• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak. Kata Kunci: Model pembelajaran inkuiri, pendekatan SETS, fluida statis, keterampilan berpikir kritis. Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abstrak. Kata Kunci: Model pembelajaran inkuiri, pendekatan SETS, fluida statis, keterampilan berpikir kritis. Abstract"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

61

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DENGAN PENDEKATAN SETS

(SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY) PADA POKOK BAHASAN

FLUIDA STATIS UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 GEDANGAN

Risa Umami, Budi Jatmiko

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya

E-mail:

lapolaporekrisa@gmail.com

Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang penerapan model pembelajaran inkuiri dengan pendekatan Science,

Environment, Technology and Society (SETS) pada pokok bahasan fluida statis untuk meningkatkan

keterampilan berpikir kritis siswa kelas XI SMAN 1 Gedangan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif

dengan desain Non-equivalent Control Group Design yang termasuk ke dalam kelompok desain quasi

eksperimental dan bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan rencana pembelajaran, aktivitas, keterampilan

berpikir kritis, respon siswa serta kendala yang dihadapi saat menerapkan model pembelajaran inkuiri dengan

pendekatan SETS pada pokok bahasan fluida statis. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Gedangan pada

semester genap tahun ajaran 2012/2013. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 sebagai kelas

eksperimen 1 yang menerapkan model pembelajaran inkuiri dengan pendekatan SETS dan kelas XI IPA 5

sebagai kelas eksperimen 2 yang menerapkan model pembelajaran inkuiri tanpa pendekatan SETS. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan rencana pembelajaran di kelas eksperimen 1 mendapatkan

persentase sebesar 85,1% dengan kategori sangat baik dan di kelas eksperimen 2 sebesar 80,8% dengan kategori

sangat baik. Persentase aktivitas siswa di kelas eksperimen 1 sebesar 81,12% dengan kategori sangat baik

sedangkan di kelas eksperimen 2 sebesar 75,18% dengan kategori baik. Selain itu berdasarkan analisis aspek

kognitif siswa menggunakan uji-t dua pihak dan uji-t satu pihak menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis

siswa di kelas eksperimen 1 lebih baik dibandingkan dengan keterampilan berpikir kritis siswa di kelas

eksperimen 2 dengan nilai thitung sebesar 3,92. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran

inkuiri dengan pendekatan SETS untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada pokok bahasan

fluida statis di SMAN 1 Gedangan telah tercapai dan mendapatkan respon positif dari siswa sebesar 85,70%.

Dengan demikian dapat diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran inkuiri dengan pendekatan SETS

dapat diterapkan dalam pembelajaran fisika untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.

Kata Kunci: Model pembelajaran inkuiri, pendekatan SETS, fluida statis, keterampilan berpikir kritis

Abstract

Has been done research about implementation of inquiry learning model with Science, Environment, Technology

and Society (SETS) approach on the subject of static fluid to improve critical thinking skills of students of class

XI of SMAN 1 Gedangan. This research is quantitative research design with non-equivalent control group design

were included in the group of quasi-experimental design and aims to describe the implementation of lesson

plans, activities, critical thinking skills, students' respones and the constraints faced when implementing inquiry

learning model with SETS approach on the subject of static fluid. The research was conducted in SMA Negeri 1

Gedangan in the second semester of academic year 2012/2013. The subjects were students of class XI IPA 1 as

the experimental class 1 that implement inquiry learning model with SETS approach and class XI IPA 5 as the

experimental class 2 that implement inquiry learning model without SETS approach. The results showed that the

implementation of the lesson plans in the experimental class 1 gets a percentage of 85.1% with very good

categories and in the experimental class 2 was 80.8% with a very good category. The percentage of student

activity in the experimental class 1 was 81.12% with a very good category, while in the experimental class 2 was

75.18% with a good category. Also based on the analysis of the cognitive aspects of students using t-test two

parties and one party t-test showed that the critical thinking skills of students in the experimental class 1 was

better than the critical thinking skills of students in the experimental class 2 with a value of tcount was 3.92. This

shows that the application of inquiry learning model with SETS approach to improve students critical thinking

skills on the subject of static fluid in SMAN 1 Gedangan have achieved and get a positive respone from the

students was 85.70%. Thus it can be concluded that the inquiry learning model with SETS approach can be

applied in teaching of physics to improve students critical thinking skills.

(2)

PENDAHULUAN

Pada abad 21 ini, perkembangan ilmu

pengetahuan serta teknologi khususnya di bidang

informasi dan komunikasi tumbuh sangat pesat.

