1
KEEFEKTIFAN FUMIGAN MINYAK ATSIRI KAPULAGA
(
Amomum compactum
), KAYU MANIS (
Cinnamomum burmannii
)
DAN PALA (
Myristica fragrans
) TERHADAP
Sitophilus zeamais
Motsch.
(COLEOPTERA: CURCULIONIDAE )
EUIS MARLINA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keefektifan Fumigan Minyak Atsiri Kapulaga (Amomum compactum), Kayu Manis (Cinnamomum burmanii), dan Pala (Myristica fragrans) terhadap Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera: Curculionidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Euis Marlina
5
ABSTRAK
EUIS MARLINA. Keefektifan Fumigan Minyak Atsiri Kapulaga (Amomum
compactum), Kayu Manis (Cinnamomum burmannii), dan Pala (Myristica fragrans) Terhadap Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera: Curculionidae). Dibimbing IDHAM SAKTI HARAHAP.
Sitophilus zeamais adalah hama utama pada gabah di tempat penyimpanan. Metode pengendalian untuk hama ini masih bergantung pada penggunaan pestisida dan fumigan. Kelompok rempah-rempah yang berbau harum dan potensial menghasilkan minyak atsiri seperti kapulaga (Amomum compactum), kayu manis (Cinnamomum burmannii), dan pala (Myristica fragrans) dipilih pada penelitian ini. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek fumigan minyak atsiri kapulaga, kayu manis, dan pala. Kertas saring direkatkan pada permukaan dalam tutup cawan petri, Masing-masing minyak diteteskan ke permukaan kertas saring kemudian dikeringanginkan selama 3 menit lalu tutup cawan petri direkatkan dengan plastisin. Sebanyak 20 imago serangga uji dimasukkan dan diinkubasi selama 72 JSP. Minyak kapulaga pada dosis 0.07 ml/L menyebakan mortalitas 93% (LD50 0.047 ml/L dan LD95 0.081 ml/L), minyak kayu manis pada dosis
0.031 ml/L menyebabkan mortalitas 95% (LD50 0.016 ml/L dan LD95 0.028 ml/L),
dan minyak pala pada dosis 0.050 ml/L menyebabkan mortalitas 80% (LD50 0.034
ml/Ldan LD95 0.081 ml/L).
ABSTRACT
EUIS MARLINA. Effectiveness of Essential Oils Fumigant of Cardamom (Amomum compactum), Cinnamon (Cinnamomum burmannii), and Nutmeg (Myristica fragrans) Against Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera: Curculionidae). Supervised by IDHAM SAKTI HARAHAP.
Sitophilus zeamais is a major pest of cereal grain in storage. Control methods for this pest is still depend on the use of insecticides and fumigants. Group of aromatic plants that are potential to produce essential oils such as cardamom (Amomum compactum), cinnamon (Cinnamomum burmannii), and nutmeg (Myristica fragrans) were selected in this research. This research was aimed to evaluate the fumigant effect of cardamom, cinnamon, and nutmeg essential oils. Treated filter papers were stick onto the inside part of petridish lid. Each oil was applied to Whatman filter paper then air dried for 3 minutes then cover petridish sticked with plasticine. As much as 20 tested insects were introduced into the petridish and incubated for 72 hours after treatment. Cardamom oil at a dose of 0.07 ml/L caused mortality 93% (LD50 0.047 ml/L and
LD95 0.081 ml/L), cinnamon oil at a dose of 0.031 ml/L caused mortality 95%
(LD50 0.016 ml/L and LD95 0.028 ml/L), and nutmeg oil at a dose of 0.050 ml/L
caused mortality 80% (LD50 0.034 ml/L and LD95 0.081 ml/L).
7
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.
KEEFEKTIFAN FUMIGAN MINYAK ATSIRI KAPULAGA
(
Amomum compactum
), KAYU MANIS (
Cinnamomum burmannii
)
DAN PALA (
Myristica fragrans
) TERHADAP
Sitophilus zeamais
Motsch.
(COLEOPTERA: CURCULIONIDAE )
EUIS MARLINA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
13
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan Judul Keefektifan Fumigan Minyak Atsiri Kapulaga (Amomum compactum), Kayu Manis (Cinnamomum burmannii), dan Pala (Myristica fragrans) Terhadap Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera: Curculionidae) sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari sampai Juni 2015.
Terimakasih sebesar-besarnya penulis haturkan kepada ayahanda Wastam, dan ibunda Nani Sumarni yang telah banyak mencurahkan tenaga, pikiran, dan
do’a untuk penulis. Terimakasih kepada Dr Ir Idham Sakti Harahap, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, arahan, dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Giyanto, MSi selaku dosen penguji yang dengan sabar telah memberi masukan, saran, serta motivasi dalam pelaksanaan tugas akhir penulis. Semoga kebaikan dan perhatian yang telah diberikan memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Terima kasih kepada seluruh staf SEAMEO BIOTROP yang telah membantu penulis selama penelitian di laboratorium. Terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu, Sri Ningsih, Elfrida Oktaviani, Cicik Septiyani, Iyun, Iis Purnamawati, Eka Pratiwi, Fusna Amaliatul, Listhiani, serta teman-teman di Proteksi Tanaman angkatan 48 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih atas semangatnya yang selalu menginspirasi. Semoga penelitian ini bisa memberikan manfaat, terutama bagi perkembangan ilmu pertanian Indonesia.
Bogor, September 2015
15
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
BAHAN DAN METODE 4
Tempat dan Waktu 4
Metode Penelitian 4
Perbanyakan Serangga Uji 4
Uji Pendahuluan 4
Uji Lanjut 4
Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Efek Fumigan Minyak Atsiri Kapulaga Terhadap S. zeamais 6
Efek Fumigan Minyak Atsiri Kayu Manis Terhadap S. zeamais 8
Efek Fumigan Minyak Atsiri Pala Terhadap S. zeamais 9
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN 14
17
DAFTAR TABEL
Mortalitas imago S. zeamais akibat perlakuan minyak atsiri kapulaga 6
Mortalitas imago S. zeamais akibat perlakuan minyak atsiri kayu manis 8
Mortalitas imago S. zeamais akibat perlakuan minyak atsiri pala 9
DAFTAR GAMBAR
Kurva persamaan regresi linier antara dosis minyak atsiri kapulaga
dengan mortalitas S. zeamais 7
Kurva persamaan regresi linier antara dosis minyak atsiri kayu manis
dengan mortalitas S. zeamais 9
Kurva persamaan regresi linier antara dosis minyak atsiri pala
dengan mortalitas S. zeamais 10
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel uji anova perlakuan minyak atsiri kapulaga terhadap S. zeamais 16
Tabel uji anova perlakuan minyak atsiri kayu manis terhadap S. zeamais 16
Tabel uji anova perlakuan minyak atsiri pala terhadap S. zeamais 16
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan pangan seperti beras atau biji-bijian akan mengalami penyusutan, baik secara kualitas dan kuantitas selama masa penyimpanan yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti serangga, tikus, dan cendawan. Di Asia Tenggara, penyebab utama kerusakan pada bahan pangan atau biji-bijian yang disimpan yaitu serangga hama gudang. Sumber infestasi serangga hama gudang dapat terjadi sejak di lapangan, di gudang, di sistem transportasi, dan di lokasi pengolahan seperti tempat penggilingan padi (Harahap 2009).
Kelompok serangga hama primer seperti Sitophilus zeamais diketahui dapat masuk ke dalam biji-bijian pada tahapan prapanen di lapangan. S. zeamais
merupakan serangga yang dapat berkembangbiak dengan cepat karena dalam jangka waktu satu tahun dapat menghasilkan 5 sampai 7 generasi serta mampu bertelur 300 sampai 500 butir. Lama hidup S. zeamais dapat mencapai umur 4 sampai 5 bulan. Aktivitas makan pada fase larva berada di dalam butir biji-bijian ditandai dengan adanya lubang besar pada bagian endosperma (Sunjaya dan Widayanti 2009). Haines (1991) menyatakan bahwa S. zeamais adalah serangga hama gudang yang paling penting dan banyak menimbulkan kerusakan pada bahan pangan yang disimpan di dunia. Hal ini disebabkan sebagian besar fase hidupnya, telur, larva, pupa, dan imago awal berada di dalam bulir beras. Kehilangan hasil oleh Sitophilus spp. dapat mencapai 100% bila biji disimpan di daerah tropis (Bergvinson 2002).
Pengendalian hama gudang umum dilakukan dengan cara fumigasi dan penyemprotan permukaan dengan insektisida kontak (Hidayat dan Halid 2009). Namun, penggunaan pestisida sintetik yang tidak bijaksana dapat mencemari lingkungan, berbahaya bagi kesehatan pengguna, menyebabkan resistensi hama, dan dapat meninggalkan residu pada komoditas yang diberi perlakuan sehingga dapat berdampak buruk pada kesehatan konsumen (Perry et al. 1998). Mekanisme kerja pestisida sintetik cenderung memasuki tubuh serangga melalui bagian yang dilapisi oleh kutikula yang tipis, seperti selaput antar ruas, selaput persendian pada pangkal embelan dan kemoreseptor pada tarsus (Prijono 1988). Resistensi serangga akibat aplikasi pestisida sintetik disebabkan oleh ketidakpekaan enzim
acetycholine esterase (AchE), yang merupakan sasaran dari pestisida sintetik profenofos sehingga serangga akan lebih tahan jika terpapar pestisida tersebut dan tidak terjadi kelumpuhan atau mortalitas yang biasa terjadi pada serangga umumnya. Resistensi serangga terhadap pestisida sintetik dapat dipatahkan dengan menggunakan pestisida nabati karena mekanisme kerja dari dua pestisida tersebut berbeda (Dono et al. 2010)
pengendalian hama terpadu (PHT) sehingga proses aplikaisnya dapat dipadukan dengan komponen strategi pengendalian yang lainnya (Prijono 2005).
Minyak atsiri merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mudah menguap. Minyak atsiri bukan senyawa murni tetapi tersusun atas beberapa komponen yang mayoritas berasal dari golongan terpenoid (Guenther 2006). Volatilitas minyak atsiri yang tinggi disebabkan oleh tingginya kandungan senyawa monoterpena sehingga minyak atsiri dapat berperan sebagai fumigan yaitu racun yang menyerang sistem pernafasan (racun inhalasi) (Kim et al. 2003). Efek racun minyak atsiri cenderung lebih cepat terhadap serangga hama. Hal ini disebabkan oleh cara masuk serta mekanisme kerja minyak atsiri sebagai racun saraf yang mengganggu neuromodulator oktopamim dalam tubuh serangga sasaran. (Kostyukovsky et al. 2002).
Minyak atsiri kapulaga dan pala diperoleh dari penyulingan biji kapulaga dan biji ataupun fuli pala sedangkan minyak atsiri kayu manis diperoleh dari penyulingan kulit ranting dan daun. Minyak atsiri dari kapulaga, kayu manis, dan pala mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya terpena, sekuiterpena, alkaloid, fenilpropanoid, flavonoid, turunan 2-piron, benzil-ester, turunan alken-alkin, saponin, trapenoid, hidrokarbon monoterpen, monoterpen aromatik, asam monoterpens, dan ester aromatik (Koul et al. 2008).
Pengujian aktivitas minyak atsiri dari tanaman kayu manis telah diuji terhadap beberapa spesies hama gudang. Lee et al. (2008) melaporkan bahwa senyawa sinamaldehida yang terdapat pada C. burmanii aktif terhadap kumbang
Sitophilus oryzae dengan metode gabungan kontak residu dan fumigasi dengan LD50 0.034 mg/cm². Sementara itu, pengujian aktivitas minyak atsiri dari tanaman
kapulaga dan pala masih sangat terbatas. Salah satu pengujian tentang hal tersebut telah dilakukan oleh Huang et al. (1997) menyatakan bahwa imago S. zeamais
memiliki toksisitas kontak minyak atsiri pala 10x lebih rentan daripada imago
Tribolium castaneum dengan nilai LD50 dari 1.7 mg/cm² dan 18 mg/cm²
sedangkan untuk efek fumigan minyak atsiri pala imago S. zeamais 1.7x lebih rentan dibanding imago T. castaneum dengan nilai LD50 berkisar 4.5 dan 7.7
mg/cm². Huang et al. (2000), melaporkan bahwa toksisitas fumigan dari minyak atsiri kapulaga 6x hingga 8x lebih kuat dari pada minyak pala terhadap imago S. zeamais dan T. castaneum di tingkat LD50 dan LD95 dari 0.72 mg/cm² dan 1.59
mg/cm² dari jumlah rata-rata serangga sedangkan aktivitas produksi progeny dari
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui efek fumigan minyak kapulaga (A.
compactum), minyak kayu manis (C. burmannii), dan pala (M. fragrans) terhadap
S. zeamais.
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada Januari hingga Juni 2015 di Laboratorium
Entomologi, SEAMEO BIOTROP (Southeast Asian Regional Centre for Tropical
Biology), Tajur, Bogor.
Metode Penelitian Perbanyakan Serangga Uji
Serangga uji yang digunakan ialah S. zeamais yang berasal dari Kalimantan Selatan. Masing-masing serangga diambil sebanyak 500 imago dan dimasukkan ke dalam stoples kaca yang telah berisi pakan jagung. Setelah dua minggu semua imago dikeluarkan, kemudian serangga dalam stoples diinkubasi pada suhu 27ºC dan RH 60% selama 4 minggu. Pengembangbiakan dilakukan untuk menghasilkan generasi F1 yang seragam. Imago F1 berumur 1 sampai 14 hari digunakan untuk pengujian.
Uji pendahuluan
Uji pendahuluan, minyak atsiri dari tanaman kapulaga, kayu manis, dan pala diperoleh dari Balitro, diuji pada dosis 0.05, 0.04, 0.03, 0.02, dan 0.01 (v/v). Setiap minyak atsiri hasil pengenceran tersebut diambil sebanyak 0.5 ml kemudian diteteskan secara merata pada kertas saring Whatman berdiameter 9 cm yang telah direkatkan pada permukaan tutup cawan petri sedangkan kertas saring kontrol hanya diberi perlakuan dengan aseton. Penetesan larutan minyak atsiri dilakukan secara spiral dengan menggunakan pipet Mohr 1 ml. Setelah diberi perlakuan, selama 3 menit tutup cawan petri perlakuan dan kontrol dibiarkan sedikit terbuka untuk menguapkan pelarut aseton. Selanjutnya, bagian tepi dari cawan petri diolesi bedak tabur untuk mencegah serangga uji merayap ke atas permukaan cawan petri. Setelah itu, sebanyak 20 imago S. zeamais dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi pakan serta kertas saring kontrol dan perlakuan yang telah diberi kain kasa pada bagian atasnya. Celah di antara bagian tutup dan dasar cawan petri disekat dengan plastisin untuk mencegah terjadinya kebocoran uap minyak atsiri. Percobaan disusun dengan rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan termasuk kontrol dan 5 ulangan. Mortalitas serangga diamati dan dihitung pada 72 jam setelah perlakuan (JSP) (Arifin 2013).
Uji Lanjut
Dosis minyak atsiri pada uji pendahuluan yang mengakibatkan mortalitas ≥ 50% diuji lebih lanjut pada 5 taraf dosis dengan 5 kali ulangan. Dosis tersebut diharapkan dapat mengakibatkan mortalitas serangga uji antara 50% sampai 95%. Berdasarkan uji pendahuluan, minyak atsiri kapulaga diperoleh LD50 sebesar 0.03
ml/L dan LD95 sebesar 0.07 ml/L, LD50 dan LD95 minyak kayu manis sebesar
0.007 ml/L dan 0.031 ml/L sedangkan LD50 dan LD95 minyak pala sebesar 0.02
5
atsiri kayu manis adalah 0.031, 0.025, 0.019, 0.013, dan 0.007 (ml/L udara). Dosis minyak atsiri pala adalah 0.050, 0.042, 0.035, 0.027, dan 0.020 (ml/L udara). Cara pengamatan dan perlakuan yang dilakukan pada uji lanjut sama seperti pada uji pendahuluan. Mortalitas serangga uji diamati pada 72 JSP diolah dengan analisis probit menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987).
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efek Fumigan Minyak Atsiri Kapulaga terhadap S. zeamais Motsch.
Mortalitas serangga uji mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya dosis. Perlakuan dengan minyak kapulaga pada dosis 0.07 ml/L mengakibatkan mortalitas serangga uji diatas 90% dan mortalitas terendah pada dosis 0.03 ml/L sebesar 11% (Tabel 1).
Tabel 1 Mortalitas imago S. zeamais akibat perlakuan dengan minyak kapulaga Dosis (ml/L udara) Mortalitas S. zeamais ± SD(%) LD50 dan LD95
SD : standar deviasi, bJSP : jam setelah perlakuan
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa efek fumigan minyak atsiri kapulaga efektif terhadap mortalitas serangga uji S. zeamais. Meningkatnya mortalitas S. zeamais diduga dipengaruhi oleh beberapa senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri kapulaga seperti flavonoid dan saponin. Flavonoid adalah golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol memiliki sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri, cendawan, dan serangga. Flavanoid berperan sebagai inhibitor pernafasan atau racun pernafasan. Cara kerja flavonoid yaitu dengan masuk ke dalam tubuh imago S. zeamais melalui sistem pernapasan yang kemudian akan menimbulkan kerusakan pada sistem saraf serta sistem pernapasan dan mengakibatkan imago tidak bisa bernapas dan akhirnya mati (Wardani 2010).
Saponin memiliki sifat khas seperti berasa pahit, membentuk busa stabil dalam air, memiliki aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), bersifat racun terhadap hewan berdarah dingin seperti ikan, siput, dan serta mampu berinteraksi dengan asam empedu dan kolesterol. Saponin yang terkandung dalam kapulaga dapat menurunkan tegangan permukaan membran sel yang mengakibatkan permeabilitas membran sel meningkat dan terjadi kebocoran sel yang selanjutnya mengakibatkan kematian serangga (Tekeli et al. 2007). Apabila saponin masuk ke dalam saluran pernafasan serangga, senyawa tersebut akan merusak membran berbagai sel serangga sehingga terjadi kebocoran sel dan lambat laun serangga akan mati.
Hasil analisis probit setelah uji lanjut menunjukkan nilai LD50 dan LD95
berada pada dosis 0.047 ml/L dan 0.081 ml/L. Hasil analisis tersebut, menunjukkan bahwa minyak atsiri kapulaga memiliki sifat toksisitas yang kuat karena LD50 tidak lebih dari 0.047 ml/L sedangkan pada LD95 sebesar 0.081 ml/L
7
Gambar 1 menunjukkan hubungan perlakuan minyak atsiri kapulaga dengan dosis yang berbeda terhadap mortalitas imago S. zeamais, kurva tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis minyak atsiri yang diberikan maka semakin tinggi pula mortalitas imago S. zeamais. Hal ini sesuai dengan pendapat Prijono (1994), bahwa semakin tinggi dosis atau konsentrasi yang digunakan, maka kandungan bahan aktif dalam larutan juga lebih banyak sehingga daya racun dari biopestisida nabati semakin tinggi.
Gambar 1 Kurva persamaan regresi linier antara dosis minyak atsiri kapulaga dengan mortalitas S. zeamais
Persamaan regresi yang dihasilkan yaitu y = 13.4 + 1.381x sehingga diperoleh nilai R2 sebesar 0.886. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dosis berpengaruh terhadap mortalitas imago S. zeamais sedangkan nilai R² (R square) sebesar 0.886 artinya dosis memberikan pengaruh sebesar 88.6% terhadap mortalitas imago S. zeamais dengan demikian 11.4% mortalitas imago S. zeamais
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dirangkum dalam analisis ini.
Efek Fumigan Minyak Atsiri Kayu Manis terhadap S. zeamais Motsch.
Secara umum pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa mortalitas pada perlakuan minyak kayu manis 0.031, 0.025, dan 0.019 ml/L mengakibatkan mortalitas serangga uji diatas 80% dan mortalitas terendah pada dosis 0.007 ml/L sebesar 3%.
Tabel 2 Mortalitas imago S. zeamais akibat perlakuan dengan minyak kayu manis Dosis (ml/L udara) Mortalitas S. zeamais ± SDa (%) LD50 dan LD95
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa efek fumigan minyak atsiri kayu manis berpotensi baik sebagai pestisida nabati. C. burmannii
mengandung komponen mayor minyak atsiri, diantaranya sinamaldehid (60.72%), eugenol (17.62%), dan kumarin (13.39%) (Wang et al. 2009). Tingginya mortalitas imago berkaitan dengan kandungan senyawa aktif sinamaldehida dan eugenol yang terdapat dalam minyak atsiri kayu manis, apabila senyawa tersebut masuk ke dalam sistem pernafasan serangga maka dapat menekan aktivitas sistem saraf yaitu reseptor asam butirat ɣ-amino sehingga menyebabkan hiperaktivitas pada sistem saraf hingga menyebabkan kelumpuhan (paralisis) (Shaaya 1997).
Hasil analisis probit setelah uji lanjut pada 72 JSP menunjukkan nilai LD50
dan LD95 berada pada dosis 0.016 ml/L dan 0.028 ml/L. Hasil analisis
menunjukkan bahwa minyak atsiri kayu manis memiliki sifat toksisitas yang kuat karena LD50 pada 72 JSP tidak lebih dari 0.016 ml/L sedangkan pada LD95 sebesar
0.028 ml/Lminyak atsiri kayu manis memiliki sifat toksisitas yang cukup kuat. Semakin rendah nilai LD50 dan LD95 menunjukkan suatu senyawa atau ekstrak
semakin toksik.
9
Gambar 2 Kurva persamaan regresi linier antara dosis minyak atsiri kayu manis dengan mortalitas S. zeamais
Perlakuan efek fumigan menggunakan minyak atsiri kayu manis menghasilkan persamaan regresi y = 9.8 + 3.682xdan diperoleh nilai R2 sebesar 0.881. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dosis berpengaruh terhadap mortalitas imago S. zeamais sedangkan nilai R² diperoleh angka 0.881 hal ini menjelaskan bahwa pengaruh dosis minyak atsiri kayu manis terhadap mortalitas imago S. zeamais sebesar 88.1%.
Efek Fumigan Minyak Atsiri Pala terhadap S. zeamais Motsch.
Mortalitas serangga uji mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya dosis. Mortalitas tertinggi terjadi pada dosis 0.050 ml/L sebesar 80% dan mortalitas terendah pada dosis 0.020 ml/L sebesar 21% (Tabel 3).
Tabel 3 Mortalitas imago S. zeamais akibat perlakuan dengan minyak pala Dosis (ml/L udara) Mortalitas S. zeamais ± SDa (%) LD50 dan LD95 SD : standar deviasi, bJSP : jam setelah perlakuan
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa efek fumigan minyak atsiri pala efektif terhadap mortalitas serangga uji S. zeamais. Huang et al. (1997), menyatakan bahwa imago S. zeamais 1.7 kali lebih rentan dari pada imago
T. castaneum untuk tindakan fumigan menggunakan minyak atsiri pala pada LD50
sebesar 4.5 mg/cm² dan LD95 7.7 mg/cm².
Mortalitas imago S. zeamais dapat terjadi akibat adanya beberapa senyawa bioaktif yang terdapat pada buah pala. Chirathaworn et al. (2007) melaporkan beberapa senyawa bioaktif yang secara umum terdapat pada biji buah pala seperti eugenol, elemicin, iselemicin, isoeuglenol, methoxyeugenol, myristicin dan elimicin. Namun hanya senyawa eugenol yang berperan sebagai racun pernafasan. Menurut Hart (1990) dalam jurnal milik Iffah et al. (2008) menyatakan bahwa eugenol bekerja sebagai fumigan yang yang akan menguap dan menembus secara langsung ke integumen serangga sehingga dapat melemahkan dan mengganggu sistem saraf yang berperan menurunkan enzim asetilkolineterase. Enzim ini bertugas menghantarkan pesan atau impuls dari saraf otot melalui sinaps (Fradin dan Day 2002).
Hasil analisis probit setelah uji lanjut minyak pala pada 72 JSP menunjukkan nilai LD50 dan LD95 berada pada dosis 0.034 ml/L dan 0.081 ml/L.
Hasil analisis menunjukkan bahwa minyak atsiri pala memiliki sifat toksisitas yang kuat karena LD50 pada 72 JSP tidak lebih dari 0.034 ml/L sedangkan pada
LD95 sebesar 0.081 ml/Lminyak atsiri pala memiliki sifat toksisitas yang cukup
kuat.
Gambar 3 Kurva persamaan regresi linier antara dosis minyak atsiri pala dengan mortalitas S. zeamais
Gambar 3 menunjukkan hubungan perlakuan minyak atsiri pala dengan dosis yang berbeda terhadap mortalitas imago S. zeamais, kurva tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis minyak atsiri yang diberikan maka semakin tinggi pula mortalitas imago S. zeamais.
Perlakuan efek fumigan menggunakan minyak atsiri pala menghasilkan persamaan regresi y = 7.74 + 1.652x dan diperoleh nilai R2 sebesar 0.931. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dosis berpengaruh terhadap mortalitas imago S. zeamais sedangkan nilai R² menjelaskan bahwa pengaruh dosis minyak atsiri pala terhadap mortalitas imago S. zeamais sebesar 93.1%.
11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Minyak atsiri kapulaga dengan dosis 0.07 ml/L dapat menyebabkan mortalitas S. zeamais sebesar 93%. Minyak atsiri kayu manis pada dosis 0.031 ml/L efektif mematikan S. zeamais sebesar 95%. Minyak atsiri pala dengan dosis 0.050 ml/L menyebabkan mortalitas S. zeamais sebesar 80%. Minyak atsiri kapulaga, kayu manis, dan pala berpotensi baik sebagai pestisida nabati.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arifin MC. 2013. Toksisitas kontak dan efek fumigan minyak atsiri Cinnamomum
spp. (Lauraceae) terhadap Tribolium castaneum (Herbst) (Coleotera: Tenebrionidae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bergvinson DJ. 2002. Storage Pest Resistance in Maize. CYMMIT Maize Programs. p.32-39.
Chirathaworn C, Kongcharoensuntorn W, Dechdoungchan T, Lowanitchapat A, Sanguanmoo P, Poovorawan Y. 2007. Myristica fragrans Houtt. Methanolic extract induces apoptosis in a human leukimia cell line through SIRT1 mRNA down regulation. J Med Assoc. Bangkok (Thai). 90 (11): 2422-2428. Dono D, Ismayana S, Idar, Prijono D, Muslikha I. 2010. Status dan mekanisme
resistensi biokimia Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) terhadap insektisida organofosfat serta kepekaannya terhadap insektisida botani ekstrak biji Barringtonia asiatica. J. Entomol. 7 (1): 9-27.
Fradin MS, Day JF. 2002. Comparative eficacy of insects repellents against mosquito bites. The New England Journal of Medicine. 347: 13-18.
Guenther E. 2006. Minyak atsiri jilid 1, penerjemah Ketaren S. Jakarta (ID): UI
Dharmaputra OS, Widayanti S, editor. Pengelolaan Hama Gudang
Terpadu. Bogor (ID): KLH, UNIDO, SEAMEO BIOTROP. Hal 53-55. Hidayat P, Halid H. 2009. Pengelolaan hama gudang terpadu. Di dalam: Prijono
D, Darmaputra OS, Widayanti S, editor. Pengelolaan Hama Gudang. Bogor: SEAMEO BIOTROP. hlm 21-37
Huang Y, Tan JMWL, Kini RM, Ho SH. 1997. Toxicity and antifeedant action of nutmeg oil against Tribolium castaneum Herbst. and Sitophlius zeamais
Motsch. J Stored Products. 33: 289-298.
Huang Y, Lam SL, Ho SH. 2000. Bioactivities of essential oil from Elletaria cardamomum (L.) Maton. to Sitophilus zeamais Motschulsky and Tribolium castaneum Herbst. J Stored Product Research. 36: 107-117.
Iffah D, Gunandini DJ, Kardinan A. 2008. Pengaruh ekstrak kemangi (Ocimum basilicum forma citratum) terhadap perkembangan lalat rumah (Musca domestica) (L). Jurnal Entomologi. Bogor (ID). 5 (1): 36-44.
Isman MB, Matsuura H, MacKinnon S, Durst T, Towers GHN, Arnason JT. 1996.
Phytochemistry of Meliaceae, so many terpenoids, so few insecticides in phytochemical and redundancy in ecological interactions. New York (AS): Plenum Press.
Kim SI, Roh JY, Kim DH, Lee HS, Ahn YJ. 2003. Insecticidal activities of aromatic plant extract and essential oil against Sitophilus oryzae and
Callosobruchus chinensis. J Stored Products. 39: 293-303.
13 compounds to Sitophilus oryzae (Coleoptera: Curculionidae). J Econ Entomol. 101: 1960-1966.
LeOra Software. 1987. POLO-PC User’s Guide. Petaluma (US): LeOra Software. Perry AS, Yamamoto I, Ishaaya I, Perry RY. 1998. Insecticides in Agriculture and
Environment: Retrospects and Prospects. Berlin (DE): Springer. Prijono D. 1988. Pengujian Insektisida. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Prijono D. 1994. Teknik pemanfaatan insektisida proyek botanis. Pembangunan
Pertanian Nasional Fakultas Pertanian LPB. Bogor (ID): Balihort Lembang. Prijono D. 2005. Pengembangan dan pemanfaatan insektisida botani. Di dalam:
Bahan Pelatihan Singkat Pengembangan Agen Hayati dan Insektisida Nabati. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Shaaya E, Kostyukovsky M, Eilberg J, Sukprakarn C. 1997. Plant oils as fumigants and contact insecticides for the control of stored-product insects.
J Stored Products Research. 33: 7-15.
Sunjaya dan Widayanti S. 2006. Pengenalan serangga hama gudang. Di dalam Prijono D, Dharmaputra OS, Widayanti S, editor. Pengelolaan Hama Gudang Terpadu. Bogor : KLH, UNIDO, SEAMEO BIOTROP. hlm 39-51. Tekeli A, Çelik L, Kutlu HR. 2007. Plant extracts; a new rumen moderator in
ruminant diets. J Tekirdag Agric Fac. 4(1):71-79.
Wang R, Yang B. 2009. Extraction of essentials oils for five cinnamon leave and identification of their volatile compound compositions. Innovative Food Science and Emerging Technologies. 10: 289–292.
15
Lampiran 1 Tabel uji anova perlakuan minyak atsiri kapulaga terhadap S. zeamais
Lampiran 2 Tabel uji anova perlakuan minyak atsiri kayu manis terhadap S. zeamais
Source DF Sum of squares Mean squares F Pr > F
Model 1 1131.7105 1131.7105 88.6306 < 0.0001
Error 22 280.9145 12.7688
Corrected Total 23 1412.6250
Lampiran 3 Tabel uji anova perlakuan minyak atsiri pala terhadap S. zeamais
Source DF
Sum of squares
Mean
squares F Pr > F
Model 1 549.2752 549.2752 73.6571 < 0.0001
Error 22 164.0582 7.4572
Corrected Total 23 713.3333
Source DF
Sum of squares
Mean
squares F Pr > F
Model 1 763.6402 763.6402 33.1155 < 0.0001
Error 22 507.3182 23.0599
17
Lampiran 6 Hasil analisis probit minyak atsiri pala terhadap S. zeamais pada uji lanjut
Parameter Standard Error t Ratio Insecta 6.4530241 0.66457163 9.6348141 Slope 4.4657404 0.44903503 9.7224939
Variance-Covariance matrix Insecta Slope Insecta 0.4416554 0.2972011 Slope 0.2972011 0.2016325
Effective Doses
Dose Limits 0.90 0.95 LD50 insecta 0.03415 lower 0.02976 0.02789 upper 0.03946 0.04246 LD95 insecta 0.08130 lower 0.06133 0.05739 upper 0.15636 0.26257 log (L)= 294.2 Slope = 4.366 + 0.449
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang, pada 1 Juli 1993. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Wastam dan Ibu Nani Sumarni. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 CIASEM selama tiga tahun. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa program studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Penulis juga mengambil mata kuliah minor Agronomi dan Hortikultura.