• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Kualitas Air Pada Kolam Pemeliharaan Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1854)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika Kualitas Air Pada Kolam Pemeliharaan Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1854)"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA KUALITAS AIR

PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN TENGADAK

(

Barbonymus schwanenfeldii

Bleeker, 1854)

ARINTA DWI HAPSARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Kualitas Air Pada Kolam Pemeliharaan Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1854) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Arinta Dwi Hapsari

(4)

ABSTRAK

ARINTA DWI HAPSARI. Dinamika Kualitas Air Pada Kolam Pemeliharaan Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii, Bleeker 1854). Dibimbing oleh HEFNI EFFENDI dan YOSMANIAR.

Ikan tengadak merupakan salah satu ikan yang populasinya semakin berkurang akibat penangkapan dan pencemaran lingkungan. Upaya untuk menjaga keberadaan populasi ini adalah dengan budidaya. Kualitas air yang baik sangat mempengaruhi optimalisasi hasil budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika kualitas air dan mengetahui tingkat pencemaran selama pemeliharaan ikan tengadak. Penelitian dilakukan pada sembilan kolam yang terdiri dari tiga perlakuan (pemberian pakan 3%, 6%, dan 9% dari biomassa total) dengan masing-masing tiga kali ulangan. Selama penelitian, didapatkan suhu berkisar antara 22,8 sampai 26,3 °C; kecerahan antara 16 sampai 46 cm; warna hijau sampai coklat; pH antara 6,46 sampai 7,74; DO antara 0,7 sampai 5,29 mg/L; alkalinitas antara 31,85 sampai 104,7 mg/L; nitrit antara 0 sampai 0,393mg/L; nitrat antara 0,14 sampai 0,637 mg/L; amonia antara 0,0006 sampai 0,01 mg/L; ortofosfat antara 0 sampai 0,343 mg/L. Air Sungai Ciapus yang dijadikan sumber masukan memiliki tingkat pencemaran baik sampai sedang, begitupun air selama pemeliharaan. Kualitas air terbaik terdapat pada kolam perlakuan pemberian pakan 3% dan pertumbuhan terbaik adalah perlakuan pemberian pakan 9%.

Kata kunci : ikan tengadak, kualitas air, pencemaran

ABSTRACT

ARINTA DWI HAPSARI. Water Quality Dynamics in Cultivation Ponds of Tinfoil Barb (Barbonymus schwanenfeldii, Bleeker 1854). Supervised by HEFNI EFFENDI and YOSMANIAR.

Tinfoil barb is a freshwater species, which population has been declining because of catch and environmental pollution. An attempt to keep this population is by aquaculture or cultivation. Good water quality was strongly influenced by the optimization of cultivation. This research was aimed to determine the dynamics of water quality and pollution level during cultivation. The research was conducted on nine ponds consisting of three treatments (feeding of 3%, 6%, and 9% of total biomass) with each of three replicates. During the research, the temperature ranged between 22,8 to 26,3 °C; transparancy between 16 to 46 cm; the colours was green to brown; pH between 6,46 to 7,74; DO between 0,7 to 5,29 mg/L; alcalinity between 31,85 to 104,7 mg/L; nitrite between 0 to 0,393mg/L; nitrate between 0,14 to 0,637 mg/L; ammonia between 0,0006 to 0,01 mg/L; ortophosphate between 0 to 0,343 mg/L. Ciapus River water used as an input for the culture had a good pollution level and moderate pollution level. The best water quality was found in feeding of 3% and the best growth rate was found in feeding of 9%.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DINAMIKA KUALITAS AIR

PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN TENGADAK

(

Barbonymus schwanenfeldii

Bleeker, 1854)

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Dinamika Kualitas Air Pada Kolam Pemeliharaan Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1854)

Nama : Arinta Dwi Hapsari

NIM : C24090023

Disetujui oleh

Dr Ir Hefni Effendi, M Phil Pembimbing I

Ir Yosmaniar, M Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Majariana Krisanti, S Pi, M Si Plh. Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia dan hidayah-Nya, karena skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana Perikanan dan diberi judul Dinamika Kualitas Air Pada Kolam Pemeliharaan Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1854).

Selesainya skripsi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pelaksanaan penelitian hingga proses penyusunan skripsi ini. Karenanya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada,

1. Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M. Phil dan Ibu Ir. Yosmaniar, M. Si selaku pembimbing yang telah memberikan banyak sekali masukan dan bimbingan untuk penyusunan skripsi ini,

2. Bapak Charles P. H. Simanjuntak, S.Pi, M. Si selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan masukan untuk akademik penulis,

3. Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc dan Bapak Ir. Agustinus M. Samosir, M. Phil, selaku Ketua Departemen dan Ketua Program Studi MSP yang banyak memberikan bantuan moral dan dukungan penuh dalam penyusunan skripsi ini,

4. Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc dan Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku penguji tamu dan penguji departemen yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini,

5. Ibu Ir. Retna Utami, M. Sc, selaku Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Air Tawar Bogor beserta seluruh jajarannya atas kesempatan, dana, dan bimbingannya dalam penelitian ini, 6. Kedua orang tua penulis, Bapak Drs. Slamet Yuwono dan Ibu dukungan dan ikatan keluarga selama penulis kuliah,

8. Teman-teman MSP 46, teman asrama TPB, teman Wisma Ar-Riyadh,

9. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran dan kritik sangat penulis harapkan demi sempurnanya usulan penelitian ini.

Bogor, Oktober 2013

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iv

PRAKATA ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

METODE ... 2

Waktu dan Tempat ... 2

Alat dan Bahan ... 2

Rancangan Percobaan ... 2

Metode Penelitian ... 3

Analisis Data ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

Hasil ... 6

Pembahasan ... 15

SIMPULAN DAN SARAN ... 20

Simpulan ... 20

Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 20

LAMPIRAN ... 23

(11)

DAFTAR TABEL

1 Model rancangan acak kelompok ... 3 2 Parameter fisika-kimia perairan yang diamati beserta metode/alat yang

digunakan ... 4 3 Penetuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air (Canter 1997

dalam KepMen LH No 115 tahun 2003) ... 5 4 Penentuan status mutu air berdasarkan Indeks STORET ... 5 5 Hasil Pengamatan Warna Perairan Secara Visual ... 8

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir perumusan masalah ... 2 2 Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) ... 4 3 Rata-rata fluktuasi suhu pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-), 6%

(-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001 (---) dan Boyd 1981 (...) ... 7 4 Rata-rata fluktuasi kecerahan pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-),

6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan ... 7 5 Rata-rata fluktuasi pH pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-), 6%

