KEGIATAN TAMBANG INKONVENSIONAL (TI)
DAN KETERKAITANNYA TERHADAP BENTOS
DI PERAIRAN MANGGAR, BELITUNG TIMUR
R A D I S H O
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pendugaan Pencemaran Perairan Akibat Kegiatan Tambang Inkonvensional (TI) dan Keterkaitannya terhadap Bentos di Perairan Manggar, Belitung Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2009
Radisho
RADISHO. Prediction of Waters Pollution Due to Unconventional Tin Mining (TI) and Its Relation with Benthos in Manggar Waters, East Belitung. Under supervised by D. DJOKOSETIYANTO and ASIKIN DJAMALI.
Unconventional tin mining (TI) has been taking place in East Belitung since several years ago. It has generated environmental quality declining especially for waters environment. The research aims to identify waters quality characteristic (water body and sediment); community structure of aquatic biota (benthos), spatial distribution of physics chemical characteristic and the effect to benthos abundance. According to the observation result, in general, the waters characteristic condition still fulfill the quality standard except the concentration of phosphate, nitrate, ammonia and some metals concentration (Cu, Pb, Hg, and Fe). Sediment texture in river dominated by silt and clay, and in offshore dominated by sand texture. Concentration of Pb and As heavy metals at those observation stations exceeded the quality standard referenced to The Canadian Council of Minister of the Environment. Spatially, concentration distribution of Fe, Al, Cu, Zn, Pb, Cd, and As in general are high in the observation station of Manggar River (upstream until downstream). The highest concentration of Fe, Al, Cu, Zn, and Pb heavy metals was found in the station 15 (upstream) nearby with the unconventional tin mining activities.
RADISHO. Pendugaan Pemcemaran Perairan Akibat Kegiatan Tambang Inkonvensional (TI) Dan Keterkaitannya Terhadap Bentos di Perairan Manggar, Belitung Timur. Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO dan ASIKIN DJAMALI.
Salah satu sumber daya alam potensial di Kabupaten Belitung Timur adalah sumber daya mineral (timah). Potensi timah tersebar di seluruh Pulau Bangka, Belitung dan pulau-pulau kecil lainnya. Selain itu, potensi timah juga tersebar di dasar laut yang menghubungkan pulau-pulau tersebut. Pertambangan timah merupakan salah satu sumber daya andalan yang berkonstribusi bagi PAD (pendapatan asli daerah). Memasuki era otonomi daerah, kabupaten ini telah memasuki era baru dengan tidak lagi menjadikan timah sebagai primadona perekonomian daerah. Namun demikian kegiatan pertambangan timah masih tetap dilakukan oleh masyarakat sekitar terutama di sekitar lokasi bekas PT Timah. Aktivitas pertambangan timah inkonvensional (TI) mulai meningkat sejak tahun 1998. Secara ekonomi, kegiatan TI menciptakan keuntungan dan penyerapan tenaga kerja. Namun menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya kerusakan lingkungan. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui karakteristik kualitas perairan (badan air dan sedimen) di sekitar lokasi penambangan timah inkonvensional; mengetahui struktur komunitas bentos; menganalisis sebaran spasial karakteristik fisik kimia air dan sedimen; menganalisis kualitas fisik kimia sedimenterhadap kelimpahan bentos.
Penelitian dilakukan terhadap kondisi oseanografi, kualitas badan air, kualitas sedimen, dan bentos. Metode penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu mempertimbangan kondisi daerah penelitian. Pengambilan contoh air, sedimen, dan bentos dilakukan pada 15 lokasi stasiun pengamatan yang dikelompokkan 3 lokasi, yaitu perairan sungai (sekitar lokasi penambangan), estuari (pantai) dan lepas pantai. Parameter kualitas air laut dan sungai dianalisis secara tabulasi dan deskriptif serta dibandingkan dengan baku mutu sesuai KepMenLH No. 51 tahun 2004 dan PP RI No. 82 tahun 2001. Hasil analisis tekstur sedimen (pasir, debu dan liat) dikelompokkan kedalam segitiga tekstur. Konsentrasi logam berat dan pH pada sedimen dianalisis secara tabulasi dan deskriptif. Indeks keragaman, keseragaman, dan dominansi bentos dikategorikan sesuai Shannon-Wiener (1949) dalam Krebs (1989) dan Odum (1996).
