• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Barat Tahun 2014-2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Barat Tahun 2014-2018"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETERSEDIAAN BERAS PROVINSI JAWA

BARAT TAHUN 2014

2018

WIDYA LESTARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Barat Tahun 2014—2018 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Widya Lestari

(6)

ABSTRAK

WIDYA LESTARI. Analisis Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Barat Tahun 2014—2018. Dibimbing oleh DADANG SUKANDAR dan YAYUK FARIDA BALIWATI.

Ketersediaan pangan merupakan salah satu bagian dari terwujudnya ketahanan pangan yang baik dalam suatu wilayah. Beras sebagai salah satu pangan pokok strategis perlu diperhatikan ketersediaannya. Pemenuhan kebutuhan akan beras dapat diperhatikan dari beberapa aspek, antara lain jumlah produksi, ketersediaan lahan, tingkat konversi lahan, jumlah penduduk serta jumlah konsumsi beras penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketersediaan beras berdasarkan potensi sumberdaya pangan provinsi Jawa Barat tahun 2014—2018. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Time Series Study. Penelitian ini dilakukan melalui analisis data sekunder, yaitu produksi padi, luas lahan sawah, jumlah penduduk dan konsumsi beras di provinsi Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Juli 2014. Hasil penelitian menunjukkan model peramalan produksi beras ARIMA (2,1,2) yang signifikan dengan p-value AR (0.002) dan MA (0.000); peramalan ketersediaan beras ARIMA (2,1,2) yang signifikan dengan p-value AR (0.002) dan MA (0.000); model peramalan luas panen ARIMA (2,1,3) yang signifikan dengan p-value AR (0.000), dan MA (0.000); model peramalan luas lahan padi sawah ARIMA (2,1,1) tidak signifikan dengan p-value AR (0.031) dan MA (0.000), model peramalan luas lahan padi ladang ARIMA (1,1,1) tidak signifikan dengan

p-value AR (0.014) dan MA (0.000), model peramalan konsumsi beras ARIMA (1,1,2) yang signifikan dengan p-value AR (0.000) dan MA (0.000), dan model peramalan jumlah penduduk ARIMA (1,1,1) yang signifikan dengan p-value AR (0.000) dan MA (0.000). Hasil analisis peramalan ketersediaan luas lahan dengan peramalan produksi beras menunjukkan bahwa jumlah peramalan ketersediaan luas lahan yang ada dapat memproduksi jumlah beras lebih dari jumlah peramalan produksi beras yang diperoleh. Hasil analisis peramalan ketersediaan beras dengan peramalan kebutuhan beras menunjukkan bahwa jumlah peramalan ketersediaan beras dapat memenuhi kebutuhan beras penduduk Jawa Barat untuk tahun 2014—2018.

Kata kunci: jumlah penduduk, kebutuhan beras, konsumsi beras, luas lahan sawah, produksi beras.

ABSTRACT

WIDYA LESTARI. Analysis of Rice Availability in Province of West Java of 2014—2018. Supervised by DADANG SUKANDAR and YAYUK FARIDA BALIWATI.

(7)

conservation, population, and total of population's rice consumption. Hence, this research is aimed to analyze the rice availability based on natural resources of Province of West Java in 2014—2018. The research design used is Time Series Study. This research, thus, is performed by analyzing secondary data, rice production, the area of rice field, population, and rice consumption in Province of West Java. The data collecting was done on April to July 2014. Therefore, the research finding shows a significant rice production of ARIMA (2,1,2) in forecasting model by p-value AR (0.002) and MA (0.000); a significant rice availability of ARIMA (2,1,2) in forecasting model by p-value AR (0.002) and MA (0.000); a significant harvest area of ARIMA (2,1,3) in forecasting model by p-value AR (0.000) and MA (0.000); the insignificant rice field area of ARIMA (2,1,1) in forecasting model by p-value AR (0.031) and MA (0.000); the insignificant rice area (in field) of ARIMA (1,1,1) by p-value AR (0.014) and MA (0.000); a significant rice consumption of ARIMA (1,1,2) in forecasting model by p-value AR (0.000) and MA (0.000); and the significant population of ARIMA (1,1,1) in forecasting model by p-value AR (0.001) and MA (0.000). Then, the analysis result of area availability by forecasting rice production shows that the forecasting amount of existing area availability can produce more amount of rice than forecasting total of rice production achieved. In addition, the analysis result of rice availability forecasting and forecasting of rice necessity shows that the forecasting total of rice availability can fulfill the rice necessity for the population of West Java during 2014—2018.

(8)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

ANALISIS KETERSEDIAAN BERAS PROVINSI JAWA

BARAT TAHUN 2014

2018

WIDYA LESTARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(9)
(10)

Judul Skripsi : Analisis Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Barat Tahun

2014-2018

Nama NIM

: Widya Lestari

: 114100078

Disetujui oleh

Prof Dr Ir M.Sc

Pembimbing I

.. ..

... . · . .;

J ,, /. !

L�:

!-\ \ .- .

Diketahui oleh

• . .• . - > .

Dr

..--Dr Ir Farida MS

Pembimbing II

\

.... Departemen

(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis bersyukur dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Analisis Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Barat Tahun 2014—2018. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar yang berjudul Analisis dan Pengembangan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Prof Dr Ir Dadang Sukandar, M.Sc dan Dr Ir Yayuk Farida Baliwati, MS selaku pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan, masukan, semangat serta waktu dalam penyusunan karya ilmiah ini selesai.

2. Dr Ir Ikeu Tanziha, MS selaku pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan banyak saran dan masukan demi perbaikan pada karya ilmiah ini.

3. Pembimbing akademik penulis, yaitu Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan dukungan kepada penulis selama menjalani program studi S1 Gizi Masyarakat, IPB. 4. Badan Ketahanan Pangan Daerah (BKPD) Provinsi Jawa Barat yang

telah memberikan izin dalam menggunakan data konsumsi beras SUSENAS Provinsi Jawa Barat.

5. Keluarga tercinta: ayahanda Bapak Alimin (alm), ibunda Titiek Zarofah, adik-adik tersayang Rini Widiyanti dan Raditya Alvariz, serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, semangat dan kasih sayangnya. 6. Zebriyandi terima kasih atas motivasi, saran dan bantuan yang telah

diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

7. Teman-teman terdekat: Yessy Niarty, Rizki Ichwansyah, Destiara Lismaniar P, Aulia Frisca, Frianka Anindea, Asih Rahayu, Bela Retno Putri, Herawati, Carolina, Rike Dwi Jayanti, Ari Budianto yang banyak membantu dalam memberikan masukan semangat kepada penulis. 8. Teman-teman pembahas seminar: Pvatmaya S dan M. Firman Alamsyah

yang telah memberikan saran dan koreksi selama seminar.

9. Teman-teman satu bimbingan, khususnya Diani Olivia, Iqbar Mahendra, Annizaf, T. Ilham Akbar dan M. Emir Wibowo atas segala dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

10.Teman-teman Internship Dietetic (ID), khususnya Reni Rahmawati, Imelda Saputri, Evi Nurlatifah, dan Tiffanny yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

11.Teman-teman Gizi Masyarakat Angkatan 47 beserta civitas akademika gizi masyarakat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala perhatian, dukungan, dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

METODE 3

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 3

Jenis dan Sumber Data 3

Pengolahan dan Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat 7

Peramalan Ketersediaan Beras Jawa Barat Tahun 2014—2018 7

Peramalan Ketersediaan Lahan Sawah Jawa Barat Tahun 2014—2018 13

Peramalan Kebutuhan Beras Penduduk Jawa Barat Tahun 2014—2018 17

Analisis Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Barat Tahun 2014—2018 22

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 26

(13)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan sumber data pokok 3

2 Signifikansi model ARIMA produksi beras 10

3 Peramalan produksi beras di provinsi Jawa Barat 10

4 Signifikansi model ARIMA ketersediaan beras 11

5 Peramalan ketersediaan beras di provinsi Jawa Barat 12

6 Signifikansi model ARIMA luas panen 13

7 Peramalan luas panen di provinsi Jawa Barat 13

8 Signifikansi model ARIMA lahan padi sawah 14

9 Signifikansi model ARIMA lahan padi ladang 15

10 Peramalan ketersediaan luas lahan padi sawah dan ladang Jawa Barat 16

11 Signifikansi model ARIMA lahan konsumsi beras 18

12 Peramalan konsumsi beras Jawa Barat 18

13 Signifikansi model ARIMA lahan jumlah penduduk 19 14 Peramalan jumlah penduduk Jawa Barat tahun 2014—2018 20 15 Peramalan kebutuhan beras penduduk Jawa Barat tahun 2014—2018 20 16 Perbandingan data konsumsi beras dengan sumber BPS dan SUSENAS 21 17 Perhitungan peramalan kebutuhan beras Jawa Barat 2014—2018 21 18 Perbandingan hasil peramalan dan perkiraan produksi beras 22 19 Perbandingan peramalan ketersediaan beras dan peramalan kebutuhan 22