Belum selesai kita mempelajari suatu teknologi,

sudah muncul lagi teknologi baru dan lebih

canggih. Selain itu, persaingan hidup di era

globalisasi ini sangatlah ketat. Apabila kita tidak

memiliki kemampuan atau kompetensi untuk

bersaing

maka kita akan terhempas dan

tersisihkan begitu saja sehingga kita tidak mampu

lagi untuk bertahan hidup. Ketatnya persaingan

ini telah memengaruhi semua aspek kehidupan

termasuk di bidang pendidikan.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 41 Tahun

2007 tentang standar proses bahwa sistem

pendidikan di Indonesia saat ini dihadapkan pada

tuntutan akan pentingnya memberdayakan semua

warga negara Indonesia agar berkembang menjadi

manusia yang berkualitas sehingga mampu

berkompetisi dan proaktif menjawab tantangan

zaman yang selalu berubah. Hal ini dikarenakan

dengan adanya sumber daya manusia yang

berkualitas dan memiliki kompeten dapat menjadi

kekuatan utama bagi suatu negara untuk

mengatasi

masalah-masalah

yang

sedang

dihadapi. Oleh karena itu, dalam menghadapi era

modernisasi

seperti

sekarang

ini,

sistem

pendidikan di Indonesia diharapkan mampu

membekali

siswa

dengan

keterampilan-keterampilan belajar serta kecakapan hidup (live

skill) yang salah satunya adalah keterampilan

berpikir kritis.

Trilling dan Fadel (2009) menyatakan

bahwa untuk memasuki “New World of Work

pada abad 21, keterampilan belajar abad 21

yang harus dimiliki siswa ada “7Cs” keterampilan

yaitu: (1) critical thinking and problem solving;

(2) creativity and innovation; (3) collaboration,

teamwork, and leadership; (4) cross-cultural

understanding; (5) communications, information,

and media literacy; (6) computing and ICT

literacy; dan (7) career and learning

self-reliance. Jika kita ambil dasar keterampilan “3Rs”

yakni (1) reading; (2) riting; dan (3) rithmetic,

dan mengalikannya dengan 7Cs, kita akan

mendapatkan formula untuk berhasil belajar pada

keterampilan abad 21 yaitu 3Rs . 7Cs = 21

st

Century Learning. Hal ini dapat diartikan bahwa

setelah melalui proses pembelajaran siswa

diharapkan memiliki karakter sebagai seorang

pemikir yang memiliki kecakapan dalam berpikir

kritis,

kreatif,

inovatif,

produktif,

mampu

menyelesaikan masalah, memiliki motivasi kerja

yang tinggi, cakap dalam bekerjasama dan

berkomunikasi, cakap teknologi dan informasi

serta memiliki tanggung jawab keimanan yang

tinggi.

Salah satu mata pelajaran yang turut

berperan penting dalam usaha meningkatkan

wawasan, keterampilan serta mencetak sumber

daya manusia yang berkualitas dan berkompeten

dalam menghadapi perkembangan zaman adalah

IPA. Ilmu Pengetahuan Alam telah menjadi salah

satu ilmu yang memegang peranan penting dalam

perkembangan teknologi saat ini. Oleh karena itu

tidak heran apabila sering kita jumpai istilah

“Melek IPTEK” di berbagai media. Istilah ini

dapat diartikan bahwa dalam menghadapi zaman

globalisasi ini, masyarakat harus memiliki bekal

ilmu pengetahuan dan

mampu

menguasai

beberapa teknologi yang berkembang. Namun

penggunaan teknologi ini memerlukan kesiapan

mental dari pengguna agar tidak menggunakan

produk teknologi untuk tujuan yang dampaknya

merugikan orang atau masyarakat.

Fisika merupakan salah satu cabang IPA

yang ikut mendasari perkembangan teknologi saat

ini dan menciptakan keharmonisan hidup dengan

alam sekitar. Pembelajaran Fisika pada kurikulum

saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) menekankan pembelajaran

yang berorientasi pada siswa sehingga guru

diharapkan mampu mengembangkan rencana

pembelajaran sebaik-baiknya sehingga materi

pelajaran dapat tergali dengan seluas-luasnya

serta kemampuan berpikir dan kreativitas siswa

juga dapat digali dengan sebesar-besarnya. Hal ini

berarti

bahwa siswa harus terlibat aktif,

bertanggung jawab pada dirinya sendiri dalam

mencari, menemukan, memecahkan masalah

untuk memahami konsep dan fakta dalam fisika.

Dalam proses belajar mengajar siswa harus aktif,

sebab sebagai objek yang merencanakan dan

melaksanakan belajar. Guru hanya berperan

sebagai fasilitator dalam pembelajaran, sehingga

siswa sendiri yang harus aktif mencari dan

menemukan pengetahuan (Usman, 2002).

Pada kenyataannya, selama ini keterampilan

belajar di abad 21 dan pembelajaran yang

berpusat pada siswa sudah banyak dikembangkan,

tetapi masih sedikit yang mengarahkan siswa

untuk melatih dan meningkatkan keterampilan

berpikir kritisnya. Berdasarkan hasil observasi

yang dilakukan oleh peneliti dengan memberikan

(3)

63

tes keterampilan berpikir kritis awal terhadap 32

siswa di SMAN 1 Gedangan diperoleh hasil 14

siswa atau sekitar 43,75 % saja yang nilainya

telah mencapai KKM yaitu 75. Selain itu

berdasarkan hasil wawancara dengan guru fisika

SMA Negeri 1 Gedangan diperoleh beberapa

informasi bahwa proses pembelajaran fisika di

kelas telah menerapkan metode eksperimen

dengan didukung kelengkapan laboratorium yang

memadai namun eksperimen yang dilakukan

siswa hanya mengikuti prosedur eksperimen dari

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang disediakan

oleh guru. Metode eksperimen yang diterapkan

selama ini kurang melakukan proses penemuan

dan penyelidikan dari ide siswa itu sendiri. LKS

yang diberikan kepada siswa juga belum nampak

beberapa tahapan penting yang menunjukkan

langkah-langkah ilmiah di antaranya yaitu

perumusan

masalah,

penyusunan

hipotesis,

penentuan variabel oleh siswa sendiri. Soal-soal

yang diberikan kepada siswa selama ini juga

masih dalam ranah C1, C2, dan C3 saja. Selama

pembelajaran fisika berlangsung siswa juga diajak

membahas beberapa contoh aplikasi teknologi

dari konsep fisika yang dipelajari, namun siswa

tidak diajak mengkaji manfaat atau dampak

teknologi

tersebut

bagi

lingkungan

dan

masyarakat.

