• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Karakteristik Lokasi Pemasangan Camera- Video Trap dengan Keberhasilan Perekaman Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Karakteristik Lokasi Pemasangan Camera- Video Trap dengan Keberhasilan Perekaman Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PEMASANGAN

CAMERA-VIDEO TRAP

DENGAN

KEBERHASILAN PEREKAMAN BADAK JAWA

(

Rhinoceros sondaicus

Desmarest 1822)

DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

INTANNIA EKANASTY

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara Karakteristik Lokasi Pemasangan Camera-Video Trap dengan Keberhasilan Perekaman Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Intannia Ekanasty

(4)

INTANNIA EKANASTY. Hubungan antara Karakteristik Lokasi Pemasangan

Camera-Video Trap dengan Keberhasilan Perekaman Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA dan U. MAMAT RAHMAT.

Inventarisasi populasi badak jawa dilakukan secara kontinyu dan telah berkembang dengan menggunakan camera-video trap karena inventarisasi sulit dilakukan secara langsung oleh manusia terkait perilaku badak jawa yang sangat sensitif terhadap keberadaan manusia. Terdapat permasalahan dalam inventarisasi badak jawa dengan menggunakan camera-video trap, yaitu tidak semua camera-video trapefektif dalam merekam badak jawa dan salah satu penyebabnya adalah lokasi camera-video trap yang tidak sesuai dengan jalur pergerakan badak jawa. Oleh karena itu, analisis hubungan antara karakteristik lokasi camera-video trap

dengan keberhasilan perekaman badak jawa diperlukan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan antara beberapa karakteristik lokasi pemasangan camera-video trap yang diduga berkorelasi dengan keberhasilan perekaman badak jawa. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, jarak antara camera-video trap

dengan tapak badak jawa, feses badak jawa, jalur lintasan manusia, dan kelerengan memiliki korelasi dengan jumlah klip badak jawa.

Kata kunci: badak jawa ,camera-video trap, Taman Nasional Ujung Kulon

ABSTRACT

INTANNIA EKANASTY. Correlation Between Characteristic of Camera-Video Trap Site with the Success of Recording Javan Rhino (Rhinoceros sondaicus

Desmarest 1822) in Ujung Kulon National Park. Supervised by YANTO SANTOSA and U. MAMAT RAHMAT.

Inventory of the javan rhino population keeps doing continuously and has improved by using camera-video trap because the inventory hard to be done by people related to javan rhino behavior which is very sensitive to human presence. However, not every camera-video trap effective on capture the javan rhino. One of the problem is the location of camera-video trap not appropriate with javan rhino movement. Therefore, analyzing correlation between characteristic of camera-video trap site with the success of recording javan rhino is necessary. The objective of this research is to identify the correlation between some of the characteristics of camera-video trap site that estimated related to the success of recording javan rhino. Data was analyzed using the chi-square test. The result of this research indicates that the distance between camera-video trap with javan rhino’s footprint, javan rhino’s feces, human track and slope has a correlation with the amount of javan rhino clip.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PEMASANGAN

CAMERA-VIDEO TRAP

DENGAN

KEBERHASILAN PEREKAMAN BADAK JAWA

(

Rhinoceros sondaicus

Desmarest 1822)

DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

INTANNIA EKANASTY

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Video Trapdengan Keberhasilan Perekaman Badak Jawa (Rhinoceros sondaicusDesmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon

Nama : Intannia Ekanasty NIM : E34090089

Disetujui oleh

Dr Ir Yanto Santosa, DEA Pembimbing I

Dr U Mamat Rahmat, SHut, MP Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan di Taman Nasional Ujung Kulon pada bulan Februari-Maret 2013 ini berjudul Hubungan antara Karakteristik Lokasi Pemasangan Camera-Video Trap dengan Keberhasilan Perekaman Badak Jawa (Rhinoceros sondaicusDesmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Yanto Santosa, DEA dan Bapak Dr U Mamat Rahmat, SHut, MP selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Amila Nugraheni, SSi, MSi, Bapak Daryan, seluruh staf Balai Taman Nasional Ujung Kulon, serta tim Rhino Monitoring Unit, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(9)

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 2

Jenis Data 2

Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak Camera-Video

Trap- Rumpang 6

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan JarakCamera-Video

Trap- Kubangan 7

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan JarakCamera-Video

Trap- Tapak 9

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan JarakCamera-Video

Trap- Feses 11

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan JarakCamera-Video

Trap- Sungai 12

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan JarakCamera-Video

Trap- Pantai 13

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan JarakCamera-Video

Trap- Jalur Lintasan Manusia 14

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Kelerengan 15

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Ketinggian 17

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Tipe Tutupan Lahan 18

(10)

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

(11)

1 Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian 3 2 Klasifikasi topografi berdasarkan kelerengan 4 3 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke rumpang pada tahap I 6 4 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke rumpang pada tahap II 6 5 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke kubangan pada tahap I 8 6 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke kubangan pada tahap II 9 7 Hasil uji chi-square antara jumlah klip badak jawa dengan jarak

camera-video trap-tapak dan jarakcamera-video trap-feses 10 8 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke sungai pada tahap I 12 9 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke sungai pada tahap II 12 10 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke pantai pada tahap I 13 11 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke pantai pada tahap II 13 12 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan jarakcamera-video trap ke jalur lintasan manusia

pada tahap I 14

13 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarak camera-video trapke jalur lintasan manusia

pada tahap II 15

14 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan kemiringan lahan pada tahap I 16 15 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan kemiringan lahan pada tahap II 17 16 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan ketinggian pada tahap I 17 17 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan ketinggian pada tahap II 17 18 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan tipe tutupan lahan pada tahap I 18 19 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan tipe tutupan lahan pada tahap II 19

DAFTAR GAMBAR

1 Tahap pembuatan peta kemiringan lahan 3

2 Sebaran titik rumpang di Semenanjung Ujung Kulon 7

(12)

5 Sebaran feses badak jawa 11

6 Jalur pemasangancamera-video trap 15

7 Kelerengan pada lokasi pemasangancamera-video trap 16 8 Sebaran titik camera-video trap berdasarkan tipe tutupan lahan di

Semenanjung Ujung Kulon 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Blok lokasi pemasangancamera-video trappada tahun 2011 23

2 Jumlah klip badak jawa pada tahap I 24

3 Jumlah klip badak jawa pada tahap II 26

4 Jarak antara camera-video trap dengan rumpang, kubangan, sungai, pantai, dan jalur lintasan manusia pada tahap I 27 5 Jarak antara camera-video trap dengan rumpang, kubangan, sungai,

pantai, dan jalur lintasan manusia pada tahap II 29 6 Ketinggian, kelerengan (slope), dan tipe penutupan lahan lokasi

pemasangancamera-video trappada tahap I 30 7 Ketinggian, kelerengan (slope), dan tipe penutupan lahan lokasi

pemasangancamera-video trappada tahap II 32 8 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah

klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke tapak badak jawa 33 9 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) merupakan satwa langka yang kini habitat alaminya hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon. Berdasarkan IUCN Red List of Threatened Species, badak jawa termasuk dalam kategori critically endangered yang berarti bahwa spesies ini menghadapi risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam (van Strien 2008). Perlindungan terhadap badak jawa telah tercantum dalam PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Pada skala internasional, CITES memasukkan badak jawa ke dalam kategori Appendix I yang melarang perdagangan badak jawa sebagai tindakan perlindungan terhadap spesies ini.

Upaya perlindungan untuk melestarikan spesies ini terus dilakukan. Inventarisasi dan pemantauan populasi badak jawa dilakukan secara kontinyu untuk mengetahui kondisi populasi badak jawa. Inventarisasi populasi badak jawa sulit dilakukan oleh manusia terkait perilaku badak jawa yang pemalu dan sangat sensitif terhadap keberadaan manusia (Hommel 1987). Badak jawa dapat mengetahui keberadaan manusia dari jarak jauh karena memiliki indera penciuman dan pendengaran yang sangat baik (Hoogerwerf 1970), sehingga peluang untuk menemukan badak jawa sangat kecil apabila inventarisasi dilakukan secara langsung oleh manusia.

Sejak tahun 1967, inventarisasi badak jawa dilakukan dengan metode pengamatan tidak langsung terhadap jejak badak jawa (TNUK 2011b). Akan tetapi, metode ini memiliki banyak kelemahan, yaitu: kondisi substrat, topografi, dan permukaan lantai hutan mempengaruhi bentuk/ukuran jejak; ada kemungkinandouble counting; kemungkinan keadaan jejak berubah karena hujan; dan penyebaran jejak lebih erat hubungannya dengan kondisi sebaran dan pergerakan satwaliar dibandingkan dengan ukuran populasi (Alikodra 2002).

Pengamatan populasi badak jawa telah berkembang dengan memanfaatkan teknologi, yaitu menggunakan camera-video trap. Kondisi populasi badak jawa dapat diketahui dengan menggunakan camera-video trap tanpa mengganggu aktivitas badak jawa.Camera-video trapjuga praktis dan mudah untuk digunakan. Camera-video trap bekerja secara kontinyu selama 24 jam penuh dalam sehari (Saputra 2010), sehingga peluang menemukan badak jawa lebih besar apabila inventarisasi badak jawa dilakukan dengan menggunakancamera-video trap.

