• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Daun Shorea menggunakan Voting Feature Interval 5 dengan Discrete Wavelet Transform

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Daun Shorea menggunakan Voting Feature Interval 5 dengan Discrete Wavelet Transform"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DAUN

SHOREA

MENGGUNAKAN

VOTING

FEATURE INTERVAL 5

DENGAN

DISCRETE WAVELET

TRANSFORM

ILVI NURRIZKI UTAMI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Daun Shorea menggunakan Voting Feature Interval 5 dengan Discrete Wavelet Transform adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ILVI NURRIZKI UTAMI. Identifikasi Daun Shorea menggunakan Voting Feature Interval 5 dengan Discrete Wavelet Transform. Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO.

Shorea tergolong ke dalam famili Dipterocarpaceae. Shorea merupakan pohon penghasil kayu terbaik dan memiliki nilai komersial yang tinggi dalam dunia perdagangan untuk bahan baku perindustrian kayu. Namun, keanekaragaman Shorea yang tinggi menjadi tantangan dalam identifikasi species Shorea. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem identifikasi Shorea dengan menggunakan daun, karena lebih praktis, mudah didapat, tersedia sepanjang waktu dan cocok untuk pengamatan berupa citra. Sistem identifikasi daun Shorea dikembangkan menggunakan Voting Feature Interval 5 dengan Discreate Wavelet Transform. Species Shorea yang diidentifikasi berjumlah sepuluh species. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi terbaik yang diperoleh adalah sebesar 71%.

Kata kunci: Discreate Wavelet Transform, Shorea, Voting Feature Interval 5

ABSTRACT

ILVI NURRIZKI UTAMI. Shorea Leaves Identification using Voting Feature Interval 5 based on Discrete Wavelet Transform. Supervised by AZIZ KUSTIYO.

Shorea belongs to the Dipterocarpaceae family. Shorea wood is the best timber and has high commercial value in wood industrial trading. However, the large variety of Shorea becomes the main challenge for its identification. This research aimed at developing Shorea’s identification system using its leaves, by considering that leaf is more practical to identify, easily obtained, available all the time and is suitable for observations in the form of image. The system was developed by using Voting Feature Interval 5 based on Discreate Wavelet Transform. Ten species of Shorea were identified. It was revealed that the best accuracy was 71%.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer

pada

Departemen Ilmu Komputer

IDENTIFIKASI DAUN

SHOREA

MENGGUNAKAN

VOTING

FEATURE INTERVAL 5

DENGAN

DISCRETE WAVELET

TRANSFORM

ILVI NURRIZKI UTAMI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Penguji:

(7)

Judul Skripsi : Identifikasi Daun Shorea menggunakan Voting Feature Interval 5 dengan Discrete Wavelet Transform

Nama : Ilvi Nurrizki Utami NIM : G64104066

Disetujui oleh

Aziz Kustiyo, SSi, MKom Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Alhamdulilahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Identifikasi Daun Shorea menggunakan Voting Feature Interval 5 dengan Discrete Wavelet Transform berhasil diselesaikan.

Adapun penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1 Ayahanda Hudri Supardi, SE dan Ibunda Dedeh Kusmiati, SPdI serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan, perhatian, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

2 Bapak Aziz Kustiyo, SSi, MKom selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran, bimbingan dan dukungan kepada penulis.

3 Dosen penguji, Bapak Endang Purnama Giri, Skom, MKom dan Bapak Toto Haryanto, SKom, MSi atas saran dan bimbingannya.

4 Pihak Kebun Raya Bogor atas sampel daun Shorea.

5 Eka Nugraha atas semangat, doa, perhatian dan dukungannya.

6 Teman-teman satu bimbingan Ayu, Septy, Erni, Mbak Sri, Cory, Bang Asep, dan Bangkit, terima kasih atas kerjasamanya.

7 Teman-teman kostan atas kebersamaan dan dukungannya.

8 Teman-teman Alih Jenis ILKOM angkatan 5, atas kerjasamanya selama penelitian.

9 Semua pihak yang telah memberikan bantuan selama pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Shorea 2

Analisis Tekstur 7

Discrete Wavelet Transform 7

Wavelet Haar 8

K-Fold Cross Validation 9

Voting Feature Interval 5 (VFI 5) 9

Confusion Matrix 10

METODE 11

Citra Daun 11

Praproses 12

Ekstraksi Fitur Wavelet Haar 12

Data Latih dan Data Uji 13

Klasifikasi VFI 5 13

Perhitungan Akurasi 13

Lingkungan Pengembangan 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Percobaan 1 : Discrete Wavelete Transform Komponen CA (Citra Aproksimasi) 15

Percobaan 2 : Discrete Wavelete Transform Komponen CH (Citra Horizontal) 16

Percobaan 3 : Discrete Wavelete Transform Komponen CV (Citra Vertikal) 18 Percobaan 4 : Discrete Wavelete Transform Komponen CD (Citra Diagonal) 19

(10)

Perbandingan dengan Penelitian Terkait 23

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 26

(11)

DAFTAR TABEL

1 Confusion Matrix 10

2 Bentuk 5-fold cross validation 13

3 Rancangan percobaan 14

4 Hasil dekomposisi Wavelet Haar dan jumlah fitur VFI 5 15

5 Hasil klasifikasi Wavelet komponen CA 15

6 Confusion matrix dekomposisi 8 level komponen CA 16

7 Hasil klasifikasi Wavelet komponen CH 16

8 Confusion matrix dekomposisi 6 level komponen CH 17

9 Hasil klasifikasi Wavelet komponen CV 18

10 Confusion matrix dekomposisi 6 level komponen CV 18

11 Hasil klasifikasi Wavelet komponen CD 19

12 Confusion matrix dekomposisi 8 level komponen CD 20

13 Perbandingan akurasi dengan penelitian Shorea sebelumnya 23

DAFTAR GAMBAR

14 Contoh citra Shorea hasil grayscale 12

15 Contoh daun Shorea 12

16 Kemiripan (a) Shorealeprosula 16

17 Kemiripan (a) Shorea leprosula (b) Shorea marcoptera 17

18 Kemiripan (a) Shorea materialis 17

19 Kemiripan (a) Shorealeprosula (b) Shorea lepida 19 20 Kemiripan (a) Shorea materialis (b) Shorea javanica (c) Shorea 19

21 Kemiripan (a) Shorea palembanica 19

22 Kemiripan (a) Shorea leprosula (b) Shorea javanica (c) Shorea 20

23 Kemiripan (a) Shorea materialis (b) Shorea 21

24 Rata-rata akurasi setiap komponen 21

25 Kemiripan (a) Shorea leprosula 22

26 Kemiripan (a) Shorea materialis 22

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi citra dekomposisi 26

2 Pseudocode algoritma training 28

3 Pseudocode algoritma klasifikasi 28

4 Confusion matrix pada dekomposisi 6 level komponen CA 29 5 Confusion matrix pada dekomposisi 6 level komponen CH 29 6 Confusion matrix pada dekomposisi 6 level komponen CV 29 7 Confusion matrix pada dekomposisi 6 level komponen CD 30 8 Confusion matrix pada dekomposisi 7 level komponen CA 30 9 Confusion matrix pada dekomposisi 7 level komponen CH 30 10 Confusion matrix pada dekomposisi 7 level komponen CV 31 11 Confusion matrix pada dekomposisi 7 level komponen CD 31 12 Confusion matrix pada dekomposisi 8 level komponen CA 31 13 Confusion matrix pada dekomposisi 8 level komponen CH 32 14 Confusion matrix pada dekomposisi 8 level komponen CV 32 15 Confusion matrix pada dekomposisi 8 level komponen CD 32 16 Confusion matrix pada dekomposisi 9 level komponen CA 33 17 Confusion matrix pada dekomposisi 9 level komponen CH 33 18 Confusion matrix pada dekomposisi 9 level komponen CV 33 19 Confusion matrix pada dekomposisi 9 level komponen CD 34

