• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGINTEGRASIAN PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA (PRB) DALAM IPA MELALUI MODEL CTL BERVISI SETS UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGINTEGRASIAN PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA (PRB) DALAM IPA MELALUI MODEL CTL BERVISI SETS UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGINTEGRASIAN PEMBELAJARAN

PENGURANGAN RISIKO BENCANA (PRB) DALAM

IPA MELALUI MODEL CTL BERVISI SETS UNTUK

MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

SISWA SMP

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

oleh Emi Rahmawati

4201409002

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi pada :

Hari : Senin

Tanggal : 11 Maret 2013

Semarang, 6 Maret 2013

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ani Rusilowati, M.Pd. Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si.

(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

Pengintegrasian Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dalam IPA melalui Model CTL Bervisi SETS untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP

Disusun oleh

Emi Rahmawati 4201409002

Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA Unnes pada: Hari : Senin

tanggal : 11 Maret 2013

Panitia:

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Dr. Khumaedi, M.Si.

NIP. 19631012 198803 1 001 NIP. 19630610 198901 1 002

Ketua Penguji

Drs. Sukiswo Supeni Edi, M.Si

NIP. 19561029 198601 1 001

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Ani Rusilowati, M.Pd. Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si.

(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi ini bebas plagiat, dan apabila di kemudian hari

terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Semarang, Maret 2013

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila engkau telah selesai ( dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)(QS. Al Insyirah, 94: 6-7).

 Aku Berpikir terus menerus, berbulan bulan dan bertahun tahun, sembilan puluh sembilan kali dan kesimpulannya salah. Untuk yang keseratus aku benar(Albert Einstein).

PERSEMBAHAN

 Mama dan Bapa tercinta, yang senantiasa memberi doa dan kasih sayang serta pengorbanan yang begitu besar demi masa depanku.

Mba martin, Mas Ruswandi, Fira dan keluarga, terima kasih atas doa dan dukungannya.

 Mamasku yang selalu memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini

 Sahabat-sahabatku Ofa, Nurul, Amel, Pras, Ajunt, terima kasih atas cerita indahnya.  Teman-teman kost setanjung indah, kost BSD

dan kost Sejuk ( Mba Inov dan Mba Demiyan), terima kasih atas kebersamaannya.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya yang

senantiasa tercurah sehingga tersusunlah skripsi yang berjudul “Pengintegrasian

Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Dalam IPA Melalui Model

CTL Bervisi SETS untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

SMP”.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak berupa

saran, bimbingan, maupun petunjuk dan bantuan dalam bentuk lain, maka penulis

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmojo, M.Si, Rektor Universitas Negeri

Semarang.

2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Semarang.

3. Dr. Khumaedi, M.Si, Ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

4. Dr. Putut Marwoto, M.S, dosen wali yang telah memberikan bimbingan.

5. Dr. Ani Rusilowati, M.Pd, dosen pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.

6. Dr. Sunyoto Eko Nugroho, dosen pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, arahan dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.

7. Ibu Sri Harjanti Utami, Guru IPA kelas VII SMP N 22 Semarang.

(7)

vii

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

membantu baik material maupun spiritual.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena

kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini

dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya, lembaga, masyarakat

dan pembaca pada umumnya.

Semarang, 2013

(8)

viii

ABSTRAK

Rahmawati, Emi. 2013. Pengintegrasian Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dalam IPA melalui Model CTL Bervisi SETS untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi, Jurusan Fisika, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Dr. Ani Rusilowati, M.Pd. Pembimbing II: Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si.

Kata kunci : pengurangan risiko bencana, CTL, SETS, berpikir kritis

Konferensi sedunia tentang pengurangan risiko bencana yang diadakan oleh PBB menghasilkan Kerangka Aksi Hyogo atau Hyogo Framework for Action

(HFA) yang menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat. Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalam program pendidikan. HFA merekomendasikan bahwa Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan formal dan informal Salah satu alternatif untuk memberikan pemahaman terhadap pengurangan risiko bencana dapat dilakukan melalui pembelajaran di sekolah dengan mengintegrasikan materi pengurangan risiko bencana (PRB) kedalam mata pelajaran IPA di SMP/MTs.. Tujuan Penelitian ini adalah menerapkan pengintegrasian pembelajaran pengurangan risiko bencana (PRB) dalam IPA melalui model CTL bervisi SETS untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 22 Semarang tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan desain control group pre-test-post-test. Metode pengumpulan data menggunakan dokumentasi, tes, lembar observasi dan angket. Teknik analisis data penelitian dengan teknik uji gain ternormalisasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berpikir kritis dan sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana kelas eksperimen lebih baik dari pada berpikir kritis dan sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana kelas kontrol. Hal ini terlihat dari hasil analisis dengan menggunakan uji t pihak kanan untuk nilai post-test diperoleh thitung = 2.02 dan skor angket sikap siswa diperoleh

thitung=2.08 sedangkan ttabel=1.67. Hal ini membuktikan bahwa pengintegrasisan

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

PERSETUJUAN PEMBIMBING……….... ii

PENGESAHAN ……….. iii

PERNYATAAN ………... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN……… v

KATA PENGANTAR ……….. vi

ABSTRAK……… viii

DAFTAR ISI ……… ix

DAFTAR TABEL………. xiii

DAFTAR GAMBAR……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv

BAB 1 PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah……… 1

1.2 Rumusan Masalah………. 6

1.3 Tujuan Penelitian……….. 6

1.4 Manfaat Penelitian……….... 7

1.5 Batasan Masalah………... 8

1.6 Penegasan Istilah……….. 8

1.6.1 Pengurangan Risiko Bencana……… 8

1.6.2 Model Pembelajaran Bervisi SETS……… 8

1.6.3 Contextual Teaching and Learning (CTL) ……… 9

(10)

x

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS……… 10

2.1 Pengurangan Risiko Bencana……… 10

2.2 Pengintegrasian Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana dalam IPA ………... 12

2.3 SETS ( Sains, Environment, Technology, Society)………... 13

2.4 Model Pembelajaran IPA bervisi SETS………... 15

2.5 Contextual Teaching and Learning ………. 15

2.6 Berpikir Kritis……….. 18

2.7 Kebakaran……… 20

2.8 Kalor………. 21

2.9 Kerangka Berpikir………. 22

2.10Hipotesis……… 25

BAB 3 METODE PENELITIAN……… 26

3.1 Populasi dan Sampel………. 26

3.2 Variabel Penelitian……… 27

3.3 Desain Penelitian……….. 27

3.4 Alur Penelitian………. 28

3.5 Metode dan Alat Pengumpulan Data……….. 29

3.5.1 Metode Dokumentasi……… 29

3.5.2 Metode Tes………. 29

3.5.3 Metode Observasi……….. 33

3.5.4 Metode Angket……….. 34

(11)

xi

3.6.1 Analisis Data Tahap Awal……….. 34

3.6.2 Analisis Data Tahap Akhir………. 35

3.6.2.1 Analisis Kemampuan Berpikir Kritis………. 35

3.6.2.2 Analisis Angket……… 36

3.6.2.3 Uji Normalitas……….. 37

3.6.2.4 Uji Kesamaan Dua Varians……….. 38

3.6.2.5 Uji t Satu Pihak……… 38

3.6.2.6 Uji Gain……… 39

3.6.2.7 Uji Signifikasi………... 40

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 41

4.1.Hasil Analisis Data Penelitian Data Awal……….. 41

5.1.1. Uji Homogenitas………... 41

4.2.Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Akhir………... 41

4.2.1 Kemampuan Berpikir Kritis………. 41

4.2.2 Uji Normalitas………. 46

4.2.3 Uji Kesamaan Dua Varians……….. 47

4.2.4 Uji t Satu Pihak (Uji t Pihak Kanan)……… 48

4.2.5 Uji Gain……… 49

4.2.6 Uji Signifikasi……….. 50

4.2.7 Analisis Angket……… 50

4.3.Pembahasan……….. 52

(12)

xii

5.3.2. Sikap Siswa terhadap Pemahaman Pengurangan Risiko

Bencana……… 58

5.3.3. Keterbatasan Penelitian……… 59

BAB 5 PENUTUP………. 61

5.1 Simpulan……….. 61

5.2 Saran……… 62

DAFTAR PUSTAKA………. 64

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Data Kebakaran di Semarang………... 20