(14)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi beberapa karakteristik lokasi pemasangan camera-video trap yang diduga berkorelasi dengan keberhasilan perekaman badak jawa.

Manfaat Penelitian

Data hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan lokasi yang sesuai untuk memasang camera-video trap yang digunakan dalam inventarisasi populasi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTNW) II Pulau Handeuleum, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), yaitu pada bulan Februari 2013 hingga bulan Maret 2013.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer yang dilengkapi

software ArcGIS 9.3, Global Mapper v13.00, dan IBM SPSS Statistic 20. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: peta kawasan TNUK; peta Daerah Aliran Sungai TNUK; peta penutupan lahan di TNUK; peta sebaran titik camera-video trap, kubangan, rumpang, tapak, dan feses badak jawa tahun 2011; peta ASTER GDEM untuk mendapatkan data kemiringan lahan dan ketinggian; dan peta jalur lintasan manusia.

Jenis Data

Pemasangancamera-video trappada tahun 2011 dilakukan di Semenanjung Ujung Kulon dengan waktu pemasangan selama 9 bulan dan dilaksanakan dengan 2 tahapan. Pada tahap pertama, pemasangan camera-video trap dilakukan di bagian timur Semenanjung Ujung Kulon selama 4 bulan (Februari-Mei) dan pada tahap kedua dilakukan di bagian barat Semenanjung Ujung Kulon selama 5 bulan (Juni-Oktober). Tipe camera-video trap yang digunakan adalah tipe Bushnell Trophy Cam 119406/119416 sebanyak 40 unit (TNUK 2011a). Total blok pemasangan yaitu sebanyak 64 blok dengan ukuran 2 km x 2 km (Lampiran 1). Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengolahan dengan menggunakan

(15)

Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian

Jenis Data Sumber Data Metode

A. Data primer

Peubah karaktersitik lokasi camera-video trap

1. Jumlah klip badak jawa tahun 2011*) Tahap I: 53 titik lokasi pemasangan camera-video trap& 174 klip. Tahap II: 32 titik lokasi pemasangan 2. Lokasicamera-video trap

3. Jarak camera-video trap -rumpang

4. Jarak camera-video trap -kubangan

5. Jarak camera-video trap -tapak

6. Jarakcamera-video trap- feses 7. Jarak camera-video trap

-sungai

8. Jarak camera-video trap -pantai

9. Jarakcamera-video trap- jalur lintasan manusia

10. Kelerengan Peta ASTER GDEM

11. Ketinggian

12. Tipe tutupan lahan Peta penutupan lahan TNUK

B. Data sekunder

1. Bio-ekologi badak jawa Publikasi ilmiah mengenai badak jawa dan TNUK

Studi pustaka 2. Kondisi umum TNUK

*)

Jumlah klip merupakan jumlah hasil rekaman badak jawa

Metode Pengumpulan Data

Pengukuran jarak antaracamera-video trapdengan titik kubangan, rumpang, feses, tapak, jalur lintasan manusia, sungai, dan pantai dilakukan dengan menggunakantools ‘Measure’ pada software Global Mapper v13.00. Pengukuran dilakukan secara manual dengan menghubungkan titikcamera-video trap dengan titik kubangan, rumpang, feses, tapak, jalur patroli, sungai, dan pantai yang terdekat.

Analisis topografi dilakukan menggunakan softwareArcGIS 9.3. Topografi diklasifikasikan berdasarkan kemiringan lahan atau kelerengan (Tabel 2). Data kelerengan disajikan dengan satuan persen (%), lereng dengan nilai 100% memiliki kemiringan lahan sebesar 45˚. Peta ASTER GDEM diubah menjadi peta ketinggian, kemudian diubah menjadi peta kelerengan (Gambar 1).

Gambar 1 Tahap pembuatan peta kemiringan lahan Slope(kelerengan)

Peta ASTER GDEM

(16)

Tabel 2 Klasifikasi topografi berdasarkan kelerengan

No. Kelerengan Topografi

1 0-8% Datar

2 8-15% Landai

3 15-25% Agak curam

4 25-40% Curam

5 > 40% Sangat curam

Sumber: Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. SK.167/V-SET/2004 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis

Pengukuran ketinggian dilakukan dengan menggunakan tools ‘3D Path Profile/Line of Sight Tool’ padasoftware Global Mapper v13.00. Klasifikasi tipe tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan software Global Mapper v13.00 dan ArcGIS 9.3 dengan menggunakan data klasifikasi tipe tutupan lahan yang diperoleh dari Peta Penutupan Lahan TNUK.

Analisis Data

Pengukuran peubah karakteristik lokasicamera-video trap hanya dilakukan pada bulan Februari-September karena pada bulan Oktober tidak dilakukan pengambilan data mengenai titik kubangan, rumpang, feses, dan tapak oleh tim RMU. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan chi-square untuk menguji ada atau tidaknya korelasi antara jumlah klip badak jawa dengan peubah karakteristik lokasi camera-video trap. Uji chi-squre dilakukan dengan bantuan

softwareIBM SPSS Statistic 20. Hipotesis yang digunakan, yaitu:

H0 = Peubah karakteristik lokasi camera-video trap tidak berkorelasi dengan jumlah klip badak jawa

H1 = Minimal terdapat satu peubah karakteristik lokasi camera-video trap yang berkorelasi dengan jumlah klip badak jawa

Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan nilai probabilitas (asymptotic significance), yaitu:

1. Jika nilai probabilitas > 0.05, maka terima H0

2. Jika nilai probabilitas < 0.05, maka tolak H0atau terima H1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

(17)

Daerah Ujung Kulon memiliki iklim laut tropis yang khusus. Suhu di TNUK diperkirakan sekitar 25-30˚C dengan kelembapan 80%-90%. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober-April di TNUK, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Mei-September. Curah hujan tahunan rata-rata di TNUK ± 3 140 mm. Wilayah TNUK sangat dipengaruhi oleh bertiupnya angin kuat dari arah Barat karena letaknya yang berada di antara Samudera Hindia (di sebelah Selatan) dan Selat Sunda (di sebelah Utara) (Dephut 2007).

Aliran sungai di Semenanjung Ujung Kulon dapat dibedakan menjadi dua pola aliran sungai. Di daerah semenanjung bagian barat, banyak sungai kecil beraliran deras yang berasal dari Gunung Payung atau Gunung Cikuya. Sebagian besar sungai tersebut mengalir sepanjang tahun. Sungai yang cukup besar di daerah semenanjung bagian barat, yaitu Sungai Cijungkulon dan Sungai Cibunar. Sebagian besar semenanjung bagian timur memiliki pengairan yang kurang baik. Sungai di daerah ini umumnya mengalir ke arah timur laut dan utara dengan muara yang sering terhalang oleh timbunan pasir, mengakibatkan genangan air membentuk rawa musiman. Selain di daerah timur laut, hal tersebut juga dapat ditemukan di pantai selatan, pada Sungai Citadahan, Cibandawoh, dan Cikeusik. Sungai di bagian utara di daerah Tanjung Alang-Alang, Nyiur, Jamang, dan Nyawaan, membentuk daerah rawa-rawa air tawar yang besar, berdekatan, dan sejajar dengan pantai, termasuk danau-danau kecil, yang akan kering pada musim kemarau (Dephut 2007).

Puncak tertinggi di TNUK adalah Gunung Honje dengan ketinggian 620 mdpl. Daerah Semenanjung Ujung Kulon merupakan dataran rendah dengan ketinggian yang jarang lebih dari 50 mdpl. Di bagian tengah Semenanjung Ujung Kulon terdapat Dataran Tinggi Telanca yang memiliki ketinggian hingga 140 mdpl (Clarbrough 1999; Dephut 2007). Di bagian barat daya Semenanjung Ujung Kulon terdapat Gunung Payung yang memiliki ketinggian 480 mdpl dan Gunung Guhabendang dengan ketinggian 500 mdpl. Tanah di sepanjang pantai utara Semenanjung Ujung Kulon relatif datar sehingga membentuk daerah rawa pasang surut. Di Tanjung Alang-Alang, terdapat karang penghalang yang membentang di sepanjang pantai. Pantai selatan Semenanjung Ujung Kulon merupakan pantai berbukit pasir yang membentang dari muara Sungai Cibandawoh hingga muara Sungai Citadahan. Pantai yang membentang dari muara Citadahan hingga muara Cibunar merupakan pantai dengan lempengan-lempengan batu pasir (Dephut 2007).

TNUK merupakan salah satu hutan alam yang masih tersisa di Pulau Jawa dan satu dari beberapa tempat yang menawarkan bentang alam dari tepi pantai hingga pegunungan tropis. TNUK memiliki lebih dari 700 spesies tumbuhan yang ± 57 spesies merupakan tumbuhan langka (Clarbrough 1999). TNUK memiliki tiga tipe ekosistem, yaitu (Dephut 2007):

1. Ekosistem perairan laut : terumbu karang dan padang lamun yang terdapat di perairan Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Handeuleum, Pulau Peucang, dan Pulau Panaitan.

