REQUIREMENT PLANNING (DRP) DI P T. INDRAMUKTI SEGARA
S
Skkrriippssii
O
Olleehh ::
SUKMA YONATA KRISTYABUDI
NPM : 0832010029
J URUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul :
PERENCANAAN PEMESANAN DAN PENJ ADWALAN AKTIVITAS DISTRIBUSI DENGAN MENGGUNAKAN DISTRIBUTION
REQUIREMENT PLANNING (DRP) DI PT. INDRAMUKTI SEGARA
Tiada kata yang pantas untuk diucapkan selain doa yang tulus sebagai ucapan rasa syukur dan terima kasih yang sedalam-dalamya atas segala yang diberikanNya.
Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam kesempatan ini pula dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada :
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM. Selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Ir. M. Anang F, MT. dan Bapak Ir. Tri Susilo, MM. Selaku Dosen Pembimbing.
5. Bapak Heru Pranoto, SE, MM selaku pimpinan di PT. Indramukti Segara, Surabaya sekaligus pembimbing lapangan yang telah memberikan fasilitas dan bantuan kepada penulis dalam rangka penyusunan skripsi ini.
6. Untuk Keluarga, Kedua Orang Tuaku, Bapak Suwit dan Ibu Nur maidah tercinta yang mendidik dan merawat hingga dewasa dan senantiasa memberikan nasehat. Untuk Sukma Ageng Pr asetyo dan Mbak Wulan serta saudara-saudaraku yang telah memberikan dukungan, semangat dan bantuan baik secara material maupun spiritual dalam memotivasi saya sehingga terselesainya skripsi ini.
7. Untuk Ruce Dwi Kur nia wati tersayang beserta keluarga terima kasih atas do’a dan semangatnya yang sudah diberikan kepada saya.
8. Kepada seluruh teman-teman Jurusan Teknik Industri angkatan 2008 dan pararel A yang telah memberikan motivasi dan tenaga dalam proses penyusunan sehingga terselesaikan skripsi ini, khususnya Fer y, Fahmey, Moch Sueb, Dede, Bambang, Yem Hilda, Yem Etr y, Dinda, Ayu, Riska, Dwi A, Far id Z, dan Rek’D.
Semoga Tuhan Yesus senantiasa memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga hasil pemikiran yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca pada umumnya dan PT. Indramukti Segara, Surabaya pada khususnya.
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ……… iii
DAFTAR GAMBAR... vi
DAFTAR TABEL………. vii
DAFTAR LAMPIRAN………. ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Batasan Masalah. ... 2
1.4 Asumsi ... 3
1.5 Tujuan Penelitian... 3
1.6 Manfaat Penelitian... 3
1.7 Sistematika Penulisan... 4
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Distribusi…………... 6
2.1.1 Fungsi Distribusi………. ……...7
2.2 Distribution Requirement Planning ... 10
2.2.1 Konsep Distribution Requirement Planning…... ……...14
2.2.2 Fungsi Distribution Requirement Planning…... ……...19
2.3.1 Reorder Piont System (ROP)…... ……….……...25
2.4 Distribusi Persediaan………..……….26
2.4.1 Timbulnya Persediaan……...…... ……….……...27
2.4.2 Fungsi Persediaan……...…... ……….………...29
2.4.3 Jenis Persediaan……...…... ……….………...29
2.4.4 Biaya-biaya Dalam Sistem Persedian…….………...31
2.4.5 Sistem Persedian Demand Indepenpendent ………...32
2.4.5.1 Sistem Economic OrderQuantity (EOQ).... ………...32
2.4.6 Sistem Produksi Tipe Batch……….. ………...32
2.5 Peramalan……….…....40
2.5.1 Prinsip-prinsip Peramalan……….. ………...45
2.5.2 Metode Peramalan……..……….. ………...46
2.5.3 Peramalan Demand Bulanan…..……….. ………...53
2.6 Penelitian Terdahulu………...……….……56
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 65
3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 65
3.3 Metode Pengumpulan Data... 66
3.4 Metode Pengolahan Data... 66
3.5 Langkah – Langkah Pemecahan Masalah... 69
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data... 79
4.3 Biaya Distribusi dengan metode DRP Tahun 2011 ………... 87
4.4 Peramalan Permintaan Produk……… 92
4.5 Jadwal Distribusi………... 102
4.6 Analisa Dan Pembahasan………...104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 116
5.2 Saran...118
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Distribution Requirement Planning (DRP) mengolah informasi untuk
memperlancar dan mengatur pemasaran agar supply dan demand lebih seimbang. Dengan melakukan peramalan permintaan dari data periode sebelumnya sebagai acuan atau memesan bahan baku ke pemasok. Dengan acuan tersebut perusahaan bisa tepat waktu memenuhi permintaan pelanggan serta menyiapkan tersedianya produk yang cukup dan tidak berlebihan sehingga dapat diketahui banyaknya jumlah produk yang harus disediakan ditiap wilayah distribusi (Economic Order
Quantity), kapan dilakukanya pemesanan kembali.Sehingga didapatkan biaya
distribusi yang lebih kecil dan ditekan seminimum
PT. INDRAMUKTI SEGARA adalah perusahaan yang bergerak dalam industri pembuatan bawang goreng, bumbu pecel,. Di dalam perusahaan ini perencanaan dan penjadwalan aktivitas distribusi produk belum terkoordinasi dengan baik, sehingga permintaan untuk produk yang datang pada waktu, jumlah, dan tempat yang berlainan kurang terkontrol sehingga mengakibatkan terjadinya kekurangan atau kelebihan persediaan pada masing-masing warehouse, dan mengakibatkan total biaya distribusi menjadi tinggi.
Tujuan penelitian adalah merencanakan pemesanan dan penjadwalan aktivitas distribusi produk bawang goreng dan pecel ke empat kota tujuan, yaitu Banyuwangi, Malang, Blitar, Kediri dan untuk menentukan total biaya distribusi minimum.
Hasil penelitian dengan metode DRP (Distribution Requrement Planning) yang memberikan perbandingan dari metode perusahaan pada saat melakukan pengiriman adalah sebesar Rp.58.266.750,- pada tahun 2011, sedangkan dengan metode memakai DRP (Distribution Requrement Planning) perusahaan mengeluarkan biaya sebesar Rp. 51.097.350,-,maka dengan memakai metode DRP (Distribution Requrement Planning) perusahaan dapat menghemat biaya kirim sebesar Rp.7.169.400 atau 12% per tahun. Sehingga pada tahun berikutnya perusahaan bisa memperoleh biaya distribusi sebesar Rp. 51.314.900,-per tahun dengan memakai DRP (Distribution Requrement Planning).
Kata Kunci : Distr ibusi, (Distribution Requrement Planning),Economic Order
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan dunia usaha mengalami persaingan yang begitu ketat dan
peningkatan permintaan layanan lebih dari pelanggan. Dalam memenangkan persaingan tersebut
perusahan menggunakan berbagai cara diantaranya meningkatkan kepuasan pelanggan melalui
produk berkualitas, ketepatan waktu pengiriman, dan efisiensi biaya. Kebijaksanaan untuk
pengendalian persediaan produk pada suatu lokasi tertentu dapat menimbulkan masalah pada
manajemen dalam mengkoordinasikan perencanaan distribusi dari bagian pemasaran, juga pada
bagian produksi yang menghasilkan tingkat persediaan produk yang dihasilkan terbaik, sehingga
tingkat kepuasan konsumen maupun keuntungan perusahaan dapat terjaga.
PT. INDRAMUKTI SEGARA adalah perusahaan yang bergerak dalam industri
pembuatan bawang goreng, bumbu pecel,. Produk bawang goreng yang dihasilkan oleh PT.