3.1 Desain Penelitian Control Group Pre-test Post-test……….. 27

4.1 Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol dengan Lembar Observasi……... 44 4.2 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol…… 46 4.3 Hasil Uji Kesamaan Dua Varians Data Post-test dan Skor Angket

Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……... 47

4.4 Hasil Uji Satu Pihak Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……. 48

4.5 Hasil Uji Signifikasi Peningkatan Berpikir Kritis Antara Kelas

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Skema Keterkaitan antara Keempat Unsur SETS ……….. 14

2.2 Kerangka Berpikir ………. 24

3.1 Alur Penelitian……… 28

4.1 Data Hasil Pre-test Siswa ……….. 42

4.2 Data Hasil Post-test Siswa………. 42

4.3 Kemampuan Berpikir Kritis dengan Instrumen Tes ………. 43

4.4 Kemampuan Berpikir Kritis dengan Lembar Observasi ……….. 45

4.5 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Materi Kalor ………. 45

4.6 Peningkatan Rata-Rata Berpikir Kritis ………. 49

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman

1. Silabus………... 66

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 ………. 69

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 ………. 76

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 ……… 83

5. Lembar Kerja Siswa 1……….. 88

6. Lembar Kerja Sisiwa II……… 93

7. Lembar Kerja Siswa III……… 96

8. Kriteria Penilaian Lembar Observasi……… 99

9. Lembar Observasi………. 100

10.Kisi-Kisi Soal Uji Coba……… 101

11.Soal Uji Coba……… 102

12.Analisis Uji Coba……….. 104

13.Perhitungan Reliabilitas……… 106

14.Perhitungan Tingkat Kesukaran……….... 107

15.Perhitungan Daya Pembeda……….. 109

16.Daftar Nilai Rapor Kelas VII SMP N 22 Semarang…………. 111

17.Uji Homogenitas………... 112

18.Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……. 114

(16)

xvi

20.Data Pre-Test Kelas Eksperimen………. 117

21.Data Pre-Test Kelas Kontrol……… 118

22.Soal Post-Test ……….. 119

23.Data Post-Test Kelas Eksperimen………. 121

24.Data Post-Test Kelas Kontrol………... 122

25.Uji Normalitas Data Post-Test Kelas Eksperimen……… 123

26.Uji Normalitas Data Post-Test Kelas kontrol………... 124

27.Uji Kesamaan Dua Varians Data Post-Test antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……… 125

28.Uji t Satu Pihak Data Post-Test antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol………... 126

29.Uji Gain………... 127

30.Uji Signifikasi Gain……….. 129

31.Kisi-Kisi Angket Sikap Siswa………... 130

32.Angket Sikap Siswa……….. 131

33.Data Angket Sikap Siswa terhadap Pengurangan Risiko Bencana Kelas Eksperimen………... 133

34.Data Angket Sikap Siswa terhadap Pengurangan Risiko Bencana Kelas Kontrol………... 134

(17)

xvii

36.Uji Normalitas Data Angket Sikap Siswa terhadap Pengurangan

Risiko Bencana Kelas Kontrol………. 136

37.Uji Kesamaan Dua Varians Data Angket Sikap Siswa terhadap Pengurangan Risiko Bencana antara Kelas Eksperimen dan Kelas kontro……….. 137

38.Uji t Satu Pihak Data Angket Sikap Siswa terhadap Pengurangan Risiko Bencana antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol………... 138

39.Data Lembar Observasi Kelas Eksperimen……… 139

40.Data Lembar Observasi Kelas Kontrol……… 140

(18)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Banyaknya peristiwa bencana di dunia pada awal abad ke-21,

sebanyak 168 negara termasuk Indonesia mendorong negara-negara

tersebut membangun komitmen global dalam pengurangan risiko

bencana. Pada tanggal 18-22 Januari 2005, majelis umum PBB telah

mengadakan konferensi sedunia tentang pengurangan risiko bencana di

Kobe, Hyogo, Jepang yang menekankan perlunya mengidentifikasi

cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap

bencana. Konferensi dengan tema ‘Membangun Ketahanan Bangsa dan

Komunitas Terhadap Bencana’ ini telah memberikan suatu kesempatan

bagi negara untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan

sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Selain

itu, konferensi tersebut juga menghasilkan kerangka aksi Hyogo atau

Hyogo Framework for Action (HFA) tahun 2005-2015.

HFA menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai

bagian dari prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan

pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan

ketahanan di semua tingkat. Inisiatif pengurangan risiko bencana harus

(19)

2

dan memasukkan dalam program pendidikan. HFA merekomendasikan

bahwa Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dimasukkan dalam

kurikulum sekolah, pendidikan formal dan informal.

“Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau pemuda dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen intrinsic Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (2005-2015) dari PBB”

Dijelaskan pula dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007

tentang Penanggulangan Bencana bahwa setiap orang berhak

mendapatkan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan keterampilan

dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik dalam situasi

tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat potensi bencana.

Undang-Undang tersebut juga menekankan bahwa pengurangan risiko bencana

harus diintegrasikan kedalam proses pembangunan, yang salah satunya

adalah sektor pendidikan.

Dalam masalah pengurangan risiko bencana, peran pendidikan

menjadi sangat penting untuk menciptakan bibit tunas bangsa yang

cerdas dan berkualitas yang mampu berpikir global, namun dapat

melakukan tindakan aksi lokal dalam rangka pengurangan risiko

bencana (think globally, but act locally). Menyelanggarakan pendidikan

pengurangan risiko bencana dapat dilakukan melalui pembelajaran di

sekolah dengan mengintegrasikan materi pengurangan risiko bencana ke

(20)

Sesuai yang diamanatkan dalam Permendiknas 2006 bahwa di

tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan pembelajaran salingtemas

(sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) secara terpadu yang

diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat

suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja

ilmiah secara bijaksana.

Selain itu, Undang–Undang No 19 tahun 2005 tentang Standar

Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa kelompok mata pelajaran

ilmu pengetahuan alam dan teknologi (termasuk di dalamnya mata

pelajaran IPA) di SMP/MTs dimaksudkan untuk memperoleh

kompetensi dasar ilmu pengetahuan alam dan teknologi serta

membudidayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.

Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang penting

untuk dilatihkan kepada siswa pada pembelajaran IPA. Berpikir kritis

dianggap penting dalam bidang akademik karena memungkinkan

seseorang untuk menganalisis, mengevaluasi, menjelaskan dan

merestrukturisasi pemikiran mereka, sehingga mengurangi risiko

mengadopsi, bertindak, atau berpikir dengan keyakinan yang tidak benar.

