• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Ekstrak Daun Mundu (Garcinia dulcis) sebagai Larvasida Nyamuk Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Ekstrak Daun Mundu (Garcinia dulcis) sebagai Larvasida Nyamuk Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MUNDU

(

Garcinia dulcis)

SEBAGAI LARVASIDA NYAMUK

Culex quinquefasciatus

dan

Aedes aegypti

SHOVIA HAIRANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Ekstrak Daun Mundu (Garcinia dulcis) sebagai Larvasida Nyamuk Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

SHOVIA HAIRANI. Efektivitas Ekstrak Daun Mundu (Garcinia dulcis) sebagai Larvasida Nyamuk Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti. Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan SUPRIYONO.

Nyamuk merupakan jenis serangga yang merugikan manusia karena perannya sebagai vektor penyakit. Penggunaan zat sintetik sebagai pengendalian nyamuk menyebabkan terjadinya resistensi terhadap senyawa ini dan menimbulkan pencemaran/keracunan pada hewan dan manusia. Oleh sebab itu, saat ini dikembangkan insektisida berbahan nabati. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun mundu (Garcinia dulcis) sebagai larvasida nyamuk Cx. quinquefasciatus dan Ae. aegypti. Penelitian ini dilakukan dua tahap, tahap pertama pengujian fitokimia secara kualitatif dan ekstraksi daun mundu dengan etanol 70%. Tahap kedua adalah pengujian terhadap larva dengan perlakuan konsentrasi ekstrak daun mundu dan lama kontak. Hasil uji efektivitas menunjukkan bahwa pada konsentrasi 2 000 ppm dengan lama kontak 72 jam menyebabkan 85% kematian larva Cx. quinquefasciatus dan 100% larva Ae. aegypti. Peningkatan mortalitas larva seiring dengan peningkatan kosentrasi dan waktu kontak. Nilai LC50 pada Cx. quinquefasciatus dan Ae. aegypti adalah 280,13 ppm dan 157,88 ppm dengan lama kontak 72 jam. Ekstrak daun mundu lebih efektif terhadap larva Ae. aegypti dibandingkan Cx. quinquefasciatus.

Kata kunci : Aedes aegypti, Culex. quinquefasciatus, Garcinia dulcis, larvasida

ABSTRACT

SHOVIA HAIRANI. Effectiveness of Mundu (Garcinia dulcis) Leaf Extract as Mosquito Larvicide Againts Culex quinquefasciatus and Aedes aegypti. Supervised by SUSI SOVIANA and SUPRIYONO.

Mosquitoes are insects that harm for humans because of its role as vectors of disease. The use of synthetic substances as insecticide causing mosquitoes resistance to these compounds and cause pollution/poisoning in animals and humans. Therefore, nowadays there are many plant were developed as bioinsecticide. The purpose of this research is to measure effectiveness of mundu leaf (Garcinia dulcis) as mosquito larvicides to Cx. quinquefasciatus and Ae. aegypti. This research conducted in two phase, the first phase was qualitative testing of phytochemical and extracting of mundu leaf with 70% ethanol. The second phase was efficacy test of mosquitoes larvae by treatment concentration and duration of contact the mundu leaf extract. The result showed that 85% Cx. quinquefasciatus larvae and 100% Ae. aegypti larvae were death in 2000 ppm concentration of mundu leaf extract and 72 hours contact. The increasing mortality of larvae get along with the increasing of consentration and contact time. LC50 of Cx. quinquefasciatus and Ae. aegypti larvae were about 280,13 ppm

and 157,88 ppm at 72 hours of contact time. Mundu leaf extract was more effective against larvae of Ae. aegypti than Cx. quinquefasciatus.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MUNDU

(

Garcinia dulcis)

SEBAGAI LARVASIDA NYAMUK

Culex quinquefasciatus

dan

Aedes aegypti

SHOVIA HAIRANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Efektivitas Ekstrak Daun Mundu (Garcinia dulcis) sebagai Larvasida Nyamuk Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti Nama : Shovia Hairani

NIM : B04100020

Disetujui oleh

Dr Drh Susi Soviana, MSi Pembimbing I

Drh Supriyono, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan FKH-IPB

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah insektisida nabati, dengan judul Efektivitas Ekstrak Daun Mundu (Garcinia dulcis) sebagai Larvasida Nyamuk Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Drh Susi Soviana, MSi dan Bapak Drh Supriyono, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi masukan dan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Entomologi IPB yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Otong Bustomi, Ibunda Devi Kania dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih saya juga sampaikan kepada sahabat saya (Dini, Shine, Amanda, Faisal, Gamma, Iwan, Hida, Risti, Harini, Laras) dan keluarga Acromion 47 yang senantiasa membantu dan mendukung saya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis sangat menghargai untuk saran yang diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Mundu (Garcinia dulcis) 2

Nyamuk Culex quinquefasciatus 3

Nyamuk Aedes aegypti 4

Insektisida Nabati 6

METODE 7

Waktu dan Tempat 7

Persiapan Daun Mundu 7

Pembuatan Ekstrak Daun Mundu 7

Uji Fitokimia 7

Persiapan Larva Nyamuk 8

Uji Aktivitas Larvasida 8

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Ekstraksi dan Fitokimia Ekstrak Daun Mundu 9

Efektivitas Ekstrak Daun Mundu terhadap Mortalitas

larva Cx. quinquefasciatus 9

LC50 Ekstrak Daun Mundu terhadap larva Cx. quinquefasciatus 10 Efektivitas Ekstrak Daun Mundu terhadap Mortalitas larva Ae. aegypti 11 LC50 Ekstrak Daun Mundu terhadap larva Ae. aegypti 12

SIMPULAN DAN SARAN 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

(12)

