• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebutuhan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kebutuhan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN PENINGKATAN

KOMPETENSI GURU IPA SMP NEGERI

DI KOTA PEKANBARU

IRMA FEBRIANIS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DANSUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kebutuhan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Pebruari 2014

Irma Febrianis

(4)

RINGKASAN

IRMA FEBRIANIS. Analisis Kebutuhan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru IPA SMP Negeri diKota Pekanbaru. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO danDJOKO SUSANTO.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kompetensi guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru. Berbagai program pelatihan yang diselenggarakan belum berdampak nyata terhadap peningkatan kompetensi guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru. Kegagalan program pelatihan disebabkan pelatihan bersifat

top downdan tidakdidasarkan pada kebutuhan nyata guru IPA SMP Negeri. Analisis kebutuhan pelatihan harus dilakukan sebelum penyelenggaraan pelatihan untuk menentukan kompetensi yang butuhdiperbaiki melaluipelatihan.Training Needs Analysis(TNA)merupakan metode efektif untuk menganalisis kebutuhan pelatihan guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru. Tujuannya adalah: (1)memetakan tingkat kompetensi aktual guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru yang terdiri atas kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, (2) menganalisis bagian-bagian kompetensi guru yangbutuh ditingkatkan melalui pelatihan,(3) menganalisis prioritas kebutuhan pelatihan,dan (4) memberikan rekomendasi metode pelatihanyang efektif untuk meningkatkan kompetensi guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru.

Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif melalui survei, wawancara, dan FGD. Sebanyak 165 dari 213 guru IPA SMP Negeri menyatakan kesediaan sebagai responden. TNA dimulai dengan penilaian kompetensi ideal guru (KIG) dan kompetensi aktual guru (KAG) menggunakan kuesioner yang diadopsi dan dimodifikasi dari Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Analisis kesenjangan kompetensi Guru (KKG) dilakukan dengan membandingkan nilai KIG dan KAG. Apabila nilai KKGlebih besar dari 1, maka terdapat kesenjangan kompetensi yang menunjukkan adanya kebutuhan pelatihan. Penetapan kebutuhan pelatihan dilakukan melalui wawancara tentang faktor penyebab kesenjangan kompetensi. Prioritas pelatihan ditetapkan berdasarkan nilai KKG, jumlah guru (JG) dan persentase guru (PG) yang membutuhkan pelatihan pada kompetensi tertentu. Metode pelatihan efektif diperoleh dari kelompok ahli melalui FGD.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional aktual guru IPA SMP Negeri berada di bawah standar kompetensi ideal. Guru IPA SMP Negeri membutuhkan pelatihan untuk seluruh kompetensi guru.Terdapat 8 prioritas pelatihan peningkatan kompetensi guru IPA SMP Negeri, yaitu: (1) pelatihan teknologi informasi dan komunikasi(TIK/ICT)untuk pembelajaran dan pengembangan diri guru, (2) pelatihan kode etik profesi guru Indonesia, (3) pelatihan penelitian tindakan kelas (PTK), (4) pelatihan teori dan prinsip pembelajaran IPA terpadu, (5) pelatihan kurikulum IPA terpadu, (5) pelatihan psikologi anak, (7) pelatihan komunikasi pendidikan, dan (8) pelatihan kepribadian guru. Metode pelatihan yang efektif untuk pelatihan guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru adalahIn House Training (IHT), pelatihan khusus, kursus singkat, dan pembinaan internal.

(5)

SUMMARY

IRMA FEBRIANIS. Analysis of Training Needs for Competency Enhancement of The Natural Science Teacher of The State Secondary School at Pekanbaru. Supervised by PUDJI MULJONO and DJOKO SUSANTO.

This research was initiatedby lack ofcompetencies ofthe natural science teacher of the state secondary school at Pekanbaru. Varioustraining programs conducted have not given significant impacts in the improvement oftheir competencies. The failure was due to the nature of the training program i.e. top downandnot basedonthe actualneeds of the natural science teachers. Trainingneeds analysisshould beconductedprior to thetrainingtodeterminepart of competenciesthat need tobe overcome bytraining. Training Needs Analysis(TNA) is aneffectivemethodfor the analysis oftraining needs of the natural science teacher. The objectives were to:(1) map theactual competencelevel of the natural science teacher, (2) analyzeparts of the competency required to be enhanced through the training, (3) analyzethe priority of training needs, and(4) proposing recommendations on the effectiveness of training method.

The research was conducted using

quantitativeandqualitativeapproachesthroughsurveys, interviews, andfocusgroup discussions. A total of165of213 the natural science teacher of the state secondary school at Pekanbaru expressed their willingness to becomerespondents. TNAbeganwiththe assessments on the ideal competencies for teachers (ICT) and theactualcompetenciesof teachers(ACT) using aquestionnairewhichwas adoptedandmodifiedfrom theMinisterial RegulationNumber16Year2007 onthe AcademicQualificationStandardsand Teacher Competencies. The gap analysis of teacher competence(TCG) was done bycomparingthe scores ofthe ICTandACT. If the scoreof TCG(ICT-ACT) more than one, then there is acompetencygapthatindicatesthe needs fortraining. Determination of training needs was done by recording up information’s about the cause of competency gaps through interviews. The training priority order (TPO) was based onthe score

ofthe TCG, number andpercentageof teachers

requiringtraininginspecificcompetencies. Effectivetrainingmethods were obtained from the expert groupsthrough theFGD.

The results showed that the level ofactualcompetence of the the natural science teacherwas below the idealcompetence. The natural science teachersrequiretrainingsfor allteachercompetencies. There were eight priorities of

training program,namely:(1) trainingon

(6)

Keywords: Competencies of natural science teachers, trainingneeds analysis

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

(7)
(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN

PENINGKATAN KOMPETENSI GURU IPA SMP NEGERI

DI KOTA PEKANBARU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis :Analisis Kebutuhan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru

Nama : Irma Febrianis NIM : I351110101

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Pudji Muljono, MSi Ketua

Prof Dr Ign Djoko Susanto, SKM Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Prof Dr Ir Sumardjo,MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga naskah tesis ini berhasil diselesaikan. Penulis memilih tema pengembangan sumber daya manusia dengan judul Analisis Kebutuhan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru.

Penulis menyampaikan penghargaanyang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr Ir Pudji Muljono, MSi dan Bapak Prof Dr Ign Djoko Susanto,SKM selaku Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis dengan sabar mulai dari penyusunan proposal penelitian hingga penyusunan tesis. Kepada Ibu Dr Ir Anna Fatchiya, MSi selaku Penguji Luar Komisidan Dr Ir Dwi Sadono, MSi mewakili Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan pada ujian tesis, dihaturkan terima kasih atas saran dan kritik yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan tesis ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak H. Abdul Jamal, MPd selaku Kepala Bidang Pengembangan Sekolah Menengah dan Ibu Hj. Lionarmi selaku Kepala Seksi Pelatihan dan Pengembangan Guru SMP/MTs Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru yang memberikan dukungan penuh untuk penulis selama pelaksanaan penelitian. Terima kasih kepada Ibu Zubaidah, M.Pd sebagai Instruktur IPA SMP/MTs Kota Pekanbarudan seluruh guru IPA SMP Negeri Pekanbaru. Ungkapan terima kasih terdalam disampaikan kepada seluruh keluarga, terutama suami terkasih Nurul Qomar, SHut, MP,ananda Madu Zahratussa’adah Radhiyallah dan Harum Azharussa’adah Radhiyallah atas segala doa dan dukungan yang diberikan selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Pebruari 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 PEDAGOGICAL COMPETENCE-BASED TRAINING

NEEDS ANALYSIS FOR THE NATURAL SCIENCE TEACHER 7

Abstract 7

Introduction 7

Methods 9

Results and Discussion 10

Conclution 14 3 ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

KEPRIBADIAN GURU IPA SMP NEGERIDI KOTA PEKANBARU 15

Abstrak 15

Pendahuluan 16

Metode Penelitian 18

Hasil dan Pembahasan 18

Simpulan 24

4 ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

SOSIAL GURU IPA SMP NEGERI DI KOTA PEKANBARU 25

Abstrak 25

Pendahuluan 26

Metode Penelitian 27

Hasil dan Pembahasan 28

Simpulan 32

5 ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

PROFESIONAL GURU IPA SMP NEGERI DI KOTA PEKANBARU 33

Abstrak 33

Pendahuluan 34

Metode Penelitian 36

Hasil dan Pembahasan 37

Simpulan 44

(14)

