PADA MASYARAKAT YANG TERPAJAN BISING PESAWAT
DI SEKITAR BANDARA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh NADIA NUR AZIZAH
20120310205
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PADA MASYARAKAT YANG TERPAJAN BISING PESAWAT
DI SEKITAR BANDARA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh NADIA NUR AZIZAH
20120310205
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
iv
rahmat dan anugerahNya, sehingga dapat diselesaikan karya tulis dengan judul “Respon Tekanan Darah terhadap Postural Change pada Masyarakat yang
Terpajan Bising Pesawat di sekitar Bandara Adisutjipto Yogyakarta” dalam rangka pengajuan Karya Tulis Ilmiah sebagai syarat untuk memperoleh sarjana
kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. dr. Ikhlas M. Jenie M.Med.Sc yang telah membimbing kami hingga
naskah KTI ini dapat diselesaikan.
2. Dr. Tri Pitara Mahanggoro, S.Si, M.kes selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran yang membangun.
3. Orang tua tercinta, Djoni Suratno dan Eny Yuliwanti, yang senantiasa
membantu dalam memberikan motivasi, dorongan serta mendoakan hingga
terselesaikannya naskah KTI ini dan adik, Safira Nur Haliza, yang tak
pernah putus memberi semangat lewat tawa yang menghibur.
4. Teman-teman seangkatan, Intan, Immas, Nasya, Ratul, Shinta, Yunita, dan
Qura, yang sudah membantu melalui sumbangsih pikiran maupun moril
secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaikan KTI ini.
5. Teman- teman satu bimbingan KTI, Eky, Rio, dan Maskia yang dengan
v
pahala berlipat ganda dan ampunan atas segala kesalahan dan naskah KTI ini
memberi manfaat untuk kesejahteraan masyarakat.
Yogyakarta, Juni 2016
vi
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
INTISARI... xi
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian... 5
E. Keaslian Penelitian... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 8
A. Landasan Teori... 8
B. Kerangka Konsep... 28
C. Hipotesis... 29
BAB III. METODE PENELITIAN... 30
A. Desain Penelitian... 30
B. Populasi dan Sampel... 30
C. Lokasi dan Waktu Penelitian... 33
D. Variabel dan Definisi Operasional... 33
E. Instrumen Penelitian... 34
F. Alur penelitian... 35
G. Analisa Data... 36
H. Etika Penelitian... 37
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 38
A. Hasil Penelitian... 38
vii
viii
Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak
Lingkungan)………. 11
Tabel 4.1 Lokasi, Radius dari Bandara, dan Intensitas Bising... 38 Tabel 4.2. Perbandingan Intensitas Bising pada Tempat Tinggal
Kelompok Bising Intensitas Tinggi dan Kelompok Bising Intensitas Rendah... 39 Tabel 4.3 Karakteristik Subyek Penelitian... 40 Tabel 4.4 Perbandingan Baseline Tekanan Darah Subyek Pada
Kelompok Bising Intensitas Tinggi dan Kelompok Bising Intensitas Rendah... 41 Tabel 4.5 Perbandingan Respon Tekanan Darah dengan Metode
Postural Change... 43
ix
x
xi
di sekitar bandara. Pajanan bising dapat mengarah ke perubahan fisiologi tubuh dalam keadaan akut maupun kronis. Bising termasuk ke dalam stres sehingga dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan gangguan pada homeostasis kardiovaskular yang dapat dilihat dengan adanya kenaikan respon vaskular pada
postural change. Postural change dari posisi berbaring ke berdiri merupakan
salah satu cara untuk melihat fungsi dari regulasi sistem saraf otonom.
Metode: observasional dengan pendekatan cross sectional (potong lintang). Penelitian ini mempunyai 2 kelompok subyek yaitu, kelompok bising intensitas tinggi sebagai kelompok yang terpajan bising bandara dan kelompok bising intensitas rendah sebagai kelompok yang tidak terpajan bising bandara dengan jumlah sampel masing-masing 30 orang yang sesuai dengan kriteria inklusi eksklusi. Pengolahan data dilakukan dengan SPSS 15 for Windows evaluation version dengan menilai normalitas menggunakan kolmogorov-smirnov dan uji
independent t test untuk data yang berdistribusi normal.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kelompok
intensitas bising rendah, pada kelompok intensitas bising tinggi mempunyai tekanan darah sistolik yang lebih besar secara bermakna (p < 0,05), pada nilai pretes (p value = 0,004), nilai postes menit 7 (p value = 0,02), dan perbedaan pretes antar 2 kelompok di menit 1 (p value = 0,001). Perbedaan tekanan darah diastolik pada 2 kelompok di menit 1 (p value = 0,05) termasuk borderline.
Tekanan rata-rata arteri (MAP) ditemukan lebih besar secara bermakna (p value <
0,05) pada pretes (p value = 0,004) dan delta menit 1 (p value = 0,001). Tekanan
nadi lebih besar secara bermakna (p value <0,05) pada pretes (p value = 0,001), postes menit 7 (p value = 0,03), dan delta menit 1 (p value = 0,017). Frekuensi nadi ditemukan perbedaan secara borderline (p value = 0,05) pada delta menit 7. Kesimpulan: Terdapat perbedaan respon tekanan darah pada subyek yang tinggal
di daerah dengan intensitas bising tinggi dan subyek yang tinggal di daerah intensitas bising rendah. Bising secara kronik dapat mempengaruhi homeostasis karena adanya disregulasi, adaptasi parsial, atau efek dari adaptasi fisiologis. Penilaian adanya penurunan tekanan darah yang lebih tinggi pada subyek yang mendapat bising intensitas tinggi atau dalam kondisi stress berkaitan dengan ketidakstabilan sympathovagal refleks.
xii
of the development is the increasement of the noise intensity received by the citizens living around the airport. Noise exposure may head to physiological changes in a severe/chronic circumstance. Noise is considered as a stress, therefore, it may cause the increasement in blood pressure and disturbance in cardiovascular homeostasis. Postural change from supine to standing position is one of the ways to see the function of autonomic system.
Method: Observational with cross section. This study had 2 group subjects, the
group receiving high intensity noise as the exposured one and the group receiving low intensity noise as the non-exposured one, with the quantity of 30 suitable subjects according to inclusion and exclusion criteria for each group. Data analysis was done using SPSS 15 for Windows Evaluation Version by testing the normality using kolmogorov smirnov and independent t test for data with normal distribution.
Result: The result has shown that in high intensity noise as compared to low
intensity noise group had significantly greater in systolic blood pressure (p < 0,05) in pretest (p value = 0,004), postest in 7 (p value = 0,02), delta between pretest and postest menit 1 (p value = 0,001). Diastolic blood pressure for the difference between 2 groups was borderline (p value= 0,05). MAP (mean arterial pressure), there were significantly greater in pretest (p value = 0,004) and delta menit 1 ( p value = 0,001). Pulse pressure the significantly greater result could be found in postest minute 7 (p value = 0,03) and delta minute 1 (p value= 0,017). Heart rate had borderline result within 7 minute in standing posisition.
Conclusion: There is a difference in blood pressure response between the subjects
living in a high noise intensity area and the subjects living in a low noise intensity area. Noise exposure chronically may influence homeostasis due to dysregulation, incomplete adaptation, or the effect of physiological adaptation. The consideration of decrease a higher blood pressure on the subjects receiving a high noise intensity or in a stress condition is related to sympathovagal reflex unstability.
1
A. Latar Belakang
Bandara Adisutjipto Yogyakarta berdasarkan Keputusan Menteri
Perhubungan R.I. Nomor KM 90/19991 ditetapkan sebagai bandara
internasional. Kegiatan, frekuensi, dan jenis pesawat yang beroperasi
mengalami peningkatan sejalan dengan penetapan status Bandara Adisutjipto
sebagai bandara internasional. Saat ini terdapat sekitar 140 penerbangan
regular dari dan menuju Bandara Adisutjipto Yogyakarta (Tribun Jogja, 2016).
