• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok Fluorescens (P24) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Dan Produksi Benih Cabai Merah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok Fluorescens (P24) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Dan Produksi Benih Cabai Merah"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI BAKTERI PROBIOTIK Pseudomonas KELOMPOK

fluorescens (P24) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN

TANAMAN DAN PRODUKSI BENIH CABAI MERAH

OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih Cabai Merah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)
(5)

5

RINGKASAN

OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI. Aplikasi Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih Cabai Merah. Dibimbing oleh ENY WIDAJATI, MUHAMAD SYUKUR, dan GIYANTO.

Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens merupakan salah satu kelompok bakteri probiotik yang dikenal sebagai bakteri yang memberikan manfaat bagi tanaman inangnya. Bakteri ini memiliki kemampuan menghasilkan zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Selain itu, bakteri ini memiliki kemampuan menghasilkan siderofor dan bersifat antagonis terhadap cendawan patogen. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui potensi bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) sebagai agens antagonis untuk mengendalikan cendawan Colletotrichum acutatum serta mendapatkan metode aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) yang efektif untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih cabai serta pengendalian Colletotrichum acutatum penyebab antraknosa.

Penelitian ini terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama dilakukan untuk mengetahui potensi antagonisme bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap cendawan Colletotrichum acutatum. Uji antagonisme dilakukan dengan metode dual culture, yaitu bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dan cendawan Colletotrichum acutatum dibiakkan dalam cawan petri yang sama pada media potato dextrose agar (PDA). Hasilnya menunjukkan bahwa bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) bersifat antagonis terhadap Colletotrichum acutatum dengan daya hambat sebesar 41.54%. Berdasarkan hasil tersebut, bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) selanjutnya digunakan untuk aplikasi invigorasi pada benih cabai.

(6)

(14%) dapat meningkatkan daya berkecambah, bobot kering kecambah normal, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh sama dengan vigor awal tinggi. Perlakuan matriconditioning dengan bahan matrik arang sekam yang diinkorporasikan dengan Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) merupakan perlakuan terbaik dibandingkan dengan metode perendaman. Perlakuan tersebut meningkatkan bobot kering kecambah normal (BKKN) sebesar 0.0862 g, laju pertumbuhan kecambah (LPK) 4.49 mg, indeks vigor (IV) 66.8%, dan kecepatan tumbuh (KCT) 12.8% etmal-1 secara nyata dibandingkan kontrol sebesar 0.0698 g,

3.86 mg, 24.7%, dan 10.77% etmal-1.

Hasil terbaik dari percobaan kedua digunakan sebagai perlakuan invigorasi benih sebelum penanaman di lapang pada percobaan ketiga. Percobaan ketiga dilakukan untuk mendapatkan metode aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) yang efektif sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi cabai di lapang serta dapat menekan serangan antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum. Rancangan yang digunakan pada percobaan ketiga ini adalah rancangan petak terbagi (Split-plot). Perlakuan inokulasi Colletotrichum acutatum dan tanpa inokulasi sebagai petak utama, dan sebagai anak petak adalah perlakuan aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) yang terdiri dari enam taraf.

Hasil dari percobaan ketiga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi dari dua faktor yang diujikan hanya terdapat pada tolok ukur bobot total benih per tanaman. Pengaruh interaksi dari dua faktor yang diujikan menunjukkan bahwa perlakuan fungisida dan aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) pada tanaman yang tidak diinokulasi C. acutatum secara nyata menghasilkan bobot total benih lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Pada tolok ukur lainnya menunjukkan tidak terdapat pengaruh interaksi dari kedua faktor sehingga pembahasan berdasarkan pengaruh dari masing-masing faktor tunggal. Perlakuan inokulasi C. acutatum secara nyata menurunkan jumlah buah sehat dan bobot total buah sehat per tanaman. Aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) secara nyata meningkatkan jumlah perkecambahan di persemaian, meningkatkan pertumbuhan tanaman, menekan insidensi penyakit antraknosa di lapang pada 7-10 MST, meningkatkan jumlah buah sehat dan produksi benih. Perlakuan matriconditioning dan penyemprotan Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) pada fase bibit secara nyata menurunkan insidensi penyakit antraknosa pada 10 MST hingga 61.35%. Perlakuan matriconditioning dan penyemprotan Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) pada fase bibit dan berbunga secara nyata meningkatkan mutu fisiologis benih berdasarkan tolok ukur daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), dan indeks vigor (IV) sebesar

(7)

SUMMARY

OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI. Application of Probiotic Bacteria Fluorescent Pseudomonads to Increase Plant Growth and Chilli Seeds Production. Supervised by ENY WIDAJATI, MUHAMAD SYUKUR, and GIYANTO.

Probiotic bacteria Fluorescent Pseudomonads known as bacteria that give benefit for plant host. Fluorescent Pseudomonads has ability to produce hormone as plant growth promote and increase plant production. This bacteria also produce secondary metabolites that has ability to control phatogens. The objective of this research were to know the potential of Fluorescent Pseudomonads bacteria as antagonism agent to control Colletotrichum acutatum, and to get the effective methods of application of Fluorescent Pseudomonads to increase planth growth and seed production. Also, control seedborne phatogens Colletotrichum acutatum causes antrachnose.

This research consists of three experiments. The first experiment was to know the antagonism potential of Fluorescent Pseudomonads bacteria towards Colletotrichum acutatum. Antagonism test performed with a dual culture method, Fluorescent Pseudomonads and Colletotrichum acutatum was cultured in the same petri dish on potato dextrose agar (PDA). The result showed that Fluorescent Pseudomonads antagonistic to Colletotrichum acutatum with inhibition of 41.54%. Based on these results, Fluorescent Pseudomonads would used for invigoration on chilli seeds.

The second experiment was to determine the best method of invigoration with probiotic bacteria fluorescent Pseudomonads to increase chilli seed viability and vigor. This experiment consisted of two methods that were carried out separately, both were arranged in a randomized complete block design with two factors. The first method consisted of two factors, which the first factor were seed lots with various level of vigor based on vigor index (VI), i.e: low, medium, and high viability (14%, 34%, 54%). The second factor were soaking treatments consisted of untreatment, soaking with water, soaking with King‟s B, and soaking with Fluorescent Pseudomonads bacteria. In the second method, the various levels of seed viability based on germination percentage (low 77%, medium 87.9%, high 95.8%) were combined with seven matriconditioning treatments that consisted of untreatment, matriconditioning using peat, matriconditioning using rice hulk, matriconditioning with King‟s B and peat, matriconditioning with King‟s B and rice hulk, matriconditioning with Fluorescent Pseudomonads and peat, matriconditioning with Fluorescent Pseudomonads and rice hulk. The result showed that soaking treatment improved seed viability and vigor of seed lot with low vigor so that the germination percentage was not significantly different from highly vigour seed lot. Matriconditioning using rice hulk was the best method for incorporating fluorescent Pseudomonads. The treatment increased normal seedling dry weight (NSDW) of about 0.0862 g, seedling growth rate (SGR) 4.49 mg, vigor index (VI) 66.8%, and growth rate (GR) 12.8% etmal-1 respectively compared to control of about 0.0698 g, 3.86 mg, 24.7%, 10.77% etmal-1.

(8)

the effective method of fluorescent Pseudomonads application to increase plant growth and chilli production. Also, to control seedborne phatogens C. acutatum. The experiment was designed in Split Plot Randomized Complete Block Design with three replications. The main plots were untreated and inoculation of C. acutatum. The subplot was six treatments of fluorescent Pseudomonads (P24) application.