7 SIMPULAN DAN SARAN 50

Simpulan 50

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 58

RIWAYAT HIDUP 60

DAFTAR TABEL

2.1 Gap Analysis of Pedagogical Competence 10 2.2 Analysis of Priority Training Needs 12 2.3 Recommendation of Training Methodsand Organizers 13 3.1 Kesenjangan Kompetensi Kepribadian Guru IPA SMP Negeri 18 3.2 Prioritas Pelatihan Kompetensi Kepribadian Guru IPA SMP Negeri 20 3.3 Metode Pelatihan Efektif dan Penyelenggara Pelatihan Peningkatan

Kompetensi Kepribadian Guru IPA SMP Negeri

23

4.1 Kesenjangan Kompetensi Sosial Guru IPA SMP Negeri 28 5.1 Kesenjangan Kompetensi Profesional Guru IPA SMP Negeri 37 5.2 Pemetaan Penguasaan Materi dan Konsep Pembelajaran IPA Terpadu 38 5.3 Prioritas Pelatihan Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Guru IPA 40 5.4 Metode Pelatihan dan Penyelenggara Pelatihan Peningkatan Kompetensi

Profesional Guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru

43

6.1 Kesenjangan Kompetensi Aktual Guru IPA SMP Negeri 45 6.2 Prioritas Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru IPA SMP Negeri 46 6.3 Metode Pelatihan dan Penyelenggara Pelatihan Peningkatan Kompetensi

Guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru

DAFTAR GAMBAR

1.1 Alur proses penelitian analisis kebutuhan pelatihan

peningkatan kompetensi guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru 5

DAFTAR LAMPIRAN

1 Keterangan diterima (accepted) dari Jurnal Penyuluhan 58

2 Keterangan proses review di Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Terakreditasi DIKTI

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sistem pendidikan Indonesia masih menghasilkan lulusan yang berkualitas rendah dalam pengetahuan dan keterampilan (Bank Dunia 2011). Hasil survei internasional PISA (Programme for International Student Assessment) tahun2012

menempatkan peserta didik Indonesia usia 15 tahun pada posisi ke-64 untuk matematika, 62 untuk membaca, dan 64 untuk sains dari 65 negara. Pada studi PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) tahun 2011,

keterampilan membaca peserta didik Indonesia usia sekolah dasar berada pada posisi 42 dari 45 negara. Keterampilan membaca peserta didik Indonesia memprihatinkan karena sebanyak54% lulusan kelas 9 SMP tidak mampu membaca secara fungsional(Hanushek dan Wößmann 2007). Peserta didik tidak mampu mengusai 70% materi bacaan (Natsir 2007) dan sulit untuk menjawab soal uraian yang memerlukan analisis dan logika (KSG 2008). Rendahnya prestasi peserta didik disebabkan oleh buruknya manajemen guru dalam sistem pendidikan Indonesia (Bank Dunia 2011).

Buruknya manajemen guru di Indonesia dapat dideteksi dari tingginya proporsi guru yangtidak layak mengajar, berkualifikasi pendidikan rendah, dan mengajar mata pelajaran yang kurang sesuai dengan latar belakang pendidikannnya (missmatch). Persentaseguru tidak layak mengajar mencapai 84.70% di sekolah dasar dan 39.66% di sekolah menengah (PSP 2006). Guru berkualifikasi di bawah standar minimal S1/D4 berjumlah 63.1% (Suparwoto et al. 2011) bahkan 26%diantaranya adalah lulusan SMA atau dibawahnya (Bank Dunia 2011). Sebanyak 15% guru missmatch bahkan 17.2% guru mengajar mata

pelajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003 dan Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD) Nomor 14 tahun 2005, bertujuan mereformasi sistem pendidikan di Indonesia khususnya dari manajemen guru. Secara spesifik, UUGD bertujuan untuk mewujudkan guru profesional dengan cara meningkatkan kompetensi guru melalui peningkatan kualifikasi pendidikan dan sertifikasi. UUGD Pasal 10 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Pasal 28 menyatakan guru wajib memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1/D4 dan menguasai kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Implementasi UUGD adalah program peningkatan kualifikasi pendidikan dan sertifikasi.

(16)

2

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2007 tentang Setifikasi bagi Guru dalamJabatan menjadi landasan yuridis pelaksanaan sertifikasi guru.Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia melakukan evaluasi awal dampak program sertifikasi terhadap peningkatan kompetensi guru. Hasilnya, sertifikasi melalui portofoliotidak mampu memilah guru berkompetensi tinggi dan rendah (Bank Dunia 2011). Sertifikasi melalui pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) mempunyai kemampuan lebih tinggi dibandingkan portofolio (Kemendiknas 2011, Brotosedjati 2012). Namun, PLPGbelum dapat memperbaiki pengetahuan dan keterampilan guru tentang materi pelajaran (Ree et al. 2012). Kinerja guru

bersertifikatpendidik belum optimal (Setiawan dan Ningsih, 2010) bahkan belum terlihat perbedaan kompetensi (Sembiring 2010) atau tidak ada bedanya kompetensi guru bersertifikat dan yang belum bersertifikat (Afidah et al. 2012).

Kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (UUGD).Berdasarkan UUGD, SNP, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, kompetensi guru terdiri atas kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian guru adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi profesional guru adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran yang diampunya secara luas dan mendalam.

Peningkatan kompetensi guru dapat dilakukan melalui pelatihan (Mondy 2008; Dessler 2010; Noe et al. 2010). Pelatihan merupakan aktivitas yang sengaja dirancang untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan saat ini (Mondy 2008). Pelatihan mengacu kepada metode yang digunakan untuk memberikan keterampilan yang dibutuhkan karyawan baru atau yang ada saat ini dalam melakukan pekerjaannya (Dessler 2010). Noe et al. (2010) menyatakan pelatihan merupakan upaya mempermudah

pembelajaran tentang kompetensi yang meliputi pengetahuan, keterampilan, atau perilaku yang sangat penting untuk keberhasilan kinerja. Berdasarkan UU Sisdiknas pelatihan merupakan bentuk pendidikan nonformal berkelanjutan dengan penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional, standar kompetensi, sikap kewirausahaan, dan kepribadian profesional. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor16 Tahun 2009 menetapkan pelatihan sebagai salah satu bentuk peningkatan kompetensi guru.

(17)

3 Bukti empiris menunjukkan program pendidikan dan pelatihan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah belum berhasil untuk meningkatkan kompetensi guru. Kegagalan berbagai program tersebut disebabkan oleh penyelenggaraan program yang berorientasi proyek, berbasis anggaran, dan bersifat massal (Jalmo dan Rustaman 2010). Program tidak memperhatikan kekurangan individu guru (KSG 2008) dan bersifat generalisasipadahal permasalahan yang dihadapi guru bersifat lokal dan kontekstual (Sofiraeny 2011). Darwangsa (2013) menyatakan program pelatihan bersifat top down yang dirancang dari pusat sedangkan guru mengikuti saja program tersebut. Artinya, penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan tidakdidasarkan pada kebutuhan nyata guru.

Pelatihan yang tidak didasarkan pada kebutuhan nyata guru tidak akan berdampak pada peningkatan kompetensi guru bahkan dapat menurunkan motivasi belajar, pemborosan waktu, tenaga, dan dana (Darling-Hammond 2006). Guru adalah pembelajar dewasa yang orientasi belajarnya berpusat pada pemecahan masalah yang dihadapi dalam melakukan tugas atau masalah dalam kehidupan keseharian (Monica et al. 2012). Oleh karena itu pelatihan guru harus

mampu memberikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan guru pada saat ini dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik profesional. Hariandja (2007) menyatakan pelatihan penting dilaksanakan apabila terjadi perubahan lingkungan kerja dan penyesuaian perubahan peraturan sehingga karyawan mendapatkan tugas baru yang sebagian atau sama sekali baru atau asing baginya.

Pada tahun 2006, terjadi perubahan dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Salah satu bentuk inovasi KTSPadalah menggabungkan bidang kajian fisika, biologi, kimia, bumi, dan antariksa ke dalam pembelajaran IPA terpadu (Puskur 2006; Wilujeng et al.

2010; Arlitasari et al. 2013). Secara yuridis, Permendiknas Nomor 22 tahun 2006

tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (SI-PDM), menjadi dasar pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu di Indonesia. Perubahan Kurikulum 2013, menguatkan pelaksanaan IPA terpadu melalui Permendiknas Nomor 64tahun 2013 tentang SI-PDM dengan mengganti nama IPA terpadu dengan mata pelajaran IPA. Hal ini berimplikasi kepada guru yang mengajar di sekolah karena pada umumnya guru berlatar belakangpendidikan fisika dan biologi (Puskur 2006; Saputro 2012). Guru fisika tidak memiliki kemampuan yang optimal pada kajian bidang ilmu biologi dan kimia, begitu pula sebaliknya (Wilujeng et al. 2010; Ayu et al. 2011). Guru belum mengusai materi IPA terpadu

bahkan mengalami kesalahan secara konsep (Wilujeng et al. 2010).

Bukti empiris menunjukkan hampir semua guru IPA SMPdi Indonesia belum menerapkan pembelajaran IPA terpadu (Wilujeng et al. 2010; Ayu et al.

(18)

4

Analisis kebutuhan pelatihan dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis kebutuhan pelatihan (AKP) atau Training Needs Analysis Tool (TNA-T)

yang dikembangkan oleh McCann dan Tashima (1994). TNA didefinisikan sebagai suatu proses mengidentifikasi kesenjangan kompetensi dengan cara membandingkan kompetensi saat ini dengan kompetensi yang diinginkan (Gupta 2007). Rosset (Chang et al. 2012) menyatakan TNA merupakan suatu proses

pengumpulan informasi tentang kompetensi ideal, kompetensi aktual, penilaian kesenjangan kompetensi oleh pemangku kepentingan, mengidentifikasi penyebab kesenjangan, dan menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi kesenjangan tersebut. Berdasarkan alasan teoritis, analisis kebutuhan pelatihan guru merupakan suatu proses mengidentifikasi kebutuhan pelatihan guru dengan cara membandingkan kompetensi yang dimiliki guru saat ini (kompetensi aktual) dengan kompetensi yang seharusnya dimiliki guru (kompetensi ideal), mengidentifikasi penyebab kesenjangan, dan menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi kesenjangan tersebut.

TNA mampu menghasilkan kebutuhan pelatihan yang obyektif, sistematis, dan berkelanjutan apabila dilakukan lengkap melalui tiga tahapan analisis, yaitu: analisis organisasi/institusi, analisis tugas/jabatan/operasi, dan analisis individu (MDF 2005; Sherazi et al. 2011; Jan dan Muthuvelayutham 2012). Analisis

organisasi/institusi pada hakikatnya memfokuskan pada siapa yang memerlukan pelatihan dan siapa kelompok sasaran di dalam organisasi/institusi yang memerlukan pelatihan. Analisis tugas/jabatan/operasi memfokuskan pada deskripsi tugas atau profil kompetensi yang dipersyaratkan. Analisis individu memfokuskan pada kesenjangan kompetensi, kebutuhan pelatihan, dan menggali masalah atau memberikan rekomendasi untuk menyelesaikan masalah.

Analisis organisasi dilakukan di Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru untuk menetapkan kelompok guru yang menjadi sasaran pelatihan.Analisis tugas/jabatan diadopsi dan dimodifikasi dari Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (SKA-KG). Berdasarkan analisis organisasi/institusi maka analisis individu dilakukan terhadap guru IPA SMP Negeri Kota Pekanbaru.

Analisis individu dimulai dengan analisis kesenjangan kompetensi guru (KKG). KKG diperoleh dengan cara membandingkan kompetensi aktual guru (KAG) dan kompetensi ideal guru (KIG). Kebutuhan pelatihan dapat diidentifikasi dari nilai KKG. Apabila nilai KKG > 1, maka terdapat kebutuhan pelatihan. Setelah kebutuhan pelatihan teridentifikasi maka tahap selanjutnya adalah penetapan kebutuhan pelatihan.

(19)

5 Prioritas pelatihan ditetapkanberdasarkan KKG (McChan dan Tashima 1994) jumlah dan persentase responden yang membutuhkan pelatihan pada kompetensi tertentu (Malik 1985; Halim et al. 2008; Monica et al. 2012; Jan dan

Muthuvelayutham 2012). Agar pelaksanaan pelatihan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, perlu ditentukan metode pelatihan dengan mempertimbangkan materi, tujuan, peserta pelatihan, dan fasilitas (Sedarmayanti 2009). Kemendiknastelah menentukan metode pelatihan khusus untuk guru yaituInhouse training (IHT), magang, kemitraan sekolah, belajar jarak jauh, pelatihan berjenjang, pelatihan khusus, kursus singkat, dan pembinaan internal oleh sekolah (BPSDMPK dan PMP 2012). Mencermati latar belakang dan alasan teoritis,alur proses penelitian disajikan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1Alur proses penelitian analisis kebutuhan pelatihan peningkatan kompetensi guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru

Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru

Analisis Kebutuhan Pelatihan (TNA)

Kompetensi Ideal Guru (KIG)

1. Kompetensi Pedagogik Ideal 2. Kompetensi Kepribadian Ideal 3. Kompetensi Sosial Ideal 4. Kompetensi Profesional Ideal

Kesenjangan Kompetensi Guru (KKG)

Penetapan Kebutuhan Pelatihan Desain Ulang :

Kebijakan, Tugas, Proses

Prioritas Pelatihan

Rekomendasi Metode Pelatihan Efektif

Kompetensi Aktual Guru (KAG)

(20)

6

PerumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kebutuhanpelatihan peningkatan kompetensi guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru yang terdiri atas kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan perumusan masalah maka tujuan umum penelitian adalah melakukakan analisis kebutuhan pelatihan peningkatan kompetensi guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru yang terdiri atas kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.Tujuan umum penelitian dijabarkan dalam beberapa tujuan khusus penelitian berikut:

1. Memetakan tingkat kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional aktualguru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru

2. Menganalisis bagian-bagian kompetensi guru yangbutuh ditingkatkan melalui pelatihan

3. Menganalisis prioritas kebutuhan pelatihan peningkatan kompetensi guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru

4. Memberikan rekomendasimetode pelatihan efektif untuk meningkatkan kompetensi guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru

Manfaat Penelitian

Memberikan informasi kebutuhan pelatihan peningkatan kompetensi guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru.Secara teoritis, informasi tersebut bermanfaat sebagai bahan pertimbangan, perbandingan, dan bahan referensi bagi peneliti lain untuk mengkaji kebutuhan pelatihan guru. Secara praktis, informasi dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, LPMP Propinsi Riau, kepala sekolah, dan pihak terkait dalam penyelenggaraan pelatihan bagi guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dibatasi pada analisis kebutuhan pelatihan guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru menggunakan metode Training Needs Analysis (TNA). TNA

(21)

7

2

PEDAGOGICAL COMPETENCE-BASED TRAINING

NEEDS ANALYSIS FOR THE NATURAL SCIENCE

TEACHER*

Abstract

Pedagogy competence is a basic soft skill for a teacher in teaching that determine the successful process and learning outcomes of the pupils. Analysis ofneeds for training to improve pedagogy competence of natural science teachers ofSMP Negeri Pekanbaru never been carried out in the past.This study offers an effective approach in determining the needs of training of the teachers using the Training Needs Analysis (TNA). The objectives of the study are to obtain evidence an actual pedagogic competence of the natural sciences teachers, to obtain needs and training priorities, and proposing recommendations on the effective training method. Surveys, interviews, and focus group discussion among the teachers were conducted to set primary data which analyzed descriptively. Survey was carried on 165 teachers of SMP Negeri Pekanbaru using self-evaluation questionnaire. Results show that actual pedagogic competence of theteachers are belowthe ideal competence. There are five prioritiesof training program for the teachers, namely : the training of ICT,classroomaction research, the theory and principles of learning on integrated natural science, curriculum development, and understanding onpupils’ characteristics. It is suggested that In House Training, spesific training, and short courses can beapplied as effective training methods to improve pedagogic competence of the teachers.

Keywords: pedagogy competence, training needs analysis

Introduction

People believethatteachershavein-depthknowledgeandskillsina particularfield ofscience. However, the knowledgeandskillsarenotenoughtomake them able toteach well(Turnuklu andYesildere2007). They also need to have teaching skillorpedagogical competence(Hotaman 2010). Indonesian Government RegulationNo. 74, 2008on Teachers defines thatteachers'pedagogical competenceisthe ability of teachersinlearningmanagement of the learners. Pedagogical competenceis a specificcompetencethatdistinguishesteachersfrom other professions(Jahiriansyah etal. 2013; Retnowati2013)whichdemonstrates the

abilityof teacherstoorganizelearning material so it can beeasily understoodby the learners(Rosnita2011).