Untuk dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa

diperlukan suatu model pembelajaran yang yang memberikan

kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam

mengkontruksi, mengeksplorasi pengetahuan sendiri, serta

(21)

4

satu model yang dapat diterapkan untuk menumbuhkan kemampuan

berpikir kritis siswa adalah model contextual teaching and learning

(CTL) yang berpendekatan/bervisi SETS.

Sebagaimana kita ketahui bahwa tujuan pembelajaran sains/IPA

adalah agar siswa memahami konsep sains dan keterkaitannya dalam

kehidupan sehari-hari, memiliki ketrampilan tentang alam sekitar untuk

mengembangkan pengetahuan tentang proses alam sekitar, mampu

menerapkan berbagai konsep sains untuk menjelaskan gejala alam dan

mampu menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan masalah

yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari (Trianto, 2007:138)

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Visi/pendekatan

SETS memberikan peluang para siswa untuk memperoleh pengetahuan

sekaligus kemampuan berpikir dan bertindak berdasarkan hasil analisis

dan sintesis yang bersifat komprehensif dengan memperhitungkan aspek

sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat sebagai satu kesatuan tak

terpisah (Binadja, 2005).

Menurut Syahbana (2012), pendekatan CTL dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP Negeri 17 Palembang

(22)

matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan

pendekatan CTL dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran

dengan pendekatan konvensional. Ketut Suwita (2012) juga berpendapat

bahwa dasar pemikiran penggunaan model pembelajaran STM (Sains

Teknologi Masyarakat) dan CTL karena kedua model tersebut memiliki

beberapa kelebihan diantaranya : (1) memberikan kesempatan kepada

siswa aktif dalam dalam proses pembelajaran dalam usaha untuk

membangun ketrampilan berpikir tingkat tinggi (ketrampilan berpikir

kritis dan kreatif) melalui kegiatan proses sains, (2) memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengkaji pembelajaran yang berkaitan

dengan dunia nyata (dengan permasalahan kontekstual) untuk

membangun makna, (3) memberikan peluang kepada guru untuk

melaksanakan penilaian dengan berbagai dimensi penilaian termasuk

didalamnya penilaian terhadap ketrampilan berpikir kritis. Selain itu,

menurut Rusilowati dkk (2009) menunjukkan bahwa model kebencanaan

yang terintegrasi dalam IPA yang dapat dikembangkan adalah model

yang berpendekatan/bervisi SETS. Melalui model CTL bervisi SETS,

siswa dilibatkan secara langsung untuk mengkaitkan materi dengan

situasi dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari yang menerapkan sains

ke dalam bentuk teknologi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat

dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat dan memperhatikan

(23)

6

Berdasarkan uraian diatas, peneliti melakukan penelitian tentang

“Pengintegrasian Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana (PRB)

dalam IPA melalui Model CTL Bervisi SETS untuk Menumbuhkan

Kemampuan Berpikir Kritis siswa SMP”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang terdapat permasalahan sebagai

berikut :

1)Apakah berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran dengan

model CTL bervisi SETS lebih baik daripada berpikir kritis siswa

yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional bervisi

SETS?

2) Apakah sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana yang

mendapat pembelajaran dengan model CTL bervisi SETS lebih baik

daripada sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana yang

mendapat pembelajaran dengan model konvensional bervisi SETS?

1.3

Tujuan Penelitian

1)Mengetahui berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran dengan

model CTL bervisi SETS lebih baik daripada berpikir kritis siswa

yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional bervisi

(24)

2)Mengetahui sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana yang

mendapat pembelajaran dengan model CTL bervisi SETS lebih baik

daripada sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana yang

mendapat pembelajaran dengan model konvensional bervisi SETS

1.4

MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Siswa

a. Memberikan fun learning bervisi SETS sehingga siswa siswa

tertarik untuk belajar IPA.

b. Melatih kemampuan berpikir kritis.

c. Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang pengurangan

risiko bencana.

2. Bagi Guru

a. Memberikan gambaran model pembelajaran yang inovatif bagi

guru.

b. Mengembangkan kreativitas guru dalam melakukan

pembelajaran.

c. Memberikan inspirasi dan motivasi kepada pendidik untuk terus

mengembangkan model pembelajaran demi tercapainya

pembelajaran efektif.

3. Bagi Sekolah

Memperkaya wawasan tentang berbagai model yang bisa

(25)

8

1.5

BATASAN MASALAH

Batasan materi yang dikaji dalam penelitian ini adalah materi

pengurangan risiko bencana yang diintegrasikan dalam mata pelajaran

IPA. Materi pengurangan risiko bencana hanya terfokus pada

pengurangan risiko kebakaran yang terintegrasi dalam pelajaran IPA di

SMP, yaitu pada pokok bahasan kalor. Model konvensional dalam

penelitian ini adalah model ceramah dan demonstrasi.

1.6

PENEGASAN ISTILAH

1.6.1 Pengurangan Risiko Bencana

Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik

mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa

dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan

dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia

dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta

meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan.

1.6.2 Model Pembelajaran Bervisi SETS

Model pembelajaran bervisi SETS merupakan suatu model yang

menuntun siswa untuk mengkaitkan hubungan antara unsur SETS

(Sains, Environment, Technology and Society) yaitu mengkaitkan

(26)

siswa memperoleh gambaran lebih jelas tentang keterkaitan konsep sains

terhadap lingkungan, teknologi dan masyarakat.

1.6.3 Contextual teaching and learning (CTL)

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

1.6.4 Berpikir Kritis

Fisher (2008) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir

evaluatif yang mencakup baik itu kritik maupun berpikir kreatif dan

yang secara khusus berhubungan dengan kualitas pemikiran atau

argumen yang disajikan untuk mendukung suatu keyakinan atau rentetan

(27)

10

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1

Pengurangan Risiko Bencana

Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan

terencana dalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik

dalam upaya untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya

aman serta tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari

pendidikan bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan

risiko bencana. Tetapi mengembangkan motivasi, keterampilan, dan

pengetahuan agar dapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya

untuk pengurangan risiko bencana (Tatang, 2009).

Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah:

1) Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan.

2) Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko

bencana.

3) Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman

tentang kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta

kerentanan perilaku dan motivasi.

4) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk pencegahan dan

pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan

lingkungan yang bertanggung jawab, dan adaptasi terhadap risiko

(28)

5) Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas,

baik secara individu maupun kolektif.

6) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siaga bencana.

7) Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana.

8) Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali

komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang

disebabkan karena terjadinya bencana.

9) Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan

besar dan mendadak.

Pendekatan pengintegrasian pengurangan risiko bencana dalam

pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar sebagai berikut:

1)Berorientasi pada perkembangan anak

2)Berorientasi pada kebutuhan anak

3)Aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan

Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan

menyenangkan dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh

pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, menyenangkan

untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk

berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan

pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat

anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran. Kegiatan

pembelajaran yang disiapkan oleh pendidik hendaknya dilakukan

(29)

12

strategi, multi metode, materi/ bahan, dan media yang menarik serta

mudah diikuti oleh anak.

4)Menggunakan berbagai media dan sumber belajar

5)Mengembangkan kecakapan hidup

2.2

Pengintegrasian Pembelajaran Pengurangan Risiko

Bencana dalam IPA

Integrasi pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimaknai sebagai

menggabungkan muatan pendidikan PRB dan muatan KTSP, atau

memasukkan muatan pendidikan PRB dalam muatan KTSP.

