• Tidak ada hasil yang ditemukan

Population Structure, Growth, and Reproduction of Freshwater Crayfish, Cherax quadricarinatus in Lake Maninjau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Population Structure, Growth, and Reproduction of Freshwater Crayfish, Cherax quadricarinatus in Lake Maninjau"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

REPRODUKSI LOBSTER AIR TAWAR

Cherax quadricarinatus

DI DANAU MANINJAU

RAHMI DINA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Struktur Populasi, Pertumbuhan, dan Reproduksi Lobster Air Tawar, Cherax quadricarinatus di Danau Maninjau adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

Rahmi Dina

(3)

ABSTRACT

RAHMI DINA. Population Structure, Growth, and Reproduction of Freshwater Crayfish, Cherax quadricarinatus in Lake Maninjau. Under direction of SULISTIONO and DEDE IRVING HARTOTO.

One of the non native species in Lake Maninjau, redclaw crayfish (Cherax quadricarinatus) was studied. This population was sampled biweekly between May and September in six sampling sites (Bayur, Sungai Batang, Batu Nanggai, Sigiran, Sungai Tampang, and Utara). This research was aimed to study the population structure, growth, and reproduction of the redclaw crayfish. As a non native species, the redclaw crayfish had distributed in all sampling sites in varied density and sex ratio 1:1. Growth pattern of male was positive allometric and female was isometric. The moult increment (MI) of male and female was 2.7 mm and 3.59±0.90 mm, respectively. The percentage of premoult carapace length (PCMI) of male and female was 5.1% and 7.9±1.95%, respectively. Growth function of the red claw crayfish was CLt=82 1-e -1.2(t+0.09) . Based on the temporal pattern of gonadal development, Cherax quadricarinatus spawned along May and September with a peak was on August. Average of ovarian and pleopodal fecundity was relatively high which were 626±255 and 383±173, respectively. The ovarian fecundity was related with total wet body weight and pleopodal fecundity was related with endopod width.

(4)

RINGKASAN

RAHMI DINA. Struktur Populasi, Pertumbuhan, dan Reproduksi Lobster Air Tawar, Cherax quadricarinatus di Danau Maninjau. Dibimbing oleh SULISTIONO dan DEDE IRVING HARTOTO.

Lobster air tawar, Cherax quadricarinatus merupakan spesies asing yang telah menjadi salah satu komoditas perikanan bernilai ekonomi di Danau Maninjau. Di sisi lain keberadaan spesies asing di suatu habitat berpotensi menjadi spesies invasif yaitu spesies yang merugikan secara ekologi, ekonomi, ataupun kesehatan manusia. Cherax quadricarinatus masuk ke Danau Maninjau tanpa adanya analisis resiko terlebih dahulu dan sampai saat ini belum ada penelitian mengenai C. quadricarinatus di Danau Maninjau. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biologi C. quadricarinatus di Danau Maninjau seperti struktur populasi, pertumbuhan, dan reproduksi. Informasi ini diharapkan dapat menjadi masukan mendasar dalam pengelolaan C. quadricarinatus sebagai spesies asing di Danau Maninjau terlepas dari apakah C. quadricarinatus akan menjadi spesies invasif atau tidak.

Pengambilan contoh dilakukan pada akhir Mei sampai akhir September dengan interval waktu dua minggu. Pengambilan contoh dilakukan di enam stasiun yang mewakili kondisi Danau Maninjau yaitu Bayur, Sungai Batang, Batu Nanggai, Sigiran, Sungai Tampang, dan Utara. Alat tangkap yang digunakan adalah perangkap yang dikenal dengan istilah rago oleh masyarakat setempat. Parameter koefisien pertumbuhan (K) dianalisis menggunakan perangkat lunak ELEFAN I pada FiSAT II, panjang karapas asimptotik (CL) diduga menggunakan persamaan Taylor (1958) berdasarkan ukuran panjang maksimum tertangkap, dan umur teoritis saat panjang sama dengan nol (t0) menggunakan

rumus empiris Pauly. Tingkat kematangan gonad dianalisis secara morfologi dan histologi. Fekunditas ovari ditentukan dengan metode gravimetri dan fekunditas pleopod dihitung secara langsung.

Cherax quadricarinatus tertangkap di seluruh stasiun pengambilan contoh dengan jumlah berbeda. Nilai Tangkapan per Satuan Upaya (TPSU) terbesar yaitu 6.4 terdapat di stasiun Sungai Batang dan terendah 1 terdapat di stasiun Bayur. Hal ini terkait dengan ketersediaan makanan dan tempat berlindung (shelter). Lobster jantan dan betina tertangkap dengan rasio sama (1:1). Koefisien pertumbuhan C. quadricarinatus di Danau Maninjau relatif besar dengan persamaan pertumbuhan CLt=82 1-e -1.2(t+0.09) . Berdasarkan proporsi tingkat kematangan gonad (TKG) selama penelitian berlangsung, diduga C. quadricarinatus memijah pada bulan Mei-September dengan puncak bulan Agustus. Ukuran pertama kali matang gonad lobster betina adalah ±46.2 mm. Fekunditas ovari dan fekunditas pleopod C. quadricarinatus di Danau Maninjau relatif besar. Kisaran fekunditas ovari dan fekunditas pleopod berturut-turut adalah 254-1098 (626±255) dan 224-705 (383±175).

(5)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

STRUKTUR POPULASI, PERTUMBUHAN, DAN

REPRODUKSI LOBSTER AIR TAWAR,

Cherax quadricarinatus

DI DANAU MANINJAU

RAHMI DINA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis :Struktur Populasi, Pertumbuhan, dan Reproduksi Lobster Air Tawar, Cherax quadricarinatus di Danau Maninjau

Nama :Rahmi Dina

NRP :C 251090011

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc Dr. Ir. Dede Irving Hartoto, APU (Alm)

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya Perairan

(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “STRUKTUR POPULASI, PERTUMBUHAN, DAN REPRODUKSI LOBSTER AIR TAWAR, Cherax quadricarinatus DI DANAU MANINJAU”. Tesis ini disusun untuk meraih gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc dan Dr. Ir. Dede Irving Hartoto, APU. (Alm) selaku komisi pembimbing; Dr. Daisy Wowor, M.Sc yang telah membantu dalam identifikasi lobster; program studi SDP (Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga, Dr. Ir. Fredinand Yulianda, dan Mas Mukhlis); Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA atas bimbingan dan nasehatnya; Bapak Edward, Bu Evanita, Da Azman, Pak Pandeka, dan Da En yang telah membantu proses pengambilan contoh di lapangan; Bakrie Center Foundation yang telah membantu pembiayaan studi penulis pada semester 3 dan 4; Pusat Penelitian Limnologi yang telah memberi dukungan materi dan non materi; Stasiun Limnologi dan Alih Teknologi Limnologi LIPI (Sutrisno, S.St.Pi. dan Agus Hamdani, S.St.Pi.); sahabat penulis (Aliati Iswantari, S.Pi., Miratul Maghfiroh, S.TP., Fajar Sumi Lestari, A.Md., Prawira Atmaja Tampubolon, S.Pi., dan Ahmad Muhtadi Rangkuti, S.Pi.); teman-teman di program studi SDP tahun 2009 dan 2010; serta semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini dalam bentuk apapun dan tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

(12)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Taksonomi dan Morfologi Cherax quadricarinatus ... 5

2.2 Distribusi dan Habitat C. quadricarinatus ... 7

2.3 Pertumbuhan C. quadricarinatus ... 8

2.3.1 Proses pergantian kulit (Moulting) ... 9

2.4 Reproduksi C. quadricarinatus ... 10

2.4.1 Seksualitas ... 10

2.4.2 Tingkat kematangan gonad ... 11

2.4.3 Fekunditas ... 12

2.5 Kualitas Air ... 12

2.5.1 Suhu, oksigen terlarut, dan pH ... 12

2.5.2 Alkalinitas dan kesadahan ... 13

2.5.3 Chemical oxygen demand (COD) ... 14

3 METODE PENELITIAN ... 15

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

3.2 Metode dan Desain Penelitian ... 15

3.3 Alat dan Bahan ... 16

3.4 Metode Kerja ... 16

3.4.1 Kualitas air ... 17

3.4.2 Struktur populasi ... 17

3.4.3 Pertumbuhan ... 18

(13)

x

3.5 Analisa Data ... 22

3.5.1 Struktur populasi ... 22

3.5.2 Pertumbuhan ... 22

3.5.3 Reproduksi ... 25

3.5.4 Hubungan struktur populasi, pertumbuhan, dan reproduksi dengan kualitas air Danau Maninjau ... 26

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Kondisi Habitat C. quadricarinatus di Danau Maninjau... 27

