HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG SERAT MAKANAN DENGAN KONSUMSI SERAT PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU ANGKATAN 2010
DI MEDAN TAHUN 2011
OLEH :
HANDAYAN HUTABARAT 080100156
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG SERAT MAKANAN DENGAN KONSUMSI SERAT PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU ANGKATAN 2010
DI MEDAN TAHUN 2011
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
OLEH :
HANDAYAN HUTABARAT 080100156
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Hubungan Pengetahuan Tentang Serat Makanan Dengan Konsumsi Serat Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010
Di Medan Tahun 2011
Nama : HANDAYAN HUTABARAT
NIM : 080100156
Pembimbing Penguji I
( dr. Juliandi Harahap, MA ) (Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K)) NIP: 19700702 199802 1 001 NIP: 19560405 198303 1 004
Penguji II
( dr. Aldi S. Rambe, Sp.S ) NIP: 19660524 199203 1 002
Medan, 5 Januari 2012 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Tingkat pengetahuan gizi seseorang dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Jika seseorang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang tinggi, maka akan memiliki kesadaran gizi yang sempurna terutama dalam memilih jenis makanan yang tepat untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhannya.
Pengetahuan tentang serat makanan adalah pemahaman yang berkaitan dengan serat makanan, meliputi jenis dan sumber serat makanan, konsumsi serat yang dianjurkan per hari serta manfaat dan kerugian apabila mengkonsumsi serat kurang maupun lebih. Makanan berserat adalah karbohidrat kompleks yang mempunyai banyak peranan penting bagi tubuh.
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional study. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat pada mahasiswa FK USU angkatan 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FK USU angkatan 2010. Sebanyak 97 sampel dipilih dengan metode simple random sampling. Data diambil dengan pengisian kuesioner.
Hasil penelitian dengan uji chi-square menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan tentang serat dengan konsumsi serat dengan nilai p<0.001. Pengetahuan tentang serat sebagian besar responden adalah berpengetahuan sedang tentang serat (55.7%). Konsumsi serat sebagian besar responden adalah konsumsi serat kurang (65%). Responden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang serat makanan dimana konsumsi seratnya kurang, paling banyak ditemukan dalam penelitian ini (36%). Hal ini secara umum menunjukkan bahwa mahasiswa FK USU angkatan 2010 memiliki pengetahuan sedang tentang serat dimana konsumsi seratnya kurang.
Mahasiswa FK USU 2010 diharapkan secara aktif lebih meningkatkan pengetahuannya tentang serat makanan dan juga lebih memperhatikan konsumsi seratnya agar menjadi konsumsi serat terpenuhi. Departemen Gizi FK USU diharapkan lebih menekankan pengajaran mengenai serat makanan.
ABSTRACT
The level of nutritional knowledge of someone is influenced by his intellectual ability. If someone has a high level of nutritional knowledge, he will have the perfect nutritional awareness, especially in choosing the right types of food to be consumed to meet his needs.
Knowledge of dietary fiber is an understanding of the dietary fiber, including the type and source of dietary fiber, the recommended fiber intake per days as well as the advantages and disadvantages when consuming less or more fiber. Fibrous food is a complex carbhohidrate that have a lot of important roles to the body.
This research is analytic with a cross sectional design. The objective of this research is to find out the relationship of knowledge on dietary fiber with fiber consumption in college students of FK USU 2010. The population is the college students of FK USU 2010. Ninety seven samples were taken by using simple random sampling method. Data was taken by filling the questionnaire.
The results of research by chi-square test shows there is a relationship between knowledge of fiber with fiber consumption, with p value<0.001. Most of the respondents have a knowledgeable about dietary food (55.7%). Most of the fiber consumption is less fiber consumption (65%). Respondents who have high levels of knowledge about dietary fiber which is fiber consumption is less, most commonly found in this study (36%). This generally indicate that the college students FK USU 2010 have high levels of knowledge about dietary fiber which is fiber consumption is less.
College students of FK USU 2010 are expected to actively further enhance his knowledge of dietary fiber and also pay more attention to the consumption of fiber in order to be fulfilled fiber consumption. Departement of Nutrition FK USU expected to put more emphasis on the teaching of dietary fiber.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Serat Makanan Dengan Konsumsi Serat Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010 di
Medan Tahun 2011” ini dapat diselesaikan. Karya tulis ini disusun sebagai tugas
akhir mata kuliah Community Research Program (CRP) dan merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak dr. Juliandi Harahap, MA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan pengarahan, bimbingan, dan ilmu dalam penelitian ini.
3. Bapak Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K) dan bapak dr. Aldi S. Rambe,
Sp.S, selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji, memberikan masukan
dan saran kepada penulis.
4. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. Kedua orang tua penulis, Ir. M. Hutabarat, BE dan St. M. Silaen, S.H., Sp.N
atas segala pengorbanan, kasih sayang, dan doanya yang diberikan kepada
penulis.
6. Seluruh mahasiswa FK USU angkatan 2010 yang telah ikut berpartipasi
menjadi responden dalam penelitian ini.
7. Seluruh teman penulis angkatan 2008 di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
8. Semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan
bantuan dalam penyusunan karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, semua saran dan kritik akan menjadi
sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan karya tulis ini.
Akhirnya penulis mengharapkan hasil karya tulis ini dapat memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, bangsa dan negara Indonesia, serta pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Desember 2011
Penulis
Handayan Hutabarat
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1. Tujuan Umum ... 3
1.3.2. Tujuan Khusus ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Pengetahuan ... 4
2.2. Serat Makanan (Dietary Fiber) ... 5
2.2.1. Jenis Serat Makanan ... 6
2.2.2. Peran Serat Makanan ... 8
2.2.3. Sumber Serat Makanan ... 14
2.3. Konsumsi Serat ... 15
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 20
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 20
3.2. Definisi Operasional Penelitian ... 20
3.2.1. Pengetahuan tentang Serat Makanan ... 20
3.2.2. Konsumsi Serat ... 21
3.3.3. Hipotesis ... 21
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 22
4.1. Jenis Penelitian ... 22
4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 22
4.2.1. Waktu Penelitian ... 22
4.2.2. Lokasi Penelitian ... 22
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 22
4.3.1. Populasi Penelitian ... 22
4.3.2. Sampel Penelitian ... 22
4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 23
4.4.1. Uji Validitas dan Reabilitas ... 24
4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 25
BAB 5 HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN ... 26
5.1. Hasil Penelitian ... 26
5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 26
5.1.2. Karakteristik Responden ... 26
5.1.3. Pengetahuan Responden tentang Serat ... 26
5.1.4. Konsumsi Serat Responden ... 28
5.2. Pembahasan ... 30
5.2.1. Pengetahuan tentang Serat ... 30
5.2.2. Konsumsi Serat ... 32
5.2.3. Hubungan Pengetahuan tentang Serat dengan Konsumsi Serat ... 33
BAB 6 KESIMPULAN & SARAN ... 34
4.1. Kesimpulan ... 34
4.2. Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1. Kandungan Serat Larut dan Serat Tidak Larut
dalam Beberapa Bahan Makanan (dalam %) ... 15
2.2. Angka Kebutuhan Serat yang Dianjurkan
(Per Orang Per Hari) ... 17
4.1. Hasil Uji Validitas & Reliabilitas Kuesioner ... 25
5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin ... 26
5.2. Distribusi Pengetahuan Responden
tentang Serat Makanan ... 27
5.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden
tentang Serat Makanan ... 28
5.4. Distribusi Frekuensi Konsumsi Serat Responden ... 29
5.5. Hubungan Pengetahuan Responden tentang
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2. Output Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 3. Tabel Data Induk (Master Data) dan Output
Lampiran 4. Kuesioner dan Food Recall 24 jam
Lampiran 5. Lembar Penjelasan (Informed Consent)
Lampiran 6. Persetujuan Setelah Penjelasan
ABSTRAK
Tingkat pengetahuan gizi seseorang dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Jika seseorang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang tinggi, maka akan memiliki kesadaran gizi yang sempurna terutama dalam memilih jenis makanan yang tepat untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhannya.