Akibatnya

siswa

mengalami

kesulitan dalam mengaplikasikan konsep fisika

untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi

dalam kehidupan sehari-hari secara benar dan

aman. Oleh karena itu, guru diharapkan dapat

merancang sebuah inovasi dalam pembelajaran

fisika yang dapat melatihkan dan meningkatkan

keterampilan

berpikir kritis siswa

melalui

pengalaman belajarnya. Salah satu upaya yang

dapat dilakukan adalah dengan menerapkan

model pembelajaran inkuiri dengan pendekatan

SETS.

Inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan

belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh

kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki

secara sistematis, kritis dan logis, analitis,

sehingga mereka dapat merumuskan sendiri

penemuannya dengan penuh percaya diri (Gulo,

2002:84).

Selain

itu

Sudirman

(1990:169)

mengemukakan bahwa model pembelajaran

inkuiri dapat merubah model pengajaran dari

yang bersifat penyajian informasi oleh guru

kepada siswa menjadi pengolahan informasi

dimana siswa yang aktif mencari dan megolah

sendiri informasi dengan kadar proses mental

yang lebih tinggi.

Sedangkan

wawasan

SETS

yang

diaplikasikan ke dalam proses pembelajaran fisika

diyakini dapat membawa sistem pendidikan untuk

menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan

untuk

menerapkan

pengetahuan

yang

diperolehnya dalam kehidupan nyata guna

meningkatkan kualitas hidup manusia tanpa harus

membahayakan lingkungannya (Binadja dalam

Nahdia, 2012:14).

Anwar (2010) juga mengemukakan bahwa

pendekatan SETS dalam konsep pendidikan

mempunyai implementasi agar anak didik

mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi

(higher order thinking) diantaranya memiliki

keterampilan berpikir kritis. Dalam proses

pembelajaran fisika yang menerapan model

inkuiri dengan pendekatan SETS ini, selain siswa

diajak

untuk

melakukan

penemuan

dan

penyelidikan, siswa juga diajak untuk mengkaji

teknologi atau aplikasi dari materi yang telah

dipelajari ke dalam empat elemen sekaligus yaitu

sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

Dengan demikian siswa mampu menjelaskan serta

menyelesaikan isu atau masalah-masalah yang

berkaitan dengan teknologi, serta pengaruhnya

terhadap lingkungan dan masyarakat. Apalagi saat

ini banyak didengungkan mengenai masalah

global warming, hemat energi dan isu-isu

lingkungan lainnya sehingga saat ini sangat

dibutuhkan

proses

pembelajaran

yang

berwawasan SETS.

Pada model pembelajaran ini, peneliti

menggunakan materi Fluida Statis karena konsep

dan aplikasinya sering kita jumpai dalam

kehidupan

sehari-hari

sehingga

dengan

pendekatan SETS, siswa diharapkan dapat

menggunakan

teknologi

yang

ada

tanpa

membahayakan lingkungan dan masyarakat.

Dengan

demikian,

dalam

pembelajaran

menggunakan model inkuiri dengan pendekatan

SETS ini, siswa akan benar-benar learning to

know, learning to do, learning to be, dan learning

to live together.

Berdasarkan uraian di atas, menarik minat

penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul

“Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri dengan

Pendekatan

SETS

(Science,

Environment,

Technology and Society) Pada Pokok Bahasan

Fluida Statis Untuk Meningkatkan Keterampilan

Berpikir Kritis Siswa Kelas XI SMAN 1

Gedangan”.

(4)

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian

deskriptif kuantitatif dengan desain penelitian

menggunakan Non-equivalent Control Group

Design yang termasuk ke dalam kelompok quasi

eksperimental. Pada desain kelompok kontrol

non-ekuivalen ini, subjek tidak dikelompokkan

secara acak, namun diambil dengan teknik

Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan

sampel

berdasarkan

pertimbangan

tertentu

(Sugiyono,2009). Penggunaan desain dilakukan

dengan pertimbangan bahwa kelas yang ada telah

terbentuk sebelumnya sehingga tidak dilakukan

lagi pengelompokan secara acak yang dapat

mengacaukan jadwal pelajaran yang telah

tersusun. Dalam desain ini terdapat dua kelompok

yang diberi pretest untuk mengetahui keadaan

awal

adakah

perbedaan

antara

kelompok

eksperimental dan kelompok kontrol. Berikut ini

skema Non-equivalent Control Group Design

yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1

Skema Non-equivalent Control Group Design

R1

Q1

X1

Y1

R2

Q2

X2

Y2

(Sugiyono, 2009:79)

Keterangan :

R1 : Kelas Eksperimen 1

R2 : Kelas Eksperimen 2 (Kelas Kontrol)

Q1 dan Q2 : Tes awal (pretest) yang diberikan

sebelum perlakuan

X1: Perlakuan diberikan kepada kelas eksperimen

1 yang menerapkan model pembelajaran

inkuiri dengan pendekatan SETS.

