• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Promosi Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Tentang HIV/AIDS Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Promosi Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Tentang HIV/AIDS Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan Tahun 2013"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH TENTANG HIV/AIDS TERHADAP PENGETAHUAN

DAN SIKAP REMAJA DI SMK TRITECH INFORMATIKA DAN SMK NAMIRA TECH NUSANTARA MEDAN

TAHUN 2013

TESIS

Oleh

HELPIA GUSPITA 117032140/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE EFFECTIVENESS OF HEALTH PROMOTION BY USING SPEECH METHOD ABOUT HIV/AIDS ON TEENAGERS’ KNOWLEDGE AND

ATTITUDE AT SMK TRITECH INFORMATIKA AND SMK NAMIRA TECH NUSANTARA,

MEDAN, IN 2013

THESIS

BY

HELPIA GUSPITA 117032140/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH TENTANG HIV/AIDS TERHADAP PENGETAHUAN

DAN SIKAP REMAJA DI SMK TRITECH INFORMATIKA DAN SMK NAMIRA TECH NUSANTARA MEDAN

TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HELPIA GUSPITA 117032140/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH TENTANG HIV/AIDS TERHADAP

PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA

DI SMK TRITECH INFORMATIKA DAN SMK NAMIRA TECH NUSANTARA MEDAN TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Helpia Guspita Nomor Induk Mahasiswa : 117032140

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D) (Drs. Eddy Syahrial, M.S)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 11 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D Anggota : 1. Drs. Eddy Syahrial, M.S

(6)

PERNYATAAN

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH TENTANG HIV/AIDS TERHADAP PENGETAHUAN

DAN SIKAP REMAJA DI SMK TRITECH INFORMATIKA DAN SMK NAMIRA TECH NUSANTARA MEDAN

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2013

(7)

ABSTRAK

Permasalahan HIV/AIDS pada remaja berdasarkan survey, bahwa 57,8% kasus AIDS berasal dari kelompok umur 15-29 tahun, mengindikasikan bahwa mereka tertular HIV pada umur yang masih sangat muda, sampai dengan bulan Maret 2010 mencapai 20.564 kasus, 54,3% dari angka tersebut adalah remaja. Hingga akhir Juni 2011 tercatat 26.483 kasus AIDS di Indonesia. Jumlah yang sesungguhnya diperkirakan terdapat 270.000 kasus HIV dan AIDS di seluruh Indonesia. Lebih dari 60% orang yang terinfeksi HIV berusia kurang dari 30 tahun. Untuk itu sangat perlu dilakukan upaya pencegahan penularan HIV di kalangan remaja (KPA, 2010).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas metode ceramah tentang HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah quasi-experiment dengan rancangan static group comparison design dengan

pretest-posttest. Populasi adalah seluruh siswa kelas X dan XI pada SMK Tritech Informatika. Sampel sebesar 86 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dengan metode ceramah yaitu SMK Tritech Informatika sebanyak 43 orang, dan kelompok kontrol tanpa perlakuan yaitu SMK Namira Tech Nusantara sebanyak 43 orang. Alat pengumpulan data adalah kuesioner. Uji yang digunakan adalah Paired-Samples T Test, dan Chi Square yang dinyatakan secara statistik bermakna bila nilai p<0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah intervensi yaitu dari 9,55 menjadi 11,58 dengan nilai p=0,001, dibandingkan dengan kelompok kontrol tanpa perlakuan yaitu dari 9,62 menjadi 9,74 dengan nilai p=0,806>0,05 maupun sikap pada kelompok perlakuan dari 32,34 menjadi 44,86 dan nilai p=0,001 dibandingkan dengan sikap pada kelompok kontrol dari 34,00 menjadi 35,48 dengan nilai p=0,326>0,05. Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa penceramah mempunyai hubungan dengan pengetahuan p=0,001 dan sikap p=0,004 tentang HIV/AIDS pada remaja di SMK Tritech Informatika Medan tahun 2013.

Disarankan bagi pihak sekolah kiranya membuat suatu program penyuluhan secara berkala pada remaja dengan menggunakan penceramah atau komunikator yang baik, sehingga dapat menyampaikan pesan dan informasi tentang HIV dan AIDS kepada siswa secara berkelanjutan.

(8)

ABSTRACT

The problem of HIV/AIDS in teenagers, based on a survey, shows that 57.8% of AIDS cases infect teenagers in the age group of 15-29 years old; this indicates that those who are infected by HIV are still young. Up to March, 2010 there had been 20,564 cases and 54.3% of them infected teenagers. Until the end of June, 2011, there had been 26,483 cases of AIDS in Indonesia. The real number was about 270,001 cases of HIV and AIDS in Indonesia. More than 60% of people infected by HIV are less than 30 years old. Therefore, it is necessary to make an effort to prevent teenagers from being infected by HIV (KPA, 2010).

The objective of the research was to analyze the effectiveness of speech method about HIV/AIDS on teenagers’ knowledge and attitude at SMK Tritech Informatika and SMK Namira Tech Nusantara, Medan, in 2013. The type of the research was quasi-experiment with static group comparison design with pretest-posttest. The population was all X grade and XI grade students of SMK Tritech Informatika. The samples consisted of 86 respondents, divided into two groups: 43 students belonged to the treatment group with speech method at SMK Tritech Informatika , and the other 43 students belonged to the control group at SMK Namira Tech Nusantara. The data were gathered by using questionnaires and analyzed by using Paired-Samples T Test and Chi Square test which statistically meant that p<0.05.

The result of the research showed that speech method was effective to increase knowledge and attitude in the treatment group before and after intervention, that is, from 9.55 to 11.58 with p=0.001, compared with the control group without treatment from 9.62 to 9.74 with p=0.806 >0.05 and attitude in the treatment group from 32.34 to 44.86 with p=0.001, compared with attitude in the control group, from 34.00 to 35.48 with p=0.326 >0.05. The result of Chi Square test showed that communicators had correlation with knowledge p=0.001 and attitude p=0.004 about HIV/AIDS in teenagers at SMK Tritech Informatika, Medan, in 2013.

Recommended for the school that makes a counseling program on a regular basis for teenagers using a lecturer or a good communicator, so as to convey the messages and information about HIV and AIDS to students on an ongoing basis.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT, atas segala Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang

berjudul : “Efektivitas Promosi Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Tentang

HIV/AIDS Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan Tahun 2013”.

Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

5. Drs. Eddy Syahrial, M.S, selaku Pembimbing Kedua yang telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya penulisan tesis ini.

6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, selaku Tim Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Kepala Sekolah SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara, yang telah memberikan izin penelitian sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

9. Seluruh responden yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

10.Teristimewa untuk Ayahanda M. Usman S.Pd dan Ibunda Haidar S.Pd yang telah memberikan motivasi, semangat, dukungan serta perjuangan untuk ananda baik moril maupun materil, dan terus mendoakan agar dapat menyelesaikan pendidikan tinggi untuk masa depan yang lebih baik. Semoga ALLAH SWT memberikan berkat umur yang panjang, sehat selalu dan dilimpahkan rezeki. 11.Saudaraku tersayang ( Hendra Wijaya dan Iliyen Uari ) terima kasih atas doa serta

kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis.

