• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Minyak Biji Kamandrah (Croton tiglium) Dan Jarak Pagar (Jatropha curcas) Sebagai Larvasida, Anti Oviposisi Dan Ovisida Nyamuk Aedes aegypti Dan Aedes albopictus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Minyak Biji Kamandrah (Croton tiglium) Dan Jarak Pagar (Jatropha curcas) Sebagai Larvasida, Anti Oviposisi Dan Ovisida Nyamuk Aedes aegypti Dan Aedes albopictus"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS MINYAK BIJI KAMANDRAH (

Croton tiglium

)

DAN JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

) SEBAGAI LARVASIDA,

ANTI-OVIPOSISI DAN OVISIDA

NYAMUK

Aedes

aegypti

DAN

Aedes albopictus

ENDANG PUJI ASTUTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “EFEKTIVITAS MINYAK BIJI KAMANDRAH (Croton tiglium) DAN JARAK PAGAR (Jatropha

curcas) SEBAGAI LARVASIDA, ANTI-OVIPOSISI DAN OVISIDA NYAMUK

Aedes aegypti DAN Aedes albopictus” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juli 2008

(3)

ABSTRACT

ENDANG PUJI ASTUTI. Larvicidal, Anti-oviposition, and Ovicidal Activity of Croton tiglium and Jatropha curcas Seed Oil Against Aedes aegypti and Aedes albopictus.

Aedes aegypti and A. albopictus mosquito is increasing problem of public health, being the vector responsible for dengue and chikungunya. Various effort have been done to control the mosquitoes both chemically and naturally. Croton tiglium and Jatropha curcas seed oil were known to posses insecticide activity against larval mosquito species. The study was aimed to examine effectiveness of C. tiglium seed oil and J. curcas seed oil as larvicidal, anti-oviposition, and ovicidal against A. aegypti and A. albopictus, and quantitative analysis of piperine achieved by spectrophotometer. C. tiglium seed oil possessed a significantly higher larvicidal activity against the 3th-4th instar larvae of A. aegypti and A. albopictus than J. curcas seed oil. The larval mortality was observed after 24 h of exposure. The LC50 value of C. tiglium seed oil

and J. curcas seed oil were 769.52 ppm and 1366.07 ppm respectively, against A. aegypti and 707.78 ppm and 905.29 ppm respectively, against A. albopictus. There was a decrease in the number of eggs laid by A. aegypti and A. albopictus with C. tiglium and J. curcas oil (≤ 5% eggs) if compared to control (> 50% eggs). C. tiglium and J. curcas seed oil was effective on 0.4%-0.5% concentration so that could prevent the eggs from being hatched (> 90%). Quantitative analysis of C. tiglium and J. curcas by spectrophotometer revealed the presence of piperine were 0.0385% and 0.0054%. The content of C. tiglium was higher compared to J. curcas as proved by the value of LC50. The result of this study suggested that the C. tiglium and J. curcas oil

posses insecticide properties that could be developed and used as natural insecticide for larval mosquito control.

(4)

RINGKASAN

ENDANG PUJI ASTUTI. Efektivitas Minyak Biji Kamandrah (Croton tiglium) Dan Jarak Pagar (Jatropha curcas) Sebagai Larvasida, Anti-Oviposisi Dan Ovisida Nyamuk Aedesaegypti Dan Aedes albopictus

Nyamuk vektor yang menjadi masalah kesehatan di dunia adalah nyamuk Aedes aegypti dan A. albopictus, kedua spesies ini merupakan vektorpenyakit Dengue dan Chikungunya. Di Indonesia jumlah kasus DBD setiap tahun cenderung meningkat dan persebarannya semakin luas. Memasuki awal tahun 2004 telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada tahun 2007 kasus di Indonesia sampai bulan September adalah 123.828 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 1.256 orang. Seperti halnya DBD, penyakit Chikungunya di Indonesia sudah menyebar di 11 Provinsi selama tahun 2001 - 2005, dengan jumlah kasus sebanyak 12.695 penderita tanpa kematian. Berbagai upaya pengendalian baik secara kimia maupun alamiah telah dilakukan, cara alamiah adalah memanfaatkan tanaman sebagai insektisida nabati. Biji kamandrah (Croton tiglium) dan jarak pagar (Jatropha curcas) mengandung senyawa toksik yang bisa berperan sebagai larvasida nabati. Tujuan penelitian untuk menguji efektivitas minyak biji kamandrah dan jarak pagar sebagai larvasida, anti-oviposisi, dan ovisida nyamuk A. aegypti dan A. albopictus serta mengetahui besarnya senyawa aktif piperine. Minyak kamandrah lebih berpotensi sebagai larvasida Aedes sp instar III-IV di bandingkan dengan minyak jarak pagar. Kematian larva A. aegypti dan A. albopictus pada minyak biji kamandrah dan jarak pagar menunjukkan hasil yang meningkat sesuai dengan dosis aplikasinya. Dosis tertinggi 0,5% minyak kamandrah diperoleh kematian larva sebesar 100%, sedangkan kematian larva pada minyak jarak pagar adalah < 100%. Nilai LC50 minyak biji C. tiglium dan J. curcas terhadap A.

aegypti berturut-turut adalah 769,52 ppm dan 1366,07 ppm, sedangkan terhadap larva A. albopictus adalah 707,78 ppm dan 905,29 ppm selama 24 jam pengamatan. Hasil uji anti-oviposisi minyak kamandrah dan jarak pagar menunjukkan adanya penurunan jumlah peletakan telur A. aegypti dan A. albopictus dengan paparan minyak kamandrah dan jarak pagar (dosis 0,5%) yaitu sebesar ≤ 5% telur jika dibandingkan dengan kontrol yaitu >50% telur. Hasil uji ovisida pada kedua spesies menunjukkan pola rata-rata jumlah telur yang mengalami penurunan setelah pemberian paparan minyak kamandrah dan jarak pagar. Hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa jumlah telur A. aegypti yang menetas pada ovitrap kamandrah dosis 0,5% adalah 0 – 13 telur, sedangkan minyak jarak pagar pada dosis 0,5% adalah 1 – 11 telur. Seperti halnya pada telur A. aegypti, telur A. albopictus juga mengalami kegagalan menetas pada dosis 0,5% minyak kamandrah jumlah telur yang berhasil menetas adalah 0 – 7, sedangkan pada minyak jarak pagar diperoleh jumlah telur menetas 1 – 5 telur. Minyak kamandrah dan jarak pagar efektif pada konsentrasi 0,3% - 0,5% sehingga mampu menghambat penetasan telur yaitu kegagalanya sebesar >90%. Hasil analisis UV spektrophotometer minyak kamandrah dan jarak pagar menunjukkan adanya senyawa aktif suatu alkaloid golongan piperidine yang diduga sebagai larvasida dengan kadar piperine 0,0385% dan 0,0054%. Minyak kamandrah dan jarak pagar dapat dikembangkan menjadi larvasida nabati untuk mengendalikan populasi larva nyamuk. Namun, perlu adanya kajian formulasi kedua minyak tersebut agar mudah larut dalam air dan dapat diaplikasikan di lapangan sehingga mampu menurunkan kepadatan vektor Dengue dan Chikungunya.

(5)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya lmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

EFEKTIVITAS MINYAK BIJI KAMANDRAH (

Croton tiglium

)

DAN JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

) SEBAGAI LARVASIDA,

ANTI-OVIPOSISI DAN OVISIDA

NYAMUK

Aedes

aegypti

DAN

Aedes albopictus

ENDANG PUJI ASTUTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Entomologi Kesehatan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis : Efektivitas Minyak Biji Kamandrah (Croton tiglium) Dan Jarak Pagar (Jatropha curcas) Sebagai Larvasida, Anti-Oviposisi Dan Ovisida Nyamuk Aedes aegypti Dan Aedes albopictus

Nama : Endang Puji Astuti

NIM : B252060071

Program Studi : Entomologi Kesehatan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS Ketua

Dr. Ir. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS

Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena hanya dengan izin dan anugerahnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah ”Efektivitas Minyak Biji Kamandrah (Croton tiglium) Dan Jarak Pagar (Jatropha curcas) Sebagai Larvasida, Anti-Oviposisi Dan Ovisida Nyamuk Aedes aegypti Dan Aedes albopictus”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr sebagai anggota komisi pembimbing atas masukan, saran dan bimbingan, serta Ibu Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, M.Si atas kesediaannya menguji dalam sidang tesis penulis.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. drh. Singgih H. Sigit, MS, Bapak Dr. drh. FX. Koesharto, MS, Bapak Dr. drh. Ahmad Arif Amin, Ibu Dr. drh. Susi Soviana, M.Si, Bapak Dr. Ir. Dadang (HPT), Bapak Joko Prijono, MS (HPT), atas ilmu yang penulis peroleh selama mengikuti pendidikan di Entomologi Kesehatan. Semua pegawai Entomologi Kesehatan (Ibu Juju, Bapak Yunus, Bapak Heri, drh. Sugiarto, Bapak Taufik, Bapak Nanang dan Ibu Een) atas bantuannya terutama bimbingannya dalam praktikum.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Adi Riyadhi, M.Si, Ibu Trivadila, S.Si, Bapak Noor Roufiq Ahmadi, S.TP, MP., Ibu Heni Prasetyowati, S.Si, Bapak Roy Nusa RES, M.Si, yang telah banyak membantu secara teknis selama penelitian. Terima kasih kepada seluruh rekan di Pasca Sarjana Entomologi Kesehatan angkatan 2006, Rita Juliawaty, M.Si atas bantuan, kebersamaan dan semangatnya, Amalia Safitri SKM, Bapak Amirullah, M.Si, dan Bapak Yuliansyah, S.Si atas kekeluargaan dan semangatnya. Seluruh rekan Parasitologi dan Entomologi Kesehatan angkatan 2007 (Ety Rahmawati, Yahya, Bapak Gondo, Bapak Ali, Bapak Mulyono, Bapak Irwan dan Bapak Agus) atas bantuan dan dukungannya.