Dampak dari peningkatan aktivitas tersebut, intensitas kebisingan yang
diterima oleh masyarakat di sekitar bandara meningkat pula (Sutopo et al.,
2007).
Hidup di bawah jalur penerbangan mempunyai dampak bagi
kesehatan. Menurut Direktorat Penyehatan Lingkungan Dirjen P2M&PL
Depkes R.I dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Yogyakarta
pada tanggal 11 Juni 2004 dari jam 07.00 - 23.00 yang berlokasi di Sekolah
Dasar Negeri (SDN) Kali Ajir Lor Berbah Sleman diperoleh data kebisingan
rata-rata sebesar 71,40 dBA padahal nilai ambang batas yang diperbolehkan
pada wilayah B (perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya)
adalah 45 dB sampai 55 dB (Sutopo et al., 2007). Bising yang ditimbulkan
oleh suara pesawat mempunyai efek yang lebih hebat dibandingkan bising
Allah berfirman dalam surat An-Nahl 78:
“Dan Allah mengeluarkan kau dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”.
Pendengaran merupakan salah satu dari indera yang dimiliki manusia.
Telinga berfungsi untuk menerima informasi tentang dunia luar serta menerima
pengetahuan. Informasi yang diterima telinga dapat berupa suara yang tidak
diinginkan atau bahkan mengganggu seperti pajanan bising yang terus menerus.
Pajanan bising dapat mengarah ke perubahan fisiologi tubuh dalam
keadaan akut maupun kronis. Perubahan tersebut dapat berakibat ke n
euro-vegetative dan proses hormonal sehingga dapat mempengaruhi keseimbangan
fungsi vital tubuh. Kardiovaskular parameter seperti tekanan darah, fungsi
kardiak, kolesterol serum level, trigliserida, homeostatik faktor dan mungkin
konsenstrasi gula darah juga akan terpengaruh. Perubahan parameter tersebut
dapat menjadi faktor resiko dari penyakit kardiovaskular (Ising et al., 2004).
Hubungan antara kebisingan dengan kemungkinan timbulnya gangguan terhadap
kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intensitas kebisingan,
frekuensi kebisingan dan lamanya seseorang berada di tempat atau di dekat bunyi
Stres ringan termasuk bising dapat menyebabkan naiknya tekanan darah
dan gangguan pada homeostasis kardiovaskular yang dapat dilihat dengan adanya
kenaikan respon vaskular pada orthostatic challenge (Lucini et al., 2002).
Pengukuran aktivitas saraf simpatis merupakan indikator brain arousal yang
sensitif (Porges, 2001). Penurunan tekanan darah secara tiba-tiba adalah salah satu
indikator adanya gangguan homeostasis. Pengembalian ke keadaan semula
direspon tubuh dengan meningkatkan aktivitas simpatis dan juga menurunkan
aktivitas saraf parasimpatis sehingga menaikkan tekanan darah (Sofro, 2014).
Gangguan intoleransi ortostatik dengan manifestasi klinis berupa pusing,
syncope, hipotensi ortostatik, jatuh dan penurunan fungsi kognisi merupakan hasil
dari beberapa mekanisme. Satu diantaranya adalah regulasi jangka pendek dari
aliran darah yang melibatkan pengaturan otonom dan autoregulasi cerebral.
Postural change dari duduk ke berdiri merupakan salah satu cara untuk melihat
fungsi dari regulasi sistem saraf otonom (Olufsen et al., 2005).
Sistem saraf otonom dapat dibagi menjadi sistem simpatis dan sistem
parasimpatis. Salah satu organ penting yang dipersyarafi adalah jantung. Serabut
saraf simpatis dan parasimpatis bekerja secara berlawanan. Stimulasi terhadap
serabut parasimpatis atau stimulasi vagal yang kuat dapat menurunkan kecepatan
denyut jantung. Stimulasi terhadap simpatis atau adrenergik diperantarai oleh
reseptor alfa dan beta. Perangsangan pada reseptor alfa menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi, sedangkan pada reseptor beta menyebabkan peningkatan denyut
Stimulasi ini juga dapat menyebabkan releasenya epinefrin dan norefinerfrin dari
medulla adrenal. (Price & Wilson, 2005).
Sistem simpatis dan parasimpatis bekerja untuk menstabilkan tekanan
darah arteri dan curah jantung (Price & Wilson, 2005). Tekanan darah adalah
tanda vital bagi setiap individu. Merupakan gaya yang digunakan oleh darah
dalam setiap satuan daerah dinding pembuluh darah (Guyton & Hall, 2007).
Tekanan darah dibedakan antara tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan
sistolik adalah tekanan ketika jantung memompa darah ke seluruh tubuh,
sedangkan tekanan diastolik ketika jantung menenrima darah dari seluruh tubuh.
Komponen dari sistolik dan diastolik adalah cardiac output dan resistensi vascular
perifer. Cardiac output adalah hasil dari volume ejeksi jantung dan denyut nadi.
Cardiac output dan peripheral vascular resistance dapat berfluktuasi dalam
rangka untuk mengompensasi keadaan lain. (Porth, 2004)
Mengingat peran pendengaran yang aktif menerima informasi dari luar dan
pajanan bising yang tidak dapat dihindari terutama pada daerah sekitar Bandara
Adisutjipto, maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat pengaruhnya pada
respon tekanan darah dengan metode postural change.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh bising intensitas tinggi pada respon kardiovasa
dengan metode postural change pada masyarakat di sekitar Bandara
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh pajanan bising terhadap respon kardiovasa
dengan metode postural change pada masyarakat di sekitar
Bandara Adisutjipto Yogyakarta
2. Tujuan khusus
Mengetahui perbedaan respon pada tekanan darah sistolik, tekanan
darah diastolik, frekuensi nadi, tekanan arteri rata-rata dan tekanan
nadi pada masyarakat yang terpajan bising intensitas tinggi dan
terpajan bising intensitas rendah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Sebagai awal bagi studi lebih lanjut mengenai pajanan bising
terhadap respon sistem saraf otonom.
2. Manfaat praktis
a. Dijadikan pertimbangan kepada pemerintah untuk
pengelolaan daerah sekitar bandara terutama hubugannya
antara batas kawasan kebisingan dan daerah pemukiman
warga.
b. Memberikan informasi kepada masyarakat akan bahaya
bising lingkungan bagi sistem kardiovaskular dan
meningkatkan kesadaran masyarakat sekitar bandara untuk
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Nomer Judul Nama
peneliti, tahun
Persamaan Perbedaan Hasil
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Organ pendengaran
a. Anatomi dan fisiologi organ pendengaran
Telinga adalah organ sensori yang peka terhadap
rangsangan gelombang suara dan berfungsi menjaga keseimbangan
tubuh. Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu
telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
1) Telinga luar
Telinga luar terdiri atas aurikula, kanalis, dan membrana
timpani. Daun telinga dibentuk oleh tulang rawan
elastis, otot serta ditutupi oleh kulit dan berfungsi untuk
mengumpulkan getaran suara. Kanal telinga berbentuk
corong dengan panjang 2,5 cm akan menghantarkan
getaran suara menuju membran timpani yang
selanjutnya akan dihantarkan ke telinga tengah (Boies et
al., 1997).
2) Telinga tengah
Terdiri dari tuba Eustachia dan tiga tulang pendengaran
yakni tulang malleus, stapes, dan incus. Getaran dari
pendengaran. Suara yang masuk akan mengalami
pemantulan sebanyak 99.9% dan hanya 0,1% suara yang
akan diteruskan (Boies et al., 1997).
3) Telinga dalam
Telinga dalam terdiri atas cochlea (rumah siput) dan
oval window. Terletak di belakang tulang tengkorak.