Analisis keterkaitan untuk mengetahui hubungan antara komponen fisik kimia sedimen dengan kelimpahan bentos, dan konsentrasi elemen logam dengan ukuran butiran tekstur sedimen menggunakan analisis regresi dan korelasi. Sebaran spasial karakteristik fisik kimia air dan sedimen antar stasiun pengamatan digunakan pendekatan analisis komponen utama (principle component analysis) (Bengen, 2000). Analisis komponen utama dilakukan dengan menggunakan software Minitab versi 14.
7,6 (DISHIDROS, 2006). Berdasarkan tipe pasang surut tersebut, maka lokasi penelitian dicirikan dengan sekali pasang dan sekali surut dalam sehari. Hasil pengukuran arah dan kecepatan arus di lokasi penelitian menunjukkan arus permukaan lebih kuat dari arus dasar. Kecepatan arus permukaan berkisar 11,41 – 51 cm/detik, sedangkan arus dasar berkisar 10,06-32,21 cm/detik.
Kondisi karakteristik fisik kimia perairan secara umum masih tergolong normal dan memenuhi baku mutu kualitas air laut sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 untuk air sungai. Namun untuk konsentrasi fosfat, nitrat, amoniak, dan beberapa unsur logam seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), dan air raksa (Hg) telah melebihi baku mutu perairan laut.
Suhu permukaan perairan berkisar antara 28,9 – 29,8 OC dengan suhu perairan maksimal ditemukan di stasiun 1 (lepas pantai). Kecerahan perairan berkisar antara 26,7-71,4 % dari kedalaman perairan. Kecerahan cenderung meningkat dari muara sungai ke lokasi yang jauh dari pantai dan tidak dilalui jalur pelayaran kapal. Nilai TSS berkisar antara 20-34 mg/L dengan nilai tertinggi ditemukan pada stasiun 8 yang terletak di pantai dan dilalui jalur pelayaran kapal nelayan.
Salinitas di lokasi penelitian berkisar antara 32,64 – 33, 28 O/oo dengan rata-rata sebesar 33 O/oo. Nilai salinitas tertinggi ditemukan di stasiun 4 dan terendah di stasiun 1. Nilai pH di lokasi penelitian masih memenuhi baku mutu yaitu berkisar 8,00-8,17 dengan nilai tertinggi ditemukan di stasiun 1 yaitu perairan lepas pantai dan berdekatan dengan pulau-pulau kecil (Pulau Memperak dan Bakau). Nilai pH perairan di lokasi penelitian tergolong normal dan tidak terpengaruh limbah akibat aktivitas tambang inkonvensional yang memiliki pH cenderung rendah (asam). Kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian berkisar antara 4,03-4,15 mg/l. Kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian umumnya merata dengan nilai rerata sebesar 4,10 mg/l. Kandungan fosfat, nitrat, dan amoniak di lokasi penelitian tergolong tinggi dan berada di atas baku mutu kualitas air laut. Hal ini diduga adanya pengaruh pembuangan limbah bahan organik dari aktivitas penduduk di daratan. Kandungan fosfat, nitrat, dan nitrit tertinggi ditemukan di stasiun 5 (perairan sekitar pantai Burung Mandi) namun demikian kandungan amoniak tergolong rendah.
Karakteristik logam berat perairan di lokasi penelitian meliputi Fe, Cu, Zn, Pb, Cd, dan Hg. Konsentrasi Cu, Pb, dan Hg telah melebihi baku mutu kualitas air laut. Bahkan kandungan Cu telah melebihi baku mutu di 15 stasiun pengamatan. Konsentrasi tembaga (Cu) di perairan lokasi penelitian berkisar 0,035-0,073 mg/l dengan konsentrasi tertinggi di stasiun 14 (Sungai Manggar) dan terendah di stasiun 6 (perairan pantai). Bila dibandingkan dengan baku mutu kualitas air laut, maka konsentrasi Cu telah melebihi baku mutu. Tingginya konsentrasi Cu diduga adanya masukan dari Sungai Manggar yang diduga telah terkontaminasi konsentrasi Cu akibat aktivitas pertambangan timah di daratan.