Terimakasih juga disampaikan kepada kepala Loka Litbangkes P2B2 Ciamis, Bapak Sugianto, SKM, MSc.PH dan rekan-rekan (Joni Hendri, Yuneu Yuliasih, Mara Ipa, Titin Delia, Marliah Santi) serta rekan-rekan Loka Litbangkes yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Balitbangkes DEPKES RI, Pusren-Gun SDM Kes DEPKES RI dan Balitbang Pertanian melalui program KKP3T yang telah memberikan bantuan dana.

Terima kasih dan penghargaan tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua (Kasidi & Sri Utami), mertua (Hayat & Uhen) serta suami (Heriyana) yang tak henti-hentinya berdoa, memberikan dorongan dan pengorbanan moral maupun materiil sampai selesainya studi ini. Mas Agus dan istri, Mas Win dan istri, Mas Budi, Mas Edi dan istri, Mbak Yus dan suami, Mba Wida dan suami, Mas Hendar dan istri, Adik tersayang (Yeni & Iva), Deka serta ponakan-ponakan tercinta atas doa, cinta dan semangatnya.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun demikian penulis berharap hasil karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mojokerto Jawa Timur pada tanggal 27 Oktober 1977 dari pasangan Bapak Purn. Kasidi dan Ibu Sri Utami (telah dipanggil ke Rahmatullah pada tanggal 19 Juli 2008). Penulis merupakan putri kelima dari tujuh bersaudara. Penulis telah menikah pada tahun 2005 dengan Heriyana.

Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di SDN Miji I Mojokerto pada tahun 1990, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Mojokerto, lulus pada tahun 1993, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN Sooko Mojokerto, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1996 penulis melanjutkan studi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya melalui jalur UMPTN dan lulus pada bulan Agustus 2000.

(11)

DAFTAR ISI

2.1 Penyakit demam berdarah dengue ... 5

2.2 Penyakit Chikugunya ... 7

2.3 Lingkungan dan kehidupan Aedes sp ... 8

2.4 Tumbuhan Sebagai Larvasida dan Insektisida nabati ... 12

2.5 Kamandrah (Croton tiglium) ... 15

3.5 Metode Identifikasi Senyawa Aktif ... 26

3.6 Analisa Data ... 26

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Karakteristik dan Pengepresan Biji Kamandrah ... 27

4.2 Karakteristik dan Pengepresan Biji Jarak Pagar ... 28

4.3 Uji Potensi Larvasida ……… 29

4.4 Penentuan Nilai Lethal Concentration (LC) Minyak Kamandrah dan Jarak Pagar sebagai Larvasida ... 33

4.5 Uji Anti – Oviposisi ... 36

4.6 Uji Ovisida ... 38

4.7 Identifikasi Senyawa Aktif ... 39

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(12)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1 Hasil identifikasi minyak kamandrah dengan GC-MS Metode IV ……... 17 2 Rata-rata kematian (%) larva A. aegypti berdasarkan perlakuan

kamandrah setelah 24 jam pengamatan ... 29 3 Rata-rata kematian (%) larva A. aegypti berdasarkan perlakuan jarak

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1 Profil Kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia tahun 1968 – 2007.. 5

2 Profil Kasus Chikungunya di Indonesia tahun 2001 – 2007 ... 7

3 Morfologi bentuk sisir larva A. aegypti seperti trisula (A) dan sisir larva A. Albopictus berbentuk lancip (B)........ 10 4 A. aegypti (A) dan A. albopictus (B) Saat Menghisap Darah ... 10

5 Profil Tanaman Kamandrah (Croton tiglium) ... 16

6 Profil Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas) ... 19

7 Kromatogram GC-MS minyak jarak pagar metode III ………. 20

8 Alat pengepresan hidraulik (A) dan Profil timbangan elektrik (B) ……... 23

9 Telur Aedes yang terpilih untuk uji (A) dan Telur Aedes yang telah menetas menjadi larva (B) ………. 23 10 Profil kandang uji dan rearing (A) dan Gelas Uji untuk Anti-oviposisi (B) ………... 25 11 Pengambilan nyamuk blood feed (A) dan pemberian larutan gula (B) .... 25 12 Profil Buah Kamandrah (A), Minyak Kamandrah Hasil Pengepresan

(B) ………..

27

13 Profil Daun, Buah Jarak Pagar (A) dan Profil Minyak Jarak Pagar Hasil Pengepresan (B) ………

28 14 Rata-rata persentase kematian larva A. aegypti berdasarkan perlakuan

selama 24 jam pengamatan...

31 15 Rata-rata persentase kematian larva A. albopictus berdasarkan perlakuan

selama 24 jam pengamatan ...

31

16 Nilai maksimal, minimal dan rata-rata kematian larva A. aegypti dan A. albopictus dengan paparan minyak kamandrah selama 24 jam …………

32 17 Nilai maksimal, minimal dan rata-rata kematian larva A. aegypti dan A.

albopictus dengan paparan minyak jarak pagar selama 24 jam …………

32

18 Larva Aedes mati yang terpapar minyak sawit (A), terpapar minyak jarak pagar (B) dan terpapar minyak kamandrah (C) ...

34 19 Konsentrasi efektif berdasarkan Lethal Concentration minyak

kamandrah, jarak dan sawit pada A. aegypti dan A. albopictus selama 24 jam pengamatan ...

(14)

No Teks Halaman 20 Rata-rata jumlah telur yang diletakkan nyamuk berdasarkan ovitrap

dengan paparan minyak kamandrah ...

37

21 Rata-rata jumlah telur yang diletakkan nyamuk berdasarkan ovitrap dengan paparan minyak jarak pagar ...

37

22 Rata-rata persentase telur yang berhasil menetas berdasarkan perlakuan pada telur A. aegypti dan A. albopictus ...

39

23 Struktur cis-9-Hexadecenal ... 40 24

25

Struktur (Z)- 13-Octadecenal ... Contoh beberapa senyawa piperidine ... ...

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1 Hasil pengamatan kematian larva pada uji larvasida ... 49

2 Hasil pengamatan jumlah peletakan telur pada uji anti-ovipoisi... 52

3 Hasil pengamatan telur yang gagal menetas pada uji ovisida ... 54

4 Hasil uji ANOVA C. tiglium (larvasida) ... 55

5 Hasil uji ANOVA J. curcas (larvasida) ... 56

6 Hasil uji ANOVA C. tiglium (anti-oviposisi) ... 57

7 Hasil uji ANOVA J. curcas (lanti-oviposisi) ... 58

8 Hasil uji ANOVA C. tiglium dan J. curcas (ovisida) ... 59

9 Analisa probit minyak kamandrah terhadap larva A. aegypti selama 24 jam perlakuan ……… 60

10 Analisa probit minyak kamandrah terhadap larva A. albopictus selama 24 jam perlakuan ………... 61

11 Analisa probit minyak jarak pagar terhadap larva A. aegypti selama 24 jam perlakuan ……… 62

12 Analisa probit minyak jarak pagar terhadap larva A. albopictus selama 24 jam perlakuan ………... 63

13 Analisa probit minyak sawit terhadap larva A. aegypti selama 24 jam perlakuan ………... 64

14 Analisa probit minyak sawit terhadap larva A. albopictus selama 24 jam perlakuan ………... 65 15 Hasil uji spektrofotometer kadar piperin (%) minyak kamandrah ……… 66

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyamuk termasuk satu di antara jenis serangga yang memperoleh perhatian besar dalam kesehatan manusia, karena mempunyai potensi sebagai vektor dalam penularan suatu penyakit (Stocker et al. 2005). Nyamuk Aedes aegypti dan A. albopictus merupakan nyamuk vektor yang menularkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Chikungunya, yang sampai saat ini kasus kesakitannya selalu meningkat (WHO 2004 & Kusriatuti 2003).

Di Indonesia jumlah kasus DBD setiap tahun cenderung meningkat dan persebarannya semakin luas. Memasuki awal tahun 2004 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), sejak Januari - Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% ). Pada tahun 2007 kasus DBD di Indonesia sampai bulan September adalah 123.828 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 1.256 orang (DEPKES 2007).

Seperti halnya DBD, kasus demam Chikungunya di Indonesia sudah menyebar di 11 Provinsi selama tahun 2001 – 2005. Wilayah tersebut terdiri dari Provinsi DI Nangroe Aceh Darusalam, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat, dengan jumlah kasus sebanyak 12.695 penderita tanpa kematian, yang tersebar di 38 kabupaten/kota, 90 kecamatan dan 134 desa/keluranan (DEPKES 2007).

(18)

Cara pengendalian alamiah adalah dengan memanfaatkan tanaman sebagai biopestisida, sebagai satu alternatif pengendalian yang ramah lingkungan, mudah diaplikasikan dan tidak berbahaya bagi musuh alami dan serangga menguntungkan lainnya. Insektisida dari tanaman ini lebih selektif dan aman, karena mudah terurai (terdegradasi) di alam sehingga tidak meninggalkan residu di tanah, air dan udara (Jadhau & Jadhau 1984 dalam Adebowale et al. 2006).

Berbagai jenis tanaman telah diketahui mengandung senyawa bioaktif seperti seperti fenilpropan, terpenoid, alkaloid, asetogenin, steroid dan tanin yang bersifat sebagai insektisida. Menurut Aminah (1995), buah lerak yang mengandung senyawa utama saponin, daun kecubung yang mengandung alkaloid dan antrakinon serta daun orang-aring yang mengandung minyak atsiri, tanin dan steroid terbukti berkhasiat sebagai insektisida dan repelen.