Cochlea berbentuk seperti rumah siput dengan isi cairan
elektrolik. Pergerakan dari tulang pendengaran akan
menggetarkan cairan di dalam cochlea. Cairan di dalam
cochlea akan menggerakkan sel-sel rambut halus
sehingga akan terjadi perubahan getaran suara menjadi
potensial listrik. Impuls listrik dari cochlea ini akan
dihantarkan menuju syaraf pendengaran (Boies et al.,
1997).
b. Mekanisme pendengaran
Pendengaran adalah satu dari lima fungsi sensori
dan penting untuk komunikasi. Fungsi dari telinga adalah
mengubah getaran fisika berupa suara menjadi sebuah
impuls syaraf menuju otak (WHO, 2015). Proses
mendengar diawali dengan adanya getaran yang ditangkap
oleh telinga luar, menggetarkan membran timpani dan
kemudian diteruskan ke telinga tengah yang terdiri dari
telinga dalam. Proses ini menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pelepasan neurotransmitter ke dalam sinaps yang
akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius.
Impuls kemudian dilanjutkan ke nucleus auditorius dan
korteks pendengaran (Boies et al., 1997).
2. Bunyi
a. Definisi bunyi
Bunyi didefinisikan sebagai variasi tekanan yang
merambat melalui udara dapat diterima oleh telinga karena
getaran pada media elastic (Suma’mur, 2011). Bunyi atau
suara mempunyai karakteristik antara lain:
1) Frekuensi
Frekuensi adalah banyaknya getaran setiap detiknya
yang diukur dalam satuan cycle per second (cps) atau
hertz. Dibagi menjadi infrasonic ( < 16 Hz), sonic (
16-20.000 Hz), dan ultrasonic ( > 20.000Hz). Frekuensi
yang dapat didengar oleh manusia adalah sonic, yakni
16-20.000 Hz (Babba, 2007).
2) Amplitudo
Amplitudo adalah simpangan terjauh dari
gelombang bunyi. Semakin besar amplitudo sebuah
menabrak dinding telinga dan suara yang terdengar
semakin kuat (Wardhana, 2001).
3) Panjang gelombang
4) Kualitas suara
Kualitas bunyi/suara tergantung pada frekuensi
bunyi dan intensitas bunyi frekuensi adalah banyaknya
getaran setiap detiknya, sedangkan intensitas adalah
perbandingan tegangan suara yang datang dengan
tegangan suara standar dalam satuan desibel (dB)
(Wardhana, 2001).
3. Bising
a. Definisi bising
Menurut peraturan menteri lingkungan hidup nomor
Kep.MenLH No. 48 1996, Kebisingan adalah bunyi yang
tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan
waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan. Sementara keputusan
menteri tenaga kerja nomor Kep.MenNaker. No. 51 Tahun
1999, mengungkapkan bahwa kebisingan adalah semua
suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat
J
Berdasarkan sifat dan spektrumnya, bising dapat dikelompokkan
menjadi:
1) Bising yang kontinyu dengan frekuensi berspektrum
luas, misal: kompresor, kipas angin, dapur pijar.
2) Bising kontinyu dengan spektrum yang berfrekuensi
sempit, yaitu: suara gergaji sirkuler, katup gas.
3) Bising terputus-putus misal, suara lalu lintas, suara
pesawat yang tinggal landas.
4) Bising impulsif (impact or impulsive noise) seperti
pukulan martil, tembakan senapan, ledakan meriam, dan
lain-lain.
Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan Tingkat Kebisingan db (A) a. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan pemukiman 55
2. Perdagangan dan jasa 60
3. Perkantoran dan perdagangan 75
4. Ruang terbuka hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintah dan fasilitas umum 60
7. Rekreasi 70
2. Sekolah atau sejenisnya 55
3. Tempat ibadah 55
5) Bising impulsif berulang, sama dengan bising impulsif,
hanya saja disini terjadi secara berulang-ulang,
contohnya: mesin tempa (Buchari, 2007)
Jenis kebisingan dibedakan berdasarkan pengaruhnya
terhadap manusia menjadi:
1) Irritating noise (bising yang mengganggu) adalah bising
yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misal
mendengkur.
2) Masking noise (bising yang menutupi) adalah bising
yang menutupi pendengaran dengan jelas. Secara tidak
langsung akan membahayakan kesehatan dan
keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat
tanda bahaya dalam bising dari sumber lain menjadi
tidak terdengar.
3) Damaging/ injurious noise (bising yang merusak)
adalah bunyi yang intensitasnya melampui nilai ambang
batas. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan
fungsi pendengaran (Soeripto, 2008)
b. Sumber bising
Sumber bising pada pemukiman sering terjadi
karena lokasi pemukiman desainnya tidak tepat maupun
Negara Lingkungan Hidup no. 46 tahun 1996, macam
bising di pemukiman dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1) Bising pemukiman yang disebabkan lokasi yang
berdekatan industry
2) Bising pemukiman yang disebabkan oleh jalan raya
3) Bising pemukiman yang disebabkan oleh fasilitas umum
terminal, stasiun, bandara, pelabuhan, dan sekolah
4) Bising pemukiman yang disebabkan oleh kawasan
perkantoran dan perdagangan
c. Pengaruh bising
Efek bising terhadap kesehatan dapat
mempengaruhi fungsi auditory maupun non-auditory. Efek
yang mempengaruhi pendengaran adalah noise-induce
hearing loss yang dapat disebabkan karena paparan
terhadap intensitas tinggi di atas 75-85 dB maupun dalam
waktu yang lama. Hilangnya pendengaran disebabkan
karena hilangnya sel rambut di cochlea sedangkan sel
rambut sendiri tidak dapat beregenerasi (Basner et al.,
2014).
Efek pada non-auditory adalah adanya perubahan
dari fungsi beberapa organ dan sistem. Studi observasional
dan eksperimental menunjukkan bahwa paparan bising
berpengaruh kepada pasien maupun performa staff di
rumah sakit, menaikkan angka hipertensi dan penyakit
kardiovaskular dan fungsi kognitif siswa sekolah (Munzel
et al., 2014).
Paparan akut dari bising dapat meningkatkan
tekanan darah, denyut jantung dan cardiac output.
Perubahan ini terjadi karena releasenya stres hormon
seperti katekolamin yang akan memacu aktivasi dari dua
neurohormonal sistem yang akan menghadapi stressor.
Aktivasi meliputi aktivasi dari respon simpatik maupun
releasenya kortikosteroid. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi dampak dari paparan bising terhadap
kesehatan. Faktor tersebut antara lain lokasi ruangan dan
kualitas dari pajanan bising, kebiasaan tidur dengan jendela
terbuka atau tertutup, serta beberapa faktor resiko lain
Gambar 2.1 Pengaruh bising terhadap sistem kardiovaskular (Basner et al., 2014)
d. Pengukuran bising
Pengukuran dapat didasari pada “tingkat daya
bunyi” atau “tingkat tekanan bunyi”. Tingkat daya bunyi
adalah total daya bunyi yang dipancarkaan dari suatu benda
dan digunakan dalam pengukuran kebisingan komunitas,
sedangkan tingkat tekanan bunyi adalah tingkat kebisingan
pada titik pengukuran dana merupakan pengukuran tingkat
Menurut WHO, nilai ambang batas (NAB)
intensitas bising adalah 85 dB dan waktu bekerja
maksimum adalah 8 jam perhari. Intensitas bising di
lingkungan kerja dapat diukur dengan sound level meter.
Alat ini mengukur kebisingan diantara 40-139 dB dan dari
frekuensi 20-20.000 Hz (Tarwaka, 2004). Sedangkan
satuannya menggunakan desibel dengan skala A atau
disingkat dBA karena skala tersebut yang paling sesuai
dengan fungsi pendengaran manusia dalam hal
kepekaannya terhadap suara pada berbagai frekuensi
(Soeripto, 2008).
Cara kerja alat tersebut adalah sebagai berikut:
1) Memasang baterai pada tempatnya.
2) Menekan tombol power.
3) Mengecek garis tanda pada monitor untuk mengetahui
baterai dalam keadaan baik atau tidak.
4) Melakukan kalibrasi alat dengan kalibrator sehingga
angka pada monitor sesuai dengan angka kalibrator.
5) Memilih selektor pada posisi:
fast: untuk kebisingan kontinu.
slow: untuk kebisingan impulsif atau terputus-putus.
7) Menentukan lokasi pengukuran, arahkan microphone
pada sumber kebisingan.