4.2 Struktur Populasi C. quadricarinatus di Danau Maninjau ... 29

4.2.1 Keragaman morfometrik ... 29

4.2.2 Tangkapan per satuan upaya/TPSU (catch per unit effort/CPUE) .. 30

4.2.3 Distribusi ukuran ... 31

4.3 Pertumbuhan C. quadricarinatus di Danau Maninjau ... 33

4.3.1 Pola pertumbuhan dan faktor kondisi ... 33

4.3.2 Penambahan ukuran setelah pergantian kulit ... 38

4.3.3 Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy ... 39

4.4 Reproduksi C. quadricarinatus di Danau Maninjau ... 41

4.4.1 Rasio kelamin ... 41

4.4.2 Tingkat kematangan gonad ... 43

4.4.3 Fekunditas dan diameter telur ... 53

4.5 Alternatif pengelolaan C. quadricarinatus di Danau Maninjau ... 57

4.5.1 Potensi C. quadricarinatus sebagai spesies invasif di Danau Maninjau ... 57

4.5.2 Potensi C. quadricarinatus meningkatkan perikanan di Danau Maninjau ... 61

4.5.3 Pengelolaan C. quadricarinatus di Danau Maninjau ... 62

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(14)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Deskripsi stasiun pengambilan contoh... 16

2 Daftar alat dan bahan serta kegunaannya. ... 16

3 Klasifikasi tingkat kematangan gonad Cherax sp. ... 21

4 Uji kehomogenan nilai b ... 23

5 Tangkapan per Satuan Upaya (TPSU) lobster pada masing-masing stasiun. ... 30

6 Hubungan panjang karapas (CL, mm) dan bobot basah total (W, gram) C. quadricarinatus pada masing-masing stasiun. ... 34

7 Nilai faktor kondisi lobster menurut stasiun ... 37

8 Penambahan ukuran setelah pergantian kulit ... 38

9 Nilai parameter persamaan pertumbuhan von Bertalanffy ... 41

10 Rasio kelamin C. quadricarinatus di Danau Maninjau ... 42

11 Beberapa rasio kelamin lobster air tawar ... 42

12 Lebar endopod dan EWI C. quadricarinatus jantan ... 46

13 Nilai EWI C. quadricarinatus betina ... 46

14 Perubahan morfologi tahap perkembangan gonad C. quadricarinatus di Danau Maninjau ... 48

15 Persamaan regresi antara fekunditas ovari C. quadricarinatus dengan beberapa variabel bebas. ... 53

16 Persamaan regresi antara fekunditas pleopod C.quadricarinatus dengan beberapa variabel bebas. ... 54

17 Fekunditas beberapa jenis lobster air tawar ... 55

(15)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Perumusan masalah penelitian ... 4 2 Cherax quadricarinatus (Panjang karapas, Carapace length/CL=80.36 mm; Bobot=125.6 gram) ... 5 3 Struktur Morfologi Cherax (BPPT-LBN LIPI 1983/1984, diacu dalam

(16)

xiii 19 Potongan melintang gonad C.quadricarinatus. ... 49 20 Penampang melintang vas deferensC. quadricarinatus. ... 50 21 Kurva logistik proporsi kematangan gonad C. quadricarinatus di Danau Maninjau. ... 51 22 Variasi temporal komposisi TKG C. quadricarinatus jantan dan betina. ... 52 23 Rata-rata fekunditas ovari C. quadricarinatus terhadap bobot basah total. . 54 24 Distribusi ukuran diameter telur C. quadricarinatus TKG III dan TKG IV.

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Stasiun pengambilan contoh ... 74

2 Alat tangkap (experimental trap) C. quadricarinatus ... 75

3 Nilai Tangkapan per Satuan Unit Upaya ... 76

4 Data ukuran lobster yang dipelihara ... 77

5 Data kualitas air di masing-masing stasiun ... 78

6 Kondisi air Danau Maninjau (periode Agustus-September) ... 80

7 Tabel sidik ragam hasil analisis ragam karakter morfometrik ... 81

8 Distribusi ukuran panjang dan berat C. quadricarinatus pada masing-masing lokasi ... 82

9 Distribusi ukuran C. quadricarinatus jantan dan betina ... 83

10 Contoh perhitungan uji kehomogenan nilai b ... 84

11 Tingkat kematangan C. monticola jantan (Tapilatu 1996) ... 85

12 Individu betina C. quadricarinatus dengan spermatophore yang menempel di bagian abdomen (http://apps.acesag.auburn.edu/mediamax/pictures/280/female-red-claw-with-spermatophore.html) ... 86

13 Distribusi ukuran panjang C. quadricarinatus pada tiap bulan pengambilan contoh ... 87

14 Jumlah tangkapan C. quadricarinatus jantan dan betina menurut lokasi dan waktu pengambilan contoh... 88

15 Gambar telur dan vas deferensC. quadricarinatus yang telah siap memijah dan kawin di Danau Maninjau ... 89

16 Analisis data penentuan ukuran pertama kali matang gonad ... 90

17 Tabel sidik ragam hasil analisis ragam fekunditas ... 91

18 Distribusi diameter telur C. quadricarinatus TKG III dan TKG IV ... 92

(18)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Danau Maninjau merupakan salah satu danau alami di Indonesia. Secara geografis Danau Maninjau terletak antara 0012’26,63”LS-0025’02,80”LS dan 100007’43,74”BT-100016’22,48”BT pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut (Apip et al. 2003). Danau Maninjau merupakan danau multi fungsi yang dimanfaatkan oleh multi sektor yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial. Sejak tahun 2001 kualitas air Danau Maninjau mengalami penurunan signifikan yang disebabkan banyak faktor terutama limbah kegiatan budidaya Karamba Jaring Apung (KJA). Danau Maninjau menjadi habitat beragam jenis sumberdaya perikanan, setidaknya terdapat 13 jenis sumberdaya ikan yang terdapat di Danau Maninjau yaitu ikan barau (Hampala macrolepidota), ikan garing (Tor soro), ikan asang (Osteochilus hasselti), ikan bada (Rasbora argyrotaenia), ikan mas (Cyprinus carpio), ikan kalui/gurami (Osphronemus gouramy), ikan rinuak, ikan mujair (Oreochromis mossambicus), ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan gabus (Channa sp.), ikan panjang/sidat (Anguilla sp.), ikan puyu (Helostoma temminckii), ikan betok (Anabas testudineus), dan ikan baung (Mystus nemurus) (Pusat Penelitian Limnologi 2010). Selain ikan juga terdapat sumberdaya perikanan bernilai ekonomis lainnya yaitu pensi (Corbicula moltkiana), salah satu jenis gastropoda.

(19)

Harlioglu 2006; Coughran & Leckie 2007; Lawrence & Jones 2002, diacu dalamBelle & Yeo 2010).

Lobster air tawar C. quadricarinatus di Danau Maninjau dapat memberi dampak positif bagi perikanan atau sebaliknya memberi dampak negatif. Dampak negatif terjadi jika C. quadricarinatus menjadi spesies invasif. Lodge et al. (2006) sebagaimana dikutip Belle & Yeo (2010) mendefinisikan spesies invasif sebagai spesies yang mampu mempertahankan populasinya pada ekosistem alami atau semi alami dan berpengaruh negatif secara ekonomi, lingkungan, atau bahkan kesehatan manusia. Beberapa karakteristik yang dimiliki C. quadricarinatus menunjukkan bahwa spesies ini berpotensi sebagai spesies invasif jika diintroduksi. Karakteristik tersebut diantaranya adalah laju pertumbuhan dan fekunditas yang superior, toleransi terhadap lingkungan tinggi dengan tingkah laku meliang yang dapat merubah zona riparian (Jones 1990, Todd & D’Andrea 2003, diacu dalam Coughran & Leckie 2007) dan sebagai vektor mikroba mematikan (Edgerton et al. 2002, diacu dalam Belle & Yeo 2010; Longshaw 2011).

Berdasarkan fakta di atas maka diperlukan penelitian awal mengenai biologi C. quadricarinatus di Danau Maninjau dalam hal ini struktur populasi, pertumbuhan, dan reproduksi. Pertumbuhan dan reproduksi merupakan aspek dasar yang penting untuk dikaji karena kedua aspek tersebut menggambarkan kesesuaian dan adaptasi suatu spesies pada habitatnya (Guan & Wiles 1999), terlepas dari apakah C. quadricarinatus akan berdampak positif atau negatif di Danau Maninjau. Secara ekonomi keberadaan C. quadricarinatus di Danau Maninjau bisa dikatakan menguntungkan karena telah menjadi komoditas perikanan yang dieksploitasi dan diperjualbelikan. Oleh karena itu informasi ini penting sebagai dasar pengambilan keputusan pengelolaan C. quadricarinatus selanjutnya di Danau Maninjau.

1.2 Perumusan Masalah

(20)

Kemampuan pulih kembali C. quadricarinatus ditentukan oleh pertumbuhan dan reproduksinya yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan Danau Maninjau (Gambar 1). Oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan hal tersebut untuk mengetahui status saat ini (present status) C. quadricarinatus, yaitu:

1. Distribusi dan struktur populasi C. quadricarinatus di Danau Maninjau setelah ±3 tahun?;

2. Pertumbuhan C. quadricarinatus di Danau Maninjau?;

3. Potensi reproduksi C. quadricarinatus di Danau Maninjau?; dan

4. Kondisi lingkungan dan kualitas air Danau Maninjau sebagai habitat C. quadricarinatus?

1.3 Tujuan dan Manfaat

(21)

Berikut ini adalah diagram alir perumusan masalah penelitian:

Gambar 1 Perumusan masalah penelitian Hidromorfomertik

Kualitas Air: Suhu, pH, DO,

Kesadahan, Alkalinitas, Amonia,

dan COD

Cherax

quadricarinatus

Hidrodi-namik

Pertumbuhan dan reproduksi

Distribusi spasial Kualitas air

Struktur populasi: Ukuran, tingkat

kematangan gonad, dan

fekunditas

Kemampuan pulih

Pengelolaan C. quadricarinatus di

Danau Maninjau ?