Uji toksisitas beberapa tanaman telah dilakukan terhadap larva nyamuk, seperti minyak tumbuhan yang berasal dari tanaman (Camphor, Thyme, Amyris, Lemon, Cedarwood, Frankincense, Dill, Myrtle, Juniper, Black Pepper, Verbena, Helichrysum

and Sandalwood) yang dilaporkan memiliki bioaktivitas sebagai larvasida nyamuk (Amer & Mehlhorn 2006). Ekstrak daun dari tanaman Euphorbiaceae seperti Croton nepetaefolius, C. zehntneri, dan C. argyrophylloides terbukti mampu membunuh 100% larva A. aegypti skala laboratorium (Araujo et al. 2006).

Ekstrak air dari tanaman Piper retrofractum (Chansang et al. 2005), ekstraksi daun Annona muricata (Hamidah 2002), ekstrak tanaman Origanum onites (Cetin & Yanikoglu 2006), beberapa ekstrak petroleum ether dari lima spesies tanaman Euphorbiaceae, yaitu Jatropha curcas, Pedilanthus tithymaloides, Phyllanthus amarus, Euphorbia hirta dan E. tirucalli juga terbukti mempunyai potensi sebagai larvasida (Rahuman et al. 2007).

Tumbuhan kamandrah (Croton tiglium), famili Euphorbiaceae merupakan salah satu tumbuhan beracun yang berpotensi sebagai insektisida. Senyawa 12-0-Tetradecanoylphorbol-13-acetate hasil isolasi dari biji kamandrah dapat membunuh 100% larva Culex pipiens instar ke dua pada konsentrasi 0,6 ppm (Marshall et al. 2005). Senyawa 12-0-Tetradecanoylphorbol-13-acetate juga dapat berfungsi sebagai Anti-HIV (Singh et al. 2005).

(19)

air besar, kanker mulut rahim, kulit, bisul dan infeksi jamur (Heyne 1987). Biji jarak pagar mempunyai toksisitas yang tinggi karena mengandung senyawa protein yang toksik (curcin) dan diterpene ester (Heller 1996). Minyak biji tanaman jarak pagar juga dapat menghambat penetasan telur Callosobruchus maculatus (Coleoptera : Bruchidae) dan bersifat anti-oviposisi (Adebowale et al. 2006).

Tanaman kamandrah dan jarak pagar merupakan tanaman yang mudah pertumbuhannya dan tersebar merata di seluruh Indonesia. Dilihat dari sifat toksiknya, biji tanaman kamandrah dan jarak pagar memiliki potensi sebagai larvasida nyamuk A. aegypti dan A. albopictus, namun demikian belum banyak penelitian yang lengkap mengenai efektivitasnya sebagai larvasida, anti-oviposisi dan ovisida.

1.2 Perumusan Masalah

Sebagian besar pengendalian vektor yang dilakukan dengan menggunakan larvasida sintetis dapat mencemari lingkungan dan menyebabkan sifat resisten pada larva. Kajian tentang larvasida nabati banyak dilakukan, namun efektivitasnya masih rendah sehingga perlu kajian bahan aktif tanaman lain yang mempunyai tingkat toksisitas tinggi, mudah mendapatkannya dan ramah lingkungan.

1.3 Tujuan Penelitian

1 Mengetahui efikasi minyak biji tanaman kamandrah (C. tiglium) dan jarak pagar (J. curcas) terhadap larva A. aegypti dan A. albopictus.

2 Mengetahui daya anti-oviposisi minyak biji tanaman kamandrah dan jarak pagar terhadap peletakan telur nyamuk betina A. aegypti dan A. albopictus. 3 Mengetahui daya ovisida untuk menghambat penetasan telur A. aegypti dan

A. albopictus dalam media minyak biji kamandrah dan jarak pagar.

(20)

1.4 Hipotesa alternatif (H1)

1 Terdapat peningkatan kematian larva A. aegypti dan A. albopictus yang terpapar minyak biji kamandrah dan jarak pagar.

2 Terdapat penurunan jumlah peletakan telur A. aegypti dan A. albopictus yang terpapar minyak biji kamandrah dan jarak pagar.

3 Terdapat kegagalan penetasan telur nyamuk A. aegypti dan A. albopictus yang terpapar minyak biji kamandrah dan jarak pagar.

1.5 Manfaat

(21)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) muncul lebih dari 20 tahun yang lalu dengan perluasan distribusi geografis baik pada virus maupun pada nyamuk vektor. Sejak tahun 1980, penyakit DBD menyebar luas di berbagai wilayah tropis dan sub tropis meliputi benua Amerika, Afrika, Asia dan Pasifik Barat. WHO memperkirakan telah terjadi 50 - 100 juta kasus DBD pertahunnya di dunia, dengan 25.000 kasus kematian (Gubler 1997).

Kasus penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit DBD. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah dan secara sporadis selalu terjadi KLB (kejadian luar biasa) setiap tahun (Kristina et al. 2004).

Memasuki awal tahun 2004 telah terjadi KLB DBD di beberapa provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, DKI Jakarta, Jawa Barat, NTT, NTB, dan Kalimantan Selatan. Insidens kasus (IR) tertinggi terjadi di DKI Jakarta yaitu 69,92 per 100.000 penduduk dengan risiko kematian (CFR) 0,8% selanjutnya NTT 12,47 per 100.000 penduduk dengan CFR = 4,1%, DI Yogya 11,94 per 100.000 penduduk dengan CFR = 3,8% (Kandun 2004).

Gambar 1 Profil Kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia tahun 1968 - 2007 (Sumber : Subdit Arbovirosis, Ditjen PP&PL. DEPKES RI 2007)

0 20 40 60

1968 1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

(22)

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2003-2007), jumlah kejadian kasus DBD di Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup tajam. Berdasarkan laporan kasus sejak Januari - Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% ). Pada tahun 2007 kasus di Indonesia sampai bulan September adalah 123.828 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 1.256 orang (Gambar 1) (DEPKES 2007).

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviridae yang terdiri atas empat serotipe yaitu, DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Penyakit ini disebarkan oleh nyamuk A. aegypti sebagai sumber penularan utama biasanya banyak ditemukan di negara tropis khususnya di Asia Tenggara, sedangkan A. albopictus telah dikenal sebagai vektor kedua yang juga penting dalam mendukung keberadaan virus (WHO 2004).

Cara penularan penyakit DBD adalah melalui gigitan nyamuk betina Aedes yang terinfeksi pada saat menghisap darah dari seseorang yang mengalami fase demam akut (viraemia). Setelah melewati periode inkubasi ekstrinsik selama 8 – 10 hari, kelenjar nyamuk tersebut akan terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan tubuh orang lain. Virus akan tetap bertahan di tubuh nyamuk sepanjang hidupnya, sehingga nyamuk yang terinfeksi virus dengue mampu menularkan penyakit ini kepada orang lain selama hidupnya (DEPKES 2005).

(23)

2.2. Penyakit Chikungunya

Penyakit Chikungunya ditemukan pertama kali di negara Afrika dan selanjutnya menyebar ke Asia. Penyakit ini kemudian menyebar luas ke seluruh wilayah Afrika dan Asia, termasuk India, Srilanka, Myanmar, Thailand, Indonesia dan Malaysia. Hasil penelitian di Bangkok (Thailand), Vellore dan Madras (India) menunjukkan terjadinya gelombang epidemi dengan interval 30 tahun. Satu gelombang epidemi umumnya berlangsung beberapa bulan, kemudian menurun dan bersifat ringan sehingga sering tidak termonitor (Sam et al. 2006). Di India, kasus Chikungunya terjadi antara bulan Februari sampai dengan Agustus tahun 2006 sebanyak dua juta kasus (Kumar et al. 2007).

Kasus Chikungunya di Indonesia sudah menyebar di 11 Provinsi selama tahun 2001 – 2005. Kasus ini menyebar luas di Provinsi DI Nangroe Aceh Darusalam, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat, dengan jumlah kasus sebanyak 12.695 penderita tanpa kematian. Selama kurun waktu 7 tahun (2001-2007) total kasus Chikungunya adalah 18.169 kasus. Kejadian penyakit ini berfluktuasi, kasus tertinggi pada tahun 2003 yaitu sebanyak 8870, pada tahun 2005 menurun menjadi 442 kemudian meningkat lagi pada tahun 2007 yaitu sebanyak 1111 kasus (Gambar 2) (DEPKES 2007).

Gambar 2 Profil Kasus Chikungunya di Indonesia tahun 2001 - 2007 (Sumber : Subdit Arbovirosis, Ditjen PP&PL. DEPKES RI 2007)

(24)

Chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV), Genus Alphavirus, Famili Togaviridae. Virus chikungunya pertama kali diisolasi oleh Ross sejak terjadinya epidemi dengue di wilayah Newala, Tanzania yaitu pada tahun 1953 (Diallo et al. 1999). Seperti halnya DBD, sumber penularan utama penyakit Chikungunya adalah nyamuk A. aegypti dan A. Albopictus (Kusriastuti 2003). Gejala utamanya adalah demam mendadak, nyeri persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki, tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (bintik-bintik kemerahan) pada kulit (Diallo et al. 1999).

Demam Chikungunya relatif kurang berbahaya dibandingkan dengan penyakit DBD, karena penyakit ini dapat sembuh sendiri (self limiting disease). Masa inkubasi dalam tubuh manusia (intrinsik) sekitar 2 - 4 hari, sementara manifestasi klinis antara 3 - 10 hari. Meski demikian, demam Chikungunya dapat menyebabkan penderita mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan ini hanya bersifat sementara karena pengaruh dari proses perkembangbiakan virus dalam darah yang menimbulkan nyeri pada persendian dan tulang sehingga sulit menggerakkan anggota tubuh. Walaupun bukan kelumpuhan total, namun dapat menghambat produktivitas kerja dan aktivitas sehari-hari (Diallo et al. 1999).