DAFTAR GAMBAR

1 Peta provinsi Jawa Barat 7

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Historis data produksi dan ketersediaan beras 26

2 Historis faktor koreksi ketersediaan beras 27

3 Historis data luas lahan padi sawah dan padi ladang Jawa Barat 28

4 Historis konsumsi beras Jawa Barat 29

5 Historis data jumlah dan laju pertumbuhan penduduk 29 6 Peramalan kebutuhan beras penduduk Jawa Barat tahun 2014—2018 30 7 Perbandingan data konsumsi beras sumber BPS dan SUSENAS 31 8 Perhitungan peramalan kebutuhan beras Jawa Barat 2014—2018 31 9 Perbandingan hasil peramalan dan perkiraan produksi beras 31 10 Perbandingan peramalan ketersediaan beras dan peramalan 31

11 Signifikansi model ARIMA produksi beras 32

12 Signifikansi model ARIMA ketersediaan beras 32

13 Signifikansi model ARIMA luas panen 32

14 Signifikansi model ARIMA lahan padi sawah 33

15 Signifikansi model ARIMA lahan padi ladang 33

16 Signifikansi model ARIMA lahan konsumsi beras 33

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi manusia untuk bertahan hidup. Menurut Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,

perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

konsumsi manusia, termasuk tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Salah satu pangan utama yang sebagian besar dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah beras. Rata-rata konsumsi beras nasional pada tahun 2013 sebesar 97.36 kg/kapita (BPS 2013). Angka ini masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan jenis pangan pokok lainnya. Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa jumlah beras yang dibutuhkan dalam satu hari lebih banyak dibandingkan jumlah pangan pokok lainnya. Pemenuhan kebutuhan akan beras dapat diperhatikan dari beberapa aspek, antara lain jumlah produksi beras dalam suatu wilayah, jumlah penduduk, jumlah konsumsi beras, ketersediaan lahan, konversi lahan sawah dan aspek lainnya. Menurut Arifin (2001), kebutuhan karbohidrat untuk hidup sehat yang dikonsumsi oleh satu orang dewasa sekitar 300 gram per hari. Jumlah yang dianjurkan ini dapat diperoleh dari beras, singkong dan umbi-umbi lainnya.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi pemasok beras nasional terbesar, sehingga sering dijuluki sebagai lumbung padi nasional. Berdasarkan acuan data Badan Pusat Statistik dalam 10 tahun terakhir, rata-rata produksi padi provinsi Jawa Barat tertinggi dibandingkan provinsi sentra padi di Indonesia lainnya. Provinsi sentra padi lainnya, antara lain Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Utara (Kusnadi et al. 2011). Produksi padi provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 sebanyak 12.1 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan rata-rata produktivitas sebesar 5.95 ton/ha atau 17% dari total produksi nasional yang mencapai 71.3 juta ton GKG dengan rata-rata produktivitas 5.152 ton/ha (BPS 2013). Provinsi Jawa Barat memiliki luas lahan sawah produktif pada tahun 2013 sebesar 943 565.19 ha. Namun, areal sawah produktif mengalami alih fungsi lahan dalam hitungan 10 tahun terakhir, terhitung dari tahun 2003—2013 mengalami pengurangan seluas 18 000 ha, sehingga luas lahan sawah produktif menjadi 925 069.19 ha (Jabarprov 2014).

(16)

2

ketersediaan beras berdasarkan potensi sumberdaya pangan provinsi Jawa barat tahun 2014—2018 yang dapat menjadi bahan masukan dalam perencanaan program ketahanan pangan di provinsi Jawa Barat.

Perumusan Masalah

Ketersediaan pangan merupakan salah satu aspek penting dalam sistem ketahanan pangan suatu wilayah selain distribusi dan konsumsi pangan. Ketersediaan pangan aktual dapat ditinjau dari jumlah penduduk, pasokan pangan (ekspor-impor), serta produksi pangan dalam suatu wilayah. Ketersediaan beras yang digambarkan sebagai jumlah produksi bersih beras yang terdapat di provinsi Jawa Barat setelah dikurangi pakan, bibit, tercecer dan tidak termasuk ekspor-impor serta stok yang harus dapat dijamin oleh pemerintah agar ketahanan pangan dapat diwujudkan.

Pemenuhan kebutuhan akan beras dapat diperhatikan dari beberapa aspek, antara lain jumlah produksi beras dalam suatu wilayah, jumlah penduduk, jumlah konsumsi beras, ketersediaan lahan, konversi lahan sawah dan aspek lainnya. Jumlah produksi padi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas lahan sawah, produktivitas lahan, konversi lahan sawah menjadi lahan non sawah, indeks pertanaman (IP), jumlah puso, teknologi serta faktor lainnya. Disamping itu, semakin tingginya laju pertumbuhan penduduk seharusnya disertai dengan peningkatan kapasitas produksi agar terpenuhi kebutuhan pangan penduduk.

Selain memperhatikan jumlah produksi beras, jumlah ketersediaan lahan sawah juga perlu diperhatikan untuk dapat memproduksi sejumlah beras yang ditinjau dari produktivitas lahan di Jawa Barat. Selain itu, jumlah konsumsi beras dan jumlah penduduk di provinsi Jawa Barat juga perlu diperhatikan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan jumlah ketersediaan beras dan jumlah beras yang dibutuhkan agar dapat diketahui terjadi surplus atau tidak di provinsi Jawa Barat. Oleh karena ini permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ketersediaan beras di provinsi Jawa Barat dapat mencukupi kebutuhan beras penduduk untuk pengembangan lima tahun ke depan?

2. Apakah luas lahan sawah dapat menunjang ketersediaan beras di provinsi Jawa Barat untuk pengembangan lima tahun ke depan?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis ketersediaan beras berdasarkan potensi sumberdaya pangan provinsi Jawa Barat tahun 2014—2018.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Meramal ketersediaan beras provinsi Jawa Barat tahun 2014—2018

(17)

3

3. Meramal kebutuhan beras provinsi Jawa Barat tahun 2014—2018 4. Menganalisis ketersediaan beras provinsi Jawa Barat tahun 2014—2018

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi tentang situasi ketersediaan beras serta jumlah beras yang harus tersedia dan diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk di provinsi Jawa Barat. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi bahan rujukan atau masukan untuk perumusan atau pengevaluasian kebijakan dan perencanaan program terkait ketahanan pangan di provinsi Jawa Barat. Selain itu, juga berguna dalam mengembangkan ilmu khususnya terkait ketahanan pangan dan perencanaan pangan dan gizi secara umum bagi penulis.

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan data sekunder, yaitu produksi beras, luas lahan sawah, jumlah penduduk dan konsumsi beras provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian yang dipilih adalah provinsi Jawa Barat, karena memiliki potensi sumberdaya pangan, terutama sentra padi yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pemenuhan kebutuhan penduduk. Waktu yang diperlukan dalam penyelesaian penelitian ini selama 4 bulan, yaitu April hingga Juli 2014.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh melalui berbagai studi pustaka maupun dari instansi-instansi terkait yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan sumber data pokok

No. Jenis Data Sumber Tahun

1. Jumlah dan laju

pertumbuhan penduduk

Jawa Barat Dalam Angka, BPS 1982—2012

2. Data geografis Jawa Barat Dalam Angka, BPS 1982—2012 3. Produksi padi dan luas

panen

Jawa Barat Dalam Angka, BPS 1982—2012

4. Luas lahan sawah Jawa Barat Dalam Angka, BPS 1982—2012 5 Luas lahan kering Jawa Barat Dalam Angka, BPS 1982—2012

6. Produktivitas lahan Pusdatin Kementan 2013

7. Konsumsi beras BPS, diolah 2011

(18)

4

Pengolahan dan Analisis Data

Jumlah produksi beras diperoleh dengan cara mengkalikan angka konversi padi ke beras dengan jumlah produksi padi yang dihasilkan. Berdasarkan data tersebut, maka dapat dilakukan perhitungan untuk jumlah produksi beras setiap tahunnya dengan rumus:

Menurut hasil dari Survei Susut Panen dan Pasca Panen Gabah/Beras tahun 2005—2006 yang dilakukan oleh BPS dan Kementrian Pertanian bahwa angka konversi gabah kering giling ke dalam bentuk beras sebesar 62.74% dan angka ini mulai digunakan pada tahun 2009. Namun angka konversi padi ke dalam bentuk beras berbeda-beda setiap tahunnya (Lampiran 1).

Ketersediaan beras merupakan jumlah produksi bersih beras setelah dikurangi pakan, bibit, tercecer dan tidak termasuk ekspor-impor serta stok (Lampiran 2). Rumus perhitungan sebagai berikut.

