• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Inisiasi Menyusu Dini, Asupan Gizi saat Hamil dan Tingkat Kecemasan dengan Kecepatan Produksi ASI Ibu Pascapersalinan di Bidan Praktek Mandiri Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Inisiasi Menyusu Dini, Asupan Gizi saat Hamil dan Tingkat Kecemasan dengan Kecepatan Produksi ASI Ibu Pascapersalinan di Bidan Praktek Mandiri Medan Tahun 2013"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI, ASUPAN GIZI SAAT HAMIL DAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KECEPATAN PRODUKSI

ASI IBU PASCAPERSALINAN DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Oleh

EKA SRIWAHYUNI 117032214/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN EARLY INITIATION OF BREASTFEEDING, NUTRIENT INTAKE DURING

PREGNANCY, AND ANXIETY LEVEL AND EARLY BREASTMILK PRODUCTION OF

POSTPARTUM MOTHERS IN BIDAN PRAKTEK MANDIRI

MEDAN, IN 2013

THESIS

By

EKA SRIWAHYUNI 117032214/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI, ASUPAN GIZI SAAT HAMIL DAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KECEPATAN PRODUKSI

ASI IBU PASCAPERSALINAN DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

EKA SRIWAHYUNI 117032214/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI, ASUPAN GIZI SAAT HAMIL DAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KECEPATAN

PRODUKSI ASI IBU PASCAPERSALINAN DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI MEDAN TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Eka Sriwahyuni Nomor Induk Mahasiswa : 117032214

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si)

Ketua Anggota

(dr. Yusniwarti Yusad, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

pada Tanggal : 26 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Anggota : 1. dr.Yusniwarti Yusad, M.Si

(6)

PERNYATAAN

HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI, ASUPAN GIZI SAAT HAMIL DAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KECEPATAN PRODUKSI

ASI IBU PASCAPERSALINAN DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

(7)

ABSTRAK

Pemberian ASI secara dini sangat dibutuhkan oleh bayi dalam meningkatkan daya tahan tubuhnya dan meningkatkan refleks bayi untuk merangsang hormon-hormon pemicu produksi ASI. Kecemasan ibu yang sering terjadi setelah proses persalinan dapat menghambat kerja hormon termasuk yang meningkatkan produksi ASI. Isapan bayi secara langsung diperlukan untuk merangsang hormon-hormon yang dapat meningkatkan produksi ASI.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan inisiasi menyusu dini, asupan gizi saat hamil dan tingkat kecemasan dengan kecepatan produksi ASI pada ibu pascapersalinan di Bidan Praktek Mandiri Medan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain potong lintang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 94 orang ibu pascapersalinan dengan menggunakan teknik consecutive sampling dimana data dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi dan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan analisis bivariat menggunakan Chi-Square pada tingkat kemaknaan α<0,05 dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan produksi ASI mayoritas berada pada kategori cepat sebesar 59,6%, inisiasi menyusu mayoritas dilakukan dengan tepat sebesar 75,5%, asupan gizi saat hamil mayoritas berada pada kategori cukup yaitu sebesar 60,6% dan tingkat kecemasan mayoritas berada pada kategori ringan yaitu sebesar 57,4% dan ketiganya memiliki hubungan dengan kecepatan produksi ASI secara signifikan. Uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa tingkat kecemasan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kecepatan produksi ASI dengan nilai OR (EXP {B}) sebesar 3,051.

Diharapkan kepada Bidan Praktek Mandiri Medan perlu adanya peningkatan penyampaian informasi mengenai manfaat ASI agar ibu pascapersalinan dapat meningkatkan motivasinya untuk memberikan ASI kepada bayinya sehingga meningkatkan rangsangan terhadap hormon-hormon yang dapat meningkatkan produksi ASI.

(8)

ABSTRACT

Early initiation of breastfeeding is needed by a newborn baby to increase the durability of its body and increase its reflection to stimulate the hormones of breastmilk production. The mother’s anxiety frequently occurs after delivery process that can inhibit the hormones’ work including hormone that increase breastmilk production. The factors that influencing the breastmilk production are nutritient, mother’s psychology and the baby’s suckling.

The objective of the research was to know the correlation of early breastfeeding initiation, nutrient intake during pregnancy, and the anxiety levels with breastmilk production of postpartum mothers in Bidan Praktek Mandiri Medan. The research used quantitative approach with cross-sectional design. The samples consisted of 94 postpartum mothers using consecutive sampling technique that The data were gathered by using observation and questionnaire forms. The data Analysis was using bivariate analysis with Chi-square test at the significance level of α<0.05 and multivariate analysis with multiple logistic regression test.

The result of the research showed that rate of early breastmilk production was majority in fast category (59.6%). The majority of breastfeeding initiation was done correctly (75.5%), the majority of nutrient intake during pregnancy was sufficient category (60.6%), and the majority of the anxiety level was mild category (57.4%), the three of them had significant correlation with breastmilk production. The result of multiple logistic regression test showed that the anxiety level had the most dominant influence on the early breastmilk production with the value of OR (EXP{�}) was 3.051.

It is recommended that Bidan Praktek Mandiri, Medan, increase the information about the benefit of breastmilk so that postpartum mothers can increase their motivation to be self-confident in giving exclusive breastmilk in order to stimulate the hormones which can increase breastmilk production.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Allah S.W.T atas berkat dan

rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga saya dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Hubungan Inisiasi Menyusu Dini, Asupan Gizi saat Hamil dan Tingkat Kecemasan dengan Kecepatan Produksi ASI Ibu Pascapersalinan di Bidan Praktek Mandiri Medan Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Dalam menyusun tesis ini saya mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan

dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(10)

4. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan

dr.Yusniwarti Yusad, M.Si selaku anggota Komisi Pembimbing yang dengan

penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan

waktu untuk membimbing saya mulai dari proposal hingga penulisan tesis

selesai.

5. Namora Lumongga Lubis M.Sc, Ph.D, dan Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes,

selaku Tim Penguji yang bersedia menguji, mengarahkan dan memberikan

masukan kepada saya guna penyempurnaan tesis ini mulai dari proposal hingga

penulisan tesis selesai.

6. Bidan pemilik Bidan Praktek Mandiri (BPM) beserta jajarannya yang telah

berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian dan sehingga tesis ini

selesai.

7. Ibu-ibu pascapersalinan yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini

sehingga penelitian dan tesis ini selesai.

8. Dosen dan Staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

9. Teristimewa buat seluruh keluarga tercinta, orang tua, mertua, suami terkasih

Sahrial Abdi, ST beserta anak-anak tersayang M. Dzakwan Yusuf Abdillah dan

M. Ibnu Sina yang selalu memberi doa, kasih sayang, motivasi dan berkorban

(11)

10.Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Angkatan 2011 Minat studi Kesehatan Reproduksi.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan

pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2013 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Eka Sriwahyuni, lahir pada tanggal 14 September 1983 di Dolok Masihul,

anak dari pasangan Ayahanda Azmain Jalaluddin dan ibunda Basyariah.

Pendidikan formal dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 102071

Dolok Masihul tamat Tahun 1995, Sekolah Menengah Pertama SMPN I Dolok

Masihul tamat Tahun 1998, Sekolah Perawat Kesehatan DepKes RI Medan tamat

Tahun 2001, Sekolah Akademi Kebidanan Medistra Lubuk Pakam Jalur Khusus

tamat Tahun 2005, D-IV Bidan Pendidik Poltekkes Kemenkes RI Medan tamat

Tahun 2010.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 dan menyelesaikan pendidikan tahun

2013.