Beban masuk

(22)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi dan Morfologi Cherax quadricarinatus

Menurut Hobbs (1988) dan Horwitz (1995) taksonomi Cherax quadricarinatus(Gambar 2)adalah sebagai berikut:

Phylum: Arthropoda Subphylum: Crustacea

Class: Malacostraca Order: Decapoda

Suborder: Pleocyemata Infraorder: Astacidea

Superfamily: Parastacoidea Family: Parastacidae

Genus: Cherax

Species: Cherax quadricarinatus

Nama umum/nama dagang :red claw crayfish

Gambar 2 Cherax quadricarinatus (Panjang karapas, Carapace length/CL=80.36 mm; Bobot=125.6 gram).

(23)

periodik mengalami pergantian kulit sehingga memungkinkan untuk tumbuh. Epikutikel tidak mengandung zat tanduk dan sebagian besar terdiri dari garam kalsium, protein, dan lemak sedangkan pada prokutikel terdapat zat tanduk selain kalsium dan protein (Holdich & Reeve 1988).

Menurut Holdich & Reeve (1988), dari bagian atas tubuh lobster dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian anterior (cephalotorax) dan posterior (abdomen/ekor) (Gambar 3). Cephalotorax secara berturut-turut terdiri dari lima segmen anterior dan delapan segmen thoraxic, kepala, dan thorax yang posisinya ditandai oleh titik asal bagian mulut dan kaki. Secara fungsional cephalotorax terdiri dari dua tagma yaitu (1) anterior kepala sampai karapas (protocephalon) yang terdiri dari antennules, antennae, mata, dan labrum; (2) gnathothorax yang terdiri dari bagian-bagian mulut. Karapas menyatu ke bagian dorsal thorax dan memanjang sampai permukaan lateral sebagai branchiostegite. Selain itu juga terdapat beragam lekukan dan duri-duri. Lekukan melintang cervical menandai pembagian antara kepala dan thorax. Bagian akhir anterior karapas biasanya dilengkapi dengan duri-duri orbital sedangkan bagian ujung membentuk rostrum yang tajam.

(24)

Bagian abdomen tersegmentasi dengan jelas dan terdiri dari enam pembuluh yang mengalami kalsifikasi dan dihubungkan oleh membran yang tidak mengalami kalsifikasi, fleksibel, non elastik, dan artikular.

2.2 Distribusi dan Habitat C. quadricarinatus

Famili Parastacidae memiliki jumlah spesies terbanyak dan Cherax merupakan jenis yang distribusinya paling luas (Gambar 4). Austin (1986) sebagaimana dikutip Coughran & Leckie (2007) menyatakan bahwa distribusi asli C. quadricarinatus adalah Papua Nugini dan Australia. Distribusi asli C. quadricarinatus di Australia adalah bagian barat dan utara Teluk Carpentaria, Queensland; bagian timur dan utara Northern Territory; sedangkan di Papua Nugini terdapat di bagian selatan (Fishnote 2002).

Gambar 4 Distribusi Cherax (Hobbs 1988).

(25)

konsumsi dan hias. Hal ini mendorong introduksi dan budidaya C. quadricarinatus ke berbagai negara di Asia, Amerika Utara dan Selatan, Afrika, serta Eropa (Holdich et al. 1999, diacu dalam Harlioglu & Harlioglu 2006; Lawrence & Jones 2002, Edgerton 2005, diacu dalamVazquez & Greco, 2007).

Pada wilayah penyebaran aslinya C. quadricarinatus terdapat di perairan mengalir (sungai) (Austin 1986, diacu dalam Coughran & Leckie 2007; Fishnote 2002). Kegiatan budidaya yang intensif menyebabkan C. quadricarinatus juga terdapat pada tipe perairan tawar menggenang seperti kolam, waduk, dan danau.

2.3 Pertumbuhan C. quadricarinatus

Pertumbuhan bisa didefenisikan sebagai perubahan ukuran atau jumlah material tubuh baik perubahan positif maupun negatif temporal maupun dalam jangka waktu yang lama (Busacker et al. 1990); pertambahan ukuran panjang atau bobot dalam suatu waktu (Effendie 1997). Selanjutnya Chittleborough (1975) seperti diacu dalamWidha (2003) mendefinisikan pertumbuhan krustasea sebagai pertambahan bobot dan panjang tubuh yang terjadi secara berkala saat setelah pergantian kulit.

Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar baik yang terkontrol maupun tidak terkontrol. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sulit dikontrol seperti keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu suhu dan makanan (Effendie 1997), ketersediaan makanan, laju memakan makanan, nilai gizi makanan, dan faktor abiotik seperti amonia dan pH (Woothon 1990, diacu dalam Welcomme 2001). Dari sudut pandang perikanan, pertumbuhan sebagaimana rekrutmen mempengaruhi bobot tangkapan berkelanjutan yang dapat diambil dari suatu stok ikan (King 1995).

(26)

matematika yang sederhana (Allen 1971, diacu dalamKing 1995). Menurut King (1995) salah satu diantaranya adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (von Bertalanffy Growth Function/VBGF) yang umum digunakan dalam studi pertumbuhan. Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy memberikan representasi pertumbuhan ikan yang memuaskan. Hal ini karena persamaan pertumbuhan von Bertalanffy berdasarkan konsep fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui beberapa masalah seperti variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan (Beverton & Holt 1957).

Secara fisiologi krustasea sangat berbeda dengan kelompok ikan karena adanya proses pergantian kulit (moulting). Hal ini menyebabkan pertumbuhan individu krustasea tidak bersifat kontinu akan tetapi bertahap. Namun demikian dalam menganalisis pertumbuhan populasi krustasea model pertumbuhan von Bertalanffy tetap cocok untuk digunakan. Hal ini karena satu kohort krustasea terdiri dari individu-individu yang moulting pada waktu yang berbeda sehingga rata-rata kurva pertumbuhan satu kohort menjadi kurva yang rata (Sparre & Venema 1999).

Pada lobster terdapat beberapa cara untuk menggambarkan pertumbuhan yaitu:

a. panjang karapas; pola pertumbuhan lobster diketahui dengan membuat plot antara umur dan panjang karapas (carapacelength/CL),

b. laju pertumbuhan sesaat tahunan (annual instantaneous growth),

c. penambahan ukuran setelah moulting (moult increment/MI) yaitu penambahan panjang karapas setelah moulting yang diukur untuk masing-masing individu, dan

d. persentase penambahan panjang karapas sebelum dan setelah moulting (percentage of premoult carapace length/PCMI).

2.3.1 Proses pergantian kulit (Moulting)

(27)

mengeluarkan komponen skeletal (Lowery 1988). Whitnall (2000) menyebutkan bahwa moulting adalah proses pergantian eksoskeleton yang lama dan digantikan oleh yang baru pada tempat yang sama. Kulit yang baru bersifat lunak dan agar menjadi keras maka lobster akan mengambil air yang tersimpan di jaringan tubuhnya dan hal ini secara efektif menambah ukuran dan meregangkan kulit baru tersebut. Jika kulit baru telah mengeras maka air akan dikeluarkan. Proses pergantian kulit dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari dan intensitasnya akan menurun dengan bertambahnya umur. Proses pengerasan kulit membutuhkan kalsium yang diambil dari tubuh dan lingkungan perairan.

Selanjutnya Merrick (1993) seperti dikutip Widha (2003) membagi tahapan proses pergantian kulit menjadi empat tahapan yaitu:

1. Premoult: kalsium dalam kulit diserap kembali dan disimpan dalam gastrolith lalu diikuti dengan pembentukan kulit baru;

2. Moult: pelepasan kulit lama yang diikuti dengan penyerapan air dari media dalam jumlah besar;

3. Postmoult: pengapuran dan pengerasan kulit baru dari cadangan material organik dan anorganik yang berasal dari hemolimph dan hepatopankreas serta sebagian kecil dari media;

4. Intermoult: pertumbuhan jaringan somatik dan awal antar moulting.

2.4 Reproduksi C. quadricarinatus

Fujaya (2004) seperti dikutip Ambarwati (2008) menyatakan bahwa reproduksi merupakan kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya.

Beberapa aspek terkait reproduksi diantaranya adalah:

2.4.1 Seksualitas

(28)

penelitian Vazquez & Greco (2007) menunjukkan hal lain bahwa semua individu interseks memiliki kedua pasang lubang genital betina dan jantan; tidak terdapat appendix masculine dan bagian berwarna merah; dan berfungsi sebagai betina. Berikut ini adalah contoh individu C. quadricarinatus interseks:

Gambar 5 Individu betina C. quadricarinatus interseks dengan gonophore betina dan jantan (Vazquez & Greco 2007).

