkohol teknis, dan PLURONIC (Aldrich). Alat yang digunakan adalah pengaduk ultrasonik, pervaporator (Lampiran 1), kromatografi gas varian 14 B di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBO), Mikroskop Elektron Susuran (SEM) JEOL JSM-6360AL di P2GL, dan Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) Perkin Elmer Spectrumone di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Tahapan Penelitian Pembuatan membran polistirena
Pembuatan membran polistirena diawali dengan pembuatan larutan polimer polistirena dalam pelarut diklorometana 100% b/v. Larutan polimer dalam 100 mL pelarut ini dicampurkan dengan surfaktan PLURONIC dengan komposisi polistirena:Diklorometana: PLURONIC adalah 17:83:0 dan 17:82:1 (Tsai
et al. 2000). Kemudian disonikasi selama 5 jam. Setelah itu, didiamkan selama 10 menit. Larutan polimer dituangkan di atas plat kaca yang telah diberi selotip pada kedua sisinya dengan ketebalan yang sama, lalu dicetak dengan cara mendorong larutan polimer tersebut sampai diperoleh lapisan tipis. Selanjutnya dilakukan pelepasan membran dengan direndam di dalam air pada suhu 40,
50, dan 60 oC. Membran kemudian diuji
dengan pervaporasi, SEM, dan FTIR
(Lampiran 2).
Pencirian membran
Faktor separasi. Larutan umpan yang digunakan adalah alkohol teknis sebanyak 50
mL dan dipanaskan pada suhu 70 oC. Nilai
faktor separasi dihitung dari nisbah antara
fraksi permeat dan umpan (Tsai et al. 2000).
Analisis SEM. Sampel ditambahkan N₂ cair kemudian dipatahkan. Sampel dengan ukuran
1×1 cm² kemudian direkatkan (perekat ganda)
dalam suatu silinder logam. Selanjutnya silinder diletakkan ke dalam pelapis ion untuk divakum selama 3 jam dengan tekanan 0,1 mbar. Setelah itu, sampel dilapisi dengan logam Pt-Au, lalu difoto dengan perbesaran tertentu.
Analisis Gugus Fungsi. Pengujian dengan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) dilakukan dengan tujuan melihat spektrum inframerah dari membran,
polistirena, dan PLURONIC. Sampel
membran dalam bentuk lapisan film tipis
berdiameter 1,5 cm ditempatkan dalam cell
holder.
Kromatografi Gas (KG). Sebanyak 5 µL larutan standar etanol dan metanol (PA), larutan umpan (campuran alkohol), dan larutan permeat (hasil penyaringan membran polistirena), masing-masing disuntikkan ke
dalam KG untuk mengetahui tingkat
kemurniannya dengan kondisi alat fase gerak
N₂, kolom Carbowax26, laju aliran N₂ 20
mL/menit, laju aliran H2 70 mL/menit, suhu
injektor 130 °C, detektor ionisasi nyala, suhu detektor 150 °C.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Polistirena
Pelarut yang digunakan dalam melarutkan polistirena adalah diklorometana. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lide (2005) bahwa polistirena dapat larut dalam diklometana,
etilbenzena, CHCl3, CCl4, tetrahidrofuran, dan
metiletilketon. Proses pembuatan membran pada penelitian ini menggunakan sonikasi untuk membentuk larutan homogen antara polistirena, diklorometana, dan PLURONIC serta menghindari terbentuknya gelembung udara. Proses pembentukan larutan polimer yang homogen lebih cepat karena energi gelombang dalam ultrasonik diubah menjadi energi panas sehingga menyebabkan interaksi
antara polistirena, diklorometana, dan
PLURONIC semakin meningkat.
Terbentuknya gelembung udara ketika proses pembuatan membran perlu dihindari karena dapat membuat membran menjadi rapuh dan tidak selektif.
Berdasarkan bentuknya, membran
polistirena ini termasuk membran datar karena berbentuk lembaran tipis (Gambar 3) (Mulder 1996). Selain itu, berdasarkan morfologinya, membran polistirena ini termasuk membran asimetrik yang tidak berpori pada lapisan atas dan berpori menjari pada lapisan bawah (Gambar 4). Oleh karena itu dibutuhkan
porogen untuk meningkatkan kinerja
3
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan ialah polistirena (Merck), diklorometana, alkohol teknis, dan PLURONIC (Aldrich). Alat yang digunakan adalah pengaduk ultrasonik, pervaporator (Lampiran 1), kromatografi gas varian 14 B di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBO), Mikroskop Elektron Susuran (SEM) JEOL JSM-6360AL di P2GL, dan Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) Perkin Elmer Spectrumone di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Tahapan Penelitian Pembuatan membran polistirena
Pembuatan membran polistirena diawali dengan pembuatan larutan polimer polistirena dalam pelarut diklorometana 100% b/v. Larutan polimer dalam 100 mL pelarut ini dicampurkan dengan surfaktan PLURONIC dengan komposisi polistirena:Diklorometana: PLURONIC adalah 17:83:0 dan 17:82:1 (Tsai
et al. 2000). Kemudian disonikasi selama 5 jam. Setelah itu, didiamkan selama 10 menit. Larutan polimer dituangkan di atas plat kaca yang telah diberi selotip pada kedua sisinya dengan ketebalan yang sama, lalu dicetak dengan cara mendorong larutan polimer tersebut sampai diperoleh lapisan tipis. Selanjutnya dilakukan pelepasan membran dengan direndam di dalam air pada suhu 40,
50, dan 60 oC. Membran kemudian diuji
dengan pervaporasi, SEM, dan FTIR
(Lampiran 2).
Pencirian membran
Faktor separasi. Larutan umpan yang digunakan adalah alkohol teknis sebanyak 50
mL dan dipanaskan pada suhu 70 oC. Nilai
faktor separasi dihitung dari nisbah antara
fraksi permeat dan umpan (Tsai et al. 2000).
Analisis SEM. Sampel ditambahkan N₂ cair kemudian dipatahkan. Sampel dengan ukuran
1×1 cm² kemudian direkatkan (perekat ganda)
dalam suatu silinder logam. Selanjutnya silinder diletakkan ke dalam pelapis ion untuk divakum selama 3 jam dengan tekanan 0,1 mbar. Setelah itu, sampel dilapisi dengan logam Pt-Au, lalu difoto dengan perbesaran tertentu.
Analisis Gugus Fungsi. Pengujian dengan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) dilakukan dengan tujuan melihat spektrum inframerah dari membran,
polistirena, dan PLURONIC. Sampel
membran dalam bentuk lapisan film tipis
berdiameter 1,5 cm ditempatkan dalam cell
holder.