2. Ekosistem daratan : hutan hujan tropis yang terdapat di Gunung Honje, Semenanjung Ujung Kulon, dan Pulau Panaitan.

(18)

Tipe vegetasi yang terdapat di TNUK, yaitu vegetasi hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa air tawar, hutan hujan dataran rendah, dan padang rumput. Hutan hujan dataran rendah menutupi sebagian besar Ujung Kulon, Pulau Panaitan, Pulau Peucang, dan Gunung Honje, tetapi hanya 40% dari Ujung Kulon dan 50% dari Gunung Honje yang masih berhutan primer. Satwa di TNUK terdiri dari 35 jenis mamalia, 59 jenis reptilia, 22 jenis amfibi, 240 jenis aves, 72 jenis insekta, 142 jenis ikan, dan 33 jenis terumbu karang (Dephut 2007).

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan JarakCamera-Video Trap- Rumpang

Rumpang adalah suatu areal yang relatif terbuka yang terletak di tengah atau tepi hutan (Rahmat et al. 2012; Santosaet al. 2013). Menurut Santosa et al.

(2013), rumpang digunakan badak sebagai tempat untuk mencari makanan. Pada kegiatan Monitoring Populasi Badak Jawa tahun 2011, ditemukan 25 rumpang yang tersebar di Semenanjung Ujung Kulon (Gambar 2). Jumlah camera-video trappaling banyak terletak pada jarak 0-2.999 km dari lokasi rumpang dan paling sedikit terletak pada jarak 6.000-8.999 km dari rumpang. Pada jarak 0-2.999 km dari rumpang, ditemukan banyak klip badak jawa, yaitu mulai dari 5 klip hingga 19 klip. Pada jarak > 2.999 km dari rumpang, tidak ditemukancamera-video trap

yang menghasilkan banyak klip badak jawa (Tabel 3). Hal ini sesuai dengan Rahmatet al.(2012) yang menyatakan bahwa frekuensi kehadiran badak semakin tinggi seiring jarak yang semakin dekat dengan rumpang.

Tabel 3 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke rumpang pada tahap I

Jumlah klip Jarak kamera-rumpang Total

0-2.999 km 3.000-5.999 km 6.000-8.999 km

0-4 30 7 4 41

5-9 6 0 0 6

10-14 3 0 0 3

15-19 3 0 0 3

Total 42 7 4 53

Pada tahap II, camera-video trap yang banyak merekam badak jawa hanya terdapat di daerah dengan jarak 0-3.999 km dari rumpang (Tabel 4). Sedangkan

camera-video trap yang sedikit merekam badak jawa tersebar di seluruh wilayah, baik yang jaraknya dekat maupun jauh dari rumpang.

Tabel 4 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke rumpang pada tahap II

Jumlah klip Jarak kamera-rumpang Total

0-3.999 km 4.000-7.999 km 8.000-11.999 km

0-6 17 7 2 26

7-13 2 0 0 2

14-20 2 0 0 2

21-27 2 0 0 2

(19)

Berdasarkan hasil ujichi-square, nilai probabilitas antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-rumpang menunjukkan nilai > 0.05 (tahap I: 0.668, tahap II: 0.823), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap ke rumpang. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Rahmat et al. (2012) dan Santosa et al. (2013) yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat perjumpaan badak jawa dengan jarak ke rumpang. Tidak adanya korelasi antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-rumpang diduga karena penentuan blok pemasangan camera-video trapdilakukan secara acak dan ukuran grid yang terlalu besar (2 km x 2 km) sehingga jarak antar camera-video trap

terlalu jauh. Blok pemasangan yang ditentukan secara acak tidak sesuai dengan sebaran badak jawa di Semenanjung Ujung Kulon yang memiliki preferensi terhadap habitat tertentu. Ukuran grid yang besar menyebabkan jarak antar

camera-video trap terlalu jauh dan mempengaruhi peluang terekamnya badak jawa. Selain itu, lokasi pakan badak jawa tidak hanya berada di rumpang, tetapi menyebar di pelbagai tipe penutupan lahan lain di semenanjung sebagaimana yang dinyatakan oleh MacKinnon (1986) bahwa semak belukar dan hutan sekunder merupakan tempat yang disukai badak dengan ketersediaan makanan yang cukup.

Gambar 2 Sebaran titik rumpang di Semenanjung Ujung Kulon

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak

Camera-Video Trap- Kubangan

(20)

banyak merekam badak jawa terletak pada jarak 0-2.499 km dari kubangan dengan jumlah klip badak jawa mencapai 19 klip. Padacamera-video trapdengan jarak ≥ 2.5 km dari kubangan, jumlah klip badak jawa yang didapat hanya sebanyak 0-4 klip. Seiring dengan bertambahnya jarak antara camera-video trap

dengan kubangan, jumlah camera-video trap yang dipasang semakin sedikit (Tabel 5).

Tabel 5 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke kubangan pada tahap I

Jumlah klip Jarak kamera-kubangan Total

0-2.499 km 2.500-4.999 km 5.000-7.499 km 7.500-9.999 km

0-4 30 5 4 2 41

5-9 6 0 0 0 6

10-14 3 0 0 0 3

15-19 3 0 0 0 3

Total 42 5 4 2 53

Camera-video trapyang dipasang pada tahap II sebagian besar terletak pada jarak 0-0.999 dari kubangan (Tabel 6). Jumlah klip badak jawa yang dihasilkan

camera-video trap pada jarak < 1 km lebih banyak dibandingkan camera-video trapyang dipasang dengan jarak > 1 km dari kubangan. Camera-video trapyang terletak > 1 km dari kubangan hanya menghasilkan jumlah klip badak jawa sebanyak 0-6 klip. Hal ini sesuai dengan Santosa et al. (2013) yang menyatakan bahwa badak jawa banyak menggunakan habitat pada jarak 0-1 km dari kubangan. Sebaran kubangan badak jawa di Semenanjung Ujung Kulon dapat dilihat pada Gambar 3.

(21)

Tabel 6 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke kubangan pada tahap II

Jumlah klip Jarak kamera-kubangan Total

0-0.999 km 1.000-1.999 km 2.000-2.999 km 3.000-3.999 km

0-6 13 5 5 3 26

7-13 2 0 0 0 2

14-20 2 0 0 0 2

21-27 2 0 0 0 2

Total 19 5 5 3 32

Hasil ujichi-square terhadap jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-kubangan pada tahap I menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.907 dan pada tahap II sebesar 0.830. Nilai probabilitas > 0.05 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-kubangan, baik pada tahap I maupun pada tahap II. Penentuan blok pemasangan camera-video trap yang dilakukan secara acak, ukuran blok pemasangan yang terlalu besar (2 km x 2 km), dan perbedaan musim merupakan faktor yang mempengaruhi tidak adanya korelasi antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-kubangan. Badak jawa lebih sering berkubang pada musim hujan karena ketersediaan air yang melimpah dan pada musim kemarau badak jawa cenderung melakukan aktivitas mandi dibandingkan berkubang (Rinaldiet al.1997; Rahmat 2009).

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak

Camera-Video Trap- Tapak

Pada tahap I,camera-video trapdipasang pada jarak 0-14.999 km dari tapak badak jawa dan pada tahap II dipasang pada jarak 0-8.999 km dari tapak badak jawa. Camera-video trapyang dipasang pada tahap I sebagian besar terletak pada jarak 0-4.999 km dari tapak badak jawa. Nilai probabilitas pada tiap bulan di tahap I sebesar 0.000 (Tabel 7). Hasil uji chi-square antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-tapak pada tahap I menunjukkan nilai probabilitas < 0.05, yang berarti bahwa terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-tapak pada tahap I. Hal ini dikarenakan parameter pemasangan camera-video trap yang banyak diterapkan adalah berdasarkan jalur pergerakan badak jawa atau tapak badak jawa yang ditemukan. Jalur badak jawa yang dipasang camera-video trap merupakan jalur yang baru atau jalur permanen badak jawa.