Recent researchesshowedthatpedagogical competencedirectlyandsignificantly affectedthe success ofteachersin teaching(Hotaman2010)andteachers'commitment andjob satisfaction(Sumantri2012). Analysis of correlation andregressionshowedthatpedagogical competencedirectlycontributedto teachers’creativity by68.9% (Retnowati2013)andperformanceby57.4% (Amin

etal.2013). Therefore, an increase inpedagogical competencewill be followedby an increase incommitment, job satisfaction, creativity, andperformance ofteachersthat influencethe success ofteachersin teaching.

*Telah terbit di Journal of Education and Learning. Vol.8 (2) pp. 144-151.

(22)

8

From results of their study, Awangetal. (2013) concludedthatteachersmusthave pedagogical knowledgeandskillstodevelope acorrect behaviorfor students. Recent researchprovedthatpedagogical competencedirectlyandsignificantly affected 68.3% oflearners behavior interms ofmotivation to learn(Widoyoko andRinawati2012). Pedagogical competencealsoaffected students’ learning outcomes by 39.1% (Pujiastuti etal.2012), or42.8% (Yulianti 2012), or66.7%

(Widiarsa etal.2013). Thus, an increase inteachers'pedagogical

competencewillincreasestudents’s learning motivationandlearning outcomes.

Empirical evidencesuggestedthat pedagogical competence of Indonesianteachershad notreachedthe required minimumstandard. BSNP(2009) reported that out of33provincesinIndonesia, there were 42% of teacherswhohad mastered10pedagogical competences. The initialcompetency test(UKA) in 2012showed that the average score ofthe national level ofteachers’s competencewas low, e.g. 42.25(BPSDMPK andPMP2012). There were 8provinces had reached the score of 42.25while the rest 25provinces hadeven smaller scores. On theother hand,theoretical, juridical, andempirical foundations demonstratethatof teachersare the teachers’ basic skillthat determinesthe success rateof students. Therefore, improvement ofpedagogical competenceof teachers is urgently neededtobe implementedinall parts of Indonesia, including in Pekanbaru,RiauProvince, where teachers’competence levelsare belowthenational average.

Improvement ofteachers'pedagogical competencecan be donethrough training. Indonesian Regulation of theMinister for Administrative andBureaucratic ReformsNo. 16, 2009 definestrainingasa form ofimproving the competenceof teachers. Trainingof teachersaccording toO'Sullivan(Musfah2011)should betailored to the needsof teacherstoimprove their competenceasprofessionaleducators. Education Office of Pekanbaru City has done alotofteacher trainings, but they are not preceeded by phase of teachers’needsanalysis. A training which isnot basedon the needsof teachershas no

significant impacton improvingteacher competence, it mayevendecreasemotivation to learn, a waste of time, energy,

andfunds(Darling-Hammond2006).

Analysis of teacher training needs must be conducted before the training. This study offered an effective approach in determining the training needs of teachers by using Training Needs Analysis (TNA). The goalswere to map actual level of pedagogical competence of teachers, define training needs and priorities, and provided recommendations for effective training method. TNA method is able to produce objective, systematic, and sustainable training needs if it is done thoroughly through analysis of organization/institution, task analysis, and analysis of individual (MDF2005; Sherazi et al.2011; Jan and Muthuvelayutham2012). Institutional analysis focuses on target group who requires training in an institution. Task analysis focuses on competency profiles that supposed to be mastered. Whereas individual analysis focuses on competency gaps and contributing factors, training needs, and provides recommendations to resolve the problem of competency gap.

(23)

9 studying regulations, literature, and consulting experts’ opinions. TheDecreeof the Minister of National EducationNo.16, 2007 on theStandardsof AcademicQualificationsandCompetenciesof Teachers (SAQ-CT) was adoptedandmodifiedas adescription of pedagogical competence thatmust be ownedby thenatural science teachers of SMP Negeri Pekanbaru.

Referring toSAQ-CT, thepedagogical competencethatmust be ownedby natural science teachers consistsof10competencies, namely: (1) masteringthe characteristics oflearners, (2) masteringlearningtheoryand learning principlesof integratednatural science, (3) developingcurriculum of integrated of natural science learning, (4) conductingeducationallearning, (5)

utilizinginformationandcommunicationtechnology(ICT) learning of integratednatural science, (6) facilitatingthe development ofstudents' potentials,

(7) communicating in an effective, empathetic, andpolite manner with students, (8) conducting assessmentandevaluation of learning processesandoutcomes, (9) utilizing the assessmentandevaluation results for the sakeof the learning, and(10) taking reflective actionstoimprove the quality oflearning (CAR).

Methods

This study was adescriptive researchwithquantitativeandqualitativeapproaches. Survey, interviewandfocus group discussion(FGD) methods were usedforprimary data collection. A total of165natural science teachers of SMP Negeri Pekanbaru expressed their willingness to become respondents.The firstphase ofthe study was startedwith assessments of idealpedagogic competence(IPC) and actual pedagogic competence(APC) by using questionnaireswhichhad been testedpreviously for their validity and reliability. Assessment of IPCwas conducted usingIPCquestionnaireby the director of junior highschoolwith natural science background, instructor, and natural science core teachers of SMP/MTs of Pekanbaru. Assessment of APCwas conducted by using APCquestionnaireby natural science teachers withself-evaluationtechnique.The IPCandAPCassessments used a scalewith arange of1-9 which was adoptedandmodifiedfromMcCannandTashima(1994).

The gap analysis of pedagogical competence(PCG) was done bycomparingthe scores ofIPCandAPC. If the score ofthe PCG(IPC -APC) more than1, thenthere is acompetencygap. Determination oftraining needswas done byrecording up informationsaboutthe cause ofcompetencygapsthroughinterviews. The training priority order (TPO) was based onthe score ofthe PCGandthe perception ofpotential traineesabouttheir training needs in certain competencies(Halim

etal.,2008).

(24)

10

FGD result was conducted through triangulation technique and reference materials (Sugiyono2010).

Results and Discussion

Various research reports indicate that Indonesian teachers' pedagogical competence is still low. There are 42% of Indonesian teachers who mastered the pedagogical competence (BSNP 2009). Especially for natural science teachers of junior high school, Sudirman and Purnamasari (2009) stated that only 26% of natural science teachers of SMP Negeri Jakarta got good scores for pedagogical competence. From South Kalimantan, Pujiastuti et al. (2012) reported that pedagogical competence of natural science teachers of SMP/MTs in Banjarbaru City was categorized as low. Similar result was obtained in this study (Table 2.1), which indicated that pedagogical competence mastered by natural science teachers of SMP Negeri Pekanbaru (APC) was below the required pedagogic competence (IPC) standard. Even so, the APC score was below the national standard of competency set by the National Education Standard Agency (BSNP) of the Ministry of National Education with minimum competency score of 7.0. That is, the level of actual pedagogic competence of natural science teachers of SMP Negeri Pekanbaru is below the ideal standard of pedagogic competence.

Tabel 2.1Gap Analysis of Pedagogical Competence

No Pedagogical Competence PC PC PCG

1 Mastering thecharacteristics of learners 8.3 4.8 3.5 2 Masteringlearningtheoryand learning principlesof

integratednatural science

8.0 4.4 3.6

3 Developingcurriculum of integrated of natural science learning

8.1 4.5 3.6

4 Conductingeducationallearning 8.5 5.4 3.1 5 Utilizinginformationandcommunicationtechnology(ICT) 7.7 3.7 4.0 6 Facilitatingthe development ofstudents' potentials 8.3 5.0 3.3 7 Communicating in an effective, empathetic, andpolite

manner with students

8.3 5.2 3.1 8 Conducting assessmentandevaluation of learning

processesandoutcomes

8.2 5.3 2.9

9 Utilizing the assessmentandevaluation results for the sakeof the learning

8.3 5.5 2.8

10 Taking reflective actionstoimprove the quality oflearning

7.6 4.0 3.6

(25)

11 SMP Negeri Pekanbaruneed competencyimprovement training in all of 10pedagogical competence.

However, notallgapscan be overcomebypedagogytraining. Training can only overcomegaps which arecaused bybehavioralfactors, namely lack of knowledge, skill, andattitude.If thegapis causedby other factors, it can notbe overcome bytrainingbutthroughother effortsin accordancewiththe causes(McCann

andTashima1994). Factors causingthe competencygapwas obtainedthroughinterviewswithsupervisors and instructors of natural science, and

school directors.

