PERAN SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN
PERCEIVED
BEHAVIORAL CONTROL
(PBC) TERHADAP INTENSI
MENGGUNAKAN JASA
FITNESS
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
oleh :
NOVIRA KHASANAH HARAHAP
101301054
FAKULTAS PSIKOLOGI
Peran Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control (PBC) terhadap Intensi Menggunakan Jasa Fitness
Novira Khasanah Harahap & Eka Danta Jaya Ginting
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peran sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control (PBC) terhadap intensi menggunakan jasa
fitness dan peranan masing-masing aspek terhadap intensi menggunakan jasa fitness. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan 100 orang yang dipilih sebagai sampel penelitian melalui teknik purposive sampling di kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui skala sikap, norma subjektif, perceived behavioral control (PBC), dan skala intensi yang disusun berdasarkan teori Ajzen mengenai Theory of Planned Behavior.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control (PBC) secara bersama-sama berperan positif yang signifikan terhadap intensi menggunakan jasa fitness; (2) sikap berperan positif yang signifikan terhadap intensi menggunakan jasa fitnes; (3) norma subjektif berperan positif namun tidak signifikan terhadap intensi menggunakan jasa fitness; dan (4) perceived behavioral control (PBC) memiliki peran positif yang signifikan terhadap intensi menggunakan jasa fitness.
The Role of Attitudes, Subjective Norms, and Perceived Behavioral Control (PBC) on Intention of Using Fitness Service
Novira Khasanah Harahap & Eka Danta Jaya Ginting
ABSTRACT
The purpose of the study is to determine the role of attitudes, subjective norms, and perceived behavioral control of the intention of using fitness service and the role of each aspect on the intention of using fitness service. This study used the quantitative approach using one hundred peoples in Medan City as subject and selected using purposive sampling. The data was displayed through the scale of attitude, subjective norm, perceived behavioral control (PBC) and scale of intention based on Theory of Planned Behavior by Ajzen.
Results of the current research showed that (1) attitudes, subjective norms, and perceived behavioral control (PBC) have a significant positive role on the intention of using fitness service; (2) attitudes itself has a significant role to the intention of using fitness service; (3) subjective norm itself has a positive role but doesn’t significant on the intention of using fitness service; and (4) perceived behavioral control (PBC) itself has a significant positive role on the intention of using fitness service.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
yang memberikan jalan dan kemudahan kepada penulis sehingga akhirnya dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran Sikap, Norma Subjektif, dan
Perceived Behavioral Control terhadap Intensi Menggunakan Jasa Fitness”. Skripsi ini dibuat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan, bantuan, bimbingan, serta saran
selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Khususnya kepada Ayahanda Syamsul Harahap dan Ibunda Wan Eli Farida, sebagai orangtua yang selalu mendukung penulis. Terima kasih yang tak terhingga atas didikan, kasih sayang, kesabaran, pengertian, serta dukungan baik moril maupun materil yang masih penulis terima dan rasakan hingga detik ini. Semua perjuangan Ayahanda dan Ibunda sulit untuk penulis gantikan dengan material duniawi dalam bentuk apapun, hanya bakti dan doa-doa yang biasa penulis berikan semoga Ayahanda dan Ibunda diberikan kesehatan, usia yang panjang, serta berkah oleh Allah SWT, agar kelak di masa depan bisa melihat keberhasilan penulis. Selain itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.
2. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M.A., psikolog, selaku dosen pembimbing
penulis. Terima Kasih atas kesediaan, kesabaran, dukungan, waktu dan saran
3. Kakak Juliana Irmayanti Saragih, M.Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing
akademik terbaik yang pernah ada. Terima kasih atas segala
nasehat-nasehatnya, saran yang mendukung, tempat curhat, film korea, serta
bimbingan yang udah kakak berikan.
4. Ibu Dr. Emmy Mariatin, M.A, Ph.D., psikolog dan Bapak Ferry Novliadi,
M.Si., selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritikan yang
membangun dan saran dalam perbaikan akhir skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar di Fakultas Psikologi atas ilmu dan pengalaman berharga yang telah diberikan dan seluruh staf pegawai atas bantuannya selama masa-masa perkuliahan dan penyusunan skripsi.
6. M. Amrizal Arif Hrp, sebagai adik dan saudara satu-satunya. Terima kasih atas dukungannya dan kesediaannya untuk membantu penulis dalam mengumpulkan data serta jasa antar jemputnya.
7. Surya Handoko, terima kasih atas semua kebaikannya, perhatian, pengertian, dukungan, serta semangatnya selama ini.
8. Sahabat-sahabat penulis, Mira, Iin, Rina, Juni, Sonya, Rocky, Beo, Fatimah, dan Niswah yang selalu ada selama masa perkuliahan. Terima kasih telah memberi nasehat, saran, canda tawa, suka duka. Terlalu banyak kenangan indah yang tak mungkin penulis lupakan.
detik selalu berarti.
10.Buat Jilly Chandra, Rosa Mentari, dan Veronika sebagai teman satu dosen pembimbing. Terima kasih atas saran, kritik, materi, dan motivasi-motivasi yang diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini secepat mungkin.
11.Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 yang telah bersama-sama menjalani
pahit manisnya masa perkuliahan di Fakultas Psikologi USU.
12.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
bisa penulis sebutkan namanya satu per satu.
Sebagai manusia yang masih belajar, penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis membuka diri terhadap
segala kritik dan saran yang merupakan masukan bagi penulis untuk
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi berbagai pihak.
Medan, 01 Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iv
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... x
Daftar Lampiran ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 7
1.3.Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
1.5.Sistematika Penulisan ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1. Intensi ... 13
2.2. Sikap ... 15
2.3. Norma Subjektif ... 18
2.4. Perceived Behavioral Control... 20
2.5. Fitness Center ... 21
2.6. Dinamika ... 24
2.6.1. Dinamika Sikap Terhadap Intensi ... 24
2.6.2. Dinamika Norma Subjektif Terhadap Intensi ... 25
2.7. Hipotesis ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
3.1. Identifikasi Variabel Penelitian ... 32
3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32
1. Intensi Menggunakan Jasa Fitness ... 32
2. Sikap ... 33
3. Norma Subjektif ... 33
4. Perceived Behavioral Control (PBC) ... 34
3.3. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ... 34
3.3.1. Populasi Penelitian ... 34
3.3.2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 34
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35
1. Skala Intensi ... 37
2. Skala Sikap ... 38
3. Skala Norma Subjektif ... 39
4. Skala Perceived Behavioral Control (PBC) ... 40
3.5. Uji Validitas, Uji Daya Beda Aitem, dan Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 41
3.5.1. Uji Validitas ... 41
3.5.2. Uji Daya Beda Aitem ... 41
3.5.3. Uji Reliabilitas ... 42
3.6. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 43
3.6.1. Hasil Uji Coba Skala Intensi ... 43
3.6.2. Hasil Uji Coba Skala Sikap ... 43
3.6.3. Hasil Uji Coba Skala Norma Subjektif ... 43
3.7. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 44
3.8. Metode Analisa Data ... 46
3.8.1. Uji Normalitas ... 46
3.8.2. Uji Linearitas ... 47
3.8.3. Multikolinearitas ... 47
3.8.4. Autokorelasi ... 48
3.8.5. Heteroskedastisitas ... 48
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 49
