POTENSI
ANTIOKSIDAN DAN SITOTOKSISITAS EKSTRAK
BUAH CEREMAI
(Phyllanthus acidus L.)
WULAN WIDIANTI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
WULAN WIDIANTI. Potensi Antioksidan dan Sitotoksisitas Ekstrak Buah
Ceremai
(Phyllanthus acidus
L
.).
Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan
DIMAS ANDRIANTO.
Buah ceremai merupakan tanaman yang berasal dari India yang termasuk ke
dalam famili Euphorbiaceae. Tanaman ceremai tidak hanya dapat digunakan
sebagai tanaman hias tetapi juga dapat digunakan sebagai suplemen herbal.
Tanaman ceremai dilaporkan mempunyai khasiat sebagai hepatoprotektif,
antibakteri, antijamur, namun potensi antioksidan belum diketahui. Tujuan
penelitian ini untuk menguji aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas dari buah
ceremai. Buah ceremai diekstrak dengan menggunakan metode maserasi, proses
ekstraksi menggunakan tiga pelarut yaitu etanol 70%, etanol 30%, dan air.
Aktivitas antioksidan dengan metode
2,2-difenil-1-pikrilhidrazil
(DPPH) dan
sitotoksisnya (uji potensi hayati) dengan metode
Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT). Nilai IC50 yang dihasilkan dari ketiga ekstrak yaitu ekstrak air, etanol
30%, dan etanol 70% berturut-turut 26.06 ppm, 72.39 ppm, dan 62. 17 ppm. Nilai
LC
50yang dihasilkan dari ekstrak air, etanol 30%, dan etanol 70% berturut-turut
473.26 ppm, 486.78 ppm, dan 618.55 ppm. Ektrak air merupakan ekstrak yang
memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibandingkan dengan ekstrak etanol 30%
dan etanol 70%. Namun ketiga ekstrak buah ceremai segar kurang baik untuk
dikonsumsi oleh manusia sebagai suplemen herbal karena bersifat toksik.
ABSTRACT
WULAN WIDIANTI. Antioxidant and Cytotoxicity of Ceremai
(Phyllanthus
acidus
L
.)
Extract
.
Under supervision of MARIA BINTANG and DIMAS
ANDRIANTO.
Ceremai is an indigenous plant from India, belongs to Euphorbiaceae
family. Ceremai plnat not only be used as an ornamental plant but can also be
used as a herbal supplement. Ceremai Plants reported to have efficacy as a
hepatoprotective, antibacterial, antifungal, antioxidant potency is not known yet.
The purpose of this study to prove the antioxidant activity and cytotoxicity of fruit
Ceremai. Ceremai was extracted by maceration using 70% ethanol, 30% ethanol,
and water as solvents. Results were determined by antioxidant activity using of
2,2-diphenyl-1-pikrilhidrazil (DPPH) and its cytotoxicity (biological potency) was
determined by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method. IC
50values were
26.06 ppm, 72.39 ppm, and 62, 17 ppm for water, 30% ethanol and 70% ethanol
exstract respectively. LC50 values were produced from three extracts water,
ethanol 30%, and 70% ethanol, they were 473.26 ppm, 486.78 ppm, 618.55 ppm.
Water extract is the best antioxidant activity compared with 30% ethanol extract
and 70% ethanol. However, ceremai fresh fruit extracts are not good for human
consumption herbal supplements because it is toxic.
POTENSI
ANTIOKSIDAN DAN SITOTOKSISITAS EKSTRAK
BUAH CEREMAI
(Phyllanthus acidus L.)
WULAN WIDIANTI
G84080018
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Potensi
Antioksidan dan Sitotoksisitas Ekstrak
Buah Ceremai
(
Phyllanthus acidus
L.)
Nama
: Wulan Widianti
NIM
: G84080018
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S
Dimas Andrianto, S.Si, M.Si.
Ketua
Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen Biokimia
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan junjungan kita nabi
Muhammad SAW yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis pada kesempatan ini dapat menyelesaikan penelitian dengan
judul “P
otensi
Antioksidan dan Sitotoksisitas Ekstrak Buah Ceremai
(
Phyllanthus acidus
L
.)”.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2012
sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia IPB, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.
Dr. drh. Maria Bintang dan Dimas Andrianto, S.Si, M.Si. selaku komisi
pembimbing atas segala kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan,
arahan, dan masukan bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua
orang tua, adik penulis, dan keluarga
atas do’a, motivasi, semangat, dan dukungan
moriil, maupun materi yang telah diberikan. Tidak lupa penulis ucapkan terima
kasih kepada Nanda Yudhistira, Esti, Elsha, Sofi, dewi, Nadia, Daniel, dan Feco
atas segala
do’a, bantuan teknis maupun non
teknis, serta dukungan semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2012
RIWAYAT HIDUP
Wulan Widianti dilahirkan di Sumedang pada tanggal 23 April 1989 dari
Ayah Juhana Erly Kusdian dan Ibu Darsem. Penulis merupakan anak pertama dari
dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan jenjang menengah atas di
SMA Negeri 1 Sumedang pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan jenjang lebih tinggi di Institut Pertanian Boogor (IPB) melalui
Undangan Selesksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Buah Ceremai ... 1
Radikal Bebas ... 2
Antioksidan ... 3
Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH ... 4
Uji Sitotoksisitas Metode BSLT ... 4
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan ... 5
Metode Penelitian ... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air ... 7
Ekstraksi Sampel ... 7
Uji Fitokimia ... 8
Uji Aktivitas Antioksidan ... 8
Uji Sitotoksisitas ... 9
Uji Korelasi Antioksidan dan Sitotoksisitas ... 9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ... 10
Saran ... 10
DAFTAR PUSTAKA ... 10
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Buah ceremai (
Phyllanthus acidus
L
.
) ... 2
2
Radikal bebas ... 3
3
Prinsip penangkapan H oleh DPPH ... 4
4
Uji aktivitas antioksidan ... 9
5
Uji sitotoksisitas ... 9
6
Korelasi antara IC50 dan LC50 ... 10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Diagram alir penelitian secara umum ... 14
2 Ekstraksi buah ceremai ... 15
3 Kadar air buah ceremai ... 16
4 Rendemen masing-masing ektrak ... 17
5 Uji fitokimia ... 18
6 Gambar uji fitokimia ... 19
7 Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH ... 21
8 Prosedur uji antioksidan DPPH ... 22
9 Absorban ekstrak ... 23
10 Grafik hubungan antara % inhibisi dan konsentrasi ... 24
11 Nilai IC
50masing-masing ekstrak ... 25
12 Hasil analisis statistik IC
50dengan selang kepercayaan 95% ... 26
13 Hasil analisis statistik IC50 dengan ANOVA ... 27
14 Hasil uji duncan IC50dengan selang kepercayaan 95% ... 28
15 Uji sitotoksisitas potensi hayati ... 29
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal serta menggunakan suplemen herbal atau yang dikenal dengan obat tradisional. Suplemen herbal lebih mudah diterima oleh masyarakat karena selain telah akrab dengan masyarakat, suplemen herbal ini lebih murah dan mudah didapat. Berbagai macam suplemen herbal yang berasal dari tanaman dan telah banyak diteliti kandungan kimia dan khasiat yang berada di dalamnya.
Menurut laporan WHO 1990 bahwa sebanyak 17 juta orang meninggal tiap tahunnya akibat penyakit degeneratif. Hingga saat ini penyakit degeneratif menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut Direktorat Jendral Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan tahun 2000 di Jakarta dilaporkan bahwa jenis gangguan yang paling tinggi pada penyakit degeneratif adalah seperti kanker, jantung, diabetes, dan hati (Kementrian Kesehatan RI 2010).