Menurut Kumar et al. (2007) kemiskinan merupakan faktor penting tejadinya infeksi Chikungunya dan dapat memperburuk permasalahan kemiskinan masyarakat. Masyarakat kaya secara umum juga dapat terserang penyakit ini, proporsi tertinggi adalah pada usia produktif dengan gejala yang panjang lebih dari dua minggu sehingga berdampak pada produktivitas/penghasilan berkurang. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara kemiskinan dan infeksi yang terjadi karena malnutrisi sehingga semakin menambah individu yang rentan terhadap serangan penyakit tersebut.

2.3. Lingkungan dan kehidupan Aedes

(25)

Telur. Telur Aedes yang masih baru berwarna putih namun setelah satu atau dua jam berubah menjadi hitam berbentuk oval. Dinding luar telur (exochorion) mempunyai bahan yang lengket (glikoprotein) yang akan mengeras bila kering. Telur akan menetas selama satu sampai tiga hari pada suhu antara 23 oC - 30oC dan kelembaban 60-80%, tetapi membutuhkan tujuh hari pada suhu 16oC (Christophers 1960).

Nyamuk Aedes dapat menghasilkan 80 - 125 butir telur (rata-rata 100 butir) setelah menghisap darah (Hoedojo 1993). Hasil penelitian di Sam Hughes (Amerika), 300 nyamuk betina A. aegypti mampu menghasilkan 20.000 telur selama 4 bulan (Ginley 2001). Rumini (1980) melaporkan bahwa nyamuk A. albopictus rata-rata meletakkan telur 52 butir setiap kali bertelur.

Telur dapat bertahan pada kondisi kering dalam waktu lebih dari satu tahun. Kemampuan bertahan memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup spesies tersebut selama iklim yang tidak menguntungkan (WHO 2004). Agustina (2006) melaporkan bahwa waktu penetasan telur yang disimpan lebih lama daripada waktu penetasan telur dalam keadaan segar (baru) serta kondisi yang lebih baik. Telur yang disimpan selama dua minggu menunjukkan tanda mulai mengkerut dan kering.

Larva. Larva Aedes berbentuk silindris dengan kepala membulat, antena pendek dan halus. Alat pernafasan larva menggunakan siphon yang berada di ruas ke delapan dari abdomen, sedangkan untuk mengambil makanan menggunakan rambut-rambut yang ada di kepala yang berbentuk seperti sikat (Christophers 1960). Morfologi larva A. aegypti mirip dengan A. albopictus, perbedaannya terlihat pada bentuk sisir yang terdapat di segmen abdomen ke delapan (Mattingly 1957) (Gambar 3).

Larva mengalami empat kali instar, lama stadium ini hanya berlangsung selama enam sampai sembilan hari (Christophers 1960). Lamanya larva mengalami moulting (pergantian kulit) dan ukuran larva dipengaruhi oleh nutrisi atau makanan yang diperoleh. Secara umum makanan larva di alam berupa mikroba dan jasad renik seperti flagelata, ciliata, dan rhizopora (zooplankton dan fitoplankton)(Rumini 1980)).

(26)

A B

Gambar 3 Morfologi bentuk sisir larva A. aegypti seperti trisula (A) dan sisir larva A. albopictus berbentuk lancip (B)

A B

Gambar 4 A. aegypti (A) dan A. albopictus (B) Saat Menghisap Darah (Sumber : www.mosquitomagnetdepot.com)

Pupa. Pupa Aedes berbentuk koma, pada fase ini pupa tidak membutuhkan makanan. Pada permulaan pupa berwarna putih kemudian berubah menjadi coklat dan sebelum dewasa menjadi hitam. Kepala dan thoraks tebal, abdomen melengkung ke bawah dan kebelakang, hanya dapat bergerak vertikal setengah lingkaran. Pupa bernafas melalui tabung pernafasan yang berbentuk seperti segitiga, tabung pernafasan ini merupakan ciri khas nyamuk Aedes (Christophers 1960). Lama stadium pupa menjadi nyamuk dewasa adalah satu sampai dua hari (Hoedojo 1993).

(27)

sedangkan A. albopictus bulu-bulu halus yang berwarna putih tersebut membentuk garis putih tebal yang lurus dan memanjang (Mattingly 1957).

Secara umum A. aegypti dan A. albopictus betina mempunyai daya terbang sejauh 50– 100 meter. Penelitian di Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk betina dewasa menyebar lebih dari 400 meter untuk mencari tempat bertelur. Kedua spesies nyamuk inipun mampu hidup dan berkembang biak sampai pada wilayah dengan ketinggian ± 1000 m dari permukaan air laut (WHO 2004).

Kelangsungan hidup nyamuk Aedes di laboratorium sangat dipengaruhi oleh jenis makanan, nyamuk yang tidak diberi makan dapat bertahan hidup selama 7 hari, diberi larutan gula dapat bertahan selama 20 hari dan bila diberi darah maka umur nyamuk dapat mencapai 93 hari (Christophers 1960). Hoedojo (1993) melaporkan bahwa sebagian besar nyamuk A. aegypti yang diberi air gula dapat bertahan hidup sampai dua bulan.

Perilaku Mencari Pakan. Secara umum, perilaku mencari pakan dari nyamuk A. aegypti dan A. albopictus jantan adalah menghisap cairan tanaman sedangkan nyamuk betina menghisap darah yang digunakan untuk mematangkan telur. Sifat dari nyamuk Aedes adalah cenderung menghisap darah manusia daripada hewan (antropofilik). Aktivitas mencari pakan nyamuk betina yaitu mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktivitas antara jam 09.00 – 10.00 dan 16.00 – 17.00. Nyamuk Aedes mempunyai perilaku menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, nyamuk ini juga sangat efektif untuk menularkan virus ke manusia (WHO 2004).

Kawada et al. (2007) melaporkan bahwa aktivitas mencari pakan A. albopictus adalah kurang dari 0,1 kali dibandingkan dengan A. aegypti dalam kondisi laboratorium, hasil ini konsisten dengan kecenderungan menggigit kedua spesies tersebut di alam. Frekuensi target-serangan (aktivitas mencari pakan) pada nyamuk betina A. aegypti dalam kondisi unfed adalah 30 kali lebih besar daripada nyamuk A. albopictus pada beberapa perlakuan di laboratorium (Kawada, et al. 2007).

(28)

Agustina (2006) melaporkan bahwa A. aegypti dapat hidup di air terkontaminasi deterjen dengan perolehan telur tertinggi 2,7 ppm, kaporit dengan konsentrasi 10 ppm ditemukan perolehan telur tertinggi, pada tanah konsentrasi 30 gr/ml juga memperoleh jumlah telur tertinggi sedangkan air yang terkontaminasi feses ayam, perolehan telur tetinggi pada konsentrasi 10 gr/ml.

Habitat larva yang alami seperti lubang pohon, bambu, ketiak daun, dan tempurung kelapa merupakan habitat utama larva A. albopictus (WHO 2004). Perbedaan habitat antara A. aegypti dan A. albopictus tersebut menunjukkan adanya pemisahan ekologi, A. aegypti Asia lebih bersifat domestik dan endophagik daripada A. albopictus (Ishak et al. 1997 dalam Kawada et al. 2007).

2.4. Tumbuhan Sebagai Larvasida dan Insektisida nabati

Larvasida Nabati. Beberapa tanaman telah dilaporkan mempunyai bioaktivitas sebagai larvasida dengan cara menghambat pertumbuhan bahkan menyebabkan kematian larva. Pada umumnya bahan aktif yang diperoleh dari tanaman berupa essential oil yang berfungsi sebagai larvasida dan bersifat toksik bagi nyamuk dewasa (Aminah et al. 1995).

Efek insektisida dari essential oil yang diperoleh dari tanaman Origanum onites dan Origanum minutiflorum terhadap larva Culex pipiens secara berturut-turut diperoleh nilai LC50 sebesar 22,4 ppm dan 73,8 ppm, sedangkan LC90 berturut-turut

adalah 61,3 ppm dan 118,9 ppm (Cetin & Yanikoglu 2006). Tanaman Carapa guianensis dari famili Meliacea mempunyai sifat repelensi terhadap nyamuk dewasa. Tanaman tersebut juga mempunyai efek sebagai larvasida dengan LC50 sebesar 0,74%

terhadap larva A. albopictus instar 3 dan 0,66% pada instar 4 (Silva et al. 2004).

Dilaporkan bahwa ekstrak buah lerak bersifat toksik terhadap larva nyamuk dengan LC50 sebesar 0,450 mg/l sedangkan LC100 sebesar 0,9 mg/l. Saponin dalam

buah lerak diduga mengandung hormon steroid yang berpengaruh dalam pertumbuhan larva nyamuk. Larva yang mati dalam perlakuan ekstrak buah lerak memperlihatkan kerusakan pada dinding saluran cerna (traktus digestivus). Hal ini diakibatkan karena saponin dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa saluran cerna sehingga menjadi korosif (Aminah et al. 1995).

Minyak yang diperoleh dari ekstrak Ipomoea cairica, pada konsentrasi 100 ppm telah berhasil membunuh 100% larva C. tritaeniorhynchus dengan nilai LC50 sebesar

(29)

stephensi dengan nilai LC50 secara berturut-turut adalah 22,3 ppm dan 14,9 ppm

(Thomas et al. 2004).