Pada tahun 2001 - 2002 penulis bekerja sebagai Perawat Pelaksana di Rumah

Bersalin (RB) Khalijah Saragih Medan, tahun 2005 - 2006 bekerja sebagai Staf

Pengajar Laboratorium di Akademi Kebidanan Medistra Lubuk Pakam, tahun

2008-2010 bekerja sebagai Staf Pengajar di Akademi Kebidanan Mitra Husada Medan,

tahun 2008 sampai sekarang bekerja sebagai Bidan di BPM Eka Sriwahyuni, tahun

2011 sampai sekarang bekerja sebagai Staf Pengajar di STIKes Deli Husada Deli

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Air Susu Ibu (ASI) ... 10

2.1.1. Fisiologi Laktasi ... 10

2.1.2. Produksi ASI ... 12

2.1.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Produksi ASI ... 16

2.2. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ... 17

2.2.1. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini bagi Produksi ASI ... 20

2.2.2. Langkah-langkah Inisiasi Menyusu Dini ... 21

2.2.3. Mekanisme Menyusu ... 22

2.2.4. Tahapan Perilaku Bayi pada Saat Proses Inisiasi Menyusui Dini ... 24

2.3. Asupan Gizi Saat Hamil ... 27

2.3.1. Kebutuhan Makanan bagi Ibu Hamil ... 30

2.3.2. Angka Kecukupan Gizi pada Ibu Hamil ... 32

2.3.3. Penilaian Asupan Gizi ... 34

2.4. Tingkat Kecemasan pada Ibu Pascapersalinan ... 35

2.4.1. Penyebab Terjadinya Kecemasan pada Ibu Pascapersalinan ... 37

2.4.2. Reaksi dari Kecemasan ... 37

2.4.3. Tingkat Kecemasan ... 38

2.4.4. Gejala Klinis Kecemasan ... 39

2.4.5. Alat Ukur Kecemasan ... 40

(14)

2.5. Landasan Teori ... 43

2.6. Kerangka Konsep ... 45

2.7. Hipotesis ... 45

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 46

3.1. Jenis Penelitian ... 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.3. Populasi dan Sampel ... 46

3.3.1. Populasi ... 46

3.3.2. Sampel ... 47

3.4. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 49

3.4.1. Data Primer ... 49

3.4.2. Data Skunder ... 49

3.5. Defenisi Operasional ... 49

3.6. Metode Pengukuran ... 51

3.7. Pengolahan dan Metode Analisa Data ... 52

3.7.1. Pengolahan Data ... 52

3.7.2. Analisis Data ... 53

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 54

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 55

4.2. Karakteristik ... 57

4.3. Kecepatan Produksi ASI ... 58

4.4. Inisiasi Menyusu Dini ... 60

4.5. Asupan Gizi saat Hamil ... 61

4.6. Tingkat Kecemasan ... 61

4.7. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini, Asupan Gizi saat Hamil, dan Tingkat Kecemasan dengan Kecepatan Produksi ASI ... 62

4.8. Wawancara dengan Ibu Pascapersalinan ... 65

BAB 5. PEMBAHASAN ... 72

5.1. Kecepatan Produksi ASI ... 72

5.2. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini dengan Kecepatan Produksi ASI ... 77

5.3. Hubungan Asupan Gizi saat Hamil dengan Kecepatan Produksi ASI ... 83

5.4. Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kecepatan Produksi ASI 88

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

6.1. Kesimpulan ... 92

6.2. Saran ... 92

(15)
(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Daftar Kecukupan Makanan bagi Ibu Hamil . ... 31

2.2. Total Penambahan Berat Badan Selama Kehamilan yang Direkomendasikan dengan Menggunakan Indeks Massa Tubuh ... 32

2.3. Angka Kecukupan Gizi pada Ibu tidak Hamil dan Hamil. ... 33

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 50

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Penelitian ... 54

4.2. Distribusi Karakteristik Identitas Responden ... 58

4.3. Distribusi Hasil Observasi dan Jawaban Responden pada Variabel Kecepatan Produksi ASI ... 59

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Kecepatan Produksi ASI ... 60

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Inisiasi Menyusu Dini ... 60

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Asupan Gizi saat Hamil ... 61

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Tingkat Kecemasan ... 62

4.8. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini, Asupan Gizi saat Hamil dan Tingkat Kecemasan dengan Kecepatan Produksi ASI ... 64

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Instrumen Penelitian Produksi ASI ... 100

2. Instrumen Penelitian IMD ... 102

3. Instrumen Penelitian Asupan Gizi Saat Hamil ... 103

4. Instrumen Penelitian Tingkat Kecemasan ... 108

5. Master Data ... 111

6. Analisis Univariat ... 116

7. Analisis Bivariat ... 118

(19)

ABSTRAK

Pemberian ASI secara dini sangat dibutuhkan oleh bayi dalam meningkatkan daya tahan tubuhnya dan meningkatkan refleks bayi untuk merangsang hormon-hormon pemicu produksi ASI. Kecemasan ibu yang sering terjadi setelah proses persalinan dapat menghambat kerja hormon termasuk yang meningkatkan produksi ASI. Isapan bayi secara langsung diperlukan untuk merangsang hormon-hormon yang dapat meningkatkan produksi ASI.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan inisiasi menyusu dini, asupan gizi saat hamil dan tingkat kecemasan dengan kecepatan produksi ASI pada ibu pascapersalinan di Bidan Praktek Mandiri Medan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain potong lintang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 94 orang ibu pascapersalinan dengan menggunakan teknik consecutive sampling dimana data dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi dan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan analisis bivariat menggunakan Chi-Square pada tingkat kemaknaan α<0,05 dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan produksi ASI mayoritas berada pada kategori cepat sebesar 59,6%, inisiasi menyusu mayoritas dilakukan dengan tepat sebesar 75,5%, asupan gizi saat hamil mayoritas berada pada kategori cukup yaitu sebesar 60,6% dan tingkat kecemasan mayoritas berada pada kategori ringan yaitu sebesar 57,4% dan ketiganya memiliki hubungan dengan kecepatan produksi ASI secara signifikan. Uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa tingkat kecemasan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kecepatan produksi ASI dengan nilai OR (EXP {B}) sebesar 3,051.

Diharapkan kepada Bidan Praktek Mandiri Medan perlu adanya peningkatan penyampaian informasi mengenai manfaat ASI agar ibu pascapersalinan dapat meningkatkan motivasinya untuk memberikan ASI kepada bayinya sehingga meningkatkan rangsangan terhadap hormon-hormon yang dapat meningkatkan produksi ASI.

(20)

ABSTRACT

Early initiation of breastfeeding is needed by a newborn baby to increase the durability of its body and increase its reflection to stimulate the hormones of breastmilk production. The mother’s anxiety frequently occurs after delivery process that can inhibit the hormones’ work including hormone that increase breastmilk production. The factors that influencing the breastmilk production are nutritient, mother’s psychology and the baby’s suckling.

The objective of the research was to know the correlation of early breastfeeding initiation, nutrient intake during pregnancy, and the anxiety levels with breastmilk production of postpartum mothers in Bidan Praktek Mandiri Medan. The research used quantitative approach with cross-sectional design. The samples consisted of 94 postpartum mothers using consecutive sampling technique that The data were gathered by using observation and questionnaire forms. The data Analysis was using bivariate analysis with Chi-square test at the significance level of α<0.05 and multivariate analysis with multiple logistic regression test.

The result of the research showed that rate of early breastmilk production was majority in fast category (59.6%). The majority of breastfeeding initiation was done correctly (75.5%), the majority of nutrient intake during pregnancy was sufficient category (60.6%), and the majority of the anxiety level was mild category (57.4%), the three of them had significant correlation with breastmilk production. The result of multiple logistic regression test showed that the anxiety level had the most dominant influence on the early breastmilk production with the value of OR (EXP{�}) was 3.051.

It is recommended that Bidan Praktek Mandiri, Medan, increase the information about the benefit of breastmilk so that postpartum mothers can increase their motivation to be self-confident in giving exclusive breastmilk in order to stimulate the hormones which can increase breastmilk production.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberian makanan yang tepat dan optimal sangat penting untuk

kelangsungan hidup dan pertumbuhan bayi dan anak usia bawah dua tahun (baduta).

Menurut Global Strategy on Infant and Young Child Feeding / WHO tahun 2003,

pemberian makanan yang tepat adalah menyusui bayi sesegera mungkin setelah lahir,

memberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan, memberikan makanan pendamping

ASI yang tepat dan adekuat sejak usia 6 bulan, dan melanjutkan menyusui sampai

umur 2 tahun atau lebih.

Zat gizi yang terdapat pada ASI sangat bermanfaat bagi perkembangan

intelegensi bayi dan anak. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa anak-anak

yang mengkonsumsi ASI, rata-rata memiliki skor yang tinggi dalam intelegensi dan

perkembangannya dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan ASI (Neuman,

2008).

Menurut Edmon dkk tahun 2006, menyusui bayi sesegera mungkin setelah

lahir yang disebut inisiasi menyusu dini (IMD) dapat membantu meningkatkan daya

tahan tubuh si bayi karena air susu yang pertama keluar yang disebut kolostrum

mengandung zat kekebalan tinggi yang mampu melindungi bayi dari

penyakit-penyakit yang beresiko kematian tinggi, misalkan kanker saraf, leukemia, dan

(22)

Angka Kematian Bayi (AKB) baru lahir hingga mencapai 22 %. Kematian bayi baru

lahir yang terjadi dalam satu bulan pertama dapat dicegah bila bayi disusui oleh

ibunya dalam satu jam pertama kelahirannya. Dengan begitu maka diperkirakan

program IMD dapat menyelamatkan sekurang-kurangnya 30.000 bayi Indonesia

yang meninggal dalam bulan pertama kelahiran.