Penyakit degeneratif ini disebabkan karena antioksidan yang ada di dalam tubuh tidak mampu menetralisir peningkatan konsentrasi radikal bebas. Radikal bebas sifatnya sangat labil dan sangat reaktif sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada komponen sel seperti DNA, lipid, protein, dan karbohidrat. Kerusakan tersebut dapat menimbulkan berbagai kelainan biologis seperti aterosklerosis, kanker, dan diabetes (Chen et al. 1996). Hal tersebut perlu dihindari dengan pemakaian antioksidan tambahan dari luar atau antioksidan eksogen, seperti vitamin E, vitamin C, betakaroten, flavonoid, dan senyawa fenolik.
Buah ceremai (Phyllanthus acidus L.) tidak hanya dapat digunakan sebagai tanaman hias tetapi juga dapat digunakan sebagai suplemen herbal. Dasar pemilihan buah ceremai sebagai antioksidan dilatar belakangi oleh potensi farmakologi daun, buah, batang, dan kayu ceremai yang mengandung polifenol, saponin, flavonoid, alkaloid, dan tanin (Syamsuhidayat & Hutapea 1991). Tanaman ceremai mempunyai khasiat sebagai hepatoprotektif (Lee et al. 2006 dalam Krismawati 2007) antibakteri, dan antijamur (Melendez & Capriles 2006; Satish et al.
2007; Jagessar et al. 2006 dalam Krismawati 2007) . Daun ceremai berkhasiat untuk radang usus dan obat mual. Akar ceremai digunakan untuk obat asma dan daun muda untuk obat sariawan. Daun ceremai terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, dan Candida
albicans (Jagessar et al. 2007 dalam
Krismawati 2007). Daun ceremai juga berkhasiat sebagai peluruh dahak (Krismawati 2007).
Radikal bebas dalam jumlah normal bermanfaat bagi kesehatan misalnya, memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah serta organ-organ dalam tubuh. Radikal bebas dalam jumlah berlebih dapat mengakibatkan stress oksidatif. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan, hingga ke organ tubuh yang mempercepat terjadinya proses penuaan dan munculnya penyakit degeneratif seperti kanker, katarak, diabetes melitus, penyakit jantung koroner, dan gangguan imonudefisiensi. (Yuwono 2009 dalam Widyastuti 2010).
Solusi dari masalah yang ditimbulkan radikal bebas adalah dengan menggunakan antioksidan. Antioksidan merupakan suatu zat yang dapat menunda atau menghambat reaksi oksidasi oleh radikal bebas. Perlakuan tiga pelarut ekstrak, diharapkan mampu membuktikan potensi bioaktivitas antioksidan dan efek farmakologi dari buah ceremai.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas terbaik dari ketiga ekstrak buah ceremai. Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak buah ceremai memiliki aktivitas antioksidan dan bersifat racun terhadap Artemia salina Leach. Manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai informasi tentang ekstrak tanaman buah ceremai yang dapat menghasilkan aktivitas antioksidan efektif yaitu yang memiliki hubungan terbaik antara potensi antioksidan dan sitotoksisitas.
TINJAUAN PUSTAKA
Buah Ceremaiclassis Dicotyledoneae, ordo Euphorbiales, familia Euphorbiaceae, genus Phyllanthus, dan species Phyllanthus acidus (L.) Skeels.
Ceremai merupakan pohon yang mempunyai tinggi ± 10 m. Batang tegak, bulat, berkayu, mudah patah, kasar, percabangan monopodial, dan berwarna coklat tua. Daun berupa daun majemuk, lonjong, berseling, panjang 5-6 cm, lebar 2-3 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, halus, tangkai silindris, panjang ± 2 cm, dan berwarna hijau tua. Buah berbentuk bulat, permukaannya berlekuk, dan berwarna kuning keputih-putihan. Biji berbentuk bulat pipih dan berwarna coklat muda. Akarnya berupa akar tunggang dan berwarna coklat muda (Syamsuhidayat & Hutapea 1991).
Daun ceremai berbau khas aromatik dan tidak berasa. Kandungan kimia yang terdapat pada daun, kulit batang, dan kayu ceremai adalah saponin, flavonoida, tanin, dan fenolik. Akar mengandung saponin, zat samak, dan zat beracun, sedangkan buah ceremai mengandung vitamin C. Bagian dari pohon ceremai yang biasa digunakan sebagai obat adalah daun, kulit akar, dan biji. Setiap bagian pohon ceremai memiliki khasiat yang berbeda-beda dipercaya untuk menyembuhkan penyakit. Daun ceremai sendiri berkhasiat untuk menyembuhkan batuk berdahak, mual, kanker, sariawan, dan dapat menguruskan badan. Bagian kulit pohon ceremai dapat digunakan mengobati asma dan sakit kulit, sedangkan biji ceremai berkhasiat untuk mengobati sembelit dan mual. Daun ceremai biasa dikonsumsi sebanyak 3 – 25 gram dalam 200 ml pelarut (Syamsuhidayat & Hutapea 1991).
Gambar 1 Buah Ceremai (Phyllanthus acidus
L.)
Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu molekul atau atom yang mempunyai satu atau lebih
elektron tidak berpasangan. Radikal ini dapat berasal dari atom hidrogen, molekul oksigen, atau ion logam transisi. Senyawa radikal bebas sangat reaktif dan selalu berusaha mencari pasangan elektron agar kondisinya stabil (Halliwel & Gutteridge 1989 ).
Sumber radikal bebas diantaranya hasil metabolisme, radiasi uv, polusi air dan udara, lemak makanan, bahan kimia berbahaya, dan asap rokok. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan protein, DNA, peroksidasi lipid, dan kerusakan membran sel terutama pada asam lemak penyusunnya. Kerusakan tersebut akan menyebabkan penyakit yang bersifat kronis, yaitu penyakit yang membutuhkan periode waktu yang lama untuk terakumulasi dalam tubuh (Ozyurt et al. 2006).
Radikal dapat terbentuk secara endogen dan eksogen. Radikal endogen terbentuk dalam tubuh melalui proses metabolisme normal di dalam tubuh. Contohnya oksidasi enzimatis, fagositosis, transport elektron, dan oksidasi logam transisi melalui ischemic. Sementara radikal eksogen berasal dari bahan pencemar yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, dan penyerapan kulit. Seperti polusi udara, bahan tambahan pangan, dan radiasi ultraviolet (UV) (Ozyurt et al. 2006).
Antioksidan yang terdapat dalam tubuh dapat berupa enzim seperti fosfolipase, protease, serta enzim yang dapat memperbaiki susunan DNA (Ozyurt et al. 2006). Antioksidan yang tersedia dalam tubuh tidak sebanding dengan banyaknya radikal bebas yang mungkin masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu, untuk menangkap dan mencegah radikal bebas tersebut merusak sel-sel tubuh, diperlukan tambahan antioksidan dari luar tubuh.
2010). Sementara dalam jumlah berlebih mengakibatkan stress oksidatif. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan, hingga ke organ tubuh yang mempercepat terjadinya proses penuaan dan munculnya penyakit. Antioksidan dibutuhkan untuk dapat menunda atau menghambat reaksi oksidasi oleh radikal bebas.
Gambar 2 Radikal bebas (Prakash et al. 2001)
Antioksidan
Antioksidan memiliki peranan yang sangat penting dalam memerangi radikal bebas. Antioksidan adalah zat yang diperlukan tubuh untuk menangkap radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak (Prakash et al.
2001). Antioksidan dalam tubuh bermanfaat untuk mencegah reaksi oksidasi yang ditimbulkan oleh radikal bebas baik berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya.