4.1. Analisa Deskriptif ... 49
4.2. Hasil Uji Asumsi ... 50
4.2.1. Uji Normalitas ... 50
4.2.2. Uji Linearitas ... 51
4.2.3. Uji Multikolinear ... 53
4.2.4. Uji Autokorelasi ... 54
4.2.5. Uji Heteroskedastisitas ... 55
4.3. Hasil Utama Penelitian ... 56
4.4. Pembahasan ... 65
4.4.1. Peran Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control terhadap Intensi Menggunakan Jasa Fitness ... 65
4.4.2. Peran Sikap terhadap Intensi Menggunakan Jasa Fitness ... 66
4.4.3. Peran Norma Subjektif terhadap Intensi Menggunakan Jasa Fitness.. ... 69
4.4.4. Peran Perceived Behavioral Control (PBC) terhadap Intensi Menggunakan Jasa Fitness ... 71
5.1. Kesimpulan ... 74
5.2. Saran ... 75
5.2.1. Saran Metodologis ... 75
5.2.2. Saran Praktis ... 75
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blueprint Skala Intensi...38
Tabel 2. Blueprint Skala Sikap...39
Tabel 3. Blueprint Skala Norma Subjektif... 40
Tabel 4. Blueprint Skala Perceived Behavioral Control (PBC)...41
Tabel 5. Deskripsi Data Penelitian... 49
Tabel 6. Hasil Uji Normalitas...50
Tabel 7. Hasil Uji Linearitas Sikap...52
Tabel 8. Hasil Uji Linearitas Norma Subjektif...52
Tabel 9. Hasil Uji Linearitas Perceived Behavioral Control ...53
Tabel 10. Hasil Uji Multikolinieritas...54
Tabel 11. Hasil Uji Autokorelasi...54
Tabel 12. Hasil Perhitungan Analisis Regresi...56
Tabel 13. Hasil Analisis Korelasi...57
Tabel 14. Koefisien Regresi...58
Tabel 15. Koefisien Variabel...59
Tabel 16. Deskripsi Data Penelitian...60
Tabel 17. Kategorisasi Skor Sikap...62
Tabel 18. Kategorisasi Skor Norma Subjektif...62
Tabel 19. Kategorisasi Skor Perceived Behavioral Control...63
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. The Theory of Planned Behavior...14
Gambar 2. Hasil Uji Normalitas...54
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
1. Reliabilitas & Uji Daya Beda Aitem Sikap
2. Reliabilitas & Uji Daya Beda Aitem Norma Subjektif
3. Reliabilitas & Uji Daya Beda Aitem Perceived Behavioral Control
4. Reliabilitas & Uji Daya Beda Aitem Intensi
LAMPIRAN B
1. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Sikap
2. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Norma Subjektif
3. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Perceived Behavioral Control
4. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Intensi
LAMPIRAN C
1. Uji Normalitas Sebaran 2. Uji Linearitas
3. Uji Multikolinearitas 4. Uji Autokorelasi 5. Uji Heteroskedastisitas 6. Uji Hipotesis
LAMPIRAN D
Peran Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control (PBC) terhadap Intensi Menggunakan Jasa Fitness
Novira Khasanah Harahap & Eka Danta Jaya Ginting
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peran sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control (PBC) terhadap intensi menggunakan jasa
fitness dan peranan masing-masing aspek terhadap intensi menggunakan jasa fitness. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan 100 orang yang dipilih sebagai sampel penelitian melalui teknik purposive sampling di kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui skala sikap, norma subjektif, perceived behavioral control (PBC), dan skala intensi yang disusun berdasarkan teori Ajzen mengenai Theory of Planned Behavior.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control (PBC) secara bersama-sama berperan positif yang signifikan terhadap intensi menggunakan jasa fitness; (2) sikap berperan positif yang signifikan terhadap intensi menggunakan jasa fitnes; (3) norma subjektif berperan positif namun tidak signifikan terhadap intensi menggunakan jasa fitness; dan (4) perceived behavioral control (PBC) memiliki peran positif yang signifikan terhadap intensi menggunakan jasa fitness.
The Role of Attitudes, Subjective Norms, and Perceived Behavioral Control (PBC) on Intention of Using Fitness Service
Novira Khasanah Harahap & Eka Danta Jaya Ginting
ABSTRACT
The purpose of the study is to determine the role of attitudes, subjective norms, and perceived behavioral control of the intention of using fitness service and the role of each aspect on the intention of using fitness service. This study used the quantitative approach using one hundred peoples in Medan City as subject and selected using purposive sampling. The data was displayed through the scale of attitude, subjective norm, perceived behavioral control (PBC) and scale of intention based on Theory of Planned Behavior by Ajzen.
Results of the current research showed that (1) attitudes, subjective norms, and perceived behavioral control (PBC) have a significant positive role on the intention of using fitness service; (2) attitudes itself has a significant role to the intention of using fitness service; (3) subjective norm itself has a positive role but doesn’t significant on the intention of using fitness service; and (4) perceived behavioral control (PBC) itself has a significant positive role on the intention of using fitness service.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Di era modern ini, manusia berusaha untuk belajar dan bekerja demi
memenuhi kebutuhannya. Persaingan yang ketat terjadi di bidang pekerjaan
dimana seseorang dituntut untuk menampilkan performanya secara maksimal.
Performa maksimal harus disertai dengan fisik yang mendukung agar aktivitas
yang dilakukan sehari-hari dapat berjalan secara lancar. Oleh karena itu, fisik
yang prima sangat dibutuhkan untuk menyokong produktivitas kerjanya
(Karpovich dalam Sarafino & Smith, 2011).
Fisik yang prima dapat diperoleh dari asupan gizi yang memadai serta
olahraga yang rutin. Namun, kesibukan membuat manusia lupa akan pentingnya
olahraga bagi kesehatan dan kebugaran fisik. Presiden Dewan Olahraga dan
Fitness USA mengatakan “jika olahraga dapat dikemas dalam sebuah pil, itu akan
menjadi sebuah obat yang paling banyak diresepkan dan paling bermanfaat di
dunia (Staff dalam Cox, 2002). Hal ini mengungkapkan bahwa olahraga sangat
dibutuhkan bagi kesehatan dan kebugaran tubuh manusia.
Sebuah trend baru dalam lifestyle masyarakat perkotaan belakangan ini adalah sadar akan pentingnya kesehatan dan perilaku hidup sehat. Hasil riset yang
dilakukan pada 401 orang Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia
telah mengerti dan sadar akan pentingnya gizi serta olahraga untuk gaya hidup
Sebanyak 69 persen wanita dan 47 persen pria merasa kesulitan dalam
berolahraga secara teratur sehingga hanya 18 persen responden saja yang
melakukan olahraga secara rutin (Kusmiyati, 2013). Seiring dengan
berkembangnya dunia pekerjaan yang mewajibkan kepada setiap pekerjanya agar
selalu bisa bersaing dan produktif, seakan-akan membuat waktu luang menjadi
lebih singkat sehingga tidak bisa lagi digunakan untuk berolah raga. Tetapi
dengan perkembangan teknologi dan tingkat ilmu pengetahuan yang semakin
maju dalam bidang kesehatan, nutrisi, pola latihan, dan makanan, akhirnya
menjadikan fitness center sebagai ladang bisnis baru yang potensial (Dillah, 2014).
Fitness center merupakan suatu fasilitas indoor yang menyediakan sarana program fitness yang meliputi olahraga pembentukan otot-otot tubuh/fisik yang dilakukan secara rutin dan berkala guna menjaga vitalitas tubuh dan berlatih
disiplin (Department of Commerce Australia, 2000). Adapun manfaat menggunakan jasa fitness adalah untuk memperbaiki kesehatan secara keseluruhan, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan produktivitas kerja,
meningkatkan kapasitas intelektual, menangani stress, menghilangi depresi, dan
memperbaiki pola tidur pada malam hari (Iskandar dalam Agustin, 2013). Sarana
yang ditawarkan jugaberagam mulai dari fitness center yang hanya menyediakan sarana basic seperti latihan kebugaran baik untuk individu maupun berkelompok dengan alat-alat yang mendukung, hingga sarana yang lebih lengkap dan spesifik
Pilates, Yoga, Body Language, Body Building, Sauna, Spa, Streching Class, Kids Class, Teenagers Class, dan lain-lain.
