• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR

DI DESA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA

KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT

AKBAR SUMIRTO

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Akbar Sumirto

(4)

ABSTRAK

AKBAR SUMIRTO. Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh AGUS PRIYONO KARTONO.

Kelelawar merupakan salah satu jenis mamalia yang memiliki peranan penting bagi masyarakat. Peranan tersebut antara lain sebagai agen penyerbuk tumbuhan, pemencar biji, penghasil pupuk guano, dan sebagai pengendali populasi serangga hama tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis kelelawar serta mengukur kesamaan komunitas kelelawar pada habitat sawah, kebun dan hutan. Jumlah jenis kelelawar yang berhasil tertangkap selama penelitian sebanyak 11 jenis dari empat famili, yakni: Hipposideridae (1 jenis), Vespertilionidae (4 jenis), Rhinolophidae (1 jenis), dan Pteropodidae (5 jenis). Indeks keanekaragaman jenis kelelawar di habitat kebun sebesar 1.80, habitat hutan sebesar 1.64 dan pada habitat sawah sebesar 1.29. Kesamaan komunitas kelelawar pada kebun-sawah sebesar 0.72, kebun sebesar 0.46 dan hutan-sawah sebesar 0.36.

Kata kunci: keanekaragaman jenis, kelelawar, kesamaan komunitas, kebun

ABSTRACT

AKBAR SUMIRTO. Bats Diversity in Cikarawang Village Dramaga District Bogor Regency West Java Province. Supervised by AGUS PRIYONO KARTONO.

Bat is one type of mammals having an important role for human life. The role consist of plants pollinators agent, plant seed disperser, producing guano for fertilizer, and as controlling pests insect of plants. This study aims to identify the bats species and measuring bats community similarity between paddy fields, garden, and forest habitat. The amount of the successful caught during this studies about 11 species of four family, namely: Hipposideridae (1 species), Vespertilionidae (4 species), Rhinolophidae (1 species), and Pteropodidae (5 species). Diversity index of bats in garden habitat is 1.80, forest habitat is 1.64, and paddy field habitat is 1.29 respectivelly. Similarity of bats community betwee garden and paddy field habitat is 0.72, between forest and garden habitat is 0.46, and between forest and paddy field is 0.36 respectivelly.

(5)

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR

DI DEDA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA

KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT

AKBAR SUMIRTO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

(6)
(7)

Judul Skripsi : Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat Nama : Akbar Sumirto

NIM : E34070055

Disetujui oleh

Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si. Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga skripsi ini dapat dilaksanakan. Penelitian dan pengumpulan data lapangan tentang “Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat” ini dilaksanakan mulai Mei 2012 hingga Oktober 2012. Kelelawar memegang peranan penting sebagai pengendali populasi serangga hama, pemencar biji tumbuhan dan penyerbuk tumbuhan. Kelelawar dapat ditemukan di berbagai tipe ekosistem, baik ekosistem hutan dataran rendah maupun areal pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis kelelawar dan mengukur kesamaan komunitas kelelawar antara habitat hutan, kebun dan sawah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam pelestarian kelelawar.

Bogor, Mei 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Habitat Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Jenis Data 2

Metode Pengumpulan Data 3

Pengolahan dan Analisis Data 3

Identifikasi Jenis Kelelawar 3

Keanekaragaman Jenis 3

Kemerataan Jenis 4

Indeks Dominansi 4

Kesamaan Komunitas 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Hasil Penelitian 5

Kekayaan Jenis 5

Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis 8

Kesamaan Komunitas 9

Pembahasan 9

Kekayaan Jenis 9

Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis 12

Kesamaan komunitas 12

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis-jenis kelelawar yang ditemukan pada tiga tipe habitat 5 2 Nilai indeks kesamaan komunitas Morisita-Horn 9

DAFTAR GAMBAR

1 Ukuran tubuh kelelawar 2

2 Ukuran tengkorak dan rumus gigi kelelawar untuk identifikasi 3 3 Ukuran tulang jari tangan kelelawar 4 4 Perbandingan jumlah jenis dan individu tiap famili 6