8) Tinggi alat ukur dari lantai adalah setinggi telinga. Hasil
pengukuran adalah angka yang ditunjukkan pada
monitor (angka stabil).
9) Mencatat hasil pengukuran dan menghitung rata-rata
kebisingan saat (leq) (Koesyanto & Pawenang, 2006).
e. Pengendalian bising
Pertimbangan untuk pengendalian pertama adalah
menghilangkan sumber kebisingan dan melindungi seluruh
masyarakat di sekitar. Menghilangkan sumber kebisingan
tidak selalu dapat dilakukan sehingga dibutuhkan tindakan
lain untuk mengurangi paparan bising. Pendekatan yang
dapat dilakukan menurut Ridley (2006) antara lain:
1) Pendekatan principles-led
Pendekatan ini berupa mencari metode alternatif,
memindahkan pekerja ke area dengan kebisingan
rendah, mengurung kebisingan di ruang kedap bunyi,
ataupun usaha usaha untuk meredam bunyi.
2) Pendekatan pragmatis
Pendekatan dapat berupa penggantian peralatan
dengan komponen lain serta penyerapan bising
4. Tekanan darah
a. Definisi tekanan darah
Jantung berkontraksi-relaksasi secara bergantian untuk
memompa darah dari ventrikel menuju arteri dan menerima darah
dari vena untuk diisi ke ventrikel (Sherwood, 2011). Jantung dan
sirkulasi selanjutnya dikendalikan untuk memenuhi curah jantung
dan tekanan arteri agar aliran darah yang mengalir sesuai dengan
jumlah darah yang dibutuhkan. Arteri akan mentranspor darah ke
jaringan di bawah tekanan yang tinggi (Guyton & Hall,2007).
Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah
terhadap dinding pembuluh darah, bergantung kepada volume di
dalam pembuluh darah dan compliance, atau kemampuan
pembuluh darah untuk meregang. Tekanan maksimal pada arteri
ketika darah dipompa masuk ke dalam pembuluh darah disebut
tekanan sistolik, rerata 120 mmHg. Tekanan minimum di dalam
arteri ketika darah mengalir keluar dari pembuluh darah disebut
tekanan diastolik, rerata 80 mmHg (Sherwood, 2011).
b. Mekanisme pengaturan tekanan darah
Jantung, tonus pembuluh darah, ginjal dan hormon merupakan
sistem yang berperan dalam pengaturan tekanan darah. Tekanan
darah memiliki mekanisme umpan balik salah satunya adalah
refleks baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotid. Baroreseptor
pusat dengan cara mendeteksi perubahan tekanan pada arteri
menggunakan baroreseptor (Lilly, 2011).
Dua buah kelompok sensor yang utama adalah kemoreseptor
dan baroreseptor. Jantung, tonus pembuluh darah, ginjal dan
hormon merupakan sistem yang berperan dalam pengaturan
tekanan darah. Tekanan darah memiliki mekanisme umpan balik
salah satunya adalah kemoreseptor yang berada di badan karotis
dan aorta yang akan terangsang melalui penuruan oksigen,
peningkatan tekanan karbondioksida dan penurunan pH darah
(Price &Wilson, 2005).
c. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah
Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor, yaitu aliran darah
yang melalui pembuluh darah dan resistensi pembuluh darah.
Kecepatan aliran darah adalah banyaknya darah yang melewati
pembuluh darah dalam suatu periode waktu. Resistensi adalah
kecenderungan untuk melawan aliran atau ukuran hambatan aliran
darah. Bergantung atas tiga faktor, yaitu (1) viskositas, (2) Panjang
pembuluh darah dan (3) jari-jari pembuluh. Hubungan antara
tekanan darah, aliran, dan resistensi dapat digambarkan sebagai
berikut:
Faktor lain yang mempengaruhi tekanan darah antara lain
sehingga mengakibatkan peningkatan volume cairan (Sherwood,
2011).
d. Cara mengukur tekanan darah
Tekanan darah dapat diukur secara langsung dan tidak
langsung. Pengukuran secara langsung dapat menggunakan
manometer, yaitu memasukkan jarum dan kanul ke dalam arteri.
Cara pengukuran ini termasuk invasive dan kurang nyaman
(Guyton & Hall, 2007). Pengukuran dapat dilakukan secara lebih
nyaman dan cukup akurat dengan cara tidak langsung
menggunakan sphygmomanometer.
Penggunaan sphygmomanometer untuk menentukan
tekanan darah dilakukan dengan memasang manset dengan rubber
tubes di inferior. Bagian bawah manset berada 2-3 cm di atas
pulsasi arteri brachialis. Kemudian letakkan stetoskop di tempat
pulsasi a. brachialis maksimal. Stetoskop dipasang tanpa tekanan
berlebih dan tidak menyentuh baju, manset, maupun rubber tubes
untuk menghindari suara gesekan.
Ketika manset dipompa sehingga tekanan melebihi tekanan
di arteri, maka tidak akan terdengar bunyi pada stetoskop karena
oklusi yang terjadi di arteri. Kemudian tekanan di manset akan
diturunkan perlahan sehingga ketika tekanan di manset sedikit
lebih besar dari arteri akan terdengar bunyi Korotkoff pertama,
sistolik. Tekanan pada manset terus diturunkan sampai suara
menghilang. Saat bunyi Korotkoff menghilang, skala yang terbaca
merupakan tekanan diastolik (Beevers et al., 2015).
5. Sistem saraf autonom
Sistem autonom dibagi menjadi sistem saraf autonom
parasimpatis (PANS) dan sistem saraf autonom simpatis (SANS).
Bagian simpatis keluar meninggalkan ssp dari daerah torakolumbal
medula spinalis. Bagian parasimpatis keluar dari otak dan dari
bagian kraniosakral. Tujuan utama sistem saraf simpatis adalah
mempersiapkan tubuh agar siap menghadapi stres. Sebaliknya,
respon parasimpatis menurunkan kecepatan denyut jantung dan
pernapasan (Price & Wilson, 2002).
Serabut saraf simpatis dan parasimpatis bekerja secara
berlawanan. Stimulasi terhadap serabut parasimpatis atau stimulasi
vagal yang kuat dapat menurunkan kecepatan denyut jantung.
Stimulasi terhadap simpatis atau adrenergik diperantarai oleh
reseptor alfa dan beta. Perangsangan pada reseptor alfa
menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, sedangkan pada reseptor
beta menyebabkan peningkatan denyut jantung, kecepatan hantaran
melewati nodus AV dan peningkatan miokardium. Stimulasi ini
juga dapat menyebabkan releasenya epinefrin dan norefinerfrin
Stimulasi simpatis pada jantung meningkatkan denyut,
kecepatan konduksi, dan kekuatan denyut, sedangkan pada
pembuluh darah adalah vasokonstriksi (Price & Wilson, 2002).
Stimulasi simpatis terjadi saat tubuh berusaha untuk melawan dari
ancaman. Stimulasi ini pada medula adrenal menyebabkan
keluarnya hormon epinefrin dan norepinefrin. Hormon epinefrin
yang dikeluarkan akan berikatan dengan reseptor beta, sedangkan
norepinefrin medula adrenal berkaitan dengan reseptor alfa yang
dapat menimbulkan vasokontriksi generalisata. Respon simpatis ini
ditujukan untuk meningkatkan aliran darah kaya nutrien dan
beroksigen ke otot rangka sebagai antisipasi terhadap aktivitas
berat (Sherwood, 2011).
