KONSUMSI SERAT MAKANAN
PADA MURID-MURID SEKOLAH
DASAR
Oleh
Yuki Yunanda
DEPARTEMEN KEDOKTERAN
KOMUNITAS
Daftar Isi
hal.
Daftar isi
1. Bab 1 Pendahuluan
1.1.Konsumsi Serat dan Pola Makan Anak
1.2.Metode dan Materi
2. Bab 2 Pembahasan
3. Kesimpulan
Daftar Pustaka
I
1
2
4
6
8
Bab I
Pendahuluan
Serat atau roughage adalah komponen makanan yang berasal dari tumbuhan
yang resisten terhadap enzim pencernaan manusia di usus halus.Serat dapat
diklasifikasikan menjadi serat yang larut dalam air (soluble fibre) dan serat yang tidak
larut dalam air (insoluble fibre).
Meskipun tidak dikategorikan sebagai zat gizi, serat makanan (dietary fiber)
terbukti sangat bermanfaat bagi kesehatan. Serat makanan bermanfaat menjaga
kesehatan tubuh dan mencegah penyakit-penyakit seperti konstipasi, wazir, kanker
usus besar serta bermanfaat juga untuk menurunkan berat badan. Serat atau roughage
adalah komponen makanan yang berasal dari tumbuhan yang resisten terhadap enzim
pencernaan manusia di usus halus.
Sumber makanan yang tinggi serat antara lain
sayur-sayuran, buah-buahan, sereal, biji-bijian, kacang-kacangan, dan polong-polongan.
Rata-rata konsumsi serat penduduk Indonesia dewasa di atas 20 tahun adalah
10,5 gram per hari. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru
memenuhi kebutuhan serat makanannya sekitar ⅓ dari kebutuhan ideal rata-rata yaitu
30 gram setiap hari.
Rendahnya angka konsumsi serat ini tidak terlepas dari pengaruh gaya hidup
yang dilakukan para orangtua sehingga anak-anaknya juga mempunyai kebiasaan pola
makan yang kurang baik, yaitu suatu trend yang menunjukkan pola makan fast food
yang kurang ataupun tidak mengandung unsur serat makanan seperti sayur-sayuran
atau buah-buahan. Oleh karena itu diperlukan suatu kegiatan yang dapat
dasar agar mau mengkonsumsi serat makanan disamping kebutuhan protein,
karbohidrat dan lemak sebagaimana mestinya.
1.1 Konsumsi Serat dan Pola Makan Anak
Konsumsi serat makanan adalah jumlah asupan dan jenis bahan pangan sumber
serat yang dikonsumsi per hari (Sulistijani, 2001). Walaupun konsumsi serat makanan
berpengaruh positif bagi tubuh dan sangat dianjurkan, namun harus memperhatikan
nilai kecukupannya bagi tubuh. Sebab, mengkonsumsi serat makanan secara
berlebihan akan berdampak negatif bagi tubuh. Tubuh akan mengalami defisiensi
mineral dan perut menjadi kembung. Kondisi ini terjadi akibat menumpuknya serat di
dalam kolon sehingga menyebabkan fermentasi serat di dalam kolon. Fermentasi ini
lalu memicu timbulnya gas, seperti gas metan, hidrogen, dan karbondioksida di dalam
sekum dan kolon yang terbentuk dari kerja enzim-enzim bakteri yang memetabolisme
serat. Jumlah gas yang dihasilkan tergantung dari serat makanan yang dikonsumsi dan
flora bakterial (Isselbacher, 2000).
Kelebihan volume serat juga dapat mengurangi absorpsi mineral, seng, besi dan
kalsium. Meskipun ada bakteri di dalam usus besar yang berangsur-angsur akan
beradaptasi dengan adanya asupan serat makanan. Namun, asupan serat yang terlalu
tinggi tetap tidak dapat menghilangkan rasa kembung di dalam perut. Lebih jauh
Wirakusumah (1993) menambahkan bahwa konsumsi serat makanan yang terlalu
banyak dapat menghalangi absorpsi vitamin B12, A, D, E, dan K, oleh karena adanya
pektin. Terhalangnya absorpsi vitamin sering dijumpai pada para vegetarian. Asam
fitat di dalam lambung para vegetarian ini mampu mengikat serat. Defisiensi
menyingkirkan asam empedu yang berfungsi mencerna lemak di dalam tubuh
(Sulistijani, 2001).