X2: Perlakuan diberikan kepada kelas eksperimen

2 yang menerapkan model pembelajaran

inkuiri tanpa pendekatan SETS.

Y1 dan Y2 : Tes Akhir (posttest) yang diberikan

setelah perlakuan

Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas

XI IPA 1 dan XI IPA 5 di SMAN 1 Gedangan

tahun ajaran 2012/2013. Kelas XI IPA 1 sebagai

kelas eksperimen 1 dan kelas XI IPA 5 sebagai

kelas eksperimen 2. Kelompok tersebut dipilih

berdasarkan kelas yang diberikan kepada peneliti

oleh guru mata pelajaran di sekolah tersebut

dengan karakteristik dan kemampuan akademik

siswa yang sama (homogen). Penelitian ini

dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran

2012/2013. Variabel bebas pada penelitian ini

adalah model pembelajaran yaitu model inkuiri

dengan pendekatan SETS dan model inkuiri tanpa

pendekatan SETS, variabel kontrolnya adalah

guru, materi pelajaran dan alokasi waktu,

sedangkan

variabel

responnya

adalah

keterampilan berpikir kritis siswa. Hasil pretest

dari kedua kelas dianalisis dengan menggunakan

uji normalitas dan uji homogenitas sebagai uji

prasyarat

dilakukannya

uji-t,

sedangkan

keterampilan berpikir kritis siswa dianalisis

menggunakan uji-t dua pihak dan uji-t satu pihak

dari hasil posttest siswa. Selanjutnya untuk hasil

pengamatan (observasi) terhadap keterlaksanaan

pembelajaran, aktivitas siswa, aspek afektif dan

psikomotor siswa dilakukan interpretasi skor yang

diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Persentase Rating Scale

No.

Persentase

Kategori

1.

0 % - 20 %

Sangat Kurang

2.

21 % - 40 %

Kurang

3.

41 % - 60 %

Cukup

4.

61 % - 80 %

Baik

5.

81 % - 100 %

Sangat Baik

(Riduwan, 2010:15)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis soal dengan

menggunakan empat kriteria yaitu daya beda,

taraf kesukaran, uji validitas, dan uji reliabilitas

soal diperoleh soal yang layak digunakan sebagai

pretest dan posttest dalam penelitian ini sebanyak

16 soal dari 20 soal yang diujikan. Soal-soal yang

diberikan kepada siswa merupakan soal-soal yang

terkategori ke dalam tahap berpikir level tinggi

yaitu ranah kognitif C4, C5 dan C6 menurut

Taksonomi Bloom yang telah direvisi. Hal

tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh

Filsaime (2008) bahwa teori berpikir Bloom

selama ini dipandang sebagai representasi segi

edukatif dari teori berpikir kritis. Dari hasil

analisis uji normalitas diperoleh

hitung

<

tabel

untuk masing-masing kelas, dengan demikian

dapat dikatakan bahwa pada ranah kognitif

populasi berdistribusi normal pada taraf nyata α =

5%. Kemudian dilakukan uji homogenitas varians

populasi untuk tiap sampel, dan diperoleh nilai

hitung< tabel. Dengan demikian dapat

disimpul-kan bahwa varians populasi adalah homogen

dengan taraf nyata α = 5%. Setelah kelas

eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 ditentukan,

kemudian dilakukan proses belajar mengajar

sesuai dengan rancangan penelitian. Selama

(5)

65

proses penelitian dilakukan observasi terhadap

keterlaksanaan pembelajaran guru, aktivitas,

aspek afektif dan psikomotor siswa.

Hasil pengamatan keterlaksanaan

pem-belajaran ini diperoleh dari penilaian yang

dilakukan oleh 2 pengamat selama pembelajaran

berlangsung yang meliputi lima aspek yaitu:

pendahuluan, kegiatan inti, penutup, pengelolaan

waktu, dan suasana di kelas eksperimen 1 dan

eksperimen 2. Hasil pengamatan keterlaksanaan

pembelajaran menunjukkan bahwa keterlaksanaan

pembelajaran di kelas eksperimen mendapatkan

persentase sebesar 85,1% dengan kategori sangat

baik dan di kelas eksperimen 2 sebesar 80,8%

dengan kategori sangat baik pula. Hasil analisis

keterlaksanaan pembelajaran inkuiri dengan

pendekatan SETS antara kelas eksperimen 1 dan

kelas eksperimen 2 terdapat selisih sebesar 4,3 %.

Hal ini dikarenakan guru sudah secara maksimal

melakukan pembelajaran sesuai dengan sintak

yang ada baik di kelas eksperimen 1 dan

eksperimen 2, namun masih banyak siswa di kelas

eksperimen 2 yang pasif dan kurang memberikan

respon

yang

maksimal

dalam

mengikuti

pembelajaran sehingga bimbingan yang diberikan

oleh guru kepada siswa di kelas eksperimen 2

lebih banyak dan pembelajaran menjadi kurang

maksimal

pula.