Pengetahuan tentang serat makanan adalah pemahaman yang berkaitan dengan serat makanan, meliputi jenis dan sumber serat makanan, konsumsi serat yang dianjurkan per hari serta manfaat dan kerugian apabila mengkonsumsi serat kurang maupun lebih. Makanan berserat adalah karbohidrat kompleks yang mempunyai banyak peranan penting bagi tubuh.
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional study. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat pada mahasiswa FK USU angkatan 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FK USU angkatan 2010. Sebanyak 97 sampel dipilih dengan metode simple random sampling. Data diambil dengan pengisian kuesioner.
Hasil penelitian dengan uji chi-square menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan tentang serat dengan konsumsi serat dengan nilai p<0.001. Pengetahuan tentang serat sebagian besar responden adalah berpengetahuan sedang tentang serat (55.7%). Konsumsi serat sebagian besar responden adalah konsumsi serat kurang (65%). Responden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang serat makanan dimana konsumsi seratnya kurang, paling banyak ditemukan dalam penelitian ini (36%). Hal ini secara umum menunjukkan bahwa mahasiswa FK USU angkatan 2010 memiliki pengetahuan sedang tentang serat dimana konsumsi seratnya kurang.
Mahasiswa FK USU 2010 diharapkan secara aktif lebih meningkatkan pengetahuannya tentang serat makanan dan juga lebih memperhatikan konsumsi seratnya agar menjadi konsumsi serat terpenuhi. Departemen Gizi FK USU diharapkan lebih menekankan pengajaran mengenai serat makanan.
ABSTRACT
The level of nutritional knowledge of someone is influenced by his intellectual ability. If someone has a high level of nutritional knowledge, he will have the perfect nutritional awareness, especially in choosing the right types of food to be consumed to meet his needs.
Knowledge of dietary fiber is an understanding of the dietary fiber, including the type and source of dietary fiber, the recommended fiber intake per days as well as the advantages and disadvantages when consuming less or more fiber. Fibrous food is a complex carbhohidrate that have a lot of important roles to the body.
This research is analytic with a cross sectional design. The objective of this research is to find out the relationship of knowledge on dietary fiber with fiber consumption in college students of FK USU 2010. The population is the college students of FK USU 2010. Ninety seven samples were taken by using simple random sampling method. Data was taken by filling the questionnaire.
The results of research by chi-square test shows there is a relationship between knowledge of fiber with fiber consumption, with p value<0.001. Most of the respondents have a knowledgeable about dietary food (55.7%). Most of the fiber consumption is less fiber consumption (65%). Respondents who have high levels of knowledge about dietary fiber which is fiber consumption is less, most commonly found in this study (36%). This generally indicate that the college students FK USU 2010 have high levels of knowledge about dietary fiber which is fiber consumption is less.
College students of FK USU 2010 are expected to actively further enhance his knowledge of dietary fiber and also pay more attention to the consumption of fiber in order to be fulfilled fiber consumption. Departement of Nutrition FK USU expected to put more emphasis on the teaching of dietary fiber.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman diri sendiri maupun orang
lain. Setiap orang akan mempunyai gizi yang cukup jika makanan yang kita
makan mampu menyediakan zat gizi yang cukup diperlukan tubuh. Pengetahuan
gizi memegang peranan yang sangat penting di dalam penggunaan dan pemilihan
bahan makanan dengan baik, sehingga dapat mencapai keadaan gizi seimbang
(Suhardjo, 2000).
Makanan berserat adalah makanan sejenis karbohidrat kompleks yang
berupa selulosa dan zat lain, yaitu pektin, gum, lignin, dan mustilago (Irianto,
2004). Serat makanan ini mempunyai peranan penting, seperti merangsang
aktivitas saluran usus untuk mengeluarkan feses secara teratur, mampu menyerap
banyak air sehingga membantu feses menjadi lebih lunak, membantu pengikatan
bahan penyebab kanker (karsinogenik) dan mengeluarkannya dari dalam tubuh,
serta memiliki kalori yang rendah. World Health Organization (WHO)
menganjurkan asupan serat yang baik adalah 25-30 gram per hari (Almatsier,
2004a). Dietary Reference Intake (DRI) serat berdasarkan National Academy of Sciences mengemukakan konsumsi serat yang baik adalah 19-38 gram per hari sesuai dengan umur masing-masing konsumen (Drummond dan Brefere, 2007).
Almatsier (2004) mengemukakan bahwa serat makanan menjadi populer
setelah publikasi penelitian Burkit dan Trowell yang menyatakan diet kaya serat
akan membantu melindungi tubuh dari berbagai penyakit yang berkembang di
negara-negara maju, seperti seperti kanker kolon, diabetes melitus, penyakit
divertikulosis, dan jantung koroner (Almatsier, 2004b).
Saat ini, masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di perkotaan
mengalami pergeseran pola konsumsi pangan. Awalnya, pola konsumsi empat
sehat lima sempurna menjadi menu sehari-hari. Namun, seiring dengan kemajuan
zaman dan perbaikan sosial ekonomi masyarakat maka terjadi pula perubahan
jadi (processed food) dan makanan siap saji (fast food) telah menjadi kegemaran dan tren di masyarakat (Sulistijani, 2001).
Masyarakat umumnya belum atau kurang menyadari bahwa makanan jadi
telah mengalami banyak kehilangan komponen-komponen esensial makanan,
khususnya serat. Makanan siap saji juga umumnya mempunyai kandungan lemak
dan protein yang tinggi tetapi miskin serat. Bila makanan-makanan tersebut lebih
banyak dikonsumsi maka akan terjadi ketidakseimbangan intake zat-zat gizi dan komponen-komponen esensial. Asupan serat yang terlampau rendah dalam waktu
lama akan mempengaruhi kesehatan, kegemukan, dan serangan penyakit
degeneratif. Persoalan serat makanan memang kalah populer dibandingkan zat
gizi lain, seperti karbohirat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Minimnya
pengetahuan masyarakat tentang serat dapat dimaklumi, karena penelitian ilmiah
tentang zat ini juga masih sangat terbatas (Sumartono, 2002).
Hasil analisis data konsumsi makanan penduduk Indonesia dalam Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2008, menunjukkan bahwa secara keseluruhan hanya
6.4% penduduk Indonesia yang cukup mengkonsumsi serat. Di Provinsi Sumatera
Utara, khususnya Kota Medan, juga hampir sama, hanya 5.5% penduduk yang
termasuk dalam kategori cukup mengkonsumsi serat. Hasil tersebut cukup
menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia memiliki masalah
konsumsi serat rendah. Beberapa faktor seperti status ekonomi, pengetahuan
tentang makanan berserat, ketersediaan makanan berserat, serta pola dan
kebiasaan makan akan mempengaruhi konsumsi serat seseorang.