Analisis dilakukan secara deskriptif menggunakan Microsoft Excell 2007

dan Minitab 16. Time series merupakan desain studi kuantitatif yang menggunakan waktu sebagai dasar peramalan. Salah satu metode yang digunakan untuk peramalan, yaitu Auto Regressive Integrated Moving Average (ARIMA). Metode ARIMA merupakan metode peramalan dengan menggunakan serangkaian data masa lalu yang digunakan untuk mengamati terhadap suatu kejadian, peristiwa, atau suatu variabel pada data tersebut (Makridakis et al. 1998). ARIMA pertama kali dikembangkan oleh George Box dan Gwilym Jenkins untuk pemodelan analisis deret waktu. Menurut Box et al. (1994), ARIMA mewakili tiga pemodelan, yaitu dari autoregressive model (AR), moving average (MA), serta autoregressive dan moving average model (ARMA).

Menurut Sugiarto dan Harijono (2000), teknik analisis data dengan metode ARIMA dilakukan karena merupakan teknik untuk mencari pola yang paling cocok dari sekelompok data (curve fitting), sehingga ARIMA memanfaatkan sepenuhnya data masa lalu dan sekarang untuk melakukan peramalan jangka pendek yang akurat. Penulisan ARIMA ditulis sebagai ARIMA (p,d,q), memiliki arti bahwa p adalah orde koefisien autoregresi, d adalah orde/jumlah diferensiasi yang dilakukan (hanya digunakan apabila data bersifat non stasioner) dan q adalah orde dalam koefisien rata-rata bergerak (moving average).

Tahap pertama yang dilakukan adalah uji stasioneritas data. Data yang stasioner adalah data yang bersifat flat, tidak mengandung komponen trend, dengan keragaman yang konstan, serta tidak terdapat fluktuasi perodik. Jika data yang diperoleh tidak stasioner, maka perlu dilakukan differencing agar data tidak menyebar jauh dari mean sehingga data dapat digunakan untuk tahap selanjutnya, dengan rumus differencing satu kali (d=1):

Keterangan:

Yt : Variabel dependen (produksi beras, ketersediaan beras, luas panen,

ketersediaan lahan, jumlah penduduk, konsumsi beras) pada waktu ke-t Ketersediaan beras = (jumlah produksi beras – (pakan + bibit + tercecer) Jumlah produksi beras = angka konversi padi ke beras x jumlah produksi padi

padi

(19)

5

Yt—1 : Variabel pada waktu ke t-1

Yt* : Variabel dependen (produksi beras, ketersediaan beras, luas panen,

ketersediaan lahan, jumlah penduduk, konsumsi beras) pada waktu ke-t setelah differencing

Peramalan dengan menggunakan model ARIMA dapat dilakukan dengan rumus :

Keterangan:

γ

0 : Konstanta (bobot)

Yt* : Variabel dependen (produksi beras, ketersediaan beras, luas

panen, ketersediaan lahan, jumlah penduduk, konsumsi beras) pada waktu ke-t setelah differencing

Y*t—1 ... Y*t—p : Variabel pada waktu ke t-1, ... , t-p

et : Residual pada waktu ke-t

et—1 ... et—p : Nilai residual pada waktu ke t-1, ... , t-p

Penentuan model ARIMA terbaik menggunakan metode trial and error

yang dapat dilihat dari grafik ACF (Autocorrelation Function) dan PACF (Partial Autocorrelation Function), p<0.005 terbaik dari masing-masing model yang diujicobakan, serta uji White Noise yang menggunakan data Ljung Box dengan α>0.05 pada masing-masing lag. Jika terdapat data yang tidak lengkap pada tahun tertentu dapat diperoleh dengan teknik peramalan yang menggunakan data pada tahun sebelum dan setelahnya. Berdasarkan time series plot, diperoleh persamaan yang kemudian persamaan tersebut digunakan untuk memperoleh data yang tidak ada pada tahun tertentu.

Jumlah kebutuhan beras penduduk provinsi Jawa Barat pada tahun 2014— 2018 dapat diperoleh dengan mengkalikan jumlah beras yang dikonsumsi dengan jumlah penduduk. Batasan kebutuhan beras yang dihitung adalah kebutuhan beras yang hanya dikonsumsi (dalam bentuk makanan), tidak termasuk pakan ternak, benih/bibit, tercecer, kebutuhan industri non makanan dan penggunaan lainnya, sehingga angka selisih yang diperoleh dapat digunakan untuk penggunaan lainnya, selain kebutuhan beras dalam bentuk makanan. Berdasarkan asumsi tersebut, kebutuhan beras penduduk provinsi Jawa Barat setiap tahunnya dapat dihitung dengan rumus:

Analisis ketersediaan beras di provinsi Jawa Barat dilakukan dengan cara membandingkan jumlah ketersediaan beras dengan jumlah kebutuhan beras. Apabila jumlah ketersediaan beras lebih besar dibandingkan jumlah kebutuhan beras maka provinsi Jawa Barat dinyatakan surplus beras dan sebaliknya.

Jumlah kebutuhan beras = jumlah beras yang dikonsumsi x jumlah penduduk

(20)

6

Definisi Operasional

Ketersediaan beras adalah jumlah produksi bersih beras yang terdapat di provinsi Jawa Barat dalam jangka satu tahun setelah dikurangi pakan, bibit, tercecer dan tidak termasuk ekspor-impor serta stok. Satuan jumlah ketersediaan beras adalah ton/tahun.

Luas panen adalah jumlah areal lahan yang dapat memproduksi beras setiap tahunnya. Satuan dalam variabel ini adalah hektar/tahun.

Produktivitas lahan adalah rata-rata jumlah beras yang dapat dihasilkan dari satu hektar lahan per tahun. Satuan variabel ini adalah ton/hektar/tahun.

Jumlah penduduk adalah jumlah penduduk yang terdapat di provinsi Jawa Barat dalam jangka waktu satu tahun. Satuan variabel ini adalah jiwa/tahun. Laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat pertambahan jumlah penduduk

provinsi Jawa Barat dalam jangka satu tahun. Satuan variabel ini adalah persen.

Konsumsi beras adalah jumlah beras yang dikonsumsi tanpa termasuk aneka olahan makanan yang terbuat dari beras (BPS); jumlah beras yang dikonsumsi dan termasuk aneka olahan makanan yang terbuat dari beras (SUSENAS) di provinsi Jawa Barat dalam jangka waktu satu tahun. Satuan jumlah konsumsi beras adalah kg/kap/tahun.

Kebutuhan beras adalah jumlah beras yang harus tersedia untuk penduduk Jawa Barat dalam jangka satu tahun dengan mengkalikan jumlah penduduk dan jumlah konsumsi beras (SUSENAS). Satuan variabel ini adalah ton/tahun. Ketersediaan lahan adalah jumlah lahan yang tersedia di Jawa Barat yang terdiri

dari luas lahan sawah dan lahan kering dalam jangka waktu satu tahun. Satuan variabel ini adalah hektar/tahun.

Luas lahan padi sawah adalah luas lahan sawah menurut jenis pengairannya yang terdiri sawah irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana atau non teknis, non PU, tadah hujan, lebak, pasang surut, polder dan lainnya. Satuan variabel ini adalah hektar/tahun.

Luas lahan padi ladang adalah luas lahan kering yang terdiri dari lahan tegal/kebun dan ladang/huma. Satuan variabel ini adalah hektar/tahun. Konversi lahan sawah adalah perubahan fungsi (peralihan) lahan penggunaan

pertanian ke penggunaan non pertanian.

Peramalan produksi beras adalah jumlah produksi beras yang diramalkan pada tahun 2014—2018 berdasarkan historis data produksi beras tahun 1982— 2013.

(21)

7

Gambar 1 Peta provinsi Jawa Barat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat

Secara geografis, provinsi Jawa Barat terletak pada posisi 5050’ – 7050’ Lintang Selatan dan 104048’—108048’ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya, yaitu:

a) sebelah utara : Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta b) sebelah timur : Provinsi Jawa Tengah

c) sebelah selatan : Samudra Indonesia d) sebelah barat : Provinsi Banten

Provinsi Jawa Barat terdiri dari 26 kabupaten/kota, meliputi 17 kabupaten dan 9 kota, dengan jumlah kecamatan sebanyak 626 kecamatan, daerah perkotaan sebanyak 2 664 dan 3 254 pedesaan dengan luas wilayah, yaitu 37 173.97 km2. Jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun 2012 sebanyak 44 548 431 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 22 666 168 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 21 882 263 jiwa. Laju Pertumbuhan penduduk positif sebesar 1.90% (Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2013).