Kromatografi Gas (KG). Sebanyak 5 µL larutan standar etanol dan metanol (PA), larutan umpan (campuran alkohol), dan larutan permeat (hasil penyaringan membran polistirena), masing-masing disuntikkan ke
dalam KG untuk mengetahui tingkat
kemurniannya dengan kondisi alat fase gerak
N₂, kolom Carbowax26, laju aliran N₂ 20
mL/menit, laju aliran H2 70 mL/menit, suhu
injektor 130 °C, detektor ionisasi nyala, suhu detektor 150 °C.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Polistirena
Pelarut yang digunakan dalam melarutkan polistirena adalah diklorometana. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lide (2005) bahwa polistirena dapat larut dalam diklometana,
etilbenzena, CHCl3, CCl4, tetrahidrofuran, dan
metiletilketon. Proses pembuatan membran pada penelitian ini menggunakan sonikasi untuk membentuk larutan homogen antara polistirena, diklorometana, dan PLURONIC serta menghindari terbentuknya gelembung udara. Proses pembentukan larutan polimer yang homogen lebih cepat karena energi gelombang dalam ultrasonik diubah menjadi energi panas sehingga menyebabkan interaksi
antara polistirena, diklorometana, dan
PLURONIC semakin meningkat.
Terbentuknya gelembung udara ketika proses pembuatan membran perlu dihindari karena dapat membuat membran menjadi rapuh dan tidak selektif.
Berdasarkan bentuknya, membran
polistirena ini termasuk membran datar karena berbentuk lembaran tipis (Gambar 3) (Mulder 1996). Selain itu, berdasarkan morfologinya, membran polistirena ini termasuk membran asimetrik yang tidak berpori pada lapisan atas dan berpori menjari pada lapisan bawah (Gambar 4). Oleh karena itu dibutuhkan
porogen untuk meningkatkan kinerja
4
konsentrasi misel kritisnya (KMK), yaitu 0,3% b/v (Christian 1995) seperti penambahan PLURONIC pada penelitian ini sebesar 1% b/v.
Gambar 3 Membran polistirena
Gambar 4 Membran polistirena sebelum penambahan PLURONIC perbesaran 750 kali
Selain itu, untuk meningkatkan kinerja membran juga dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran pori. Menurut Rabek (1980), pori-pori membran yang berukuran
lebih kecil dapat diperoleh dengan
perendaman air hangat. Setelah membran
polistirena ditambahkan PLURONIC
kemudian direndam dalam air pada suhu yang
berbeda, yaitu 40, 50, dan 60 oC maka terjadi
perubahan bentuk pori pada lapisan bawah membran (Gambar 5a-5c). Pori tersebut terbentuk dari PLURONIC yang terlepas saat perendaman di dalam air hangat.
a
b
c
Gambar 5 Membran polistirena setelah penambahan PLURONIC suhu
perendaman 40 oC perbesaran 750
kali (a), 50 oC perbesaran 1000
kali (b), dan 60 oC perbesaran 500
kali (c)
Berdasarkan hasil yang didapat, terlihat bahwa pori yang terbentuk pada membran polistirena-PLURONIC perendaman 40 dan
60 oC lebih besar dan beragam dengan
perbesaran yang lebih kecil untuk melihat pori pada membran daripada membran
polistirena-PLURONIC perendaman 50 oC. Hal ini
menunjukkan bahwa suhu perendaman
optimum yang menghasilkan bentuk pori yang paling kecil dan seragam untuk membran polistirena yang ditambahkan PLURONIC
adalah 50 oC.
Terlepasnya PLURONIC sebagai porogen ketika perendaman dalam air hangat dapat dibuktikan dari hasil spektrum FTIR membran polistirena dengan penambahan PLURONIC (Gambar 6).
Gambar 6 Spektrum FTIR membran polistirena dengan penambahan PLURONIC
Pada spektrum ini terdapat serapan pada daerah bilangan gelombang 698,65 dan
756,87 cm-1 yang merupakan pita serapan dari
gugus aromatik serta pada daerah bilangan
gelombang 2860,78 cm-1 yang merupakan pita
serapan dari gugus C-H yang berasal dari monomer polistirena (Gambar 7). Namun, Lapisan atas Lapisan bawah Pori Lapisan atas Lapisan bawah Pori Lapisan bawah Lapisan atas Pori Lapisan bawah Lapisan atas Pori
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -5.0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 68.0 cm-1 %T
Laboratory Test Result Pluronic 50 drjt
3081.81 3059.52 3026.41 2912.64 2850.78 1942.92 1870.31 1802.43 1746.33 1665.87 1601.25 1583.03 1541.35 1492.68 1452.11 1372.82 1328.331181.19 1153.55 1110.75 1028.46 963.88 906.79 841.94 756.42 698.65 620.87 540.10
2860.78 698.65
5
masih terdapat sedikit serapan gugus fungsi
dari PLURONIC, yaitu pada bilangan
gelombang 1110,75 cm-1 yang merupakan
gugus C-O dan pada bilangan gelombang
sekitar 3300 cm-1 yang menunjukkan serapan
gugus OH (Gambar 8).
Gambar 7 Spektrum FTIR polistirena
Gambar 8 Spektrum FTIR PLURONIC
Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Faktor Separasi
Membran polistirena pada penelitian ini diuji kinerjanya dengan pervaporasi. Kinerja pervaporasi membran ditentukan dari nilai
indeks pemisahan pervaporasi(PSI). Nilai PSI
ini dipengaruhi oleh fluks alkohol dan faktor separasi.
Gambar 9 menunjukkan hasil pemisahan alkohol dengan membran polistirena. Nilai faktor separasi yang didapat dengan suhu
perendaman 40, 50, dan 60 oC secara
berturut-turut adalah 0,32; 0,91; dan 0,57 (Lampiran 3). Nilai faktor separasi ini mengalami
peningkatan ketika pemisahan alkohol
dilakukan dengan menggunakan membran polistirena-PLURONIC (Gambar 10). Nilai faktor separasi yang didapat dari membran
polistirena-PLURONIC dengan suhu
perendaman 40, 50, dan 60 oC secara
berturut-turut adalah 0,30; 0,94; dan 0,60 (Lampiran 3). Nilai faktor separasi yang paling besar
dihasilkan dari membran
polistirena-PLURONIC perendaman 50 oC dengan nilai
sebesar 0,94. Hal ini membuktikan
bahwa penambahan PLURONIC sebagai
porogen meningkatkan kinerja membran dengan meningkatnya nilai faktor separasi.