(-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan 7 Rata-rata fluktuasi alkalinitas pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-),

6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Boyd 1988 (...) ... 9 8 Rata-rata fluktuasi nitrit pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-), 6%

(-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001 (---) dan Boyd 1990 (...) ... 10 9 Rata-rata fluktuasi nitrat pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-), 6%

(12)

11 Rata-rata fluktuasi nitrit pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-), 6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Boyd 1988 (...) ... 11 12 Rata-Rata Fluktuasi Suhu (a), pH (b), dan DO (c) pada perlakuan

pemberian pakan 3% (-◊-), 6% (-□-), dan 9% (-∆-) di pengamatan 24 jam ... 12 13 Rata-Rata Fluktuasi Suhu (a), pH (b), dan DO (c) pada perlakuan

pemberian pakan 3% (-◊-), 6% (-□-), dan 9% (-∆-) di pengamatan 24 jam ... 13 14 Tingkat Pencemaran Kolam Pemeliharaan Berdasarkan Indeks Kualitas

Air STORET ... 13 15 Tingkat Pencemaran Air Sungai Ciapus Berdasarkan Indeks Kualitas

Air STORET ... 14 16 Derajat Kelangsungan Hidup Ikan Tengadak selama Masa

Pemeliharaan ... 14 17 Laju Pertumbuhan Harian Ikan Tengadak Selama Pemeliharaan ... 15

DAFTAR LAMPIRAN

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan tengadak atau ikan lampam (Barbonymus schwanenfeldii) merupakan ikan air tawar yang memiliki wilayah penyebaran di Kalimantan, Sumatera, Sungai Mekong, Chao Phraya, Peninsula (Pahang, Perak, Kelantan, Terengganu, Selangor), dan Sarawak Malaysia (Kamarudin dan Esa 2009; Luna dan Bailly 2012). Keberadaan ikan tengadak sudah mulai berkurang akibat tingginya tingkat penangkapan di alam (Huwoyon dkk 2010) dan tingginya tingkat pencemaran di habitat aslinya (Alavi dkk 2009).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga keberadaan ikan tengadak ini adalah dengan budidaya. Ikan tengadak mempunyai prospek yang baik untuk dibudidayakan baik untuk ikan konsumsi ataupun sebagai ikan hias (Eslamloo dkk2012). Menurut Kristanto dkk (2008) dalamHuwoyon dkk(2010), ikan tengadak memiliki ukuran mencapai 1 kg/ekor jika dibandingkan dengan ikan nilem dari Jawa Barat yang hanya mencapai ukuran 100-200 g/ekor.

Pemberian pakan buatan yang bersisa menjadikan kandungan bahan pencemar pada kolam meningkat. Selain itu, sisa metabolisme ikan juga menjadi masukan bahan pencemar dalam kolam. Hal ini menyebabkan perubahan kualitas air pada kolam pemeliharaan.

Peningkatan produksi ikan pada budidaya membutuhkan manajemen yang sangat baik, salah satunya adalah kualitas air. Kualitas air yang baik akan meningkatkan kualitas air kolam dan produktivitas ikan (Biro 1995). Kondisi perairan yang tidak optimal dapat menyebabkan masalah dalam adaptasi dan resiko kematian.

Sumber air kolam, misalnya dari sungai, menjadikan kualitas air pada kolam pemeliharaan bergantung pada kondisi sumber air tersebut. Kondisi perairan yang sangat mempengaruhi pendederan ikan tersebut menjadikan diperlukannya kajian kebutuhan kualitas air yang baik untuk benih ikan tengadak.

Perumusan Masalah

(15)

2

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dinamika kualitas air dan mengetahui tingkat pencemaran selama pemeliharaan ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii).

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi dasar untuk mengetahui kondisi perairan yang dapat ditolerir ikan tengadak, utamanya pada budidaya yang dilakukan di luar habitat aslinya.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Kolam Penelitian Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung Bogor pada bulan April-Juni 2013. Pengukuran kualitas air dilakukan pada Laboratorium Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih ikan tengadak, pakan komplit 781-1, akuades, kertas pH, kertas saring Whatman no. 42, HCl, indikator pp, NaOH, indikator BCG+MR, murexide, Na-EDTA, MnSO4, NaOH+KI, H2SO4, amylum, Na-thiosulfat, Chlorox, Phenate, NED, Brucine, Ammonium molybdate, dan SnCl2. Sedangkan alat yang digunakan adalah botol sampel, botol BOD, buret, termometer, secchi disk, spektrofotometer, labu takar, gelas ukur, erlenmeyer, bulb, gelas arloji, pipet, hotplate, dan inkubator.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan masing-masing 3 kelompok. Perlakuan yang diberikan adalah perbedaan pemberian pakan; 3% dari bobot tubuh (perlakuan A), 6% dari bobot tubuh (perlakuan B), dan 9% dari bobot tubuh (perlakuan C). Model linier aditif dari rancangan kelompok dapat dituliskan sebagai berikut (Walpole 1993)

(16)

3

Keterangan :

Xij = Hasil pengamatan perlakuan pakan ke-i, kelompok ke-j µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan pakan ke-i

βj = Pengaruh kelompok ke-j

ɛij = Pengaruh galat perlakuan pakan ke-i, kelompok ke-j Dengan menggunakan hipotesis :

H0 = Tidak ada pengaruh perlakuan pakan terhadap kualitas air (α1 = α2 = α3)

H1 = Minimal ada satu perlakuan pakan yang berpengaruh terhadap kualitas air (α1≠ α2≠ α3)

Keterangan :

ti = Perlakuan pakan ke-i rj = Kelompok ke-j

P1 = Ikan tengadak dengan pemberian pakan 3% dari bobot tubuh P2 = Ikan tengadak dengan pemberian pakan 6% dari bobot tubuh P3 = Ikan tengadak dengan pemberian pakan 9% dari bobot tubuh

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental pada kolam percobaan dan terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap persiapan (persiapan kolam dan benih) dan pengamatan kualitas air.

Persiapan Kolam

Kolam yang digunakan berukuran 200 x 200 x 80 cm sebanyak 9 kolam. Pengurasan dilakukan untuk membersihkan kolam dari penggunaan sebelumnya dilanjutkan dengan pengapuran selama ± 24 jam, selanjutnya air dibuang dari kolam dan diisi kembali dengan tinggi ± 40 cm menggunakan air berasal dari Sungai Ciapus. Setelah 24 jam, air kolam dapat digunakan.