Di Indonesia, AKB memang telah menurun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup

pada tahun 2004 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI,

2007). Itu artinya setiap hari 250 bayi meninggal dan sekitar 175.000 bayi meninggal

sebelum mencapai usia satu tahun Sementara target yang akan dicapai sesuai

kesepakatan MDGs tahun 2015, angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran

hidup. Hal ini masih menunjukkan angka yang jauh dari harapan, (Kemenkes, 2012).

Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian bayi salah satunya

adalah menyusui bayi yang diawali dengan inisiasi menyusu dini dan melanjutkannya

dengan ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan. Rangsangan segera terhadap

puting susu yang berasal dari refleks isapan bayi diyakini mampu meningkatkan

kadar hormon prolaktin yang memberikan efek positif terhadap produksi ASI.

Menyusui terutama pada detik-detik pertama setelah persalinan membuat payudara

lebih responsif terhadap prolaktin yang membantu untuk pasokan ASI dalam jangka

panjang (Aprilia, 2011).

Sejalan dengan itu, penelitian yang dilakukan oleh Utami (2012) juga

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara inisiasi menyusu dini dengan

(23)

IMD hanya 3 ibu post partum yang waktu keluar ASI-nya lambat yaitu 3 jam post

partum. Dengan demikian keberhasilan ASI eksklusif akan mudah dicapai.

WHO (2012) menyatakan pemberian ASI eksklusif pada bayi kurang dari

enam bulan menunjukkan cakupan global yang rendah sebesar 37%. Cakupan yang

terendah yaitu di Afrika, di mana hanya satu dari tiga bayi kurang dari enam bulan

yang mendapat ASI eksklusif. Promosi inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif yang

baik memiliki potensi untuk memberikan kontribusi besar terhadap pencapaian

Milleniun Development Goals dan kelangsungan hidup anak. Program promosi

menyusui harus menekankan inisiasi menyusu dini serta pemberian ASI eksklusif.

Hal ini sudah menunjukkan relevansi khusus di sub-Sahara Afrika, dimana angka

kematian neonatal dan bayi tertinggi.

Dari berbagai sumber data ditemukan bahwa perkembangan cakupan

pemberian ASI Eksklusif di Indonesia masih rendah dan menunjukkan perkembangan

yang sangat lambat. Data Susenas 2010 menunjukkan bahwa baru 33,6% bayi kita

mendapatkan ASI, tidak banyak perbedaan dengan capaian di negara lain di Asia

Tenggara. Menurut Menteri Kesehatan RI dalam acara pembukaan Pekan ASI

Sedunia 2012 pencapaian ini memang kurang dapat dibanggakan. Sebagai

perbandingan, cakupan ASI Eksklusif di India saja sudah mencapai 46%, di Philipina

34%, di Vietnam 27% dan di Myanmar 24%

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2010,

cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan dan persentase bayi usia

(24)

meningkat. Provinsi dengan cakupan terendah adalah Aceh (49,6%), sedangkan

provinsi dengan cakupan tinggi diantaranya adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat

(79.7%), Nusa Tenggara Timur (77,4%) dan Bengkulu (77,5%) sementara Provinsi

Sumatera Utara sendiri mencapai (56,6%) (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Berdasarkan laporan dari 24 Dinas Kesehatan Provinsi tahun 2011, ada

4 provinsi (15,4%) di Indonesia yang sudah mencapai target nasional yaitu Provinsi

Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Bengkulu dan Sumatera Barat. Secara

nasional, dari 497 Kabupaten/Kota terdapat 73 (14.7%) Kabupaten/Kota yang telah

mencapai target pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan yaitu sebesar 67%

(Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara persentase

pemberian ASI Eksklusif pada bayi mulai tahun 2004 s/d 2008 tidak menunjukkan

peningkatan yang cukup memuaskan. Cakupan persentase bayi yang diberi ASI

Eksklusif dari tahun 2004-2007 cenderung menurun secara signifikan, namun pada

tahun 2008 ada peningkatan yang cukup berarti yaitu sebesar 10,33% dibandingkan

tahun 2007. (Dinas Kesehatan Sumatera Utara, 2009).

Menurut Kementrian Kesehatan (2012), Keberhasilan pemberian ASI

eksklusif dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pelayanan petugas kesehatan,

fasilitas menyusui di tempat kerja, pengetahuan dan keterampilan ibu, dukungan

keluarga dan masyarakat serta pengendalian pemasaran susu formula. Kenyataannya,

saat ini fasilitas pelayanan kesehatan yang sebelumnya telah mendapat akreditasi

(25)

yang di maksud adalah Rumah Sakit yang menerapkan 10 (LMKM) langkah menuju

keberhasilan menyusui, meskipun Pemerintah beserta para pakar kesehatan ibu dan

anak sudah mensosialisasikan standar dalam proses persalinan yang dikenal dengan

inisiasi menyusu dini. Oleh karena itu program inisiasi menyusu dini seharusnya

menjadi kegiatan rutin pada setiap persalinan yang memang dirancang untuk

mendukung keberhasilan pemberian ASI.

Upaya inisiasi menyusu dini yang dilakukan seharusnya memberikan

kontribusi yang positif terhadap keberhasilan ASI eksklusif. Dengan menyegerakan

menyusui diharapkan produksi ASI semakin banyak dan lancar. Namun dari hasil

wawancara sederhana pada survey pendahuluan yang dilakukan di bidan praktek

mandiri (BPM) Sumiariani Medan, 6 dari 10 ibu kebingungan ketika bayi mereka

menangis sedangkan ASI yang keluar belum lancar meskipun inisiasi menyusu dini

sudah dilakukan sebelumnya. Akhirnya ibu pun panik karena kasihan mendengar

tangisan sang bayi. Maka keputusan yang diambil adalah memberikan susu formula

pada bayi. Hal ini tentu saja akan menggagalkan ASI eksklusif.

Menurut Riksani, (2012) jumlah produksi ASI memang sedikit pada hari-hari

pertama pasca persalinan. Namun hal itu memang sesuai dengan kebutuhan bayi pada

hari-hari pertama yang belum membutuhkan banyak makanan. Hal ini semakin

menguatkan anggapan bahwa ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi sehingga bayi

sering menangis.

Menurut Prasetyo (2009) dalam Rahayu (2012), Faktor-faktor yang dapat

(26)

istirahat dan tidur, psikologis, dan teknik menyusui. Dengan kata lain selain praktek

inisiasi menyusu dini, beberapa faktor tersebut harus juga dipenuhi untuk mendukung

kelancaran produksi ASI termasuk keadaan psikologis.

Dalam proses menyusui terdapat dua proses penting yaitu proses

pembentukan air susu (the milk production reflex) dan proses pengeluaran air susu

(let down reflex) yang keduanya dipengaruhi oleh hormon yang diatur oleh

hypothalamus (Badriah, 2011). Sebagaimana pengaturan hormon yang lain,

hypothalamus akan bekerja sesuai dengan perintah otak dan bekerja sesuai emosi ibu

(Aprilia, 2011). Kondisi kejiwaan dan emosi ibu yang tenang sangat memengaruhi

produksi ASI. Jika Ibu mengalami stres, pikiran tertekan, tidak tenang, cemas, sedih,

dan tegang, produksi ASI akan berpengaruh secara signifikan (Riksani, 2012).

Bila terdapat kecemasan dan stress pada ibu meyusui maka akan terjadi suatu

blokade dari refleks pengeluaran hormon oksitosin / refleks let down. Apabila refleks

let down tidak sempurna, maka bayi yang haus jadi tidak puas. Ketidakpuasan ini

merupakan tambahan kecemasan bagi ibunya. Bayi yang haus dan tidak puas ini akan

berusaha untuk mendapatkan air susu yang cukup dengan cara menambah kuat

isapannya yang tidak jarang dapat menimbulkan luka-luka pada puting susu yang

sudah tentu luka-luka ini dirasakan sakit oleh ibunya yang juga menambah semakin

stress (Badriah, 2011).

Grajeda (2002), dalam penelitiannya tentang stres dan kecemasan selama

proses persalinan berhubungan dengan penundaan mulainya produksi ASI pada

(27)

ibu primipara yang mengalami stres dan kecemasan yang tinggi dibandingkan dengan

ibu yang stres dan kecemasannya rendah. Stres selama proses persalinan

memengaruhi penundaan mulainya produksi ASI secara signifikan.

Berdasarkan penelitian di China yang dilakukan oleh Zhu P tahun 2012

tentang mediasi pengaruh negatif stres biopsikososial pada ibu multigravida terhadap

durasi menyusui, menyatakan bahwa resiko kegagalan menyusui meningkat pada ibu

yang mengalami gaya hidup stres dari mulai trimester pertama kehamilannya.

Kegagalan menyusui tersebut disebabkan oleh ASI yang tidak keluar. Penelitian lain

yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Langer A tahun 1998

mengenai pengaruh dukungan psikologi selama persalinan, menyusui, intervensi

medis pada ibu di Mexico, bahwa dukungan psikologis yang diberikan oleh

pendamping persalinan berdampak positif pada proses menyusui dan lamanya

persalinan.