Terdapat tiga macam antioksidan yaitu Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim antara lain superoksida dismutase, glutathione peroxidase dan katalase. Antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan, yaitu ferol, vitamin C, betakaroten, dan flavonoid. Antioksidan sintetik, yang dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu butylated hydroxyanisole
(BHA), butylated hydroxytoluen (BHT),
tertier butylhydroquinone (TBHQ),
propylgallate (PG) dan nordihydro guaiaretic
acid (NDGA) yang ditambahkan dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak (Kumalaningsih 2006).
Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi jumlahnya sering kali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh (Sofia 2006). Sebagai contoh, tubuh manusia dapat menghasilkan glutation, salah satu antioksidan yang sangat kuat, tubuh hanya memerlukan asupan vitamin C sebesar 100-200 mg untuk memicu tubuh menghasilkan glutation. Kekurangan antioksidan dalam tubuh membutuhkan
asupan dari luar. Bila mulai menerapkan pola hidup sebagai vegetarian akan sangat membantu dalam mengurangi resiko keracunan akibat radikal bebas. Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama pencegahan stress oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkan (Sofia 2006). Antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH.Prx). Antioksidan vitamin lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan vitamin mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten dan asam askorbat (vitamin C) yang banyak didapatkan dari tanaman dan hewan (Sofia 2006).
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke dalam makanan sebagai bahan tambahan pangan (Kumalaningsih 2007).
Jaringan tumbuhan mengandung sangat banyak jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa fenolik (flavonoid dan asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan-turunan klorofil, asam-asam amino dan amina), karotenoid, lignan dan terpen semuanya memiliki aktivitas antioksidan dalam menekan pembentukan rantai reaksi radikal bebas. Flavonoid dan senyawa fenolik adalah antioksidan utama dalam buah-buahan dan sayur-sayuran. Flavonoid terdiri atas struktur dasar inti flavan di mana dua cincin benzen dihubungkan oleh cincin piran yang mengandung oksigen. Flavonoid dibagi atas flavonol, flavon, flavan dan isoflavon. Beberapa contoh yang terdapat dalam pangan adalah mirisetin, quersetin, luteolin, apigenin, genistein dan krisin (Silalahi 2002).
Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH Uji aktivitas antioksidan dilakukan pada sampel yang diduga mempunyai aktivitasnya sebagai antioksidan. Terdapat beberapa metode untuk menentukan aktivitas antioksidan yaitu DPPH (
2,2-difenil-1-pikrilhidrazil), cupric ion reducing
antioxidant (CuPRAC) dan ferric reducing
ability of plasma (FRAP). Metode DPPH
dipilih karena memiliki beberapa keunggulan, diantaranya sederhana, cepat, sensitif, dan hanya membutuhkan sedikit sampel (Koleva
et al. 2002).
Pereaksi DPPH ditemukan pertama kali oleh Goldschmidt dan Renn pada tahun 1922. DPPH merupakan seyawa radikal bebas berwarna ungu. Pereaksi DPPH berfungsi untuk investigasi reaksi inhibisi polimerisasi, uji antioksidan serta inhibisi reaksi homolitik (Ionita 2003).
Karakter dari DPPH merupakan senyawa hidrofobik (tidak larut air). Namun, dapat berubah menjadi hidrofilik dengan melekatkan gugus CO maupun SO2 pada DPPH. Menurut Ionita (2003), DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, pada kondisi penyimpanan yang baik (kering).
Prinsip metode penangkapan radikal adalah pengukuran penangkapan radikal bebas sintetik dalam pelarut organik polar seperti etanol atau metanol pada suhu kamar oleh suatu senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidasi (Pokorni 2001). Proses penangkapan radikal ini melalui mekanisme pengambilan atom hidrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal bebas (Pine 1988) sehingga radikal bebas menangkap satu elektron dari antioksidan. Selanjutnya DPPH akan diubah menjadi DPPH-H (bentuk tereduksi DPPH) oleh senyawa antioksidan. Radikal bebas DPPH dapat menangkap atom hidrogen dari komponen aktif ekstrak yang dicampurkan, kemudian bereaksi menjadi bentuk yang lebih stabil (Gambar 3).
Metode DPPH (
2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) mengukur kemampuan suatu
senyawa antioksidan dalam menangkap radikal bebas. Kemampuan penangkapan radikal berhubungan dengan kemampuan komponen senyawa dalam menyumbangkan elektron. Setiap molekul yang dapat menyumbangkan elektron akan bereaksi dan akan memudarkan DPPH. Intensitas warna DPPH akan berubah dari ungu menjadi kuning oleh elektron yang berasal dari senyawa antioksidan. Konsentrasi DPPH pada
akhir reaksi tergantung pada konsentrasi awal dan struktur komponen senyawa penangkap radikal (Koleva et al. 2002).
Metode DPPH secara umum digunakan untuk memindai berbagai sampel dalam penentuan aktivitas antioksidan. Pengukuran serapan DPPH pada panjang gelombang
maksimum ( maks) yaitu 515-520 nm. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel padatan maupun larutan (Molyneux 2004).
Perhitungan yang digunakan dalam penentuan aktivitas penangkap radikal adalah nilai IC50 (Inhibition Concentration 50%), nilai tersebut menggambarkan besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat menangkap radikal sebesar 50%. Penentuan IC50, diperlukan persamaan kurva standar dari %inhibisi sebagai sumbu y dan konsentrasi fraksi antioksidan sebagai sumbu x. IC50 dihitung dengan cara memasukkan nilai 50% ke dalam persamaan kurva standar sebagai sumbu y kemudian dihitung nilai x sebagai konsentrasi IC50. Semakin kecil nilai IC50 menunjukkan semakin tinggi aktivitas antioksidasinya (Molyneux 2004). Semakin kecil nilai IC50 maka senyawa uji tersebut mempunyai keefektifan sebagai penangkap radikal yang lebih baik.
Gambar 3 Prinsip penangkapan H oleh DPPH (Prakash et al. 2001).
Uji Sitotoksisitas Metode BSLT
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
LC50. Nilai LC50 adalah konsentrasi yang dibutuhkan untuk mematikan 50% dari populasi larva udang total (Frank 1995). Metode ini digunakan untuk mendeteksi senyawa bioaktif yang memiliki efek farmakologi. Data yang diperoleh dari hasil pengujian dengan menggunakan larva udang dapat dianalisis dengan menggunakan program SPSS untuk menentukan nilai LC50 (Finney 1971). Aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva A. salina. Suatu ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode BSLT jika harga LC < 1 000 g/ ml ( Meyer
et al. 1982).
Meyer et al. (1982) telah mengembangkan metode BSLT untuk menemukan senyawa bioaktif baru pada tumbuhan tingkat tinggi. Metode ini telah banyak digunakan untuk uji potensi hayati dalam analisis residu pestisida, anestetik, dan zat pencemaran air.
Penelitian Carballo et al. (2002), menunjukkan adanya hubungan yang konsisten antara sitotoksisitas dan letalitas larva udang pada ekstrak tanaman, sehingga metode BSLT dapat dipercaya untuk menguji aktivitas farmakologis dari bahan-bahan alami. Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga LC50 dengan metode BSLT, maka tanaman tersebut dapat berpotensi sebagai obat. Namun, bila tidak bersifat toksik maka tanaman tersebut dapat diteliti kembali untuk mengetahui khasiat lainnya dengan menggunakan hewan coba lain yang lebih besar dari larva A. salina seperti mencit dan tikus secara in vivo.