(11)

13.Teman-teman stambuk 2011 jangan pernah lupakan hari-hari kita bersama-sama dan jangan pernah menyerah.

14.Seluruh teman-teman mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan baik dari segi dan penyajiannya. Untuk itu, penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juli 2013 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Helpia Guspita, jenis kelamin perempuan, yang lahir di Aceh Tengah Kota Takengon pada tanggal 09 Agustus 1987, berumur 25 tahun, anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis beragama Islam, tinggal di Jalan Dr. Mansyur Gang Berdikari No. 21 Medan. Penulis merupakan anak pasangan dari M. Usman S.Pd dan Haidar S.Pd.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai di SD Negeri Nangka Kebayakan pada tahun 1993 dan tamat pada tahun 1999. Pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 1 Takengon. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Takengon. Pada tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikan S-1 Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan pada tahun 2011-2013 penulis menempuh pendidikan S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(13)

DAFTAR ISI

2.2.1.Pengertian Efektivitas ... 17

2.2.2.Pendekatan Efektivitas ... 18

2.2.3.Masalah dalam Pengukuran Efektivitas ... 19

2.3. Peran Komunikasi Kesehatan ... 21

2.4. Komunikasi Tatap Muka Forum (Kelompok) ... 21

2.4.1.Pengertian Komunikasi Tatap Muka Forum ... 21

2.4.2.Efek Komunikasi Tatap Muka Forum ... 22

2.4.3.Teori Rogers Difusi Inovasi ... 27

2.5. Promosi Kesehatan ... 29

2.6. Metode Promosi Kesehatan... 30

(14)

2.8.3.Perkembangan Masa Remaja ... 41

2.9. HIV/AIDS ... 43

2.9.1.Pengertian HIV/AIDS ... 43

2.9.2.Etiologi AIDS ... 45

2.9.3.Gejala dan Tanda AIDS ... 46

2.9.4.Penyebaran HIV dan Cara Penularan AIDS ... 47

2.9.5.Pencegahan Penularan Infeksi AIDS ... 49

2.9.6.Upaya Penanggulangan HIV/AIDS ... 50

2.10.Landasan Teori ... 52

3.4.1.Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 60

3.4.2.Uji Validitas dan Reliabilitas ... 63

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 65

3.5.1.Variabel Penelitian ... 65

3.5.2.Defenisi Operasional ... 65

3.6. Metode Pengukuran ... 66

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 70

4.1.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMK Tritech Informatika ... 70

4.1.2.Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMK Namira Tech Nusantara ... 71

4.2. Analisis Univariat ... 72

4.2.1.Gambaran Karakteristik Remaja Menurut Umur dan Kelas ... 72

(15)

4.2.3.Penilaian Remaja Kepada Penceramah atau

Komunikator ... 75

4.2.4.Gambaran Pengetahuan Sebelum Intervensi Metode Ceramah ... 75

4.2.5.Pengetahuan Remaja Sebelum Intervensi ... 77

4.2.6.Gambaran Pengetahuan Sesudah Metode Ceramah ... 77

4.2.7.Pengetahuan Remaja Sesudah Metode Ceramah ... 79

4.2.8.Gambaran Sikap Sebelum Intervensi Metode Ceramah ... 79

4.2.9.Sikap Remaja Sebelum Intervensi ... 83

4.2.10.Gambaran Sikap Sesudah Intervensi Metode Ceramah ... 84

4.2.11.Sikap Remaja Sesudah Intervensi ... 87

4.3. Analisis Bivariat ... 88

4.3.1.Perbedaan Pengetahuan Remaja Sebelum dan Sesudah Intervensi Metode Ceramah ... 89

4.3.2.Perbedaan Sikap Sebelum dan Sesudah Intervensi Metode Ceramah ... 89

4.3.3.Efektivitas Intervensi Metode Ceramah terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja ... 90

4.3.4.Hubungan Penceramah tentang HIV/AIDS dengan Pengetahuan Remaja di SMK Tritech Informatika ... 91

4.3.5.Hubungan Penceramah tentang HIV/AIDS dengan Sikap Remaja di SMK Tritech Informatika ... 92

BAB 5. PEMBAHASAN ... 93

5.1. Pengetahuan Remaja Sebelum dan Sesudah Intervensi Metode Ceramah ... 93

5.2. Sikap Remaja Sebelum dan Sesudah Intervensi Metode Ceramah ... 96

5.3. Efektivitas Metode Ceramah terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja ... 99

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan dan Sikap 64 3.3. Variabel dan Defenisi Operasinal ... 68 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja Berdasarkan Umur dan

Kelas di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara 72 4.2. Distribusi Frekuensi Penceramah tentang HIV/AIDS di SMK Tritech

Informatika ... 73 4.3. Distribusi Frekuensi Penilaian Penceramah tentang HIV/AIDS di

SMK Tritech Informatika ... 75 4.4. Distribusi Remaja Berdasarkan Indikator Pengetahuan Sebelum

Intervensi Metode Ceramah tentang HIV/AIDS di SMK Tritech

Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara ... 76 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Sebelum Intervensi

Metode Ceramah di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira

Tech Nusantara... 77 4.6. Distribusi Remaja Berdasarkan Indikator Pengetahuan Sesudah

Metode Ceramah tentang HIV/AIDS di SMK Tritech Informatika dan

SMK Namira Tech Nusantara ... 78 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Sesudah Metode Ceramah

tentang HIV/AIDS di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira

Tech Nusantara... 79 4.8. Distribusi Remaja Berdasarkan Indikator Sikap Sebelum Intervesi

Metode Ceramah tentang HIV/AIDS di SMK Tritech Informatika... 80 4.9. Distribusi Remaja Berdasarkan Indikator Sikap Sebelum Intervensi

Metode Ceramah tentang HIV/AIDS di SMK Namira Tech Nusantara 81 4.10. Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Sebelum Intervensi Metode

Ceramah di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech

Nusantara... 83 4.11. Distribusi Remaja Berdasarkan Indikator Sikap Sesudah Intervensi

(17)

4.12. Distribusi Remaja Berdasarkan Indikator Sikap tentang HIV/AIDS di

SMK Namira Tech Nusantara ... 86 4.13. Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Sesudah Intervensi Metode

Ceramah di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech

Nusantara... 88 4.14. Perbedaan Pengetahuan Remaja Sebelum dan Sesudah Intervensi

Metode Ceramah di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira

Tech Nusantara... 89 4.15. Perbedaan Sikap Remaja Sebelum dan Sesudah Intervensi Metode

Ceramah di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech

Nusantara... 90 4.16. Efektivitas Metode Ceramah terhadap Pengetahuan dan Sikap

Remaja tentang HIV/AIDS di SMK Tritech Informatika dan SMK

Namira Tech Nusantara... 91 4.17. Hubungan Penceramah tentang HIV/AIDS dengan Pengetahuan

Remaja di SMK Tritech Informatika ... 91 4.18. Hubungan Penceramah tentang HIV/AIDS dengan Sikap Remaja di

(18)