Fitriana (2006) melaporkan bahwa dari hasil uji aktivitas larvasida minyak atsiri kuncup bunga cengkeh (Syzygium aromatikum) terhadap kematian larva nyamuk Anopheles aconitus instar 3 diperoleh nilai LC90 sebesar 67,69 ppm. Minyak tanaman

camphor, thyme, amyris, lemon, cedarwood, fankincense, dill, verbena dan sandalwood memiliki bioaktivitas sebagai larvasida. Nilai LC50 sebesar 1 – 101,3 ppm

untuk larva A. aegypti, sebesar 9,7 – 101,4 ppm pada A. stephensi dan sebesar 1 – 50,2 ppm pada C. quinquefasciatus (Amer & Melhorn 2006).

Rahuman et al. 2007 melaporkan bahwa ethyl acetate, butanol dan ekstrak petroleum ether dari lima spesies tanaman Euphorbiaceae, yaitu J. curcas, Pedilanthus tithymaloides, Phyllanthus amarus, Euphorbia hirta dan E. tirucalli mampu membunuh larva A. aegypti dengan LC50 secara berturut-turut adalah 8,79 ; 55,26 ;

90,92 ; 272,36 ; 4,25 ppm dan dapat membunuh C. quinquefasciatus sebesar 11,34 ; 76,61 ; 113,40 ; 424,94 ; 5,52 ppm selama 24 jam pengamatan. Ekstrak petroleum ether dari J. curcas dan E. tirucalli yang lebih efisien dibanding dengan tanaman lainnya.

Pradono et al. (2007) melaporkan bahwa minyak biji kamandrah (C. tiglium) mempunyai konsentrasi efektif LC50 sebesar 769,52 ppm dan LC90 sebesar 2717,4 ppm

terhadap kematian larva A. aegypti selama perlakuan 24 jam. Sementara itu, Riyadhi (2008) melaporkan bahwa minyak biji jarak pagar (J. curcas) mampu membunuh larva A. aegypti dengan nilai LC50 sebesar 1507 ppm.

Insektisida Nabati. Insektisida ini mempunyai daya tarik bagi banyak pihak karena merupakan insektisida alamiah yaitu insektisida yang didapatkan dari tanaman. Beberapa insektisida nabati yang umum digunakan yaitu piretrum, nikotin, dan rotenon, limonene atau d-limonene dan azadirachtin (Indrosancoyo 2006 dalam Sigit & Hadi 2006).

(30)

Bahkan bahan ampas dari sisa ekstrak tanaman hingga kini masih digunakan sebagai campuran anti nyamuk bakar (Indrosancoyo 2006 dalam Sigit & Hadi 2006).

Nikotin adalah suatu alkaloid yang berasal dari ekstrak tanaman tembakau. Nikotin bekerja dengan mimik/meniru asetilkholin pada persimpangan neuromuskular binatang yang dapat mengakibatkan kejang, konvulsi dan kematian secara cepat. Pada serangga kejadiannya sama, namun hanya terjadi di ganglia pada sistem saraf pusat (SSP) (Opender & Dhaliwal 2005).

Rotenon dihasilkan dari akar/rhizome dari tanaman Derris elliptica. Rotenon biasa digunakan untuk reklamasi kolam yaitu dengan mengendalikan ikan yang ada, kemudian digantikan dengan spesies ikan yang dikehendaki. Pada konsentrasi yang disarankan rotenon merupakan pembunuh ikan yang selektif namun tidak toksik terhadap organisme makanan ikan yang ada serta dapat terurai secara cepat. Sebagai insektisida, rotenon adalah racun kontak dan perut, yang membunuh serangga secara perlahan yang diikuti dengan aktivitas berhenti makan (stop feeding action). Rotenon banyak digunakan untuk pengendalian serangga di taman dan kebun di sekitar rumah (Indrosancoyo 2006 dalam Sigit & Hadi 2006).

2.5. Kamandrah (Croton tiglium)

Kamandrah merupakan nama lokal untuk daerah Kalimantan Tengah, di daerah lain tanaman ini disebut simalakian (Sumatera Barat), ceraken (Jawa), roengkok (Sumatera Utara), semoeki (Ternate), kowe (Tidore), sedangkan nama umum adalah cerakin. Tanaman ini tergolong dalam divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, famili Euphorbiaceae, genus Croton, spesies tiglium (Hutapea, 1994).

Kamandrah merupakan tanaman semak, pohon kecil, tinggi sekitar 5-24 meter. Batang tanaman tegak, bulat, berambut dan berwarna hijau. Pangkal daun tanaman bergerigi, berseling, lonjong, bagian ujung runcing, pangkal membulat dan berdaun tunggal. Panjang daun 3-4,5 cm, lebar 1-3,5 cm, tangkai silindris, panjang 2-2,5 cm, pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Bunga berbentuk majemuk dan berbulir, kelopak membulat, benang sari putih kekuningan, kepala putik bulat, mahkota berbentuk corong kuning. Buah berbentuk kotak, bulat, dengan diameter 0,5 cm dan berwarna hijau. Biji berbentuk bulat telur, kecil dan berwarna hitam. Akar tanaman ini berwarna putih dan termasuk akar tunggang (Pradono et al. 2007).

(31)

cuci perut, sedangkan minyak encer digunakan sebagai penawar rasa nyeri (Bimantoro, 1977).

Di sekitar Maluku dan Sulawesi Selatan bahan ini digunakan sebagai obat KB, sebenarnya yang terjadi adalah abortus atau bila digunakan pada masa implantasi, maka kerjanya sebagai anti implantasi, karena adanya kontraksi yang kuat pada usus dan uterus. Tanaman ini dianggap berbahaya karena LD50 cukup kecil, tetapi belum

diketahui kandungan mana yang mengakibatkan gejala negatif (Dzulkarnain 1989). Konsentrasi biji kamandrah sebesar 0,05 gram dapat menyebabkan diare. Minyaknya juga mengandung crotin yang merupakan suatu fitotoksin protein (protein phytotoxin). Minyak ini juga mengandung suatu zat karsinogenik yang dapat merangsang zat karsinogen yang lemah sehingga menyebabkan kanker (Dzulkarnain 1989).

Gambar 5 Profil Tanaman Kamandrah (Croton tiglium) (Sumber : Pradono et al. 2007)

Saputera (2008) melaporkan bahwa uji toksisitas akut ekstrak biji kamandrah terhadap mencit, diperoleh konsentrasi efektif sebesar 0,06 ml/30 g BB mencit setara dengan 5,34 g/kg BB mencit. Hasil uji ini masih tergolong toksik sedang (LD50 =

0,07), maka dalam aplikasinya konsentrasi aman adalah kurang dari 2,7 kali konsentrasi efektif yang digunakan sebagai bahan laksatif (pencahar).

(32)

mulas pada perut dan biasanya akan cepat buang air besar, namun pemanfaatan sebagai bahan baku tanaman obat masih tergantung pada tanaman yang ada di hutan alam atau berasal dari pertanaman rakyat secara tradisional (Saputera 2008).

Serbuk biji kamandrah sering digunakan oleh para nelayan untuk meracuni ikan di perairan agar mudah tertangkap namun masih dapat dikonsumsi (Pet 1997). Saputera (2008) juga melaporkan bahwa ekstrak etanol dari biji kamandrah mempunyai nilai LC50 sebesar 1.003 ppm terhadap larva udang A. salina Leach dan

hasil identifikasi menunjukkan kandungan terbesar dari biji kamandrah adalah asam lemak dengan asam linoleat sebagai komponen terbanyak.

Menurut Duke (1983) minyak Croton tiglium mengandung 37,0% oleic acid, 19,0% linoleic acid, 1.5% arachidic acid, 0.3% stearic acid, 0.9% palmitic acid, 7.5% myristic acid, 0.6% acetic acid, 0.8% formic acid dan sedikit lauric, tiglic, valeric, dan butyric (Banerjee 1983).

Yuningsih et al. (2007) melaporkan bahwa ekstrak biji kamandrah (C. tiglium) dengan konsentrasi 0,5 ml/ekor secara oral sangat toksik pada mencit. Secara patologi anatomis ekstrak tersebut menyebabkan pembendungan dan perdarahan umum pada paru-paru, jantung dan hati dan sebagian besar dari area mukosa lambung karena mengalami atrofi.

(33)

Tabel 1 Hasil identifikasi minyak kamandrah dengan GC-MS Metode IV

Komponen %

Area

% Kemiripan Fragmentasi 1-Butanol, 2-methyl- atau 2-Methyl-1-butanol atau

sec-Butylcarbinol

4,31 89 cis-11-Hexadecenal atau 11-Hexadecenal, (Z)- atau

(Z)-11-Hexadecenal

0,80 81 Oleic Acid atau 9-Octadecenoic acid (Z)- 9,72 90

Eicosanoic acid, 2-hydroxy-1-(hydroxymethyl)ethyl ester

0,06 82

13-Octadecenal, (Z)- 0,31 87

cis-9-Hexadecenal atau 9-Hexadecenal, (Z)- 0,36 90 Piperidine, 1-[5-(1,3-benzodioxol-5-yl)-1-oxo-2,4-2.6. Jarak Pagar (Jatropha curcas)

Menurut sejarah, genus Jatropha merupakan nama dari bahasa Yunani yaitu iatrós (dokter) dan trophé (makanan) yang digunakan sebagai obat. Menurut Correll dan Correll (1982), curcas adalah nama umum untuk sejenis kacang-kacangan di Malabar, India (Heller 1996). Tanaman ini menyebar hampir diseluruh bagian dunia beriklim tropis dan dapat tumbuh di wilayah yang kurang subur serta kering sehingga dapat berperan dalam penghijauan lahan kritis (Purwantoro 2007).