Persiapan Benih

Benih yang digunakan berasal dari pembudidaya ikan tengadak di Cijeruk, Bogor. Panjang awal rata-rata benih 3,72 cm dan bobot awal rata-rata 0,69 gram. Padat tebar yang digunakan adalah 30 ekor/m2.

Tabel 1 Model rancangan acak kelompok

ti

rj

P1 P2 P3

1 X11 X21 X31

2 X12 X22 X32

(17)

4

Pengukuran Kualitas Air

Pemeliharaan dilakukan selama 45 hari, dengan pengukuran kualitas air dilakukan sebelum penebaran benih ikan (hari ke-0), pada masa pemeliharaan (hari ke-9 dan ke-27), dan pada akhir pemeliharaan (hari ke-45) setiap pukul 06.30 dengan parameter yang diukur adalah parameter fisika (suhu, kecerahan, dan warna) dan kimia (pH, oksigen terlarut (DO), alkalinitas, nitrit (NO2), nitrat (NO3), amonia (NH3), dan ortofosfat). Pengukuran kualitas air harian dilakukan setiap pukul 06.30 pagi sebelum dilakukan pengurangan air kolam sekitar 50% untuk pengukuran bobot dan panjang ikan. Selanjutnya air yang dibuang diganti dengan air dari Sungai Ciapus.

Selain itu dilakukan juga pengukuran untuk mengetahui sebaran pH, suhu, dan DO selama 24 jam. Pengukuran dilakukan dengan interval waktu 6 jam, yaitu pada pukul 17.00, 23.00, 05.00, 11.00, dan 17.00.

Analisis Data

Analisa Deskriptif

Analisa deskriptif digunakan untuk melihat perubahan kualitas air pada kolam pendederan dan membandingkannya dengan kriteria baku mutu berdasarkan baku mutu perairan untuk perikanan budidaya.

Tabel 2 Parameter fisika-kimia perairan yang diamati beserta metode/alat yang digunakan

No Parameter Satuan Alat/Metode Analisis Fisika

1 Suhu oC Termometer/pemuaian In situ

2 Kecerahan m Secchi disk In situ

3 Warna Visual In situ

Kimia

1 pH - pH meter In situ

2 DO mg/l DO meter In situ

3 Alkalinitas mg/l Titrasi H2SO4 Laboratorium

4 NO3-N mg/l Metode Brucine Laboratorium

5 NH3-N mg/l Metode Phenate Laboratorium

6 NO2-N mg/l Metode Sulfanilamide Laboratorium

(18)

5

Indeks STORET

Analisa data kualitas air dengan metode STORET (Storage dan Retrieval) adalah untuk mengetahui tingkat mutu kualitas perairan setiap kolam dan setiap waktu pengamatan yang dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Melakukan pengumpulan data kualitas air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data)

2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan peruntukannya.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi baku mutu maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi baku mutu maka diberi skor tertentu sesuai dengan sistem skor pada Tabel 3.

Tabel 3 Penetuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air (Canter 1997 dalam KepMen LH No 115 tahun 2003)

Jumlah contoh *)

Nilai Parameter

Fisika Kimia Biologi

<10 dijumlahkan, selanjutnya dari total skor dapat ditentukan status mutu perairan dengan menggunakan sistem skor untuk mengetahui status mutu air pada Tabel 4.

Tabel 4 Penentuan status mutu air berdasarkan Indeks STORET

Skor Kriteria

Derajat kelangsungan hidup (Survival Rate, SR) dihitung menggunakan rumus Ricker (1975) yaitu

Keterangan :

SR = Derajat kelangsungan hidup (SR)

(19)

6

Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian atau Spesific Growth Rate (SGR) merupakan laju pertambahan bobot individu dalam persen dan menurut Ricker (1975) dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut

Keterangan :

SGR = Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram) W0 = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram)

∆t = Lama pemeliharaan (hari)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Karakteristik Kualitas Air

Parameter fisika yang diukur pada pengamatan kualitas air adalah suhu, kecerahan, dan warna (Lampiran 1). Parameter suhu dan kecerahan penting diketahui karena erat kaitannya dengan kelangsungan hidup ikan tengadak. Pengamatan warna dilakukan secara visual untuk mendeskripsikan kondisi perairan selama masa penelitian.

Parameter kimia yang diukur pada pengamatan kualitas air adalah pH, DO, alkalinitas, nitrit (NO2), nitrat (NO3), amonia (NH3), dan ortofosfat (Lampiran 1). Pengukuran parameter tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi perairan selama masa pemeliharaan dan dapat dilihat pengaruh yang terjadi akibat perubahan nilai parameter tersebut terhadap pertumbuhan ikan tengadak.

(20)

7

Pengukuran kecerahan tidak dilakukan pada awal penelitian karena air yang diamati adalah air Sungai Ciapus yang kecerahannya tidak dapat dibandingkan dengan kecerahan air kolam. Hampir di seluruh kolam terjadi penurunan kecerahan di setiap pengamatan. Peningkatan kecerahan hanya terjadi pada perlakuan pakan 9% di hari ke-27 (Gambar 3)

Pengamatan warna perairan dilakukan untuk mengetahui gambaran kondisi perairan di kolam pemeliharaan. Pengamatan ini dilakukan secara visual pada hari ke-9, ke-27, dan ke-45 (Tabel 5).

Gambar 4 Rata-rata fluktuasi kecerahan pada perlakuan pemberian pakan 3%

(-◊-), 6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu

(21)

8

Warna tampak kolam pemeliharaan adalah coklat dan hijau. Perubahan yang tidak signifikan terjadi pada kolam dengan perlakuan pakan 3%. Hampir selama masa pemeliharaan, kondisi kolam perlakuan 3% cenderung kehijauan. Sedangkan pada perlakuan pakan 6% dan 9%, beberapa kolam berwarna cenderung coklat dan hijau pekat terutama pada pengamatan hari ke-27 (Tabel 5).

Nilai pH selama masa pemeliharaan berkisar antara 6,46 sampai 7,74. Terjadi peningkatan pH di seluruh kolam pada pengamatan hari ke-27. Kisaran rata-rata pH pada hari ke-27 adalah 7,19 – 7,34. Rata-rata pH tertinggi terdapat pada kolam dengan perlakuan pakan 9% di hari ke-27, yaitu 7,35. Rata-rata terendah didapatkan pada kolam dengan perlakuan pakan 3% pada pengamatan hari ke-45 (Gambar 4).