Menurut Arisman (2009), masa persiapan menyusui sudah harus dimulai sejak

masa kehamilan. Kepada calon ibu diajarkan cara memberikan air susu pertama,

upaya yang perlu dilakukan untuk memperbanyak ASI, serta cara perawatan payudara

selama menyusui. Banyak faktor yang menyebabkan air susu tidak keluar, mulai dari

faktor kecemasan mental sampai dengan penyakit fisik, termasuk malagizi. Jumlah

produksi ASI bergantung pada besarnya cadangan lemak yang tertimbun selama

hamil dan menyusui. Menurut Jelliffe (1966) yang dikutip oleh Arisman, rerata

volume ASI wanita berstatus gizi baik sekitar 700-800 cc. Sementara mereka yang

(28)

semasa kehamilan turut juga mempengaruhi produksi ASI sehingga harus juga

diperhatikan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti berasumsi bahwa ada hubungan inisiasi

menyusu dini, asupan gizi saat hamil dan ketenangan jiwa saat ibu menyusui dan

dengan kecepatan produksi ASI yang berkaitan dengan keberhasilan ibu menyusui

secara eksklusif sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul

“hubungan inisiasi menyusu dini, asupan gizi saat hamil dan tingkat kecemasan

dengan kecepatan produksi ASI pada ibu pascapersalinan di Bidan Praktek Mandiri

(BPM) Medan tahun 2013”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan

penelitian yaitu bagaimanakah hubungan inisiasi menyusu dini, asupan gizi saat

hamil dan tingkat kecemasan dengan kecepatan produksi ASI pada ibu

pascapersalinan di Bidan Praktek Mandiri (BPM) Medan tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan di atas, maka tujuan penelitian

adalah untuk mengetahui bagaimanakah hubungan inisiasi menyusu dini, asupan gizi

saat hamil dan tingkat kecemasan dengan kecepatan produksi ASI pada ibu

(29)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

Dengan diketahuinya hubungan inisiasi menyusu dini, asupan gizi saat hamil dan

tingkat kecemasan dengan kecepatan produksi ASI pada ibu pascapersalinan, maka

dapat dijadikan suatu kebijakan dalam mengatasi permasalahan kurangnya cakupan

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Susu Ibu (ASI)

ASI (Air Susu Ibu) merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar

payudara wanita melalui proses laktasi. ASI adalah satu jenis makanan yang

mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikososial maupun spiritual.

ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan tubuh, anti alergi, serta anti

inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan (Purwanti,

2004).

2.1.1. Fisiologi Laktasi

Proses laktasi dimulai pada saat persalinan, yaitu ketika hormon estrogen dan

progesteron menurun sedangkan prolaktin meningkat. Isapan bayi pada puting susu

memacu atau merangsang kelenjar hipofise anterior untuk memproduksi atau

melepaskan prolaktin sehingga terjadi sekresi ASI (Aprilia, 2010).

Proses menyusui secara penuh tidak segera terjadi setelah persalinan. Selama

dua atau tiga hari pertama sesudah melahirkan dikeluarkan kolostrum dalam jumlah

yang sedikit. Pada hari-hari berikutnya terjadi peningkatan cepat sekresi ASI, yang

umumnya mencapai puncak pada akhir minggu pertama sesudah melahirkan. Pada

ibu yang pertama sekali melahirkan (primipara), hal ini baru terjadi pada minggu

(31)

perkenalan yang dilanjutkan dengan periode pemeliharaan yang berlangsung lama

(King, 1993).

ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks. Selama

kehamilan, perubahan pada hormon berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu

untuk memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan mulai pada usia

kehamilan 6 bulan akan terjadi perubahan pada hormon yang menyebabkan payudara

mulai memproduksi ASI. Pada waktu bayi mulai mengisap ASI, akan terjadi dua

refleks pada ibu yang akan menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat dan jumlah

yang tepat pula (Bobak, 2004). Dua refleks tersebut adalah :

a. Refleks Prolaktin (Refleks Pembentukan atau Produksi ASI)

Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf akan memacu hipofise anterior

untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam aliran darah. Prolaktin memacu sel

kelenjar untuk sekresi ASI. Makin sering bayi mengisap makin banyak prolaktin

dilepas oleh hipofise, makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel kelenjar,

sehingga makin sering isapan bayi, makin banyak produksi ASI. Sebaliknya, jika

berkurang isapan bayi maka produksi ASI semakin kurang. Mekanisme ini disebut

mekanisme “supply and demand” (Neville, 1983).

b. Refleks Oksitosin (Refleks Pengaliran atau Pelepasan ASI / Let Down Reflex)

Setelah diproduksi oleh sumber pembuat susu, ASI akan dikeluarkan dari

sumber pembuat susu dan dialirkan ke saluran susu. Pengeluaran ASI ini terjadi

(32)

untuk keluar. Penyebab otot-otot itu mengerut adalah suatu hormon yang dinamakan

oksitoksin.

Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf memacu hipofise posterior

untuk melepas hormon oksitosin dalam darah. Oksitosin memacu sel-sel myoepithel

yang mengelilingi alveoli dan duktuli untuk berkontraksi, sehingga mengalirkan ASI

dari alveoli ke duktuli menuju sinus dan puting. Dengan demikian sering menyusui

penting untuk pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement (payudara

bengkak), tetapi justru memperlancar pengaliran ASI.

Hal penting adalah bahwa bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila hanya

mengandalkan refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin saja. Ia harus dibantu

refleks oksitosin. Bila refleks ini tidak bekerja maka bayi tidak akan mendapatkan

ASI yang memadai, walaupun produksi ASI-nya cukup. Refleks oksitosin lebih rumit

dibanding refleks prolaktin. Pikiran, perasaan dan sensasi seorang ibu akan sangat

memengaruhi refleks ini. Perasaan ibu dapat meningkatkan dan juga menghambat

pengeluaran oksitosin (Neville, 1983).

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan refleks let down adalah : melihat bayi,

mendengarkan suara bayi, mencium bayi, dan memikirkan bayi. Sedangkan

faktor-faktor menghambat refleks let down adalah : stress, seperti keadaan bingung/pikiran

kacau, takut dan cemas (Soetjiningsih, 1997).

2.1.2. Produksi ASI

Menurut Purwanti tahun 2004, pada bulan terakhir kehamilan

(33)

pertama sejak bayi lahir akan dapat menghasilkan 50-100 ml sehari dan jumlah akan

terus bertambah sehingga mencapai 400-450 ml pada waktu mencapai usia minggu

kedua.

Soetjiningsih (1997) menjelaskan bahwa pada hari-hari pertama biasanya ASI

belum keluar, bayi cukup disusui selama 5 menit untuk merangsang produksi ASI

dan membiasakan puting susu diisap oleh bayi. Setelah produksi ASI cukup bayi

dapat menyusu selama 10-15 menit dan jumlah ASI yang terhisap bayi pada 5 menit

pertama adalah ± 112 ml, 5 menit kedua 64 ml dan 5 menit terakhir hanya ± 15 ml.

Pada prinsipnya menyusui bayi adalah tanpa jadwal (on demand) karena bayi akan

menentukan sendiri kebutuhannya. Pada awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal

yang tidak teratur, tetapi selanjutnya akan memiliki pola tertentu yang dilakukan

dengan frekuensi 2-3 jam sekali, sehingga sedikitnya dilakukan 7 kali menyusui

dalam sehari setelah 1-2 minggu kemudian.

Produksi ASI selama periode menyusui mengalami beberapa perubahan

dengan karakteristik dan komposisi berbeda yaitu kolostrum, ASI transisi, dan ASI

matang (mature). Kolostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara

setelah melahirkan (4-7 hari) dengan volume 150 – 300 ml/hari. ASI transisi adalah

ASI yang dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari) dimana kadar lemak, laktosa dan

protein lebih tinggi sedangkan mineral lebih rendah. Sedangkan ASI matang adalah

ASI yang dihasilkan ≥ 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu 300

(34)

Untuk menilai produksi ASI dapat merujuk pada volume ASI yang

dikeluarkan oleh payudara. ASI yang telah diproduksi disimpan di dalam gudang

ASI. Selanjutnya ASI dikeluarkan dari payudara kemudian dialirkan ke bayi.

Banyaknya ASI yang dikeluarkan oleh payudara dan diminum oleh bayi, diasumsikan

sama dengan produksi ASI (Lawrence A., 2004 dalam Soetjiningsih, 1997).