(22)

dipasang pada jalur pergerakan badak yang sudah lama sebagaimana Saputra (2010) yang menyatakan bahwa salah satu kesalahan dalam pemasangan camera-video trapadalah camera-video trapdipasang pada jalur badak yang sudah tidak digunakan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah musim kemarau yang terjadi pada saat pemasangancamera-video traptahap II yang menyebabkan tapak badak jawa tidak terlalu terlihat, sehingga jalur pergerakan badak jawa tidak diketahui. Alikodra (2010) menyatakan bahwa jejak satwa tidak dapat dicatat pada saat musim kering atau pada kondisi tanah yang kering, karena dapat terjadi kemungkinan terdapat individu badak yang tidak terpantau akibat jejaknya yang tidak terlihat. Sebaran tapak badak jawa di Semenanjung Ujung Kulon disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Sebaran tapak badak jawa

Tabel 7 Hasil ujichi-squareantara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-tapak dan jarakcamera-video trap-feses

No. Tahap Bulan Nilai probabilitas

camera-video trap-tapak

Nilai probabilitas

camera-video trap-feses

1 I Februari 0.000 0.000

2 Maret 0.000 0.000

3 April 0.000 0.000

4 Mei 0.000 0.000

5 II Juni 0.000 0.006

6 Juli 0.995 0.474

7 Agustus 0.711 0.502

(23)

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak

Camera-Video Trap- Feses

Feses badak jawa yang ditemukan pada tahap I dan II sebanyak 21 titik dan tersebar di wilayah Semenanjung Ujung Kulon (Gambar 5). Jarak antara camera-video trap dengan feses pada tahap I, yaitu 0-17.999 km. Pada tahap II, jarak antaracamera-video trapdan feses adalah 0-9.999 km. Hasil ujichi-squareantara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-feses pada bulan Februari-Juni menunjukkan nilai probabilitas < 0.05 (Tabel 7), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa pada bulan Februari-Juni dengan jarakcamera-video trap-feses pada bulan Februari-Juni.

Berbeda dengan hasil uji chi-square tahap I dan pada bulan Juni, hasil uji

chi-square pada bulan Juli-September menunjukkan nilai probabilitas > 0.05, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa pada bulan Juli-September dengan jarak camera-video trap-feses pada bulan Juli-September. Feses badak jawa banyak ditemukan di tempat terbuka dan tepi sungai (Muntasib 2002). Hoogerwerf (1970) mengatakan bahwa badak jawa lebih menyukai areal terbuka, daerah dengan vegetasi yang tidak rapat atau pada lahan kosong untuk membuang kotoran. Oleh karena itu, jarak camera-video trap-feses juga dipengaruhi oleh kondisi tutupan lahan karena badak memilih tempat untuk membuang kotoran.

(24)

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak

Camera-Video Trap- Sungai

Seluruhcamera-video trapdipasang pada lokasi yang tidak terlalu jauh dari sungai, yaitu pada jarak 0-1.999 km. Pada tahap I, camera-video trap dengan jumlah klip badak jawa yang banyak ditemukan pada jarak 0-0.999 km dari sungai, sedangkan camera-video trap dengan jumlah klip badak jawa terkecil terletak pada jarak 1.500-1.999 (Tabel 8).

Tabel 8 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke sungai pada tahap I

Jumlah klip Jarak kamera-sungai Total

0-0.499 km 0.500-0.999 km 1.000-1.499 km 1.500-1.999 km

0-4 20 12 5 4 41

5-9 1 3 2 0 6

10-14 1 2 0 0 3

15-19 1 2 0 0 3

Total 23 19 7 4 53

Berbeda dengan pemasangan pada tahap I yang memiliki beberapa unit

camera-video trap yang terletak 1.500-1.999 km dari sungai, pada tahap II hanya terdapat 1camera-video trapyang terletak pada jarak 1.500-1.999 km dari sungai.

Camera-video trapdengan jumlah klip badak jawa terbanyak terletak pada daerah dengan jarak 0-0.499 km dari sungai (Tabel 9).

Tabel 9 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke sungai pada tahap II

Jumlah klip Jarak kamera-sungai Total

0-0.499 km 0.500-0.999 km 1.000-1.499 km 1.500-1.999 km

0-6 13 9 3 1 26

7-13 2 0 0 0 2

14-19 1 1 0 0 2

20-26 2 0 0 0 2

Total 18 10 3 1 32

Pengujian chi-square pada tahap I dan II menghasilkan nilai probabilitas >0.05 (tahap I: 0.569, tahap II: 0.908), yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-sungai pada tahap I dan II. Hal ini berbeda dengan Santosa et al. (2013) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi antara tingkat perjumpaan badak dengan jarak ke sungai. Tidak adanya korelasi antara jumlah klip badak jawa dengan jarak

camera-video trap-sungai diduga dipengaruhi oleh penentuan blok pemasangan

(25)

II karena pemasangan tahap II dilaksanakan di bagian barat semenanjung yang sungainya mengalir sepanjang tahun (Dephut 2007). Sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu Sungai Cigenter, Cibandawoh, Cibunar, Cijungkulon, dan Citadahan (Muntasib 2002; Santosaet al.2013). Santosaet al.(2013) mengatakan bahwa sungai bukan merupakan faktor pembatas dalam kelangsungan hidup badak jawa karena tersedia sepanjang tahun dan tersebar di seluruh semenanjung.

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak

Camera-Video Trap- Pantai

Pada tahap I, camera-video trap yang memiliki jumlah klip badak jawa terbanyak terletak pada jarak < 1 km dari pantai. Camera-video trap dengan jumlah klip 15-19 klip masih terdapat pada jarak 2.000-2.999 km dari pantai (Tabel 10). Hal ini berbeda dengan Rahmatet al.(2012) dan Santosaet al.(2013) yang menyatakan bahwa badak jawa lebih banyak menggunakan habitat pada daerah dengan jarak 0-1 km dari pantai.

Tabel 10 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke pantai pada tahap I

Jumlah klip Jarak kamera-pantai Total

0-0.999 km 1.000-1.999 km 2.000-2.999 km 3.000-3.999 km

0-4 14 18 5 4 41

5-9 4 2 0 0 6

10-14 2 1 0 0 3

15-19 1 1 1 0 3

Total 21 22 6 4 53

Pada tahap II, camera-video trap dengan jumlah klip badak jawa yang banyak terletak pada jarak 1.500-2.999 km dari pantai dengan jumlah klip 14-20 sebanyak 2 unit dan jumlah klip 21-27 sebanyak 1 unit. Pada tahap II, jumlah

camera-video trap yang memiliki banyak klip badak jawa berfluktuasi seiring bertambahnya jarakcamera-video trapdengan pantai (Tabel 11).

Tabel 11 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke pantai pada tahap II

Jumlah klip Jarak kamera-pantai Total

0-1.499 km 1.500-2.999 km 3.000-4.499 km 4.500-5.999 km

0-6 12 7 4 3 26

7-13 1 0 0 1 2

14-20 0 2 0 0 2

21-27 1 1 0 0 2

Total 14 10 4 4 32

(26)

disampaikan Chandradewi (2010), selain mengasin dengan mengunjungi daerah pantai, pemenuhan kebutuhan garam mineral bagi badak yang wilayah jelajahnya jauh dari pantai diperoleh dari lumpur dalam kubangan yang mengandung NaCl, Ca, dan Potassium.

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak

Camera-Video Trap- Jalur Lintasan Manusia

Jalur lintasan manusia merupakan jalur yang digunakan petugas TNUK untuk berpatroli memantau kondisi kawasan TNUK dan jalur yang digunakan tim RMU untuk memasang camera-video trap (Gambar 6). Seiring bertambahnya jarakcamera-video trap dengan jalur lintasan manusia, terjadi penurunan jumlah

camera-video trapyang dipasang (Tabel 12). Jumlah klip badak jawa yang cukup banyak ditemukan baik pada camera-video trap di daerah yang jaraknya dekat dengan jalur lintasan manusia (0-249 m), maupun yang berjarak jauh dari jalur (500-999 m). Hal ini sesuai dengan Santosaet al.(2013) yang menyatakan bahwa keberadaan badak jawa banyak ditemui pada daerah dengan jarak 0-1 km dari jalur manusia. Pengujianchi-squaremenghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.000 atau < 0.05, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-jalur lintasan manusia pada tahap I. Banyaknya klip badak jawa pada camera-video trap yang terletak dekat dengan jalur lintasan manusia diduga karena jalur manusia juga dimafaatkan oleh badak sebagai jalur pergerakan badak. Hal ini sesuai dengan Wulan (2010) yang mengatakan bahwa jalur lintasan manusia dijadikan badak jawa sebagai jalur pergerakan permanennya. Berdasarkan pengamatan petugas lapang TNUK, badak jawa sering menggunakan jalur patroli sebagai jalur pergerakan badak dikarenakan jalur patroli bersifat terbuka sehingga mempermudah badak dalam melakukan pergerakan dalam hutan bervegetasi rapat.

Tabel 12 Jumlah titik lokasi pemasangancamera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarakcamera-video trapke jalur lintasan manusia pada tahap I

Jumlah klip Jarak kamera-jalur manusia Total

0-249 m 250-499 m 500-749 m 750-999 m

0-4 31 10 0 0 41

5-9 6 0 0 0 6

10-14 1 1 1 1 3

15-19 1 0 1 1 3

Total 39 11 2 1 53

Pada tahap II, hampir seluruhcamera-video trap dipasang pada jarak 0-199 m dari jalur lintasan manusia dan hanya terdapat masing-masing 1 unit pada jarak 400-599 m dan 600-799 m (Tabel 13). Pada jarak 200-399 m dari jalur lintasan manusia, tidak terdapat camera-video trap yang dipasang. Pengujian chi-square

menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.998 atau > 0.05, yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan jarak

(27)

(2002) bahwa setelah jalur digunakan oleh manusia secara intensif, jalur tersebut tidak digunakan lagi oleh badak jawa seperti jalur Cidaun-Cibunar.