Selain menyediakan fasilitas yang lengkap, Fitness center juga memberikan penawaran berupa “member service” sehingga masyarakat dapat menggunakan jasa ini secara rutin dan dipandu oleh instruktur fitness. Dengan adanya fasilitas yang lengkap serta penawaran yang menarik, fitness center
menjadi suatu jasa yang sangat digemari masyarakat dan akhirnya mengalami
perkembangan yang sangat cepat untuk memenuhi minat masyarakat dalam
berolahraga (Dillah, 2014). Hal ini didukung oleh penelitian Wijayanti (2009)
yang mengungkapkan bahwa tingginya tingkat kebutuhan manusia dan gaya
hidup masyarakat membuat perkembangan jasa fitness semakin marak khususnya di kota-kota besar Indonesia.
Di Kota Medan, fitness center berkembang sangat pesat mulai dari tahun 2000an. Celebrity Fitness, Our Gym, Thamrin Fitness center, dan My Life Gym, merupakan fitness center yang berada di lokasi perbelanjaan. Sementara Clark Hatch Fitness center, Novotel Fitness Club, Emerald Garden Fitness, Fitness Club, Fitness center, merupakan fitness center yang berada di perhotelan. Selain
fitness center diatas, masih banyak tempat pelayanan jasa fitness lainnya yang tersebar di tengah pemukiman warga serta di kawasan kampus. Berbagai motivasi
yang mendorong manusia menggunakan jasa fitness yaitu untuk menurunkan berat badan, membentuk lekuk tubuh yang ideal, menetralkan tensi tubuh,
menguatkan fungsi jantung serta mempertahankan tubuh agar selalu terlihat fit
fitness membuat semua orang tergila-gila ingin menggunakannya sebagai
alternatif untuk menjaga kesehatan. Dalam acara peluncuran Global Rebranding Fitness, CEO First Fitness Asia mengemukakan bahwa alasan seseorang tidak memilih ke gym dari 3000 responden di Asia adalah sebanyak 35 persen
mengatakan bahwa mereka tidak memiliki cukup waktu setiap hari, sementara 23
persen mengatakan kalau mereka selalu berpindah tempat kalau olahraga atau
tidak bisa konsisten di satu tempat olahraga. Lalu, 18 persen mengatakan bahwa
mereka tidak mengenal siapapun di gym. Dan 14 persen mengatakan tidak suka
merasa repot membawa alat-alat olahraganya kemana-mana (Triananda, 2014).
Perilaku seseorang untuk menggunakan jasa fitness center dapat dilihat dari intensi mereka. Intensi merupakan keputusan yang dibuat manusia untuk
berperilaku secara tertentu (Craighead & Nemerof, 2002). Jadi dapat dikatakan
bahwa ketika seseorang hendak melakukan sesuatu, ada niat ataupun suatu hal
yang mendasarinya untuk berperilaku demikian. Hal inilah yang dinamakan
intensi. Intensi dijelaskan dalam theory of planned behavior yang mengemukakan bahwa seseorang akan memunculkan perilaku apabila ia menilai bahwa perilaku
itu baik atau bernilai positif, ketika orang-orang sekitar individu mengharapkan
perilaku itu terjadi, dan ketika ia memiliki kontrol diri berupa kesempatan dan
kepercayaan diri untuk menampilkan perilaku tersebut (Ajzen, 2005). Dalam
Sikap merupakan penilaian individu baik itu positif maupun negatif
terhadap benda, orang, institusi, peristiwa, perilaku, dan minat tertentu. Sikap
memiliki dua komponen dalam mempengaruhi intensi yaitu behavioral belief
yang merupakan keyakinan individu akan konsekuensi perilaku yang akan
dimunculkan serta evaluation of outcome yang merupakan penilaian individu akan konsekuensi yang dihasilkan perilaku tersebut (Ajzen, 2005). Sikap
masyarakat terhadap jasa fitness umumnya bersifat positif. Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal dibawah ini.
“Menurut saya kalau gunakan jasa fitness itu bagus, toh didalamnya orang yang awalnya gendut bisa jadi langsing, yang udah langsing mau punya otot juga bisa. Bagus sih untuk kesehatan sama lifestyle.” (Komunikasi Personal, 07 April 2014)
Disamping sikap, norma subjektif juga mempengaruhi intensi seseorang
untuk menampilkan perilaku. Norma subjektif merupakan kepercayaan seseorang
terhadap harapan orang lain untuk ia lakukan dan keinginannya untuk mengikuti
harapan tersebut (Ajzen, 2005). Berdasarkan definisi di atas, norma subjektif
memiliki dua komponen yakni keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply). Seorang individu akan cenderung melakukan suatu perilaku apabila ia yakin bahwa orang-orang
sekitarnya menganggap positif akan suatu perilaku dan mendorongnya untuk
menampilkan perilaku tersebut (Ajzen, 2005). Pengaruh norma subjektif terhadap
intensi menggunakan jasa fitness dapat dilihat dalam wawancara berikut ini.
“Teman-teman yang lain udah nyuruh aku ikut pake jasa fitness
(Komunikasi Personal, 08 April 2014)
Selain kedua komponen di atas, perceived behavior control juga memiliki peran penting dalam membentuk intensi. Perceived Behavior Control mengacu pada bagaimana persepsi seseorang tentang seberapa mudah atau seberapa sulit ia
memunculkan suatu perilaku. Semakin individu merasa mampu atau mudah
dalam menampilkan perilaku maka semakin besar juga intensinya memunculkan
perilaku. Namun apabila individu merasa tidak mampu atau kesulitan
memunculkan perilaku tersebut, maka akan semakin kecil ia akan memunculkan
perilaku tersebut. Perceived behavior control memiliki dua aspek penting yaitu
control belief yang merupakan persepsi seseorang akan kapasitas yang dimilikinya untuk memunculkan perilaku serta power of factor yakni seberapa besar derajat faktor-faktor control tersebut mempengaruhi keputusan untuk memunculkan perilaku (Ajzen, 2005).
“Kalau aku sih mikirnya lebih berat di biaya. Anak kuliah biaya aja masih minta dari orangtua kalau ikutan fitness rasanya sayang macem terbuang uang itu. Jadi aku mikirnya toh juga masih ada alternatif lain yang gratis, aku bisa jogging atau senam-senam ringan sebagai pengganti pake jasa fitness. Kalau nanti udah kerja, punya penghasilan sendiri, aku pasti ikutan fitness karena kalau dibilang pingin, ya aku pingin. Tapi itulah masalahnya Cuma di biaya”
(Komunikasi Personal, 25 Maret 2014)
Theory of Planned Behavior yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen ini telah banyak digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh sikap, norma
untuk menguji theory of planned behavior terhadap intensi pengunjung untuk memilih TMII (Taman Mini Indonesia Indah) sebagai destinasi wisata. Hasil dari
penelitian ini adalah sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control
bersama-sama memiliki peran positif yang signifikan terhadap intensi
pengunjung untuk memilih TMII sebagai destinasi wisata. Sikap berperan secara
positif dan signifikan terhadap intensi pengunjung untuk memilih TMII sebagai
destinasi wisata. Norma subjektif berperan positif dan signifikan terhadap intensi
pengunjung untuk memilih TMII sebagai destinasi wisata. Serta perceived behavioral control juga berperan positif dan signifikan terhadap intensi pengunjung untuk memilih TMII sebagai destinasi wisata. Ajzen (2005)
mengungkapkan bahwa intensi sudah dapat dijelaskan bila hanya satu atau dua
faktor yang berpengaruh pada intensi pembentukan perilaku tersebut.
Individu yang memiliki sikap positif terhadap penggunaan jasa fitness
cenderung memiliki intensi yang besar untuk menggunakan jasa fitness. Orang-orang disekitar individu (significant others) seperti orang tua, saudara, dan sahabat juga berperan untuk menentukan munculnya perilaku individu. Apabila
significant other memandang jasa fitness sebagai sesuatu yang positif dan ada tekanan sosial untuk melakukan fitness, maka intensi individu juga semakin besar menggunakannya. Selain itu, faktor mampu tidaknya individu untuk
menggunakan jasa fitness seperti adanya waktu atau kesempatan serta ada atau
Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti ingin melihat apakah theory of planned behavior dapat diterapkan pada penggunaan jasa fitness sebagai dasar untuk meneliti fenomena kecendrungan penggunaan jasa fitness pada jaman sekarang. Bagaimana peran sikap, norma subjektif dan perceived behavior control terhadap intensi seseorang dalam menggunakan jasa fitness.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah penelitian ini adalah:
i. Apakah sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control secara bersama-sama berperan positif terhadap intensi menggunakan jasa fitness? ii. Seberapa besar peran sikap terhadap intensi menggunakan jasa fitness? iii. Seberapa besar peran norma subjektif terhadap intensi menggunakan jasa
fitness?
iv. Seberapa besar peran perceived behavioral control (PBC) terhadap intensi menggunakan jasa fitness?
