i
PENGINTEGRASIAN PEMBELAJARAN
PENGURANGAN RISIKO BENCANA (PRB) DALAM
IPA MELALUI MODEL CTL BERVISI SETS UNTUK
MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
SISWA SMP
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
oleh Emi Rahmawati
4201409002
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi pada :
Hari : Senin
Tanggal : 11 Maret 2013
Semarang, 6 Maret 2013
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ani Rusilowati, M.Pd. Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si.
iii
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul
Pengintegrasian Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dalam IPA melalui Model CTL Bervisi SETS untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP
Disusun oleh
Emi Rahmawati 4201409002
Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA Unnes pada: Hari : Senin
tanggal : 11 Maret 2013
Panitia:
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Dr. Khumaedi, M.Si.
NIP. 19631012 198803 1 001 NIP. 19630610 198901 1 002
Ketua Penguji
Drs. Sukiswo Supeni Edi, M.Si
NIP. 19561029 198601 1 001
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Ani Rusilowati, M.Pd. Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si.
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa skripsi ini bebas plagiat, dan apabila di kemudian hari
terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Semarang, Maret 2013
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila engkau telah selesai ( dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)(QS. Al Insyirah, 94: 6-7).
Aku Berpikir terus menerus, berbulan bulan dan bertahun tahun, sembilan puluh sembilan kali dan kesimpulannya salah. Untuk yang keseratus aku benar(Albert Einstein).
PERSEMBAHAN
Mama dan Bapa tercinta, yang senantiasa memberi doa dan kasih sayang serta pengorbanan yang begitu besar demi masa depanku.
Mba martin, Mas Ruswandi, Fira dan keluarga, terima kasih atas doa dan dukungannya.
Mamasku yang selalu memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini
Sahabat-sahabatku Ofa, Nurul, Amel, Pras, Ajunt, terima kasih atas cerita indahnya. Teman-teman kost setanjung indah, kost BSD
dan kost Sejuk ( Mba Inov dan Mba Demiyan), terima kasih atas kebersamaannya.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya yang
senantiasa tercurah sehingga tersusunlah skripsi yang berjudul “Pengintegrasian
Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Dalam IPA Melalui Model
CTL Bervisi SETS untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
SMP”.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak berupa
saran, bimbingan, maupun petunjuk dan bantuan dalam bentuk lain, maka penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmojo, M.Si, Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Semarang.
3. Dr. Khumaedi, M.Si, Ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
4. Dr. Putut Marwoto, M.S, dosen wali yang telah memberikan bimbingan.
5. Dr. Ani Rusilowati, M.Pd, dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.
6. Dr. Sunyoto Eko Nugroho, dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.
7. Ibu Sri Harjanti Utami, Guru IPA kelas VII SMP N 22 Semarang.
vii
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu baik material maupun spiritual.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya, lembaga, masyarakat
dan pembaca pada umumnya.
Semarang, 2013
viii
ABSTRAK
Rahmawati, Emi. 2013. Pengintegrasian Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dalam IPA melalui Model CTL Bervisi SETS untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi, Jurusan Fisika, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Dr. Ani Rusilowati, M.Pd. Pembimbing II: Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si.
Kata kunci : pengurangan risiko bencana, CTL, SETS, berpikir kritis
Konferensi sedunia tentang pengurangan risiko bencana yang diadakan oleh PBB menghasilkan Kerangka Aksi Hyogo atau Hyogo Framework for Action
(HFA) yang menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat. Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalam program pendidikan. HFA merekomendasikan bahwa Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan formal dan informal Salah satu alternatif untuk memberikan pemahaman terhadap pengurangan risiko bencana dapat dilakukan melalui pembelajaran di sekolah dengan mengintegrasikan materi pengurangan risiko bencana (PRB) kedalam mata pelajaran IPA di SMP/MTs.. Tujuan Penelitian ini adalah menerapkan pengintegrasian pembelajaran pengurangan risiko bencana (PRB) dalam IPA melalui model CTL bervisi SETS untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 22 Semarang tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan desain control group pre-test-post-test. Metode pengumpulan data menggunakan dokumentasi, tes, lembar observasi dan angket. Teknik analisis data penelitian dengan teknik uji gain ternormalisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berpikir kritis dan sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana kelas eksperimen lebih baik dari pada berpikir kritis dan sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana kelas kontrol. Hal ini terlihat dari hasil analisis dengan menggunakan uji t pihak kanan untuk nilai post-test diperoleh thitung = 2.02 dan skor angket sikap siswa diperoleh
thitung=2.08 sedangkan ttabel=1.67. Hal ini membuktikan bahwa pengintegrasisan
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……… i
PERSETUJUAN PEMBIMBING……….... ii
PENGESAHAN ……….. iii
PERNYATAAN ………... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN……… v
KATA PENGANTAR ……….. vi
ABSTRAK……… viii
DAFTAR ISI ……… ix
DAFTAR TABEL………. xiii
DAFTAR GAMBAR……… xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……… xv
BAB 1 PENDAHULUAN ……….. 1
1.1 Latar Belakang Masalah……… 1
1.2 Rumusan Masalah………. 6
1.3 Tujuan Penelitian……….. 6
1.4 Manfaat Penelitian……….... 7
1.5 Batasan Masalah………... 8
1.6 Penegasan Istilah……….. 8
1.6.1 Pengurangan Risiko Bencana……… 8
1.6.2 Model Pembelajaran Bervisi SETS……… 8
1.6.3 Contextual Teaching and Learning (CTL) ……… 9
x
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS……… 10
2.1 Pengurangan Risiko Bencana……… 10
2.2 Pengintegrasian Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana dalam IPA ………... 12
2.3 SETS ( Sains, Environment, Technology, Society)………... 13
2.4 Model Pembelajaran IPA bervisi SETS………... 15
2.5 Contextual Teaching and Learning ………. 15
2.6 Berpikir Kritis……….. 18
2.7 Kebakaran……… 20
2.8 Kalor………. 21
2.9 Kerangka Berpikir………. 22
2.10Hipotesis……… 25
BAB 3 METODE PENELITIAN……… 26
3.1 Populasi dan Sampel………. 26
3.2 Variabel Penelitian……… 27
3.3 Desain Penelitian……….. 27
3.4 Alur Penelitian………. 28
3.5 Metode dan Alat Pengumpulan Data……….. 29
3.5.1 Metode Dokumentasi……… 29
3.5.2 Metode Tes………. 29
3.5.3 Metode Observasi……….. 33
3.5.4 Metode Angket……….. 34
xi
3.6.1 Analisis Data Tahap Awal……….. 34
3.6.2 Analisis Data Tahap Akhir………. 35
3.6.2.1 Analisis Kemampuan Berpikir Kritis………. 35
3.6.2.2 Analisis Angket……… 36
3.6.2.3 Uji Normalitas……….. 37
3.6.2.4 Uji Kesamaan Dua Varians……….. 38
3.6.2.5 Uji t Satu Pihak……… 38
3.6.2.6 Uji Gain……… 39
3.6.2.7 Uji Signifikasi………... 40
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 41