Tanaman jarak pagar (J. curcas) telah lama dikenal masyarakat di Indonesia,

yaitu sejak diperkenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942. Beberapa nama daerah antara lain ; jarak kosta, jarak budeg (Sunda), jarak gundul, jarak pager (Jawa), kuman nema (Alor), bintalo, jarak wolanda (Sulawesi), ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku). Berdasarkan klasifikasinya tanaman ini termasuk divisi Spermatophyta, kelas Magnoliopsida, famili Euphorbiaceae, genus Jatropha, spesies curcas, nama umum adalah jarak pagar (Hutapea, 1994).

(34)

sedangkan tulang daun menjari dengan 5 - 7 tulang utama, berwarna hijau, panjang tangkai daun antara 4 - 15 cm (Hariyadi 2005).

Bunga jarak pagar berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu. Bunga jantan dan betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan, muncul diujung batang atau ketiak daun. Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur, diameter 2 - 4 cm. Buah jarak terbagi tiga ruang yang masing - masing ruang diisi tiga biji. Biji berbentuk bulat lonjong, warna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30 - 40 % (Hariyadi 2005).

Gambar 6 Profil Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas)

Tanaman jarak pagar mempunyai manfaat sebagai obat tradisional. Bagian daun dari tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai obat anti koreng dan gatal-gatal, bagian biji digunakan untuk mengurangi kesulitan buang air besar, kanker mulut rahim, kulit, bisul dan infeksi jamur (Heyne 1987). Minyak biji dapat digunakan untuk mengatasi gangguan pada kulit, bengkak dan terkilir. Getah jarak pagar juga dapat berkhasiat menghentikan perdarahan dan bersifat antimikroba (Purwantoro 2007).

(35)

Bagian biji jarak pagar selain mengandung senyawa kursin juga mengandung senyawa toksalbumin. Bagian daun mengandung senyawa kaemfesterol, sitosferol, stigmasterol, amirin dan tarakserol. Ampas biji jarak pagar juga dapat dimanfaatkan untuk membasmi nematoda tanah karena masih mengandung sifat-sifat pestisida (Purwantoro, 2007).

Minyak J. curcas mengandung 43,1% oleic acid, 34,3% linoleic acid, 0,20% arachidic acid, 6,9% stearic acid, 14,2% palmitic acid, 0,38% myristic acid dan 0.12% gadoleic acid (Salatino et al. 2007).

(36)
(37)

3 BAHAN DAN METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pasca Panen Bogor, Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Bogor, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka-LPPM IPB Bogor, insektarium Laboratorium Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor dan insektarium Loka Litbang Kesehatan P2B2 Ciamis dari bulan Januari – Mei 2008.

3.2 Tanaman Uji

Bahan yang digunakan adalah biji kamandrah (C. tiglium) yang telah dikeringkan dan diperoleh dari Barito Timur, Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak 111º BT hingga 116º BT dan 0º 45´ LU serta 3º 30´ LS (Narang 2007), curah hujan 1245-5795 mm/tahun dengan hari hujan 118-154 per tahun, temperatur 26,6-28,20C dan kelembaban udara 69-81%. Rata-rata curah hujan selama tahun 2003-2006 adalah 1699,5 mm/tahun dengan hari hujan 127,3 pertahun, temperatur 27,20C dan kelembaban udara 74,45 % (BPPD 2006).

Bahan yang digunakan adalah minyak biji tanaman jarak pagar (J. curcas) yang diperoleh dari BB Litbang Pertanian Pasca Panen Bogor. Biji jarak pagar tersebut diperoleh dari daerah Lampung Sumatera Selatan. Sumatera merupakan daerah yang beriklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi. Temperatur udara berkisar antara 25-27oC dengan curah hujan rata-rata antara 2286-4699 mm per tahun (LAPAN 2007).

3.3 Serangga Uji

(38)

3.4 Metode Kerja

Metode Pengepresan. Kegiatan ini terdiri dari persiapan bahan baku berupa biji tanaman kamandrah dan jarak pagar yang mempunyai kandungan minyak yang cukup besar. Cara untuk mendapatkan minyak atau lemak adalah dengan pengepresan (Ketaren 1996). Pada penelitian ini akan dilakukan pengepresan dengan teknik pengepresan hidraulik. Biji yang akan dipress dimasukan di kantong yang terbuat dari kain berukuran 20 cm x 40 cm, kemudian dimasukan dalam alat pengepresan hidraulik (Gambar 8A), lalu ditekan semaksimal mungkin dengan pemanasan 50oC – 60oC, sampai seluruh minyaknya keluar.

Metode Uji Larvasida. Pengadaan larva uji dengan mengambil telur A. aegypti dan A. albopictus yang kemudian direaring lebih lanjut untuk mendapatkan larva instar III–IV untuk perlakuan larvasida. Telur kedua spesies Aedes dihitung dan dilihat kondisinya dibawah mikroskop, yang dibutuhkan untuk uji sebanyak ± 2.375 butir per spesies (Gambar 9A).

Penetasan telur dilakukan dengan merendam kertas saring yang berisi telur Aedes dengan menggunakan air sumur di dalam nampan plastik berukuran 30 x 20 x 5 cm (Gambar 9B). Waktu yang dibutuhkan dalam penetasan telur adalah ± satu sampai lima hari tergantung dari suhu, kelembaban dan kondisi telur. Larva akan menetas menjadi instar I, kemudian diberi pakan hati ayam kering yang telah ditumbuk halus atau pellet anjing sehingga larva akan tumbuh menjadi instar III – IV, waktu yang dibutuhkan antara 4 – 6 hari. Larva instar III – IV ini yang akan digunakan sebagai uji potensi larvasida.

(39)

A B

Gambar 8 Alat pengepresan hidraulik (A) dan Profil timbangan elektrik (B)

A B

Gambar 9 Telur Aedes yang terpilih untuk uji (A) dan Telur Aedes yang telah menetas menjadi larva (B)

Untuk pengujian terhadap larva digunakan tujuh buah gelas plastik yang berukuran ± 300 ml, yaitu 6 perlakuan konsentrasi minyak dan satu adalah kontrol dengan masing-masing digunakan 5 ulangan. Berbagai tingkat konsentrasi minyak biji jarak pagar yang diujikan melalui perhitungan rumus V1.C1 = V2.C2 (V1 = volume

yang dicari, V2 = volume yang diinginkan, C1 = konsentrasi awal, C2 = konsentrasi yang diinginkan). Konsentrasi awal dianggap 100%.

(40)

24 dan 48 jam setelah larva dimasukkan, dihitung berapa banyak larva yang mati atau menjadi nyamuk.

Metode Uji Anti-Oviposisi. Uji anti-oviposisi nyamuk dewasa betina dalam peletakan telurnya pada kontainer air / ovitrap dengan penambahan konsentrasi minyak biji kemudian dimasukkan kedalam kandang nyamuk (Gambar 10A dan 10B). Kandang nyamuk berukuran 40 x 40 x 40 cm sebanyak dua buah yang digunakan untuk rearing dua spesies dan 12 buah kandang berukuran 40 x 40 x 60 cm digunakan untuk uji perlakuan (3 kali ulangan per spesies per tanaman).

Ovitrap yang berisi air dan minyak sesuai konsentrasi menghasilkan volume campuran sebanyak 150 ml, kemudian diletakkan kertas saring di tepi permukaan ovitrap secara merata. Konsentrasi minyak yang digunakan dalam perlakuan menggunakan kisaran konsentrasi efektif LC50 dan LC95. Ovitrap yang sudah siap

dimasukkan dalam kandang perlakuan, masing-masing kandang diisi enam ovitrap yaitu empat perlakuan kamandrah dan jarak pagar, satu kontrol minyak sawit dan satu kontrol aquades, masing-masing dilakukan 3 kali ulangan.

Nyamuk dewasa betina dipilih yang kenyang darah (blood feed) setelah menghisap darah marmut, nyamuk berumur sekitar 4 – 5 hari. Pengambilan nyamuk betina dari kandang rearing menggunakan aspirator kemudian dipindahkan ke kandang perlakuan sebanyak 25 nyamuk per kandang. Jumlah nyamuk yang dibutuhkan sebanyak ± 900 ekor per spesies (Gambar 11A). Larutan gula 10% dimasukkan dalam kandang perlakuan untuk mempertahankan daya tahan nyamuk (Gambar 11B).

(41)

A B

Gambar 10 Profil Kandang Uji dan Rearing (A) dan Gelas Uji Anti-oviposisi (B)

A B

Gambar 11 Pengambilan nyamuk blood feed (A) dan pemberian larutan gula (B)

(42)

3.5 Metode Identifikasi Senyawa Aktif

Identifikasi senyawa kimia pada kamandrah dan jarak pagar dengan menggunakan alat GC-MS pada penelitian Pradono et al. (2007) ditemukan senyawa selain komponen utama yaitu piperine yang digunakan sebagai insektisida. Piperine yang telah ditemukan akan diuji lanjut dengan cara analisis standart piperine (pure piperine) menggunakan alat Spektrophotometer merk Hitachi 200-20 (double bim). Analisis kuantitatif senyawa piperin ini dilakukan di Laboratorium Balittro, Bogor. Biji kamandrah dan jarak pagar sebanyak ± 80 gram dipress dan diambil minyaknya.

Sampel yang telah siap dikocok terlebih dahulu kemudian ditimbang. Penimbangan sampel minyak kedua tanaman adalah sebesar 0,9175 gram dan 0,5199 gram. Sampel 0,9175 gram dilarutkan ke dalam 25 ml ethylene dichloride (C2H4Cl2),

sedangkan sampel 0,5199 gram dilarutkan dalam 5 ml ethylene dichloride. Konsentrasi sampel uji diambil dengan menggunakan pipet yaitu 0,5 ml dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml.