DAFTAR GAMBAR

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden... 113

2. Lembar Kuesioner Penelitian ... 114

3. Materi Ceramah HIV/AIDS ... 120

4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 126

5. Hasil Distribusi Frekuensi ... 128

6. Output Hasil Uji t ... 146

7. Output Hasil Uji Chi Square ... 148

8. Master Data Penelitian ... 150

(20)

ABSTRAK

Permasalahan HIV/AIDS pada remaja berdasarkan survey, bahwa 57,8% kasus AIDS berasal dari kelompok umur 15-29 tahun, mengindikasikan bahwa mereka tertular HIV pada umur yang masih sangat muda, sampai dengan bulan Maret 2010 mencapai 20.564 kasus, 54,3% dari angka tersebut adalah remaja. Hingga akhir Juni 2011 tercatat 26.483 kasus AIDS di Indonesia. Jumlah yang sesungguhnya diperkirakan terdapat 270.000 kasus HIV dan AIDS di seluruh Indonesia. Lebih dari 60% orang yang terinfeksi HIV berusia kurang dari 30 tahun. Untuk itu sangat perlu dilakukan upaya pencegahan penularan HIV di kalangan remaja (KPA, 2010).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas metode ceramah tentang HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah quasi-experiment dengan rancangan static group comparison design dengan

pretest-posttest. Populasi adalah seluruh siswa kelas X dan XI pada SMK Tritech Informatika. Sampel sebesar 86 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dengan metode ceramah yaitu SMK Tritech Informatika sebanyak 43 orang, dan kelompok kontrol tanpa perlakuan yaitu SMK Namira Tech Nusantara sebanyak 43 orang. Alat pengumpulan data adalah kuesioner. Uji yang digunakan adalah Paired-Samples T Test, dan Chi Square yang dinyatakan secara statistik bermakna bila nilai p<0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah intervensi yaitu dari 9,55 menjadi 11,58 dengan nilai p=0,001, dibandingkan dengan kelompok kontrol tanpa perlakuan yaitu dari 9,62 menjadi 9,74 dengan nilai p=0,806>0,05 maupun sikap pada kelompok perlakuan dari 32,34 menjadi 44,86 dan nilai p=0,001 dibandingkan dengan sikap pada kelompok kontrol dari 34,00 menjadi 35,48 dengan nilai p=0,326>0,05. Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa penceramah mempunyai hubungan dengan pengetahuan p=0,001 dan sikap p=0,004 tentang HIV/AIDS pada remaja di SMK Tritech Informatika Medan tahun 2013.

Disarankan bagi pihak sekolah kiranya membuat suatu program penyuluhan secara berkala pada remaja dengan menggunakan penceramah atau komunikator yang baik, sehingga dapat menyampaikan pesan dan informasi tentang HIV dan AIDS kepada siswa secara berkelanjutan.

(21)

ABSTRACT

The problem of HIV/AIDS in teenagers, based on a survey, shows that 57.8% of AIDS cases infect teenagers in the age group of 15-29 years old; this indicates that those who are infected by HIV are still young. Up to March, 2010 there had been 20,564 cases and 54.3% of them infected teenagers. Until the end of June, 2011, there had been 26,483 cases of AIDS in Indonesia. The real number was about 270,001 cases of HIV and AIDS in Indonesia. More than 60% of people infected by HIV are less than 30 years old. Therefore, it is necessary to make an effort to prevent teenagers from being infected by HIV (KPA, 2010).

The objective of the research was to analyze the effectiveness of speech method about HIV/AIDS on teenagers’ knowledge and attitude at SMK Tritech Informatika and SMK Namira Tech Nusantara, Medan, in 2013. The type of the research was quasi-experiment with static group comparison design with pretest-posttest. The population was all X grade and XI grade students of SMK Tritech Informatika. The samples consisted of 86 respondents, divided into two groups: 43 students belonged to the treatment group with speech method at SMK Tritech Informatika , and the other 43 students belonged to the control group at SMK Namira Tech Nusantara. The data were gathered by using questionnaires and analyzed by using Paired-Samples T Test and Chi Square test which statistically meant that p<0.05.

The result of the research showed that speech method was effective to increase knowledge and attitude in the treatment group before and after intervention, that is, from 9.55 to 11.58 with p=0.001, compared with the control group without treatment from 9.62 to 9.74 with p=0.806 >0.05 and attitude in the treatment group from 32.34 to 44.86 with p=0.001, compared with attitude in the control group, from 34.00 to 35.48 with p=0.326 >0.05. The result of Chi Square test showed that communicators had correlation with knowledge p=0.001 and attitude p=0.004 about HIV/AIDS in teenagers at SMK Tritech Informatika, Medan, in 2013.

Recommended for the school that makes a counseling program on a regular basis for teenagers using a lecturer or a good communicator, so as to convey the messages and information about HIV and AIDS to students on an ongoing basis.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Remaja merupakan populasi terbesar di Indonesia, berdasarkan data sensus penduduk jumlah remaja 10-24 tahun mencapai 64 juta pada tahun 2010 atau 28,64% dari total jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa (Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2000-2025, BPS, BAPPENAS, UNFPA, 2005).

Jumlah remaja yang besar berada pada masa transisi kehidupan dari masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. Oleh karena itu remaja memiliki tugas perkembangan yang tidak mudah. Mereka harus mendapatkan identitas diri yang positif agar dapat berkembang sebagai dewasa muda yang sehat dan produktif (Monks, 2002). Menurut Darajat (1995), pada masa perkembangan remaja akan mengalami beberapa konflik-konflik diri diantaranya, kebutuhan untuk mengendalikan diri, kebutuhan untuk bebas merdeka, kebutuhan akan ketergantungan kepada orang tua, kebutuhan seks, perkembangan seks, ketentuan agama dan nilai-nilai sosial serta tantangan menghadapi masa depan.

(23)

rentan terhadap pengaruh lingkungan, lingkungan sosial dan budaya yang negatif merupakan faktor risiko bagi remaja untuk terjebak dalam perilaku yang berisiko seperti HIV/AIDS yang berdampak terhadap kondisi kesehatannya (Darajat, 1995).

Penyakit AIDS belum banyak dikenal baik, sehingga hal ini semakin memicu penambahan jumlah penderitanya. HIV/AIDS merupakan virus dan penyakit yang dapat menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, status dan tingkat sosial. Namun ada kecenderungan besar penyakit ini menimpa kelompok masyarakat yang energik dan produktif dalam beraktivitas dimana termasuk di dalamnya adalah remaja. Remaja adalah kelompok yang rentan tertular HIV/AIDS karena pola hidupnya yang relatif bebas sehingga memungkinkannya melakukan hubungan seks pranikah dimana cara penularan HIV/AIDS paling sering adalah melalui hubungan seksual yang tidak aman (K4health, 2012).

