• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membran polistirena dengan ragam suhu perendaman untuk pervaporasi alkohol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Membran polistirena dengan ragam suhu perendaman untuk pervaporasi alkohol"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ii

ABSTRAK

KHAIRINDYA IKRAMMURTI. Membran Polistirena dengan Ragam Suhu Perendaman

untuk Pervaporasi Alkohol. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI

WULANAWATI.

Membran polistirena dengan PLURONIC sebagai porogen dapat digunakan dalam pervaporasi alkohol. Pembuatan membran polistirena dilakukan dengan metode fase balik yang diawali dengan membuat larutan campuran polistirena dan PLURONIC dalam pelarut diklorometana dengan ragam komposisi polistirena:PLURONIC:diklorometana sebesar 17:0:83 dan 17:1:82. Larutan kemudian diaduk selama 5 jam dengan ultrasonik

dan dicetak diatas pelat kaca lalu direndam dalam air hangat pada suhu 40, 50, dan 60 oC.

Pada penelitian ini didapat hasil pervaporasi terbesar pada suhu perendaman 50 oC

dengan persentase kemurnian alkohol sebesar 90,2%. Namun, hasil ini masih kurang baik karena kemurnian alkoholnya masih lebih rendah daripada kemurnian alkohol standarnya sebesar 91,6%.

ABSTRACT

KHAIRINDYA IKRAMMURTI. Polystyrene Membrane at Various Immersion Temperatures for Alcohol Pervaporation. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI WULANAWATI.

Polystyrene membrane with PLURONIC as porogen, can be utilized in alcohol pervaporation. The polystyrene membrane was made by reverse phase method which was started with making of polymeric mixed solution between polystyrene and PLURONIC in dichloromethane with 2 different compositions, i.e.-polystyrene :PLURONIC:dichloromethane 17:0:83 and 17:1:82. The solution was stirred up for 5 hours with ultrasonic and casted on the glass plate surface, and then it was immersed into

water at 40, 50, and 60 oC. The highest pervaporation result was 90,2% alcohol purities at

50 oC immersion temperature. However, this result was not good enough because the

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Membran biasa digunakan dalam proses pemisahan karena memiliki sifat permeabilitas dan selektifitas yang tinggi, tahan tehadap zat kimia yang akan dipisahkan serta memiliki kestabilan mekanik (Mulder 1996). Proses pemisahan menggunakan membran dapat dilakukan untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, osmosis balik, elektrodialisis, dan pervaporasi (Baker 2004).

Salah satu pemanfaatan teknologi

membran yang sedang berkembang yaitu

pervaporasi. Menurut Jou et al. (1999),

pervaporasi merupakan penghilangan

komponen organik dari airnya dengan cara pemisahan selektif dan difusi melalui sebuah lembaran polimer (membran). Pervaporasi didasarkan pada sifat hidrofilitas membran terhadap larutan yang dipisahkan. Pervaporasi memiliki beberapa keunggulan seperti dapat memisahkan campuran yang memiliki titik

didih berdekatan, dapat memisahkan

campuran azeotrop, dan hemat energi (Tsai et

al. 2000). Beberapa penelitian telah dilakukan

dengan menggunakan teknik pervaporasi

diantaranya yaitu Kittur et al. (2000) dengan

membran komposit ZSM-5 zeolit-PVA untuk

pemisahan isopropanol-air, Schwarz et al.

(2001) dengan membran

polielekrolit-kompleks surfaktan (PELSC) untuk

pemisahan metanol-air, dan Huang et al.

(2007) dengan membran HTPB

(Hidroxyl-terminated butadiene)-poliuretan untuk

pemisahan etanol-air.

Polimer yang digunakan pada setiap

penelitian tersebut sangatlah beragam.

Namun, jenis polimer yang digunakan biasanya tidak berpori dan bersifat hidrofobik. Salah satu jenis polimer yang dapat juga

digunakan untuk pervaporasi adalah

polistirena. Polistirena dapat digunakan

sebagai bahan dasar membran pervaporasi karena bersifat hidrofobik dan tidak berpori. Selain itu, polistirena juga merupakan polimer yang memiliki kestabilan panas dan dimensi yang baik (Cowd 1991).

Peningkatan kinerja membran polistirena ini dilakukan dengan menambahkan suatu zat pembentuk pori (porogen). Salah satu contoh porogen yang dapat digunakan adalah PLURONIC yang bersifat ramah lingkungan. Selain itu, kinerja membran juga dapat ditingkatkan dengan cara memperkecil ukuran pori dengan perendaman dalam air hangat. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ragam

suhu perendaman yang digunakan yaitu 40

dan 60oC untuk membran komposit selulosa

asetat-polistirena dengan penambahan Cetyl

Trimethylammonium Bromide (CTAB) (Indriani 2009) dan dengan penambahan

Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) (Nugraha

2010). Oleh karena itu, ragam suhu

perendaman yang digunakan pada penelitian

ini yaitu 40, 50, 60 oC.

Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh suhu terhadap pembentukkan pori membran polistirena dengan PLURONIC sebagai porogen dan aplikasinya dalam pervaporasi alkohol.

TINJAUAN PUSTAKA

Membran

Membran adalah suatu lapisan film tipis

yang pelarut dan zat terlarutnya

ditransportasikan secara selektif (Ghosh

2003). Menurut Wenten et al.. (2000), kata

“membran” telah diperluas untuk

menggambarkan suatu lembaran tipis fleksibel

atau film, bertindakcc sebagai pemisah

selektif antara dua fase karena sifat

semipermiabelnya.

Membran dapat diklasifikasikan

berdasarkan material asal, morfologi, bentuk, dan fungsi. Membran berdasarkan material asal dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran alami dan sintetik. Membran alami merupakan membran yang terdapat pada sel

tumbuhan, hewan, dan manusia yang

berfungsi untuk melindungi isi sel dari

pengaruh luar dan membantu proses

metabolisme dengan sifat permeabelnya sedangkan membran sintetik merupakan

membran yang dibuat sesuai dengan

kebutuhannya dan sifatnya disesuaikan

dengan membran alami. Membran sintetik ini dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran organik dan anorganik. Membran sintetik ini dapat terbuat dari polimer, keramik, gelas, dan logam. Membran yang terbuat dari polimer contohnya seperti

selulosa asetat, selulosa triasetat,

polipropilena, polietilena, poliamida, dan polisulfon (Mulder 1996).

Menurut Mulder (1996), membran

berdasarkan morfologinya dapat dibedakan menjadi tiga antara lain membran simetrik

merupakan membran yang memiliki

morfologi homogen, membran asimetrik

merupakan membran yang memiliki

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Membran biasa digunakan dalam proses pemisahan karena memiliki sifat permeabilitas dan selektifitas yang tinggi, tahan tehadap zat kimia yang akan dipisahkan serta memiliki kestabilan mekanik (Mulder 1996). Proses pemisahan menggunakan membran dapat dilakukan untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, osmosis balik, elektrodialisis, dan pervaporasi (Baker 2004).

Salah satu pemanfaatan teknologi

membran yang sedang berkembang yaitu

pervaporasi. Menurut Jou et al. (1999),

pervaporasi merupakan penghilangan

komponen organik dari airnya dengan cara pemisahan selektif dan difusi melalui sebuah lembaran polimer (membran). Pervaporasi didasarkan pada sifat hidrofilitas membran terhadap larutan yang dipisahkan. Pervaporasi memiliki beberapa keunggulan seperti dapat memisahkan campuran yang memiliki titik

didih berdekatan, dapat memisahkan

campuran azeotrop, dan hemat energi (Tsai et

al. 2000). Beberapa penelitian telah dilakukan

dengan menggunakan teknik pervaporasi

diantaranya yaitu Kittur et al. (2000) dengan

membran komposit ZSM-5 zeolit-PVA untuk

pemisahan isopropanol-air, Schwarz et al.

(2001) dengan membran

polielekrolit-kompleks surfaktan (PELSC) untuk

pemisahan metanol-air, dan Huang et al.

(2007) dengan membran HTPB

(Hidroxyl-terminated butadiene)-poliuretan untuk

pemisahan etanol-air.

Polimer yang digunakan pada setiap

penelitian tersebut sangatlah beragam.

Namun, jenis polimer yang digunakan biasanya tidak berpori dan bersifat hidrofobik. Salah satu jenis polimer yang dapat juga

digunakan untuk pervaporasi adalah

polistirena. Polistirena dapat digunakan

sebagai bahan dasar membran pervaporasi karena bersifat hidrofobik dan tidak berpori. Selain itu, polistirena juga merupakan polimer yang memiliki kestabilan panas dan dimensi yang baik (Cowd 1991).