Remaja adalah golongan kelompok usia yang relatif bebas, termasuk dalam
memilih jenis makanan yang mereka konsumsi. Kecukupan asupan serat makanan
pada remaja akan sangat menentukan taraf kesehatan mereka pada masa
selanjutnya (Soerjadibroto, 2004). Di sisi lain, perilaku gizi yang salah amat
banyak dijumpai pada remaja. Adapun kecenderungan mengikuti pola makan dan
gaya hidup modern membuat remaja lebih menyukai makan di luar rumah
bersama kelompoknya. Ketidakseimbangan konsumsi makanan disebabkan
karena perilaku yang tidak tepat dalam memilih makanan sehari-hari (Soekidjo,
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti
bagaimana hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi
serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan
2010?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan
konsumsi serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Angkatan 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan tentang serat makanan
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010.
2. Untuk mengetahui bagaimana konsumsi serat pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk
memahami pentingnya peranan serat bagi kesehatan tubuh.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris dari
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan,
dan perabaan. Namun sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
indera penglihatan (visual) dan pendengaran (audio). Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt
behaviour). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Notoadmojo, 2007).
Proses adopsi perilaku, menurut Notoadmojo (2007) yang mengutip
pendapat Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di dalam diri
orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan, yakni :
1. Awareness (kesadaran); dimana seseorang menyadari adanya stimulus. 2. Interest (tertarik); dimana seseorang mulai tertarik pada stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang); dimana individu menimbang-nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya dan pada proses ini,
seseorang sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.
4. Trial (mencoba); dimana seseorang sudah mulai mencoba perilaku baru. 5. Adoption; dimana individu telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,
sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.
Lebih lanjut Rogers (1974) dalam Notoadmojo (2007) juga mengemukakan
bahwa adopsi perilaku tidak selalu melewati 5 proses di atas sehingga umumnya
perilaku baru tersebut tidak langgeng. Sebaliknya, perilaku yang melalui 5 proses
tersebut akan bersifat langgeng.
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat
yang berbeda-beda. Notoatmodjo (2007) membagi pengetahuan dalam enam
tingkatan, yaitu :
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi sebenarnya.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis berarti kemampuan seseorang untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi yang didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengetahuan seseorang tentang gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal
dan informal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan
sesuai dengan kurikulum yang sudah ditetapkan dan terdapat jenjang kronologis
yang ketat untuk tingkatan umur sasaran. Sedangkan pendidikan informal dapat
diperoleh dalam waktu dan tempat yang tidak terbatas (Sulistijani, 2001).
2.2. Serat Makanan (Dietary Fiber)
Secara fisiologis serat makanan didefinisikan sebagai karbohidrat yang
resisten terhadap hidrolisis oleh enzim pencernaan manusia (karena itu tidak dapat
lignin, gum, β-glukan, fruktan dan resistant starch. Para ahli mengelompokkan serat makanan sebagai salah satu jenis polisakarida yang lebih lazim disebut
karbohidrat kompleks. Karbohidrat ini terbentuk dari beberapa gugusan gula
sederhana yang bergabung menjadi satu membentuk rantai kimia panjang.
Akibatnya, rantai kimia tersebut sangat sukar dicerna oleh enzim pencernaan
(Arisman, 2004).
2.2.1 Jenis Serat Makanan
Perlu diketahui bahwa serat makanan (dietary fiber) berbeda dengan serat kasar (crude fiber). Serat kasar adalah bagian tanaman pangan yang tersisa atau tidak dapat dihidrolisis kembali oleh larutan asam sulfat (H2SO4) atau larutan
natrium hidroksida (NaOH) dalam analisis proksimat makanan. Kandungan
tersebut belum menunjukkan kandungan serat total dalam makanan. Bila
dibandingkan dengan serat makanan, nilai serat kasar lebih kecil sekitar 1/3 – 1/2 dari serat makanan (Sulistijani, 2001).
Berdasarkan kelarutannya dalam air, serat dapat diklasifikasikan menjadi serat larut (hemiselulosa, pektin, gum, psillium, β-glukan, dan musilages) dan serat tidak larut (selulosa, hemiselulosa, dan lignin). Sifat kelarutan ini sangat
menentukan pengaruh fisiologis serat pada proses-proses di dalam pencernaan dan
metabolisme zat-zat gizi (Arisman, 2004).
a. Hemiselulosa
Hemiselulosa memiliki rantai molekul lebih pendek dibanding selulosa.
Hemiselulosa berfungsi memperkuat dinding sel tanaman dan sebagai cadangan
makanan bagi tanaman. Hemiselulosa yang mempunyai molekul asam larut di
dalam air. Molekul asam tersebut mempengaruhi fermentabilitas bakteri usus
terhadap hemiselulosa. Jenis serat ini banyak ditemukan pada serealia,
sayur-sayuran, dan buah-buahan. Selama proses penyimpanan dan pengolahan,
kandungan hemiselulosa yang terdapat dalam bahan makanan mudah mengalami
b. Pektin
Pektin terdapat dalam dinding sel primer tanaman dan berfungsi sebagai
perekat antara dinding sel tanaman. Pektin mempunyai sifat membentuk gel yang
dapat memperngaruhi metabolisme zat gizi. Kandungan pektin pada buah, selain
memberikan ketebalan pada kulit juga dapat mempertahankan kadar air buah.
Semakin matang buah maka kandungan pektin dan kemampuan membentuk
gel semakin berkurang. Bahan makanan yang mengandung pektin, yakni apel,
strawberi, dan jeruk. Pektin dapat diekstraksi dari jeruk atau apel dipakai untuk
membentuk jel pada pembuatan jeli dan selai. Pektin juga ditambahkan pada
beberapa makanan enteral sebagai sumber serat (Arisman, 2004).
c. Gum
Gum terdapat pada bagian lamela tengah atau di antara dinding sel tanaman.
Komposisinya lebih sedikit dibandingkan dengan jenis serat yang lain. Namun,
kegunaannya amat penting, yaitu sebagai penutup dan pelindung bagian tanaman
yang terluka. Oleh karena memiliki molekul hidrofilik yang berkombinasi dengan
air, menyebabkan gum mampu membentuk gel.
Gum sebagai sumber serat ditemukan pada kacang-kacangan, sayuran dan
buah-buahan. Selain itu, gum juga dapat digunakan sebagai stabiliser (pengikat)
pada bahan tambahan dalam pembuatan makanan, seperti gandum, barley dan
tumbuhan polong (Arisman, 2004).
d. Psillium
Psillium dimasukkan ke dalam golongan functional fiber yang didapat dari getah tumbuhan berbiji platago ovata yang bersifat hidrofilik dan dapat
membentuk gel (Arisman, 2004).
e. β-glukan
makanan yang banyak mengandung komponen β-glukan adalah oat dan barley, dimana sekitar 70% dari dinding endospermnya terdiri dari jenis serat ini
(Arisman, 2004).
f. Musilages
Musilages ditemukan dalam lapisan endosperm biji tanaman. Musilages
mampu mengikat air sehingga kadar air dalam biji tanaman tetap bertahan. Selain
itu, musilages juga mampu membentuk gel yang mempengaruhi metabolisme
dalam tubuh. Serat jenis ini banyak ditemukan pada serealia dan kacang-kacangan
(Arisman, 2004).
g. Selulosa
Di dalam tanaman, fungsi selulosa adalah memperkuat dinding sel tanaman.