Artemia salina merupakan kelompok
udang (Crustaceae) dari filum Arthropoda dan hidup dalam air garam (berair asin). Udang ini toleran terhadap selang salinitas yang sangat luas. Secara alamiah, salinitas danau tersebut mengakibatkan larva hidup sangat bervariasi, tergantung pada intensitas air hujan dan evaporasi yang terjadi. Apabila kadar garam kurang dari 6% maka telur A. salina akan tenggelam dan tidak menetas. Hal ini biasanya terjadi apabila air tawar masuk ke dalam danau di musim penghujan dalam jumlah berlebih. Jika kadar garam melebihi 25%, telur akan tetap berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat menetas dengan normal (Purwakusumah 2007 dalam Setiarto 2009).
Pertimbangan pemilihan larva udang sebagai hewan uji didasarkan karena telur A.
salina memiliki daya tahan yang lama (dapat
tetap hidup dalam kondisi kering, selama beberapa tahun). Telur A. salina lebih cepat dan mudah menetas dalam waktu 48 jam,
sehingga dapat dihasilkan naupli dalam jumlah besar yang siap untuk diuji (Carballo
et al. 2002). Selain itu telur A. salina juga memiliki kemampuan untuk mengatasi perubahan tekanan osmotik dan regulasi ionik yang tinggi (Croghan 1957 dalam Kurniawan 2011).
Metode uji potensi hayati BSLT memiliki beberapa keunggulan diantaranya waktu pelaksanaan cepat, biaya relatif murah, sederhana, tidak memerlukan teknik aseptis, tidak memerlukan peralatan khusus, dan hanya membutuhkan sedikit sampel uji (Meyer et al. 1982).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan alatBahan yang digunakan adalah buah ceremai segar tanpa biji yang berwarna kuning keputihan yang diambil sore hari berasal dari daerah Sumedang. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah etanol, serbuk magnesium, asam klorida 2%, FeCl3, kloroform, perekasi Meyer, Dragendorf, Wagner, DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil), vitamin C, akuades, Artemia salina Leach, dan air laut buatan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah vial, labu takar, pH meter, gelas ukur, cawan porselin, sonikator, tabung reaksi, spatula, pipet tetes, pipet volumetrik, neraca digital, vorteks, oven, blander, freezer, eksikator, pipet mikro, lampu pijar, aerator, dan micro plate reader EPOCH.
Metode Penelitian
Persiapan Sampel
Sampel basah diambil dari kabupaten Sumedang, terdiri atas 5 kg buah ceremai segar. Jumlah bobot yang dipanen didasarkan pada jumlah pohon yang tersedia di satu daerah. Tujuannya adalah untuk menghindari perbedaan kandungan senyawa dari buah ceremai.
Kadar air = Bobotsampel– Bobotkering x100% Bobotsampel
Ekstraksi Buah Ceremai (BPOM 2005) Proses ekstraksi buah ceremai menggunakan metode maserasi. Ekstraksi menggunakan pelarut etanol 70%, etanol 30%, dan air. Buah ceremai segar tanpa biji dihaluskan terlebih dahulu menggunakan
blender. Setelah buah ceremai dihaluskan
kemudian ditambahkan pelarut. Sebanyak 400 gram sampel ditambahkan 400 mL pelarut (b/v). Selanjutnya dimasukan ke dalam maserator selama 6 jam sambil sesekali diaduk, kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan, dan proses diulang 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50°C sampai diperoleh sampel yang menyerupai pasta.
Identifikasi fitokimia (Harbone 1987) Identifikasi Flavonoid. Ekstrak sebanyak 0.1 gram ditambah 2 mL etanol 30% sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditambah H2SO4 sebanyak 3 tetes. Uji positif ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah akibat penambahan H2SO4.
Identifikasi Tanin. Ekstrak sebanyak 1 gram ditambahkan 10 mL akuades kemudian dididihkan. Setelah dingin filtrat ditambahkan 5 mL FeCl3 1 % (b/v). Apabila terjadi perubahan warna menjadi biru tua, berarti sampel mengandung tanin.
Identifikasi Alkaloid. Ekstrak sebanyak 0.1 gram ditambahkan 10 mL kloroform dan ditambahkan beberapa tetes amonia. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan beberapa tetes H2SO4 pekat. Fraksi asam diambil dan dibagi menjadi 3 tabung, kemudian ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner. Terdapatnya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner.
Identifikasi Fenolik. Ekstrak sebanyak 0.1 gram ditambah 2 mL etanol 30% sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditambah NaOH sebanyak 3 tetes. Uji positif ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah akibat penambahan NaOH.
Identifikasi Terpenoid dan Steroid. Ekstrak sebanyak 0.1 gram ditambah 2 mL etanol 30% kemudian dipanaskan dan disaring. Selanjutnya filtrat diuapkan dan ditambahkan eter sebanyak 1 mL. Lapisan
eter ditambah dengan pereaksi Lieberman Burchard (3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2S04 pekat). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid.
Identifikasi Saponin. Ekstrak sebanyak 0.1 gram ditambah akuades 5 mL dan dipanaskan selama 5 menit. Uji positif ditunjukkan oleh terbentuknya busa permanen ± 15 menit.
Identifikasi Glikosida. Sebanyak 3 gram buah segar yang telah dihaluskan, disaring dengan cara refluks menggunakan 30 ml campuran etanol 95% selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada 20 mL filtrat ditambahkan 24 mL air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0.4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring, filtrat disari dengan 20 mL campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sampai 3 kali. kumpulan sari air ditambahkan natrium sulfat anhidrat, saring dan uapkan pada suhu 50°C. sisanya dilarutkan dalam 2 mL metanol. Larutan sari air dalam metanol dimasukkan ke dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 mL air dan 5 tetes pereaksi Molisch. Kemudian tambahkan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin ungu pada batas kedua cincin menunjukan adanya glikosida (Departemen Kesehatan RI 1978)
Uji Aktivitas Antioksidan DPPH (Batubara 2009)
Aktivitas antioksidan dari masing-masing kombinasi ditentukan dengan menggunakan metode DPPH, menurut Batubara 2009. Ekstrak ceremai dilarutkan dalam etanol dan dibuat dalam berbagai konsentrasi (0, 3.125, 6.25, 12.5, 25, 50, 100 dan 200 ppm). Masing-masing dimasukkan ke dalam mikro plate.
Selanjutnya ditambahkan 100 l larutan
DPPH 1 mM dalam etanol. kemudian diinkubasi pada suhu 30°C selama 30 menit, absorban diukur pada panjang gelombang 517 nm. Sebagai kontrol positif, dan untuk pembanding digunakan vitamin C. Nilai % inhibisi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
% Inhibisi = A DPPH – A sampel x 100% ADPPH
Keterangan:
A DPPH : serapan DPPH
Uji Sitotoksisitas LC50 Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Sebanyak 100 L air laut yang
mengandung A. salina L sebanyak 10 ekor dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam wadah uji. Di tambahkan larutan sampel yang akan diuji masing-masing sebanyak 100 L, dengan konsentrasi 10, 100, 200, 500, dan 1000 ppm. Untuk setiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengulangan. Kontrol negatif disiapkan dengan perlakuan yang sama tetapi tanpa mengandung ekstrak. Setelah itu diinkubasi selama 24 jam dan dihitung jumlah larva yang mati. Nilai LC50 ditentukan melalui metode analisis probit dengan software SPSS 17.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar AirSampel buah ceremai yang digunakan pada penelitian ini berbentuk buah segar. Penentuan kadar air dilakukan untuk mengetahui penyimpanan terbaik bagi sampel untuk menghindari pengaruh aktivitas mikroba (jamur). Kadar air yang diperoleh dari buah ceremai segar adalah 85.55%±3.00 (Lampiran 3). Suatu sampel memiliki ketahanan dalam penyimpanan apabila kadar air dibawah 100% (AOAC 2006). Selain itu kadar air pada buah ceremai segar mempengaruhi jumlah pengikatan antara molekul etanol (pelarut) dengan molekul-molekul dari senyawa yang terdapat pada buah ceremai segar. Semakin rendah kadar air dalam jaringan buah ceremai segar, maka semakin sedikit senyawa-senyawa dalam jaringan yang terekstrak oleh etanol karena etanol merupakan pelarut alcohol dengan berat molekul rendah yang dapat menggantikan molekul-molekul air dalam jaringan tumbuhan (Hart 1987).