Peningkatan kinerja membran polistirena ini dilakukan dengan menambahkan suatu zat pembentuk pori (porogen). Salah satu contoh porogen yang dapat digunakan adalah PLURONIC yang bersifat ramah lingkungan. Selain itu, kinerja membran juga dapat ditingkatkan dengan cara memperkecil ukuran pori dengan perendaman dalam air hangat. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ragam

suhu perendaman yang digunakan yaitu 40

dan 60oC untuk membran komposit selulosa

asetat-polistirena dengan penambahan Cetyl

Trimethylammonium Bromide (CTAB) (Indriani 2009) dan dengan penambahan

Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) (Nugraha

2010). Oleh karena itu, ragam suhu

perendaman yang digunakan pada penelitian

ini yaitu 40, 50, 60 oC.

Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh suhu terhadap pembentukkan pori membran polistirena dengan PLURONIC sebagai porogen dan aplikasinya dalam pervaporasi alkohol.

TINJAUAN PUSTAKA

Membran

Membran adalah suatu lapisan film tipis

yang pelarut dan zat terlarutnya

ditransportasikan secara selektif (Ghosh

2003). Menurut Wenten et al.. (2000), kata

“membran” telah diperluas untuk

menggambarkan suatu lembaran tipis fleksibel

atau film, bertindakcc sebagai pemisah

selektif antara dua fase karena sifat

semipermiabelnya.

Membran dapat diklasifikasikan

berdasarkan material asal, morfologi, bentuk, dan fungsi. Membran berdasarkan material asal dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran alami dan sintetik. Membran alami merupakan membran yang terdapat pada sel

tumbuhan, hewan, dan manusia yang

berfungsi untuk melindungi isi sel dari

pengaruh luar dan membantu proses

metabolisme dengan sifat permeabelnya sedangkan membran sintetik merupakan

membran yang dibuat sesuai dengan

kebutuhannya dan sifatnya disesuaikan

dengan membran alami. Membran sintetik ini dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran organik dan anorganik. Membran sintetik ini dapat terbuat dari polimer, keramik, gelas, dan logam. Membran yang terbuat dari polimer contohnya seperti

selulosa asetat, selulosa triasetat,

polipropilena, polietilena, poliamida, dan polisulfon (Mulder 1996).

Menurut Mulder (1996), membran

berdasarkan morfologinya dapat dibedakan menjadi tiga antara lain membran simetrik

merupakan membran yang memiliki

morfologi homogen, membran asimetrik

merupakan membran yang memiliki

(4)

2

komposit yang merupakan membran yang terbuat dari dua jenis bahan yang berbeda. Membran juga dapat dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu membran datar dengan bentuk melebar serta memiliki penampang lintang yang besar dan membran tubular dengan bentuk seperti tabung dengan diameter tertentu. Selain itu, membran dapat dibedakan berdasarkan ukuran porinya, yaitu membran makropori dengan ukuran pori > 50 nm, membran mesopori dengan ukuran pori 2-50 nm, membran mikropori dengan ukuran pori < 2 nm.

Berdasarkan fungsinya, membran terbagi menjadi membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, osmosis balik, dialisis, dan elektrodialisis. Membran mikrofiltrasi merupakan membran

yang berfungsi untuk menyaring

makromolekul dengan berat molekul lebih dari 500.000 g/mol atau partikel berukuran 0,1-10 µm dengan tekanan 0,5-2 atm. Membran ultrafiltrasi merupakan membran

yang berfungsi untuk menyaring

makromolekul dengan berat molekul lebih dari 5000 g/mol atau partikel berukuran 0,001-0,1 µm dengan tekanan 1-3 atm. Membran osmosis balik merupakan membran yang berfungsi untuk menyaring garam-garam organik dengan berat molekul lebih dari 50 g/mol atau partikel berukuran 0,0001-0,001 µm dengan tekanan 8-12 atm. Membran dialisis merupakan membran yang berfungsi untuk memisahkan larutan koloid yang mengandung elektrolit dengan berat molekul kecil. Membran elektrodialisis merupakan membran yang berfungsi untuk memisahkan larutan dengan pemberian muatan listrik.

Polistirena

Polistirena (Gambar 1) merupakan polimer termoplastik yang berwujud padatan pada suhu ruang, tetapi dapat meleleh jika dipanaskan dan kembali menjadi padatan jika didinginkan (Steven 2007). Polistirena tahan terhadap asam, basa, dan zat pengarat lainnya, tetapi mudah larut dalam hidrokarbon aromatik dan berklor (Cowd 1991). Pelarut yang biasa digunakan untuk polistirena adalah

diklorometana, etilbenzena, CHCl3, CCl4,

tetrahidrofuran, metiletilketon (Lide 2005).

Gambar 1 Struktur polistirena(Cowd 1991)

PLURONIC

Poloksamer atau PLURONIC (Gambar 2) merupakan surfaktan nonionik yang dibuat

dari kopolimer

polioksietilena-polioksipropilena. PLURONIC merupakan surfaktan berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berbahaya (Escobar-Chavez 2006). PLURONIC memiliki nilai nisbah

hidrofilik-lipofilik (HLB) antara 18-23 yang

menunjukkan kemampuannya untuk larut dalam pelarut polar dan nonpolar.

Gambar 2 Struktur PLURONIC

(Escobar-Chavez 2006)

Pervaporasi

Pervaporasi merupakan teknik pemisahan berdasarkan transport selektif melalui celah tebal yang digabungkan dengan evaporasi

(Tsai et al. 2000). Pervaporasi dapat

dilakukan dengan menggunakan membran berpori ataupun nonpori (Nawawi 2008).

Kinerja pervaporasi dapat dilihat dari nilai indeks pemisahan pervaporasi (PSI) (Baker 2004) yang dipengaruhi oleh fluks dan faktor separasi yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

PSI = indeks pemisahan pervaporasi

J = fluks

αsep = faktor separasi

Y = fraksi mol ataukonsentrasi permeat

X = fraksi mol atau konsentrasi umpan

Menurut Mulder (1996), fluks adalah jumlah volume permeat yang melewati satu satuan permukaan luas membran dengan waktu tertentu dengan adanya gaya dorong berupa

tekanan. Secara umum fluks dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

J = Fluks (L/m².jam)

V = Volume permeat (L)

A = Luas permukaan membran (m2)

(5)

3

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan ialah polistirena (Merck), diklorometana, alkohol teknis, dan PLURONIC (Aldrich). Alat yang digunakan adalah pengaduk ultrasonik, pervaporator (Lampiran 1), kromatografi gas varian 14 B di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBO), Mikroskop Elektron Susuran (SEM) JEOL JSM-6360AL di P2GL, dan Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) Perkin Elmer Spectrumone di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.

Tahapan Penelitian Pembuatan membran polistirena

Pembuatan membran polistirena diawali dengan pembuatan larutan polimer polistirena dalam pelarut diklorometana 100% b/v. Larutan polimer dalam 100 mL pelarut ini dicampurkan dengan surfaktan PLURONIC dengan komposisi polistirena:Diklorometana: PLURONIC adalah 17:83:0 dan 17:82:1 (Tsai

et al. 2000). Kemudian disonikasi selama 5 jam. Setelah itu, didiamkan selama 10 menit. Larutan polimer dituangkan di atas plat kaca yang telah diberi selotip pada kedua sisinya dengan ketebalan yang sama, lalu dicetak dengan cara mendorong larutan polimer tersebut sampai diperoleh lapisan tipis. Selanjutnya dilakukan pelepasan membran dengan direndam di dalam air pada suhu 40,

50, dan 60 oC. Membran kemudian diuji

dengan pervaporasi, SEM, dan FTIR

(Lampiran 2).

Pencirian membran

Faktor separasi. Larutan umpan yang digunakan adalah alkohol teknis sebanyak 50

mL dan dipanaskan pada suhu 70 oC. Nilai

faktor separasi dihitung dari nisbah antara

fraksi permeat dan umpan (Tsai et al. 2000).

Analisis SEM. Sampel ditambahkan N₂ cair kemudian dipatahkan. Sampel dengan ukuran

1×1 cm² kemudian direkatkan (perekat ganda)

dalam suatu silinder logam. Selanjutnya silinder diletakkan ke dalam pelapis ion untuk divakum selama 3 jam dengan tekanan 0,1 mbar. Setelah itu, sampel dilapisi dengan logam Pt-Au, lalu difoto dengan perbesaran tertentu.