Tabel 13 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarakcamera-video trap ke jalur lintasan manusia pada tahap II

Jumlah klip Jarak kamera-jalur manusia Total 0-199 m 200-399 m 400-599 m 600-799 m

0-6 24 0 1 1 26

7-13 2 0 0 0 2

14-20 2 0 0 0 2

21-27 2 0 0 0 2

Total 30 0 1 1 32

Gambar 6 Jalur pemasangancamera-video trap

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Kelerengan

Sebagian besar wilayah Semenanjung Ujung Kulon memiliki daerah yang datar (Gambar 7). Pada pemasangan tahap I dan II, camera-video trap hanya dipasang pada daerah yang datar hingga agak curam. Hal ini selaras dengan Rahmat et al.(2012) yang mengatakan bahwa perjumpaan badak banyak ditemui di daerah datar, landai, dan agak curam. Semakin bertambah kelerengan, jumlah klip badak jawa yang diperoleh semakin sedikit (Tabel 14). Pengujianchi-square

(28)

menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat perjumpaan badak jawa dengan kelerengan suatu tempat. Muntasib (2002) mengatakan bahwa badak jawa dijumpai pada kelerengan < 15% dengan topografi yang relatif datar dan sedikit bergelombang dan Rahmat (2008) menyatakan bahwa badak jawa cenderung terkonsentrasi pada daerah yang relatif landai dengan kelerengan 0-8%.

Tabel 14 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trapberdasarkan jumlah klip badak jawa dan kemiringan lahan pada tahap I

Jumlah klip Kelerengan Total

Datar (0-8%) Landai (8-15%) Agak curam (15-25%)

0-4 28 13 0 41

5-9 2 2 2 6

10-14 3 0 0 3

15-19 2 1 0 3

Total 35 16 2 53

Pada tahap II, lebih banyak camera-video trap yang dipasang pada daerah yang landai dibandingkan dengan daerah yang datar (Tabel 15). Hal ini dipengaruhi topografi di wilayah semenanjung bagian barat yang sebagian besar merupakan daerah yang bergunung-gunung dengan tiga buah puncak, yaitu Gunung Payung, Gunung Guhabendang, dan Gunung Cikuya (Dephut 2007), sehingga daerah yang datar lebih sedikit ditemukan pada semenanjung bagian barat ini. Pengujianchi-square menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.947 atau > 0.05, yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan kelerengan tempatcamera-video trappada tahap II dipasang.

(29)

Tabel 15 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan kemiringan lahan pada tahap II

Jumlah klip Kelerengan Total

Datar (0-8%) Landai (8-15%) Agak curam (15-25%)

0-6 8 13 5 26

7-13 1 1 0 2

14-20 1 1 0 2

21-27 1 1 0 2

Total 11 16 5 32

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Ketinggian

Ketinggian tempat di Semenanjung Ujung Kulon berkisar antara 0-500 mdpl. Puncak tertinggi pada semenanjung Ujung Kulon adalah Gunung Guhabendang dengan ketinggian 500 mdpl (Dephut 2007). Pada tahap I, ketinggian lokasi pemasangan camera-video trap adalah 8-43.99 mdpl. Ketinggian 17.00-25.99 mdpl merupakan daerah dengan jumlah camera-video trap yang paling banyak terpasang (Tabel 16).

Tabel 16 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan ketinggian pada tahap I

Jumlah klip

Berbeda dengan semenanjung bagian timur, wilayah semenanjung bagian barat memiliki wilayah topografi yang lebih tinggi dibandingkan semenanjung bagian timur karena adanya beberapa gunung di semenanjung bagian barat. Ketinggian lokasicamera-video trappada tahap II, yaitu 14-121.99 mdpl. Hampir sebagian camera-video trap yang dipasang terletak pada ketinggian 14-40.99 mdpl (Tabel 17).

Tabel 17 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan ketinggian pada tahap II

Jumlah klip

(30)

bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan ketinggian tempat camera-video trap dipasang. Hasil penelitian ini berbeda dengan Santosa

et al.(2013) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi antara tingkat perjumpaan badak dengan ketinggian. Hal yang mempengaruhi tidak adanya korelasi antara jumlah klip badak jawa dengan ketinggian tempat diduga adalah penentuan blok pemasangan camera-video trap dilakukan secara acak dan ukuran grid yang terlalu besar (2 km x 2 km) sehingga jarak antar camera-video trap terlalu jauh. Selain itu, tidak adanya korelasi disebabkan oleh sebaran badak jawa yang tinggi terletak pada ketinggian 0-50 mdpl (Santosa et al. 2013), yang berarti bahwa seluruh lokasi pemasangan camera-video trap pada tahap I merupakan daerah dengan distribusi badak yang tinggi. Sadjudin dan Djaja (1984)dalamRahmat et al.(2007) menyatakan bahwa keberadaan badak jawa tersebar pada ketinggian 0-250 mdpl. Ketinggian dan jumlah klip badak jawa tidak berkorelasi karena ketinggian pada lokasi camera-video trap merupakan ketinggian tempat badak jawa berada.

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Tipe Tutupan Lahan

Berdasarkan Peta Penutupan Lahan TNUK, terdapat 6 tipe penutupan lahan, yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove, rawa, semak belukar, dan hutan tanaman (Gambar 8). Pemasangancamera-video trap pada tahap I terdapat pada 4 tipe tutupan lahan (Tabel 18). Camera-video trap paling banyak dipasang pada hutan lahan kering sekunder dan selanjutnya diikuti oleh semak belukar. Jumlah klip badak jawa yang banyak terdapat pada

camera-video trapyang dipasang di semak belukar. Hal ini sesuai dengan Santosa

et al.(2013), bahwa sebaran badak jawa terbanyak secara berturut-turut berada di semak belukar, hutan lahan kering sekunder, semak belukar rawa, dan hutan primer.

Tabel 18 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trapberdasarkan jumlah klip badak jawa dan tipe tutupan lahan pada tahap I

Jumlah klip

(31)

sebagai ladang berpindah dengan pembukaan lahan hutan menggunakan api (Muntasib 2002). Selain itu, letusan Gunung Krakatau juga memberikan dampak terhadap kondisi vegetasi di TNUK (MacKinnon 1986; Rahmat 2009). Hutan primer yang tersisa di Semenanjung Ujung Kulon hanya terdapat di daerah pegunungan yang bukan merupakan habitat yang disukai badak jawa.

Tabel 19 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan tipe tutupan lahan pada tahap I

Jumlah klip

Tipe tutupan lahan

Total Hutan lahan

kering primer

Hutan lahan kering sekunder

Semak belukar

0-6 4 15 7 26

7-13 0 1 1 2

14-20 1 0 1 2

21-27 0 0 2 2

Total 5 16 11 32

Gambar 8 Sebaran titik camera-video trap berdasarkan tipe tutupan lahan di Semenanjung Ujung Kulon

Pengujian chi-square menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.704 pada tahap I dan 0.264 pada tahap II. Nilai probabilitas > 0.05 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan tipe tutupan lahan tempat camera-video trap dipasang. Hasil uji chi-square ini berbeda dengan penelitian Santosaet al.(2013) yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat perjumpaan badak dengan tipe tutupan lahan. Penentuan blok pemasangan

(32)

jumlah klip badak jawa dengan tipe tutupan lahan. Putro (1997) yang menyatakan bahwa habitat badak jawa tidak tergantung pada tipe vegetasi tertentu. Tipe tutupan lahan berkaitan dengan pakan badak yang beraneka ragam. Pakan badak jawa meliputi pucuk daun, baik pohon maupun semak belukar, ranting, kulit kayu, dan liana (Hommel 1987; Rinaldi 1997). Seluruh vegetasi di Ujung Kulon berjumlah 453 jenis dalam 92 famili dan pakan badak berjumlah 252 jenis dalam 73 famili, hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 50% jenis & 70% famili tumbuhan di TNUK dikonsumsi badak (Muntasib 2002). Rahmat (2008) menemukan pakan badak baru, yaitu sirih hutan (Piper caducibrateum) sehingga jumlah pakan badak menjadi 253 jenis.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa variabel yang cenderung berkorelasi dengan keberhasilan perekaman badak jawa dalam program Monitoring Populasi Badak Tahun 2011 adalah jarak camera-video trap dengan feses terdekat, jarakcamera-video trapdengan tapak terdekat, jarakcamera-video trap dengan jalur lintasan manusia, dan kelerengan lokasi pemasangan camera-video trap. Variabel yang cenderung tidak berkorelasi dengan keberhasilan perekaman badak jawa dalam program Monitoring Populasi Badak Tahun 2011 adalah jarak camera-video trap dengan rumpang terdekat, jarak camera-video trap dengan kubangan terdekat, jarak camera-video trap dengan sungai terdekat, jarakcamera-video trap dengan pantai terdekat, dan ketinggian serta tipe tutupan lahan lokasi pemasangancamera-video trap.

Saran

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 2002.Pengelolaan Satwaliar: Jilid 1. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.