Pengintegrasian pendidikan PRB dilakukan dengan memperhatikan

keterpaduan dan kesinambungan muatan pendidikan PRB dan muatan

KTSP (termasuk program ekstra kurikuler yang dimiliki sekolah),

sumber daya yang dimiliki untuk melaksanakan pendidikan PRB.

Pengintegrasian muatan pendidikan PRB dapat dilakukan dengan

muatan mata pelajaran pokok, mata pelajaran muatan lokal, dan/atau

program ekstra kurikuler. Pengintegrasian dilakukan secara terpadu

sehingga menyatu, saling terkait dan berkesinambungan secara

harmonis.

Prinsip pengintegrasian pengurangan risiko kebakaran ke dalam

mata pelajaran adalah (1) tidak menambah mata pelajaran baru; (2) tidak

(30)

kontekstual dan faktual; (4) model yang dikembangkan terintegrasi

melalui mata pelajaran

2.3

SETS

( Sains, Environment, Technology, Society)

SETS (Science, Environment, Technology, Society), bila

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia memiliki kepanjangan Sains,

Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat atau sering disebut

Salingtemas. Dalam konteks pendidikan SETS, urutan ringkasan SETS

membawa pesan bahwa untuk menggunakan sains ke bentuk teknologi

dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dipikirkan berbagai implikasi

pada lingkungan secara fisik maupun mental.

Visi dan pendekatan SETS memberikan peluang para peserta

didik untuk memperoleh pengetahuan sekaligus kemampuan berpikir

dan bertindak berdasarkan hasil analisis dan sintesis yang bersifat

komprehensif dengan memperhitungkan aspek sains, lingkungan,

teknologi dan masyarakat sebagai satu kesatuan tak terpisah. Visi dan

pendekatan SETS memberi wadah secara mencakupi kepada para

pendidik dan peserta didik untuk menuangkan kemampuan berkreasi dan

berinovasi dibidang minatnya dengan landasan SETS secara kuat.

Keterkaitan SETS yang saling berhubungan antara unsur sains,

lingkungan, teknologi dan masyarakat seperti gambar berikut ini

(31)
[image:31.612.216.465.102.244.2]

14

Gambar 2.1 Skema keterkaitan antar keempat unsur SETS

Unsur-unsur SETS saling terkait satu sama lain, tanda panah

bolak-balik diantara unsur-unsur SETS mencerminkan adanya saling

pengaruh serta saling terkait. Pendidikan SETS atau bervisi SETS tidak

hanya memperhatikan isu masyarakat dan lingkungan yang telah ada dan

mengaitkannya dengan unsur lain, akan tetapi juga pada cara melakukan

sesuatu untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan itu yang

memungkinkan kehidupan masyarakat serta kelestarian lingkungan

terjaga sementara kepentingan lain terpenuhi. Konsep sains berguna

dalam teknologi untuk memenuhi keperluan masyarakat, maka akibatnya

pada lingkungan perlu mendapat perhatian utama. Apabila akibat pada

lingkungan (baik fisik maupun mental) sangat tidak menguntungkan,

pendidikan SETS tidak menganjurkan penggunaan konsep sains itu

diteruskan ke bentuk teknologi yang dimaksud. Sebaliknya apabila

transformasi sains ke teknologi tersebut tidak merugikan lingkungan,

maka teknologi tersebut dianjurkan untuk diteruskan guna memenuhi

kepentingan masyarakat.

TEKNOLOGI

SAINS

(32)

2.4

Model Pembelajaran IPA bervisi SETS

Model pembelajaran bervisi SETS merupakan suatu model yang

menuntun siswa untuk mengkaitkan hubungan antara unsur SETS yaitu

mengkaitkan konsep sains yang dipelajari dengan unsur lain dalam

SETS sehingga siswa memperoleh gambaran lebih jelas tentang

keterkaitan konsep sains terhadap lingkungan, teknologi dan masyarakat.

Penerapan model pembelajaran bervisi SETS yang digunakan

dalam pembelajaran IPA akan dapat memotivasi peserta didik untuk

menjadi lebih tertarik pada topik/bahasan yang sedang dipelajarinya,

karena dikaitkan langsung dengan hal-hal nyata yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari. Terlebih lagi jika penerapan SETS tersebut

dikombinasikan dengan berbagai metode pembelajaran, strategi

pembelajaran maupun teknik-teknik pembelajaran.

Penyajian materi dikelas diawali dengan mengangkat isu-isu

sosial yang sedang terjadi di masyarakat sebagai akibat adanya transfer

sains ke dalam bentuk teknologi. Hal yang perlu mendapat perhatian

adalah adanya dampak positif atau negatif terhadap lingkungan.

Keempat komponen tersebut yaitu Sains, Lingkungan, Teknologi,

Masyarakat (salingtemas) hendaknya disinggung oleh guru selama

proses pembelajaran IPA berlangsung.

2.5

Contextual Teaching and Learning

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

(33)

16

yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Sanjaya, 2006:255).

Amri (2010) menyatakan unsur kunci CTL adalah sebagai berikut

1) Pembelajaran bermakna

2) Penerapan pengetahuan

3) Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan

berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami isu,

atau memecahkan suatu masalah.

4) Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar

5) Responsif terhadap budaya

6) Penilaian autentik.

Pembelajaran CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu:

1) Kontruktivisme, merupakan landasan berpikir yang digunakan dalam

pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh

manusia sedikti demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks

yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.

2) Menemukan (inquiry), merupakan bagian inti dari kegiatan

pembelajaran kontekstual. Siklus inkuiri antara lain observasi,

bertanya, mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data,

penyimpulan. Langkah-langkah kegiatan inkuiri dalam pembelajaran

kontekstual antara lain:

(34)

ii. Mengamati atau observasi. Membaca buku atau sumber lain untuk

mendapatkan informasi pendukung, mengamati dan

mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau objek

yang diamati.

iii. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan,

bagan, tabel, dan karya lainnya.

iv. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca,

teman sekelas, guru, atau audien yang lain.

3) Bertanya, merupakan strategi utama pembelajaran CTL. Bertanya

dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk

mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.

4) Masyarakat belajar (Learning Comunity)

5) Konsep learning comunity menyarankan agar hasil pembelajaran

diperoleh dari kerjasama dengan orang lain,

6) Pemodelan (Modelling), maksudnya adalah dalam sebuah

pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model

yang bisa ditiru.

7) Refleksi, adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa

lalu.

8) Penilaian autentik yaitu pengumpulan berbagai data yng bisa

(35)

18

Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas

adalah sebagai berikut:

1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan

mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik

3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan cara bertanya

4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)

5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

6) Lakukan refleksi diakhir pertemuan

7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

2.6

Berpikir Kritis

Berpikir merupakan kemampuan untuk menganalisis, mengkritik,

dan mencapai kesimpulan berdasarkan pada referensi atau pertimbangan

yang seksama. Kemampuan berpikir adalah kecakapan atau kemampuan

menggunakan akal budi untuk mempertimbangkannya, memutuskannya,

dan sebagainya untuk melaksanakan sesuatu dengan baik dan cermat

(Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa 2003:707)

Menurut Ibrahim, Kemampuan berpikir merupakan salah satu

modal yang harus dimiliki siswa sebagai bekal dalam menghadapi

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemampuan seseorang

(36)

kemampuan berpikirnya, terutama dalam memecahkan masalah yang

dihadapinya. Selain itu kemampuan berpikir juga sebagai sarana untuk

mencapai tujuan pendidikan yaitu agar siswa mampu memecahkan

masalah taraf tingkat tinggi ( Yulianti, 2009:53).