Analisis Gugus Fungsi. Pengujian dengan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) dilakukan dengan tujuan melihat spektrum inframerah dari membran,

polistirena, dan PLURONIC. Sampel

membran dalam bentuk lapisan film tipis

berdiameter 1,5 cm ditempatkan dalam cell

holder.

Kromatografi Gas (KG). Sebanyak 5 µL larutan standar etanol dan metanol (PA), larutan umpan (campuran alkohol), dan larutan permeat (hasil penyaringan membran polistirena), masing-masing disuntikkan ke

dalam KG untuk mengetahui tingkat

kemurniannya dengan kondisi alat fase gerak

N₂, kolom Carbowax26, laju aliran N₂ 20

mL/menit, laju aliran H2 70 mL/menit, suhu

injektor 130 °C, detektor ionisasi nyala, suhu detektor 150 °C.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Membran Polistirena

Pelarut yang digunakan dalam melarutkan polistirena adalah diklorometana. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lide (2005) bahwa polistirena dapat larut dalam diklometana,

etilbenzena, CHCl3, CCl4, tetrahidrofuran, dan

metiletilketon. Proses pembuatan membran pada penelitian ini menggunakan sonikasi untuk membentuk larutan homogen antara polistirena, diklorometana, dan PLURONIC serta menghindari terbentuknya gelembung udara. Proses pembentukan larutan polimer yang homogen lebih cepat karena energi gelombang dalam ultrasonik diubah menjadi energi panas sehingga menyebabkan interaksi

antara polistirena, diklorometana, dan

PLURONIC semakin meningkat.

Terbentuknya gelembung udara ketika proses pembuatan membran perlu dihindari karena dapat membuat membran menjadi rapuh dan tidak selektif.

Berdasarkan bentuknya, membran

polistirena ini termasuk membran datar karena berbentuk lembaran tipis (Gambar 3) (Mulder 1996). Selain itu, berdasarkan morfologinya, membran polistirena ini termasuk membran asimetrik yang tidak berpori pada lapisan atas dan berpori menjari pada lapisan bawah (Gambar 4). Oleh karena itu dibutuhkan

porogen untuk meningkatkan kinerja

(6)

3

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan ialah polistirena (Merck), diklorometana, alkohol teknis, dan PLURONIC (Aldrich). Alat yang digunakan adalah pengaduk ultrasonik, pervaporator (Lampiran 1), kromatografi gas varian 14 B di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBO), Mikroskop Elektron Susuran (SEM) JEOL JSM-6360AL di P2GL, dan Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) Perkin Elmer Spectrumone di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.

Tahapan Penelitian Pembuatan membran polistirena

Pembuatan membran polistirena diawali dengan pembuatan larutan polimer polistirena dalam pelarut diklorometana 100% b/v. Larutan polimer dalam 100 mL pelarut ini dicampurkan dengan surfaktan PLURONIC dengan komposisi polistirena:Diklorometana: PLURONIC adalah 17:83:0 dan 17:82:1 (Tsai

et al. 2000). Kemudian disonikasi selama 5 jam. Setelah itu, didiamkan selama 10 menit. Larutan polimer dituangkan di atas plat kaca yang telah diberi selotip pada kedua sisinya dengan ketebalan yang sama, lalu dicetak dengan cara mendorong larutan polimer tersebut sampai diperoleh lapisan tipis. Selanjutnya dilakukan pelepasan membran dengan direndam di dalam air pada suhu 40,

50, dan 60 oC. Membran kemudian diuji

dengan pervaporasi, SEM, dan FTIR

(Lampiran 2).

Pencirian membran

Faktor separasi. Larutan umpan yang digunakan adalah alkohol teknis sebanyak 50

mL dan dipanaskan pada suhu 70 oC. Nilai

faktor separasi dihitung dari nisbah antara

fraksi permeat dan umpan (Tsai et al. 2000).

Analisis SEM. Sampel ditambahkan N₂ cair kemudian dipatahkan. Sampel dengan ukuran

1×1 cm² kemudian direkatkan (perekat ganda)

dalam suatu silinder logam. Selanjutnya silinder diletakkan ke dalam pelapis ion untuk divakum selama 3 jam dengan tekanan 0,1 mbar. Setelah itu, sampel dilapisi dengan logam Pt-Au, lalu difoto dengan perbesaran tertentu.

Analisis Gugus Fungsi. Pengujian dengan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) dilakukan dengan tujuan melihat spektrum inframerah dari membran,

polistirena, dan PLURONIC. Sampel

membran dalam bentuk lapisan film tipis

berdiameter 1,5 cm ditempatkan dalam cell

holder.

Kromatografi Gas (KG). Sebanyak 5 µL larutan standar etanol dan metanol (PA), larutan umpan (campuran alkohol), dan larutan permeat (hasil penyaringan membran polistirena), masing-masing disuntikkan ke

dalam KG untuk mengetahui tingkat

kemurniannya dengan kondisi alat fase gerak

N₂, kolom Carbowax26, laju aliran N₂ 20

mL/menit, laju aliran H2 70 mL/menit, suhu

injektor 130 °C, detektor ionisasi nyala, suhu detektor 150 °C.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Membran Polistirena

Pelarut yang digunakan dalam melarutkan polistirena adalah diklorometana. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lide (2005) bahwa polistirena dapat larut dalam diklometana,

etilbenzena, CHCl3, CCl4, tetrahidrofuran, dan

metiletilketon. Proses pembuatan membran pada penelitian ini menggunakan sonikasi untuk membentuk larutan homogen antara polistirena, diklorometana, dan PLURONIC serta menghindari terbentuknya gelembung udara. Proses pembentukan larutan polimer yang homogen lebih cepat karena energi gelombang dalam ultrasonik diubah menjadi energi panas sehingga menyebabkan interaksi

antara polistirena, diklorometana, dan

PLURONIC semakin meningkat.

Terbentuknya gelembung udara ketika proses pembuatan membran perlu dihindari karena dapat membuat membran menjadi rapuh dan tidak selektif.

Berdasarkan bentuknya, membran

polistirena ini termasuk membran datar karena berbentuk lembaran tipis (Gambar 3) (Mulder 1996). Selain itu, berdasarkan morfologinya, membran polistirena ini termasuk membran asimetrik yang tidak berpori pada lapisan atas dan berpori menjari pada lapisan bawah (Gambar 4). Oleh karena itu dibutuhkan

porogen untuk meningkatkan kinerja

(7)

4

konsentrasi misel kritisnya (KMK), yaitu 0,3% b/v (Christian 1995) seperti penambahan PLURONIC pada penelitian ini sebesar 1% b/v.

Gambar 3 Membran polistirena

Gambar 4 Membran polistirena sebelum penambahan PLURONIC perbesaran 750 kali

Selain itu, untuk meningkatkan kinerja membran juga dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran pori. Menurut Rabek (1980), pori-pori membran yang berukuran

lebih kecil dapat diperoleh dengan

perendaman air hangat. Setelah membran

polistirena ditambahkan PLURONIC

kemudian direndam dalam air pada suhu yang

berbeda, yaitu 40, 50, dan 60 oC maka terjadi

perubahan bentuk pori pada lapisan bawah membran (Gambar 5a-5c). Pori tersebut terbentuk dari PLURONIC yang terlepas saat perendaman di dalam air hangat.

a

b

c

Gambar 5 Membran polistirena setelah penambahan PLURONIC suhu

perendaman 40 oC perbesaran 750

kali (a), 50 oC perbesaran 1000

kali (b), dan 60 oC perbesaran 500

kali (c)

Berdasarkan hasil yang didapat, terlihat bahwa pori yang terbentuk pada membran polistirena-PLURONIC perendaman 40 dan

60 oC lebih besar dan beragam dengan

perbesaran yang lebih kecil untuk melihat pori pada membran daripada membran

polistirena-PLURONIC perendaman 50 oC. Hal ini

menunjukkan bahwa suhu perendaman

optimum yang menghasilkan bentuk pori yang paling kecil dan seragam untuk membran polistirena yang ditambahkan PLURONIC

adalah 50 oC.

Terlepasnya PLURONIC sebagai porogen ketika perendaman dalam air hangat dapat dibuktikan dari hasil spektrum FTIR membran polistirena dengan penambahan PLURONIC (Gambar 6).