Peramalan Ketersediaan Beras Jawa Barat Tahun 2014—2018

(22)

8

kebutuhan pangan penduduk. Peramalan produksi beras diharapkan dapat menjadi salah satu acuan situasi ketersediaan beras di provinsi Jawa Barat untuk lima tahun ke depan, khususnya dari tahun 2014 hingga tahun 2018 dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk.

Peramalan produksi beras untuk lima tahun ke depan menggunakan historis data produksi beras di Jawa Barat selama 31 tahun terakhir, yaitu tahun 1982 hingga tahun 2013 (Lampiran 1). Berikut pola data produksi beras Jawa Barat.

Gambar 2 Pola data produksi beras provinsi Jawa Barat tahun 1982—2013

Pola data produksi beras provinsi Jawa Barat cenderung fluktuatif dari tahun 1982 hingga tahun 2013. Fluktuasi data yang terjadi pada periode tahun tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Swasembada beras Indonesia yang terjadi pada tahun 1984 juga dialami oleh provinsi Jawa Barat dengan adanya peningkatan produksi beras. Pemerintah menggalang para petani untuk bekerja sama melakukan revolusi hijau pada saat itu dengan provinsi Jawa dan Sumatera sebagai lumbung padi nasional. Kebijakan pemerintah adalah menitikberatkan kepada usaha intensifikasi, dengan menaikkan produksi terutama produktivitas padi pada areal yang telah ada. Menurut Rosegrant et al. (1998), kebijakan peningkatan produktivitas melalui terobosan teknologi baru investasi pembangunan prasarana irigasi, subsidi dan pengadaan sarana produksi (benih unggul, pupuk dan pestisida), kebijakan harga dan tata-niaga beras, serta penyediaan kredit bersubsidi merupakan faktor-faktor utama yang menyebabkan Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984.

Selain terjadi peningkatan produksi, juga terjadi penurunan produksi. Menurut Tambunan (2008), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi, salah satunya adalah irigasi. Ketersediaan jaringan irigasi yang baik, dalam pengertian tidak hanya kuantitas tetapi juga kualitas, dapat meningkatkan volume produksi dan kualitas komoditas pertanian, terutama tanaman pangan, secara signifikan. Jaringan irigasi yang baik akan mendorong peningkatan indeks pertanaman. Sistem pengairan pada periode tahun 1982—2013 tidak selalu cenderung baik karena dapat dipengaruhi oleh musim, baik musim penghujan maupun kemarau, sehingga produksi beras yang dihasilkan juga berbeda dari tahun ke tahun. Selain itu, juga terdapat dampak langsung dari pemanasan global terhadap pertanian di Indonesia adalah penurunan produktivitas dan tingkat

0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000

1 3 5 7 9 1113151719212325272931

Pola Data Produksi Beras (ton)

(23)

9

produksi sebagai akibat terganggunya siklus air karena perubahan pola hujan dan meningkatnya frekuensi anomali cuaca ekstrim yang mengakibatkan pergeseran waktu, musim, dan pola tanam.

Tambunan (2008) juga menyatakan bahwa teknologi, keahlian dan wawasan juga berpengaruh terhadap produksi. Sejumlah indikator untuk mengukur tingkat penguasaan teknologi oleh petani, salah satunya adalah pemakaian traktor. Indonesia pernah mengalami suatu peningkatan dari sekitar 7.5% per tahun sebelum era revolusi hijau (pra 1970-an) sekitar 14.3% per tahun selama pelaksanaan strategi tersebut. Namun demikian, pemakaian input ini per hektarnya di Indonesia tetap kecil dibandingkan di negara-negara Asia lainnya. Hal ini dapat menunjukkan bahwa tingkat mekanisasi dari pertanian Indonesia masih relatif rendah, walaupun pemerintah telah berupaya meningkatkannya selama revolusi hijau. Pemerintah sangat menyadari bahwa salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan produktivitas pertanian adalah lewat peningkatan mekanisasi dalam proses produksi dan salah satunya dengan menggantikan tenaga hewan dengan traktor. Selain itu, tingkat pengetahuan petani merupakan suatu pendorong penting bagi kelancaran atau keberhasilan dari proses modernisasi pertanian. Selain itu, Darwanto (2005) menyatakan bahwa kehilangan hasil pada kegiatan produksi juga dapat disebabkan dari kondisi iklim dan hama/penyakit yang menyerang tanaman. Rendahnya dosis input seperti pupuk juga dapat menyebabkan rapuhnya bulir padi sehingga tingkat rendemen gabah ke beras juga menurun.

(24)

10

Tabel 2 Signifikansi model ARIMA produksi beras

Model Output Signifikansi

Type Coef SE Coef T P

Model ARIMA yang terpilih dapat digunakan untuk peramalan produksi beras di provinsi Jawa Barat selama 5 tahun ke depan (Tabel 3).

Tabel 3 Peramalan produksi beras di provinsi Jawa Barat

Tahun Produksi beras (ton)

2014 7 735 422

2015 7 821 399

2016 7 888 512

2017 7 966 182

2018 8 065 087

Peramalan produksi beras yang disajikan pada Tabel 3 cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2014 hingga tahun 2018. Sumaryanto (2009) menyatakan beberapa alasan yang mempengaruhi produksi pangan pada suatu wilayah, yaitu (i) pertumbuhan produksi padi sangat ditentukan oleh ketersediaan air irigasi yang cukup, sedangkan air irigasi semakin langka, (ii) laju konversi lahan sawah ke non sawah sangat sulit dikendalikan, dan (iii) kemampuan untuk melakukan perluasan lahan sawah sangat terbatas karena biaya investasi yang semakin mahal, anggaran sangat terbatas, dan lahan yang secara teknis, sosial, ekonomi layak dijadikan sawah semakin berkurang, dimana setiap tahun semakin banyaknya konversi lahan sawah menjadi perumahan, pertokoan dan bangunan lainnya.

Pemerintah Jawa Barat sendiri menerapkan strategi untuk meningkatkan produksi tanaman pangan, yaitu Tujuh Gema Revitalisasi yang terdiri dari Revitalisasi Lahan, Revitalisasi Perbenihan dan Pembibitan, Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, Revitalisasi Sumberdaya Manusia, Revitalisasi Pembiayaan Petani, Revitalisasi Kelembagaan Petani dan Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir. Strategi ini diharapkan untuk mencapai sasaran utama pembangunan pertanian, yaitu pencapaian swasembada dan swasembada pangan berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, serta peningkatan kesejahteraan petani (Diperta Jawa Barat 2014).

(25)

11

Ketersediaan beras yang digambarkan sebagai jumlah produksi bersih beras yang terdapat di provinsi Jawa Barat setelah dikurangi pakan, bibit, tercecer dan tidak termasuk ekspor-impor serta stok. Pola data ketersediaan beras yang cenderung fluktuatif ini dapat dipengaruhi oleh jumlah pemakaian padi sebagai bibit/benih yang berbeda-beda setiap tahunnya, selain juga dipengaruhi oleh jumlah produksi padi setiap tahunnya.

Historis data ketersediaan beras yang diperoleh masih belum sehingga perlu dilakukan proses differencing untuk menghasilkan data yang stasioner. Berdasarkan tahapan-tahapan sebelumnya diperoleh model ARIMA terbaik untuk peramalan ketersediaan beras, yaitu ARIMA (2,1,2). P-value untuk masing-masing parameter AR dan MA, yaitu 0.002 dan 0.000. Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter sudah nyata karena semua bernilai lebih kecil dari 0.005. Hasil perhitungan uji White Noise diperoleh bahwa p-value untuk masing-masing lag 12 dan lag 24 adalah 0.616 dan 0.870 karena α>0.05, sehinggadapat disimpulkan bahwa model ARIMA yang tepat untuk data ketersediaan beras, yaitu model ARIMA (2,1,2) seperti yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Signifikansi model ARIMA ketersediaan beras

Model Output Signifikansi

Type Coef SE Coef T P

Model ARIMA yang terpilih dapat digunakan untuk peramalan ketersediaan beras di provinsi Jawa Barat selama 5 tahun ke depan (Tabel 5).

0

1 3 5 7 9 1113151719212325272931

Ketersediaan Beras (ton)

Ketersediaan Beras (ton)

(26)

12

Tabel 5 Peramalan ketersediaan beras di provinsi Jawa Barat

Tahun Ketersediaan beras (ton)

2014 7 251 898

2015 7 366 287

2016 7 467 704

2017 7 570 316

2018 7 681 735

Ketersediaan beras mengalami peningkatan dari tahun 2014 hingga tahun 2018. Peramalan ketersediaan beras sebenarnya tidak lepas dari peramalan produksi beras. Namun, peramalan ketersediaan beras diperoleh berdasarkan historis data 30 tahun terakhir dengan mengkoreksi faktor penggunaan padi seperti bibit, pakan, tercecer dan penggunaan lainnya berdasarkan setiap tahunnya.