Pengukuran oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO) menghasilkan nilai antara 0,7 – 5,29 mg/L. Kisaran rata-rata DO pada kolam dengan perlakuan pakan 3% adalah 3,05 – 4,78 mg/L dengan pengukuran tertinggi terdapat pada hari ke-9 dan pengukuran terendah terdapat pada hari ke-45. Kolam perlakuan pakan 6% memiliki rata DO terendah pada hari ke-45 dengan nilai 2,44 mg/L dan rata-rata DO tertinggi pada hari ke-9 dengan nilai 4,33 mg/L. Perlakuan pakan 9%,

Tabel 5 Hasil Pengamatan Warna Perairan Secara Visual

Hari Ke- Perlakuan

Pemberian Pakan 3% Pemberian Pakan 6% Pemberian Pakan 9%

9 hijau - hijau pekat hijau – coklat hijau – coklat

kehijauan

27 hijau – hijau kecoklatan hijau kecoklatan – coklat terang

hijau pekat – hijau kecoklatan

45 coklat kehijauan hijau – coklat kehijauan hijau – coklat

(22)

9

memiliki kisaran DO rata-rata selalu lebih rendah dibanding perlakuan yang lain di tiap pengamatan (Gambar 5).

Nilai alkalinitas pada masa pemeliharaan berkisar antara 31,85 – 104,65 mg/L. Pada pengamatan hari ke-9, terjadi penurunan alkalinitas pada perlakuan pakan 3% dan 6%. Selanjutnya pada hari ke-27, kadar alkalinitas mengalami peningkatan pada kolam 6%. Pengamatan hari ke-45 menunjukkan terjadi peningkatan di seluruh perlakuan (Gambar 6).

Nilai nitrit yang didapatkan berkisar antara 0 – 0,393 mg/L. Kisaran nitrit tertinggi terdapat pada air Sungai Ciapus, yaitu 0,08 – 0,48 mg/L. Selama masa pemeliharaan, rata-rata nitrit tertinggi terdapat pada kolam dengan perlakuan Gambar 7 Rata-rata fluktuasi alkalinitas pada perlakuan pemberian pakan 3%

(23)

10

pakan 6% di hari ke-9, yaitu 0,14 mg/L. Rata-rata nitrit terendah terdapat pada perlakuan pakan 3% di hari ke-9, yaitu 0,01 mg/L (Gambar 7).

Gambar 8 menunjukan bahwa kadar nitrat semakin menurun selama masa pemeliharaan. Kadar nitrat tertinggi terdapat pada air Sungai Ciapus yang dijadikan air sumber untuk pengisian kolam pemeliharaan (1,06 – 2,29 mg/L). Pada pengamatan hari ke-9, rata-rata nitrat yang terukur berkisar antara 0,31 – 0,36 mg/L. Pada hari ke-27, terjadi penurunan rata-rata nitrat, yaitu antara 0,2 – 0,29 mg/L. Sedangkan pada hari ke-45, hanya terjadi peningkatan kadar nitrat pada perlakuan pakan 9% dan untuk perlakuan yang lain terjadi penurunan.

Gambar 9 Rata-rata fluktuasi nitrat pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-), 6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001 (---) dan Boyd 1982 (...)

(24)

11

Kadar amonia yang terukur berkisar antara 0,0006 – 0,010 mg/L. Amonia mengalami peningkatan pada hari ke-27. Pada pengamatan hari ke-45, seluruh kadar amonia di seluruh kolam mengalami penurunan (Gambar 9).

Selain kadar nitrogen, dilakukan pula pengukuran kadar fosfat. Pada pengamatan ini, fosfat yang diukur berbentuk ortofosfat. Nilai ortofosfat yang terukur adalah antara 0 – 0,343 mg/L. Peningkatan rata-rata kadar ortofosfat terjadi pada hari ke-9 dengan kisaran 0,19 – 0,28 mg/L. Pada pengamatan hari ke-27, terjadi penurunan dengan kisaran 0,02 – 0,07 mg/L. Pengamatan hari ke-45 menunjukkan terjadi peningkatan dengan kisaran niai 0,13 – 0,17 mg/L (Gambar 10).

Gambar 11 Rata-rata fluktuasi nitrit pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-), 6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Boyd 1988 (...)

(25)

12

Rancangan Acak Kelompok

Pada analisis dengan rancangan acak kelompok, perlakuan yang digunakan adalah perbedaan persentase pakan dan kelompok yang digunakan adalah ulangan kolam. Analisis dilakukan untuk setiap parameter kualitas air yang diukur, kecuali parameter warna dan uji statistik dilakukan pada setiap waktu pengamatan. Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan, untuk seluruh parameter di setiap waktu pengamatan memiliki nilai F hitung lebih kecil dari pada F tabel. Hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh perbedaan perlakuan pakan terhadap perubahan parameter kualitas air yang diukur (selang kepercayaan 95%).

Pola penyebaran Suhu, pH, dan DO selama 24 Jam

Penyebaran suhu selama 24 jam rata-rata mengalami penurunan pada malam hari, dan semakin rendah pada pukul 05.00. Selanjutnya, suhu semakin meningkat pada siang hari dan kembali turun pada sore hari. Kisaran suhu tertinggi terdapat pada pukul 11.00 yaitu antara 28,7 – 29,7 °C. Kisaran terendah terjadi pada pukul 05.00 yaitu 25,07 – 25,4 °C (Gambar 11a).

Pada pengukuran harian, pH yang terukur berkisar antara 6,94 – 8,55. Nilai pH tertinggi terdapat pada pukul 17.00 yaitu 8,13 – 8,32. Sedangkan nilai pH terendah adalah pada pukul 05.00 yaitu antara 7,19 – 7,29 (Gambar 11 b)

(26)

13

Tingkat Pencemaran Menurut Indeks Kualitas Air STORET

Setelah dilakukan pengukuran kualitas air, dilakukan pula penentuan tingkat pencemaran berdasarkan Indeks Kualitas Air STORET. Analisis dilakukan untuk air pemeliharaan dan air sumber kolam pemeliharaan.

Gambar 12 menunjukan bahwa seluruh kolam dengan perlakuan pemberian pakan 3% tergolong memiliki kondisi yang baik. Pada kolam perlakuan pemberian pakan 6%, terdapat satu kolam yang memiliki tingkat pencemaran tergolong baik. Pada kolam perlakuan pemberian pakan 9%, seluruhnya memiliki tingkat pencemaran tergolong sedang.

(27)

14

Gambar 13 menunjukan bahwa kondisi pencemaran di Sungai Ciapus tergolong baik sampai sedang. Nilai pencemaran di sungai ini adalah -11 dan -10. Pada sore hari, secara umum kondisi perairan lebih baik dibandingkan pada pagi dan siang hari.

Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup terendah terdapat pada kolam dengan perlakuan pakan 9% yaitu sebesar 94% dan derajat kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada kolam dengan perlakuan pakan 3% yaitu 96% (Gambar 14).

Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian ikan tengadak paling besar terdapat pada kolam perlakuan pakan 9%. Sedangkan laju pertumbuhan harian terendah terdapat pada kolam perlakuan pakan 3%. Laju pertumbuhan harian ikan berkisar antara 4,93% - 6,03% (Gambar 15).

Gambar 16 Derajat Kelangsungan Hidup Ikan Tengadak selama Masa Pemeliharaan

(28)

15

Pembahasan

Karakteristik Kualitas Air

Pengukuran kualitas air penting dilakukan dalam budidaya perikanan. Mutu parameter fisika, kimia, dan biologi turut menentukan kualitas air kolam. Tingkat metabolisme pada perairan kolam juga dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan. Kualitas air yang baik dicirikan dengan cukupnya oksigen dan kadar nutrien (Ekubo dan Abowei 2011; Kanagu dkk 2010; Eslamloo dkk2012).

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada hari ke-9, ke-27, dan ke-45, suhu kolam pemeliharaan seluruhnya sesuai dengan baku mutu perairan untuk perikanan budidaya menurut PP RI No. 82 Tahun 2001. Namun jika dibandingkan dengan baku mutu menurut Boyd (1982), didapatkan bahwa suhu pada air sumber (hari ke-0) dan pada waktu pengamatan hari ke-9 untuk perlakuan pemberian pakan 9% melebihi baku mutu. Sedangkan pada pengukuran 24 jam, didapatkan bahwa suhu perairan melebihi baku mutu pada pengukuran pukul 11.00 di kolam dengan perlakuan pakan 3% dan 6%. Namun suhu yang terukur masih berada pada kisaran suhu di habitat asli ikan tengadak, 20,4 – 33,7 °C (Luna dan Bailly 2012). Penelitian pada juvenil Barbus barbus, menunjukan bahwa kondisi perairan, pertumbuhan, dan pemanfaatan pakan yang optimum terjadi pada suhu 21 – 25 °C (Kaminski dkk 2010).

Perbedaan suhu yang terukur selama masa pemeliharaan dipengaruhi oleh sirkulasi udara, waktu pengukuran, dan cuaca di lingkungan pemeliharaan. Suhu perairan berpengaruh terhadap proses fisik, biologi dan kimia badan air, serta berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan (Effendi 2003). Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting karena dapat mempengaruhi metabolisme biota akuatik, konsumsi oksigen, pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, serta mempengaruhi nafsu makan ikan (Kanagu dkk200; Sukarti dkk202). Kecerahan dipengaruhi oleh keberadaan fitoplankton. Kecerahan yang terukur selama masa pemeliharaan juga tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan kolam pemeliharan semakin menurun seiring dengan perubahan warna yang semakin pekat. Kecerahan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya matahari

Gambar 17 Laju Pertumbuhan Harian Ikan Tengadak Selama Pemeliharaan

(29)

16

ke dalam perairan yang akan dimanfaatkan oleh plankton dan organisme heterotrof lainnya untuk berfotosintesis. Menurut Pulungan (1987) dalam Huwoyon dkk (2010), ikan tengadak umumnya dapat dijumpai pada kecerahaan antara 40 – 120 cm dengan keadaan arus lemah atau pada tempat-tempat yang merupakan lubuk.

Warna tampak yang diamati secara visual pada kolam pemeliharaan dapat mendeskripsikan kemungkinan kondisi plankton di dalam kolam. Selain itu, warna pada perairan juga ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan anorganik, seperti plankton, humus, dan ion-ion logam, serta bahan lainnya (Effendi 2003). Pada kolam yang memiliki warna tampak cenderung kehijauan, umumnya memiliki kelimpahan plankton lebih besar dibandingkan kolam yang berwarna kecoklatan. Walaupun warna tidak berpengaruh langsung terhadap ikan, namun warna yang terlalu pekat akan membatasi penetrasi cahaya yang berdampak pada menurunnya pertumbuhan organise heterotrof karena terganggunya proses fotosintesis.

Nilai pH yang terukur pada pengamatan seluruhnya sesuai dengan baku mutu perairan untuk perikanan berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2011 dan Boyd (1990). Ikan tengadak memiliki kisaran pH yang bisa ditoleransi antara 6,5 – 7 (Luna dan Bailly 2012). Pengukuran pH yang dilakukan mendapatkan nilai yang melebihi batas toleransi tersebut, yaitu 6,46 – 6,49 pada pengukuran hari ke-45. Nilai pH yang melebihi batas toleransi tersebut tidak terlalu terpengaruh pada ikan yang dipelihara karena tidak terlalu jauh dengan batas toleransi ikan tengadak. Namun jika dibandingkan dengan pernyataan Pulungan (1987) dalam Huwoyon dkk (2010) bahwa kisaran pH ikan tengadak adalah 5-7, kadar pH selama masa pemeliharaan masih sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan tengadak. Pada pengukuran 24 jam, nilai pH tertinggi terdapat pada pukul 17.00 dan terendah terdapat pada pukul 05.00. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ekubo dan Abowei (2011) yang menyatakan bahwa pH tertinggi terdapat pada saat senja dan terendah terdapat pada waktu fajar. Hal tersebut terjadi karena laju respirasi pada malam hari meningkatkan konsentrasi karbon dioksida yang berinteraksi dengan air, yang kemudian meningkatkan produksi asam karbonat dan menurunkan pH. Proses ini dapat membatasi kemampuan darah ikan untuk mengikat oksigen.

Konsentrasi pH memiliki kaitan erat dengan CO2 dan alkalinitas. Pada pH kurang dari 5, kadar alkalinitas dapat mencapai nol dan dapat menyebabkan terjadinya penggumpalan lendir pada insang sehingga ikan mati lemas (Effendi 2003; Sukarti dkk 2012). Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar CO2 bebas. Larutan yang memiliki pH rendah cenderung bersifat korosif (Mackereth dkk 1989). Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH 7-8,5. Pada kadar pH melebihi 9, menurut Sukarti dkk(2012), dapat mengurangi nafsu makan ikan. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Novotny dan Olem 1994).

(30)

17

anorganik karena membantu perubahan potensial redoks media. Hal ini dapat menentukan kondisi lingkungan perairan aerob atau anaerob (Ekubo dan Abowei 2011).

