PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA BERDASARKAN
EMISI KARBONDIOKSIDA (CO
2) DI KOTA CILEGON
PROVINSI BANTEN
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Berdasarkan Emisi Karbondioksida (CO2) Di Kota Cilegon
Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Mufassirul Umam
2
ABSTRAK
MUFASSIRUL UMAM. Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Berdasarkan Emisi Karbondioksida (CO2) Di Kota Cilegon Provinsi Banten. Dibimbing oleh
ENDES N DACHLAN dan RACHMAD HERMAWAN.
Kota Cilegon merupakan salah satu kota industri yang mengalami perkembangan secara pesat. Padatnya aktivitas penduduk seperti pada bidang transportasi dan industri menyebabkan terjadinya peningkatan pencemaran air dan udara serta suhu permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luasan optimal hutan kota berdasarkan emisi karbondioksida di udara yang dihasilkan oleh bahan bakar minyak, Liquid Petroleum Gas, batubara, manusia, ternak, dan sawah serta mengetahui lokasi yang berpotensi dikelola sebagai hutan kota. Metode penelitian yang dilakukan adalah studi pustaka, wawancara, persiapan peta kerja, observasi lapang dan ground check. Saat ini Kota Cilegon memiliki delapan lokasi hutan kota dengan total luasan 26.11 ha. Emisi karbondioksida yang dihasilkan di Kota Cilegon adalah sebesar 13240029 ton/tahun, sehingga diperlukan penambahan luasan hutan kota sebesar 227243.89 ha. Nilai emisi karbondioksida pada tahun 2030 sebesar 3924365870 ton, sehingga lahan yang dibutuhkan adalah 67362298 ha. Kawasan yang berpotensi untuk dijadikan hutan kota adalah Tempat Pemakaman Umum, pesisir pantai, lahan kosong industri yang memiliki rencana pembangunan jangka panjang, dan jaringan jalan.
Kata kunci: emisi, hutan kota, industri, karbondioksida ABSTRACT
MUFASSIRUL UMAM. Determination Of Optimum Urban Forest Area Based On Carbon Dioxide (CO2) Emissions In Cilegon City Of Banten Province.
Supervised by ENDES N DACHLAN and RACHMAD HERMAWAN.
Cilegon is one of the industrial cities that experience development are rapidly. Density of population activities such as transportation and industrial activity led to an increase in water and air pollution and temperature. This research was intented to know the optimal area of urban forest based on carbon dioxide emissions in the air that are generated by fuel oil, Liquid Petroleum Gas, coal, humans, cattle, and rice fields and also know the location of potentially managed as urban forest. methods of research conducted is the literature studies, interviews, preparation work, direct observation and ground check. Cilegon has eight locations of urban forest with a total area 26.11 ha. Carbon dioxide emissions are produced in Cilegon city amounted to 13240029 tons/year, necessitating the addition of city forest 227243.89 ha. The value of Carbon dioxide emissions in 2030 is 3924365870 ton, so land required is 67362298 ha. The potential for urban city is residential area, public cemetery, the beach, empty land industry with long term development plan, and road network.
3
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA BERDASARKAN
EMISI KARBONDIOKSIDA (CO2) DI KOTA CILEGON
PROVINSI BANTEN
MUFASSIRUL UMAM
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
5
Judul Skripsi :
Nama NIM
Disetujui oleh
Dr Ir Endes N Dachlan, MS Pembimbing I
Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
: Mufassirul Umam : E34090086
6
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Juni 2013 ini ialah hutan kota, dengan judul Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Berdasarkan Emisi Karbondioksida (CO2) di Kota Cilegon Provinsi Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Endes N Dachlan, MS dan Bapak Dr Ir Rachmad Hermawan, MScFselaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Sutihat dan Ibu Badriyah dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Cilegon, Bapak Imannudin Syadeli dan staf lain Dinas Tata Kota Cilegon, Bapak Aulia Yusran dari Badan Pengembangan dan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Kota Cilegon, Bapak Ilham S Nasution beserta staf Pertamina Unit Pemasaran III Terminal Tanjung Gerem, dan Zakaria Anshori yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Keluarga Anggrek Hitam KSHE 46, Keluarga besar HIMAKOVA, dan CSS MoRA IPB atas motivasi, dukungan, dan kebersamaan kita selama ini dan seluruh staf pengajar, tata usaha, laboran, mamang bibi, serta keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu, memberikan dukungan, serta memberikan ilmu pengetahuan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Asumsi 2
METODE 2
Waktu dan Lokasi 2
Bahan 3
Alat 3
Metode Pengambilan data 3
Prosedur Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 11
Penutupan Lahan Kota Cilegon 12
Penutupan Lahan tiap Kecamatan 15
Kebutuhan Luas Hutan Kota 15
Pengembangan Hutan Kota di Kota Cilegon 19
Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Cilegon 20
SIMPULAN DAN SARAN 21
Simpulan 21
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
2
DAFTAR TABEL
1 Jenis, bentuk, dan sumber data penelitian 4
2 Faktor konversi dan emisi bahan bakar 6
3 Faktor emisi CH4 ternak 7
4 Kebutuhan luasan hutan kota masing-masing kecamatan
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2002 16 5 Kebutuhan luasan hutan kota masing-masing kecamatan berdasarkan
emisi CO2 16
6 Total emisi CO2 yang dihasilkan oleh penduduk 17
7 Total emisi CO2 yang dihasilkan oleh bensin, solar, LPG, dan batubara 17
8 Total emisi CO2 yang dihasilkan oleh ternak 18
9 Lokasi dan luas hutan Kota Cilegon tahun 2013 19 10 Kebutuhan luas hutan kota Cilegon tahun 2015, 2020, 2025, dan 2030 20
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian 3
2 Bagan alir pembuatan peta digital 4
3 Skema tahapan pengolahan citra 11
4 Persentase luasan tipe tutupan lahan tahun 2002, 2007, dan 2012 13 5 Peta perubahan penutupan lahan Kota Cilegon tahun 2002, 2007, dan 2012 14 6 Perbandingan Kebutuhan Luasan hutan kota berdasarkan PP RI
No. 63 tahun 2002 dan emisi CO2 tahun 2015, 2020, 2025, dan 2030 21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji akurasi 24
2 Perhitungan luasan optimal hutan kota 25
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota Cilegon merupakan salah satu kota industri yang mengalami perkembangan secara pesat. Visi Kota Cilegon dalam RPJM (Rencana Jangka Panjang Menengah) tahun 2010-2015 yaitu masyarakat Cilegon yang sejahtera dengan daya dukung industri, perdagangan, dan jasa. Semakin terbukanya lapangan pekerjaan menyebabkan perekonomian masyarakat meningkat. Berdasarkan data Dinas Perindustrian, pada tahun 2013 terdapat 77 industri besar dan 777 industri kecil menengah yang tersebar di delapan kecamatan dengan tingkat pertumbuhan investasi mencapai 1.41%. Disisi lain, padatnya aktivitas penduduk seperti pada bidang transportasi dan industri meningkatkan pencemaran air dan udara serta suhu. Konsentrasi CO2 di pada tahun 2006 adalah sekitar 360
ppm, lebih tinggi 20% dari satu abad yang lalu dan diperkirakan akan meningkat sampai lebih dari 700 ppm pada 2100 (Yunus et al. 2006 diacu dalam Astra 2010). Konsentrasi CO2 yang semakin meningkat menyebabkan peristiwa kubah
kota, dimana suhu kota menjadi sangat panas karena CO2 terperangkap di
atmosfer dan sedikit yang lolos. Adanya emisi CO2 yang berlebih di udara juga
dapat mengurangi kesegaran dan kebersihan udara kawasan perkotaan.