5 Jenis kelelawar C. brachyotis 6

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelelawar merupakan anggota kelas mamalia yang dapat terbang. Kelelawar termasuk kedalam ordo Chiroptera yang memiliki jumlah jenis terbanyak kedua setelah kelas Rodentia, yang memiliki 188 marga dan 977 jenis. Ordo Chiroptera dibagi menjadi dua sub ordo, yaitu Sub Ordo Megachiroptera dengan satu famili yakni Pteropodidae yang memiliki 163 jenis dan Sub Ordo Microchiroptera dengan 17 famili yang meliputi 814 jenis (Corbet & Hill 1992). Megachiroptera lebih dikenal sebagai kelelawar pemakan buah. Penyebaran spesies kelelawar pada Megachiroptera meliputi Afrika, Asia Tropis, India, Australia dan pulau-pulau di sekitar samudra. Megachiroptera berukuran relatif besar (20-1,500 g) dan terutama memakan buah, nektar, serbuk sari, bunga, dan daun. Kelelawar Microchiroptera dapat ditemukan di hampir semua benua, kecuali Antartika. Jenis kelelawar dari Sub Ordo Microchiroptera pada umumnya memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil (1,5-150 g) dan menunjukkan kebiasaan makan lebih beragam sehingga dapat dikelompokkan ke dalam insectivorous, frugivorous, nectarivorous, ichthyophagous, dan sanguivorous (Altringham 1996). Suyanto (2001) menyatakan bahwa sebanyak 205 jenis (21%) dari seluruh jenis kelelawar yang ada di dunia ditemukan di Indonesia. Jumlah jenis ini meliputi 72 jenis kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) dan 133 jenis kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera).

Kelelawar memiliki peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Peranan tersebut antara lain sebagai pengendali hama serangga, penyerbuk bunga tumbuhan, pemencar biji tumbuhan, dan penghasil pupuk guano. Di beberapa daerah, kelelawar ditangkap oleh manusia untuk digunakan sebagai bahan obat atau bahkan untuk dikonsumsi. Meskipun memiliki peran yang penting, namun kelelawar masih dianggap sebagai hama perusak tanaman perkebunan maupun pertanian oleh sebagian besar masyarakat sehingga sering terjadi pengusiran, pembunuhan, atau bahkan perusakan habitat kelelawar.

Upaya konservasi kelelawar perlu dilakukan guna melestarikan kekayaan jenis dan populasi kelelawar, terutama yang terdapat di Indonesia. Upaya konserasi dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain penyuluhan kepada masyarakat guna memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang peran penting kelelawar bagi kehidupan manusia, serta penelitian untuk mendapatkan pengetahuan tentang ekologi kelelawar. Sebagai langkah awal konservasi kelelawar maka diperlukan pengetahuan tentang keanekaragaman jenis kelelawar dan penggunaan habitat oleh kelelawar. Oleh karena itu penelitian tentang keanekaragaman jenis kelelawar ini perlu dilakukan guna memberikan data dan informasi dasar mengenai sebaran jenis kelelawar berdasarkan tipe habitat.

Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai keanekaragaman jenis kelelawar di Desa Cikarawang ini bertujuan untuk:

1) Mengidentifikasi keanekaragaman jenis kelelawar.

(12)

2

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain:

1) Menyediakan data dan informasi mengenai jenis-jenis kelelawar.

2) Menyediakan data dan informasi mengenai kesamaan komunitas kelelawar pada areal sawah, kebun, dan hutan.

METODE

Habitat Penelitan

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat pada bulan Mei hingga Oktober 2012. Desa Cikarawang memiliki ketinggian tempat 700 meter diatas permukaan laut. Rata-rata curah hujan tehunan berkisar antara 3500-4000 mm/tahun dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 25°C-30°C.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 95% dan air. Peralatan yang digunakan adalah harp trap (perangkap harpa), mist net (jaring kabut), tali tambang, sarung tangan wol, kain blacu untuk kantung spesimen, neraca (100 g), kaliper, jarum suntik, toples spesimen, kapas, kantong plastik, sarung tangan karet, kertas label dan kamera digital.

Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:

1. Ukuran bagian-bagian tengkorak, jumlah gigi seri dan panjang tulang jari sayap kelelawar mengikuti Corbet & Hill (1992).

2. Karakteristik morfologi mencakup: bobot badan (BB), panjang ekor (E), panjang badan hingga kepala (PB), panjang kaki belakang tanpa cakar (KB), panjang telinga (T), panjang lengan bawah sayap/radius-ulna (LB) dan panjang betis/tibia-fibula (B). Karakteristik tersebut seperti disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Ukuran Tubuh Kelelawar

(13)

3

Metode Pengumpulan Data

Kegiatan penangkapan kelelawar dilakukan dengan menggunakan perangkap harpa (harp trap) dan jaring kabut (mist net) pada tiga tipe habitat, yakni habitat hutan, kebun, dan sawah. Penempatan perangkap harpa maupun jaring kabut dilakukan dengan memperhatikan jalur lintasan terbang kelelawar. Upaya pemerangkapan pada setiap tipe habitat adalah 30 malam-perangkap, yakni di setiap habitat dipasang 2 perangkap setiap malam dengan lama pengamatan 15 hari. Perangkap dipasang pada sore hari sekitar pukul 16:00 WIB dan digulung pada sekitar pukul 07:00 WIB. Pemeriksaan hasil pemerangkapan dilakukan dua kali setiap malam-perangkap, yakni pada setiap pukul 19:00–21:00 dan pada pukul 06:00 – 07:00 WIB.

Individu kelelawar yang tertangkap dilepaskan dari perangkap secara hati-hati agar tidak mengakibatkan kematian. Individu tersebut selanjutnya dicatat jenis dan jumlah individu setiap jenis yang tertangkap. Selain jenis dan jumlah individu, dilakukan juga pengukuran terhadap bobot tubuh, jenis kelamin, serta ukuran morfologi kelelawar. Identifikasi terhadap jenis dilakukan dengan menggunakan buku panduan identifikasi kelelawar.

Pengolahan dan Analisis Data

Identifikasi Jenis Kelelawar

Data mengenai ukuran morfologi kelelawar dikumpulkan untuk menentukan jenis berdasarkan kunci identifikasi pada Buku Panduan Kelelawar Di Indonesia oleh Suyanto (2001). Identifikasi jenis lebih lanjut dilakukan dengan mengukur bagian-bagian tengkorak, menghitung rumus gigi seri kelelawar serta mengukur perbandingan antar tulang jari sayap kelelawar menurut Corbet & Hill (1992)

dalam The Mammals of The Indomalayan Region (Gambar 2 dan Gambar 3).

Gambar 2 Ukuran tengkorak dan rumus gigi kelelawar

Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis kelelawar dihitung dengan menggunakan persamaan Indeks Shannon (Odum 1971) sebagai berikut:

H’= ∑ pi.Ln(pi)

Notasi H’ = indeks keanekaragaman Shannon, pi = proporsi jenis ke-i, pi=ni/N,

(14)

4

Gambar 3 Ukuran tulang jari tangan kelelawar

Kemerataan Jenis

Kemerataan jenis menunjukan derajat distribusi total individu ke dalam setiap jenis yang teramati. Kemerataan jenis, dinotasikan dengan E, dapat diukur dengan menggunakan indeks kemerataan dengan persamaan sebagai berikut:

E = H’/Hmax, dan Hmax = Ln(S)

Notasi E = indeks kemerataan jenis, H’= indeks keanekaragaman Shanon, dan S = jumlah jenis yang ditemukan. Indeks kemerataan jenis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan sebagai berikut (Odum 1971):

a). Kemerataan rendah, jika indeks kemerataan berkisar antara 0.10 – 0.30 b). Kemerataan sedang, jika indeks kemerataan berkisar antara 0.40 – 0.60 c). Kemerataan tinggi, jika indeks kemerataan berkisar antara 0.70 – 1.00

Indeks Dominansi

Dominansi suatu spesies dihitung dengan menggunakan Indeks Simpson’s. indeks Simpson’s menunjukan ada tidaknya dominansi suatu jenis pada habitat

pengamatan. Persamaan yang digunakan adalah:

=∑ i dan pi = ni/N

Notasi D = indeks dominansi Simpson’s, ni = jumlah individu spesies ke-i, dan N = jumlah individu seluruh spesies.

Kesamaan Komunitas

Kesamaan komunitas kelelawar antar tipe habitat hutan dengan kebun serta sawah dihitung dengan menggunakan indeks Morisita yang dimodifikasi oleh Horn (1966) dalam Bloom (1981) dengan persamaan:

(15)

5

Jumlah keseluruhan jenis kelelawar yang ditemukan adalah 11 jenis. Berdasarkan tipe habitat maka 8 jenis ditemukan di habitat kebun, 6 jenis di habitat hutan, dan 6 jenis di habitat sawah (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis-jenis kelelawar yang ditemukan pada tiga tipe habitat

No Famili Nama Jenis Tingkat Tropik Jumlah individu pada tipe habitat Kebun Hutan Sawah 1 Hipposideridae Hipposideros diadema Insectivorous 4 1 0 2 Vespertilionidae Scotophilus kuhlii Insectivorous 2 0 2 3 Pipistrellus javanicus Insectivorous 1 1 0

4 Kerivoula hardwickii Insectivorous 0 1 0

5 Philetor brachypterus Insectivorous 0 0 1 6 Rhinolophidae Rhinolophus affinis Insectivorous 1 1 0 7 Pteropodidae Cynopterus brachyotis Frugivorous 7 3 17 8 Cynopterus titthaecheilus Frugivorous 8 0 4

9 Macroglossus minimus Nectarivorous 6 3 5

10 Rousettus leschenaultii Nectarivorous 0 0 1

11 Cynopterus sphinx Frugivorous 1 0 0

Jumlah Jenis 8 6 6

Jumlah Individu 30 10 30

Jumlah jenis kelelawar sub ordo Microchiroptera yang ditemukan pada ketiga habitat sebanyak 6 jenis yang berasal dari 3 famili, yakni: Hipposideridae (1 jenis), Vespertilionidae (4 jenis), dan Rhinolophidae (1 jenis), sedangkan kelelawar sub ordo Megachiroptera yang berasal dari famili Pteropodidae ditemukan sebanyak 5 jenis. Pada penelitian ini terdapat jenis-jenis kelelawar yang diduga termasuk pada kategori spesialis habitat, yakni: C. sphinx hanya ditemukan di habitat kebun, K. hardwickii hanya ditemukan di habitat hutan, serta

P. brachypterus dan R. leschenaultii yang hanya ditemukan di tipe habitat sawah. Famili Pteropodidae merupakan famili yang memiliki jumlah individu yang paling banyak ditemukan, yakni 55 individu; sedangkan famili Rhinolophidae merupakan famili yang paling sedikit ditemukan individunya, yakni hanya 2 individu (Gambar 4). Jenis kelelawar yang memiliki jumlah individu paling banyak ditemukan adalah C. brachyotis (Gambar 5), yakni sebanyak 27 individu. Jenis kelelawar dengan jumlah individu paling sedikit tertangkap adalah K. hardwickii, P. brachypterus, R. leschenaultii, dan C. sphinx.

(16)

6

titthaecheilus dan M. minimus, serta c) 2 jenis di habitat hutan, yakni C. brachyotis dan M. minimus. Jenis C. brachyotis dan M. minimus merupakan jenis yang dapat ditemukan pada ketiga tipe habitat (Gambar 6).

Gambar 4 Perbandingan jumlah jenis dan individu setiap famili

Gambar 5 Jenis kelelawar C. brachyotis

Gambar 6 Jumlah jenis ditemukan pada setiap famili

0 10 20 30 40 50 60

Pteropodidae Vespertilionidae Hipposideridae Rhinolophidae

Jumlah spesies Jumlah individu

2 2

1 1

4

2

1 1

4

2

0 0

(17)

7

Keberhasilan penangkapan kelelawar diduga berkaitan dengan munculnya bulan, yakni pada saat bulan purnama atau bulan penuh (full moon) jumlah individu yang tertangkap cenderung relatif sedikit atau bahkan tidak ada individu yang tertangkap (Gambar 7). Oleh karena itu pada penelitian ini pemerangkapan dilakukan pada periode di luar bulan purnama, yakni di luar tanggal 10 – 20.

Gambar 7 Akumulasi spesies berdasarkan habitat dan ulangan

Jumlah jenis kelelawar yang tertangkap dengan perangkap harpa adalah sebanyak 8 jenis dengan jumlah individu tertangkap sebanyak 17 individu; sedangkan jumlah jenis kelelawar yang dapat tertangkap dengan menggunakan jaring kabut adalah sebanyak 6 jenis dengan total individu tertangkap sebanyak 53 individu. Berdasarkan jenis kelelawar maka hasil pemerangkapan dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori alat, yakni: a) jenis kelelawar yang hanya tertangkap melalui perangkap harpa adalah H. diadema, R. affinis, P. javanicus, K. hardwickeii, dan P. brachypterus; b) jenis kelelawar yang hanya tertangkap melalui perangkap jaring kabut adalah C. sphinx, C. titthaecheilus, dan R. leschenaulti, serta c) jenis kelelawar yang dapat tertangkap melalui jaring kabut maupun perangkap harpa adalah C. brachyotis, M. minimus, dan S. kuhlii. Perbandingan keberhasilan pemerangkapan kelelawar seperti disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Keberhasilan pemerangkapan kelelawar pada setiap tipe habitat Gambar 8 menunjukan bahwa pemerangkapan kelelawar di habitat sawah menggunakan perangkap harpa memiliki keberhasilan yang lebih rendah dibanding dengan menggunakan jaring kabut. Selain itu, pemerangkapan

(18)

8

kelelawar dengan menggunakan perangkap harpa di habitat sawah menghasilkan jumlah individu tangkapan yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan perangkap jaring kabut.

Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis

Keanekaragaman jenis kelelawar tertinggi terdapat di habitat kebun (H’=1.80), sedangkan terendah adalah di habitat sawah (H’=1.30). Indeks Shannon untuk keanekaragaman kelelawar berdasarkan perbedaan tipe habitat disajikan pada Gambar 9. Indeks kemerataan jenis kelelawar tertinggi terdapat di habitat hutan, sedangkan terendah terdapat di habitat sawah (Gambar 10).

Gambar 9 Indeks keanekaragaman jenis kelelawar pada setiap tipe habitat

Gambar 10 Indeks kemerataan jenis kelelawar pada setiap tipe habitat

Jenis-jenis kelelawar yang berhasil tertangkap selama penelitian tidak ada yang mendominasi habitat tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh adanya indeks dominansi tertinggi yang hanya sebesar 0.37 di habitat sawah, dan terendah adalah 0.19 di habitat kebun. Indeks dominansi Simpson’s jenis-jenis kelelawar berdasarkan tipe habitat yang diamati disajikan pada Gambar 11.

(19)

9

Gambar 11 Indeks dominansi jenis kelelawar pada setiap tipe habitat

Kesamaan Komunitas

Indeks kesamaan komunitas merupakan ukuran seberapa besar kesamaan spesies-spesies yang menempati komunitas yang diperbandingkan. Indeks kesamaan memberikan informasi kuantitatif tentang komposisi spesies dari dua atau lebih pasangan komunitas yang diperbandingkan (Colwell & Coddington 1994). Dalam penelitian ini, indeks kesamaan komunitas mengukur kesamaan komposisi jenis-jenis kelelawar yang menempati habitat kebun, sawah, dan hutan. Kesamaan komunitas kelelawar tertinggi adalah antara habitat kebun dengan habitat sawah, yakni sebesar 0.72 (Tabel 2).

Tabel 2 Nilai indeks kesamaan komunitas Morisita-Horn

Habitat Kebun Sawah Hutan

Kebun - 0.72 0.46

Sawah - 0.36

Pembahasan

Kekayaan Jenis

Jumlah jenis kelelawar yang ditemukan di habitat kebun lebih banyak dibandingkan dengan habitat sawah maupun hutan. Namun demikian berdasarkan jumlah individu yang tertangkap, habitat kebun dan sawah memiliki kelimpahan yang tinggi, yakni masing-masing 30 individu. Kebun memiliki keanekaragaman tumbuhan yang lebih beragam dibandingkan dengan habitat sawah dan hutan. Tingginya keanekaragaman tumbuhan diduga berhubungan dengan keragaman pakan kelelawar sehingga banyak jenis kelelawar yang mencari pakan di habitat tersebut.

Beberapa jenis kelelawar diduga memiliki kebiasaan mencari pakan hanya di habitat tertentu. Jenis-jenis tersebut meliputi C. sphinx, K. hardwickii, P. brachypterus, dan R. leschenaultii. Perilaku mencari pakan berkolerasi dengan kemampuan terbang dan ekolokasi. Fenton (1990) menyatakan bahwa kemam-puan terbang kelelawar ditentukan oleh bentuk sayap serta kemamkemam-puan ekolokasi. Jenis kelelawar Microchiroptera mengandalkan mekanisme echolocation dengan

0.22

0.19

0.37

(20)

10

frekuensi yang tinggi. Jenis kelelawar ini lebih banyak mencari pakan di areal yang terbuka dibandingkan di lorong-lorong hutan. Kelelawar yang memiliki bentangan sayap yang lebar seperti R. leshenaultii lebih memilih habitat yang relatif terbuka untuk memudahkan manuver saat terbang, sebaliknya kelelawar yang mengandalkan ekolokasi dan memiliki bentang sayap yang sempit akan mudah melakukan manuver terbang di habitat yang rapat.