DAFTAR TABEL

1 Hasil uji kualitatif fitokimia ekstrak etanol 70% daun mundu 9 2 Persentase kematian larva Cx. quinquefasciatus terhadap berbagai

konsentrasi ekstrak dan lama kontak dengan daun mundu 10 3 Persentase kematian larva Ae. aegypti terhadap berbagai konsentrasi

ekstrak dan lama kontak dengan daun mundu 11

DAFTAR GAMBAR

1 Pohon mundu dan daun mundu 2

2 Larva Cx. quinquefasciatus dan nyamuk dewasa 3

3 Larva Ae. aegypti dan nyamuk dewasa 5

4 Nilai LC50 ekstrak daun mundu terhadap larva Cx. quinquefasciatus

pada kontak 24, 48 dan 72 jam 11

5 Nilai LC50 ekstrak daun mundu terhadap larva Ae. aegypti

pada kontak 24, 48 dan 72 jam 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji ANOVA Cx. quinquefasciatus 16

2 Hasil uji ANOVA Ae. aegypti 17

3 Duncan Post hoc Cx. quinquefasciatus 18

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang mempunyai kelembaban dan suhu optimal yang mendukung bagi kelangsungan hidup serangga. Nyamuk merupakan satu diantara jenis serangga yang dapat merugikan manusia karena perannya sebagai vektor penyakit. Beberapa jenis penyakit seperti filariasis, encephalitis, dan dirofilariasis ditularkan melalui nyamuk Culex sp. serta penyakit demam berdarah dengue (DBD) oleh Aedes aegypti (Manalu 2008; Hadi dan Koesharto 2006).

Upaya pengendalian untuk mencegah penyakit yang ditularkan melalui nyamuk baik secara kimia maupun alami telah dilakukan dengan memutus kontak antara nyamuk dengan manusia. Berbagai jenis larvasida dan insektisida telah digunakan untuk mengendalikan nyamuk. Insektisida sintetik lebih disukai karena mudah didapat, praktis mengaplikasikannya, hasilnya relatif cepat dan harganya lebih murah. Penggunaan insektisida sintetik tersebut tidak hanya menimbulkan dampak positif tetapi juga memberikan dampak negatif. Insektisida tersebut berbahaya karena dapat merusak kehidupan biota sekitar dan menyebabkan resistensi nyamuk. Insektisida nabati digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi penggunaan insektisida kimiawi. Insektisida nabati memiliki daya kerja yang tinggi, ramah lingkungan, mudah terurai, toksisitas rendah dan keamanan yang lebih tinggi (Kardinan 2005).

Berbagai jenis tumbuhan yang merupakan bahan pestisida nabati dapat dimanfaatkan untuk pengendalian serangga hama. Lebih dari 40 jenis tumbuhan di Indonesia berpotensi sebagai pestisida nabati. Famili tumbuhan yang potensial sebagai insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan Rutaceae (Heyne 1987). Beberapa contoh tanaman yang berpotensi sebagai larvasida yaitu daun pandan wangi, dandang gendis, sumbang colok, dan tapak dara (Susanna et al. 2003; Andriani 2008; Assidiqi 2012; Rohananto 2013).

Tanaman mundu yang termasuk dalam famili Clusiaceae juga berpotensi sebagai insektisida nabati. Menurut Hariana (2006) tanaman mundu mengandung saponin, renin, tanin, antikuinon, xanton, kumarin, biflavonoid, dan benzofenon. Senyawa-senyawa seperti sianida, saponin, tanin, flavonoid, steroid, dan alkaloid diduga dapat berfungsi sebagai pestisida nabati yang dapat mengendalikan hama (Aminah 1995). Namun demikian, efektivitas tanaman mundu sebagai insektisida nabati belum banyak diteliti secara ilmiah. Oleh karena itu dilakukan penelitian menggunakan ekstrak daun mundu sebagai larvasida nyamuk Cx. quinquefasciatus dan Ae. aegypti.

Tujuan Penelitian

(14)

2

Gambar 1 Pohon mundu (Garcinia dulcis) (1a) dan daun mundu (1b) Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang pengaruh ekstrak daun mundu (Garcinia dulcis) terhadap mortalitas Cx. quinquefasciatus dan Ae. aegypti sehingga dapat dimanfaatkan sebagai larvasida nabati yang ramah lingkungan.

TINJAUAN PUSTAKA

Mundu (Garcinia dulcis)

Mundu atau Garcinia dulcis merupakan sejenis pohon buah-buahan yang langka yang berkerabat dekat dengan manggis (Garcinia mangostana). Klasifikasi daun mundu adalah :

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Theales

Famili : Clusiaceae Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia dulcis

Beberapa daerah menyebut mundu sebagai baros dan kledeng (Jawa), jawura dan golodog panto (Sunda), dan patung (Makasar). Mundu tumbuh liar di pulau Jawa bagian timur pada ketinggian tanah kurang dari 500 m dari permukaan laut dan daerah yang tidak terlalu kering. Sebagai tumbuhan liar mundu sudah ada yang memanfaatkan sebagai pohon buah (Tohir 1978). Ukuran tanaman mundu dewasa tingginya mencapai 10-12 meter dengan diameter 0,20 meter. Tumbuhan ini memiliki kanopi sedang, batang utama lurus dengan cabang-cabang bersudut (Gambar 1a). Letak daun berpasang-pasangan, berbentuk bujur, menyempit, permukaan atas daun licin dengan panjang 22-45 cm, dan sistem perakaran lebih kuat dibanding jenis lainnya dalam genus Garcinia (Gambar 1b) (Heyne 1987).

(15)

3

Gambar 2 Larva Cx. quinquefasciatus (2a) dan nyamuk Cx. quinquefasciatus dewasa (2b) Sumber : ICPMR 2002

(Tohir 1978). Manfaat tanaman mundu mulai dari kulit batangnya yang berguna sebagai pewarna pada anyam-anyaman dan getah buah untuk pewarna kuning jika dicampur temulawak dan tawas. Selain itu, buah yang matang dapat dimakan dan dibuat selai, sedangkan bijinya jika dilumatkan dengan cuka dan garam dapat digunakan sebagai obat pada bengkak-bengkak kelenjar (Heyne 1987).

Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam biji dan daun mundu diantaranya saponin, flavonoid, dan tanin. Efek farmakologis mundu diantaranya anti-inflamasi dan antipiretik (Hariana 2006). Selain itu, menurut Hafid (1987), kulit buah Garcinia mangostana yang berkerabat dengan mundu mengandung pigmen, saponin, resin, tanin, antikuinon, xanton, dan kumarin.

Nyamuk Culex quinquefasciatus

Cx. quinquefasciatus memiliki ciri-ciri yang spesifik yaitu tidak memiliki gelang putih pada probosisnya, memiliki tergit belang hitam-putih, toraks berwarna coklat pudar dan integument pleuron berwarna pucat merata (Gambar 2b). Pupa berbentuk oval dengan ujung abdomen seperti ekor dan memiliki sepasang tabung udara. Larva Culex (Gambar 2a) memiliki sifon yang tumbuh langsing, pekten yang berbentuk sempurna dan umumnya mempunyai lebih dari satu kelompok rambut (hair tuft) . Telur nyamuk diletakkan bisa secara berderet-deret seperti rakit dipermukaan air (Hadi dan Koesharto 2006).

Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna mulai dari stadium telur, larva, pupa dan dewasa. Nyamuk Cx. quinquefasciatus meletakan telurnya di atas permukaan air secara bergerombol dan bersatu membentuk rakit. Telur akan menetas menjadi larva. Stadium larva terdiri atas empat instar dan berlangsung 6-8 hari. Setelah larva instar IV terbentuk, akan berkembang menjadi pupa yang merupakan stadium dari nyamuk sebelum dewasa. Stadium pupa merupakan stadium inaktif dan tidak memerlukan makanan. Stadium pupa berlangsung selama 2-3 hari. Pupa akan menjadi nyamuk dan nyamuk dewasa yang muncul akan melakukan perkawinan kemudian mencari darah vertebrata (Clements 2000).

(16)

4

akan beristirahat selama 2-3 hari. Kebiasaan dari nyamuk ini yaitu beristirahat di rumah sehingga sering disebut nyamuk rumah (Hadi dan Koesharto 2006).

Berbagai agen penyakit yang dapat ditularkan oleh nyamuk seperti virus Japanese Encephalitis penyebab radang otak ditularkan oleh Cx. tritaeniorhynchus, dan berbagai jenis cacing filaria seperti Wucheria brancofti dan Brugia malayi penyebab Filariasis (penyakit kaki gajah) ditularkan oleh Cx. quinquefasciatus. Selain itu nyamuk genus ini juga mengganggu hewan dan menularkan penyakit cacing jantung anjing (Dirofilaria immitis) (Hadi dan Koesharto 2006).

Japanese Encephalitis (JE) merupakan penyakit yang disebabkan oleh flavivirus yang patogen pada manusia. Infeksi JE diperlukan adanya reservoir yaitu babi dan unggas air, selain itu amplifier host untuk memperbanyak virus pada babi. Nyamuk Culex merupakan vektor yang menyebarkan virus JE. Penyakit ini memunculkan tanda-tanda klinis encephalitis pada manusia yang terinfeksi dan dapat berakibat fatal (OIE 2010). Indonesia termasuk dalam wilayah yang endemis. Kejadian ini banyak di laporkan di daerah Bali (Yamanka et al. 2010).

Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing dengan vektor nyamuk Culex. Cacing tersebut hidup dalam saluran dan kelenjar getah bening. Manifestasi gejala akut berupa demam berulang 3-5 hari dan peradangan pada kelenjar dan saluran getah bening. Stadium lanjut menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin (Palumbo 2008).

Nyamuk Aedes aegypti

Ae. aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Cx. quinquefasciatus), memiliki corak hitam putih pada bagian-bagian toraks (dada), abdomen (perut), dan tungkai (kaki). Bentuk morfologi yang khas dikenal sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lira (lire-shaped) berwarna putih pada dorsal dada (punggung) yaitu ada dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan (Gambar 3b). Telur Aedes yang berwarna hitam dan oval diletakan satu-persatu pada dinding bejana yang berisi air. Telur ini dapat tahan hidup dalam waktu lama tanpa air, meskipun harus tetap dalam lingkungan yang lembab. Larva Ae. aegypti memiliki bentuk sifon yang tidak langsing dan hanya memiliki satu pasang hair tuft serta pekten yang tumbuh tidak sempurna (Gambar 3a). Pupa nyamuk berbentuk seperti koma. Kepala dan dadanya bersatu dilengkapi dengan sepasang terompet pernafasan (Hadi dan Koesharto 2006).

(17)

5

Gambar 3 Larva Ae. aegypty (3a) dan nyamuk Ae. aegypti dewasa (3b) Sumber : ICPMR 2002

makan. Dalam waktu kurang lebih dua hari, dari pupa akan munculah nyamuk dewasa. Siklus hidup bisa diselesaikan dalam waktu 9-12 hari (Hadi dan Koesharto 2006).

Ae. aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena nyamuk betina membutuhkan darah manusia untuk memenuhi kebutuhan protein dalam proses pematangan telurnya. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena nyamuk Ae. aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Perilaku inilah yang meningkatkan potensi nyamuk sebagai vektor penyakit (CDC 2012).