INDRAMUKTI SEGARA adalah bawang goreng dengan nama merk SINTI, BJ, dan bumbu
pecel dengan nama merk SINTI dan BJ. Perusahaan PT. INDRAMUKTI SEGARA melakukan
distribusi produknya melalui distributor yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia anatara lain,
yaitu di kota Banyuwangi, Malang, Blitar, Kediri. Pengiriman produk dilakukan sesuai dengan
permintaan masing-masing distributor dengan menggunakan sarana transportasi darat yang
memliki resiko dan biaya terkecil dan dapat menjangkau daerah pemasaran.
Distribusi yang dilakukan perusahaan PT. INDRAMUKTI SEGARA didasarkan atas
produk pada masing-masing warehouse yang mana pendistribusian tersebut kurang efektif dilihat
dari kebutuhan tiap daerah dan perencanaan distribusi yang dijalankan oleh perusahaan memiliki
beberapa kelemahan. Diantaranya adalah sering terjadinya kelebihan atau kekurangan terhadap
permintaan produk dan keterlambatan pengiriman produk atas suatu pesanan. Hal ini karena
pihak perusahaan belum dapat memperkirakan kapan permintaan yang akan datang dan berapa
jumlah yang akan dipesan. Sehingga pihak perusahaan akan mengalami kekurangan persediaan
produk. Sebaliknya, ketika tidak terjadi pesanan perusahaan akan mengalami kelebihan
persediaan produk yang mengakibatkan biaya meningkat karena gudang menjadi penuh.
Dengan adanya masalah tersebut, maka dilakukan perencanaan dan penjadwalan
distribusi dengan metode Distribution Requirement Planning (DRP). Diharapkan dengan adanya
perencanaan pemesanan dan penjadwalan distribusi yang baik, keberhasilan dalam pemenuhan
permintaan pelanggan akan menjadi lebih optimal, kinerja penjualan meningkat dalam
memenuhi order dengan tepat waktu dan tepat jumlah sehingga didapatkan biaya distribusi yang
lebih kecil dan ditekan seminimum .
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan diamati dalam penelitian ini adalah :
”Bagaimana perencanaan pemesanan dan penjadwalan aktivitas distribusi produk sesuai
permintaan dari masing-masing warehouse dengan biaya distribusi minimum PT.
INDRAMUKTI SEGARA?”
1.3 Batasan Masalah
Dengan tanpa mengurangi maksud dan tujuan penelitian serta untuk menyederhanakan
1. Proses produksi tidak dibahas secara khusus dalam penulisan skripsi ini.
2. Biaya produksi (set-up) untuk masing-masing produk tidak dibahas.
3. Terdapat 4 kota tujuan distribusi, yaitu di kota, Banyuwangi, Malang, Blitar, Kediri.
1.4 Asumsi
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa asumsi yaitu sebagai berikut :
1. Tidak diijinkan adanya back order.
2. Kapasitas penyimpanan produk gudang cukup tersedia.
3. Harga produk tidak mengalami perubahan selama penelitian.
1.5. Tujuan Penelitian
Dari penelitian ini mempunyai tujuan yaitu:
Perencanaan pemesanan dan penjadwalan aktivitas pendistribusian produk Bawang goreng
merah dan Bumbu pecel, ke empat kota tujuan, yaitu di kota Banyuwangi, Malang, Blitar,
Kediri.Dan untuk menentukan total biaya distribusi yang minimum.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
Bagi Perusahaan:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi bagi perusahan
mengenai perencanaan dan penjadwalan aktivitas distribusi yang tepat sehingga dapat memenuhi
kebutuhan konsumen dengan tepat waktu.
Bagi Universitas :
2. Menambah koleksi perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Surabaya.
Bagi Penulis :
Menambah wawasan, pengetahuan dan kemampuan dalam Teknik Industri khususnya dalam
bidang perencanaan pemesanan dan penjadwalan aktivitas distribusi untuk memecahkan
permasalahan dalam dunia nyata.
1.7. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan, asumsi, tujuan, manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori dasar yang membahas masalah distribusi yang
digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini. Dimana nantinya tinjauan pustaka ini
akan dijadikan sebagai acuan kerangka berfikir didalam menyelesaiakan pemasalahan
yang ada, baik dalam melakukan pengolahan data maupun dalam menginterpretasikan
hasil yang diperoleh dari pengolahan data.
BAB III METODE PENELITIAN
Berisi suatu alur atau kerangka kerja yang terstruktur dan sistematis yang merupakan
suatu proses dimana terdiri dari tahap-tahap yang saling terkait satu sama lainnya atau
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan ditampilkan seluruh data yang dihasilkan dari perencanaan
distribusi, dengan menggunakan metode Distribution Requirement Planning (DRP),
kemudian dianalisa mengenai alternatif solusi-solusi yang diharapkan dapat menjawab
permasalahan yang dikaji.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran dari perencanaan distribusi yang telah
dilakukan sehingga dapat memberikan suatu masukan bagi pihak perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Distribusi
Distribusi adalah suatu penyampaian barang atau jasa dari produsen ke
konsumen dan pemakai, sewaktu dan dimana barang atau jasa tersebut diperlukan (
Indrajit, 2003 ). Sistem distribusi itu sendiri, secara bebas dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu sistem tarik ( Pull system ) dan sistem dorong ( Push System ). (
Richardus, 2003 )
Kegiatan distribusi semakin penting artinya bagi supply chain dewasa ini
dengan semakin banyaknya perusahaan yang harus melakukan pengiriman langsung
ke pelanggan. Tumbuhnya industri dot com yang menyediakan pelayanan pembelian
on-line dengan pengiriman langsung ke pintu pelanggan membuat kegiatan distribusi
menjadi semakin besar pada supply chain. Pelangan yang membeli buku di toko akan
menanggung biaya distribusi yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang
membeli buku secara on-line dan dihantar langsung ke alamat pelanggan. Distribusi
juga bagian yang bertanggung terhadap perencanaa, palaksananaan, dan pengendalian
aliran material darri produsen ke konsumen dengan suatu keuntungan. Jenis – jenis
distribusi persediaan terdiri dari distribusi fisik, sistem distribusi push and pull dan
Distirbution Requirement Planning. ( Hakim, 2003 )
Tetapi salah satu hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam mengelola
kegiatan pengiriman adalah tradeoff antara biaya dengan kecepatan respon dari suatu
mementingkan kecepatan respon. Misalnya, apabila semua order dikirim dalam
jangka waktu satu hari sejak ada permintaan order, maka seringkali pengiriman
dilakukan dengan volume kecil dan tidak mencapai skala ekonomi yang memadai.
Perusahaan sering melakukan penggabungan pesanan dalam bebrapa periode yang
berbeda sehingga pengiriman tidak dilakukan setiap hari misalnya, tetapi tiap dua
atau tiga hari. Praktek melakukan penggabungan waktu dalam proses pengiriman ini
biasanya dinamakan dengan istilah temporal aggregation.
2.1.1 Fungsi Distribusi
Manajemen distribusi harus mampu mengatur dan mengendalikan arus
penerimaan dan pengiriman produk , serta kemampuan analisa transportasi yang kuat
dalam pendistribusian produk perusahaan.
Tiga pengertian penting dalam mendukung pelaksanaan manajemen
distribusi (Shcell. 2002 ) yaitu :
1. Fungsi distribusi sebagai salah satu fungsi transportasi perusahaan yang
merupakan fungsi bisnis.
2. Sistem distribusi tidak dapat terlepas dari sistem secara keseluruhan dalam
perusahaan , dimana terkait dengan bidang-bidang fungsi lain diluar produksi dan
operasi.