Menurut Hassoubah salah satu ciri orang orang yang berpikir

kritis akan selalu mencari dan memaparkan hubungan antara masalah

yang didiskusikan dengan masalah atau pengalaman lain yang relevan.

Kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk mengembangkan

kemampuan berpikir lainnya, yaitu kemampuan untuk membuat

keputusan dan penyelesaian masalah.

Fisher (2008) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir

evaluatif yang mencakup baik itu kritik maupun berpikir kreatif dan

yang secara khusus berhubungan dengan kualitas pemikiran atau

argumen yang disajikan untuk mendukung suatu keyakinan atau rentetan

tindakan. Variabel keterampilan berpikir kritis menurut Fisher adalah

menilai, mengidentifikasi, mengklarifikasi, menginterpretasi,

menganalisis, mengemukakan pendapat atau berargumen, mengevaluasi,

dan menyimpulkan atau menginferensi.

Kategori berpikir kritis menurut Carin dan Sund, yaitu : 1)

mengklarifikasi; 2) mengasumsi; 3) memprediksi dan hipotesis; 4)

menginterpretasi data, mengiferensi atau membuat kesimpulan; 5)

(37)

20

membuat grafik; 9) meminimalkan kesalahan percobaan; 10)

mengevaluasi; 11) menganalisis ( Carin dan Sund 1998:160).

Kemampuan berpikir kritis yang diteliti dalam penelitian ini

adalah menilai, menyusun hipotesis, menginterpretasi data, mengamati,

mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan menyimpulkan.

2.7

Kebakaran

Kebakaran merupakan suatu ancaman bagi keselamatan manusia,

harta benda maupun lingkungan. Dengan adanya perkembangan dan

kemajuan pembangunan yang semakin pesat, risiko terjadinya

kebakaran semakin meningkat. Selain itu penduduk yang semakin padat,

pembangunan gedung-gedung perkantoran, kawasan pemukiman,

industri yang semakin berkembang juga menimbulkan kerawanan terjadi

kebakaran.

Berdasarkan observasi di Dinas Kebakaran Kota Semarang,

berikut adalah data peristiwa kebakaran yang terjadi di Semarang dalam

6 tahun terakhir.

Tabel 2.1 Data Kebakaran di Semarang (Sumber : Dinas Kebakaran Kota Semarang)

TAHUN KEBAKARAN JUMLAH Meninggal KORBAN JIWA KERUGIAN (Rp) TAKSIRAN Dunia Luka Bakar Luka Ringan

2007 234 1 0 0 49.026.000.000

2008 204 2 0 1 13.447.333.647

2009 192 3 6 1 6.752.215.000

2010 110 1 0 3 12.550.900.000

2011 214 1 2 2 45.409.475.000

2012 255 11 10 8 14.830.000.000

[image:37.612.178.514.563.704.2]
(38)

Dilihat dari peristiwa kebakaran, Semarang merupakan kota yang

rawan terjadi kebakaran. Dalam 6 tahun terakhir terjadi 1209 peristiwa

kebakaran dan frekuensi tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu terjadi

sebanyak 255 peristiwa kebakaran. Dari tabel 2.1 dapat dilihat bahwa

peristiwa kebakaran menimbulkan kerugian harta benda dan mengancam

keselamatan manusia.

2.8

Kalor

Salah satu materi yang dapat diintegrasikan dengan materi

pengurangan risiko kebakaran dari hasil pemetaan SK dan KD pada

kurikulum pendidikan di SMP/MTs adalah materi kalor. Materi ini

diajarkan pada siswa kelas VII semester genap. Pada penelitian ini,

materi perpindahan kalor dapat dikaitkan dengan proses perambatan api

pada peristiwa kebakaran. Dalam peristiwa kebakaran, perpindahan

kalor bisa menyebabkan api lebih cepat menjalar.

1) Konduksi

Perpindahan panas melalui zat perantara. Panas merambat

melalui dinding pemisah ruangan, bagian dinding pada ruangan

berikutnya menerima kalor atau panas yang dapat membakar

(39)

22

2) Konveksi

Perpindahan panas dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.

Panas merambat melalui bagian bangunan yang terbuka seperti

tangga dan koridor gang dengan media pengantar udara.

3) Radiasi

Perpindahan panas dalam bentuk pancaran. Panas

merambat antara ruang dan bangunan yang berdekatan. hal ini akan

lebih cepat terjadi jika sebaran api dibantu oleh tekanan udara atau

angin kearah bangunan lainnya.

2.9

Kerangka Berpikir

Hyogo Framework for Action (HFA) tahun 2005-2015 menyoroti

pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari prioritas

aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk

membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua

tingkat. Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua

lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan

dalam program pendidikan. HFA merekomendasikan bahwa

Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dimasukkan dalam kurikulum

sekolah, pendidikan formal dan informal.

Dijelaskan pula dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007

tentang Penanggulangan Bencana bahwa pengurangan risiko bencana

(40)

adalah sektor pendidikan. Menyelanggarakan pendidikan pengurangan

risiko bencana dapat dilakukan melalui pembelajaran di sekolah dengan

mengintegrasikan materi pengurangan risiko bencana ke dalam mata

pelajaran IPA di SMP/MTs.

Undang–Undang No 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan

Nasional, menyebutkan bahwa kelompok mata pelajaran ilmu

pengetahuan alam dan teknologi (termasuk di dalamnya mata pelajaran

IPA) di SMP/MTs dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar

ilmu pengetahuan alam dan teknologi serta membudidayakan berpikir

ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.

Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang penting

untuk dilatihkan kepada siswa pada pembelajaran IPA. Berpikir kritis

dianggap penting dalam bidang akademik karena memungkinkan

seseorang untuk menganalisis, mengevaluasi, menjelaskan dan

merestrukturisasi pemikiran mereka, sehingga mengurangi resiko

mengadopsi, bertindak, atau berpikir dengan keyakinan yang tidak benar.

Salah satu model yang dapat diterpakan untuk menumbuhkan

kemampuan berpikir kritis siswa adalah model contextual teaching and

learning (CTL) yang berpendekatan/bervisi SETS.

Melalui model CTL bervisi SETS, siswa dilibatkan secara

langsung untuk mengkaitkan materi dengan situasi dunia nyata dalam

kehidupan sehari-hari yang menerapkan sains ke dalam bentuk teknologi

(41)

24

kebutuhan masyarakat dan memperhatikan lingkungan, sehingga risiko

terjadinya bencana dapat dikurangi. Kerangka berpikir pada penelitian

[image:41.612.201.530.179.600.2]

ini dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Hyogo Framework for

Action (HFA) Undang-Undang No 24 Tahun 2007

Pengurangan Risiko Bencana

Pendidikan IPA

Standar Pendidikan Nasional

Kemampuan Berpikir

Model CTL bervisi SETS

Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis

dan sikap siswa terhadap pengurangan risiko

(42)

2.10

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

a) H0 : berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model

CTL bervisi SETS lebih rendah atau sama dengan berpikir

kritis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model

konvensional bervisi SETS.