Sedangkan dalam proses pencernaan, selulosa berperan sebagai pengikat air,
namun jenis serat ini tidak larut dalam air. Di dalam kolon, selulosa akan
mempengaruhi massa feses. Sayur-sayuran dan buah-buahan paling banyak
mengandung selulosa dan akan mengalami perubahan tekstur pada proses
penyimpanan dan pengolahan. Bahan makanan yang kaya selulosa, contohnya
biji-bijian, kacang-kacangan, dan juga sayuran dari keluarga kol dan apel
(Arisman, 2004).
h. Lignin
Lignin bersama-sama holoselulosa (merupakan gabungan antara selulosa
dan hemiselulosa) berfungsi membentuk jaringan tanaman, terutama memperkuat
sel-sel kayu. Ikatan dengan jenis serat lain menyebabkan lignin agak sukar
difermentasi oleh bakteri kolon. Serealia dan kacang-kacangan merupakan bahan
makanan sumber serat lignin. Selain itu, kandungan lignin yang tinggi juga
ditemukan pada wortel, gandum dan buah yang bijinya dapat dimakan seperti
2.2.2 Peran Serat Makanan
Peranan serat makanan tidak kalah pentingnya dibanding
komponen-komponen esensial lainnya. Karena tidak diserap maka zat-zat gizi yang
terkandung di dalam serat makanan praktis tidak dapat dimanfaatkan tubuh.
Namun, meski zat-zat gizi yang terkandung dalam serat makanan tidak dapat
dimanfaatkan secara langsung, bukan berarti serat tidak berguna bagi tubuh.
Sebaliknya, justru banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari serat makanan
(Arisman, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian epidemiologi yang dilakukan Burkitt dan
Trowell tahun 1970-an diperoleh fakta bahwa penyakit degeneratif jarang
dijumpai di Afrika dibanding Inggris. Ternyata, pola konsumsi masyarakat Afrika
lebih banyak mengkonsumsi makanan berserat dibanding masyarakat Inggris
(Arisman, 2004). Beberapa peran penting serat makanan, yaitu:
1. Menjaga kadar air dalam saluran pencernaan
Kadar air yang terjaga dapat membantu memperlunak konsistensi feses,
sehingga mudah dikeluarkan dan mampu mengatasi konstipasi (Arisman,
2004).
2. Mengatur berat badan
Konsumsi serat makanan yang seimbang setiap hari mampu mengatur berat
badan seseorang. Ini tentu merupakan cara yang efektif dalam mengatasi
kegemukan. Kegemukan itu sendiri terjadi akibat pola konsumsi makanan yang
umumnya mengandung lemak dan gula yang tinggi, tetapi miskin karbohidrat
kompleks (serat).
Diet rendah kalori yang diimbangi dengan makanan tinggi serat merupakan
alternatif utama dalam menanggulangi kegemukan. Bahan makanan tinggi
serat tersebut seperti sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung serat tinggi,
terutama jenis serat yang larut air. Serat yang larut air mampu membentuk gel,
namun rendah kalori. Hal ini menyebabkan volume makanan dalam lambung
Fungsi lain dari serat larut air di dalam usus halus adalah mampu mengikat
asam empedu. Berkurangnya asam empedu akan memperlambat daya serap
usus halus terhadap lemak. Hadirnya serat juga berperan melapisi dan
memperlambat penyerapan mukosa usus halus yang akan meningkatkan
kekentalan volume makanan dan memperlambat penyerarapan glukosa.
Sehingga tubuh dapat terhindar dari kelebihan kalori (Sulistijani, 2001).
3. Mencegah dan menyembuhkan penyakit
Serat makanan dalam diet sangat efektif mencegah berbagai penyakit, seperti
gangguan-gangguan pada kolon maupun gangguan-gangguan metabolisme.
a. Sembelit (konstipasi) dan diare
Konstipasi merupakan kesulitan dalam pengeluaran sisa proses pencernaan.
Hal ini dapat terjadi karena volume feses terlalu kecil sehingga penderita
menjadi jarang buang air besar. Kondisi inilah yang akan memperlama
waktu transit atau perjalanan makanan dari mulut sampai dubur.
Gangguan ini dapat dihindari dengan mengkonsumsi makanan berserat
tinggi yang tidak larut air. Serat-serat tersebut di dalam kolon mampu
berikatan menyerap air. Keadaan ini akan menyebabkan volume feses
menjadi besar dan lunak, sehingga saraf rektum akan semakin cepat
terangsang sehingga pergerakan feses lebih cepat ke arah saluran
pencernaan paling bawah (melakukan defekasi). Dengan demikian waktu
transit menjadi lebih pendek.
Sedangkan untuk mencegah diare, sebaiknya secara teratur mengkonsumsi
serat larut air. Serat ini mudah membentuk gel sehingga memperlambat
waktu transit zat-zat makanan di saluran pencernaan bagian bawah menjadi
normal. Ini sangat membantu mengurangi keenceran feses (Astawan, 2008).
b. Divertikulum
Divertikulum adalah terbentuknya kantung atau lekukan yang tidak normal
disebabkan oleh rendahnya konsumsi serat makanan, terutama serat yang
tidak larut air. Volume feses menjadi kecil dan keras sehingga tekanan di
dalam kolon menjadi lebih tinggi atau kolon berkontraksi secara tidak
normal. Apabila keadaan ini sering terjadi dalam waktu yang lama, maka
orang tersebut akan menderita divertikulum.
Dalam kasus ini asupan serat tidak larur air menjadi sangat diperlukan agar
volume feses besar, lunak, dan mudah dikeluarkan. Dengan demikian,
tekanan dalam kolon menjadi berkurang, yang berarti serangan penyakit ini
pun dapat dihindari (Astawan, 2008).
c. Wasir (hemorrhoid)
Wasir adalah pembengkakkan pada pembuluh darah anus. Penyakit ini
terjadi karena feses terlalu keras sehingga tekanan pada kolon semakin
besar. Tekanan tersebut mengakibatkan pembengkakkan pada anus yang
diikuti oleh rasa nyeri dan pendarahan. Agar feses tetap lunak dan
bervolume besar, sebaiknya konsumsi serat makanan terutama yang tidak
larut air lebih ditingkatkan sehingga wasir pun dapat dihindari (Sulistijani,
2001).
d. Karies gigi
Karies gigi adalah kerusakan pada tulang gigi akibat aktivitas
mikroorganisme terhadap zat-zat makanan seperti karbohidrat jenis
monosakarida (glukosa, sukrosa, dan fruktosa). Sebaliknya konsumsi
karbohidrat kompleks, seperti serat makanan dapat menjaga kesehatan gigi
dan gusi. Makanan berserat perlu dikunyah lebih lama. Gerakan mengunyah
dapat merangsang pengeluaran air liur (saliva) lebih banyak. Di dalam air liur terkandung zat-zat, seperti substansi antibakteri, senyawa glikoprotein,
kalsium, dan flourida yang sangat berguna untuk melindungi gigi. Dalam
hal ini air liur akan membasuh gigi dari zat-zat makanan yang menempel
dan menetralkan zat-zat asam sehingga terhindar dari proses demineralisasi
e. Jantung koroner
Salah satu penyebab jantung koroner adalah kebiasaan memakan makanan
yang berlemak tinggi terutama lemak jenuh. Agar lemak mudah masuk
dalam peredaran darah dan diserap tubuh, maka lemak harus diubah oleh
enzim lipase menjadi gliserol. Sebagian sisa lemak akan disimpan di hati
dan dimetabolisme menjadi kolesterol pembentuk asam empedu yang
berfungsi sebagai pencerna lemak. Semakin banyak konsumsi lemak, berarti
semakin meningkat pula kadar kolesterol dalam darah.