3. Unsur penting dalam distribusi adalah pengambilan keputusan dan analisa
transportasi maka penekanan utama dalam pembahasan distribusi adalah suatu
Pada prinsipnya fungsi distribusi ini bertujuan untuk menciptakan pelayanan
yang tinggi ke pelanggan yang bisa dilihat dari tingkat service level yang dicapai,
kecepatan pengiriman, kesempurnaan barang sampai ke tangan pelanggan, serta
pelayanan purna jual yang memuaskan.
Dalam upayanya untuk memenuhi tujuan-tujuan di atas, siapapun yang
melaksanakan (internal perusahaan atau mitra pihak ketiga), manajemen distribusi
pada umumnya melakukan sejumlah fungsi dasar yang terdiri dari :
1. Melakukan segmentasi dan menentukan target service level segmentasi
pelanggan perlu dilakukan karena kontribusi mereka pada revenue perusahaan
bisa sangat bervariasi dan karakteristik tiap pelanggan bisa sangat berbeda antara
satu dengan lainya.
2. Menentukan mode distribusi yang akan digunakan. Tiap mode distribusi
memiliki karakteritik yang berbeda dan mempunyai keunggulan serta kelemahan
yang berbeda juga. Kombinasi dua atau lebih mode transportasi tentu bisa atau
bahkan harus dilakukan tergantung pada situasi yang dihadapi.
3. Melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman. Konsolidasi merupakan kata
kunci yang sangat penting dewasa ini. Tekanan untuk melakukan pengiriman
cepat namun murah menjadi pendorong utama perlunya melakukan konsolidasi
informasi maupun pengiriman. Salah satu contoh konsolidasi informasi adalah
konsolidasi data permintaan dari berbagai regional distribution center oleh
central warehouse untuk keperluan pembuatan jadwal pengiriman.
4. Melakukan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman. Salah satu kegiatan
kapan sebuah truk harus berangkat dan rute mana yang harus dilalui untuk
memenuhi permintaan dari sejumlah pelanggan. Apabila jumlah pelanggan
sedikit, keputusan ini bisa diambil dengan relative gampang. Penjadwalan dan
penentuan rute pengiriman adalah pekerjaan yang sangat sulit dan
kekurngtepatan dalam mengambil dua keputusan tersebut bisa berimplikasi pada
biaya pengiriman dan penyimpanan yang tinggi.
5. Memberikan pelayanan nilai tambah. Disamping mengirimkan produk ke
pelanggan, jaringan distribusi semakin banyak dipercaya untuk melakukan proses
nilai tambah tersebut tadinya dilakukan oleh pabrik. Beberapa proses nilai
tambah yang bisa dikerjakan oleh distributor adalah pengepakan, pelabelan
harga, pemberian barcode, dan sebagainya.
6. Menyimpan persediaan. Jaringan distribusi selalu melibatkan proses
penyimpanan produk baik di suatu gudang pusat atau gudang regional, maupun
di toko di mana produk tersebut dipajang untuk dijual. Oleh karena itu
manajamen distribusi tidak bisa dilepaskan dari manajemen pergudangan.
7. Menagani pengembalian (return). Manajemen distribusi juga punya tanggung
jawab untuk melaksanakan kegiatan pengembalian produk dari hilir ke hulu
dalam supply chain. Pengembalian ini bisa karena produk rusak atau tidak terjual
sampi batas waktu penjualanya habis. Proses pengembalian produk lumrah
dengan sebutan reverse logistics.
Apabila manajemen perusahaan akan memisahkan jenis proses distribusi dari
segi bentuk proses maka ini berarti bahwa jenis proses distribusi dalam perusahaan
umumnya akan dikaitkan pada masalah–masalah umum pada bidang distribusi
masing–masing perusahaan tersebut. Atas dasar bentuk dari proses distribusi tersebut
dilaksanakan oleh masing–masing perusahaan yang ada maka proses pemasaran dapat
dibgi menjadi beberapa jenis yaitu : (Baroto, 2002)
a) Proses Distribusi Langsung
Merupakan suatu proses distribusi yang menitikberatkan pada proses distribusi
secara langsung yang ditujukan kepada perusahaan Contoh : pengiriman produk
perusahaan manufaktur.
b) Proses Distribusi Tidak Langsung
Merupakan proses distribusi dimana pelaksanaan proses tersebut dititikberatkan
pada distribusi dengan menggunakan media jasa pengiriman swasta maupun
media pengiriman BUMN. Contoh : perusahaan mendistribusikan produknya
dengan menggunakan jasa pengiriman barang.
2.2 Distribution Requirement Planning
Istilah DRP memiliki dua pengertian yang berbeda, yaitu : distribution
requirement planning dan distribution resource planning.
Distribution Requirement Planning adalah berfungsi menentukan
kebutuhan-kebutuhan untuk mengisi kembali inventori pada distribution center. Sedangkan
Distribution Resource Planning merupakan perluasan dari distribution requirement planning yang mencakup lebih dari sekadar sistem perencanaan dan pengendalian
pengisian kembali inventori, tetapi ditambah dengan perencanaan dan pengendalian
tenaga kerja, uang, fasilitas transportasi dan warehousing. Termasuk di sini adalah
keterkaitan dari replenishment system ke financial system dan penggunaan simulasi
sebagai alat untuk meningkatkan performansi sistem. (Gasperz, Vincent, 2004, hal
300-301)
Distribution Requirement planning merupakan aplikasi dari angka logika Material Requirement Planning (MRP). Persediaan Bill of Material (BOM) pada
MRP diganti dengan Bill of Distribution (BOD) pada Distribution Requirement
Planning (DRP) menggunakan logika Time Phased On Point (TPOP) untuk
memerlukan pengadaan kebutuhan pada jaringan (Richard J. Tersine, Principle
Inventory and Material Management, 1998).
Distribution Requirement Planning didasarkan pada peramalan kebutuhan
pada level terendah dalam jaringan tersebut yang akan menentukan kebutuhan
persediaan pada level yang lebih tinggi.
Konsep umum DRP dapat dilihat dalam gambar 2.2
Gambar 2.1 Distribution Requirement Planning
Persamaan : 1. Menggunakan cara perhitungan matematis yang sama. 2. Mempunyai matriks komponen perhitungan yang sama. 3. Membedakan Independent demand dan dependent demand. 4. Metode berlaku untuk dependent demand.
5. Keduannya menggunakan cara pemesanan berdasarkan rentang waktu.
Tabel 2.1. Persamaan MRP dan DRP
MRP DRP
Per bedaan : Untuk kegiatan manufakturing. Untuk kegiatan distribusi. Menghitung kebutuhan tiap
komponen.
Menghitung kebutuhan barang untuk tiap pusat distribusi. Cocok untuk pabrik jenis rakitan. Cocok untuk sistem distribusi
bertingkat. Biasanya untuk bahan baku/
penolong.
Biasanya untuk barang jadi/ komoditas.
MRP adalah proses dari atas, yaitu dari Master Production Schedule ke kebutuhan tiap komponen.
DRP adalah proses dari bawah, yaitu dari kebutuhan Retail ke
Distritibution Center dan Warehouse Center.
Semua kebutuhan komponen bersifat dependent.
Kebutuhan Retail bersifat
Independent, sedangkan
kebutuhan DC dan WC bersifat
Dependent.
(Indrajit, Eko & Djokopranoto, Richardus, (2003), Grasindo- Jakarta. hal 249)
Tabel 2.2. Perbedaan MRP dan DRP
.
(James H. Green, PhD, 2nd , Mc. Grow-Hill, Inc., 1987, hal. 222).
Pada gambar 2.6 diperlihatkan perbedaan struktur dari MRP dan DRP. Pada
gambar (a) terlihat struktur produk (BOM) yaitu produk terdiri dari 3 komponen.
Untuk MRP, langkah awalnya adalah melakukan perencanaan (JIP) untuk kemudian
tiap-tiap komponen dapat dijadwalkan kebutunannya.