1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Utama
Untuk melihat apakah sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control secara bersama-sama berperan terhadap intensi seseorang dalam menggunakan jasa fitness.
1.3.2. Tujuan Tambahan
a. Untuk mengetahui seberapa besar peran variabel sikap terhadap
b. Untuk mengetahui seberapa besar peran variabel norma
subjektif terhadap intensi seseorang dalam menggunakan jasa
fitness.
c. Untuk mengetahui seberapa besar peran variabel perceived behavioral control terhadap intensi seseorang menggunakan jasa fitness.
d. Untuk mengetahui variabel independen (X) yang paling
berperan terhadap intensi menggunakan jasa fitness.
e. Untuk melihat tingkat sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control (PBC) pada sampel dibandingkan dengan populasi secara umum.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik dari segi teoritis
maupun praktis, yaitu :
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu psikologi khususnya di bidang Psikologi
Industri Organisasi, terutama mengenai variabel sikap, norma
subjektif, perceived behavioral control terhadap keinginan untuk menggunakan jasa fitness. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin
perceived behavioral control mengenai pengaruhnya terhadap variabel intensi.
1.4.2. MANFAAT PRAKTIS
Sebagai informasi bagi para pengelola jasa fitness dalam meningkatkan pemasaran fitness center. Untuk meningkatkan pemasaran jasa fitness, tentunya para pengelola harus mengetahui sejauh mana keinginan masyarakat untuk menggunakan jasa
fitness. Keinginan masyarakat untuk menggunakan jasa fitness
dipengaruhi oleh tingkat sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control. Ketiga faktor yang mempengaruhi keinginan/intensi masyarakat tersebut ditentukan oleh kepercayaan
(belief) yang diperoleh dari pengetahuan atau informasi-informasi mengenai fitness center. Sehingga, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para pengelola jasa
fitness dalam mempromosikan maupun menginformasikan fitness center sebagai alternatif masyarakat dalam berolahraga.
Untuk mempermudah dan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas
tentang isi dari proposal ini, maka pembahasan dilakukan secara sistematik
yang meliputi :
Bab I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian yaitu
mengenai intensi menggunakan jasa fitness, rumusan masalah penelitian apakah variabel sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control berpengaruh terhadap intensi menggunakan jasa
fitness, tujuan dari penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang tinjauan teoritis mengenai intensi
untuk menggunakan jasa fitness. Bab ini juga mengemukakan hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara terhadap masalah
penelitian mengenai sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control berhubungan dengan intensi menggunakan jasa fitness.
Bab III : METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang identifikasi variabel, definisi
operasional, populasi dan sampel, metode penelitian, teknik
pengambilan data, metode analisis data dan uji kualitas data.
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisis hasil penelitian
secara keseluruhan dari penelitian ini yang dilakukan dengan
menggunakan analisa statistik dengan bantuan program SPSS
versi 16.0 for windows. Kemudian pada bab ini juga akan dibahas mengenai ketercapaian ataupun ketidaktercapaian
hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi jawaban atas masalah yang diajukan, yaitu
sikap, norma subjektif, dan perceived behavior kontrol secara bersama-sama berperan positif terhadap intensi menggunakan
jasa fitness. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data serta dilengkapi dengan saran- saran bagi
pengembang dan bagi peneliti lain berdasarkan hasil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.INTENSI
2.1.1. Defenisi Intensi
Chaplin (1999) menyatakan bahwa intensi merupakan suatu usaha untuk
mencapai tujuan tertentu. Sementara Kartono dan Gulo (1987) mendefinisikan
intensi sebagai tujuan untuk berbuat suatu hal. Warshaw dan Davis (1985)
mendefinisikan intensi sebagai kecenderungan individu untuk merancang suatu
perencanaan secara sadar untuk menampilkan atau tidak menampilkan maksud
tertentu. Jadi, intensi dapat dipahami sebagai rencana individu untuk
menampilkan suatu perilaku tertentu.
Semua perilaku manusia didasarkan pada intensi karena intensi
merupakan indikasi seberapa keras usaha seseorang untuk menampilkan suatu
perilaku. Kerasnya usaha seseorang untuk melakukan suatu perilaku merupakan
prediktor paling kuat bagi munculnya perilaku tersebut. Intensi dijelaskan dalam
theory of planned behavior yang merupakan pengembangan dari theory of reasoned action. Menurut Ajzen (1991) yang menjadi faktor utama dalam theory of planned behavior ini adalah intensi seseorang untuk memunculkan suatu perilaku. Intensi diasumsikan untuk menggambarkan faktor yang memotivasi dan
mempengaruhi perilaku, seperti mengindikasikan seberapa keras individu akan
mencoba menampilkan perilaku serta seberapa besar usaha yang direncanakan
suatu perilaku sehingga apabila kita ingin mengetahui apa yang akan dilakukan
seseorang maka cara terbaik untuk memprediksinya adalah dengan mengetahui
intensi orang tersebut.
2.1.2. Faktor-Faktor Intensi
Ajzen (2005) mengemukakan intensi merupakan fungsi dari tiga faktor
yaitu faktor personal, faktor sosial, dan faktor kontrol / kendali. Faktor personal
merupakan sikap individu terhadap perilaku berupa evaluasi positif atau negatif
terhadap perilaku yang akan ditampilkan. Faktor sosial diistilahkan dengan kata
norma subjektif yang meliputi persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk
menampilkan atau tidak menampilkan perilaku. Yang terakhir merupakan faktor
kendali yang disebut perceived behavioral control yang merupakan perasaan individu akan mudah atau sulitnya menampilkan perilaku tertentu. Hubungan
[image:30.595.203.460.539.681.2]antara intensi dan ketiga faktor yang mempengaruhinya dapat dilihat dalam
gambar berikut ini.
Umumnya, seseorang menunjukkan intensi terhadap suatu perilaku jika
melakukannya, dan ketika mereka percaya bahwa mereka memiliki kesempatan
dan mampu untuk melakukannya. Sehingga dengan menguatnya intensi
seseorang terhadap perilaku tersebut, maka kemungkinan individu untuk
menampilkan perilaku juga semakin besar (Ajzen, 2005).
2.1.3. Aspek-Aspek Intensi
Intensi memiliki 4 aspek yang mendasarinya yaitu target, action, context, dan time. Target merupakan sasaran yang ingin dicapai jika menampilkan suatu perilaku. Misalnya, menampilkan perilaku belajar untuk mencapai prestasi.
Action yang merupakan suatu tindakan yang mengiringi munculnya perilaku. Misalnya, membuka buku merupakan aksi yang dilakukan ketika hendak
menampilkan perilaku belajar. Context mengacu pada situasi yang akan memunculkan perilaku. Misalnya, ketika berada di tempat yang tenang dapat
membangkitkan niat belajar. Dan yang terakhir adalah time yaitu waktu munculnya perilaku, misalnya belajar pada minggu sebelum ujian akhir.
2.2. SIKAP
2.2.1. Defenisi Sikap
Sikap atau attitude senantiasa diarahkan pada suatu hal atau suatu objek. Tidak ada sikap tanpa adanya objek (Gerungan, 2004). Oleh karena itu, suatu
perbuatan ataupun perilaku dapat diprediksi dari adanya sikap (Dayakisni &
berlangsung dalam diri seseorang yang didalamnya terdapat pengalaman individu
yang akan mengarahkan dan menentukan respon terhadap berbagai objek dan
situasi (dalam Sarwono, 2009). Thurstone mendefinisikan sikap sebagai derajat
afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis (dalam Azwar,
2007). Definisi Petty & Cacioppo secara lengkap mengatakan sikap adalah
evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek
atau isu-isu (dalam Azwar, 2007).
Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa
sikap merupakan suatu bentuk evaluasi seseorang untuk bereaksi secara bipolar
yakni positif maupun negatif terhadap objek tertentu yang dibentuk dari interaksi
antara komponen kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif merupakan
representasi apa yang dipercayai oleh individu yang berisi kepercayaan atau
stereotipe mengenai suatu hal. Komponen ini merupakan respon yang sangat
spesifik, misalnya bagaimana respon individu terhadap suatu produk atau jasa.
Kedua, komponen afektif yang merupakan perasaan yang menyangkut aspek
emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai
komponen sikap. Komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki
seseorang terhadap sesuatu misalnya perasaan individu ketika melihat,
mendengar, merasa, ataupun menggunakan barang atau jasa. Yang terakhir
adalah komponen konatif yang merupakan aspek kecenderungan untuk
berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi
tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu
Menurut Ajzen (2005) sikap merupakan evaluasi individu baik positif
maupun negatif terhadap objek sikap yang berupa benda, institusi, orang,
kejadian, perilaku, maupun minat tertentu. Sikap ditentukan dari evaluasi
seseorang mengenai konsekuensi suatu perilaku yang diasosiasikan dengan suatu
perilaku dan dengan melihat kuatnya hubungan antara konsekuensi tersebut
dengan suatu perilaku. Maka dapat disimpulkan bahwa jika seseorang memiliki
belief yang kuat bahwa suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi yang positif, maka sikap terhadap perilaku tersebut juga akan positif. Tetapi jika belief
terhadap perilaku tersebut negatif, maka sikap yang terbentuk terhadap suatu
perilaku tersebut juga negatif. Beliefs terhadap suatu objek dapat dibentuk secara langsung melalui hasil observasi, maupun secara tidak langsung melalui
informasi dari sumber lain seperti teman, televisi, koran, buku, dan lain-lain.
2.2.2. Aspek Sikap
Berdasarkan theory of planned behavior, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari aspek behavioral beliefs dan outcome evaluation.
Behavioral belief merupakan kepercayaan individu akan konsekuensi yang dihasilkan bila ia menampilkan suatu perilaku. Sementara outcome evaluation
merupakan penilaian individu terhadap konsekuensi atau hasil dari perilaku yang
ditampilkan. Individu yang yakin bahwa dengan menampilkan suatu perilaku
akan menghasilkan konsekuensi yang positif, akan memiliki kecenderungan yang
besar untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005). Hubungan kedua aspek
�� ∝ � ����
Persamaan diatas menjelaskan bahwa �� merupakan sikap terhadap suatu perilaku yang merupakan hasil kali dari �� sebagai behavioral belief dan �� sebagai evaluation of outcome.
2.3. NORMA SUBJEKTIF 2.3.1. Defenisi Norma Subjektif
Norma merupakan peraturan atau kebiasaan berdasarkan apa yang
dipikirkan dan dilakukan, apa yang baik dan tidak baik di dalam suatu kelompok
sosial. Dapat dikatakan bahwa norma merupakan standar untuk berperilaku
secara normal di dalam masyarakat. Norma merupakan harapan bersama tentang
bagaimana seseorang harus berperilaku dalam kelompok (Burn, 2004).
Ajzen (2005) mendefinisikan norma subjektif sebagai persepsi individu
terhadap tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu
perilaku. Norma subjektif dapat dikatakan sebagai dorongan sosial yang
menentukan seseorang untuk melakukan perilaku. Ketika individu ingin
menampilkan perilaku, ia akan menyesuaikan perilaku tersebut dengan norma
kelompoknya sehingga kecenderungan untuk menampilkan perilaku akan
semakin besar jika kelompok bisa menerima perilaku tersebut. Kelompok ini bisa
saja berupa orangtua, saudara, teman dekat, dan orang yang berkaitan dengan
2.3.2. Aspek Norma Subjektif
Menurut theory of planned behavior (Ajzen, 2005), norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply). Keyakinan normatif (normative belief) berkenaan dengan keyakinan individu apakah orang-orang terdekat individu
(significant other) mendukung atau menolak tampilnya perilaku. Keyakinan normatif diperoleh dari significant other tentang apakah individu perlu, harus, atau dilarang melakukan perilaku tertentu dan dari individu yang berhubungan
dengan perilaku tersebut. Motivation to comply adalah motivasi individu untuk menampilkan perilaku yang diharapkan significant other. Seseorang yang percaya bahwa ketika significant other menyetujui suatu perilaku, maka hal itu akan menjadi tekanan sosial bagi individu untuk melakukan perilaku tersebut. Begitu
pula sebaliknya, ketika significant other tidak menerima suatu perilaku maka hal itu akan menjadi tekanan sosial bagi individu untuk menjauhi dan tidak melakukan
perilaku tersebut.
Hubungan antara dua aspek norma subjektif diatas dapat digambarkan
pada persamaan berikut ini :
�� ∝ � ����
Persaman tersebut menggambarkan SN yang merupakan subjective norm
2.4. PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL
2.4.1. Defenisi Perceived Behavioral Control
Ajzen (2005) mengungkapkan perceived behavior control atau kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor yang
memfasilitasi atau menghalangi tampilnya suatu perilaku. Keyakinan ini mungkin
didasari oleh pengalaman masa lalu namun biasanya dipengaruhi oleh informasi
sekunder seperti informasi yang diobservasi individu dari pengalaman kenalan,
teman, dan faktor lain yang meningkatkan atau mengurangi intensitas
berperilaku. Semakin banyak sumber daya dan kesempatan individu maka
semakin kuat kontrol perilaku yang dimilikinya. Dengan kata lain, kontrol
perilaku merupakan persepsi mengenai mampu atau tidaknya maupun mudah atau
sulitnya individu menampilkan perilaku.
Menurut theory of planned behavior, perceived behavior control bersama-sama dengan intensi dapat digunakan secara langsung untuk memprediksi
munculnya perilaku. Ada dua alasan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Yang
pertama, intensi untuk memunculkan perilaku akan lebih berhasil jika disertai
dengan adanya perceived behavior control. Misalnya, ada dua orang yang memiliki intensi yang sama kuatnya untuk belajar bermain ski. Ketika keduanya
mencoba melakukannya, orang yang yakin bahwa ia mampu melakukan akan
lebih berhasil daripada orang kedua yang tidak yakin bahwa ia mampu untuk
2.4.2. Aspek Perceived Behavioral Control
Kontrol perilaku ditentukan oleh control beliefs dan power of control beliefs (Ajzen, 2005). Control beliefs merupakan persepsi individu apakah ia mampu atau tidak mampu dalam menampilkan suatu perilaku. Sedangkan power of control beliefs merupakan derajat seberapa besar faktor kontrol tersebut mempengaruhi keputusan seseorang untuk menampilkan perilaku, apakah faktor
kontrol tersebut dapat memfasilitasi atau menghalangi timbulnya perilaku.
Hubungan antara dua aspek perceived behavior control diatas dapat digambarkan dalam persamaan berikut :
��� ∝ � ����
Persamaan diatas menunjukkan bahwa PBC dipengaruhi oleh gabungan dari �� yang merupakan control belief dan �� yang merupakan power of control
yang memfasilitasi atau menghalangi timbulnya perilaku.
2.5. FITNESS CENTER
Fitness adalah kegiatan olahraga pembentukan otot-otot tubuh/fisik yang dilakukan secara rutin dan berkala, yang bertujuan untuk menjaga vitalitas tubuh
dan berlatih disiplin. Untuk menjaga kedisplinan olahraga tersebut, dibuatlah
suatu fasilitas olahraga indoor yang disebut fitness center. Fitness center
merupakan suatu tempat yang didalamnya terdapat fasilitas dan perlengkapan
ditawarkan dalam fitness center diantaranya adalah senam aerobik, body language, salsa, taebo, dance, body building, yoga, dan sauna (Cleopatra Fitness, 2001).