(24)

Permasalahan HIV/AIDS pada remaja berdasarkan survey, bahwa 57,8% kasus AIDS berasal dari kelompok umur 15-29 tahun, mengindikasikan bahwa mereka tertular HIV pada umur yang masih sangat muda, sampai dengan bulan Maret 2010 mencapai 20.564 kasus, 54,3% dari angka tersebut adalah remaja. Hingga akhir Juni 2011 tercatat 26.483 kasus AIDS di Indonesia. Jumlah yang sesungguhnya diperkirakan terdapat 270.000 kasus HIV dan AIDS di seluruh Indonesia. Lebih dari 60% orang yang terinfeksi HIV berusia kurang dari 30 tahun. Untuk itu sangat perlu dilakukan upaya pencegahan penularan HIV di kalangan remaja (KPA, 2010).

Persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (42,3%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (33,1%), 40-49 tahun (11,4%), 15-19 tahun (4%), dan 50-59 tahun (3,3%). Persentase kasus AIDS pada laki-laki sebanyak 66,8% dan perempuan 32,9%. Jumlah kasus AIDS tertinggi adalah wiraswasta (4.604 kasus), diikuti ibu rumah tangga (4.251 kasus), tenaga non-profesional (karyawan) (4.056 kasus), buruh kasar (1.512 kasus), petani/peternak/nelayan (1.497 kasus), penjaja seks (1.320 kasus) dan anak sekolah/mahasiswa (1.022 kasus) rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (81,9%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (7,2%), dari ibu (positif HIV) ke anak (4,6%), dan LSL (2,8%).

(25)

(15,0%) dan kelompok umur > 50 tahun (4,5%). Rasio kasus HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 1:1. Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (50,8%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (9,4%), dan LSL (Lelaki Seks Lelaki) (7%). Kebanyakan pengidap HIV adalah pada rentang usia 20-29 tahun. Diserangnya usia produktif ini suatu tantangan yang perlu segera diatasi mengingat usia produktif adalah aset pembangunan bangsa (Depkes, 2012).

Hasil survei BKKBN dari 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 63% remaja SMA/SMK pernah berhubungan seks. Angka ini naik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu penelitian tahun 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Bandung, Surabaya, dan Makassar, ditemukan sekitar 47% hingga 54% remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah, sehingga remaja rentan terhadap risiko gangguan kesehatan seperti penyakit HIV/AIDS. Departemen kesehatan tahun 2008 menyebutkan, dari 15.210 penderita HIV/AIDS 54% adalah remaja (Islamiyah, 2009).

(26)

2.775 kasus dan tahun 2012, jumlah pengidap HIV/AIDS di Kota Medan sudah mencapai 3.346 orang, sedangkan yang meninggal dunia sebanyak 722 orang (Depkes, 2012). Sebagai Ibukota Provinsi, kota Medan sangatlah berisiko tinggi terhadap penyebaran HIV/AIDS. Penyebaran kasus ini sangat dipengaruhi dari perilaku individu berisiko tinggi terutama perilaku seks heteroseks, peredaran narkoba khususnya penggunaan jarum suntik. Namun hal penting yang menjadikan Sumatera Utara sangat potensial dalam peningkatan penyebaran HIV/AIDS adalah kedekatan provinsi Sumatera Utara secara geografis dengan negara-negara tetangga yang mempunyai kasus infeksi HIV/AIDS yang tinggi seperti Thailand dan Kamboja (Depkes, 2008).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menyatakan bahwa, secara nasional baru 11,4 % penduduk umur 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan yang benar dan komprehensif tentang HIV dan AIDS. Di Indonesia khususnya daerah pedesaan, 48% populasi tidak pernah mendengar HIV dan AIDS. Kelompok-kelompok populasi dengan tingkat pendidikan rendah yang tidak pernah bersekolah atau tidak tamat Sekolah Dasar (SD) memiliki tingkat pengetahuan jauh lebih rendah yaitu 74% tidak pernah mendengar tentang HIV atau AIDS, dibandingkan dengan 20% populasi pada mereka yang menamatkan Sekolah Menengah Atas atau Universitas (UNFPA, 2008).

(27)

kalangan remaja Indonesia ternyata masih minim. Menurut data Kementerian Kesehatan, setelah dilakukan survey dari sekitar 65 juta remaja usia 14-24 tahun, hanya 20,6% yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS yang salah satu cara penularannya melalui hubungan seksual, artinya dari jumlah remaja yang begitu banyak hanya 20% yang mengerti secara komprehensif dan masih ada 80% yang harus diberi pendidikan (Kartika, 2012).

Hasil penelitian (Dimas, 2009) terbukti bahwa, keseluruhan remaja memungkinkan untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Itu berarti perlu adanya upaya peningkatan pengetahuan pada remaja. Penelitian (Simanjuntak, 2006) menunjukkan bahwa remaja memiliki pengetahuan yang rendah tentang HIV/AIDS, belum dapat menginterpretasikan atau menjelaskan lebih mendalam tentang informasi yang pernah mereka dapat sebelumnya. Hasil penelitian (Khairatunnisa, 2005) remaja jarang sekali mendapatkan informasi atau penyuluhan tentang HIV/AIDS serta jarang mengikuti ceramah maupun seminar-seminar HIV/AIDS sehingga pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS hanya sebatas pengetahuan yang umum saja.

(28)

Menurut Nafsiah dalam Kartika (2012), pendidikan tentang seks sebagai salah satu upaya pencegahan HIV/AIDS di Indonesia masih dianggap tabu, dan belum mendapat perhatian yang cukup dari seluruh kalangan. Seharusnya, pendidikan seks dilakukan sedini mungkin sejak anak sudah mulai mengerti dan dapat melakukan hubungan seks. Usia 14-24 tahun merupakan usia yang rentan terinfeksi HIV sehingga perlu dibekali pengetahuan yang cukup tentang seksualitas. Dengan kemudahan akses, maka remaja akan lebih tertarik untuk mengetahui informasi tentang pendidikan seks. Selain itu media cetak dan online dapat melakukan kerja sama dengan pemerintah untuk selalu update pendidikan seks dengan teratur, agar pesannya langsung sampai pada remaja.

Sekolah menyediakan lingkungan yang paling efektif dan efisien untuk menjangkau 38 juta remaja dan keluarga mereka. Kebijakan pendidikan nasional tentang HIV/AIDS memprioritaskan pendidikan keterampilan hidup sebagai upaya memberdayakan remaja menghadapi tantangan sehari-hari, termasuk pencegahan perilaku berisiko tinggi (hubungan seks pranikah dan penggunaan napza suntik), modul-modul untuk sekolah dan lanjutan, serta pusat pengajaran pendidikan non-formal telah bersama-sama dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan

UNICEF (UNAIDS, 2002).

(29)

untuk memberikan pengarahan dan penjelasan tentang seks pranikah dan kesehatan reproduksi secara baik dan benar (UNAIDS, 2002).

Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja, maka perlu dilakukan kegiatan promosi kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan, karena diperlukan untuk memudahkan terjadinya perilaku sehat pada mereka (Notoatmodjo, 2003). Untuk melaksanakan kegiatan dalam promosi kesehatan diperlukanlah metode promosi kesehatan yaitu dengan cara apa yang digunakan oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan, memberikan atau meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran (Notoatmodjo, 2005).

Alternatif metode yang dapat dipergunakan pada promosi kesehatan remaja mengenai HIV/AIDS adalah metode ceramah. Metode ini merupakan cara yang paling umum digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap. Dengan metode ini lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim, maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat (Lunandi, 1993).