Ekstraksi Sampel
Tahap ekstraksi dilakukan dengan menggunakan tiga pelarut, yaitu akuades, etanol 30 %, dan etanol 70%. Ekstraksi dilakukan pada buah ceremai segar. Bagian tanaman tersebut merupakan bagian tanaman yang umum untuk dikonsumsi oleh masyarakat secara tradisional.
Tabel 1 Persentase rendemen ekstrak ceremai Sampel Rendemen (%) Etanol 70% 3.72±0.01 Etanol 30% 3.28±0.04 Air 1.13±0.07
Hasil maserasi ekstrak air, etanol 30%, dan etanol 70% dari 200 gram buah ceremai segar masing-masing dihasilkan maserat sebesar 4.9, 13.4, dan 16.0 gram. Berdasarkan hasil tersebut, diperoleh rendemen masing-masing ekstrak sebesar 1.21 %, 3.33%, dan 3.94 % (Tabel 1)
Berdasarkan hasil tersebut, ekstrak etanol 70% memiliki persentase rendemen tertinggi dibandingkan kedua jenis ekstrak lainnya, yaitu sebesar 3.94%, sedangkan persentase rendemen terendah dimiliki oleh ekstrak air, dengan nilai sebesar 1.21%. Senyawa bioaktif yang terlarut dalam ketiga pelarut tersebut diharapkan memiliki aktivitas antioksidasi dan sitotoksisitas potensi hayati yang akan diuji pada tahap selanjutnya. Perbedaan jumlah rendemen pada setiap ekstrak tersebut dikarenakan pada ekstrak dengan rendemen tertinggi mengandung lebih banyak senyawa yang mudah larut dalam etanol 70%, sedangkan ekstrak dengan rendemen yang lebih rendah yaitu ekstrak air mengandung sejumlah senyawa yang kurang larut dalam air.
Proses ekstraksi harus dilakukan dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Pelarut polar digunakan untuk mengekstrak komponen polar pula, dan sebaliknya. Selain itu, rasio pelarut dan sampel yang hendak diekstrak, suhu yang digunakan selama proses ekstraksi, serta lamanya proses ekstraksi juga turut menentukan hasil yang didapatkan selama proses ekstraksi.
Proses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis pelarut yang digunakan dan luas permukaan sampel. Jenis pelarut yang digunakan tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Pemilihan etanol 70% dan etanol 30% sebagai pelarut organik didasarkan pada kemampuannya untuk mengisolasi sejumlah bahan bioaktif yang lebih optimal dibandingkan beberapa jenis pelarut lainnya. Pemilihan etanol 70% dan etanol 30% sebagai pelarut memiliki beberapa keuntungan, diantaranya dapat menyebabkan komponen senyawa yang terkandung di dalam sampel dapat terekstrak lebih banyak dibandingkan dengan pelarut air, karena dapat mengekstrak komponen kimia yang tahan panas dan tidak tahan panas (Harborne 1987).
antakuinon, dan glikosida. Sedangkan akuades digunakan sebagai pelarut karena umum digunakan dalam proses ekstraksi pada kehidupan sehari-hari dengan biaya yang relative sangat murah.
Uji Fitokimia
Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak buah ceremai dapat diketahui melalui uji kualitatif yaitu uji fitokimia. Uji pendahuluan ini dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya senyawa-senyawa metabolit sekunder yang kemungkinan berperan dalam pengujian aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas potensi hayati.
Hasil dari pengujian fitokimia dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil pengujian fitokimia ekstrak buah ceremai pada berbagai pelarut menunjukkan adanya senyawa flavonoid, alkaloid, fenolik, triterpenoid, saponin, dan glikosida. Berdasarkan hasil uji fitokimia senyawa yang paling banyak terkandung dalam ketiga ekstrak adalah flavonoid. Senyawa tersebut berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh (Haraguchi 2001 dalam Ismail 2007).
Senyawa fenol biasanya terdapat dalam berbagai jenis sayuran, buah-buahan dan tanaman. Turunan senyawa fenol merupakan metabolit sekunder terbesar yang diproduksi oleh tanaman. Senyawaan ini diproduksi dalam tanaman melalui jalur sikimat dan metabolisme fenil propano. Senyawaan fenol dapat memiliki aktivitas antioksidan, antitumor, antiviral, dan antibiotik (Koleva et al. 2002).
Tabel 2 Hasil uji fitokimia Uji
fitokimia
Ekstrak
Air Etanol 30%
Etanol 70% Flavonoid +++ +++ +++ Tanin - - - Alkaloid ++ ++ ++
Fenolik + ++ + Terpenoid + + + Steroid - - - Saponin ++ ++ ++ Glikosida + + + Keterangan :
- tidak mengandung metabolit sekunder + mengandung sedikit metabolit sekunder ++ mengandung banyak metabolit sekunder +++ mengandung banyak sekali metabolit
sekunder
Berdasarkan data dari Tabel 2, senyawa Flavonoid merupakan senyawa yang paling banyak dihasilkan dari ketiga ekstrak, kemudian diikuti dengan senyawa alkaloid, terpenoid, saponin dan glikosida. Sedangkan senyawa fenolik lebih banyak dihasilkan oleh ekstrak etanol 30% kemudian diikutin dengan ekstrak air dan etanol 70% artinya pelarut etanol 30% lebih banyak menjerap senyawa fenolik dibandingkan dengan pelarut yang lain. Menurut Kumalaningsih (2006) flavonoid merupakan senyawa yang paling berperan dalam pengujian aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas.
Uji Aktivitas Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan dilakukan untuk menguji seberapa besar aktivitas antioksidasi ekstrak buah ceremai. Sebagai pembanding digunakan vitamin C yang telah diketahui sebagai standar antioksidan.
Hasil pengukuran aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel ditunjukan pada Gambar 4. Semakin rendah nilai IC50 suatu sampel, maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Hal tersebut didasarkan karena hanya membutuhkan sejumlah kecil konsentrasi sampel untuk merendam 50% radikal bebas DPPH. Hasil uji antioksidan secara kuantitatif ditunjukkan (Gambar 4) ekstrak air memiliki aktivitas antioksidasi yang paling tinggi yaitu sebesar 86.97% dibandingkan dengan ekstrak etanol 30% dan ekstrak etanol 70% yang masing-masing hanyaa memiliki aktivitas antioksidan sebesar 63.195% dan 68.92%, hal ini dapat dikatakan bahwa ekstrak air buah ceremai dapat menghambat radikal bebas pada konsentrasi 26.06 ppm dengan daya hambat sebesar 86.97%. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan standar antioksidan (vitamin C) memiliki aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan ekstrak air yaitu sebesar 2.68 ppm memiliki daya hambat 98.66%, dalam hal ini diharapkan radikal bebas dapat ditangkap oleh senyawa antioksidan dengan konsentrasi kecil (Molyneux 2004). Suatu bahan memiliki aktivitas antioksidan yang baik apabila memiliki nilai IC50 kurang dari 200 ppm (Hanani et al. 2005). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, menunjukan bahwa dari ketiga ekstrak yaitu ektrsk air, etanol 30% dan etanol 70% memiliki aktivitas yang tinggi. Sehingga ketiga ekstrak berpotensi sebagai antioksidan.
Hasil analisis statistik ANOVA menunjukkan nilai p-value sebesar 0.00 atau
(Lampiran 12), sehingga dapat diintrepertasikan bahwa setiap perlakuan ekstrak berpengaruh terhadap nilai IC50 yang dihasilkan. Pengambilan intrepretasi tersebut didasarkan pada hipotesis awal yang menyebutkan bahwa perlakuan ektrak sampel berpengaruh pada nilai IC50 yang dihasilkan.
Senyawa bioaktif pada masing-masing tanaman yang diduga berperan sebagai antioksidan yaitu flavonoid, alkaloid, fenolik, tanin, steroid, triterpenoid, saponin, dan glikosida. Senyawa-senyawa tersebut akan berperan sebagai donor proton pada reagen DPPH, dan menghasilkan produk berupa DPPH-H. Atom hidrogen yang disumbangkan oleh masing-masing senyawa bioaktif akan berikatan dengan atom nitrogen yang terdapat pada cincin hidrazin (Ionita 2003).
Gambar 4 Uji aktivitas antioksidan
Uji Sitotoksisitas (BSLT)
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
adalah suatu metode pengujian dengan menggunakan hewan uji yaitu Artemia salina
Leach, yang dapat digunakan sebagai bioassay
yang sederhana untuk meneliti sitotoksisitas akut suatu senyawa, dengan cara menentukan nilai LC50 yang dinyatakan dari komponen aktif suatu simplisia maupun bentuk sediaan ekstrak dari suatu tanaman (Frank 1995).
Mekanisme kematian larva berhubungan dengan fungsi senyawa alkaloid, triterpenoid, saponin dan flavonoid dalam buah pare yang dapat menghambat daya makan larva (antifedant). Cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai racun perut. Oleh karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva, kemudian alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya sehingga larva mati kelaparan.
Penentuan nilai LC50 dilakukan dengan menggunakan analisis probit pada software SPSS 17. Melalui perangkat tersebut dapat ditentukan hubungan linearitas antara konsentrasi sampel terhadap probit kematian dari larva udang. Jumlah letalitas larva udang dihitung secara manual. Kematian larva udang, disebabkan oleh perlakuan pemberian sampel pada konsentrasi 10, 100, 500, dan 1000 ppm.
Hasil uji sitotoksisitas (potensi hayati) terbaik dimiliki oleh ekstrak air dengan nilai LC50 sebesar 473.26 ppm, kemudian diikuti dengan ekstrak etanol 30% dengan nilai LC50 sebesar 486.78 ppm, dan ekstrak etanol 70% dengan nilai LC50 yaitu sebesar 618.55 ppm. Rendahnya nilai LC50 pada ekstrak air diduga disebabkan oleh banyaknya senyawa bioaktivitas yang terkandung didalam sampel. Juniarti (2009) menyatakan bahwa suatu zat dikatakan memiliki potensi hayati apabila memiliki nilai LC50 ≤ 1000 ppm untuk ekstrak, sedangkan untuk senyawa murni memiliki nilai LC50 ≤ 30 ppm. Hasil uji sitotoksisitas dari keseluruh ekstrak memiliki potensi hayati, akan tetapi ekstrak air lebih berpotensi dibandingkan dengan ekstrak etanol 70% dan ekstrak etanol 30%. Sedangkan apabila nilai LC50 ≥ 1000 ppm maka suatu zat dikatakan bersifat tidak toksik dan baik untuk dikonsumsi sebagai antioksidan.
Gambar 5 Uji sitotoksisitas potensi hayati
Apabila dalam suatu sampel memiliki korelasi antara LC50 dan IC50 maka sampel tersebut berpotensi sebagai obat.
Koefisien korelasi adalah angka yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan antara dua peubah atau lebih, sehingga melalui nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa nilai IC50 ekstrak buah ceremai berkorelasi renda terhadap nilai LC50. Berdasarkan hasil uji korelasi secara bivarian, diketahui bahwa nilai IC50 dan LC50 memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.386, serta tidak signifikan secara statistik dengan nilai p-value sebesar 0.748 atau diatas 0.05. Hasil uji korelasi antara aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas tidak terlalu terlihat korelasinya dikarenakan hanya menggunakan tiga ekstrak.
Aktivitas antioksidan yang baik untuk dikonsumsi oleh manusia sebagai suplemen harus memiliki nilai keamanan yaitu semakin kecil nilai IC50 (IC50 < 200 ppm) dan semakin besar nilai LC50 (LC50.>1000 ppm) atau berkorelasi negatif. Sedangkan hasil yang diperoleh tidak memenuhi syarat korelasi yang baik, sehingga ekstrak buah ceremai kurang baik dikonsumsi sebagai suplemen antioksidan.
Gambar 6 Uji korelasi antioksidan dan sitotoksisitas
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak air merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibandingkan dengan ekstrak etanol 30% dan ekstrak etanol 70% dengan nilai IC50 sebesar 26.06 ppm. Hasil uji sitotoksisitas ekstrak air, ekstrak etanol 30%, dan ekstrak etanol 70% bersifat toksis dengan nilai 473.26 ppm, 486.78 ppm, dan 618.55 ppm. Ekstrak buah ceremai segar kurang baik untuk dikonsumsi oleh manusia sebagai suplemen herbal walaupun memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, untuk mengetahui secara spesifik senyawa bioaktif yang paling berperan dalam aktivitas antioksidan ekstrak buah ceremai segar. Perlu juga dilakukan analisis terhadap aktivitas antioksidasi dan efek farmakologis secara in vivo.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Methods of
Analysis. Washington DC: Association of
Official Analytical Chemist.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005.
Gerakan Nasional Minum Temulawak.
Jakarta : BPOM RI.
Batubara. 2009. Antiance potency of Indonesia medicinal plats. [thesis]. Gifu: United Graduated School, Gifu Univercity.
Cahyadi Robby. 2009. Uji toksisitas akut ekstrak etanol buah pare (Momordica
charantia L.) terhadap larva Artemia
salina Leach dengan metode Brine Shrimp
Lethality test (BSLT) [skripsi]. Bogor:
Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.
Chen HM, Koji M, Fumio Y, Kiyoshi N. 1996. Antioxidant activity of designed dalam teh. Majalah Kedokteran Indonesia
52: 361-4.
Croghan PC. 1957. The osmotic and ionic regulation of Artemia salina L. Zoology
Journal 10: 219-232.
Darwis D. 2000. Teknik dasar laboratorium dalam penelitian senyawa bahan alam hayati. Padang : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNAND.
Departemen Kesehatan RI. 1978. Materia Medika Indonesia. Jilid II. Jakarta : Depkes RI. Hal 150-156, 165-167.
Finney DJ. 1971. Probit Analysis 3rd Ed. England: Cambridge University Press.
Halliwell B, Gutteridge JMC. 1989. Free
Radical In Biology and Medicine. New
York: Oxford University Press.
Hanani E, Abdul M, Ryany S. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam
spons Callyspongia sp dari Kepulauan
Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian 2: 127
– 133.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Iwang S, penerjemah. Bandung: ITB Press. Terjemahan dari : Phytochemical Method.
Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia. Ed ke-2. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung: ITB Press. Terjemahan dari:
Phytochemical Method.
Ismail SE, Marliana, I. Fikriah, Noorhidayah. 2007. Eksplorasi biotamedika kandungan kimia, sitotoksisitas, dan aktivitas antioksidan tumbuhan asli Kalimantan Timur [skripsi]. Samarinda : Universitas Mulawarman.
Ionita P. 2003. Is DPPH stable free radical a good scavenger for oxygen active species.