Analysis ofthe interviewsshowedthat thecompetencegapwas caused bybehavioral factors. The study findings suggestedthat the gap of 4pedagogical competenciesof teachersdue tolack of knowledgeaboutthese competencies. The fourcompetencieswere mastering theoryand principlesof integratednatural science learning, abilitytodevelopan integratednatural sciencecurriculum, ability to useinformation and communications technology(ICT), and theability toperform reflective throughclassroomaction research(CAR). Sixotherpedagogical competenceswerecaused by teachers’ skill to apply it. In general, the teachers already haveenough knowledgethesecompetencebut they are lacking of skill inapplying them. So, it isestablished thatthe gapof 10pedagogicalcompetenciescan be overcomebytraining.

Training cannot all of a sudden beheld for the10pedagogical competencies. It is necessary toseta priority order oftraining(TPO) based onthe scores ofthe competencegap. Results ofanalysis of the PCG showedthatthere were 3pedagogical competenceswiththe samePCG score, e.g.3.6(Table 2.1), so that it requireda moresensitivemethodin thedetermination ofthe TPO.

The order ofprioritycan beset based onperception ofprospectivetrainees which is measured by numberandpercentageof respondentswho needtrainingincertaincompetencies. Specifically, Halimetal. (2008) setthe TPOforsecondarynatural science teachersinMalaysiawhen the percentageof teacherswho needtrainingreaches 40% ormore. In this study,the TPOwas determined based onthe score ofthe PCG, the number of teachers(NT) andthe percentageof teachers(PT) needcertainpedagogical competence training. The combinationofthese three methodswas proved to be moresensitivetodetermine theTPOin accordance with therealneeds ofnatural science teachers and it coulddeterminethe number of individualswho become the training targetforeachpedagogical competence gap.

Referring toHalimetal. (2008), this study showed5pedagogical competenceswith percentage of teacherswho needtrainingmorethan40% (Table 2.2). The priority of training needswas translated intotraining programsin the following order: (1) training ofICTinintegratednatural science learning,(2) training of CAR, (3) training of theoryand principlesof integratednatural science learning, (4) training of developmentof curriculum of integratednatural science, and(5) training of mastering the characteristics of pupils.

(26)

12

that the teachersdid not knowhow todo research, notfamiliarwith research procedures, andlack of financial supporttomotivateteachersto do research.The third priority of training needs(66%) due to theteachers'lack of knowledgeabout thetheories, principles, approaches, strategies, methods, andtechniquesof learning. This findingwas uniquebecause86% of respondents were graduates from Faculty of Teachers Training and Education (LPTK),that assumed they competent in applying the theories and principles of learning.

Table 2.2Analysis of Priority Training Needs

No Pedagocical Competence CG NT T

(%)

PO

1 Mastering thecharacteristics of pupils 3.5 83 50 5

2 Masteringlearningtheoryand learning principlesof integratednatural science

3.6 109 66 3

3 Developingcurriculum of integrated of natural science learning

3.6 101 61 4

4 Conductingeducationallearning 3.1 63 38 8 5 Utilizinginformationandcommunicationtechnolo

gy(ICT)in the learning of integratednatural science

4.0 128 78 1

6 Facilitatingthe development ofstudents' potentials

3.3 64 39 6

7 Communicating in an effective, empathetic, andpolite manner with students

3.1 64 39 7

8 Conducting assessmentandevaluation of learning processesandoutcomes

2.9 61 37 9

9 Utilizing the assessmentandevaluation results for the sakeof the learning

2.8 53 32 10

10 Taking reflective actionstoimprove the quality oflearning

3.6 124 75 2

The need for training of development of integrated natural science curriculum (61%) due to changes of curriculum from competence-based curriculum (KBK 2004) to school-based curriculum (KTSP) and then to curriculum 2013. KTSP 2006 contains learning innovation that combines fields of studies of physics, biology, chemistry (Puskur 2006), earth and space into integrated natural science (Wilujeng et al. 2010; Arlitasari et al. 2013). Curriculum 2013 through Regulation of Ministry of National Education No. 64, 2013 on SI-PDM reaffirms implementation of learning of integrated natural science in junior high school with the change of name to natural science.

(27)

13 relation to the subject they administered because they still oriented to the curriculum of KBK 2004 (Munandar et al. 2013).

Unlike the four previousorder ofpriorities, the 5th training prioritywasmasteringcharacteristics of learners(50%) which due to teacherslacking ofskill. Suchas skills of explainingthe development of learnerswith regard tothe physical,intellectual, social-emotional, moral, spiritual, culturalandsocial background, identifying initial ability andcategorizingpotentials of learners, andidentifying learners’ learning difficulties.

The result of FGD showed that teacher’s group agreed that the study was highly in accordance with the real needs of natural science teachers of SMP Negeri Pekanbaru. It revealed that the difficulties faced by teachers in applying the competence of mastering pupils’ characteristics was caused by a new government policy that determinesa minimum of 24 hours per week teaching for teachers. Natural science subjects were taught for 4 hours per class, so teachers should teach a minimum of 6 classes consisted 35-40 pupils per class. This meant that a natural science teacher should teach 210-240 pupils, so it was difficult for a teacher to learn the characters of each pupils. Natural science teachers of SMP Negeri Pekanbaru need training to obtain new skills on mastering pupils’ characteristics where the number of pupils is large.

In general, the expert group recommended In House Training (IHT), specific

training, apprenticeship, and short courses as training methods. It is recommended that the trainings are organized by subject teacher council of natural science teachers (MGMP IPA)of SMP/MTs, Education Office of Pekanbaru City, Education Quality AssuranceAgency (LPMP) of Riau Province, Science Empowerment and Development Education Centre (SEDEC/P4TK IPA)Bandung, LPTKUniversity of Riau, and private institutions/companies

The recommendation expert group were qualitative data which validity was tested using triangulation technique through interview, questionnaire, and policy documentation study. Interview was conducted with Head of Division of High School Development, Education Office of Pekanbaru City, while questionnaires were distributed to natural science core teachers of SMP/MTs Pekanbaru, and documentation study of policy of teacher professional development by Ministry of National Education (BPSDMPK and PMP 2012).Result of credibility test through triangulation technique was presented in Table 2.3.

Table 2.3Recommendationof Training Methodsand Organizers

No Training Program Training

Method

Training Organizer

1 Training of ICT in learning In House Training

Short course

MGMPsIPA

Private institutions/companies 2 Training of classroom

action research (CAR)

In House Training

Specific training

Education Office of PekanbaruCity

LPMP of Riau Province 3 Training of theory and

principles of integrated 4 Training of development of

integrated natural science curriculum

(28)

14

5 Training of mastering the characteristics of learners

Short course Private institutions/companies Universities

ApprenticeshipsandSEDECBandungcould not berecommendedas a methodandtrainingorganizer (Table 2.3). Apprenticeship is sending of employeeofanorganizationto other agencies/organizations thatare consideredmore developed, both in groups andindividual(Notoatmodjo 2009). This become aconstraintbecause teachersfelt reluctant when they have to leave theirduties even though only temporarily. In addition, the education office had to prepare a large fund to be able to send teachergroupstoSEDECBandung. Furthermore, the results oftraining evaluationshowedthatteacherswhohad attendedtrainingin SEDEC Bandungwere notbe able to applytheir skills since facilities they use inSEDECwere not availableintheir schools of origin. Meanwhile, documentation study of policy of teacher professional developmentexplainsthat the apprenticeship programwas forvocationalschoolteacherswho want to improvetheir professionalcompetence.

This study recommendedIn HouseTraining(IHT), specific training, andshort courses. IHTisa trainingimplemented internallyinMGMP, schoolorother specified places.IHTis basedon the premisethat improvement ofteacher’scompetencycan be doneby teacherswhohave a certain competenceto teacherswho do nothave that particular competence. This strategycanimprovecooperation amongnatural science teachers, as well ascostsandtime saving. Specific training is designedbased onspecificneedsordue tonew developmentsinnatural sciencesuch asCARtraining, training of theoryandprinciplesof integratednatural science learning, and training of development ofintegratednatural sciencecurriculum. There was an informationthat theCARtraining was conductedinMGMPsIPA, but the result was not satisfying. Education Office of Pekanbaru City and LPMP of Riau Provinceare expected tobe able to designspecific trainingtoenhance the CAR ability ofnatural science teachers.