Menurut Department of Commerce Australia (2000), fitness center
merupakan suatu fasilitas indoor yang menyediakan berbagai program dan alat-alat kesehatan serta adanya aktivitas fisik berupa latihan kebugaran, baik aktivitas
tersebut dilakukan secara perorangan maupun per individu. Jadi, suatu tempat
sudah bisa dikatakan fitness center jika meliputi hal-hal berikut ini : 1. Latihan fisik yang terstruktur
2. Adanya instruktur yang memandu sesi latihan kelompok, kelas aerobik, maupun program lifestyle
3. Personal trainers atau pelatih fitness yang melayani pelanggan
4. Tersedianya fasilitas-fasilitass fitness atau gym yang dapat digunakan pelanggan secara umum
5. Terkadang terdapat fasilitas seperti kolam renang ataupun jacuzzi yang menyediakan jasa aquarobics atau jasa lainnya namun hal ini hanya sebagai sarana tambahan saja.
Fasilitas yang terdapat di fitness center adalah sarana olahraga dan penunjang prasarana olahraga. Prasarana olahraga digunakan untuk memenuhi
Menurut Sharkey dan Gaskill (2007) berdasarkan segmentasi pengunjung,
fitness center dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Public fitness club
Fitness ini disediakan untuk masyarakat umum yang bersedia menjadi anggota atau pengunjung yang membayar. Perlengkapan dan fasilitas yang
disediakan public fitness club biasanya merupakan perlengkapan umum dengan fasilitas standar.
b. Executive fitness club
Executive fitness club disediakan bagi anggota tertentu yang tingkatannya lebih tinggi daripada public fitness club. Iuran keanggotaan pada klub ini lebih mahal dengan membidik pasaran dari kalangan eksekutif. Peralatan
serta fasilitas yang disediakan lebih bervariasi dan terspesifikasi. Biasanya,
executive fitness club berada di kawasan perbelanjaan dan perkantoran.
c. Luxurious fitness club
Luxurious fitness club dikhususkan bagi anggota tertentu yang membutuhkan ruang lebih privat denga variasi fasilitas yang lebih lengkap dan pelayanan
terbaik. Luxurious fitness club biasanya berada di hotel berbintang lima, apartemen, dan kawasan ekslusif di pusat kota.
d. Body builders club
Body builders dikhususkan bagi pria yang ingin memfokuskan diri pada pembentukan tubuh tertentu dengan menggunakan alat berat yang khusus
dan biasanya dikhususkan bagi pria dan wanita yang ingin memiliki tubuh
layaknya binaraga.
2.6. DINAMIKA
2.6.1. Dinamika Sikap terhadap Intensi
Menurut Thurstone, sikap merupukan derajat positif atau negatif terhadap
suatu objek psikologis (dalam Azwar, 2007). Sikap merupakan penilaian
positif-negatif, suka-tidak suka, maupun benar-salah terhadap suatu objek tertentu.
Dalam theory of planned behavior, Ajzen (2005) mengungkapkan sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi,
kejadian, perilaku atau minat tertentu. Berdasarkan teori ini, sikap ditentukan oleh
behavioral beliefs dimana jika individu mengevaluasi bahwa suatu perilaku memiliki konsekuensi yang baik, maka individu memiliki intensi yang lebih besar
untuk melakukan perilaku tersebut serta outcome evaluation berupa penilaian individu terhadap suatu perilaku, yang apabila perilaku tersebut berkonsekuensi
positif maka ia akan cenderung untuk menampilkannya, dan sebaliknya.
Sikap akan mempengaruhi intensi seseorang yang nantinya akan berakibat
apakah individu akan menampilkan atau tidak menampilkan perilaku. Hal ini
dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mashithoh (2009) menemukan
bahwa pengunjung Taman Mini Indonesia Indah memiliki penilaian yang positif
terhadap atribut yang ditawarkan manajemen TMII. Sikap menunjukkan
pengaruh yang searah terhadap intensi pengunjung, yang berarti semakin positif
semakin besar minat pengunjung untuk berkunjung ke TMII. Penelitian lain
dilakukan oleh Arimoerti (2000) bahwa sikap secara positif mempengaruhi
intensi seseorang untuk menggunakan jasa psikologi. Jadi, semakin positif sikap
seseorang terhadap pelayanan psikologi maka semakin tinggi intensi orang
tersebut untuk melakukan konsultasi pada jasa psikologi . Begitu juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2011) juga menunjukkan bahwa sikap
secara signifikan memberi pengaruh atau sumbangan terhadap intensi membeli
buku referensi kuliah illegal.
Berdasarkan penelitian diatas dan didukung oleh penelitian Ajzen (2005)
dalam Theory of Planned Behavior, maka dapat dilihat bahwa sikap memiliki peran dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku,
dimana dalam penelitian ini perilaku menggunakan jasa fitness. Semakin positif sikap seseorang terhadap fitness center maka semakin tinggi intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa fitness. Sebaliknya, semakin negatif sikap seseorang terhadap fitness center maka semakin rendah pula intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa fitness.
2.6.2. Dinamika Norma Subjektif terhadap Intensi
Norma subjektif merupakan persepsi individu terhadap tekanan sosial
untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Norma subjektif
yang berasal dari significant others atau orang-orang terdekat seperti orang tua, pasangan, saudara, serta teman dekat yang akan mempengaruhi intensi individu
dikatakan sebagai dorongan sosial yang menentukan seseorang untuk melakukan
atau tidak melakukan perilaku (Ajzen, 2005).
Ajzen (2005) mengemukakan bahwa norma subjektif ditentukan oleh
adanya keyakinan normatif (normative belief) berupa keyakinan akan harapan-harapan orang yang berada di sekitar individu untuk menampilkan atau tidak
menampilkan perilaku. Selain keyakinan normatif, norma subjektif juga
ditentukan oleh keinginan untuk mengikuti (motivation to comply) yang berupa dorongan sosial yang memotivasi individu untuk menampilkan perilaku sesuai
dengan kepercayaannya terhadap harapan orang-orang di sekitarnya. Jika
individu percaya bahwa significant others mengharapkan ia harus melakukan suatu perilaku dan ia termotivasi untuk mewujudkan harapan significant other
tersebut, maka individu akan memiliki intensi yang tinggi untuk menampilkan
perilaku. Sebaliknya jika individu percaya bahwa significant others tidak menyukai atau melarang individu melakukan suatu perilaku dan ia terdorong
untuk menjauhi perilaku tersebut, maka intensi individu akan berkurang dalam
menampilkan perilaku.
Penelitian yang dilakukan oleh Fausiah, Muis, dan Atjo (2013)
menemukan bahwa norma subjektif memiliki pengaruh yang searah terhadap
intensi karyawan untuk berperilaku K3, yang berarti semakin tinggi pengaruhh
rujukan sosial di lingkungan kerja unit PLTD PT. PLN (Persero) Sektor Tello
maka diharapkan pula semakin tinggin intensi karyawan untuk berperilaku K3.
Penelitian lain dilakukan oleh Priaji (2011) bahwa norma subjektif secara positif
tinggi rujukan sosial yang diberikan pada individu untuk menabung di bank
syariah maka semakin besar intensinya untuk melakukan hal tersebut. Selain itu,
penelitian yang dilakukan oleh Rochmawati (2012) menemukan bahwa norma
subjektif berpengaruh terhadap intensi untuk menggunakan kartu kredit pada PNS
di lingkungan Universitas Brawijaya. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan
bahwa nasehat atau saran dari significant other menjadi salah satu pertimbangan individu untuk melakukan suatu perilaku.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat
dilihat bahwa norma subjektif memiliki peran dalam mempengaruhi intensi
seseorang untuk menampilkan perilaku, dimana dalam penelitian ini perilaku
menggunakan jasa fitness. Ketika norma subjektif yang ada di sekitar individu mendukung untuk menggunakan jasa fitness maka semakin tinggi intensi seseorang menampilkan perilaku menggunakan jasa fitness. Sebaliknya, jika norma subjektif tidak mendukung seseorang untuk menggunakan jasa fitness
maka semakin rendah pula intensi orang tersebut dalam menampilkan perilaku
menggunakan jasa fitness.