2.4.2 Tingkat kematangan gonad

Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah lobster memijah. Pengetahuan mengenai kematangan gonad diperlukan untuk menentukan atau mengetahui perbandingan antara individu yang sudah matang gonad dengan yang belum matang gonad dari stok yang ada di perairan, selain itu dapat diketahui ukuran atau umur pertama matang gonad, mengetahui waktu pemijahan, lama pemijahan dan frekuensi pemijahan dalam satu tahun (Effendie 1979).

(29)

2.4.3 Fekunditas

Fekunditas dapat diartikan sebagai jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina dan merupakan faktor penting dalam pengelolaan kegiatan budidaya ataupun biologi populasi jika dibandingkan antarpopulasi atau antarspesies. Fekunditas yang tinggi berpeluang untuk lebih sukses dalam reproduksi.

2.5 Kualitas Air

Secara umum kualitas air yang diperlukan oleh lobster air tawar untuk dapat tumbuh dengan baik adalah perairan hangat dengan kadar kalsium minimal 5 mgL-1, kesadahan tinggi, alkalinitas agak tinggi, dan kadar keasaman (pH) basa (7-8.5) (France 1995, diacu dalam Guan 1999; Lowery 1988).

2.5.1 Suhu, oksigen terlarut, dan pH

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 100C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen organisme akuatik sekitar 203 kali lipat. Namun peningkatan suhu disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi (Effendi 2003). Oksigen merupakan salah satu gas terlarut dalam perairan. Konsentrasi oksigen di perairan merupakan fungsi dari proses biologi seperti fotosintesis atau respirasi dan proses fisika seperti pergerakan massa air atau suhu (Goldman & Horne 1983).

(30)

nilai optimum dapat menyebabkan tertundanya proses pergantian kulit dan dapat meningkatkan kematian setelah moulting. Lobster pada perairan dingin membutuhkan oksigen relatif rendah dibandingkan lobster di perairan hangat (famili Cambaridae dan Parastacidae) (Jussila & Evans 1996, diacu dalam Reynolds 2002).

Keasaman dan kebasaan suatu danau diukur dalam satuan yang disebut dengan pH. pH (puissance d’Hydrogène/strength of the hydrogen) didefinisikan sebagai log negatif dari konsentrasi ion hidrogen. Keasaman ditunjukkan dengan pH 0 sampai 7 sedangkan basa 7 sampai 14. Konsentrasi ion hidrogen juga mengontrol nutrien perairan danau termasuk karbondioksida dan nutrien penting lainnya seperti fosfat, amonia, besi, dan logam lainnya (Goldman & Horne 1983). pH akan mempengaruni konsentrasi kalsium yang sangat dibutuhkan oleh lobster untuk pertumbuhannya.

2.5.2 Alkalinitas dan kesadahan

Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau dikenal dengan sebutan acid neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Pembentuk utama alkalinitas adalah bikarbonat, karbonat, dan hidroksida. Kesadahan adalah gambaran kation logam divalen. Pada perairan tawar kation divalen yang paling berlimpah adalah kalsium sehingga pada dasarnya kesadahan ditentukan oleh kalsium dan magnesium (Effendi 2003).

(31)

HCO3-. Kalsium di perairan terdapat dalam bentuk ionik dan partikulat terlarut

terutama CaCO3. Garam kalsium merupakan elemen utama kesadahan perairan.

Kalsium, bikarbonat, pH, dan konduktivitas tertentu merupakan elemen-elemen yang berkorelasi di perairan danau. Kalsium merupakan salah satu mineral yang melimpah di perairan dan mudah diukur dalam bentuk ion sehingga sering dijadikan indikator kesadahan perairan.

2.5.3 Chemical oxygen demand (COD)

(32)

3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perairan umum Danau Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam (Gambar 6). Penelitian berlangsung pada bulan Mei-September 2011. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak sembilan kali dengan interval waktu dua minggu. Penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga aspek penelitian yaitu struktur populasi; pertumbuhan; dan reproduksi C. quadricarinatus di Danau Maninjau.

Sumber: Modifikasi Sulastri et al. (2009)

Gambar 6 Lokasi penelitian.

3.2 Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian survei. Stasiun pengambilan contoh ditentukan secara purposive/ judgmental yaitu stasiun terpilih merupakan lokasi yang dianggap paling mewakili populasi secara keseluruhan (Levy & Lemeshow 1991). Lokasi/stasiun pengambilan contoh dibagi menjadi beberapa lokasi yang mewakili kondisi Danau Maninjau yaitu berdasarkan perbedaan tipe substrat zona litoral dan sumber masukan bahan organik.

Pada Tabel 1 dan Lampiran 1 disjikan deskripsi masing-masing lokasi/stasiun pengambilan contoh:

Stasiun sampling

1

2 5

4 6

(33)
[image:33.595.103.518.120.300.2]

Tabel 1 Deskripsi stasiun pengambilan contoh

Stasiun Sumber Masukan

Bahan Organik TSZL* JPTD** Lokasi

Bayur (1) -KJA

-Kegiatan pertanian -Limbah domestik

Batu kecil berpasir + Timur

Sungai Batang (2) -KJA

-Kegiatan pertanian -Limbah domestik

Batu besar ++ Timur

Batu Nanggai (3) -KJA

-Limbah domestik

Batu besar + Selatan

Sigiran (4) -KJA

-Limbah domestik

Batu besar ++ Barat

Sungai Tampang (5) -KJA

-Limbah domestik

Batu besar ++ Barat

Utara (Linggai, Koto Gadang ) (6)

-KJA

-Kegiatan pertanian -Limbah domestik

Batu kecil, berpasir, dan sedikit berlumpur

+ Utara

*TSZL=tipe substrat zona litoral; **JPTD=jumlah pepohonan di tepian danau

3.3 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian adalah: Tabel 2 Daftar alat dan bahan serta kegunaannya.

No Alat dan Bahan Kegunaan

Alat

1 Kaliper ketelitian 0.01 mm Mengukur dimensi ukuran panjang

2 Neraca dijital ketelitian 0.1 gram Mengukur dimensi ukuran bobot basah total lobster

3 Neraca dijital ketelitian 0.0001 gram Mengukur dimensi ukuran bobot gonad lobster

4 Experimental trap (berbentuk kotak dengan dimensi 50x20x15 cm dan mesh size ¼ inchi)

Menangkap lobster

5 Alat tangkap yang digunakan nelayan Menangkap lobster 6 Akuarium (dimensi 90x40x40 cm) dan paralon

(panjang=10 cm dan diameter ±7 cm)

Memelihara lobster

7 Botol sampel Wadah sampel air

8 Botol film Wadah gonad lobster

9 Alat bedah Membedah lobster untuk mengetahui

tingkat kematangan gonad 10 Water Quality Checker (WQC Horiba U-10) dan YSI

550A

Mengukur parameter fisika air

11 12

Kertas lakmus

Mikroskop binokuler Olympus Model CHS (CH-2)

Menentukan pH air

Mengamati histologis gonad dan diameter telur

13 Mikrometer okuler dan objektif Mengukur diameter telur di bawah mikroskop

Bahan

1 Lobster Objek penelitian

2 Formalin 10% dan 4% Mengawetkan gonad lobster

3 Larutan Bouin Mengawetkan gonad untuk pengamatan

histologis

[image:33.595.104.511.122.788.2]
(34)

3.4.1 Kualitas air

Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, pH, oksigen terlarut (DO), turbiditas, kesadahan, alkalinitas, amonia, dan chemical oxygen demand (COD). Pengukuran parameter turbiditas menggunakan WQC Horiba U-10; oksigen dan suhu menggunakan YSI 550 A; dan pH menggunakan kertas lakmus. Pengukuran dilakukan bersamaan dengan pengambilan contoh lobster yaitu setiap dua minggu sekali pada masing-masing stasiun.

Pengambilan contoh air untuk analisa kesadahan, alkalinitas, amonia, dan COD dilakukan sebulan sekali di masing-masing stasiun pada Juli sampai September. Parameter suhu, pH, dan DO ditentukan secara langsung sedangkan parameter alkalinitas dan kesadahan diukur menggunakan metode titrimetri; amonia menggunakan spektrofometer dengan metode phenate; dan COD metode refluks tertutup menurut standar APHA (1992).

3.4.2 Struktur populasi

Pada setiap pengambilan contoh di masing-masing lokasi data yang dicatat adalah jumlah, ukuran panjang, ukuran bobot, dan jenis kelamin lobster yang tertangkap menggunakan experimental trap (Lampiran 2). Experimental trap mempunyai bentuk yang sama dengan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan setempat yang dikenal dengan istilah rago. Rago yang digunakan untuk penelitian memiliki bentuk dan ukuran seragam. Rago dipasang selama lebih kurang 13 jam setiap pengambilan contoh. Rago dipasang sore hari (sekitar pukul 17.00-18.00 WIB) dan diangkat keesokan paginya (sekitar pukul 06.00-07.00 WIB). Umpan yang digunakan adalah campuran kelapa dan pelet. Jumlah rago yang dipasang pada masing-masing stasiun sama yaitu 5 buah selama Mei-Juli namun menjadi 4 buah selama Agustus-September. Pengurangan jumlah ini disebabkan beberapa hal yaitu adanya rago rusak dan hilang. Nilai TPSU dihitung sesuai dengan jumlah rago yang digunakan (Lampiran 3).