Gambar 9 Grafik pengaruh suhu perendaman membran polistirena terhadap faktor separasi ( ) dan fluks air ( )
Gambar 10 Grafik pengaruh suhu perendaman membran
polistirena-PLURONIC terhadap faktor separasi ( ) dan fluks air ( )
Nilai faktor separasi ini menunjukkan nisbah alkohol dengan airnya. Akan tetapi, nilai ini masih terbilang rendah karena volume alkohol yang didapat masih lebih rendah daripada volume air yang tersisa. Volume air yang tersisa pada penelitian ini dianggap sebagai nilai fluks air. Secara teori, semakin meningkatnya faktor separasi maka fluks
airnya semakin menurun (Tsai et al. 2000).
Hal tersebut terlihat pada Gambar 10 hanya untuk membran dengan suhu perendaman 50
o
C yang memperlihatkan hubungan faktor separasi dengan fluks air sesuai teori.
Hasil analisis kromatografi gas (KG) untuk hasil pervaporasi ditabulasikan pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1, kemurnian alkohol mengalami penurunan setelah pervaporasi dari 91,6% menjadi 90,2%. Pervaporasi tersebut dilakukan pada
membran dengan suhu perendaman 50 oC.
Penurunan kemurnian alkohol ini dapat disebabkan oleh pengaruh PLURONIC yang digunakan sebagai porogen yang masih terdapat pada membran.
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -1.0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 93.0 cm-1 %T
Laboratory Test Result Polistirena 3081.89 3059.85 3025.75 3001.40 2922.42 2849.74 2336.76 1942.81 1869.66 1802.12 1746.80 1669.66 1601.22 1583.02 1541.68 1492.74 1452.25 1372.26 1328.311181.37 1154.56 1069.15 1028.44 964.39 942.31 906.58 841.40 756.87 698.97 620.45 539.85 2849.74
756.87 698.97
2895.78
C-H
1116.40 C-O O-H
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -2.0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26.0 cm-1 %T
Laboratory Test Result
Pluronic F-127 2895.78
6
Tabel 1 Hasil analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas
Nama
Kadar (%b/b)
Metanol Etanol Alkohol
total Alkohol
standar 80 20 99,9
Alkohol
teknis 76,4 15,2 91,6
Hasil
pervaporasi 73,5 16,7 90,2
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suhu optimum pembentukkan pori pada
membran polistirena yang ditambahkan
PLURONIC adalah 50 oC. Namun, kemurnian
alkohol hasil pervaporasi mengalami
penurunan dari 91,6% menjadi 90,2% karena
masih terdapat karakter porogen pada
membran sehingga mempengaruhi hasil
pemisahan.
Saran
Perlunya digunakan ragam jenis surfaktan dan metode penghilangan porogen lain untuk pervaporasi yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Baker RW. 2004. Membrane Technology and
Application. New York: J Wiley.
Christian SD. 1995. Solubilization in
Surfactant Aggregrates Surfactant Science. New York: CRC press.
Cowd MA. 1991. Polymer Chemistry.
London: J Murray.
Escobar-Chavez JJ. 2006. Applications of thermoreversible pluronic F-127 gels in
pharmaceutical formulations. J Pharm
Pharmaceutical Sci. 9 (3): 339-358.
Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using
Ultrafiltration:Theory, Aplication, and New Development. London: Imperial College Pr.
Huang S et al.. 2007. Properties and
pervaporation performances of crosslinked HTPB-based on polyurethane membranes.
Separation and purification technology. 56: 63-70.
Indriani. 2009. Perilaku Membran Komposit Nanopori Selulosa Asetat-Polistirena (CA-POLISTIRENA) Akibat Pengaruh Suhu dan Surfaktan [Skripsi]. Bogor: Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Jou et al.. 1999. A novel ceramic-supported polymer membrane for pervaporation of
dilute volatile organic compounds. Journal
of membrane science. 162: 269-284.
Kittur AA et al.. 2000. Pervaporation
separation of water-isopropanol mixtures using ZSM-5 zeolit incorporated
poly(vinyl alcohol) membranes. http:// eprints.iisc.ernet.in/3564/1/page17au.pdf [01 Maret 2010].
Lide DR. 2004-2005. Handbook of Chemistry
and Physics. Ed ke-85. CRC Press.
Mulder M. 1996. Basic Principles of
Membrane Technology. Netherland: Kluwer.
Nawawi et al.. 2008. Pervaporation of
ethanol-water using chitosan-clay
composite membrane. Jurnal teknologi. 49
:179-188.
Nugraha. 2010. Membran Komposit Selulosa Asetat-Polistirena Akibat Pengaruh SDS dan Suhu [skripsi]. Bogor :Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Rabek JK. 1980. Experimental Methods in
Polymer Chemistry: Physical Principles and Applications. Chichester: J Wiley.
Schwarz H et al.. 2001. Membranes based on
polyelectrolyte-surfactant complexes for
methanol separation. Journal of membrane
science. 194: 91-102.
Steven MP. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I,
penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Terjemahan dari Polymer Chemistry:An
Introduction.
Tsai HA et al.. 2000. Effect of surfactant
addition on the morphology and
MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN RAGAM SUHU
PERENDAMAN UNTUK PERVAPORASI ALKOHOL
KHAIRINDYA IKRAMMURTI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
6
Tabel 1 Hasil analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas
Nama
Kadar (%b/b)
Metanol Etanol Alkohol
total Alkohol
standar 80 20 99,9
Alkohol
teknis 76,4 15,2 91,6
Hasil
pervaporasi 73,5 16,7 90,2
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suhu optimum pembentukkan pori pada
membran polistirena yang ditambahkan
PLURONIC adalah 50 oC. Namun, kemurnian
alkohol hasil pervaporasi mengalami
penurunan dari 91,6% menjadi 90,2% karena
masih terdapat karakter porogen pada
membran sehingga mempengaruhi hasil
pemisahan.
Saran
Perlunya digunakan ragam jenis surfaktan dan metode penghilangan porogen lain untuk pervaporasi yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Baker RW. 2004. Membrane Technology and
Application. New York: J Wiley.
Christian SD. 1995. Solubilization in
Surfactant Aggregrates Surfactant Science. New York: CRC press.
Cowd MA. 1991. Polymer Chemistry.
London: J Murray.
Escobar-Chavez JJ. 2006. Applications of thermoreversible pluronic F-127 gels in
pharmaceutical formulations. J Pharm
Pharmaceutical Sci. 9 (3): 339-358.
Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using
Ultrafiltration:Theory, Aplication, and New Development. London: Imperial College Pr.