Penyakit yang disebarkan oleh nyamuk Ae. aegypti diantaranya adalah demam berdarah dengue (DBD) dan chikungunya. Ae. aegypti merupakan vektor utama penyakit DBD, karena tempat perindukkannya berada di sekitar rumah dan hidupnya tergantung pada darah manusia, sehingga spesies ini berhubungan erat dengan habitat manusia. DBD disebabkan oleh virus Dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Tanda yang paling sering berupa demam, nyeri pada otot dan nyeri sendi. Gambaran penyakit ini sangat bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat dengan tanda-tanda demam tinggi, perdarahan pada kulit mungkin juga pada gusi dan cenderung terjadinya shock. Masa inkubasi dengue antara 5-8 hari dapat juga sampai 15 hari. Sampai sekarang penyakit DBD belum ditemukan obat maupun vaksinnya, sehingga satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya penyakit ini dengan memutuskan rantai penularan yaitu dengan pengendalian vektor (CDC 2011).

(18)

6

Insektisida Nabati

Insektisida nabati berasal dari bahan tumbuhan yang diekstraksi kemudian diproses menjadi konsentrat dengan tidak mengubah struktur kimianya. Insektisida nabati bersifat hit and run, yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada saat itu dan setelah hamanya terbunuh maka residunya akan cepat menghilang di alam (Kardinan 2005). Pestisida nabati ini relatif aman bagi lingkungan, mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Pestisida nabati dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. Keuntungan penggunaan pestisida nabati antara lain bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia atau ternak peliharaan (Retno 2006).

Cara insektisida memberikan pengaruh terhadap titik tangkap (target site) di dalam tubuh serangga disebut mode of action. Titik tangkap pada serangga biasanya berupa enzim atau protein. Beberapa jenis insektisida dapat mempengaruhi lebih dari satu titik tangkap pada serangga. Cara kerja insektisida terbagi dalam 5 kelompok yaitu mempengaruhi sistem saraf, menghambat produksi energi, mempengaruhi sistem endokrin, menghambat produksi kutikula dan menghambat keseimbangan air. Senyawa yang merusak sistem saraf bekerja menurunkan enzim asetilkolineterase. Enzim ini bertugas menghantarkan pesan atau impuls dari saraf otot melalui sinaps (Fradin dan Day 2002). Sementara itu, mode of entry adalah cara insektisida masuk ke dalam tubuh serangga, dapat melalui kutikula (racun kontak), alat pencernaan (racun perut), atau lubang pernafasan (racun pernafasan) (Kemenkes 2012). Meskipun demikian suatu insektisida dapat mempunyai satu atau lebih cara masuk ke dalam tubuh serangga.

Pestisida nabati tidak hanya mengandung satu jenis bahan aktif, tetapi beberapa jenis bahan aktif. Bahan aktif dapat bervariasi baik dalam hal komposisi maupun konsentrasi pada tanaman sejenis, bergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman, iklim dan kondisi tanah. Bahan aktif kemungkinan merupakan campuran dari beberapa bahan aktif yang bekerja secara sinergis. Data mengenai toksikologi dan ekotoksikologi pestisida nabati sangat terbatas dan standar untuk menganalisis bahan aktif dari pestisida alami relatif sulit (Retno 2006). Hasil penelitian menunjukan bahwa beberapa jenis pestisida nabati cukup efektif terhadap beberapa jenis hama, baik hama di lapangan, rumah tangga (nyamuk dan lalat), maupun di gudang. Saat ini sudah dirintis produksi massal anti nyamuk demam berdarah dengan bahan aktif dari tanaman (pestisida nabati) (Kardinan 2005).

(19)

7 nyamuk Ae. aegypti diperoleh nilai LC50 sebesar 2,1 ppm. Altosid® merupakan salah satu larvasida yang menggunakan bahan aktif methoprene dan bekerja menghambat pertumbuhan pada stadium sebelum dewasa sehingga larva gagal berkembang menjadi nyamuk (Shinta et al. 2011).

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Insektarium Laboratorium Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dan Uji Fitokimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Cimanggu Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Maret sampai dengan Juli 2013.

Persiapan Daun Mundu

Sampel yang digunakan adalah daun mundu dengan tidak membedakan pemilihan daun muda atau tua yang diambil dari kawasan agrowisata di Tajur, Kabupaten Bogor. Sampel yang diperoleh dicuci terlebih dahulu dan dipisahkan antara batang dengan daun, setelah itu diambil daunnya.

Pembuatan Ekstrak Daun Mundu

Daun mundu yang tersedia dicuci dan dipisahkan dengan batangnya, setelah itu dipilih daun yang baik dan dikeringkan. Daun yang sudah kering dihaluskan untuk mendapatkan serbuk daun mundu. Serbuk daun mundu kering diekstraksi secara maserasi dengan etanol 70% dan dilakukan remaserasi hingga filtrat tidak berwarna hijau lagi. Ekstrak kemudian disaring dan dilakukan proses evaporasi untuk menguapkan etanol sehingga menjadi kental.

Uji Fitokimia

Uji Alkaloid

Sebanyak 1 gram serbuk daun mundu dilarutkan dalam 10 mL kloroform dan 4 tetes NH4OH kemudian disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 6 mL H2SO4 2 M dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf yang akan menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, coklat, dan merah jingga (Harborne 1996).

Uji Saponin dan Flavanoid

(20)

8

dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup kemudian dikocok selama 10 detik dan dibiarkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil. Sebanyak 10 mL filtrat yang lain ditambahkan 0,5 gram serbuk Mg, 2 mL alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan perbandingan v/v 1:1), dan 20 mL alkohol kemudian dikocok dengan kuat. Terbentuknya warna merah, kuning, dan jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavanoid (Harborne 1996).

Uji Tanin

Sebanyak 5 gram sampel dilarutkan dalam akuades kemudian dipanaskan selama 5 menit, lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Sebanyak 5 mL filtrat hasil penyaringan ditambahkan 3 tetes FeCl3 10%. Terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan terdapat senyawa tanin (Harborne 1996).