Gambar 6 Spektrum FTIR membran polistirena dengan penambahan PLURONIC

Pada spektrum ini terdapat serapan pada daerah bilangan gelombang 698,65 dan

756,87 cm-1 yang merupakan pita serapan dari

gugus aromatik serta pada daerah bilangan

gelombang 2860,78 cm-1 yang merupakan pita

serapan dari gugus C-H yang berasal dari monomer polistirena (Gambar 7). Namun, Lapisan atas Lapisan bawah Pori Lapisan atas Lapisan bawah Pori Lapisan bawah Lapisan atas Pori Lapisan bawah Lapisan atas Pori

4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -5.0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 68.0 cm-1 %T

Laboratory Test Result Pluronic 50 drjt

3081.81 3059.52 3026.41 2912.64 2850.78 1942.92 1870.31 1802.43 1746.33 1665.87 1601.25 1583.03 1541.35 1492.68 1452.11 1372.82 1328.331181.19 1153.55 1110.75 1028.46 963.88 906.79 841.94 756.42 698.65 620.87 540.10

2860.78 698.65

(8)

5

masih terdapat sedikit serapan gugus fungsi

dari PLURONIC, yaitu pada bilangan

gelombang 1110,75 cm-1 yang merupakan

gugus C-O dan pada bilangan gelombang

sekitar 3300 cm-1 yang menunjukkan serapan

gugus OH (Gambar 8).

Gambar 7 Spektrum FTIR polistirena

Gambar 8 Spektrum FTIR PLURONIC

Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Faktor Separasi

Membran polistirena pada penelitian ini diuji kinerjanya dengan pervaporasi. Kinerja pervaporasi membran ditentukan dari nilai

indeks pemisahan pervaporasi(PSI). Nilai PSI

ini dipengaruhi oleh fluks alkohol dan faktor separasi.

Gambar 9 menunjukkan hasil pemisahan alkohol dengan membran polistirena. Nilai faktor separasi yang didapat dengan suhu

perendaman 40, 50, dan 60 oC secara

berturut-turut adalah 0,32; 0,91; dan 0,57 (Lampiran 3). Nilai faktor separasi ini mengalami

peningkatan ketika pemisahan alkohol

dilakukan dengan menggunakan membran polistirena-PLURONIC (Gambar 10). Nilai faktor separasi yang didapat dari membran

polistirena-PLURONIC dengan suhu

perendaman 40, 50, dan 60 oC secara

berturut-turut adalah 0,30; 0,94; dan 0,60 (Lampiran 3). Nilai faktor separasi yang paling besar

dihasilkan dari membran

polistirena-PLURONIC perendaman 50 oC dengan nilai

sebesar 0,94. Hal ini membuktikan

bahwa penambahan PLURONIC sebagai

porogen meningkatkan kinerja membran dengan meningkatnya nilai faktor separasi.

Gambar 9 Grafik pengaruh suhu perendaman membran polistirena terhadap faktor separasi ( ) dan fluks air ( )

Gambar 10 Grafik pengaruh suhu perendaman membran

polistirena-PLURONIC terhadap faktor separasi ( ) dan fluks air ( )

Nilai faktor separasi ini menunjukkan nisbah alkohol dengan airnya. Akan tetapi, nilai ini masih terbilang rendah karena volume alkohol yang didapat masih lebih rendah daripada volume air yang tersisa. Volume air yang tersisa pada penelitian ini dianggap sebagai nilai fluks air. Secara teori, semakin meningkatnya faktor separasi maka fluks

airnya semakin menurun (Tsai et al. 2000).

Hal tersebut terlihat pada Gambar 10 hanya untuk membran dengan suhu perendaman 50

o

C yang memperlihatkan hubungan faktor separasi dengan fluks air sesuai teori.

Hasil analisis kromatografi gas (KG) untuk hasil pervaporasi ditabulasikan pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1, kemurnian alkohol mengalami penurunan setelah pervaporasi dari 91,6% menjadi 90,2%. Pervaporasi tersebut dilakukan pada

membran dengan suhu perendaman 50 oC.

Penurunan kemurnian alkohol ini dapat disebabkan oleh pengaruh PLURONIC yang digunakan sebagai porogen yang masih terdapat pada membran.

4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -1.0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 93.0 cm-1 %T

Laboratory Test Result Polistirena 3081.89 3059.85 3025.75 3001.40 2922.42 2849.74 2336.76 1942.81 1869.66 1802.12 1746.80 1669.66 1601.22 1583.02 1541.68 1492.74 1452.25 1372.26 1328.311181.37 1154.56 1069.15 1028.44 964.39 942.31 906.58 841.40 756.87 698.97 620.45 539.85 2849.74

756.87 698.97

2895.78

C-H

1116.40 C-O O-H

4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -2.0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26.0 cm-1 %T

Laboratory Test Result

Pluronic F-127 2895.78

(9)

6

Tabel 1 Hasil analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas

Nama

Kadar (%b/b)

Metanol Etanol Alkohol

total Alkohol

standar 80 20 99,9

Alkohol

teknis 76,4 15,2 91,6

Hasil

pervaporasi 73,5 16,7 90,2

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Suhu optimum pembentukkan pori pada

membran polistirena yang ditambahkan

PLURONIC adalah 50 oC. Namun, kemurnian

alkohol hasil pervaporasi mengalami

penurunan dari 91,6% menjadi 90,2% karena

masih terdapat karakter porogen pada

membran sehingga mempengaruhi hasil

pemisahan.

Saran

Perlunya digunakan ragam jenis surfaktan dan metode penghilangan porogen lain untuk pervaporasi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Baker RW. 2004. Membrane Technology and

Application. New York: J Wiley.

Christian SD. 1995. Solubilization in

Surfactant Aggregrates Surfactant Science. New York: CRC press.

Cowd MA. 1991. Polymer Chemistry.

London: J Murray.

Escobar-Chavez JJ. 2006. Applications of thermoreversible pluronic F-127 gels in

pharmaceutical formulations. J Pharm

Pharmaceutical Sci. 9 (3): 339-358.

Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using

Ultrafiltration:Theory, Aplication, and New Development. London: Imperial College Pr.

Huang S et al.. 2007. Properties and

pervaporation performances of crosslinked HTPB-based on polyurethane membranes.

Separation and purification technology. 56: 63-70.

Indriani. 2009. Perilaku Membran Komposit Nanopori Selulosa Asetat-Polistirena (CA-POLISTIRENA) Akibat Pengaruh Suhu dan Surfaktan [Skripsi]. Bogor: Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Jou et al.. 1999. A novel ceramic-supported polymer membrane for pervaporation of

dilute volatile organic compounds. Journal

of membrane science. 162: 269-284.

Kittur AA et al.. 2000. Pervaporation

separation of water-isopropanol mixtures using ZSM-5 zeolit incorporated

poly(vinyl alcohol) membranes. http:// eprints.iisc.ernet.in/3564/1/page17au.pdf [01 Maret 2010].

Lide DR. 2004-2005. Handbook of Chemistry

and Physics. Ed ke-85. CRC Press.

Mulder M. 1996. Basic Principles of

Membrane Technology. Netherland: Kluwer.

Nawawi et al.. 2008. Pervaporation of

ethanol-water using chitosan-clay

composite membrane. Jurnal teknologi. 49

:179-188.

Nugraha. 2010. Membran Komposit Selulosa Asetat-Polistirena Akibat Pengaruh SDS dan Suhu [skripsi]. Bogor :Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Rabek JK. 1980. Experimental Methods in

Polymer Chemistry: Physical Principles and Applications. Chichester: J Wiley.

Schwarz H et al.. 2001. Membranes based on

polyelectrolyte-surfactant complexes for

methanol separation. Journal of membrane

science. 194: 91-102.

Steven MP. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I,

penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Terjemahan dari Polymer Chemistry:An

Introduction.

Tsai HA et al.. 2000. Effect of surfactant

addition on the morphology and

(10)

MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN RAGAM SUHU

PERENDAMAN UNTUK PERVAPORASI ALKOHOL

KHAIRINDYA IKRAMMURTI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

6

Tabel 1 Hasil analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas

Nama

Kadar (%b/b)

Metanol Etanol Alkohol

total Alkohol

standar 80 20 99,9

Alkohol

teknis 76,4 15,2 91,6

Hasil

pervaporasi 73,5 16,7 90,2

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Suhu optimum pembentukkan pori pada

membran polistirena yang ditambahkan

PLURONIC adalah 50 oC. Namun, kemurnian

alkohol hasil pervaporasi mengalami

penurunan dari 91,6% menjadi 90,2% karena

masih terdapat karakter porogen pada

membran sehingga mempengaruhi hasil

pemisahan.