Kedua sistem saraf dikontrol secara timbal balik,
peningkatan aktivitas di salah satu divisi disertai penurunan di
divisi lain. Terdapat beberapa pengecualian yaitu pada pembuluh
darah hanya memiliki saraf simpatis (Sherwood, 2011). Sistem
saraf simpatis mengatur kardiovasa baik dalam keadaan sehat
maupun sakit (Sinski et al., 2006). Efek buruk meningkatnya
aktivitas saraf simpatis (fight or flight) yang menahun merupakan
6. Postural change
i. Definisi
Gaya gravitasi mempengaruhi berbagai aspek biologi, gaya
ini membuat makhluk hidup mengikuti hukum fisika. Gaya
gravitasi berpengaruh ke sistem fisiologis seperti ke kardiovaskular
dan sistem sirkuler. Semua bagian berkolom yang berisi cairan
seperti pembuluh darah, akan dikenakan tekanan vertikal yang
besar sesuai arah gravitasi dikarenakan perubahan mendadak dari
postur tubuh, terutama pada manusia yang dirancang untuk posisi
tegak (Klabunde, 2011)
Adaptasi fisiologis di kardiovaskular manusia dirancang
untuk mengatasi gaya gravitasi di sistem sirkuler dibawah
pengaruh berbagai macam perubahan postural seperti ketika
berdiri, duduk, atau supinasi. Beberapa perubahan yang terjadi di
dalam tubuh sebagai respon dari perubahan postur adalah pada
frekuensi nadi (banyaknya nadi per menit) dan tekanan darah.
Dalam posisi supinasi, jantung mendapat gaya gravitasi yang sama
dengan gaya pada pembuluh darah di kepala dan di kaki. Tekanan
darah pada posisi ini cenderung sama seluruh tubuh dan darah yang
kembali ke jantung tidak terpengaruh oleh tarikan gravitasi
(Klabunde, 2011).
Perubahan postur menjadi berdiri secara tiba-tiba, dapat
ini disebabkan oleh gaya gravitasi yang bekerja pada sistem
kardiovaskular. Perubahan tubuh secara mendadak dari supinasi ke
posisi berdiri menghasilkan tarikan gravitasi yang kuat terhadap
darah dari sirkulasi. Jantung sekarang berada di bawah kepala dan
leher dan sekitar 2-4 ft di atas ekstremitas bawah. Tekanan darah
akan turun di kepala dan membuat tekanan naik di ekstremitas
bawah. Kenaikkan darah di ekstremitas bawah membuat darah
mengumpul di vena karena sifatnya yang elastis, tidak seperti
pembuluh arteri yang dindingnya kaku (Klabunde, 2011).
Perubahan posisi dari supinasi ke berdiri secara cepat
membuat beberapa perubahan antara lain: 1) penurunan jumlah
darah vena yang kembali ke jantung 2) penurunan volume darah di
jantung (end diastolic volume) 3) penurunan volume darah arteri
dan tekanan darah pada kepala dan leher. Perubahan tersebut
diimbangi oleh beberapa kompensasi seperti 1) naiknya denyut
jantung dan curah jantung meningkat, 2) katup pada vena menjaga
darah mengalir satu arah menuju jantung yang membantu darah
kembali ke jantung, 3) otot skelet berkontraksi dan membantu
menekan vena, 4) sistem syaraf memunculkan kompensasi dan
respon otonoom untuk mengembalikan tekanan darah secara
normal (Klabunde, 2011).
Medula oblongata mempunyai 2 pusat pengaturan otonom
meningkatkan stimulasi simpatetis, dikeluarkannya epinefrin dan
norepinefrin, menaikkan frekuensi nadi dengan meningkatkan
pacemaker cell depolarization rate. Medula juga stimulasi
vasokonstriksi pada otot polos arteri, terutama yang menuju ke
otak, untuk meningkatkan tekanan darah melawan gravitasi
(Guyton & Hall, 2007).
Gambar 2.2 Refleks Baroreseptor (diambil dari intranet.tdmu.edu.ua)
ii. Operasional
1. Alat dan Bahan
Spyghmomanometer digital merk Omron Tipe
HEM-7203, Jepang
2. Prosedur pelaksanaan
Subyek sebelumnya diminta istirahat selama 5 menit
kemudian diukur tekanan darah istirahatnya dengan
menggunakan sphygmomanometer digital sebagai
tekanan darah baseline
Subyek berbaring/ posisi supinasi selama 5 menit lalu
diukur tekanan darah posisi supinasi dengan
menggunakan sphygmomanometer digital sebagai
tekanan darah pretes
Selanjutnya subyek mengubah posisi dari supinasi ke
posisi berdiri dan diukur tekanan darahnya sebagai
tekanan darah postes 1
Subjek berdiri selama 7 menit dan diukur tekanan
darahnya sebagai tekanan darah postes 2
Perubahan tekanan darah yang tercatat pada perubahan
posisi akan dibandingkan dengan tekanan darah
B. Kerangka Konsep
Gambar 2.3 Kerangka konsep penelitian Aktivitas bandara
- Jarak
- Lama pajanan - Usia
- Intensitas
Peningkatan intensitas bising lingkungan
Dampak
Pendengaran Non- Pendengaran
Efek pada sistem saraf otonom
Pemeriksaan Postural change
Hasil:
- Respon simpatis
meningkat
C. Hipotesis
Pajanan bising intensitas tinggi pada masyarakat sekitar Bandara Adisutjipto
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
observasional dengan pendekatan cross sectional (potong lintang). Penelitian
ini membagi sampel penelitian menjadi dua kelompok yaitu kelompok bising
intensitas tinggi (terpajan bising akibat aktivitas Bandara Adisutjipto,
Yogyakarta) dan kelompok bising intensitas rendah (tidak terpajan bising
bandara).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah perempuan yang
terpajan bising akibat aktivitas Bandara Adisucipto dan perempuan
yang tidak terpajan bising bandara.
2. Sampel
Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposive
sampling yaitu didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu
berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya
(Notoatmodjo, 2002). Sedangkan untuk mengendalikan variabel
perancunya dengan menggunakan metode restriksi. Restriksi
kriteria tertentu yang disebut kriteria eligibilitas. Dua jenis kriteria
eligibilitas tersebut yaitu kriteria inklusi dan eksklusi (Murti, 2010).
Teknik sampling pada penelitian ini adalah
a. Kriteria Inklusi
1) Perempuan usia 20 – 40 tahun
2) Ibu rumah tangga
3) Bertempat tinggal > 1 tahun di sekitar Bandar Udara
Adisucipto (kelompok bising intensitas tinggi) dan >1
tahun tinggal jauh dari bandara (kelompok bising
intensitas rendah)
4) Tidak ada riwayat hipertensi dan penyakit jantung yang
diketahui melalui anamnesis/ pengisian kuisioner
b. Kriteria Eksklusi
1) Merokok
2) Minum minuman beralkohol (alkoholik)
3) Obesitas dengan kriteria IMT ≥ 30
4) Mempunyai gangguan pendengaran
5) Riwayat penyakit dan pengobatan: tidak terdapat riwayat
hipertensi, penyakit jantung, tidak konsumsi obat
antihipertensi, serta tidak mengonsumsi kopi dalam 12
jam terakhir.
Subyek yang masuk dalam kriteria inklusi adalah perempuan
sudah bertempat tinggal di daerah tersebut selama > 1 tahun. Alasan
pemilihan kriteria subyek tersebut dikarenakan perempuan yang
beraktivitas sebagai ibu rumah tangga lebih sering berada di rumah
sehingga lebih lama terpajan oleh bising pesawat. Usia 20-45 tahun
termasuk usia produktif dan belum termasuk ke dalam kategori lansia,
sehingga belum banyak penurunan fungsi fisiologis tubuh khususnya
penurunan fungsi kardiovaskuler.
3. Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini sebanyak 30 orang dari
masing-masing populasi sehingga total sampel dari seluruh populasi
yaitu sebesar 60 orang (Roscoe, 1975 cit. Notoadmojo, 2002), yaitu :
a. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah
tepat untuk kebanyakan penelitian.
b. Jika sampel dipecah ke dalam sub-sampel (pria/ wanita,
junior/ senior dan sebagainya) ukuran sampel minimum 30
untuk setiap kategori adalah tepat.
c. Penelitian multivariate (termasuk analisi regresi berganda )
ukuran sampel sebaiknya 10 kali lebih besar dari jumlah
variabel dalam penelitian.
d. Penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol
eksperimen yang ketat, penelitian yang sukses adalah
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
a. RT. 04 dan RT.05 RW.02 Kelurahan Tegaltirto, Kecamatan
Berbah, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta dengan radius ± 2
km dari bandara (kelompok bising intensitas tinggi)
b. RT. 04 dan RT 05, RW.03, Dukuh Jadan, Kelurahan Tamantirto,
Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta dengan
radius ± 19 km dari bandara (kelompok bising intensitas rendah)
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan bulan 20 Juli- 15 November 2015
D. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas (Independent) : Pajanan Bising
b. Variabel tergantung (dependent) : Respon kardiovasa
2. Definisi Operasional
a. Pajanan bising adalah bising yang berasal dari mesin pesawat dari
bandara dengan radius 2 km dengan intensitas bising 72,96-94,16
dB berdasarkan pengukuran oleh Sound Level Meter (SLM) merk
Krisbow (KW-06-290, China). Mengacu pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 718/Menkes/Per/XI/19873,
tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan,
persyaratan untuk wilayah B (wilayah yang diperuntukkan bagi
sebesar 45 dBA (maksimum yang dianjurkan) sampai 55 dBA
(maksimum yang diperbolehkan).
b. Respon kardiovasa
Respon kardiovasa merupakan selisih tekanan darah, frekuensi
nadi, tekanan nadi dan tekanan rata-rata nadi antara baseline dan
ketika terdapat perubahan posisi dari posisi berbaring ke posisi
berdiri.
c. Postural change
Postural change merupakan tes yang dapat digunakan untuk
melihat aktivitas sistem otonom. Tes ini dilakukan dengan
perubahan posisi pada subyek dari berbaring ke posisi berdiri,
perubahan ini diatur oleh baroreseptor yang berada pada aorta dan
arteri karotis.
E. Instrumen Penelitian
1. Sound Level Meter ( SLM ) untuk mengukur intensitas kebisingan
merk Krisbow (KW-06-290, China)
2. Tripod sebagai penyangga SLM
3. Informed consent untuk bukti kesediaan menjadi responden
4. Form kuesioner kriteria inklusi dan eksklusi
5. Sphygmomanometer digital merk Omron (HEM-7290, Jepang)
untuk mengukur tekanan darah responden
F. Alur penelitian
1. Tahap pra penelitian
a. Studi pendahuluan dan teori untuk mendapatkan data yang
mendukung penelitian.
b. Persiapan materi dan konsep untuk mendukung jalannya penelitian.
c. Penyusunan proposal.
2. Tahap persiapan penelitian
a. Penyusunan instrumen penelitian yang akan digunakan.
b. Pengurusan izin penelitian dari pihak Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UMY.
c. Permohonan izin kepada responden.
3. Tahap pelaksanaan
a. Pelaksanaan penelitian diawali dengan mengukur intensitas
kebisingan di beberapa titik lokasi yang telah ditentukan.
b. Subjek penelitian terdiri dari 2 kelompok yang telah mengisi
kuesioner kriteria inklusi dan ekslusi, yaitu kelompok intensitas
bising tinggi dan kelompok intensitas bising rendah.
c. Peneliti kemudian menjelaskan kepada subjek tentang maksud dan
tujuan penelitian serta penjelasan singkat mengenai perlakuan
yang akan diberikan.
d. Penelitian dilanjutkan dengan pengisian form informed consent.
e. Pelaksanaan penelitian dilanjutkan dengan melakukan uji postural
menit dalam posisi berdiri, pemeriksaan dilakukan secara
bergantian.
4. Cara Penelitian
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, tekanan arteri rata-rata dan tekanan nadi. Pengambilan
respon kardiovasa pada subjek dilakukan dengan cara:
1. Subyek diminta untuk istirahat selama 5 menit, kemudian diukur
tekanan darahnya sebagai tekanan darah baseline.
2. Pengukuran tekanan darah digunakan sphygmomanometer digital
merk Omron, HEM-7203 (Jepang)
3. Subyek berada pada posisi supinasi selama 5 menit, kemudian
diukur tekanan darahnya
4. Setelah berbaring 5 menit, subyek berdiri selama 7 menit. Dalam
posisi berdiri ini dilakukan 2 kali pengukuran, yaitu pada menit
awal ketika subyek mengubah posisinya dan menit 7.
G. Analisa Data
Data yang didapatkan dicatat pada Microsoft Excel 2010. Analisis
data menggunakan paket program pengolah data SPSS. Diawali dengan
melakukan uji normalitas Kolmogorov Smirnov karena jumlah data yang
didapatkan > 50 data. Data yang telah diuji normalitasnya digunakan
perhitungan independen-t-test (untuk data yang persebarannya normal). Tes
itu, untuk menentukan kondisi hipotensi ortostatik, digunakan metode
Chi-Square.
H. Etika Penelitian
Penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik
FKIK UMY dengan nomor surat etik: 495/EP-FKIK-UMY/XII/2015 dengan
judul penelitian “Pengaruh Pajanan Bising Terhadap Respon Tekanan Darah
pada Masyarakat di Sekitar Bandara Adisutjipto Yogyakarta dengan Metode
Postural Change”
Penelitian ini memperhatikan beberapa hal yang menyangkut etika penelitian
sebagai berikut:
1. Informed consent, yaitu peneliti memberikan lembar permohonan
menjadi subyek dan persetujuan menjadi subyek pada calon subyek
penelitian. Jika subyek menolak, maka peneliti tidak akan memaksa
dan menghormati hak subyek.
2. Anonimity, maksudnya nama subyek penelitian hanya diketahui oleh
peneliti. Publikasi tidak dicantumkan nama subyek melainkan
menggunakan kode angka.
3. Confidentiality, yaitu data atau informasi yang didapat selama
penelitian akan dijaga kerahasiaannya.
4. Do not harm, yaitu meminimalkan kerugian dan memaksimalkan
manfaat penelitian yang timbul pada penelitian ini.
5. Fair treatment, yaitu melakukan perlakuan yang adil dan
38
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Oktober 2015. Data yang diambil pada
penelitian ini merupakan data primer dengan metode penelitian observasional
analitik. Sampel diambil dengan metode purposive sampling dengan subjek
penelitian perempuan yang tinggal di rumah minimal 8 jam.
A.1. Karakteristik pada subyek
Selama penelitian didapatkan jumlah subyek penelitian sebanyak 60
orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang masing-masing terdiri
dari 30 subyek penelitian sebagai kelompok yang tinggal di daerah dengan
intensitas bising tinggi (terpajan bising bandara) dan 30 subyek penelitian
sebagai kelompok yang tinggal di daerah intensitas bising rendah (tidak
terpajan bising bandara). Perbandingan karakteristik 2 kelompok terdapat
Tabel 4.1 Lokasi, Radius dari Bandara, dan Intensitas Bising
Berdasarkan tabel 4.1, terdapat perbedaan radius tempat tinggal dua
kelompok dan intensitas bisingnya. Pada kelompok bising intensitas tinggi,
radius tempat tinggalnya lebih dekat dengan bandara sehingga didapatkan
intensitas bisingnya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok intensitas
bising rendah.
Standard kebisingan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987 tentang kebisingan yang
berhubungan dengan kesehatan, intensitas bising yang ditetapkan adalah 45
dB (maksimum yang dianjurkan) sampai dengan 55 dB (maksimum yang
diperbolehkan) untuk wilayah B termasuk daerah perumahan, tempat
pendidikan, dan rekreasi, sehingga intensitas bising pada kelompok intensitas
bising tinggi dengan radius yang lebih kecil dari bandara sudah melewati nilai
ambang batas yang diizinkan untuk daerah perumahan.