4.1.Hasil Analisis Data Penelitian Data Awal……….. 41
5.1.1. Uji Homogenitas………... 41
4.2.Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Akhir………... 41
4.2.1 Kemampuan Berpikir Kritis………. 41
4.2.2 Uji Normalitas………. 46
4.2.3 Uji Kesamaan Dua Varians……….. 47
4.2.4 Uji t Satu Pihak (Uji t Pihak Kanan)……… 48
4.2.5 Uji Gain……… 49
4.2.6 Uji Signifikasi……….. 50
4.2.7 Analisis Angket……… 50
4.3.Pembahasan……….. 52
xii
5.3.2. Sikap Siswa terhadap Pemahaman Pengurangan Risiko
Bencana……… 58
5.3.3. Keterbatasan Penelitian……… 59
BAB 5 PENUTUP………. 61
5.1 Simpulan……….. 61
5.2 Saran……… 62
DAFTAR PUSTAKA………. 64
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Data Kebakaran di Semarang………... 20
3.1 Desain Penelitian Control Group Pre-test Post-test……….. 27
4.1 Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol dengan Lembar Observasi……... 44 4.2 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol…… 46 4.3 Hasil Uji Kesamaan Dua Varians Data Post-test dan Skor Angket
Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……... 47
4.4 Hasil Uji Satu Pihak Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……. 48
4.5 Hasil Uji Signifikasi Peningkatan Berpikir Kritis Antara Kelas
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Skema Keterkaitan antara Keempat Unsur SETS ……….. 14
2.2 Kerangka Berpikir ………. 24
3.1 Alur Penelitian……… 28
4.1 Data Hasil Pre-test Siswa ……….. 42
4.2 Data Hasil Post-test Siswa………. 42
4.3 Kemampuan Berpikir Kritis dengan Instrumen Tes ………. 43
4.4 Kemampuan Berpikir Kritis dengan Lembar Observasi ……….. 45
4.5 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Materi Kalor ………. 45
4.6 Peningkatan Rata-Rata Berpikir Kritis ………. 49
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Silabus………... 66
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 ………. 69
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 ………. 76
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 ……… 83
5. Lembar Kerja Siswa 1……….. 88
6. Lembar Kerja Sisiwa II……… 93
7. Lembar Kerja Siswa III……… 96
8. Kriteria Penilaian Lembar Observasi……… 99
9. Lembar Observasi………. 100
10.Kisi-Kisi Soal Uji Coba……… 101
11.Soal Uji Coba……… 102
12.Analisis Uji Coba……….. 104
13.Perhitungan Reliabilitas……… 106
14.Perhitungan Tingkat Kesukaran……….... 107
15.Perhitungan Daya Pembeda……….. 109
16.Daftar Nilai Rapor Kelas VII SMP N 22 Semarang…………. 111
17.Uji Homogenitas………... 112
18.Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……. 114
xvi
20.Data Pre-Test Kelas Eksperimen………. 117
21.Data Pre-Test Kelas Kontrol……… 118
22.Soal Post-Test ……….. 119
23.Data Post-Test Kelas Eksperimen………. 121
24.Data Post-Test Kelas Kontrol………... 122
25.Uji Normalitas Data Post-Test Kelas Eksperimen……… 123
26.Uji Normalitas Data Post-Test Kelas kontrol………... 124
27.Uji Kesamaan Dua Varians Data Post-Test antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……… 125
28.Uji t Satu Pihak Data Post-Test antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol………... 126
29.Uji Gain………... 127
30.Uji Signifikasi Gain……….. 129
31.Kisi-Kisi Angket Sikap Siswa………... 130
32.Angket Sikap Siswa……….. 131
33.Data Angket Sikap Siswa terhadap Pengurangan Risiko Bencana Kelas Eksperimen………... 133
34.Data Angket Sikap Siswa terhadap Pengurangan Risiko Bencana Kelas Kontrol………... 134
xvii
36.Uji Normalitas Data Angket Sikap Siswa terhadap Pengurangan
Risiko Bencana Kelas Kontrol………. 136
37.Uji Kesamaan Dua Varians Data Angket Sikap Siswa terhadap Pengurangan Risiko Bencana antara Kelas Eksperimen dan Kelas kontro……….. 137
38.Uji t Satu Pihak Data Angket Sikap Siswa terhadap Pengurangan Risiko Bencana antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol………... 138
39.Data Lembar Observasi Kelas Eksperimen……… 139
40.Data Lembar Observasi Kelas Kontrol……… 140
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Banyaknya peristiwa bencana di dunia pada awal abad ke-21,
sebanyak 168 negara termasuk Indonesia mendorong negara-negara
tersebut membangun komitmen global dalam pengurangan risiko
bencana. Pada tanggal 18-22 Januari 2005, majelis umum PBB telah
mengadakan konferensi sedunia tentang pengurangan risiko bencana di
Kobe, Hyogo, Jepang yang menekankan perlunya mengidentifikasi
cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap
bencana. Konferensi dengan tema ‘Membangun Ketahanan Bangsa dan
Komunitas Terhadap Bencana’ ini telah memberikan suatu kesempatan
bagi negara untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan
sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Selain
itu, konferensi tersebut juga menghasilkan kerangka aksi Hyogo atau
Hyogo Framework for Action (HFA) tahun 2005-2015.
HFA menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai
bagian dari prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan
pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan
ketahanan di semua tingkat. Inisiatif pengurangan risiko bencana harus
2
dan memasukkan dalam program pendidikan. HFA merekomendasikan
bahwa Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dimasukkan dalam
kurikulum sekolah, pendidikan formal dan informal.
“Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau pemuda dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen intrinsic Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (2005-2015) dari PBB”
Dijelaskan pula dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana bahwa setiap orang berhak
mendapatkan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan keterampilan
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik dalam situasi
tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat potensi bencana.
Undang-Undang tersebut juga menekankan bahwa pengurangan risiko bencana
harus diintegrasikan kedalam proses pembangunan, yang salah satunya
adalah sektor pendidikan.
Dalam masalah pengurangan risiko bencana, peran pendidikan
menjadi sangat penting untuk menciptakan bibit tunas bangsa yang
cerdas dan berkualitas yang mampu berpikir global, namun dapat
melakukan tindakan aksi lokal dalam rangka pengurangan risiko
bencana (think globally, but act locally). Menyelanggarakan pendidikan
pengurangan risiko bencana dapat dilakukan melalui pembelajaran di
sekolah dengan mengintegrasikan materi pengurangan risiko bencana ke
Sesuai yang diamanatkan dalam Permendiknas 2006 bahwa di
tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan pembelajaran salingtemas
(sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) secara terpadu yang
diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat
suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja
ilmiah secara bijaksana.
Selain itu, Undang–Undang No 19 tahun 2005 tentang Standar
Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan alam dan teknologi (termasuk di dalamnya mata
pelajaran IPA) di SMP/MTs dimaksudkan untuk memperoleh
kompetensi dasar ilmu pengetahuan alam dan teknologi serta
membudidayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang penting
untuk dilatihkan kepada siswa pada pembelajaran IPA. Berpikir kritis
dianggap penting dalam bidang akademik karena memungkinkan
seseorang untuk menganalisis, mengevaluasi, menjelaskan dan
merestrukturisasi pemikiran mereka, sehingga mengurangi risiko
mengadopsi, bertindak, atau berpikir dengan keyakinan yang tidak benar.