Uji Triterpenoid dan Steroid

Sebanyak 2 gram sampel dilarutkan dengan 25 mL etanol dan disaring kedalam pinggan porselin kemudian diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan 1 mL dietil eter dan dihomogenasikan. Selanjutnya ekstrak dipindahkan ke dalam lempeng tetes lalu ditambahkan 1 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat. Warna merah atau ungu menunjukkan kandungan triterpenoid sedangkan warna hijau atau biru menunjukkan kandungan steroid (Harborne 1996).

Persiapan Larva Nyamuk

Telur nyamuk Cx. quinquefasciatus dan Ae. aegypti ditetaskan dalam nampan plastik yang berisi air. Setelah telur menetas menjadi larva diberi makan pelet ikan atau hati ayam. Telur tersebut akan menetas dan menjadi larva instar I sekitar 24 jam atau lebih. Instar II berkembang setelah 2-3 hari, dan instar III terjadi setelah 3-4 hari. Perubahan tiap instar ditunjukkan dengan terjadinya ecdysis (pelepasan kulit). Larva yang digunakan pada penelitian ini menggunakan larva instar III.

Uji Aktivitas Larvasida

Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 125, 250, 500, 1000, dan 2 000 ppm. Kontrol positif menggunakan senyawa Temephos sesuai dengan anjuran pada leaflet yaitu kosentrasi 1 ppm sedangkan kontrol negatif menggunakan akuades. Sebanyak 20 larva instar III Cx. quinquefasciatus dan Ae. aegypti dimasukan ke dalam gelas plastik yang berisi 200 mL larutan ekstrak daun mundu. Pengamatan kematian larva dilakukan pada 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan. Percobaan dilakukan dengan tiga kali ulangan (WHO 2013).

Analisis Data

(21)

9

Tabel 1 Uji kualitatif fitokimia ekstrak etanol 70% daun mundu

Jenis pengujian fitokimia Hasil pengujian

Ekstraksi dan Fitokimia Ekstrak Daun Mundu

Pengujian efektivitas larvasida pada ekstrak daun mundu belum pernah dilakukan sebelumnya. Hasil ekstrak daun mundu diperoleh 149,6 gram dari berat kering 593 gram, dengan rendemen 25,23%. Perhitungan rendemen ekstrak kasar dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat terekstrak oleh pelarut tertentu. Ekstrak tersebut kemudian dilakukan uji fitokimia secara kualitatif. Hasil uji fitokimia tersebut menunjukan daun mundu mengandung senyawa saponin, alkaloid, tanin, fenolik, flavonoid, triterfenoid, steroid, dan glikosida (Tabel 1). Senyawa golongan saponin dan alkaloid diketahui berpotensi sebagai insektisida nabati karena sifat toksiknya (Aminah 1995). Senyawa-senyawa bioaktif ini berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan larva nyamuk.

Menurut Cania dan Setyaningrum (2010), alkaloid merupakan garam yang dapat mendegradasi dinding sel dan merusak sel, serta mengganggu sistem kerja syaraf larva nyamuk. Senyawa alkaloid ini menyebabkan terjadinya perubahan warna pada tubuh larva menjadi lebih transparan dan gerakan tubuh larva yang melambat bila dirangsang dengan sentuhan. Saponin mempunyai mekanisme kerja dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan, penyerapan makanan, dan mempunyai kemampuan untuk merusak membran sel. Saponin juga memiliki fungsi sebagai antijamur, antibakteri, antivirus dan antiprotozoa (Turk 2006).

Tanin dapat mengganggu serangga dalam mencerna makanan karena tanin akan mengikat protein dalam sistem pencernaan, sehingga proses penyerapan protein dalam sistem pencernaan menjadi terganggu (Hagerman 2002). Gejala klinis dari individu yang mengalami keracunan tanin yaitu anoreksia, depresi, adanya ulkus di saluran pencernaan, tergantung seberapa besar tanin yang masuk ke dalam tubuh individu (Frutos et al. 2004). Flavonoid bekerja dengan masuk ke dalam tubuh larva melalui sistem pernafasan yang kemudian akan menimbulkan kerusakan pada sistem pernafasan (Cania dan Setyaningrum 2013).

Efektivitas Ekstrak Daun Mundu terhadap Mortalitas Larva Cx. quinquefasciatus

(22)

10

Tabel 2 Persentase kematian larva Cx. quinquefasciatus terhadap berbagai konsentrasi ekstrak dan lama kontak dengan daun mundu

Konsentrasi nyata pada taraf 5% (p<0.05).

dapat dilihat pada Tabel 2. Perlakuan ekstrak daun mundu pada konsentrasi 125 ppm menunjukkan persentase kematian larva terendah dengan lama kontak 24 jam. Sementara itu, konsentrasi 2 000 ppm menyebabkan kematian tertinggi dengan lama kontak 72 jam.

Berdasarkan hasil pengamatan semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula rata-rata kematian larva nyamuk. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka semakin tinggi pula kandungan bahan aktif yang ada pada ekstrak daun mundu. Selain itu, waktu/lama kontak dengan bahan uji juga berpengaruh terhadap kematian larva. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak larva nyamuk terhadap ekstrak daun mundu yang diberikan maka jumlah kematian larva nyamuk semakin meningkat. Semakin lama waktu perlakuan, persentase kematian larva nyamuk Culex sp. menunjukkan adanya peningkatan yang bervariasi sesuai besarnya konsentrasi, sehingga kematian larva berbanding lurus dengan lama waktu kontak dan besarnya konsentrasi yang diberikan (Widajat et al. 2008 ; Wardani et al. 2010).

LC50 Ekstrak Daun Mundu terhadap Larva Cx. quinquefasciatus

Pengujian larvasida senyawa bioaktif yang terdapat dalam ekstrak kasar tumbuhan diperlukan untuk menentukan konsentrasi dari suatu zat yang dapat menyebabkan keracunan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui jumlah penggunaan konsentrasi yang tepat dalam aplikasinya. Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian ditentukan dengan nilai konsentrasi letal 50 (LC50). Nilai LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan yang menyebabkan 50% populasi hewan uji mengalami kematian. Suatu ekstrak kasar memiliki potensi bioaktif apabila memiliki nilai LC50 kurang dari 1 000 ppm (Andriani 2008).