The result from third experiment showed that the interaction effect from two factors tested only on total weight of seeds per plant variable. The interaction effect of two factors tested showed that the fungicide treatment and apllication of Fluorescent Pseudomonads of plants which untreated with C. acutatum produce total weight of seeds per plant higher than the other treatment significantly. On the other variables showed no effect of the interaction from the two factors so the discussion is based on the effect of each single factor. Inoculation of C. acutatum caused fruit and seed produced decreased significantly.Application of Fluorescent Pseudomonads increased seedling germination on nursery, increase plant growth, decreased disease incidence of antrachnose on 7-10 weeks after planting, increase number of healthy fruit and seed production significantly. Matriconditioning and spraying of Fluorescent Pseudomonads (P24) on nursery decreased disease incidence significantly until 61.35%. Matriconditioning and spraying of Fluorescent Pseudomonads (P24) on nursery and flowering phase increased physiological quality that showed from germination percentage (GP) 77.04%, growth rate (GR) 9.72% etmal-1, vigor index (VI) 29.74%. Those applications also increased seed health quality significantly by suppresed C. acutatum infection on seeds until 12.25%.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

APLIKASI BAKTERI PROBIOTIK Pseudomonas KELOMPOK

fluorescens (P24) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN

TANAMAN DAN PRODUKSI BENIH CABAI MERAH

OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI BENIH

SEKOLAH PASCASARJANA

(12)
(13)

Judul Tesis : Aplikasi Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih Cabai Merah

Nama : Okti Syah Isyani Permatasari NIM : A251120011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Eny Widajati, MS Ketua

Prof Dr Muhamad Syukur, SP, MSi Dr Ir Giyanto, MSi

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan September 2013 - Oktober 2014 ini berjudul “Aplikasi Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih Cabai Merah”. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Sekolah Pascasarjana IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas Beasiswa Unggulan (BU) yang telah penulis terima selama menempuh kuliah di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS, Bapak Prof Dr Muhamad Syukur, SP, MSi, dan Bapak Dr Ir Giyanto, MSi selaku komisi pembimbing atas bimbingan, saran, dan waktu yang telah dicurahkan dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih pula penulis ucapkan untuk Dr Ir Asep Setiawan, MS selaku penguji luar komisi dan Dr Ir M. Rahmad Suhartanto, MSi selaku penguji dari Program Studi Ilmu Teknologi Benih. Terima kasih kepada Pak Undang, Pak Edi, dan Pak Alit atas bantuannya selama penulis menanam di Kebun Percobaan Leuwikopo. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis Bapak Sjahbuddin Ezzat dan Ibu Sri Dwiana Rusmiwahjani, dan adik-adik penulis atas dukungan dan doa. Kepada teman-teman Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, teman-teman Program Studi Agronomi dan Hortikultura, dan teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan atas bantuan, dorongan dan semangat yang telah diberikan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2015

(16)
(17)

DAFTAR ISI

Teknik Invigorasi untuk Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih 03 Patogen Terbawa Benih Cabai Colletotrichum acutatum Penyebab

Antraknosa 05

Bakteri Probiotik sebagai Pemacu Pertumbuhan dan Produksi

Tanaman serta Agens Pengendali Hayati 06

3 BAHAN DAN METODE 07

Tempat dan Waktu Penelitian 07

Sumber Benih 07

Isolat Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) dan Colletotrichum

acutatum 09

Percobaan 1. Uji Antagonisme Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) dan Cendawan Colletotrichum acutatum 09 Percobaan 2. Peningkatan Vigor Benih Cabai melalui Invigorasi 10

2a). Invigorasi dengan Metode Perendaman Benih Menggunakan

Bakteri Probiotik Pseuodomonas Kelompok fluorescens (P24) 10 0

Rancangan Percobaan 10

Persiapan Isolat Bakteri 10

Invigorasi Benih dengan Metode Perendaman 11

Pengamatan 11

2b).Invigorasi dengan Metode Matriconditioning Benih Menggunakan Bakteri Probiotik Pseuodomonas Kelompok

fluorescens (P24) 12

Rancangan Percobaan 12

Invigorasi Benih dengan Metode Matriconditioning 13

Pengamatan 14

Percobaan 3. Aplikasi Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Benih Cabai serta Pengendalian terhadap Colletotrichum acutatum selama di

Lapang 14

Rancangan Percobaan 14

Persemaian Benih dan Penanaman di Lapang 14

Pemeliharaan tanaman 15

Perlakuan Penyemprotan Isolat Bakteri 15 Perbanyakan Cendawan Colletotrichum acutatum dan

Perlakuan Inokulasi Cendawan 15

Pengamatan 15

(18)

Percobaan 1. Uji Antagonisme Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) dan Cendawan Colletotrichum acutatum 18 Percobaan 2. Peningkatan Vigor Benih Cabai melalui Invigorasi 19 Percobaan 3. Aplikasi Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Benih Cabai serta Pengendalian terhadap Colletotrichum acutatum selama di Lapang 24

5 KESIMPULAN DAN SARAN 32

6 DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 39

RIWAYAT HIDUP 43

DAFTAR TABEL

1 Interaksi perlakuan invigorasi dengan metode perendaman dan tingkat vigor benih terhadap daya berkecambah (DB), bobot kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV), keserempakan tumbuh (KST), dan

kecepatan tumbuh (KCT) pada benih cabai Seloka IPB 20

2 Pengaruh perlakuan invigorasi dengan metode perendaman dan tingkat vigor benih terhadap tolok ukur potensi tumbuh maksimum (PTM) dan laju pertumbuhan kecambah (LPK) pada benih cabai

Seloka IPB 21

3 Pengaruh perlakuan invigorasi dengan metode matriconditioning dan tingkat viabilitas benih terhadap tolok ukur viabilitas potensial benih

cabai Seloka IPB 22

4 Pengaruh perlakuan invigorasi dengan metode matriconditioning dan tingkat viabilitas benih terhadap tolok ukur vigor benih cabai Seloka

IPB 22

5 Pengaruh perlakuan awal benih terhadap beberapa tolok ukur

viabilitas dan vigor di persemaian 24

6 Pengaruh aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap tinggi tanaman sebelum inokulasi C. acutatum 25 7 Pengaruh aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap

tinggi tanaman setelah inokulasi C. acutatum 25 8 Pengaruh aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap

pengendalian serangan C. acutatum 26

9 Pengaruh perlakuan aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dan inokulasi C. acutatum terhadap jumlah buah yang terserang antraknosa per tanaman, persen buah yang terserang antraknosa per tanaman, dan jumlah buah yang terbentuk per tanaman 27 10 Pengaruh aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dalam

mengendalikan C. acutatum berdasarkan tolok ukur jumlah buah sehat, bobot total buah sehat, bobot per buah, dan rendemen benih per

tanaman 29

(19)

vii

12 Pengaruh aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap bobot kering kecambah normal (BKKN), daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), dan potensi tumbuh

maksimum (PTM) benih hasil produksi 30

13 Pengaruh aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap persen benih terinfeksi C. acutatum hasil produksi 31

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian 08

2 Isolat bakteri probiotik Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) 09 3 Isolat cendawan Colletotrichum acutatum (PYK04) 09 4 Invigorasi dengan metode perendaman benih 11 5 Invigorasi benih dengan metode matriconditioning 13 6 Uji antagonisme Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap

C. acutatum (PYK04) pada 7 HSI 18 7 Serangan gemini virus pada tanaman di lapang 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi Cabai Besar Varietas IPB 39

(20)
(21)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produktivitas cabai merah di Indonesia pada tahun 2013 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi 8.16 ton ha-1 (BPS 2014). Hasil tersebut masih tergolong rendah karena potensi produktivitas cabai di Indonesia mencapai 20 ton ha-1 (Syukur et al. 2010). Tinggi rendahnya produksi suatu komoditas dapat dipengaruhi oleh banyak faktor mulai dari persiapan tanam, saat penanaman hingga saat panen. Salah satu kendala yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai merah adalah ketersediaan benih bermutu yang masih kurang. Menurut Sutakaria (1984), benih berpotensi menjadi media penyebaran patogen tanaman. Satu benih yang terinfeksi patogen dapat menjadi sumber inokulum untuk penyebaran penyakit ke tanaman sekitarnya (AVRDC 1990). Ilyas (2006) menjelaskan patogen yang terbawa benih menyebabkan gagalnya perkecambahan, atau menyebabkan terjadinya epidemi penyakit akibat perpindahan dan berkembangnya patogen penyebab penyakit dari benih ke tanaman. Hal ini akan berdampak negatif terhadap mutu dan jumlah produksi tanaman.