Untuk dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa
diperlukan suatu model pembelajaran yang yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam
mengkontruksi, mengeksplorasi pengetahuan sendiri, serta
4
satu model yang dapat diterapkan untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis siswa adalah model contextual teaching and learning
(CTL) yang berpendekatan/bervisi SETS.
Sebagaimana kita ketahui bahwa tujuan pembelajaran sains/IPA
adalah agar siswa memahami konsep sains dan keterkaitannya dalam
kehidupan sehari-hari, memiliki ketrampilan tentang alam sekitar untuk
mengembangkan pengetahuan tentang proses alam sekitar, mampu
menerapkan berbagai konsep sains untuk menjelaskan gejala alam dan
mampu menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan masalah
yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari (Trianto, 2007:138)
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Visi/pendekatan
SETS memberikan peluang para siswa untuk memperoleh pengetahuan
sekaligus kemampuan berpikir dan bertindak berdasarkan hasil analisis
dan sintesis yang bersifat komprehensif dengan memperhitungkan aspek
sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat sebagai satu kesatuan tak
terpisah (Binadja, 2005).
Menurut Syahbana (2012), pendekatan CTL dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP Negeri 17 Palembang
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan
pendekatan CTL dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan konvensional. Ketut Suwita (2012) juga berpendapat
bahwa dasar pemikiran penggunaan model pembelajaran STM (Sains
Teknologi Masyarakat) dan CTL karena kedua model tersebut memiliki
beberapa kelebihan diantaranya : (1) memberikan kesempatan kepada
siswa aktif dalam dalam proses pembelajaran dalam usaha untuk
membangun ketrampilan berpikir tingkat tinggi (ketrampilan berpikir
kritis dan kreatif) melalui kegiatan proses sains, (2) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengkaji pembelajaran yang berkaitan
dengan dunia nyata (dengan permasalahan kontekstual) untuk
membangun makna, (3) memberikan peluang kepada guru untuk
melaksanakan penilaian dengan berbagai dimensi penilaian termasuk
didalamnya penilaian terhadap ketrampilan berpikir kritis. Selain itu,
menurut Rusilowati dkk (2009) menunjukkan bahwa model kebencanaan
yang terintegrasi dalam IPA yang dapat dikembangkan adalah model
yang berpendekatan/bervisi SETS. Melalui model CTL bervisi SETS,
siswa dilibatkan secara langsung untuk mengkaitkan materi dengan
situasi dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari yang menerapkan sains
ke dalam bentuk teknologi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat dan memperhatikan
6
Berdasarkan uraian diatas, peneliti melakukan penelitian tentang
“Pengintegrasian Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana (PRB)
dalam IPA melalui Model CTL Bervisi SETS untuk Menumbuhkan
Kemampuan Berpikir Kritis siswa SMP”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang terdapat permasalahan sebagai
berikut :
1)Apakah berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran dengan
model CTL bervisi SETS lebih baik daripada berpikir kritis siswa
yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional bervisi
SETS?
2) Apakah sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana yang
mendapat pembelajaran dengan model CTL bervisi SETS lebih baik
daripada sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana yang
mendapat pembelajaran dengan model konvensional bervisi SETS?
1.3
Tujuan Penelitian
1)Mengetahui berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran dengan
model CTL bervisi SETS lebih baik daripada berpikir kritis siswa
yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional bervisi
2)Mengetahui sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana yang
mendapat pembelajaran dengan model CTL bervisi SETS lebih baik
daripada sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana yang
mendapat pembelajaran dengan model konvensional bervisi SETS
1.4
MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Siswa
a. Memberikan fun learning bervisi SETS sehingga siswa siswa
tertarik untuk belajar IPA.
b. Melatih kemampuan berpikir kritis.
c. Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang pengurangan
risiko bencana.
2. Bagi Guru
a. Memberikan gambaran model pembelajaran yang inovatif bagi
guru.
b. Mengembangkan kreativitas guru dalam melakukan
pembelajaran.
c. Memberikan inspirasi dan motivasi kepada pendidik untuk terus
mengembangkan model pembelajaran demi tercapainya
pembelajaran efektif.
3. Bagi Sekolah
Memperkaya wawasan tentang berbagai model yang bisa
8
1.5
BATASAN MASALAH
Batasan materi yang dikaji dalam penelitian ini adalah materi
pengurangan risiko bencana yang diintegrasikan dalam mata pelajaran
IPA. Materi pengurangan risiko bencana hanya terfokus pada
pengurangan risiko kebakaran yang terintegrasi dalam pelajaran IPA di
SMP, yaitu pada pokok bahasan kalor. Model konvensional dalam
penelitian ini adalah model ceramah dan demonstrasi.
1.6
PENEGASAN ISTILAH
1.6.1 Pengurangan Risiko Bencana
Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik
mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa
dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan
dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia
dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta
meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan.
1.6.2 Model Pembelajaran Bervisi SETS
Model pembelajaran bervisi SETS merupakan suatu model yang
menuntun siswa untuk mengkaitkan hubungan antara unsur SETS
(Sains, Environment, Technology and Society) yaitu mengkaitkan
siswa memperoleh gambaran lebih jelas tentang keterkaitan konsep sains
terhadap lingkungan, teknologi dan masyarakat.
1.6.3 Contextual teaching and learning (CTL)
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
1.6.4 Berpikir Kritis
Fisher (2008) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir
evaluatif yang mencakup baik itu kritik maupun berpikir kreatif dan
yang secara khusus berhubungan dengan kualitas pemikiran atau
argumen yang disajikan untuk mendukung suatu keyakinan atau rentetan
10
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1
Pengurangan Risiko Bencana
Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan
terencana dalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik
dalam upaya untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya
aman serta tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari
pendidikan bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan
risiko bencana. Tetapi mengembangkan motivasi, keterampilan, dan
pengetahuan agar dapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya
untuk pengurangan risiko bencana (Tatang, 2009).
Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah:
1) Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan.
2) Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko
bencana.
3) Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman
tentang kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta
kerentanan perilaku dan motivasi.
4) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk pencegahan dan
pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan yang bertanggung jawab, dan adaptasi terhadap risiko
5) Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas,
baik secara individu maupun kolektif.
6) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siaga bencana.
7) Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana.
8) Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali
komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang
disebabkan karena terjadinya bencana.
9) Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan
besar dan mendadak.
Pendekatan pengintegrasian pengurangan risiko bencana dalam
pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar sebagai berikut:
1)Berorientasi pada perkembangan anak
2)Berorientasi pada kebutuhan anak
3)Aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan
Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan
menyenangkan dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh
pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, menyenangkan
untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk
berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan
pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat
anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran. Kegiatan
pembelajaran yang disiapkan oleh pendidik hendaknya dilakukan
12
strategi, multi metode, materi/ bahan, dan media yang menarik serta
mudah diikuti oleh anak.