Huang S et al.. 2007. Properties and
pervaporation performances of crosslinked HTPB-based on polyurethane membranes.
Separation and purification technology. 56: 63-70.
Indriani. 2009. Perilaku Membran Komposit Nanopori Selulosa Asetat-Polistirena (CA-POLISTIRENA) Akibat Pengaruh Suhu dan Surfaktan [Skripsi]. Bogor: Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Jou et al.. 1999. A novel ceramic-supported polymer membrane for pervaporation of
dilute volatile organic compounds. Journal
of membrane science. 162: 269-284.
Kittur AA et al.. 2000. Pervaporation
separation of water-isopropanol mixtures using ZSM-5 zeolit incorporated
poly(vinyl alcohol) membranes. http:// eprints.iisc.ernet.in/3564/1/page17au.pdf [01 Maret 2010].
Lide DR. 2004-2005. Handbook of Chemistry
and Physics. Ed ke-85. CRC Press.
Mulder M. 1996. Basic Principles of
Membrane Technology. Netherland: Kluwer.
Nawawi et al.. 2008. Pervaporation of
ethanol-water using chitosan-clay
composite membrane. Jurnal teknologi. 49
:179-188.
Nugraha. 2010. Membran Komposit Selulosa Asetat-Polistirena Akibat Pengaruh SDS dan Suhu [skripsi]. Bogor :Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Rabek JK. 1980. Experimental Methods in
Polymer Chemistry: Physical Principles and Applications. Chichester: J Wiley.
Schwarz H et al.. 2001. Membranes based on
polyelectrolyte-surfactant complexes for
methanol separation. Journal of membrane
science. 194: 91-102.
Steven MP. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I,
penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Terjemahan dari Polymer Chemistry:An
Introduction.
Tsai HA et al.. 2000. Effect of surfactant
addition on the morphology and
7
polysulfone membranes. Journal of
membrane sciene. 176: 97-103.
Wenten IG, Kresnowati AP, Beatrix. 2000.
MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN RAGAM SUHU
PERENDAMAN UNTUK PERVAPORASI ALKOHOL
KHAIRINDYA IKRAMMURTI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
ABSTRAK
KHAIRINDYA IKRAMMURTI. Membran Polistirena dengan Ragam Suhu Perendaman
untuk Pervaporasi Alkohol. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI
WULANAWATI.
Membran polistirena dengan PLURONIC sebagai porogen dapat digunakan dalam pervaporasi alkohol. Pembuatan membran polistirena dilakukan dengan metode fase balik yang diawali dengan membuat larutan campuran polistirena dan PLURONIC dalam pelarut diklorometana dengan ragam komposisi polistirena:PLURONIC:diklorometana sebesar 17:0:83 dan 17:1:82. Larutan kemudian diaduk selama 5 jam dengan ultrasonik
dan dicetak diatas pelat kaca lalu direndam dalam air hangat pada suhu 40, 50, dan 60 oC.
Pada penelitian ini didapat hasil pervaporasi terbesar pada suhu perendaman 50 oC
dengan persentase kemurnian alkohol sebesar 90,2%. Namun, hasil ini masih kurang baik karena kemurnian alkoholnya masih lebih rendah daripada kemurnian alkohol standarnya sebesar 91,6%.
ABSTRACT
KHAIRINDYA IKRAMMURTI. Polystyrene Membrane at Various Immersion Temperatures for Alcohol Pervaporation. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI WULANAWATI.
Polystyrene membrane with PLURONIC as porogen, can be utilized in alcohol pervaporation. The polystyrene membrane was made by reverse phase method which was started with making of polymeric mixed solution between polystyrene and PLURONIC in dichloromethane with 2 different compositions, i.e.-polystyrene :PLURONIC:dichloromethane 17:0:83 and 17:1:82. The solution was stirred up for 5 hours with ultrasonic and casted on the glass plate surface, and then it was immersed into
water at 40, 50, and 60 oC. The highest pervaporation result was 90,2% alcohol purities at
50 oC immersion temperature. However, this result was not good enough because the
MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN RAGAM SUHU
PERENDAMAN UNTUK PERVAPORASI ALKOHOL
KHAIRINDYA IKRAMMURTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iv
Judul
: Membran Polistirena dengan Ragam Suhu Perendaman untuk
Pervaporasi Alkohol
Nama
: Khairindya Ikrammurti
NIM
: G44061068
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Sri Mulijani, MS
Armi Wulanawati, S. Si., M. Si
NIP 19630401 199103 2 001
NIP 19690725 200003 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor,
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002
5
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul: Membran Polistirena dengan Ragam Suhu Perendaman untuk Pervaporasi Alkohol. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang tetap berada di jalan-Nya hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sri Mulijani, MS. dan Armi Wulanawati, S.Si., M.Si. selaku pembimbing atas segala saran, kritik, dorongan, dan bimbingannya selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yani dan staf laboran Kimia Fisik, yaitu Bapak Nano, Bapak Ismail, dan Ibu Siti Jalilah.
Ucapan terima kasih tak terhingga kepada Bapak, Mama, dan adikku atas nasihat, semangat, bantuan materi, dan doa-doanya. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Roni, Tyas, Ranti, dan Fiul atas doa dan semangatnya yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Bogor, Januari 2011
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Januari 1989 dari pasangan Taufiqqurachman Mertosono dan Purbasari. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA Membran... 1
Polistirena ... 2
PLURONIC ... 2
Pervaporasi ... 2
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ... 2
Tahapan Penelitian ... 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Membran Polistirena ... 3
Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Nilai Faktor Separasi ... 5
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 6
Saran ... 6
DAFTAR PUSTAKA ... 6
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur polistirena ... 2
2 Struktur PLURONIC ... 2
3 Membran polistirena ... 4
4 Membran polistirena sebelum penambahan PLURONIC perbesaran 750 kali .. 4
5 Membran polistirena setelah penambahan PLURONIC suhu perendaman 40oC perbesaran 750 kali, 50oC perbesaran 1000 kali, dan 60oC perbesaran 500 kali ... 4
6 Spektrum FTIR membran polistirena dengan penambahan PLURONIC ... 4
7 Spektrum FTIR polistirena ... 5
8 Spektrum FTIR PLURONIC ... 5
9 Grafik pengaruh suhu perendaman membran polistirena terhadap faktor separasi dan fluks air ... 5
10 Grafik pengaruh suhu perendaman membran polistirena-PLURONIC terhadap faktor separasi dan fluks air ... 5
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Hasil analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas ... 6DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Modul pervaporator ... 92 Diagram alir penelitian ... 10
3 Penentuan nilai faktor separasi ... 11
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Membran biasa digunakan dalam proses pemisahan karena memiliki sifat permeabilitas dan selektifitas yang tinggi, tahan tehadap zat kimia yang akan dipisahkan serta memiliki kestabilan mekanik (Mulder 1996). Proses pemisahan menggunakan membran dapat dilakukan untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, osmosis balik, elektrodialisis, dan pervaporasi (Baker 2004).