Penilaian terhadap produksi ASI dapat menggunakan beberapa kriteria

sebagai acuan untuk mengetahui keluarnya ASI dan jumlahnya mencukupi bagi bayi

pada 2- 3 hari pertama kelahiran, diantaranya adalah sebelum disusui payudara ibu

terasa tegang, ASI yang banyak dapat keluar dari puting dengan sendirinya,

sedangkan ASI yang kurang dapat dilihat saat stimulasi pengeluaran ASI dan ASI

yang keluar hanya sedikit, bayi baru lahir yang cukup mendapatkan ASI maka

BAK-nya selama 24 jam minimal 6-8 kali, warna urin kuning jernih, jika ASI cukup setelah

menyusu maka bayi tertidur atau tenang selama 2- 3 jam (Bobak, 2004).

Indikator lain untuk melihat bahwa produksi ASI mencukupi bagi bayi adalah

karakteristik dari BAB bayi. Pada 24 jam pertama bayi mengeluarkan BAB yang

berwarna hijau pekat, kental dan lengket, yang dinamakan dengan mekonium, BAB

ini berasal dari saluran pencernaan bayi, serta cairan amnion (Hockenberry, 2009

dalam Purnama, 2013).

Pola eliminasi bayi tergantung dari intake yang bayi dapatkan. Bayi yang

meminum ASI, umumnya pola BAB-nya 2-5 kali perhari. BAB yang dihasilkan

(35)

sedangkan bayi yang mendapatkan susu formula, umumnya pola BAB-nya hanya 1

kali sehari dan BAB berwarna putih pucat (Matteson, 2001 dalam Purnama, 2013).

Pengukuran volume ASI dapat juga dilakukan dengan cara lain yaitu:

a. Memerah ASI dengan Tangan

Memerah ASI dengan tangan disebut juga dengan teknik Marmet. Dengan

pijitan dua jari sendiri, ASI bisa keluar lancar dan membutuhkan waktu sekitar 15

menit pada masing-masing payudara. Cara ini sering disebut juga dengan back to

nature karena caranya sederhana, lebih mudah, lebih cepat dan tidak membutuhkan

biaya. Caranya adalah menyiapkan wadah bersih yang siap pakai untuk

mengumpulkan ASI dan menempatkan tangan ibu di salah satu payudara, tepatnya di

tepi areola untuk melakukan masase ringan dan meregangkan puting sedikit untuk

memungkinkan hormon mengalir. Posisi ibu jari terletak berlawanan dengan jari

telunjuk. Tekan tangan ke arah dada, lalu dengan lembut tekan ibu jari dan telunjuk

bersamaan. Pertahankan agar jari tetap di tepi areola, jangan sampai menggeser ke

puting. Ulangi secara teratur untuk memulai aliran susu. Putar perlahan jari di

sekeliling payudara agar seluruh saluran susu dapat tertekan. Ulangi pada sisi

payudara lain, dan jika diperlukan, pijat payudara di antara waktu-waktu pemerasan.

Ulangi pada payudara pertama, kemudian lakukan lagi pada payudara kedua. Letakan

wadah penampung yang sudah disterilkan di bawah payudara yang diperas, kemudian

(36)

b. Pemompa ASI

Cara menampung atau mengukur ASI yang paling baik dan efektif dengan

menggunakan alat pemompa ASI elektrik namun harganya relatif mahal. Ada cara

lain yang lebih terjangkau yaitu piston atau pompa berbentuk suntikan. Prinsip kerja

alat ini memang seperti suntikan, hingga memiliki keunggulan, yaitu setiap jaringan

pompa mudah sekali dibersihkan dan tekanannya bisa diatur. Pompa-pompa yang ada

di Indonesia jarang berbentuk suntikan, lebih banyak berbentuk squeeze and bulb.

Bentuk squeeze and bulb tidak dianjurkan oleh banyak ahli ASI. Karena pompa

seperti ini sulit dibersihkan bagian bulb-nya (bagian belakang yang bentuknya

menyerupai bohlam) karena terbuat dari karet hingga tak bisa disterilisasi. Selain itu,

tekanannya tak bisa diatur, hingga tak bisa sama/rata (Maryunani, 2012).

2.1.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi ASI

Faktor-faktor yang memengaruhi produksi ASI antara lain : (1) persiapan fisik

dan mental yang baik dari ibu dan memahami manajemen laktasi hingga ibu

benar-benar termotivasi untuk menyusui, (2) isapan segera bayi baru lahir dapat segera

merangsang refleks produksi ASI dan pengeluaran ASI, (3) rawat gabung ibu dengan

bayi memungkinkan ibu melakukan pemberian ASI sesering mungkin untuk

meningkatkan produksi ASI (on deman feeding) dan bukan dijadwal (scheduled), (4)

perawatan puting susu semasa hamil mulai enam minggu terakhir kehamilan

membantu puting susu menonjol keluar sehingga memudahkan bayi untuk menyusu,

(37)

tetap lancar, (6) keadaan gizi ibu semasa hamil memengaruhi kelancaran produksi

ASI (Rahmah, 2005).

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang di makan ibu, faktor

psikis dan isapan bayi. Apabila ibu makan secara teratur dan cukup mengandung gizi

yang diperlukan dapat meningkatkan produksi ASI, karena kelenjar pembuat ASI

tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup. Kejiwaan ibu yang

selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk

ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi

produksi ASI. Isapan bayi juga akan merangsang otot polos payudara untuk

berkontraksi yang kemudian merangsang susunan saraf disekitarnya dan meneruskan

rangsangan ini ke otak. Otak akan memerintahkan kelenjar hipofise posterior untuk

mengeluarkan hormon pituitari lebih banyak, sehingga kadar hormon estrogen dan

progesteron yang masih ada menjadi lebih rendah. Pengeluaran hormon pituitari yang

lebih banyak akan memengaruhi kuatnya kontraksi otot-otot polos payudara dan

uterus. Kontraksi otot – otot polos payudara berguna mempercepat pembentukan ASI,

sedangkan kontraksi otot – otot polos uterus berguna untuk mempercepat involusi

(Rahayu, 2012).

2.2. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Inisiasi menyusu dini adalah pemberian air susu ibu yang dimulai segera

setelah bayi lahir. Setelah tali pusat dipotong, bayi diletakkan tengkurap didada ibu

(38)

ibunya dan menetap selama setidaknya 1 jam bahkan lebih sampai bayi dapat

menyusu sendiri / tidak disodorkan ke puting susu ibunya (Depkes RI, 2012).

Inisiasi menyusu dini (early initiation) menurut Roesli tahun 2012 adalah

permulaan kegiatan menyusu dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Inisiasi

menyusu dini juga biasa diartikan sebagai cara bayi menyusu dengan usaha sendiri

dengan kata lain menyusu bukan disusui. Cara bayi melakukan inisiasi menyusui dini

dinamakan The Best Crawl atau merangkak mencari payudara.

Inisiasi menyusu dini dalam satu jam kelahiran adalah salah satu dari sepuluh

langkah untuk sukses menyusui yang menjadi dasar WHO/UNICEF yang

diimplementasikan pada program “baby friendly hospital initiatif” (BFHI) pada tahun

2009 di Geneva. Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui menurut WHO

tersebut adalah : 1) menetapkan kebijakan peningkatan pemberian air susu ibu yang

secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas; 2) melakukan pelatihan bagi

petugas untuk menerapkan kebijakan tersebut; 3) memberikan penjelasan kepada ibu

hamil tentang manfaat menyusui dan tatalaksananya dimulai sejak masa kehamilan,

masa bayi lahir, sampai umur 2 tahun; 4) membantu ibu mulai menyusui bayinya

dalam 60 menit setelah melahirkan di ruang bersalin; 5) membantu ibu untuk

memahami cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu

dipisah dari bayi atas indikasi medis; 6) tidak memberikan makanan atau minuman

apapun selain ASI kepada bayi baru lahir; 7) melaksanakan rawat gabung dengan

mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari; 8) membantu ibu menyusui semau

(39)

memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI; 10) mengupayakan

terbentuknya Kelompok Pendukung ASI di masyarakat dan merujuk ibu kepada

kelompok tersebut ketika pulang dari Rumah Sakit/Rumah Bersalin/Sarana Pelayanan

Kesehatan.

Proses menyusu pada bayi baru lahir merupakan keterpaduan antara tiga

refleks yaitu refleks mencari (Rooting refleks), refleks mengisap (Sucking refleks),

refleks menelan (Swallowing refleks) dan bernafas. Bayi baru lahir yang langsung

dibiarkan menyusu secara dini memiliki refleks menyusu lebih baik. Apabila

dilakukan tindakan terlebih dahulu seperti ditimbang, diukur atau dimandikan, refleks

menyusu akan hilang 50%, apalagi langsung dipisahkan dari ibunya, maka refleks

menyusu akan hilang 100%. Dengan inisiasi menyusu dini akan mencegah

terlewatnya refleks menyusu dan meningkatkan refleks menyusu secara optimal

(Gupta, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Mashudi tahun 2011, juga menunjukkan

bahwa bayi yang begitu lahir dilakukan teknik IMD pada usia 50 menit mampu

menyusu lebih baik, sedangkan bayi yang tidak dilakukan teknik IMD pada usia yang

sama 50 % tidak dapat menyusu dengan baik. Pada usia enam bulan dan setahun, bayi

yang diberi kesempatan menyusu dini, hasilnya 59% dan 38% yang masih disusui.