Agar jumlah serat yang dikonsumsi tidak kurang maupun berlebih, maka
dianjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi secara bervariasi,
seperti kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran, dan buah-buahan. Konsumsi serat
sebaiknya tidak dipenuhi dari suplemen serat. Jika tidak sangat diperlukan, konsumsi
suplemen serat makanan tidak perlu dilakukan. Namun apabila seseorang tidak suka
mengkonsumsi sayuran maupun buah-buahan, maka usahakan menggunakan
suplementasi serat, baik dalam bentuk tablet fiber, bubuk psyllium, atau agar-agar
sehingga kebutuhan seratnya dapat terpenuhi (Arisman, 2004).
Dalam hal anjuran konsumsi, belum ada Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
pasti untuk konsumsi serat makanan. Namun, untuk diet 2000 kalori pada orang
dewasa, paling sedikit 1000 sampai 2000 kalori harus berasal dari karbohidrat
kompleks. Diet serat yang dianjurkan adalah 25 sampai 30 gram per hari untuk orang
dewasa dan 10 sampai 15 gram untuk anak-anak cukup untuk pemeliharaan tanpa
efek negatif terhadap kesehatan (Baliwati et al, 2004).
Data Biro Pusat Statistik tahun 1990 menunjukkan bahwa komposisi konsumsi
energi makanan rata-rata sehari orang Indonesia 9,6% berasal dari protein, 20,6% dari
lemak dan 68,6% dari karbohidrat. Konsumsi energi rata-rata di Indonesia pada tahun
1996 adalah 73,3% berasal dari makanan pokok, 5,8% dari pangan hewani, 3,0% dari
kacang-kacangan, 5,4% dari gula, 11,98% dari minyak dan lemak, dan 2,2% dari
sayur dan buah-buahan. WHO (1990) menganjurkan rata-rata konsumsi energi
makanan sehari adalah 10-15% berasal dari protein, 15-30% dari lemak, dan 55-75%
Sedangkan dari hasil analisis data konsumsi makanan penduduk Indonesia
dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, menunjukkan bahwa secara
keseluruhan hanya 6,4% penduduk Indonesia yang cukup mengkonsumsi serat. Di
Provinsi Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, juga hampir sama, hanya 5,5%
penduduk yang termasuk dalam kategori cukup mengkonsumsi serat. Hasil tersebut
cukup menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia memiliki masalah
konsumsi serat rendah. Beberapa faktor seperti status ekonomi, pengetahuan tentang
makanan berserat, ketersediaan makanan berserat, serta pola dan kebiasaan makan
akan mempengaruhi konsumsi serat seseorang.
Tabel 1. Angka Kebutuhan Serat yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari)
Golongan Umur Serat (gram)
Laki-laki
19-21 tahun 38 gram
Perempuan
19-21 tahun 25 gram
Sumber : National Academy Sciences (2007)
Kebiasaan makan pada anak dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor
sosial ekonomi keluarga, pengetahuan tentang gizi, ketersediaan pangan di tingkat
rumah tangga dan informasi tentang pangan dan gizi. Yang termasuk dalam sosial
ekonomi keluarga, yakni pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang
tua, besarnya uang saku yang didapat dan lokasi tempat tinggal. Faktor-faktor tersebut
akan mempengaruhi konsumsi serat pada anak. Sehingga dapat disimpulkan ada dua
faktor yang mempengaruhi konsumsi serat anak berdasarkan kebiasaan makannya,
mempengaruhi adalah kebiasaan makan dari anak, sedangkan faktor yang secara tidak
langsung mempengaruhi adalah karakteristik sosial ekonomi keluarga dan
pengetahuan gizi pada anak (Madajinah, 2004).
1.2. Metode dan Materi
Salah satu cara untuk merubah suatu perilaku kesehatan dapat dilakukan
dengan metode advokasi yaitu melalui komunikasi untuk perubahan perilaku
(behavioural communication changes). Komunikasi perubahan perilaku ini dapat
diterapkan melalui kegiatan penyuluhan dengan menggunakan berbagai metode dan
media seperti penyuluhan, role play, penggunaan leaflet, poster, dan model. Melalui
kegiatan pengabdian ini dilakukan penyuluhan tentang pentingnya mengkonsumsi
makanan berserat dengan menggunakan audio visual (Wireless dan LCD),
penggunaan leaflet, poster dan pelatihan keterampilan menentukan kebutuhan akan
serat dalam makanan sehari-hari serta demonstrasi menggunakan food model pada
Bab 2
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil pretest yang dilakukan terhadap 64 murid sekolah dasar ini,
diperoleh informasi bahwa secara umum murid-murid SD Juara ini mengetahui
makanan yang dikonsumsi setiap hari sangat menentukan keadaan kesehatan mereka.
Mereka juga mengetahui dengan baik bahwa pola makan yang benar mengikuti
prinsip empat sehat lima sempurna dan mereka juga mengetahui bahwa sayuran dan
buah-buahan banyak mengandung serat. Dari informasi yang diperoleh ini,
pengetahuan murid-murid SD Juara tentang makanan dan serat masih sederhana dan
perlu ditingkatkan, terutama menyangkut manfaat serat makanan untuk kesehatan.
Dari hasil pretest juga diperoleh informasi, masih banyak murid-murid yang
tidak tahu atau belum mengetahui peran serat makanan untuk kesehatan dan bahaya
makanan yang kurang serat terutama makanan cepat saji seperti fried chicken. Masih
banyak murid yang menyatakan serat makanan berasal dari hewan seperti daging
ayam dan daging sapi atau menyatakan tidak tahu sumber serat, yaitu masing-masing
25% dan 9.4%, tentu saja hal ini tidak tepat karena serat makanan yang dimaksud
bersumber dari tumbuhan. Pengetahuan murid-murid tentang peran serat untuk
kesehatan juga relatif kurang, antara lain pengetahuan tentang manfaat serat untuk
mencegah sulit buang air besar, mayoritas murid-murid tidak mengetahuinya yaitu
sebanyak 56.3%. Mayoritas murid juga tidak tahu manfaat serat untuk mencegah
wazir/ambaien yaitu sekitar 59.3%, sedangkan untuk mencegah penyakit kanker
sebanyak 36% murid-murid tidak mengetahui manfaat tersebut.
Makanan cepat saji (fast food) pada umumnya disukai oleh anak-anak
terutama di daerah perkotaan sesuai dengan gaya hidup modern saat ini. Makanan
kadar lemak yang tinggi tanpa ada kandungan serat sehingga dapat menimbulkan
penyakit jantung dan diabetes mellitus (sakit gula). Sebanyak 31.2% murid-murid
menyatakan tidak mengetahui bahwa makanan cepat saji dapat menyebabkan sakit
guna dan 36% menyatakan tidak mengetahui makanan cepat saji dapat menyebabkan
penyakit jantung.