Pada masa pemeliharaan ikan tengadak, kadar oksigen terlarut yang cenderung kurang dari baku mutu menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 adalah pada pengukuran hari ke-27 dan hari ke-45. Rata-rata pengukuran yang selalu memenuhi baku mutu adalah pada kolam perlakuan pakan 3%. Menurut UNESCO/WHO/UNEP (1992), oksigen terlarut yang baik bagi perikanan adalah tidak kurang dari 5 mg/L. Konsentrasi oksigen pada perairan dikendalikan oleh empat faktor, yaitu fotosintesis, respirasi, pergolakan pada permukaan air, dan ketersediaan air pada badan air atau kolam (Ekubo dan Abowei 2011).

Pada pengukuran 24 jam, didapatkan bahwa oksigen terlarut tertinggi terdapat pada pukul 17.00 dan terendah terdapat pada pukul 05.00. Kondisi ini sesuai dengan grafik Boyd (1988) tentang fluktuasi harian oksigen terlarut pada lapisan eufotik di suatu kolam ikan bahwa DO tertinggi terdapat pada pukul 18.00 dan terendah pada pukul 06.00. Pada siang hari, pelepasan oksigen oleh proses fotosintesi lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi pada proses respirasi. Akibatnya, kadar oksigen akan menjadi tinggi sehingga perairan mengalami supersaturasi (Jeffries dan Mills 1996). Pada malam hari, proses fotosintesis terhenti dan proses respirasi terus berlangsung. Perubahan kadar oksigen inilah yang menyebabkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada perairan (Effendi 2003).

Pada penelitian ini, kadar alkalinitas yang terukur tergolong nilai alkalinitas yang baik menurut Boyd (1988) yaitu antara 30 – 500 mg/L CaCO3. Jika digolongkan dalam jenis kesadahan airnya, air dengan alkalinitas kurang dari 40 mg/L CaCO3 disebut perairan sadah (hard water), sedangkan untuk nilai alkalinitas lebih dari 40 mg/L CaCO3 tergolong perairan lunak (soft water). Pada penelitian ini, kondisi perairan tergolong dalam perairan lunak, karena nilai alkalinitas yang terukur lebih dari 40 mg/L CaCO3. Alkalinitas total yang baik untuk produktivitas kolam menurut Ekubo dan Abowei (2011) adalah 20 mg/L. Perairan yang memiliki tingkat alkalinitas dan kesadahan yang tinggi memiliki nilai pH yang relatif netral dan tidak berfluktuasi. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran pH yang nilainya relatif mendekati netral dan tidak terlalu berfluktuasi.

(31)

18

Nitrogen dalam perairan berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas amonia (NH3), amonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3), dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Sedangkan nitrogen organik berupa protein, asam amino, dan urea (Effendi 2003).

Air Sungai Ciapus yang dijadikan sumber masukan untuk kolam pemeliharaan memiliki kadar nitrit yang melebihi baku mutu. Sedangkan pada saat pemeliharaan, kolam dengan perlakuan pakan 6% mengalami kadar nitrit melebihi baku mutu menurut PP RI. No. 82 Tahun 2001 (0,06 mg/L), yaitu pada pengamatan ke-9 dan ke-5. Nilai yang didapat pada kolam perlakuan pakan 6% mencapai lebih dari 0,1 mg/L yang menurut Boyd (1981) merupakan batasan kadar nitrit yang baik bagi perikanan. Keberadaan nitrit di perairan menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kadar nitrit yang lebih dari 0,05 mg/L dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Moore 1991).

Menurut Boyd (1982), kadar nitrat yang baik untuk perikanan tidak lebih dari 0,1 mg/L. Pada penelitian ini, tidak ada kolam pemeliharaan yang memenuhi baku mutu tersebut. Jika dibandingkan dengan baku mutu menurut PP RI No. 82 Tahun 2001, seluruh kolam pemeliharaan memenuhi baku mutu perairan tersebut yaitu kurang dari 20 mg/L. Pada air Sungai Ciapus yang digunakan sebagai sumber masukan air kolam, didapatkan nilai kadar nitrit berkisar antara 1,06 – 2,29 mg/L. Perairan tersebut tergolong pada perairan mesotrofik yaitu perairan peralihan oligotrofik dan eutrofik dengan produktivitas primer dan biomassa sedang (Wetzel 1975). Kadar nitrat yang didapatkan selama masa pemeliharaan sebagian besar lebih dari 0,2 mg/L. Kadar nitrat yang melebihi 0,2 mg/L dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming) (Davis dan Cornwell 1991). Hal ini dapat diduga terjadi pada kolam pemeliharaan dari perubahan warna kolam menjadi lebih pekat pada kolam dengan kadar lebih dari 0,2 mg/L.

Pada perairan budidaya, amonia berasal dari mineralisasi substansi organik oleh bakteri heterotrofik dan ekskresi biota. Amonia merupakan bentuk nitrogen utama yang diekskresi oleh sebagian besar biota akuatik. Pada ikan, sebagian besar amonia dikeluarkan melalui insang, dan sisanya dikeluarkan melalui urine (Spotte 1970). Smith (1929) dalam Spotte (1970) mengemukakan bahwa pada ikan air tawar yang diamati, kandungan amonia memiliki persentase 80% dari total nitrogen yang diekskresi, dengan kandungan urea yang paling banyak dibuang.

Pada penelitian ini, didapatkan kadar amonia seluruhnya memenuhi nilai acuan baku yang dipakai (Boyd 1982; PP RI No. 82 Tahun 2001). Rendahnya kadar amonia pada kolam pemeliharaan dimungkinkan terjadi karena amonia telah mengalami proses nitrifikasi menjadi nitrat dengan bentuk peralihan sebagai nitrit. Kadar toksik amonia terhadap organisme akuatik bergantung pada nilai oksigen terlarut, pH, dan suhu. Pada pengamatan hari ke-27, didapatkan nilai amonia yang meningkat pada seluruh kolam. Hal ini terjadi karena nilai pH pada pengukuran tersebut melebihi 7.

(32)

19

polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Air Sungai Ciapus memiliki kadar ortofosfat cukup tinggi yang dimungkinkan berasal dari limbah deterjen dan limpasan dari limbah pertanian. Selama pemeliharaan, tingginya kadar ortofosfat dimungkinkan berasal dari pakan yang diberikan. Perlakuan pemberian pakan 9% selalu memiliki kadar ortofosfat yang tinggi, karena sisa pakan cenderung lebih banyak dibanding yang lain. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahman dkk (2008) yang menyatakan bahwa kadar N dan P semakin meningkat pada pemberian pakan yang lebih banyak. Perairan kolam pemeliharaan dapat digolongkan perairan eutrofik karena kadar ortofosfat lebih dari 0,1 mg/L (Boyd 1988).