Ha : berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model

CTL bervisi SETS lebih tinggi daripada berpikir kritis siswa

yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional

bervisi SETS.

b) H0 : Sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana yang

mendapat model pembelajaran CTL bervisi SETS lebih rendah

atau sama dengan sikap siswa yang mendapat model

pembelajaran konvensional bervisi SETS.

Ha : Sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana yang

mendapat model pembelajaran CTL bervisi SETS lebih tinggi

daripada sikap siswa yang mendapat model pembelajaran

(43)

26

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Populasi dan Sampel

Penelitian eksperimen ini dilaksanakan pada bulan

Januari-Februari 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII

semester 2 SMP Negeri 22 Semarang tahun pelajaran 2012/2013, yaitu

kelas VII B sebanyak 32 siswa, kelas VII C sebanyak 31 siswa, kelas VII

D sebanyak 32 siswa, dan kelas VII F sebanyak 32 siswa. Jumlah total

sebanyak 131 siswa. Populasi tersebut telah diuji homogenitas dengan

menggunakan uji Barlett. Berdasarkan hasil uji homogenitas pada nilai

raport semester 1 diperoleh 2 5,14 2 7,815

tabel

hitung

c

c

. Ini berarti H0

diterima dan artinya populasi tersebut homogen (sebelum diberi

perlakuan, berada pada tingkat kemampuan akademik yang sama).

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

simple random sampling yaitu dipilih 2 kelas secara acak dari populasi

yang homogen sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan

pertimbangan siswa duduk pada jenjang kelas yang sama, materi

berdasarkan pada kurikulum yang sama dan tidak ada kelas unggulan.

Kelas VII D sebagai kelas eksperimen dan kelas VII B sebagai kelas

(44)

3.2

Variabel Penelitian

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri dari dua macam

variabel, yaitu:

1) Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model

Pembelajaran

2) Variabel Terikat

Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sikap siswa terhadap pengurangan risiko bencana dan kemampuan

berpikir kritis siswa.

3.3

Desain Penelitian

Penelitian eksperimen ini menggunakan desain control group

[image:44.612.175.531.532.614.2]

pre-test-post-test.

Tabel 3.1 Desain Penelitian Control Group Pre-test Post-test (Arikunto,

2006:86)

Keterangan:

O1 dan O3 : pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

O2 dan O4 : post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

Sampel Kondisi awal Perlakuan Kondisi akhir

Kelas Eksperimen O1 X O2

(45)

28

X : Perlakuan dengan model CTL bervisi SETS

Y : Perlakuan dengan model ceramah bervisi SETS

3.4

Alur Penelitian

[image:45.612.176.552.210.549.2]

Penelitian ini dilakukan sesuai alur penelitian seperti gambar 3.1

Gambar 3.1 Alur penelitian

Alur penelitian gambar dijelaskan dalam langkah-langkah sebagai berikut:

a) Mengambil nilai rapor semester gasal mata pelajaran IPA kelas VII

tahun ajaran 2012/2013.

b) Menganalisis rapor dengan melakukan uji homogenitas.

c) Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian.

Populasi Uji Homogenitas

Sampel

Nilai Raport semester 1 Kelas Uji Coba

Uji Coba Soal

Instrumen

Kelas Eksperimen Kelas kontrol

Pre-test

Pembelajaran materi kalor dengan

model CTL bervisi SETS Pembelajaran materi kalor dengan model konvensional bervisi SETS

Post-test

(46)

d) Memberikan pre-test pada kelas eksperimen dan kontrol.

e) Melaksanakan pembelajaran di kelas eksperimen dengan model

pembelajaran CTL bervisi SETS

f) Melaksanakan pembelajaran di kelas kontrol dengan model

pembelajaran konvensional bervisi SETS

g) Melaksanakan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

h) Menganalisis data hasil penelitian.

3.5

Metode dan Alat Pengumpulan Data

3.51 Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data mengenai

hal-hal variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat, surat kabar,

majalah, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan

sebagainya (Arikunto, 2006:231). Metode ini digunakan untuk

mendapatkan data mengenai kemampuan awal siswa yang menjadi

sampel penelitian, yaitu mengumpulkan daftar nama siswa dan nilai

rapor semester gasal yang selanjutnya dianalisis untuk menentukan

homogenitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3.52 Metode Tes

Metode tes digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir

kritis siswa tentang materi kalor. Tes yang digunakan adalah tes bentuk

benar-salah disertai alasan dan tes uraian. Tes ini diujicobakan kepada

(47)

30

validitas, reabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedanya. Teknik

analisis uji coba tes sebagai berikut:

3.5.2.1 Validitas Isi

Validitas isi berkenaan dengan kesanggupan alat penilaian

dalam mengukur isi yang seharusnya. Artinya, tes tersebut mampu

mengungkapkan isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur

(Sudjana, 2009:13). Secara teknis pengujian validitas isi dapat dibantu

dengan menggunakan kisi-kisi instrumen. Dalam kisi-kisi itu terdapat

variabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir

(item) pertanyaan atau pertanyaan yang dijabarkan dari indikator.

Dengan kisi-kisi instrumen itu maka pengujian validitas dapat dilakukan

dengan mudah dan sistematis (Sugiyono, 2000:272)

3.5.2.2 Reliabilitas

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui apakah

instrumen yang digunakan sudah baik dan dapat dipercaya . Rumus yang

digunakan untuk menghitung reliabilitas tes uraian adalah rumus Alpha

sebagai berikut (Arikunto, 2002 : 109) :

r = n − 1 1 −n ∑ σσ

Keterangan :

r11 = reliabilitas yang dicari

n = banyaknya items pertanyaan

(48)

σ = varians total

Rumus varians skor items (Arikunto, 2002 : 110) :

∑ =∑

Keterangan

σ = varians skor tiap items

Xi = jumlah skor tiap item soal

n = banyaknya siswa

Rumus varians total (Arikunto, 2002 : 111) :

∑ =∑

( )

Keterangan :

σ = varians total

Xt = jumlah subyek

n = banyaknya siswa

Hasil perhitungan r11 dikonsultasikan dengan tabel r product

moment pada tabel.. Apabila r11> rtabel, maka instrument dikatakan

reliabel (Arikunto, 2002:112).

Berdasarkan analisis soal uji coba, diperoleh r11 sebesar 0,49

dan untuk banyaknya peserta uji coba 30 dengan taraf kesalahan 5%

diperoleh rtabel sebesar 0,361 . Karena r11> rtabel maka soal uji coba

(49)

32

3.5.2.3 Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak adalah soal yang tidak

terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Rumus yang digunakan untuk

menganalisis tingkat kesukaran soal uraian adalah sebagai berikut

(Rusilowati, 2008: 17) :

=

dengan

= ℎ

Kriteria tingkat kesukaran soal adalah :

0 ≤ P ≤ 0,30 soal sukar

0,30 < P ≤ 0,70 soal cukup ( sedang)

0,70 < P ≤ 1 soal mudah

Hasil analisis uji coba menunjukkan bahwa soal nomor 7, 17

dan 18 merupakan soal mudah, soal nomor

1,2,3,4,5,6,810,11,12,13,15,16,19 merupakan soal sedang, dan soal

nomor 9, 14, 20 merupakan soal sukar. Perhitungan selengkapnya

dimuat pada lampiran 14.