Saran

Perlunya digunakan ragam jenis surfaktan dan metode penghilangan porogen lain untuk pervaporasi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Baker RW. 2004. Membrane Technology and

Application. New York: J Wiley.

Christian SD. 1995. Solubilization in

Surfactant Aggregrates Surfactant Science. New York: CRC press.

Cowd MA. 1991. Polymer Chemistry.

London: J Murray.

Escobar-Chavez JJ. 2006. Applications of thermoreversible pluronic F-127 gels in

pharmaceutical formulations. J Pharm

Pharmaceutical Sci. 9 (3): 339-358.

Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using

Ultrafiltration:Theory, Aplication, and New Development. London: Imperial College Pr.

Huang S et al.. 2007. Properties and

pervaporation performances of crosslinked HTPB-based on polyurethane membranes.

Separation and purification technology. 56: 63-70.

Indriani. 2009. Perilaku Membran Komposit Nanopori Selulosa Asetat-Polistirena (CA-POLISTIRENA) Akibat Pengaruh Suhu dan Surfaktan [Skripsi]. Bogor: Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Jou et al.. 1999. A novel ceramic-supported polymer membrane for pervaporation of

dilute volatile organic compounds. Journal

of membrane science. 162: 269-284.

Kittur AA et al.. 2000. Pervaporation

separation of water-isopropanol mixtures using ZSM-5 zeolit incorporated

poly(vinyl alcohol) membranes. http:// eprints.iisc.ernet.in/3564/1/page17au.pdf [01 Maret 2010].

Lide DR. 2004-2005. Handbook of Chemistry

and Physics. Ed ke-85. CRC Press.

Mulder M. 1996. Basic Principles of

Membrane Technology. Netherland: Kluwer.

Nawawi et al.. 2008. Pervaporation of

ethanol-water using chitosan-clay

composite membrane. Jurnal teknologi. 49

:179-188.

Nugraha. 2010. Membran Komposit Selulosa Asetat-Polistirena Akibat Pengaruh SDS dan Suhu [skripsi]. Bogor :Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Rabek JK. 1980. Experimental Methods in

Polymer Chemistry: Physical Principles and Applications. Chichester: J Wiley.

Schwarz H et al.. 2001. Membranes based on

polyelectrolyte-surfactant complexes for

methanol separation. Journal of membrane

science. 194: 91-102.

Steven MP. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I,

penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Terjemahan dari Polymer Chemistry:An

Introduction.

Tsai HA et al.. 2000. Effect of surfactant

addition on the morphology and

(12)

7

polysulfone membranes. Journal of

membrane sciene. 176: 97-103.

Wenten IG, Kresnowati AP, Beatrix. 2000.

(13)

MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN RAGAM SUHU

PERENDAMAN UNTUK PERVAPORASI ALKOHOL

KHAIRINDYA IKRAMMURTI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

ii

ABSTRAK

KHAIRINDYA IKRAMMURTI. Membran Polistirena dengan Ragam Suhu Perendaman

untuk Pervaporasi Alkohol. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI

WULANAWATI.

Membran polistirena dengan PLURONIC sebagai porogen dapat digunakan dalam pervaporasi alkohol. Pembuatan membran polistirena dilakukan dengan metode fase balik yang diawali dengan membuat larutan campuran polistirena dan PLURONIC dalam pelarut diklorometana dengan ragam komposisi polistirena:PLURONIC:diklorometana sebesar 17:0:83 dan 17:1:82. Larutan kemudian diaduk selama 5 jam dengan ultrasonik

dan dicetak diatas pelat kaca lalu direndam dalam air hangat pada suhu 40, 50, dan 60 oC.

Pada penelitian ini didapat hasil pervaporasi terbesar pada suhu perendaman 50 oC

dengan persentase kemurnian alkohol sebesar 90,2%. Namun, hasil ini masih kurang baik karena kemurnian alkoholnya masih lebih rendah daripada kemurnian alkohol standarnya sebesar 91,6%.

ABSTRACT

KHAIRINDYA IKRAMMURTI. Polystyrene Membrane at Various Immersion Temperatures for Alcohol Pervaporation. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI WULANAWATI.

Polystyrene membrane with PLURONIC as porogen, can be utilized in alcohol pervaporation. The polystyrene membrane was made by reverse phase method which was started with making of polymeric mixed solution between polystyrene and PLURONIC in dichloromethane with 2 different compositions, i.e.-polystyrene :PLURONIC:dichloromethane 17:0:83 and 17:1:82. The solution was stirred up for 5 hours with ultrasonic and casted on the glass plate surface, and then it was immersed into

water at 40, 50, and 60 oC. The highest pervaporation result was 90,2% alcohol purities at

50 oC immersion temperature. However, this result was not good enough because the

(15)

MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN RAGAM SUHU

PERENDAMAN UNTUK PERVAPORASI ALKOHOL

KHAIRINDYA IKRAMMURTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

iv

Judul

: Membran Polistirena dengan Ragam Suhu Perendaman untuk

Pervaporasi Alkohol

Nama

: Khairindya Ikrammurti

NIM

: G44061068

Menyetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Sri Mulijani, MS

Armi Wulanawati, S. Si., M. Si

NIP 19630401 199103 2 001

NIP 19690725 200003 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

(17)

5

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul: Membran Polistirena dengan Ragam Suhu Perendaman untuk Pervaporasi Alkohol. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang tetap berada di jalan-Nya hingga akhir zaman.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sri Mulijani, MS. dan Armi Wulanawati, S.Si., M.Si. selaku pembimbing atas segala saran, kritik, dorongan, dan bimbingannya selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yani dan staf laboran Kimia Fisik, yaitu Bapak Nano, Bapak Ismail, dan Ibu Siti Jalilah.

Ucapan terima kasih tak terhingga kepada Bapak, Mama, dan adikku atas nasihat, semangat, bantuan materi, dan doa-doanya. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Roni, Tyas, Ranti, dan Fiul atas doa dan semangatnya yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Bogor, Januari 2011

(18)

6

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Januari 1989 dari pasangan Taufiqqurachman Mertosono dan Purbasari. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Membran... 1

Polistirena ... 2

PLURONIC ... 2

Pervaporasi ... 2

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ... 2

Tahapan Penelitian ... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN Membran Polistirena ... 3

Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Nilai Faktor Separasi ... 5

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 6

Saran ... 6

DAFTAR PUSTAKA ... 6

(20)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur polistirena ... 2

2 Struktur PLURONIC ... 2

3 Membran polistirena ... 4

4 Membran polistirena sebelum penambahan PLURONIC perbesaran 750 kali .. 4

5 Membran polistirena setelah penambahan PLURONIC suhu perendaman 40oC perbesaran 750 kali, 50oC perbesaran 1000 kali, dan 60oC perbesaran 500 kali ... 4

6 Spektrum FTIR membran polistirena dengan penambahan PLURONIC ... 4

7 Spektrum FTIR polistirena ... 5

8 Spektrum FTIR PLURONIC ... 5

9 Grafik pengaruh suhu perendaman membran polistirena terhadap faktor separasi dan fluks air ... 5

10 Grafik pengaruh suhu perendaman membran polistirena-PLURONIC terhadap faktor separasi dan fluks air ... 5

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Hasil analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas ... 6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Modul pervaporator ... 9

2 Diagram alir penelitian ... 10

3 Penentuan nilai faktor separasi ... 11

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Membran biasa digunakan dalam proses pemisahan karena memiliki sifat permeabilitas dan selektifitas yang tinggi, tahan tehadap zat kimia yang akan dipisahkan serta memiliki kestabilan mekanik (Mulder 1996). Proses pemisahan menggunakan membran dapat dilakukan untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, osmosis balik, elektrodialisis, dan pervaporasi (Baker 2004).

Salah satu pemanfaatan teknologi

membran yang sedang berkembang yaitu

pervaporasi. Menurut Jou et al. (1999),

pervaporasi merupakan penghilangan

komponen organik dari airnya dengan cara pemisahan selektif dan difusi melalui sebuah lembaran polimer (membran). Pervaporasi didasarkan pada sifat hidrofilitas membran terhadap larutan yang dipisahkan. Pervaporasi memiliki beberapa keunggulan seperti dapat memisahkan campuran yang memiliki titik

didih berdekatan, dapat memisahkan

campuran azeotrop, dan hemat energi (Tsai et

al. 2000). Beberapa penelitian telah dilakukan

dengan menggunakan teknik pervaporasi

diantaranya yaitu Kittur et al. (2000) dengan

membran komposit ZSM-5 zeolit-PVA untuk

pemisahan isopropanol-air, Schwarz et al.