4)Menggunakan berbagai media dan sumber belajar
5)Mengembangkan kecakapan hidup
2.2
Pengintegrasian Pembelajaran Pengurangan Risiko
Bencana dalam IPA
Integrasi pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimaknai sebagai
menggabungkan muatan pendidikan PRB dan muatan KTSP, atau
memasukkan muatan pendidikan PRB dalam muatan KTSP.
Pengintegrasian pendidikan PRB dilakukan dengan memperhatikan
keterpaduan dan kesinambungan muatan pendidikan PRB dan muatan
KTSP (termasuk program ekstra kurikuler yang dimiliki sekolah),
sumber daya yang dimiliki untuk melaksanakan pendidikan PRB.
Pengintegrasian muatan pendidikan PRB dapat dilakukan dengan
muatan mata pelajaran pokok, mata pelajaran muatan lokal, dan/atau
program ekstra kurikuler. Pengintegrasian dilakukan secara terpadu
sehingga menyatu, saling terkait dan berkesinambungan secara
harmonis.
Prinsip pengintegrasian pengurangan risiko kebakaran ke dalam
mata pelajaran adalah (1) tidak menambah mata pelajaran baru; (2) tidak
kontekstual dan faktual; (4) model yang dikembangkan terintegrasi
melalui mata pelajaran
2.3
SETS
( Sains, Environment, Technology, Society)
SETS (Science, Environment, Technology, Society), bila
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia memiliki kepanjangan Sains,
Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat atau sering disebut
Salingtemas. Dalam konteks pendidikan SETS, urutan ringkasan SETS
membawa pesan bahwa untuk menggunakan sains ke bentuk teknologi
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dipikirkan berbagai implikasi
pada lingkungan secara fisik maupun mental.
Visi dan pendekatan SETS memberikan peluang para peserta
didik untuk memperoleh pengetahuan sekaligus kemampuan berpikir
dan bertindak berdasarkan hasil analisis dan sintesis yang bersifat
komprehensif dengan memperhitungkan aspek sains, lingkungan,
teknologi dan masyarakat sebagai satu kesatuan tak terpisah. Visi dan
pendekatan SETS memberi wadah secara mencakupi kepada para
pendidik dan peserta didik untuk menuangkan kemampuan berkreasi dan
berinovasi dibidang minatnya dengan landasan SETS secara kuat.
Keterkaitan SETS yang saling berhubungan antara unsur sains,
lingkungan, teknologi dan masyarakat seperti gambar berikut ini
14
Gambar 2.1 Skema keterkaitan antar keempat unsur SETS
Unsur-unsur SETS saling terkait satu sama lain, tanda panah
bolak-balik diantara unsur-unsur SETS mencerminkan adanya saling
pengaruh serta saling terkait. Pendidikan SETS atau bervisi SETS tidak
hanya memperhatikan isu masyarakat dan lingkungan yang telah ada dan
mengaitkannya dengan unsur lain, akan tetapi juga pada cara melakukan
sesuatu untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan itu yang
memungkinkan kehidupan masyarakat serta kelestarian lingkungan
terjaga sementara kepentingan lain terpenuhi. Konsep sains berguna
dalam teknologi untuk memenuhi keperluan masyarakat, maka akibatnya
pada lingkungan perlu mendapat perhatian utama. Apabila akibat pada
lingkungan (baik fisik maupun mental) sangat tidak menguntungkan,
pendidikan SETS tidak menganjurkan penggunaan konsep sains itu
diteruskan ke bentuk teknologi yang dimaksud. Sebaliknya apabila
transformasi sains ke teknologi tersebut tidak merugikan lingkungan,
maka teknologi tersebut dianjurkan untuk diteruskan guna memenuhi
kepentingan masyarakat.
TEKNOLOGI
SAINS
2.4
Model Pembelajaran IPA bervisi SETS
Model pembelajaran bervisi SETS merupakan suatu model yang
menuntun siswa untuk mengkaitkan hubungan antara unsur SETS yaitu
mengkaitkan konsep sains yang dipelajari dengan unsur lain dalam
SETS sehingga siswa memperoleh gambaran lebih jelas tentang
keterkaitan konsep sains terhadap lingkungan, teknologi dan masyarakat.
Penerapan model pembelajaran bervisi SETS yang digunakan
dalam pembelajaran IPA akan dapat memotivasi peserta didik untuk
menjadi lebih tertarik pada topik/bahasan yang sedang dipelajarinya,
karena dikaitkan langsung dengan hal-hal nyata yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Terlebih lagi jika penerapan SETS tersebut
dikombinasikan dengan berbagai metode pembelajaran, strategi
pembelajaran maupun teknik-teknik pembelajaran.
Penyajian materi dikelas diawali dengan mengangkat isu-isu
sosial yang sedang terjadi di masyarakat sebagai akibat adanya transfer
sains ke dalam bentuk teknologi. Hal yang perlu mendapat perhatian
adalah adanya dampak positif atau negatif terhadap lingkungan.
Keempat komponen tersebut yaitu Sains, Lingkungan, Teknologi,
Masyarakat (salingtemas) hendaknya disinggung oleh guru selama
proses pembelajaran IPA berlangsung.
2.5
Contextual Teaching and Learning
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
16
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Sanjaya, 2006:255).
Amri (2010) menyatakan unsur kunci CTL adalah sebagai berikut
1) Pembelajaran bermakna
2) Penerapan pengetahuan
3) Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan
berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami isu,
atau memecahkan suatu masalah.
4) Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar
5) Responsif terhadap budaya
6) Penilaian autentik.
Pembelajaran CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu:
1) Kontruktivisme, merupakan landasan berpikir yang digunakan dalam
pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikti demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks
yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
2) Menemukan (inquiry), merupakan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran kontekstual. Siklus inkuiri antara lain observasi,
bertanya, mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data,
penyimpulan. Langkah-langkah kegiatan inkuiri dalam pembelajaran
kontekstual antara lain:
ii. Mengamati atau observasi. Membaca buku atau sumber lain untuk
mendapatkan informasi pendukung, mengamati dan
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau objek
yang diamati.
iii. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan,
bagan, tabel, dan karya lainnya.
iv. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca,
teman sekelas, guru, atau audien yang lain.
3) Bertanya, merupakan strategi utama pembelajaran CTL. Bertanya
dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
4) Masyarakat belajar (Learning Comunity)
5) Konsep learning comunity menyarankan agar hasil pembelajaran
diperoleh dari kerjasama dengan orang lain,
6) Pemodelan (Modelling), maksudnya adalah dalam sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model
yang bisa ditiru.
7) Refleksi, adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa
lalu.