(23)

11

Tabel 3 Persentase kematian larva Ae. aegypti terhadap berbagai konsentrasi ekstrak dan lama kontak dengan daun mundu

Konsentrasi

Huruf superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (p<0.05).

Gambar 4 Nilai LC50 ekstrak daun mundu terhadap larva Cx. quinquefasciatus pada kontak 24, 48 dan 72 jam

Nilai LC50 tersebut masih jauh di atas nilai LC50 standar untuk larvasida nabati (senyawa murni) yaitu berkisar 0,1-49 ppm. Senyawa murni yang terkandung dalam insektisida nabati tersebut yaitu alkaloid, saponin, dan tanin (Geris et al. 2008). Kondisi ini disebabkan ekstrak kasar masih banyak mengandung komponen senyawa yang perlu dipisahkan lebih lanjut untuk mendapat senyawa aktif tunggal (murni) dan daya tahan spesies terhadap senyawa tertentu.

Efektivitas Ekstrak Daun Mundu terhadap Mortalitas Larva Ae. aegypti

(24)

12

LC50 Ekstrak Daun Mundu terhadap Larva Ae. aegypti

Hasil analisis probit menunjukkan nilai LC50 daun mundu adalah 920,32 ppm pada jam ke-24, jam ke-48 adalah 303,99 ppm dan jam ke-72 adalah 157,88 ppm sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5. Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi, maka nilai kematian 50% larva semakin cepat. Nilai LC50 yang diperoleh sangattinggi dan masih jauh dibawah standar untuk larvasida nabati sama seperti pada nyamuk Cx. quinquefasciatus.

Ekstrak kasar daun mundu diuji dengan larva instar III nyamuk Cx quinquefasciatus dan Ae. aegypti. Larva instar III juga lebih memiliki ketahanan dan fisiologi tubuh yang siap terhadap cekaman lingkungan yaitu saat terjadi pemindahan tempat larva dan instar III memiliki waktu yang cukup lama untuk berubah menjadi nyamuk dewasa (Utari 2007).

Mortalitas yang rendah pada larva dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kandungan dari daun mundu dan kondisi fisiologis larva. Kondisi fisiologi larva Cx. quinquefasciatus dan Ae. aegypti merupakan satu diantara faktor penyebab tahannya larva tersebut. Perkembangan larva bergantung pada penyediaan makanan, selain itu suhu mempengaruhi metabolisme dalam tubuh larva sehingga nafsu makan larva tersebut akan berpengaruh pada suhu-suhu tertentu. Larva yang hidup dalam air yang suhunya relatif tinggi yaitu 26,97 oC akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi serta menurunkan jumlah oksigen terlarut didalam air, sehingga mengakibatkan larva akan mati karena kurangnya oksigen (Novianto 2007).

Larva Cx. quinquefasciatus lebih tahan dibandingkan dengan Ae. aegypti. Menurut Kusbaryanto (2001) larva nyamuk Cx. quinquefasciatus menunjukan adanya kecenderungan resistensi terhadap insektisida golongan organofosfat. Resistensi ini juga disebabkan karena tempat perindukan nyamuk Cx. quinquefasciatus di air pemukiman dan secara tidak langsung sering terpapar dengan insektisida golongan organofosfat dengan konsentrasi rendah. Ahmad et al. (2005) melaporkan tingkat perkembangan resistensi terhadap senyawa temephos di Malaysia meningkat pada larva Culex generasi 30 (F30) dibandingkan Ae. aegypti dan Ae. albopictus generasi 32 (F32) yang diukur dengan nilai LC50.

(25)

13 Penelitian mengenai uji efektivitas larvasida dari ekstrak daun sudah banyak dilakukan, seperti pada daun tapak dara dan dandang gendis. Ekstrak daun tapak dara mengandung saponin, alkaloid, tanin, fenolik, flavonoid, triterfenoid, steroid, dan glikosida. Daun tapak dara digunakan sebagai larvasida Cx. quinquefasciatus dan persentase kematian larva pada konsentrasi 2 000 ppm dengan lama kontak 72 jam sebanyak 85% (Rohananto 2013). Larvasida nabati selain ekstrak daun tapak dara yaitu dandang gendis, ekstrak daun ini tidak mengandung saponin dan digunakan sebagai larvasida Ae. aegypti. Ekstrak daun dandang gendis dapat menyebabkan 100% kematian larva dengan konsentrasi 2 000 ppm pada kontak 36 jam (Andriani 2008). Berdasarkan hasil penelitian terhadap ekstrak daun mundu, daun ini memiliki kandungan yang sama dengan tapak dara. Ekstrak daun mundu menyebabkan 85% kematian larva Cx. quinquefasciatus dan 100% terhadap Ae. aegypti pada konsentrasi 2 000 ppm dengan lama kontak 72 jam.

Ekstrak daun mundu lebih efektif terhadap larva Ae. aegypti dibandingkan Cx. quinquefasciatus. Ekstrak daun mundu ini dapat dimanfaatkan sebagai biolarvasida terhadap larva nyamuk Cx. quinquefasciatus dan Ae. aegypti. Daun mundu yang tidak digunakan akan menumpuk dan menjadi limbah. Penggunaanya sebagai larvasida nabati dapat mereduksi penumpukan tersebut sehingga merupakan salah satu alternatif untuk penanganan limbah. Selain itu, dapat meningkatkan nilai ekonomi dan memberikan nilai tambah bagi agroindustri. Manfaat lain dari hasil ini adalah menemukan pembasmi serangga (nyamuk) alamiah (bioinsektisida) yang ramah lingkungan, dan dengan digunakannya bioinsektisida maka dampak negatif yang ditimbulkan oleh insektisida sintetis dapat diminimalkan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak daun mundu lebih efektif terhadap larva Ae. aegypti dibandingkan dengan larva Cx. quinquefasciatus. Uji efektivitas menunjukan bahwa pada konsentrasi 2000 ppm dengan lama kontak 72 jam menyebabkan 85% kematian larva Cx. quinquefasciatus dan 100% larva Ae. aegypti. Nilai LC50 pada Cx. quinquefasciatus dan Ae. aegypti adalah 280,13 ppm dan 157,88 ppm dengan lama kontak 72 jam.