Salah satu pemanfaatan teknologi
membran yang sedang berkembang yaitu
pervaporasi. Menurut Jou et al. (1999),
pervaporasi merupakan penghilangan
komponen organik dari airnya dengan cara pemisahan selektif dan difusi melalui sebuah lembaran polimer (membran). Pervaporasi didasarkan pada sifat hidrofilitas membran terhadap larutan yang dipisahkan. Pervaporasi memiliki beberapa keunggulan seperti dapat memisahkan campuran yang memiliki titik
didih berdekatan, dapat memisahkan
campuran azeotrop, dan hemat energi (Tsai et
al. 2000). Beberapa penelitian telah dilakukan
dengan menggunakan teknik pervaporasi
diantaranya yaitu Kittur et al. (2000) dengan
membran komposit ZSM-5 zeolit-PVA untuk
pemisahan isopropanol-air, Schwarz et al.
(2001) dengan membran
polielekrolit-kompleks surfaktan (PELSC) untuk
pemisahan metanol-air, dan Huang et al.
(2007) dengan membran HTPB
(Hidroxyl-terminated butadiene)-poliuretan untuk
pemisahan etanol-air.
Polimer yang digunakan pada setiap
penelitian tersebut sangatlah beragam.
Namun, jenis polimer yang digunakan biasanya tidak berpori dan bersifat hidrofobik. Salah satu jenis polimer yang dapat juga
digunakan untuk pervaporasi adalah
polistirena. Polistirena dapat digunakan
sebagai bahan dasar membran pervaporasi karena bersifat hidrofobik dan tidak berpori. Selain itu, polistirena juga merupakan polimer yang memiliki kestabilan panas dan dimensi yang baik (Cowd 1991).
Peningkatan kinerja membran polistirena ini dilakukan dengan menambahkan suatu zat pembentuk pori (porogen). Salah satu contoh porogen yang dapat digunakan adalah PLURONIC yang bersifat ramah lingkungan. Selain itu, kinerja membran juga dapat ditingkatkan dengan cara memperkecil ukuran pori dengan perendaman dalam air hangat. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ragam
suhu perendaman yang digunakan yaitu 40
dan 60oC untuk membran komposit selulosa
asetat-polistirena dengan penambahan Cetyl
Trimethylammonium Bromide (CTAB) (Indriani 2009) dan dengan penambahan
Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) (Nugraha
2010). Oleh karena itu, ragam suhu
perendaman yang digunakan pada penelitian
ini yaitu 40, 50, 60 oC.
Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh suhu terhadap pembentukkan pori membran polistirena dengan PLURONIC sebagai porogen dan aplikasinya dalam pervaporasi alkohol.
TINJAUAN PUSTAKA
Membran
Membran adalah suatu lapisan film tipis
yang pelarut dan zat terlarutnya
ditransportasikan secara selektif (Ghosh
2003). Menurut Wenten et al.. (2000), kata
“membran” telah diperluas untuk
menggambarkan suatu lembaran tipis fleksibel
atau film, bertindakcc sebagai pemisah
selektif antara dua fase karena sifat
semipermiabelnya.
Membran dapat diklasifikasikan
berdasarkan material asal, morfologi, bentuk, dan fungsi. Membran berdasarkan material asal dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran alami dan sintetik. Membran alami merupakan membran yang terdapat pada sel
tumbuhan, hewan, dan manusia yang
berfungsi untuk melindungi isi sel dari
pengaruh luar dan membantu proses
metabolisme dengan sifat permeabelnya sedangkan membran sintetik merupakan
membran yang dibuat sesuai dengan
kebutuhannya dan sifatnya disesuaikan
dengan membran alami. Membran sintetik ini dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran organik dan anorganik. Membran sintetik ini dapat terbuat dari polimer, keramik, gelas, dan logam. Membran yang terbuat dari polimer contohnya seperti
selulosa asetat, selulosa triasetat,
polipropilena, polietilena, poliamida, dan polisulfon (Mulder 1996).
Menurut Mulder (1996), membran
berdasarkan morfologinya dapat dibedakan menjadi tiga antara lain membran simetrik
merupakan membran yang memiliki
morfologi homogen, membran asimetrik
merupakan membran yang memiliki
2
komposit yang merupakan membran yang terbuat dari dua jenis bahan yang berbeda. Membran juga dapat dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu membran datar dengan bentuk melebar serta memiliki penampang lintang yang besar dan membran tubular dengan bentuk seperti tabung dengan diameter tertentu. Selain itu, membran dapat dibedakan berdasarkan ukuran porinya, yaitu membran makropori dengan ukuran pori > 50 nm, membran mesopori dengan ukuran pori 2-50 nm, membran mikropori dengan ukuran pori < 2 nm.
Berdasarkan fungsinya, membran terbagi menjadi membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, osmosis balik, dialisis, dan elektrodialisis. Membran mikrofiltrasi merupakan membran
yang berfungsi untuk menyaring
makromolekul dengan berat molekul lebih dari 500.000 g/mol atau partikel berukuran 0,1-10 µm dengan tekanan 0,5-2 atm. Membran ultrafiltrasi merupakan membran
yang berfungsi untuk menyaring
makromolekul dengan berat molekul lebih dari 5000 g/mol atau partikel berukuran 0,001-0,1 µm dengan tekanan 1-3 atm. Membran osmosis balik merupakan membran yang berfungsi untuk menyaring garam-garam organik dengan berat molekul lebih dari 50 g/mol atau partikel berukuran 0,0001-0,001 µm dengan tekanan 8-12 atm. Membran dialisis merupakan membran yang berfungsi untuk memisahkan larutan koloid yang mengandung elektrolit dengan berat molekul kecil. Membran elektrodialisis merupakan membran yang berfungsi untuk memisahkan larutan dengan pemberian muatan listrik.
Polistirena
Polistirena (Gambar 1) merupakan polimer termoplastik yang berwujud padatan pada suhu ruang, tetapi dapat meleleh jika dipanaskan dan kembali menjadi padatan jika didinginkan (Steven 2007). Polistirena tahan terhadap asam, basa, dan zat pengarat lainnya, tetapi mudah larut dalam hidrokarbon aromatik dan berklor (Cowd 1991). Pelarut yang biasa digunakan untuk polistirena adalah
diklorometana, etilbenzena, CHCl3, CCl4,
tetrahidrofuran, metiletilketon (Lide 2005).