There was an interesting finding at the beginning of the study that there was a suspected lack ofteacher’s knowledgeaboutthe theory and principles of learning due tothe quality of education of candidates of teachersinLPTK. Therefore, LPTK of the University of Riauas the nearest universityis recommended asthe provider of training of theoryandprinciplesof integratednatural science learning. A short courseof ICT training is conducted in cooperation with a computer course institution. While the short coursetraining of mastering characteristics of learnerscan be donethrough cooperationwith theconsultancybureau/institutionof child psychology.

Conclusion

(29)

15 recommendedaseffectivetrainingmethodstoimprove thepedagogical competence of natural science teachers of SMP Negeri Pekanbaru.

3

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN BERBASIS

KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU IPA SMP NEGERI DI

KOTA PEKANBARU*

Abstrak

Perilaku menyimpang, pelanggaran etika, norma, dan moral oleh guru menjadi salah satu indikator rendahnya kompetensi kepribadian guru di Indonesia. Peningkatan kompetensi kepribadian guru dapat dilakukan melalui pelatihan yang didahului dengan analisis kebutuhan pelatihan atau Training Needs Analysis

(TNA). Tujuan penelitian untuk memetakan kompetensi kepribadian aktual guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru, menetapkan kebutuhan dan prioritas pelatihan, serta memberikan rekomendasi metode pelatihan yang efektif. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan metode survei, wawancara, dan FGD.Sampel penelitian berjumlah 165 guru IPA SMP Negeri yang mewakili 213 guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru. Hasil penelitian menunjukkan kompetensi kepribadian aktual guru IPA SMP berada di bawah kompetensi ideal. Dua prioritas program pelatihan adalah pelatihan kode etik guru dan pelatihan kepribadian guru. Pelatihan khusus dan pembinaan internal direkomendasikan sebagai metode pelatihan efektif untuk meningkatkan kompetensi kepribadian guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru.

Kata Kunci: kompetensi kepribadian guru, analisis kebutuhan pelatihan

Abstract

(30)

16

training areeffectiveto improve the personality competencethe natural science teacher of the state secondary school at Pekanbaru.

Keywords:personality competence of teacher, training needs analysis

Pendahuluan

Konsorsium sertifikasi guru melaporkan guru telah melakukan pemalsuan surat tugas mengajar, membeli sertifikat pelatihan dan seminar, bahkan menyelipkan sejumlah uang kertas di dalam berkas portofolio untuk mendapatkan sertifikat pendidik (KSG 2008). Proses sertifikasi guru tahun 2013 dinodai dengan penggunaan ijazah palsu oleh beberapa guru di Jawa Timur.Banyak guru melakukan pemalsuan karya tulis ilmiah (KTI) untuk kenaikan pangkat (Mulyasa 2010). Bukti empiris menunjukkan pada tahun 2010 jumlah guru di Provinsi Riau yang melakukan pemalsuan KTI adalah 1820 orang. Kemendiknas melaporkan guru yang bolos kerja mencapai 500 ribu orang setiap harinya (Rahman 2011). Hal ini didukung oleh hasil survei Bank Dunia (2011) yang menemukan 1 dari 5 guru di Indonesia mangkir dari tugas mengajar yang membuktikan tingkat disiplin guru masih sangat rendah.

Kekerasan seksual, fisik, dan non fisik yang dilakukan guru terhadap peserta didik terus meningkat. Wardah (2012) melaporkan 87.6% peserta didik mengalami kekerasan di sekolah. Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 192 kasus kekerasan dilakukan oleh guru terhadap peserta didik pada tahun 2006.Jumlah tersebut meningkat 11.6% atau menjadi 226 kasus pada tahun 2007dan meningkat tajam tahun 2008menjadi 39.6%. Tiga tahun terakhir, 38-43% kasus kekerasan seksual terjadi di sekolah yang mayoritas korbannya peserta didik SD dan SMP.

Perilaku menyimpang, pelanggaran kode etik, nilai, dan moral yang dilakukan guru menjadi salah satu indikator rendahnya kompetensi kepribadian guru di Indonesia. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Kedua landasan yuridis tersebut menegaskan guru harus memiliki kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik.

Diduga guru Indonesia telah dipersiapkan dengan penguasaan kompetensi kepribadian yang rendah semasa pendidikan mereka di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Hasil analisis isi struktur kurikulum kependidikan di LPTK menunjukkan muatan kurikulum yang berkaitan dengan pembentukan dan pengembangan kepribadian, sosial, dan kultur guru sebanyak 14%. Pendidikan profesi guru (PPG) di LPTK untuk mempersiapkan S1 kependidikan dan nonkependidikan menjadi guru professional, tidak memuat substansi kompetensi kepribadian (Farisi 2010).Proses pendidikan di LPTK belum mengarah kepada proses pendidikan watak sehingga belum maksimal menghasilkan lulusan berkarakter pendidik (Balitbang Kemendiknas 2011).

Pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) sebagai syarat memperoleh sertifikat pendidik lebih fokus pada peningkatan kompetensi pedagogik dan profesional.Uji kompetensi guru (UKG) dan penilaian kinerja guru (PKG) menekankan pada penguasaankompetensi pedagogik dan profesional (Ardiansyah 2013). Pemerintah telah mengabaikan peningkatan kompetensi kepribadian guru, *Telah diterima untuk terbit (accepted) di Jurnal Penyuluhan Edisi Maret 2014 Vol.10 No.1

(31)

17 padahal kompetensi kepribadian merupakan landasan bagi kompetensi lainnya (Mulyasa 2009) yang menentukan tingkat keberhasilan guru dalam mengajar (Hakim 2012). Sampai tahun 2012 belum ditemukan diklat yang dirancang khusus untuk meningkatkan kompetensi kepribadian guru (Sultoni 2012).

Pelatihan peningkatan kompetensi kepribadian guru mendesak untuk segera dilaksanakan dengan tujuan memberikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan spesifik yang dibutuhkan guru pada saat ini. Musfah (2011) menyatakan pelatihan akan memberikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan baru yang mengubah perilaku guru dalam mengajar. Tentu saja, agar pelatihan yang diselenggarakan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai maka harus dimulai dengan memahami kebutuhan nyata guru.

Pelatihan yang tidak didasarkan pada kebutuhan nyata guru tidak akan berdampak pada peningkatan kompetensi guru bahkan dapat menurunkan motivasi belajar, pemborosan waktu, tenaga, dan dana (Darling-Hammond 2006). Guru adalah pembelajar dewasa yang orientasi belajarnya berpusat pada pemecahan masalah yang dihadapi dalam melakukan tugas atau masalah dalam kehidupan keseharian (Monica et al. 2012). Oleh karena itu analisis kebutuhan

pelatihan harus dilakukan sebelum pelaksanaan pelatihan.

Kebutuhan pelatihan guru dapat dianalisis dengan menggunakan metode

Training Needs Assessment (TNA) yang dikembangkan oleh McCann dan

Tashima (1994). TNA merupakan proses mengidentifikasi kesenjangan kompetensi dengan cara membandingkan kompetensi yang dimiliki dengan kompetensi yang seharusnya dimiliki (Mangkuprawira dan Hubeis 2007). Tujuannya adalah untuk memetakan tingkat kompetensi kepribadianaktual guru, menetapkan kebutuhan dan prioritas pelatihan, serta memberikan rekomendasi metode pelatihan efektif. TNA mampu menghasilkan kebutuhan pelatihan yang objektif dan sistematis apabila dilakukan secara lengkap melalui tiga tahapan, yaitu analisis organisasi/institusi, analisis tugas/jabatan, dan analisis individu (MDF 2005; Sherazi et al. 2011; Jan dan Muthuvelayutham 2012).

Hasil analisis institusi pada penelitian pendahuluan di Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, menetapkan guru IPA SMP Negeri sebagai sasaran pelatihan peningkatan kompetensi kepribadian. Hal ini disebabkan guru IPA SMP Negeri belum sepenuhnya menaati peraturan pemerintah yang mewajibkan pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu. Secara yuridis, Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (SI-PDM) menjadi dasar pelaksanaan IPA terpadu di Indonesia.Perubahan Kurikulum 2013, menguatkan pelaksanaan IPA terpadu melalui Permendiknas Nomor 64tahun 2013 tentang SI-PDM.Guru harus mematuhi segala peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah karena guru merupakan pegawai yang harus tunduk dan patuh terhadap norma dan nilai-nilai yang berlaku (Amin et al. 2013).