Pengukuran tingkat bising pada RT. 04 dan RT. 05 RW. 02, Dukuh
Yogyakarta dan RT. 04 dan RT. 05 RW. 03, Dukuh Jadan, Kelurahan
Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta
digunakan alat sound level meter merkKrisbow KW-06-290 (Cina) yang telah
dikalibrasi oleh Laboratorium Teknik Mesin UMY. Hasil pengukuran
intensitas bising yang dilakukan pada 6 titik dapat dilihat dari tabel 4.2
Tabel 4.2. Perbandingan Intensitas Bising pada Tempat Tinggal Kelompok Bising Intensitas Tinggi dan Kelompok Bising Intensitas Rendah
Pengukuran
pesawat yang melintas di atas wilayah RT. 04 dan RT.05 RW.02, Dukuh Jagalan,
Kelurahan Tegaltirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta,
yaitu pesawat tempur dan pesawat komersil. Hasil pengukuran I, II, dan III pada
kelompok bising intensitas tinggi didapatkan dari bising pesawat tempur dan hasil
pengukuran IV, V, dan VI merupakan intensitas bising yang didapatkan dari
lebih tinggi pada pesawat komersil. Rata-rata bising yang didapat adalah 72,96 dB
- 94,16 dB.
Rata-rata intensitas bising pada daerah RT. 04 dan RT. 05 RW. 03, Dukuh
Jadan, Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.
Yogyakarta lebih rendah 42,8 dB. Angka tersebut sesuai dengan nilai ambang
batas bising yang diizinkan untuk tempat tinggal.
Tabel 4.3 Karakteristik Subyek Penelitian Bising Intensitas
tahun) dibandingkan dengan rata-rata usia subyek pada kelompok kontrol yang
termasuk dewasa awal (30,03 ± 5,64 tahun). Indeks masa tubuh yang tercantum
bahwa kategori terbanyak pada kelompok bising intensitas tinggi adalah
overweight pada 15 subyek (50%) sedangkan pada kelompok bising intensitas
rendah adalah normal 16 subyek (53,3%).
Perbandingan karakteristik lainnya, yaitu baseline tekanan darah sistolik,
tekanan darah diastolik, dan frekuensi nadi dari kelompok bising intensitas tinggi
dan kelompok bising intensitas rendah yang dapat dilihat dalam tabel 4.4.
Tabel 4.4 Perbandingan Baseline Tekanan Darah Subyek pada Kelompok Bising
Intensitas Tinggi dan Kelompok Bising Intensitas Rendah Kelompok Bising
Intensitas Tinggi
Kelompok Bising
Intensitas Rendah P value T. D. Sistolik (mmHg)
baseline tekanan darah sistolik subyek pada kelompok bising intensitas tinggi
(127,71 ± 15,98 mmHg) yang lebih tinggi secara bermakna (p < 0,05) dibanding
kelompok bising intensitas rendah (115,62 ± 10,63 mmHg). Tidak ditemukan
perbedaan dengan p value = 0,37 diantara tekanan darah diastolik dan frekuensi
nadi pada 2 kelompok secara bermakna (p > 0,05). Berdasarkan klasifikasi Joint
National Comittee (JNC VIII), tekanan darah sistolik pada kelompok bising
termasuk keadaan pre-hipertensi (120-139 mmHg), sedangkan pada kontrol
kelompok masuk keadaan normal ( < 80 mmHg). Frekuensi nadi pada dua
kelompok termasuk normal (60-100x/menit).
A.2. Respon kardiovasa dengan metode postural change
Respon pada kelompok bising intensitas tinggi dan kelompok bising
intensitas rendah mencakup perbandingan nilai respon subyek terhadap postural
change pada tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri
rata-rata, tekanan nadi, dan frekuensi nadi. Postural change adalah adalah perubahan
posisi tubuh dari posisi supinasi ke posisi berdiri yang digunakan untuk menilai
fungsi dari sistem saraf otonom melalui reaktivitas tekanan darah sistolik dan
diastolik pada kelompok bising intensitas tinggi dan bising intensitas rendah. Nilai
pretes didapatkan dari subyek ketika posisi supinasi/ berbaring selama 5 menit.
Postes 1 diambil pada saat subyek mengubah posisi dari supinasi menjadi berdiri
dan postes 7 diambil pada saat subyek berdiri 7 menit. Delta adalah selisih antara
A.2.1. Respon tekanan darah sistolik. Terdapat perbedaan secara bermakna
antara 2 kelompok pada nilai pretes (p value = 0,004), nilai postes menit 7 (p
value = 0,02), dan delta pretes menit 1 (pvalue = 0,001). Tidak didapatkan
perbedaan secara bermakna antara 2 kelompok (pvalue > 0,05) pada postes menit
1 (pvalue = 0,47) dan delta pretes menit 7 (pvalue = 0,135). Didapatkan pada
kelompok bising intensitas rendah memiliki nilai postes pada menit 1 lebih tinggi
secara bermakna (116,03 ± 12,39 mmHg) dibandingkan kelompok bising
intensitas tinggi (114,5 ± 15,55 mmHg). Tekanan darah sistolik pada menit 7
mulai kembali ke kondisi mendekati baseline pada kelompok bising intensitas
tinggi (124,06 ± 14,22 mmHg) dan kelompok bising intensitas rendah (115,8 ±
12,53 mmHg). Delta sistol dari pretes dengan postes di menit 1 pada kelompok
bising intensitas tinggi lebih secara bermakna (p value = 0,001) yaitu (-13,7 ±
12,21 mmHg) dibandingkan kelompok bising intensitas rendah (-1,93 ± 10,49
mmHg). Delta sistol di menit 7 pada kelompok bising intensitas tinggi (-3,23 ±
12,23 mmHg) dan kelompok bising intensitas rendah (1,10 ± 9,53 mmHg).
A.2.2. Respon tekanan darah diastolik. Terdapat perbedaan borderline
pada saat delta menit 1 (p value = 0,05), sedangkan perbedaan tidak bermakna (p
value > 0,05) ditemukan pada pretes (p value = 0,37), postes menit 1 (p value =
0,49), postes menit 7 (p value = 0,51) dan delta menit 7 (p value = 0,62). Antara 2
kelompok didapatkan pada kelompok bising intensitas tinggi memiliki rata rata
postes menit 1 yang lebih rendah secara tidak bermakna (p value = 0,37) yaitu
(77,53 ± 14,35 mmHg) dibanding kelompok bising intensitas rendah (79,66 ± 9,43
lebih tinggi secara tidak bermakna (81,5 ± 12,79 mmHg) dibanding kelompok
bising intensitas rendah (79,56 ± 9,60 mmHg). Selisih antara rata-rata pretes
dengan postes menit 1 atau delta menit 1 pada kelompok bising intensitas tinggi
lebih rendah secara bermakna (1,2 ± 9,09 mmHg) dibanding kelompok bising
intensitas rendah (5,66 ± 8,22 mmHg). Delta pada menit 7 di kelompok bising
intensitas tinggi mempunyai rata rata yang lebih rendah (6,53 ± 7,28) mmHg
dibanding kelompok bising intensitas rendah (7,46 ± 7,24) mmHg.
A.2.3. Respon tekanan rata-rata arteri (MAP). Pada tekanan rata-rata arteri
(MAP) ditemukan perbedaan bermakna (p value < 0,05) pada pretes (p value =
0,004) dan delta menit 1 (p value = 0,001). Sedangkan tidak ditemukan perbedaan
bermakna (p value > 0,05) pada postes menit 1 (p value = 0,52), postes menit 7 (p
value = 0,15), dan delta menit 7 (p value = 0,26). Nilai rerata postes didapatkan
pada menit 1 pada kelompok bising intensitas tinggi (89,85 ± 13,39 mmHg) lebih
rendah secara bermakna dibanding kelompok bising intensitas rendah (91,78 ±
9,78 mmHg). Nilai rata rata postes menit 7 pada kelompok bising intensitas tinggi
(95,68 ± 11,57 mmHg) lebih tinggi dibanding kelompok bising intensitas rendah
(91,64 ± 10,11 mmHg). Delta antara rata rata pretes menit 1 dengan postes menit
1 pada kelompok bising lebih rendah (-3,7667 ± 7,65 mmHg) dibandingkan
dengan kelompok bising intensitas rendah (3,35 ± 8,13 mmHg) dan delta pada
menit 7 lebih rendah (3,27 ± 7,47 mmHg) dibandingkan kelompok bising
intensitas tinggi dibandingkan kelompok bising intensitas rendah (5,4 ± 7,11
A.2.4. Respon tekanan nadi. Ditemukan perbedaan yang bermakna (p
value < 0,05) pada pretes (p value = 0,001), postes menit 7 (p value = 0,03), dan
delta menit 1 (p value = 0,017). Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (p
value > 0,05) pada postes menit 1 (p value = 0,83) dan delta menit 7 (p value =
0,16). Rerata postes menit 1 pada kelompok bising intensitas tinggi lebih tinggi
(36,96 ± 13,19 mmHg) dibanding kelompok bising intensitas rendah (36,36 ± 8,16
mmHg). Postes menit 7, di kelompok bising intensitas tinggi lebih tinggi secara
bermakna (p value = 0,03) (42,56 ± 13,85 mmHg) dibanding kelompok bising
intensitas rendah (36,23 ± 7,20 mmHg). Delta antara menit 1 di kelompok bising
lebih tinggi secara bermakna (p value = 0,017) yaitu (-14,9 ± 14,43 mmHg)
dibanding kelompok bising intensitas rendah (-7,3 ± 8,74 mmHg) dan delta pada
menit 7 lebih tinggi secara tidak bermakna ( p value = 0,16) di kelompok bising
(-9,76 ± 11,5 mmHg) dibanding kelompok bising intensitas rendah (-6,2 ± 7,91
mmHg).