3.5.2.4 Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai

(Rusilowati, 2008: 19). Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk

(50)

= − ℎ

Kriteria daya pembeda soal adalah:

0,00 ≤ DP ≤ 0,20 : soal jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 : soal cukup baik

0,40 < DP ≤ 0,70 : soal baik

0,70 < DP ≤ 1,00 : soal sangat baik

Berdasarkan analisis uji coba soal, diketahui bahwa soal nomor

3,7,13,15,20 memiliki kriteria jelek. Soal nomor 6,10,18 memiliki

kriteria soal cukup baik, sedangkan soal nomor

1,2,4,5,8,9,11,12,14,16,17,19 memiliki kriteria soal baik. Perhitungan

selengkapnya dimuat pada lampiran 15.

3.53 Metode Observasi

Metode ini digunakan untuk mengetahui aktivitas semua siswa

pada proses pelaksanaan model pembelajaran CTL bervisi SETS pada

kelas eksperimen dan pelaksanaan model pembelajaran konvensional

bervisi SETS pada kelas kontrol dalam materi kalor. Pada metode ini

tidak dilakukan uji coba lembar observasi, tetapi hanya dikonsultasikan

dengan dosen pembimbing dan guru kelas. Observasi dalam penelitian

ini adalah pengamatan langsung pada saat kegiatan pembelajaran untuk

mengungkap aktivitas dan sikap siswa selama pelaksanaan pembelajaran

di kelas. Observasi dilakukan oleh 3 observer yang terdiri teman sejawat

(51)

34

3.54 Metode Angket

Metode angket digunakan untuk mengetahui seberapa besar

sikap siswa terhadap materi pengurangan risiko bencana kebakaran.

Pada instrumen ini tidak dilakukan ujicoba angket. Namun,

dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

3.6

Metode Analisis Data

3.6.1 Analisis Data Tahap Awal

3.6.1.1 Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel

yang di gunakan dalam populasi dalam keadaan homogen (mempunyai

kemampuan awal yang sama) atau tidak. Data yang digunakan untuk uji

homogenitas adalah nilai rapor mata pelajaran IPA semester gasal,

hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : = ( varians kedua kelas homogen)

Ha : ≠ ( varians kedua kelas tidak homogen)

Untuk menguji hipotesis tersebut, digunakan rumus uji Bartlett

(Sudjana, 2002:263), yaitu:

2

2 (Ln10) B (n 1)logSi

i

c

dengan

( 2) ( 1)

i n LogS

B

(52)

= ∑(∑( ))

H0 diterima jika

c

2hitung <

c

2 (1-α) (k-1) dimana

c

2 (1-α) (k-1)

diperoleh dari daftar distribusi chi kuadrat dengan peluang (1-α) dan dk

= (k-1) serta taraf signifikasi 5%.

3.6.2 Analisis Data Tahap Akhir

Setelah diberi pre-test dan diketahui bahwa kedua sampel

mempunyai kondisi awal yang sama, maka kelas eksperimen maupun

kelas kontrol diberi perlakuan yang berbeda, yaitu model CTL bervisi

SETS untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional

bervisi SETS untuk kelas kontrol. Setelah mendapat perlakuan, kedua

kelas diberi post-test. Langkah analisis tahap akhir adalah sebagai

berikut:

3.6.2.1 Analisis Kemampuan Berpikir Kritis

3.6.2.1.1 Metode Tes

Analisis metode tes soal benar-salah ini adalah dengan

menggunakan skor 3. Sedangkan untuk soal uraian, skornya adalah

0-5. Setelah itu, metode tes ini dianalisis dengan menggunakan rumus

sebagai berikut (Ali, 1993: 184).

= ℎ ℎ × 100 %

Klasifikasi persentase nilainya adalah sebagai berikut:

00,00% < N ≤25,00% = tidak kritis

(53)

36

62,50% < N ≤ 81,25% = kritis

81,25% < N ≤100,00% = sangat kritis

3.6.2.1.2 Metode Observasi

Penskoran lembar observasi ini dilakukandengan ratting scale,

yaitu skor 1 untuk tidak baik, skor 2 untuk cukup baik, skor 3 untuk baik

dan skor 4 untuk sangat baik, sedangkan analisis lembar observasi ini

dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Ali, 1993: 184).

= ℎ ℎ × 100 %

Klasifikasi persentase nilainya adalah sebagai berikut:

25,00% ≤ N ≤ 43,75% = tidak baik

43,75% ≤ N ≤ 62,50% = cukup

62,50% ≤ N ≤ 81,25% = baik

81,25% ≤ N ≤ 100,00% = sangat baik

3.6.2.2 Analisis Angket

Analisis metode angket ini digunakan teknik rating scale. Item

penyataan positif, penskorannya ialah skor 4 untuk sangat setuju, skor 3

untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju dan skor 1 untuk sangat tidak

setuju. Untuk item pernyataan negatif, penskorannya ialah skor 4 untuk

sangat tidak setuju, skor 3 untuk tidak setuju, skor 2 untuk setuju dan

skor 1 untuk sangat sertuju. Setelah itu, angket sikap siswa ini dianalisis

(54)

= ℎ ℎ × 100 %

Klasifikasi presentase nilainya adalah sebagai berikut:

25,00% ≤ N ≤ 43,75% = tidak baik

43,75% ≤ N ≤ 62,50% = cukup

62,50% ≤ N ≤ 81,25% = baik

81,25% ≤ N ≤ 100,00% = sangat baik

3.6.2.3 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang

dianalisis terdistribusi normal atau tidak. Data yang digunakan untuk uji

normalitas ini adalah nilai hasil post-test dan skor angket siswa terhadap

pemahaman pengurangan risiko bencana. Rumus yang digunakan adalah

Chi Kuadrat.

c2 =

Ei Ei Oi k

i

2

1 

Keterangan :

c2 : harga chi kuadrat

Oi : frekuensi hasil pengamatan

Ei : frekuensi yang diharapkan

k : banyaknya kelas interval Jika c2

hitung ≤ c2 tabel dengan derajat kebebasan dk = k-1 dan

(55)

38

3.6.2.4 Uji Kesamaan Dua Varians

Uji kesamaan dua varians digunakan untuk menentukan rumus

t-test yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Pengujian

homogenitas varians digunakan uji F. Rumus yang dipakai adalah:

=

Jika Fhitung ≤ F1/2 α (V1, V2) dengan α = 5%, kedua kelompok

memiliki varians yang sama, dengan :

V1 = n1 – 1 (dk pembilang)

V2 = n2 – 1 (dk penyebut)

3.6.2.5 Uji t Satu Pihak

Uji t satu pihak yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t

pihak kanan. Uji t ini digunakan untuk menguji hipotesis. Data yang

digunakan untuk uji ini adalah nilai post-test dan nilai angket sikap siswa

terhadap pengurangan risiko bencana. Rumus yang digunakan adalah:

                  

n

s

n

s

n

s

n

s

x

x

r t 2 2 1 1 2 2 1 2 2 1 2 2 1 __ _ __ Keterangan: __ 1
(56)

__

2

x

= Rata-rata kelas kontrol

s

1 = Simpangan baku kelas eksperimen

s

2 = Simpangan baku kelas kontrol

s

12 = Varian kelas eksperimen

s

22 = Varian kelas kontrol r = Korelasi antar sampel

dengan

r = (∑)

Kriteria Pengujian:

Dari thitunng dibandingkan dengan harga ttabel uji t satu pihak

dengan dk n1 + n2 – 2, taraf kesalahan 5%. Jika thitung < ttabel, maka

Ho diterima dan Ha ditolak (Sugiyono, 2000: 217)