(32)

18

menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,(4) menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri, dan (5) menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Survei, wawancara, dan FGDdilakukan pada bulan Mei – Juli 2013. Sambel berjumlah 165 guru IPA SMP Negeri yang mewakili 213 guru. Penilaian kompetensi kepribadian ideal (KKI) menggunakan kuesioner KKI oleh Kepala SMP berlatar belakang pendidikan IPA, Instruktur, dan guru Inti IPA SMP/MTs Kota Pekanbaru. Penilaian kompetensi kepribadian aktual (KKA) menggunakan kuesioner KKA oleh guru IPA SMP Negeri dengan teknik evaluasi diri. Penilaian KKI dan KKA menggunakan skala kisaran dengan nilai 1–9 yang diadopsi dan dimodifikasi dari McCann dan Tashima (1994).

Analisis kesenjangan kompetensi kepribadian (KKK) dilakukan dengan cara membandingkan nilai KKI dan KKA. Apabila nilai KKK (KKI – KKA) > 1, menunjukkan adanya kesenjangan kompetensi. Penetapan kebutuhan pelatihan dilakukan melalui wawancara tentang faktor penyebab kesenjangan kompetensi. Wawancara dilakukan terhadap pengawas IPA SMP, Kepala SMP berlatar belakang pendidikan IPA, dan Instruktur IPA SMP/MTs Kota Pekanbaru. Penetapan urutan prioritas pelatihan (UPP) berdasarkan nilai KKK, jumlah guru (JP), dan persentase guru (PG) yang membutuhkan pelatihan pada kompetensi tertentu (Malik 1985; Halim et al. 2008; Jan dan Muthuvelayutham 2012).

Metode pelatihan efektif diperoleh melalui FGD. Uji kredibilitas data yang diperoleh dari FGD dilakukan dengan triangulasi teknik dan bahan referensi (Sugiyono 2010).

Hasil dan Pembahasan

BSNP (2009) melaporkan penguasaan kompetensi kepribadian guru Indonesia mencapai 76%. Penelitian Suparwoto et al. (2011) menunjukkan

kompetensi kepribadian guru IPA SMP Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berkategori sangat baik sebanyak 86.20%. Berbeda dengan hasil penelitian ini, nilai kompetensi kepribadian aktual(KKA) guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru adalah 5.0 – 6.8 (Tabel 3.1).Kompetensi kepribadian yang seharusnya dimiliki guru (KKI)adalah 8.3 – 8.8. Artinya, tingkat kompetensi kepribadian aktual guru IPA SMP Negeri berada di bawah kompetensi kepribadian ideal. Tabel 3.1 Kesenjangan Kompetensi Kepribadian Guru IPA SMP Negeri

No Kompetensi Kepribadian KKI KKA KKK 1 Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan

kebudayaan nasional Indonesia

8.3 6.6 1.7

2 Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat

8.7 6.8 1.9

3 Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa

8.8 6.7 2.1

(33)

19

tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri

5 Menjunjung tinggi kode etik profesi guru Indonesia 8.8 5.0 3.8

KKI: kompetensi Kepribadian Ideal; KKA: Kompetensi Kepribadian Aktual; KKK: Kesenjangan Kompetensi Kepribadian

Perbedaan hasil penelitian terletak pada perbedaan metode dan responden penelitian. BSNP menyatakan tidak dapat mengukur secara langsung kompetensi kepribadian guru tetapi dilakukan melalui wawancara dengan kepala sekolah tentang penguasaan kompetensi kepribadian guru (BSNP 2009). Suparwoto et al

(2011) melakukan pengukuran langsung kepada guru IPA SMP se-Yogyakarta yang telah bersertifikat pendidik. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara yang sama dengan Suparwoto et al (2011) kepada guru IPA SMP Negeri bersertifikat maupun yang tidak bersertifikatse-Kota Pekanbaru.

Nilai kesenjangan kompetensi kepribadian (KKK) lebih besar dari 1 untuk seluruh kompetensi kepribadian (Tabel 3.1). Kesenjangan terbesar (3.8) pada kompetensi menjunjung tinggi kode etik profesi guru Indonesia. Kesenjangan terkecil (1.7) pada kompetensi bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. Merujuk pada Mangkuprawira dan Hubeis (2007) kesenjangan kompetensi menunjukkan adanya kebutuhan pelatihan. Artinya, guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru membutuhkan pelatihan peningkatan kompetensi untuk 5kompetensi kepribadian.

Menurut McCann dan Tashima (1994), tidak semua kesenjangan kompetensi dapat diatasi dengan pelatihan. Kesenjangan kompetensi yang dapat diatasi dengan pelatihan adalah kesenjangan yang disebabkan oleh faktor perilaku yaitu rendahnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Apabila kesenjangan tersebut disebabkan oleh selain faktor perilaku tidak dapat diatasi dengan pelatihan tetapi melalui usaha lain sesuai dengan faktor penyebabnya. Oleh karena itu, dilakukan wawancara untuk menggali informasi mengenai faktor penyebab kesenjangan kompetensi kepribadian guru.

Hasil wawancara menunjukkan kesenjangan untuk empat kompetensi kepribadian disebabkan oleh faktor sikap yaitu kesiapan guru untuk melaksanakan kompetensi kepribadian tersebut. Pada prinsipnya, guru IPA SMP telah memiliki pengetahuan yang baik tentang empat kompetensi kepribadian. Pengetahuan tersebut diperoleh secara otodidak sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaan masing-masing, etika, norma, dan hukum yang berlaku di masyarakat. Pelaksanaannya dianggap sebagai urusan pribadi berdasarkan kesiapan individu guru. Keempat kompetensi kepribadian tersebut adalah: (1) bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia, (2) menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (3) menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, dan (4) menunjukkan etos kerja, disiliplin, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.

(34)

20

dan melakukan penegakan kode etik terhadap kasus penyimpangan perilaku yang dilakukan guru.

Analisis hasil wawancara menunjukkan kesenjangan kompetensi kepribadian guru IPA SMP Negeri disebabkan oleh faktor perilaku. Oleh karena itu dapat ditetapkan kesenjangan kompetensi untuk seluruh kompetensi kepribadian dapat diatasi dengan pelatihan. Pelatihan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada guru memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru yang mengubah perilakunya dalam mengajar sehingga meningkatkan kualitas lulusan (Musfah2011).

Perlu ditetapkan prioritas pelatihan agar pelaksanaan pelatihan guru sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Prioritas pelatihan ditetapkanberdasarkan nilai kesenjangan kompetensi kepribadian (KKK). Mencermati kembali Tabel 3.1, teridentifikasi 2 kompetensi dengan nilai KKK yang sama (1.9). Kedua kompetensi tersebut adalah kemampuan guru untuk menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat, dan kemampuan guru untuk menunjukkan etos kerja, disiliplin, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. Hal ini menimbulkan masalah tersendiri dalam penetapan urutan prioritas pelatihan (UPP), sehingga diperlukan metode yang lebih sensitif untuk menetapkan UPP.

Malik 1985, Halim et al. 2008, Jan dan Muthuvelayutham 2012

menetapkanUPP berdasarkan jumlah dan persentase responden yang membutuhkan pelatihan pada kompetensi tertentu. Secara spesifik,penetapan urutan prioritas pelatihan bagi guru IPA SMP di Alama, Amerika Serikat (Baird dan Rowsey 1989) dan Malaysia (Halim et al. 2008) apabila persentase guru yang membutuhkan pelatihan mencapai 40% atau lebih.

Pada penelitian ini urutan prioritas pelatihan (UPP) ditetapkan berdasarkan nilai KKP, jumlah guru (JG) dan persentase guru (PG) IPA SMP Negeri yang membutuhkan pelatihan pada kompetensi kepribadian tertentu. Kombinasi dari ketiga metode tersebut dinilai lebih sensitif untuk menentukan urutan prioritas pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan nyata guru IPA SMP. Kelebihan lainnya adalah dapat ditentukan jumlah individu guru yang menjadi sasaran pelatihan untuk setiap kompetensi kepribadian. Urutan prioritas pelatihan disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Prioritas Pelatihan Kompetensi Kepribadian Guru IPA SMP Negeri

No Kompetensi Kepribadian KKK JG PG (%)

UPP

1 Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia

1.7 11 7 4

2 Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat

1.9 12 7 3

3 Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa

2.1 15 9 2

4 Menunjukkan etos kerja, disiliplin, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri

1.9 12 7 3

5 Menjunjung tinggi kode etik profesi guru Indonesia

(35)

21 KKK: Kesenjangan Kompetensi Kepribadian; JG: Jumlah Guru; PG: Persentase Guru; UPP: Urutan Prioritas Pelatihan

Hasil penelitian menunjukkanterdapat 1 kompetensi kepribadian yang memiliki nilai PG lebih dari 40% yaitu kompetensi ke-5 menjunjung tinggi kode etik profesi guru Indonesia dengan jumlah guru yang membutuhkan pelatihan sebanyak 53%. Kompetensi ke-5juga memiliki nilai kesenjangan tertinggi yaitu 3.8. Kompetensi kepribadaian 1 – 4 memiliki nilai PG yang kecil yaitu 7% dan 9%. Merujuk pada Baird dan Rowsey (1989) dan Halim et al. (2008), prioritas pelatihan peningkatan kompetensi kepribadian guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru adalah pelatihan kode etik profesi guru Indonesia.