A.2.5. Respon frekuensi nadi. Ditemukan perbedaan yang borderline pada
delta menit 7 (p value = 0,05), sedangkan tidak ditemukan perbedaan bermakna (p
> 0,05) pada pretes (p value = 0,132), postes menit 1 (p value = 0,71), postes
menit 7 (p value = 0,79), dan delta menit 1 (p value = 0,2). Rerata postes
frekuensi nadi menit 1 pada kelompok bising intensitas tinggi (91,56 ± 12,65
kali/menit) lebih rendah secara tidak bermakna (p value = 0,71) dibanding
kelompok bising intensitas rendah (92,73 ± 11,64 kali/menit). Postes menit 7 nilai
rata rata kelompok bising intensitas tinggi lebih rendah (90,43 ± 10,13 kali/menit)
rendah (91,1 ± 10,08 kali/menit). Pada delta menit 1 nilai rata rata kelompok
bising (15,16 ± 9,01 kali/menit) lebih tinggi secara tidak bermakna ((p value =
0,2) dibanding kelompok bising intensitas rendah (12,3 ± 8,35 kali/menit) dan
pada delta menit 7 rata rata pada kelompok bising intensitas tinggi (14,16 ± 9,48
kali/menit) borderline (p value = 0,05) dibanding kelompok bising intensitas
rendah (10,1 ± 6,53 kali/menit).
A.3. Keadaan Hipotensi Ortostatik
Keadaan ini terjadi jika terdapat penurunan tekanan darah sistolik >20
mmHg atau diastolik > 10 mmHg pada posisi berdiri saat dilakukan pengukuran
ortostatik. Gejala yang dianggap tidak normal adalah perasaan seperti
lightheadedness atau pusing. Penilaian ini berdasarkan pengukuran tekanan darah
dan anamnesis tentang gejala lightheadedness atau pusing. Keadaan hipotensi
ortostatik pada 2 kelompok dapat dilihat dari tabel 4.6
Tabel 4.6 Keadaan Hipotensi Ortostatik dan Gejala
Kelompok Bising
diantara 2 kelompok. Kondisi hipotensi ortostatik lebih banyak dialami subyek
pada kelompok bising intensitas tinggi sebanyak 17 orang (56,67%) dibandingkan
kelompok bising intensitas rendah 1 orang (3,33%). Pada subyek kelompok bising
intensitas tinggi sebanyak 19 orang (63,3%) mengalami gejala berupa
lightheadedness atau pusing lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bising
intensitas rendah yaitu 5 orang (16,67%). Kedua kelompok subyek yang
mengalami gejala berupa lightheadedness atau pusing tidak semuanya mengalami
kondisi hipotensi ortostatik.
B. PEMBAHASAN
1. Perbedaan respon tekanan darah terhadap postural change antara
kelompok bising intensitas tinggi dan bising intensitas rendah
Pembahasan ini akan membandingkan respon tekanan darah pada
bising intensitas tinggi sebagai kelompok yang memiliki fungsi sistem
otonom yang mengalami perubahan dan bising intensitas rendah sebagai
kelompok yang memiliki fungsi fisiologis normal sehingga dapat dijadikan
parameter untuk menentukan ada tidaknya perbedaan respon tekanan
darah terhadap postural change.
Terdapat perbedaan respon tekanan darah sistolik pada subyek
yang tinggal di daerah dengan intensitas bising tinggi dan subyek yang
tinggal di daerah intensitas bising rendah. Perbedaan secara bermakna
pada respon tersebut didapatkan pada tekanan darah sistolik pretes, postes
intensitas bising tinggi mengalami penurunan sebanyak (-13,7 ± 12,21
mmHg) dibandingkan dengan kelompok intensitas bising rendah yang
mengalami penurunan sebanyak (-1,93 ± 10,49 mmHg). Penurunan
tekanan darah yang lebih tinggi pada subyek yang mendapat bising
intensitas tinggi atau dalam kondisi stres disebabkan oleh ketidakstabilan
refleks simpatovagal menurut penelitian Japundžić-Žigon (2010).
Terdapat penurunan pada tekanan darah sistolik tekanan darah
sistolik secara bermakna dengan metode postural change dan kembalinya
tekanan darah ke baseline setelah menit ke 3. Hasil tersebut sesuai dengan
penelitian Pujitha et. al., (2014) tentang postural change terhadap tekanan
darah dan frekuensi nadi dan penelitian Eser et. al. (2007) tentang
perbedaan posisi tubuh terhadap tekanan darah. Penelitian ini tidak
dilakukan pengukuran pada menit ke 3. Pengukuran dilakukan pada menit
awal ketika berdiri dan setelah 7 menit berdiri. Setelah 7 menit berdiri,
tekanan darah sistol kembali ke baseline pada dua kelompok karena
venous return sudah kembali normal.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Goyal, Gupta, dan Walia,
(2010) tentang efek dari bising dengan fungsi tes otonom juga mendapat
hasil bahwa rata-rata penurunan sistolik berbeda bermakna diantara 2
kelompok yang mengalami bising. Berdasarkan penelitian ini, pengukuran
tekanan darah dari posisi supinasi ke posisi berdiri akan melihat aktivitas
dari sistem saraf simpatis. Tekanan darah pada perubahan posisi ini diatur
secara sistolik pada 2 kelompok dapat disebabkan karena penurunan
sensitifitas baroreceptor indeks pada kelompok intensitas bising tinggi.
Penelitian ini didapatkan hasil penurunan tekanan darah sistolik
pada perubahan postural dari posisi supinasi/ berbaring ke posisi berdiri,
hal ini diakibatkan oleh darah yang terkumpul di ektremitas bawah karena
efek gravitasi bumi, sehingga dapat mengurangi venous return dan stroke
volume yang ditandai dengan turunnya tekanan darah sistolik.
Baroreseptor refleks kemudian berfungsi menjaga tekanan darah normal.
Arterial barorefleks yang berada pada sinus carotid dan sepanjang
lengkung aorta ini mengatur regulasi otonom tekanan darah secara jangka
pendek (Wilker et. al., 2009). Pengurangan dari venous return akan
berakibat turunnya cardiac output sehingga akan menurunkan stimulasi di
baroreseptor aorta dan arteri carotid. Pengurangan dari stimulasi
baroreseptor ini dalam keadaan normal akan menurunkan aktivitas sistem
parasimpatetis dan meningkatkan aktivitas simpatis. Aksi ini berpengaruh
pada pusat kardiovaskular di medulla oblongata sehingga akan
meningkatkan denyut jantung, tonus arteri dan vena, dan kontraksi jantung
untuk mengompensasi penurunan stroke volume dan memprovide cardiac
output untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Klabunde, 2011).
Penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna pada rata-rata
tekanan darah diastolik di menit awal berdiri. Hasil tersebut sesuai dengan
penelitian Goyal, Gupta, dan Walia (2010) tentang efek dari bising pada