8) Penilaian autentik yaitu pengumpulan berbagai data yng bisa
18
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas
adalah sebagai berikut:
1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan cara bertanya
4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6) Lakukan refleksi diakhir pertemuan
7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
2.6
Berpikir Kritis
Berpikir merupakan kemampuan untuk menganalisis, mengkritik,
dan mencapai kesimpulan berdasarkan pada referensi atau pertimbangan
yang seksama. Kemampuan berpikir adalah kecakapan atau kemampuan
menggunakan akal budi untuk mempertimbangkannya, memutuskannya,
dan sebagainya untuk melaksanakan sesuatu dengan baik dan cermat
(Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa 2003:707)
Menurut Ibrahim, Kemampuan berpikir merupakan salah satu
modal yang harus dimiliki siswa sebagai bekal dalam menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemampuan seseorang
kemampuan berpikirnya, terutama dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya. Selain itu kemampuan berpikir juga sebagai sarana untuk
mencapai tujuan pendidikan yaitu agar siswa mampu memecahkan
masalah taraf tingkat tinggi ( Yulianti, 2009:53).
Menurut Hassoubah salah satu ciri orang orang yang berpikir
kritis akan selalu mencari dan memaparkan hubungan antara masalah
yang didiskusikan dengan masalah atau pengalaman lain yang relevan.
Kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk mengembangkan
kemampuan berpikir lainnya, yaitu kemampuan untuk membuat
keputusan dan penyelesaian masalah.
Fisher (2008) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir
evaluatif yang mencakup baik itu kritik maupun berpikir kreatif dan
yang secara khusus berhubungan dengan kualitas pemikiran atau
argumen yang disajikan untuk mendukung suatu keyakinan atau rentetan
tindakan. Variabel keterampilan berpikir kritis menurut Fisher adalah
menilai, mengidentifikasi, mengklarifikasi, menginterpretasi,
menganalisis, mengemukakan pendapat atau berargumen, mengevaluasi,
dan menyimpulkan atau menginferensi.
Kategori berpikir kritis menurut Carin dan Sund, yaitu : 1)
mengklarifikasi; 2) mengasumsi; 3) memprediksi dan hipotesis; 4)
menginterpretasi data, mengiferensi atau membuat kesimpulan; 5)
20
membuat grafik; 9) meminimalkan kesalahan percobaan; 10)
mengevaluasi; 11) menganalisis ( Carin dan Sund 1998:160).
Kemampuan berpikir kritis yang diteliti dalam penelitian ini
adalah menilai, menyusun hipotesis, menginterpretasi data, mengamati,
mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan menyimpulkan.
2.7
Kebakaran
Kebakaran merupakan suatu ancaman bagi keselamatan manusia,
harta benda maupun lingkungan. Dengan adanya perkembangan dan
kemajuan pembangunan yang semakin pesat, risiko terjadinya
kebakaran semakin meningkat. Selain itu penduduk yang semakin padat,
pembangunan gedung-gedung perkantoran, kawasan pemukiman,
industri yang semakin berkembang juga menimbulkan kerawanan terjadi
kebakaran.
Berdasarkan observasi di Dinas Kebakaran Kota Semarang,
berikut adalah data peristiwa kebakaran yang terjadi di Semarang dalam
6 tahun terakhir.
Tabel 2.1 Data Kebakaran di Semarang (Sumber : Dinas Kebakaran Kota Semarang)
TAHUN KEBAKARAN JUMLAH Meninggal KORBAN JIWA KERUGIAN (Rp) TAKSIRAN Dunia Luka Bakar Luka Ringan
2007 234 1 0 0 49.026.000.000
2008 204 2 0 1 13.447.333.647
2009 192 3 6 1 6.752.215.000
2010 110 1 0 3 12.550.900.000
2011 214 1 2 2 45.409.475.000
2012 255 11 10 8 14.830.000.000
[image:37.612.178.514.563.704.2]Dilihat dari peristiwa kebakaran, Semarang merupakan kota yang
rawan terjadi kebakaran. Dalam 6 tahun terakhir terjadi 1209 peristiwa
kebakaran dan frekuensi tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu terjadi
sebanyak 255 peristiwa kebakaran. Dari tabel 2.1 dapat dilihat bahwa
peristiwa kebakaran menimbulkan kerugian harta benda dan mengancam
keselamatan manusia.
2.8
Kalor
Salah satu materi yang dapat diintegrasikan dengan materi
pengurangan risiko kebakaran dari hasil pemetaan SK dan KD pada
kurikulum pendidikan di SMP/MTs adalah materi kalor. Materi ini
diajarkan pada siswa kelas VII semester genap. Pada penelitian ini,
materi perpindahan kalor dapat dikaitkan dengan proses perambatan api
pada peristiwa kebakaran. Dalam peristiwa kebakaran, perpindahan
kalor bisa menyebabkan api lebih cepat menjalar.
1) Konduksi
Perpindahan panas melalui zat perantara. Panas merambat
melalui dinding pemisah ruangan, bagian dinding pada ruangan
berikutnya menerima kalor atau panas yang dapat membakar
22
2) Konveksi
Perpindahan panas dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Panas merambat melalui bagian bangunan yang terbuka seperti
tangga dan koridor gang dengan media pengantar udara.
3) Radiasi
Perpindahan panas dalam bentuk pancaran. Panas
merambat antara ruang dan bangunan yang berdekatan. hal ini akan
lebih cepat terjadi jika sebaran api dibantu oleh tekanan udara atau
angin kearah bangunan lainnya.
2.9
Kerangka Berpikir
Hyogo Framework for Action (HFA) tahun 2005-2015 menyoroti
pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari prioritas
aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk
membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua
tingkat. Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua
lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan
dalam program pendidikan. HFA merekomendasikan bahwa
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dimasukkan dalam kurikulum
sekolah, pendidikan formal dan informal.
Dijelaskan pula dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana bahwa pengurangan risiko bencana
adalah sektor pendidikan. Menyelanggarakan pendidikan pengurangan
risiko bencana dapat dilakukan melalui pembelajaran di sekolah dengan
mengintegrasikan materi pengurangan risiko bencana ke dalam mata
pelajaran IPA di SMP/MTs.
Undang–Undang No 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan
Nasional, menyebutkan bahwa kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan alam dan teknologi (termasuk di dalamnya mata pelajaran
IPA) di SMP/MTs dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar
ilmu pengetahuan alam dan teknologi serta membudidayakan berpikir
ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang penting
untuk dilatihkan kepada siswa pada pembelajaran IPA. Berpikir kritis
dianggap penting dalam bidang akademik karena memungkinkan
seseorang untuk menganalisis, mengevaluasi, menjelaskan dan
merestrukturisasi pemikiran mereka, sehingga mengurangi resiko
mengadopsi, bertindak, atau berpikir dengan keyakinan yang tidak benar.
Salah satu model yang dapat diterpakan untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis siswa adalah model contextual teaching and
learning (CTL) yang berpendekatan/bervisi SETS.
Melalui model CTL bervisi SETS, siswa dilibatkan secara
langsung untuk mengkaitkan materi dengan situasi dunia nyata dalam
kehidupan sehari-hari yang menerapkan sains ke dalam bentuk teknologi
24
kebutuhan masyarakat dan memperhatikan lingkungan, sehingga risiko
terjadinya bencana dapat dikurangi. Kerangka berpikir pada penelitian
[image:41.612.201.530.179.600.2]ini dapat dilihat pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Hyogo Framework for
Action (HFA) Undang-Undang No 24 Tahun 2007
Pengurangan Risiko Bencana
Pendidikan IPA
Standar Pendidikan Nasional
Kemampuan Berpikir
Model CTL bervisi SETS
Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis
dan sikap siswa terhadap pengurangan risiko
2.10
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
a) H0 : berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model
CTL bervisi SETS lebih rendah atau sama dengan berpikir
kritis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model
konvensional bervisi SETS.