Ceramah sebagai salah satu metode yang digunakan dalam promosi kesehatan cukup efektif sebagai penyampaian pesan, karena pesan dapat diterima dengan cepat,

(30)

memerlukan persiapan yang rumit. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. Ceramah dapat menyajikan materi dan informasi yang luas. Artinya, materi yang disampaikan banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh penceramah dalam waktu yang singkat (Anneahira, 2013).

Dalam pemilihan metode promosi kesehatan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemilihan metode berkaitan erat dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai contoh, penelitian Bangun (2009) yang dilakukan pada keluarga dengan menggunakan metode ceramah, ternyata bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dalam penanganan tuberkulosis paru. Hasil penelitian Harahap (2010) menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan dengan metode ceramah pada perawat menunjukkan ada perubahan pengetahuan dan sikap dalam pembuangan limbah medis padat sebelum dan sesudah intervensi. Namun efektivitas ceramah untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang HIV/AIDS belum diketahui. Berdasarkan informasi dari kepala sekolah SMK selama peneliti melakukan survey pendahuluan, bahwa mereka belum pernah memberikan ceramah kesehatan khususnya tentang HIV/AIDS.

(31)

SMK Tritech Informatika lebih akrab menggunakan komputer dan didukung dengan fasilitas internet yang memberi peluang bagi mereka mengakses situs-situs yang banyak mengandung unsur pornografi yang dapat memengaruhi secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Selain itu menurut keterangan pihak sekolah, semenjak berdiri hingga hari ini SMK Tritech Informatika belum mempunyai Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) (Profil SMK Tritech, 2012). Dalam pemilihan Sekolah, dipilih SMK Namira Tech Nusantara sebagai lokasi penelitian sebagai kelompok kontrol, dengan pertimbangan bahwa siswa di Institusi ini mempunyai karakteristik yang sama dengan siswa di SMK Tritech Informatika. SMK Namira Tech Nusantara juga merupakan Sekolah Menengah Kejuruan IT di kota Medan.

Berangkat dari pemahaman terhadap potensi HIV/AIDS dikalangan remaja yang cukup tinggi, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Efektivitas promosi kesehatan menggunakan metode ceramah tentang

(32)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan untuk mengetahui apakah efektivitas promosi kesehatan menggunakan metode ceramah tentang HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas promosi kesehatan menggunakan metode ceramah tentang HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan tahun 2013.

1.4. Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan remaja sebelum dan sesudah intervensi dengan metode ceramah tentang HIV/AIDS.

2. Ada perbedaan rata-rata sikap remaja sebelum dan sesudah intervensi dengan metode ceramah tentang HIV/AIDS.

3. Ada hubungan penceramah dengan pengetahuan remaja sesudah intervensi metode ceramah tentang HIV/AIDS.

(33)

1.5. Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan dilaksanakannya penelitian berjudul “Efektivitas promosi

kesehatan menggunakan metode ceramah tentang HIV/AIDS terhadap pengetahuan

dan sikap remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara

Medan tahun 2013” ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi berbagai pihak. 1. Sebagai masukan bagi siswa dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan

sikap tentang HIV/AIDS terutama dalam sudut pandang kesehatan.

2. Sebagai masukan bagi siswa dalam upaya meningkatkan kemampuan dalam memperoleh dan menggunakan informasi kesehatan tentang HIV/AIDS baik bagi dirinya maupun untuk diinformasikan kembali pada orang lain disekitarnya.

3. Sebagai bahan referensi dalam pengembangan keilmuan khususnya di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi

Menurut Effendy (2003), komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Sejak dilahirkan manusia sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Selain itu komunikasi diartikan pula sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan atau dapat pula diartikan bahwa komunikasi adalah saling tukar menukar pikiran atau pendapat.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa Latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Menurut Wilbur Schramm dalam Effendy (1992), komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of references), yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences), yang pernah diperoleh komunikan (Effendy, 1992).

(35)

(siapa), Says What (berkata apa), in Which Channel (melalui saluran apa), to Whom

(kepada siapa) dan With What Effect (dengan efek apa) (Effendy, 2003).

a) Who (siapa) : Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan dalam proses komunikasi bisa dalam bentuk perorangan ataupun lembaga atau instansi.

b) Says What (apa yang dikatakan) : pernyataan umum adalah dapat berupa suatu ide, informasi, opini, pesan dan sikap yang sangat erat kaitannya dengan pesan yang disampaikan.

c) In Which Channel (melalui saluran apa) : media komunikasi atau saluran yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan komunikasi.

d) To Whom (kepada siapa) : komunikan atau audience yang menjadi sasaran komunikasi adalah kepada siapa pernyataan tersebut ditujukan, berkaitan dengan si penerima pesan.

e) With What Effect (dengan efek apa) : hasil yang dicapai dari usaha penyampaian pernyataan umum itu pada sasaran yang dituju.

(36)

2.1.1. Tujuan Komunikasi

Menurut Effendy (2003), pada umumnya komunikasi mempunyai tujuan, antara lain :

1. Untuk mengubah sikap (to charge the attitude), yaitu kegiatan memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah sikapnya.

2. Untuk mengubah opini/pendapat/pandangan (to the change the opinion), mencakup pemberian berbagai informasi pada masyarakat. Tujuan akhirnya supaya masyarakat mau berubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

3. Untuk mengubah perilaku (to change the behavior), yaitu kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah perilakunya.

4. Untuk mengubah masyarakat (to change the society), mencakup pemberian berbagai informasi kepada masyarakat, yang pada akhirnya bertujuan agar masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

2.1.2. Fungsi Komunikasi

(37)

Adapun fungsi komunikasi itu sendiri adalah sebagai berikut : 1) Menginformasikan (to inform)

Fungsi memberikan informasi adalah suatu fungsi yang menyebarluaskan suatu berita atau info yang kita ketahui kepada masyarakat. Perilaku menerima informasi merupakan perilaku alamiah dari masyarakat. Dengan menerima informasi yang benar masyarakat akan merasa aman tentram.

2) Mendidik (to educated)

Kegiatan komunikasi pada masyarakat dengan memberikan berbagai informasi tidak lain agar masyarakat menjadi lebih baik, lebih maju, lebih berkembang kebudayaannya. Kegiatan memberi pengetahuan atau mendidik dalam arti luas adalah memberikan berbagai informasi yang dapat menambah kemajuan dan dalam arti sempit adalah memberikan berbagai informasi dan juga berbagai ilmu pengetahuan melalui berbagai tatanan komunikasi pada pertemuan-pertemuan, kelas-kelas, dan sebagainya.

3) Menghibur (to entertain)

(38)

4) Memengaruhi (to influence)

Fungsi memengaruhi adalah suatu kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat juga dapat dijadikan sarana untuk memengaruhi masyarakat tersebut kearah perubahan sikap, pendapat dan perilaku yang diharapkan.