Selain dilakukan peramalan produksi beras, juga dilakukan peramalan luas panen berdasarkan historis data 31 tahun terakhir (Lampiran 2). Berikut pola data luas panen padi di provinsi Jawa Barat tahun 1982—2013.

Gambar 4 Pola data luas panen provinsi Jawa Barat tahun 1982—2013

Nilai yang fluktuatif ini menunjukkan bahwa jumlah luas panen juga tergantung dengan luas tanam padi. Selain itu, luas panen juga tergantung dengan karakteristik lahan yang dapat dipengaruhi oleh faktor musim dan lingkungan fisik.

Tahap yang dilakukan untuk menentukan model ARIMA terbaik sama seperti tahap dilakukan sebelumnya. Data masa lalu luas panen yang diperoleh masih belum stasioner karena masih adanya data yang menyebar jauh dari nilai tengah data tersebut, sehingga perlu dilakukan proses differencing untuk menghasilkan data yang stasioner. Berdasarkan tahapan-tahapan sebelumnya diperoleh model terbaik ARIMA (2,1,3) untuk peramalan luas panen. P-value

untuk masing-masing parameter AR dan MA, yaitu 0.000 dan 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing parameter sudah nyata karena semua bernilai lebih kecil dari 0.005. Hasil perhitungan uji White Noise diperoleh bahwa p-value

untuk masing-masing lag 12 dan lag 24 adalah 0.488 dan 0.166 karena α>0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ARIMA yang tepat untuk data luas panen, yaitumodel ARIMA (2,1,3) seperti yang disajikan pada Tabel 6.

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31

Pola Data Luas Panen (ha)

(27)

13

Tabel 6 Signifikansi model ARIMA luas panen

Model Output Signifikansi

Type Coef SE Coef T P di provinsi Jawa Barat selama 5 tahun ke depan (Tabel 7).

Tabel 7 Peramalan luas panen di provinsi Jawa Barat

Tahun Luas Panen (ha)

Peramalan luas panen yang disajikan pada Tabel 7 cenderung fluktuatif dari tahun 2014 hingga tahun 2018, yaitu mengalami peningkatan dan juga penurunan. Luas panen merupakan jumlah areal sawah yang dapat memproduksi beras setiap tahunnya. Nilai yang fluktuatif ini menunjukkan bahwa jumlah luas panen juga tergantung dengan luas tanam padi. Selain itu, karakteristik lahan juga dapat dipengaruhi oleh faktor musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau, serta lingkungan fisik, sehingga hal ini berkaitan dengan produktivitas lahan. Produktivitas lahan adalah rata-rata jumlah beras yang dapat dihasilkan dari satu hektar lahan per tahun.

Peramalan Ketersediaan Lahan Sawah Jawa Barat Tahun 2014—2018

Sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan (Sitorus 2002). Pengelolaan sumberdaya lahan sering kali kurang dipertimbangkan keberlanjutannya untuk memenuhi kebutuhan manusia, terutama dalam aspek ekonomi. Hal ini berdampak pada semakin berkurangnya ketahanan pangan, tingginya intensitas pencemaran serta kerusakan lingkungan.

(28)

14

dan lainnya, sedangkan lahan kering yang digunakan untuk menanam padi terdiri dari tegal/kebun serta ladang/huma. Peramalan luas lahan padi sawah berdasarkan historis data 31 tahun terakhir (Lampiran 3). Berikut pola data luas lahan padi sawah Jawa Barat tahun 1982—2012.

Gambar 5 Pola data lahan padi sawah Jawa Barat 1982—2013

Historis data 30 tahun terakhir terdapat penurunan luas lahan yang cukup drastis dimulai pada tahun 2000. Hal ini disebabkan terdapat pengurangan wilayah, yaitu Banten yang memisahkan wilayah dari provinsi Jawa Barat, sehingga daerah seperti Tangerang, Cilegon, Lebak, Pandeglang tidak termasuk ke dalam wilayah Jawa Barat. Historis data luas lahan padi sawah 30 tahun terakhir yang diperoleh masih belum stasioner sehingga dilakukan proses differencing satu kali. Model ARIMA terbaik untuk peramalan luas lahan padi sawah, yaitu ARIMA (2,1,1) dengan p-value untuk masing-masing parameter AR dan MA, yaitu 0.031 dan 0.000. P-value untuk AR masih lebih besar dari 0.005, sedangkan p-value untuk MA sudah lebih kecil dari 0.005. Setelah dilakukan trial and error dengan model ARIMA yang lain, tetapi hasilnya lebih jauh dari persyaratan, sehingga diperoleh model ARIMA yang memenuhi persyaratan, yaitu model ARIMA (2,1,1). Hasil perhitungan uji White Noise diperoleh bahwa p-value untuk masing-masing lag 12 dan lag 24 adalah 0.982 dan 0.656 karena α>0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ARIMA yang tepat untuk data luas lahan padi sawah, yaitu model ARIMA (2,1,1) seperti yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Signifikansi model ARIMA lahan padi sawah

Model Output Signifikansi

Type Coef SE Coef T P

Pola Data Lahan Padi Sawah (ha

)

(29)

15

Penanaman padi juga dilakukan di lahan kering, sehingga biasanya disebut sebagai padi ladang. Batasan lahan kering yang digunakan untuk menanam padi ladang adalah tegal/kebun dan ladang/huma. Peramalan luas lahan padi ladang berdasarkan historis data 31 tahun terakhir (Lampiran 3). Pola data luas lahan padi ladang disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Pola data lahan padi ladang Jawa Barat 1982—2013

Historis data 30 tahun terakhir menunjukkan penurunan luas lahan yang cukup drastis dimulai pada tahun 2000 seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat pengurangan wilayah, yaitu Banten yang memisahkan wilayah dari provinsi Jawa Barat.

Pola data luas lahan padi ladang 30 tahun terakhir masih belum stasioner, sehingga perlu dilakukan differencing satu (1) kali. Model ARIMA terbaik untuk peramalan luas lahan padi ladang, yaitu ARIMA (1,1,1) dengan p-value untuk nilai masing-masing parameter AR dan MA, yaitu 0.014 dan 0.000. P-value untuk AR masih lebih besar dari 0.005, sedangkan p-value untuk MA sudah lebih kecil dari 0.005. Selanjutnya dilakukan trial and error dengan model ARIMA yang lain, tetapi hasilnya lebih jauh dari persyaratan, sehingga diperoleh model ARIMA yang memenuhi persyaratan, yaitu model ARIMA (1,1,1). Hasil perhitungan uji

White Noise diperoleh bahwa p-value untuk masing-masing lag 12 dan lag 24 adalah 0.146 dan 0.734 karena α>0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ARIMA yang tepat untuk data luas lahan padi ladang, yaitu model ARIMA (1,1,1) seperti yang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Signifikansi model ARIMA lahan padi ladang

Model Output Signifikansi

Type Coef SE Coef T P

Pola Data Lahan Padi Ladang (ha)

(30)

16

Model ARIMA yang terpilih dapat digunakan untuk peramalan luas lahan padi sawah dan padi ladang di provinsi Jawa Barat selama 5 tahun ke depan. Berikut hasil peramalan luas lahan padi sawah dan padi ladang tahun 2014—2018 di Jawa Barat berdasarkan historis data 30 tahun terakhir (Tabel 10).

Tabel 10 Peramalan ketersediaan luas lahan padi sawah dan ladang Jawa Barat

Tahun

Luas Lahan Padi Sawah

(ha)

Luas Lahan Padi Ladang

(ha)

Jumlah Luas Lahan Padi Sawah+Ladang (ha)

2014 902 689 749 263 1 651 952

2015 889 679 741 859 1 631 538

2016 878 291 734 445 1 612 735

2017 867 791 727 067 1 594 858

2018 857 982 719 747 1 577 728

Tabel 10 menunjukkan bahwa terjadi penurunan luas lahan, baik luas lahan padi sawah maupun luas lahan padi ladang dari tahun 2014 hingga tahun 2018. Penurunan luas lahan dapat disebabkan karena telah terjadinya konversi lahan dari penggunaan pertanian menjadi non pertanian. Secara nasional sumberdaya lahan sawah memiliki peranan penting dalam memproduksi bahan pangan, yaitu sekitar 90% produksi padi nasional dihasilkan dari lahan sawah dan sisanya dari lahan kering (Irawan & Friyatno2002). Secara empiris lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agro-ekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agro-ekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi, lokasi daerah persawahan yang berdekatan dengan daerah perkotaan, akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik daripada wilayah lahan kering, serta pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar (Iqbal & Sumaryanto 2007).

(31)

17

terhadap masalah pangan akibat berkurangnya kapasitas produksi pangan. Dampak konversi lahan tersebut terhadap masalah pangan cenderung bersifat permanen karena lahan sawah yang sudah dikonversi ke penggunaan non pertanian sulit berubah kembali menjadi lahan sawah (Irawan 2008).