Populasi penduduk yang tinggi meningkatkan kebutuhan primer masyarakat untuk mendapatkan udara sehat. Jumlah Penduduk Kota Cilegon tahun 2011 adalah sebesar 385720 jiwa dengan tingkat kepadatan mencapai 2198 jiwa/km2 (BPS 2012). Jumlah ini meningkat sebesar 329% dari tahun sebelumnya. Peningkatan populasi penduduk perkotaan akan meningkatkan konversi ruang terbuka hijau menjadi bangunan baik untuk tujuan pemukiman, pusat perbelanjaan, pertambangan, industri, perkantoran, dan sarana-prasarana lainnya. Pembangunan hutan kota harus didukung oleh ketersediaan lahan yang berhubungan dengan tata ruang kota (Irwan 2005). Akan tetapi, banyaknya kepentingan antar pihak dan sedikitnya lahan milik pemerintah daerah kota Cilegon mengakibatkan sulitnya pengalokasian lahan untuk hutan kota.
Kondisi kota yang sehat merupakan impian dari semua elemen masyarakat. Dengan adanya komponen hutan kota yang berupa jalur hijau, taman kota, tanaman pekarangan dan keberadaan ruang terbuka hijau lainnya diharapkan dapat mengurangi emisi CO2 di udara, mengurangi kebisingan, menyaring partikel
debu, dan partikel-partikel pencemar lainnya sehingga akan meningkatkan kualitas lingkungan di wilayah perkotaan. Penentuan luasan optimal hutan kota di Cilegon perlu dilakukan untuk menjaga kesimbangan lingkungan terutama dalam mengurangi emisi karbondioksida dan memberi kenyaman bagi penduduk kota dalam berbagai aktivitas.
Perumusan Masalah
Kota Cilegon memiliki karakteristik topografi yang landai. Distribusi CO2
2
pada masyarakat yang tinggal di daerah tersebut, sehingga dapat mempengaruhi keoptimalan terhadap aktivitas yang dilakukan. Apabila kondisi lingkungan perkotaan yang demikian dapat dimodifikasi maka rasa nyaman manusia yang berada di lingkungan tersebut dapat ditingkatkan. Vegetasi hutan kota dapat mengurangi penyebaran CO2 yang terjadi. Penentuan luasan optimal hutan kota
diperlukan agar memberikan manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat perkotaan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Luasan hutan kota yang tersedia 2. Luasan hutan kota optimal 3. Penggunaan lahan
4. Faktor-faktor penghasil emisi CO2
5. Lokasi yang berpotensi untuk dibangun hutan kota Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luasan optimal hutan kota berdasarkan emisi CO2 di udara yang dihasilkan oleh bahan bakar minyak, LPG,
batubara, manusia, ternak, dan sawah serta mengetahui lokasi yang berpotensi dikelola sebagai hutan kota
.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi mengenai kebutuhan luasan hutan kota kepada Pemerintah Kota Cilegon berdasarkan emisi CO2.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kota Cilegon untuk menentukan luas dan lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai hutan kota.
Asumsi
Pendekatan CO2 yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
sistem tertutup. Pada sistem ini emisi CO2 yang dihitung hanya yang berasal dari
sumber emisi CO2 di Kota Cilegon, sedangkan emisi CO2 yang bersumber dari
luar kota diabaikan. Selain itu komponen lain yang diabaikan adalah pengaruh angin darat dan angin laut yang dapat membawa emisi CO2 dari satu lokasi ke
lokasi yang lain.
METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian mengenai penentuan luasan optimal hutan kota berdasarkan emisi CO2 dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di Kota Cilegon Propinsi
3
Gambar 1 Lokasi penelitian Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta administrasi dan data Citra Landsat path/row : 123/064 dengan akuisisi tanggal 13 Oktober 2002, 21 Juni 2007, dan 5 Agustus 2012.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital yang digunakan untuk dokumentasi pada tahap observasi, Global Positioning System (GPS) Garmin Csx 60 untuk ground check, seperangkat komputer yang dilengkapi software microsoft excel untuk menghitung luasan optimal hutan kota, serta software Arc GIS 9.3 dan Erdas Imagine 9.1 yang digunakan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan pada tahun 2002, 2007, dan 2012.
Metode Pengambilan data
1. Persiapan peta kerja
Proses pemasukan data dilakukan dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi software ArcGIS dengan cara mendigitasi peta tersebut dengan menggunakan digitizer. Proses digitasi tersebut menghasilkan sebuah
4
Gambar 2 Bagan alir pembuatan peta digital 2. Observasi dan ground check
Observasi lapang dilakukan dengan melihat langsung bentuk hutan kota yang terdapat di lokasi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran nyata di lapangan mengenai kondisi biofisik terutama mengenai bentuk-bentuk hutan kota serta dilakukan penentuan koordinat dengan menggunakan GPS pada lokasi tersebut.
3. Wawancara
Wawancara yang dilakukan kepada Pemerintah Daerah Kota Cilegon dan instansi-instansi terkait dengan pengembangan hutan kota pada saat ini dan di masa mendatang.
4. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data penting yang dapat menunjang penelitian. Kegiatan ini dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen instansi terkait. Jenis, bentuk dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis, bentuk, dan sumber data penelitian
No Jenis data Bentuk data Sumber data
1 Geografi dan luas wilayah Peta Bappeda 2 Rencana tata ruang wilayah Deskripsi Bappeda 3 Tata guna lahan Deskripsi Dinas Tata Kota
4 Demografi penduduk Deskripsi BPS
5 Jumlah dan jenis hewan ternak Deskripsi BPS
6 Luas areal persawahan Deskripsi BPS
7 Tingkat konsumsi bahan bakar (Bensin, solar, dan LPG)
Deskripsi Pertamina Unit Pemasaran III Terminal
Tanjung Gerem 8 Jumlah batubara Deskripsi Keputusan Menteri
Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor: 2934
Kl30/MEM/2012 9 Jumlah dan luas hutan kota Deskripsi BLH
Digitasi Peta
Pemberian Label
Transformasi koordinat Editing Peta
Peta Rupa Bumi Digital
5 Prosedur Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui apakah luasan hutan kota yang ada di Kota Cilegon saat ini telah memenuhi standar optimum berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan kemampuan hutan kota dalam menyerap emisi CO2 yang dihasilkan dari sumber emisi.