(35)
[image:35.595.106.499.87.519.2]

dada (PD, 4); panjang abdomen (PAb, 5); panjang telson (PTl, 6); dan lebar rostrum (LR, 7) seperti disajikan pada Gambar 7 berikut ini :

Gambar 7 Pengukuran karakter morfometrik.

Semua karakter tersebut dibandingkan terhadap panjang karapas menjadi rasio panjang total terhadap panjang karapas (PTCL); panjang kepala (PKCL); panjang dada (PDCL); panjang abdomen (PAbCL); panjang telson (PTlCL); dan lebar rostrum (LRCL).

3.4.3 Pertumbuhan

(36)

basah total adalah bobot total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya (Busacker et al. 1990). Pertumbuhan C. quadricarinatus di Danau Maninjau ditentukan berdasarkan analisis frekuensi panjang karapas dan penambahan ukuran setelah pergantian kulit, seperti dijelaskan berikut :

a. Pertumbuhan berdasarkan analisis frekuensi panjang

Lobster yang digunakan adalah semua hasil tangkapan. Parameter yang diukur adalah panjang total dan panjang karapas. Data yang diperoleh akan digunakan untuk menentukan parameter pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy.

b. Pertumbuhan berdasarkan penambahan ukuran setelah pergantian kulit.

Sebanyak 20 ekor lobster dipelihara di akuarium dengan kepadatan lima ekor lobster per akuarium. Air yang digunakan selama pemeliharaan adalah air Danau Maninjau; diaerasi terus menerus; dan diberi pakan pelet, kelapa, dan cacing. Pada masing-masing akuarium lobster ditandai dengan mengikat salah satu capitnya menggunakan tali rafia dengan warna berbeda. Pengukuran parameter panjang karapas dilakukan sebelum dan sesudah lobster mengalami pergantian kulit. Pengukuran setelah pergantian kulit dilakukan ketika kulit lobster telah mengeras kembali yaitu ±24 jam atau lebih setelah pergantian kulit. Data yang didapat dianalisis untuk menentukan nilai MI (moult increment) dan PCMI (percentage of premoult carapace length). Lobster yang dipelihara dipilih secara acak mewakili stasiun pengambilan contoh dan ukuran lobster yang digunakan beragam (Lampiran 4).

3.4.4 Reproduksi

(37)

a. Seksualitas

Jenis kelamin lobster ditentukan berdasarkan posisi gonophore pada kaki jalan lobster (Gambar 8).

(a) (b)

Gambar 8 Lokasi organ reproduksi untuk krustasea betina (a) dan jantan (b) (Withnall 2000).

Gonophore terletak pada dasar pereiopod ke-3 untuk lobster betina dan pada dasar pereiopod ke-5 untuk jantan (Sagi et al. 1996, diacu dalamVazquez & Greco 2007).

b. Tingkat kematangan gonad dan indeks kematangan gonad

Setelah lobster dianastesi selanjutnya lobster dibedah untuk pengamatan gonad. Tingkat kematangan gonad ditentukan berdasarkan ciri morfologi dan analisis histologis gonad. Penentuan TKG secara morfologi mengacu kepada metode klasifikasi tingkat kematangan gonad C. quadricarinatus (Vazquez et al. 2008) untuk betina dan C. monticola (BPPT-LBN LIPI 1983/ 1984 diacu dalam Tapilatu 1996 & Widha 2003) untuk jantan (Tabel 3).

[image:37.595.98.503.188.439.2]
(38)
[image:38.595.88.505.69.834.2]

Tabel 3 Klasifikasi tingkat kematangan gonad Cherax sp.

TKG Betina Jantan

I Ovarium berbentuk seperti huruf H dan transparan.

Panjang karapas rata-rata 16.70 mm; panjang rata-rata

post-orbital karapas 13.00 mm; dan bobot rata-rata 0.09-0.2 atau 0.2-2.00 gram.

Testis tampak transparan

II Ovarium berbentuk seperti huruf H dengan warna krem

sampai oranye muda. Panjang karapas rata-rata 30.06 mm; panjang rata-rata post-orbital karapas 21.24 mm; dan bobot rata-rata 2-8 gram.

Awal perkembangan sperma. Testis berwarna abu-abu keputih-putihan.

III Ovarium berbentuk seperti huruf H dengan warna

oranye sampai oranye dengan beberapa telur berwarna hijau. Panjang karapas rata-rata 36.94 mm; panjang rata-rata post-orbital karapas 26.03 mm; dan bobot rata-rata 6-18 gram.

Testis matang. Warna putih susu

IV Ovarium berbentuk seperti huruf Y dengan warna hijau

muda. Panjang karapas rata-rata 54.34 mm; panjang rata-rata post-orbital karapas 38.47 mm; dan bobot rata-rata >18 gram.

-

Post sapwning

Ovarium berbentuk seperti huruf Y dengan warna oranye muda.

c. Lebar endopod dan exopod

Salah satu pleopod ketiga (Gambar 9) diambil dan diletakkan di atas cawan petri. Selanjutnya lebar endopod dan exopod diukur menggunakan kaliper (±0.01 mm).

(39)

d. Fekunditas

Gonad lobster betina yang telah matang gonad (TKG III dan IV) diawetkan dalam larutan formalin 10% selama 24 jam dan setelahnya diganti dengan larutan formalin 4% untuk selanjutnya dihitung. Fekunditas ditentukan dengan menggunakan metode gravimetrik (Effendie 1979). Gonad contoh diambil dari tiga bagian gonad tersebut yaitu posterior, median, dan anterior. Gonad contoh ditimbang dan dihitung jumlah butir telurnya.

e. Diameter telur

Gonad contoh diambil dari bagian posterior, median, dan anterior sebanyak 20 butir. Setelah itu diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler. Mikroskop binokuler dilengkapi dengan mikrometer okuler yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan mikrometer objektif. Metode yang digunakan adalah metode sensus.

3.5 Analisa Data 3.5.1 Struktur populasi

a. Keragaman morfometrik

Perbedaan nilai beberapa karakter morfometrik lobster pada masing-masing stasiun diuji menggunakan analisis ragam (ANOVA) satu arah.

b. Kepadatan lobster

Kepadatan lobster pada masing-masing lokasi dapat dilihat dari nilai tangkapan per satuan upaya (TPSU). TPSU = jumlah individu lobster/upaya tangkap (jumlah rago) pada tiap lokasi.

3.5.2 Pertumbuhan

a. Pola pertumbuhan dan faktor kondisi

Pola pertumbuhan lobster dapat diketahui melalui koefisien hubungan panjang bobot lobster. Hubungan antara panjang (L) dan bobot (W) lobster jantan dan betina secara umum adalah (Pauly 1984):

b aL W

Nilai a dan b diduga dari bentuk linear persamaan di atas yaitu: L

log b a log W

(40)

1. Jikanilai b=3 maka pertumbuhan bobot adalah isometrik 2. Jika nilai b≠3 maka pertumbuhan bobot adalah alometrik.

a. b>3 maka pertumbuhan bobot adalah alometrik positif b. b<3 maka pertumbuhan bobot adalah alometrik negatif.

Untuk menguji hipotesis nol bahwa β=β0 dapat dihitung t. Jika nilai t > t(α/2, n-2) maka hipotesis nol ditolak dan jika t< t(α/2, n-2) hipotesis nol gagal ditolak (Steel

[image:40.595.108.498.226.739.2]

& Torrie 1989). Selanjutnya kehomogenan nilai b jantan dan betina diuji menurut Steel & Torrie (1989). Uji kehomogenan nilai b bertujuan untuk menentukan apakah keduanya dapat dianggap menduga β yang sama dengan kata lain apakah data hubungan panjang bobot lobster jantan dan betina dapat digabungkan. Berikut ini adalah metode uji kehomogenan nilai b:

Tabel 4 Uji kehomogenan nilai b

Perlakuan db (x-x)2 (x-x) (y-y (y-y)2 db JK Sisa

1 n1-1 Exx (1) Exy (1) Eyy (1) n1-2 JK Sisa (1)

2 n2-1 Exx (2) Exy (2) Eyy (2) n2-2 JK Sisa (2)

. . .

t nt-1 Exx (t) Exy (t) Eyy(t) nt-2 JK Sisa (t)

Sisa dari regresi masing-masing ni −2t

∑JKi ( sisa)=g

alat gabungan =A Total bagi regresi tunggal keseluruha n

ni-t Exx( i) i

Exy( i) i

Eyy( i) i

ni-t-1 Eyy( i)

−[∑EXY( i) ]2

∑EXx( i) = B

Beda bagi kehomoge nan regresi

t-1 B-A

Fhitung

= ( B-A)

t-1 A

(∑ni−2t)

(41)

Faktor kondisi (k) yang menggambarkan kondisi lobster dihitung dengan membandingkan berat aktual masing-masing individu lobster (w) dengan bobot teoritisnya (ŵ) menurut persamaan berikut (Bagenal 1978):

k=w w

b. Penambahan ukuran setelah pergantian kulit

Pertambahan panjang karapas per pergantian kulit (moult increment/MI) dan persentase pertambahan panjang karapas per pergantian kulit (percentage of premoult carapace length /PCMI) dapat dihitung menggunakan rumus (Guan & Wiles 1999):

MI=CL1−CL0 danPCMI=

(CL1 CL0)

CL0

x100 Keterangan : CL0 = panjang karapas sebelum pergantian kulit

:CL1 = panjang karapas setelah satu kali pergantian kulit.

c. Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (VBGF)

Koefisien pertumbuhan (K) ditentukan menggunakan ELEFAN I (K scan) yang terdapat pada perangkat lunak FiSAT II. Panjang asimptotik (L)ditentukan berdasarkan ukuran terbesar individu yang tertangkap (Lmax) menggunakan Taylor

(1958) seperti dikutip Nwosu & Wolfi (2006) : L=Lmax

0,95

Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1979 diacu dalam Alhassan & Armah 2011):

log(-t0)=-0.3922-0.2752(log L)-1.038(log K)

sehingga persamaan pertumbuhan von Bertalanffy lobster menjadi: CLt=CL∞(1- exp -k(t-t0))

Keterangan :CLt = panjang karapas saat umur t (mm)

:CL∞ = panjang karapas asimptotik (mm) :K = koefisien pertumbuhan

:t0 = umur teoritis saat CL nol (tahun)

(42)

3.5.3 Reproduksi a. Rasio kelamin

Rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah lobster jantan dan lobster betina.