Peramalan Kebutuhan Beras Penduduk Jawa Barat Tahun 2014—2018

Menurut Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman, sedangkan ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.

Konsep ketahanan pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan, yakni terpenuhinya kebutuhan pangan penduduk yang dijamin ketersediaannya baik dari produksi dalam wilayah itu sendiri, pasokan dari luar wilayah serta stok. Kebutuhan pangan penduduk dapat ditinjau melalui konsumsi pangan dan jumlah penduduk setiap tahunnya. Peramalan konsumsi beras berdasarkan historis data 31 tahun terakhir (Lampiran 4). Berikut pola data konsumsi beras penduduk Jawa Barat tahun 1982—2013.

Gambar 7 Pola data konsumsi beras penduduk Jawa Barat tahun 1982—2013 Pola data konsumsi beras penduduk Jawa Barat cenderung menurun. Beras telah menjadi makanan pokok masyarakat di berbagai wilayah. Namun, secara agregat konsumsi beras telah menurun seperti yang terjadi di provinsi Jawa Barat. Konsumsi beras pada rumah tangga di kota di Jawa Barat pada tahun 1996 sebesar 113.6 kg menjadi 99.8 kg/kapita/tahun, sedangkan untuk di desa dari 135.2 kg menjadi 112.1 kg/kapita/tahun. Penurunan tersebut disebabkan oleh semakin

0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31

Konsumsi Beras (kg/kap/thn)

(32)

18

beragamnya pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga (Ariani & Purwantini 2010)

Model ARIMA terbaik untuk peramalan konsumsi, yaitu ARIMA (1,1,2) dengan p-value untuk masing-masing parameter AR dan MA, yaitu 0.000 dan 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing parameter sudah nyata karena semua bernilai lebih kecil dari 0.005. Hasil perhitungan diperoleh bahwa p-value

untuk masing-masing lag 12 dan lag 24 adalah 0.435 dan 0.470 karena α>0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ARIMA yang tepat untuk data konsumsi beras, yaitu model ARIMA (1,1,2) seperti yang disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Signifikansi model ARIMA lahan konsumsi beras

Model Output Signifikansi

Type Coef SE Coef T P

Model ARIMA yang terpilih dapat digunakan untuk peramalan konsumsi beras penduduk Jawa Barat tahun 2014—2018.

Tabel 12 Peramalan konsumsi beras Jawa Barat

Tahun Konsumsi Beras (kg/kap/thn)

2014 54.5

2015 53.0

2016 51.7

2017 50.3

2018 49.0

(33)

19

secara berkelanjutan. Peramalan jumlah penduduk perlu dilakukan untuk mendukung perhitungan kebutuhan beras penduduk provinsi Jawa Barat untuk lima tahun ke depan. Peramalan jumlah penduduk berdasarkan historis data 31 tahun terakhir (Lampiran 5). Pola data jumlah penduduk Jawa Barat tahun 1982— 2012 disajikan pada gambar 8.

Gambar 8 Pola data jumlah penduduk Jawa Barat tahun 1982—2013 Berdasarkan historis data 30 tahun terakhir terdapat penurunan jumlah penduduk yang cukup drastis dimulai pada tahun 2000 seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat pengurangan wilayah, yaitu Banten yang memisahkan wilayah dari provinsi Jawa Barat, sehingga berdampak pada penurunan jumlah penduduk pada tahun tersebut. Pola data jumlah penduduk 30 tahun terakhir masih belum stasioner, sehingga perlu dilakukan differencing satu (1) kali agar data dapat digunakan untuk membangun model ARIMA terbaik.

Berdasarkan tahapan-tahapan sebelumnya diperoleh model ARIMA terbaik untuk peramalan jumlah penduduk, yaitu ARIMA (1,1,1) untuk dengan p-value

untuk masing-masing parameter AR dan MA, yaitu 0.000 dan 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing parameter sudah nyata karena semua bernilai lebih kecil dari 0,005. Hasil perhitungan uji White Noise diperoleh bahwa p-value

untuk masing-masing lag 12 dan lag 24 adalah 0.858 dan 0.999 karena α>0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ARIMA yang tepat untuk data jumlah penduduk, yaitu model ARIMA (1,1,1) seperti yang disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Signifikansi model ARIMA lahan jumlah penduduk

Model Output Signifikansi

Type Coef SE Coef T P

Model ARIMA yang terpilih dapat digunakan untuk peramalan jumlah penduduk provinsi Jawa Barat selama 5 tahun ke depan. Berikut hasil peramalan

0

Pola Data Jumlah Penduduk (jiwa)

(34)

20

jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat tahun 2014—2018 yang disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Peramalan jumlah penduduk Jawa Barat tahun 2014—2018

Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)

2014 46 075 445

2015 46 828 323

2016 47 580 407

2017 48 334 948

2018 49 094 385

Hasil peramalan yang disajikan pada Tabel 14 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk berdasarkan historis data 30 tahun terakhir. Hal ini didukung oleh Noveria (2012) yang menyatakan bahwa peningkatan jumlah penduduk yang terjadi setiap tahunnya dapat disebabkan oleh beberapa aspek, diantaranya pertumbuhan penduduk yang besar, penyebaran penduduk yang tidak merata, tingginya pernikahan pada usia dini, program KB tidak terlaksana dengan baik, serta tingginya jumlah penduduk desa yang bermigrasi ke kota.

Kebutuhan beras penduduk pada tahun 2014—2018 dapat dihitung berdasarkan hasil peramalan konsumsi beras dan jumlah penduduk. Berikut hasil perhitungan kebutuhan beras penduduk Jawa Barat tahun 2014—2018 yang disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Peramalan kebutuhan beras penduduk Jawa Barat tahun 2014—2018

Tahun Konsumsi Beras (kg/kap/tahun)

Jumlah Penduduk (jiwa)

Kebutuhan Beras (ton/tahun)

2014 54.5 46 075 445 2 512 012

2015 53.0 46 828 323 2 484 224

2016 51.7 47 580 407 2 462 009

2017 50.3 48 334 948 2 432 404

2018 49.0 49 094 385 2 404 830

Sumber: BPS (1982—2013)

(35)

21

Selain menggunakan data yang bersumber dari BPS, kebutuhan beras juga dapat dianalisis menggunakan data konsumsi beras yang bersumber dari data SUSENAS yang disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Perbandingan data konsumsi beras dengan sumber BPS dan SUSENAS

Tahun

Sumber: BPS (1982—2013); SUSENAS, BPS Jabar sumber BKPD Jabar (2011, diolah)

Data konsumsi beras yang bersumber dari BPS merupakan data konsumsi beras tanpa termasuk aneka olahan makanan yang terbuat dari bahan baku beras, sehingga dilakukan perbandingan dengan data konsumsi beras yang bersumber dari SUSENAS. Data konsumsi beras yang bersumber dari SUSENAS merupakan data konsumsi beras yang sudah termasuk aneka olahan makanan yang terbuat dari bahan baku beras, sehingga dilakukan analisis perbandingan dari kedua sumber data tersebut. Tahun dasar yang digunakan dalam analisis data SUSENAS adalah tahun 2011. Selanjutnya diperoleh data proyeksi konsumsi beras SUSENAS untuk mencapai konsumsi beras ideal dari tahun 2012—2018 sehingga diperoleh persentase selisih dari kedua sumber data tersebut. Penambahan selisih dilakukan agar peramalan kebutuhan beras tidak mengalami underestimate yang ditambahkan berdasarkan persentase selisih dari kedua sumber data tersebut, sehingga diperoleh kebutuhan beras penduduk Jawa Barat tahun 2014—2018 disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Perhitungan peramalan kebutuhan beras Jawa Barat 2014—2018

Tahun

Sumber: BPS (1982—2013); SUSENAS, BPS Jabar sumber BKPD Jabar (2011, diolah)

(36)

22

konsumsi. Cahyaningsih (2008) menyatakan dalam penelitiannya bahwa telah terjadi peningkatan konsumsi terigu masyarakat provinsi Jawa Barat dari tahun 2005 ke tahun 2007, yaitu dari 31.7 g/kap/hari menjadi 39.2 g/kap/hari. Walaupun konsumsi beras cenderung menurun dari tahun ke tahun, namun jumlah beras yang dikonsumsi lebih besar dibandingkan jenis pangan lainnya. Sebagai gambaran, konsumsi beras penduduk Indonesia pada tahun 2005 mencapai 105.2 kg, yang berarti sekitar 31.9 kali lebih besar daripada konsumsi jagung, 12.5 kali konsumsi terigu dan 7 kali konsumsi ubi kayu (Ariani 2007).