1. Penentuan luasan hutan kota berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 63 Tahun 2002
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang hutan kota menyatakan luasan hutan kota sekurang-kurangnya adalah 10 % dari luasan kota. Pada pasal 8 ditetapkan bahwa luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0.25 ha. Dalam hal ini luasan hutan kota yang terdapat di kota Cilegon dipersentasekan dengan luas total kota Cilegon yang luasannya sebesar 16570 ha. 2. Perhitungan untuk memperkirakan emisi CO2 yang dikeluarkan oleh sumber
emisi
Analisis yang digunakan untuk memperkirakan total emisi CO2 untuk
menentukan luasan optimal hutan kota Cilegon adalah dengan metode yang dikeluarkan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tahun 1996. Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak, sawah dan penduduk.
a) Energi
Energi dari bahan bakar yang dipergunakan oleh pembangkit listrik, industri, transportasi dan rumah tangga merupakan sumber penghasil emisi CO2
di udara. Emisi CO2 tersebut dihasilkan dari proses pembakaran. Untuk mengukur
aktivitas energi yang berhubungan dengan emisi CO2 adalah dengan mengetahui
jenis bahan bakar yang digunakan serta jumlah konsumsi bahan bakar yang dipakai oleh industri, transportasi dan rumah tangga. Jumlah konsumsi bahan bakar dapat dicari dengan rumus :
Keterangan :
C = Jumlah konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar a = Konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar
b = Nilai kalori bersih/faktor konversi berdasarkan jenis bahan bakar (tabel 2) Kandungan karbon yang terdapat pada masing-masing bahan bakar minyak maupun gas dihitung dengan cara :
Keterangan :
E = Kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar d = Faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar
Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar dihitung dengan cara:
Keterangan :
G = Emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar
f = Fraksi CO2, ( BBM = 0.99, BBG = 0.995, dan batubara adalah 1)
H = Emisi CO2 aktual berdasarkan jenis bahan bakar
C (TJ/tahun) = a (10-3 ton/tahun) x b (TJ/10-3 ton)
6
Sehingga total emisi CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar minyak dan
gas dapat diperoleh dengan cara :
Tabel 2 Faktor konversi dan emisi bahan bakar
Bahan bakar Faktor Konversi (TJ/10-3t) Faktor emisi (t C/TJ)
Bensin 44.80 18.9
Gas metan merupakan salah satu produk yang dihasikan oleh ternak pada saat proses fermentasi di dalam tubuhnya serta pada saat kegiatan pengelolaan pupuk. Gas metan dari proses fermentasi diproduksi oleh ternak sebagi produk dari proses pencernaan karbohidrat yang dihancurkan oleh mikroorganisme. Emisi gas metan dari proses fermentasi didapat dari :
Keterangan :
C = Emisi gas metan dari proses fermentasi berdasarkan jenis ternak a = Populasi ternak berdasarkan jenis ternak
b = Faktor emisi CH4 dari hasil fermentasi berdasarkan jenis ternak
Gas metan yang dihasilkan dari kegiatan pengelolaan pupuk terjadi akibat proses dekomposisi pada kondisi anaerobik. Faktor emisi dari pengelolaan pupuk ditentukan berdasarkan temperatur daerahnya, untuk Indonesia berada pada daerah dengan temperatur hangat. Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk diperoleh dari :
Keterangan :
E = Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak d = Faktor emisi CH4 dari pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak
F = Total emisi gas metan berdasarkan jenis ternak
Sehingga total emisi gas metan yang dihasilkan oleh ternak adalah :
Metan merupakan salah satu sumber emisi gas rumah kaca yang berkontribusi dalam pemanasan global. Hampir 70 % total emisi metan bersumber dari manusia sedangkan sisanya berasal dari sumber-sumber alami lainnya seperti persawahan dan peternakan (Murdiyarso dan Husin 1994). Gas metan yang dihasilkan diubah menjadi CO2 melalui rekasi kimia. CO2 adalah salah satu
contoh pencemar udara primer yang dalam kondisi normal digunakan oleh makhluk hidup dan sebagian dari gas tersebut akan melarut dalam laut. Reaksi kimia metan menjadi CO2 yaitu :
CH4 + 2 O2 CO2 + 2 H2O
C (ton/tahun) = a (ekor) x b(kg/ekor/tahun)
E (ton/tahun) = a (ekor) x d (kg/ekor/tahun) H (ton CO2 /tahun) = G (ton C/tahun) x (44/12)
7
c) Pertanian (areal persawahan)
Dekomposisi anaerobik dari bahan organik di areal persawahan menghasilkan gas metan yang melimpah. Gas tersebut dikeluarkan ke udara melalui tanaman padi selama musim pertumbuhan. Gas metan yang dihasilkan dari persawahan tersebut dapat diketahui dari luas arel yang dijadikan persawahan dan jumlah musin panen.
Keterangan :
D = Total emisi gas metan dari areal persawahan a = Luas areal persawahan
b = Nilai ukur faktor emisi CH4
c = Faktor emisi
d = Jumlah masa panen per tahun d) Penduduk
Rumus perhitungan karbon dioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kota Cilegon adalah sebagai berikut :
Keterangan :
KKP(t) = Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun ke t
(ton CO2/tahun)
JPT(t) = Jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke t (jiwa)
KPt = Jumlah karbon dioksida yang dihasilkan manusia
3. Penentuan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Fungsi sebagai Penyerap Emisi CO2
Kebutuhan akan luasan optimum hutan kota berdasarkan daya serap CO2
dapat diperoleh dari kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2. Tanaman
hutan kota memiliki peranan yang penting dalam menyerap gas CO2 dan
menghasilkan O2 yang sangat diperlukan oleh seluruh makhluk hidup melalui
fotosintesis. Fotosintesis adalah proses penangkapan energi sinar matahari oleh klorofil yang kemudian diubah menjadi energi kimia. Konsentrasi CO2 diudara
yang ideal pada saat proses fotosintesis adalah 0.03% (Fakuara 1986). Pendekatan yang digunakan untuk menentukan luasan optimal hutan kota tersebut adalah
D (ton CH4/tahun) = a (m2) x b x c (18 g/m2) x d
8
dengan memprediksikan kebutuhan hutan kota berdasarkan daya serap CO2 serta
membandingkannya dengan kondisi hutan kota sekarang.
Kebutuhan hutan kota diperoleh dari jumlah emisi CO2 yang terdapat di
kota Cilegon dibagi dengan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2 dengan
menggunakan rumus :
Setelah mendapatkan nilai kebutuhan luasan hutan kota berdasarkan daya serap CO2 maka akan diketahui seberapa luas hutan kota yang harus disediakan
oleh Pemerintah Kota Cilegon. Penambahan luasan hutan kota yang harus disediakan diperoleh dengan cara :
Keterangan :
L = Penambahan luasan hutan kota A = Kebutuhan hutan kota
B = Luas hutan kota sekarang
4. Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Cilegon pada tahun 2015, 2020, 2025, dan 2030
Penentuan kebutuhan luasan hutan kota di Kota Cilegon didasarkan atas perubahan emisi CO2 yang terdapat di Kota Cilegon pada tahun 2011 sampai
dengan tahun 2030 sesuai dengan pembangunan kota dalam jangka waktu 20 tahun. Data perkiraan emisi ini diperoleh dari perhitungan sumber emisi yang berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak, sawah dan manusia.
a) Pendugaan Jumlah Konsumsi Bahan Bakar
Data jumlah konsumsi bahan bakar diperoleh dari Pertamina. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan tingkat konsumsi didasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertambahan konsumsi bahan bakar. Maka dengan menggunakan rumus bunga berganda (McCutcheon dan Scoot 2005 dalam Aenni 2011) diperoleh rumus perhitungan jumlah konsumsi bahan bakar :
Keterangan :
9 b) Pendugaan Luasan Pertanian (areal persawahan)
Data luasan areal persawahan diperoleh dari BPS Kota Cilegon. Nilai luasan sawah dianggap tetap, karena data luasan berdasarkan hasil klasifikasi pada satu tahun penyiaman.
c) Pendugaan Populasi Ternak
Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan populasi ternak pada tahun tertentu didasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertambahan populasi ternak. Penentuan tahun perkiraan ditentukan oleh ketersediaan data. Perhitungan populasi ternak untuk tahun yang akan datang dapat dilakukan dengan menggunakan rumus bunga berganda.
d) Pendugaan jumlah penduduk
Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun tertentu adalah berdasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertumbuhan penduduk. Perhitungan jumlah penduduk untuk tahun yang akan datang dengan menggunakan rumus bunga berganda.