Rasio kelamin= J B Keterangan :J = Jumlah lobster jantan (ekor)

:B = Jumlah lobster betina (ekor)

Penentuan seimbang atau tidaknya rasio kelamin jantan dan betina dilakukan dengan uji Chi-Square (Steel dan Torie 1989) sebagai berikut:

H0 : J = B

H1 : J ≠ B

Dengan rumus perhitungan :

X2 hitung =∑ oi-ei

2

ei

i Keterangan :X2 hitung = Chi-Square hitung

:oi = frekuensi ke-i

:ei = frekuensi harapan ke-i

Nilai X2 tabel diperoleh dari tabel nilai kritik sebaran khi-kuadrat. Untuk penarikan keputusan dengan membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel pada selang kepercayaan 95%. Jika nilai X2 hitung > X2 tabel maka keputusannya adalah menolak H0, dan jika X2 hitung < X2 tabel maka keputusannya adalah

gagal menolak H0 (Walpole 1993).

b. Tingkat kematangan gonad dan indeks kematangan gonad

Struktur tingkat kematangan gonad pada masing-masing lokasi akan dianalisis secara deskriptif. Indeks kematangan gonad (IKG) atau gonadosomatic indices (GSI) dihitung menggunakan rumus (Beatty et al. 2005):

GSI=100 W1 W2

Keterangan :GSI = gonadosomaticindices/ indeks kematangan gonad :W1 = Bobot basah gonad (gram)

(43)

Perubahan tingkat kematangan gonad lobster jantan dan betina juga akan dianalisis menggunakan indeks lebar endopod (endopod width index/ EWI). EWI dihitung menurut Sagi et al. (1996):

EWI=Lebar endopod Lebar exopod

c. Ukuran pertama kali matang gonad

Ukuran lobster pertama kali matang gonad (size at first maturity/ LM) mewakili ukuran lobster dimana 50% individu telah matang gonad. Ukuran pertama kali matang gonad diduga dengan memplotkan proporsi lobster matang gonad pada tiap ukuran kelas panjang mengikuti model logistik berikut (Campos et al. 2009):

p= 1

1+exp-r(CL-LM)

dimana p adalah proporsi individu matang gonad pada masing-masing kelas ukuran, r kemiringan garis (slope), CL panjang karapas, dan LM ukuran pertama kali matang gonad.

d. Fekunditas

Fekunditas ditentukan dengan menggunakan metode gravimetrik menurut Effendie (1979) :

X=W.x w Keterangan :X = Fekunditas total (butir)

W = Berat gonad total (gram)

x = Jumlah telur gonad contoh (butir) w = Berat gonad contoh (gram)

3.5.4 Hubungan struktur populasi, pertumbuhan, dan reproduksi dengan kualitas air Danau Maninjau

(44)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Habitat C. quadricarinatus di Danau Maninjau

Kualitas air merupakan fakror abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi biota akuatik termasuk C. quadricarinatus. Beberapa parameter kualitas air penting bagi kehidupan lobster air tawar dan diukur pada penelitian adalah pH, kandungan oksigen terlarut (mgL-1), suhu (0C), turbiditas (NTU), alkalinitas (mgL-1), kesadahan (mgL-1), chemical oxygen demand (COD) (mgL-1), dan amonia (mgL-1). Pada semua pengamatan menurut waktu dan lokasi nilai suhu bervariasi dengan kisaran 26.8-29.30C. Rata-rata turbiditas berkisar antara 4.5 sampai 9.75 NTU menurut stasiun dan 6.20-9.00 NTU menurut bulan pengukuran. Variasi oksigen terlarut per lokasi dan waktu cukup tinggi dengan nilai minimum 1.40 mgL-1 (Juli, Sungai Batang) dan maksimum 8.62 mgL-1 (Agustus, Sigiran) (Lampiran 5).

Hasil pengukuran pH, suhu, turbiditas dan oksigen terlarut bervariasi menurut waktu dan lokasi pengukuran. Kisaran nilai parameter fisika di atas masih dalam batas yang bisa ditoleransi oleh C. quadricarinatus. Suhu optimum bagi C. quadricarinatus yaitu 22-300C (Reynolds 2002); 23.9-29.40C (Masser & Rouse 1997). pH perairan yaitu 6 merupakan nilai pH yang masuk dalam rentang nilai pH yang umum terdapat di danau yaitu 6-9 (Goldman & Horne 1998). Perairan dengan kisaran nilai pH 6-9 merupakan perairan yang bisa diperuntukkan untuk kegiatan budidaya perikanan (PP No 82 Tahun 2001) dan nilai pH yang direkomendasikan untuk penetasan C. quadricarinatus pada kegiatan budidaya oleh Rouse (1977) seperti diacu dalam Widha (2003) adalah 6.5-9; namun hasil penelitian Widha (2003) menunjukkan nilai pH pada penetasan adalah 5.9-6.5.

(45)

mentolerir kandungan oksigen 1 mgL-1. Kandungan oksigen optimum untuk pertumbuhan C. quadricarinatus adalah >5 mgL-1 (Frost 1975, diacu dalam Nystrom 2002). Selanjutnya C. quadricarinatus lebih menyukai perairan yang relatif lebih keruh.

Sama halnya dengan nilai beberapa parameter lainnya, nilai alkalinitas dan kesadahan pada habitat C. quadricarinatus di Danau Maninjau juga bervariasi. Nilai alkalinitas berkisar antara 94.98 mgL-1 sampai 124.20 mgL-1. Kisaran nilai kesadahan yaitu 37.33-42.67 mgL-1. Nilai alkalinitas dan kesadahan erat kaitannya dengan kandungan kalsium di perairan. Nilai kesadahan tinggi menggambarkan kandungan kalsium tinggi pula. Batas toleransi alkalinitas dan kesadahan C. quadricarinatus cukup lebar yaitu 20-300 mgL-1. Wheatley & Ayers (1995) seperti dikutip Reynolds (2002) menyatakan bahwa kalsium merupakan elemen yang paling penting untuk pertumbuhan lobster. Kebutuhan kalsium pada periode postmoult sangat tinggi untuk menggantikan kalsium yang hilang saat moulting.

Selama bulan Juli-September nilai COD di Danau Maninjau sangat bervariasi. Nilai COD minimum yaitu 5.19 mgL-1 di Sungai Tampang pada bulan Agustus dan nilai maksimum 94.2 mgL-1 di Sungai Batang pada bulan September. Nilai COD pada bulan September sangat tinggi dibandingkan bulan sebelumnya di semua stasiun pengambilan contoh. Peningkatan nilai COD mencapai hampir sepuluh kali lipat. Tingginya bahan organik perairan Danau Maninjau mulai periode ini juga terlihat dengan adanya gumpalan menyerupai serbuk berwarna hijau yang diduga kumpulan alga di perairan Danau Maninjau (Lampiran 6). Boyd (1973) seperti dikutip kembali oleh Boyd (1982) menemukan bahwa di perairan tambak fitoplankton merupakan faktor utama penyumbang COD. Gumpalan yang mengandung minyak ini mulai tecatat oleh penulis sejak tanggal 13 Agustus 2011.

(46)

permukaan tanah tergerus dan terbawa air hujan ke perairan Danau. Selanjutnya hujan lebat juga memungkinkan terjadinya pembalikan massa air danau yaitu massa air di bawah kolom perairan yang kaya akan bahan organik sisa pakan KJA naik ke permukaan dan sebaliknya. Jika berdasarkan nilai rata-rata COD maka perairan Danau Maninjau termasuk ke dalam perairan kelas IV menurut PP No 82 tahun 2001. Kandungan amonia perairan Danau Maninjau berkisar antara 0.07 mgL-1 sampai 2.14 mgL-1. Rata-rata nilai amonia bulan Agustus-September <0.1 mgL-1 menunjukkan nilai amonia yang umum di perairan danau dan sungai pada umumnya (Goldman & Horne 1998). Cherax quadricarinatus mampu mentoleransi kandungan amonia sampai 1 mgL-1 dan nitrit 0.5 mgL-1 (Masser & Rouse 1997).