Saran

(26)

14

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad NW, Azirun MS, Hamdan H, Lim LH. 2005. Insecticide resistance development in Culex quinquefasciatus, Aedes aegypti and Aedes albopictus larvae against malathion, permethrin and temephos. Tropical Biomedicine. 22(1): 45–52.

Aminah SN. 1995. Evaluasi tiga jenis tumbuhan sebagai insektisida dan repelan terhadap nyamuk di laboratorium [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Andriani A. 2008. Uji potensi larvasida fraksi ekstrak daun Clinacanthus nutans L. terhadap larva instar III nyamuk Aedes aegypti [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Assidiqi MJ. 2012. Efektivitas ekstrak daun sambang colok (Aerva sanguinolenta) sebagai larvasida nyamuk Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Cania E, Setyaningrum E. 2013. Uji efektivitas larvasida ekstrak daun legundi (Vitex trifolia) terhadap larva Aedes aegypti. Medical Journal. 2: 52-53. [CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2011. Prepareness and

Response for Chikungunya Virus: Introduction in the Americas. Washington DC (US): PAHO Library Publication.

[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2011. Dengue and the Aedes aegypti Mosquito. [internet]. [diunduh 2014 Mei 23]. Tersedia pada: http://www.cdc.gov/dengue/resources.

Clements AN. 2000. The Biology of Mosquitoes Volume 1 Development, Nutrition and Reproduction. USA (US): CABI Publishing.

Fradin MS, Day JF. 2002. Comparative efficacy of insects repellents against mosquito bites. The New England Journal of Medicine. 347: 13-18.

Frutos P, Hervás G, Giraldez FJ, Mantecon AR. 2004. Review: tannins and ruminant nutrition. J Agri Res. 2(2): 191-202.

Geris R, Rodriguez E, Da Silva HHG, Da Silva IG. 2008. Larvacidal effects of fungal meroterpenoids in the control of Aedes aegypti L. in the main vector of dengue and yellow fever. Chem & Biodiv. 5: 341-345.

Hadi UK, Koesharto FX. 2006. Hama dan Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi dan Pengendalian. Upik KH, Singgih HS, editor. Bogor (ID): IPB Pr.

Hafid AF. 1987. Isolasi dan penentuan karakter zat kandungan kulit buah Garcinia mangostana [tesis]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga.

Hagerman AE. 2002. The Tannin Handbook. Miami (US): Miami University. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan. Padmawinata K, penerjemah. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Ed ke-2.

Hariana A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Depok (ID): Penebar Swadaya.

Herlina N. 2004. Perkembangan ovariol nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus di laboratorium [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Terjemahan Balitbang

(27)

15 [ICPMR] Institute for Clinical Pathology and Medical Research. 2002. New South Wales Arbovirus Surveillance & Vector Monitoring Program. Sydney (AU): University of Sydney.

Kardinan A. 2005. Pestisida Nabati. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Kementrian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) Dalam Pengendalian Vektor. Jakarta (ID): Kementrian Kesehatan RI

Kusbaryanto. 2001. Deteksi resistensi insektisida malathion dengan teknik noda kertas saring pada larva Culex quinquefasciatus say (Diptera: Culicidae) di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Manalu RM. 2008. Faktor risiko manajemen pemeliharaan anjing terhadap kejadian infeksi Dirofilaria immitis di wilayah pulau Jawa dan Bali [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Novianto IW. 2007. Kemampuan hidup larva Culex quinquefasciatus pada habitat limbah cair rumah tangga [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.

OIE. 2010. Japanese Encephalitis (Chapter 2.1.7). [Internet]. (Diunduh 2014 Mei 23) Tersedia pada: http//www.oie.int/.

Palumbo E. 2008. Filariasis: diagnosis, treatment and prevention. Acta Biomed. 79: 106-109.

Retno A. 2006. Usaha pengendalian pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida pertanian. J Kes Lingk. 3(1): 95-106.

Rohananto R. 2013. Efektivitas ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) sebagai larvasida nyamuk Culex quinquefasciatus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Shinta, Ariati Y, Wigati, Sukowati S. 2011. Efektifitas larvasida altosid® 1,3 g terhadap Aedes aegypti di laboratorium. Bul Penelit Kesehat. 39(3): 110-118.

Susanna D, Rahman A, Pawenang ET. 2003. Potensi daun pandan wangi untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Ekologi Kesehatan. 2(2): 228-231. Tohir KA. 1978. Bercocok Tanam Pohon Buah-buahan. Jakarta (ID): Pradnya

Paramita.

Turk FM. 2006. Saponins versus plant fungal pathogens. J Cell Mol Biol. 5:13-17. Utari DK. 2007. Identifikasi fraksi daun zodia (Evodia suaveolens) yang berpotensi sebagai insektisida botani terhadap larva Ae. aegypti) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wardani RS, Mifbalihudin, Yokorinanti K. 2010. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun tembelekan (Lantana camra) terhadap kematian larva Ae. Aegypti. J Kesehat Masy Indones. 6(2):30-38.

[WHO] World Health Organization. 2013. Test Prosedures for Insecticide Resistance Monitoring in Malaria Vector Mosquitoes. Geneva (CH): WHO Pr. 6-19.