Standar piperin untuk perbandingan menggunakan tiga tahap konsentrasi yaitu 0,8 ppm , 2 ppm dan 4 ppm. Serapan cahaya sampel uji diukur pada panjang gelombang 345 nm menggunakan sinar UV terhadap dua tahap konsentrasi serta blanko (ethylene dichloride). Pembacaan hasil pada spektrophotometer dihitung kembali berdasarkan rumus :

Analisis data kematian larva, anti-oviposisi dan ovisida nyamuk A. aegypti dan A. albopictus antar perlakuan diuji secara inferensial dengan menggunakan uji Analysis of variance (ANOVA) one way Multiple Comparison Z-Value. Uji lanjut setelah ANOVA menggunakan uji Least Significant Difference (LSD) untuk mengetahui kelompok perlakuan yang paling berbeda. Uji statistik ini menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS 10.0 dan minitab 14. Penentuan konsentrasi efektif LC50, LC90,

LC95 minyak biji serta data mortalitas larva yang ditransformasikan ke nilai probit

(43)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik dan Pengepresan Biji Kamandrah

Buah kamandrah (C. tiglium) berbentuk bulat dengan diameter sekitar 0,5 cm dan berwarna hijau dengan biji bulat telur berwarna coklat kehitam-hitaman (Saputera 2008). Pengepresan dilakukan pada biji kamandrah dengan tujuan untuk mendapatkan minyak, karena kadar minyak dalam kamandrah cukup tinggi. Minyak kamandrah dipres di Balittro Bogor dengan menggunakan pompa hidrolik. Berdasarkan hasil pengepresan tersebut diperoleh rendemen minyak 20,21% dengan berat sampel biji sebanyak 95,5 gram (Gambar 12).

Hasil pengepresan biji kamandrah dipengaruhi oleh tingkat kematangan biji. Biji kamandrah yang tua dapat menghasilkan minyak sebesar 23%, sedangkan perolehan minyak biji yang masih muda berkisar antara 5-7% (Pradono et al. 2007).

Minyak kamandrah hasil pengepresan pada penelitian ini berwarna kuning kehitaman. Minyak kamandrah ini apabila terkena kulit dapat menyebabkan iritasi berupa rasa panas seperti terbakar. Efek secara langsung dapat dirasakan apabila terkena kulit muka terutama bagian sekitar hidung dan mata, oleh sebab itu penanganan minyak ini harus lebih hati-hati.

A B

(44)

4.2 Karakteristik dan Pengepresan Biji Jarak Pagar

Buah jarak pagar (J. curcas) berbentuk lonjong dengan ukuran 2,5 - 3,5 cm, panjang dan diameter sekitar 2 - 2,5 cm (Gambar 13A). Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Riyadhi (2008) yaitu berukuran 3-3,5 cm, panjang dan diameter sekitar 2,5 cm. Buah jarak pagar yang dapat dimanfaatkan bijinya sebagai sumber minyak adalah buah jarak pagar yang sudah tua, dengan ciri-ciri batas antara ruang biji sudah nampak jelas bergaris dan berwarna lebih gelap. Biji jarak pagar yang sudah tua berwarna hitam dan berbentuk lonjong. Panjang biji berkisar antara 1,5 - 2,0 cm sedangkan diameternya berkisar 1 – 1,5 cm.

Minyak jarak pagar (Gambar 13B) diperoleh dengan menggunakan alat pompa hidolik (Hydraulic Pressing). Pengepresan dilakukan pada biji jarak pagar untuk mendapatkan minyak. Berdasarkan hasil pengepresan yang dilakukan di Balittro diperoleh hasil rendemen dengan rata-rata sebesar 25,45 % dari biji yang tua berwarna hitam. Hasil pengepresan dalam penelitian ini masih kurang bila dibandingkan dengan pernyataan Hariyadi (2005), bahwa biji yang tua dan berwarna kehitaman banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30 - 40 %.

Menurut Zulkifli (2005) kadar minyak dalam biji jarak pagar adalah 46,25%. Tingkat kemasakan buah jarak pagar yang berwarna hijau memberikan kadar minyak terendah yaitu 10,93%, sedangkan buah jarak pagar berwarna hijau kekuningan sampai kuning memberikan kadar minyak tertinggi yaitu 26,98% - 29,38% (Wanita & Hartono 2007).

A B

Gambar 13 Profil Daun, Buah Jarak Pagar (A) dan Profil Minyak Jarak Pagar Hasil Pengepresan (B)

(45)

Minyak jarak pagar dalam penelitian ini berwarna kuning kecoklatan, minyak tersebut relatif lebih aman terhadap kulit dan hampir sama dengan minyak sawit, hanya terlihat berbeda kekentalannya. Minyak jarak pagar yang dilarutkan di dalam air dan disimpan sampai beberapa hari akan menimbulkan bau yang menyengat. Menurut Ketaren (1986) minyak jarak larut dalam pelarut polar seperti ethanol 96% hal ini disebabkan dalam minyak jarak pagar lebih banyak mengandung senyawa asam berantai pendek.

4.3 Uji Potensi Larvasida

Uji pendahuluan potensi biji kamandrah dan jarak pagar dilakukan pada ekstrak air dan etanol dari biji (kulit dan endosperm) dan minyak. Hasil uji menunjukkan bahwa sampel yang terbaik bila dilihat dari banyaknya kematian larva A. aegypti adalah pada minyak. Hasil pengamatan rata-rata kematian larva setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.

Pada percobaan ini, kontrol air tidak ditemukan larva A. aegypti yang mati. Kematian larva ditemukan pada kontrol etanol 50%, 20%, dan 10% sebanyak 100% hanya dalam waktu beberapa menit, sedangkan etanol 0,1% tidak ditemukan larva yang mati hingga 24 jam. Hal ini menunjukkan etanol dapat mempengaruhi kematian larva khususnya pada konsentrasi diatas 10%.

Tabel 2 Rata-rata kematian (%) larva A. aegypti berdasarkan perlakuan kamandrah setelah 24 jam pengamatan

Kamandrah ppm Rata-rata kematian (%)

Ekstrak air daun 1000 0

Ekstrak etanol daun 2000 97,5

Ekstrak air biji 5000 2

Ekstrak etanol biji 500 75

Ekstrak air batang 500 4

Ekstrak etanol batang 1000 96,7

Minyak (pengepresan) 500 60

(46)

Tabel 3 Rata-rata kematian (%) larva A. aegypti berdasarkan perlakuan jarak pagar setelah 24 jam pengamatan

Jarak Pagar ppm Rata-rata kematian (%)

Ekstrak air kulit biji 1000 0

Ekstrak etanol kulit biji 1000 75 Ekstrak air endosperm biji 1000 3 Ekstrak etanol endosperm biji 1000 43

Minyak (pengepresan) 1000 85

Kontrol positif menggunakan temephos dengan konsentrasi 1, 10, 100 dan 1000 ppm dan ditemukan kematian larva sebesar 100% selama dua sampai empat jam pengamatan. Temephos (C16H20O6P2S3) termasuk dalam golongan insektisida sintetis

organofosfor atau fosfor organik. Larvasida ini terbukti efektif terhadap larva A. aegypti dan daya racunnya rendah terhadap mamalia. Pada program penanggulangan vektor DBD di Indonesia, temephos sudah digunakan sejak 1976 dalam bentuk (formulasi) butiran pasir (sand granules) dengan dosis 1 ppm (Indrosancoyo 2006 dalam Singgih & Hadi 2006).

Tahap selanjutnya minyak kamandrah dan jarak pagar menjadi pilihan untuk penentuan nilai LC50, walaupun minyak memiliki kelemahan dari segi kelarutan (non

polar), sehingga sulit larut dalam air. Minyak tersebut diperoleh dari hasil pengepresan biji yang tua, karena biji yang tua kadar minyaknya lebih tinggi dibanding dengan biji yang muda.

Larva Aedes yang digunakan pada uji ini adalah 2.375 ekor tiap spesies untuk 190 satuan pengamatan. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian paparan minyak kamandrah, jarak pagar, dan sawit sebagai pembanding. Konsentrasi antar perlakuan sama yaitu 5000 ppm (0,5%), 4000 ppm (0,4%), 3000 ppm (0,3%), 2000 ppm (0,2%), 1000 ppm (0,1%), 500 ppm (0,05%) dan 0 ppm (aquades).

(47)

Gambar 14 Rata-rata persentase kematian larva A. aegypti berdasarkan perlakuan selama 24 jam pengamatan

Gambar 15 Rata-rata persentase kematian larva A. albopictus berdasarkan perlakuan selama 24 jam pengamatan

Kematian larva A. aegypti dan A. albopictus pada minyak biji kamandrah dan jarak pagar menunjukkan hasil yang meningkat sesuai dengan konsentrasi aplikasinya. Rata-rata persentase kematian kedua larva lebih banyak pada minyak kamandrah dibandingkan dengan minyak jarak pagar. Pada konsentrasi tertinggi 0,5% kematian larva pada minyak kamandrah sebesar 100%, sedangkan kematian larva pada minyak jarak pagar adalah 96% (A. Aegypti) dan 98,4% (A. Albopictus). Kematian larva pada minyak sawit lebih rendah bila dibandingkan dengan minyak kamandrah dan jarak

0

kamand 28 57.6 79.2 93.6 96.8 100

Jarak 22.4 37.6 57.6 84.8 89.6 96

0 0.05% 0.10% 0.20% 0.30% 0.40% 0.50%

kamand 40 60.8 85.6 95.2 98.4 100

Jarak 34.4 55.2 70.4 80.8 91.2 98.4

(48)

pagar. Perbandingan kematian larva kedua spesies dengan berbagai konsentrasi minyak biji kamandrah dan jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.