Penumpukan kolesterol tersebut dapat menyebabkan terjadi arteriosklerosis
yang mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga dapat
menyebabkan serangan jantung koroner. Selain mengurangi konsumsi
makanan berlemak jenuh tinggi, peningkatan konsumsi makanan berserat
setiap hari ternyata mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah, yang
berarti pula menurunkan risiko serangan penyakit mematikan ini.
Serat makanan yang efektif menurunkan kolesterol adalah serat yang larut
air. Jenis serat ini mudah difermentasikan oleh bakteri kolon (Lactobacillus) menjadi asam lemak rantai pendek (short-chain fatty acid) dan gas (flatus). Asam lemak rantai pendek tersebut mampu mengikat asam empedu di
dalam usus. Berkurangnya asam empedu akan memperlambat proses
penyerapan lemak. Akibatnya kadar kolesterol darah akan turun.
Selanjutnya, kelebihan asam empedu pada proses pencernaan akan dibuang
bersama dengan feses. Untuk memudahkan pengeluaran feses, maka
diperlukan bantuan konsumsi serat tidak larut air (Arisman, 2004).
f. Kanker kolon
Penyakit ini menyerang kantong usus buntu (appendix) atau usus sigmoid yang terletak di dekat usus. Salah satu pemicu timbulnya kanker kolon
adalah kurangnya konsumsi serat makanan dan terlalu tingginya konsumsi
makanan berlemak. Asupan lemak yang tinggi akan meningkatkan produksi
asam empedu, dapat diubah menjadi asam deoksikolat dan asam litokolat
maka mukosa kolon mudah dilekati oleh senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik tersebut. Bila peristiwa ini berlangsung lama, risiko menderita
kanker kolon akan semakin tinggi.
Konsumsi serat yang seimbang dan teratur setiap hari ternyata mampu
menangkal serangan kanker kolon. Serat makanan akan difermentasikan
oleh bakteri kolon menjadi asam lemak rantai pendek. Terbentuknya asam
lemak rantai pendek akan mengikat asam empedu yang bersifat
karsinogenik. Selanjutnya, asam empedu tersebut akan dibuang bersamaan
dengan feses. Selain sebagai anti kanker, serat makanan tidak larut air juga
berperan sebagai penyerap air yang baik. Volume feses menjadi besar dan
lunak. Volume dan konsistensi feses seperti ini akan menimbulkan gerakan
peristaltik usus yang merangsang feses cepat keluar, sehingga semakin
memperpendek waktu transit. Di sisi lain, asam empedu yang bersifat
karsinogenik cepat terbuang (Arisman, 2004).
g. Kencing manis (diabetes mellitus)
Penyakit ini terjadi karena hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas
tidak memadai lagi jumlahnya untuk proses metabolisme karbohidrat secara
normal. Akibatnya, sebagian besar glukosa yang dikonsumsi tidak dapat
diubah menjadi glikogen sehingga gula darah menjadi meningkat dan
bertambah tinggi (hiperglikemia).
Hasil penelitian epidemiologi, menunjukkan adanya kaitan antara konsumsi
serat makanan dengan penyakit diabetes mellitus. Prevalensi penyakit ini lebih rendah dan jarang terjadi pada negara yang masyarakatnya punya
kebiasaan makan makanan berserat tinggi.
Di dalam usus halus serat akan memperlambat penyerapan glukosa dan
meningkatkan kekentalan isi usus yang secara tidak langsung dapat
menurunkan kecepatan difusi permukaan mukosa usus halus. Akibat kondisi
tersebut, kadar gula darah mengalami penurunan secara perlahan, sehingga
bahwa terjadi penurunan jumlah insulin pada tubuh penderita sampai 12.5%
per hari (Sulistijani, 2001).
h. Batu empedu (cholelithiasis)
Penyakit batu empedu terjadi akibat kantong empedu mengalami
supersaturasi. Artinya, cairan empedu yang tersimpan dalam kantung empedu, seperti asam empedu, kolesterol, dan asam lemak yang diproduksi
oleh sel hati berubah menjadi terlalu pekat. Kondisi ini mendorong
terbentuknya batu empedu. Untuk mencegahnya, konsumsi serat makanan
ditingkatkan dan konsumsi makanan berlemak dikurangi.
Melalui konsumsi serat makanan larut air, diharapkan asam empedu dan
kolesterol akan diikat oleh serat makanan tersebut dan selanjutnya
dikeluarkan bersama feses. Dengan demikian, asam-asam empedu dan
kolesterol tersebut tidak terserap kembali oleh usus halus, juga tidak masuk
dalam aliran darah menuju ke hati (tidak mengalami resirkulasi
enterohepatik). Keuntungan lain mengkonsumsi serat makanan tidak larut
air adalah dapat meningkatkan waktu transit, menurunkan laju aliran
asam-asam empedu ke usus halus dan secara tidak langsung dapat mengurangi
frekuensi resirkulasi enterohepatik, tidak membentuk gas, serta
memudahkan buang air besar. Proses itu membuat cairan empedu menjadi
berkurang kepekatannya. Di sisi lain berarti terbentuknya batu empedu
dapat dicegah (Sulistijani, 2001).
2.2.3 Sumber Serat Makanan
Serat makanan (fiber) terdapat di dalam bahan makanan nabati, seperti sayuran dan buah-buahan, merupakan bagian tumbuhan (dinding sel, daun, kulit
buah, selaput biji-bijian, dan lain-lain) yang memiliki struktur berupa karbohidrat
kompleks. Serat makanan dapat diperoleh dari berbagai sumber makanan, seperti:
1. Serealia
Serealia adalah bahan pangan dari tanaman yang termasuk famili
sp.), jagung (Zea mays), dan sorgum (Sorghum vulgare L.). Serealia memiliki dua jenis serat, yakni serat larut air dan serat tidak larut air. Kandungan serat
tidak larut air, yakni selulosa dan hemiselulosa terdapat pada kulit luar biji dan
endospermanya. Sedangkan serat larut air, yakni musilages dan gum terdapat
pada endospermanya. Serealia yang mengandung serat, yakni oat, gandum,
jagung, beras, dan beras merah (Sediaoetama, 2008a).
2. Kacang-kacangan
Bahan nabati dari golongan kacang-kacangan yang biasa dikonsumsi meliputi
kacang kedelai, kacang tanah, kacang merah, kacang tolo, serta kacang hijau
(Sulistijani, 2001).
3. Sayuran
Sayuran merupakan bagian tanaman yang dapat dikonsumsi dalam keadaan
mentah maupun matang. Bahan nabati ini sangat dibutuhkan dan harus
dikonsumsi setiap hari sesuai dengan jumlah dan komposisi yang seimbang.