Selama

penerapan

model

pembelajaran

inkuiri

dengan

SETS

yang

berlangsung di kelas eksperimen 1, peneliti

mengalami sedikit kesulitan dalam mengelola

waktu. Oleh karena waktu yang digunakan ketika

kegiatan inti melebihi waktu yang telah

direncanakan, akibatnya waktu yang dibutuhkan

untuk kegiatan penutup menjadi berkurang.

Dalam mengatasi hal ini, maka ketika fase

presentasi guru meminta dua kelompok langsung

untuk melakukan presentasi.

Selanjutnya pengamatan terhadap aktivitas

siswa dilakukan pada saat siswa sedang

melakukan percobaan baik kelas eksperimen 1

maupun kelas eksperimen 2. Hasil pengamatan ini

diperoleh dari seorang pengamat. Persentase

aktivitas siswa di kelas eksperimen 1 sebesar

81,12% dengan kategori sangat baik sedangkan di

kelas eksperimen 2 sebesar 75,18% dengan

kategori baik. Hasil dari pengamatan aktivitas

siswa ini dapat digunakan sebagai instrumen

pendukung

untuk

mengetahui

keterampilan

berpikir kritis siswa antar kelas eksperimen 1 dan

juga kelas eksperimen 2 selain dari hasil posttest

yang diperoleh siswa. Hal ini dikarenakan aspek

aktivitas yang dinilai merupakan aktivitas yang

mencerminkan

keterampilan

berpikir

kritis

menurut Ennis. Rekapitulasi hasil pengamatan

aktivitas siswa dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat diketahui

bahwa persentase rata-rata nilai aktivitas siswa

untuk tiap aspek berpikir kritis di kelas

eksperimen 1 lebih tinggi daripada kelas

eksperimen 2. Hal ini dikarenakan LKS yang

diberikan kepada kelas eksperimen 1 selain

melakukan kegiatan praktikum siswa juga diajak

untuk terlibat aktif dalam mengkaji aplikasi

teknologi tiap materi ke dalam elemen-elemen

SETS yaitu elemen Science (mengkaji ilmu

pengetahuan atau prinsip kerja teknologi yang

ada), Environment (mengkaji dampak positif dan

negatif penggunaan alat), Technology (mengkaji

struktur atau bentuk teknologi), Society (mengkaji

isu-isu yang berkembang di masyarakat, sejarah

dan solusinya).

Penilaian terhadap keterampilan berpikir

kritis siswa dilihat dari nilai posttest siswa yang

kemudian diuji menggunakan uji-t dua pihak dan

uji-t satu pihak. Uji-t dua pihak digunakan untuk

mengetahui apakah ada perbedaan keterampilan

berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen 1

yang menerapkan pembelajaran inkuiri dengan

pendekatan SETS dengan kelas eksperimen 2

yang menerapkan pembelajaran inkuiri tanpa

pendekatan SETS. Dari perhitungan diperoleh

nilai thitung sebesar 3,92 sedangkan nilai ttabel

sebesar 2,00 dengan dk=70 dan α = 5 %. Oleh

karena nilai thitung > ttabel dengan kriteria pengujian

adalah tolak H0 yang menyatakan tidak ada

perbedaan rata-rata keterampilan berpikir kritis

siswa antara kelas eksperimen 1 dengan kelas

Aktivitas

Berpikir Kritis

Siswa

Kelas

Eksperimen

1

Kelas

Eksperimen

2

Memberikan

Penjelasan

sederhana

86,1 %

78,7 %

Membangun

Keterampilan

Dasar

82,4 %

79,6 %

Menyimpulkan

89,8 %

85,2 %

Memberikan

Penjelasan Lanjut

70,4 %

57,4 %

Mengatur Strategi

dan Taktik

76,9 %

75,0 %

Rata-rata

81,12 %

75,18 %

(6)

eksperimen 2 jika –t(1-½α)(dk) < t < t(1-½α)(dk),

sehingga

dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan keterampilan berpikir kritis antara

siswa

kelas

eksperimen

1

dengan

kelas

eksperimen 2. Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis

antara siswa kelas eksperimen 1 dengan kelas

eksperimen 2. Kemudian dilakukan uji-t satu

pihak untuk mengetahui apakah kemampuan

berpikir kritis siswa yang menerapkan model

pembelajaran inkuiri dengan pendekatan SETS

lebih baik daripada kelas yang menerapkan model

pembelajaran inkuiri tanpa pendekatan SETS.

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa thitung >

ttabel dengan kriteria pengujian adalah tolak H0

yang menyatakan tidak ada perbedaan rata-rata

keterampilan berpikir kritis siswa antara kelas

eksperimen 1 dengan kelas eksperimen 2 jika

thitung > t(1-α) dengan α = 5 %. Hal ini menunjukkan

bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa

kelas eksperimen 1 yang menerapkan model

pembelajaran inkuiri dengan pendekatan SETS

lebih baik daripada rata-rata kelas eksperimen 2

yang menerapkan pembelajaran inkuiri tanpa

pendekatan SETS.