Gambar 1 Struktur polistirena(Cowd 1991)
PLURONIC
Poloksamer atau PLURONIC (Gambar 2) merupakan surfaktan nonionik yang dibuat
dari kopolimer
polioksietilena-polioksipropilena. PLURONIC merupakan surfaktan berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berbahaya (Escobar-Chavez 2006). PLURONIC memiliki nilai nisbah
hidrofilik-lipofilik (HLB) antara 18-23 yang
menunjukkan kemampuannya untuk larut dalam pelarut polar dan nonpolar.
Gambar 2 Struktur PLURONIC
(Escobar-Chavez 2006)
Pervaporasi
Pervaporasi merupakan teknik pemisahan berdasarkan transport selektif melalui celah tebal yang digabungkan dengan evaporasi
(Tsai et al. 2000). Pervaporasi dapat
dilakukan dengan menggunakan membran berpori ataupun nonpori (Nawawi 2008).
Kinerja pervaporasi dapat dilihat dari nilai indeks pemisahan pervaporasi (PSI) (Baker 2004) yang dipengaruhi oleh fluks dan faktor separasi yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
PSI = indeks pemisahan pervaporasi
J = fluks
αsep = faktor separasi
Y = fraksi mol ataukonsentrasi permeat
X = fraksi mol atau konsentrasi umpan
Menurut Mulder (1996), fluks adalah jumlah volume permeat yang melewati satu satuan permukaan luas membran dengan waktu tertentu dengan adanya gaya dorong berupa
tekanan. Secara umum fluks dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
J = Fluks (L/m².jam)
V = Volume permeat (L)
A = Luas permukaan membran (m2)
3
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan ialah polistirena (Merck), diklorometana, alkohol teknis, dan PLURONIC (Aldrich). Alat yang digunakan adalah pengaduk ultrasonik, pervaporator (Lampiran 1), kromatografi gas varian 14 B di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBO), Mikroskop Elektron Susuran (SEM) JEOL JSM-6360AL di P2GL, dan Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) Perkin Elmer Spectrumone di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Tahapan Penelitian Pembuatan membran polistirena
Pembuatan membran polistirena diawali dengan pembuatan larutan polimer polistirena dalam pelarut diklorometana 100% b/v. Larutan polimer dalam 100 mL pelarut ini dicampurkan dengan surfaktan PLURONIC dengan komposisi polistirena:Diklorometana: PLURONIC adalah 17:83:0 dan 17:82:1 (Tsai
et al. 2000). Kemudian disonikasi selama 5 jam. Setelah itu, didiamkan selama 10 menit. Larutan polimer dituangkan di atas plat kaca yang telah diberi selotip pada kedua sisinya dengan ketebalan yang sama, lalu dicetak dengan cara mendorong larutan polimer tersebut sampai diperoleh lapisan tipis. Selanjutnya dilakukan pelepasan membran dengan direndam di dalam air pada suhu 40,
50, dan 60 oC. Membran kemudian diuji
dengan pervaporasi, SEM, dan FTIR
(Lampiran 2).
Pencirian membran
Faktor separasi. Larutan umpan yang digunakan adalah alkohol teknis sebanyak 50
mL dan dipanaskan pada suhu 70 oC. Nilai
faktor separasi dihitung dari nisbah antara
fraksi permeat dan umpan (Tsai et al. 2000).
Analisis SEM. Sampel ditambahkan N₂ cair kemudian dipatahkan. Sampel dengan ukuran
1×1 cm² kemudian direkatkan (perekat ganda)
dalam suatu silinder logam. Selanjutnya silinder diletakkan ke dalam pelapis ion untuk divakum selama 3 jam dengan tekanan 0,1 mbar. Setelah itu, sampel dilapisi dengan logam Pt-Au, lalu difoto dengan perbesaran tertentu.
Analisis Gugus Fungsi. Pengujian dengan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) dilakukan dengan tujuan melihat spektrum inframerah dari membran,
polistirena, dan PLURONIC. Sampel
membran dalam bentuk lapisan film tipis
berdiameter 1,5 cm ditempatkan dalam cell
holder.
Kromatografi Gas (KG). Sebanyak 5 µL larutan standar etanol dan metanol (PA), larutan umpan (campuran alkohol), dan larutan permeat (hasil penyaringan membran polistirena), masing-masing disuntikkan ke
dalam KG untuk mengetahui tingkat
kemurniannya dengan kondisi alat fase gerak
N₂, kolom Carbowax26, laju aliran N₂ 20
mL/menit, laju aliran H2 70 mL/menit, suhu
injektor 130 °C, detektor ionisasi nyala, suhu detektor 150 °C.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Polistirena
Pelarut yang digunakan dalam melarutkan polistirena adalah diklorometana. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lide (2005) bahwa polistirena dapat larut dalam diklometana,
etilbenzena, CHCl3, CCl4, tetrahidrofuran, dan
metiletilketon. Proses pembuatan membran pada penelitian ini menggunakan sonikasi untuk membentuk larutan homogen antara polistirena, diklorometana, dan PLURONIC serta menghindari terbentuknya gelembung udara. Proses pembentukan larutan polimer yang homogen lebih cepat karena energi gelombang dalam ultrasonik diubah menjadi energi panas sehingga menyebabkan interaksi
antara polistirena, diklorometana, dan
PLURONIC semakin meningkat.
Terbentuknya gelembung udara ketika proses pembuatan membran perlu dihindari karena dapat membuat membran menjadi rapuh dan tidak selektif.
Berdasarkan bentuknya, membran
polistirena ini termasuk membran datar karena berbentuk lembaran tipis (Gambar 3) (Mulder 1996). Selain itu, berdasarkan morfologinya, membran polistirena ini termasuk membran asimetrik yang tidak berpori pada lapisan atas dan berpori menjari pada lapisan bawah (Gambar 4). Oleh karena itu dibutuhkan
porogen untuk meningkatkan kinerja
4
konsentrasi misel kritisnya (KMK), yaitu 0,3% b/v (Christian 1995) seperti penambahan PLURONIC pada penelitian ini sebesar 1% b/v.