Selain itu, sayuran bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena kaya akan
kandungan vitamin, mineral dan serat. Beberapa contoh sayuran, antara lain
bayam, kangkung, daun pepaya, brokoli, tomat, paprika, bawang putih, bawang
merah, asparagus dan jamur (Sulistijani, 2001).
4. Buah-buahan
Buah-buahan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari. Selain
dikonsumsi dalam bentuk segar, buah-buahan juga dapat diolah dalam bentuk
jus atau dihidangkan bersama dengan sayuran. Buah-buahan sebaiknya
dikonsumsi pada saat perut sedang kosong. Tujuannya adalah agar penyerapan
zat-zat tersebut tidak terhambat oleh kehadiran makanan lain, juga untuk
menghindari fermentasi di dalam kolon. Beberapa contoh buah-buahan yang
mengandung serat, antara lain apel, pir, jeruk, lemon, strawberi, mangga,
Tabel 2.1. Kandungan Serat Larut dan Serat Tidak Larut dalam Beberapa Bahan Pangan (dalam %)
Kandungan Serat Larut dan Serat Tidak Larut (%)
Pangan Serat Larut Serat Tidak Larut
Oat 14.0 13.8
Jagung 1.8 1.5
Ubi Rambat 1.1 1.5
Asparagus 0.5 1.1
Ketimun 0.4 0.5
Apel 0.9 1.1
Jeruk 0.6 1.4
Pisang 0.8 1.0
Sumber : Pangan dan Gizi untuk Kesehatan (Khomsan, 2002).
2.3. Konsumsi Serat
Konsumsi serat makanan adalah jumlah asupan dan jenis bahan pangan
sumber serat yang dikonsumsi per hari (Sulistijani, 2001). Walaupun konsumsi
serat makanan berpengaruh positif bagi tubuh dan sangat dianjurkan, namun harus
memperhatikan nilai kecukupannya bagi tubuh. Sebab, mengkonsumsi serat
makanan secara berlebihan akan berdampak negatif bagi tubuh. Tubuh akan
mengalami defisiensi mineral dan perut menjadi kembung. Kondisi ini terjadi
akibat menumpuknya serat di dalam kolon sehingga menyebabkan fermentasi
serat di dalam kolon. Fermentasi ini lalu memicu timbulnya gas, seperti gas
metan, hidrogen, dan karbondioksida di dalam sekum dan kolon yang terbentuk
dari kerja enzim-enzim bakteri yang memetabolisme serat. Jumlah gas yang
dihasilkan tergantung dari serat makanan yang dikonsumsi dan flora bakterial
(Isselbacher, 2000).
Kelebihan volume serat juga dapat mengurangi absorpsi mineral, seng, besi
dan kalsium. Meskipun ada bakteri di dalam usus besar yang berangsur-angsur
akan beradaptasi dengan adanya asupan serat makanan. Namun, asupan serat yang
Lebih jauh Wirakusumah (1993) dalam Sulistijani (2001) menambahkan bahwa
konsumsi serat makanan yang terlalu banyak dapat menghalangi absorpsi vitamin
B12, A, D, E, dan K, oleh karena adanya pektin. Terhalangnya absorpsi vitamin
sering dijumpai pada para vegetarian. Asam fitat di dalam lambung para
vegetarian ini mampu mengikat serat. Defisiensi vitamin-vitamin itu sendiri
bermula dari serat makanan yang larut air mengikat dan menyingkirkan asam
empedu yang berfungsi mencerna lemak di dalam tubuh (Sulistijani, 2001).
Agar jumlah serat yang dikonsumsi tidak kurang maupun berlebih, maka
dianjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi secara
bervariasi, seperti kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran, dan buah-buahan.
Konsumsi serat sebaiknya tidak dipenuhi dari suplemen serat. Jika tidak sangat
diperlukan, konsumsi suplemen serat makanan tidak perlu dilakukan. Namun
apabila seseorang tidak suka mengkonsumsi sayuran maupun buah-buahan, maka
usahakan menggunakan suplementasi serat, baik dalam bentuk tablet fiber, bubuk
psyllium, atau agar-agar sehingga kebutuhan seratnya dapat terpenuhi (Arisman, 2004).
Dalam hal anjuran konsumsi, belum ada Angka Kecukupan Gizi (AKG)
yang pasti untuk konsumsi serat makanan. Namun, untuk diet 2000 kalori pada
orang dewasa, paling sedikit 1000 sampai 2000 kalori harus berasal dari
karbohidrat kompleks. Diet serat yang dianjurkan adalah 25 sampai 30 gram per
hari untuk orang dewasa dan 10 sampai 15 gram untuk anak-anak cukup untuk
pemeliharaan tanpa efek negatif terhadap kesehatan (Baliwati et al, 2004).
Data Biro Pusat Statistik tahun 1990 menunjukkan bahwa komposisi
konsumsi energi makanan rata-rata sehari orang Indonesia 9.6% berasal dari
protein, 20.6% dari lemak dan 68.6% dari karbohidrat. Konsumsi energi rata-rata
di Indonesia pada tahun 1996 adalah 73.3% berasal dari makanan pokok, 5.8%
dari pangan hewani, 3.0% dari kacang-kacangan, 5.4% dari gula, 11.98% dari
minyak dan lemak, dan 2.2% dari sayur dan buah-buahan. WHO (1990)
menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah 10-15% berasal
Sedangkan dari hasil analisis data konsumsi makanan penduduk Indonesia
dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, menunjukkan bahwa secara
keseluruhan hanya 6.4% penduduk Indonesia yang cukup mengkonsumsi serat. Di
Provinsi Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, juga hampir sama, hanya 5.5%
penduduk yang termasuk dalam kategori cukup mengkonsumsi serat. Hasil
tersebut cukup menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia memiliki
masalah konsumsi serat rendah. Beberapa faktor seperti status ekonomi,
pengetahuan tentang makanan berserat, ketersediaan makanan berserat, serta pola
dan kebiasaan makan akan mempengaruhi konsumsi serat seseorang.
Tabel 2.2. Angka Kebutuhan Serat yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari)
Golongan Umur Serat (gram)
Laki-laki
19-21 tahun 38 gram
Perempuan
19-21 tahun 25 gram
Sumber : National Academy Sciences (2007)
2.4. Remaja
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah 12 sampai 24 tahun.
Namun, jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka orang tersebut
tergolong dalam dewasa dan bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia seseorang
sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tuanya (tidak
mandiri), maka orang tersebut tetap dimasukkan ke dalam kelompok remaja
(Effendi, 2005).
Lebih lanjut Effendi (2005) mengatakan, remaja merupakan tahapan
ditandai dengan perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis, dan emosi. Terdapat
3 proses yang terjadi dalam remaja, yaitu:
1. Proses biologis (biological processes)
Proses ini mencakup perubahan-perubahan dalam hakikat fisik individu. Gen
yang diwariskan dari orang tua, perkembangan otak, pertambahan tinggi dan
berat badan, keterampilan motorik, dan perubahan hormonal pada pubertas,
semuanya merefleksikan peran proses biologis dalam perkembangan remaja.
2. Proses kognitif (cognitive processes)
Proses ini meliputi perubahan dalam pikiran, inteligensi, dan bahasa individu.
Menghafal puisi, memecahkan masalah matematika, dan membayangkan
seperti apa rasanya bila menjadi bintang film, mencerminkan peran proses
kognitif dalam perkembangan remaja.
3. Proses sosial-emosional (socioemotional processes)
Proses ini meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain,
dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam
perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman
sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa
tertentu, serta orientasi peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran
proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja.
Untuk mendeskripsikan remaja dari waktu ke waktu memang berubah
sesuai perkembangan jaman. Ditinjau dari segi pubertas, 100 tahun terakhir usia
remaja putri mendapatkan haid pertama semakin berkurang dari 17.5 tahun
menjadi 12 tahun, demikian pula remaja pria. Kebanyakan orang menggolongkan
remaja dari usia 12 sampai 24 tahun dan beberapa literatur yang menyebutkan 15
sampai 24 tahun. Hal yang terpenting adalah seseorang mengalami perubahan
pesat dalam hidupnya di berbagai aspek (Effendi, 2005).
Kebiasaan makan pada remaja dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
faktor sosial ekonomi keluarga, pengetahuan tentang gizi, ketersediaan pangan di
tingkat rumah tangga dan informasi tentang pangan dan gizi. Yang termasuk
dalam sosial ekonomi keluarga, yakni pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua,
Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi konsumsi serat pada remaja. Sehingga
dapat disimpulkan ada dua faktor yang mempengaruhi konsumsi serat remaja
berdasarkan kebiasaan makannya, yakni faktor secara langsung maupun tidak
langsung. Faktor yang secara langsung mempengaruhi adalah kebiasaan makan
dari remaja, sedangkan faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi adalah
karakteristik sosial ekonomi keluarga dan pengetahuan gizi pada remaja
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :
Variabel Independen Variabel Dependen
3.1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Pengetahuan tentang Serat Makanan dengan Konsumsi Serat
3.2. Definisi Operasional Penelitian
3.2.1. Pengetahuan tentang Serat Makanan
Pengetahuan tentang serat makanan adalah pengetahuan yang dimiliki
oleh remaja umur 19-21 tahun tentang defenisi, jenis, peran, dan sumber serat
makanan. Pengetahuan dinilai melalui jawaban responden atas pertanyaan dalam
kuesioner. Cara pengukurannya dengan menghadapkan seorang responden pada
sebuah kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan dengan pilihan jawaban dan
diberi skor, yaitu :
Tidak tahu = 0
Salah = 1
Benar = 2
Semua skor dijumlahkan sehingga pengetahuan dapat dikategorikan
sebagai berikut (Khomsan, 2000):
Jumlah nilai responden kurang dari 60% dari total skor = Rendah
Jumlah nilai responden di antara 60-80% dari total skor = Sedang
Pengetahuan tentang
Serat Makanan
Jumlah nilai responden lebih besar dari 80% dari total skor = Tinggi
Skala pengukuran : ordinal.
3.2.2. Konsumsi Serat
Konsumsi serat adalah jumlah asupan dan jenis bahan pangan sumber
serat yang dikonsumsi per hari oleh responden yang diketahui melalui food recall
24 jam, selanjutnya diterjemahkan dalam bentuk konsumsi serat. Cara pengukuran
diketahui melalui food recall 24 jam, selanjutnya dibandingkan dengan tabel
Dietary Reference Intake (DRI) serat berdasarkan National Academy of Sciences.
(Tabel 2.2.). Setelah itu, konsumsi responden dikategorikan sebagai berikut :
1. Konsumsi serat kurang (bila tingkat kecukupan <38 gram untuk laki-laki dan
<25 gram untuk perempuan)
2. Konsumsi serat terpenuhi (bila tingkat kecukupan ≥38 gram untuk laki-laki dan ≥25 gram untuk perempuan)
Skala pengukuran : ordinal.
3.3. Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan
konsumsi serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Angkatan 2010.
Ha : Ada hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi
serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik dengan desain
cross sectional study untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2010.
4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan mulai bulan Agustus sampai dengan bulan
Oktober tahun 2011.
4.2.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di lingkungan Fakultas Kedokteran USU.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran USU
Angkatan 2010 yang berjumlah 413 orang. Pemilihan populasi berdasarkan
keterpaparan populasi tersebut dengan pengetahuan tentang gizi dan disesuaikan
dengan batasan umur yang ditentukan oleh peneliti sendiri.
4.3.2. Sampel Penelitian
Dari populasi tersebut akan dipilih sampel dengan metode simple random sampling. Dalam Sastroasmoro (2010), rumus yang digunakan adalah :
�= �α 2
�2
Keterangan:
n : Besar sampel
Zα : Tingkat kepercayaan
Q : 1 – P
d : Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki
Berdasarkan rumus di atas, dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% (Zα = 1,96), estimasi proporsi sebesar 50%, dan tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki 10%, didapatkan besar sampel adalah 97 orang.
n
=
1,962 0,5 1−0,5
0,1 2
=
97Sampel yang diambil secara proporsional, kemudian dipilih secara acak
yaitu dengan melakukan undian menurut absensi pada masing-masing kelas,
kemudian disusun berdasarkan kelasnya.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengambilan data adalah dengan menggunakan angket yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dan relevan terhadap masalah penelitian.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner
sebagai alat bantu dalam pengumpulan data, terdiri dari pertanyaan - pertanyaan
tertutup untuk mengumpulkan data karakteristik dan pengetahuan responden
penelitian. Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok pertanyaan yang meliputi :
1. Identitas Responden
Data yang diambil berupa inisial nama, jenis kelamin dan umur.
2. Pengetahuan tentang serat makanan
Dinilai dalam bentuk pertanyaan mengenai pengetahuan responden.
3. Konsumsi serat
Dinilai dengan food recall 24 jam oleh responden. Data yang digunakan terdiri dari :
1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan
yang disusun sesuai dengan masalah penelitian. Data ini langsung diperoleh
saat penelitian berlangsung seperti : identitas responden, pengetahuan, dan
food recall 24 jam.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua sesudah sumber
data primer. Data sekunder dalam penelitian ini mencakup data gambaran
umum dari bagian administrasi FK USU untuk jumlah mahasiswa dan
buku-buku referensi.
4.4.1. Uji Validitas dan Realibitas
Sebelum melakukan analisa, harus diuji dulu apakah
pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner ini reliable dan valid. Uji validitas digunakan untuk
mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan
valid apabila pertanyaan atau penyataan pada kuesioner mampu mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Reliabilitas adalah tingkat
keandalan kuesioner yang merupakan indikator dari variabel. Kuesioner yang
reliable adalah kuesioner yang apabila dicobakan secara berulang-ulang kepada
kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama.
Uji validitas dan reliabilitas telah dilakukan pada kuesioner yang
digunakan dalam penelitian ini, yang telah disusun sebelumnya dengan
menggunakan perangkat lunak SPSS 17.0 for windows (Statistical Product and Service Solution). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di dalam kuesioner ini telah merepresentasikan pengetahuan mahasiswa tentang serat makanan.
Setelah melalui tahap uji validitas dan reliabilitas, peneliti membagikan
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
4.5. Pengolahan dan Analisa Data
Identitas responden akan ditabulasi sederhana dengan jenis kelamin dan
umur. Pengetahuan tentang serat makanan dan konsumsi makanan ditabulasi
frekuensi berdasarkan kategori yang telah disusun sebelumnya. Pengetahuan
tentang serat makanan ditabulasi sederhana dengan kuesioner yang telah tersedia.