Salah satu penyakit pada tanaman cabai yang patogennya dapat terbawa benih adalah antraknosa. Antraknosa merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman dan buah cabai yang dapat menurunkan produksi antara 10% hingga 80% (Hasyim et al. 2014). Patogen penyebab antraknosa ini berasal dari genus Colletotrichum yang terdiri dari beberapa spesies utama yaitu Colletotrichum gloeosporioides, C. acutatum, C. dematium, C. capsici, dan C. coccodes (Kim et al. 1999). Diantara 5 spesies utama tersebut, spesies Colletotrichum acutatum telah menyebabkan kerusakan tanaman cabai yang cukup parah di Indonesia (Syukur et al. 2009). Berdasarkan informasi Widodo tahun 2006, dari 13 isolat Colletotrichum yang dikoleksi dari Bogor, Brebes, Bandung, Pasir Sarongge, Payakumbuh dan Mojokerto, tujuh isolat yang berasal dari enam daerah tersebut adalah C. acutatum (Syukur et al. 2007). Patogen ini dapat ditularkan melalui benih (seedborne pathogens) yang dapat menyebabkan gagalnya perkecambahan benih, rebah kecambah, pada tanaman dewasa menyebabkan busuk akar, busuk daun, busuk pucuk, busuk bunga dan busuk buah (Wharton dan Uribeondo 2004).

Menghadapi permasalahan tersebut, perlu dilakukan pengendalian dari awal pada benih sebelum penanaman. Penggunaan benih yang sehat dapat mengurangi terjadinya penyakit terutama yang terbawa oleh benih. Pengendalian penyakit dengan penggunaan bahan kimia sintetis merupakan salah satu cara yang umum digunakan oleh petani, akan tetapi penggunaan bahan kimia tersebut tidak ekonomis dan menyebabkan polusi lingkungan (Hasyim et al. 2014). Penggunaan agens hayati berupa mikroba saat ini telah banyak dikembangkan. Salah satunya dengan menggunakan bakteri probiotik. Probiotik merupakan mikroorganisme yang dapat memberikan manfaat bagi inangnya apabila tersedia dalam jumlah yang cukup (FAO dan WHO 2001).

(22)

banyak dimanfaatkan sebagai pemacu pertumbuhan karena kemampuannya mensintesis zat pengatur tumbuh IAA, giberelin, dan sitokinin (Widajati et al. 2012; Sutariati et al. 2006a). Aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) merupakan perlakuan terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan bibit cabai karena isolat bakteri ini mampu menghasilkan IAA dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan bakteri probiotik jenis lainnya (Widajati et al. 2012; Setyowati 2013). Selain itu bakteri ini juga mampu menghasilkan metabolit sekunder berupa antibiotik, HCN, serta siderofor yang dapat menekan pertumbuhan patogen tanaman (Sutariati et al 2006b, Compant et al. 2010, Maleki et al. 2010, Sharafzadeh 2012). Aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens dapat dilakukan pada benih sebelum penanaman maupun pada tanaman saat penanaman di lapang.

Metode aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens pada benih dapat dilakukan dengan metode invigorasi benih. Invigorasi benih merupakan teknik perlakuan yang diberikan terhadap benih sebelum penanaman dengan tujuan memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan kecambah (Arief dan Koes 2010). Teknik ini dimanfaatkan untuk memperbaiki viabilitas dan vigor benih yang rendah sebelum dilakukan penanaman. Rendahnya viabilitas dan vigor benih dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu waktu pemanenan benih sebelum masak fisiologis, adanya dormansi pada benih, dan benih yang sudah lama disimpan sehingga mengalami penurunan viabilitas. Invigorasi dapat dilakukan dengan cara perendaman benih dalam air (Narayanareddy dan Biradarpatil 2012), priming dengan berbagai macam larutan (Heydecker et al. 1973; Narayanareddy dan Biradarpatil 2012), dan metode matriconditioning (Khan et al. 1992; Ilyas 2006). Penggunaan Pseudomonas kelompok fluorescens yang diinkorporasikan dengan teknik ini dapat membantu meningkatkan perkecambahan benih karena kemampuannya menghasilkan hormon pertumbuhan serta dapat mengurangi infeksi penyakit terbawa benih. Sutariati (2009) melaporkan perlakuan matriconditioning dengan arang sekam dan bakteri Bacillus polymixa dapat dapat meningkatkan meningkatkan mutu fisiologis benih cabai. Agustiansyah (2010) menambahkan perlakuan matriconditioning dengan rizobakteri pada benih padi dapat menghambat pertumbuhan Xanthomonas oryzae yang menginfeksi benih padi.

Pemanfaatan Pseudomonas kelompok fluorescens juga dapat diaplikasikan pada tanaman terutama pada sistem perakaran. Setyowati (2013) menjelaskan aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dengan teknik pelapisan benih dan penyemprotan pada perakaran bibit mampu meningkatkan pertumbuhan bibit cabai dari benih yang telah disimpan. Zamzami (2013) juga mengemukakan bahwa matriconditioning dengan rizobakteri dan penyemprotan dengan bakteri filosfer pada tanaman padi dapat menekan tingkat keparahan penyakit hawar daun bakteri.

(23)

3

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui potensi bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) untuk menekan patogen terbawa benih Colletotrichum acutatum pada benih cabai. 2. Mendapatkan teknik invigorasi menggunakan bakteri Pseudomonas kelompok

fluorescens (P24)untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai.

3. Memperoleh teknik aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) yang efektif sehingga diperoleh benih cabai dengan mutu fisiologis dan mutu kesehatan yang tinggi.

Hipotesis

1. Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) memiliki potensi untuk menekan patogen terbawa benih Colletotrichum acutatum pada benih cabai. 2. Perlakuan invigorasi benih menggunakan bakteri Pseudomonas kelompok

fluorescens (P24) dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai.

3. Terdapat teknik aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) yang efektif sehingga diperoleh benih cabai dengan mutu fisiologis dan mutu kesehatan yang tinggi.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Teknik Invigorasi untuk Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih

Salah satu periode kritis dalam siklus kehidupan tanaman ialah waktu antara benih mulai ditanam dengan munculnya kecambah, karena pada saat tersebut benih dihadapkan pada beragam kondisi lingkungan tumbuh yang berpengaruh terhadap munculnya kecambah serta vigor kecambah. Menurut Taylor et al. (1998), seed enhancement dapat didefinisikan sebagai perlakuan pasca panen yang dapat memperbaiki perkecambahan atau pertumbuhan kecambah atau memfasilitasi benih, dan materi lain yang diperlukan saat tanam. Definisi tersebut mencakup tiga metode umum, yaitu (1) pre-sowing hydration treatment atau priming (invigorasi), (2) teknologi coating, dan (3) seed conditioning. Invigorasi (priming) benih merupakan perlakuan yang diberikan terhadap benih sebelum penanaman dengan tujuan memperbaiki pertumbuhan dan kecambah. Beberapa perlakuan invigorasi benih juga digunakan untuk menyeragamkan pertumbuhan kecambah dan meningkatkan laju pertumbuhan kecambah (Arief dan Koes 2010). Ilyas (2012) menambahkan invigorasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk meningkatkan vigor benih yang telah mengalami deteriorasi atau kemunduran.

(24)

benih. Teknik umum yang digunakan dalam penyerapan air tidak terkontrol adalah mengimbibisi benih pada media blotter yang lembab atau merendam benih dalam air. Perendaman benih dalam air dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan aerasi. Waktu yang dibutuhkan untuk perendaman benih dalam air harus diatur untuk mencegah terjadinya perkecambahan benih (Taylor et al. 1998).

Perendaman benih dalam suspensi rizobakteri dapat meningkatkan perkecambahan tanaman karena kemampuan rizobakteri dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh. Moinzadeh et al. (2010) benih bunga matahari yang direndam dalam suspensi bakteri Pseudomonas fluorescens dapat meningkatkan daya berkecambah hingga 94.4% dibandingkan dengan kontrol. Goni (2010) juga melaporkan perlakuan perendaman benih cabai dengan isolat Methylobacterium spp strain TD-J7, TD-TPB3 dan kombinasi TD-J7 dan TD-TPB3 dapat meningkatkan vigor benih cabai sebesar 1.9%, 3.4% dan 2.1% pada benih dengan tingkat viabilitas awal 62%.

Teknik penyerapan air secara terkontrol adalah metode yang mengatur kadar air untuk imbibisi benih sehingga mencegah perkecambahan. Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk membatasi penyerapan air yaitu priming dengan larutan (osmopriming/osmoconditioning), priming dengan bahan matriks padat (matriconditioning) dan drum priming dengan hidrasi terkontrol (Taylor et al. 1998).