(2001) dengan membran

polielekrolit-kompleks surfaktan (PELSC) untuk

pemisahan metanol-air, dan Huang et al.

(2007) dengan membran HTPB

(Hidroxyl-terminated butadiene)-poliuretan untuk

pemisahan etanol-air.

Polimer yang digunakan pada setiap

penelitian tersebut sangatlah beragam.

Namun, jenis polimer yang digunakan biasanya tidak berpori dan bersifat hidrofobik. Salah satu jenis polimer yang dapat juga

digunakan untuk pervaporasi adalah

polistirena. Polistirena dapat digunakan

sebagai bahan dasar membran pervaporasi karena bersifat hidrofobik dan tidak berpori. Selain itu, polistirena juga merupakan polimer yang memiliki kestabilan panas dan dimensi yang baik (Cowd 1991).

Peningkatan kinerja membran polistirena ini dilakukan dengan menambahkan suatu zat pembentuk pori (porogen). Salah satu contoh porogen yang dapat digunakan adalah PLURONIC yang bersifat ramah lingkungan. Selain itu, kinerja membran juga dapat ditingkatkan dengan cara memperkecil ukuran pori dengan perendaman dalam air hangat. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ragam

suhu perendaman yang digunakan yaitu 40

dan 60oC untuk membran komposit selulosa

asetat-polistirena dengan penambahan Cetyl

Trimethylammonium Bromide (CTAB) (Indriani 2009) dan dengan penambahan

Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) (Nugraha

2010). Oleh karena itu, ragam suhu

perendaman yang digunakan pada penelitian

ini yaitu 40, 50, 60 oC.

Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh suhu terhadap pembentukkan pori membran polistirena dengan PLURONIC sebagai porogen dan aplikasinya dalam pervaporasi alkohol.

TINJAUAN PUSTAKA

Membran

Membran adalah suatu lapisan film tipis

yang pelarut dan zat terlarutnya

ditransportasikan secara selektif (Ghosh

2003). Menurut Wenten et al.. (2000), kata

“membran” telah diperluas untuk

menggambarkan suatu lembaran tipis fleksibel

atau film, bertindakcc sebagai pemisah

selektif antara dua fase karena sifat

semipermiabelnya.

Membran dapat diklasifikasikan

berdasarkan material asal, morfologi, bentuk, dan fungsi. Membran berdasarkan material asal dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran alami dan sintetik. Membran alami merupakan membran yang terdapat pada sel

tumbuhan, hewan, dan manusia yang

berfungsi untuk melindungi isi sel dari

pengaruh luar dan membantu proses

metabolisme dengan sifat permeabelnya sedangkan membran sintetik merupakan

membran yang dibuat sesuai dengan

kebutuhannya dan sifatnya disesuaikan

dengan membran alami. Membran sintetik ini dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran organik dan anorganik. Membran sintetik ini dapat terbuat dari polimer, keramik, gelas, dan logam. Membran yang terbuat dari polimer contohnya seperti

selulosa asetat, selulosa triasetat,

polipropilena, polietilena, poliamida, dan polisulfon (Mulder 1996).

Menurut Mulder (1996), membran

berdasarkan morfologinya dapat dibedakan menjadi tiga antara lain membran simetrik

merupakan membran yang memiliki

morfologi homogen, membran asimetrik

merupakan membran yang memiliki

(22)

2

komposit yang merupakan membran yang terbuat dari dua jenis bahan yang berbeda. Membran juga dapat dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu membran datar dengan bentuk melebar serta memiliki penampang lintang yang besar dan membran tubular dengan bentuk seperti tabung dengan diameter tertentu. Selain itu, membran dapat dibedakan berdasarkan ukuran porinya, yaitu membran makropori dengan ukuran pori > 50 nm, membran mesopori dengan ukuran pori 2-50 nm, membran mikropori dengan ukuran pori < 2 nm.

Berdasarkan fungsinya, membran terbagi menjadi membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, osmosis balik, dialisis, dan elektrodialisis. Membran mikrofiltrasi merupakan membran

yang berfungsi untuk menyaring

makromolekul dengan berat molekul lebih dari 500.000 g/mol atau partikel berukuran 0,1-10 µm dengan tekanan 0,5-2 atm. Membran ultrafiltrasi merupakan membran

yang berfungsi untuk menyaring

makromolekul dengan berat molekul lebih dari 5000 g/mol atau partikel berukuran 0,001-0,1 µm dengan tekanan 1-3 atm. Membran osmosis balik merupakan membran yang berfungsi untuk menyaring garam-garam organik dengan berat molekul lebih dari 50 g/mol atau partikel berukuran 0,0001-0,001 µm dengan tekanan 8-12 atm. Membran dialisis merupakan membran yang berfungsi untuk memisahkan larutan koloid yang mengandung elektrolit dengan berat molekul kecil. Membran elektrodialisis merupakan membran yang berfungsi untuk memisahkan larutan dengan pemberian muatan listrik.

Polistirena

Polistirena (Gambar 1) merupakan polimer termoplastik yang berwujud padatan pada suhu ruang, tetapi dapat meleleh jika dipanaskan dan kembali menjadi padatan jika didinginkan (Steven 2007). Polistirena tahan terhadap asam, basa, dan zat pengarat lainnya, tetapi mudah larut dalam hidrokarbon aromatik dan berklor (Cowd 1991). Pelarut yang biasa digunakan untuk polistirena adalah

diklorometana, etilbenzena, CHCl3, CCl4,

tetrahidrofuran, metiletilketon (Lide 2005).

Gambar 1 Struktur polistirena(Cowd 1991)

PLURONIC

Poloksamer atau PLURONIC (Gambar 2) merupakan surfaktan nonionik yang dibuat

dari kopolimer

polioksietilena-polioksipropilena. PLURONIC merupakan surfaktan berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berbahaya (Escobar-Chavez 2006). PLURONIC memiliki nilai nisbah

hidrofilik-lipofilik (HLB) antara 18-23 yang

menunjukkan kemampuannya untuk larut dalam pelarut polar dan nonpolar.

Gambar 2 Struktur PLURONIC

(Escobar-Chavez 2006)

Pervaporasi

Pervaporasi merupakan teknik pemisahan berdasarkan transport selektif melalui celah tebal yang digabungkan dengan evaporasi

(Tsai et al. 2000). Pervaporasi dapat

dilakukan dengan menggunakan membran berpori ataupun nonpori (Nawawi 2008).

Kinerja pervaporasi dapat dilihat dari nilai indeks pemisahan pervaporasi (PSI) (Baker 2004) yang dipengaruhi oleh fluks dan faktor separasi yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

PSI = indeks pemisahan pervaporasi

J = fluks

αsep = faktor separasi

Y = fraksi mol ataukonsentrasi permeat

X = fraksi mol atau konsentrasi umpan

Menurut Mulder (1996), fluks adalah jumlah volume permeat yang melewati satu satuan permukaan luas membran dengan waktu tertentu dengan adanya gaya dorong berupa

tekanan. Secara umum fluks dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

J = Fluks (L/m².jam)

V = Volume permeat (L)

A = Luas permukaan membran (m2)

(23)

3

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan ialah polistirena (Merck), diklorometana, alkohol teknis, dan PLURONIC (Aldrich). Alat yang digunakan adalah pengaduk ultrasonik, pervaporator (Lampiran 1), kromatografi gas varian 14 B di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBO), Mikroskop Elektron Susuran (SEM) JEOL JSM-6360AL di P2GL, dan Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) Perkin Elmer Spectrumone di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.

Tahapan Penelitian Pembuatan membran polistirena

Pembuatan membran polistirena diawali dengan pembuatan larutan polimer polistirena dalam pelarut diklorometana 100% b/v. Larutan polimer dalam 100 mL pelarut ini dicampurkan dengan surfaktan PLURONIC dengan komposisi polistirena:Diklorometana: PLURONIC adalah 17:83:0 dan 17:82:1 (Tsai

et al. 2000). Kemudian disonikasi selama 5 jam. Setelah itu, didiamkan selama 10 menit. Larutan polimer dituangkan di atas plat kaca yang telah diberi selotip pada kedua sisinya dengan ketebalan yang sama, lalu dicetak dengan cara mendorong larutan polimer tersebut sampai diperoleh lapisan tipis. Selanjutnya dilakukan pelepasan membran dengan direndam di dalam air pada suhu 40,

50, dan 60 oC. Membran kemudian diuji

dengan pervaporasi, SEM, dan FTIR

(Lampiran 2).