Ha : berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model
CTL bervisi SETS lebih tinggi daripada berpikir kritis siswa
yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional
bervisi SETS.
b) H0 : Sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana yang
mendapat model pembelajaran CTL bervisi SETS lebih rendah
atau sama dengan sikap siswa yang mendapat model
pembelajaran konvensional bervisi SETS.
Ha : Sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana yang
mendapat model pembelajaran CTL bervisi SETS lebih tinggi
daripada sikap siswa yang mendapat model pembelajaran
26
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Populasi dan Sampel
Penelitian eksperimen ini dilaksanakan pada bulan
Januari-Februari 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII
semester 2 SMP Negeri 22 Semarang tahun pelajaran 2012/2013, yaitu
kelas VII B sebanyak 32 siswa, kelas VII C sebanyak 31 siswa, kelas VII
D sebanyak 32 siswa, dan kelas VII F sebanyak 32 siswa. Jumlah total
sebanyak 131 siswa. Populasi tersebut telah diuji homogenitas dengan
menggunakan uji Barlett. Berdasarkan hasil uji homogenitas pada nilai
raport semester 1 diperoleh 2 5,14 2 7,815
tabel
hitung
c
c
. Ini berarti H0diterima dan artinya populasi tersebut homogen (sebelum diberi
perlakuan, berada pada tingkat kemampuan akademik yang sama).
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
simple random sampling yaitu dipilih 2 kelas secara acak dari populasi
yang homogen sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan
pertimbangan siswa duduk pada jenjang kelas yang sama, materi
berdasarkan pada kurikulum yang sama dan tidak ada kelas unggulan.
Kelas VII D sebagai kelas eksperimen dan kelas VII B sebagai kelas
3.2
Variabel Penelitian
Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri dari dua macam
variabel, yaitu:
1) Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model
Pembelajaran
2) Variabel Terikat
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana dan kemampuan
berpikir kritis siswa.
3.3
Desain Penelitian
Penelitian eksperimen ini menggunakan desain control group
[image:44.612.175.531.532.614.2]pre-test-post-test.
Tabel 3.1 Desain Penelitian Control Group Pre-test Post-test (Arikunto,
2006:86)
Keterangan:
O1 dan O3 : pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
O2 dan O4 : post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
Sampel Kondisi awal Perlakuan Kondisi akhir
Kelas Eksperimen O1 X O2
28
X : Perlakuan dengan model CTL bervisi SETS
Y : Perlakuan dengan model ceramah bervisi SETS
3.4
Alur Penelitian
[image:45.612.176.552.210.549.2]Penelitian ini dilakukan sesuai alur penelitian seperti gambar 3.1
Gambar 3.1 Alur penelitian
Alur penelitian gambar dijelaskan dalam langkah-langkah sebagai berikut:
a) Mengambil nilai rapor semester gasal mata pelajaran IPA kelas VII
tahun ajaran 2012/2013.
b) Menganalisis rapor dengan melakukan uji homogenitas.
c) Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian.
Populasi Uji Homogenitas
Sampel
Nilai Raport semester 1 Kelas Uji Coba
Uji Coba Soal
Instrumen
Kelas Eksperimen Kelas kontrol
Pre-test
Pembelajaran materi kalor dengan
model CTL bervisi SETS Pembelajaran materi kalor dengan model konvensional bervisi SETS
Post-test
d) Memberikan pre-test pada kelas eksperimen dan kontrol.
e) Melaksanakan pembelajaran di kelas eksperimen dengan model
pembelajaran CTL bervisi SETS
f) Melaksanakan pembelajaran di kelas kontrol dengan model
pembelajaran konvensional bervisi SETS
g) Melaksanakan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
h) Menganalisis data hasil penelitian.
3.5
Metode dan Alat Pengumpulan Data
3.51 Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data mengenai
hal-hal variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat, surat kabar,
majalah, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan
sebagainya (Arikunto, 2006:231). Metode ini digunakan untuk
mendapatkan data mengenai kemampuan awal siswa yang menjadi
sampel penelitian, yaitu mengumpulkan daftar nama siswa dan nilai
rapor semester gasal yang selanjutnya dianalisis untuk menentukan
homogenitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3.52 Metode Tes
Metode tes digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir
kritis siswa tentang materi kalor. Tes yang digunakan adalah tes bentuk
benar-salah disertai alasan dan tes uraian. Tes ini diujicobakan kepada
30
validitas, reabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedanya. Teknik
analisis uji coba tes sebagai berikut:
3.5.2.1 Validitas Isi
Validitas isi berkenaan dengan kesanggupan alat penilaian
dalam mengukur isi yang seharusnya. Artinya, tes tersebut mampu
mengungkapkan isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur
(Sudjana, 2009:13). Secara teknis pengujian validitas isi dapat dibantu
dengan menggunakan kisi-kisi instrumen. Dalam kisi-kisi itu terdapat
variabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir
(item) pertanyaan atau pertanyaan yang dijabarkan dari indikator.
Dengan kisi-kisi instrumen itu maka pengujian validitas dapat dilakukan
dengan mudah dan sistematis (Sugiyono, 2000:272)
3.5.2.2 Reliabilitas
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui apakah
instrumen yang digunakan sudah baik dan dapat dipercaya . Rumus yang
digunakan untuk menghitung reliabilitas tes uraian adalah rumus Alpha
sebagai berikut (Arikunto, 2002 : 109) :
r = n − 1 1 −n ∑ σσ
Keterangan :
r11 = reliabilitas yang dicari
n = banyaknya items pertanyaan
σ = varians total
Rumus varians skor items (Arikunto, 2002 : 110) :
∑ =∑
∑
Keterangan
σ = varians skor tiap items
Xi = jumlah skor tiap item soal
n = banyaknya siswa
Rumus varians total (Arikunto, 2002 : 111) :
∑ =∑
( )
Keterangan :
σ = varians total
Xt = jumlah subyek
n = banyaknya siswa
Hasil perhitungan r11 dikonsultasikan dengan tabel r product
moment pada tabel.. Apabila r11> rtabel, maka instrument dikatakan
reliabel (Arikunto, 2002:112).
Berdasarkan analisis soal uji coba, diperoleh r11 sebesar 0,49
dan untuk banyaknya peserta uji coba 30 dengan taraf kesalahan 5%
diperoleh rtabel sebesar 0,361 . Karena r11> rtabel maka soal uji coba
32
3.5.2.3 Tingkat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak adalah soal yang tidak
terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Rumus yang digunakan untuk
menganalisis tingkat kesukaran soal uraian adalah sebagai berikut
(Rusilowati, 2008: 17) :
=
dengan
= ℎ ℎ
Kriteria tingkat kesukaran soal adalah :
0 ≤ P ≤ 0,30 soal sukar
0,30 < P ≤ 0,70 soal cukup ( sedang)
0,70 < P ≤ 1 soal mudah
Hasil analisis uji coba menunjukkan bahwa soal nomor 7, 17
dan 18 merupakan soal mudah, soal nomor
1,2,3,4,5,6,810,11,12,13,15,16,19 merupakan soal sedang, dan soal
nomor 9, 14, 20 merupakan soal sukar. Perhitungan selengkapnya
dimuat pada lampiran 14.