Pada

pembelajaran

inkuiri

dengan

pendekatan SETS ini, siswa diberi kegiatan

terstruktur berupa lembar kegiatan eksperimen

untuk menyelidiki dan merumuskan sendiri

konsep yang ditemukannya, kemudian siswa

diberikan tugas untuk mencari aplikasi atau

masalah-masalah yang berada di masyarakat

tentang materi fluida statis dan dibawa ke dalam

kelas untuk dicari pemecahannya menggunakan

pendidikan SETS secara terpadu yang mengaitkan

hubungan timbal balik antar elemen-elemen

SETS. Dari hubungan timbal balik keempat

elemen ini siswa diajak untuk mengkaji

manfaat-manfaat

maupun

kerugian-kerugian

yang

dihasilkan.

Pemberian tugas-tugas yang kompleks dan

terstruktur ini sangat membantu siswa untuk

meningkatkan

kemampuan

mental

dan

kognitifnya dalam memecahkan masalah yang

dihadapi karena siswa dapat mengkonstruk sendiri

pengetahuannya berdasarkan pengalaman belajar

yang dipeolehnya. Hal ini sesuai dengan teori

konstruktivisme yang dikemukakan oleh Nur

(2008:2) bahwa pandangan belajar menurut teori

konstruktivisme lebih menekankan pada peran

aktif siswa, guru tidak semata-mata menuangkan

pengetahuannya kepada siswa melainkan guru

dapat menjadi pembimbing yang membantu

proses ini dengan cara-cara mengajar yang

membuat informasi menjadi sangat bermakna dan

relevan

bagi

siswa,

dengan

memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan

menerapkan sendiri ide-ide, dan mengajak siswa

agar menyadari serta secara sadar menggunakan

strategi mereka sendiri untuk belajar. Dengan

demikian,

adanya

aktivitas-aktivitas

yang

diberikan selama penerapkan model pembelajaran

inkuiri dengan pendekatan SETS berlangsung

dapat melatih dan meningkatkan keterampilan

berpikir kritis siswa.

Selain pengamatan terhadap aktivitas siswa,

selama

penerapan

model

inkuiri

dengan

pendekatan SETS berlangsung didapatkan pula

hasil penilaian terhadap kinerja siswa yang

meliputi aspek afektif dan psikomotor siswa.

Penilaian terhadap kinerja siswa dilakukan oleh 2

pengamat. Pada penilaian afektif, terdapat empat

aspek yang dinilai yaitu mengembangkan perilaku

karakter meliputi ketepatan waktu, jujur, dan

bertanggung

jawab,

serta

mengembangkan

keterampilan sosial meliputi bekerja sama,

menyampaikan

dan

menanggapi

pendapat.

Sedangkan pada penilaian psikomotor, juga

terdapat empat aspek yang dinilai untuk

masing-masing pertemuan yang meliputi merangkai serta

menggunakan alat dan bahan pada percobaan,

mengukur berat benda dengan menggunakan

neraca pegas, mengukur volume air dengan

menggunakan gelas ukur, dan mengembalikan

alat setelah melakukan percobaan. Berikut hasil

pengamatan aspek afektif dan psikomotor siswa

selama tiga kali pertemuan yang dapat dilihat

pada Grafik 1 dan Grafik 2.

65

70

75

80

85

90

95

1

2

3

83,6

88,1

90,4

75,6

80

86,9

N

il

ai

Pertemuan

Ke-Kelas

eksperimen

1

Kelas

eksperimen

2

Grafik 1

(7)

67

Berdasarkan grafik 1 dan grafik 2 di atas,

menunjukkan bahwa rata-rata nilai afektif siswa

tiap pertemuan untuk kelas eksperimen 1 lebih

tinggi dibandingkan dengan kelas eksperimen 2.

Hal ini dikarenakan pada pembelajaran inkuiri

dengan pendekatan SETS di kelas eksperimen 1,

siswa lebih banyak memiliki kesempatan untuk

mengajukan pertanyaan ataupun menanggapi

pendapat orang lain dibandingkan dengan kelas

eksperimen 2 yang hanya menerapkan model

pembelajaran inkuiri tanpa pendekatan SETS

sehingga aspek afektif siswa di kelas eksperimen

1 lebih tinggi dibandingkan dengan kelas

eksperimen 2. Selain itu rata-rata nilai psikomotor

dari ketiga pertemuan yang diperoleh untuk kelas

eksperimen 1 juga lebih tinggi dibandingkan

dengan kelas eksperimen 2. Hal ini dikarenakan

selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa

di kelas eksperimen 1 lebih terampil dalam

melakukan

pengukuran,

merangkai

dan

menggunaan alat dibandingkan dengan kelas

eksperimen 2.

Analisis respon siswa dilakukan dengan

membagikan angket pada 36 siswa yang berasal

dari kelas XI IPA 1 di akhir pembelajaran.

Perolehan persentase rata-rata respon siswa

sebesar 85,70% (sangat kuat) dengan hasil respon

siswa tertinggi terdapat pada aspek ke-1 yaitu

siswa merasa senang mengikuti kegiatan belajar

mengajar yang menerapkan model inkuiri dengan

pendekatan SETS dengan respon sebesar 93,1%

(sangat kuat). Hal ini dikarenakan siswa merasa

lebih senang dan termotivasi dengan semua

aktivitas

yang

dilakukan

selama

proses

pembelajaran menggunakan model inkuiri dengan

SETS berlangsung dibandingkan dengan proses

pembelajaran yang biasa diterapkan di sekolah

selama ini.