20 Confusion matrix percobaan 1 - percobaan 4 34

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis. Kawasan beriklim tropis ini memungkinkan berbagai jenis flora dapat tumbuh dengan baik. Salah satunya adalah flora penghasil kayu yaitu Shorea. Shorea tergolong ke dalam famili Dipterocarpaceae yang tersebar di antaranya di pulau Kalimantan dan Sumatera dan terdiri sekitar 194 spesies. (Newman et al. 1999).

Shorea merupakan pohon penghasil kayu terbaik dan memiliki nilai komersial yang tinggi dalam dunia perdagangan untuk bahan baku perindustrian kayu. Keanekaragaman Shorea menyebabkan kesulitan untuk mengidentifikasi species Shorea, hanya orang yang berpengalaman yang mampu melakukannya dengan baik dan apabila dilakukan identifikasi secara manual membutuhkan waktu yang cukup lama. Maka dari itu perlu dikembangkan suatu sistem identifikasi daun Shorea. Identifikasi jenis pohon penghasil kayu yang tidak akurat akan menyebabkan kesalahan identifikasi sehingga menyebabkan pemilihan kayu yang tidak tepat.

Identifikasi Shorea dapat dilakukan berdasarkan buah, bunga, batang, atau daunnya. Identifikasi pohon Shorea ini lebih diutamakan pada identifikasi bagian daun Shorea, karena dengan mengidentifikasi daunnya lebih praktis, mudah didapatkan, tersedia sepanjang waktu dan cocok untuk pengamatan berupa citra. Apabila menggunakan buah, bunga dan batangnya cukup sulit dilakukan karena buah dan bunga tumbuh secara musiman sedangkan apabila menggunakan batangnya hal tersebut tidak praktis dilakukan karena berat dan mahal.

Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini antara lain dilakukan oleh Ramadhan (2012), Yusniar (2013) dan Masyhud (2013). Ramadhan (2012) melakukan identifikasi Shorea menggunakan Backpropagation Neural Network ekstraksi fitur Discrete Wavelet Transform dan ekstraksi warna HSV menghasilkan akurasi sebesar 90%. Yusniar (2013) melakukan identifikasi Shorea dengan KNN dan ektraksi fitur 2 Dimensional Principal Component Analysis menghasilkan akurasi sebesar 75%. Masyhud (2013) melakukan identifikasi Shorea menggunakan KNN berdasarkan komponen warna dengan praproses Discrete Wavelet Transform menghasilkan akurasi 80%.

Berdasarkan penelitian tersebut maka pada penelitian ini akan dilakukan identifikasi Shorea dengan praproses ekstraksi fitur Wavelet dan klasifikasi menggunakan algoritma Voting Feature Interval 5.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang ada pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1 Bagaimana menerapkan Discreate Wavelet Transform sebagai ekstraksi tekstur untuk identifikasi daun Shorea.

(14)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengimplementasikan teknik ekstraksi fitur menggunakan Wavelet Transform dan teknik klasifikasi Voting Feature Interval 5 untuk pengenalan citra daun Shorea.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu identifikasi Shorea berdasarkan citra daunnya, sehingga memudahkan untuk mengklasifikasikan speciesnya.

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini yaitu:

1 Data citra daun Shorea yang digunakan 10 species Shorea. Masing-masing species memiliki 10 citra daun sehingga total data citra daun berjumlah 100 citra daun.

2 Teknik ekstraksi Discrete Wavelet Transform yang digunakan adalah Wavelet Haar.

3 Metode klasifikasi yang digunakan adalah Voting Feature Interval 5.

TINJAUAN PUSTAKA

Shorea

Shorea merupakan kelompok famili Dipterocarpacea, sekelompok tumbuhan hutan hujan tropis yang dimanfaatkan dalam bidang perkayuan. Shorea memiliki sekitar 194 jenis. Persebarannya meliputi 1 jenis di Jawa, 1 atau 2 jenis di Sulawesi, 3 jenis di Maluku dan sisanya menyebar ke arah timur sampai Maluku (Indonesia) dan tidak meluas ke Cina bagian selatan (Newman et al. 1999).

Pohon Shorea dapat tumbuh dari batas permukaan laut sampai ketinggian 1750 m. Beberapa jenis Shorea yang berupa pohon penjulang di hutan hujan dari kawasan Paparan Sunda, dapat tumbuh hingga ketinggian 500 m (Newman et al. 1999).

Shorea bermanfaat untuk pembuatan interior rumah. Kulit kayu dari jenis tertentu bisa digunakan sebagai dinding rumah dan keranjang. Selain manfaat dari kayunya yaitu sebagai penghasil damar dan biji tengkawang. Biji tengkawang merupakan penghasil minyak tengkawang yang dapat dimanfaatkan untuk memasak, dan ramuan obat-obatan.

Ciri utama pohon Shorea yaitu pohon sangat besar berwarna cokelat merah gelap. Tangkai daun berukuran sekitar 0.5-2.5 cm. Daun berukuran panjang 4-18 cm dan lebar 2-8 cm, pangkal daun simetris dan permukaan bawah daun diraba licin, pertulangan sekunder bersisip berjumlah 7-25 pasang (Newman et al. 1999).

(15)

3

1. Shorea javanica

Shorea javanica merupakan kelompok meranti putih. Ciri-ciri diagnostik utama tangkai daun panjang berukuran 1.4 – 2.4 cm, kadang-kadang lokos (tanpa bulu atau sisik. Daun lonjong, jorong atau bundar telur 6.5 – 15 × 3.5 – 8 cm, memanjang, ujung daun luncip pendek, pangkal daun membundar atau rompong. Pertulangan sekunder 19 – 25, semula lurus, melengkung hanya di dekat tepi, menonjol tetapi lampai. Petulangan tersier hampir tidak terlihat, berbentuk tangga. Shorea javanica umumnya ditanam di Jawa dan Kalimantan (Muara Taweh) untuk diambil damarnya. Contoh daun Shorea javanica dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Daun Shorea javanica

2. Shorea johorensis

Shorea johorensis termasuk dalam kelompok meranti merah. Ciri-ciri diagnostik utama biasanya pohon besar, batang berbentuk silinder dan berbanir. Tata letak daun berseling, komposisi daun tunggal, tangkai daun pendek. Ciri khas daun adalah berlubang-lubang di waktu kering atau berwarna coklat kekuningan dan apabila diremas akan hancur. Ujung daun meruncing, pangkal daun bulat, tulang daun menyirip, bentuk daun oblong dan tepi daun rata. Shorea johorensis umumnya ditanam di Sumatera. Contoh daun Shorea johorensis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Daun Shorea johorensis