Prediksi kebutuhan hutan kota pada tahun ke t diperoleh dari perkiraan jumlah emisi CO2 yang terdapat di Kota Cilegon dibagi dengan kemampuan hutan
kota dalam menyerap CO2. Setelah mendapatkan nilai kebutuhan luasan hutan
kota berdasarkan daya serap CO2 maka akan diketahui seberapa luas hutan kota
yang harus disediakan oleh Pemerintah Kota Cilegon. Penambahan luasan hutan kota yang harus disediakan diperoleh dengan cara :
Keterangan :
L = Penambahan luasan hutan kota (ha) A = Kebutuhan hutan kota (ha)
B = Luas hutan kota sekarang (ha)
e) Perubahan luasan hutan kota pada tahun t
Perubahan luasan hutan kota yang terjadi pada tahun 2030 dapat menggunakan data sekunder pada tahun-tahun sebelumnya. Data yang digunakan adalah data jumlah penduduk, konsumsi bahan bakar, populasi ternak, dan luasan areal persawahan. Rumus untuk mengetahui rata-rata perubahan luasan hutan kota pada periode tertentu adalah sebagai berikut :
Keterangan:
MD = Perubahan luasan
L = Luas hutan kota pada akhir periode waktu ke t L = Luas hutan kota pada awal periode waktu ke t N = Jumlah waktu (tahun)
f) Prediksi Peningkatan Kebutuhan Hutan Kota
Perkiraan kebutuhan luasan hutan kota di Kota Cilegon didasarkan atas perubahan emisi CO2 yang terdapat di Kota Cilegon pada tahun 2011 sampai
L (ha) = A (ha) – B (ha)
MD = Σ|L-L|
10
dengan tahun 2030 sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dalam jangka waktu 20 tahun.
5) Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ yang diolah dengan menggunakan software
ERDAS Imagine
a) Pemulihan citra (Image Restoring)
Terdapat perubahan yang dialami oleh citra pada saat pengambilan citra oleh satelit, sehingga dilakukan perbaikan radiometrik dan geometrik. Perbaikan radiometrik bertujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer ataupun kesalahan sensor. Perbaikan geometrik dapat dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat di lapangan atau menggunakan citra yang telah terkoreksi. Koreksi geometrik digunakan untuk menyetarakan posisi koordinat dari citra landsat dengan menggunakan peta topografi. Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan analisis titik control medan (Ground Control Point / GCP) yang dapat dikenali pada citra satelit dan peta acuan
b) Penajaman citra (Image Enhancement)
Penajaman citra dilakukan agar suatu objek pada citra terlihat lebih tajam dan kontras, sehingga dapat memudahkan interpretasi secara visual untuk tujuan tertentu.
c) Pemotongan (Subset) wilayah kajian
Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi penelitian yang telah ditentukan, yaitu berdasarkan batas administrasi wilayah Kota Cilegon. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek penelitian. Citra yang terkoreksi dipotong menggunakan Area of Interest (AOI). d) Survei lapangan
Survei lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan perubahan penutupan lahan. Setiap lokasi survei yang mewakili kelas penutupan lahan, diambil titik koodinatnya dengan menggunakan GPS untuk diverifikasikan dengan data citra.
e) Klasifikasi tutupan lahan
Interpretasi citra Landsat 7 ETM+ dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penggunaan/penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Lillesand dan Kiefer 1997). Klasifikasi citra diperlukan untuk mengetahui sebaran dan luas tipe penutupan lahan di wilayah studi. Klasifikasi citra yang digunakan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) yaitu melalui proses pemilihan kategori informasi atau kelas yang diinginkan, yang selanjutnya memilih training
11
Gambar 3 Skema tahapan pengolahan citra
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kota Cilegon merupakan kota otonomi yang terletak di ujung barat Pulau Jawa dan secara yuridis dibentuk berdasarkan UU No 15/1999. Kota Cilegon memiliki luas administratif 175.5 Km2 yang dibagi ke dalam 8 kecamatan dan 43 kelurahan. Secara geografis, Kota ini berada pada koordinat 5º52’24”-6º04’07” Lintang Selatan dan 105º54’05”-106º05’11” Bujur Timur yang dibatasi oleh Kecamatan Bojonegara Kabupaten Serang dibagian utara, dibagian timur dibatasi oleh Kecamatan Keramatwatu Kabupaten Serang, dibagian selatan dibatasi Kecamatan Anyer dan Kecamatan Mancak Kabupaten Serang, dan dibagian barat dibatasi oleh Selat Sunda.
Kota ini dilalui oleh sebelas sungai yang hampir semuanya bermuara di Selat Sunda. Sebelas sungai tersebut antara lain Sungai Kahal, Tompos, Sehang, Gayam, Medek, Sangkanila, Cikuasa, Sumur Wuluh, Cipangurungan, Kali Cijalumpang dan Sungai Grogol yang merupakan sungai terbesar di Kota Cilegon. Di Kota Cilegon juga terdapat sebuah waduk yang cukup luas yaitu Waduk Nadra yang membelah Desa Lebak Denok, Kebon Sari di Kecamatan Ciwandan.
Keadaan umum Kota Cilegon adalah panas dengan suhu rata-rata pada tahun 2011 adalah antara 22.1⁰C-32.7⁰C. Temperatur rata-rata terendah terjadi pada bulan Januari dan Maret, sedangkan yang tertinggi terjadi pada bulan
Tidak Peta Rupa Bumi
Digital
Ya Koreksi Geometris
Citra Terkoreksi
Citra Terkoreksi
Overlay
Cek Lapangan Subset Image
Klasifikasi Citra
Peta Penutupan Lahan
Uji Akurasi Diterima ? Citra Landasat Tahun
2002, 2007, dan 2012
Peta Digital
12
Desember. Kelembaban udara rata-ratanya adalah antara 76% dan 86% dengan kelembaban terendah terjadi pada bulan September, sedangkan yang tertinggi terjadi pada bulan Mei. Sementara curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 243 mm2 (BPS 2012).
Kota Cilegon berada pada ketinggian antara 0-553 m dpl. Wilayah tertinggi pada Gunung Gede yang terletak di Kecamatan Pulomerak dan wilayah terendahnya berada di bagian barat Kota Cilegon yang merupakan hamparan pantai. Kelerengan Kota Cilegon cukup bervariasi. Bagian barat, tengah hingga timur memiliki kelerengan antara 0-2 % dan 2-7 %. Wilayah utara didominasi oleh lahan yang mempunyai kelerengan yang cukup besar karena merupakan wilayah pegunungan, sedangkan wilayah selatan lebih didominasi oleh kelas kelerengan 2-7 %.