Famili Pteropodidae memiliki jumlah individu yang paling banyak tertangkap, yakni sebanyak 55 individu dan terendah adalah Rhinolopodidae sebanyak 2 individu. Jenis kelelawar Megachiroptera memiliki wilayah jelajah yang lebih besar dibandingkan dengan jenis Microchiroptera. Selain itu, jenis kelelawar Megachiroptera memiliki kebiasaan tinggal pada satu pohon yang berdekatan dengan pohon yang sedang berbuah selama 1-5 hari. Jenis kelelawar Microchiroptera mencari pakan pada areal dengan luasan yang relatif sempit, yakni sekitar 400 m2, melakukan terbang singkat selama dua menit untuk menangkap serangga, dan kembali lagi ke tempat semula untuk mengamati daerah sekitarnya (Neuweiler et al. 1987).

Habitat kebun memiliki jumlah jenis kelelawar paling banyak (yakni 8 jenis) tertangkap dibandingkan dengan habitat lainnya. Hal ini diduga karena habitat kebun memiliki keanekaragaman jenis pohon relatif tinggi sehingga kelelawar insektivora banyak mencari makan di habitat ini. Selain itu, kerapatan vegetasi di habitat kebun tidak terlalu rapat sehingga memudahkan kelelawar pemakan buah menggunakan lorong-lorong yang ada sebagai lintasan terbang.

Jenis kelelawar C. brachyotis merupakan jenis yang paling banyak ditemukan pada ketiga habitat yang diamati. Kelelawar C. brachyotis mulai beraktivitas satu jam setelah matahari terbenam dengan luas wilayah jelajah mencapai 3 km. Tan et al. (1998) menyatakan bahwa C. brachyotis merupakan jenis kelelawar pemakan buah yang umum dijumpai di Asia Tenggara. Jenis ini menempati berbagai tipe habitat meliputi hutan primer, hutan bekas terbakar, hutan bakau, daerah budidaya, kebun buah, dan daerah perkotaan. Kemampuan yang baik untuk beradaptasi dengan lingkungan menjadi salah satu faktor kunci jenis ini dapat ditemukan di berbagai tipe habitat. Selain C. brachyotis, dari 11 jenis kelelawar yang dapat tertangkap pada ketiga tipe habitat yang diamati, M. minimus juga merupakan jenis yang umum ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar jenis kelelawar yang ditemukan menggunakan tipe-tipe habitat tertentu untuk aktivitasnya.

Akumulasi spesies kelelawar yang tertangkap menunjukan bahwa perolehan tangkapan spesies kelelawar terjadi pada saat bulan baru (new moon), yakni setelah bulan melewati fase penuh (full moon). Menurut Morrison (1978) dalam

(21)

11

terhadap pasokan makanan bagi kelelawar pemakan serangga karena kepadatan udara yang menjadi wahana pergerakan serangga tergantung pada suhu lingkungan dan curah hujan. Saat suhu mengalami penurunan setelah matahari terbenam maka jumlah serangga yang terbang semakin berkurang sehingga pasokan makanan yang tersedia untuk kelelawar insektivora semakin sedikit. Pada kondisi hujan maka aktivitas sebagian besar jenis kelelawar akan berhenti karena terjadi hambatan dalam manuver terbang. Neuweiler et al. (1987) menyatakan bahwa kelelawar insektiora akan beraktivitas untuk mencari pakan pada periode 30-60 menit setelah matahari terbenam. Periode selanjutnya, yakni 60-120 menit setelah matahari terbenam, kelelawar akan kembali untuk beristirahat, dan periode selanjutnya adalah aktivitas mencari pakan,

Penggunaan perangkap harpa di habitat sawah untuk menangkap kelelawar menghasilkan jumlah tangkapan yang lebih rendah dibanding dengan perangkap jaring kabut. Hal ini diduga karena perangkap harpa kurang sesuai jika digunakan pada habitat yang terbuka yang mengakibatkan tingkat efisiensinya menjadi rendah. Efisiensi perangkap harpa akan bernilai tinggi jika diletakan pada pintu masuk tempat bertengger serta jalur-jalur terbang kelelawar. Habitat sawah yang tidak berlorong dan berpohon mengakibatkan jumlah individu yang tertangkap lebih rendah dibandingkan habitat lainnya. Perangkap harpa akan berfungsi dengan baik pada lokasi kebun dikarenakan habitat kebun lebih mendukung untuk penempatan perangkap bagi kelelawar yang terbang meyusuri lorong-lorong atau aliran sungai.

Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis

Tingkat kekayaan jenis pada suatu habitat bisa berbeda dengan habitat lainya salah satunya dapat disebabkan oleh keragaman dari tumbuhan atau habitat sebagai penunjang tempat bertengger dan mencari pakan. Keanekaragaman jenis kelelawar di habitat kebun lebih tinggi dibandingkan dengan habitat hutan. Hal ini diduga berkaitan dengan tingginya keanekaragaman jenis tumbuhan yang terdapat di habitat kebun. Jenis-jenis tumbuhan yang dapat ditemukan di habitat kebun diantaranya durian (Durio sp.), rambutan (Nephelium sp.), pala (Myristica sp.), jambu (Psidium sp.), sengon (Paraserianthes sp.), singkong (Manihot sp.) dan pisang (Musa sp.); sedangkan di habitat hutan adalah jenis-jenis pinus (Pinus sp.),

meranti (Shorea sp.), dan mahoni (Swietenia sp.). Keanekaragaman tumbuhan yang tinggi dapat menyediakan sumber pakan yang cukup bagi berbagai jenis kelelawar frugivorous maupun nectarivorous. Fukuda et al. (2009) menyatakan jenis kelelawar nectarivorous memiliki kelimpahan yang lebih besar di habitat kebun dibandingkan habitat hutan karena habitat kebun ditumbuhi oleh jenis-jenis durian, petai (Parkia sp.) dan pisang. Selain dapat menyediakan buah, jenis tumbuhan tersebut menyediakan pakan kelelawar pemakan nektar.

(22)

12

Kesamaan Komunitas

Kesamaan komunitas kelelawar antara habitat kebun dengan sawah memiliki nilai paling tinggi yakni 0.72; sedangkan terendah terdapat pada habitat hutan-sawah dengan nilai 0.36. Hal ini diduga karena jarak antara habitat kebun dengan sawah yang tidak terlalu jauh. Habitat kebun memberikan sumberdaya bagi kelelawar seperti bunga dan tanaman buah musiman. Disamping itu, habitat sawah merupakan areal lintasan bagi kelelawar yang mencari pakan diantara habitat kebun. Menurut Fenton (1990), jenis kelelawar Macroglossus sobrinus

mencari pakan pada daerah jelajah yang mencapai radius 3 km. Selain itu, pada habitat kebun-sawah terdapat jenis individu yang sama yaitu C. brachyotis, M. minimus, dan C. titthaecheilus. Nilai kesamaaan komunitas hutan-sawah yang rendah diduga karena jarak antara hutan dan sawah yang relatif jauh. Tingkat keanekaragaman tumbuhan yang rendah mengakibatkan hutan hanya dijadikan tempat bertengger bagi kelelawar. Hutan yang didominasi oleh pohon meranti, pinus dan mahoni diduga kurang mampu memberikan areal mencari pakan baik oleh kelelawar pemakan buah maupun pemakan serangga. Menurut Lookingbill et al. (2010), aktivitas kelelawar dipengaruhi oleh ketersediaaan habitat memberikan areal mencari makan dan areal untuk bertengger dimana areal tersebut merupaka areal campuran yang mendukung di dalam proses mencari makan dan memberikan tempat bersarang.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Terdapat 11 jenis kelelawar dari 4 famili yaitu pada habitat kebun dihuni oleh 8 jenis kelelawar terdiri dari H. diadema, S. kuhlii, P. javanicus, R. affinis, C. brachyotis, C. titthaecheilus, M. minimus, dan C. sphinx. Habitat hutan dihuni oleh 6 jenis kelelawar terdiri dari H. diadema, P. javanicus, K. hardwickii, R. affinis, C. brachyotis, dan M. minimus. Habitat sawah dihuni oleh 8 jenis kelelawar terdiri dari S. kuhlii, P. brachypterus, C. brachyotis, C. titthaecheilus,M. minimus, dan R. leschenaultii.

2. Nilai kesamaan komunitas kelelawar tertinggi pada habitat kebun-sawah (0.72) dan yang terendah pada habitat hutan-sawah (0.36).

Saran

1. Perlu adanya penambahan alat terkait penelitian ini dikarenakan masih adanya kemungkinan penambahan jenis kelelawar pada daerah tersebut.