Kemudian, dilakukan tabulasi silang antara pengetahuan tentang serat makanan
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara,
yaitu di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Fakultas Kedokteran
terletak di Jl. dr. Mansyur No. 5 Medan, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan
Medan Baru. Fakultas ini berbatasan dengan Fakultas Psikologi di sebelah kiri
dan dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat di bagian belakangnya.
5.1.2. Karakteristik Responden
Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 97 orang.
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)
Laki-laki 38 39.2
Perempuan 59 60.8
Jumlah 97 100.0
Pada penelitian ini, sebagian besar responden adalah perempuan, yaitu
berjumlah 59 (60.8%) orang dan responden yang berjenis kelamin laki-laki
berjumlah 38 (39.2%) orang.
5.1.3. Pengetahuan tentang Serat Responden
Hasil pengumpulan data primer responden melalui kuesioner, yang terdiri
dari 15 pertanyaan mengenai defenisi, metabolisme, jenis, sumber, dan fungsi
Tabel 5.2. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Serat Makanan
No Pengetahuan Benar Salah Tidak
Tahu
n % n % n %
1. Defenisi serat makanan 43 43 32 32 25 25
2. Perbedaan serat makanan dengan serat
lain
75 77 15 16 7 7
3. Metabolisme serat makanan 71 73 17 18 9 9
4. Klasifikasi serat makanan 75 78 12 12 10 10
5. Penyerapan serat di dalam tubuh 35 35 58 58 7 7
6. Buah-buahan sebagai sumber serat
yang potensial
69 71 9 9 19 20
7. Kacang-kacangan mengandung serat
yang tinggi
48 49 21 22 28 29
8. Bayam dapat mengatasi sulit buang air
besar
88 91 4 4 5 5
9. Sayuran dapat mengatasi wasir 88 91 3 3 6 6
10. Suplemen serat lebih baik
dibandingkan sayuran
61 63 8 8 28 29
11. Konsumsi serat terlalu banyak
sebabkan perut kembung
22 23 45 45 31 32
12. Konsumsi serat dapat cegah obesitas 46 47 11 11 40 42
13. Konsumsi serat menjaga kesehatan
gigi dan gusi
53 55 13 13 31 32
14. Agar-agar dapat menjadi alternatif
pengganti serat makanan
77 79 10 11 10 10
15. Serat makanan dikatakan baik bila
nikmat di lidah
71 73 14 14 12 13
dapat sebabkan perut menjadi kembung”, berjumlah 22 (23%) orang. Pada pilihan jawaban salah, responden paling banyak menjawab salah mengenai “penyerapan serat di dalam tubuh”, berjumlah 58 (58%) orang. Responden menjawab tidak tahu paling banyak terdapat pada pertanyaan mengenai “pencegahan obesitas dengan konsumsi serat”, berjumlah 40 (42%) orang.
Nilai setiap pertanyaan kemudian dijumlahkan, sehingga didapat total
skornya. Total skor tersebut kemudian dikategorikan menjadi 3 kategori
pengetahuan, yaitu berpengetahuan tinggi, sedang, dan rendah.
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Serat Makanan
Kategori Pengetahuan tentang Serat Jumlah (orang) Persentase (%)
Tinggi 34 35
Sedang 54 55.7
Rendah 9 9.3
Jumlah 97 100.0
Kategori tingkat pengetahuan tentang serat makanan yang paling banyak
adalah tingkat pengetahuan sedang sebanyak 54 (55.7%) orang. Sedangkan
tingkat pengetahuan tentang serat makanan yang paling sedikit adalah tingkat
pengetahuan rendah berjumlah 9 (9.3%) orang, selebihnya adalah tingkat
pengetahuan tinggi tentang serat makanan sebanyak 34 (35%) orang.
5.1.4. Konsumsi Serat Responden
Kebutuhan serat makanan antara laki-laki dan perempuan berbeda, oleh
karena itu tentunya jumlah konsumsi serat antara responden laki-laki dan
perempuan berbeda pula. Konsumsi serat responden didapat melalui food recall
24 jam, yang terlampir bersama dengan kuesioner pengetahuan tentang serat
makanan, dimana responden menuliskan apa saja yang responden konsumsi dalam
satu hari sebelumnya. Penilaian kategori konsumsi serat dibagi menjadi 2, yaitu
dikatakan terpenuhi jika ≥ 38 gram, sedangkan dikatakan konsumsi serat kurang apabila < 38 gram. Untuk responden perempuan, konsumsi serat dikatakan terpenuhi jika ≥ 25 gram dan dikatakan konsumsi serat kurang jika < 25 gram.
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Konsumsi Serat Responden
Kategori Konsumsi Serat Jumlah (orang) Persentase (%)
Laki-laki Terpenuhi 15 39.5
Kurang 23 60.5
Jumlah 38 100.0
Perempuan Terpenuhi 29 49.2
Kurang 30 50.8
Jumlah 59 100.0
Pada responden laki-laki diperoleh hasil konsumsi serat kurang adalah
yang paling banyak, yaitu sebanyak 23 (60.5%) orang, sedangkan konsumsi serat
terpenuhi pada responden laki-laki sebanyak 15 (39.5%) orang, dengan rata-rata
konsumsi serat pada responden laki-laki adalah 36 gram.
Pada responden perempuan, konsumsi serat terpenuhi sebanyak 30
(50.8%) orang, sedangkan konsumsi serat kurang berjumlah 29 (49.2%) orang,
dengan rata-rata konsumsi serat pada responden perempuan adalah 24 gram.
5.1.5. Hubungan Pengetahuan Responden tentang Serat dengan Konsumsi Serat Responden
Hasil penilaian kategori pengetahuan tentang serat responden ditabulasi
silang dengan kategori konsumsi serat responden. Kategori pengetahuan tentang
serat yang terbagi menjadi 3 kategori, yaitu berpengetahuan tinggi, sedang, atau
rendah tentang serat, ditabulasi dengan konsumsi serat yang terdiri dari 2 kategori,
yakni konsumsi serat terpenuhi dan konsumsi serat kurang. Dari hasil tabulasi
silang tersebut maka dapat dilihat bagaimana hubungan antara pengetahuan
Tabel 5.5. Hubungan Pengetahuan Responden tentang Serat Makanan
Hasil tabulasi silang di atas menyatakan responden yang memiliki “tingkat pengetahuan sedang tentang serat makanan dimana konsumsi seratnya kurang” merupakan yang paling banyak ditemukan, yaitu sebanyak 35 (36%) orang. Sedangkan yang paling sedikit ditemukan adalah responden yang memiliki “tingkat pengetahuan rendah tentang serat makanan dimana konsumsi seratnya tinggi” sebanyak 5 (5.5%) orang.
Berdasarkan hasil analisis statistik dalam penelitian ini, nilai p yang
diperoleh adalah p < 0.001 yang menyatakan adanya hubungan pengetahuan tentang serat dengan konsumsi serat pada mahasiswa FK USU angkatan 2010.
5.2. Pembahasan
5.2.1. Pengetahuan tentang Serat
Tingkat pengetahuan gizi seseorang dipengaruhi oleh kemampuan
intelektualnya (Winkle, 1984). Jika seseorang memiliki tingkat pengetahuan gizi
yang lengkap, maka akan memiliki kesadaran gizi yang sempurna terutama dalam
memilih jenis makanan yang tepat untuk dikonsumsi guna memenuhi