Chem Pap 59: 11-16.
Josephy PD. 1997. Molecular Toxicology. New York : Oxford University Press.
Juniarti, Osmeli D, Yuhernita. 2009. Kandungan senyawa kimia, uji sitotoksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) dan antioksidan DPPH dari ekstrak daun
Abrus precatorius. Makara Sains 13:
50-54.
Kadarisman I. 2000. Isolasi dan identifikasi senyawa kimia bioaktif dari uji sitotoksisitas dan skrining fitokimia [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Kementrian Kesehatan RI. 2010. Pedomen Penanggulangan Masalah Kesehatan Intelegensia Akibat Gangguan Degeneratif. Hal 3-7.
Krismawati A . 2007. Pengaruh ekstrak tanaman ceremai, delima putih, jati Belanda, kecombrang, dan kemuning secara in vitro terhadap proliferasi sel limfosit manusia [skripsi]. Bogor: Fakultas teknologi pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Koleva I, Van Beek T, Linnssen JPH, De Groot A, Evstarieva LN. 2002. Screening of plant extracts for antioxidant activity.
Phytochem Anal 13: 494-500.
Kumalaningsih S. 2006. Antioksidan Sumber dan Manfaatnya. Antioxidant centre 12: 112-123
Kurniawan A. 2011. Aktivitas antioksidan dan potensi hayati dari kombinasi ekstrak empat jenis tanaman obat Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Lupea AX, Chambire D, Iditoiou C, Szabro MR. 2006. Short communication improved DPPH determination for antioxidant activity spectrophotometric Assay. Chem Pap 3: 214-216.
Marpaung IM. 2008. Potensi aktivitas antioksidan pada kulit kayu dan daun tanaman akway (Drymis sp) [skripsi]. Bogor: Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Meyer BN, Ferrigni NR, Putman JE, Jacobson LB, Nichol DE, Mc Laughin JL. 1982. Brine Shrimps: A convenient general bioassay for active plant constituent.
Planta Medica 45: 31-34.
Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical 1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. J. Sci. Technol 26: 211-219.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwel VW. 2003. Biokimia Harper. Andry Hartono, penerjemah. Anna P Bani & Tiara MN, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Harper’s Biochemistry.
Ozyurt D, Demirata B, Apak R. 2006. Determination of total antioxidant capacity by a new spectrophotometric method based on Ce(IV) reducing capacity measurement. Talanta 24: 273- 282.
Pokorni. 2001. Antioxidant in Food;
Practical Applications. New York : CRC
Press.
Prakash A, Rigelhof F, Miller E. 2001. Antioxidant Activity. Medalliaon
Laboratories Analitycal Progress 10: 2.
Pramono S, Sumarno, Wahyono S. 1993. Flavonoid daun Sonchus arvensis L. senyawa aktif pembentuk komplek dengan batu ginjal berkalsium. Tumbuhan Obat
Indonesia 2: 5-7.
Setiarto HB. 2009. Deteksi dan uji sitotoksisitas LC50 senyawa aflatoksin B1, B2, G1, G2 pada kacang tanah (Arachis
hypogeal L) [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor.
Silalahi J. 2002. Senyawa polifenol sebagai komponen aktif yang berkhasiat dalam teh. Majalah Kedokteran Indonesia 52: 361-4.
Sofia D. 2006. Antioksidan dan Radikal bebas.Chemistry 3: 76-108
Syamsuhidayat SS, Hutapea JR. 1991.
Invertaris Tanaman Obat Indonesia Jilid I. Jakarta : Balai Pustaka.
Tahir I, Wijaya K, Widianingsih, D. 2003. Terapan analisis hansch untuk aktivitas antioksidan senyawa turunan flavon/flavonol. Bandung: ITB Press.
Widyastuti N . 2010. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode cuprac, dpph, dan frap serta korelasinya dengan fenol dan flavonoid pada enam tanaman [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Windono T. 2001. Uji peredam radikal bebas terhadap 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazil
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Sampel buah ceremai segar
Ekstraksi dengan air, etanol 30%, dan etanol 70%
Buah ceremai segar diblender sampai halus
Uji fitokimia
Uji aktifitas antioksidan DPPH Uji toksisitas BSLT
Analisis nilai LC50
Lampiran 2 Prosedur ekstrak (BPOM 2005)
Sampel buah ceremai segar
400 gram sampel dilarutkan dalam etanol 70%, 30% dan air (1:1)
Direndam dan diaduk ke dalam maserator selama 6 jam
Didiamkan selama 24 jam
Maserat dipisahkan dan ekstrak diuapkan hingga kental dengan evaporator pada suhu
50°C
Disimpan di dalam freezer
Lampiran 3 Kadar air buah segar
Ulangan Bobot sampel
Bobot cawan kosong (gram)
Bobot sampel + cawan
setelah dikeringkan
(gram)
Bobot kering (gram)
Kadar air (%)
Rata-rata kadar air
(%)
1 3.00 5.36 5.74 0.38 87.30
2 3.00 5.32 5.75 0.43 85.67 85.55±3.00 3 3.02 5.25 5.76 0.51 83.67
Contoh perhitungan
Kadar air = Bobot
sampel–
Bobot
kering x100%
Bobot
sampel= 3.00
–
0.38
x100%
3.00
Lampiran 4 Rendemen ekstrak
Sampel Ulangan Bobot buah segar (gram)
Bobot ekstrak (gram)
Rendemen (%)
Rataan
Etanol 70% 1 406.35 16.00 3.94
2 405.50 15.92 3.93 3.72 ± 0.01 3 406.59 16.00 3.94
Etanol 30% 1 402.97 13.40 3.33
2 401.37 13.05 3.25 3.28 ± 0.04 3 400.21 13.01 3.25
Air 1 404.79 4.90 1.21
2 400.59 4.53 1.13 1.13 ± 0.07 3 400.51 4.20 1.05
Contoh perhitungan:
Rendemen = Bobot
ekstrakx 100%
Bobot
buah segar= 16
x 100%
406.351
Lampira 5 Uji fitokimia
Uji fitokimia Ekstrak
Air Etanol 30% Etanol 70% Standar Flavonoid +++ +++ +++ +++
Tanin - - - +++
Alkaloid ++ ++ ++ +++
Dragendorf - + + +++
Meyer + - - +++
Wagner + + + +++
Fenolik + ++ + +++
Terpenoid ++ ++ ++ +++
Steroid - - - +++
Saponin ++ ++ ++ +++
Glikosida + + + +++
Keterangan : +++ Mengandung banyak senyawa metabolit sekunder ++ Mengandung sedikit metabolit sekunder
+ Mengandung sangat sedikit metabolit sekunder - Tidak mengandung senyawa metabolit sekunder
- Standar :
- Flavonoid = Daun Pare - Tanin = Teh
- Alkaloid = Daun Pepaya - Fenolik = Teh
Lampiran 6 Gambar uji fitokimia
Uji Fitokimia
Air
Etanol 30%
Ekstrak
Etanol 70%
Standar
Alkaloid
Triterpenoid
dan steroid
Lampiran 6 Gambar uji fitokimia
Uji Fitokimia
Air
Etanol 30%
Ekstrak
Etanol 70%
Standar
Saponin
Tanin
Fenolik
Lampiran 7 Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH
Sebanyak 500 g DPPH ditimbang dandilarutkan ke dalam 10 ml etanol
Setiap sampel dimasukkan ke dalam mikro plate dengan konsentrasi 0, 3.125, 6.24, 12.5, 25, 50,
100, dan 200ppm
100 L reagen DPPH ditambahkan pada tiap
sampel
Sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37°C
Lampiran 8 Prosedur uji antioksidan DPPH (Batubara 2009)
1.