Sedangkan pada gambar (b) merupakan struktur distribusi (BOD) terlihat 1
sumber penawaran (SS) terdiri dari 3 pusat distribusi (DC). Pada DRP, langkah
awalnya adalah membuat perencanaan permintaan dari masing-masing pusat
distribusi untuk kemudian sumber penawaran melakukan eksekusi berupa pemenuhan
kebutuhan tiap-tipa pusat distribusi.
Distribution Requirement Planning didasarkan pada peramalan kebutuhan pada
level terendah dalam jaringan tersebut yang akan menentukan kebutuhan persediaan
pada level yang lebih tinggi.
Pengolahan data dengan metode DRP dimulai dengan perhitungan Safety Stock
(SS) untuk mengetahui batasan inventory agar tidak terjadi stock out. Kemudian
dilakukan perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) untuk mengetahui berapa
jumlah produk yang harus disediakan baik oleh masing – masing warehouse.
Formulasi Safety Stock adalah :
L . D -B
S =
Reorder Point:
L Z DL
B= + ασ
Dimana :
B = Titik reorder
D = Rata - rata demand
L = Lead time
Zα = Standard deviasi permintaan
EOQ ditentukan dengan melihat dengan melihat demand bulanan tiap item pada
masing-masing distributor.
Nilai EOQ dirumuskan :
H C Rm 2
EOQ= × ×
Rm = Rata – rata permintaan tiap bulan (unit)
= 12
D
C = Biaya Pengiriman (Rp./kirim)
H = Biaya Penyimpanan (Rp./unit/bulan)
2.2.1 Konsep Distribution Requirement Planning
Distribution Requirement Planning adalah suatu metode untuk menangani
pengadaan persediaan dalam suatu jaringan distribusi multi eselon. Metode ini
menggunakan demand independent, dimana dilakukan peramalan untuk memenuhi
struktur pengadaannya. Berapapun banyaknya level yang ada dalam jaringan
distribusi, semoga merupakan variabel yang dependent level yang langsung
Distribution Requirement Planning lebih menekankan pada aktivitas
penjadwalan daripada aktivitas pemesanan. DRP mengantisipasi kebutuhan
mendatang dengan perencanaan pada setiap level pada jaringan distribusi. Metode ini
dapat memprediksi masalah sebelum masalah-masalah tersebut terjadi memberikan
titik pandang terhadap jaringan distribusi.
Distribution Requirement Planning tiap Warehouse dan item ditabulasikan
sebagai berikut :
X Distribution Center
Lead Time : Safety Stock : Lot size :
Past Due Period
1 2 3 4 5 6 7 8 Gross Requirement Schedule Receipts Projected On Hand Net Requirements
Planned Order Receipts
Planned Order Release (Ariyani 2008, hal 140).
Tabel 2.7 Hasil Analisa Perhitungan DRP untuk tiap Warehouse
Menurut Ariyani (2008) Logika dasar pengisisan DRP adalah sebgai berikut :
1. Gross requirement / forecast demand diperoleh dari hasil peramalan
(forecasting).
2. Dari hasil peramalan distribusi local, hitung time phaed net requirement. Net
requirement tersebut mengidentifikasikan kapan level persediaan (scheduled receipt-projected on hand periode sebelumnya) dipenuhi oleh gross requirement.
Net requirement = (gross requirement + safety stock) – (schedule receipt + projected on hand periode sebelumnya).
Nilai net requirement yang dicatat (recorded) adalah nilai yang bernilai positif.
3. Setelah itu dihasilkan sebuah planned order receipt sejumlah net requirement
tersebut (ukuran lot tertentu) pada periode tersebut.
4. Ditentukan hari dimana harus melakukan pemesanan tersebut (planed order
release) dengan mengurangkan hari terjadwalnya planned order receipt dengan lead time.
5. Dihitung projected on hand pada periode tersebut :
Projected on hand = (projected on hand periode sebelumnya + scedulle receipt + planned order receipt) – (gross requirement).
6. Besarnya planned order release menjadi gross requirement pada periode yang
sama untuk level berikutnya dari jaringan distribusi.
Empat langkah utama harus diterapkan satu pada periode pemesanan dan
pada setiap item, langkah – langkah tersebut adalah :
1. Netting
Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih
yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan
persediaan. Data yang dibutuhkan dalam proses kebutuhan bersih ini adalah :
- Kebutuhan kotor untuk setiap periode.
- Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan.
2. Lotting
Lotting adalah proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk
setiap item secara individual didasarkan pada kebutuhan bersih yang telah
dilakukan.
3. Offsetting
Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan
rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih.
4. Explosion
Proses explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat
jaringan distribusi yang lebih rendah.
DRP sangat berperan baik untuk sistem distribusi manufaktur yang integrasi
maupun sistem distribusi murni. Dengan kebutuhan persediaan time phasing pada
tiap level dalam jaringan distribusi, DRP memiliki kemampuan untuk memprediksi
suatu problem benar-benar terjadi. Sistem DRP bekerja berdasarkan penjadwalan
yang telah dibuat untuk permintaan di masa yang akan datang sehingga mampu
mengantisipasi perencanaan masa depan dengan perencanaan yang lebih dini pada
setiap level distribusi. Untuk organisasi manufaktur, yang memproduksi untuk
Keuntungan yang didapat dari penerapan metode DRP adalah :
1. Dapat dikenali saling ketergantungan persediaan distribusi dan manufaktur.
2. Sebuah jaringan distribusi yang lengkap dapat disusun, yang memberikan
gambaran yang jelas dari atas maupun dari bawah jaringan.
3. DRP menyusun kerangka kerja untuk pengendalian logistik total dari distribusi
ke manufaktur untuk pembelian.
4. DRP menyediakan masukkan untuk perencanaan penjadwalan distribusi dari
sumber penawaran ke titik distribusi.
Menurut Vollman (2006), untuk menyelesaikan DRP langkah langkah yang
diperlukan adalah
1. Menentukan kebutuhan bersuh adalah selisih kebutuhan kotor dengan persediaan
yang ada di tangan.
2. Menentukan jumlah pesanan (ukuran lot)
3. Penentuan jumlah pesanan pada setiap jaringan distribusi, didasarkan pada
kebutuhan bersih. Sistem penentuan jumlah pesanan yang dapat dugunakan
antara lain LFL, EOQ, dan FOQ.
4. Menentukan Bill of Distribution (BOD) dan kebutuhan kotor di setiap jaringan
distribusi, sedangakn kebutuhan kotor untuk setiap jaringan distribusi ditentukan
berdasarkan Planned Order Release jaringan distribusi.
5. Menentukan tanggal pemesanan adalah dengan menentukan saat yang tepat
2.2.2 Fungsi Distribution Requirement Planning
Distribusi Requirement Planning sangat berperan baik untuk sistem distribusi.
Dengan kebutuhannya persediaan time phasing pada tiap level jaringan distribusi.
DRP Sistem Distribution Requirement Planning bekerja berdasarkan penjadwalan
yang telah dibuat untuk permintaan di masa yang akan datang sehingga mampu
mengantisipasi perencanaan masa depan dengan perencanaan yang lebih dini pada
setiap level distribusi. Untuk organisasi manufaktur, yang memproduksi untuk
memenuhi persediaan serta untuk dijual melalui jaringan distribusinya sendiri.
Performansi dapat ditingkatkan dengan mengintegrasikan sistem MRP dan DRP
sekaligus.
(Richard J. Tersine, Fourth, Elsevler Science Publishing Co., Inc., hal. 465)
Gambar 2.2 Integrasi Distribusi dan Manufaktur.