2.6.3. Dinamika Perceived Behavior Control terhadap Intensi
Perceived behavior control merupakan keyakinan individu tentang ada atau tidaknya faktor yang mendukung atau menghalangi tampilnya perilaku.
Keyakinan ini bisa saja didasari oleh pengalaman masa lalu ataupun informasi
sekunder tentang perilaku seperti informasi yang didapatkan dengan
mengobservasi pengalaman kenalan, teman, keluarga, dan lain-lain yang nantinya
control ditentukan oleh keyakinan seseorang mengenai faktor pendukung atau penghambat untuk melakukan suatu perilaku (control beliefs). semakin banyak faktor yang memfasilitasi untuk menampilkan perilaku seperti kesempatan
ataupun sumberdaya, maka semakin besar intensi individu untuk menampilkan
perilaku (Ajzen, 2005).
Perceived behavior control juga ditentukan oleh derajat seberapa besar faktor-faktor kontrol tersebut mempengaruhi keputusan seseorang untuk
melakukan perilaku tersebut atau tidak (power of control belief). Bila individu merasa mudah untuk menampilkan perilaku maka semakin besarlah intensinya,
sebaliknya jika individu merasa perilaku tersebut sulit untuk ditampilkan maka
semakin kecil intensi individu untuk menampilkan perilaku tersebut (Ajzen,
2005).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh
perceived behavior control terhadap intensi. Penelitian yang dilakukan oleh Mashithoh (2009) menemukan bahwa perceived behavior control mempengaruhi intensi atau minat seseorang untuk mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mas’ud (2012) menunjukkan bahwa
perceived behavioral control yang dimiliki nasabah bank berpengaruh signifikan dan positif terhadap keinginan menggunakan ATM. Hal ini mengindikasikan
bahwa semakin baik kontrol prilaku yang dipersepsikan nasabah bank terhadap
produk layanan bank, maka keinginan untuk menggunakan ATM BCA semakin
Putra (2012) menunjukkan bahwa intensi untuk membayar zakat dipengaruhi
perceived behavior control secara signifikan.
Kesimpulan yang didapat dari Theory of Planned Behavior oleh Ajzen (2005) dan hasil dari penelitan-penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa
perceived behavior control berperan dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Semakin tinggi perceived behavior control yang dimiliki seseorang terhadap perilaku penggunaan jasa
fitness, maka semakin tinggi intensinya untuk menggunakan jasa fitness, dan sebaliknya, jika semakin rendah perceived behavior control seseorang, maka intensinya untuk menggunakan jasa fitness semakin rendah.
2.6.4. Dinamika Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavior Control
terhadap Intensi
Intensi didefinisikan sebagai maksud, keinginan, pamrih, tujuan untuk
mencapai suatu tujuan (Chaplin, 1999). Intensi berfungsi untuk memprediksi
perilaku yang akan dimunculkan oleh individu sehingga dapat dikatakan bahwa
intensi merupakan prediktor munculnya perilaku tertentu (Ajzen, 2005).Semakin
besar intensi seseorang terhadap suatu perilaku, semakin besar juga kemungkinan
seseorang untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut.
Ajzen (2005) menyatakan terdapat 3 aspek yang mempengaruhi intensi
seseorang untuk menampilkan suatu perilaku, yaitu sikap, norma subjektif, dan
intensinya semakin besar untuk memunculkan perilaku tersebut. Norma subjektif
merupakan persepsi terhadap dorongan sosial untuk memunculkan suatu perilaku,
jika lingkungan sosial individu mendukung untuk memunculkan perilaku maka
semakin besar intensi individu memunculkan perilaku tersebut. Perceived behavioral control merupakan keyakinan individu terhadap faktor yang mendukung atau menghalangi perilaku, semakin tinggi faktor pendukung atau
semakin rendah faktor yang menghalangi munculnya perilaku maka semakin
besar intensi individu dalam menampilkan perilaku tersebut.
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat bagaimana sikap,
norma subjektif, dan perceived behavior mempengaruhi intensi berperilaku. Dari
penelitian yang dilakukan oleh Maradhona (2009) menunjukkan bahwa sikap,
norma subjektif, dan perceived behavior control secara bersamaan mempengaruhi intensi kepatuhan konsumen dalam membayar tagihan telepon. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Pratiwi (2014) menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif,
dan perceived behavior control secara bersamaan dan signifikan mempengaruhi intensi menggunakan bus Transjakarta pada karyawan Plaza Mandiri yang
memiliki kendaraan pribadi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rahmah
(2011) menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi membeli buku secara ilegal pada mahasiswa.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap, norma subjektif,
seseorang untuk menggunakan jasa fitness. Semakin positif sikap, norma subjektif yang mendukung, dan perceived behavior control yang positif terhadap perilaku penggunaan jasa fitness, maka intensi orang tersebut akan semakin tinggi untuk menggunakan jasa fitness, dan sebaliknya, semakin negatif sikap, norma subjektif yang tidak mendukung, dan perceived behavior control negatif seseorang terhadap penggunaan jasa fitness, maka akan semakin rendah juga intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa fitness.
2.7. HIPOTESIS
2.7.1. Hipotesis Utama :
Sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control secara bersama-sama berperan menjadi prediktor positif terhadap intensi penggunaan jasa fitness.
Semakin positif sikap, semakin tinggi norma subjektif, dan semakin besar
perceived behavior control yang dimiliki seseorang, maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa fitness.
2.7.2. Hipotesis Tambahan :
1. Sikap berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa fitness.
Semakin positif sikap seseorang terhadap perilaku menggunakan jasa fitness, maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa fitness.
2. Norma subjektif berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa
menggunakan jasa fitness, maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa fitness.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Penelitian
kuantitatif korelasional bertujuan untuk melihat sejauh mana variasi-variasi
dalam suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi dari faktor lain berdasarkan
koefisien korelasi (Azwar, 2010). Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode
dan alat pengumpulan data, validitas, reliabilitas, dan uji daya beda aitem, dan
metode analisis data.
3.1 IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Berikut adalah identifikasi variabel yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Variabel dependen : Intensi menggunakan jasa fitness
2. Variabel independen : 1) Sikap, 2) Norma subjektif, dan 3) Perceived behavior control
3.2 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
1. Intensi menggunakan jasa fitness adalah niat atau keinginan seseorang untuk menggunakan jasa fitness. Intensi menggunakan jasa fitness ini dapat diukur dengan menggunakan skala intensi menggunakan jasa fitness yang terdiri dari empat aspek yaitu target, action, context dan time. Hasil dari skala tersebut akan menunjukkan kesimpulan apakah subjek memiliki intensi yang
semakin tinggi skor skala yang diperoleh, maka semakin tinggi pula intensi
subjek untuk menggunakan jasa fitness. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah skor skala yang diperoleh, maka intensi subjek untuk menggunakan
jasa fitness semakin rendah.
2. Sikap adalah keyakinan yang dipegang oleh individu tentang suatu objek
dimana dalam penelitian ini adalah jasa fitness serta penilaian yang menunjukkan apakah individu menyukai atau tidak menyukai perilaku
menggunakan jasa fitness. Sikap dapat diukur dengan menggunakan skala sikap yang terdiri dari dua indikator sikap yaitu behavioral beliefs dan
outcome evaluation. Dari hasil skala sikap tersebut, dapat dilihat tingkat sikap yang dimiliki subjek melalui hasil kali skor total kedua aspek diatas.
Jika semakin tinggi skor skala yang diperoleh oleh subjek, maka semakin
positif sikap yang dimiliki subjek terhadap perilaku penggunaan jasa
fitness. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah skor skala yang diperoleh oleh subjek, maka semakin negatif sikap subjek terhadap perilaku
penggunaan jasa fitness.
3. Norma subjektif adalah pandangan individu tentang harapan significant others yang mendorong individu untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Norma subjektif dapat diukur dengan menggunakan skala
norma subjektif yang terdiri dari dua indikator yaitu normative belief dan
motivation to comply. Dari hasil skala norma subjektif tersebut, dapat dilihat tingkat norma subjektif yang dimiliki subjek melalui hasil kali skor kedua
menunjukkan bahwa norma subjektif mendukung subjek untuk melakukan
perilaku menggunakan jasa fitness. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah skor skala yang diperoleh oleh subjek menunjukkan bahwa norma subjektif
kurang atau tidak mendukung subjek untuk melakukan perilaku
menggunakan jasa fitness.
4. Perceived behavioral control adalah persepsi individu mengenai faktor yang mendukung atau menghalangi munculnya perilaku. Perceived behavioral control dapat diukur dengan menggunakan skala perceived behavioral control yang terdiri dari dua indikator yaitu control beliefs dan power of control beliefs. Dari hasil skala perceived behavioral control tersebut, dapat dilihat tingkat perceived behavioral control yang dimiliki subjek melalui hasil kali skor kedua aspek diatas. Jika semakin tinggi skor skala yang
diperoleh, maka semakin kuat perceived behavioral control yang dimiliki subjek untuk menampilkan perilaku menggunakan jasa fitness. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah skor skala yang diperoleh, maka semakin lemah
perceived behavioral control yang dimiliki subjek untuk menampilkan perilaku menggunakan jasa fitness.
3.3 POPULASI, SAMPEL, DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 3.3.1 Populasi Penelitian
Menurut Azwar (2010), populasi merupakan kelompok subjek yang akan
harus memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang sama sehingga dapat dibedakan
dengan kelompok subjek yang lain. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah
para peminat olahraga yang belum pernah menggunakan jasa fitness di Kota Medan.
3.3.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi, yang terdiri dari beberapa anggota
populasi. Penggunaan sampel dalam penelitian didasari atas pertimbangan
efisiensi sumber daya berupa waktu, tenaga, dan dana. Oleh karena itu, subjek
penelitian hanya diambil dari sampel dalam populasi bukan populasi secara
keseluruhan (Azwar, 2010). Sampel tentunya harus merepresentasi populasi atau
memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki oleh populasinya.
Agar mendapatkan sampel yang benar-benar merepresentasikan
populasinya maka dibutuhkan teknik khusus yang disebut teknik pengambilan
sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah non-probability sampling. Non-probability sampling merupakan suatu cara pengambilan sampel yang tidak diketahui berapa besarnya peluang yang akan
menjadi sampel dalam penelitian ini. Alasan peneliti menggunakan teknik non-probability sampling dikarenakan tidak diketahui berapa banyak populasi yang tidak menggunakan jasa fitness. Metode sampling yang akan digunakan adalah
purposive sampling. Metode ini merupakan salah satu teknik non-probability sampling dimana peneliti mengambil sampel yang memiliki karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian (Azwar, 2010). Ketika hendak memberi skala
apakah sampel belum pernah menggunakan jasa fitness, sejauh mana pengetahuan sampel terhadap fitness center, serta bagaimana pandangan sampel terhadap kesehatan. Hal ini dilakukan untuk menguji apakah sampel memiliki
kriteria yang harus dipenuhi. Adapun kriteria tersebut adalah:
• Sadar akan gaya hidup dan fisik yang sehat
• Belum pernah menggunakan jasa fitness
• Memiliki informasi tentang fitness center
Sebelum pembuatan skala, dilakukan teknik elisitasi salient belief dengan menggunakan sampel kecil sekitar 20 orang untuk mengetahui belief mereka terhadap jasa fitness. Kemudian, sampel besar diambil untuk mengisi skala data
penelitian. Secara tradisional, statistik menganggap jumlah sampel lebih dari 60
orang sudah cukup banyak (Azwar, 2010). Namun, supaya didapatkan data
statistik yang lebih akurat maka peneliti memutuskan untuk mengambil sampel
sebanyak 100 orang peminat olahraga di Kota Medan.
3.4 METODE PENGUMPULAN DATA
Franciss (2004) mengemukakan bahwa variabel dalam theory of planned behavior merupakan konstruk psikologis internal. Setiap variabel prediktor dapat diukur secara langsung yaitu dengan menanyakan subjek secara langsung
tentang sikapnya secara keseluruhan, ataupun secara tidak langsung yaitu dengan
menanyakan subjek berdasarkan aspek variabel secara spesifik. Oleh karena itu,
pengumpulan data dilaksanakan dalam dua tahap yaitu elisitasi salient belief dan skala Likert.
Elisitasi salient belief dilakukan untuk mengkonstruk belief yang umum mengenai penggunaan jasa fitness pada populasi penelitian. Hasil dari elisitasi
salient belief tersebut nantinya menjadi dasar untuk menyusun skala penelitian. Kemudian, skala disusun untuk mengungkap keyakinan subjek mengenai
perilaku menggunakan jasa fitness. Metode skala digunakan mengingat data yang ingin diukur berupa konstrak atau konsep psikologis yang dapat
diungkap secara tidak langsung melalui indikator- indikator perilaku yang
diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2007).
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 4
skala yaitu skala intensi, skala sikap, skala norma subjektif, dan skala perceived behavior control.
1. Skala intensi
Skala ini bertujuan untuk melihat intensi subjek sebagai kesimpulan apakah
subjek akan menampilkan perilaku ataupun tidak. Disusun atas 4 aspek yang
mempengaruhi intensi yakni action, context, time, dan target. Skala ini akan terdiri dari aitem dengan 5 pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Ragu-Ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) dan
Ragu-Ragu (R) 2 untuk pilihan jawaban Tidak Setuju (S), 1 untuk pilihan
[image:55.595.134.513.223.396.2]jawaban Sangat Tidak Setuju (STS).
Tabel 1. Blue Print Skala Intensi Sebelum Uji Coba Aspek-Aspek Komponen No. Aitem Jumlah
aitem
Bobot
Intensi
Target 1,2,3 3 25%
Context 4,5,6 3 25%
Action 7,8,9 3 25%
Time 10,11,12 3 25%
Total 12 100%
2. Skala Sikap
Skala ini disusun berdasarkan proses elisitasi salient belief mengenai keyakinan subjek terhadap konsekuensi menggunakan jasa fitness. Dari proses elisitasi didapatkan beberapa beliefs dan kemudian disusun menjadi skala sikap yang terdiri dari 2 aspek sikap menurut Ajzen (2005), yaitu outcome evaluation dan behavioral beliefs. Skala sikap ini menggunakan skala model Likert yang terdiri dari 10 aitem yang dibagi menjadi 5 aitem pada
masing-masing aspek. Aitem pada aspek behavioral beliefs terdiri dari pernyataan dengan 5 pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N),
(STS). Skala disajikan dalam bentuk pertanyaan favourable (mendukung) atau unfavourable (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari skor 1 sampai 5 . Bobot penilaian untuk pernyataan favourable yaitu: SS=5, S=4, N=3, TS=2, STS=1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan
[image:56.595.116.521.308.422.2]unfavourable yaitu: SS=1, S=2, N=3, TS=4, STS=5.
Tabel 2. Blue Print Skala Sikap Sebelum Uji Coba
Aspek-Aspek Komponen Favourabel UnfavourabelTotalBobot
Sikap
Outcome Evaluation 1,2,3,5,6 4,7 7 50%
BehavioralBeliefs 1,2,3,5,6 4,7 7 50%
Total 10 4 14 100%
3. Skala Norma Subjektif
Skala ini disusun berdasarkan proses elisitasi mengenai gambaran
dukungan sosial terhadap penggunaan jasa fitness. Dari hasil elisitasi dibentuklah skala norma subjektif yang terdiri dari 2 aspek menurut Ajzen
(2005) yaitu normative believ