Proses pembelajaran dengan pendekatan

SETS ini lebih banyak memberikan kesempatan

bagi siswa untuk melihat ilmu dari beberapa

konteks yang bermakna, mendorong siswa untuk

terlibat

aktif

dalam

pembelajaran

serta

memungkinkan siswa untuk mengaitkan masalah

yang ditemui dengan topik yang diteliti. Selain itu

proses pembelajaran selalu dikaitkan dengan

kejadian nyata yang dijumpai dalam kehidupan

sehari-hari kemudian membahasnya dalam empat

elemen sekaligus

yaitu

sains,

lingkungan,

teknologi dan masyarakat. Sehingga selain

pengetahuan mereka menjadi bertambah, siswa

menjadi lebih aktif untuk saling berdiskusi

dengan kelompoknya dan aktif menyampaikan

pendapat terhadap apa yang dipresentasikan oleh

temannya dengan percaya diri karena sebelumnya

siswa terlibat aktif dalam kegiatan menyelidiki

dan

merumuskan

sendiri

penemuannya.

Sedangkan aspek yang mendapatkan respon

paling rendah adalah aspek ke-8 yaitu siswa

menjadi lebih tertantang untuk memahami materi

fisika yang lainnya dengan respon sebesar 75,0%

(kuat). Hal ini dikarenakan masih banyak siswa

yang beranggapan bahwa tidak semua materi

fisika bisa dipelajari dengan mudah dengan model

dan pendekatan pembelajaran yang sama. Selain

itu Aspek yang menunjukkan bahwa siswa setuju

dengan penerapan model pembelajaran inkuiri

dengan pendekatan SETS dapat melatih dan

meningkatkan keterampilan berpikir kritis juga

mendapatkan respon yang sangat baik yaitu

sebanyak

88,9%.

Dengan

demikian

dapat

disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajar-an inkuiri dengpembelajar-an pendekatpembelajar-an SETS untuk

meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa

pada pokok bahasan Fluida Statis mendapat

respon yang positif dari siswa.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1.

Keterlaksanaan

penerapan

model

pembelajaran inkuiri dengan pendekatan

SETS pada pokok bahasan fluida statis

dalam upaya meningkatkan keterampilan

berpikir kritis siswa kelas XI di SMA Negeri

1 Gedangan sangat baik. Hal ini ditunjukkan

dengan

persentase

nilai

rata-rata

Grafik 2

Hasil Pengamatan Psikomotorik Siswa

70

75

80

85

90

1

2

3

86,1

84,0

89,6

78,5

83,2

83,2

N

il

a

i

Pertemuan

Ke-Kelas

Eksperimen

1

Kelas

Eksperimen

2

(8)

keterlaksanaan pembelajaran yang diperoleh

pada kelas eksperimen 1 sebesar 85,1% dan

kelas eksperimen 2 sebesar 80,8%.

2.

Aktivitas siswa di kelas eksperimen 1

selama penerapan model pembelajaran

inkuiri dengan pendekatan SETS pada

pokok bahasan fluida statis memperoleh

nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan

kelas eksperimen 2. Persentase nilai rata-rata

aktivitas siswa di kelas eksperimen 1 yaitu

sebesar

81,12%

sedangkan

di

kelas

eksperimen 2 sebesar 75,18%.

3.

Penerapan model pembelajaran inkuiri

dengan pendekatan SETS yang telah

diterapkan

di

kelas

eksperimen

1

mendapatkan respon yang sangat baik dari

siswa. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan

persentase rata-rata respon siswa sebesar

85,70 %.

4.

Keterampilan berpikir kritis siswa di kelas

eksperimen 1 yang telah menerapkan model

pembelajaran inkuiri dengan pendekatan

SETS lebih tinggi daripada di kelas

eksperimen

2.

Hal

ini

ditunjukkan

berdasarkan hasil analisis uji-t satu pihak

kanan dengan nilai thitung sebesar 3,92.

5.

Kendala

yang

dihadapi

peneliti

saat

menerapkan model pembelajaran inkuiri

dengan pendekatan SETS pada pokok

bahasan

fluida

statis

dalam

upaya

meningkatkan keterampilan berpikir kritis

siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Gedangan

adalah kurang efektif dalam mengalokasikan

waktu sehingga pada beberapa fase saat

pembelajaran berlangsung melebihi batas

waktu yang direncanakan. Selain

itu

diperlukan kemampuan guru yang tinggi

dalam mengelola kelas agar tidak terlalu

ramai dengan kegiatan yang tidak sesuai

dengan proses pembelajaran.

Saran

Berdasarkan

pengalaman

yang

telah

dilakukan selama melakukan penelitian, peneliti

dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut

:

1.

Penerapan model pembelajaran inkuiri

dengan pendekatan SETS dapat digunakan

sebagai salah satu alternatif model dan

pendekatan dalam pembelajaran fisika untuk

meningkatkan keterampilan berpikir kritis

siswa khususnya pada pokok bahasan fluida

statis. Model dan pendekatan ini dapat

menggali wawasan dan pengetahuan siswa

mengenai aplikasi konsep fisika dalam

kehidupan sehari-hari yang dibahas menjadi

empat elemen yaitu sains, teknologi,

lingkungan dan masyarakat. Selain itu model

dan pendekatan ini dapat membantu siswa

untuk menemukan dan menyelidiki sendiri

konsep materi yang diterimanya sehingga

diharapkan siswa dapat melatih rasa percaya

dirinya dalam memecahkan masalah yang

ditemui dalam kehidupan nyata.

2.

Bagi peneliti lain yang hendak meneliti

menggunakan model pembelajaran inkuiri

dengan

pendekatan

SETS

hendaknya

mempertimbangkan kekurangan-kekurangan

yang ada untuk mengantisipasi terjadinya

hal-hal di luar rencana misalnya aspek

pengelolaan waktu. Hal ini dikarenakan

model dan pendekatan ini membutuhkan

waktu yang cukup banyak sehingga guru

harus bisa benar-benar memanfaatkan waktu

dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Miftakhul. 2010. Penerapan Pendekatan

SETS (Science Environment Technology

and Society) Pada Pembelajaran Fisika

Pada Diklat Guru Mapel Fisika MA.

Online. Tersedia : http://bdksurabaya.

kemenag.go.id /file/dokumen/Pendekatan

SETS.pdf diakses pada tanggal 20

November 2012.

Binadja, Ahmad. 2000. Hakikat dan Tujuan

Pendidikan

SETS

dalam

Konteks

Kehidupan dan Pendidikan yang Ada.

Makalah Semiloka Pendidikan SETS

RECSAM UNNES Semarang. Semarang

14-15 Desember 2000.

Depdiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 41 tahun 2007. tentang

standar proses untuk Satuan Pendidikan

Dasar

dan

Menengah.

Jakarta

:

Departemen Pendidikan Nasional.

Filsaime, Dennis K. 2008. Menguak Rahasia

Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta :

Prestasi Pustaka Raya.

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar-Mengajar.

Jakarta: PT Gramedia

Widiasarana

Indonesia.

(9)

69

Nur, Muhammad. 2008. Pengajaran Berpusat

Kepada

Siswa

dan

Pendekatan

Konstruktivis

Dalam

Pengajaran.

Surabaya: Pusat Sains dan Matematika

Sekolah Universitas Negeri Surabaya.

Raharjo, Nahdia Rupawanti Basuki. 2012.

Pengaruh

Pendekatan

Science

Environment Technology And Society

(SETS) Dalam Pembelajaran Alat Optik

Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis

Siswa di kelas X SMA RSBI 1 Lamongan.

Skripsi S-1 yang tidak dipublikasikan.

Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Raja, Kenneth P. 2009. Examintion of the

science-technology-society

with

curriculum

approach.

Online.

Tersedia

:

.http://www.

cedu.niu.edu/scied

/courses/ciee344/course

files_king/sts_reading.htm. diakses pada

tanggal 10 Desember 2012

Riduwan, dkk. 2010. Skala Pengukuran

Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sudirman, dkk. 1990. Ilmu Pendidikan. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif,

Kualitatif dan R & D. Bandung :

Alfabeta.

Trilling, B., Fadel, C. 2009. 21st century skills:

learning for life in our times. San

Francisco, CA: Jossey-Bass. Online.

Tersedia : http://www.21stcenturyskills

book.com/index.php

di

akses

pada

tanggal 10 desember 2012

Usman, Uzer. 2002. Menjadi Guru Profesional.

Bandung : Rosda.

. 1998. Foundation For The Atlantic

Canada

Science

Curriculum.

Online.

Tersedia:http://www.

ednet.ns.ca/files/curriculum/camet/foundations-science.pdf diakses pada tanggal 20 Desember

2012.

Gambar

Tabel 3. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Matahari menghasilkan energi surya, salah satu pemanfaatan energi surya digunakan sebagai sumber tenaga mesin pendingin siklus adsorpsi.. Mesin pendingin siklus

rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : “ Apakah latihan menggambar teknik mozaik dapat meningkatkan konsentrasi anak tunagrahita ringan di. SLB C Budi

This year has marked the beginning of the third decade of SEAMOLEC’s existence as a SEAMEO centre focuses in online and distance learning� In 2017 SEAMOLEC is celebrating its 20

Tabel 4.8 Hasil uji exact fisher beban kerja dengan stres pada analis laboratorium di Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2016 ...39.. Kuesioner Sebelum Uji Validitas

- Tahun 2012 target indikator RPJMD tercapai dengan angka rasio mencapai 100%. - Tahun 2013 target indikator RPJMD tercapai dengan angka rasio mencapai 100%. - Tahun 2014

“Analisis Pengaruh Intellectual Capital terhadap Market Value dan Financial Performance Perusahaan dengan Metode Value Added Intellectual Coificient”. “Analisis

der Rechtswissenschaftlichen Fakultät der Universität zu Köln innerhalb von sechs Monaten eine rechtsvergleichende Abschlussarbeit mit einem Höchstumfang von 10.000

yang sangat mengkhawatirkan adalah pencemaran ion logam dari limbah industri.. Pencemaran oleh kandungan logam berat dalam air limbah industri