Sedangkan bayi yang tidak diberi kesempatan menyusu dini pada usia yang sama

tinggal 29% dan 8% yang masih disusui. Dengan begitu IMD merupakan langkah

(40)

2.2.1. Manfaat Inisiasi Menyusui Dini bagi Produksi ASI

Inisiasi menyusu dini merupakan cara yang efektif untuk merangsang

payudara agar lebih cepat memproduksi susu yang sudah dibuktikan oleh beberapa

penelitian. Penundaan proses menyusu pada beberapa jam postpartum dapat

mengahalangi keberhasilan menyusui (Roesli, 2012).

Menurut Bystrova dkk tahun 2007, isapan dini pada payudara menunjukkan

pengaruh positif terhadap produksi ASI terlepas dari berapapun jumlah paritasnya.

Pada primigravida ataupun multigravida yang menyusui dalam 2 jam pertama

persalinan mendapatkan jumlah air susu lebih banyak sampai hari keempat persalinan

dibandingkan yang tidak melakukannya. Banyaknya jumlah ASI yang diproduksi ini

dapat membantu keberhasilan ASI eksklusif.

Nakao dkk tahun 2008, menemukan manfaat dilakukannya inisiasi menyusu

dini melalui penelitiannya yaitu dapat mempertahankan lamanya menyusui oleh

karena produksi ASI yang memadai. Penelitian yang dilakukan pada 318 ibu yang

berpartisipasi dalam pemeriksaan fisik bayi mereka yang berusia empat bulan di

Nagasaki Jepang, menunjukkan hubungan yang signifikan antara waktu pertama

menyusui setelah lahir dikaitkan dengan proporsi ibu menyusui secara penuh selama

mereka tinggal di klinik/rumah sakit (p = 0,006), pada satu bulan (p = 0,004) dan

pada empat bulan setelah kelahiran (p = 0,003).

Wulandari (2009) dalam penelitiannya menemukan ibu yang dilakukan

tindakan IMD pada persalinannya ternyata menunjukkan produksi ASI dengan

(41)

produksi ASI. Sentuhan dari bayi juga merangsang hormon lain yang membuat ibu

menjadi tenang, relaks dan mencintai bayi, serta merangsang pengaliran ASI dari

payudara.

Melalui sentuhan, isapan dan jilatan bayi pada puting susu ibu akan

merangsang pengeluaran hormon oksitosin secara signifikan yang merangsang

kontraksi rahim, produksi susu untuk memastikan pemberian ASI dalam waktu satu

jam setelah melahirkan dan memberikan manfaat sekaligus bagi ibu dan bayi.

Oksitosin merangsang pengaliran ASI dari payudara dan merangsang hormon lain

yang membantu ibu menjadi lebih tenang, rileks, euphoria, meningkatkan ambang

rasa nyeri, dan mencintai bayinya. (Gupta, 2007).

Menurut Vinther tahun 1997, refleks oksitosin membuat ASI mengalir dan

berkumpul di areola di belakang puting susu. Ketika bayi menyusu, sentuhan mulut

bayi pada puting susu dan areola merangsang kelenjar pituitary posterior yang

menghasilkan oksitosin ke dalam peredaran darah. Hal ini menyebabkan sel mioepitel

sekitar pabrik susu terangsang untuk menghasilkan susu. Semakin cepat dan sering

puting susu mendapatkan rangsangan maka akan semakin cepat menghasilkan ASI

dan meningkatkan produksi ASI.

2.2.2. Langkah-Langkah Inisiasi Menyusu Dini

Menurut Roesli tahun 2012, inisiasi menyusu dini dilakukan segera setelah

bayi lahir dan menangis, bayi diletakkan di perut ibu, kemudian seluruh tubuh bayi

dikeringkan termasuk kepala dengan secepatnya kecuali kedua tangannya. Tali pusat

(42)

tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi. Tanpa dibedong, bayi

langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit

ibu. Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu, bayi diberi topi untuk

mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya. Jika belum menemukan puting

payudara ibunya dalam satu jam, biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit

ibunya sampai berhasil menyusu pertama. Bayi dipisahkan dari ibunya untuk

ditimbang, diukur, dan dicap setelah satu jam menyusu awal. Ibu dan bayi dirawat

gabung dalam satu kamar. Selama 24 jam ibu dan bayi tetap tidak dipisahkan dan

bayi selalu dalam jangkauan ibu.

2.2.3. Mekanisme Menyusu

Menurut Soetjiningsih tahun 1997 bayi yang sehat mempunyai tiga refleks

intrinsik yang diperlukan untuk berhasil menyusu seperti :

a. Rooting reflex, yaitu refleks mencari puting. Bila pipi bayi disentuh, ia akan

menoleh ke arah sentuhan. Bila bibir bayi disentuh ia akan membuka mulut dan

berusaha untuk mencari puting untuk menyusu. Lidah keluar dan melengkung

menangkap puting dan areola.

b. Suckling reflex, yaitu refleks menghisap. Refleks terjadi karena rangsangan puting

pada pallatum durum bayi bila aerola masuk ke dalam mulut bayi. Areola dan

puting tertekan gusi, lidah dan langit-langit, sehingga menekan sinus laktiferus

yang berada di bawah areola. Selanjutnya terjadi gerakan peristaltik yang

(43)

c. Swallowing reflex, yaitu refleks menelan ASI dalam mulut bayi menyebabkan

gerakan otot menelan. Pada bulan-bulan terakhir kehamilan sering ada sekresi

kolostrum pada payudara ibu hamil.

Pada saat ASI keluar dari puting susu, akan disusul dengan gerakan mengisap

yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga pengeluaran air susu bertambah dan

diteruskan dengan mekanisme menelan masuk ke lambung. Keadaan yang berbeda

akan terjadi pada bayi yang diberi susu botol dimana rahang mempunyai peranan

sedikit didalam menelan dot botol, sebab susu dengan mudah mengalir dari lubang

dot. Dengan adanya gaya berat yang disebakan oleh posisi botol yang dipegang ke

arah bawah dan selanjutnya dengan adanya isapan pipi, kesemuanya ini akan

membantu aliran susu, sehingga tenaga yang diperlukan oleh bayi untuk mengisap

susu menjadi minimal.

Kebanyakan bayi-bayi yang masih baru belajar menyusu pada ibunya,

kemudian dicoba dengan susu botol secara bergantian, maka bayi tersebut akan

menjadi bingung puting (nipple confusion). Sehingga sering bayi menyusu pada

ibunya dengan cara menyusu seperti mengisap dot botol. Keadaan ini berakibat

kurang baik dalam pengeluaran ASI. Oleh karena itu jika terpaksa bayi tidak bisa

langsung disusui oleh ibunya pada awal kehidupan, sebaiknya bayi diberi minum

melalui sendok, cangkir atau pipet tetes, sehingga bayi tidak mengalami bingung

(44)

2.2.4. Tahapan Perilaku Bayi pada saat Proses Inisiasi Menyusu Dini

Menurut Roesli (2012), jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan

di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya

satu jam, semua bayi akan melalui lima tahapan perilaku (pre-feeding behaviour)

sebelum ia berhasil menyusu diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Dalam 30 menit pertama; stadium istirahat/diam tidak bergerak. Sesekali matanya

terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan

penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan di luar

kandungan. Bonding (hubungan kasih sayang ) ini merupakan dasar pertumbuhan

bayi dalam suasana aman yang dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap

kemampuan menyusui dan mendidik bayinya.

b. Antara 30-40 menit; Mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum,

mencium, dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang

ada ditangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu.

Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting

susu ibu.

c. Mengeluarkan air liur; saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya, bayi

mulai mengeluarkan air liurnya.

d. Bayi mulai bergerak ke arah payudara; Areola sebagai sasaran, dengan kaki

menekan perut ibu. Ia menjilat-jilat kulit ibu, menghentakan-hentakkan kepala ke

dada ibu, menoleh ke kanan dan kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting

(45)

e. Menemukan, menjilat, membuka mulut lebar, mengulum puting, dan melekat

dengan baik.