Hasil uji beda kematian larva kedua spesies pada perlakuan minyak kamandrah menunjukkan perbedaan antar konsentrasi dengan p-value 0,00. Hal ini berarti bahwa kematian larva antar spesies nyamuk tidak ada perbedaan terhadap paparan minyak kamandrah. Uji lanjutan pada berbagai konsentrasi kamandrah menunjukkan perbedaan kematian larva pada konsentrasi 0,5%, 0,4%, 0,3% terhadap konsentrasi 0,2%, 0,1% dan 0,05%.

Gambar 16 Nilai maksimal, minimal dan rata-rata kematian larva A. aegypti dan A. albopictus dengan paparan minyak kamandrah selama 24 jam

Gambar 17 Nilai maksimal, minimal dan rata-rata kematian larva A. aegypti dan A. albopictus dengan paparan minyak jarak pagar selama 24 jam

Catatan : 1 – 6 menunjukkan konsentrasi minyak dari konsentrasi 0,5% – 0,05%

(49)

Hasil uji beda kematian larva pada perlakuan minyak jarak pagar menunjukkan perbedaan antar konsentrasi dan antar spesies dengan p-value 0,00 dan 0,001. Hal ini berarti bahwa kematian larva antara A. aegypti dan A. albopictus menunjukkan perbedaan yang signifikan, begitu pula dengan kematian larva pada berbagai konsentrasi minyak jarak. Konsentrasi 0,5%, 0,4% menunjukkan perbedaan kematian larva kedua spesies terhadap konsentrasi 0,3%, 0,2% dan 0,05%.

4.4 Penentuan Nilai Lethal Concentration (LC) Minyak Kamandrah dan Jarak Pagar sebagai Larvasida

Hasil pengujian ulangan berbagai tingkat konsentrasi dilakukan berdasarkan standar WHO dengan tujuan mencari nilai LC50, LC90 dan LC95, sebagai pembanding

digunakan minyak sawit kemasan. Nilai LC50, LC90 dan LC95 dihitung dengan

menggunakan metode probit analisis (Finney Method) dengan menggunakan software POLO-PC (Le Ora Software, 1987).

Beberapa sampel larva mati karena terpapar minyak kamandrah, jarak dan sawit setelah 24 jam diambil dan didokumentasikan untuk melihat perbedaan bentuknya (Gambar 18). Hasil pengambilan gambar beberapa sampel tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Beberapa sampel larva yang mati karena terpapar minyak sawit terlihat lebih gelap pada bagian kepala daripada minyak jarak, sedangkan pada minyak kamandrah terlihat gelap di bagian saluran pencernaan.

Hasil ini belum dapat menunjukkan mekanisme cara kerja larvasida terhadap kematian larva karena harus dilakukan uji histopatologi. Secara fisik minyak dapat menyebabkan kematian larva karena permukaan air tertutup oleh endapan minyak sehingga larva akan mengalami kesulitan untuk mengambil udara melalui siphonnya.

Berdasarkan hasil uji, minyak kamandrah dan jarak pagar dapat membunuh larva nyamuk dengan konsentrasi yang lebih rendah dibanding dengan minyak sawit. Hal ini menunjukkan bahwa kedua minyak tersebut tidak hanya membunuh larva secara fisik namun ada senyawa lain yang bersifat toksik yang dapat membunuh larva nyamuk yang tidak dimiliki oleh minyak sawit. Nilai LC50 untuk minyak sawit pada

(50)

A

B C

Gambar 18 Larva Aedes mati yang terpapar minyak sawit (A), terpapar minyak jarak pagar (B) dan terpapar minyak kamandrah (C)

Nilai LC50 pada pengujian 24 jam minyak kamandrah pada larva A. aegypti dan

A. albopictus berturut-turut sebesar 769,52 (0,08%) dan 707,78 ppm (0,07%). Perlakuan dengan paparan minyak jarak pagar memperoleh nilai LC50 pada pengujian

24 jam larva A. aegypti dan A. albopictus berturut-turut sebesar 1366,07 ppm (0,137%) dan 905,29 ppm (0,09%) (Gambar 19).

Nilai LC50 pada minyak kamandrah lebih rendah bila dibandingkan dengan

(51)

Gambar 19 Konsentrasi efektif berdasarkan LC minyak kamandrah, jarak dan sawit pada A. aegypti dan A. albopictus selama 24 jam pengamatan.

Catatan : Ae = larva A. aegypti dan Ab = larva A. albopictus.

Amer et al. (2006) melaporkan bahwa minyak yang berasal dari tanaman (camphor, thyme, amyris, lemon, cedarwood, fankincense, dill, verbena dan sandalwood) memiliki bioaktivitas sebagai larvasida dengan nilai LC50 sebesar ± 101,3

ppm untuk larva A. aegypti. Minyak atsiri daun jukut Hyptis suaveolens mempunyai nilai LC50 terhadap larva nyamuk A. aegypti instar IV sebesar 393,69 ppm (Noegroho

et al. 1997),

Efektivitas minyak biji jarak pagar masih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Rahuman et al. (2008) yaitu dalam bentuk ekstrak petroleum ether dari spesies tanaman Euphorbiaceae, J. curcas dan Euphorbia tirucalli yang mampu membunuh larva A. aegypti dengan LC50 secara berturut-turut adalah 8,79 dan 4,25

ppm dan dapat membunuh C. quinquefasciatus sebesar 11,34 dan 5,52 ppm.

Kelebihan dari minyak kamandrah dan jarak pagar bila dibandingkan dengan tanaman yang lain adalah mudah dalam perolehannya yaitu hanya dengan proses pengepresan. Perolehan minyak atsiri pada tanaman lain lebih sulit karena harus melalui proses destilasi. Minyak kamandrah, jarak pagar maupun minyak atsiri mempunyai kelemahan yaitu bersifat non polar sehingga sulit untuk aplikasi di lapangan.

Perlu dilakukan pembuatan formulasi agar minyak kamandrah dan jarak pagar mampu larut dalam air. Pradono et al. (2007) melaporkan bahwa minyak kamandrah mempunyai efektivitas sebagai larvasida yang hampir sama dengan minyak jarak pagar. Setelah melewati proses formulasi dengan penambahan elmugator pada lima

0

LC50 0.08 0.07 0.14 0.09 0.56 0.54

LC90 0.27 0.21 0.45 0.38 2.62 2.3

LC95 0.39 0.29 0.64 0.57 4 3.4

(52)

kali pengenceran diperoleh hasil konsentrasi efektif LC50 formulasi minyak kamandrah

sebesar 0,21%. Formulasi ini mampu larut dalam air sehingga tampaknya dengan peningkatan kelarutan dapat menurunkan nilai LC50.

4.5 Uji Anti – Oviposisi

Nyamuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah nyamuk betina yang berumur 4-5 hari dengan kondisi perut penuh darah (blood feed) sebanyak 1800 ekor. Nyamuk yang baru menjadi dewasa (emerge) dibiarkan sampai mereka melakukan perkawinan. Setelah 1 - 2 hari setelah muncul dewasa diberi darah marmut untuk proses pematangan telur nyamuk betina.

Konsentrasi yang digunakan dalam satu kandang perlakuan adalah 1500 ppm (0,15%), 3000 ppm (0,3%), 4000 ppm (0,4%) dan 5000 ppm (0,5%). Minyak sawit 5000 ppm serta air digunakan sebagai kontrol. Kertas saring yang telah berisi telur diamati dan dihitung di bawah mikroskop.

Rata-rata persentase telur yang diletakkan nyamuk A. aegypti dan A. albopictus pada minyak kamandrah konsentrasi 0,5% berturut-turut sebesar 0,15% dan 0%. Bila dibandingkan dengan kontrol, jumlah telur A. aegypti dan A. albopictus pada minyak sawit (0,5%) berturut-turut adalah 14,76% dan 24,54%, sedangkan pada air adalah 63,69% dan 59,51% (Lampiran 2). Berdasarkan analisis inferensial minyak kamandrah mampu menurunkan jumlah peletakan telur nyamuk dengan konsentrasi > 0,15% dengan p value 0,00.

Gambar

Gambar 1 Profil Kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia tahun 1968 - 2007   (Sumber : Subdit Arbovirosis, Ditjen PP&PL
Gambar 2 Profil Kasus Chikungunya di Indonesia tahun 2001 - 2007   (Sumber : Subdit Arbovirosis, Ditjen PP&PL
Gambar 3 Morfologi bentuk sisir larva A. aegypti seperti trisula (A) dan sisir larva A
Gambar 5  Profil Tanaman Kamandrah (Croton tiglium) (Sumber : Pradono et al. 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mempelajari karakteristik sabun mandi opaque yang dibuat dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) serta mendapatkan sabun terbaik

Hasil pengamatan terhadap komponen hasil tanaman berupa pengamatan pada fase generatif serta hasil buah dan biji tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.), menunjukkan bahwa

Hasil biji dan minyak jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan fungsi dari bahan tanaman, kondisi lingkungan tumbuh, dan juga pemeliharaan bentuk tajuk tanaman. Tujuan penelitian

Walaupun ekstrak biji kamandrah ini berpotensi tinggi dan efektif sebagai larvasida hayati aedes aegypti karena hanya memerlukan konsentrasi yang sangat rendah, tetapi

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mempelajari karakteristik sabun mandi opaque yang dibuat dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) serta mendapatkan sabun terbaik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan proses pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar ( Jatropha curcas L) yang disertai dengan penambahan cosolvent

Hasil pengamatan terhadap komponen hasil tanaman berupa pengamatan pada fase generatif serta hasil buah dan biji tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.), menunjukkan bahwa

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan proses pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L) yang disertai dengan penambahan cosolvent