2. Perlu dilakukan secara bersamaan dari 3 habitat yang berbeda dalam satu wilayah yang sama agar benar-benar terlihat jenis-jenis yang mendominasi pada areal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

(23)

13

Bloom SA. 1981. Similarity indices in community studies: Potential pitfalls.

Marine Ecology 5:125-128.

Colwell RK and JA Coddington. 1994. Estimating terrestrial biodiversity through extrapolation. Philosophical Transactions of the Royal Society of London, Series B 345:101–118.

Corbet GB, Hill JE. 1992. The Mammals of the Indomalayan Region: A Systematic Review. New York: Oxford Univ. Press.

Fenton MB. 1990. The foraging behavior and ecology of animal eating bats.

Canadian Journal of Zoology 68:411–422.

Fukuda D, Tisen OB, Momose K, Sakai S. 2009. Bat diversity in the vegetation mosaic around a lowland dipterocarp forest of Borneo. The Raffles Buletin of Zoology 57(1):213-221.

Grindal SD, Collard TS, Bringham RM, Barclay RMR. 1992. The influence of precipitation on reproduction by Myotis bats in British Columbia. American Midland Naturalist 128(2):339-344.

Lang AB, Kalko EKV, Rȍmer H, Bockholdt C, Dechmann DKN. 2005. Activity

levels of bats and katydids in relation to the lunar cycle. Oecologia 146:659-666.

Lookingbiil TR, Elmore AJ, Engelhardt KAM, Churchill JB, Gates JE, Johnson JB. 2010. Influence of wetland networks on bat activity in mixed-use landscapes. Biological Conservation 143:974-983.

Neuweiler G, Metzner W, Heilmann U, Riibsamen R, Eckrich M, Costa HH. 1987. Foraging behaviour and echolocation in the rufous horseshoe bat (R. rouxi). Behavioral Ecology and Sociobiology 20:53-67.

Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. Philadelphia: Saunders.

Suyanto A. 2001. Seri Panduan Lapangan: Kelelawar di Indonesia. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI.

Tan KH, Zubaid A, Kunz TH. 1998. Food habits of C. brachyotis (Muller) (Chiroptera: Pteropodidae) in Peninsular Malaysia. Journal of Tropical Ecology 14:299-307.

Tan KH, Zubaid A, Kunz TH. 1999. Fruit dispersal by lesser dog-faced fruit bat,

C. brachyotis (Muller) (Chiroptera: Preropodidae). Malayan Natural Journal 53:57-62.

(24)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 22 Desember 1989 sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan Sukarjo Kasut dan Murniati.

Pada tahun 2007 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 4 Cimahi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) di

Gambar

Gambar 2 Ukuran tengkorak dan rumus gigi kelelawar
Gambar 3 Ukuran tulang jari tangan kelelawar
Tabel 1  Jenis-jenis kelelawar yang ditemukan pada tiga tipe habitat
Gambar 6 Jumlah jenis ditemukan pada setiap famili
+4

Referensi

Dokumen terkait

1) Melakukan penataan ruang aktivitas yang bertujuan untuk memperkecil dampak kerusakan habitat sumberdaya pesisir dan lautan. 2) Melakukan penataan alokasi lahan dan

Wrigley Indonesia selaku perusahaan yang menaungi merek permen Sugus bahwa betapa pentingnya melakukan kegiatan promosi bagi setiap merek dari sebuah produk, baik

• Citilink revisi pendapatan menjadi USD 550 juta • BMRI akan pacu bisnis e-money pada tahun 2016 • AGRO tetapkan target konservatif.. • UUS NISP akan tambah office channeling

ersama ini kami sampaikan laporan mingguan realisasi penggunaan dana dan kema-uan &isik  'ehabilitasi 'uang Kelas 'usak erat SD "ahun 2012 %ang telah

Maka kedua populasi berbeda dalam hal penurunan stres akademik atau dengan kata lain, data stres akademik kelompok siswa yang diberi perlakuan menggunakan teknik restrukturisasi

Namun peserta didik belum memiliki kesadaran relasional terhadap simbol huruf dan tanda, belum mampu untuk memilih salah satu kemungkinan representasi simbol

İnsan yaratılmışların en güzeli, en iyisi, Allah'ın(CC) yarattığı bir şaheser, bir seçilmiş, üzerinde titrenen, her şey emrine verilen, bunların karşılığında

Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) 90,47% calon guru belum memahami dan mengenal konsep keterampilan berpikir kreatif dan 99,04% calon guru belum pernah