Pencemaran baik bahan organik maupun logam berat dilaporkan berpengaruh negatif terhadap populasi alami lobster air tawar, walaupun hal ini masih berdasarkan hasil penelitian skala laboratorium (France 1986, diacu dalam Nystrom 2002). Walaupun beberapa jenis lobster air tawar toleran terhadap pencemaran namun bahan pencemar tersebut akan terakumulasi terutama pada insang, eksoskleton, dan hepatopankreas (Alikhan et al. 1990, Anderson et al. 1997, Zaranko et al. 1997, diacu dalamNystrom 2002). Bahan pencemar ini akan diteruskan ke rantai makanan berikutnya termasuk jika dikonsumsi oleh manusia.

4.2 Struktur Populasi C. quadricarinatus di Danau Maninjau 4.2.1 Keragaman morfometrik

Studi mengenai morfometrik secara kuantitatif memiliki manfaat yaitu dapat membedakan individu antar jenis kelamin atau spesies; menggambarkan pola-pola keragaman morfometrik antarpopulasi maupun spesies; dan mengklarifikasi hubungan filogenik (Strauss & Bond 1990). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dari enam karakter yang diuji hanya ada dua karakter yang berbeda nyata (p<0.05) antarstasiun yaitu PKCL dan PAbCL. Empat karakter lainnya PTCL, PDCL, LRCL, dan PTlCL sama di semua stasiun (p>0.05) (Lampiran 7).

(47)

bahwa lobster di Danau Maninjau saat ini terdiri dari populasi yang sama. Namun tidak tertutup kemungkinan akan terbentuk sub populasi lobster di Danau Maninjau. Hal ini karena keragaman genetik pada spesies yang sama tergantung pada ukuran sub populasi lokal, lamanya sub populasi terisolasi, dan jumlah migrasi yang terjadi (Allendorf & Ferguson 1990).

4.2.2 Tangkapan per satuan upaya/TPSU (catch per unit effort/CPUE)

Lobster air tawar C. qudricarinatus sebagai salah satu spesies asing di Danau Maninjau telah terdistribusi di semua lokasi/stasiun pengambilan contoh dengan kepadatan yang berbeda. Hal ini terlihat dari nilai TPSU yang berbeda pada masing-masing stasiun. Nilai TPSU tertinggi sebesar 6.4 yaitu di stasiun Sungai Batang kemudian diikuti Batu Nanggai, Sungai Tampang, Sigiran, Utara, dan Bayur (Tabel 5). Kepadatan yang relatif lebih tinggi di Sungai Batang dan Batu Nanggai disebabkan oleh beberapa hal yaitu kesesuaian habitat, ketersediaan makanan, dan karena masuknya C. quadricarinatus di Danau Maninjau berawal dari wilayah sekitar Sungai Batang-Batu Nanggai.

Tabel 5 Tangkapan per Satuan Upaya (TPSU) lobster pada masing-masing stasiun

Stasiun Tangkapan Per Satuan Upaya (TPSU)

Bayur 1.0

Sungai Batang 6.4

Batu Nanggai 3.3

Sigiran 1.1

Sungai Tampang 1.1

Utara 1.2

(48)

merupakan spesies lobster yang memerlukan naungan (shelter dependent) dalam kebiasaan makan (feeding behavior) nya. Hal ini untuk mengurangi resiko predasi. Selanjutnya Loya-Javellana et al. (1993) juga menemukan bahwa C. quadricarinatus dewasa lebih memilih makanan berupa detritus. Oleh karena itu kepadatan lobster di wilayah Sungai Batang-Batu Nanggai relatif lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya.

4.2.3 Distribusi ukuran

Secara umum ukuran lobster jantan lebih besar dibandingkan lobster betina (Gambar 10 dan Lampiran 9). Pada kelas ukuran lebih besar dari 57.87 mm jumlah lobster jantan lebih banyak dan pada kelas ukuran terbesar tidak ditemukan lobster betina.

Gambar 10 Distribusi ukuran C. quadricarinatus jantan dan betina.

Ukuran panjang (dalam hal ini panjang karapas/CL, mm) dan bobot basah total Cherax quadricarinatus yang ditemukan di Danau Maninjau beragam seperti disajikan pada Gambar 11 dan Lampiran 8. Ukuran panjang minimum yang tertangkap (CLmin) yaitu 14.9 mm dan ukuran maksimum (CLmax) 77.9 mm.

Selanjutnya bobot lobster minimum yang tertangkap yaitu 0.8 gram dan bobot maksimum 110.9 gram. Lobster dengan rata-rata ukuran panjang terbesar yaitu di Sungai Tampang diikuti Utara, Sungai Batang, Bayur, Sigiran, dan Batu Nanggai. Selanjutnya rata-rata bobot lobster tertinggi terdapat di stasiun Sungai Tampang, Bayur, Sungai Batang, Utara, dan Batu Nanggai.

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00

17.7623.4929.2234.9540.6846.4152.1457.87 63.6 69.3375.06

F

r

e

k

u

e

n

si

(%

)

Nilai tengah kelas ukuran panjang (mm)

(49)

F r e k u e n s i (% ) 80 70 60 50 40 30 20 10 30 20 10 0 80 70 60 50 40 30 20 10 30 20 10 0 80 70 60 50 40 30 20 10

Bayur S.Batang Batu Nanggai

Sigiran S.Tampang Utara

Bayur 50.22 StDev 7.738 N 210 Batu Nanggai Mean 44.90 StDev 10.10 Mean N 216 Sigiran Mean 48.63 StDev 7.567 N 36 S.T ampang 49.30 Mean 56.12 StDev 9.400 N 38 Utara Mean 50.38 StDev StDev 8.868 N 34 14.69 N 23 S.Batang Mean Distribusi ukuran panjang (mm)

(a) F r ek u e n s i (% ) 100 80 60 40 20 0 -20 20 15 10 5 0 100 80 60 40 20 0 -20 20 15 10 5 0 100 80 60 40 20 0 -20

Bayur S.Batang Batu Nanggai

Sigiran S.Tampang Utara

Bayur 30.19 StDev 14.75 N 190 Batu Nanggai Mean 24.50 StDev 15.35 Mean N 178 Sigiran Mean 28.54 StDev 11.79 N 35 S.T ampang 32.59 Mean 41.29 StDev 20.92 N 24 Utara Mean 27.36 StDev StDev 17.79 N 30 21.75 N 22 S.Batang Mean Distribusi ukuran bobot (gram)

[image:49.595.110.497.78.658.2]

(b)

Gambar 11 Distribusi ukuran (a) panjang dan (b) bobot C. quadricarinatus pada masing-masing stasiun.

(50)

berbeda terdapat pada stasiun Utara dan Bayur. Rata-rata ukuran panjang lobster di stasiun utara relatif lebih besar namun memiliki rata-rata bobot yang relatif lebih kecil. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa lobster di stasiun Utara lebih kurus. Hal ini terbukti dengan nilai faktor kondisi lobster di stasiun Utara yang lebih kecil dari 1 dan lebih rendah dibandingkan faktor kondisi lobster di stasiun lainnya. Selanjutnya rata-rata ukuran panjang lobster di stasiun Bayur lebih kecil namun dengan rata-rata ukuran bobot lebih besar. Hal ini disebabkan karena lobster yang tertangkap di stasiun Bayur didominasi lobster dengan ukuran panjang lebih besar dari 50 mm. Lobster dengan ukuran panjang>50 mm memiliki faktor kondisi yang cenderung naik dan lebih besar dari satu (Tabel 7).

4.3 Pertumbuhan C. quadricarinatus di Danau Maninjau 4.3.1 Pola pertumbuhan dan faktor kondisi

Hubungan panjang karapas dan bobot basah total dianalisis per stasiun dan jenis kelamin (Tabel 6). Secara umum nilai koefisien regresi power dengan panjang karapas sebagai peubah bebas dan bobot basah total sebagai peubah tak bebas pada persamaan di atas bernilai lebih dari 90% kecuali pada stasiun Sigiran untuk jenis kelamin jantan. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi power sangat baik dalam menggambarkan hubungan antara panjang karapas dan bobot basah total. Nilai b hubungan panjang karapas dan bobot basah total berkisar antara 2.84-3.14. Setelah dilakukan uji t diketahui bahwa nilai b=3 artinya pola pertumbuhan isometrik untuk jantan dan betina pada semua stasiun, namun setelah dilakukan uji kehomogenan nilai b ( Lampiran 10) diketahui bahwa nilai b jantan dan betina tidak sama di beberapa stasiun. Nilai b jantan dan betina tidak sama (Fhitung>Ftabel) di stasiun Sungai Batang; Batu Nanggai; Sigiran; dan Sungai

Tampang, sedangkan nilai b jantan dan betina sama (Fhitung<Ftabel) di stasiun Bayur

(51)
[image:51.595.111.518.163.504.2]

Tabel 6 Hubungan panjang karapas (CL, mm) dan bobot basah total (W, gram) C. quadricarinatus pada masing-masing stasiun.