Pencirian membran

Faktor separasi. Larutan umpan yang digunakan adalah alkohol teknis sebanyak 50

mL dan dipanaskan pada suhu 70 oC. Nilai

faktor separasi dihitung dari nisbah antara

fraksi permeat dan umpan (Tsai et al. 2000).

Analisis SEM. Sampel ditambahkan N₂ cair kemudian dipatahkan. Sampel dengan ukuran

1×1 cm² kemudian direkatkan (perekat ganda)

dalam suatu silinder logam. Selanjutnya silinder diletakkan ke dalam pelapis ion untuk divakum selama 3 jam dengan tekanan 0,1 mbar. Setelah itu, sampel dilapisi dengan logam Pt-Au, lalu difoto dengan perbesaran tertentu.

Analisis Gugus Fungsi. Pengujian dengan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) dilakukan dengan tujuan melihat spektrum inframerah dari membran,

polistirena, dan PLURONIC. Sampel

membran dalam bentuk lapisan film tipis

berdiameter 1,5 cm ditempatkan dalam cell

holder.

Kromatografi Gas (KG). Sebanyak 5 µL larutan standar etanol dan metanol (PA), larutan umpan (campuran alkohol), dan larutan permeat (hasil penyaringan membran polistirena), masing-masing disuntikkan ke

dalam KG untuk mengetahui tingkat

kemurniannya dengan kondisi alat fase gerak

N₂, kolom Carbowax26, laju aliran N₂ 20

mL/menit, laju aliran H2 70 mL/menit, suhu

injektor 130 °C, detektor ionisasi nyala, suhu detektor 150 °C.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Membran Polistirena

Pelarut yang digunakan dalam melarutkan polistirena adalah diklorometana. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lide (2005) bahwa polistirena dapat larut dalam diklometana,

etilbenzena, CHCl3, CCl4, tetrahidrofuran, dan

metiletilketon. Proses pembuatan membran pada penelitian ini menggunakan sonikasi untuk membentuk larutan homogen antara polistirena, diklorometana, dan PLURONIC serta menghindari terbentuknya gelembung udara. Proses pembentukan larutan polimer yang homogen lebih cepat karena energi gelombang dalam ultrasonik diubah menjadi energi panas sehingga menyebabkan interaksi

antara polistirena, diklorometana, dan

PLURONIC semakin meningkat.

Terbentuknya gelembung udara ketika proses pembuatan membran perlu dihindari karena dapat membuat membran menjadi rapuh dan tidak selektif.

Berdasarkan bentuknya, membran

polistirena ini termasuk membran datar karena berbentuk lembaran tipis (Gambar 3) (Mulder 1996). Selain itu, berdasarkan morfologinya, membran polistirena ini termasuk membran asimetrik yang tidak berpori pada lapisan atas dan berpori menjari pada lapisan bawah (Gambar 4). Oleh karena itu dibutuhkan

porogen untuk meningkatkan kinerja

(24)

4

konsentrasi misel kritisnya (KMK), yaitu 0,3% b/v (Christian 1995) seperti penambahan PLURONIC pada penelitian ini sebesar 1% b/v.

Gambar 3 Membran polistirena

Gambar 4 Membran polistirena sebelum penambahan PLURONIC perbesaran 750 kali

Selain itu, untuk meningkatkan kinerja membran juga dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran pori. Menurut Rabek (1980), pori-pori membran yang berukuran

lebih kecil dapat diperoleh dengan

perendaman air hangat. Setelah membran

polistirena ditambahkan PLURONIC

kemudian direndam dalam air pada suhu yang

berbeda, yaitu 40, 50, dan 60 oC maka terjadi

perubahan bentuk pori pada lapisan bawah membran (Gambar 5a-5c). Pori tersebut terbentuk dari PLURONIC yang terlepas saat perendaman di dalam air hangat.

a

b

c

Gambar 5 Membran polistirena setelah penambahan PLURONIC suhu

perendaman 40 oC perbesaran 750

kali (a), 50 oC perbesaran 1000

kali (b), dan 60 oC perbesaran 500

kali (c)

Berdasarkan hasil yang didapat, terlihat bahwa pori yang terbentuk pada membran polistirena-PLURONIC perendaman 40 dan

60 oC lebih besar dan beragam dengan

perbesaran yang lebih kecil untuk melihat pori pada membran daripada membran

polistirena-PLURONIC perendaman 50 oC. Hal ini

menunjukkan bahwa suhu perendaman

optimum yang menghasilkan bentuk pori yang paling kecil dan seragam untuk membran polistirena yang ditambahkan PLURONIC

adalah 50 oC.

Terlepasnya PLURONIC sebagai porogen ketika perendaman dalam air hangat dapat dibuktikan dari hasil spektrum FTIR membran polistirena dengan penambahan PLURONIC (Gambar 6).

Gambar 6 Spektrum FTIR membran polistirena dengan penambahan PLURONIC

Pada spektrum ini terdapat serapan pada daerah bilangan gelombang 698,65 dan

756,87 cm-1 yang merupakan pita serapan dari

gugus aromatik serta pada daerah bilangan

gelombang 2860,78 cm-1 yang merupakan pita

serapan dari gugus C-H yang berasal dari monomer polistirena (Gambar 7). Namun, Lapisan atas Lapisan bawah Pori Lapisan atas Lapisan bawah Pori Lapisan bawah Lapisan atas Pori Lapisan bawah Lapisan atas Pori

4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -5.0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 68.0 cm-1 %T

Laboratory Test Result Pluronic 50 drjt

3081.81 3059.52 3026.41 2912.64 2850.78 1942.92 1870.31 1802.43 1746.33 1665.87 1601.25 1583.03 1541.35 1492.68 1452.11 1372.82 1328.331181.19 1153.55 1110.75 1028.46 963.88 906.79 841.94 756.42 698.65 620.87 540.10

2860.78 698.65

(25)

5

masih terdapat sedikit serapan gugus fungsi

dari PLURONIC, yaitu pada bilangan

gelombang 1110,75 cm-1 yang merupakan

gugus C-O dan pada bilangan gelombang

sekitar 3300 cm-1 yang menunjukkan serapan

gugus OH (Gambar 8).

Gambar 7 Spektrum FTIR polistirena

Gambar 8 Spektrum FTIR PLURONIC

Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Faktor Separasi

Membran polistirena pada penelitian ini diuji kinerjanya dengan pervaporasi. Kinerja pervaporasi membran ditentukan dari nilai

indeks pemisahan pervaporasi(PSI). Nilai PSI

ini dipengaruhi oleh fluks alkohol dan faktor separasi.

Gambar 9 menunjukkan hasil pemisahan alkohol dengan membran polistirena. Nilai faktor separasi yang didapat dengan suhu

perendaman 40, 50, dan 60 oC secara

berturut-turut adalah 0,32; 0,91; dan 0,57 (Lampiran 3). Nilai faktor separasi ini mengalami

peningkatan ketika pemisahan alkohol

dilakukan dengan menggunakan membran polistirena-PLURONIC (Gambar 10). Nilai faktor separasi yang didapat dari membran

polistirena-PLURONIC dengan suhu

perendaman 40, 50, dan 60 oC secara

berturut-turut adalah 0,30; 0,94; dan 0,60 (Lampiran 3). Nilai faktor separasi yang paling besar

dihasilkan dari membran

polistirena-PLURONIC perendaman 50 oC dengan nilai

sebesar 0,94. Hal ini membuktikan

bahwa penambahan PLURONIC sebagai

porogen meningkatkan kinerja membran dengan meningkatnya nilai faktor separasi.

Gambar 9 Grafik pengaruh suhu perendaman membran polistirena terhadap faktor separasi ( ) dan fluks air ( )

Gambar 10 Grafik pengaruh suhu perendaman membran

polistirena-PLURONIC terhadap faktor separasi ( ) dan fluks air ( )

Nilai faktor separasi ini menunjukkan nisbah alkohol dengan airnya. Akan tetapi, nilai ini masih terbilang rendah karena volume alkohol yang didapat masih lebih rendah daripada volume air yang tersisa. Volume air yang tersisa pada penelitian ini dianggap sebagai nilai fluks air. Secara teori, semakin meningkatnya faktor separasi maka fluks

airnya semakin menurun (Tsai et al. 2000).

Hal tersebut terlihat pada Gambar 10 hanya untuk membran dengan suhu perendaman 50

o

C yang memperlihatkan hubungan faktor separasi dengan fluks air sesuai teori.