Gambar 3 Membran polistirena
Gambar 4 Membran polistirena sebelum penambahan PLURONIC perbesaran 750 kali
Selain itu, untuk meningkatkan kinerja membran juga dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran pori. Menurut Rabek (1980), pori-pori membran yang berukuran
lebih kecil dapat diperoleh dengan
perendaman air hangat. Setelah membran
polistirena ditambahkan PLURONIC
kemudian direndam dalam air pada suhu yang
berbeda, yaitu 40, 50, dan 60 oC maka terjadi
perubahan bentuk pori pada lapisan bawah membran (Gambar 5a-5c). Pori tersebut terbentuk dari PLURONIC yang terlepas saat perendaman di dalam air hangat.
a
b
c
Gambar 5 Membran polistirena setelah penambahan PLURONIC suhu
perendaman 40 oC perbesaran 750
kali (a), 50 oC perbesaran 1000
kali (b), dan 60 oC perbesaran 500
kali (c)
Berdasarkan hasil yang didapat, terlihat bahwa pori yang terbentuk pada membran polistirena-PLURONIC perendaman 40 dan
60 oC lebih besar dan beragam dengan
perbesaran yang lebih kecil untuk melihat pori pada membran daripada membran
polistirena-PLURONIC perendaman 50 oC. Hal ini
menunjukkan bahwa suhu perendaman
optimum yang menghasilkan bentuk pori yang paling kecil dan seragam untuk membran polistirena yang ditambahkan PLURONIC
adalah 50 oC.
Terlepasnya PLURONIC sebagai porogen ketika perendaman dalam air hangat dapat dibuktikan dari hasil spektrum FTIR membran polistirena dengan penambahan PLURONIC (Gambar 6).
Gambar 6 Spektrum FTIR membran polistirena dengan penambahan PLURONIC
Pada spektrum ini terdapat serapan pada daerah bilangan gelombang 698,65 dan
756,87 cm-1 yang merupakan pita serapan dari
gugus aromatik serta pada daerah bilangan
gelombang 2860,78 cm-1 yang merupakan pita
serapan dari gugus C-H yang berasal dari monomer polistirena (Gambar 7). Namun, Lapisan atas Lapisan bawah Pori Lapisan atas Lapisan bawah Pori Lapisan bawah Lapisan atas Pori Lapisan bawah Lapisan atas Pori
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -5.0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 68.0 cm-1 %T
Laboratory Test Result Pluronic 50 drjt
3081.81 3059.52 3026.41 2912.64 2850.78 1942.92 1870.31 1802.43 1746.33 1665.87 1601.25 1583.03 1541.35 1492.68 1452.11 1372.82 1328.331181.19 1153.55 1110.75 1028.46 963.88 906.79 841.94 756.42 698.65 620.87 540.10
2860.78 698.65
5
masih terdapat sedikit serapan gugus fungsi
dari PLURONIC, yaitu pada bilangan
gelombang 1110,75 cm-1 yang merupakan
gugus C-O dan pada bilangan gelombang
sekitar 3300 cm-1 yang menunjukkan serapan
gugus OH (Gambar 8).
Gambar 7 Spektrum FTIR polistirena
Gambar 8 Spektrum FTIR PLURONIC
Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Faktor Separasi
Membran polistirena pada penelitian ini diuji kinerjanya dengan pervaporasi. Kinerja pervaporasi membran ditentukan dari nilai
indeks pemisahan pervaporasi(PSI). Nilai PSI
ini dipengaruhi oleh fluks alkohol dan faktor separasi.
Gambar 9 menunjukkan hasil pemisahan alkohol dengan membran polistirena. Nilai faktor separasi yang didapat dengan suhu
perendaman 40, 50, dan 60 oC secara
berturut-turut adalah 0,32; 0,91; dan 0,57 (Lampiran 3). Nilai faktor separasi ini mengalami
peningkatan ketika pemisahan alkohol
dilakukan dengan menggunakan membran polistirena-PLURONIC (Gambar 10). Nilai faktor separasi yang didapat dari membran
polistirena-PLURONIC dengan suhu
perendaman 40, 50, dan 60 oC secara
berturut-turut adalah 0,30; 0,94; dan 0,60 (Lampiran 3). Nilai faktor separasi yang paling besar
dihasilkan dari membran
polistirena-PLURONIC perendaman 50 oC dengan nilai
sebesar 0,94. Hal ini membuktikan
bahwa penambahan PLURONIC sebagai
porogen meningkatkan kinerja membran dengan meningkatnya nilai faktor separasi.
Gambar 9 Grafik pengaruh suhu perendaman membran polistirena terhadap faktor separasi ( ) dan fluks air ( )
Gambar 10 Grafik pengaruh suhu perendaman membran
polistirena-PLURONIC terhadap faktor separasi ( ) dan fluks air ( )
Nilai faktor separasi ini menunjukkan nisbah alkohol dengan airnya. Akan tetapi, nilai ini masih terbilang rendah karena volume alkohol yang didapat masih lebih rendah daripada volume air yang tersisa. Volume air yang tersisa pada penelitian ini dianggap sebagai nilai fluks air. Secara teori, semakin meningkatnya faktor separasi maka fluks
airnya semakin menurun (Tsai et al. 2000).
Hal tersebut terlihat pada Gambar 10 hanya untuk membran dengan suhu perendaman 50
o
C yang memperlihatkan hubungan faktor separasi dengan fluks air sesuai teori.
Hasil analisis kromatografi gas (KG) untuk hasil pervaporasi ditabulasikan pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1, kemurnian alkohol mengalami penurunan setelah pervaporasi dari 91,6% menjadi 90,2%. Pervaporasi tersebut dilakukan pada
membran dengan suhu perendaman 50 oC.
Penurunan kemurnian alkohol ini dapat disebabkan oleh pengaruh PLURONIC yang digunakan sebagai porogen yang masih terdapat pada membran.
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -1.0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 93.0 cm-1 %T
Laboratory Test Result Polistirena 3081.89 3059.85 3025.75 3001.40 2922.42 2849.74 2336.76 1942.81 1869.66 1802.12 1746.80 1669.66 1601.22 1583.02 1541.68 1492.74 1452.25 1372.26 1328.311181.37 1154.56 1069.15 1028.44 964.39 942.31 906.58 841.40 756.87 698.97 620.45 539.85 2849.74
756.87 698.97
2895.78
C-H
1116.40 C-O O-H
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -2.0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26.0 cm-1 %T
Laboratory Test Result
Pluronic F-127 2895.78
6
Tabel 1 Hasil analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas
Nama
Kadar (%b/b)
Metanol Etanol Alkohol
total Alkohol
standar 80 20 99,9
Alkohol
teknis 76,4 15,2 91,6
Hasil
pervaporasi 73,5 16,7 90,2
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suhu optimum pembentukkan pori pada
membran polistirena yang ditambahkan
PLURONIC adalah 50 oC. Namun, kemurnian
alkohol hasil pervaporasi mengalami
penurunan dari 91,6% menjadi 90,2% karena
masih terdapat karakter porogen pada
membran sehingga mempengaruhi hasil
pemisahan.