Tingkat Pencemaran Menurut Indeks Kualitas Air STORET

Air yang digunakan dalam pemeliharaan ikan tengadak bersumber dari air Sungai Ciapus. Menurut penelitian Fallah (2012), Sungai Ciapus tergolong pada tercemar sedang berdasarkan perhitungan Indeks Kualitas Air STORET. Pengamatan yang dilakukan Yosmaniar dan Setiadi (2011), dinyatakan bahwa air sumber yang digunakan untuk budidaya pada Instalasi Riset Cibalagung memiliki tingkat pencemaran ringan-sedang. Parameter yang menjadikan air sumber memiliki tingkat pencemaran sedang adalah klorida, alkalinitas, minyak dan lemak. Selain itu, kandungan nitrit pada air sumber ini sudah melampaui baku mutu. Pencemaran sungai diduga dipengaruhi oleh kepadatan penduduk yang dikaikan dengan kurangnya kesadaran penduduk dalam memelihara lingkungan. Limbah domestik berupa buangan air rumah tangga, sampah yang dibuang ke sungai, air cucian kamar mandi akan mempengaruhi tingkat kandungan BOD, COD, dan deterjen. Limbah domestik ini akan mempengaruhi lingkungan perairan. Air limbah rumah tangga merupakan sumber yang paling banyak ditemukan di lingkungan adalah deterjen yang banyak digunakan sebagai pembersih (Yosmaniar dan Setiadi 2011).

Pada penelitian ini, berdasarkan perhitungan Indeks Kualitas Air STORET yang dilakukan pada air Sungai Ciapus yang dijadikan air sumber, Sungai Ciapus tergolong pada tercemar ringan sampai sedang, dengan nilai indeks berkisar antara -10 sampai -11. Kondisi tercemar ini diakibatkan tingginya kadar nitrit. Pada pagi dan siang hari, suhu Sungai Ciapus juga melebihi baku mutu menurut PP RI No. 82 Tahun 2001.

Sedangkan untuk air kolam pemeliharaan, kondisi pencemaran juga tergolong pada tercemar ringan sampai sedang. Kisaran nilai indeks adalah antara -4 sampai -18. Kondisi pencemaran tetinggi terdapat pada kolam pemeliharaan dengan perlakuan pakan 9%. Sedangkan untuk pencemaran terendah terdapat pada kolam dengan perlakuan pakan 3%. Parameter yang juga meningkatkan tingkatan pencemaran adalah nitrit, alkalinitas, dan DO.

(33)

20

karena bahan organik yang melebihi baku mutu dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton dan organisme akuatik lainnya sehingga kadarnya menjadi menurun.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Air sumber yang digunakan pada pemeliharaan tergolong tercemar sedang. Pada akhir pemeliharaan, tingkat pencemaran kolam pemeliharaan tergolong baik sampai tercemar sedang. Kolam yang memiliki kualitas air paling baik terdapat pada perlakuan pakan 3%, dan yang memiliki kondisi pertumbuhan yang paling baik adalah 9%.

Saran

Untuk pemeliharaan ikan sebaiknya dilakukan pengelolaan air sumber sebelum digunakan agar tidak berdampak buruk bagi ikan yang dipelihara.

DAFTAR PUSTAKA

[APHA] American Public Health Association. 2012. Standard Methods For the Examination of Water and Waste Water. Ed ke-22. Washington DC (US): APHA.

Alavi SMH, Rodina M, Policar T, Linhart O. 2009. Relationship Between Semen Characteristics and Body Size in Barbus barbus L. (Teleostei : Cyprinidae) and Effects of Ions and Osmolality on Sperm Motility. Comparative Biochemistry and Physiology 153 (2009): 430-437. New York (USA): Elsevier Science Biro P. 1995. Management of Pond Ecosystems and Trophic Webs. Aquaculture

129 (1995): 373-386. New York (USA): Elsevier Science

Boyd CE. 1981. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Alabama (USA):

Davis ML, Cornwerll DA. 1991. Introduction to Environmental Engineering. New York (USA): Mc-Graw-Hill Inc.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Ekubo AA, Abowei JFN. 2011. Review of Some Water Quality Management Principles in Culture Fisheries. Applied Sciences, Engineering and Technology

3(12): 1342-1357.

(34)

21

Composition of Tinfoil Barb (Barbonymus schwanenfeldii). Fish and Marine Sciences 4 (5): 489-495. Dubai (UEA): IDOSI Publication

Fallah B. 2012. Analisis Mutu Air dengan Metode STORET di Sungai Ciapus. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Huwoyon GH, Kusmini II, Kristanto. 2010. Keragaan Pertumbuhna Ikan Tengadak Alam (Hitam) dan Tengadak Budidaya (Merah) (Barbonymus schwanenfeldii) dalam Pemeliharaan Bersama Pada Kolam Beton. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Buku 1. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya

Jeffries M, Mills D. 1996. Freshwater Ecology, Principles, and Applications. Chichester (UK): John Wiley and Sons

Kamarudin KR, Esa Y. 2009. Phylogeny and Phyogeography of Barbonymus schwanenfeldii (Cyprinidae) from Malaysia Inferred Using Partial Cytochrome b mtDNA Gene. Tropical Biologi and Conservation 5: 1-13. Sabah (MY): Malaysia Sabah Univ

Kaminski R, Kamler E, Wolnicki J, Sikorska J, Walowski J. 2010. Condition, Growth, and Food Conversion in Barbel, Barbus barbus (L.) Juveniles Under Different Temperature/Diet Combinations. Thermal Biology 35 (2010): 422-427. New York (USA): Elsevier Science

Kanagu L, Kumar PS, Stella C, Jaikumar M. 2010. Water Quality Assessment of Shrimp Culture Ponds Located in Thondi Coastal Area, Palk Strait, Southeastern India. Fish and Marine Sciences 2 (3): 193-199. Dubai (UEA): IDOSI Publication

[Kemen LH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Penentuan Status Mutu Air. Jakarta (ID): Kemen LH.

Luna SM, Bailly N. 2012. Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker, 1854) : Tinfoil Barb [internet]. [diacu 18 Januari 2013]. Tersedia dari: http://fishbase.org/ summary/Barbonymus-schwanenfeldii.html.