Hasil penelitian dipaparkan dalam kegiatan FGD yang dilaksanakan di Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru. Peserta FGD berjumlah 20 orang yang terdiri dari kelompok guru IPA dan kelompok ahli. Kelompok ahli terdiri dari perwakilan LPMP Propinsi Riau, perwakilan Universitas Riau, Kepala Seksi Pelatihan dan Pengembangan Guru SMP/MTs Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, dan Pengawas IPA SMP/MTs Kota Pekanbaru. Kegiatan FGD bertujuan untuk meminta konfirmasi dan tanggapan kelompok guru IPA SMP Negeri tentang data yang berhasil dikumpulkan dengan kuesioner dan wawancara. FGD bagi kelompok ahli difokuskan untuk memperoleh rekomendasi metode pelatihan efektif untuk meningkatkan kompetensi kepribadian guru IPA SMP Negeri di Kota Pekanbaru.

Peserta FGD tidak sepakat dengan penetapan prioritas pelatihan yang menetapkan angka 40% untuk priotitas pelatihan.Peserta FGD merekomendasikan peningkatan kompetensi kepribadian guru IPA SMP dilaksanakan untuk seluruh kompetensi kepribadian. Diperoleh informasi dari peserta FGD bahwa guru belum melaksanakan secara utuh keempat kompetensi kepribadian. Masih banyak guru yang berkata dan bersikap kasar terhadap peserta didik, kurang disiplin, melakukan plagiat KTI,tidak disiplin, dan memiliki etos kerja yang rendah. Guru sekedar menjalankan kewajibannya untuk mengajar kemudian pulang.

Mengamati kembali Tabel 3.1 nilai kompetensi kepribadian aktual (KKA) guru IPA untuk kompetensi kepribadian 1 – 4 adalah 6.4 – 6.8, sedangkan nilai kompetensi kepribadian ideal (KKI) adalah 8.3 – 8.8. Terdapat kesenjangan kompetensi kepribadian (KKK) dengan nilai 1.7 – 2.1. Nilai kesenjangan yang lebih dari satu (KKK > 1) menunjukkan guru membutuhkan pelatihan kepribadian. Kepribadian yang baik dari guru akan menyebabkan peserta didik senang belajar. Hal senada dinyatakan oleh Mulyasa (2009), kepribadian guru membuat peserta didik senang belajardanbetah di kelas. Sebaliknya, kepribadian guru yang buruk menyebabkan peserta didik malas belajar dan malas ke sekolah. Bahkan, kepribadian guru yang baik akan berimplikasi besar padahasilpembelajaranpeserta didik (Lovat et al. 2011).

(36)

22

Prioritas kedua adalah pelatihan kepribadian dengan jumlah guru yang membutuhkan pelatihan sebanyak 50 orang. Materi pelatihan kepribadian guru dikemas sedemikian rupa sehingga pelatihan yang akan dilaksanakan memuat kompetensi kepribadian 1-4. Pelatihan kepribadian tersebut bertujuan memberikan penyadaran kepada guru akan pentingnya pelaksanaan kompetensi kepribadian guru dalam tugasnya sebagai pendidik profesional. Pelatihan kepribadian diharapkan dapat memperbaiki perilaku guru dalam hubungannya dengan peserta didik dan masyarakat.

Pelatihan kepribadian gurupenting dilaksanakan karena kepribadian guru merupakan syarat utama profesi guru (Hakim 2012) yang menjadi landasan penguasaan kompetensi lainnya (Mulyasa 2009). Hakim (2012) menyatakan kepribadian guru berimplikasi besar dalam pembentukan perilaku peserta didik. Menurut Gufran et al.(2011), guru berperan membentuk watak dan jiwa bangsa

sehingga baik dan buruknya bangsa bergantung kepada guru.Purwanti (2013) menyatakan kepribadian guru menentukan identitas guru sebagai pendidik yang baik bagi peserta didik atau sebaliknya menjadi perusak masa depan peserta didik.

Hasil penelitian Supriadi (2007) menunjukkan kepribadian guru lebih berpengaruh nyata terhadap prestasi belajar peserta didik dibandingkan dengan peubah motivasi. Penelitian Ulug et al. (2011) memberi bukti sikap dan perilaku

guru yang baik mempengaruhi motivasi, kepercayaan diri, dan perkembangan kepribadian yang baik dari peserta didik. Hal senada dinyatakan Tope (2011) bahwa kepribadian guru mempengaruhi disiplin sekolah terutama suasana di kelas, di tempat pratikum, dan di luar lingkungan sekolah. Berdasarkan penelitiannya, Tope (2011) menyarankan program pelatihan yang sesuai untuk guru meningkatkan kompetensi kepribadian guru adalah pemodelan perilaku dan pengembangan kepribadian positif.

Peserta FGD merekomendasikan pelatihan khusus dan pembinaan internal sebagai metode pelatihan untuk kode etik profesi guru Indonesia dan pelatihan kepribadian. PGRI Kota Pekanbaru dan Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru direkomendasikan sebagai pihak penyelenggara pelatihan kode etik guru. PGRI dinyatakan sebagai pihak yang paling bertanggungjawab terhadap pembinaan dan penegakan kode etik profesi guru. Secara spesifik peserta FGD merekomendasikan Training ESQ dengan penyelenggara Dinas Pendidikan Kota

Pekanbaru bekerjasama dengan institusi/perusahaan swasta sebagai penyelenggara pelatihan kepribadian guru.

Hasil FGD diuji melalui triangulasi teknik dan bahan referensi. Triangulasi teknik dilakukan melalui wawancara, kuesioner, dan studi dokumentasi kebijakan. Wawancara dilakukan dengan Kabid Pengembangan Sekolah Menengah Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, kuesioner dilakukan pada guru inti IPA SMP, dan studi dokumentasi kebijakan pengembangan profesi guru dari Kemendiknas (BPSDMPK dan PMP 2012).

Hasil uji kredibilitas pada Tabel 3.3, memperkuat hasil FGD yang merekomendasikan pelatihan khusus yang diikuti dengan pembinaan internal sebagai metode pelatihan peningkatan kompetensi kepribadaian guru.Hasil wawancara dengan Kabid Pendidikan Sekolah Menengah dan Kasi Pelatihan dan Pengembangan Guru SMP/MTs Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru menyatakan

Gambar

Gambar 1.1Alur proses penelitian analisis kebutuhan pelatihan peningkatan
Table 2.2Analysis of Priority Training Needs
Table 2.3Recommendationof Training Methodsand Organizers
Tabel 3.2  Prioritas Pelatihan Kompetensi Kepribadian Guru IPA SMP Negeri
+4

Referensi

Dokumen terkait

Mata kuliah ini mengkaji tentang pentingnya perencanaan media kreatif sebagai satu perpaduan strategi komunikasi dalam mencapai tujuan periklanan secara efektif dan

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini.. Oleh

4 dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan." 5 Lalu kata-Nya

Pada penelitian pengembangan ini akan menghasilkan suatu produk media pembelajaran audio visual penerapan teknik perlakuan kimiawi enzimatis dalam Pengolahan pada

Bandung : Humaniora Mulyasa E, (2008), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, suatu panduan praktis.. Bandung :

Berdasarkan analisis terhadap data yang didapatkan, diketahui bahwa subjek mengalami stress pasca trauma seperti subjek tersebut mengalami dan menyaksikan peristiwa gempa bumi,

Dalam Gereja Katolik terdapat Perayaan Sakramen Ekaristi yang diadakan setiap hari atau setiap minggunya untuk kenangan wafat serta kebangkitan Tuhan Yesus yang mengabadikan

Hasil uji beda rataan pengaruh pemberian pupuk organik Bio-7 dan pupuk NPK Alam Tani terhadap jumlah buah per plot tanaman kacang panjang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut