• Tidak ada hasil yang ditemukan

Album suara (repertoire) dan variasi suara promosi diri (advertisement call) katak serasah Leptobrachium hasseltii Tschudi, 1883 di Jawa Barat Sasi Kirono

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Album suara (repertoire) dan variasi suara promosi diri (advertisement call) katak serasah Leptobrachium hasseltii Tschudi, 1883 di Jawa Barat Sasi Kirono"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

ALBUM SUARA (

REPERTOIRE

) DAN

VARIASI SUARA PROMOSI DIRI (

ADVERTISEMENT CALL

)

KATAK SERASAH

Leptobrachium hasseltii

Tschudi, 1883

DI JAWA BARAT

SASI KIRONO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Album Suara (repertoar) dan Variasi Suara Promosi Diri (advertisement call) Katak Serasah

Leptobrachium hasseltii Tschudi, 1838 di Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Sasi Kirono

(4)

RINGKASAN

SASI KIRONO. Album Suara (repertoar) Dan Variasi Ssuara Promosi Diri (advertisement call) Katak Serasah Leptobrachium hasseltii Tschudi 1838 Di Jawa Barat. Dibimbing oleh MIRZA DIKARI KUSRINI dan YENI ARYATI MULYANI.

Katak serasah (Leptobrachium hasseltii) tersebar luas di hutan hujan Pulau Jawa, Sumatera bagian Selatan, Madura, Bali, dan Kangenan. Katak tersebut pertama kali dideskripsikan oleh Johann Jacob von Tschudi dan menjadi awal penemuan genus katak itu. Tercatat 24 jenis anggota spesies Leptobrachium di dunia. Keseluruhan jenis tersebut sulit dibedakan karena karakteristik morfologinya yang nyaris identik. Analisis terhadap struktur suaranya diperlukan karena sejauh ini frekuensi suara katak telah terbukti mampu menggambarkan identitas jenis. Selain itu sebaran katak serasah tersebut yang cukup luas memungkinkan untuk dilakukan analisis terhadap variasi fitur suaranya secara kuantitatif dan berpotensi menjadi perangkat pembeda antar populasi.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-September 2013 di Situgunung (Sungai Ciarya dan Cimanaracun) dan Semenanjung Ujung Kulon (Cibunar dan Cidaun). Penelitian ini berhasil merekam suara promosi diri dan suara agresif yang diwakili dua tipe suara yang berbeda. Analisis Kruskall-Wallis digunakan untuk mengukur perbedaan masing-masing fitur suara. Frekuensi dominan ke-empat tipe suara relatif serupa dan secara konsisten berbanding terbalik dengan karakteristik fisik katak. Fitur temporal membedakan setiap tipe suara, meliputi durasi suara (χ²=33.78; p = 0.00), jumlah nada (χ²=31,78; 0.00), nada pengantar

(χ²=36,25; p = 00), jeda nada (χ²=31,76; p = 0.00), periode nada (χ²=29.04; p = 0.00), laju nada (χ²=34.59; p = 0.00) dan pengulangannya (χ²=27.40; p = 0.00). Terdapat beda jarak penyiaran suara agresif (tipe I = 0.8 – 100 cm, x=50 cm; tipe II 30 - 80 cm, x=30 cm), yang mengindikasikan bahwa suara agresif katak serasah bersifat diskrit (teritorial dan encounter). Durasi suara promosi tipe II ini berbanding lurus dengan suhu udara dan memungkinkan menjadi indikator pemilihan pasangan kawin. Fitur temporal berhubungan dengan karakteristik fisik katak diduga menfasilitasi kompetisi atau persaingan antar katak jantan.

Terdapat variasi suara promosi diri katak serasah antar populasi Situgunung dan Semenanjung Ujung Kulon. Fitur temporal yang meliputi laju dan durasi suara, jumlah nada, duty cycle memperlihatkan variabilitas lebih tinggi daripada fitur spektral yakni frekuensi dominan, pulse rate dan repetition rate, namun rasio CVb/CVw fitur spektral lebih tinggi dari pada rasio fitur temporal

yang hanya diwakili oleh fitur laju suara yang mencapai rasio 2. Fitur spektral suara katak serasah diprediksi berkontribusi dalam pembedaan antar kelompok populasi. Fitur dinamis (laju suara, duty cycle, dan durasi suara) berpotensial menjadi pembeda dalam preferensi kawin katak betina antar populasi. Ketiga fitur tersebut umumnya merefleksikan energi yang diinvestasikan dalam bersuara. Fitur-fitur itu selanjutnya menentukan perbedaan anggota populasi sekaligus status individu secara geografis.

(5)

SUMMARY

SASI KIRONO. Vocal Repertoire And Variation of Advertisement Call Variation of the Forest Litter Frog Leptobrachium hasseltii Tschudi 1883 in West Java. Supervised by MIRZA D KUSRINI dan YENI A MULYANI.

Forest litter frog (Leptobrachium hasseltii) is widespread in the rain forests of Java, South Sumatra, Madura, Bali, and kangenan. The frog was first described by Tschudi and became the pioneer of the discovery of the frog genus. Recorded 24 types of members Leptobrachium species in the world, and there are constraints in distinguised each other because their morphological characteristics were nearly identical. Analysis of the call structure of the frog is needed because so far it has proved to be able to describe the kind of identity. Then the frog litter L. hasseltii

are spread quite widely possible to do an analysis of quantitative variation call features and potential to become the distinguish between population groups. This research were conducted in May - September 2013 in Situgunung (Ciarya and Cimanaracun) and Ujung Kulon (Cibunar and Cidaun). The study succeed to record advertisement call and aggressive call that represented two different types of call. Kruskal-Wallis test were used to measure the difference each call feature. The dominant frequency of the four types of call relatively similar and consistently inversely related to the physical characteristics of frogs. Temporal features that distinguish each type of sound that covers the duration of the sound (χ² = 33.78; p = 0.00), the number of note (χ² = 31.78; 0:00), introductory note (χ² advertisement call is directly proportional to temperature and allows an indicator of mating selection. While the temporal feature relationship with the physical characteristics of frog thought to facilitate competition between males.

It was found that variations on the advertisement call of L. hasseltii Situgunung between population groups and the Ujung Kulon. Calls temporal features of the frogs showed high variability than the spectral features, but the ratio of CVB/CVW

spectral features higher than the ratio of temporal features are only represented by features voice rate reached ratio of 2. The dominant frequency, pulse rate and repetition rate were predicted to contribute to the differentiation between population groups. Dynamic features (call rate, duty cycle, call duration) can potentially become a distinguished in males mating preference between population groups. The third feature is generally reflects the energy invested in call. Features that further determined the difference at the same population group member status of individuals in geographic scope.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

ALBUM SUARA (

repertoire

) DAN VARIASI SUARA

PROMOSI DIRI (

advertisement call

) KATAK SERASAH

Leptobrachium hasseltii

Tschudi, 1838 DI JAWA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini adalah suara katak serasah Leptobrachium hasseltii, dengan judul Album suara (repertoire) dan variasi suara promosi diri (advertisement call) katak serasah Leptobrachium hasseltii Tschudi, 1838 di Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Mirza D. Kusrini, M.Si dan Ibu Dr Ir Yeni A. Mulyani, M.Sc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Amir Hamidy, Ssi. M.Sc yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kepala Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango dan Taman Nasional Ujung Kulon beserta stafnya yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di kedua lokasi tersebut. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Setyo dan Bapak Firsal yang telah menyediakan fasilitas selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

(11)
(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

PENDAHULUAN UMUM 1

Abstract 5

Pendahuluan 6

Metode penelitian 7

Hasil dan Pembahasan 9

VARIASI SUARA PROMOSI DIRI (ADVERTISEMENT CALL) KATAK

SERASAH Leptobrachium hasseltii TSCHUDI 1883 DI JAWA BARAT 17

Abstract 17

Pendahuluan 18

Metode penelitian 19

Hasil dan Pembahasan 24

PEMBAHASAN UMUM 34

SIMPULAN DAN SARAN 38

Simpulan 38

Saran 39

(13)

DAFTAR TABEL

1 Rerata dan standar deviasi fitur suara katak serasah L. hasseltii serta indikasi perbedaan masing – masing karakteristik dalam persamaan

Kruskal and Wallis ... 12 2 Rerata dan standar deviasi karakterisitk fisik (SVL dan bobot), suhu

udara, beserta sembilan fitur suara promosi diri katak serasah

Leptobrachium hasseltii di Sungai Ciarya dan Cimanaracun (Situgunung, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango) (n = 32 individu) ... 23 3 Koefisien korelasi Pearson’s product-moment (r) 7 fitur suara terhadap

suhu udara dan ukuran tubuh di kedua lokasi Situgunung (n = 320 suara) dan semenanjung (n=280 suara) pada selang kepercayaan 95% ... 27 4 Koefisien variasi 9 fitur suara dan tingkat signifikansi uji anova suara

promosi diri katak serasah Leptobrachium hasseltii di sungai Ciarya dan Cimanaracun (Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango) (n = 320 suara) dan sungai Cibunar dan Cidaun (Taman Nasional Ujung Kulon) ... 29

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta lokasi pengamatan perilaku dan perekaman suara ... 7 Gambar 2 Grafik rerata aktivitas bersuara katak serasah L. hasseltii

dalam 20 hari pengamatan di sungai Ciarya dan Sungai Cimanaracun, Resort Situgunung. Keterangan: Agr = suara agresif Adv = suara

pada suara agresif katak serasah L. hasseltii di Situgunung. ... 13 Gambar 7 Peta lokasi pengamatan perilaku dan perekaman suara ... 20 Gambar 9 Suara promosi diri katak serasah L. hasseltii dalam populasi

A). Situgunung B). Semenanjung Ujung Kulon. Bagian bawah merupakan segmen parsial dari suara promosi diri dalam display waveform 50 md beserta spektrogram dari 3 nada suara ... 25 Gambar 10 Boxplot rerata fitur jumlah nada dan durasi suara kelompok

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rerata jumlah tipe suara yang disiarkan oleh jantan katak serasah L. hasseltii selama 20 hari pengamatan dengan pencatatan setiap 5 menit di sungai Ciarya dan Cimanaracun, Resort Situgunung ... 45 Lampiran 2 Rerata karakteristik fisik suara (jumlah nada, durasi suara,

durasi nada, nada pengantar, jeda nada individu jantan katak serasah

L. hasseltii di Situgunung ... 46 Lampiran 3 Koefisien korelasi pearson antara fitur suara promosi diri

tipe II terhadap suhu, serta panjang dan bobot tubuh individu jantan katak serasah L. hasseltii ... 48 Lampiran 4 Rerata dan standar deviasi durasi suara dan nada pembuka

terhadap jarak penyiaran suara agresif tipe I dan II pada individu jantan katak L. hasseltii ... 49 Lampiran 5 Rerata dan standar deviasi serta koefisien variasi 9 fitur

(15)

PENDAHULUAN UMUM

Kebanyakan jenis Anura (katak dan kodok) menggunakan suaranya untuk berkomunikasi, meskipun beberapa diantaranya juga berkomunikasi secara visual dan kimia (Vitt dan Caldwell 2009). Suara dalam rentang frekuensi tertentu itu dihasilkan seekor katak jantan dan atau betina dengan mengalirkan udara ke pita suara (vocal cords) di sekitar dagunya (Duellman dan Trueb 1985; Wells 2007; Vitt dan Caldwell 2009). Suara-suara itu selanjutnya digunakan untuk merespon situasi sekaligus berperan dalam berbagai aktivitas sosial seekor katak (Wells 2007).

Sejak lebih dari seabad silam para ilmuwan mencurahkan waktunya untuk mempelajari berbagai fungsi suara seekor katak, dan menemukan bahwa ada kalanya struktur suara yang disiarkannya berbeda-beda dan tergantung bagaimana konteks yang sedang ditanggapinya (Wells 2007). Perbedaan itu selanjutnya yang mendasari pembagian suara katak menjadi 4 kategori, yakni suara promosi diri (advertisement call), suara saat kawin (reciprocation call); suara vibrasi (release call); suara saat tertekan (distress call) (Wells 2007; Vitt dan Caldwell 2009). Suara promosi diri (advertisement call) lebih sering disiarkan oleh seekor katak jantan pada saat chorus yakni pada saat paduan suara antar individu katak terjadi yang berfungsi untuk menarik pasangan betinanya sekaligus menjaga ruang spasial termasuk mempertahankan teritori selama musim memijah (Prohl 2003; Kelly 2004; Wells 2007).

Suara promosi diri umumnya hanya terdiri dari satu nada tunggal atau rangkaian nada identik yang berulang secara teratur, sementara beberapa jenis katak (misal: Rhacophoridae) dapat menyiarkan lusinan nada yang sangat kompleks (Wells 2007). Sesuai peruntukannya, suara tersebut disiarkan untuk memanggil calon pasangan betinanya untuk memijah. Namun dalam kondisi tertentu, suara promosi diri dapat saja mengalami perubahan struktur dari biasanya. Beberapa ilmuwan percaya bahwa modifikasi struktur itu juga mengisyaratkan respon yang berbeda pula. Oleh karena itu suara promosi diri dikategorikan kembali ke dalam 2 tipe, yaitu suara saat bercumbu (courtship call) dan suara agresif (aggresive call) (Wells 2007; Vitt dan Caldwell 2009). Pada dasarnya karakteristik kedua suara tersebut mengalami modifikasi pada beberapa bagian saja. Suara saat percumbuan (courtship) disiarkan ketika katak jantan telah mendeteksi keberadaan betina dan berupaya meningkatkan daya tariknya dengan cara memperpanjang atau dengan mempertinggi laju suaranya (Wells 2007). Berbeda dengan beberapa jenis katak yang pada saat percumbuan itu hanya menyiarkan suara dengan mengurangi intensitasnya untuk menghindari kedatangan pengganggu (Wells 2007).

(16)

2

tersebut diberikan dengan menyiarkan suara agresif-teritorial dengan durasi suara dan nada pembuka yang relatif panjang, sementara jumlah nada lebih banyak dibanding pada suara promosi diri. Para ahli menerjemahkan suara tersebut sebagai sebuah peringatan bahwa penyusup telah memasuki wilayahnya. Selanjutnya, suara tersebut mengalami perubahan durasi yang semakin memendek, namun dengan nada pengantar yang jauh lebih panjang, sementara nada sekunder sedikit atau bahkan tidak ada. Hal ini disiarkan sebagai pertanda bahwa katak jantan teritorial siap menyergap penyusup yang tak mengacuhkan peringatannya. Tipe suara ini disebut juga suara pertanda menyerang (encounter call) (Wells 2007).

Bagi seekor katak, menyiarkan suara promosi diri adalah aktivitas yang membutuhkan energi dalam jumlah banyak dibandingkan aktivitas lainnnya (Wells 2007). Fitur-fitur suara didalamnya umumnya dibatasi oleh kondisi morfologi dan atau fisiologi seekor katak serta kondisi lingkungan setempat. Frekuensi suara berbanding terbalik dengan ukuran tubuh, sementara fitur-fitur suara seperti durasi suara, laju suara (call rate) lebih ditentukan oleh suhu udara, suhu air, bahkan suhu tubuh katak tersebut. Adanya batasan morfologi tersebut membuat suara cenderung spesifik untuk setiap jenis, bahkan setiap individu. Itu sebabnya frekuensi suara sangat penting untuk menekan kemungkinan terjadinya kawin silang antar jenis yang berbeda (Abrunhosa et al. 2005). Selain itu, suara juga sangat baik dijadikan sebagai perangkat untuk identifikasi suatu jenis (Yu dan Zheng 2009). Fitur suara juga sering berubah-ubah tergantung bagaimana suhu lingkungan, preferensi kawin betina dalam satu waktu, setidaknya secara lokal, beserta karakteristik habitat yang ditempatinya. Berbagai penelitian memperlihatkah bahwa betina lebih tertarik kepada individu katak jantan besar yang menyiarkan suara dalam frekuensi rendah atau katak jantan yang menyiarkan suara dalam durasi yang panjang, laju (rate) dan intensitas tinggi (Bosch et al. 2000; Gerhardt 2005), jeda antar nada (Kime et al. 2003) atau dengan kompleksitas suara lainnya yang secara potensial menggambarkan kondisi tubuhnya. Hal ini memberikan konsekuensi bahwa suara promosi diri berbeda dalam setiap individu atau dalam lingkup populasi memunculkan variasi karakteristik fitur suara. Dalam penelitian untuk taksa burung, Malcolm et al. (1979) menyebutkan bahwa perbedaan suara dalam tingkatan populasi secara lokal mengacu pada perbedaan dialek, dan dalam lingkup yang lebih luas memunculkan variasi geografis. Kondisi serupa juga secara potensial berlaku bagi suara pada katak.

Perbedaan karakteristik suara dan kelenturan suara seekor katak secara substansial berpengaruh pada variasi suara dalam sebuah populasi (Sullivan dan Wagner 1988). Pola variasi tersebut sering berada dalam kisaran kontinum statis dan dinamis. Dikotomi keduanya bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, namun untuk mempermudah pengkategoriannya dijelaskan bahwa unsur statis sebagai sifat fitur akustik dengan koefisien lebih rendah (biasanya CV kurang dari 5%) bila dibandingkan dengan unsur dinamis yang mencapai 12% atau lebih (Bee et al.

(17)

3 melebihi nilai koefisien variasi dalam sebuah populasi (Gerhardt 2005). Sejauh ini diketahui bahwa kedua sifat suara tersebut mungkin sekali berbeda-beda untuk setiap jenis katak, dan sifat itu bisa diduga melalui pendekatan kuantitatif terhadap atribut suara seekor katak serasah.

Katak serasah Leptobrachium hasseltii adalah satu diantara dua jenis katak serasah dari keluarga Megophrydae yang tersebar luas di hutan hujan Pulau Jawa, disamping wilayah lainnya, seperti di hutan hujan Pulau Sumatera di bagian Selatan, Madura, Bali, dan Kangenan (Iskandar 1998; IUCN 2013). Katak serasah yang pertama kali dideskripsikan pada tahun 1883 dengan tipe jenis dari Pulau Jawa ini termasuk dalam kelompok katak berukuran medium ( ̅ = 42.85; kisaran 34.12 – 48.74 mm) (Iskandar 1998). Katak yang dideskripsikan oleh Johann Jacob von Tshcudi ini umumnya hidup hanya dalam wilayah-wilayah berhutan dari permukaan laut sampai ketinggian 1200 meter (Iskandar 1998; IUCN 2013), dan lebih banyak ditemukan di tepi sungai. Menjelang senja mereka bersuara memanggil betina untuk kawin. Masa memijah umumnya terjadi sepanjang tahun, walaupun puncak musim memijah tetap terjadi pada musim hujan (Kusrini et al.

2005). Meskipun demikian, informasi bio-ekologi katak tersebut masih belum memadai dan hanya berasal dari hasil penelitian di tahun 2007. Kajian berbagai aspek bio-ekologi katak tersebut dapat dilakukan di beberapa lokasi di Resort Situgunung, Taman Nasional Gunung-Gede Pangrango dan Taman Nasional Ujung Kulon. Di lokasi-lokasi tersebut katak serasah dapat ditemukan relatif melimpah.

Baru-baru ini telaah terhadap anggota populasi Leptobrachium di beberapa pulau di Indonesia, Malaysia dan Filipina telah berhasil mengungkapkan bahwa beberapa jenis telah dinyatakan sebagai jenis yang berbeda dari L. hasseltii atau dinyatakan sebagai jenis baru. Di tahun 2009, Brown et al. (2009) merevisi populasi jenis katak serasah L. hasseltii di Filipina dan menyatakan bahwa jenis tersebut berbeda dengan populasi di Pulau Jawa. Hal serupa juga terungkap di Provinsi Sumatera bahwa L. waysepuntiense berbeda dari jenis Leptobrachium

grup lainnya (Hamidy dan Matsui 2010). Sementara di Pulau Borneo, telaah jenis-jenis Leptobrachium menghasilkan beberapa kelompok paraphyletic yang memungkinkan adanya spesies baru (Hamidy et al. 2011). Meskipun demikian, juga dikatakan bahwa masih dibutuhkan sebuah revisi yang mumpuni berkaitan dengan karakteristik morfologi, termasuk deskripsi suara masing-masing jenis, karena terlalu sulit membedakan secara kasat mata (Hamidy et al. 2011).

(18)

4

1) Album suara (repertoire) katak serasah Leptobrachium hasseltii di Situgunung, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, Jawa Barat yang bertujuan untuk mendeskripsikan suara katak tersebut berdasarkan pada konteks suara itu disiarkan serta menguji perbedaan karakteristik fitur suara masing-masing konteksnya

2) Variasi suara promosi diri (advertisement call) katak serasah

(19)

5 ALBUM SUARA (REPERTOIRE) KATAK SERASAH

Leptobrachium hasseltii TSCHUDI, 1883 DI SITUGUNUNG JAWA BARAT

Abstract

The aim of this study was to describe vocal repertoire of forest litter frog

Leptobrachium hasseltii based on recording call and behavioural observation in Situgunung Resort, Mount Gede Pangrango National Park. Two types of calls were identified: advertisement call and aggressive call. Each types were represented by two different characteristics. The kruskall and wallis test was used to test the difference of nine features. Dominant frequency of all types was relatively similar, and inverse consistently with body size. The temporal structures were found to be more differentiate the call types. Advertisement calls type I was emitted in short duration and contains fewer notes than advertisement call type II. However duration of both advertisements call types were slower than aggressive call. Aggressive call type I was emitted in 5.90 ± 0.34 ms and have longer introductory note compared to advertisement call. Despite containing only 1-2 pulse and emitted in short duration, the introductory note of aggressive call II was longer than the others. Aggressive call tended to be discrete (territorial and encounter) and represented two different continuums. This were caused by the extreme differences of both calls in duration and distance when emitting calls. Most of temporal features of advertisement call type II correlated with body size while call duration only correlated to air temperature. Based on the result, call could predict male body size and facilitated competition between males, thus serves as mate selection indicator.

Key words : Leptobrachium hasseltii, advertisement call, agressif call, social interaction, Situgunung resort, Mount Gede Pangrango National Park.

Abstrak

(20)

6

encounter) dan merepresentasikan dua kontinum berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan yang ektrim kedua suara dalam durasi dan jarak saat disiarkan. Sebagian besar fitur temporal suara promosi diri tipe II berkorelasi dengan ukuran tubuh sementara durasi suara berkorelasi dengan suhu udara. Berdasarkan hasil tersebut, suara promosi diri tipe II dapat memprediksi ukuran tubuh dan sebagai fitur yang terlibat dalam kompetisi antar katak jantan, dan sebagai fitur untuk seleksi seksual.

Key words : Leptobrachium hasseltii, suara promosi diri, suara agresif, interaksi sosial, Resort Situgunung, Taman Nasional gunung Gede Pangrango.

Pendahuluan

Katak serasah genus Leptobrachium pertama kali dideskripsikan oleh Johann Jacob von Tscudhi melalui spesimen dari Jawa Barat dengan tipe jenis

Leptobrachium hasseltii. Genus katak yang termasuk dalam keluarga Megophrydae itu tersebar luas dari Tiongkok, Indochina, sampai di Asia Tenggara (Brown et al. 2009). Katak serasah Leptobrachium hasseltii adalah salah satu diantara dua jenis katak serasah keluarga Megophrydae yang tersebar luas di hutan hujan Pulau Jawa. Katak tersebut dapat juga ditemukan di wilayah lainnya, seperti di hutan hujan Pulau Sumatera di bagian Selatan, Madura, Bali, dan Kangean (IUCN 2013). Katak berukuran medium, bersifat nokturnal, dan umumnya menghabiskan seluruh hidupnya di dalam wilayah-wilayah berhutan di tepi sungai ini tersebar dari permukaan laut hingga ketinggian 1200 meter (IUCN 2013). Menjelang senja katak jantan biasanya bersuara memanggil betina untuk kawin. Perilaku ini umumnya terjadi sepanjang tahun. Meskipun demikian puncak musim memijah tetap terjadi pada musim hujan (Kusrini et al. 2005).

Katak serasah telah dideskripsikan lebih dari se-abad yang lalu, namun informasi bio-ekologi katak tersebut masih sangat jarang. Di sisi lain, temuan-temuan jenis baru dalam genus tersebut terus bermunculan (Ohler et al. 2004; Stuart et al. 2006; Hamidy dan Matsui 2010) dan untuk wilayah tertentu masih perlu direvisi (Hamidy et al. 2011). Permasalahan dalam identifikasi jenis genus

(21)

7 Brown dkk. (2009) telah mendeskripsikan suara katak serasah dari dua individu dari Jawa Barat. Namun demikian, deskripsi ini belum dilakukan secara rinci dan tidak melihat pengaruh lingkungan terhadap fitur suara. Itu sebabnya, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara lebih rinci struktur spektral dan temporal pada suara katak Leptobrachium hasseltii. Selain itu dilakukan pula pendugaan pengaruh suhu udara dan ukuran tubuh terhadap fitur suara tersebut serta mendeskripsikan secara singkat konteks perilaku saat suara disiarkan. Diharapkan deskripsi suara ini dapat digunakan untuk melengkapi informasi mengenai jenis ini dan menjadi salah satu panduan pengenalan dalam merevisi jenis-jenis Leptobrachium.

Metode penelitian Waktu dan Lokasi

Perekaman suara L. hasseltii diambil pada bulan Mei-September 2013 di Sungai Cimanaracun dan Sungai Ciarya, Resort Situgunung, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, Jawa Barat. Posisi geografis kedua sungai Cimanaracun dan Ciarya yang berjarak sejauh 7-8 km dari pusat Kota Sukabumi ini berturut-turut berada di 6°49'42,64"LS - 106°55'34.52"BT (1029 m dari permukaan laut), dan 6°49'18,53"LS - 106°54'45.52"BT (1008 m dpl). Sungai Cimanaracun merupakan inlet bagi Danau Situgunung.

Gambar 1 Peta lokasi pengamatan perilaku dan perekaman suara

(22)

8

rasamala (Altingia excelsa), ki tembaga beureum (Syzygium sp), dan berangan (Castanopsis sp). Sungai Ciarya berarus deras dan substrat berbatu dengan kondisi hutan di sekitarnya yang relatif tidak terganggu. Tepi sungai banyak ditumbuhi beragam vegetasi tingkat semai dan pancang dan pepohonan yang didominasi oleh jenis berangan (Castanopsis sp) dan Pasang (Quercus sp).

Perekaman suara

Perekaman suara dilakukan antara pukul 17.40 sampai 03.00 WIB, yaitu pada saat katak L. hasseltii memulai paduan suara (chorus) yang umumnya terjadi setelah sore sampai menjelang pagi. Perangkat yang digunakan adalah alat rekam digital Sony tipe PCM-D50 (resolusi sampling 44.10 kHz; 16 bit) yang telah dihubungkan dengan mikrofon shotgun Seenheiser ME 67 yang dilapisi

Windscreen SG-3 Windtech. Perangkat itu diletakkan dalam posisi sejajar dengan sumber suara pada jarak 30-50 cm dan setinggi 5 cm dari atas substrat. Terdapat sedikit variasi jarak perekaman (37,82±1,22 cm), namun hal ini belum memberikan pengaruh terhadap sifat suara katak, seperti yang dilakukan dalam penelitian sebelumnya (Bee dan Gerhardt 2001). Sesi perekaman dilakukan selama 90 menit (Heyer et al. 1994) atau dengan memperhitungkan banyaknya sekuen suara berdasarkan konteks suara yang disiarkan. Pencatatan perilaku individu katak saat menyiarkan suara menggunakan metode focal animal sampling, dan pada saat yang sama mencatat jarak antar masing – masing individu katak saat menyiarkan suara. Dilakukan pula pencatatan suhu lingkungan menggunakan thermocron EDS (tingkat ketelitian 0,02°C) saat individu katak menyiarkan suara. Setelah sesi perekaman selesai, individu katak ditangkap dan diukur panjang (SVL) dan bobot tubuhnya menggunakan jangka sorong dan timbangan pegas Pesola dengan ketelitian berturut – turut 0,2 mm dan 0,25 gram. Katak kemudian diberi tanda dengan ikat pinggang berbahan tubing flexibel

(diameter 0,28 mm) dan kabel tembaga (Burow et al. 2012) untuk mencegah perekaman ulang. Setelah itu, katak dilepaskan di posisi semula.

Analisis suara

Analisis dilakukan terhadap 205 sekuen suara yang dianggap baik dari dari 15 individu katak serasah L. hasseltii. Ukuran katak bervariasi dengan rerata SVL (35,3242,92 mm; ̅=39,63±1,94 mm. Analisis dilakukan di Laboratorium SatwaLiar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan & Ekowisata dengan menggunakan software Ravenpro version 1.4 (Cornell Laboratory of Ornithology, Ithaca, New York, USA). Suara dianalisis dalam format WAV dan fitur frekuensi dominan diukur menggunakan sampling rate 44,1 kHz; 16 bit dan wide band

spectogram pada FFT 1024 point; Hanning window (50% overlap). Frekuensi dominan (dalam Hz) merupakan harmonik dengan amplitudo tertinggi.

(23)

9 sekuen suara dengan cara menyeleksi awal nada disiarkan sampai nada berakhir (md). Jeda antar nada didapatkan dengan mengurangi waktu nada terakhir dengan awal waktu nada selanjutnya disiarkan. Terakhir, durasi nada dan jeda antar nada dijumlahkan untuk memperoleh nilai pulse period (lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyiarkan satu penggalan nada).

Analisis Statistik

Aktivitas bersuara katak dianalisis secara deskriptif berdasarkan banyaknya individu yang bersuara dalam rentang 10 menit. Kemudian dihitung pula rerata, standard deviasi dan rentang setiap fitur suara untuk memperoleh distribusi karakteristik spektral dan temporal masing-masing suara berdasarkan konteksnya. Uji Kruskall – Wallis dilakukan terhadap rerata setiap properti suara dengan tingkat signifikan 0,05 sesuai dengan tujuan dalam kajian ini. Kemudian, nilai rerata setiap sifat suara dianalisis menggunakan korelasi Pearson untuk melihat hubungan sifat suara terhadap suhu dan ukuran tubuh, sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa sifat akustik seekor katak dipengaruhi oleh suhu dan ukuran tubuhnya (Bee et al. 2010).

Hasil dan Pembahasan Hasil

Semua katak menyiarkan suara dari lantai hutan dengan substrat serasah, dan umumnya katak ditemukan di sela-sela tumbuhan talas cariang (Homalonema alba), semai saninten (Castanopsis sp.), pasang (Lithocarpus sp.) dan vegetasi semak-semak lainnya. Dua individu katak menyiarkan suara dari ranting yang tersangkut di dedaunan tumbuhan pakis (Cyathea sp.), sekitar 40 cm dari atas subtrat.

(24)

10

(25)

11

Gambar 4 Suara promosi diri (advertisement call) tipe II katak serasah

Leptobrachium hasseltii

Gambar 5 Suara agresif (aggressif call) tipe I (A) dan tipe II (B) katak serasah

Leptobrachium hasseltii

Analisis suara selanjutnya dilakukan terhadap hasil perekaman suara berkualitas baik yang masing-masing terdiri dari suara promosi diri tipe I (75 sekuen), suara promosi diri tipe II (50 sekuen), suara agresif tipe I (40 sekuen), suara agresif tipe II (40 sekuen). Keempat tipe suara itu terbentuk dari rentetan nada identik yang berulang secara reguler dengan nada (pulse) berjumlah 1– 30

pulse. Setiap nada (pulse) umumnya terdiri dari 3 harmonik yang kebanyakan saling tumpang tindih, dengan energi terkosentrasi pada harmonik kedua (1 – 1,8 kHz) sebagai frekuensi dominan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa frekuensi dominan ke-empat tipe suara suara katak serasah relatif sama untuk setiap tipe suara (Tabel 1). Meskipun ada peningkatan frekuensi untuk suara promosi diri tipe II dibanding tipe lainnya, namun tidak signifikan.

A

(26)

12

Tabel 1 Rerata dan standar deviasi fitur suara katak serasah L. hasseltii serta indikasi perbedaan masing-masing karakteristik dalam persamaan

Kruskal and Wallis

Fitur suara Advertisement_call Aggressive_call χ² Nilai p

Tipe I Tipe II Jarak jauh Jarak dekat

Jlh_nada 10.35±2.51 11.72±1.95 18.50±1.44 1.78±0.20 31.78 0.00

DS (d) 2.92±0.87 3.97±0.58 5.90±0.34 1.14±0.13 33.32 0.00

* Perbandingan dilakukan dengan sampel sebanyak 8 individu (n = 40 sekuen suara). DS : Durasi suara (milidetik); DN : Durasi nada (milidetik) ; NP : Nada pengantar (milidetik); JAN : Jeda antar nada (milidetik); PN : Periode nada (milidetik); LN : Laju nada (nada/detik); LPN : Laju pengulangan nada (nada/detik); FD : Frekuensi dominan (Hertz)

(27)

13

Penelitian ini juga menemukan bahwa hanya suara promosi diri tipe II saja yang berkorelasi positif terhadap suhu (r = 0.63; p = 0.05, n = 10) sementara untuk tipe suara lainnya tidak memperlihatkan hubungan tersebut (Tabel 2). Disamping itu, karateristik fisik (ukuran dan bobot tubuh) juga berkontribusi terhadap fitur temporal suara promosi diri tipe II, kecuali fitur spektral yakni frekeunsi dominan yang secara konsisten hubungan berbanding terbalik dengan karakteristik fisik untuk keseluruhan tipe suara. Pulse pembuka (introductory note), laju nada dan laju pengulangannya berbanding terbalik dengan ukuran dan bobot tubuh (Tabel 2). Sementara fitur temporal jeda antar nada dan periode nada semakin menjadi lebih lama dengan bertambahnya ukuran dan bobot tubuh (Lampiran 3).

Pembahasan

Ditinjau dari perilaku bersuaranya, puncak aktivitas bersuara katak serasah

L. hasseltii terdiri dari dua fase yaitu saat sore hari pukul 17.40 wib – 21.40 wib, dan selanjutnya menjelang pukul 00.40 wib sampai 03.00 wib. Di sela-sela waktu tersebut (21.00 – 00.00 wib) aktivitas bersuara menjadi menurun. Pola perilaku bersuara dengan dua fase puncak juga diperlihatkan oleh katak diurnal dari beberapa jenis Dendrobates yang terjadi pada pagi hari dan menjelang sore hari berakhir (Stewart dan Rand 1992; Junca 1998). Umumnya perilaku bersuara didahului dengan menyiarkan suara agresif. Pada jenis katak nokturnal, menyiarkan suara agresif di awal waktu menjadi penting sebab suara tersebut

r = 0.67 p = 0.02

r = 0.63 p = 0.03

(28)

14

diharapkan dapat meneguhkan atau menjaga jarak antar katak jantan yang bersuara (Lingau dan Bastos 1998). Berbeda dengan aktivitas bersuara katak serasah yang lebih memilih menyiarkan suara promosi diri dari pada suara agresif. Hal ini diduga karena ada perbedaan orientasi pada katak serasah untuk lebih menarik pasangan betina dari pada menjaga teritori.

Suara promosi diri tipe I katak serasah telah dideskripsikan oleh Brown et al. (2009) melalui dua individu dari Cibodas. Hasil penelitian ini menjelaskan secara lebih rinci album suara katak serasah tersebut yang terdiri dari suara promosi diri dan suara agresif. Terdapat perbedaan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dibandingkan hasil deskripsi yang dilakukan oleh Brown et al. (2009). Perbedaan tersebut ditinjau dari rerata durasi suara promosi diri tipe I yang lebih lama dengan jumlah nada suara yang lebih banyak, sementara frekuensi suaranya lebih rendah. Karakteristik suara lainnya masih dalam kisaran yang sama. Rekaman yang diperoleh Brown et al. (2009) menemukan bahwa kisaran durasi suara 2 katak serasah yang diperoleh sekitar 1.8–2.7 s ( ̅ = 2.2±0.23; n = 38) dan 1.8–2.3 s ( ̅ = 2.0±0.16: n = 10). Singkatnya durasi suara katak tersebut diduga karena proses perekaman suara dilakukan pada lokasi yang bukan menjadi habitat katak tersebut. Disamping itu, rendahnya nilai frekuansi dominan (1.37–1.4 kHz) disebabkan perbedaan ukuran tubuh sampel yang ditemukan.