Hasil analisis kromatografi gas (KG) untuk hasil pervaporasi ditabulasikan pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1, kemurnian alkohol mengalami penurunan setelah pervaporasi dari 91,6% menjadi 90,2%. Pervaporasi tersebut dilakukan pada

membran dengan suhu perendaman 50 oC.

Penurunan kemurnian alkohol ini dapat disebabkan oleh pengaruh PLURONIC yang digunakan sebagai porogen yang masih terdapat pada membran.

4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -1.0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 93.0 cm-1 %T

Laboratory Test Result Polistirena 3081.89 3059.85 3025.75 3001.40 2922.42 2849.74 2336.76 1942.81 1869.66 1802.12 1746.80 1669.66 1601.22 1583.02 1541.68 1492.74 1452.25 1372.26 1328.311181.37 1154.56 1069.15 1028.44 964.39 942.31 906.58 841.40 756.87 698.97 620.45 539.85 2849.74

756.87 698.97

2895.78

C-H

1116.40 C-O O-H

4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -2.0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26.0 cm-1 %T

Laboratory Test Result

Pluronic F-127 2895.78

(26)

6

Tabel 1 Hasil analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas

Nama

Kadar (%b/b)

Metanol Etanol Alkohol

total Alkohol

standar 80 20 99,9

Alkohol

teknis 76,4 15,2 91,6

Hasil

pervaporasi 73,5 16,7 90,2

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Suhu optimum pembentukkan pori pada

membran polistirena yang ditambahkan

PLURONIC adalah 50 oC. Namun, kemurnian

alkohol hasil pervaporasi mengalami

penurunan dari 91,6% menjadi 90,2% karena

masih terdapat karakter porogen pada

membran sehingga mempengaruhi hasil

pemisahan.

Saran

Perlunya digunakan ragam jenis surfaktan dan metode penghilangan porogen lain untuk pervaporasi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Baker RW. 2004. Membrane Technology and

Application. New York: J Wiley.

Christian SD. 1995. Solubilization in

Surfactant Aggregrates Surfactant Science. New York: CRC press.

Cowd MA. 1991. Polymer Chemistry.

London: J Murray.

Escobar-Chavez JJ. 2006. Applications of thermoreversible pluronic F-127 gels in

pharmaceutical formulations. J Pharm

Pharmaceutical Sci. 9 (3): 339-358.

Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using

Ultrafiltration:Theory, Aplication, and New Development. London: Imperial College Pr.

Huang S et al.. 2007. Properties and

pervaporation performances of crosslinked HTPB-based on polyurethane membranes.

Separation and purification technology. 56: 63-70.

Indriani. 2009. Perilaku Membran Komposit Nanopori Selulosa Asetat-Polistirena (CA-POLISTIRENA) Akibat Pengaruh Suhu dan Surfaktan [Skripsi]. Bogor: Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Jou et al.. 1999. A novel ceramic-supported polymer membrane for pervaporation of

dilute volatile organic compounds. Journal

of membrane science. 162: 269-284.

Kittur AA et al.. 2000. Pervaporation

separation of water-isopropanol mixtures using ZSM-5 zeolit incorporated

poly(vinyl alcohol) membranes. http:// eprints.iisc.ernet.in/3564/1/page17au.pdf [01 Maret 2010].

Lide DR. 2004-2005. Handbook of Chemistry

and Physics. Ed ke-85. CRC Press.

Mulder M. 1996. Basic Principles of

Membrane Technology. Netherland: Kluwer.

Nawawi et al.. 2008. Pervaporation of

ethanol-water using chitosan-clay

composite membrane. Jurnal teknologi. 49

:179-188.

Nugraha. 2010. Membran Komposit Selulosa Asetat-Polistirena Akibat Pengaruh SDS dan Suhu [skripsi]. Bogor :Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Rabek JK. 1980. Experimental Methods in

Polymer Chemistry: Physical Principles and Applications. Chichester: J Wiley.

Schwarz H et al.. 2001. Membranes based on

polyelectrolyte-surfactant complexes for

methanol separation. Journal of membrane

science. 194: 91-102.

Steven MP. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I,

penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Terjemahan dari Polymer Chemistry:An

Introduction.

Tsai HA et al.. 2000. Effect of surfactant

addition on the morphology and

(27)

7

polysulfone membranes. Journal of

membrane sciene. 176: 97-103.

Wenten IG, Kresnowati AP, Beatrix. 2000.

(28)

8

(29)

9

Lampiran 1 Modul pervaporator

Keterangan:

A. Penampung umpan

B. Pompa

C. Reaktor membran

(30)

10

Lampiran 2 Diagram alir kerja penelitian

polistirena:PLURONIC:diklorometana (17:0:82 dan 17:1:83)

Sonikasi selama 5 jam

didiamkan selama beberapa menit

Analisis membran dengan SEM dan FTIR

Analisis hasil pervaporasi dengan

kromatografi gas

Penentuan faktor separasi Pencetakkan membran pada

pelat kaca

Perendaman membran dalam

(31)

11

, tetap

Lampiran 3 Penentuan nilai faktor separasi

Membran polistirena Membran polistirena-PLURONIC

40 oC 50 oC 60 oC 40 oC 50 oC 60 oC

Volume umpan (mL)

50 50 50 50 50 50

Volume permeat (mL)

12 23,8 18,2 11,6 24,2 18,8

Volume Sisa (mL)

38 26,2 31,8 38,4 25,8 31,2

Faktor separasi

0,32 0,91 0,57 0,30 0,94 0,60

Contoh Perhitungan Membran polistirena-PLURONIC 40oC:

Y,X

Keterangan:

Y = fraksi permeat

X = fraksi umpan

n = mol

v1 = volume permeat

(32)

12

Lampiran 4 Analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas

Nama Metanol Etanol Kadar

alkohol (%b/b) Waktu retensi

(menit) Area

Kadar (%b/b)

Waktu retensi

(menit) Area

Kadar (%b/b)

Alkohol Standar

5.203 8183531

80 6.131 3612552 20

99.9

5.470 8413417 6.420 3427606

8298474 3520079

Alkohol teknis

5.425 8147923

76.4 6.353 2669320 15.2

91.6

5.243 8084831 6.149 2805321

8116377 2737321

Hasil pervaporasi

5.407 8547099

73.5 6.335 2461619 16.7

90.2

5.365 8444691 6.295 2376970

8495895 2419295

Kromatogram alkohol standar Kromatogram alkohol teknis

Kromatogram hasil pervaporasi

mV

min

mV

min

mV

(33)

8

(34)

9

Lampiran 1 Modul pervaporator

Keterangan:

A. Penampung umpan

B. Pompa

C. Reaktor membran

(35)

10

Lampiran 2 Diagram alir kerja penelitian

polistirena:PLURONIC:diklorometana (17:0:82 dan 17:1:83)

Sonikasi selama 5 jam

didiamkan selama beberapa menit

Analisis membran dengan SEM dan FTIR

Analisis hasil pervaporasi dengan

kromatografi gas

Penentuan faktor separasi Pencetakkan membran pada

pelat kaca

Perendaman membran dalam

(36)

11

, tetap

Lampiran 3 Penentuan nilai faktor separasi

Membran polistirena Membran polistirena-PLURONIC

40 oC 50 oC 60 oC 40 oC 50 oC 60 oC

Volume umpan (mL)

50 50 50 50 50 50

Volume permeat (mL)

12 23,8 18,2 11,6 24,2 18,8

Volume Sisa (mL)

38 26,2 31,8 38,4 25,8 31,2

Faktor separasi

0,32 0,91 0,57 0,30 0,94 0,60

Contoh Perhitungan Membran polistirena-PLURONIC 40oC:

Y,X

Keterangan:

Y = fraksi permeat

X = fraksi umpan

n = mol

v1 = volume permeat

(37)

12

Lampiran 4 Analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas

Nama Metanol Etanol Kadar

alkohol (%b/b) Waktu retensi

(menit) Area

Kadar (%b/b)

Waktu retensi

(menit) Area

Kadar (%b/b)

Alkohol Standar

5.203 8183531

80 6.131 3612552 20

99.9

5.470 8413417 6.420 3427606

8298474 3520079

Alkohol teknis

5.425 8147923

76

Gambar

Gambar 6  Spektrum FTIR membran
Gambar 10  Grafik pengaruh suhu
Tabel 1 Hasil analisis kemurnian alkohol   dengan kromatografi gas
Tabel 1 Hasil analisis kemurnian alkohol   dengan kromatografi gas
+5

Referensi

Dokumen terkait