Widajat M, Sudjari, Putri RWD. 2008. Dosis insektisida ekstrak daun sirih (Piper betle) terhadap Culex sp. dengan potensi 50%. Medika. 34(5):322-325 Yamanka A, Mulyanto KC, Susilowati H, Hendrianto E, Utsumi T, Amin M,

(28)

16

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Uji analisa ragam (ANOVA) dan uji Duncan (p<0.05) persentase kematian larva Cx. quinquefasciatus

Tests of Between-Subjects Effects Cx. quinquefasciatus

Dependent Variable:Nilai

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 2860.190a 20 143.010 72.658 .000

Intercept 4425.143 1 4425.143 2.248E3 .000

Konsentrasi 2232.857 6 372.143 189.073 .000

Jam 408.667 2 204.333 103.815 .000

Konsentrasi * Jam 218.667 12 18.222 9.258 .000

Error 82.667 42 1.968

Total 7368.000 63

Corrected Total 2942.857 62

R Squared = ,972 (Adjusted R Squared = ,959)

(29)

17

Lampiran 2 Hasil Uji analisa ragam (ANOVA) dan uji Duncan (p<0.05) persentase kematian larva Ae. aegypti

Tests of Between-Subjects Effects Ae. aegypti

Dependent Variable:Nilai

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 2779.651a 20 138.983 71.770 .000

Intercept 7448.016 1 7448.016 3.846E3 .000

Konsentrasi 2368.317 6 394.720 203.831 .000

Jam 277.746 2 138.873 71.713 .000

Konsentrasi * Jam 133.587 12 11.132 5.749 .000

Error 81.333 42 1.937

Total 10309.000 63

Corrected Total 2860.984 62

a. R Squared = ,972 (Adjusted R Squared = ,958)

(30)

Nilai Cx. quinquefasciatus Duncan

Interaksi N

Subset

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Negatif*24 3 .0000 Negatif*48 3 .0000 Negatif*72 3 .0000

125*24 3 1.3333 1.3333

250*24 3 2.3333 2.3333 2.3333

125*48 3 3.3333 3.3333 3.3333 500*24 3 3.3333 3.3333 3.3333

1000*24 3 4.0000 4.0000 4.0000

250*48 3 4.0000 4.0000 4.0000

2000*24 3 5.6667 5.6667

125*72 3 6.3333

500*48 3 9.0000

250*72 3 9.6667 9.6667

1000*48 3 11.0000 11.0000 11.0000

2000*48 3 11.6667 11.6667

500*72 3 12.6667

1000*72 3 15.0000

2000*72 3 16.6667

Positif*24 3 20.0000

Positif*48 3 20.0000

Positif*72 3 20.0000

Sig. .075 .118 .203 .075 .068 .106 .106 .177 .153 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 1,968.

(31)

Nilai Ae. aegypti Duncan

Interaksi N

Subset

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Negatif*24 3 .0000 Negatif*48 3 .0000 Negatif*72 3 .0000

125*24 3 3.0000

250*24 3 4.3333

500*24 3 7.0000

250*48 3 8.0000 8.0000

125*48 3 8.6667 8.6667 8.6667

1000*24 3 10.0000 10.0000 10.0000

125*72 3 10.3333 10.3333 10.3333

250*72 3 11.0000 11.0000

500*48 3 11.0000 11.0000

1000*48 3 11.6667 11.6667

2000*24 3 13.6667 13.6667

500*72 3 15.6667 15.6667

2000*48 3 17.0000

1000*72 3 17.3333

2000*72 3 19.6667

Positif*24 3 20.0000

Positif*48 3 20.0000

Positif*72 3 20.0000

Sig. 1.000 .247 .174 .066 .072 .199 .086 .086 .174 .793

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

(32)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis, dilahirkan di Bandung pada tanggal 4 Oktober 1992 sebagai anak tunggal, anak dari pasangan Bapak Otong Bustomi dan Ibu Devi Kania. Pendidikan formal penulis sampai dengan tingkat SMA diselesaikan di Tasikmalaya, yaitu MI Cisaray, SMP Al-Muttaqin dan SMAN 2 Tasikmalaya. Penulis lulus dari SMA dan pada tahun yang sama diterima di jurusan Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur USMI.

Gambar

Gambar 1 Pohon mundu (Garcinia dulcis) (1a) dan daun mundu (1b)
Gambar  2 Larva Cx. quinquefasciatus (2a) dan nyamuk Cx. quinquefasciatus dewasa (2b) Sumber : ICPMR 2002
Gambar 3  Larva Ae. aegypty (3a) dan nyamuk Ae. aegypti dewasa (3b) Sumber : ICPMR 2002
Tabel 1 Uji kualitatif fitokimia ekstrak etanol 70% daun mundu
+5

Referensi

Dokumen terkait

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) berbasis kurikulum 2013 yang akan diterapkan pada siswa kelas

Tujuan dari penelitian ini yaitu menguji pengaruh antara variabel rebranding , kualitas layanan terhadap citra merek studi pada pelanggan Majelis Mie Cabang

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah komitmen organisasi dengan performansi kerja memiliki hubungan yang positif, dan sikap terhadap

Bedasarkan dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja guru pegawai swasta SMP Negeri 1 Rambah dengan SMP Muhammadiyah Rambah

untuk mengetahui apakah terdapat paling tidak satu variabel prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap variabel respon, kemudian melakukan uji signifikansi parameter

Jqmil arliair,

Patra Wahana Kridatama, yang telah banyak membantu dan memberikan informasi dan data yang berguna dalam penyusunan skripsi ini.. Bapak Rahmat Baitulah, Kepala

Selain itu, mengenai mekanisme pemilihan yang hanya diikuti oleh calon tunggal politik hukum putusan ini PHQJKHQGDNL GHQJDQ PHQJJXQDNDQ SLOLKDQ ³VHWXMX´ DWDX