UNICEF (2007) menyebutkan inisiasi menyusu dini disebut juga sebagai

proses Breast crawl. Dalam sebuah publikasi yang berjudul Breast Crawl: A

Scientific Overview, ada beberapa hal yang menyebabkan bayi mampu menemukan

sendiri puting Ibunya, dan mulai menyusui, yaitu:

a. Sensory Inputs

Indera yang terdiri dari penciuman; terhadap bau khas Ibunya setelah

melahirkan, penglihatan; karena bayi baru dapat mengenal pola hitam putih, bayi

akan mengenali puting dan wilayah areola ibunya karena warna gelapnya. Berikutnya

adalah indera pengecap; bayi mampu merasakan cairan amniotic yang melekat pada

jari-jari tangannya, sehingga bayi pada saat baru lahir suka menjilati jarinya sendiri.

Kemudian, dari indera pendengaran; sejak dari dalam kandungan suara ibu adalah

suara yang paling dikenalnya. Dan yang terakhir dari indera perasa dengan sentuhan;

sentuhan kulit-ke-kulit antara bayi dengan ibu adalah sensasi pertama yang memberi

kehangatan, dan rangsangan lainnya.

b. Central Component

Otak bayi yang baru lahir sudah siap untuk segera mengeksplorasi

lingkungannya, dan lingkungan yang paling dikenalnya adalah tubuh ibunya.

Rangsangan ini harus segera dilakukan, karena jika terlalu lama dibiarkan, bayi akan

(46)

dari ibunya, akan lebih sering menangis daripada bayi yang langsung ditempelkan ke

tubuh ibunya.

c. Motor Outputs

Bayi yang merangkak di atas tubuh ibunya, merupakan gerak yang paling

alamiah yang dapat dilakukan bayi setelah lahir. Selain berusaha mencapai puting

ibunya, gerakan ini juga memberi banyak manfaat untuk sang Ibu, misalnya

mendorong pelepasan plasenta dan mengurangi pendarahan pada rahim Ibu.

Tidak semua ibu dapat melakukan inisiasi menyusu dini. Bayi dan ibu yang

dapat melakukan inisiai menyusu dini harus memenuhi syarat/kriteria sebagai berikut

: a) lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong, b) bila lahir dengan

tindakan, maka inisiasi menyusu dini dilakukan setelah bayi cukup sehat, dan refleks

mengisap baik, c) bayi yang lahir dengan sectio cesarea dengan anestesia umum,

inisiasi menyusu dini dilakukkan segera setelah kondisi ibu dan bayi stabil, d) bayi

tidak asfiksia setelah lima menit pertama (nilai apgar minimal 7), e) umur 37 minggu

atau lebih, f) berat lahir 2500 gram atau lebih, f) tidak terdapat tanda-tanda infeksi

intrapartum, h) bayi dan ibu sehat.

Jika tidak memenuhi kriteria diatas, maka inisiasi menyusu dini tidak bisa

dilakukan misalnya pada : a) bayi yang prematur, b) bayi berat lahir kurang dari

2000-2500 gram, c) bayi dengan sepsis, d) bayi dengan gangguan nafas, e) bayi

(47)

2.3. Asupan Gizi saat Hamil

Asupan gizi selama kehamilan sangat penting karena tidak hanya berpengaruh

pada kesehatan ibu dan bayinya selama kehamilan tetapi juga memberikan dampak

langsung pada proses laktasi (WHO, 1998). Oleh karena itu persiapan ibu untuk masa

menyusui sudah harus dimulai sejak awal kehamilan. Banyaknya perubahan tubuh

yang terjadi selama kehamilan termasuk membesarnya payudara untuk

mempersiapkan penyediaan air susu ibu, tentu saja perlu disertai dengan bantuan

asupan makanan yang bergizi. Asupan makanan dapat memenuhi kebutuhan zat gizi

dalam ASI, untuk memproduksi ASI dan untuk kesehatan ibu sendiri. (Almatsier,

2011).

Selama kehamilan, ada kecenderungan peningkatan massa jaringan adiposa

pada wanita hamil untuk persiapan menyusui. Sintesis asam lemak pada jaringan

adiposa meningkat selama kehamilan dan menurun selama menyusui. Selama

menyusui, tempat penyimpanan (jaringan adiposa) ini digunakan untuk menyediakan

keperluan untuk sintesis susu. Kekurangan makanan pada tahap ini memiliki tiga efek

yang terjadi pada kelenjar payudara, yaitu : 1) malagizi akut dan kronis diperkirakan

dapat mengurangi volume dan produksi ASI, 2) malagizi akut menurunkan sintesis

asam lemak oleh kelenjar payudara yang mengakibatkan pemanfaatan cadangan

lemak tubuh terhadap sintesis trigliserida menjadi terganggu, 3) ibu hamil dengan

malagizi terbukti mengurangi pertumbuhan jaringan payudara yang tentu saja akan

(48)

Menurut Badriah (2011), status gizi ibu yang kurang pada saat menyusui tidak

berpengaruh besar terhadap mutu ASI, tetapi pada volumenya. Kondisi ini karena

proses pembentukan ASI sudah dimulai sejak kehamilan, sehingga gizi pada masa

kehamilan pun turut berpengaruh. Asupan energi ibu menyusui yang kurang dari

1500 kalori per hari dapat menurunkan produksi ASI sebesar 15%. Ibu dengan

masalah gizi kurang tetap mampu memproduksi ASI secara normal, namun jika gizi

kurang ini berlangsung berkepanjangan dapat memengaruhi beberapa zat gizi yang

terdapat pada ASI. Kuantitas komponen imun dalam ASI pun akan menurun seiring

memburuknya status gizi ibu.

Untuk mengevaluasi apakah produksi ASI dapat ditingkatkan dengan

meningkatkan asupan makanan. Secara acak, percobaan suplementasi diberikan pada

102 orang ibu menyusui di Guatemala. Subjek penelitian adalah ibu menyusui yang

mengalami malagizi, yang diketahui melalui nilai lingkar betis mereka yang rendah

dan berat badan bayi saat lahir yang rendah. Suplemen energi tinggi dan rendah

diberikan selama 5 sampai 25 minggu laktasi. Data dianalisis untuk mengukur

signifikansi varians pada peningkatan lingkar betis dari nilai awal untuk setiap

variabel hasil dengan uji statistik satu arah. Penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa

produksi ASI dan durasi menyusui secara eksklusif pada wanita yang mengalami

malagizi dapat ditingkatkan dengan pemberian makanan tambahan (Cossio, 1998).

Penelitian Siregar (2004) mengatakan ibu yang kekurangan gizi akan

mengakibatkan menurunnya jumlah ASI dan akhirnya berhenti. Hal ini disebabkan

(49)

untuk menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya, yang kelak akan digunakan

sebagai salah satu komponen ASI dan sebagai sumber energi selama menyusui.

Menurut International of medicine (IOM) tahun 1990, secara umum cadangan

lemak selama kehamilan dibutuhkan untuk proses laktasi yang optimal. Walaupun

pada beberapa penelitian hanya menemukan hubungan yang sedikit antara produksi

ASI dengan status gizi ibu saat laktasi. Dalam penelitian yang dilakukandi Amerika,

bahwa berat badan selama hamil tidak berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas

ASI. Timbunan lemak tubuh bukan merupakan prasyarat untuk keseimbangan

produksi ASI. Penelitian lain yang juga tidak mendukung hipotesis bahwa cadangan

lemak tubuh selama kehamilan sangat berpengaruh terhadap proses laktasi adalah

penelitian yang dilakukan pada ibu menyusui di Swedia, dimana rerata penambahan

berat badan selama kehamilannya adalah 13.8 kg, termasuk jumlah substansi lemak

tubuhya sebesar 5.8 kg namun seluruh lemak tubuhnya tidak berubah selama 2 bulan

pertama menyusui dan produksi ASI serta komposisinya tetap normal.

Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Steenbergen dkk tahun 1989 di

Indonesia, yang menguji pengaruh suplementasi makanan selama kehamilan pada

volume ASI pada saat pasca persalinan juga menunjukkan hasil yang bertolak

belakang. Dalam penelitian ini 53 orang wanita, diberikan suplemen kalori tingkat

tinggi (465 kkal / hari) selama trimester terakhir kehamilan ternyata tidak

menghasilkan lebih banyak susu daripada 55 perempuan diberi suplemen energi

(50)

Menurut WHO/UNICEF (1989), asupan makanan pada ibu umumnya tidak

akan meningkatkan berapa banyak ASI yang bisa ia hasilkan dalam sehari, namun

status gizi nya sebelum dan selama hamil sangat penting dampaknya untuk komposisi

ASI. Jika seorang ibu khawatir apakah dia bisa memberikan ASI yang cukup pada

bayinya, ini dapat dinilai dengan memastikan bahwa bayi tersebut buang air kecil

setidaknya 5-7 kali sehari, dan memproduksi kotoran sesuai dengan umur dan diet.