3.5.2.4 Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai
(Rusilowati, 2008: 19). Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk
= − ℎ
Kriteria daya pembeda soal adalah:
0,00 ≤ DP ≤ 0,20 : soal jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 : soal cukup baik
0,40 < DP ≤ 0,70 : soal baik
0,70 < DP ≤ 1,00 : soal sangat baik
Berdasarkan analisis uji coba soal, diketahui bahwa soal nomor
3,7,13,15,20 memiliki kriteria jelek. Soal nomor 6,10,18 memiliki
kriteria soal cukup baik, sedangkan soal nomor
1,2,4,5,8,9,11,12,14,16,17,19 memiliki kriteria soal baik. Perhitungan
selengkapnya dimuat pada lampiran 15.
3.53 Metode Observasi
Metode ini digunakan untuk mengetahui aktivitas semua siswa
pada proses pelaksanaan model pembelajaran CTL bervisi SETS pada
kelas eksperimen dan pelaksanaan model pembelajaran konvensional
bervisi SETS pada kelas kontrol dalam materi kalor. Pada metode ini
tidak dilakukan uji coba lembar observasi, tetapi hanya dikonsultasikan
dengan dosen pembimbing dan guru kelas. Observasi dalam penelitian
ini adalah pengamatan langsung pada saat kegiatan pembelajaran untuk
mengungkap aktivitas dan sikap siswa selama pelaksanaan pembelajaran
di kelas. Observasi dilakukan oleh 3 observer yang terdiri teman sejawat
34
3.54 Metode Angket
Metode angket digunakan untuk mengetahui seberapa besar
sikap siswa terhadap materi pengurangan risiko bencana kebakaran.
Pada instrumen ini tidak dilakukan ujicoba angket. Namun,
dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.
3.6
Metode Analisis Data
3.6.1 Analisis Data Tahap Awal
3.6.1.1 Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel
yang di gunakan dalam populasi dalam keadaan homogen (mempunyai
kemampuan awal yang sama) atau tidak. Data yang digunakan untuk uji
homogenitas adalah nilai rapor mata pelajaran IPA semester gasal,
hipotesis yang diajukan adalah:
H0 : = ( varians kedua kelas homogen)
Ha : ≠ ( varians kedua kelas tidak homogen)
Untuk menguji hipotesis tersebut, digunakan rumus uji Bartlett
(Sudjana, 2002:263), yaitu:
2
2 (Ln10) B (n 1)logSi
i
c
dengan
( 2) ( 1)
i n LogS
B
= ∑(∑( ))
H0 diterima jika
c
2hitung <c
2 (1-α) (k-1) dimanac
2 (1-α) (k-1)diperoleh dari daftar distribusi chi kuadrat dengan peluang (1-α) dan dk
= (k-1) serta taraf signifikasi 5%.
3.6.2 Analisis Data Tahap Akhir
Setelah diberi pre-test dan diketahui bahwa kedua sampel
mempunyai kondisi awal yang sama, maka kelas eksperimen maupun
kelas kontrol diberi perlakuan yang berbeda, yaitu model CTL bervisi
SETS untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional
bervisi SETS untuk kelas kontrol. Setelah mendapat perlakuan, kedua
kelas diberi post-test. Langkah analisis tahap akhir adalah sebagai
berikut:
3.6.2.1 Analisis Kemampuan Berpikir Kritis
3.6.2.1.1 Metode Tes
Analisis metode tes soal benar-salah ini adalah dengan
menggunakan skor 3. Sedangkan untuk soal uraian, skornya adalah
0-5. Setelah itu, metode tes ini dianalisis dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Ali, 1993: 184).
= ℎ ℎ ℎ × 100 %
Klasifikasi persentase nilainya adalah sebagai berikut:
00,00% < N ≤25,00% = tidak kritis
36
62,50% < N ≤ 81,25% = kritis
81,25% < N ≤100,00% = sangat kritis
3.6.2.1.2 Metode Observasi
Penskoran lembar observasi ini dilakukandengan ratting scale,
yaitu skor 1 untuk tidak baik, skor 2 untuk cukup baik, skor 3 untuk baik
dan skor 4 untuk sangat baik, sedangkan analisis lembar observasi ini
dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Ali, 1993: 184).
= ℎ ℎ ℎ × 100 %
Klasifikasi persentase nilainya adalah sebagai berikut:
25,00% ≤ N ≤ 43,75% = tidak baik
43,75% ≤ N ≤ 62,50% = cukup
62,50% ≤ N ≤ 81,25% = baik
81,25% ≤ N ≤ 100,00% = sangat baik
3.6.2.2 Analisis Angket
Analisis metode angket ini digunakan teknik rating scale. Item
penyataan positif, penskorannya ialah skor 4 untuk sangat setuju, skor 3
untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju dan skor 1 untuk sangat tidak
setuju. Untuk item pernyataan negatif, penskorannya ialah skor 4 untuk
sangat tidak setuju, skor 3 untuk tidak setuju, skor 2 untuk setuju dan
skor 1 untuk sangat sertuju. Setelah itu, angket sikap siswa ini dianalisis
= ℎ ℎ ℎ × 100 %
Klasifikasi presentase nilainya adalah sebagai berikut:
25,00% ≤ N ≤ 43,75% = tidak baik
43,75% ≤ N ≤ 62,50% = cukup
62,50% ≤ N ≤ 81,25% = baik
81,25% ≤ N ≤ 100,00% = sangat baik
3.6.2.3 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang
dianalisis terdistribusi normal atau tidak. Data yang digunakan untuk uji
normalitas ini adalah nilai hasil post-test dan skor angket siswa terhadap
pemahaman pengurangan risiko bencana. Rumus yang digunakan adalah
Chi Kuadrat.
c2 =
Ei Ei Oi k
i
2
1
Keterangan :
c2 : harga chi kuadrat
Oi : frekuensi hasil pengamatan
Ei : frekuensi yang diharapkan
k : banyaknya kelas interval Jika c2
hitung ≤ c2 tabel dengan derajat kebebasan dk = k-1 dan
38
3.6.2.4 Uji Kesamaan Dua Varians
Uji kesamaan dua varians digunakan untuk menentukan rumus
t-test yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Pengujian
homogenitas varians digunakan uji F. Rumus yang dipakai adalah:
=
Jika Fhitung ≤ F1/2 α (V1, V2) dengan α = 5%, kedua kelompok
memiliki varians yang sama, dengan :
V1 = n1 – 1 (dk pembilang)
V2 = n2 – 1 (dk penyebut)
3.6.2.5 Uji t Satu Pihak
Uji t satu pihak yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t
pihak kanan. Uji t ini digunakan untuk menguji hipotesis. Data yang
digunakan untuk uji ini adalah nilai post-test dan nilai angket sikap siswa
terhadap pengurangan risiko bencana. Rumus yang digunakan adalah:
n
s
n
s
n
s
n
s
x
x
r t 2 2 1 1 2 2 1 2 2 1 2 2 1 __ _ __ Keterangan: __ 1__
2
x
= Rata-rata kelas kontrols
1 = Simpangan baku kelas eksperimens
2 = Simpangan baku kelas kontrols
12 = Varian kelas eksperimens
22 = Varian kelas kontrol r = Korelasi antar sampeldengan
r = (∑∑ )
Kriteria Pengujian:
Dari thitunng dibandingkan dengan harga ttabel uji t satu pihak
dengan dk n1 + n2 – 2, taraf kesalahan 5%. Jika thitung < ttabel, maka
Ho diterima dan Ha ditolak (Sugiyono, 2000: 217)
3.6.2.6 Uji Gain
Uji gain digunakan untuk mengetahui besar peningkatan berpikir
kritis sebelum perlakuan dan setelah mendapat perlakuan. Peningkatan
berpikir kritis siswa dapat dihitung menggunakan rumus gain
ternormalisasi sebagai berikut:
40
Keterangan :
g : besarnya faktor g
Spre : skor rata-rata pre test (%)
Spost : skor rata-rata post test (%)
Klasifikasi besarnya 〈 〉 dikategorikan sebagai berikut (Hake,
1998:3).
g tinggi : 〈 〉 > 0,7
g sedang : 0,3 < 〈 〉 ≤ 0,7
g rendah : 〈 〉 ≤ 0,3
3.6.2.7 Uji Signifikasi
Uji signifikasi ternormalisasi gain digunakan untuk mengetahui
apakah terdapat peningkatan berpikir kritis yang signifikan antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Hipotesis yang diajukan adalah
H0 : tidak terdapat perbedaan peningktan berpikir kritis yang signifikan
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (µ1 = µ2)
H0 : terdapat perbedaan peningktan berpikir kritis yang signifikan
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (µ1 ≠ µ2)
Dari thitunng dibandingkan dengan harga ttabel uji t satu pihak
dengan dk n1 + n2 – 2, taraf kesalahan 5%. Jika thitung < ttabel, maka
41
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Analisis Data Penelitian Data Awal
4.1.1
Uji HomogenitasUji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi
penelitian di SMP Negeri 22 Semarang yang terdiri dari siswa kelas VII B,
VII C, VII D, dan VII E mempunyai keadaan awal yang sama atau tidak.
Data yang digunakan untuk uji homogenitas ini adalah nilai raport mata
pelajaran IPA siswa semester gasal. Rumus yang digunakan menggunakan
uji Barlett. Dari analisis data, diperoleh 2 5,14
hitung
c
kemudian 2hitung
c
dibandingkan dengan 2
tabel
c . Untuk α = 5% dengan dk = k-1 = 4-1 = 3
diperoleh 2 7,185. tabel
c Karena 2 2
tabel hitung
c
c
maka populasi mempunyaivarians yang sama (homogen). Perhitungan selengkapnya dimuat pada
lampiran 25.
4.2
Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Akhir
4.2.1 Kemampuan Berpikir Kritis
Setelah kedua sampel diberikan pre-test, kelas kontrol mendapat
pembelajaran model konvensional bervisi SETS, sedangkan kelas
eksperimen mendapat pembelajaran model CTL bervisi SETS. Pada akhir
penelitian, kedua kelas melaksanakan post-test untuk mengetahui berpikir
42
dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti ditunjukkan Gambar 4.1
[image:59.612.215.495.164.316.2]dan Gambar 4.2.
Gambar 4.1 Data Hasil Pre-test Siswa
Dari Gambar 4.1 diketahui bahwa nilai tertinggi maupun nilai
terendah berpikir kritis hasil pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol
hampir sama, namun rata-rata berpikir kritis hasil pre-test kelas
eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata berpikir kritis kelas kontrol.
Gambar 4.2 Data Hasil Post-test Siswa
0 5 10 15 20 25 30 35
Nilai tertinggi Nilai Terendah Rata - Rata
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Nilai tertinggi Nilai Terendah Rata - Rata
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 28.81 27.12 11.8 8.47
19.9 19.1
86.44 83.05
[image:59.612.163.466.491.636.2]Dari Gambar 4.2 diketahui bahwa nilai tertinggi maupun nilai
terendah berpikir kritis hasil post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol
hampir sama, namun rata-rata berpikir kritis hasil post-test kelas
eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.
4.2.1.1 Instrumen Tes
Kemampuan berpikir kritis yang dikaji melalui instrumen tes ini
meliputi menilai, mengidentifikasi, menganalisis, menginterpretasi dan
menyimpulkan. Hasil berpikir kritis dengan menggunakan instrument tes
dapat dilihat pada gambar 4.3. Hasil perhitungan selengkapnya dimuat
[image:60.612.192.516.398.589.2]pada lampiran 23 dan lampiran 24
Gambar 4.3 Kemampuan Berpikir Kritis dengan Instrumen Tes
Gambar 4.3 menunjukkan rata-rata kemampuan berpikir kritis yang
diukur dengan instrumen tes antara kelas kontrol dan kelas eksperimen
hampir sama, namun pada indikator mengevaluasi terdapat perbedaan
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
1 2 3 4 5
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
1. Menilai
2. Mengidentifikasi
3. Menganalisis
4. Mengevaluasi
5. Menyimpulkan
69.93 61.2
72.19 70.94
65.63 63.96 78.13
36.88 43.13 38.13
Ni
la
i b
erpi
ki
r kri
tis
44
yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari Gambar
4.3 dapat dilihat bahwa kemampuan mengevaluasi pada kelas eksperimen
lebih tinggi daripada kemampuan mengevaluasi pada kelas kontrol.
4.2.1.2 Lembar Observasi
Kemampuan berpikir kritis yang dikaji melalui lembar observasi ini
meliputi menyusun hipotesis, mengamati dan menginterpretasi. Pada
penelitian instrumen lembar observasi ini, peneliti dibantu 3 observer yaitu
teman sejawat. Hasil berpikir kritis dengan menggunakan lembar
observasi ini dapat dilihat dalam tabel 4.1, sedangkan diagram berpikir
kritis dengan menggunakan lembar observasi ini dapat dilihat dalam
gambar 4.4. Hasil perhitungan selengkapnya dimuat pada lampiran 39 dan
[image:61.612.169.572.496.596.2]lampiran 40.
Tabel 4.1 Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol dengan Lembar Observasi
Kemampuan Berpikir Kritis
Observer 1 Obsever 2 observer 3
kelas
eksperimen kelas kontrol Kelas Eksperimen Kelas kontrol kelas eksperimen Kelas Kontrol Menyusun
hipotesis 49.22 43.75 69.53 60.94 89.06 75
Mengamati 74 70.31 85.94 74.22 86.72 79.69
Menginterpretasi 74.22 63.28 75.78 73.44 88.28 82.81
Gambar 4.4 me