Analisis Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Barat Tahun 2014—2018

Analisis dilakukan untuk melihat jumlah peramalan produksi beras yang dapat diproduksi dengan peramalan ketersediaan luas lahan padi sawah dan padi ladang provinsi Jawa Barat tahun 2014—2018. Berikut hasil perbandingan peramalan produksi beras dengan perkiraan produksi beras.

Tabel 18 Perbandingan hasil peramalan dan perkiraan produksi beras

Tahun

Peramalan Luas Lahan

(ha)

Produktivitas (ton/ha)

Perkiraan Produksi Beras (ton)

Peramalan Produksi Beras (ton)

Selisih Produksi Beras (ton) 2014 1 651 952 5.953 9 834 070 7 735 422 2 098 648 2015 1 631 538 5.953 9 712 543 7 821 399 1 891 144 2016 1 612 735 5.953 9 600 613 7 888 512 1 712 101 2017 1 594 858 5.953 9 494 190 7 966 182 1 528 008 2018 1 577 728 5.953 9 392 217 8 065 087 1 327 130

Angka produktivitas lahan di Jawa Barat sebesar 5.953 ton/ha (Pusdatin Kementan 2013). Hasil perbandingan peramalan dan perkiraan produksi beras yang disajikan pada Tabel 18 menunjukkan bahwa dengan jumlah peramalan ketersediaan luas lahan yang diperoleh dapat memproduksi jumlah beras lebih dari jumlah peramalan produksi beras yang diperoleh. Jumlah peramalan produksi beras termasuk jumlah produksi beras untuk pakan, bibit, tercecer dan konsumsi makanan. Selanjutnya, dilakukan perbandingan jumlah peramalan produksi beras dengan peramalan kebutuhan beras untuk melihat kebutuhan beras penduduk Jawa Barat tercukupi atau tidak. Perbandingan peramalan produksi beras dengan peramalan kebutuhan beras disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Perbandingan peramalan ketersediaan beras dan peramalan kebutuhan beras

Tahun

Peramalan Ketersediaan Beras

(ton)

Peramalan Kebutuhan Beras

(ton)

Selisih (Ketersediaan-Kebutuhan)

(ton)

2014 7 251 898 4 266 586 2 985 312

2015 7 366 287 4 214 549 3 151 738

2016 7 467 704 4 163 286 3 304 418

2017 7 570 316 4 103 637 3 466 679

(37)

23

Hasil perbandingan peramalan ketersediaan beras dengan peramalan kebutuhan beras yang disajikan pada Tabel 19 menunjukkan bahwa kebutuhan beras penduduk Jawa Barat dapat terpenuhi untuk lima tahun ke depan, yaitu tahun 2014—2018. Hal ini dibuktikan oleh selisih dari peramalan ketersediaan beras dengan peramalan kebutuhan beras. Dengan kata lain provinsi Jawa Barat sudah surplus beras untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk, terutama kebutuhan beras untuk konsumsi dalam bentuk makanan. Sebelumnya telah dijelaskan, bahwa batasan kebutuhan beras yang diramalkan adalah kebutuhan beras yang hanya dikonsumsi (dalam bentuk makanan), tidak termasuk pakan ternak, benih/bibit, kebutuhan industri non makanan dan penggunaan lainnya, sehingga angka selisih yang diperoleh dapat digunakan untuk penggunaan lainnya, selain kebutuhan beras dalam bentuk makanan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan produksi beras yang diiringi peningkatan ketersediaan beras Jawa Barat tahun 2014—2018. Peningkatan produksi beras pada tahun 2014 hingga tahun 2018 sebesar 7 735 422 ton hingga 8 065 087 ton dan peningkatan ketersediaan beras sebesar 7 251 898 hingga 7 681 735. Selain itu, terdapat penurunan ketersediaan lahan, baik lahan padi sawah maupun lahan padi ladang di Jawa Barat tahun 2014—2018, yaitu sebesar 1 651 952 hektar hingga 1 577 728 hektar. Penurunan ketersediaan lahan disebabkan telah terjadi konversi lahan dari penggunaan pertanian menjadi non pertanian, dengan berkembangnya daerah-daerah industri di Jawa Barat.

Hasil peramalan kebutuhan beras menunjukkan penurunan pada tahun 2014—2018, dengan peningkatan peramalan jumlah penduduk dan penurunan peramalan konsumsi beras penduduk Jawa Barat pada tahun 2014—2018. Penurunan kebutuhan beras ini disebabkan telah terjadinya perubahan pola konsumsi penduduk akan suatu pangan, terutama dari pola konsumsi beras ke arah non beras. Hasil analisis peramalan ketersediaan luas lahan dengan peramalan produksi beras menunjukkan bahwa jumlah peramalan ketersediaan luas lahan yang diperoleh dapat memproduksi jumlah beras lebih dari jumlah peramalan produksi beras yang diperoleh.

(38)

24

Saran

Perlu adanya peramalan khusus untuk variabel produktivitas, sehingga dapat diperhitungkan dalam perkiraan produksi beras tahun mendatang berdasarkan peramalan ketersediaan lahan, karena pada penelitian ini hanya menggunakan angka produktivitas lahan di Jawa Barat pada tahun 2013, mengingat tidak diperhitungkannya faktor musim. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan kajian terkait pemilihan model ARIMA lainnya untuk model ARIMA yang tidak signifikan. Sebaiknya pada instansi-instansi terkait penelitian ini lebih memperhatikan kelengkapan data agar dapat mempermudah penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani M. 2007. Konsumsi pangan masyarakat Indonesia analisis data Susenas 1999—2005. Gizi Indon. 30(1):47—56.

Ariani M, Purwantini PB. 2010. Analisis pola konsumsi pangan rumah tangga pasca krisis ekonomi provinsi Jawa Barat. Bogor (ID): PPSEP.

Arifin B. 2001. Spektrum Kebijakan Pertanian Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga.

Box GEP, Jenkins GM, Reinsel GC. 1994. Time Series Analysis Forecasting and Control. Third Edition. Englewood Clifs (US): Prentice Hall.

Butar Butar EGV. 2012. Analisis faktor-faktor konversi lahan sawah irigasi teknis di provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Cahyaningsih R. 2008. Analisis pola konsumsi pangan di provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Darwanto DH. 2005. Ketahanan pangan berbasis produksi dan kesejahteraan petani. J Ilmu Pertanian. 12(2):152—164.

[Diperta Jabar] Dinas Pertanian Jawa Barat. 2013. Gema revitalisasi agribisnis jagung di Jawa Barat [Internet]. Jawa Barat (ID): Dinas Pertanian Jawa Barat [diunduh 2014 Ags 25]. Tersedia pada: http://diperta.jabarprov.go.id.

Hanani N, Asmara R, Nugroho Y. 2008. Analisis diversifikasi konsumsi pangan dalam memantapkan ketahanan pangan masyarakat pedesaan. J Sosial Ekonomi Pertanian. 8(1):1412—1425.

Hardinsyah, Amalia L. 2007. Perkembangan konsumsi terigu dan pangan olahannya di Indonesia 1993—2005. J Gizi dan Pangan. 2(1):8—15.

Iqbal M, Sumaryanto. 2007. Strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian bertumpu pada partisipasi masyarakat. Analisis Kebijakan Pertanian. 5(2):167—182.

(39)

25

Irawan B. 2008. Meningkatkan efektifitas kebijakan konversi lahan. J Agro Ekonomi. 26(2):116—131.

[Jabarprov] Provinsi Jawa Barat. 2014. Cetak lahan sawah baru siap direalisasikan tahun 2014 [Internet]. Jawa Barat (ID): Pusat Informasi Jawa Barat [diunduh 2014 Ags 10]. Tersedia pada: http://jabarprov.go.id.

Kusnadi N, Tinaprillia N, Susilowati SH, Purwoto A. 2011. Analisis efisiensi usahatani padi di beberapa sentra produksi padi di Indonesia. J Agro Ekonomi. 29(1):25—48.

Makridakis S, Wheelwright SC, Hyndman RJ. 1998. Forecasting: Methods and Aplications. Third Edition. New York (US): Jhon Wiley & Sons.

Muttaqin AZ, Martianto D. 2009. Konsumsi, kebutuhan dan kecukupan beras nasional tahun 2002—2007. J Gizi dan Pangan. 4(3):116—122.

Noveria M. 2012. Pertumbuhan Penduduk dan Kesejahteraan. Jakarta (ID): LIPI Pr.

[Pusdatin Kementan] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian. 2013. Produktivitas lahan Jawa Barat tahun 2013 [Internet]. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian [diunduh 2014 Ags 19]. Tersedia pada: http://pusdatin.go.id.

Rosegrant MW, Kasryno, Perez ND. 1998. Output response to prices and public investment in agriculture. Indonesian Food Crops. J Development Economics. 55(2):333—352.