Ibu harus tahu bahwa memakan makanan yang cukup, memperbanyak variasi

makanan, dan meningkatkan frekuensi menyusui siang dan malam, akan mendukung

dan meningkatkan produksi ASI-nya.

2.3.1. Kebutuhan Makanan bagi Ibu Hamil

Menurut Simanjuntak tahun 2005, kebutuhan tambahan gizi pada ibu hamil

untuk mendapat makanan tambahan setiap hari harus benar – benar diperhitungkan

guna mencegah malagizi, serta menghindarkan bayi dengan berat badan lahir rendah.

Demikian juga selama periode menyusui, ibu harus mendapatkan makanan tambahan

karena selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran, di mana air susu ibu merupakan

sumber makanan tunggal pertama bagi bayi, jumlah dan kualitas ASI yang dihasilkan

harus tetap cukup sesuai dengan kebutuhan bayi yaitu sekitar 850cc per hari. Adapun

makanan yang sangat dianjurkan pada masa kehamilan adalah : susu, telur, sayur,

buah, mentega, margarin, serta vitamin, terutama vitamin A, D dan C.

Untuk lebih lengkapnya, kebutuhan makanan bagi ibu hamil dapat dilihat

(51)
[image:51.612.115.528.138.328.2]

Tabel 2.1 Daftar Kebutuhan Makanan Bagi Ibu Hamil

Nama Bahan Berat Ukuran Rumah Tangga

Beras Daging Tempe Sayuran Buah Susu Gula Minyak Selingan 300 75 75 300 200 200 10 25 2X

4 gelas nasi 3 potong sedang 3 potong kecil 3 gelas

2 potong 1 gelas

1 sendok makan 5 sendok makan

Nilai gizi :

Kalori : 2500 Protein : 85 Lemak: 82 H.A : 41

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan 2012, DepKes RI

Menurut WHO (1998),kebutuhan gizi ibu saat hamil meningkat dibandingkan

saat tidak hamil oleh karena selama kehamilan sejumlah adaptasi metabolik dan

fungsional terjadi, khususnya dalam mekanisme pemanfaatan energi. Peningkatkan

asupan lemak di akhir kehamilan sangat dianjurkan oleh karena kebutuhan energi

yang semakin tinggi dan untuk persiapan laktasi. Asupan energi seorang ibu hamil

harus disesuaikan dengan kegiatan fisik untuk mendapatkan status gizi yang baik.

Pada ibu yang gizi buruk, peningkatkan asupan energi harus lebih besar dibandingkan

ibu yang status gizinya sudah baik. Namun demikian pada ibu yang status gizinya

sudah baik dan sehat tidak perlu ada peningkatan yang signifikan dalam asupan

energi karena dapat menyebabkan bayi terlalu besar. Penambahan berat badan selama

hamil secara umum menunjukkan adanya asupan dan status gizi yang baik, dan

sebagai pedoman dalam pengawasan akan kecukupan gizi ibu hamil agar status gizi

(52)

Total penambahan berat badan ibu hamil selama kehamilan yang

[image:52.612.114.530.209.352.2]

direkomendasikan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2. Total Penambahan Berat Badan Selama Kehamilan yang Direkomendasikan dengan Menggunakan Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh pada Ibu Hamil

Penabahan Berat Badan Total Dalam Kg

Rerata Penambahan Dalam Kg per Minggu Berat di bawah normal

(<18,5 kg/m² 12,5 – 18

0,51 (0,44 – 0,58) BB normal

(18,5 – 24,9 kg/m²)

11,5 – 16 0,42

(0,35 – 0,50) BB berlebih

(25,0 – 29,9 kg/m²) 7 – 11,5

0,28 (0,23 – 0,33) Obesitas

(≥ 30,0 kg/m²) 5 – 9

0,22 (0,17 – 0,27) Sumber : IOM : Nutrition during pregnancy, Washington DC 1990

2.3.2. Angka Kecukupan Gizi pada Ibu Hamil

Jumlah produksi ASI sangat tergantung pada besarnya cadangan lemak yang

tertimbun selama hamil dan diet selama menyusui. Untuk menghasilkan 100 ml ASI

diperlukan energi sebesar 80-90 kkal. Simpanan lemak selama hamil dapat memasok

energi sebanyak 100-200 kkal par hari. Dengan demikian, untuk menghasilkan 850

ml diperlukan energi sekitar 750 kkal. Penambahan kalori selama menyusui hanya

500 kkal/hari. Kekurangan 250 kkal diambil dari cadangan kalori atau simpanan

lemak selama hamil (Arisman, 2009).

Menurut Rasmussen (1990), Cadangan lemak tubuh selama hamil sangat

diperlukan untuk proses laktasi. Pada ibu menyusui yang cadangan lemak tubuhnya

sedikit akan menghasilkan ASI yang sedikit. Cadangan lemak berasal dari kelebihan

(53)

disimpan dalam bentuk glikogen. Untuk menghasilkan energi dibutuhkan

metabolisme dari zat gizi makro yaitu dari karbohidrat, protein dan lemak. Dengan

kata lain untuk meningkatkan produksi ASI asupan energi yang berasal dari zat gizi

makro tersebut harus diperhatikan.

Nutrisi dan gizi yang baik sangat dibutuhkan bagi seorang ibu hamil. Karena

makanan yang dikonsumsi ibu bukanlah untuk ibu sendiri tetapi diasup pula oleh

bayi. Sehingga seorang ibu hamil wajib memperhatikan kebutuhan gizinya. Informasi

Angka kecukupan kebutuhan gizi penting selama masa hamil dapat dilihat pada tabel

[image:53.612.114.528.391.682.2]

berikut.

Tabel 2.3. Angka Kecukupan Gizi pada Ibu tidak Hamil dan Hamil

Zat Gizi Ibu tidak Hamil Ibu Hamil (Tambahan)

Trimester Sumber Makanan I II III

Energi (kka l) 1900 180 300 300 Padi-padian, jagung, umbi-umbian, mi, roti.

Karbohidrat

(gram) 323 25 41 41

beras, jagung, oat, serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma dan lain lain) dan aneka produk turunannya.

Protein

(gram) 50 17 17 17

Daging, ikan, telur, kacang-kacangan, tahu,tempe.

Lemak

(gram) 60 6 10 10

lemak/gajih dan minyak, buah berlemak (alpokat),biji berminyak (biji wijen, bunga matahari dan kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar air rendah (kacang tanah dan kacang kedele), dan aneka pangan produk

(54)

Tabel 2.3. (Lanjutan)

Zat Gizi

Ibu Tidak Hamil

Ibu Hamil (Tambahan)

Trimester Sumber Makanan I II III

Kalsium (mg) 800 150 150 150 Susu, ikan teri, kacang-kacangan, sayuran hijau.

Zat besi (mg) 26 0 9 13 Daging, hati, sayuran hijau.

Vit. A (SI) 500 300 300 300

Ha

Gambar

Tabel 2.1 Daftar Kebutuhan Makanan Bagi Ibu Hamil
Tabel 2.2. Total Penambahan Berat Badan Selama Kehamilan yang Direkomendasikan dengan Menggunakan Indeks Massa Tubuh
Tabel 2.3. Angka Kecukupan Gizi pada Ibu tidak Hamil dan Hamil
Tabel 2.3. (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada kamus Inggris pencarian dapat dilakukan dengan relatif mudah, sedangkan pada kamus Mandarin pencarian kata dari Mandarin ke bahasa lain lebih kompleks1. Pencarian arti

Syarat dan ketentuan dari produk Sequis Global EduPlan Insurance tercantum pada Ketentuan Umum dan/atau Ketentuan Tambahan dan/atau Ketentuan Khusus dan/atau

Hal ini disebabkan oleh kesulitan yang dialami oleh para siswa dalam proses belajar, diantaranya adalah ketidakmampuan untuk memahami secara langsung materi yang disampaikan di

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini yakni : (1) mengidentifikasi produk dan jasa yang dikomplain oleh konsumen, (2) mengidentifikasi perilaku komplain konsumen,

Dengan demikian diperkirakan bagian air hujan yang mengalir sebagai aliran permukaan dan limpasan masih kecil, yang sangat besar kemungkinannya inipun masih

Selain itu, salah satu partisipan yaitu Bu Winda mengatakan bahwa ia juga mendapatkan prasangka dari orang lain mengenai musibah keguguran yang dialami, ingin

Puji dan syukur tak lupa penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas bimbingan dan penyertaan selama menulis skripsi ini, sehingga skripsi dengan judul

- Peserta diperbolehkan membawa altam tetapi panitia tidak menjamin kemanan altam tersebut dan tidak diperbolehkan untuk dititipkan pada panitia.. - Peserta diperbolehkan