Setelah dilakukan penyuluhan tentang pentingnya konsumsi serat makanan
dan manfaatnya bagi kesehatan, murid-murid mendapat pengetahuan baru dimana
mereka sudah mengerti akan pentingnya mengkonsumsi serat. Dari hasil posttest,
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebelumnya pada saat pretest, telah dapat
dijawab murid-murid dengan benar. Dengan demikian diharapkan kegiatan
pengabdian melalui penyuluhan kesehatan ini dapat bermanfaat bagi para murid
maupun para guru yang ikut hadir dalam kegiatan tersebut untuk mempraktekkan pola
Bab 3
Kesimpulan dan Saran
Konsumsi serat makanan secara umum masih rendah, terutama di kalangan
anak-anak. Berbagai makanan cepat saji serta perubahan gaya hidup saat ini, makin
memperburuk kebiasaan masyarakat untuk cenderung kurang ataupun tidak
mengkonsumsi serat makanan. Disamping faktor diatas, pengetahuan tentang manfaat
serat terhadap kesehatan juga masih rendah. Oleh karena itu, salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah melalui kegiatan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya
mengkonsumsi serat makanan, terutama perlu ditanamkan pada anak-anak sejak usia
dini. Dengan demikian diharapkan pengetahuan yang mereka peroleh dari penyuluhan
ini dapat menjadi bekal merekan dalam memilih makanan yang sehat.
Mengingat pentingnya kita mengkonsumsi serat, terutama bagi murid-murid
sekolah dasar perlu diberikan pengetahuan dasar tentang makanan yang sehat
sehingga mereka dapat memperkirakan kandungan zat gizi yang terdapat pada
makanan tersebut dan manfaatnya bagi kesehatan mereka. Para guru diharapkan dapat
memberikan dan memasukkan pengetahuan tentang zat gizi dan makanan sehat dalam
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S., 2004. Karbohidrat. Dalam: Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 44-46.
Almatsier, S., 2004. Standar Makanan Khusus. Dalam: Penuntun Diet. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 69-72.
Arisman, 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Astawan, M. dan Kasih, A.L., 2008. Khasiat Pangan Berwarna Putih. Dalam: Khasiat
Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 220-221.
Baliwati, Y.F. dan Retnaningsih, 2004. Kebutuhan Gizi. Dalam: Baliwati, Y.F.,
Khomsan A. dan Dwiriani C.M., Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar
Swadaya, 64-68.
Budiarto, E., 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, 2007. Ilmu Gizi Dasar, Kecukupan Energi dan Zat Gizi.
Dalam: Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers, 14-19.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2008. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2008. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Drummond, K., dan Brefere, L., 2007. Nutrition for Food Service and Culinary
Effendi, F., dan Makhfudli., 2005. Teori dan Praktik Dalam Keperawatan. Dalam:
Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Elex Media Komputindo, 220-221.
Institute of Medicine of The National Academies. Dietary Reference Intake for
Energy, Carbohidrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein and Amino
Acids. Washington DC: The National Academies Press. Available from:
[Accessed 10 April 2011].
Irianto, K. dan Waluyo, K., 2004. Makanan Berserat. Dalam: Gizi dan Pola Hidup
Sehat. Bandung: Yrama Widya, 46-48.
Isselbacher, K.J., dkk, 2000. Nutrition. Dalam: Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 3rd
Khomsan, A., 2002. Gizi dan Penyakit Degeneratif. Dalam: Pangan dan Gizi Untuk
Kesehatan. Edisi 1. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 59-61. ed. Singapore: Mac Graw Hill, 512-515.
Madanijah, S., 2004. Pendidikan Gizi. Dalam: Baliwati, Y.F., Khomsan A. dan
Dwiriani C.M., Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya, 115-118.
National Institutes of Health. Nutrient Reccomendations: Dietary Reference Intake
(DRI). USA: Office of Dietary Supplements. Available from:
Notoatmodjo, S., 2007. Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Dalam: Promosi
Kesehatan & Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 139-142.
Rusilanti, dan Kusharto, C.M., 2007. Sehat dengan Makanan Berserat. Jakarta:
Sastroasmoro, S. dan Ismael, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto.
Sediaoetama, A.D., 2008. Bahan Makanan dan Zat Makanan. Dalam: Ilmu Gizi Untuk
Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat, 17-20.
Sediaoetama, A.D., 2008. Menilai Kesehatan Gizi Perorangan. Dalam: Ilmu Gizi
Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat, 245-253.
Siagian, A., 2010. Pangan dan Zat Gizi. Dalam: Astikawati, R., Epidemiologi Gizi.
Jakarta: Erlangga, 12-19.
Sulistijani, D.A., 2001. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya.