• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik anatomi skelet kaki depan badak jawa (Rhinoceros sondaicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik anatomi skelet kaki depan badak jawa (Rhinoceros sondaicus)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

VIAN PUPUT WIJAYA. Karakteristik Anatomi Skelet Kaki Depan Badak Jawa (Rhinocerossondaicus). Dibimbing oleh NURHIDAYAT dan CHAIRUN NISA’. Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik anatomi skelet kaki depan badak jawa dibandingkan dengan badak sumatra (Dicerhorinus sumatrensis) dan hewan domestik lain, dikaitkan dengan fungsi dan kebiasaan hidupnya. Penelitian dilakukan dengan mengamati satu set skelet kaki depan badak jawa dan membandingkannya dengan skelet kaki depan badak sumatra maupun literatur terkait skelet kaki depan hewan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skelet kaki depan badak jawa relatif pendek dan kompak. Os scapula memiliki tuber spinae scapulae yang besar menyerupai segitiga dan facies serrata yang tidak terbagi menjadi dua oleh fossa subscapularis. Os humerus memiliki tuberositas deltoidea yang besar dan crista humeri relatif tidak berkembang subur. Ossa radius et ulna memiliki spatium interosseum antebrachii yang sempit, sedangkan olecranon dari os ulna besar berbentuk bulat dan tidak terbagi dua. Facies palmaris dari ossa carpi memiliki penjuluran yang mengarah ke mediodistal. Secara umum, skelet kaki depan badak jawa mirip pada badak sumatra, sapi, dan babi. Kondisi ini diduga merupakan hasil adaptasi terhadap ukuran tubuh, habitat, dan perilakunya.

Kata kunci: badak jawa, skelet kaki depan ABSTRACT

VIAN PUPUT WIJAYA. The anatomical characteristics of the forelimbs skeleton of javan rhino (Rhinoceros sondaicus). Supervised by NURHIDAYAT and CHAIRUN NISA’.

The study was aimed to observe the anatomical characteristics of forelimbs skeleton of javan rhino. The study was conducted by observing one set of the forelimbs skeleton of javan rhino and then compared with sumatran rhino (Dicerorhinus sumatrensis) and other animal from literature, related to the function and behaviour. The results showed that the forelimbs skeleton of the javan rhino was relatively short and compact. The scapula had a large tuber spinae scapulae that triangular-shape and the faciesserrata was not separated into two parts by the fossa subscapularis. The humerus had a large tuberositas deltoidea with undeveloped crista humeri. Theradialandulnar were had narrow spatium interosseum antebrachii, while olecranon of theulnar was a single tuber. Facies palmaris of the carpal bone had an extension which leads to mediodistal. In general, forelimbs skeleton of javan rhino was resemble to forelimbs skeleton of sumatran rhino, cows, and pigs. This condition were presumed to be related to the adaptation of body size, habitat, and their behaviour.

(2)

KARAKTERISTIK ANATOMI SKELET KAKI DEPAN

BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus)

VIAN PUPUT WIJAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)
(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Anatomi Skelet Kaki Depan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(5)
(6)

ABSTRAK

VIAN PUPUT WIJAYA. Karakteristik Anatomi Skelet Kaki Depan Badak Jawa (Rhinocerossondaicus). Dibimbing oleh NURHIDAYAT dan CHAIRUN NISA’. Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik anatomi skelet kaki depan badak jawa dibandingkan dengan badak sumatra (Dicerhorinus sumatrensis) dan hewan domestik lain, dikaitkan dengan fungsi dan kebiasaan hidupnya. Penelitian dilakukan dengan mengamati satu set skelet kaki depan badak jawa dan membandingkannya dengan skelet kaki depan badak sumatra maupun literatur terkait skelet kaki depan hewan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skelet kaki depan badak jawa relatif pendek dan kompak. Os scapula memiliki tuber spinae scapulae yang besar menyerupai segitiga dan facies serrata yang tidak terbagi menjadi dua oleh fossa subscapularis. Os humerus memiliki tuberositas deltoidea yang besar dan crista humeri relatif tidak berkembang subur. Ossa radius et ulna memiliki spatium interosseum antebrachii yang sempit, sedangkan olecranon dari os ulna besar berbentuk bulat dan tidak terbagi dua. Facies palmaris dari ossa carpi memiliki penjuluran yang mengarah ke mediodistal. Secara umum, skelet kaki depan badak jawa mirip pada badak sumatra, sapi, dan babi. Kondisi ini diduga merupakan hasil adaptasi terhadap ukuran tubuh, habitat, dan perilakunya.

Kata kunci: badak jawa, skelet kaki depan ABSTRACT

VIAN PUPUT WIJAYA. The anatomical characteristics of the forelimbs skeleton of javan rhino (Rhinoceros sondaicus). Supervised by NURHIDAYAT and CHAIRUN NISA’.

The study was aimed to observe the anatomical characteristics of forelimbs skeleton of javan rhino. The study was conducted by observing one set of the forelimbs skeleton of javan rhino and then compared with sumatran rhino (Dicerorhinus sumatrensis) and other animal from literature, related to the function and behaviour. The results showed that the forelimbs skeleton of the javan rhino was relatively short and compact. The scapula had a large tuber spinae scapulae that triangular-shape and the faciesserrata was not separated into two parts by the fossa subscapularis. The humerus had a large tuberositas deltoidea with undeveloped crista humeri. Theradialandulnar were had narrow spatium interosseum antebrachii, while olecranon of theulnar was a single tuber. Facies palmaris of the carpal bone had an extension which leads to mediodistal. In general, forelimbs skeleton of javan rhino was resemble to forelimbs skeleton of sumatran rhino, cows, and pigs. This condition were presumed to be related to the adaptation of body size, habitat, and their behaviour.

(7)
(8)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

VIAN PUPUT WIJAYA

(9)
(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ‘ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni sampai Agustus 2014 ini ialah Karakteristik Anatomi Kaki Depan Badak Jawa (Rhinocerossondaicus).

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Drh. Nurhidayat, MS, PAVet dan Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi, PAvet sebagai dosen pembimbing atas segala bimbingan, masukan, dukungan, nasihat, serta kesabarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Keluarga besar Laboratorium Anatomi: Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet (K), Prof. Dr. Drh. Srihadi Agungpriyono, PAVet (K), Dr. Drh. Savitri Novelina, MSi, PAVet, dan Drh. Supratikno, MSi, PAVet.

3. Kepala dan staf Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) atas pinjaman skelet badak jawa yang akan dirangkai di Laboratorium Anatomi FKH IPB. 4. Drh. Marcellus Adi CRT dan Drh. Kurnia Oktavia Khairani yang telah

memfasilitasi peminjaman skelet badak jawa.

5. Dr. Bambang Kiranadi, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam kegiatan akademik.

6. Keluarga tercinta, Bapak Parmuji, Ibu Rohyati, Mba Jauhari Oka Reuwpassa, Adek Tangkas Hary Murti, dan Adek Venissa Hanum Azzahra atas dukungan dan doa kepada penulis selama ini.

7. Teman-teman penelitian : Tita, Wiwit, Eling, Singgih, Suwardi, Halim, dan Kak Hiro dan Mira.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih belum sempurna sehingga kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat diharapkan dalam penulisan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

(13)
(14)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Klasifikasi dan Morfologi Badak Jawa 2

Habitat dan Perilaku Badak Jawa 3

Skelet Appendikular 4

METODE PENELITIAN 6

Tempat dan Waktu Penelitian 6

Bahan dan Alat 6

Metode Penelitian 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Hasil 6

Pembahasan 12

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

(15)
(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Morfologi eksterior badak jawa (Rhinocerossondaicus) 3 Gambar 2 Struktur os scapula kiri badak jawa tampak lateral (A) dan

medial (B)

7 Gambar 3 Struktur os humerus kiri badak jawa tampak kranial (A)

dan kaudal (B)

8 Gambar 4 Struktur ossa radius et ulna kiri badak jawatampak lateral

(A) dan medial (B)

9 Gambar 5 Struktur skeleton manus kiri badak jawa tampak dorsal

(A & C) dan volar (B)

(17)
(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan satwa liar yang sangat langka dengan jumlah populasi kurang dari 100 ekor di dunia (Muntasib 2000). Badak jawa memiliki tiga subspesies, yaitu Rhinoceros sondaicus inermis yang sudah dinyatakan punah pada tahun 1900-an, Rhinoceros sondaicus annamiticus yang terdapat di Vietnam juga dinyatakan punah pada tahun 2009, serta Rhinoceros sondaicus sondaicus yang terdapat di Indonesia (Brook et al. 2011). Badak jawa yang masih tersisa saat ini hanya ditemukan di Taman Nasional Ujung Kulon (Indonesia) dan jumlahnya diduga sekitar 58 ekor (TNUK 2014). Hilangnya habitat dan perburuan liar menyebabkan penurunan jumlah populasi badak jawa. Sejak tahun 1978, badak jawa dimasukkan ke dalam redlist data oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) atau termasuk ke dalam kategori sangat terancam (critically endangered) (IUCN 2013). Badak jawa juga termasuk ke dalam Appendix I menurut Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), yang berarti tidak boleh diperdagangkan karena jumlahnya sangat sedikit di alam dan dikhawatirkan akan punah (CITES 2013). Pemerintah juga menetapkan badak jawa sebagai satwa yang dilindungi oleh Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Muntasib 2000) dan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar (TNUK 2014).

Badak jawa termasuk golongan hewan ungulata yang menggunakan kuku sebagai tumpuan saat bergerak atau berjalan (Myers 2001), dengan jumlah kuku ganjil atau Perissodactyla. Selain memiliki kuku, badak jawa juga menapak dengan footpad, yaitu berupa bantalan lemak dan jaringan ikat yang tebal untuk membantu jari kaki saat menumpu. Tinggi badan badak jawa sekitar 168-175 cm dan satu buah cula di dorsal osnasale dengan panjang sekitar 27 cm. Berat tubuh badak jawa dewasa dapat mencapai 2280 kg (Hoogerwerf 1970). Walaupun ukuran tubuhnya besar, badak jawa dapat bergerak cepat dan lincah, seperti pada badak sumatra (Lestari 2009). Wilayah jelajah harian badak jawa jantan sekitar 20-30 km2, sedangkan badak jawa betina sekitar 10-20 km2 (Suhono dan Muntasib 2001). Namun berdasarkan penelitian Muntasib (2000), pergerakan badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon hanya berkisar 3.6-5.6 km tergantung dari kondisi lingkungannya.

(19)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik anatomi skelet kaki depan badak jawa dibandingkan dengan skelet kaki depan badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) dan hewan domestik lain yang memiliki kedekatan secara anatomis dan filogenetik.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data biologi badak jawa khususnya mengenai karakteristik anatomi skelet kaki depan. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat menjadi data dasar untuk penelitian lebih lanjut.

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Badak Jawa

Badak jawa termasuk ke dalam ordo Perissodactyla. Ordo ini terdiri atas 3 famili, 6 genus, dan 17 spesies. Ordo Perissodactyla dibagi menjadi 2 subordo, yaitu Hippomorpha (famili Equidae) dan Ceratomorpha (famili Tapiridae dan Rhinocerotidae) (Nowak 1999). Famili Rhinocerotidae awalnya tersebar di Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Utara (Hillson 2005).

Klasifikasi badak jawa adalah sebagai berikut (Lekagul dan McNelly 1977): Ordo : Perissodactyla

Super famili : Rhinocerotidea Famili : Rhinocerotidae Genus : Rhinoceros

Spesies : Rhinoceros sondaicus

Menurut etiologinya, Rhinoceros berasal dari bahasa Yunani, yaitu rhino yang berarti ‘hidung’ dan ceros yang berarti ‘cula’, sedangkan Sondaicus berasal dari kata Sunda yang berarti ‘Jawa’ dan icusberarti ‘lokasi’ (Endah 2009). Badak jawa memiliki tiga subspesies, yaitu Rhinoceros sondaicus annamiticus, Rhinoceros sondaicus inermis, Rhinoceros sondaicus sondaicus. Namun, dua subspesies badak jawa sudah dinyatakan punah, yaitu Rhinoceros sondaicus inermis dan Rhinocerossondaicusannamiticus (Brook et al. 2011).

(20)

3

Gambar 1 Morfologi eksterior badak jawa (Rhinocerossondaicus). Memiliki satu cula dan lipatan kulit pada daerah leher sebagai ciri khasnya

(WWF 2008)

Habitat dan Perilaku Badak Jawa

Habitat hidup badak jawa di hutan tropis dataran rendah sampai ketinggian 100 m di atas permukaan laut, tempat basah banyak kubangan lumpur, dan rawa-rawa (Hoogerwerf 1970). Namun di Taman Nasional Ujung Kulon, badak jawa dapat ditemukan sampai di ketinggian 600 m, yaitu di daerah Gunung Honje. Kondisi habitat yang disukai oleh badak jawa antara lain hutan yang rimbun, daerah semak, dan perdu yang rapat, tetapi jarang ditemukan di tempat yang terbuka (Muntasib et al. 2013).

Hewan ini memiliki sifat yang pemalu dan soliter (Muntasib 2000). Kadang-kadang badak jawa ditemukan dalam bentuk kelompok kecil, yang terdiri atas dua atau tiga ekor badak, terutama pada musim kawin dan mengasuh

anaknya. Badak jawa jantan mencapai dewasa kelamin pada sekitar umur 6 tahun, sedangkan pada badak jawa betina terjadi sekitar umur 3-4 tahun. Saat

musim kawin, pada sekitar bulan Agustus (Daryan 2013) badak jawa betina dewasa mengalami peningkatan urinasi dan kontak fisik dengan badak jawa jantan dewasa (Riyanto et al. 2013).

(21)

4

Badak jawa termasuk ke dalam hewan browser, yang mendapatkan makanannya dengan cara memangkas (tumbuhan perdu), merobohkan (tumbuhan tinggi), dan menarik (tumbuhan merambat) (Daryan 2013) dan dilakukan pada pagi dan sore hari (Muntasib 2000). Makanan badak jawa berupa pucuk-pucuk daun, tunas-tunas pohon, kulit kayu, dan beberapa jenis buah (Hoogerwerf 1970; Suhono dan Muntasib 2001). Selain itu, badak jawa juga melakukan saltlick (mengasin) untuk mendapatkan mineral yang diperoleh dari air laut, menjilat tanah atau lumpur, kulit pohon, dan permukaan daun (Daryan 2013). Perilaku defekasi dan urinasi pada badak jawa dapat digunakan sebagai penanda batas wilayahnya. Tempat defekasi yang paling sering ditemukan di daerah aliran sungai, jalur pergerakan, dan tempat makan. Cara urinasi badak jawa, yaitu dengan membuang urin ke belakang yang mengarah ke semak-semak dan kaki belakangnya menggaruk-garuk tanah sehingga pada semak-semak tersebut ditemukan urin bercampur tanah (Riyanto etal. 2013).

Skelet Appendikular

Sistem skeletal memiliki fungsi untuk penunjang tubuh, tempat penyimpanan mineral, tempat produksi sel darah, serta pelindung organ vital (Colville dan Bassert 2002; Akers dan Denbow 2008). Skelet appendikular terdiri atas tulang ekstremitas, yaitu kaki depan dan kaki belakang. Skelet kaki depan (ossamembrithoracici) mempunyai fungsi sebagai penunjang tubuh serta sebagai alat gerak pasif, terutama gerakan maju. Tulang-tulang penyusun kaki depan dikelompokkan menjadi empat, yaitu cingulum membri thoracici (tulang gelang bahu), skeleton brachii (tulang lengan atas), skeleton antebrachii (tulang lengan bawah), dan skeletonmanus (tulang telapak tangan). Cingulummembrithoracici terdiri atas os scapula, os coracoideus, dan os clavicula. Skeleton brachii terdiri atas os humerus, sedangkan skeleton antebrachii terdiri atas ossa radius et ulna. Skeleton manus meliputi ossa carpi, ossa metacarpalia, serta ossa digitorum manus. Ossa digitorum manus terdiri atas ossa phalanges dan ossa sesamoidea (Getty 1975).

Os scapula merupakan tulang paling proksimal dari kaki depan yang

berbentuk pipih menyerupai segitiga (Colville dan Bassert 2002; Akers dan Denbow 2008). Badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) memiliki

os scapula yang kokoh dan kompak. Fossa supraspinata pada badak sumatra memiliki permukaan yang bergelombang, sedangkan fossa infraspinata menjulur ke kaudal (Lestari 2009). Pada badak sumatra (Lestari 2009), kuda, ruminansia, dan babi (Getty 1975) memiliki fossa supraspinata lebih sempit dibandingkan dengan fossa infraspinata. Sebaliknya, pada anjing dan kucing fossa

supraspinata lebih lebar dibandingkan dengan fossa infraspinata (Akers dan Denbow 2008). Di ujung distal spina scapulae terdapat penjuluran,

(22)

5 Os humerus merupakan tulang paling besar dari kaki depan yang disebut juga dengan tulang brachial (Akers dan Denbow 2008). Pada badak sumatra (Lestari 2009), ruminansia, karnivora, dan babi (Getty 1970) tidak terdapat tuberculum intermedium. Berbeda pada kuda yang memiliki tuberculum intermedium dan terletak di antara tuberculum majus pars cranialis dan tuberculum minus (Colville dan Bassert 2002). Extremitas distalis terdapat dua condylus, yaitu condylus medialis et lateralis yang dipisahkan oleh trochlea humeri (bentukan mirip katrol).

Os radius bersama os ulna, mengadakan persendian dengan os humerus pada bagian proksimal, sedangkan bagian distal membentuk sendi antebrachiocarpal joint dengan ossa carpi. Ossa radius et ulna dipisahkan oleh suatulekahyangdisebutdengan spatium interosseum antebrachii. Lekahini pada badak sumatra memanjang dari proksimal sampai ke sepertiga distal ossa radius-ulna (Lestari 2009). Pada kuda lekah ini hanya memanjang di sepertiga proksimal dari ossa radius-ulna (Budras et al. 2005), sedangkan pada karnivora lekah ini

luas yang memanjang dari proksimal sampai ke distal ossa radius-ulna (Akers dan Denbow 2008).

Jumlah ossa carpi setiap spesies berbeda-beda. Badak sumatra (Lestari 2009) dan babi memiliki delapan tulang dan pada ruminansia mempunyai enam tulang (Getty 1970). Anjing dan kucing memiliki tujuh tulang, sedangkan pada kuda memiliki tujuh sampai delapan tulang (Akers dan Denbow 2008). Ossa carpi tersusun dalam dua baris, yaitu proksimal dan distal. Baris proksimal secara berurutan dari medial adalah os carpi radiale, os carpi intermedium, os carpi ulnare, dan os carpi accessorium. Di baris distal dari medial adalah os carpale I, os carpale II, os carpale III, dan os carpale IV. Pada kerbau susunan ossa carpi adalah empat tulang di baris proksimal dan dua tulang di baris distal (Getty 1975).

Os metacarpale terletak di antara ossa carpi dan ossa digitorum manus. Badak sumatra memiliki os metacarpale sebanyak empat buah (Lestari 2009), seperti pada babi. Kuda mempunyai tiga os metacarpale, tetapi hanya satu yang fungsional (Budras et al. 2005). Karnivora mempunyai lima osmetacarpale, dan

ruminansia mempunyai dua os metacarpale (Colville dan Bassert 2002; Akers dan Denbow 2008). Ossa digitorum manus terdiri atas ossa phalanges

proximalis, media etdistalis. Ossa sesamoidea pada setiap hewan berbeda-beda. Badak sumatra memiliki dua ossa sesamoidea yang terletak di kaudal ossa metacarpalia pada persendian gelang puyuh (Lestari 2009). Kuda memiliki dua

tulang ossa sesamoidea, yaitu ossa sesamoidea proximale et distale (Akers dan Denbow 2008). Pada babi memiliki tiga ossa sesamoidea yang

(23)

6

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2014 bertempat di Laboratorium Anatomi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan satu set preparat tulang kaki depan badak jawa. Badak jawa yang digunakan berjenis kelamin jantan dengan umur sekitar 8-12 tahun yang diperoleh dari Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Provinsi Banten. Alat yang digunakan adalah alat bedah minor, penggaris, kamera Canon® EOS 700D, dan software Adobe Photoshop CS3.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengamati, mencatat hasil pengamatan serta membandingkan preparat skelet kaki depan badak jawa dengan skelet kaki depan badak sumatra dan hewan domestik lain, dikaitkan dengan fungsi serta kebiasaan hidupnya. Data dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan cara mendeskripsikan skelet kaki depan badak jawa meliputi bentuk bagian skelet yang khas dan pengukuran bagian tulang yang terpanjang dan terlebar. Masing-masing skelet selanjutnya dipotret menggunakan kamera Canon® EOS 700D dan gambar yang diperoleh diolah menggunakan Adobe Photoshop CS3. Penamaan skelet kaki depan badak jawa dilakukan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria 2012.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Badak jawa memiliki susunan tulang kaki depan yang kokoh dan kuat. Kaki depan badak jawa tersusun oleh beberapa tulang, yaitu cingulum membri thoracici (os scapula), skeleton brachii (os humerus), skeleton antebrachii (ossa radius et ulna), dan skeleton manus (ossa carpi, ossa metacarpalia, dan ossa digitorum manus).

Tulang Gelang Bahu (Cingulum Membri Thoracici)

(24)

7 caudalisnya tebal berbentuk konveks di bagian proksimal dan konkaf di bagian distal. Spina scapulae membagi facies lateralis menjadi fossa supraspinata dan fossa infraspinata. Fossa supraspinata memiliki permukaan yang halus dan lebih sempit dibandingkan fossa infraspinata. Pada spina scapulae terdapat bungkul yang sangat besar berbentuk menyerupai segitiga, yaitu tuber spinae scapulae. Di facies medialis os scapula ditemukan fossa subscapularis yang memiliki permukaan halus dan bergelombang. Bagian dorsal fossa subscapularis terdapat facies serrata dengan permukaan yang kasar dan bergerigi. Fossasubscapularis badak jawa tidak memisahkan facies serrata menjadi dua permukaan.

Di bagian distal os scapula terdapat cavitas glenoidalis yang memiliki permukaan licin dan relatif dangkal. Selain itu, ditemukan juga tuberculum supraglenoidale yang relatif besar dan kasar. Di medial bungkul ini terdapat processuscoracoideus yang kurang subur (Gambar 2).

Tulang Lengan Atas (Skeleton Brachii)

Os humerus badak jawa memiliki bentuk yang kompak dan berukuran besar dengan panjang 45.2 cm serta lebar 14.4 cm. Di facieslateralis ditemukan sulcus musculi brachialis yang beraspek halus dengan lekukan seperti spiral. Selain itu, ditemukan juga tuberositas deltoidea, berupa bungkul besar dan kasar yang mengarah ke distolateral. Di bagian proksimal tuberositas ini terdapat crista humeri berupa rigi yang kasar. Crista humeri pada badak jawa relatif tidak berkembang. Facies medialis memiliki permukaan kasar dan ditemukan tuberositas teres major yang relatif tidak berkembang. Caput humeri os humerus

Gambar 2 Struktur os scapula kiri badak jawa tampak lateral (A) dan medial (B)

1. fossa supraspinata; 2. fossa infraspinata; 3. tuber spinae scapulae;

4. spina scapulae; 5. tuberculum supraglenoidale; 6. cavitas

glenoidalis; 7. fossa subscapularis; 8. facies serrata; 9. processus

(25)

8

mengadakan persendian dengan cavitas glenoidalis os scapula. Caput humeri memiliki permukaan luas, licin, dan berbentuk konveks. Pada ekstremitas proksimal os humerus ditemukan dua tuberculum, yaitu tuberculum minus dan tuberculummajus. Tuberculum minus os humerus berada di bagian medial yang melengkung ke arah craniolateral. Tuberculummajusoshumerus terdiri atas dua bagian, yaitu pars cranialis dan caudalis. Tuberculum majus pars cranialis sedikit meninggi dan melengkung ke craniomedial, sedangkan tuberculum majus pars caudalis relatif lebar dan mengarah ke proximolateral. Badak jawa tidak memiliki tuberculum intermedium. Di antara tuberculum minus dan tuberculum majus pars cranialis terdapat sulcus intertubercularis yang lebar. Ekstremitas distalis os humerus terdiri atas dua bungkul, yaitu condylus medialis et lateralis. Condylus medialis et lateralis ini membentuk lekukan seperti katrol, yaitu trochlea humeri. Condylus medialis ini memiliki permukaan yang halus dan berukuran lebih besar daripada condylus lateralis. Di tepi kedua condylus ini terdapat penebalan, yaitu epicondylus medialis et lateralis, yang memiliki bungkul besar dan kasar.

4

1

3’

3’’

2

5

5

2

3’

3’’

2

1

6

7

11

11

8

8

9

10

13

12

9

A

B

B’

6

10

Gambar 3 Struktur os humerus kiri badak jawa tampak kranial (A) dan kaudal (B)

Bˈ: caput humeri tampak proksimal

1.Caput humeri, 2. tuberculum minus, 3´. tuberculum majus pars

cranialis, 3´´. tuberculum majus pars caudalis, 4. sulcus

intertubercularis, 5.tuberositas deltoidea; 6. sulcus musculi brachialis;

(26)

9 2 2 3 2 3 6 1 5 5 6 1 a b a 4 4 b 5 7 8 7 3 A B B’

Gambar 4 Struktur ossa radius et ulna kiri badak jawa tampak lateral (A) dan medial (B)

Bˈ: Ekstremitas proksimalis ossa radius et ulna tampak dorsal

a. os ulna; b. os radius; 1. olecranon; 2. tuberolecrani; 3. processus anconeus; 4. incisura trochlearis; 5. toberositas radii; 6. spatium interosseum antebrachii; 7. extremitas distalis os ulna; 8. processus styloideus (bar : 5 cm).

Di bagian proksimal dari epicondylus lateralis terdapat rigi, yaitu crista epicondylus lateralis. Selain itu, ditemukan fossa olecrani yang terletak di

antara epicondylus lateralis et medialis berupa legok dangkal dan kasar, sedangkan fossa radialis ditemukan di proksimal condylus lateralis et medialis yang berupa legok dangkal(Gambar 3).

Tulang Lengan Bawah (Skeleton Antebrachii)

Skeleton antebrachii terdiri atas os radius dan os ulna, pada badak jawa kedua tulang ini terpisah dari proksimal sampai ke distal.

1. Os radius

(27)

10

2. Os ulna

Os ulna badak jawa terpisah dengan os radius. Os ulna memiliki panjang 44.3 cm dan lebar 14.1 cm. Ekstremitas proksimal os ulna memiliki olecranon berupa penjuluran yang besar ke arah medial. Pada olecranon terdapat bungkul yang kasar, yaitu tuber olecrani. Di kranial olecranon terdapat penjuluran yang runcing, yaitu processus anconeus, sedangkan di distal procesuss anconeus terdapat lekukan setengah lingkaran, yaitu incisura trochlearis. Bersama-sama dengan os radius, lekah ini mengadakan persendian dengan os humerus, sedangkan ekstremitas distalis os ulna dengan os radius membentuk persendian dengan ossa carpi (Gambar 4).

Tulang Telapak Kaki Depan (Skeleton Manus)

Ossa carpi badak jawa terdiri dari delapan tulang. Pada baris proksimal dari

medial, yaitu os carpi radiale (os scaphoideum), os carpi intermedium (os lunatum), os carpi ulnare (os triquetrum), os carpi accessorium (os pisiforme). Di baris distal dari medial, yaitu os carpale I (os trapezium),

os carpale II (os trapezoideum), os carpale III (os capitatum), dan ossa carpale IV et V yang bergabung (os hamatum). Os carpi accessorium

memiliki bentuk pipih yang menempel pada os carpi ulnare dan menjulur mengarah ke medial. Os carpale I berada di bagian volar dari os carpi radiale. Os carpale III dan ossa carpale IV et V memiliki penjuluran yang mengarah ke mediodistal.

Ossa metacarpalia badak jawa terdiri dari empat buah tulang secara

berurutan dari mediovolar, yaitu os metacarpale II, os metacarpale III, os metacarpale IV, dan os metacarpale V. Os metacarpale II memiliki panjang

15.4 cm yang terletak di bagian mediovolar. Os metacarpale III terletak di medial yang memiliki panjang 16.9 cm dan berukuran paling besar. Os metacarpale IV memiliki panjang 12.8 cm yang terletak di bagian laterovolar. Ossa metacarpale II et III et IV memiliki bentuk pipih. Os metacarpale V mengalami rudimenter yang berukuran kecil seperti segitiga dan melekat di kaudal os metacarpale IV dan os carpale IV et V. Os metacarpale V memiliki panjang 3.1 cm dan lebar 2.7 cm.

(28)

11

5

1 2 3

6 7

8

9 10

A

4

3 2

1

11 7

6 5

10

9

8

B

12

13

1

144

C

12

13

1

144

12

13

1

144

a

b

c

Gambar 5 Struktur skeleton manus kiri badak jawa tampak dorsal (A & C) dan volar (B)

a. digit II; b. digit III; c. digit IV

1. os carpi radiale; 2. os carpi intermedium; 3. os carpi ulnare; 4. os carpi accessorium; 5. os carpale II; 6. os carpale III; 7. os carpale IV et V; 8. os metacarpale II; 9. os metacarpale III;

10. os metacarpale IV; 11. os metacarpale V; 12. os phalanx

proximalis; 13. os phalanx media; 14. os phalanx distalis

(29)

12

Pembahasan

Badak jawa merupakan salah satu badak Asia bercula satu, ukuran tubuh yang besar dengan bobot badan dapat mencapai 2280 kg (Hoogerwerf 1970). Untuk menopang tubuhnya yang besar ini, badak jawa didukung oleh skelet kaki yang relatif pendek dan kuat dalam melakukan berbagai aktivitas seperti berjalan, berlari, mendaki daerah yang curam, berkubang, serta kawin. Secara umum, struktur skelet kaki depan badak jawa mirip pada badak sumatra (Lestari 2009), sapi, dan babi (Getty 1975). Skelet kaki depan badak jawa berfungsi sebagai penunjang tubuh dan alat gerak pasif terutama untuk gerakan maju. Selain itu, kaki depan juga menopang leher dan kepala yang berat sehingga memerlukan bidang tumpu yang lebih lebar dibandingkan pada kaki belakang. Skelet kaki depan badak jawa merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan dengan ukuran tubuh yang besar, leher, dan kepala. Kaki depan memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan kaki belakang pada saat berdiri. Oleh karena itu, badak jawa diduga memiliki otot-otot kaki depan yang juga berkembang subur dan kuat pada pertautannya, seperti pada badak sumatra (Susanti 2012).

Os scapula badak jawa memiliki bentuk yang pipih menyerupai kipas dengan panjang 40.7 cm, lebar 28.8 cm, dan mengarah ke cranioventral. Pada badak sumatra, os scapula difiksasi oleh otot-otot penahan yang lebar dan tebal, yaitu m. rhomboideus, m. trapezius, m. latissimus dorsi, dan m. serratus ventralis (Susanti 2012). Otot-otot tersebut diduga juga berkembang subur pada badak jawa dengan strukturnya yang mirip. Musculus rhomboideus pada badak sumatra menutupi cartilago scapulae di sisi lateral dan medialnya sehingga dapat memfiksir os scapula lebih kuat (Susanti 2012), dan m. trapezius yang berinsersio di tuber spinae scapulae, kedua otot ini diduga juga berkembang subur pada badak jawa. Tuber spinae scapulae badak jawa berupa bungkul besar yang menyerupai segitiga. Struktur bungkul ini mirip pada badak sumatra (Lestari 2009) dan babi (Getty 1975), sedangkan pada kuda bungkul ini kecil (Budras et al. 2005), tetapi karnivora tidak memiliki bungkul ini (Getty 1975). Selain memfiksasi os scapula, otot-otot ini juga mencegah penguakan os scapula ke lateral. Otot-otot fiksator os scapula yang kuat ini menyebabkan pergerakan os scapula dan persendian bahu relatif terbatas, tetapi kokoh. Hal ini diduga untuk mendukung badak jawa dalam aktivitas berjalan dengan jarak yang jauh, sebagai hewan penjelajah, seperti halnya badak sumatra.

(30)

13

Persendian bahu badak jawa yang dibentuk oleh cavitas glenoidalis dari os scapula dengan caput humeri diduga lebih mendukung gerakan fleksor dan

ekstensor bahu dibandingkan gerakan abduksi dan adduksi. Cavitas glenoidalis dari os scapula memiliki permukaan licin dan relatif dangkal, sedangkan caput humeri memiliki permukaan luas, licin, dan berbentuk konveks. Hal ini menyebabkan pergerakan sendi bahu relatif terbatas sehingga gerakan hewan ini relatif kaku. Seperti badak sumatra (Lestari 2009), badak jawa memiliki gerakan maju yang relatif lurus dan jarang berjalan berbelok-belok. Pergerakan lurus pada badak jawa juga diduga berkaitkan dengan lekah spatium interosseum antebrachii yang sempit dan persendian occipitoatlantis yang relatif kaku. Lekah yang sempit ini menyebabkan fleksibilitas gerakan supinasio dan pronasio menjadi terbatas. Ossa radius et ulna badak jawa terpisah dari proksimal sampai ke distal membentuk spatium interosseum antebrachii berupa lekah yang sempit. Keadaan lekah ini mirip pada badak sumatra yang memanjang dari proksimal sampai 1/3 distal ossa radius-ulna (Lestari 2009). Kondisi lekah ini pada kuda sangat sempit dan terletak di sepertiga proksimal ossa radius-ulna (Budras et al. 2005), seperti yang ditemukan pada babi (Getty 1975). Lekah ini pada hewan karnivora relatif luas yang memanjang dari proksimal sampai distal ossa radius-ulna, sedangkan pada sapi memiliki dua spatium, yaitu spatia interossea antebrachii proximale et distale (Dyce et al. 1996).

Selain persendian bahu dan persendian siku yang relatif terbatas, gerakan lurus badak jawa juga diduga dipengaruhi oleh otot-otot fiksator persendian bahu, seperti pada badak sumatra. Otot-otot fiksator persendian bahu badak sumatra, yaitu m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. biceps brachii, dan m. subscapularis (Susanti 2012). Otot-otot tersebut sebagian memiliki origo di os scapula serta insersio pada os humerus dan os radius. Os humerus badak jawa berukuran besar dan kompak. Tuberculum majus dari os humerus terdiri dari dua bagian, yaitu pars cranialis dan pars caudalis. Pada badak sumatra, tuberculum majus merupakan insersio dari m. supraspinatus dan m. infraspinatus. Kedua otot ini berfungsi sebagai ekstensor dan fiksator persendian bahu dari sisi lateral,

sedangkan tuberculum minus dari os humerus merupakan insersio m. supraspinatus dan m. subscapularis yang juga memfiksator persendian bahu

dari sisi medial (Susanti 2012).

Bobot tubuh badak jawa ditopang oleh keempat kakinya saat berdiri. Kaki depan menerima beban yang lebih besar dibandingkan dengan kaki belakang karena kaki depan menopang tubuh bagian depan, leher dan kepala pada saat berdiri. Badak jawa dalam menopang bobot tubuhnya yang berat dibantu oleh m. biceps brachii yang diduga berkembang subur, seperti pada badak sumatra. Musculus biceps brachii badak sumatra memiliki banyak daun urat yang kuat dan tebal di antara serabut ototnya (Susanti 2012). Tendo origo otot ini melewati sulcus intertubercularis yang lebar dan terletak di antara tuberculum majus pars cranialis dan tuberculum minus. Badak jawa tidak memiliki tuberculum intermedium. Hal ini mirip pada badak sumatra (Lestari 2009), sapi, babi, dan anjing (Colville dan Bassert 2002), tetapi berbeda pada kuda yang memiliki tuberculum intermedium (Budras et al. 2005). Selain itu, tubuh ditopang oleh otot-otot penggantung tubuh yang diduga berkembang subur dan kuat pada badak jawa, seperti yang ditemukan pada badak sumatra (Susanti 2012). Otot-otot

(31)

14

mm. pectoralis. Musculus serratus ventralis memiliki daun urat yang kuat di antara serabut ototnya dan berinsersio di facies serrata (Susanti 2012). Facies serrata pada badak jawa memiliki permukaan yang lebar, kasar, bergerigi serta tidak dibagi menjadi dua oleh fossa subscapularis. Keadaan ini mirip pada badak sumatra (Lestari 2009) sehingga pertautan m. serratus ventralis yang luas menjadi sangat kuat dalam menopang tubuhnya bagian depan, leher dan kepala yang berat.

Tuberositas deltoidea badak jawa berupa bungkul besar dan kasar yang mengarah ke distolateral. Keadaan ini mirip pada badak sumatra yang memiliki tuberositas deltoidea dengan ukuran besar dan menjulur ke kaudolateral dengan permukaan yang kasar (Lestari 2009). Bungkul yang besar ini diduga berperan mendukung aktivitas badak jawa saat mendaki daerah yang curam. Kondisi yang sama ditemukan pada badak sumatra, saat mendaki daerah yang curam, kaki depan badak jawa ditekuk dan diduga melibatkan kontraksi otot-otot fleksor kaki (Susanti 2012). Sebaliknya, saat menuruni daerah yang curam, badak sumatra melibatkan kerja otot-otot ekstensor persendian bahu dan siku (Susanti 2012) untuk meluruskan kaki depan, hal ini diduga juga pada badak jawa.

Olecranon dari os ulna yang berupa penjuluran besar ke arah medial juga diduga mendukung aktivitas badak jawa saat mendaki daerah yang curam. Di proksimal olecranon terdapat bungkul yang kasar, yaitu tuber olecrani. Bungkul ini pada badak jawa berukuran besar dengan bentuk relatif bulat, memiliki permukaan kasar dan mengarah ke medial, tetapi berbeda pada badak sumatra yang memiliki tuberolecrani berukuran besar serta terbagi menjadi dua, yaitu ke lateral dan medial (Lestari 2009). Olecranon badak sumatra merupakan insersio dari m. triceps brachii (Susanti 2012) yang berfungsi sebagai fleksor persendian bahu, ekstensor dan fiksator persendian siku. Keadaan ini diduga memperkuat gerakan maju kaki depan badak jawa saat mendaki daerah yang curam dan saat berlari, khususnya sebagai tuas penggerak, seperti pada badak sumatra (Susanti 2012).

Kekuatan kaki depan badak jawa juga ditunjang oleh persendian skeleton manus yang kuat dan fleksibel. Daerah carpus badak jawa memiliki persendian yang luas untuk mendukung aktivitasnya saat mendaki daerah yang curam. Facies palmaris dari ossa carpale III et IV et V memiliki penjuluran-penjuluran yang mengarah ke mediodistal. Penjuluran ini mirip pada badak sumatra (Lestari 2009) yang berfungsi sebagai tempat pertautan otot-otot fleksor persendian carpus yang berkembang subur dan kompak (Khotimah 2014). Keadaan ini didukung oleh otot fleksor dan abduktor digit serta tendo fleksor metacarpophalangeal yang tebal pada badak sumatra untuk mencengkeram tanah dengan kuat saat mendaki daerah yang curam. Seperti pada badak sumatra, persendian skeleton manus yang fleksibel dengan otot-otot fleksor carpus, otot fleksor dan abduktor digit (Khotimah 2014), otot-otot ini diduga juga berkembang subur pada badak jawa untuk mendukung aktivitas berlari serta memperluas kubangan.

(32)

15 pada badak sumatra (Khotimah 2014). Hal ini diduga untuk menjaga keseimbangan sewaktu kaki depan badak jantan menaiki tubuh badak betina. Di samping itu, telapak kaki badak jawa dilengkapi dengan footpad. Menurut Hutchinson (2012), footpad berfungsi sebagai pengukur jumlah gaya yang mampu ditahan oleh tiap digit saat menumpu. Seperti halnya pada badak sumatra, footpad bersama otot fleksor digit (Khotimah 2014), diduga membantu badak jawa saat berlari agar kakinya mudah diangkat dan diayunkan.

Dalam melakukan aktivitasnya badak jawa ditunjang dengan struktur skelet kaki depan yang kuat, kompak, dan relatif pendek. Aktivitas tersebut diantaranya berjalan, berlari, mendaki daerah yang curam, berkubang, dan kawin. Skelet kaki depan badak jawa ini merupakan hasil adaptasinya dengan lingkungan dan berat tubuhnya yang besar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Skelet kaki depan badak jawa relatif pendek yang tersusun secara kokoh dan kuat. Karakteristik skelet kaki depan badak jawa, yaitu tuberositasdeltoidea dari os humerus yang besar dan crista humeri yang kurang berkembang. Ossa radius et ulna terpisah dari proksimal sampai ke distal dengan spatium interosseum antebrachii yang sempit. Olecranon dari os ulna berukuran besar dan kasar dengan bentuk relatif bulat, serta facies palmaris dari ossa carpi memiliki penjuluran yang mengarah ke mediodistal. Secara umum, skelet kaki depan badak jawa mirip pada badak sumatra, sapi, dan babi. Kondisi ini merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan dengan ukuran tubuh, leher dan kepala yang besar.

Saran

(33)

16

DAFTAR PUSTAKA

Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomy & Physiology of Domestic Animals. Iowa (US): Blackwell. hlm 152-155.

Brook S, Groot PVC, Mahood S, Long B. 2011. Extinction of the Javan Rhinoceros (Rhinoceros sondaicus) from Vietnam. WWF report. hlm 1-45.

Budras KD, Sack WO, Röck S. 2005. Anatomy of the Horse. 5th Ed. Hannover (DE): Schlütersche. hlm 4-15.

[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2013. Appendix animal: spesies [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 29] Tersedia pada http://www.cites.org/eng/disc/species.php

Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technicians. Amerika (US): Mosbi. hlm 112-116.

Daryan. 2013. Perilaku pokok badak jawa [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 28] Tersedia pada http://www.ujungkulon.org/berita/216-perilakupokokbadakjawa

Dyce KM, WO Sack, CJG Wensing. 1996. Textbook of Veterinary Anatomy. 2ndEd. Philadelphia (US): W.B. Saunders.

Endah A. 2009. Badak jawa satwa terlangka di dunia [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 29] Tersedia pada http://alamendah.org/2009/10/02/badak-jawa-satwa-terlangka-di-dunia/

Getty R. 1975. Sisson and Grossman the Anatomy of the Domestic Animal. 5th Ed. Philadelphia (US): W.B. Saunders.

Hillson S. 2005. Teeth. 2ndEd. New York (US): Cambridge Univ Press. hlm 122-123.

Hoogerwerf A. 1970. Udjung Kulon the Land of The Last Javan Rhinoceros. Leiden: E.J. Brill.

Hutchinson. 2012. Rhino’s feet tested to see how they support heavy loads [Internet]. [diunduh pada 2014 Nov 3] Tersedia pada www.bbc.co.uk/news/science-environment-16286655.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2013. Rhinoceros sondaicus [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 27] Tersedia pada http://www.iucnredlist.org/static/categories_criteria_3_1 Khotimah AK. 2014. Anatomi otot-otot kaki depan badak sumatra

(Dicerorhinus sumatrensis): daerah antebrachii dan digit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lekagul B, McNeely J. 1977. Mammals of Thailand. The Association for the Conservation of Wildlife. Bangkok (TH): Cornell Univ Press.

Lestari EP. 2009. Anatomi skelet tungkai kaki badak sumatra (Dicerorhinussumatrensis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(34)

17 Muntasib H, Alikodra HS, Sectionov. 2013. Habitat badak jawa. Di dalam: Alikodra HS, dkk, editor. TeknikKonservasiBadakIndonesia. Tangerang (ID): Literati. hlm 43-53.

Myers P. 2001. Perissodactyla [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 29] Tersedia pada http://animaldiversity.ummz.umich.edu/accounts/Perissodactyla/ Nowak RM. 1999. Walker’s Mammals of the World Volume II. 6th Ed. New York

(US): Johns Hopkins Univ Press. hlm 1007.

Rahmat UM. 2009. Genetika populasi dan strategi konservasi badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822). Jurnal Manajemen Hutan Tropis. 15(1): hlm 83-90.

Riyanto MACT, Rustandi J, Rusdianto, Sectionov, Suhaery A. 2013. Perilaku badak. Di dalam: Alikodra HS, dkk, editor. Teknik Konservasi Badak Indonesia. Tangerang (ID): Literati. hlm 55-75.

Santosa Y, Wulan C, Hikmah A. 2010a. Studi karakteristik kubangan badak jawa (Rhinocerossondaicus Desmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon. Mediakonservasi. 15(1): hlm 31 -35.

Santosa Y, Wulan C, Hikmah A. 2010b. Analisis faktor ekologi dominan pemilihan kubangan oleh badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest l822) di Taman Nasional Ujung Kulon. Media konservasi. 15(2): hlm 102 -106.

Suhono S, Muntasib H. 2001. Penggunaan sumberdaya air, pakan, dan cover oleh badak jawa (Rhinoceros sondaicus, desmarest 1822) dan banteng (Bos javanicus, d'alton 1832) di daerah Cikeusik dan Citadahan, Taman Nasional Ujung Kulon. Media Konservasi. 7(2): hlm 69–74.

Susanti H. 2012. Anatomi otot daerah bahu dan lengan atas badak sumatra (Dicerorhinussumatrensis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [TNUK] Taman Nasional Ujung Kulon. 2013. Seputar badak jawa 2 [Internet].

[diunduh pada 2014 Mei 28] Tersedia pada

http://www.ujungkulon.org/berita/215-seputarbadakjawa2

[TNUK] Taman Nasional Ujung Kulon. 2014. Siaran pers hasil monitoring badak jawa tahun 2013, peluncuran tnukpedia dan pengukuhan duta wisata ujung kulon [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 28] Tersedia pada http://www.ujungkulon.org/berita/221hasilmonitoringbadakjawatahun2013 [WWF] World Wildlife Fund. 1986. Badak jawa [Internet]. [diunduh pada 2014

Mei 16] Tersedia pada

http://www.wwf.or.id/cara_anda_membantu/bertindak_sekarang_juga/rhin ocare/badakjawa/wwf

[WWF] World Wildlife Fund. 2008. Javan rhinoceros (Rhinoceros sondaicus) [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 30] Tersedia pada http://www.arkive.org/javan-rhinoceros/rhinoceros-sondaicus/photos.html Zahari ZZ, Rosnina Y, Wahid H, Yap KC, Jaenuddeen MR. 2004. Reproductive

(35)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 19 Januari 1992 dari ayah Parmuji dan ibu Rohyati. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri 1 Sawangan, SMP Negeri 1 Kebumen, dan SMA Negeri 1 Kebumen. Tahun 2010, penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tulis dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan.

(36)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan satwa liar yang sangat langka dengan jumlah populasi kurang dari 100 ekor di dunia (Muntasib 2000). Badak jawa memiliki tiga subspesies, yaitu Rhinoceros sondaicus inermis yang sudah dinyatakan punah pada tahun 1900-an, Rhinoceros sondaicus annamiticus yang terdapat di Vietnam juga dinyatakan punah pada tahun 2009, serta Rhinoceros sondaicus sondaicus yang terdapat di Indonesia (Brook et al. 2011). Badak jawa yang masih tersisa saat ini hanya ditemukan di Taman Nasional Ujung Kulon (Indonesia) dan jumlahnya diduga sekitar 58 ekor (TNUK 2014). Hilangnya habitat dan perburuan liar menyebabkan penurunan jumlah populasi badak jawa. Sejak tahun 1978, badak jawa dimasukkan ke dalam redlist data oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) atau termasuk ke dalam kategori sangat terancam (critically endangered) (IUCN 2013). Badak jawa juga termasuk ke dalam Appendix I menurut Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), yang berarti tidak boleh diperdagangkan karena jumlahnya sangat sedikit di alam dan dikhawatirkan akan punah (CITES 2013). Pemerintah juga menetapkan badak jawa sebagai satwa yang dilindungi oleh Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Muntasib 2000) dan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar (TNUK 2014).

Badak jawa termasuk golongan hewan ungulata yang menggunakan kuku sebagai tumpuan saat bergerak atau berjalan (Myers 2001), dengan jumlah kuku ganjil atau Perissodactyla. Selain memiliki kuku, badak jawa juga menapak dengan footpad, yaitu berupa bantalan lemak dan jaringan ikat yang tebal untuk membantu jari kaki saat menumpu. Tinggi badan badak jawa sekitar 168-175 cm dan satu buah cula di dorsal osnasale dengan panjang sekitar 27 cm. Berat tubuh badak jawa dewasa dapat mencapai 2280 kg (Hoogerwerf 1970). Walaupun ukuran tubuhnya besar, badak jawa dapat bergerak cepat dan lincah, seperti pada badak sumatra (Lestari 2009). Wilayah jelajah harian badak jawa jantan sekitar 20-30 km2, sedangkan badak jawa betina sekitar 10-20 km2 (Suhono dan Muntasib 2001). Namun berdasarkan penelitian Muntasib (2000), pergerakan badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon hanya berkisar 3.6-5.6 km tergantung dari kondisi lingkungannya.

(37)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik anatomi skelet kaki depan badak jawa dibandingkan dengan skelet kaki depan badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) dan hewan domestik lain yang memiliki kedekatan secara anatomis dan filogenetik.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data biologi badak jawa khususnya mengenai karakteristik anatomi skelet kaki depan. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat menjadi data dasar untuk penelitian lebih lanjut.

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Badak Jawa

Badak jawa termasuk ke dalam ordo Perissodactyla. Ordo ini terdiri atas 3 famili, 6 genus, dan 17 spesies. Ordo Perissodactyla dibagi menjadi 2 subordo, yaitu Hippomorpha (famili Equidae) dan Ceratomorpha (famili Tapiridae dan Rhinocerotidae) (Nowak 1999). Famili Rhinocerotidae awalnya tersebar di Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Utara (Hillson 2005).

Klasifikasi badak jawa adalah sebagai berikut (Lekagul dan McNelly 1977): Ordo : Perissodactyla

Super famili : Rhinocerotidea Famili : Rhinocerotidae Genus : Rhinoceros

Spesies : Rhinoceros sondaicus

Menurut etiologinya, Rhinoceros berasal dari bahasa Yunani, yaitu rhino yang berarti ‘hidung’ dan ceros yang berarti ‘cula’, sedangkan Sondaicus berasal dari kata Sunda yang berarti ‘Jawa’ dan icusberarti ‘lokasi’ (Endah 2009). Badak jawa memiliki tiga subspesies, yaitu Rhinoceros sondaicus annamiticus, Rhinoceros sondaicus inermis, Rhinoceros sondaicus sondaicus. Namun, dua subspesies badak jawa sudah dinyatakan punah, yaitu Rhinoceros sondaicus inermis dan Rhinocerossondaicusannamiticus (Brook et al. 2011).

(38)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik anatomi skelet kaki depan badak jawa dibandingkan dengan skelet kaki depan badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) dan hewan domestik lain yang memiliki kedekatan secara anatomis dan filogenetik.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data biologi badak jawa khususnya mengenai karakteristik anatomi skelet kaki depan. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat menjadi data dasar untuk penelitian lebih lanjut.

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Badak Jawa

Badak jawa termasuk ke dalam ordo Perissodactyla. Ordo ini terdiri atas 3 famili, 6 genus, dan 17 spesies. Ordo Perissodactyla dibagi menjadi 2 subordo, yaitu Hippomorpha (famili Equidae) dan Ceratomorpha (famili Tapiridae dan Rhinocerotidae) (Nowak 1999). Famili Rhinocerotidae awalnya tersebar di Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Utara (Hillson 2005).

Klasifikasi badak jawa adalah sebagai berikut (Lekagul dan McNelly 1977): Ordo : Perissodactyla

Super famili : Rhinocerotidea Famili : Rhinocerotidae Genus : Rhinoceros

Spesies : Rhinoceros sondaicus

Menurut etiologinya, Rhinoceros berasal dari bahasa Yunani, yaitu rhino yang berarti ‘hidung’ dan ceros yang berarti ‘cula’, sedangkan Sondaicus berasal dari kata Sunda yang berarti ‘Jawa’ dan icusberarti ‘lokasi’ (Endah 2009). Badak jawa memiliki tiga subspesies, yaitu Rhinoceros sondaicus annamiticus, Rhinoceros sondaicus inermis, Rhinoceros sondaicus sondaicus. Namun, dua subspesies badak jawa sudah dinyatakan punah, yaitu Rhinoceros sondaicus inermis dan Rhinocerossondaicusannamiticus (Brook et al. 2011).

(39)
[image:39.595.137.477.114.331.2]

3

Gambar 1 Morfologi eksterior badak jawa (Rhinocerossondaicus). Memiliki satu cula dan lipatan kulit pada daerah leher sebagai ciri khasnya

(WWF 2008)

Habitat dan Perilaku Badak Jawa

Habitat hidup badak jawa di hutan tropis dataran rendah sampai ketinggian 100 m di atas permukaan laut, tempat basah banyak kubangan lumpur, dan rawa-rawa (Hoogerwerf 1970). Namun di Taman Nasional Ujung Kulon, badak jawa dapat ditemukan sampai di ketinggian 600 m, yaitu di daerah Gunung Honje. Kondisi habitat yang disukai oleh badak jawa antara lain hutan yang rimbun, daerah semak, dan perdu yang rapat, tetapi jarang ditemukan di tempat yang terbuka (Muntasib et al. 2013).

Hewan ini memiliki sifat yang pemalu dan soliter (Muntasib 2000). Kadang-kadang badak jawa ditemukan dalam bentuk kelompok kecil, yang terdiri atas dua atau tiga ekor badak, terutama pada musim kawin dan mengasuh

anaknya. Badak jawa jantan mencapai dewasa kelamin pada sekitar umur 6 tahun, sedangkan pada badak jawa betina terjadi sekitar umur 3-4 tahun. Saat

musim kawin, pada sekitar bulan Agustus (Daryan 2013) badak jawa betina dewasa mengalami peningkatan urinasi dan kontak fisik dengan badak jawa jantan dewasa (Riyanto et al. 2013).

(40)

4

Badak jawa termasuk ke dalam hewan browser, yang mendapatkan makanannya dengan cara memangkas (tumbuhan perdu), merobohkan (tumbuhan tinggi), dan menarik (tumbuhan merambat) (Daryan 2013) dan dilakukan pada pagi dan sore hari (Muntasib 2000). Makanan badak jawa berupa pucuk-pucuk daun, tunas-tunas pohon, kulit kayu, dan beberapa jenis buah (Hoogerwerf 1970; Suhono dan Muntasib 2001). Selain itu, badak jawa juga melakukan saltlick (mengasin) untuk mendapatkan mineral yang diperoleh dari air laut, menjilat tanah atau lumpur, kulit pohon, dan permukaan daun (Daryan 2013). Perilaku defekasi dan urinasi pada badak jawa dapat digunakan sebagai penanda batas wilayahnya. Tempat defekasi yang paling sering ditemukan di daerah aliran sungai, jalur pergerakan, dan tempat makan. Cara urinasi badak jawa, yaitu dengan membuang urin ke belakang yang mengarah ke semak-semak dan kaki belakangnya menggaruk-garuk tanah sehingga pada semak-semak tersebut ditemukan urin bercampur tanah (Riyanto etal. 2013).

Skelet Appendikular

Sistem skeletal memiliki fungsi untuk penunjang tubuh, tempat penyimpanan mineral, tempat produksi sel darah, serta pelindung organ vital (Colville dan Bassert 2002; Akers dan Denbow 2008). Skelet appendikular terdiri atas tulang ekstremitas, yaitu kaki depan dan kaki belakang. Skelet kaki depan (ossamembrithoracici) mempunyai fungsi sebagai penunjang tubuh serta sebagai alat gerak pasif, terutama gerakan maju. Tulang-tulang penyusun kaki depan dikelompokkan menjadi empat, yaitu cingulum membri thoracici (tulang gelang bahu), skeleton brachii (tulang lengan atas), skeleton antebrachii (tulang lengan bawah), dan skeletonmanus (tulang telapak tangan). Cingulummembrithoracici terdiri atas os scapula, os coracoideus, dan os clavicula. Skeleton brachii terdiri atas os humerus, sedangkan skeleton antebrachii terdiri atas ossa radius et ulna. Skeleton manus meliputi ossa carpi, ossa metacarpalia, serta ossa digitorum manus. Ossa digitorum manus terdiri atas ossa phalanges dan ossa sesamoidea (Getty 1975).

Os scapula merupakan tulang paling proksimal dari kaki depan yang

berbentuk pipih menyerupai segitiga (Colville dan Bassert 2002; Akers dan Denbow 2008). Badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) memiliki

os scapula yang kokoh dan kompak. Fossa supraspinata pada badak sumatra memiliki permukaan yang bergelombang, sedangkan fossa infraspinata menjulur ke kaudal (Lestari 2009). Pada badak sumatra (Lestari 2009), kuda, ruminansia, dan babi (Getty 1975) memiliki fossa supraspinata lebih sempit dibandingkan dengan fossa infraspinata. Sebaliknya, pada anjing dan kucing fossa

supraspinata lebih lebar dibandingkan dengan fossa infraspinata (Akers dan Denbow 2008). Di ujung distal spina scapulae terdapat penjuluran,

(41)

5 Os humerus merupakan tulang paling besar dari kaki depan yang disebut juga dengan tulang brachial (Akers dan Denbow 2008). Pada badak sumatra (Lestari 2009), ruminansia, karnivora, dan babi (Getty 1970) tidak terdapat tuberculum intermedium. Berbeda pada kuda yang memiliki tuberculum intermedium dan terletak di antara tuberculum majus pars cranialis dan tuberculum minus (Colville dan Bassert 2002). Extremitas distalis terdapat dua condylus, yaitu condylus medialis et lateralis yang dipisahkan oleh trochlea humeri (bentukan mirip katrol).

Os radius bersama os ulna, mengadakan persendian dengan os humerus pada bagian proksimal, sedangkan bagian distal membentuk sendi antebrachiocarpal joint dengan ossa carpi. Ossa radius et ulna dipisahkan oleh suatulekahyangdisebutdengan spatium interosseum antebrachii. Lekahini pada badak sumatra memanjang dari proksimal sampai ke sepertiga distal ossa radius-ulna (Lestari 2009). Pada kuda lekah ini hanya memanjang di sepertiga proksimal dari ossa radius-ulna (Budras et al. 2005), sedangkan pada karnivora lekah ini

luas yang memanjang dari proksimal sampai ke distal ossa radius-ulna (Akers dan Denbow 2008).

Jumlah ossa carpi setiap spesies berbeda-beda. Badak sumatra (Lestari 2009) dan babi memiliki delapan tulang dan pada ruminansia mempunyai enam tulang (Getty 1970). Anjing dan kucing memiliki tujuh tulang, sedangkan pada kuda memiliki tujuh sampai delapan tulang (Akers dan Denbow 2008). Ossa carpi tersusun dalam dua baris, yaitu proksimal dan distal. Baris proksimal secara berurutan dari medial adalah os carpi radiale, os carpi intermedium, os carpi ulnare, dan os carpi accessorium. Di baris distal dari medial adalah os carpale I, os carpale II, os carpale III, dan os carpale IV. Pada kerbau susunan ossa carpi adalah empat tulang di baris proksimal dan dua tulang di baris distal (Getty 1975).

Os metacarpale terletak di antara ossa carpi dan ossa digitorum manus. Badak sumatra memiliki os metacarpale sebanyak empat buah (Lestari 2009), seperti pada babi. Kuda mempunyai tiga os metacarpale, tetapi hanya satu yang fungsional (Budras et al. 2005). Karnivora mempunyai lima osmetacarpale, dan

ruminansia mempunyai dua os metacarpale (Colville dan Bassert 2002; Akers dan Denbow 2008). Ossa digitorum manus terdiri atas ossa phalanges

proximalis, media etdistalis. Ossa sesamoidea pada setiap hewan berbeda-beda. Badak sumatra memiliki dua ossa sesamoidea yang terletak di kaudal ossa metacarpalia pada persendian gelang puyuh (Lestari 2009). Kuda memiliki dua

tulang ossa sesamoidea, yaitu ossa sesamoidea proximale et distale (Akers dan Denbow 2008). Pada babi memiliki tiga ossa sesamoidea yang

(42)

6

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2014 bertempat di Laboratorium Anatomi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan satu set preparat tulang kaki depan badak jawa. Badak jawa yang digunakan berjenis kelamin jantan dengan umur sekitar 8-12 tahun yang diperoleh dari Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Provinsi Banten. Alat yang digunakan adalah alat bedah minor, penggaris, kamera Canon® EOS 700D, dan software Adobe Photoshop CS3.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengamati, mencatat hasil pengamatan serta membandingkan preparat skelet kaki depan badak jawa dengan skelet kaki depan badak sumatra dan hewan domestik lain, dikaitkan dengan fungsi serta kebiasaan hidupnya. Data dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan cara mendeskripsikan skelet kaki depan badak jawa meliputi bentuk bagian skelet yang khas dan pengukuran bagian tulang yang terpanjang dan terlebar. Masing-masing skelet selanjutnya dipotret menggunakan kamera Canon® EOS 700D dan gambar yang diperoleh diolah menggunakan Adobe Photoshop CS3. Penamaan skelet kaki depan badak jawa dilakukan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria 2012.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Badak jawa memiliki susunan tulang kaki depan yang kokoh dan kuat. Kaki depan badak jawa tersusun oleh beberapa tulang, yaitu cingulum membri thoracici (os scapula), skeleton brachii (os humerus), skeleton antebrachii (ossa radius et ulna), dan skeleton manus (ossa carpi, ossa metacarpalia, dan ossa digitorum manus).

Tulang Gelang Bahu (Cingulum Membri Thoracici)

(43)

6

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2014 bertempat di Laboratorium Anatomi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan satu set preparat tulang kaki depan badak jawa. Badak jawa yang digunakan berjenis kelamin jantan dengan umur sekitar 8-12 tahun yang diperoleh dari Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Provinsi Banten. Alat yang digunakan adalah alat bedah minor, penggaris, kamera Canon® EOS 700D, dan software Adobe Photoshop CS3.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengamati, mencatat hasil pengamatan serta membandingkan preparat skelet kaki depan badak jawa dengan skelet kaki depan badak sumatra dan hewan domestik lain, dikaitkan dengan fungsi serta kebiasaan hidupnya. Data dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan cara mendeskripsikan skelet kaki depan badak jawa meliputi bentuk bagian skelet yang khas dan pengukuran bagian tulang yang terpanjang dan terlebar. Masing-masing skelet selanjutnya dipotret menggunakan kamera Canon® EOS 700D dan gambar yang diperoleh diolah menggunakan Adobe Photoshop CS3. Penamaan skelet kaki depan badak jawa dilakukan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria 2012.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Badak jawa memiliki susunan tulang kaki depan yang kokoh dan kuat. Kaki depan badak jawa tersusun oleh beberapa tulang, yaitu cingulum membri thoracici (os scapula), skeleton brachii (os humerus), skeleton antebrachii (ossa radius et ulna), dan skeleton manus (ossa carpi, ossa metacarpalia, dan ossa digitorum manus).

Tulang Gelang Bahu (Cingulum Membri Thoracici)

(44)

7 caudalisnya tebal berbentuk konveks di bagian proksimal dan konkaf di bagian distal. Spina scapulae membagi facies lateralis menjadi fossa supraspinata dan fossa infraspinata. Fossa supraspinata memiliki permukaan yang halus dan lebih sempit dibandingkan fossa infraspinata. Pada

Gambar

Gambar 1  Morfologi eksterior badak jawa (Rhinoceros sondaicus).
Gambar 2  Struktur os scapula kiri badak jawa tampak lateral (A) dan medial (B)
Gambar 3  Struktur os humerus kiri badak jawa tampak kranial (A) dan kaudal (B) Bˈ: caput humeri tampak proksimal 1
Gambar 4  Struktur  ossa radius et ulna kiri badak jawa tampak lateral (A) dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Badak jawa ( Rhinoceros sondaicus , Desmarest 1822) merupakan spesies yang paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia. Pada saat ini penyebaran badak jawa di

Kesesuaian habitat badak jawa di SM Cikepuh dalam hal ini dipengaruhi atas empat faktor variabel berdasarkan hasil persamaan regresi yaitu slope pada kriteria

1) Pengamatan badak jawa di kubangan dengan tujuan inventarisasi sebaiknya dilakukan pada malam hari apabila ingin menginventarisasi individu jantan dewasa,

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa variabel yang cenderung berkorelasi dengan keberhasilan perekaman badak jawa dalam program Monitoring Populasi Badak Tahun

Perbedaan ukuran lebar ini diduga dapat disebabkan karena jumlah individu badak jawa yang menggunakan kubangan tidak selalu sama untuk setiap lokasi pengamatan,

bahwa keragaman frekuensi kehadiran badak jawa pada suatu habitat terpilih dipengaruhi oleh faktor pH tanah dan kandungan garam mineral secara simultan sebesar

Nilai R sebesar 81,4% mengindikasikan bahwa keragaman frekuensi kehadiran badak jawa pada suatu habitat dipengaruhi oleh faktor slope, jarak dari rumpang, jarak dari kubangan,

Perbedaan ukuran lebar ini diduga dapat disebabkan karena jumlah individu badak jawa yang menggunakan kubangan tidak selalu sama untuk setiap lokasi pengamatan,