Suara promosi diri katak serasah serupa dengan tipe-tipe suara katak dari jenis Hylarana nicobariensis. Suara tersebut berupa rentetan nada identik yang berulang. Setiap nada terdiri dari 3 harmonik dengan harmonik kedua sebagai frekuensi dominan. Fitur frekuensi dominan keempat tipe suara tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Keadaan ini memperlihatkan bahwa karakteristik fisik (ukuran dan bobot tubuh) mempengaruhi lebarnya band

frekuensi yang dihasilkan oleh katak serasah itu. Hal ini disebabkan karena bobot (massa) struktur laryngeal, arytenoids dan vocal cords yang menentukan besaran resonansi suara umumnya bergantung pada besaran ukuran tubuh seekor katak (McClelland et al. 1996; Wang et al. 2012).

(29)

15 beberapa kelompok (Bishop 2005; Rivera dan Gerhardt 2008) yang disiarkan selama persaingan sedang intensif.

Suara agresif dan suara promosi diri dibedakan hanya pada struktur temporal sehingga diperkirakan suara agresif adalah modifikasi dari suara promosi diri. Suara tersebut dibedakan dari durasi suara yang lama dan lebih bervariasi serta durasi nada pembukanya (introductory note) yang lebih lama. Selain itu laju nada dan laju pengulangan nada kedua tipe suara agresif lebih lambat dibanding kedua suara promosi diri. Hal ini berimplikasi terhadap fitur-fitur suara yang lain seperti jeda antar nada, periode nada yang umumnya semakin menjadi lebih lama dibandingkan suara promosi diri tipe I. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang memperlihatkan bahwa laju nada dan pengulangan suara agresif lebih cepat dibanding suara promosi diri (Wells 2007; Pettitt et al. 2012). Perbedaan hasil ini perlu didalami perihal berbagai penyebab yang mempengaruhi lambatnya fitur laju dan pengulangan nada pada suara agresif. Selain itu, menurut Wells (2007) besarnya variasi durasi dan jumlah nada untuk kedua tipe suara agresif ini diduga tidak lebih berperan sebagai perangkat untuk pengenalan individu dalam seleksi seksual dibandingkan suara promosi diri.

Dalam penelitian ini ditemukan pula bahwa karakteristik temporal suara agresif katak serasah mirip dengan suara katak Geocrinia victoriana dan Hyla embrecata. Kemiripan itu terlihat dari nada pembuka suara agresif yang lebih lama dan jumlah nada banyak, namun dalam jarak yang dekat, nada pembuka menjadi lebih lama dan tidak atau hanya memiliki sedikit nada sekunder (Littlejohn dan Harrison 1985; Scroggie dan Littlejohn 2005). Nada pembuka yang lebih lama diperkirakan menjadi semacam peringatan bagi jantan lain yang masuk wilayah teritorinya, dan nada pembuka tersebut memanjang ketika pejantan lain semakin mendekat (Wells dan Schwartz 1984; Wells dan Bard 1987). Itu sebabnya suara agresif yang panjang diinterpretasikan sebagai peringatan bahwa pejantan tak dikenal telah masuk atau terlalu dekat dengan katak jantan pemegang teritori (calling site) (Littlejohn 1977), sementara nada sekunder yang lebih pendek disiarkan untuk menarik calon pasangan betinanya. Suara agresif yang pendek sering dianggap sebagai indikator siapnya pemegang teritori menyergap penyusup yang tidak mengacuhkan peringatannya. Perbedaan respon agresif yang diperlihatkan oleh katak serasah ini diduga bahwa katak tersebut juga memiliki suara agresif bersifat diskrit (suara agresif encounter dan agresif territorial) yang merepresentasikan dua kontinum yang berbeda (Wells 2007). Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan durasi yang ekstrim diantara kedua suara tersebut yang disiarkan dalam jarak berbeda. Namun perbedaan respon agresif pada katak serasah tersebut masih perlu dibuktikan kebenarannya melalui penelitian yang lebih detail perihal perubahan tingkatan (graded) suara agresif yang disiarkan oleh individu jantan berdasarkan pada perbedaan jarak dengan katak jantan yang lain.

(30)

16

sebelumnya memperlihatkan hasil yang bertolak belakang, namun keduanya tetap memperlihatkan bahwa suhu mempengaruhi aktivitas bersuara katak, termasuk katak serasah khususnya saat menyiarkan suara promosi diri tipe II. Pada beberapa jenis katak, menurunnya durasi suara terhadap peningkatan suhu adalah upaya seekor katak untuk menurunkan laju metabolisme dan energi yang digunakan (Lingau dan Bastos 2007; Wells 2007). Peningkatan durasi suara yang berbanding lurus dengan suhu cenderung meningkatkan laju metabolisme dan energi yang digunakan oleh katak serasah. Hal ini barangkali dilakukan untuk memperlihatkan kepada betina perihal kualitas genetik seekor individu jantan ditengah persaingan pada saat paduan suara.

Frekuensi dominan berbanding terbalik dengan panjang dan bobot tubuh katak serasah. Konsisten dengan penelitian sebelumnya bahwa frekuensi dominan berbanding terbalik dengan ukuran tubuh seekor katak dan biasanya hubungan tersebut dikaitkan dengan kemampuan bertarung seekor katak (Wagner 1992; Bee dan Gerhardt 2001). Selain itu sebagian besar fitur temporal suara promosi diri tipe II ini juga (jeda antar nada, periode nada, nada pertama, laju dan pengulangan nada) berkorelasi dengan karakteristik fisik katak serasah. Hal ini mengindikasikan bahwa frekuensi dominan secara khusus dan sebagaian besar fitur suara promosi tipe II berpotensial menyediakan informasi perihal ukuran tubuh si penyiar suara, kemampuan bertarung, dan kondisi fisiknya. Itu sebabnya,

i

nteraksi yang intensif memaksa seekor katak jantan katak serasah untuk terus bersuara agar kesempatannya untuk mendapatkan pasangan betina lebih besar, sebab beberapa penelitian memperlihatkan bahwa korelasi antara ukuran tubuh dengan jeda antar nada beserta laju dan pengulangan nada penting sebagai sinyal yang menfasilitasi kompetisi antar dan pemilihan pasangan (Prohl 2003; Wang et al. 2012).

(31)

17

VARIASI SUARA PROMOSI DIRI (

ADVERTISEMENT CALL

)

KATAK SERASAH

Leptobrachium hasseltii

TSCHUDI 1883 DI

JAWA BARAT

Abstract

Advertisement call is varied in many organization level and reflect the fitness of fenotype yet possibly describe quntitatively. This research compared the advertisement call of 60 individuals of Leptobrachium hasseltii which is collected from 4 sites in Situgunung (n=32) and Ujung Kulon Peninsula (n=28). Seven features of the call are varied in both Situgunung and Ujung Kulon Peninsula with coefficient ratio CVb/CVw>1. The alteration of temperature affect the variation of call rate, duty cycle, pulse rate, and call duration which classified as dynamic feature. The body size of the frog is smaller in highland. It affect the varied of dominant frequency, pulse rate, and repetition rate which classified as static feature. The one-way analysis of variance of seven call features adjusted at 20.88 °C shows that it significantly different at 95% confidence interval. This research confirm the previous result that pulse rate and its repetition and dominant frequency posibbly contribute to male induviduals determination among the population while call rate contribute to individual status.

Key word: acoustics communication, advertisement call variations, population, Situgunung, Ujung Kulon

Abstract

Suara promosi diri bervariasi dalam banyak tingkatan organisasi dan merefleksikan kebugaran fenotip yang memungkinkan untuk dideskripsikan secara kuantitatif. Penelitian ini membandingkan suara promosi diri 60 individu katak serasah Leptobrachium hasseltii yang diambil dari 4 lokasi di Situgunung (n = 32) dan Semenanjung Ujung Kulon (n = 28). Tujuh fitur suara bervariasi di kedua populasi Situgunung dan Semenanjung Ujung Kulon dengan rasio koefisien CVb/CVw > 1. Laju suara, duty cycle, jumlah nada, dan durasi suara bervariasi mengikuti perubahan suhu udara dan tergolong sebagai fitur dinamis. Ukuran tubuh katak semakin mengecil di dataran tinggi. Frekuensi dominan, laju nada dan pengulangannya bervariasi mengikuti pola perubahan ukuran tubuh dan tergolong fitur statis. Uji ragam satu arah terhadap fitur suara yang telah disesuaikan pada suhu 20.88°C memperlihatkan bahwa ketujuh fitur suara tersebut berbeda secara signifikan pada selang kepercayaan 95%. Penelitian ini memperkuat hasil sebelumnya bahwa fitur laju nada dan pengulangannya serta frekuensi dominan diprediksi berkontribusi menjadi pembeda antar individu jantan dalam sebuah populasi maupun pembeda antar populasi. Fitur laju suara berkontribusi sebagai fitur yang membedakan status individu.

(32)

18

Pendahuluan

Seleksi seksual selalu melibatkan karakteristik menonjol yang dimanfaatkan sebagai alat untuk memenangkan persaingan terhadap individu jantan lain sehingga mampu memperoleh banyak pasangan (Darwin 1859). Dalam hal ini, variasi kebugaran fenotip antar individu dalam sebuah populasi menjadi sasaran seleksi. Pada anura, seleksi seksual sebagian besar menggunakan suaranya. Suara promosi diri (advertisement call) yang merupakan tipe komunikasi utama yang disiarkan katak jantan dalam beinteraksi sosial, menarik pasangan betina sekaligus kompetisi antar individu jantan (Prohl 2003; Marquez dan Eekhout 2006; Wells 2007; Ryan 2009; Hernandez et al. 2010; Tobias et al. 2011). Pemisahan tersebut umumnya berfungsi untuk menjaga pemisahan ruang spasial antar individu jantan termasuk melegitimasi wilayah teritori (Halliday dan Tejedo 1995).

Adanya tekanan seleksi membuat fitur suara menjadi bervariasi setidaknya secara lokal dalam sebuah populasi. Malcolm et al. (1979) menyebutkan bahwa perbedaan suara secara lokal, dan potensi antar-kawin dalam sebuah populasi biasanya mengacu pada suara sebagai dialek, dan dalam lingkup yang lebih luas disebut sebagai variasi geografis. Banyak peneliti yang tertarik untuk menjelaskan berbagai penyebab perbedaan karakteristik suara dalam sebuah populasi. Perbedaan karakteristik habitat menjadi salah satu faktor yang dianggap berkontribusi terhadap perbedaan karakteristik suara tersebut. Hal itu memang terbukti bahwa beberapa jenis katak mampu menyesuaikan suara yang disiarkannya sebagai respon terhadap karakteristik habitat setempat (Patricelli dan Blickley 2006) seperti katak jenis Acript creptans dan Hypsiboas pulchellus

(Ryan 1990; Ziegler et al. 2011). Penyesuaian tersebut lebih banyak ditentukan oleh perilaku dan fleksibilitas fenotip (Dingemanse et al. 2010). Meskipun demikian, penelitian yang dilakukan untuk menemukan penyebab perbedaan karakteristik suara lebih sering dikaitkan dengan suhu udara, suhu air, dan suhu tubuh katak yang lebih sering mempengaruhi aktivitas dan fitur suara katak (Friedle dan Klump 2001; Prohl 2003).

Berbagai penelitian juga telah menempatkan karakteristik fisik sebagai salah satu variabel yang menentukan variasi suara pada katak (Friedle dan Klump 2001; Prohl 2003; Bee dan Gerhardt 2001). Hal tersebut telah dibuktikan bahwa frekuensi suara katak umumnya bergantung pada ukuran serat vokal (vocal cord) pada katak yang justru berbanding terbalik dengan panjang atau bobot tubuh katak. Sementara dalam penelitian lain menyebutkan bahwa karakteristik fisik seekor katak umumnya bervariasi secara berangsung-angsur mengikuti posisi geografis lingkungan setempat (klinal). Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Prohl (2007) bahwa ukuran tubuh katak secara berangsung–angsur berubah semakin membesar atau mengecil untuk zona tertentu dan diikuti oleh perubahan besaran frekuensi dominan, dan juga laju suara. Pola yang sama juga ditemukan oleh Platz (1989) yakni perubahan frekuensi dominan mengikuti kecenderungan bahwa semakin tinggi daratan dipermukaan laut maka fitur suara tersebut semakin membesar.

(33)

19 unsur “statis” sebagai sifat akustik dengan koefisien lebih rendah (biasanya CV

kurang dari 5%) bila dibandingkan dengan unsur “dynamic” dengan koefisien

12% atau lebih (Gerhardt 1991, 1994). Dalam kebanyakan percobaan yang berhubungan dengan preferensi kawin, katak betina lebih suka katak jantan yang menyiarkan suara dengan fitur yang bersifat “statis” mendekati rata – rata koefisien dalam sebuah populasi dan cenderung mencirikan suara katak jantan dari jenis anura tertentu, sedangkan fitur “dinamis” lebih disukai setidaknya sama

dengan atau jauh melebihi nilai koefisien dalam populasi dan berpotensi kuat dalam seleksi kelamin (sexual selection) yang dilakukan oleh individu betina (Gerhardt 1991). Walaupun properti akustik tertentu dapat diklasifikasikan sebagai statis atau dinamis, namun karakteristik untuk setiap jenis katak maupun anggota kelompok populasi suatu jenis dapat saja berbeda.

Leptobrachium hasseltii tersebar dalam wilayah yang cukup luas, mencakup hutan hujan Pulau Jawa, hutan hujan Pulau Sumatera di bagian Selatan, Madura, Bali, dan Kangenan (Iskandar 1998; IUCN 2013) dan dari permukaan laut sampai pada ketinggian 1200 mdpl (Iskandar 1998; IUCN 2013). Penelitian ini bertujuan untuk menduga pola variasi suara individu dan antar individu katak dalam dua populasi L. hasseltii. Suhu dan ukuran tubuh digunakan sebagai parameter lingkungan dan karakteristik fisik sebagai faktor penentu besaran variasi tersebut.

Metode penelitian

Waktu dan Lokasi

(34)

20

Gambar 7 Peta lokasi pengamatan perilaku dan perekaman suara Peralatan

Peralatan yang digunakan meliputi lampu kepala (headlamp), alat rekam digital Sony tipe PCM – D50, mikropon shotgun Seenheiser ME 67,Windscreen SG-3 Windtech, kamera, jangka sorong (0,20 mm), timbangan per Pesola (0,25 gr),

tubing flexibel (Ø = 0.28 mm), kabel tembaga, alat tulis dan tallysheet, dan baterai. Analisis suara menggunakan software RavenPro versi 1.4 Cornell Lab tahun 2014

Prosedur Perekaman Suara

Suara promosi diri (advertisement call) direkam pada saat katak L. hasseltii mulai aktif dalam paduan suara (chorus) yang umumnya terjadi pada pukul 17.40 atau menjelang senja sampai tengah malam (01.00 WIB). Perekaman dilakukan menggunakan perangkat rekam digital Sony tipe PCM – D50 (resolusi sampling 44,10 kHz; 16 bit) yang telah dihubungkan dengan mikropon shotgun Seenheiser ME 67 yang dilapisi Windscreen SG-3 Windtech. Perangkat rekam dan mikrofon diletakkan pada posisi sejajar dengan sumber suara (subjek) pada jarak 1-1,5 meter dan setinggi 5 cm di atas subtrat. Variasi jarak perekaman diduga tidak memberikan pengaruh terhadap properti suara katak, seperti yang dilakukan dalam penelitian sebelumnya (Bee dan Gerhardt 2001). Sesi perekaman dilakukan dengan memperhitungkan banyaknya sekuen suara yang dihasilkan oleh setiap individu, yang dalam hal ini 10 sekuen untuk setiap individu.

(35)

21 individu lain, serta untuk memastikan bahwa suara yang disiarkan adalah suara promosi diri. Selama proses perekaman, juga dilakukan pencatatan terhadap suhu dan kelembaban udara di awal sampai akhir katak bersuara menggunakan

Thermocron EDS dengan tingkat ketelitian 0.01 °C yang diposisikan 5 cm dari subjek. Rerata suhu udara yang diperoleh selama sesi perekaman adalah ̅ = 19.96±1.08 (n = 60). Individu katak ditangkap dan diukur panjang (snout vent length atau SVL) dan bobot tubuhnya menggunakan jangka sorong dan timbangan pegas Pesola dengan ketelitian berturut-turut 0.20 mm dan 0.25 gram. Pengukuran itu dilakukan setelah sesi perekaman, dan diperoleh bahwa rerata panjang tubuh dan bobot tubuh katak berturut-turut sebesar (SVL ̅ = 42.63±4.11 mm; n = 60; Bobot SVL ̅ = 6.25±1.71 gr; n = 60). Selanjutnya kami menandai katak dengan ikat pinggang (waistband) berbahan tubing flexibel (0.28 mm diameter) dan kabel tembaga (mengikuti metode Burow et al. 2012) yang sebelumnya telah diberi tanda identitas agar tidak terjadi perekaman ulang. Setelah itu, katak kembali dilepaskan dalam posisi semula.

Karakteristik morfologi katak serasah di kedua lokasi pengamatan berbeda nyata (F = 1.75; p = 0.00). Panjang tubuh (SVL) katak serasah di Semenanjung Ujung Kulon sekitar 46.19±1.83 mm (n = 28), sementara populasi katak serasah di Situgunung berkisar antara 34. 19 – 47.66 mm ( ̅ = 39.52±2.79 mm; n = 32).

Boxplot distribusi frekuensi yang condong ke atas memperlihatkan bahwa ukuran tubuh katak serasah di Semenanjung Ujung Kulon lebih besar dibandingkan dengan individu-individu katak yang ada di Situgunung (Gambar 1).

Gambar 8 Boxplot distribusi frekuensi panjang tubuh katak serasah L. hasseltii

(36)

22

Analisis suara

Analisis dilakukan terhadap 600 sekuen suara yang terdiri dari 4 - 19 nada ̅ 14.31±3.69) dari 60 individu katak serasah di laboratorium dengan menggunakan software Ravenpro version 1.4 (Cornell Laboratory of Ornithology, Ithaca, New York, USA). digunakan sampling rate 44.1 kHz; 16 bit rate dan wide band spectogram pada (FFT 1024 point; Hanning window; 50% overlap) untuk mengukur frekuensi dominan. Frekuensi dominan (dalam Hz) merupakan harmonik dengan amplitudo tertinggi (puncak spektral dengan amplitudo relatif yang tinggi).

Sembilan properti akustik yang termasuk dalam domain waktu diukur menggunakan display waveform dengan resolusi sampling 2.0 sekon. Pulse

dihitung dalam setiap sekuen suara setiap individu, dan durasi suara (ms) diukur dengan menyeleksi dari nada pembuka sampai dengan nada penutup. Selisih antara suara satu dengan sekuen suara selanjutnya diukur dengan mengurangi waktu berakhirnya nada penutup dengan awal waktu nada pembuka suara berikutnya untuk mendapatkan nilai jeda antar suara (ms). Kedua nilai tersebut selanjutnya dijumlahkan (durasi dan jeda antar suara) untuk memperoleh nilai periode suara (ms), kemudian dilanjutkan dengan menghitung laju suara (jumlah suara/menit) dengan membagi (1/(durasi suara+jeda suara+rerata periodenya) x 1000)) (Bee et al. 2010). Setelah itu dilakukan penghitungan rasio antara jumlah nada (pulse) setiap sekuen suara dengan durasi suara sebagai nilai dari pulse rate (pulse/ms) (Bee et al. 2010). Jumlah nada (pulse) tersebut dikurangi 1 yang selanjutnya dibagi dengan durasi suara untuk menghitung laju rentetan nada (note repetition rate/ pulse/ms). Duty cycle dihitung dengan mengalikan nilai call rate

dengan rerata call duration (Prohl 2003).

Analisis statistik

Pola variasi fitur suara dihitung dalam dua tingkatan koefisien variasi dalam (CVw) dan antar individu katak jantan (CVb) L. hasseltii. Penelitian

sebelumnya menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Gerhardt (1991) yakni dengan menghitung rasio koefisien variasi [ ̅⁄ ) ]. Dalam penelitian ini koefisien variasi dihitung berdasarkan nilai rerata 10 sekuen suara setiap pejantan L. hasseltii. Dilakukan penghitungan jumlah total rerata dan standar deviasi setiap fitur suara untuk setiap individu dalam satu sesi perekaman, dan selanjutnya membagi keduanya untuk mendapatkan koefisien variasi dalam individu [ ⁄ ) ] ̅ . Fitur suara dengan nilai CVw kurang dari

5% dinyatakan sebagai fitur statis, sedangkan nilai CVw lebih besar dari 10%

termasuk dalam fitur dinamis. Besaran nilai CVw diklasifikasikan sebagai fitur

(37)

23 Tabel 2 Rerata dan standar deviasi karakterisitk fisik (SVL dan bobot), suhu udara,

beserta sembilan fitur suara promosi diri katak serasah Leptobrachium hasseltii di sungai Ciarya dan Cimanaracun (Situgunung, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango) (n = 32 individu) dan Cibunar dan Cidaon (Taman Nasional Ujung Kulon) (n = 28 individu)

No Fitur_suara Situgunung Ujung_kulon Total Rerata SD Rerata SD Rerata SD 12 Frekuensi_dominan 1698.16 150.69 1495.13 162.54 1603.41 185.62

Penelitian ini juga menggunakan prosedur pengujian serupa untuk menghitung jumlah total rerata dan standar deviasi rerata fitur suara antar kelompok populasi katak serasah L. hasseltii. Nilai standar deviasi dan rerata fitur suara tersebut selanjutnya dibagikan untuk mendapatkan koefisien variasi antar individual jantan [ ⁄ ) ] ̅ . Nilai tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung rasio antara variasi kelompok populasi dengan individu dalam populasi ⁄ dengan ketentuan bila properti akustik memiliki rasio 1.0 maka sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh Bee et al.

(2010) dinyatakan bervariasi dan dapat digunakan sebagai fitur suara untuk seleksi seksual dan pengenalan individu (Bee et al. 2010).

Pada dasarnya suhu udara dan ukuran tubuh (SVL) mempengaruhi besaran fitur suara seekor katak (Prohl 2003; Bee et al. 2010). Penelitian ini juga menemukan hubungan beberapa fitur suara dengan suhu maupun ukuran tubuh. Uji korelasi secara terpisah dilakukan untuk menaksir keeratan hubungan antara kedua variabel bebas suhu udara dan ukuran tubuh terhadap fitur suara katak

x : variabel bebas (suhu udara dan ukuran tubuh)

(38)

24

Keterkaitan antara suhu udara dan panjang tubuh terhadap beberapa fitur suara dapat diikutsertakan dalam proses analisis data model linear (MANCOVA) sebagai kovariat. Pengikutsertaan kovariat tersebut dilakukan agar diperoleh presisi hasil analisis dengan menghilangkan variasi kesalahan serta menurunkan efek dari beberapa faktor yang tidak dapat dikontrol selama proses penelitian. Namun persamaan model multivariate analisis of covariance tidak bisa dilakukan karena tidak memenuhi beberapa asumsi klasik yang meliputi uji independence of covariate yang menyatakan bahwa skor suhu (kovariat) berbeda nyata (F(3, 56) = 0.10; p = 0.01) dan skor ukuran tubuh (F(3, 56) = 0.08; p = 0.00), dan uji kesamaan varian yang tidak homogen (suhu p = 0.01; panjang tubuh p =0.00). Alternatif lain untuk memperkecil bias varian atau varian erorr antara suhu udara dengan fitur suara dilakukan ekstrapolasi/penyesuaian dalam suhu rerata 20.28°C. Ekstrapolasi menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh (Platz dan Forester 1988).

{ ) ( ))}

Keterangan :

Yadj : nilai fitur suara yang telah disesuaikan dengan suhu 20.28ºC

y : nilai fitur suara yang belum disesuaikan

Tact : suhu aktual (suhu hasil pengukuran)

Tavrg : suhu rata-rata

Slope diperoleh dari hasil analisis regresi antara suhu terhadap fitur suara kedua kelompok populasi katak serasah. Untuk menghitung besaran perbedaan varian digunakan analisis ragam satu arah (one-way ANOVA). Beberapa fitur suara yang sudah disesuaikan dalam suhu 20.28°C menyebar dengan tidak normal, sehingga dilakukan transformasi data fitur durasi suara dengan akar kuadrat dari durasi suara (sqrt), sementara laju rentetan nada ditransformasi dengan melakukan pembagi 1/nilai laju rentetan nada.

Sementara itu, dalam penelitian ini juga dilakukan pemilahan terhadap individu katak jantan dengan ukuran tubuh yang relatif serupa di kedua lokasi pengamatan. fitur suara individu-individu tersebut selanjutnya dibandingkan apakah tetap memperlihatkan perbedaan yang nyata. Uji χ² digunakan untuk membuktikan adanya perbedaan fitur suara tersebut antar kelompok populasi Situgunung dan Ujung kulon. Keseluruhan uji yang dilakukan menggunakan software SPSS 17 (Copyright SPSS Inc. 2008).

Hasil dan Pembahasan Hasil

(39)

25 berikutnya. Rentetan nada (pulse repetition rate) umumnya lebih stabil di permulaan sampai nada suara berakhir. Durasi nada dan jeda antar nada cenderung konstan di awal sampai suara berakhir. Selain itu setiap nada memiliki 3 frekuensi harmonik, energi terkonsentrasi pada harmonik kedua sebagai frekuensi dominan (gambar 2).

(40)

26

Penelitian ini menemukan adanya hubungan antara fitur suara promosi diri di kedua kelompok populasi katak serasah L. hasseltii dengan suhu udara dan ukuran tubuh. Suhu udara berkorelasi negatif dengan durasi suara di kedua lokasi pengamatan, sementara ukuran tubuh tidak memberikan pengaruh yang berarti. Keeratan hubungan yang diperlihatkan berturut-turut sebesar r = -0.53; p = 0.00 (Ujung Kulon) dan r = -0.47; p = 0.01 (Situgunung). Pengaruh hubungan tersebut diduga turut menempatkan durasi suara sebagai fitur yang bersifat dinamis dengan presentase koefisien sebesar 20.84% dan 25.35%. Meningkatnya durasi suara merefleksikan peningkatan jumlah nada. Fitur ini juga dipengaruhi oleh suhu udara r = -0.53; p = 0.00 (Semenanjung Ujung Kulon) dan r = -0.48; p = 0.01 (Situgunung), namun tak ada hubungan yang signifikan dengan ukuran tubuh. Serupa dengan durasi suara, jumlah nada juga termasuk fitur dinamis untuk kedua kelompok populasi tersebut dengan nilai koefisien berturut-turut sebesar 20.22% dan 25.90%.

Gambar 10 Boxplot rerata fitur jumlah nada dan durasi suara kelompok populasi dataran tinggi (Situgunung; n = 32) dan dataran rendah (semenanjung ujung kulon; n = 28). Durasi suara telah disesuaikan pada suhu 20.82°C.

Fitur laju suara juga berkorelasi hanya terhadap suhu udara di kedua kelompok populasi tersebut. Hubungan tersebut memperlihatkan bahwa laju suara (call rate) cenderung meningkat seiring dengan menghangatnya suhu udara, dengan keeratan berturut-turut sebesar r = 0.44; p = 0.02 (Semenanjung Ujung Kulon) dan r = 0.48; p = 0.01 (Situgunung). Koefisien variasi fitur laju suara sebesar 15.87% dan 14.10% untuk kedua lokasi studi, dan besaran nilai tersebut juga memperlihatkan bahwa fitur suara tersebut termasuk dalam fitur dinamis. Berbeda dengan fitur sebelumnya, fitur duty cycle tidak menunjukkan respon yang sama terhadap kedua variabel suhu udara dan ukuran tubuh katak. Meskipun demikian hasil perhitungan nilai koefisien yang dilakukan, fitur suara tersebut tetap termasuk dalam fitur dinamis dengan koefisien sebesar 20.36% dan 14.66%.

(41)

27 Tabel 3 Koefisien korelasi Pearson’s product-moment (r) 7 fitur suara terhadap suhu udara dan ukuran tubuh di kedua lokasi Situgunung (n = 320 suara) dan Ujung Kulon (n=280 suara) pada selang kepercayaan 95%.

Fitur suara berhubungan dengan ukuran tubuh dibandingkan dengan suhu. Keeratan hubungan kedua variabel tersebut berturut-turut sebesar r = -0.44; p = 0.02 (Ujung Kulon) dan r = -0.48; p = 0.01 (Situgunung), dan termasuk dalam fitur suara yang bersifat statis. Sifat tersebut didasarkan pada ketentuan yang telah ditetapkan bahwa fitur suara sebesar 2.64% (Situgunung) dan 3.53% (Ujung Kulon) yaitu kurang dari 5% dikategorikan sebagai fitur statis.

(42)

28

Informasi deskriptif statistik rerata fitur suara promosi diri katak serasah pada Tabel 3 dibawah ini telah disesuaikan pada suhu 20.82 °C Jika nilai-nilai tersebut dibandingkan, maka perbedaan karakteristik fitur suara kedua kelompok populasi katak serasah tersebut dapat ditinjau dari lamanya durasi suara dalam setiap satu sekuen suara diperoleh bahwa durasi suara lebih panjang pada kelompok populasi di dataran tinggi yang dalam hal ini adalah kelompok populasi di Situgunung dan perbedaan varian durasi suara tersebut signifikan (F = 4.52; p = 0.04). Perbedaan varian durasi suara diikuti oleh banyaknya jumlah nada dalam satu sekuen suara di kedua kelompok populasi tersebut dengan rerata yang sama. Gambar 11 Boxplot fitur suara katak L. hasseltii kelompok populasi dataran

tinggi (Situgunung; n = 32) dan dataran rendah (Ujung Kulon; n = 28). Fitur suara telah disesuaikan pada suhu 20.82°C kecuali

(43)

29 Hal itu memperlihatkan bahwa rerata durasi suara di kedua kelompok populasi yang memanjang diikuti oleh rerata jumlah nada yang dihasilkan yang juga semakin bertambah (tabel 3). Hasil analisis ragam satu arah (analysis of varian) memperlihatkan bahwa jumlah nada di kedua lokasi tersebut memperlihatkan perbedaan yang signifikan (F = 9.90; p = 0.00).

Tabel 4 Koefisien variasi 9 fitur suara dan tingkat signifikansi uji anova suara promosi diri katak serasah Leptobrachium hasseltii di Sungai Ciarya dan Sungai Cimanaracun (Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango) (n = 320 suara) dan Sungai Cibunar dan Sungai Cidaun (Taman Nasional Ujung Kulon) (n = 280 suara)

Fitur_suara Lokasi Mean Std. Dev Koefisien variasi CVw CVb CVb/CVw Ket : * Nilai rerata fitur suara katak serasah L. hasseltii telah disesuaikan dengan suhu rata – rata 20.82°C menggunakan persamaanyang dikembangkan oleh Platz dan Forester (1987)

Secara umum besaran nilai rasio koefisien variasi CVb/CVw untuk fitur

suara selanjutnya > 1 atau bervariasi. Verifikasi rasio koefisien untuk fitur-fitur tersebut memang memperlihatkan perbedaan varian yang nyata dalam taraf 5%. Laju suara yang merupakan fitur dinamis memperlihatkan perbedaan varian sebesar (F = 6.09; p = 0.01). Tiga fitur suara yang tergolong bersifat statis memperlihatkan perbedaan yang cukup besar dibandingkan dengan fitur – fitur dinamis yang umumnya terpengaruh oleh suhu udara. Laju nada dan pengulangan nada memperlihatkan hubungan yang nyata terhadap kedua variabel suhu udara (Situgunung) dan ukuran tubuh. Meskipun demikian, kedua fitur suara ini yang menjadi pembeda antar kedua kelompok populasi Situgunung dan Ujung Kulon ditinjau dari nilai rasio CVb/CVw yangmencapai > 2. Hal ini juga didukung oleh

(44)

30

tersebut memang berbeda lebih mencolok dibanding fitur lainnya dengan nilai berturut-turut sebesar (F =31.53;p= 0.00) dan (F =14.17; p= 0.00).

Tabel 5 Uji anova satu arah (one-way anova) terhadap 7 dari 9 fitur suara promosi diri (advertisement call) katak serasah L. hasseltii di sungai Ciarya dan Cimanaracun (Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango) (n = 320

Ket : * Nilai rerata fitur suara katak serasah L. hasseltii telah disesuaikan dengan suhu rata – rata 20.82°C menggunakan persamaanyang dikembangkan oleh Platz dan Forester (1987)

Pembeda yang terakhir adalah fitur frekuensi dominan. Fitur suara ini lebih banyak ditentukan oleh ukuran tubuh dari pada suhu udara. Serupa dengan kedua fitur sebelumnya, fitur frekuensi dominan juga menjadi fitur suara yang bersifat statis dengan rasio koefisien variasi CVb/CVw> 1. Analisis ragam juga

memperlihatkan bahwa fitur frekuensi dominan menjadi fitur ketiga setelah laju nada dan laju pengulangan nada yang paling membedakan varian antar kedua kelompok populasi tersebut. Hal ini diperlihatkan dari nilai hasil uji yang diperoleh yakni dengan signifikansi sebesar (F =7.99 p=0.00). Pada dasarnya ketujuh fitur suara katak serasah berbeda secara signifikan meskipun rerata nilai fitur tersebut telah disesuaikan pada suhu 20.82 °C. Diharapkan penyesuaian itu dapat memperkecil bias yang tidak dapat dikontrol selama proses penelitian. Namun ada pula perbedaan karakteristik morfologi yang juga berkontribusi terhadap fitur suara katak serasah.

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi pengamatan perilaku dan perekaman suara
Gambar 2 Grafik rerata aktivitas bersuara katak serasah L. hasseltii dalam 20 hari
Gambar 4 Suara promosi diri (advertisement call) tipe II katak serasah
Tabel 1  Rerata dan standar deviasi fitur suara katak serasah L. hasseltii serta indikasi perbedaan masing-masing karakteristik dalam persamaan Kruskal and Wallis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam prakek pembayaran fee Rekber di forum jual beli Ponorogo dapat dikatakan sesuai dengan ketentuan- ketentuan akad jual beli dan begitu pula dengan pengambilan fee

Sedangkan untuk melakukan penilaian kemampuan guru dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dilakukan oleh kepala sekolah. Pelaksanaan tindakan ini dilakukan

al-maqi<s (yang dianalogikan) kemudian disebut sebagai hukum cabang, yaitu suatu yang hukumnya tidak disebutkan oleh teks dan dimaksudkan untuk disamakan hukumnya dengan

(Tanggal) SELESAI (Tanggal) mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/ Jasa untuk Pelaksanaan Kegiatan Tahun Anggaran 2013 seperti tersebut dibawah ini:..

Menjadi sangat mungkin apa yang dilakukan Thailand adalah manifastasi dalam bentuk tindakan untuk menjawab “tantangan” dari Singapura yang selama ini maju berkat posisi

27 Jika dikonversi, apakah mandatory atau optional N/A 28 Jika dikonversi, sebutkan jenis instrumen konversinya N/A 29 Jika dikonversi, sebutkan issuer of instrument it converts

Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan dilakukan upaya pembuatan HAp serbuk melalui reaksi kering dari cangkang telur ayam yang mempunyai kandungan Ca cukup besar, sehingga

Secara teori pertambahan jumlah investasi akan berdampak pada peningkatan jumlah tenaga kerja, pertambahan jumlah angkatan kerja selama ini tidak dapat diimbangi