3.6.2.6 Uji Gain

Uji gain digunakan untuk mengetahui besar peningkatan berpikir

kritis sebelum perlakuan dan setelah mendapat perlakuan. Peningkatan

berpikir kritis siswa dapat dihitung menggunakan rumus gain

ternormalisasi sebagai berikut:

(57)

40

Keterangan :

g : besarnya faktor g

Spre : skor rata-rata pre test (%)

Spost : skor rata-rata post test (%)

Klasifikasi besarnya 〈 〉 dikategorikan sebagai berikut (Hake,

1998:3).

g tinggi : 〈 〉 > 0,7

g sedang : 0,3 < 〈 〉 ≤ 0,7

g rendah : 〈 〉 ≤ 0,3

3.6.2.7 Uji Signifikasi

Uji signifikasi ternormalisasi gain digunakan untuk mengetahui

apakah terdapat peningkatan berpikir kritis yang signifikan antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Hipotesis yang diajukan adalah

H0 : tidak terdapat perbedaan peningktan berpikir kritis yang signifikan

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (µ1 = µ2)

H0 : terdapat perbedaan peningktan berpikir kritis yang signifikan

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (µ1 ≠ µ2)

Dari thitunng dibandingkan dengan harga ttabel uji t satu pihak

dengan dk n1 + n2 – 2, taraf kesalahan 5%. Jika thitung < ttabel, maka

(58)

41

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Analisis Data Penelitian Data Awal

4.1.1

Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi

penelitian di SMP Negeri 22 Semarang yang terdiri dari siswa kelas VII B,

VII C, VII D, dan VII E mempunyai keadaan awal yang sama atau tidak.

Data yang digunakan untuk uji homogenitas ini adalah nilai raport mata

pelajaran IPA siswa semester gasal. Rumus yang digunakan menggunakan

uji Barlett. Dari analisis data, diperoleh 2 5,14

hitung

c

kemudian 2

hitung

c

dibandingkan dengan 2

tabel

c . Untuk α = 5% dengan dk = k-1 = 4-1 = 3

diperoleh 2 7,185. tabel

c Karena 2 2

tabel hitung

c

c

 maka populasi mempunyai

varians yang sama (homogen). Perhitungan selengkapnya dimuat pada

lampiran 25.

4.2

Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Akhir

4.2.1 Kemampuan Berpikir Kritis

Setelah kedua sampel diberikan pre-test, kelas kontrol mendapat

pembelajaran model konvensional bervisi SETS, sedangkan kelas

eksperimen mendapat pembelajaran model CTL bervisi SETS. Pada akhir

penelitian, kedua kelas melaksanakan post-test untuk mengetahui berpikir

(59)

42

dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti ditunjukkan Gambar 4.1

[image:59.612.215.495.164.316.2]

dan Gambar 4.2.

Gambar 4.1 Data Hasil Pre-test Siswa

Dari Gambar 4.1 diketahui bahwa nilai tertinggi maupun nilai

terendah berpikir kritis hasil pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol

hampir sama, namun rata-rata berpikir kritis hasil pre-test kelas

eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata berpikir kritis kelas kontrol.

Gambar 4.2 Data Hasil Post-test Siswa

0 5 10 15 20 25 30 35

Nilai tertinggi Nilai Terendah Rata - Rata

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Nilai tertinggi Nilai Terendah Rata - Rata

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 28.81 27.12 11.8 8.47

19.9 19.1

86.44 83.05

[image:59.612.163.466.491.636.2]
(60)

Dari Gambar 4.2 diketahui bahwa nilai tertinggi maupun nilai

terendah berpikir kritis hasil post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol

hampir sama, namun rata-rata berpikir kritis hasil post-test kelas

eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.

4.2.1.1 Instrumen Tes

Kemampuan berpikir kritis yang dikaji melalui instrumen tes ini

meliputi menilai, mengidentifikasi, menganalisis, menginterpretasi dan

menyimpulkan. Hasil berpikir kritis dengan menggunakan instrument tes

dapat dilihat pada gambar 4.3. Hasil perhitungan selengkapnya dimuat

[image:60.612.192.516.398.589.2]

pada lampiran 23 dan lampiran 24

Gambar 4.3 Kemampuan Berpikir Kritis dengan Instrumen Tes

Gambar 4.3 menunjukkan rata-rata kemampuan berpikir kritis yang

diukur dengan instrumen tes antara kelas kontrol dan kelas eksperimen

hampir sama, namun pada indikator mengevaluasi terdapat perbedaan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

1 2 3 4 5

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

1. Menilai

2. Mengidentifikasi

3. Menganalisis

4. Mengevaluasi

5. Menyimpulkan

69.93 61.2

72.19 70.94

65.63 63.96 78.13

36.88 43.13 38.13

Ni

la

i b

erpi

ki

r kri

tis

(61)

44

yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari Gambar

4.3 dapat dilihat bahwa kemampuan mengevaluasi pada kelas eksperimen

lebih tinggi daripada kemampuan mengevaluasi pada kelas kontrol.

4.2.1.2 Lembar Observasi

Kemampuan berpikir kritis yang dikaji melalui lembar observasi ini

meliputi menyusun hipotesis, mengamati dan menginterpretasi. Pada

penelitian instrumen lembar observasi ini, peneliti dibantu 3 observer yaitu

teman sejawat. Hasil berpikir kritis dengan menggunakan lembar

observasi ini dapat dilihat dalam tabel 4.1, sedangkan diagram berpikir

kritis dengan menggunakan lembar observasi ini dapat dilihat dalam

gambar 4.4. Hasil perhitungan selengkapnya dimuat pada lampiran 39 dan

[image:61.612.169.572.496.596.2]

lampiran 40.

Tabel 4.1 Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol dengan Lembar Observasi

Kemampuan Berpikir Kritis

Observer 1 Obsever 2 observer 3

kelas

eksperimen kelas kontrol Kelas Eksperimen Kelas kontrol kelas eksperimen Kelas Kontrol Menyusun

hipotesis 49.22 43.75 69.53 60.94 89.06 75

Mengamati 74 70.31 85.94 74.22 86.72 79.69

Menginterpretasi 74.22 63.28 75.78 73.44 88.28 82.81

Gambar 4.4 me

Gambar

Gambar 2.1 Skema keterkaitan antar keempat unsur SETS
Tabel 2.1  Data Kebakaran di Semarang (Sumber : Dinas Kebakaran Kota Semarang)
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Tabel 3.1 Desain Penelitian Control Group Pre-test Post-test (Arikunto,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model PjBL dapat meningkatkan keaktifan peserta didik terbukti dengan nilai afektif kelas eksperimen lebih unggul daripada kelas kontrol.. Nilai psikomotor peserta didik yang

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.. LEMBAR PENGESAHAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul ”Pengaruh Anggaran Pelatihan Dan Anggaran Pengembangan Terhadap Laba

[r]

Rancangan pengelolaan persediaan bahan baku dengan pendekatan just in time dilakukan dengan perancangan sistem pengiriman milk run, pembuatan rencana persediaan dan

Model pembelajaran ini sendiri merupakan suatu bentuk dari rangkaian pendekatan, strategi, metode, teknik dan juga taktik Teknik Pembelajaran dapat diatikan sebagai

Nilai Tambah usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung Mocaf di daerah penelitian (tahun 2013). Variabel

Sedangkan masalah aborsi karena perkosaan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi diperbolehkan apabila usia janin