Metode matriconditioning merupakan proses pengimbisian benih secara terkontrol. Benih, air, dan bahan matrik merupakan tiga komponen utama untuk matriconditioning. Air yang digunakan untuk mengimbibisi dicampurkan secara merata ke benih dan bahan matrik, tetapi karena adanya bahan matrik air sebagian besar terikat di bahan matrik. Benih akan mengimbibisi air yang bercampur dengan bahan matrik hingga terjadi titik keseimbangan. Potensial air dari sekitar bahan matrik ditentukan oleh sifat fisik dan sifat kimia bahan matrik. Persyaratan media matriconditioning yang akan digunakan antara lain mempunyai potensial matrik tinggi dan potensial osmotik dapat diabaikan, daya larut dalam air rendah dan tetap utuh selama perlakuan, bahan inert tidak beracun, kapasitas daya pegang air tinggi, tetap kering dan tidak berserbuk, ukuran partikel, struktur dan daya serapnya seragam, luas permukaan besar, dan berkemampuan melekat pada permukaan benih (Khan 1992).

(25)

5

Patogen Terbawa Benih Cabai Colletotrichum acutatum Penyebab Antraknosa

Genus Colletotrichum merupakan salah satu genus besar cendawan Ascomycetes. Genus ini terdiri dari beberapa spesies yang merupakan patogen tanaman yang menyebabkan kerusakan sehingga menimbulkan kerugian secara signifikan pada produksi tanaman di daerah tropis dan subtropis (Bailey & Jeger dalam Wharton dan Uribeondo 2004, Than et al. 2008). Kelompok cendawan dari genus Colletotrichum ini merupakan patogen penyebab penyakit antraknosa pada tanaman cabai. Spesies utama dari genus Colletotrichum yang menyebabkan antraknosa ini digolongkan menjadi lima yaitu C. gloeosporioides, C. acutatum, C. dematium, C. capsici, dan C. cocodes (Kim et al. 1999). Menurut Yoon et al. (2006), C. acutatum menyebabkan kerusakan pada buah dan kehilangan hasil paling besar. Penyebab penyakit antraknosa yang paling banyak menyerang tanaman cabai di Indonesia akhir-akhir ini adalah spesies Colletotrichum acutatum (Syukur et al. 2009). Hal ini didasari dari informasi yang didapat sebelumnya, yaitu menurut Widodo tahun 2006, dari 13 isolat Colletotrichum yang dikoleksi dari Bogor, Brebes, Bandung, Pasir Sarongge, Payakumbuh dan Mojokerto, tujuh isolat dari enam daerah tersebut merupakan C. acutatum (Syukur et al. 2007).

Cendawan Colletotrichum acutatum mempunyai miselium berwarna putih hingga abu-abu. Warna koloni jika dibalik dari bawah cawan petri adalah oranye hingga coklat gelap (dark brown). Konidia berbentuk silindris dengan ujung runcing berukuran 8-16 x 2.5- 4 μm, bersekat dan hialin (EPPO 2009). Suhu optimum untuk perkembanganbiaknya yaitu 28-30 oC (Wharton dan Uribeondo 2004).

Cendawan Colletotrichum acutatum yang menyebabkan penyakit antraknosa ini dapat menyebabkan kerusakan pada seluruh bagian tanaman yaitu akar, daun, bunga, batang tanaman, dan buah. Penyakit ini dapat menyerang pada seluruh fase pertumbuhan tanaman, bahkan saat pasca panen. Gejala serangan yang terjadi pada benih menimbulkan kegagalan berkecambah, pada kecambah menimbulkan rebah kecambah, pada tanaman dewasa menyebabkan busuk akar, busuk daun kemudian rontok, busuknya pucuk sehingga menyebabkan mati pucuk, busuk bunga, dan busuk buah (Suryaningsih et al. 1996; Wharton dan Uribeondo 2004). Gejala busuk buah akibat antraknosa dicirikan dengan terbentuknya acervuli yang melingkar seperti cincin konsentris yang menyebabkan nekrosis pada buah. Buah yang menunjukkan gejala tersebut dapat menurunkan harga di pasar (Manandhar et al. 1995), berkurangnya bobot kering buah dan kandungan capsaicin serta oleoresin (Mistry et al. 2008).

(26)

Bakteri Probiotik sebagai Pemacu Pertumbuhan dan Produksi Tanaman serta Agens Pengendali Hayati

Salah satu perlakuan benih yang dapat memperbaiki performansi benih yaitu dengan menggunakan bakteri atau fungi yang disebut dengan biological seed treatments. Biological seed treatment telah dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan secara terus-menerus dan meningkatkan perbaikan panen. Perlakuan ini mulai populer karena mikroba dapat dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap patogen penyebab penyakit yang aman untuk lingkungan dan kesehatan, selain itu bersifat spesifik sehingga aman untuk keseimbangan ekosistem (Copeland dan McDonald 2001).

Pemanfaatan bakteri sebagai pemacu pertumbuhan tanaman terjadi melalui berbagai mekanisme yaitu secara langsung dan tidak langsung (Glick 1995; Kokalis-Burelle et al. 2006). Mekanisme secara langsung terjadi dengan diproduksinya sejumlah senyawa yang disintesis oleh bakteri dan dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman untuk memacu pertumbuhan seperti fitohormon atau memfasilitasi tanaman sehingga memudahkan tanaman dalam menyerap unsur hara di lingkungan sekitar tanaman (Glick 1995) sehingga dapat meningkatkan performansi tanaman. Mekanisme secara tidak langsung terjadi ketika bakteri pemacu pertumbuhan tanaman ini mecegah dan menghambat perkembangan patogen penyebab penyakit. Mekanisme ini terjadi dengan dihasilkannya senyawa yang bersifat antagonis terhadap patogen penyakit atau induksi resistensi terhadap patogen (Glick 1995). Beneduzi et al. (2012) menjelaskan terdapat beberapa mekanisme antagonis bakteri terhadap cendawan patogen antara lain 1) dihasilkannya enzim-enzim hidrolisis seperti protease, kitinase, lipase yang dapat melisis sel-sel cendawan patogen, 2) kompetisi nutrisi dan kolonisasi daerah perakaran antara bakteri dan cendawan patogen, 3) produksi siderofor dan antibiotik.

Aplikasi bakteri pemacu pertumbuhan mampu meningkatkan tinggi, jumlah daun, jumlah bunga, dan jumlah buah tanaman cabai (Taufik 2010). Aplikasi rizobakteri pada benih juga mampu meningkatkan tinggi bibit dan panjang akar tanaman cabai (Sutariati et al. 2006a; Syamsuddin 2010) dan tomat (Iswati 2012; Sharafzadeh 2012).

Widajati et al. (2012) menjelaskan bahwa bakteri probiotik memiliki potensi menghasilkan hormon tumbuh yaitu IAA, GA3, dan traszeatin. Isolat bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) mampu menghasilkan IAA mencapai 69.82 ppm. Zat pengatur tumbuh IAA secara spesifik mempengaruhi diferensiasi jaringan vaskular, inisiasi akar, merangsang pembelahan sel, pemanjangan akar dan batang, serta mempengaruhi pertumbuhan pucuk. Sementara itu, giberelin berfungsi dalam memacu pertumbuhan, memacu perkecambahan benih dorman, pembungaan, serta perkembangan buah. Sitokinin berfungsi untuk pembelahan sel dan mematahkan dormansi primer (Salisbury dan Ross 1995).

(27)

7

Aplikasi bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dengan metode priming pada benih cabai mampu meningkatkan daya berkecambah benih sebesar 91% dibandingkan dengan kontrol hanya sebesar 73% (Widajati et al. 2012). Hal ini ditambahkan oleh Setyowati (2013) yang menyatakan bahwa aplikasi tunggal isolat S.marcescans dan Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dengan pelapisan benih dan penyemprotan mampu meningkatkan pertumbuhan bibit cabai yang berasal dari benih yang telah disimpan selama 6 sampai 15 minggu.

Penggunaan teknologi invigorasi benih dengan rizobakteri juga mampu melindungi benih yang ditanam dari cendawan tular benih dan tular tanah (Silva et al. 2004). Bakteri Pseudomonas fluorescens juga dapat dimanfaatkan untuk pengendalian penyakit. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi P. fluorescens dapat menekan pertumbuhan miselia cendawan Colletotrichum gloeosporioides dan Phytophthora sp. (Maleki et al. 2010). Aplikasi Pseudomonas fluorescens pada benih cabai juga mampu menekan tingkat kontaminasi benih cabai hingga 8% (Sutariati 2009).