Novotny V, Olem H. 1994. Water Quality, Prevention, Identification, and Management of Diffuse Pollution. New York (USA): Van Nostrans Reinhold Mackereth FJH, Heron J, Talling FJ. 1989. Water Analysis. Cumbria (UK):

Freshwater Biological Association

Moore JW. 1991. Inorganic Contaminants of Surface Water. New York (USA): Springer-Verlag

Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta (ID): Sekretariat Negara

Rahman MM, Nagelkerke LAJ, Verdegem MCJ, Wahab MA, dan Verreth JAJ. 2008. Relationships Among Water Quality, Food Resources, Fish Diet and Fish Growth in Polyculture Ponds: A Multivariate Approach. Aquaculture 275 (20088): 108-115. New York (USA): Elsevier Science

Ricker WE. 1975. Computation and Interpretation of Biological Statistic of Fish Population. Ottawa (CA): Department of The Environmental Fisheries and Marine Service Canada

(35)

22

Sukarti K, Bratawinata AA, Sidik AS, dan Matius P. 2012. Kelayakan Kualitas Air untuk Kelangsungan Hidup Ikan di Sungai Separi Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Barat. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia. Jakarta (ID): Sekolah Tinggi Perikanan

UNESCO/WHO/UNEP. 1992. Water Quality Assessments. London (UK): D. Chapman and Hall Ltd.

Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama

Wetzel RG. 1970. Recent and Postglacial Production Rates of a Mart Lake.

Limnology Oceanography 15:491-503.

Yosmaniar, Setiadi E. 2011. Pemantauan Kualitas Air di Cibalagung Bogor.

(36)

23

(37)

24

Lampiran 1. Data Pengamatan Kualitas Air Kolam Pemeliharaan Perlakuan Pakan 3%

No Parameter (Satuan) Hari ke- / Kolam Nilai Acuan Baku

0 9 27 45 i ii

Fisika

1 Suhu (°C) 22,8-25,3 25,4-25,9 25,6-25,9 26,1-26,3 25-32 23-29

2 Kecerahan (cm) - 38-43 34–39 22-29 -

-1 pH 6,47-6,68 6,8-6,86 7,16-7,45 6,46-6,61 6-9 6-9

2 DO (mg/L) 3,54-5,32 3,88-5,29 2,84-3,81 1,76-4,24 3 3

3 Alkalinitas (mg/L) 68,54-85,68 36,4-104,65 50,05-60,06 55,05-64,23 30-500

-4 Nitrit (mg/L) 0,08-0,48 0-0,03 0,01-0,02 0,006-0,03 0,1 0,06

5 Nitrat (mg/L) 1,06-2,29 0,22-0,39 0,21-0,31 0,15-0,29 0,1 20

6 Amonia (mg/L) 0,00-0,004 0,002-0,004 0,002-0,003 0,0007-0,001 0,1 0,02

7 Ortofosfat (mg/L) 0,07-0,12 0,23-0,34 0,02-0,07 0,12-0,15 0,1

-Keterangan : (i) Boyd 1981;1982;1990 (ii) PP. RI No. 82 Tahun 2001

Perlakuan Pakan 6%

1 Suhu (°C) 22,8-25,3 25-25,4 25,4-26,2 25,5-25,8 25-32 23-29

2 Kecerahan (cm) - 28-40 24-43 16-30 -

-1 Ph 6,47-6,68 6,51-6,89 7,02-7,34 6,46-6,78 6-9 6-9

2 DO (mg/L) 3,54-5,32 3,94-4,94 2,23-3,32 1,51-4,25 3 3

3 Alkalinitas (mg/L) 68,54-85,68 31,85-75,53 57,33-74,62 53,22-77,07 30-500

-4 Nitrit (mg/L) 0,08-0,48 0-0,39 0,02-0,09 0,02-0,24 0,1 0,06

5 Nitrat (mg/L) 1,06-2,29 0,14-0,64 0,16-0,46 0,17-0,27 0,1 20

6 Amonia (mg/L) 0,001-0,004 0,0009-0,003 0,002-0,003 0,0007-0,003 0,1 0,02

7 Ortofosfat (mg/L) 0,07-0,12 0,15-0,25 0-0,04 0,12-0,25 0,1

(38)

25

6 Amonia (mg/L) 0,001-0,004 0,002-0,004 0,002-0,005 0,0006-0,0009 0,1 0,02

7 Ortofosfat (mg/L) 0,07 - 0,12 0,003 - 0,187 0,003 - 0,19 0,13 - 0,21 0,1

-Keterangan : (i) Boyd 1981;1982;1990 (ii) PP. RI No. 82 Tahun 2001

Lampiran 2. Data Pengamatan pH, Suhu, dan DO selama 24 Jam

No Jam Perlakuan Parameter (Satuan)

(39)

26

Lampiran 3. Hasil Perhitungan Indeks Kualitas Air STORET Kolam Pemeliharaan

Perlakuan

Pemberian Pakan Kelompok

Nilai Indeks

STORET Keterangan

3%

1 -4 Tercemar ringan

2 -4 Tercemar ringan

3 -4 Tercemar ringan

6%

1 -12 Tercemar sedang

2 -6 Tercemar ringan

3 -4 Tercemar ringan

9%

1 -4 Tercemar ringan

2 -18 Tercemar sedang

3 -16 Tercemar sedang

Air Sungai Ciapus

Ulangan Nilai Indeks STORET Keterangan

Pagi -11 Tercemar sedang

Siang -11 Tercemar sedang

(40)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Situbondo pada tanggal 8 September 1990 sebagai bungsu dari dua bersaudara pasangan Drs. Slamet Yuwono dan Dra. Darminilika. Penulis menjalani pendidikan menengah atas di SMA Assalaam Sukoharjo tahun 2006 – 2009. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2009.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah
Tabel 1 Model rancangan acak kelompok
Tabel 2  Parameter fisika-kimia perairan yang diamati beserta metode/alat
Gambar 3  Rata-rata fluktuasi suhu pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-),
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dengan judul “Hubungan tingkat paparan asap rokok dengan frekuensi terjadinya infeksi saluran pernafasan akut pada anak usia 1- 5 tahun” belum pernah dilakukan, namun

[r]

SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Sangat Sederhana (formulir 1770 SS) bagi Wajib Pajak yang menpunyai penghasilan hanya dari.. satu pemberi kerja dengan

Errekostrukzioa egitea erabakitzen duten emakumeek mastektomiak duen estigma ezabatu nahi dute, itxaropen honetan huts egiteko arrisku handia dutelarik (19), izan ere,

Hal ini merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk sebuah cerita

Masa berlaku STP sebagai agen, agen tunggal , distributor, atau distributor tunggal barang dan/atau jasa produksi luar negeri atau dalam negeri yang ditunjuk oleh

Menunjukkan 2 Rangkap Draf Skripsi yang berisi BAB I, II III dan daftar pustaka yang akan didistribusikan kepada 1 orang dosen pembanding dan mahasiswa yang bersangkutan