3. Shorea lepida

(16)

4

di seluruh panjangnya. Pertulangan tersier hampir tidak kelihatan, berbentuk tegak lurus. Kisaran persebaran di semenanjung Malaysia dan Sumatera. Contoh daun Shorea lepida dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Daun Shorea lepida

4. Shorea leprosula

Shorea leprosula termasuk dalam kelompok meranti merah. Ciri-ciri diagnostik utama pohon besar, tinggi mencapai 60 m. Daun lonjong, jorong atau bundar telur sungsang, 5.9 – 14.5 × 3.5 – 7.3 cm, ujung lancip, luncip pendek atau tumpul, pangkal berbentuk pasak atau membundar. Petulangan sekunder 10 – 16, mula-mula lurus, melengkung hanya di dekat tepi daun. Pertulangan tersier hampir tidak kelihatan atau kelihatan jelas, tegak lurus atau diagonal. Contoh daun Shorea leprosula dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Daun Shorea leprosula

5. Shorea marcoptera

Shorea marcoptera merupakan species Shorea yang termasuk ke dalam kelompok meranti merah. Ciri-ciri diagnostik utama pohon besar dan berbanir besar. Batang merekah atau bersisik, pada umumnya berdamar. Daun bulat telur lonjong dan kasar. Bila daun mengering berwarna cokelat kuning kusam. Tumbuh di hutan daratan rendah yang berdrainase baik. Kisaran persebaran di Malaya, Sumatera dan Kalimantan Barat. Contoh daun Shorea marcoptera dapat dilihat pada Gambar 5.

(17)

5 marcoptera

6. Shorea materialis

Shorea materialis merupakan kelompok meranti balau. Ciri-ciri diagnostik utama pohon besar dan mempunyai daun kasar. Tumbuh di dataran rendah. Sebagai penghasil damar dan biji tengkawang, menghasilkan kayu yang keras dan berat. Kisaran persebaran di Brunei Darussalam, Sumatera, dan Malaysia. Contoh daun Shorea materialis dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Daun Shorea materialis

7. Shorea palembanica

Shorea palembanica termasuk ke dalam kelompok meranti merah. Ciri-ciri diagnostik utama habitat di tepi sungai, perawakan berbonggol. Daun jorong atau bundar telur sungsang, 10 – 25 × 4.6 – 10.8 cm, mengertas, ujung luncip pendek atau luncip panjang, pangkal berbentuk pasak, membundar atau rompong (seolah-olah terpotong pada bagian ujung). Pertulangan sekunder 12 – 17, mula-mula lurus, melengkung hanya dekat tepi daun atau melengkung di seluruh panjangnya. Pertulangan tersier hampir tidak kelihatan, tegak lurus atau diagonal, domatia tidak ada. Shorea palembanica salah satu species yang membingungkan dalam identifikasi. Contoh daun Shorea palembanica dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Daun Shorea palembanica

8. Shorea pinanga

(18)

6

Gambar 8 Daun Shorea pinanga

9. Shorea platycados

Shorea platycados termasuk ke dalam kelompok meranti merah. Ciri-ciri diagnostik utama anak-anak cabang memipih dan licin. Daun berbentuk lanset, 6,1 – 13.1 × 2.2 – 4 cm, menjangat, ujung luncip atau luncip panjang, pangkal berbentuk pasak atau membundar. Petulangan sekunder 12 – 25, mula-mula lurus, melengkung hanya di dekat tepi daun atau melengkung di seluruh panjangnya. Pertulangan tersier hampir tidak kelihatan, tegak lurus, diagonal, domatia tidak ada. Contoh daun Shorea platycados dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Daun Shorea platycados

10. Shorea seminis

Shorea seminis merupakan kelompok meranti balau atau selang batu. Ciri-ciri diagnostik utama pohon yang tumbuh di tepi sungai. Tangkai daun bila mengering hitam, agak pendek. Daun lanset atau jorong atau berbentuk bundar telur, menjangat, 9 – 18 × 2,5 – 8 cm, ujung luncip panjang, pangkal berbentuk pasak atau membundar, simetris. Pertulangan sekunder 9 – 17, mula-mula lurus, kemudian melengkung di seluruh panjangnya, menonjol tapi lampai. Petulangan tersier tidak kelihatan atau hampir kelihatan, berbentuk tangga, domatia jika ada di ketiak. Contoh daun Shorea seminis dapat dilihat pada Gambar 10.

(19)

7 Analisis Tekstur

Tekstur adalah gambaran visual dari sebuah permukaan atau bahan. Dalam computer vision, tekstur dicirikan dengan variasi intensitas pada citra. Variasi intensitas dapat disebabkan oleh kekasaran atau pada perbedaan warna pada suatu permukaan. Penampilan tekstur dipengaruhi oleh skala dan arah pandangan lingkungan dan kondisi pencahayaan (Mäenpää 2003).

Tekstur dapat diartikan sebagai sekumpulan koefisien nilai piksel yang merepresentasikan penskalaan pada citra. Discrete wavelet transform dapat digunakan untuk menganalisis tekstur karena menghasilkan koefisien-koefisien Wavelet yang dapat digunakan untuk proses penskalaan (Kara dan Watsuji 2003).

Discrete Wavelet Transform

Wavelet adalah sebuah small wave atau gelombang singkat yang energinya terkonsentrasi pada waktu atau titik tertentu (Burrus, Guo 1998). Wavelet merupakan sebuah basis, basis Wavelet berasal dari sebuah fungsi penskalaan. Wavelet ini disebut dengan MotherWavelet karena Wavelet lainnya lahir dari hasil penskalaan, dilasi dan pergeseran Mother Wavelet (Putra 2010).

Fungsi penskalaan memiliki persamaan:

t ∑ h t- (1)

h0 menyatakan koefisien penskalaan atau koefisien dari filter, sedangkan k menyatakan indeks dari koefisien penskalaan. Angka 0 pada h0 hanya menunjukkan jenis koefisien filter, yang menyatakan pasangan dari jenis koefisien (filter) lainnya. Pasangan tersebut didefinisikan dalam fungsi Wavelet berikut ini:

t ∑ h t- (2)

h0 dan h1 adalah koefisien transformasi berpasangan. h0 disebut juga sebagai low pass filter, sedangkan h1 disebut sebagai high pass filter. h0 berkaitan dengan proses perataan (averages) sedangkan h1 berkaitan dengan proses pengurangan (differences).

Perataan dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata dua pasang data dengan persamaan:

p y (3) Sedangkan pengurangan dilakukan dengan persamaan:

p -y

(4)

Koefisien-koefisien h0 dan h1 dapat ditulis sebagai berikut:

(20)

8

Gambar 11 Dekomposisi Wavelet level 3

Dengan kata lain, h0 adalah koefisien penskalaan karena menghasilkan skala yang berbeda dari citra aslinya, sedangkan h1 adalah Wavelet yang menyimpan informasi penting untuk proses rekonstruksi.