3

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap percobaan dengan bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Percobaan pertama adalah uji potensi antagonisme bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap cendawan patogen Colletotrichum acutatum. Percobaan kedua yaitu peningkatan vigor benih cabai melalui invigorasi (priming). Metode invigorasi yang digunakan yaitu perendaman benih dan matriconditioning. Metode invigorasi yang terbaik dari percobaan kedua digunakan sebagai perlakuan benih pada percobaan ketiga. Percobaan ketiga yaitu peningkatan produksi dan mutu benih cabai serta pengendalian terhadap Colletotrichum acutatum selama di lapang.

Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan pertama dilaksanakan pada bulan September hingga November 2013 di Laboratorium Fisiologi dan Kesehatan Benih, Laboratorium Penyimpanan Benih, dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi serta Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman. Percobaan kedua dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga Oktober 2014 di Kebun Percobaan Leuwikopo Departemen Agronomi dan Hortikultura, Laboratorium Fisiologi dan Kesehatan Benih dan Laboratorium Penyimpanan Benih Departemen Agronomi Hortikultura, dan Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman IPB.

Sumber Benih

(28)

merah yang rentan terhadap penyakit antraknosa. Tiga lot benih yang digunakan pada percobaan kedua memiliki perbedaan waktu panen, lot pertama dipanen pada tahun 2012, lot kedua dipanen pada Februari 2013 dan lot ketiga dipanen pada Juli 2013. Lot benih yang digunakan untuk penanaman di lapang pada percobaan ketiga yaitu lot benih yang dipanen pada bulan Juli 2013. Penyimpanan benih sebelum digunakan dilakukan pada ruangan dengan suhu 20 oC.

Gambar 1 Bagan alir penelitian Aplikasi bakteri probiotik Pseudomonas

kelompok fluorescens (P24)

Benih yang vigornya tinggi serta bebas dari patogen terbawa benih Colletotrichum acutatum Percobaan 2a:

Invigorasi dengan perendaman menggunakan bakteri probiotik Pseudomonas

kelompok fluorescens (P24)

Percobaan 2b: Invigorasi dengan

matriconditioning menggunakan bakteri probiotik Pseudomonas

kelompok fluorescens (P24)

Perlakuan invigorasi terbaik

Percobaan 3:

Pengaruh bakteri probiotik Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap pertumbuhan dan produksi benih cabai

Tanaman tanpa inokulasi Colletotrichum acutatum

Tanaman diinokulasi Colletotrichum acutatum Percobaan 1:

Uji antagonisme bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens terhadap cendawan patogen C. acutatum

Percobaan 1:

Uji antagonisme bakteri probiotik Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)

(29)

9

Isolat Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) dan Colletotrichum acutatum

Isolat bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) yang digunakan untuk aplikasi (Gambar 2) berasal dari koleksi Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas pertanian, IPB. Perbanyakan dan peremajaan bakteri dilakukan secara aseptik di dalam laminar air flow cabinet. Perbanyakan dan peremajaan bakteri dilakukan dengan cara mengambil satu ose isolat bakteri dan digoreskan pada cawan yang berisi media tumbuh bakteri. Bakteri ini ditumbuhkan pada media King‟s B (akuades 1 L, protease peptone 20 g, K2HPO4 1.5 g, MgSO4.7H2O 1.5 g, gliserol 15 ml, agar 15 g).

Gambar 2 Isolat bakteri probiotik Pseudomonas kelompok fluorescens (P24). a) isolat Pseudomonas kelompok flourescens (P24), b) isolat Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) di bawah sinar UV

Cendawan Colletotrichum acutatum (PYK04) penyebab antraknosa (Gambar 3) yang digunakan untuk inokulasi merupakan koleksi dari Laboratorium Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Perbanyakan dan peremajaan dilakukan dengan cara mengambil satu ose miselium cendawan ke dalam cawan petri yang berisi media potato dextrose agar (akuades 1 L, kentang 200 g, dextrose 20 g, agar 15 g).

Gambar 3 Isolat cendawan Colletotrichum acutatum (PYK04). a) tampak dari atas cawan petri, b) tampak dari bawah cawan petri

Percobaan 1. Uji Antagonisme Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok

fluorescens (P24) dan Cendawan Colletotrichum acutatum

(30)

bakteri probiotik terhadap perkembangan cendawan patogen. Uji antagonis dilakukan dengan motede biakan ganda (dual culture). Pengujian dilakukan dalam cawan petri berdiameter 9 cm, dengan jarak antara cendawan dan bakteri 3 cm (Muharni dan Widjajanti 2011). Media yang digunakan untuk uji antagonis adalah media tumbuh cendawan potato dextrose agar (PDA). Isolat Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dibiakkan terlebih dahulu dengan jarak 3 cm dari pinggir cawan. Setelah 3 hari, cendawan C. acutatum dibiakkan dalam cawan petri yang sama dengan jarak 3 cm dari bakteri. Perkembangan cendawan diamati selama 7 hari. Selanjutnya dihitung persentase penghambatan dengan rumus :

Persentase penghambatan = R1 - R2 x 100% R1

Keterangan:

R1: Jarak pertumbuhan koloni Colletotrichum acutatum yang tumbuh berlawanan dengan Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)

R2: Jarak pertumbuhan koloni Colletotrichum acutatum yang tumbuh ke arah Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)

Percobaan 2. Peningkatan Vigor Benih Cabai melalui Invigorasi

Percobaan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai yang sudah mengalami penurunan melalui perlakuan invigorasi. Metode invigorasi yang digunakan ada dua, yaitu a) invigorasi dengan metode perendaman benih dan b) invigorasi dengan metode matriconditioning benih.

2a).Invigorasi dengan Metode Perendaman Benih Menggunakan Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24)

Rancangan Percobaan

Percobaan ini dilakukan menggunakan rancangan Faktorial RAK (Rancangan Acak Kelompok) dua faktor. Faktor pertama adalah tingkat vigor benih yang terdiri dari tiga taraf yaitu vigor rendah 14 % (V1), vigor sedang 34%

(V2), dan vigor tinggi 54% (V3). Faktor kedua yaitu perlakuan invigorasi benih

yang terdiri dari empat taraf, yaitu

I0 : kontrol kering (tanpa perendaman)

I1 : perendaman dengan air

I2 : perendaman dengan media tumbuh King‟s B bakteri Pseudomonas

kelompok fluorescens (P24)

I3 : perendaman dengan bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)

Percobaan ini terdiri dari 12 kombinasi perlakuan, masing-masing terdiri dari empat ulangan. Jika terdapat pengaruh nyata dari faktor yang diuji pada analisis sidik ragam (taraf kepercayaan 5%), maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Persiapan Isolat Bakteri

(31)

11

dalam inkubator bergoyang. Koloni bakteri yang terbentuk diatur kerapatannya hingga mencapai 109 cfu ml-1 (Bai et al. 2002) atau setara dengan pembacaan nilai absorban OD600 = 0.192 menggunakan spektrofotometer. Suspensi bakteri yang

dihasilkan ini yang digunakan untuk perlakuan invigorasi benih.

Invigorasi Benih dengan Metode Perendaman

Sterilisasi permukaan benih cabai dilakukan terlebih dahulu dengan merendam di dalam natrium hipoklorit (NaOCl) 2% selama 5 menit, dibilas dengan air steril tiga kali, dan dikeringanginkan selama satu jam dalam laminar air flow cabinet. Perlakuan perendaman benih dilakukan dengan perbandingan antara benih dengan larutan yaitu 1 : 50 (g : ml) (Gambar 4). Perendaman dilakukan selama 24 jam pada ruangan dengan suhu 26 oC dan dishaker dengan kecepatan 100 rpm. Setelah perlakuan, benih kembali dikeringanginkan dalam laminar air flow cabinet (Sutariati et al. 2006a).

Pengujian viabilitas benih dilakukan dengan mengecambahkan pada media pasir steril dengan ukuran 0.05-0.8 µm (ISTA 2010) dalam tray semai. Pengujian dilakukan hingga hari ke-14 setelah pengecambahan. Setiap satuan percobaan ditanam 25 benih.

Gambar 4 Invigorasi dengan metode perendaman benih. a) perendaman dengan isolat bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24), b) perendaman dengan media tumbuh King‟s B cair, c) perendaman dengan akuades steril, d) kontrol kering

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap parameter viabilitas benih yaitu viabilitas potensial dan vigor benih. Tolok ukur viabilitas potensial yang diamati antara lain daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, dan bobot kering kecambah normal. Tolok ukur vigor yang diamati antara lain indeks vigor, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh dan laju pertumbuhan kecambah.

1. Daya Berkecambah (%)

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (hari ke-7) dan hitungan kedua (hari ke-14). Perhitungan dengan menggunakan rumus:

DB = Σ KN hitunganI + Σ KN hitungan II x 100% Σ Benih yang ditanam

Keterangan :

(32)

2. Potensi Tumbuh Maksimum (%)

Potensi tumbuh maksimum dihitung berdasarkan persentase kecambah yang tumbuh pada akhir pengamatan.

PTM = Σ Benih yang tumbuh sampai akhir pengamatan x 100% Σ Benih yang ditanam

3. Bobot Kering Kecambah Normal (g)

Seluruh kecambah normal dibungkus dengan menggunakan amplop, kemudian di oven pada suhu 60 oC selama 3×24 jam. Selanjutnya kecambah dimasukkan ke dalam desikator ± 30 menit dan ditimbang. Pengujian ini dilakukan di akhir pengamatan ketika pengamatan daya berkecambah telah selesai.

4. Indeks Vigor (%)

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (first count) pada pengujian daya berkecambah yaitu pada hari ke-7.

IV = Σ Kecambah normal hitungan I x 100% Σ Benih yang ditanam

5. Kecepatan Tumbuh (%N etmal-1)

Pengamatan dilakukan terhadap kecambah kecambah normal yang tumbuh sejak hari ke-1 hingga hari ke-14 setelah tanam.

KCT= Σ

% Kecambah normal ke - i

x 100% Jam pengamatan ke – i/24

6. Keserempakan Tumbuh (%)

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada hari diantara hitungan pertama dan hitungan kedua pengujian daya berkecambah. Pada benih cabai pengamatan keserempakan tumbuh dilakukan pada hari ke- 10 dan 11 yang kemudian dirata-rata.

KST = (Σ KN hari ke- 10 + Σ KN hari ke-11)/2 Σ Benih yang ditanam x 100%

7. Laju Pertumbuhan Kecambah (g kecambah normal-1)

Laju pertumbuhan kecambah menjelaskan vigor benih yang dihitung berdasarkan hasil bobot kering kecambah normal (BKKN). Rumus penghitungan laju pertumbuhan kecambah sebagai berikut:

LPK = BKKN

Σ Kecambah normal

2b).Invigorasi dengan Metode Matriconditioning Benih Menggunakan Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24)

Rancangan Percobaan

Percobaan ini dilakukan menggunakan rancangan Faktorial RAK (Rancangan Acak Kelompok) dua faktor. Faktor pertama adalah tingkat viabilitas benih yang terdiri dari tiga taraf yaitu viabilitas rendah 77% (V1), viabilitas

sedang 87.9% (V2), dan viabilitas tinggi 95.8% (V3). Faktor kedua yaitu perlakuan

invigorasi benih yang terdiri dari tujuh taraf, yaitu M0 : kontrol kering (tanpa matriconditioning)

M1 : matriconditioning dengan gambut

(33)

13

M3 : matriconditioning media king‟s B dengan gambut

M4 : matriconditioningmedia king‟s B dengan arang sekam

M5 : matriconditioning isolat Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)

dengan gambut

M6 : matriconditioning isolat Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)

dengan arang sekam

Percobaan ini terdiri dari 21 kombinasi perlakuan, masing-masing terdiri dari empat ulangan. Jika terdapat pengaruh nyata dari faktor yang diuji pada analisis sidik ragam (taraf kepercayaan 5%), maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Invigorasi Benih dengan Metode Matriconditioning

Benih cabai disterilisasi permukaannya terlebih dahulu dengan natrium hipoklorit (NaOCl) 2% selama lima menit, dibilas dengan air steril tiga kali, dan dikeringanginkan selama satu jam dalam laminar air flow cabinet. Bahan matriks yang digunakan yaitu arang sekam dan gambut dengan ukuran 65 mesh (210 mikron) (Mariam 2006). Sebelum digunakan untuk matriconditioning, bahan matriks disterilisasi terlebih dahulu dengan autoclave suhu 121 oC tekanan 1 atm selama ±15 menit. Perbandingan matriconditioning yang digunakan antara benih : arang sekam : larutan yaitu 2 : 1 : 1 (g : g : ml), sedangkan perbandingan antara benih : gambut : larutan yaitu 2 : 1 : 0.75 (g : g : ml). Perlakuan matriconditioning dilakukan dengan mencampurkan benih dengan larutan di dalam botol terlebih dahulu secara merata. Selanjutnya, bahan matriks dicampurkan ke dalam botol yang berisi benih dan larutan (Gambar 5). Botol tersebut kemudian disimpan selama 4 hari pada suhu 20 oC. Setelah perlakuan, benih dikeringanginkan dalam laminar air flow cabinet. Bahan matriks yang menempel pada benih dipisahkan.

Pengujian benih dilakukan dengan mengecambahkan pada media pasir steril dengan ukuran 0.05-0.8 µm (ISTA 2010) dalam tray semai. Bahan matriks yang digunakan untuk perlakuan matriconditioning ditaburkan secara merata ke benih yang ditanam dalam tray. Pengujian dilakukan hingga hari ke-14 setelah pengecambahan. Setiap perlakuan ditanam 25 benih.

(34)

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap parameter viabilitas yaitu viabilitas potensial dan vigor dengan tolok ukur yang sama dengan percobaan 1a.

Percobaan 3. Aplikasi bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens

(P24) untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Benih Cabai serta Pengendalian terhadap Colletotrichum acutatum

Percobaan ini dilakukan bertujuan memberikan perlakuan kepada benih sebelum penanaman di lapang berdasarkan metode terbaik dari percobaan 2, serta perlakuan penyemprotan selama penanaman untuk meningkatkan mutu produksi benih cabai dan pengendalian terhadap patogen terbawa benih Colletotrichum acutatum. Hasil percobaan 2, menunjukkan bahwa invigorasi benih dengan metode matriconditioning dengan bahan matriks arang sekam dan bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) merupakan perlakuan terbaik dibandingkan dengan perlakuan metode perendaman.

Rancangan Percobaan

Percobaan ini dilakukan menggunakan rancangan Petak Terbagi RAK (Rancangan Acak Kelompok). Faktor pertama sebagai petak utama dari pecobaan ini yaitu tanaman tanpa inokulasi Colletotrichum acutatum (I0) dan tanaman yang

diinokulasi dengan Colletotrichum acutatum (I1). Faktor kedua sebagai anak petak

yaitu aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24), yang terdiri dari enam taraf yaitu:

K : kontrol

F : penyemprotan fungisida

M : matriconditioning dengan arang sekam dan P. kel. fluorescens (P24) M+B1 : matriconditioning dengan arang sekam dan P. kel. fluorescens (P24) dan

penyemprotan P. kel. fluorescens (P24) fase bibit

M+B2 : matriconditioning dengan arang sekam dan P. kel. fluorescens (P24) dan

penyemprotan P. kel. fluorescens (P24) fase bibit dan berbunga

M+B3 : matriconditioning dengan arang sekam dan P. kel. fluorescens (P24) dan

penyemprotan P. kel. fluorescens (P24) fase bibit, berbunga, dan berbuah Percobaan ini terdiri dari 12 kombinasi perlakuan dengan masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Jumlah tanaman yang ditanam dan diamati setiap unit percobaan yaitu 10 tanaman. Jika terdapat pengaruh nyata dari faktor yang diuji pada analisis sidik ragam (taraf kepercayaan 5%), maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Persemaian Benih dan Penanaman di Lapang

Benih yang sudah sudah diberi perlakuan sebelum penanaman, disemai dalam tray semai berisi 72 lubang. Media semai yang digunakan yaitu media tanam dan pupuk kandang steril dengan perbandingan 1:1. Bahan matriks yang digunakan untuk matriconditioning ditaburkan secara merata ke benih yang diberi perlakuan matriconditioning. Persemaian dilakukan selama 6 minggu.