Stok sampel
Pembuatan stok sampel dengan konsentrasi 1000 ppm
2.
Stok DPPH
Sebanyak 500 g DPPH dilarutkan dalam 10 mL etanol
3.
Komposisi konsentrasi sampel dan reagen DPPH
Konsentrasi sampel (ppm)
Sampel ( l) Etanol ( l) DPPH ( l)
0 0 100 100
3.125 10 90 100
6.25 20 80 100
12.5 30 70 100
25 40 60 100
50 50 50 100
100 60 40 100
200 70 30 100
4.
Uji aktivitas
Ulangan Ulangan Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Sampel 1 A 200
Sampel 2 B 100 Sampel 3 C 50 Sampel 4 D 25 Sampel 5 E 12.5 Sampel 6 F 6.25 Sampel 7 G 3.125 Sampel 8 H 0
Lampiran 9 Data absorbansi ekstrak buah ceremai
Sampel Ulangan Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi IC50 Rataan IC50 Air 1 200 0.066 97.55245
26.06 100 0.094 87.76224
24.23 50 0.160 64.68531
25 0.299 40.55944 12.5 0.248 33.91608 6.25 0.301 15.38462 3.125 0.302 15.03497
0 0.345 - 2 200 0.069 96.9230769
100 0.114 83.0769231
26.52 50 0.195 58.1538462
25 0.249 41.5384160 12.5 0.278 32.6153846 6.25 0.316 20.9230769 3.125 0.358 8.0000000
0 0.384 - 3 200 0.070 96.61538462
100 0.116 82.46153846 50 0.201 56.30769231
27.44 25 0.251 40.92307692
12.5 0.80 32.0000000 6.25 0.318 20.30769231 3.125 0.360 7.38461538
0 0.384 - Etanol 30% 1 200 0.112 82.21476510
69.77
72.39 100 0.201 52.34899329
50 0.255 34.22818792 25 0.286 23.82550336 12.5 0.300 19.12751678 6.25 0.320 12.41610738 3.125 0.340 5.70469798
0 0.357 - 2 200 0.11 83.22368421
71.90 100 0.205 51.97368421
50 0.261 33.55263158 25 0.294 22.69736842 12.5 0.308 18.09210526 6.25 0.351 3.94736842 3.125 0.340 7.56578947
0 0.363 - 3 200 0.114 81.90789474
75.50 100 0.208 50.98684211
50 0.265 32.23684211 25 0.294 22.69736842 12.5 0.310 17.43421053 6.25 0.353 3.28947368 3.125 0.358 1.64473684
Lampiran 9 Data absorbansi ekstrak buah ceremai
Sampel Ulangan Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi
IC50 Rataan IC50 Etanol 70% 1 200 0.099 86.57718121
62.34 100 0.187 57.04697987
50 0.258 33.22147651 25 0.275 27.51677852 12.5 0.318 13.08724832 6.25 0.344 7.71812080 3.125 0.340 5.70469798
0 0.357 - 2 200 0.104 85.43689320
62.51 100 0.187 58.57605178
50 0.263 33.98058252 25 0.297 22.97734628
12.5 0.315 17.15210356 62.17 6.25 0.342 8.41423948
3.125 0.351 5.50161812 0 0.368 - 3 200 0.100 86.73139159
61.64 100 0.188 58.25242718
50 0.260 34.95145631 25 0.299 22.33009709 12.5 0.317 16.50485437 6.25 0.344 7.76699029 3.125 0.353 4.85436893
0 0.368 -
Contoh perhitungan :
% Inhibisi = A
blanko-A
sampelA
blanko-A
standar= (0.345- 0.066)
x 100%
( 0.345- 0.059)
Lampiran 10 Contoh grafik hubungan antara % inhibisi dan konsentrasi
Kurva ekstrak air ulangan 3
Kurva ekstrak air ulangan 2 Kurva ekstrak air ulangan 1
Kurva ekstrak etanol 30% ulangan 1
Kurva ekstrak etanol 30% ulangan 2 Kurva ekstrak etanol 30% ulangan 3
Lampiran 10 Contoh grafik hubungan antara % inhibisi dengan konsentrasi
Lampiran 11 Nilai IC50 masing-masing ekstrak
Sampel Ulangan Persamaan garis Nilai IC50 (ppm)
Rataan IC50 (ppm) Ekstrak air 1 y = 21.79 ln(x) – 19.46 24.23
2 y = 21.46 ln(x) - 20,34 26.52 26.06±1.35 3 y = 21.45 ln(x) - 21,04 27.44
Ekstrak etanol 30%
1 y = 16.72 ln(x) – 20.98 69.77
72.39±2.36 2 y = 17.44 ln(x) – 24.56 71.90
3 y = 18.08 ln(x) – 28.18 75.50 Ekstrak etanol
70%
1 y = 18.62ln (x) – 26.95 62.34
2 y = 18.39ln (x) – 26.05 62.51 62.17±0.38 3 y = 18.80ln (x) – 27.48 61.64
Lampiran 12 Hasil analisis statistic IC50 dengan selang kepercayaan 95%
Fakto r
Dependent Variable: Konsentrasi
26.062 1.122 23.317 28.806
72.389 1.122 69.644 75.133
62.165 1.122 59.421 64.910
Faktor Air
Et anol 30% Et anol 70%
Mean St d. Error Lower Bound Upper Bound
95% Conf idence Interv al
One-Sample Kol mogo ro v-Smir no v Test
9 .0000 1.68233 .171 .171 -.155 .514 .954 N
Mean
St d. Dev iation
Normal Paramet ersa,b
Absolute Positiv e Negativ e Most Extreme
Dif f erences
Kolmogorov -Smirnov Z Asy mp. Sig. (2-tailed)
Residual f or Konsentrasi
Test distribution is Normal. a.
Calculated f rom data. b.
Lampiran 13 Hasil analisis statistic IC
50dengan ANOVA
ANOVA
Konsentrasi
3554.186 2 1777.093 470.919 .000
22.642 6 3.774
3576.828 8
Between Groups Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
H0 : perlakuan tidak berpengaruh terhadap IC50
H1 : perlakuan berpengaruh terhadap nilai IC50
Lampiran 14 Hasil Uji Duncan IC
50dengan selang kepercayaan 95%
Konsen trasi
Duncana
3 26.061627
3 62.165200
3 72.388700
1.000 1.000 1.000
Perlakuan Air
Etanol 70% Etanol 30% Sig.
N 1 2 3
Subset f or alpha = .05
Means f or groups in homogeneous subsets are display ed. Uses Harm onic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 15 Uji sitotoksisitas potensi hayati
10 ekor larva udang diambil dan dimasukkan dalam plate uji
Di tambahkan larutan sampel yang akan diuji masing-masing sebanyak 100 L. sampel dengan konsentrasi 1000 ppm, 500 ppm,
100 ppm, dan 10 ppm
Diinkubasi selama 24 jam dan dihitung jumlah udang yang mati
Telur udang diteteskan dalam media air laut selama 24 jam
0.02 gram sampel dari masing-masing ekstrak di encerkan dengan 10 mL air laut
Lampiran 16 Hasil perhitungan analisis probit
Sampel Ulangan Konsentrasi LC50 1000 500 100 10
Ekstrak air 1 8 5 2 1
473.26
2 7 4 1 0
3 7 5 1 0
% kematian 73.3 46.66 13.3 3.33 Ekstrak etanol
30%
1 8 4 3 0
486.78
2 6 4 2 1
3 7 4 3 0
% kematian 70 40 26.67 3.33 Ekstrak 70% 1 7 3 2 0
618.55
2 8 4 2 1
3 4 2 1 0