Transformasi Wavelet melakukan dekomposisi pada proses pemfilteran. Proses pemfilteran dibagi dua, yaitu low-pass dan high-pass. Low-pass digunakan pada low-frequency berupa koefisien scaling atau aproksimasi, sedangkan high-pass pada high-frequency berupa koefisien Wavelet.

Wavelet akan membagi citra ke dalam sejumlah komponen yang dinotasikan dengan CA, CH, CV, dan CD. Komponen CA (low-low pass filter)menunjukkan koefisien aproksimasi citra asli, komponen CH (low-high pass filter) menunjukkan perubahan citra pada arah horizontal dan CV (high-lowpass filter) menunjukkan perubahan citra pada arah vertikal, dan komponen CD (high-high pass filter) menunjukkan perubahan citra pada arah diagonal.

Semakin tinggi level dekomposisi, maka ukuran piksel citra hasil dekomposisi akan semakin kecil, panjang dan lebar akan menjadi setengah dari sebelumnya, sehingga ukuran citra menjadi seperempat dari sebelumnya. Gambar 11 memperlihatkan proses transformasi Wavelet diskret.

Wavelet Haar

Wavelet Haar menjadi transformasi wavelet yang paling sederhana dan merupakan langkah awal yang baik untuk tahap proses berikutnya (McAndrew 2004).

Wavelet Haar dilakukan dengan proses perataan (averages) untuk mendapatkan bagian dari gambar yang berfrekuensi rendah dan dilakukan proses pengurangan (differences) untuk mendapatkan bagian dari gambar yang berfrekuensi tinggi (Putra 2010).

Proses dekomposisi Haar menerapkan bank filterdengan h h /√ sebagai koefisien low-pass yang menghasil an citra pende atan dan g /√ , g(1) = - /√ sebagai oefisien high-pass yang menghasilkan citra detail.

(21)

9

Gambar 12 Algoritma Piramida Mallat

Mallat memberi h0=h1= 1/2 sebagai koefisien low-pass yang menghasilkan citra pendekatan dan g0=1/2, g1= -1/2 sebagai koefisien high-pass yang menghasilkan citra detail. Algoritma piramida mallat dapat dilihat pada Gambar 12 (Stollnitz et al. 1995), variable Cj merupakan citra pendekatan, Dj merupakan citra detail, Aj filter low-pass, dan Bjfilter high-pass.

Inti dari piramida Mallat untuk dekomposisi level 1 adalah nilai Cj diperoleh dengan rumus j si si , dan nilai Dj diperoleh dengan rumus Dj=si-Cj. Si adalah

piksel citra yang diambil perkolom, kemudian hasil dari dekomposisi kolom didekomposisi per baris.

K-Fold Cross Validation

K-Fold Cross Validation merupakan metode membagi data menjadi k subset yang ukurannya hampir sama satu dengan yang lainnya. Himpunan subset yang dihasilkan yaitu s1, s2,..., sk yang digunakan sebagai data latih dan data uji. Dalam metode ini dilakukan perulangan sebanyak k kali dimana salah satu subset dijadikan data uji dan k-1 subset lainnya dijadikan data latih (Stone 1974 diacu dalam Fu 1994).

Voting Feature Interval 5 (VFI 5)

Algoritma klasifikasi VFI 5 merepresentasikan deskripsi sebuah konsep oleh sekumpulan interval nilai-nilai feature atau atribut. Pengklasifikasian instance baru berdasarkan voting pada klasifikasi yang dibuat oleh nilai tiap-tiap fitur secara terpisah. Keunggulan algoritma VFI 5 adalah algoritma ini cukup kokoh (robust) terhadap fitur yang tidak relevan. Algoritma VFI 5 mampu menghilangkan pengaruh kurang menguntungkan dari fitur yang tidak relevan dengan mekanisme voting-nya (Guvenir et al. 1998).

Tahap-tahap dalam algoritma VFI 5 yaitu: 1. Pelatihan (Training)

Tahap pertama proses pelatihan adalah menemukan nilai end point suatu feature. End point untuk fitur linier adalah nilai minimum dan maksimum dari suatu fitur. Sedangkan end point untuk struktur nominal adalah semua nilai yang berbeda yang ada pada fitur kelas yang diamati.

(22)

10 melalui pseudocode pada Lampiran 2.

2. Klasifikasi

Tahap ini diawali dengan inisialisasi vote untuk setiap kelas dengan nilai nol. Untuk setiap fitur f dicari interval i dimana ef jatuh.. Jika nilai ef tidak diketahui

(hilang) maka fitur tersebut tidak diikutsertakan dalam proses klasifikasi. Oleh karena itu, fitur yang memiliki nilai tidak diketahui maka diabaikan.

Jika ef diketahui maka interval tersebut ditemukan. Interval tersebut dapat

menyimpan instances pelatihan dari beberapa kelas. Kelas-kelas dalam sebuah interval direpresentasikan oleh vote kelas-kelas tersebut pada interval tersebut.

Setiap fitur f mengumpulkan vote-nya dalam vector, kemudian dijumlahkan untuk memperoleh total vote. Kelas dengan jumlah vote paling tinggi akan diprediksi sebagai kelas dari instance kelas (Guvenir et al. 1998). Algoritma klasifikasidapat dilihat melalui pseudocode pada Lampiran 3.

Confusion Matrix

Confusion matrix merupakan sebuah tabel yang terdiri dari banyaknya baris data uji yang diprediksi benar dan tidak benar oleh model klasifikasi. Tabel ini diperlukan untuk menentukan kinerja suatu model klasifikasi (Tan et al. 2006). Contoh tabel confusion matrix dapat dilihat pada Tabel 1.

 a adalah jumlah contoh kelas 1 yang berhasil diprediksi dengan benar sebagai kelas 1,

 b adalah jumlah contoh kelas 1 yang tidak berhasil diprediksi dengan benar sebagai kelas 1,

 c adalah jumlah contoh kelas 2 yang tidak berhasil diprediksi dengan benar sebagai kelas 2, dan

(23)

11 METODE

Beberapa tahapan dilakukan pada penelitian ini. Tahapan tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi yang diperoleh menggunakan algoritma Voting Feature Interval 5. Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ini diilustrasikan pada Gambar 13.

Mulai

Praproses Citra Daun

K-fold Cross Validation

Data Latih Data Uji

Klasifikasi

Selesai Pelatihan

Perhitungan Akurasi VFI5 Ekstraksi Wavelet

Transform

Gambar 13 Metode Penelitian

Citra Daun

Citra daun yang digunakan pada penelitian ini didapat dari penelitian sebelumnya yaitu skripsi Ramadhan (2012). Citra yang digunakan adalah citra daun Shorea yang sampelnya diambil dari Kebun Raya Bogor.

Dalam pengambilan citra, daun Shorea dipilah-pilah dan diambil yang kualitas daunnya terlihat baik dalam hal bentuk daun yang utuh dan struktur daun yang jelas. Pada proses pengambilan citra dilakukan dengan menggunakan kamera digital. Citra Shorea yang digunakan dalam penelitian ini diambil pada siang hari di dalam ruangan. Citra daun tersebut diberikan latar belakang kertas putih untuk dijadikan citra percobaan baik untuk pelatihan atau pun pengujian.