Kedua sistem tersebut digabungkan melalui Master Distribution Schedulle
(MDS). Dimana DRP akan menyatukan jumlah permintaan yang harus dipenuhi
berdasarkan ramalan, yang akan dijadikan sebagai input untuk MDS. Dan selanjutnya
LD C LD C
R DC LDC
M DC
Kom ponen K omponen Komponen Sub
Assembly Komponen Komponen
DR P MR P
MP S Perencanaan Produksi Efisiensi
Produksi K ebutuhan
proyeksi kebutuhan produk jadi dari Master Production Schedulle (MPS) menjadi
input bagi MRP, yang akan menghitung kebutuhan komponen dan sub assembly yang
harus dipenuhi seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.10.
Keterangan :
MPS = Master Production Schedulle
MDC = Master Distribution Center
RDC = Regional Distribution Center LDC = Lower Distribution Center
Perencanaan horizon Distribution Requirement Planning seharusnya
sekurang-kurangnya sama dengan lead time kumulatif. Penjadwalan ulang dan
jaringan dilakukan secara periodik, biasanya sekurang-kurangnya sekali seminggu.
Menurut Green 1987, keuntungan yang didapat dari penerapan metode DRP adalah :
1. Dapat dikenali saling ketergantungan persediaan distribusi dan
manufaktur.
2. Sebuah jaringan distribusi yang lengkap dapat disusun, yang memberikan
gambaran yang jelas dari atas maupun dari bawah jaringan.
3. DRP menyusun kerangka kerja untuk pengendalian logistik total dari
distribusi ke manufaktur untuk pembelian.
4. DRP menyediakan masukan untuk perencanaan penjadwalan distrbusi dari
2.3 Penentuan Ukur an Lot dan Stock Pengaman
Penentuan ukuran lot dalam distribusi dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti frekuensi pengiriman, EOQ, ukuran kapasitas konsumen serta jumlah total
yang dibutuhkan.
Teknik-teknik penentuan ukuran lot diantaranya sebagai berikut :
1. EOQ
2. Lot For Lot (LFL)
3. Fixed Order Interval (FOI)
4. Periode Order Quantity (POQ)
5. Least Unit Cost
6. Least Total Cost
7. Part Periode Balancing
8. Wagner Within Algoritma
9. Fixed Periode Requirement
Beberapa faktor yang menentukan ukuran lot yaitu : (Indrajit, Eko &
Djokopranoto, Richardus, (2003), Grasindo- Jakarta. hal 246)
1. Ketentuan pemasok
2. Perhitungan ekonomis (EOQ)
3. Frekuensi pengiriman
4. Ukuran kontainer pengiriman
5. Total ukuran berat (tonase) atau volume (m3)
Dalam hal persediaan pengaman, perlu diperhatikan bahwa pengadaan
dengan sistem distribusi multitingkat. Dalam distribusi multitingkat, harus dihindari
adanya duplikasi penimbunan persediaan pengaman.
Ukuran lot tidak didasarkan pada minimum biaya penyimpanan dan biaya
pemesanan, bila biaya penyimpanan tidak diidentifikasikan baik secara marginal
ataupun incremental.
Kebutuhan stock pengaman dalam suatu sistem multi eselon berbeda untuk
tiap-tiap lokasi. Secara umum stock pengaman tidak dapat diasumsikan untuk semua
eselon, namun disentralisasikan untuk masing-masing eselon. Bila item tersebut
berharga mahal dengan demand yang relative murah, entralisasi stock pengaman
merupakan alternatif terbaik, sebaliknya bila item tersebut berharga atau mempunyai
biaya yang cukup rendah demand yang cukup tinggi, maka, alternatif terbaik adalah
desentralisasi stock pengaman pada level terendah untuk meningkatkan service level.
Formulasi stock pengaman adalah
S = B −DL
Dimana :
S : Stock Pengaman
B : Titik Reorder
D : Rata-rata Demand Harian
L : Lead Time
Penentuan titik reorder (B) yang digunakan untuk menentukan stock
mempertimbangkan tingkat servive level yang diinginkan. Formulasinya berdasarkan
tingkat service level yang digunakan.
Service level 95 %, artinya bahwa probabilitas 95 % dari permintaan tersebut
tidak akan melebihi dari permintaan selama periode masa tenggang. Dengan kata lain,
permintaan akan terpenuhi dalam 95%.
Resiko kehilangan biaya berkaitan erat dengan tingkat pelayanan. Tingkat
pelayanan sebesar 95% menunjukkan bahwa resiko kehabisan persediaan sebesar 5
%.
Tingkat Pelayanan = 100% - resiko kehabisan stock
(Rangkuti.F,(2004), PT. Raja Grafindo Persada - Jakarta)
Titik Reorder Tingkat Service Level
DL + 3,09 αD L 99.9 %
DL + 2,58 αD L 99.5 %
DL + 2,33 αD L 99 %
DL + 1,96 αD L 97.5 %
DL + 1,64 αD L 95 %
DL + 1,28 αD L 90 %
DL + 1,04 αD L 85 %
DL + 0,85 αD L 80 %
DL + 0,67 αD L 75 %
Tabel 2.8 Formulasi titik reorder berdasarkan Distribusi Normal Standart
Tabel di atas menunjukkan hubungan antara tingkat pelayanan dengan reorder
point. Misal kita menggunakan tingkat pelayanan 95 %, maka untuk menghitung
safety stock kita menggunakan rumus reorder point DL+1,64αD L, dan begitu
seterusnya.
Perhitungan untuk mencari persediaan pengaman dapat dengan menggunakan
deviasi standar, atau dapat langsung dengan menggunakan MAD. Perlu dicatat bahwa
perhitungan persediaan pengaman dengan menggunakan rumus standar deviasi ada
kekurangan, yaitu perhitungan standar deviasi menyangkut perhitungan perkalian,
pangkat, akar, dan cukup rumit. Untuk lebih mempermudah dalam perhitungan dapat
digunakan rumus MAD (mean absolute debviation). Formulasi MAD adalah :
Persediaan Pengaman = MAD X Faktor Pengaman
Keterangan :
- MAD = pemakain barang selama waktu pemesan.
- Faktor Pengaman = faktor keaman yang dihitung untuk MAD, yang
besarnya tergantung dari tingkat layanan.
Contoh perhitungan berikut ini akan lebih menjelaskan penggunaan rumus
tersebut. Berapa besarnya persediaan pengaman yang paling optimal apabila
ditetapkan bahwa tingkat layanan yang dikehendaki adalah 95% dan diketahui bahwa
jumlah pemakaian selama tiga puluh (30) kali waktu pemesanan, sebagai berikut :
10 3 18 10 10 7 13 13 17 17 17 17
satuan
MAD 5.2
30 156 30 ) 14 17 ( .... ) 13 14 ( ) 14 26 ( = = − + + − + − =
Sehingga, Deviasi Standar = 5.20 X 1.25 = 6.50 satuan
Jadi, Persediaan Pengaman = 5.20 X 2.06 = 10.7 = 11 satuan
2.3.1 Reorder Point System (ROP)
Dalam sistem ROP setiap pusat distribusi pada tingkat lebih rendah
meramalkan permintaan untuk produk guna melayani pelangganya, kemudian
memesan dari pusat distribusi pada tingkat lebih tinggi (main warehouse) apabila
kuantitas dalam stock pada pusat distribusi pada tingkat lebih rendah (branch
warehouse) mencapai ROP.
Sistem tarik dengan ROP menimbulkan Cascading effect, yaitu ; input ke
setiap tingkat adalah output dari tingkat atau tahap sebelumnya, sehingga
menyebabkan saling ketergantungan di antara tingkat-tingkat dalam sistem distribusi.