(35)

15

digunakan untuk penanaman yaitu tanah dan pupuk kandang yang sudah disterilisasi. Perbandingan antara tanah dan pupuk kandang yang digunakan yaitu 1:1. Pemanenan buah hasil produksi dilakukan saat benih masak fisilogis 90% dengan ciri-ciri buah berwarna merah. Pemanen buah dilakukan pada pagi hari.

Pemeliharaan Tanaman

Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma, penyemprotan insektisida, akarisida, dan fungisida. Pemupukan pada tanaman dilakukan setiap minggunya mengguunakan pupuk kocor NPK dengan dosis 10 g L-1, sebanyak 250 ml tanaman-1 dan penyemprotan pupuk daun gandasil D dengan dosis 2 g L-1. Pengendalian penyakit dengan penyemprotan fungisida hanya dilakukan pada unit percobaan yang diberi perlakuan penyemprotan fungisida dengan dosis 2 g L-1.

Perlakuan Penyemprotan Isolat Bakteri

Penyemprotan isolat bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dilakukan pada tiga fase tanaman, yaitu fase bibit, fase berbunga dan fase berbuah. Penyemprotan pada fase bibit dilakukan pada 4 MSS (minggu setelah semai). Penyemprotan pada fase berbunga dilakukan pada 4 MST (minggu setelah tanam). Penyemprotan pada fase berbuah dilakukan pada 8 MST. Perlakuan penyemprotan dilakukan dengan menyemprot suspensi bakteri ± 5 ml tanaman-1. Penyemprotan dilakukan ke daerah perakaran tanaman.

Perbanyakan Cendawan Colletotrichum acutatum dan Perlakuan Inokulasi Cendawan

Perbanyakan cendawan untuk inokulasi dilakukan dengan membiakkan potongan media agar potato dextrose agar (PDA) yang berisi konidia (biakan murni) ke media PDA dalam cawan petri dan diinkubasi selama 7 hari. Spora yang terbentuk dari biakan cendawan berumur 7 hari, dipanen dengan cara menambahkan 10 ml akuades ke cawan petri berisi cendawan. Permukaan isolat digosok perlahan untuk melepaskan spora dari konidia. Suspensi spora dihitung kerapatannya menggunakan metode plating hingga mencapai kerapatan 5.0 x 105 spora ml-1 (Syukur et al. 2013). Inokulasi C. acutatum dilakukan pada saat tanaman dalam fase pembungaan (6 MST). Inokulasi dilakukan dengan cara menyemprotkan suspensi spora ke seluruh bagian tanaman sebanyak 5 ml tanaman-1.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan antara lain pengamatan saat penanaman di lapang dan pengamatan hasil panen yaitu buah dan benih.

Pengamatan saat penanaman di lapang antara lain: 1) Daya Tumbuh (%)

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah bibit yang tumbuh normal pada 2 MSS. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

(36)

2) Indeks Vigor (%)

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah bibit yang tumbuh normal pada 1 MSS. Rumus yang digunakan sebagai berikut :

IV = Σ Bibit yang tumbuh normal x 100% Σ Benih yang ditanam

3) Kecepatan tumbuh (%N etmal-1)

Pengamatan dilakukan terhadap bibit normal yang tumbuh sejak hari pertama hingga hari ke-14 setelah semai.

KCT= Σ

% Bibit normal ke - i

x 100% Jam pengamatan ke - i/24

4) Keserempakan tumbuh (%)

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah bibit normal pada hari diantara hitungan pertama dan hitungan kedua pengujian daya berkecambah. Pada benih cabai pengamatan keserempakan tumbuh dilakukan pada hari ke- 10 dan hari ke-11 setelah tanam yang kemudian dirata-rata.

KST = (Σ KN hari ke- 10 + Σ KN hari ke-11)/2 x 100%

Σ Benih yang ditanam 5) Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan mulai 1 minggu setelah pindah tanam (MST) hingga 10 MST. Pengukuran dilakukan seminggu sekali, dimulai dari pangkal batang hingga titik tumbuh.

6) Insidensi penyakit (%)

Pengukuran insidensi penyakit antraknosa yang terjadi pada tanaman dimulai dari penanaman sampai dengan pada saat panen. Penghitungan kejadian penyakit menggunakan rumus :

% KP = n x 100% N

Keterangan :

KP= Kejadian Penyakit (%)

n = Jumlah tanaman yang terserang antraknosa N = Jumlah seluruh tanaman

Pengamatan terhadap hasil panen antara lain: 1) Jumlah buah sehat per tanaman (buah)

Pengamatan dilakukan mulai dari panen pertama hingga terakhir dengan menghitung jumlah buah cabai sehat yang dipanen per tanaman

2) Bobot total buah sehat per tanaman (g)

Pengamatan dilakukan mulai dari panen pertama hingga terakhir dengan menghitung total bobot buah sehat yang dipanen.

3) Jumlah buah terserang antraknosa per tanaman (buah)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah buah yang terserang antraknosa per tanaman.

4) Jumlah buah yang diproduksi per tanaman (buah)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah total buah yang terbentuk per tanaman.

5) Persentase buah terserang antraknosa (%)

(37)

17

6) Bobot per buah (g)

Pengamatan bobot per buah dilakukan dengan mengambil 10 sampel buah yang dipanen secara acak.

7) Rendemen benih

Rendemen adalah angka penyusutan dan dinyatakan dakam persen (%). Pengamatan rendemen dilakukan pada masing-masing tanaman. Rumus penghitungan dilakukan sebagai berikut :

Rendemen (%) = Bobot benih yang dihasilkan x 100% Bobot total buah sehat

10) Pengujian viabilitas dan vigor benih

Pengujian viabilitas dan vigor benih dilakukan terhadap benih hasil produksi tanaman cabai. Pengujian viabilitas dan vigor dengan metode pengujian seperti percobaan I. Peubah viabilitas potensial benih yang diamati yaitu daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimum (PTM), dan bobot kering kecambah normal (BKKN). Peubah vigor benih yang diamati yaitu indeks vigor (IV) dan kecepatan tumbuh (KCT).

11) Pengujian kesehatan benih

Pengujian kesehatan dilakukan terhadap benih hasil produksi tanaman cabai. Pengujian dilakukan dengan metode blotter test dengan media kertas merang yang akan diamati yaitu patogen terbawa benih yang diinokulasikan Colletotrichum accutatum.

Pengujian dilakukan dalam cawan petri yang berisi 3 lembar kertas merang steril yang telah dilembabkan dengan aquades steril. Setiap cawan petri diisi dengan 25 butir benih. Pengujian dilakukan dalam laminar air flow cabinet. Selanjutnya benih diinkubasi dalam ruangan 25 oC selama 7 hari dengan penyinaran lampu ultraviolet 12 jam terang dan 12 jam gelap secara bergantian. Pengamatan terhadap karakteristik koloni dan struktur cendawan menggunakan mikroskop. Persen benih terinfeksi dihitung menggunakan rumus:

(38)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 1. Uji Antagonisme Bakteri Probiotik Pseuodomonas Kelompok

fluorescens (P24) dan Cendawan Colletotrichum acutatum

Percobaan pertama ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) menghambat C. acutatum dengan uji antagonisme secara in vitro menggunakan metode dual culture. Persentase penghambatan Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap Colletotrichum acutatum (PYK04) dari hasil uji antagonis mencapai 41.54% pada umur 7 HSI (hari setelah inokulasi). Antagonisme ditunjukkan dengan terbentukya zona bening diantara wilayah tumbuh Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dan C. acutatum. Pertumbuhan miselium C. acutatum cenderung ke arah yang berlawanan posisi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) (Gambar 6). Selain itu, reaksi antagonisme juga dapat dilihat pada bagian bawah C. acutatum yang dilihat dari bawah cawan petri. Miselium C. acutatum pada kontrol berwarna putih jingga, sedangkan warna miselium C. acutatum yang dibiakkan dengan Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dalam petri yang sama cenderung hitam kehijauan. Berdasarkan hasil uji antagonisme tersebut, bakteri Pseudomonas kemlompok fluorescens (P24) memiliki kemampuan menekan pertumbuhan C. acutatum sehingga dapat dipakai untuk percobaan kedua sebagai pemacu perkecambahan benih.