(24)

12

Praproses Data

Pada tahapan ini, citra yang digunakan diubah terlebih dahulu arah daunnya menjadi searah.

Citra diambil dengan kamera digital yaitu citra RGB diubah menjadi citra grayscale menggunakan rumus 0.2989R + 0.5870G + 0.1140B. Perubahan citra dapat dilihat pada Gambar 14. Grayscale digunakan untuk menyederhanakan model citra agar nilai yang dihasilkan tidak beragam dan untuk mempermudah proses selanjutnya yaitu ekstraksi tekstur menggunakan Wavelet Transform.

Ekstraksi Fitur Wavelet Haar

Citra dianalisis berdasarkan tekstur. Tekstur dapat mencirikan variasi intensitas yang disebabkan oleh kekasaran atau perbedaan warna pada suatu permukaan, sehingga cocok digunakan untuk menganalisis citra daun. Daun Shorea memiliki kemiripan bentuk sedangkan fitur warna sudah diteliti oleh Ramadhan (2012).

Discrete wavelet transform dapat digunakan untuk menganalisis tekstur karena menghasilkan koefisien-koefisien wavelet yang dapat digunakan untuk proses penskalaan. Citra daun dilakukan proses ekstraksi menggunakan discrete wavelet transform 2D famili Haar. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan koefisien aproksimasi (CA) dan koefisien detail (CH, CV, CD).

Koefisien aproksimasi merupakan komponen-komponen yang mewakili citra asli yang telah difilter menggunakan low pass filter. Koefisien detail difilter menggunakan high pass filter. Koefisien aproksimasi dan koefisien detail level 1 akan diproses untuk koefisien aproksimasi level 2 dan seterusnya.

Dekomposisi level yang digunakan pada penelitian ini adalah 6 level hingga 9 level pada setiap komponen dekomposisi. Hal ini bertujuan memperoleh akurasi yang terbaik pada setiap dekomposisi level. Contoh citra daun Shorea dekomposisi 3 level Wavelet Haar dalam bentuk citra aproksimasi (Gambar 15).

Gambar 15 Contoh daun Shorea dekomposisi 3 level

(25)

13 Data Latih dan Data Uji

Data citra dibagi ke dalam dua bagian, yaitu data latih dan data uji. Citra daun yang digunakan adalah daun Shorea dengan 10 species.

Satu species diwakili dengan 10 citra, sehingga total citra ada sebanyak 100 citra. Setiap 10 citra daun tersebut akan diambil 8 citra untuk data latih dan 2 citra untuk data uji. Pada pembagian data menggunakan k-fold cross-validation. Berdasarkan jumlah data, terdapat 10 citra untuk setiap species maka dibuat 5-fold cross validation.

Klasifikasi VFI 5

Citra diklasifikasikan menggunakan algoritma VFI 5 setelah dilakukan pembagian data. Tahap-tahap dalam algoritma VFI 5 yaitu:

1. Pelatihan

Tahap pelatihan merupakan tahapan pertama dalam algoritma VFI 5. Pada tahapan ini, data hasil ekstraksi fitur akan ditentukan nilai end point pada setiap fitur. Kemudian end point tersebut dibentuk interval dari setiap fitur yang ada. Interval terbentuk, kemudian hitung jumlah instance setiap kelas yang ada pada interval tersebut dan lakukan normalisasi. Model dari VFI 5 yaitu hasil yang diperoleh pada setiap tahap pelatihan yang berupa interval.

2. Klasifikasi

Tahap klasifikasi merupakan tahapan kedua dalam algoritma VFI 5 . Pada tahapan ini setiap nilai fitur dari instance citra uji diperiksa letak interval nilai fitur tersebut. Vote-vote setiap kelas untuk setiap fitur pada setiap interval yang bersesuaian diambil dan kemudian dijumlahkan. Kelas yang memiliki nilai total vote tertinggi menjadi kelas prediksi instance tersebut.

Perhitungan Akurasi

Hasil percobaan akan di analisis kesalahan klasifikasi dengan menggunakan confusion matriks kemudian dihitung akurasi secara keseluruhan. Akurasi

Fold Citra daun setiap jenis

(26)

14

diperoleh dengan merata-ratakan confusion matriks dari semua percobaan untuk setiap model. Akurasi dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Lingkungan Pengembangan

Sistem ini dikembangkan dan diimplementasikan dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak sebagai berikut :

1 Perangkat Keras:

Processor Intel® Core™ Duo  Memory 2 GB

 Harddisk kapasitas 80 GB 2 Perangkat Lunak:

 Sistem operasi Microsoft Windows 7 Ultimate  Matlab 7.7 (R2008b)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi dilakukan terhadap 10 species Shorea yaitu Shorea javanica, Shorea johorensis, Shorea lepida, Shorea leprosula, Shorea marcoptera, Shorea materialis, Shorea palembanica, Shorea pinanga, Shorea platycados, Shorea seminis. Masing-masing 10 speciesShorea tersebut memiliki 10 data citra, 8 citra sebagai data latih dan 2 citra sebagai data uji. Sehingga total data latih sebanyak 80 citra dan 20 citra sebagai data uji.

Ada 4 percobaan pada penelitian ini. Citra didekomposisi dari wavelet 6 level sampai dengan 9 level. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa ukuran citra mempengaruhi jumlah fitur. Jumlah fitur tersebut menurun secara drastis mulai dari level 6 yaitu hanya berjumlah 2451 fitur. Pada level 5 jumlah fitur mencapai 9804 fitur. Pelatihan algoritma VFI 5 dengan fitur lebih dari 9804 fitur memerlukan waktu yang cukup lama karena pada tahap pelatihan tersebut dibentuk interval fitur sebanyak lebih dari 9804 fitur. Tabel rancangan percobaan dapat dilihat pada Tabel 3.

(27)

15 Tabel 4 Hasil dekomposisi Wavelet Haar dan jumlah fitur VFI 5

Dekomposisi Level Ukuran Citra Jumlah Fitur

Citra Input 2736 × 3648 9980928 ukuran citra hasil dekomposisi akan dijadikan vektor terlebih dahulu agar dapat digunakan sebagai masukan pada proses klasifikasi VFI 5.

Percobaan 1 : Discrete Wavelete Transform Komponen CA (Citra Aproksimasi)

Citra awal sebagai masukan berukuran 2736 × 3648 piksel kemudian dilakukan ekstraksi fitur Discrete Wavelet Transform famili Haar. Citra yang sudah diekstraksi selanjutnya dilakukan klasifikasi menggunakan VFI 5. Pada percobaan 1 citra daun yang telah dilakukan praproses kemudian diekstrasi Wavelet pada komponen CA (citra aproksimasi). Tabel 5 menunjukkan rata-rata akurasi pada setiap dekomposisi level.