Pada dasarnya metode ROP merupakan suatu teknik pengisian kembali
inventori apabila total stock on-hand plus on-order jatuh atau berada dibawah titik
pemesanan kembali (reorder point = ROP). ROP merupakan metode inventori yang
menempatkan suatu pesanan untuk lot tertentu apabila kuantitas on-hand berkurang
sampai tingkat yang ditentukan terlebih dahulu yang dikenal sebagai titik pemesanan
kembali (ROP). ROP dihitung berdasarkan formula :
ROP = Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)
DLT = Permintaan Selama Waktu Tunggu (Demand During Lead Time)
SS = Stock Pengaman (Safety Stock)
Terdapat 4 (empat) factor yang menentukan ROP, yaitu :
1. Tingkat permintaan.
2. Waktu tunggu.
3. Ketidakpastian dalam tingkat permintaan dan waktu tunggu pengisian
kembali.
4. Kebijaksanaan manajemen berkaitan dengan tingkat pelayanan pelanggan
yang dapat diterima.
2.4 Distribusi Per sediaan
Distribusi adalah bagian yang bertangung jawab terhadap perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendaliaan aliran material dari produsen ke konsumen dengan
suatu keuntungan. Pergerakan / aliran material ini terdiri dari pasokan yang
merupakan pergerakkan dan penyimpanan bahan mentah dari pemasok ke pabrikan,
dan distribusi yang mempunyai pergerakkan barang jadi dari pabrik ke pelanggan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Gambar 2.3 Sistem Logistik
(Sumber : “Pengendalian Persediaan Suatu Pendekatan Kuantitatif”,Biegel, J.E, 1992)
Sumber : (Gasperz, Vincent, 2004, hal 291-292)
Sedangkan persediaan merupakan semua barang dan bahan yang dipakai
dalam proses produksi dan distribusi perusahaan.
Jadi distribusi persediaan adalah suatu aktifitas perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian proses produksi dan distribusi perusahaan dari produsen hingga sampai
ke konsumen untuk memperoleh suatu keuntungan.
Distribusi sangatlah penting, sebab pada umumnya pemasok pabrikan, dan
pelanggan yang potensial tersebar luas secara geografis dengan meluasnya pasar,
tentunya akan diikuti dengan peningkatan volume produksi, maka biaya pembelian
atau biaya produksi akan berkurang, sehingga akan meningkatkan keuntungan
perusahaan untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan sistem distribusi yang baik.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi adalah saluran distribusi,
jenis pasar yang akan dilayani, karakteristik produk, jenis transportasi yang
digunakan.
2.4.1 Timbulnya Per sediaan
Sebab-sebab diperlukannya persediaan dalam suatu sistem, baik sistem
manufaktur maupun non manufaktur dapat diklasifikasikan ke dalam lima alasan
antara lain :
1. Faktor Waktu
Bila jangka waktu pengiriman bahan relatif lama. Dalam suatu proses
produksi, pengiriman material dari supplier, pemeriksaan bahan baku, pembuat
produk dan pengiriman ke konsumen melalui persediaan perusahaan dapat
2. Faktor Ketidakseimbangan
Seringkali jumlah yang dibeli lebih besar dari pada yang dibutuhkan.
Kerena membeli dalam jumlah yang besar pada umunya lebih ekonomis/murah,
sehingga sebagian bahan/barang yang belum digunakan disimpan sebagai
persediaan.
3. Faktor yang tidak pasti
Persediaan menjadikan perusahaan memiliki “rasa aman” terhadap
kejadian-kejadian yang tidak di harapkan dan tidak terencana. Apabila terjadi kesalahan
dalam perkiraan, pengiriman yang tertunda, kerusakan mesin dan kondisi alam
yang tidak pasti, maka pemenuhan kebutuhan bahan baku dapat dilakukan dengan
menggunakan persediaan yang telah ada.
4. Faktor ekonomi
Faktor ini dapat memberikan alternatif pengurangan biaya karena adanya
persediaan, perusahaan dapat membeli bahan baku ataupun berproduksi pada
tingkat yang menguntungkan. Pembelian bahan baku pada tingkat tertentu dapat
menghasilkan discount. Persediaan juga mampu untuk menstabilkan kebutuhan
mesin maupun manusia di suatu proses produksi.
5. Faktor keuntungan
Keinginan melakukan spekulasi untuk mendapatkan keuntungan besar dari
kenaikan harga barang di masa mendatang.
2.4.2 Fungsi Per sediaan
Persediaan mempunyai beberapa fungsi dalam memenuhi kebutuhan,
diantaranya adalah sebagai berikut (Sofyan Assauri, 1993, hal. 219) :
1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang
dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan.
3. Untuk menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat
digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pasaran.
4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus
produksi.
5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal.
6. Memberikan pelayanan (service) kepada langganan dengan sebaik-baiknya,
dimana keinginan langanan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan
jaminan tetap tersedianya barang jadi tersebut.
7. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau
penjualannya.
2.4.3 J enis Per sediaan
Persediaan dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu:
a. Persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu persediaan dari barang-barang
sumber-sumber alam atau dibeli dari supplier yang menghasilkan bahan baku
bagi perusahaan yang menggunakannya.
b. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process) yaitu
persediaan barang-barang yang keluar dari tiap proses yang kemudian diproses
kembali menjadi barang jadi.
c. Persediaan barang-barang pembantu atau perlengkapan (supplier stock) yaitu
persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi untuk
membantu menghasilkan produk tetapi tidak merupakan bagian komponen dari
barang jadi.
d. Persediaan komponen produk (components stock) yaitu persediaan barang-barang
yang terdiri dari komponen-komponen diterima dari perusahaan lain, yang dapat
secara langsung di-assembling dengan komponen lain, tanpa melalui proses
produksi sebelumnya
e. Persediaan barang jadi (finished good stock) yaitu persediaan barang-barang yang
telah selesai diproses dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan
lain.
2.4.4 Biaya-biaya Dalam Sistem Per sediaan
Tujuan dari adanya pengaturan persediaan adalah untuk menentukan bahan
baku dan barang jadi pada jumlah yang tepat, waktu yang tepat, dan biaya rendah,
untuk itu ada empat parameter yang perlu diperhatikan :
1. Biaya Pembelian (purchasing cost)
Biaya pembelian adalah biaya yang keluarkan untuk membeli barang.
Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan
harga satuan.
Biaya pembelian manjadi faktor penting ketika harga yang tergantung pada
ukuran pembelian. Situasi ini akan diistilahkan sebagai quantity discount atau
price break, dimana harga barang perunit akan turun bila jumlah barang yang
dibeli meningkat. Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya
pembelian ini tidak dimasukkan kedalam total biaya sistem persediaan karena
diasumsikan bahwa harga barang per unit tidak dipengaruhi oleh jumlah barang
yang dibeli sehingga komponen biaya pembelian untuk periode waktu tertentu
(misalnya 1tahun) konstan akan hal ini tidak akan mempengaruhi jawaban
optimal tentang berapa banyak barang yang harus disimpan.
2. Biaya Pengadaan (procurement cost)
Biaya pengadaan dibedakan atas dua jenis sesuai asal usul barang, yaitu biaya
pemesanan (Ordering Cost) bila barang yang diperlukan diperlukan diperoleh
dari pihak luar (Supplier) dan biaya pembuatan (Setup Cost) bila barang
3. Biaya Pemesanan (ordering cost)
Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk
mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya menentukan pemasok
(Supplier), pengetikan pesanan, pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya
pengiriman dan seterusnya. Biaya ini di asumsikan konstan untuk setiap kali
pesan.
4. Biaya Penyimpanan (holding cost/carrying cost)
Biaya penyimpanan yaitu semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan
barang atau biaya yang diperlukan untuk mengadakan dan memelihara
persediaan. Biaya penyimpanan terdiri dari :
(“Manajemen Persediaan”,Yamit, Z., 2005)
2.4.5 Sistem Persediaan Demand Independent : Model Deterministik
Dalam sistem persediaan demand independent model deterministik terdiri dari
sistem economic order quantity (EOQ) single item dan economic order quantity
(EOQ) multi item.