Sitorus FMT. 2002. Lingkup Agraria Dalam Menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun Gunawan Wiradi. Bandung (ID): Yayasan Akatiga.

Sugiarto, Harijono. 2000. Peramalan Bisnis. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Sumaryanto, Saliem HP, Syafaat N, Ariani M, Friyatno S, Saktyanu KD, Suhartini SH, Pakpahan A. 1994. Analisis kebijaksanaan konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian. Kerjasama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan Proyek Pembangunan Pertanian [laporan hasil penelitian]. Bogor (ID): Badan Litbang Departemen Pertanian.

Sumaryanto. 2009. Diversifikasi sebagai salah satu pilar ketahanan pangan. J Agro Ekonomi. 27(2):93—108.

Suyastiri NM. 2008. Diversifikasi konsumsi pangan pokok berbasis potensi lokal dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga pedesaan di kecamatan Semin Gunung Kidul. J Ekonomi Pembangunan. 13(1):51—60.

(40)

26

LAMPIRAN

Lampiran 1 Historis data produksi dan ketersediaan beras

Tahun Produksi Padi (ton)

Faktor Konversi GKG

ke Beras (%)

Produksi Beras

(ton)

Ketersediaan Beras (ton)

1982 7 431 497 68.0 5 053 418 4 632 914

1983 7 779 046 68.0 5 289 751 4 850 978

1984 8 527 634 68.0 5 798 791 5 314 035

1985 9 022 945 68.0 6 135 603 5 625 928

1986 9 088 876 68.0 6 180 436 5 666 495

1987 9 262 517 68.0 6 298 512 5 776 594

1988 9 537 995 6.80 6 485 837 5 949 389

1989 10 282 963 65.0 6 683 926 6 132 915

1990 10 415 386 65.0 6 770 001 6 212 499

1991 9 893 079 65.0 6 430 501 5 901 962

1992 10 863 393 65.0 7 061 205 6 482 317

1993 10 820 862 65.0 7 033 560 6 461 713

1994 9 860 375 65.0 6 409 244 5 885 192

1995 10 778 957 65.0 7 006 322 6 433 750

1996 10 747 659 65.0 6 985 978 6 415 287

1997 10 352 650 65.0 6 729 223 6 179 515

1998 9 795 638 63.2 6 190 843 5 669 620

1999 9 993 014 63.2 6 315 585 5 785 095

2000 9 217 733 63.2 5 825 607 5 348 905

2001 9 237 593 63.2 5 838 159 5 360 129

2002 9 166 872 63.2 5 793 463 5 320 559

2003 8 776 889 63.2 5 546 994 5 196 752

2004 9 602 302 63.2 6 068 655 5 684 539

2005 9 787 217 63.2 6 185 521 5 794 349

2006 9 418 572 63.2 5 952 538 5 576 496

2007 9 914 020 63.2 6 265 661 5 870 847

2008 10 111 070 63.2 6 390 196 5 988 511

2009 11 322 682 62.7 7 103 851 6 658 397

2010 11 737 070 62.7 7 363 838 6 901 829

2011 11 638 891 62.7 7 302 240 6 844 977

2012 11 271 861 62.7 7 071 966 6 628 866

2013 12 083 162 62.7 7 580 976 7 106 408

(41)

27

Lampiran 2 Historis faktor koreksi ketersediaan beras

Tahun Kebutuhan Bibit (kg/ha)

Luas Panen (hektar)

Kebutuhan Bibit (ton)

Pakan (%)

Padi Tercecer

(%)

Beras Tercecer

(%)

1982 38.08 1 797 745 68 458 2.00 5.4 2.5

1983 38.00 1 831 699 69 605 2.00 5.4 2.5

1984 40.66 2 012 602 81 832 2.00 5.4 2.5

1985 39.24 2 085 193 81 823 2.00 5.4 2.5

1986 39.97 2 082 038 83 219 2.00 5.4 2.5

1987 40.31 2 036 709 82 100 2.00 5.4 2.5

1988 40.65 2 043 843 83 082 2.00 5.4 2.5

1989 40.76 2 128 807 86 770 2.00 5.4 2.5

1990 40.76 2 133 357 86 956 2.00 5.4 2.5

1991 40.76 1 988 465 81 050 2.00 5.4 2.5

1992 39.67 2 185 698 86 707 2.00 5.4 2.5

1993 36.71 2 152 592 79 022 2.00 5.4 2.5

1994 39.06 1 960 210 76 566 2.00 5.4 2.5

1995 39.06 2 131 021 83 238 2.00 5.4 2.5

1996 39.01 2 118 956 82 660 2.00 5.4 2.5

1997 39.01 2 040 680 79 607 2.00 5.4 2.5

1998 45.80 2 179 976 99 843 2.00 5.4 2.5

1999 45.80 2 181 205 99 899 2.00 5.4 2.5

2000 39.01 1 849 893 72 164 2.00 5.4 2.5

2001 39.01 1 866 069 72 795 2.00 5.4 2.5

2002 39.01 1 792 320 69 918 2.00 5.4 2.5

2003 25.00 1 664 386 41 610 0.44 5.4 2.5

2004 25.00 1 880 142 47 004 0.44 5.4 2.5

2005 25.00 1 894 796 47 370 0.44 5.4 2.5

2006 25.00 1 798 260 44 957 0.44 5.4 2.5

2007 25.00 1 829 085 45 727 0.44 5.4 2.5

2008 25.00 1 803 628 45 091 0.44 5.4 2.5

2009 25.00 1 950 203 48 755 0.44 5.4 2.5

2010 25.00 2 037 657 50 941 0.44 5.4 2.5

2011 25.00 1 964 466 49 112 0.44 5.4 2.5

2012 25.00 1 918 799 47 970 0.44 5.4 2.5

2013 25.00 2 029 891 50 747 0.44 5.4 2.5

(42)

28

Lampiran 3 Historis data luas lahan padi sawah dan padi ladang Jawa Barat

Tahun

Luas Lahan Padi Sawah

(ha)

Luas Lahan Padi Ladang

(ha)

Jumlah Luas Lahan Padi Sawah +Ladang

(ha)

1982 1 208 667 939 145 2 147 812

1983 965 345 978 187 1 943 532

1984 1 207 628 985 662 2 193 290

1985 1 206 451 978 054 2 184 505

1986 1 202 186 980 165 2 182 351

1987 1 199 735 974 346 2 174 081

1988 1 191 375 990 019 2 181 394

1989 1 194 507 1 036 302 2 230 809

1990 1 174 230 1 029 057 2 203 287

1991 1 177 541 1 017 680 2 195 221

1992 1 175 550 1 023416 2 198 966

1993 1 184 628 1 003331 2 187 959

1994 1 174 906 784 548 1 959 454

1995 1 154 131 1 032 712 2 186 843

1996 1 139 428 1 024 992 2 164 420

1997 1 129 209 1 023 729 2 152 938

1998 1 129 019 1 035 191 2 164 210

1999 1 123 240 1 031 504 2 154 744

2000 1 123 303 849 888 1 973 191

2001 933 490 799 531 1 733 021

2002 881 637 647 097 1 528 734

2003 934 095 784 359 1 718 454

2004 930 347 795 126 1 725 473

2005 924 832 789 397 1 714 229

2006 923 432 791 617 1 715 049

2007 939 228 866 328 1 805 556

2008 944 888 798 314 1 743 202

2009 949 914 797 087 1 747 001

2010 942 411 787 951 1 730 362

2011 942 974 773 651 1 716 625

2012 938 058 763 499 1 701 557

2013 916 516 756 554 1 673 070

Gambar

Tabel 1  Jenis dan sumber data pokok
Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat
Gambar 2  Pola data produksi beras provinsi Jawa Barat  tahun 1982—2013
Tabel 2  Signifikansi model ARIMA produksi beras
+7

Referensi

Dokumen terkait

di channel Youtube resmi mereka &#34;Official Sabyan Gambus&#34; sejak pertengahan tahun 2017 dan hampir semuanya sudah ditonton jutaan kali. Hampir di semua video klip

Dalam kaitannya dengan anak, BK bertujuan untuk membantu anak supaya dapat mengenal dirinya dan lingkungan terdekatnya sehingga dapat menyesuaikan diri melalui

Factors that could cause actual results to differ include, but are not limited to, economic, social and political conditions inIndonesia; the state of the property industry

Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan galur sorgum mutan BMR secara umum hampir sama dengan galur sorgum mutan non BMR pada musim kemarau, terlihat pada parameter tinggi

Tulisan ini membahas analisis return dan resiko saham–saham syariah yang selalu masuk dalam JII pasca krisis global 2008 (Januari 2009 – 30 Desember 2010), alat analisis

penulisan skripsi berjudul “Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Industri Kreatif di Indonesia” , penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data