Keadaan tanah Kota Cilegon merupakan hasil pelapukan batuan vulkanik Gunung Gede. Jenis-jenis tanah yang ditemui di Kota Cilegon adalah aluvial, latosol, regosol. Umumnya berwarna coklat muda, coklat tua dengan tekstur halus sampai kasar, termasuk jenis tanah lempung, lempung pasiran dan pasir. Jenis tanah pasir atau yang bersifat pasiran meresapkan air cukup baik. Tanah aluvium dijumpai di wilayah utara Kota Cilegon yang dicirikan dengan warna abu-abu muda kecoklatan dan bersifat agak lepas, ukuran butir dari lempung hingga pasir, teksur halus-kasar (Aji 2006).
Penutupan Lahan Kota Cilegon
Penutupan lahan Kota Cilegon diklasifikasikan kedalam lima tipe penutupan lahan yaitu lahan terbangun, lahan terbuka, vegetasi rapat, vegetasi jarang, dan badan air. Lahan terbangun adalah tipe penutupan lahan yang digunakan secara insentif dan tertutup oleh struktur bangunan seperti pemukiman, perkantoran, perdagangan dan jasa, jalan raya, dan industri (Lillesand dan Kiefer 1997). Lahan terbuka merupakan tipe tutupan lahan yang tidak ditumbuhi oleh pepohonan dan bangunan yang penggunaannya untuk sarana olahraga seperti lapangan ataupun lahan kosong untuk peruntukan lain. Vegetasi rapat adalah kawasan yang didalamnya tumbuh berbagai jenis tumbuhan yang didominasi oleh pepohonan. Vegetasi jarang adalah penutupan lahan yang didominasi oleh lahan perkebunan, pertanian, pekarangan, dan TPU (Tempat Pemakaman Umum). Badan air merupakan kawasan perairan berupa waduk, sungai dan kolam.
Klasifikasi penutupan lahan ini disesuaikan dengan kondisi Kota Cilegon secara umum ketika dilakukan pengecekan lapang. Citra Landsat yang digunakan dalam klasifikasi penutupan lahan Kota Cilegon adalah citra Landsat tahun 2002, 2007, dan 2012. Berdasarkan hasil klasifikasi citra Landsat diperoleh data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan di Kota Cilegon.
13 adalah vegetasi jarang dengan memiliki luas sebesar 6874.31 ha dan tutupan lahan paling sedikit adalah badan air dengan luas sebesar 127.49 ha. Persentase luas tutupan lahan hasil klasifikasi citra landsat dapat dilihat di gambar 4.
Gambar 4 Persentase luasan tipe tutupan lahan tahun 2002, 2007, dan 2012 Hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2012 diperoleh nilai uji akurasi sebesar 88.78% (Lampiran 1). Perubahan penutupan lahan terbesar dalam kurun waktu 2002-2012 terjadi pada penutupan lahan terbangun. Perubahan yang terjadi pada lahan terbangun tahun 2007 adalah berupa peningkatan luas sebesar 991.28 ha atau bertambah sebesar 36.84% dari tutupan lahan terbangun pada tahun 2002, sedangkan perubahan yang terjadi pada tahun 2012 adalah seluas 1234.55 ha atau bertambah 28.43% dari tutupan lahan terbangun pada tahun 2007 (Gambar 5). Peningkatan lahan terbangun tersebut terjadi karena semakin tingginya aktivitas dan populasi penduduk perkotaan yang diiringi dengan pembangunan tempat pemukiman, perkantoran, industri, dan sarana-prasarana publik. Tutupan lahan yang mengalami penurunan secara signifikan pada periode tahun 2002-2012 adalah vegetasi jarang. Luasan vegetasi jarang pada tahun 2007 mengalami penurunan seluas 810.15 ha atau berkurang sebanyak 16.83% dari vegetasi jarang pada tahun 2002 dan pada tahun 2012 mengalami penurunan seluas 1544.21 ha atau 18.45% dari tutupan vegetasi jarang pada tahun 2007. Pada periode 2007-2012 vegetasi rapat mengalami penambahan luas. Hal tersebut terjadi karena kebutuhan akan kondisi vegetasi rapat yang memiliki fungsi ekologi dan stabilisasi iklim mikro kawasan perkotaan. Vegetasi rapat meningkat sebesar 473.95 ha atau bertambah 27.92% dari vegetasi rapat tahun 2007.
13,19%
55,77%
20,25%
0,07% 0,72%
10,24%
50,86%
26,21%
2,17%
0,51% 13,10%
41,48%
33,66%
0,99%
0,77%
Vegetasi rapat Vegetasi jarang Lahan terbangun Lahan terbuka Badan air
14
15 Penutupan Lahan tiap Kecamatan
Kota Cilegon terdiri dari 8 kecamatan yaitu Kecamatan Cilegon, Cibeber, Ciwandan, Citangkil, Jombang, Purwakarta, Grogol, dan Pulomerak (BPS 2012). Berdasarkan hasil klasifikasi citra Landsat yang telah dilakukan, vegetasi jarang mendominasi Kecamatan Ciwandan. Pada tahun 2007 dan 2012, kecamatan ini juga memiliki luas tutupan lahan terbangun tertinggi dibandingkan 7 kecamatan lainnya. Hal tersebut dikarenakan kecamatan ini merupakan pusat kawasan industri kimia dan baja dengan populasi penduduk sebanyak 44063 jiwa pada tahun 2011. Pada tahun 2002, lahan terbangun mendominasi kecamatan Citangkil yang merupakan kawasan padat penduduk dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu sebesar 67278 jiwa yang tinggal di kecamatan ini atau 17.44% dari jumlah penduduk Kota Cilegon pada tahun 2011. Apabila dibandingkan dengan 7 kecamatan lainnya, tipe penutupan badan air memiliki luas tertinggi di kecamatan Citangkil. Pada kecamatan tersebut terdapat Waduk Nadra yang dikelola menjadi air minum oleh PT. Krakatau Tirta Industri dan air untuk pemenuhan kebutuhan industri di Kota Cilegon.
Luasan terbesar tipe penutupan vegetasi rapat berada pada Kecamatan Pulomerak. Pada kawasan kecamatan ini terdapat pegunungan dengan Gunung Gede sebagai gunung tertinggi yang didominasi oleh pohon bertajuk rapat dan jalur hijau di sepanjang jaringan jalan raya. Tipe tutupan lahan terbuka mendominasi Kecamatan Ciwandan pada tahun 2012 dan 2002, sedangkan pada tahun 2007 tipe tutupan lahan ini mendominasi Kecamatan Cibeber. Lahan terbuka yang terdapat di Kota Cilegon adalah lapangan, lahan pertambangan, lahan pertanian yang belum ditanami, padang golf dan stadion Krakatau Steel, padang penggembalaan, lahan kosong industri, dan lahan kosong yang direncanakan untuk dibangun.
Kebutuhan Luas Hutan Kota
Kebutuhan Luas Hutan Kota berdasarkan PP RI No. 63 Tahun 2002
16
Tabel 4 Kebutuhan luasan hutan kota masing-masing kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2002.