2.4.5.1 Sistem Economic Order Quantity (EOQ) Single Item
Ukuran dari sebuah order yang meminimumkan total biaya persediaan
dikenai sebagai Economic Order Quantity (EOQ). Model persediaan klasik dari EOQ
(Richard J. Tersine, 1994, 4 th, hal 93).
Gambar 2.4 Model Persediaan Klasik
Dimana :
Q = Ukuran lot
Q/2 = Rata - rata persediaan
B = Titik order kembali
ac = ce = Interval antar order
ab = cd = ef = lead time
Model persedian yang paling sederhana ini memakai asumsi-asumsi
sebagai berikut:
1. Hanya satu item produk yang diperhitungkan.
2. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui.
3. Produk yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia.
4. Lead Time bersifat konstan.
5. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat
digunakan.
6. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan
7. Tidak ada quantity discount.
Dengan tidak mengijinkan stock out, total biaya persediaan digambarkan pada
Gambar 2.2. dan formulasinya adalah:
n Penyimpana B Pemesahan B Pembelian B Annual Biaya
Total = + +
( )
2 HQ Q CR RP QTC = + +
Dimana:
R = Permintaaan tahunan dalam unit
P = Biaya pembelian dari sebuah item
C = Biaya pemesanan tiap kali pesan
H - PF = Biaya penyimpanan per unit per tahun
Q = Ukuran lot atau besarnya order dalam unit
F = Fraksi biaya penyimpanan
Untuk mendapatkan ukuran lot dengan biaya minimum (EOQ), diturunkan
total biaya annual terhadap ukuran lot (Q) dan semakin mendekati hasil nol.
0 Q CR 2 H dQ dTC 2 = − =
Sehingga didapat formulasi EOQ
PF 2CR H
2CR
Q*= =
Setelah EOQ diketahui, dapat ditentukan ekspektasi jumlah order m :
2C HR *
Q R
Rata-rata tenggang waktu antar order T, formulasinya :
HR 2C m
* Q m
1
T= = =
Titik pemesanan kembali (reorder point) didapatkan dengan menentukan
demand yang akan terjadi selama priode Lead Time. Jika Lead Time L dinyatakan
dalam bulan, formulasi titik order :
12 RL
B=
Jika Lead Time dinyatakan dalam minggu, formulasinya :
52 RL
B=
Total biaya minimum didapatkan dengan mensubsitusikan nilai Qo pada Q
dalam pemesanan total biaya mannual :
( )
Q* PR HQ*TC = +
Richard J. Tersine, 1994, 4 th, Prentice hal 94.
2.4.5.2 Economic Order Quantity (EOQ) Multi Item
Model ini merupakan model EOQ untuk pembelian bersama (Joint Purchase)
beberapa jenis item, dimana asumsi-asumsi yang dapat dipakai adalah :
a. Tingkat permintaan untuk setiap jenis item bersifat konstan dan diketahui
dengan pasti, lead time juga diketahui dengan pasti. Oleh karena itu, tidak ada
stock out maupun biaya stock out.
b. Lead timenya sama untuk semua item, dimana semua item yang dipesan akan
datang pada satu titik waktu yang sama untuk setiap siklus.
c. Holding cost, harga per-unit (unit cost) dan ordering untuk setiap item
diketahui.
Penentuan rumus EOQ untuk kasus joint purchase diperoleh dengan
menderivasi biaya total persediaan yang, terdiri dari total ordering cost dan total
holding cost selama periode tertentu, dimana :
(
)
∑
+∑
=
Rpi
Q D ki K
Cost Ordering Total
Dimana :
K = Biaya pemesanan yang tidak tergantung jumlah item
ki = Biaya pemesanan tambahan karena adanya penambahan item-i
kedalam pesanan
d1 = Biaya selama periode tertentu untuk item-i
D = Biaya yang diperlukan selama periode tertentu untuk semua itu
Q*Rp = EOQ optimal untuk ukuran lot terpadu dalam "nilai" rupiah
Total holding cost dapat diformulasikan :
∑
= QRpi
2 h Cost Holding Total Sehingga :
(
)
∑
∑
+∑
+ = Rpi RPi Q 2 h Q D ki K TCNilai EOQ optimal dapat dirumuskan :
(
)
h ki K Rpi *Q = +
∑
EOQ untuk masing-masing item dalam unit dirumuskan:
i i C Rp * Q Q =
Frekuensi pemesanan yang terjadi setiap periode dirumuskan:
D Rp * Q f 1 *
T = =
Sumber : (Nasution, A. H., 2004, Hal 235-236)
2.4.6 Sistem Produksi Tipe Batch
Dalam sistem produksi tipe batch terdiri dari Economic Production Quantity
2.4.6.1 Economic Production Quantity (EPQ) Single Item
Dalam sistem EPQ prosedur yang digunakan hampir sama dengan EOQ
dengan pengecualian bahwa biaya pemesanan digantikan biaya set-up. Yang
dimaksud dengan biaya set-up adalah biaya yang diperlukan untuk mempersiapkan
equipment atau stasiun kerja untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
EPQ dalam pemakaian terjadi pada perusahaan yang pengadaan bahan baku
atau komponennya dibuat sendiri oleh perusahaan. Karena pengadaannya dibuat
sendiri, maka instaneousy seperti model EOQ tidak berlaku. Dalam hal ini, tingkat
produksi perusahaan untuk membuat bahan baku (komponen) diasumsikan lebih
besar daripada tingkat pemakaiannya. Tujuan dari model EPQ ini adalah menentukan
berapa jumlah bahan baku (komponen) yang diproduksi, sehingga meminimasi biaya
persediaan yang terdiri dari biaya set-up produksi dan biaya penyimpanan.
Richard J. Tersine, 1994, hal 122.
Dimana :
p = Rate Produksi
r = Rate Demand (r < p)
tp = Periode Waktu Produksi
Qt = tp (p – r) = Persediaan Maksimum
( )
[
]
[
( )
]
Rata rataPersediaan2 r p Q 2 r p t Q p p 2
1 = −
− = − =
p – r = Rate Penambahan Persediaan
B = Titik Reorder
L = Lead Time
Dengan tidak mengijinkan terjadinya stock out, fonnulasi total biaya
persediaan annual adalah :
( )
(
)
p 2 r p HQ Q CR RP Q TC n Penyimpana B up -Set B produksi B annual biaya Total − + + = + + =Dimana :
R = Permintaan Tahunan dalam unit
P = Biaya Produksi per Unit
Q = Economic Production Quantity (EPQ)
C = Biaya set – up setiap running produksi
H = Biaya Simpan per unit per tahun
Dengan menurunkan total biaya annual terhadap order produksi (EPQ) dan
( )
(
)
0 p 2 r p HQ Q CR dQ Q dTC 2 = − + − =Didapatkan formulasi Economic Production Quantity :
(
p r)
H CRp 2 * Q − =
Bila terdapat N hari kerja dalam setahun maka :
p * Q optimal produksi running
Waktu =
Titik reorder produksi
rL N RL
B= =
Dimana :
L = Waktu Set-up produksi dan yang dijadwalkan
R = Rate Demand Harian
Formulasi total biaya annual minimum :
( )
(
)
p r p * HQ PR * QTC = + −
Sumber : (Richard J. Tersine, 1994, , hal 121).
2.5 Peramalan
Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di
masa akan datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu,
dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa.
Dalam kondisi pasar bebas, permintaan pasar lebih bersifat kompleks dan dinamis
teknologi, produk pesaing, dan produk subtitusi. (Nasution, A. H., 2004, Hal
235-236).
Sasaran peramalan dapat di kategorikan berdasar jangka waktunya ke dalam
sasaran jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek, dan segera. (baroto,teguh,
2002, Hal 22).