Gambar 6 Uji antagonisme Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap C. acutatum (PYK04) pada 7 HSI. a) kontrol C. acutatum tampak dari atas petri, b) antagonisme Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap C. acutatum tampak dari atas petri, c) kontrol C. acutatum tampak dari bawah petri, d) antagonisme Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap C. acutatum tampak dari bawah petri.

(39)

19

disebabkan oleh mekanisme kerja senyawa antimikroba yang disekresikan oleh kelompok bakteri tersebut. Bakteri kelompok Pseudomonas fluorescens mampu menghasilkan senyawa antimikroba antara lain pioluteorin, pirolnitrin, fenazines, dan fusarisidin (Beatty dan Susan 2002).

Percobaan 2. Peningkatan Vigor Benih Cabai melalui Invigorasi

2a).Invigorasi dengan Metode Perendaman Benih Menggunakan Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24)

Perlakuan tingkat vigor awal dan perlakuan perendaman benih menunjukkan adanya interaksi pada tolok ukur daya berkecambah (DB), bobot kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV), keserempakan tumbuh (KST), dan kecepatan tumbuh (KCT) (Tabel 1). Pada Tabel 2 menunjukkan

pengaruh faktor tunggal tingkat vigor awal dan perlakuan perendaman terhadap tolok ukur potensi tumbuh maksimum (PTM) dan laju pertumbuhan kecambah (LPK) yang menunjukkan tidak ada interaksi dari kedua faktor perlakuan, sehingga data yang ditampilkan berdasarkan pengaruh faktor tunggal.

Hasil interaksi antara perlakuan tingkat vigor dan perlakuan perendaman menunjukkan terjadinya peningkatan viabilitas potensial dan vigor benih secara nyata yang dinilai berdasarkan tolok ukur daya berkecambah (DB), bobot kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV), keserempakan tumbuh (KST), dan

kecepatan tumbuh (KCT) (Tabel 1). Benih dengan tingkat vigor awal yang rendah

(14%) menunjukkan peningkatan viabilitas potensial dan vigornya setelah diberi perlakuan perendaman hingga tidak berbeda nyata dengan benih yang memiliki tingkat vigor awal tinggi. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan invigorasi dengan metode perendaman dapat meningkatkan performansi perkecambahan. Hasil ini sejalan dengan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, perlakuan perendaman dapat meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan tomat dan bawang (Ali et al. 1990), jagung (Dezfuli et al. 2008), dan cabai (Sutariati dan Wahab 2012). Perlakuan perendaman benih dengan bakteri Psudomonas kelompok fluorescens (P24) tidak memberikan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan perlakuan perendaman lainnya.

(40)

Tabel 1 Interaksi perlakuan invigorasi dengan metode perendaman dan tingkat vigor benih terhadap daya berkecambah (DB), bobot kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV), keserempakan tumbuh (KST), dan

kecepatan tumbuh (KCT) pada benih cabai Seloka IPB

Invigorasi

perendaman dengan P. kel. fluorescens (P24). Angka yang diikuti dengan huruf kecil

yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α = 5%; Angka

yang diikuti dengan huruf kapital yang sama pada baris yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf α = 5%

(41)

21

mulai 3 MST hingga 6 MST bila dibandingkan dengan tanpa penyemprotan media tanam. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam media tumbuh bakteri tersebut terdapat kandungan hara yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai. Isolat bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh IAA, sitokinin dan giberelin yang berperan dalam perkecambahan benih terutama dalam pematahan dormansi, sehingga dapat meningkatkan perkecambahan (Widajati et al. 2012; Sutariati et al. 2006a; Liu et al. 2013; Kucera et al. 2005). Hara dan zat pengatur tumbuh dalam konsentrasi tertentu tersebut dapat membantu meningkatkan perkecambahan benih dan pertumbuhan tanaman secara optimum, tetapi apabila dalam konsentrasi yang kurang tepat dapat menghambat perkecambahan serta pertumbuhan (Karjadi dan Buchory 2008). Pada konsentrasi yang tinggi zat pengatur tumbuh IAA lebih bersifat menghambat pertumbuhan (Suprapto 2004; Dewi 2009). Diduga hal itu yang menyebabkan rendahnya viabilitas potensial dan vigor benih yang diberi perlakuan perendaman dengan media King‟s B dan perendaman dengan isolat bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dibandingkan perendaman dengan akuades.

Tabel 2 Pengaruh perlakuan invigorasi dengan metode perendaman dan tingkat vigor benih terhadap tolok ukur potensi tumbuh maksimum (PTM) dan laju pertumbuhan kecambah (LPK) pada benih cabai Seloka IPB

Perlakuan PTM (%) LPK (mg KN-1)

perendaman dengan P. kel. fluorescens(P24); Angka yang diikuti dengan huruf yang

sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α = 5%

2b).Invigorasi dengan Metode Matriconditioning Benih Menggunakan Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24)

(42)

Tabel 3 Pengaruh perlakuan invigorasi dengan metode matriconditioning dan tingkat viabilitas benih terhadap tolok ukur viabilitas potensial benih cabai Seloka IPB

Keterangan: DB= daya berkecambah, PTM= potensi tumbuh maksimum, BKKN= bobot kering

kecambah normal, V1= viabilitas rendah, V2= viabilitas sedang, V3= viabilitas tinggi,

M0= kontrol kering, M1= matriconditioning dengan gambut, M2= matriconditioning

dengan arang sekam, M3= matriconditioning media king‟s B dengan gambut, M4=

matriconditioningmedia king‟s B dengan arang sekam, M5= matriconditioning isolat

P. kel. fluorescens (P24) dengan gambut, M6= matriconditioning isolat P. kel.

fluorescens (P24) dengan arang sekam. Angka yang diikuti dengan huruf yang sama

pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α = 5%

Tabel 4 Pengaruh perlakuan invigorasi dengan metode matriconditioning dan tingkat viabilitas benih terhadap tolok ukur vigor benih cabai Seloka IPB

Perlakuan LPK

KCT= kecepatan tumbuh, V1= viabilitas rendah, V2= viabilitas sedang, V3= viabilitas

tinggi, M0= kontrol kering, M1= matriconditioning dengan gambut, M2=

matriconditioning dengan arang sekam, M3= matriconditioning media king‟s B

dengan gambut, M4= matriconditioning media king‟s B dengan arang sekam, M5=

matriconditioning isolat P. kel. fluorescens (P24) dengan gambut, M6=

matriconditioning isolat P. kel. fluorescens (P24) dengan arang sekam. Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf

Gambar

Gambar 1 Bagan alir penelitian
Gambar 2 Isolat bakteri probiotik Pseudomonas kelompok fluorescens (P24). a)
Tabel 1 Interaksi perlakuan invigorasi dengan metode perendaman dan tingkat
Tabel 3 Pengaruh perlakuan invigorasi dengan metode matriconditioning dan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat Pseudomonas fluorecens serta konsentrasi yang paling baik memacu pertumbuhan dan hasil tanaman cabai di lapang.. Penelitian ini

Adapun rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor, yaitu: waktu aplikasi bakteri antagonis (A) yang

Perendaman benih cabai besar varietas Hot Chilli F1 menggunakan Pseudomonas kelompok fluorescens SKM2 dengan waktu inokulasi yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata

dapat menekan pertumbuhan Fusarium oxysporum lebih efektif jika diaplikasikan pada tanaman krisan sebanyak 3 kali, yaitu saat 1 hari sebelum tanam, 15 HST dan 30 HST (Djatnika,

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh pemberian bakteri Pseudomonas fluorescens dengan berbagai konsentrasi pada media tanam yang ditambahkan jamur

Secara in vitro ke tiga isolat Pseudomonas fluorescens yang tumbuh pada medium King's B dari Kabupaten Tabalong mampu menekan pertumbuhan Ralsnnia solanacearum asal

Pengaruh Penggunaan Beberapa Varietas dan Aplikasi Pseudomonas fluorescens untuk Mengendalikan Penyakit Bulai ( Peronosclerospora maydis ) pada Tanaman Jagung ( Zea mays

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat Pseudomonas fluorecens serta konsentrasi yang paling baik memacu pertumbuhan dan hasil tanaman cabai di lapang. Penelitian ini