Keterangan : HK = Hutan Kota
Kebutuhan Luas Hutan Kota berdasarkan Emisi CO2 di Kota Cilegon
Bahaya paling utama dari peningkatan CO2 di udara adalah terjadinya
peningkatan suhu udara bumi secara global melalui efek rumah kaca (Dahlan 2004). Emisi CO2 yang dihasilkan berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan
adalah sebesar 13240029 ton/tahun. Nilai ini merupakan penjumlahan dari emisi CO2 yang dihasilkan oleh penduduk, energi, ternak, dan areal persawahan.
Menurut Iverson et al. (1993) nilai serapan CO2 oleh hutan kota adalah 58.2576
ton/tahun/ha. Sehingga luasan hutan kota yang dibutuhkan secara optimal di Kota Cilegon pada tahun 2011 adalah seluas 227270 ha. Luas hutan kota yang perlu ditambahkan berdasarkan kemampuan hutan kota dalam menyerap emisi CO2
adalah sebesar 227243.89 ha atau 1371% dari luas administrasi Kota Cilegon. Kecamatan Ciwandan merupakan kecamatan yang paling banyak membutuhkan lahan untuk dibangun sebagai hutan kota dengan penambahan luasan sebesar 46490.59 ha. Kebutuhan hutan kota masing-masing kecamatan dapat diketahui dengan menggunakan asumsi total emisi CO2 tersebar merata berdasarkan luas
kecamatan. Hasil perhitungan total emisi CO2 pada setiap kecamatan disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5 Kebutuhan luasan hutan kota tiap kecamatan berdasarkan emisi CO2
17 1. Emisi CO2 yang dihasilkan penduduk di Kota Cilegon
Manusia mengeluarkan CO2 melalui kegiatan respirasi. Respirasi
merupakan proses menghirup O2 (Oksigen) dan mengeluarkan CO2.. Tubuh
manusia memerlukan oksigen untuk proses pembakaran zat-zat makanan (metabolisme) di dalam tubuh dengan bantuan O2 untuk menghasilkan CO2, H2O
(uap air), dan energi. Emisi CO2 yang dihasilkan dari aktivitas manusia yaitu
sebesar 0.96 kg/hari atau 0.3456 ton/jiwa/tahun (Grey dan Deneke 1978), sedangkan jumlah penduduk Kota Cilegon pada tahun 2011 adalah 385720 jiwa. Sehingga emisi yang dihasilkan pada tahun 2011 adalah 13330.83 ton/tahun, meningkat 3.28% dari emisi tahun sebelumnya (Tabel 5).
Tabel 6 Total emisi CO2 yang dihasilkan oleh penduduk
Tahun Jumlah penduduk
2. Emisi CO2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil)
Peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer dapat disebabkan oleh
pembakaran bahan bakar fosil dan pembukaan lahan (Salisbury dan Cleon 1995). Jenis bahan bakar yang paling banyak digunakan di Kota Cilegon adalah batubara (5100000 ton/tahun) dengan emisi CO2 aktual sebesar 12739598 ton/tahun (Tabel
6). Bahan bakar ini sebagian besar digunakan untuk aktifitas industri dan pembangkit listrik karena biayanya lebih murah dibanding sumber energi lainnya. Salah satu pembangkit listrik yang menggunakan batubara adalah PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Suralaya. Kawasan PLTU Suralaya berdiri diatas lahan yang tidak produktif untuk pertanian serta pantai dan laut yang cukup dalam, tenang dan bersih (Fitriah 2011). Menurut Astra (2010), PLTU menggunakan batubara untuk menghasilkan uap penggerak turbin. Saat ini batubara merupakan bahan bakar pengganti yang sangat relevan untuk digunakan karena memiliki cadangan yang sangat besar di alam dengan semakin meningkatnya harga BBM (Soemarjono dan Setiawan 2011).
Tabel 7 Total emisi CO2 yang dihasilkan oleh bensin, solar, LPG, dan batubara
No Jenis Jumlah konsumsi bahan bakar (TJ) Emisi CO2 aktual
Keterangan : TJ = Tera Joule
18
ancaman yang serius bagi tanaman, satwa liar, dan kesehatan manusia seperti asma dan kanker (Astra 2010).
3. Emisi CO2 yang berasal dari ternak
Metan merupakan salah satu sumber emisi gas rumah kaca yang berkontribusi dalam pemanasan global. Gas CH4 dihasilkan oleh hewan
herbivora sebagai produk sampingan dari proses pencernaan. Pada proses ini karbohidrat akan dipecah oleh mikroorganisme menjadi molekul yang sederhana untuk diabsorpsi kedalam pembuluh darah (IPCC 1996). Ruminansia merupakan sumber terbesar penghasil CH4, sedangkan hewan non-ruminansia hanya
beberapa saja yang mengahasilkan gas tersebut seperti kuda. Ternak ruminansia dan non ruminansia mengemisikan gas CH4 dari aktivitas pencernaan dan
pengelolaan kotoran, sedangkan ternak unggas mengemisikan gas CH4 hanya
dari aktivitas pengelolaan kotoran. Berdasarkan hasil perhitungan, kerbau merupakan hewan ruminansia yang menghasilkan emisi CO2 terbesar yaitu 368
ton/tahun, sedangkan emisi CO2 terendah dihasilkan olah kuda yaitu sebesar
0.616 ton/tahun (Tabel 8). Jumlah CH4 yang dihasilkan tergantung dari umur
ternak, berat badan ternak, kualitas dan kuantitas pakan (IPCC 1996). Tabel 8 Total emisi CO2 yang dihasilkan oleh ternak
No. Jenis Jumlah
4. Emisi CO2 yang berasal dari areal persawahan
Areal persawahan menghasilkan gas CH4 sebanyak 893 ton/tahun dengan
jumlah masa pemanenan padi di Kota Cilegon adalah sebanyak 2 kali. Gas CH4
yang teroksidasi akan menghasilkan gas CO2, sehingga kandungan CO2 yang
terdapat pada areal persawahan yang terdapat di Kota Cilegon adalah sebesar 2445.772 ton/tahun. Crutzen et al. (1986) menyatakan bahwa kontribusi emisi metan dari peternakan mencapai 20%-35% dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfer, sedangkan kontribusi tanaman padi sawah dalam mengemisi CH4
sekitar 25% dari emisi global ke atmosfer. Pada areal persawahan, gas metan dihasilkan dari proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri metanogen pada lahan yang tergenang (Cicerone dan Oremland 1998). Dekomposisi bahan organik berlangsung dalam dua tahap, yaitu pembentukan asam-asam organik.Selanjutnya adalah konversi asam-asam organik menjadi berbagai gas seperti CO2 dan CH4
19 Pengembangan Hutan Kota di Kota Cilegon
Hutan kota adalah suatu kawasan yang ditumbuhi vegetasi berkayu yang memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada penduduk kota baik sebagai proteksi, estetika, rekreasi, dan kegunaan khusus lainnya yang terdapat di wilayah perkotaan (Fakultas Kehutanan IPB 1987). Menurut Fakuara (1986), hutan kota merupakan vegetasi kayu dalam suatu lingkungan perkotaan yang memiliki berbagai peran positif bagi kehidupan masyarakat. Saat ini Kota Cilegon memiliki delapan lokasi hutan kota dengan total luasan sebesar 26.11 ha (0.16% dari luas total wilayah administrasi Kota Cilegon). Jumlah ini tidak memenuhi kriteria minimal luasan hutan kota berdasarkan PP No 63 tahun 2002 dan kemampuan hutan kota dalam menyerap emisi CO2. Luas dan lokasai hutan kota yang ada saat
ini disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Lokasi dan luas hutan Kota Cilegon tahun 2013
No Lokasi hutan kota Luas (Ha) 7 Jalur Hijau Blok A Jl. Bincarung dan Jl. Kenari Perum
Cibeber Kencana
0.56 8 Jalur Hijau Blok F Jl. Belibis dan Jl. Garuda Perum Bumi
Cibeber Kencana
0.45
Total 26.11
Hutan kota di Kota Cilegon memiliki bentuk yang menyebar. Bentuk hutan kota menyebar adalah hutan kota yang dibangun dalam kelompok- kelompok yang dapat berbentuk jalur dan atau kelompok yang terpisah dan merupakan satu kesatuan pengelolaan (PP RI No 63 tahun 2002). Hutan kota memiliki banyak peran dan fungsi bagi kehidupan masyarakat kota baik dari segi ekonomis mapun ekologis. Menurut Dahlan (1992) dan Fakuara (1986), hutan kota memiliki peran sebagai identitas kota, pelestarian plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel padat dari udara, penyerap dan penjerap partikel timbal, penyerap dan penjerap debu semen, peredam kebisingan, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap berbagai gas gas berbahaya seperti CO2 dan CO, penahan
angin, penyerap dan penepis bau, mengatasi penggenangan, mengatasi intrusi air laut, produksi terbatas, ameliorasi iklim, pelestarian air tanah, meningkatkan keindahan, habitat burung, mengurangi stress, mencegah abrasi, meningkatkan industri pariwisata, dan sebagai hobi untuk mengisi waktu luang. Menurut Fakultas Kehutanan IPB (1987), hutan kota juga berfungsi sebagai sarana kesehatan, olahraga, pendidikan, dan penyuluhan.
20
bekerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum. Pemerintah daerah telah melakukan kerjasama dengan PT Krakatau Steel dalam pengelolaan Taman Kota Agrowisata dan beberapa perusahaan lainnya seperti PT Indocement Tunggal Prakarsa dalam program penanaman pohon.
Sedikitnya lahan yang dimiliki Pemkot Cilegon untuk dibangun sebagai hutan kota, maka perlu adanya pemanfaatan lahan-lahan publik seperti TPU yang banyak dijumpai dikawasan pemukiman, lahan kosong industri yang memiliki rencana pembangunan jangka panjang, penanaman mangrove di pesisir pantai Kecamatan Pulomerak, dan pengoptimalan penanaman pohon pada semua jaringan jalan untuk mengurangi emisi CO2 yang dikeluarkan oleh kendaraan
bermotor. Jenis pohon yang ditanam disetiap lokasi potensial hutan kota tersebut disesuaikan dengan tujuan pembentukan hutan kota dan merupakan jenis yang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi alam yang ada.
Hutan kota yang ada saat ini merupakan salah satu alternatif solusi dalam mengurangi emisi CO2 di udara. Selain itu dapat juga dilakukan dengan
meningkatkan upaya konservasi dan efisiensi konversi bahan bakar fosil menjadi energi baru dengan menggunakan energi yang dapat diperbarui seperti tenaga air, tenaga surya, angin, energi panas bumi, dan gelombang air laut. Upaya untuk mengurangi emisi CO2 dan gas rumah kaca tersebut telah disepakati oleh 162
negara pada pertemuan dunia yang membahas perubahan iklim di Rio de Janerio (1992) dan Kyoto Jepang (1997) (Yunus et al. 2006 diacu dalam Astra 2010).
Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Cilegon
Pendugaan emisi tahun 2015, 2020, 2025, dan 2030 digunakan untuk menghitung kebutuhan luasan hutan kota pada tahun-tahun tersebut. Kebutuhan luasan hutan kota mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Emisi CO2 pada
tahun 2015 adalah 43677606 ton, sehingga hutan kota yang dibutuhkan seluas 749732 ha dan emisi CO2 pada tahun 2030 adalah 3924365870 ton, sehingga
hutan kota yang dibutuhkan seluas 67362298 ha (Tabel 10).
Tabel 10 Kebutuhan luas hutan kota Cilegon tahun 2015, 2020, 2025, dan 2030
Tahun Luas (ha) Persentase Luasan (%)
2015 749732 4524
2020 3353238 20368
2025 15025738 90680
2030 67362298 406532
Nilai luasan prediksi didapatkan dari penambahan emisi CO2 dari areal
persawahan sebesar 1501 ton (tetap pada setiap tahunnya), sedangkan variabel emisi CO2 dari petenakan, penduduk dan energi pada tahun tertentu dibagi dengan
kemampuan serap pohon. Hal ini berbeda dengan penghitungan kebutuhan luasanan hutan kota dengan menggunakan PP RI No 63 tahun 2002, dimana luasan hutan kota minimal pada setiap tahunnya memiliki nilai yang akan selalu sama (10% dari luas administrasi Kota Cilegon) sehingga membentuk kurva horizontal. Perbandingan kebutuhan luas hutan kota sesuai dengan luas administrasi Kota Cilegon berdasarkan PP RI No. 63 tahun 2002 dan emisi CO2
21
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Luasan hutan kota optimal yang dibutuhkan Kota Cilegon untuk mengurangi emisi CO2 diudara adalah 227270 ha. Berdasarkan hasil perhitungan prediksi
kebutuhan luas hutan kota pada tahun 2015, 2020, 2025, dan 2030, maka luasan optimal yang dibutuhkan dibutuhkan pada masing-masing tahun adalah 749732 ha, 3353238 ha, 15025738 ha, dan 67362298 ha.
2. Lokasi yang berpotensi untuk dikelola sebagai hutan kota sesuai RTRW tahun 2010-2030 adalah TPU yang banyak dijumpai di kawasan pemukiman, lahan kosong industri yang memiliki rencana pembangunan jangka panjang (tersebar di 8 kecamatan), penanaman mangrove di pesisir pantai Kecamatan Pulomerak, dan penanaman pohon pada semua jaringan jalan.
Saran
1. Perlu adanya optimalisasi hutan kota dengan perawatan dan pengkayaan jenis pada hutan kota yang telah ada saat ini serta penambahan luasan hutan kota pada lokasi-lokasi yang berpotensi untuk dijadikan hutan kota.
2. Pemerintah kota Cilegon perlu meningkatkan kerjasama dengan banyak pihak seperti masyarakat, LSM, dan perusahaan-perusahaan terkait pengelolalaan hutan kota secara berkelanjutan.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kesesuaian pembangunan hutan kota di lokasi-lokasi potensial.
10 4500
(%)
(tahun)
Berdasarkan emisi CO2 Berdasarkan PP RI No. 63 tahun 2002
90000 450000
Gambar 6 Perbandingan kebutuhan luasan hutan kota berdasarkan PP RI No. 63 tahun 2002 dan emisi CO2 tahun 2015, 2020, 2025, dan 2030
22
DAFTAR PUSTAKA
Aenni N. 2011. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh Dalam Penentuan kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Rosot CO2
di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Aji, BS. 2006. Pemetaan Penyebaran Polutan sebagai bahan Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Cilegon (Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis) [skripsi]. Bogor (ID) : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Astra IM. 2010. Energi dan Dampaknya terhadap Lingkungan. Jurnal Meteorologi Dan Geofisika. 11 (2) : 127-135.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Cilegon. 2012. Cilegon dalam Angka 2012. Cilegon (ID) : Badan Pusat Statistik Kota Cilegon.
Ciceron RJ, Oremland RS. 1988. Biogeochemical Aspects of Atmospheric Methane. Global Biogeochem Cycles (2) : 299-327.
Crutzen PJ, Aselmann I, Seiler W. 1986. Methane Production by Domestic Animals, Wild Ruminants, other Herbivorous Fauna, and Humans. Tellus
(38B) : 271-284
Dahlan EN. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Jakarta (ID) : Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. _________. 2004. Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota. Bogor (ID):
IPB Press.
Dwijayanti Y. 2007. Pendugaan Emisi Gas Metan (CH4) Pada Berbagai Sistem
Pengelolaan Tanaman Padi [skripsi]. Bogor (ID) : Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Fakuara Y. 1986. Hutan Kota Peranan dan Permasalahannya. Bogor (ID) : Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Fakultas Kehutanan IPB. 1987. PenyusunanKonsepsi Pembangunan Hutan kota.
Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Fitriah M. 2011. Opini Publik Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Uap Suralaya. [disertasi]. Bogor (ID) : Fakultas Ekologi Manusia IPB.
Grey GW, Deneke FJ. 1978. Urban Forestry. New York (US): John Wiley and Sons. Irwan ZD. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta (ID) :
PT Bumi Aksara.
Iverson LR, Brown S, Grainger A, Prasad A, Liu D. 1993. Carbon sequestration in tropical Asia: an assessment of technically suitable forest lands using geographic information systems analysis. Climate Research (3) : 23-38. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1996. Revised 1996
IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Workbook (Vol 2).
Lillesand TM, Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta : Terjemahan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Murdiyarso D, Husin YA. 1994. Modelling and Measuring Soil Organic Matter
23 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002, Tentang
Hutan Kota. Jakarta.
Rahmi DA, Sumardi, Setiawan I. 2011. Monitoring Kandungan Karbondioksida (CO2) dalam Sebuah Model Ruangan Berbasis Mikrokontroler
ATMEGA8535 [Makalah]. Semarang : Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Rinawati D. 1991. Pengaruh Pencemaran Udara di Jalan Pramuka, Jakarta terhadap Kondisi Fisik dan Struktur Anatomi Daun dari Anakan Beberapa Jenis Pohon [skripsi]. Bogor (ID) : Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Salisbury FB, Cleon WR. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid II. Bandung (ID): ITB Press.
Soemarjono, Setiawan A. 2011. Menghemat Biaya Bahan Bakar Industri. http://esdm.go.id/berita/56-artikel/4036-menghemat-biaya-bahan-bakar-industri.html [Diakses pada 7 Juli 2013]
24
Lampiran 1 Hasil uji akurasi
CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ---
Image File : d:/awan raster/recode_2012.img User Name : Mufa
Date : Wed Jul 10 22:05:24 2013 ERROR MATRIX
---
Reference Data ---
Classified Data Lahan terbangun Vegetasi jarang Vegetasi rapat
0 0 0
Lahan terbuka 0 0 0
Vegetasi jarang 1 29 0
Vegetasi rapat 0 0 4 Badan air 0 0 0 Lahan terbangun 4 3 3 Awan 0 0 0 Column Total 5 32 7
Reference Data --- Classified Data Badan air Lahan terbangun Awan Row Total 0 0 0 0
Lahan terbuka 0 0 0 0
Vegetasi jarang 0 0 0 30
Vegetasi rapat 0 0 0 4
Badan air 0 0 0 0
Lahan terbangun 0 54 0 64
Awan 0 0 0 0
Column Total 0 54 0 98
25 Lampiran 2 Perhitungan luasan optimal hutan kota
Diketahui :
Total Emisi CO2 Penduduk = 133304.83 ton CO2/tahun
Total Emisi CO2 Persawahan = 2455.772 ton CO2/tahun
Total Emisi CO2 Ternak
= Emisi CO2 aktual Sapi + Kerbau + Kambing + Kuda + Domba + Unggas
= 66 + 368 + 104 + 0.616 + 5.236 + 31.548 = 575.4 ton CO2/tahun
Total Emisi CO2 Energi
= Emisi CO2 aktual Bensin + Solar + LPG + Batubara
= 149049 + 206008 + 9038 + 12739598 = 13103693 ton CO2 /tahun
L (Kebutuhan luas hutan kota untuk menyerap CO2) = ……. ha
Jawab :
L (ha) = w (ton CO2/tahun) + x (ton CO2/tahun) + y (ton CO2/tahun) + z (ton CO2/tahun)
K (ton/tahun/ha) = 133304.83 + 575.4 + 2455.772 + 13103693
58.2576
= 13240029 58.2576 = 227270 ha
Lampiran 3 Penentuan prediksi luas hutan kota tahun 2015, 2020, 2025, dan 2030 Diketahui :
Kemampuan pohon dalam menyerap CO2 = 58.2576 ton/tahun/ha
Emisi CO2 dari sawah (tetap) = 1501 ton
Emisi CO2 dari ternak, penduduk dan energi tahun 2015, 2020, 2025, 2030
= …….ton Jawab :
(a) X Energi = 13103693 (1+0.35)Z X 2015 = 13103693 (1+0.35)4
X 2015 = 43517364.45 ton CO2
X 2020 = 13103693 (1+0.35)9
X 2020 = 195153299.8 ton CO2
X 2025 = 13103693 (1+0.35)14
X 2025 = 875117033.3 ton CO2
X 2030 = 13103693 (1+0.35)19
26
Lanjutan 3 Penentuan prediksi luas hutan kota tahun 2015, 2020, 2025, dan 2030 (Lampiran 3)
Emisi CO2 pada tahun 2030 = 3924058113+ 296603,2 + 9652,91+ 1501
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilegon pada tanggal 29 Oktober 1991. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Asorori dan Ibu Muda’iyah. Pendidikan formal ditempuh di SD Negeri Kosambi, MTs Al-Jauharotunnaqiyah Palas, dan MA Al-Inayah Jerang ilir. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Kementerian Agama Republik Indonesia dan tahun 2010 penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Selama menempuh pendidikan di IPB sebagai pengurus dalam
Community of Santri Scholar of Ministry of Religious Affairs IPB (CSS MoRA IPB), Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), dan anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF HIMAKOVA) periode 2010-2012.
Kegiatan-kegiatan yang pernah penulis ikuti selama berada di IPB diantaranya adalah Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Sancang dan Papandayan (2011), Eksplorasi Fauna, Flora, dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Sukawayana Jawa Barat (2012), Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan KPH Cianjur (2012), ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Bukit Tigapuluh Riau (2012), dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bali Barat (2013). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian di Kota Cilegon dengan judul “Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Berdasarkan Emisi Karbondioksida (CO2) di Kota Cilegon