Peramalan biasanya diklasifikasikan berdasarkan horison waktu masa depan
yang dicakupnya. Horizon waktu terbagi atas beberapa kategori :
a) Peramalan jangka pendek.
Permalan ini mencakup jangka waktu hingga 1 tahun tetapi, umumnya kurang
dari 3 bulan. Peramalan ini digunakan untuk merencanakan pembelian,
penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugsan kerja, dan tingkat produksi.
b) Peramalan jangka menengah.
Peramalan jangka menengah atau Intermediate, umumnya mencakup hitungan
bulanan hingga 3 tahun. Peramalan ini berguna untuk merencanakan penjualan,
perencanaan dan anggaran produksi, anggaran kas, dan menganalisis
bermacam-macam rencana operasi.
c) Peramalan jangka panjang.
Umumnya untuk perencanaan masa 3 tahun atau lebih. Peramalan jangka
panjang digunakan untuk merencanakan produk baru, pembelanjaan modal,
lokasi atau pengembangan fasilitas, serta penelitian dan pengembangan
(Litbang).
Terdapat dua jenis model peramalan yang utama, yaitu: model deret berkala
dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel atau kesalahan masa lalu.
Tujuan metode peramalan deret berkala seperti itu adalah dengan menemukan pola
dalam deret historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan.
Model kausal di pihak lain mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan
menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel bebas.
Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala (time series) yang tepat
adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat
dengan pola tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis
(Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 10 ) :
1. Pola Horizontal (H)
Terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan.
Deret seperti itu adalah “stasioner” terhadap nilai rata-ratanya. Suatu produk yang
penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk
kedalam jenis ini.
(Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 10 )
wakt Y
2. Pola Musiman (S)
Terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal
tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu). Penjualan dari
produk seperti minuman ringan, es krim, dan bahan bakar pemanas ruang
semuanya menunjukkan jenis pola ini.
(Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 10 )
Gambar 2.8 Pola Data Musiman Kuartalan
3. Pola Siklis (C)
Terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang
seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk seperti mobil,
baja, dan peralatan utama lainnya menunjukkan jenis pola ini.
(Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 10 )
Gambar 2.9. Pola Data Siklus
S S F W S S F W S S F W
1972 73 74 75 76 77 78 79 80 81 waktu
Y 4. Pola trend (T)
Terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang
dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional (GNP) dan
berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti suatu pola trend selama
perubahannya sepanjang waktu.
(Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 10 )
Gambar 2.10. Pola Data Trend
Banyak deret data mencakup kombinasi dari pola-pola di atas. Metode
peramalan yang dapat membedakan setiap pola harus dipakai bila diinginkan adanya
pemisahan komponen pola tersebut. Demikian pula, metode alternatif dapat
digunakan untuk mengenal pola dan mencocokkan data secara tepat sehingga nilai
mendatang dapat diramalkan.
Metode peramalan kualitatif atau teknologis, di lain pihak, tidak memerlukan
data yang serupa seperti metode peramalan kuantitatif. Input yang dibutuhkan
tergantung pada metode tertentu dan biasanya merupakan hasil dari pemikiran
intuitif, perkiraan (judgment), dan pengetahuan yang telah didapat. Pendekatan
khusus. Metode teknologis dibagi menjadi dua bagian, yaitu metode eksploratoris
dan normatif. Metode eksploratoris (seperti Delphi, kurva-S, analogi, dan penelitian
morfologis) dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan
bergerak ke arah masa depan secara heuristik, seringkali dengan melihat semua
kemungkinan yang ada. Metode normatif, seperti matriks keputusan, pohon relevansi
(relevance trees), dan analisa sistem dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan
yang akan datang, kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat
dicapai, berdasarkan kendala, sumberdaya, dan teknologi yang tersedia.
Ramalan teknologis terutama digunakan untuk memberikan petunjuk, untuk
membantu perencana dan untuk melengkapi ramalan kuantitatif, bukan untuk
memberikan suatu ramalan numerik tertentu. Karena sifat dan biayanya, ramalan
kuantitatif digunakan sangat eksklusif untuk keadaan jangka menengah dan panjang
seperti perumusan strategi, pengembangan produk dan teknologi baru, dan
pengembangan rencana jangka panjang.
2.5.1 Prinsip-Pr insip Dalam Menggunakan Peramalan Per mintaan
Pengelolaan dan strategi logistik dapat dilakukan secara efektif apabila
dilandasi oleh beberapa prinsip penggunaan peramalan. Prinsip-prinsip ini secara
singkat dapat dijelaskan sebagai berikut. Sebelum hal tersebut di bicarakan lebih
lanjut, perlu disadari bahwa yang sedang dibicarakan adalah mengenai suatu
peramalan, bukan suatu kepastian. Oleh karena itu, perlu di ingat hukum pertama dan
prinsip-prinsip peramalan di letakkan. (Indrajit, Eko & Djokopranoto, Richardus,
(2003), Grasindo- Jakarta. hal 364-365)
1. Peramalan yang baik pun masih memungkinkan kesalahan yang signifikan.
2. Peramalan memerlukan monitor dan perhitungan perkiraan kesalahan.
3. Ketidakpastian, yang mungkin besar, harus selalu diantisipasi dan diperhitungkan.
4. Semua sistem peramalan selalu didasari oleh model yang bersifat implisit atau
eksplisit.
5. Peramalan sering kali juga didasarkan atas peramalan agregat yang perlu
dipecah-pecah menjadi komponen produk, letak geografis, atau komponen-komponen
lain.
2.5.2 Metode Peramalan
Di dalam perencanaan produksi untuk suatu perusahaan perlu diketahui adanya
unsur utama, yaitu peramalan produksi dan perkiraan produksi. Penyusunan
perencanaan produksi tanpa dilengkapi dengan peramalan dan perkiraan produksi
akan menjadi suatu perencanaan produksi yang kurang lengkap. Metode peramalan
merupakan suatu metode atau teori pendekatan kemungkinan akan terjadinya suatu
kejadian di masa yang akan datang dengan menganalisa keadaan di waktu-waktu
yang lalu. Penyusunan peramalan yang berdasarkan pada data historis yang ada
seringkali menggunakan trend untuk melaksanakan perhitungan peramalan penjualan
a. Model Peramalan Kualitatif
Peramalan kualitatif umumnya bersifat subyektif, dipengaruhi oleh intuisi,
satu orang dengan orang yang lain dapat berbeda. Meskipun demikian, peramalan
dengan model kualitatif tidak berarti hanya menggunakan intuisi, tetapi seringkali
mengikutsertakan model-model statistik sebagai bahan masukan dalam judgement
(pendapat, keputusan) dan dapat dilakukan secara perseorangan maupun kelompok.
Dalam peramalan secara kualitatif ada 4 metode yang umum dipakai :
1. Juri Opini Eksekutif
2. Metode Delphi
3. Gabungan Tenaga Penjualan
4. Survey Pasar.
c. Model Peramalan Kuantitatif
Peramalan Kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi berikut :
(Spyros M, Steven C, Victor E,1995, hal. 8)
a. Tersedia informasi tentang masa lalu.
b. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.
c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di
masa mendatang.
Model kuantitatif dapat dipergunakan dalam prakiraan, pada dasarnya dapat
dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu metode deret berkala (time series) dan metode
regresi atau kausal (Spyros M, Steven C, Victor E, 1995, hal. 9) :
1. Metode Time Series
Merupakan metode dimana pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai
deret berkala seperti itu adalah dengan menemukan pola dalam deret historis dan
mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan. Langkah penting dalam
memilih suatu metode time series yang tepat adalah dengan mempertimbangkan
jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan pola tersebut dapat
diuji.
2. Metode Kausal
Dengan mengasumsikan bahwa faktor yang diperkirakan/diramalkan
menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel
bebas. Maksud dari model kau