2.2. Efektivitas

2.2.1. Pengertian Efektivitas

Menurut Danfar (2009) efektivitas berasal dari kata efektif, dimana pengertian efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan atau suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Menurut Suprapto (2011), efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Efektivitas berarti ada pengaruhnya, efeknya, manjur atau mujarab dan dapat membawa hasil atau berdaya guna. efektivitas dipandang tidak hanya dari aspek hasil atau output

yang berdimensi sempit, tetapi sebagai sebuah konsep, efektivitas juga dapat dipandang dari aspek yang berdimensi lebih luas.

(39)

yang telah ditentukan sebelumnya, dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka aktifitas itu dikatakan tidak efektif (Suprapto, 2011).

Menurut Campbell (1989), terdapat cara pengukuran terhadap efektivitas yang secara umum dan yang paling menonjol adalah : keberhasilan program, keberhasilan sasaran, kepuasan terhadap program, tingkat input dan output, pencapaian tujuan menyeluruh.

2.2.2. Pendekatan Efektivitas

Menurut Price (1972), pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu :

a) Pendekatan Sasaran (Goal Approach)

Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut.

b) Pendekatan Sumber (System Resource Approach)

(40)

yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input dan output yang dihasilkan juga dikembalikan pada lingkungannya.

c) Pendekatan Proses (Internal Process Approach)

Pendekatan proses menganggap efektivitas sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.

2.2.3. Masalah dalam Pengukuran Efektivitas

Steers (1985), mengemukakan bahwa efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba. Pengukuran efektivitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan memberikan hasil pengukuran efektivitas berdasarkan sasaran dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut :

a) Adanya macam-macam output

(41)

yang rendah pada sasaran lainnya. Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran efektivitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektivitas pada setiap sasaran yang dimilikinya. Selanjutnya hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam pengukuran efektivitas dimana kriteria dalam pengukuran efektivitas adalah : adaptabilitas dan fleksibilitas, produktivitas, keberhasilan memperoleh sumber, keterbukaan dalam komunikasi, keberhasilan pencapaian program, pengembangan program (Steers, 1985).

b) Subjektivitas dalam adanya penilaian

(42)

2.3. Peran Komunikasi Kesehatan

Menurut Liliweri (2009), komunikasi kesehatan adalah studi yang mempelajari bagaimana cara menggunakan strategi komunikasi untuk menyebarluaskan informasi kesehatan yang dapat memengaruhi individu dan komunitas agar mereka dapat membuat keputusan yang tepat berkaitan dengan pengelolaan kesehatan.

Komunikasi kesehatan merupakan kegunaan teknik komunikasi dan teknologi komunikasi secara positif untuk memengaruhi individu, organisasi, komunitas dan penduduk bagi tujuan mempromosikan kondisi yang kondusif atau yang memungkinkan tumbuhnya kesehatan manusia dan lingkungan. Kegunaan itu termasuk beragam aktivitas seperti interaksi antara profesional kesehatan dengan para pasien di Klinik, kampanye, media massa, dan penciptaan peristiwa.

Komunikasi kesehatan meliputi informasi tentang pencegahan penyakit, promosi kesehatan, kebijaksanaan pemeliharaan kesehatan, yang sejauh mungkin mengubah dan membaharui kualitas individu dalam suatu komunitas atau masyarakat dengan mempertimbangkan aspek ilmu pengetahuan dan etika (Liliweri, 2009).

2.4. Komunikasi Tatap Muka Forum (Kelompok) 2.4.1. Pengertian Komunikasi Tatap Muka Forum

(43)

dalam kelompok, tetapi pada tingkah laku individu dalam komunikasi kelompok tatap muka yang kecil.

Komunikasi tatap muka forum bersifat langsung, terjadi dalam suasana yang lebih berstruktur dimana para pesertanya lebih cenderung melihat dirinya sebagai kelompok serta mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama, komunikasi ini kurang dipengaruhi emosi dan melibatkan pengaruh antar pribadi, umpan balik pesan berlangsung cepat, adaptasi pesan bersifat khusus, serta lebih cenderung dilakukan secara sengaja dan umumnya para pesertanya lebih sadar akan peranan dan tanggung jawab mereka masing-masing (Vardiansyah, 2004).

Komunikasi tatap muka forum merupakan komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang (kalau kelompok kecil berjumlah 4-20 orang, kelompok besar 20-50 orang) (Liliweri, 2009). Komunikasi tatap muka forum pada dasarnya adalah aktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi tatap muka ini bentuknya bermacam-macam, mulai dari perbincangan, wawancara, ceramah, seminar, rapat, konseling, lokakarya, hingga pameran (Vardiansyah, 2004).

2.4.2. Efek Komunikasi Tatap Muka Forum

(44)

komunikasi dapat diukur dengan membandingkan antara pengetahuan, sikap dan tingkah laku sebelum dan sesudah komunikan menerima pesan (Stuart, 1987) dalam (Vardiansyah, 2004). Karenanya efek adalah salah satu elemen komunikasi yang penting untuk mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi yang anda inginkan.

Menurut (Vardiansyah, 2004) komunikasi efektif adalah sejauh mana motif komunikasi komunikator terwujud dalam diri komunikannya, apabila motif komunikasi kita maknai sebagai tujuan komunikasi, maka dapat dinyatakan bahwa apabila hasil yang didapatkan sama dengan tujuan komunikasi, maka dapat dinyatakan bahwa komunikasi berlangsung efektif, apabila hasil yang didapatkan lebih besar dari tujuan yang diharapkan, dikatakan bahwa komunikasi berlangsung sangat efektif, sebaliknya apabila hasil yang didapatkan lebih kecil daripada tujuan yang diharapkan, dikatakan bahwa komunikasi tidak atau kurang efektif.

Menurut Huraerah dan Purwanto (2006) yang mengutip pendapat De vito (1983), ada enam faktor efektivitas komunikasi tatap muka forum, yaitu :

1) Leadership (Kepemimpinan)

(45)

Menurut Liliweri (2009) yang mengutip pendapat (De Vito, 1983) aspek kredibilitas komunikator meliputi :

a. Competence (Kompetensi) yaitu kemampuan komunikator yang diperlihatkan melalui kewenangan (pangkat, jabatan, kepakaran) atas suatu subjek yang sedang diperbincangkan.

b. Character (Karakter), kebiasaan yang diperlihatkan oleh moral komunikator. c. Intention (Intensi), motif atau maksud yang mendorong komunikator

mengatakan sesuatu.

d. Personality (Personaliti), yakni perasaan kedekatan (proximity) antara komunikan dengan komunikator (kesamaan psikologis, sosiologis, antropologis sering memengaruhi rasa kedekatan antara komunikan dengan komunikator).

e. Dynamics (Dinamis), yakni dinamika yang diperlihatkan oleh seorang komunikator.

2) Goals (Tujuan)

Tujuan masyarakat yang menyebabkan komunikasi berlangsung. Tiap komunikasi tatap muka forum pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut yang merupakan tujuan bersama, yang menjadi arah kegiatan bersama, karena tujuan ini merupakan integrasi dari tujuan individu masing-masing.

3) Norms (Norma)

(46)

simbol oleh seorang komunikator kepada komunikan. Norma disini adalah pedoman-pedoman yang mengatur tingkah laku individu dalam suatu kelompok. Pedoman ini sesuai dengan rumusan tingkah laku yang patut dilakukan dalam komunikasi tatap muka forum.