Saran
Perlunya digunakan ragam jenis surfaktan dan metode penghilangan porogen lain untuk pervaporasi yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Baker RW. 2004. Membrane Technology and
Application. New York: J Wiley.
Christian SD. 1995. Solubilization in
Surfactant Aggregrates Surfactant Science. New York: CRC press.
Cowd MA. 1991. Polymer Chemistry.
London: J Murray.
Escobar-Chavez JJ. 2006. Applications of thermoreversible pluronic F-127 gels in
pharmaceutical formulations. J Pharm
Pharmaceutical Sci. 9 (3): 339-358.
Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using
Ultrafiltration:Theory, Aplication, and New Development. London: Imperial College Pr.
Huang S et al.. 2007. Properties and
pervaporation performances of crosslinked HTPB-based on polyurethane membranes.
Separation and purification technology. 56: 63-70.
Indriani. 2009. Perilaku Membran Komposit Nanopori Selulosa Asetat-Polistirena (CA-POLISTIRENA) Akibat Pengaruh Suhu dan Surfaktan [Skripsi]. Bogor: Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Jou et al.. 1999. A novel ceramic-supported polymer membrane for pervaporation of
dilute volatile organic compounds. Journal
of membrane science. 162: 269-284.
Kittur AA et al.. 2000. Pervaporation
separation of water-isopropanol mixtures using ZSM-5 zeolit incorporated
poly(vinyl alcohol) membranes. http:// eprints.iisc.ernet.in/3564/1/page17au.pdf [01 Maret 2010].
Lide DR. 2004-2005. Handbook of Chemistry
and Physics. Ed ke-85. CRC Press.
Mulder M. 1996. Basic Principles of
Membrane Technology. Netherland: Kluwer.
Nawawi et al.. 2008. Pervaporation of
ethanol-water using chitosan-clay
composite membrane. Jurnal teknologi. 49
:179-188.
Nugraha. 2010. Membran Komposit Selulosa Asetat-Polistirena Akibat Pengaruh SDS dan Suhu [skripsi]. Bogor :Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Rabek JK. 1980. Experimental Methods in
Polymer Chemistry: Physical Principles and Applications. Chichester: J Wiley.
Schwarz H et al.. 2001. Membranes based on
polyelectrolyte-surfactant complexes for
methanol separation. Journal of membrane
science. 194: 91-102.
Steven MP. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I,
penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Terjemahan dari Polymer Chemistry:An
Introduction.
Tsai HA et al.. 2000. Effect of surfactant
addition on the morphology and
7
polysulfone membranes. Journal of
membrane sciene. 176: 97-103.
Wenten IG, Kresnowati AP, Beatrix. 2000.
8
9
Lampiran 1 Modul pervaporator
Keterangan:
A. Penampung umpan
B. Pompa
C. Reaktor membran
10
Lampiran 2 Diagram alir kerja penelitian
polistirena:PLURONIC:diklorometana (17:0:82 dan 17:1:83)
Sonikasi selama 5 jam
didiamkan selama beberapa menit
Analisis membran dengan SEM dan FTIR
Analisis hasil pervaporasi dengan
kromatografi gas
Penentuan faktor separasi Pencetakkan membran pada
pelat kaca
Perendaman membran dalam
11
, tetap
Lampiran 3 Penentuan nilai faktor separasi
Membran polistirena Membran polistirena-PLURONIC
40 oC 50 oC 60 oC 40 oC 50 oC 60 oC
Volume umpan (mL)
50 50 50 50 50 50
Volume permeat (mL)
12 23,8 18,2 11,6 24,2 18,8
Volume Sisa (mL)
38 26,2 31,8 38,4 25,8 31,2
Faktor separasi
0,32 0,91 0,57 0,30 0,94 0,60
Contoh Perhitungan Membran polistirena-PLURONIC 40oC:
Y,X
≈
Keterangan:
Y = fraksi permeat
X = fraksi umpan
n = mol
v1 = volume permeat
12
Lampiran 4 Analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas
Nama Metanol Etanol Kadar
alkohol (%b/b) Waktu retensi
(menit) Area
Kadar (%b/b)
Waktu retensi
(menit) Area
Kadar (%b/b)
Alkohol Standar
5.203 8183531
80 6.131 3612552 20
99.9
5.470 8413417 6.420 3427606
8298474 3520079
Alkohol teknis
5.425 8147923
76.4 6.353 2669320 15.2
91.6
5.243 8084831 6.149 2805321
8116377 2737321
Hasil pervaporasi
5.407 8547099
73.5 6.335 2461619 16.7
90.2
5.365 8444691 6.295 2376970
8495895 2419295
Kromatogram alkohol standar Kromatogram alkohol teknis
Kromatogram hasil pervaporasi
mV
min
mV
min
mV
8
9
Lampiran 1 Modul pervaporator
Keterangan:
A. Penampung umpan
B. Pompa
C. Reaktor membran
10
Lampiran 2 Diagram alir kerja penelitian
polistirena:PLURONIC:diklorometana (17:0:82 dan 17:1:83)
Sonikasi selama 5 jam
didiamkan selama beberapa menit
Analisis membran dengan SEM dan FTIR
Analisis hasil pervaporasi dengan
kromatografi gas
Penentuan faktor separasi Pencetakkan membran pada
pelat kaca
Perendaman membran dalam
11
, tetap
Lampiran 3 Penentuan nilai faktor separasi
Membran polistirena Membran polistirena-PLURONIC
40 oC 50 oC 60 oC 40 oC 50 oC 60 oC
Volume umpan (mL)
50 50 50 50 50 50
Volume permeat (mL)
12 23,8 18,2 11,6 24,2 18,8
Volume Sisa (mL)
38 26,2 31,8 38,4 25,8 31,2
Faktor separasi
0,32 0,91 0,57 0,30 0,94 0,60
Contoh Perhitungan Membran polistirena-PLURONIC 40oC:
Y,X
≈
Keterangan:
Y = fraksi permeat
X = fraksi umpan
n = mol
v1 = volume permeat
12
Lampiran 4 Analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas
Nama Metanol Etanol Kadar
alkohol (%b/b) Waktu retensi
(menit) Area
Kadar (%b/b)
Waktu retensi
(menit) Area
Kadar (%b/b)
Alkohol Standar
5.203 8183531
80 6.131 3612552 20
99.9
5.470 8413417 6.420 3427606
8298474 3520079
Alkohol teknis
5.425 8147923
76