Alikodra HS. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar dalam Rangka Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor (ID): IPB Press. Chandradewi DS. 2010. Perilaku berkubang dan tipologi kubangan badak jawa

(Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Clarbrough ML, editor. 1999. Ujung Kulon National Park Handbook. Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation & Ministry of Foreign Affairs and Trade and Department of Conservation.

[Dephut] Departemen Kehutanan (ID). 2007. 50 Taman Nasional di Indonesia. Bogor (ID): Sub Direktorat Informasi Konservasi Alam dan Lestari Hutan Indonesia.

Hommel PWFM. 1987. Landscape-Ecology of Ujung Kulon (West Java, Indonesia).Wageningen (NL): Soil Survey Institute.

Hoogerwerf A. 1970. Udjung Kulon The Land of The Last Javan Rhinoceros. Leiden (NL): E.J. Brill.

Muntasib EKSH. 2002. Penggunaan ruang habitat oleh badak jawa (Rhinoceros sondaicus, Desm. 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Putro HR. 1997. Heterogenitas habitat badak jawa (Rhinoceros sondaicus

Desmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon. Media Konservasi Ed. Khusus : 17-40.

Rahmat UM. 2007. Analisis tipologi habitat preferensial badak jawa (Rhinoceros sondaicus, Desmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rahmat UM. 2009. Genetika populasi dan strategi konservasi badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822). Jurnal Manajemen Hutan Tropika

(15) 1: 83-90.

Rahmat UM, Santosa Y, Kartono AP. 2008. Analisis preferensi habitat badak jawa (Rhinoceros sondaicusDesmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon.

Jurnal Manajemen Hutan Tropika14 (3): 115-124.

Rahmat UM, Santosa Y, Prasetyo LB, Kartono AP. 2012. Pemodelan kesesuaian habitat badak jawa (Rhinoceros sondaicusDesmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon.Jurnal Manajemen Hutan Tropika18 (2): 129-137.

Rinaldi D, Mulyani YA, Arief H. 1997. Status populasi dan perilaku badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest) di TN Ujung Kulon. Media Konservasi

Ed.Khusus: 41-47.

Santosa Y, Rahmat UM, Prasetyo LB, Kartono AP. 2013. Javan rhino (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) utilization distribution and habitat selection in Ujung Kulon National Park. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 19 (1): 31-38.

(34)

van Strien NJ, Steinmetz R, Manullang B, Sectionov, Han KH, Isnan W, Rookmaaker K, Sumardja E, Khan MKM, Ellis S. 2008.Rhinoceros sondaicus. IUCN Red List of Threatened Species Version 2013.1 [Internet]. [diunduh 2013 Jan 25]. Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org/details/19495/0.

[TNUK] Taman Nasional Ujung Kulon (ID). 2011a. Laporan Monitoring Populasi Badak Jawa Tahun 2011. Pandeglang (ID): Balai Taman Nasional Ujung Kulon.

[TNUK] Taman Nasional Ujung Kulon (ID). 2011b. Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon [Internet]. [diunduh 2013 Jan 25]. Tersedia pada: http://www.ujungkulon.org/berita/171-populasi-badak-jawa-di-tnuk. Wulan C. 2010. Analisis karakteristik kubangan badak jawa (Rhinoceros

(35)

LAMPIRAN

(36)

Lampiran 2 Jumlah klip badak jawa pada tahap I

Februari Maret April Mei Total

(37)

Lampiran 2Jumlah klip badak jawa pada tahap I(lanjutan)

Titik Koordinat Waktu

Pasang

ID camera-video trap

Jumlah klip

Februari Maret April Mei Total

40 S6˚49’37.0 E105˚24’38.2” Vt 28 Feb Tvt 28- 1 13 x x 14

41 S6˚49’19.2 E105˚23’41.6” Vt 29 Apr Vt:b 29 x x 0 x 0

42 S6˚49’18.7 E105˚23’41.3” Vt 29 Feb TVt 29- 4 3 x x 7

43 S6˚49’19.6 E105˚23’41.6” Vt 29 Mei TVt 29-- x x x 0 0

44 S6˚48’45.3 E105˚23’35.1” Vt 30 Apr Vt: 30 x x 0 x 0

45 S6˚48’44.7 E105˚23’34.8” Vt 30 Feb TVt 30- 4 0 x x 4

46 S6˚48’32.9 E105˚23’43.8” Vt 30 Mei Vt;; 30 x x x 11 11

47 S6˚46’49.1 E105˚23’29.6” Vt 31 Apr TVt 31 B19 x x 1 0 1

48 S6˚44’53.4 E105˚23’00.9” Vt 32 Apr TVt 32 x x 0 3 3

49 S6˚50’26.8 E105˚27’11.1” Vt 33 Mei Vt: 33 x x 3 2 5

50 S6˚45’03.2 E105˚22’50.8” Vt 34 Mei TVt 34 x x x 0 0

51 S6˚48’23.6 E105˚23’28.1” Vt 35 Mei TVt 35 B17 x x x 9 9

52 S6˚48’57.3 E105˚23’02.3” Vt 36 Mei TVt 36 B34 x x x 0 0

53 S6˚48’05.9 E105˚23’26.0” Vet 37 Apr TVt 37 B18 x x 0 1 1

(38)

Lampiran 3 Jumlah klip badak jawa pada tahap II Juni Juli Agustus September

1 S6˚40’21.8” E105˚20’12.2” Juli VT 01 B43 x 0 0 0 0

(39)

Lampiran 4 Jarak antara camera-video trapdengan rumpang, kubangan, sungai, pantai, dan jalur lintasan manusia pada tahap I

Titik ID

camera-1 TVT 01 B21 0.870 0.870 0.228 1.470 13

2 TVT 02 B14 0.728 1.078 0.129 1.432 8

3 TVT 03 B15. 0.106 0.108 0.725 2.278 12

4 TVT 04 B20 0.728 1.086 0.122 1.432 1

5 TVT 05 B19 1.580 1.122 0.276 3.482 398

6 TVT 06 1.802 1.751 0.446 0.445 42

7 TVT 06 B16 1.993 1.237 0.472 3.249 131

8 TVT 07 B18 1.298 0.383 1.137 1.730 394

9 TVT 08 B34 1.364 2.038 0.022 0.183 29

10 TVT 09 B33 0.146 0.031 0.619 2.939 999

11 TVT 10 B32 0.628 0.856 0.673 3.885 3

12 TVt 11 7.977 7.977 0.549 1.115 404

13 TVt 11- 4.450 4.450 0.941 2.059 7

14 TVt 12 8.186 8.186 0.473 1.391 12

15 TVt 13 7.403 7.386 0.014 1.784 14

16 TVt 14 6.558 6.545 0.062 2.443 164

17 TVt 15 5.570 5.570 1.160 1.931 16

18 TVt 16 3.670 3.670 0.940 1.630 3

19 TVt 17 3.151 3.151 0.355 1.896 12

20 TVt 18 2.429 2.429 0.169 1.545 4

21 TVt 19 0.620 0.620 0.422 2.214 357

22 TVt 20 1.787 1.800 0.048 1.488 4

23 TVt 21'- 5.178 5.355 1.078 1.443 15

24 TVt 22- 3.924 3.479 0.298 0.240 31

25 Vt: 22 3.963 3.484 0.292 0.241 38

26 TVT 23 2.476 1.766 2.147 1.310 31

27 TVt 23 2.475 1.777 2.135 1.321 36

28 TVt 23- 2.474 1.771 2.141 1.317 34

29 Vt: 23 2.477 1.760 2.154 1.304 27

30 TVt 24 2.654 0.209 1.940 0.287 9

31 TVt 25- 2.315 1.914 0.285 0.530 459

32 TVt 25.- 2.315 1.910 0.294 0.521 452

33 Vt: 25 2.074 2.010 0.583 0.239 153

34 TVt 26 0.114 2.304 0.425 0.112 56

35 TVt 26- 0.123 2.305 0.437 0.101 45

36 TVT 27- 1.879 1.886 0.532 0.295 34

(40)

Lampiran 4Jarak antaracamera-video trapdengan rumpang, kubangan, sungai, pantai, dan jalur lintasan manusia pada tahap I (lanjutan)

Titik ID

camera-video trap

Jarak rumpang

(km)

Jarak kubangan

(km)

Jarak sungai

(km)

Jarak pantai

(km)

Jarak jalur manusia

(m)

38 TVt 27'- 2.236 2.109 0.909 0.668 186

39 TVt 28 0.242 0.553 0.54 0.528 61

40 Tvt 28- 0.232 0.046 0.546 0.520 602

41 Vt:b 29 1.596 1.563 0.523 0.152 226

42 TVt 29- 1.611 1.549 0.521 0.169 239

43 TVt 29-- 1.591 1.576 0.531 0.159 213

44 Vt: 30 0.359 0.595 0.779 1.006 261

45 TVt 30- 0.364 0.584 0.795 1.018 253

46 Vt;; 30 0.815 0.140 0.84 1.468 481

47 TVt 31 B19 2.032 1.307 0.026 3.052 481

48 TVt 32 1.307 1.307 0.076 0.967 1

49 Vt: 33 2.481 1.570 0.727 0.185 46

50 TVt 34 0.886 0.886 0.202 1.367 2

51 TVt 35 B17 0.885 0.528 1.758 1.527 10

52 TVt 36 B34 0.735 1.573 1.316 0.271 1

(41)

Lampiran 5 Jarak antara camera-video trapdengan rumpang, kubangan, sungai, pantai, dan jalur lintasan manusia pada tahap II

Titik

11 VT 11 B35 0.617 0.449 0.093 1.628 88

12 VT 12 B36 0.514 0.446 0.193 1.597 32

13 VT 13 B50 0.297 0.699 0.124 1.586 3

14 VT 14 B51 0.071 0.581 0.528 0.872 3

15 VT 15 B52 0.480 0.006 0.070 0.877 1

16 VT 16 B53 2.057 1.489 0.170 2.521 1

17 VT 17 B59 0.688 0.689 1.058 0.453 611

18 VT 18 B60 0.431 2.534 0.277 0.659 1

19 VT 19 B61 2.253 3.916 0.132 2.438 57

20 VT 20 B62 1.647 3.603 0.120 2.575 1

28 VT 28 B47 3.095 0.820 0.995 2.709 190

29 VT 29 B45 3.523 0.682 0.563 1.744 3

30 VT 30 B49 0.536 0 0.448 4.959 1

31 VT 32 B64 1.601 1.059 0.443 0.443 4

(42)

Lampiran 6 Ketinggian, kelerengan (slope), dan tipe penutupan lahan lokasi pemasangancamera-video trappada tahap I

Titik ID

camera-video trap

Ketinggian

(mdpl) Slope Tipe penutupan lahan

1 TVT 01 B21 19.68 Agak curam Hutan lahan kering sekunder 2 TVT 02 B14 21.39 Datar Hutan lahan kering sekunder 3 TVT 03 B15. 30.19 Datar Hutan lahan kering sekunder 4 TVT 04 B20 21.68 Datar Hutan lahan kering sekunder 5 TVT 05 B19 38.05 Datar Hutan lahan kering sekunder 6 TVT 06 17.69 Landai Hutan lahan kering sekunder 7 TVT 06 B16 29.99 Landai Semak belukar

8 TVT 07 B18 33.27 Landai Semak belukar

9 TVT 08 B34 13.82 Datar Semak belukar

10 TVT 09 B33 25.30 Landai Hutan lahan kering sekunder 11 TVT 10 B32 26.03 Datar Hutan lahan kering sekunder 12 TVt 11 26.55 Landai Hutan lahan kering sekunder 13 TVt 11- 34.75 Datar Hutan lahan kering sekunder 14 TVt 12 28.07 Datar Hutan lahan kering sekunder 15 TVt 13 23.98 Datar Hutan lahan kering sekunder 16 TVt 14 16.65 Datar Hutan lahan kering sekunder 17 TVt 15 31.92 Datar Hutan lahan kering sekunder 18 TVt 16 24.61 Datar Hutan lahan kering sekunder 19 TVt 17 37.11 Datar Hutan lahan kering sekunder

20 TVt 18 25.65 Datar Rawa

21 TVt 19 40.00 Landai Hutan lahan kering sekunder 22 TVt 20 40.89 Datar Hutan lahan kering sekunder

23 TVt 21'- 16.62 Datar Hutan tanaman

24 TVt 22- 14.32 Landai Hutan lahan kering sekunder 25 Vt: 22 14.66 Landai Hutan lahan kering sekunder 26 TVT 23 22.70 Datar Hutan lahan kering sekunder 27 TVt 23 22.59 Datar Hutan lahan kering sekunder 28 TVt 23- 22.22 Datar Hutan lahan kering sekunder 29 Vt: 23 24.02 Datar Hutan lahan kering sekunder 30 TVt 24 13.56 Landai Hutan lahan kering sekunder

31 TVt 25- 29.87 Datar Semak belukar

32 TVt 25.- 29.28 Datar Semak belukar

33 Vt: 25 19.96 Datar Semak belukar

34 TVt 26 10.68 Datar Semak belukar

35 TVt 26- 10.71 Datar Semak belukar

(43)

Lampiran 6 Ketinggian, kelerengan (slope), dan tipe penutupan lahan lokasi pemasangancamera-video trappada tahap I (lanjutan)

Titik ID

camera-video trap

Ketinggian

(mdpl) Slope Tipe penutupan lahan

39 TVt 28 18.70 Datar Semak belukar

40 Tvt 28- 17.99 Datar Semak belukar

41 Vt:b 29 12.80 Datar Semak belukar

42 TVt 29- 12.73 Datar Semak belukar

43 TVt 29-- 13.09 Datar Semak belukar

44 Vt: 30 12.28 Datar Semak belukar

45 TVt 30- 13.74 Datar Semak belukar

46 Vt;; 30 10.20 Datar Semak belukar

47 TVt 31 B19 33.34 Landai Hutan lahan kering sekunder 48 TVt 32 24.91 Landai Hutan lahan kering sekunder 49 Vt: 33 8.69 Agak curam Semak belukar

50 TVt 34 15.17 Datar Hutan lahan kering sekunder 51 TVt 35 B17 12.20 Datar Semak belukar

(44)

Lampiran 7 Ketinggian, kelerengan (slope), dan tipe penutupan lahan lokasi pemasangancamera-video trappada tahap II

Titik ID

camera-video trap

Ketinggian

(mdpl) Slope Tipe penutupan lahan 1 VT 01 B43 27.88 Landai Hutan lahan kering sekunder 2 VT 02 B42 22.24 Landai Hutan lahan kering sekunder 3 VT 03 B41 28.03 Datar Hutan lahan kering sekunder 4 VT 04 B40 50.00 Landai Hutan lahan kering sekunder

5 VT 05 B39 62.58 Datar Semak belukar

6 VT 06 B38 57.48 Datar Hutan lahan kering sekunder

7 VT 07 B37 30.98 Landai Semak belukar

8 VT 08 B44 31.55 Agak curam Hutan lahan kering sekunder 9 VT 09 B45 62.26 Datar Hutan lahan kering sekunder 10 VT 10 B46 59.31 Landai Hutan lahan kering sekunder

11 VT 11 B35 26.95 Datar Semak belukar

12 VT 12 B36 27.82 Landai Semak belukar 13 VT 13 B50 43.83 Landai Semak belukar 14 VT 14 B51 15.88 Agak curam Semak belukar

15 VT 15 B52 14.78 Datar Semak belukar

16 VT 16 B53 21.89 Landai Semak belukar 17 VT 17 B59 20.45 Landai Semak belukar

18 VT 18 B60 22.37 Landai Hutan lahan kering sekunder 19 VT 19 B61 29.25 Landai Hutan lahan kering sekunder 20 VT 20 B62 24.84 Landai Hutan lahan kering sekunder 21 VT 21 B54 112.2 Landai Hutan lahan kering sekunder 22 VT 22 B55 89.69 Landai Semak belukar

23 VT 23 B56 50.41 Datar Hutan lahan kering sekunder 24 VT 24 B57 89.54 Agak curam Hutan lahan kering primer 25 VT 25 B58 120.05 Agak curam hutan lahan kering primer 26 VT 26 B63 45.44 Datar Hutan lahan kering sekunder 27 VT 27 B64 117.23 Datar Hutan lahan kering primer 28 VT 28 B47 80.27 Agak curam Hutan lahan kering sekunder 29 VT 29 B45 65.17 Landai Hutan lahan kering sekunder 30 VT 30 B49 71.07 Landai Semak belukar

(45)

Lampiran 8 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke tapak badak jawa

Jumlah klip Februari Jarak kamera - tapak Februari Total 0-3.999 4.000-7.999 8.000-11.999 Tidak dipasang

0-3 Count 13 7 3 0 23

Expected Count 6.9 3.0 1.3 11.7 23.0

4-7 Count 2 0 0 0 2

Expected Count 8.2 3.6 1.5 13.8 27.0

Total Count 16 7 3 27 53

Expected Count 16.0 7.0 3.0 27.0 53.0

Jumlah klip Maret Jarak kamera - tapak Maret Total

0-4.999 5.000-9.999 10.000-14.999 Tidak dipasang

0-4 Count 18 6 2 0 26

Expected Count 9.3 2.9 1.0 12.8 26.0

5-9 Count 0 0 0 0 0

Expected Count 9.3 2.9 1.0 12.8 26.0

Total Count 19 6 2 26 53

Expected Count 19.0 6.0 2.0 26.0 53.0

Jumlah klip April Jarak kamera - tapak April Total

0-4.999 5.000-9.999 10.000-14.999 Tidak dipasang

0-2 Count 21 6 3 0 30

Expected Count 13.6 4.0 1.7 10.8 30.0

3-5 Count 1 1 0 0 2

Expected Count 8.6 2.5 1.1 6.8 19.0

Total Count 24 7 3 19 53

Expected Count 24.0 7.0 3.0 19.0 53.0

Jumlah klip Mei Jarak kamera - tapak Mei Total

0-4.999 5.000-9.999 10.000-14.999 Tidak dipasang

0-5 Count 22 7 3 0 32

Expected Count 16.3 4.2 1.8 9.7 32.0

6-11 Count 3 0 0 0 3

Expected Count 8.2 2.1 .9 4.8 16.0

Total Count 27 7 3 16 53

(46)

Lampiran 8 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke tapak badak jawa (lanjutan)

Jumlah klip Juni Jarak kamera - tapak Juni Total

0-2.999 3.000-5.999 6.000-8.999 Tidak dipasang

0-3 Count 12 7 6 0 25

Expected Count 9.4 6.3 6.3 3.1 25.0

4-7 Count 0 1 0 0 1

Expected Count 1.5 1.0 1.0 .5 4.0

Total Count 12 8 8 4 32

Expected Count 12.0 8.0 8.0 4.0 32.0

Jumlah klip Juli Jarak kamera - tapak Juli Total

0-1.499 1.500-2.999 3.000-4.499

0-3 Count 24 3 1 28

Expected Count 24.5 2.6 .9 28.0

4-7 Count 1 0 0 1

Expected Count .9 .1 .0 1.0

8-11 Count 2 0 0 2

Expected Count 1.8 .2 .1 2.0

12-15 Count 1 0 0 1

Expected Count .9 .1 .0 1.0

Total Count 28 3 1 32

Expected Count 28.0 3.0 1.0 32.0

Jumlah klip Agustus Jarak kamera - tapak Agustus Total 0-1.999 2.000-3.999 4.000-5.999

0-2 Count 11 8 5 24

Expected Count 11.3 9.0 3.8 24.0

3-5 Count 3 3 0 6

Expected Count 2.8 2.3 .9 6.0

6-8 Count 1 1 0 2

Expected Count .9 .8 .3 2.0

Total Count 15 12 5 32

Expected Count 15.0 12.0 5.0 32.0

Jumlah klip September Jarak kamera - tapak September Total 0-1.999 2.000-3.999 4.000-5.999

0-4 Count 18 5 8 31

Expected Count 17.4 5.8 7.8 31.0

5-9 Count 0 0 0 0

Expected Count 0 0 0 0

10-14 Count 0 0 0 0

Expected Count 0 0 0 0

15-19 Count 0 1 0 1

Expected Count .6 .2 .3 1.0

Total Count 18 6 8 32

(47)

Lampiran 9 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke feses badak jawa

Jumlah klip Februari Jarak kamera - feses Februari Total 0-4.999 5.000-9.999 10.000-14.999 Tidak dipasang

0-3 Count 12 9 2 0 23

Expected Count 6.5 3.9 .9 11.7 23.0

4-7 Count 2 0 0 0 2

Expected Count 7.6 4.6 1.0 13.8 27.0

Total Count 15 9 2 27 53

Expected Count 15.0 9.0 2.0 27.0 53.0

Jumlah klip Maret Jarak kamera - feses Maret Total

0-4.999 5.000-9.999 10.000-14.999 Tidak dipasang

0-4 Count 10 9 7 0 26

Expected Count 5.4 4.4 3.4 12.8 26.0

5-9 Count 0 0 0 0 0

Expected Count 5.4 4.4 3.4 12.8 26.0

Total Count 11 9 7 26 53

Expected Count 11.0 9.0 7.0 26.0 53.0

Jumlah klip April Jarak kamera - feses April Total

0-5.999 6.000-11.999 12.000-17.999 Tidak dipasang

0-2 Count 13 12 5 0 30

Expected Count 9.6 6.8 2.8 10.8 30.0

3-5 Count 2 0 0 0 2

Expected Count 6.1 4.3 1.8 6.8 19.0

Total Count 17 12 5 19 53

Expected Count 17.0 12.0 5.0 19.0 53.0

Jumlah klip Mei Jarak kamera - feses Mei Total

0-5.999 6.000-11.999 12.000-17.999 Tidak dipasang

0-5 Count 20 9 3 0 32

Expected Count 15.1 5.4 1.8 9.7 32.0

6-11 Count 3 0 0 0 3

Expected Count 7.5 2.7 .9 4.8 16.0

Total Count 25 9 3 16 53

(48)

Lampiran 9 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke feses badak jawa (lanjutan)

Jumlah klip Juni Jarak kamera - feses Juni Total

0-2.999 3.000-5.999 6.000-8.999 Tidak dipasang

0-3 Count 13 9 3 0 25

Expected Count 12.5 7.0 2.3 3.1 25.0

4-7 Count 1 0 0 0 1

Expected Count 2.0 1.1 .4 .5 4.0

Total Count 16 9 3 4 32

Expected Count 16.0 9.0 3.0 4.0 32.0

Jumlah klip Juli Jarak kamera - feses Juli Total

0-2.499 2.500-4.999 5.000-7.499 7.500-9.999

0-3 Count 7 12 6 3 28

Expected Count 8.8 11.4 5.3 2.6 28.0

4-7 Count 0 1 0 0 1

Expected Count 10.0 13.0 6.0 3.0 32.0

Jumlah klip Agustus Jarak kamera - feses Agustus Total 0-2.499 2.500-4.999 5.000-7.499 7.500-9.999

0-1 Count 6 8 5 3 22

Expected Count 8.9 6.9 4.1 2.1 22.0

2-3 Count 3 2 1 0 6

Expected Count 2.4 1.9 1.1 .6 6.0

4-5 Count 2 0 0 0 2

Expected Count .8 .6 .4 .2 2.0

6-7 Count 2 0 0 0 2

Expected Count .8 .6 .4 .2 2.0

Total Count 13 10 6 3 32

Expected Count 13.0 10.0 6.0 3.0 32.0

Jumlah klip September Jarak kamera - feses September Total 0-2.499 2.500-4.999 5.000-7.499 7.500-9.999

0-4 Count 12 10 6 3 31

Expected Count 12.6 9.7 5.8 2.9 31.0

5-9 Count 0 0 0 0 0

(49)

Lampiran 10 Hasil analisis data dengan menggunakan ujichi-square

1. Hasil uji chi-square antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trapke rumpang pada tahap I

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 4.063a 6 .668

Likelihood Ratio 6.446 6 .375

Linear-by-Linear Association 2.670 1 .102

N of Valid Cases 53

a. 10 cells (83.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .23.

2. Hasil uji chi-square antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trapke rumpang pada tahap II

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.890a 6 .823

Likelihood Ratio 4.483 6 .612

Linear-by-Linear Association 2.001 1 .157

N of Valid Cases 32

a. 10 cells (83.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .13.

3. Hasil uji chi-square antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trapke kubangan pada tahap I

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 4.063a 9 .907

Likelihood Ratio 6.446 9 .695

Linear-by-Linear Association 2.496 1 .114

N of Valid Cases 53

a. 15 cells (93.8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .11.

4. Hasil uji chi-square antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trapke kubangan pada tahap II

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 5.053a 9 .830

Likelihood Ratio 7.186 9 .618

Linear-by-Linear Association 3.143 1 .076

N of Valid Cases 32

a. 15 cells (93.8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .19.

5. Hasil uji chi-square antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trapke tapak badak jawa pada bulan Februari

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 61.260a 12 .000

Likelihood Ratio 79.028 12 .000

Linear-by-Linear Association 39.917 1 .000

N of Valid Cases 53

Gambar

Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian
Gambar 2 Sebaran titik rumpang di Semenanjung Ujung Kulon
Gambar 3 Sebaran titik kubangan badak jawa
Tabel 6 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlahklip badak jawa dan jarak camera-video trap ke kubangan pada tahap II
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pengambilan contoh air, sedimen, dan bentos dilakukan pada 15 lokasi stasiun pengamatan yang dikelompokkan 3 lokasi, yaitu perairan sungai (sekitar lokasi penambangan),

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Penerapan SSK (Strategi Sanitasi Kota) Blitar dalam perspektif pembangunan berwawasan lingkungan pada

Dari Tabel 1A di atas, dapat diketahui bahwa bentuk-bentuk penerapan simbolisasi yang paling banyak mengandung kontradiksi dengan nilai-nilai Islam adalah monumentalitas

Oleh sebab itu, dengan adanya hasil penelitian di Pondok Pesantren Anwarul Huda Malang tentang nilai-nilai pendidikan akidah akhlak dalam menangkal paham radikalisme ini semoga

Menurut Ostrom (2005), dalam teori analisis kelembagaan, penyederhanaan asumsi sering dilakukan bahwa Para Partisipan Otoritas tindakan Posisi tertentu Informasi

(e) in respect of employment in maritime fishing, by a Member which is a party to the Minimum Age (Fishermen) Convention, 1959, and a minimum age of not less than 15 years

Dengan memperhatikan kerangka berpikir yang ada, maka dapat ditarik hipotesa awal dari penelitian ini, yaitu semakin besar faktor-faktor negatif yang ada dalam perencanaan

Hasil penelitian ini konsistan dengan hasil penelitian Amihud dan Mendelson(1986), Atkin dan Dyl (1997), Lenny dan Indriantoro (1999) bahwa holding period