4) Roles (Peran)

Peran yang dijalankan oleh individu-individu yang ada dalam melakukan komunikasi. Peranan tersebut meliputi, pemecahan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru, memelihara emosional diantara komunikan dan komunikator, serta mengkoordinasi kegiatan yang menunjang demi tercapainya tujuan dalam komunikasi tatap muka forum.

5) Cohesiveness (Keeratan)

(47)

6) Outcomes (Hasil)

Hasil penyelenggaraan komunikasi forum merupakan indikator yang baik untuk mengukur seberapa besar efektivitas yang terjalin selama komunikasi berlangsung karena untuk menimbulkan hasil yang dicapai, kita harus berhasil terlebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik dalam seluruh proses komunikasi. Efektivitas komunikasi ditentukan oleh kualitas pelakunya, yakni persepsi yang dihasilkan oleh suatu pihak terhadap pihak lainnya. Kualitas pelaku tersebut meliputi kredibilitas (credibility) dan kekuasaan (power). Kredibillitas merupakan suatu image atau gambaran audiens

mengenai kepribadian komunikator. Seorang pendengar akan mendengarkan komunikator yang dia nilai mempunyai tingkat kredibilitas tinggi.

Menurut Liliweri (2009) yang mengutip pendapat De vito (1978), tiga tipe kredibilitas, yaitu :

a. Initial credibility, yakni inisial yang menunjukkan status atau posisi seseorang, misalnya jabatan, pangkat, gelar-gelar akademik atau kebangsawanan, dan lain-lain.

b. Derived credibility, yakni sesuatu yang mengesankan bagi komunikan pada saat komunikasi sedang berlangsung, misalnya tentang kemampuan intelektual, moral komunikator, tentang kompetensi hingga kemampuan untuk mengekspresikan kata-kata melalui bahasa isyarat (non verbal)

(48)

Menurut Huraera dan Purwanto (2006) yang mengutip pendapat Iskandar (1990), power (kekuasaan ) meliputi :

a. Legitimasi power, merupakan kekuatan yang sah dimiliki oleh seorang komunikator sebagai pemimpin, kepada komunikan untuk dapat memerintah dirinya atau mengatur dirinya dalam bertingkah laku untuk mencapai tujuan berkomunikasi yang ingin dicapai.

b. Coercive power, merupakan kekuatan yang dimiliki oleh komunikator untuk mengontrol atau mengawasi komunikan, sejalan dengan proses pencapaian tujuan.

c. Reward power, merupakan kekuatan yang dimiliki oleh komunikator, yang mana komunikator dapat memberikan penghargaan, pujian serta hadiah kepada komunikan. Hal ini dilakukan oleh komunikator karena komunikannya telah berhasil menunjukkan perilaku yang sesuai dengan pencapaian tujuan. d. Expert power, merupakan kekuatan yang dimiliki oleh seorang komunikator

yang karena keahliannya, dan atau pengetahuannya, komunikator diakui oleh orang lain, sehingga orang lain tersebut dapat dipengaruhi olehnya.

e. Referent power, suatu kekuatan yang dimiliki oleh seseorang dimana selalu digunakan sebagai tempat acuan seperti, pesona kharismatik, panutan, idola, sehingga komunikator dianggap mempunyai kekuatan kepada komunikannya. 2.4.3. Teori Rogers Difusi Inovasi

(49)

para penerima yang ada dalam suatu sistem sosial. Difusi inovasi merupakan model penyebarluasan gagasan atau material (teknologi) dengan mengetengahkan cara penyebarluasan inovasi (misalnya gagasan baru, pendekatan baru, dan strategi baru) melalui saluran tertentu (umumnya sistem sosial tradisional-moderen) dalam suatu waktu tertentu kepada sejumlah anggota masyarakat atau komunitas dalam suatu sistem sosial.

Teori difusi inovasi yang dikemukakan oleh Rogers dan Shoemaker (1978) merupakan suatu landasan yang menekankan pentingnya saluran komunikasi dan penyebarserapan ide-ide melalui peran agen-agen perubahan dalam lingkungan sosial. Secara relatif, tetangga, petugas kesehatan atau agen perubahan yang lain ikut membantu menghasilkan perubahan perilaku dengan cara-cara tertentu, misalnya dengan cara meningkatkan kebutuhan akan perubahan, membangun hubungan interpersonal yang diperlukan, rnengidentifikasi masalah-masalah dan penyebabnya, mendapatkan sasaran dan jalan keluar yang potensial serta memotivasi seseorang supaya menerima dan memelihara aksi (Liliweri, 2009).

Asumsi dari suatu inovasi adalah adanya jenis-jenis gagasan tertentu yang perlu diadopsikan kepada anggota-anggota dari suatu sistem sosial karena mereka sangat membutuhkan informasi tersebut dari para pemuka pendapat dalam sistem sosial. Sedangkan karakteristik sukses inovasi terjadi kalau para anggota sistem sosial itu menerima inovasi tersebut (Liliweri, 2009).

(50)

pengetahuan dan percobaan sikap terhadap ide baru dalam upaya memengaruhi keputusan untuk melakukan adopsi atau menolak ide baru, sumber hubungan dari saluran komunikasi dapat menambahkan informasi atau mengklarifikasi poin-poin dan mungkin mengatasi kendala psikologis dan sosial (paparan yang selektif, perhatian, persepsi, daya ingat , norma-norma kelompok serta nilai-nilai).

2.5. Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan adalah upaya pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Depkes, 2005).

Promosi kesehatan dapat diartikan sebagai upaya menyebarluaskan, mengenalkan atau menjual pesan-pesan kesehatan sehingga masyarakat menerima atau membeli pesan-pesan kesehatan tersebut dan akhirnya masyarakat mau berperilaku hidup sehat (Notoatmodjo, 2005).

(51)

Promosi kesehatan mencakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi, mendorong, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Dengan kata lain, adanya promosi tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran (Notoatmodjo, 2007).

2.6. Metode Promosi Kesehatan

Di dalam suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan promosi kesehatan yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor metode, faktor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya untuk menyampaikan pesan. Metode dan teknik promosi kesehatan, adalah dengan cara apa yang digunakan oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran atau masyarakat (Notoatmodjo, 2007).

2.6.1. Metode Ceramah

Metode ceramah merupakan metode pertemuan yang paling sederhana dan paling sering diselenggarakan untuk menggugah kesadaran, minat sasaran, serta pembicara lebih banyak memegang peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi dengan sedikit memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya (Mardikanto, 1993).

(52)

ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan. Peranan ceramah adalah mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan oleh orang yang memberikan ceramah tersebut.

Ceramah merupakan metode penyuluhan yang efektif pada kelompok sasaran yang besar yaitu lebih dari 15 orang. Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2003).

Pengaruh besarnya jumlah sasaran dalam metode ini seringkali dengan menggunakan alat bantu yang berupa materi tertulis dan gambar terproyeksi untuk menarik perhatian dan memperjelas materi yang disampaikan. Waktu penyelenggaraan ceramah juga harus dibatasi, maksimum 1-2 jam (Mardikanto, 1993).