Akurasi setiap species Shorea pada semua level dekomposisi dapat dilihat pada tabel 5. Percobaan ini menghasilkan akurasi rata-rata tertinggi sebesar 66% pada dekomposisi 8 level. Terjadi penurunan akurasi pada level 7 (14%) dan level 9 (11%), sedangkan pada level 8 terjadi peningkatan akurasi sebesar 15%. Masing-masing hal tersebut dikarenakan menurunnya akurasi Shorea palembanica pada level 7, menurunnya akurasi Shorea pinanga pada level 9 dan meningkatnya akurasi Shorea materialis, Shorea pinanga dan Shorea seminis pada level 8. Identifikasi setiap species Shorea diperoleh dari tabel confusion matrix. Identifikasi dianggap benar apabila kelas asal dan kelas prediksi terletak pada indeks baris dan kolom yang sama. Tabel confusion matrix dekomposisi 8 level pada komponen CA (citra aproksimasi) dapat dilihat pada Tabel 6.

(28)

16

Tabel 6 Confusion matrix dekomposisi 8 level komponen CA

(a) (b)

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa speciesShorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik dan memiliki akurasi 100% yaitu Shorea lepida dan Shorea platycados. Shorea yang memiliki akurasi paling rendah yaitu Shorea leprosula. Shorea leprosula sering teridentifikasi sebagai Shorea pinanga. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan tekstur, ukuran, dan bentuk daun pada kedua speciesShorea tersebut, dapat dilihat pada Gambar 16.

Percobaan 2 : Discrete Wavelete Transform Komponen CH (Citra Horizontal) Discrete Wavelet Transform selain akan membagi citra ke dalam CA ( low-low pass filter) juga akan membagi citra ke dalam komponen CH (low-high pass filter) yang menunjukkan perubahan citra pada arah horizontal. Hasil klasifikasi Wavelet citra pada arah horizontal dapat dilihat pada tabel 7. Akurasi setiap species Shorea pada semua level dekomposisi dapat dilihat pada tabel 7. Percobaan ini menghasilkan akurasi rata-rata tertinggi sebesar 71% pada dekomposisi level 6.

Tabel 7 Hasil klasifikasi Wavelet komponen CH

Shorea Kelas Prediksi

(29)

17 Tabel 8 Confusion matrix dekomposisi 6 level komponen CH

Terjadi penurunan akurasi pada level 7 (1%), level 8 (11%) dan level 9 (9%). Penurunan tersebut dikarenakan menurunnya akurasi Shorea seminis pada level 7, menurunnya akurasi Shorea javanica, Shorea pinanga dan Shorea platycados pada level 8, serta menurunnya akurasi Shorea johorensis dan Shorea palembanica pada level 9. Tabel confusion matrix dekomposisi 6 level pada komponen CH (citra horizontal) dapat dilihat pada Tabel 8.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa speciesShorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik dan memiliki akurasi 100% yaitu Shorea lepida dan Shorea platycados. Shorea yang memiliki akurasi paling rendah yaitu Shorea leprosula dan Shorea materialis. Shorea leprosula sering teridentifikasi sebagai Shorea marcoptera dan Shoreapalembanica, hal ini disebabkan karena adanya kemiripan tekstur, ukuran dan bentuk daun. Kemiripan daun dapat dilihat pada Gambar 17.

Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai Shorea pinanga, dikarenakan adanya kemiripan tekstur, bentuk daun dan struktur tulang daun pada speciesShorea tersebut. Kemiripan daun dapat dilihat pada Gambar 18.

(a) (b) (c)

Gambar 17 Kemiripan (a) Shorea leprosula (b) Shorea marcoptera (c) Shorea palembanica

(a) (b)

(30)

18

Percobaan 3 : Discrete Wavelete Transform Komponen CV (Citra Vertikal) Komponen yang ketiga selain CA dan CH yaitu CV (high-low pass filter) menunjukkan perubahan citra pada arah vertikal. Tabel 9 menunjukkan hasil klasifikasi Wavelet citra pada arah vertikal.

Akurasi setiap species Shorea pada semua level dekomposisi dapat dilihat pada tabel 9. Percobaan ini menghasilkan akurasi rata-rata tertinggi sebesar 67% pada dekomposisi level 6. Terjadi penurunan akurasi pada level 7 (6%), level 8 (7%) dan level 9 (5%). Masing-masing hal tersebut dikarenakan menurunnya akurasi Shorea seminis pada level 7, menurunnya akurasi Shorea javanica pada level 8, serta menurunnya akurasi Shorea pinanga pada level 9. Tabel confusion matrix dekomposisi 6 level pada komponen CV (citra vertikal) dapat dilihat pada Tabel 10.

Species Shorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik dan memiliki akurasi 100% yaitu Shorea lepida dan Shorea platycados. Shorea yang memiliki akurasi paling rendah yaitu Shorea leprosula, Shorea materialis, dan Shorea palembanica. Shorea leprosula sering teridentifikasi sebagai Shorea lepida dan Shorea seminis. Hal ini disebabkan kemiripan bentuk daun lonjong, menyempit ke arah ujung daun. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai Shorea javanica, Shorea pinanga¸ dan Shorea platycados, disebabkan adanya kemiripan bentuk daun yang lonjong dan struktur daun selain itu dapat disebabkan adanya pengaruh background dan bayangan pada citra daun tersebut. Shorea palembanica sering teridentifikasi sebagai Shorea platycados. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan tekstur dan bentuk daun ujung lancip pada species Shorea tersebut. Kemiripan daun dapat dilihat pada Gambar 19, Gambar 20 dan Gambar 21.

Tabel 9 Hasil klasifikasi Wavelet komponen CV

Tabel 10 Confusion matrix dekomposisi 6 level komponen CV

(31)

19

(a) (b) (c) Gambar 19 Kemiripan (a) Shorealeprosula (b) Shorea lepida

(c) Shorea seminis

(a) (b) (c) (d) Gambar 20 Kemiripan (a) Shorea materialis (b) Shorea javanica (c) Shorea

pinanga (d) Shorea platycados

(a) (b) Gambar 21 Kemiripan (a) Shorea palembanica

(b) Shorea platycados

Percobaan 4 : Discrete Wavelete Transform Komponen CD (Citra Diagonal) Komponen yang keempat selain CA, CH dan CV yaitu yaitu komponen CD (high-high pass filter) menunjukkan perubahan citra pada arah diagonal. Pada tabel 11 dapat dilihat akurasi setiap speciesShorea pada semua level dekomposisi. Percobaan ini menghasilkan akurasi rata-rata tertinggi sebesar 66% pada dekomposisi level 8.

Tabel 11 Hasil klasifikasi Wavelet komponen CD Dekomposisi

Level

Akurasi Setiap Species Shorea (%)

java joho lepid lepro marco mate palem pinan platy semin

Rata-rata

6 60 40 100 0 80 40 30 30 100 80 56

7 100 50 100 20 70 10 40 50 90 90 62

8 90 50 100 30 80 30 40 70 100 70 66

(32)

20

Tabel 12 Confusion matrix dekomposisi 8 level komponen CD

Akurasi setiap species Shorea pada semua level dekomposisi dapat dilihat pada tabel 11. Percobaan ini menghasilkan akurasi rata-rata tertinggi sebesar 66% pada dekomposisi level 8. Terjadi peningkatan akurasi pada level 7 (6%) dan level 8 (4%), sedangkan pada level 9 terjadi penurunan akurasi sebesar 25%. Masing-masing hal tersebut dikarenakan meningkatnya akurasi Shorea javanica pada level 7, meningkatnya akurasi Shorea pinanga dan Shorea platycados pada level 8serta menurunnya akurasi Shorea materialis dan Shorea pinanga pada level 9.Tabel confusion matrix dekomposisi 6 level pada komponen CV (citra vertikal) dapat dilihat pada Tabel 12.

Species Shorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik dan memiliki akurasi 100% yaitu Shorea lepida dan Shoreaplatycados. Shorea yang memiliki akurasi paling rendah yaitu Shorea leprosula dan Shorea materialis. Shorea leprosula sering teridentifikasi sebagai Shorea javanica dan Shorea marcoptera, disebabkan adanya kemiripan ukuran, bentuk daun bundar telur serta teksturnya yang kasar. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai Shorea javanica. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan bentuk, tekstur yang kasar juga struktur tulang daun pada speciesShorea tersebut, dapat dilihat pada Gambar 22 dan Gambar 23.

(a) (b) (c)

(33)

21

(a) (b)

Gambar 23 Kemiripan (a) Shorea materialis (b) Shorea javanica

Perbandingan Percobaan 1 – Percobaan 4

Percobaan 1 komponen CA didapatkan akurasi tertinggi pada dekomposisi level 8 sebesar 66%, percobaan 2 komponen CH akurasi tertinggi pada dekomposisi level 6 sebesar 71%, percobaan 3 komponen CV akurasi tertinggi pada dekomposisi level 6 sebesar 67% dan pada percobaan 4 komponen CD akurasi tertinggi pada dekomposisi level 8 sebesar 66%.

Grafik akurasi tertinggi dapat dilihat pada Gambar 25. Grafik tersebut menunjukkan bahwa pada komponen CA dan komponen CD akurasi cenderung naik turun, terjadi kenaikan akurasi pada level dekomposisi 8. Pada komponen CH dan komponen CV terjadi penurunan akurasi pada tiap level dekomposisi, dikarenakan semakin tinggi level dekomposisi maka citra yang dihasilkan akan semakin kecil dari citra aslinya.

Percobaan 1 – 4 dapat disimpulkan bahwa komponen CH merupakan komponen yang paling berpengaruh dalam menghasilkan akurasi tertinggi. Hal ini dikarenakan pada komponen CH, citra yang dihasilkan lebih terlihat bentuk daunnya.

Gambar 24 Rata-rata akurasi setiap komponen

(34)

22

Dari hasil percobaan setiap level dekomposisi dan setiap komponen Wavelet, kesalahan identifikasi cenderung sama. Species Shorea yang sering salah teridentifikasi yaitu Shorea leprosula dan Shorea materialis. Untuk lebih jelasnya lihat pada Lampiran 21.

Shorea leprosula salah teridentifikasi sebagai Shorea marcoptera. Kemiripan daun dapat dilihat pada Gambar 25. Kesalahan identifikasi disebabkan adanya kemiripan bentuk daun lonjong dengan bagian terlebar di tengah-tengah, sisinya sejajar, kemiripan ukuran dan tekstur pada kedua daun tersebut.

Shorea materialis salah teridentifikasi sebagai Shorea pinanga. Kemiripan daun dapat dilihat pada Gambar 26. Kesalahan identifikasi disebabkan adanya kemiripan ukuran, bentuk daun ujung lancip pendek dan selain kemiripan, pengaruh background dan bayangan pada kedua daun tersebut dapat menyebabkan kesalahan identifikasi.

SpeciesShorea yang tepat diklasifikasikan pada setiap level dan komponen yaitu Shorea lepida dan Shorea platycados. Hal ini dikarena bentuk dan ukuran daun Shorea lepida dan Shorea platycados cenderung lebih kecil dibandingkan dengan species lainnya, sehingga mudah untuk teridentifikasi. Dapat dilihat pada Gambar 27.

(a) (b)

Gambar 25 Kemiripan (a) Shorea leprosula dan (b) Shorea marcoptera

(a) (b)

Gambar 26 Kemiripan (a) Shorea materialis dan (b) Shorea pinanga

.

(a) (b)

(35)

23 Perbandingan dengan Penelitian Terkait

Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah adalah penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan (2012), Yusniar (2013) dan Masyhud (2013). Penelitian Ramadhan (2012) menggunakan data yang sama yaitu citra daun Shorea dengan penggabungan fitur Wavelet dan histogram warna HSV serta citra grayscale untuk melakukan klasifikasi citra daun Shorea. Species Shorea yang teridentifikasi dengan baik yaitu Shorea javanica. Species Shorea yang menghasilkan akurasi terendah atau sering teridentifikasi salah yaitu Shorea palembanica.

Penelitian Yusniar (2013) menggunakan komponen warna pada citra model RGB dan grayscale. Hasil dari penelitian tersebut yaitu komponen G menghasilkan akurasi paling tinggi dibandingan dengan komponen R dan B. Species Shorea yang teridentifikasi dengan baik yaitu Shorea platycados dan Shorea lepida dan Shorea javanica. Species Shorea yang menghasilkan akurasi terendah atau sering teridentifikasi salah yaitu Shorea materialis dan Shorea johorensis.

Penelitian Masyhud (2013) dengan data yang sama menggunakan komponen warna pada citra model RGB dan HSV. Akurasi tertinggi terdapat pada komponen G dan komponen V. Species Shorea yang teridentifikasi dengan baik yaitu Shorea platycados dan Shorea lepida. Species Shorea yang sering teridentifikasi salah yaitu Shorea materialis.

Dalam penelitian ini akurasi tertinggi terdapat pada komponen CH dan species Shorea yang teridentifikasi dengan baik yaitu Shorea platycados dan Shorea lepida. Species Shorea yang sering teridentifikasi salah yaitu Shorea materialis dan Shorea leprosula.

Tabel 13 Perbandingan akurasi dengan penelitian Shorea sebelumnya

Penelitian Ekstraksi Fitur Clasifier Akurasi (%)

Ramadhan (2012) Histogram HSV

Yusniar (2013) Komponen R + 2DPCA

Komponen G + 2DPCA

Masyhud (2013) Komponen R + Haar (CA)

Komponen G + Haar (CA)

Penelitian ini Grayscale + Haar (CA)

(36)

24

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan metode VFI 5 dan praproses Discrete Wavelet Transform dapat melakukan pengidentifikasian species Shorea, meskipun masih terdapat kesalahan dalam pengidentifikasian. Penelitian ini menghasilkan akurasi tertinggi sebesar 71% pada dekomposisi level 6 pada komponen CH (low-high pass filter) yang menunjukkan perubahan citra pada arah horizontal. Komponen Wavelet yang paling berpengaruh dalam penelitian ini adalah komponen CH (citra horizontal) dibandingkan dengan komponen CA (citra aproksimasi), CV (citra vertikal), dan komponen CD (citra diagonal). Species Shorea yang dapat teridentifikasi dengan baik yaitu Shorea lepida dan Shorea platycados sedangkan yang sulit untuk dibedakan yaitu Shorea leprosula dan Shorea materialis.

Saran

Penelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan yang dapat diperbaiki pada penelitian selanjutnya. Adapun saran untuk penelitian selanjutnya yaitu: 1 Menggunakan fitur tekstur yang lain. Misalnya fitur tekstur yang diturunkan

dari matriks coocurance.

2 Menggunakan algoritma klasifikasi yang lain selain klasifikasi VFI 5 yaitu KNN.

3 Dilakukan praproses berupa pemotongan daun menjadi 3 bagian yaitu bagian pangkal, bagian tengah, dan bagian ujung daun. Algoritma VFI 5 diterapkan pada tiap bagian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Burrus CS, Guo H. 1998. Introduction to Wavelets and Wavelet Transforms, A Primer. New Jersey (USA): Prentice-Hall.

Fu, LiMin. 1994. Neural Network in Computer Intelligence. New York (USA): McGraw Hill.

Guvenir H.A, Demiroz G, Ilter N. 1998. Learning Differential Diagnosis of Erythemato-squamous Diseases Using Voting Feature Interval [Thesis]. Ankara (TR): Departement of Computer Engineering and Information Science, Bilkent University.

Kara B, Watsuji N. 2003. Using Wavelet for Texture classification. IJCI Proceeding of International Conference on Signal Processing [Internet]. [diunduh 2013 Maret 15]. Tersedia pada: http://www.wseas.us/e-library/conferences/digest2003/papers/463-228.pdf

(37)

25 Masyhud, Septy Kurniawati. 2013. Identifikasi Daun Shorea Menggunakan KNN Berdasarkan Komponen Warna Dengan Praproses Discrete Wavelet Transform [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

McAndrew A. 2004. An Introduction to Digital Image Processing with MATLAB. Boston (USA): Thomson Course Technology.

Newman et al. 1999. Pedoman Identifikasi Pohon-pohon Dipterocarpaceae Jawa sampai Nugini. Bogor (ID): PROSEA INDONESIA.

Putra, Darma. 2010. Pengenalan Citra Digital. Yogyakarta (ID): C.V Andi Offset. Ramadhan, Iman Akbar. 2012. Identifikasi Daun Shorea Dengan Backpropagationneural Network Menggunakan Ekstraksi Fitur Discrete Wavelet Transform Dan Ekstraksi Warna Hsv [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Stollnitz EJ, DeRose TD, Salesin DH. 1995. Wavelet for Computer Graphics: A

Primer Part 2 [Internet]. [diacu 2013 Maret 15]. Tersedia dari: http://research.microsoft.com/pubs/75446/waveletsforcomputergraphicspart2.p df

Tan P, Steinbach M, Kumar V. 2006. Introduction to Data Mining. Boston (USA): Pearson Education Inc.

(38)

26

Lampiran 1 Deskripsi citra dekomposisi Citra Asli

Level 1

CA1 CH1 CV1 CD1

Level 2

CA2 CH2 CV2 CD2

Level 3

CA3 CH3 CV3 CD3

Level 4

(39)

27 Level 5

CA5 CH5 CV5 CD5 Level 6

CA6 CH6 CV6 CD6

Level 7

CA7 CH7 CV7 CD7 Level 8

CA8 CH8 CV8 CD8 Level 9

(40)

28

Lampiran 2 Pseudocode algoritma training train(Training sets):

for each end point p in EndPoint[f]

form a point interval from end point p

form a range interval between p and the next endpoint ≠ p else /*f is nominal*/

each distinct point in EndPoints[f] forms a point interval for each interval I on feature dimension f

for each class c

interval_count[f,i,c] = 0 count_instance(f,TrainingSet);

for each interval I on feature dimension f for each class c

interval_vote[f,i,c] = interval_count [f,i,c]/class_count[c]normalize Interval_vote[f,i,c]

/*such that ∑c interval_vote[f,i,c] = 1*/

Lampiran 3 Pseudocode algoritma klasifikasi classify(e);/*e:example to be classified*/

feature_vote[f,c] = interval_vote[f,i,c] for each class c

vote[c] = vote[c]+feature_vote [f,c]*weight[f];

(41)

29 Lampiran 4 Confusion matrix pada dekomposisi 6 level komponen CA

Lampiran 5 Confusion matrix pada dekomposisi 6 level komponen CH

Lampiran 6 Confusion matrix pada dekomposisi 6 level komponen CV

(42)

30

Lampiran 7 Confusion matrix pada dekomposisi 6 level komponen CD

Lampiran 8 Confusion matrix pada dekomposisi 7 level komponen CA

Lampiran 9 Confusion matrix pada dekomposisi 7 level komponen CH

(43)

31 Lampiran 10 Confusion matrix pada dekomposisi 7 level komponen CV

Lampiran 11 Confusion matrix pada dekomposisi 7 level komponen CD

Lampiran 12 Confusion matrix pada dekomposisi 8 level komponen CA

(44)

32

Lampiran 13 Confusion matrix pada dekomposisi 8 level komponen CH

Lampiran 14 Confusion matrix pada dekomposisi 8 level komponen CV

Lampiran 15 Confusion matrix pada dekomposisi 8 level komponen CD

(45)

33 Lampiran 16 Confusion matrix pada dekomposisi 9 level komponen CA

Lampiran 17 Confusion matrix pada dekomposisi 9 level komponen CH

Lampiran 18 Confusion matrix pada dekomposisi 9 level komponen CV

(46)

34

Lampiran 19 Confusion matrix pada dekomposisi 9 level komponen CD

Lampiran 20 Confusion matrix percobaan 1 - percobaan 4

(47)

35 Lampiran 21 Hasil identifikasi speciesShorea percobaan 1 - percobaan 4

Level Komponen Identifikasi Benar Identifikasi Salah

(48)

36

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 23 September 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hudri Supardi, SE dan Ibu Dedeh Kusmiati, SPdI.

Gambar

Gambar 5 Daun Shorea
Gambar 12 Algoritma Piramida Mallat
Gambar 13 Metode Penelitian
Tabel 3 Rancangan percobaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

sudah baik, c) materi e-learning interaktif sesuai dengan silabus, d) e- learning dapat digunakan dengan mudah, e) Aktivitas/kegiatan lainnya di web sesuai dengan jenis kegiatan

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka penulis menarik kesimpulan, yaitu pengguna e-learning dokeos pada prodi sistem informasi dan informatika

Sesuai dengan Peraturan KPU no 9 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Tahapan, Program dan Jadwal Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta Keputusan

Komite Bersama adalah komite yang dibentuk oleh Para Pihak untuk merumuskan kebijakan dan arahan untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan transnasional dan

Menurut Kurniawan (2010:4) “PHP merupakan script untuk pemrograman webserver-side, script yang membuat dokumen HTML, secara on the fly, dokumen HTML yang dihasilkan

2) R.H. Soltou, Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang dengan

(4) Hal serupa juga dapat dilihat pada penelitian Ajaz Malik et al di India tahun 2011, pada 73 pasien batu empedu dengan kolesistektomi, yang memiliki lebih dari satu

Konsep desain pada areal selamat datang FP Unud adalah formal dengan tatanan tradisional Bali, konsep tersebut telah sesuai dengan tujuan penelitiannya, yaitu menciptakan