Lokasi Jenis

Kelamin

Persamaan Hubungan Panjang Karapas-Bobot Basah Total

Pola Pertumbuhan (α=0,05)

Bayur J W=1.26x10-4 CL3.14

(R²=0.99; SEb=0.06; n=14;p<0.05) Isometrik

B W=1.38x10-4 CL3.10

(R²=0.99; SEb=0.13; n=9;p<0.05) Isometrik

Sungai Batang

J W=1.44x10-4 CL3.11

(R²=0.97; SEb=0.05; n=103;p<0.05) Isometrik

B W=2.74x10-4 CL2.93

(R²=0.94; SEb=0.08; n=87;p<0.05) Isometrik

Batu Nanggai

J W=1.59x10-4 CL3.09

(R²=0.96; SEb=0.07; n=85;p<0.05)

Isometrik

B W=1.4x10-4 CL3.11

(R²=0.97; SEb=0.05; n=93;p<0.05)

Isometrik

Sigiran J W=4.31x10-4 CL2.84

(R²=0.88; SEb=0.25; n=19;p<0.05)

Isometrik

B W=2.37x10-4 CL2.98

(R²=0.99; SEb=0.09; n=16;p<0.05)

Isometrik

Sungai Tampang

J W=1.18x10-4 CL3.17

(R²=0.96; SEb=0.23; n=9;p<0.05) Isometrik

B W=2.33x10-4 CL2.98

(R²=0.99; SEb=0.09; n=15;p<0.05)

Isometrik

Utara J W=1.11x10-4 CL3.14

(R²=0.9; SEb=0.32; n=12;p<0.05)

Isometrik

B W=1.98x10-4 CL3.01

(R²=0.97; SEb=0.13; n=18;p<0.05)

Isometrik

Oleh karena itu untuk menggambarkan pola pertumbuhan C. quadricarinatus di Danau Maninjau data pada semua stasiun digabung dan dianalisis per jenis kelamin jantan dan betina (Gambar 12). Persamaan hubungan panjang karapas-bobot basah total untuk lobster jantan adalah W=1.53x10-4 CL3.09 (R²=0.98;SEb=0.03; n=237; p<0.05) dengan nilai b 3.05-3.15 pada selang

(52)

Gambar 12 Hubungan panjang karapas-bobot basah total C. quadricarinatus jantan dan betina di Danau Maninjau

Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot C. quadricarinatus jantan lebih besar dibandingkan pertumbuhan panjang karapasnya. Persamaan hubungan panjang karapas-bobot basah total lobster betina yaitu W=1.8x10-4 CL3.03 (R²=0.97;SEb=0.03; n=236; p<0.05) dengan nilai b 2.96-3.09 pada (SK) 95% dan

pola pertumbuhan isometrik. Pertumbuhan isometrik menunjukkan pertambahan bobot seimbang dengan pertambahan panjangnya (Effendie 1997).

Pola pertumbuhan yang sama juga ditemukan pada jenis lobster air tawar introduksi Pacifastacus leniusculus di sungai dataran rendah di Inggris dengan nilai koefisien korelasi 0.99-1.00 (p<0.001) dengan nilai b 3.32 untuk jantan dan b 3.13 untuk betina (Guan & Wiles 1999). Selanjutnya hasil penelitian Elser et al. (1994) menunjukkan bahwa Pacifastacus leniusculus jantan memiliki pola pertumbuhan alometrik (+) dengan nilai b 3.04 dan betina tumbuh secara isometrik dengan nilai b 2.53. Hal ini diduga karena chelae lobster jantan tumbuh secara alometrik sedangkan pada lobster betina tumbuh secara isometrik dan lobster betina lebih banyak menggunakan energinya untuk reproduksi namun lobster jantan untuk massa tubuhnya (Mason 1975, diacu dalamElser et al. 1994; Elser et al. 1994). Selanjutnya hasil penelitian Gu et al. (1994) mengungkapkan

W = 1.53x10-4CL3.09

R² = 0.98;SEb=0.03; n=237

0 20 40 60 80 100 120

0 20 40 60 80 100

Be r a t b a sa h to ta l (g r a m ) Jantan

W = 1.8x10-4CL3.03

R² = 0.97;SEb=0.03; n=236

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 20 40 60 80

Betina

[image:52.595.104.507.67.823.2]
(53)

bahwa chelae berkontribusi sebesar 22.6±0.7% terhadap bobot total lobster jantan dewasa dan 14.2±0.3% untuk lobster betina dewasa.

Chelae yang lebar dan cheliped yang panjang pada lobster jantan berguna saat aktivitas reproduksi dan persaingan. Abdomen yang lebar dan panjang pada lobster betina berfungsi untuk menyimpan telur dan melindungi juvenil yang baru menetas (Hartnoll 1974 and Stein 1976 diacu dalamGu et al. 1994). Hal ini juga terlihat dari hasil regresi antara panjang total (peubah tak bebas, y) dan panjang karapas (peubah bebas, x) (Gambar 13). Hubungan panjang karapas dan panjang total dapat diwakili dengan baik menggunakan model regresi linear sederhana dengan nilai koefisien regresi 99% untuk lobster jantan dan 97% untuk lobster betina. Nilai kemiringan garis regresi untuk lobster jantan lebih kecil (2.1) dibandingkan lobster betina (2.2). Hal ini menunjukkan bahwa panjang abdomen lebih berkontribusi terhadap panjang total pada lobster betina dibandingkan lobster jantan.

Gambar 13 Hubungan panjang karapas dan panjang total C.quadricarinatus di Danau Maninjau.

Faktor kondisi (FK)

Faktor kondisi pada dasarnya adalah membandingkan nilai bobot aktual individu dengan berat teoritis individu. Jika bobot aktual lebih besar dari bobot teoritis (FK>1) maka individu tersebut dapat dikatakan memiliki kondisi baik

TL = 2.1CL - 1.52 (R² = 0.99; n=254)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

0 50 100

P a n ja n g To ta l (TL, m m ) Jantan

TL= 2.2CL - 3.2 (R² = 0.97; n=244)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

0 20 40 60 80

Betina

(54)

(montok) dan sebaliknya jika bobot aktual lebih kecil dibandingkan bobot teoritis (FK<1) maka individu lobster tersebut dapat dikatakan kurus.

Faktor kondisi sesuai untuk membandingkan individu berbeda dalam spesies yang sama. Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung jenis kelamin, musim, atau lokasi penangkapan (Ricker 1975); umur (Lagler 1970); dan King (1995) menambahkan bahwa faktor kondisi pada ikan juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan kelimpahan makanan. Berikut ini disajikan nilai faktor kondisi pada masing-masing stasiun (Tabel 7):

Tabel 7 Nilai faktor kondisi lobster menurut stasiun

Xi* Bayur S.Batang B.Nanggai Sigiran S.Tampang Utara 37.25 0.939±

0.0607 0.9980± 0.0808 0.9929± 0.1167 1.0483± 0.0725

0.9646 0.9600± 0.0811 43,65 0,916±

0,0291 1.0034± 0.0815 1.0306± 0.0970 1.1048± 0.0934 1.0474± 0.1480 0.9382± 0.0725 50.05 0.970±

0.1069 1.0122± 0.0991 1.0809± 0.3926 1.0262± 0.1032 0.9748± 0.0304 0.9222± 0.1849 56.45 0.991±

0.0315 1.0013± 0.1186 1.0067± 0.0757 1.0207±

Gambar

Tabel 1  Deskripsi stasiun pengambilan contoh
Gambar 7  Pengukuran karakter morfometrik.
Gambar 8  Lokasi organ reproduksi untuk krustasea betina (a) dan jantan (b)
Tabel 3  Klasifikasi tingkat kematangan  gonad Cherax sp.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melalui proses tersebut, diharapkan pembelajaran yang terjadi dapat mengaktifkan siswa secara maksimal dalam penelusuran segala informasi yang dibutuhkan hingga pada proses

DIPLOMA III SI-S TEKNIK SIPIL KELAS SORE DIPLOMA III EL-P TEKNIK LISTRIK KELAS PAGI DIPLOMA III EL-S TEKNIK LISTRIK KELAS SORE DIPLOMA III EL-PLN TEKNIK LISTRIK KELAS PLN DIPLOMA

Dari studi kasus tersebut maka dilakukanlah sebuah penelitian ini dimana menggunakan beberapa jenis bahan bakar sebagai acuan untuk melihat pengaruhnya terhadap

DAPATAN DAN PERBINCANGAN 4.1 Pengenalan 4.2 Profil Responden 4.3 Tahap Kepemimpinan Distributif 4.3.1 Dimensi Visi, Misi dan Matlamat 4.3.2 Dimensi Budaya Sekolah 4.3.3

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tiga wilayah besar di Kabupaten Sumba Barat, yaitu wilayah Loli, wilayah Wanukaka dan wilayah Lamboya peneliti menemukan bahwa

Tujuan dari penelitian ini yaitu, untuk mendapatkan model terbaik dari tiap fase yang terjadi pada pelayanan perpanjangan STNK, dan untuk mendapatkan ukuran waktu pelayanan

yang menentukan persepsi nasabah apakah suatu produk atau jasa bank itu baik. atau tidak, sesuai atau tidak, menguntungkan

Dari hasil pengujian hipotesis secara parsial menunjukan bahwa variabel bebas coupon berpengaruh signifikan terhadap perubahan harga obligasi adalah positif,