Menurut Lunandi (1993), beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah dari segi biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim, maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat. Selain keuntungan ada juga kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama.

(53)

dari kalangan kelompok sasaran. Disamping keunggulan-keunggulan tersebut, metode ceramah juga memiliki kelemahan, dimana merupakan komunikasi satu arah sehingga sasaran menjadi pasif untuk bertanya atau mengeluarkan pendapat, pada metode ceramah tidak dapat diidentifikasi kebutuhan per individu, sasaran tidak diberi kesempatan untuk berfikir dan berperilaku kreatif, sasaran mudah menjadi bosan jika waktu terlalu lama (LP3I Unair, 2009).

Menurut Notoatmodjo (2007), ceramah akan berhasil apabila penceramah itu sendiri mempunyai persiapan dengan menguasai materi yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema, mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran (makalah singkat, slide, transparan, sound

sistem dan sebagainya).

Keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah harus mempunyai sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan (dipertengahan) dan tidak boleh duduk (Notoatmodjo 2007).

2.7. Proses Adopsi Perilaku

(54)

di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni : kesadaran, interes, evaluasi, percobaan dan adopsi.

Namun demikian dalam penelitian lanjutan Rogers (1983), telah menemukan model baru dalam memperbaiki penelitiannya proses perubahan perilaku terdahulu

dengan teori yang dikenal “Diffusion of Innovation” meliputi :

a. Knowledge (Pengetahuan) terjadi bila individu (ataupun suatu unit perbuatan keputusan lainnya) diekspos terhadap eksistensi inovasi dan memperoleh pemahamannya.

b. Persuasion (Persuasi) terjadi bila suatu individu (ataupun suatu unit keputusan lainnya) suatu sikap mendukung atau tidak mendukung terhadap inovasi

c. Decision (Keputusan) terjadi bila individu (atau unit pembuat keputusan lainnya) terlibat dalam berbagai aktivitas yang mengarah kepada pilihan untuk menerapkan dan menolak inovasi

d. Implementation (Implementasi) terjadi bila individu (atau unit keputusan lainnya) menggunakan inovasi

e. Confirmation (Konfirmasi) terjadi bila individu (atau unit pembuatan keputusan lainnya) mencari dukungan atas keputusan inovasi yang sudah dibuat, akan tetapi ia sendiri mungkin mencanangkan keputusan sebelumnya jika diarahkan terhadap pesan-pesan yang menimbulkan konflik tentang inovasi tersebut.

(55)

didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003).

2.7.1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavioral).

Pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yakni :

a. Tahu (Know) sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application) yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

(56)

e. Sintesis (Synthesis) adalah suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dalam arti telah mampu untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation) bahwa seseorang tersebut telah mampu untuk melakukan justification atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003).

2.7.2 Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Allport (1954), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek . b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan sikap, yakni :

(57)

b. Merespon (Responding) yaitu memberikan jawaban apabila di tanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (Valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (kecenderungan untuk bertindak).

d. Bertanggung jawab (Responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Liliweri (2009), sikap manusia tersusun oleh 4 komponen utama, yaitu : 1. Kognitif

Aspek kognitif berisi apa yang diketahui mengenai suatu obyek, bagaimana pengalaman anda tentang obyek tersebut, bagaimana pendapat atau pandangan anda tentang obyek tersebut. Aspek kognitif berkaitan dengan kepercayaan kita, teori, harapan, sebab dan akibat dari suatu kepercayaan, dan persepsi relatif terhadap obyek tertentu.

2. Afektif

(58)

3. Konatif

Konatif berisi predisposisi anda untuk bertindak terhadap obyek. Jadi berisi kecenderungan untuk bertindak (memutuskan) atau bertindak terhadap obyek, atau mengimplementasikan perilaku sebagai tujuan terhadap obyek.

4. Evaluatif

Evaluasi seringkali dipertimbangkan sebagai inti dari tiga komponen sikap tersebut. Evaluasi dapat dibayangkan sebagai suatu rentangan menggambarkan derajat sikap kita terhadap obyek mulai dari yang paling baik sampai yang paling buruk. Ketika kita bicara tentang sikap yang positif dan negatif ke arah obyek, kita melakukan evaluasi. Evaluasi merupakan fungsi kognitif, afektif, dan perilaku terhadap obyek. Pada umumnya, evaluasi dikeluarkan dari memori yang sudah tersimpan dalam otak kita (kognitif).

2.8. Remaja

2.8.1. Definisi Remaja

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari kata Latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence memiliki arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007).

(59)

Remaja adalah suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhannya terutama fisiknya yang telah mencapai kematangan. Dengan batasan usia berada pada usia 11-24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2000).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja merupakan suatu individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri (Notoatmodjo, 2007).

Monks (1999) dalam Nasution (2007), menyatakan bahwa remaja adalah individu yang berusia antara 12-20 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan 18-20 tahun masa remaja akhir.

Berdasarkan pembagian tersebut, proses remaja menuju kedewasaan disertai dengan karakteristiknya, yaitu :

1) Remaja awal (12-15 tahun)

(60)

2) Remaja madya (15-18 tahun)

Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan narsistik yaitu mencintai diri sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini, remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya.

3) Remaja akhir (18-20 tahun)

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian :

a) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.

c) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

e) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum. 2.8.2. Ciri-ciri Masa Remaja

Hurlock (2003) mengemukakan berbagai ciri remaja adalah sebagai berikut : a) Masa remaja adalah masa peralihan

Gambar

Gambar  2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.1. Rancangan Penelitian
Gambar 3.2. Alur Penelitian
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan dan Sikap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan Pengaruh Pengetahuan dan Sikap tentang Pencegahan HIV/AIDS antara Pre_test dan Post_test Dengan Media Video Drama dan Metode Ceramah

Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang HIV-AIDS dengan Media Buku Komik terhadap Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Daya terima Siswa dalam Pencegahan HIV-AIDS di SMA

Gambaran Metode Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Tentang HIV/AIDS Pada Remaja Di SMK N 3 Wilayah Kerja Puskesmas Rawasari Kota Jambi Tahun 2017 Sebelum

Peneliti melakukan penelitian mengenai Intervensi penyuluhan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap remaja tentang HIV-AIDS di Sekolah Menengah Atas

Promosi kesehatan dengan menggunakan media wayang Bali inovatif dan metode ceramah dapat meningkatkan pengetahuan kepala keluarga dalam pencegahan HIV/AIDS dan promosi kesehatan

Untuk membangun sikap dan nilai positif di kalangan remaja dalam pencegahan HIV/AIDS perlu adanya sautu metode yang efektif dan salah satunya dapat menggunakan metode

Hubungan pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS dengan sikap pencegahan HIV/AIDS Tabel 3 Hubungan pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS dengan sikap pencegahan HIV/AIDS Pengetahuan Sikap

Setelah dilakukan pengujian ada perbedaan yang bermakna terhadap pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS sebelum dan sesudah diberikan promosi kesehatan menggunakan media video Selain itu