stasiun 1 dan stasiun 2 yang berada jauh dari pantai juga memiliki konsentrasi Pb yang melebihi baku mutu, masing-masing sebesar 0,031 mg/l dan 0,019 mg/l. Tingginya konsentrasi di perairan sungai dan perairan pantai diduga akibat aktivitas pertambangan timah inkonvensional yang masih berjalan. Konsentrasi Pb di perairan kolong tambang timah di Bangka tidak memenuhi baku mutu kelas I, II, dan II (PP No. 82 Tahun 2001) dengan konsentrasi 0,1-0,5 mg/l (Brahmana
et al., 2004).
Konsentrasi merkuri (Hg) berkisar antara <0,001-0,053 mg/l. Pada stasiun 5, 6, 8, 9, 11, 13, 14, dan 15 masih memenuhi baku mutu dengan konsentrasi <0,001 mg/l. Sementara pada stasiun 2, 3, 4, 7, dan 12 telah melebihi baku mutu kualitas air laut. Stasiun 12 berada di perairan sungai yang berdekatan dengan pelabuhan kapal. Konsentrasi seng (Zn) berkisar 0,003-0,010 mg/l. Konsentrasi Zn di semua lokasi pengamatan tergolong masih dibawah baku mutu yang ditetapkan. Konsentrasi logam besi (Fe) di stasiun pengamatan umumnya tidak memenuhi baku mutu Kelas I (sekitar 60%). Konsentrasi Fe berkisar antara 0,090-0,993 mg/l dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di stasiun 13 (Sungai Manggar) dan terendah di stasiun 2 (lepas pantai). Tingginya konsentrasi Fe di perairan sungai dan pantai diduga adanya masukan limbah dari daratan dikarenakan meningkatnya erosi tanah.
Berdasarkan hasil analisis korelasi, parameter yang memiliki korelasi yang nyata (<5%) adalah pH terhadap oksigen terlarut dan kecepatan arus (korelasi positif); oksigen terlarut dan nitrat (korelasi negatif); oksigen terlarut dan arah arus (korelasi positif). Sementara nitrit berkorelasi negatif dengan amoniak. Korelasi positif menunjukkan hubungan antar parameter berbanding lurus dan hubungan negatif menunjukkan sebaliknya.
Tekstur sedimen di Sungai Manggar didominasi oleh jenis liat dan debu, di pantai dan lepas pantai didominasi oleh pasir. Nilai pH sedimen tergolong normal (tidak asam) dan tidak berbeda jauh dengan kondisi pH perairan. Hal ini mengindikasikasikan bahwa pengaruh kegiatan pertambangan timah inkonvensional di darat tidak mempengaruhi pH sedimen perairan baik sungai, pantai maupun ke lepas pantai. Konsentrasi Fe pada sedimen berkisar antara 180-14.651 mg/kg. Konsentrasi Al berkisar antara 273-29.841 mg/kg dengan rata-rata sebesar 7.550 mg/kg. Konsentrasi Cu, Zn, Pb, Cd, dan As masing-masing berkisar antara 0-10,5 mg/kg; 0,49-47,0 mg/kg; 0,50-34,2 mg/kg; 0,001-0,065 mg/kg; dan 0,80-28,3 mg/kg. Konsentrasi logam berat tersebut umumnya tinggi pada stasiun pengamatan di Sungai Manggar. Konsentrasi logam Fe, Al, Cu, Zn, dan Pb tertinggi ditemukan pada stasiun 15 (hulu sungai). Kondisi ini diduga adanya konstribusi kegiatan di darat terutama pertambangan timah (TI). Berdasarkan The Canadian Council of Minester of the Environment, maka konsentrasi logam Pb sebagian telah melebihi baku mutu. Kondisi ini ditemukan pada stasiun 13 dan stasiun 15 (perairan Sungai Manggar). Sementara konsentrasi logam As, ditemukan melebihi baku pada 10 stasiun pengamatan yaitu di perairan sungai dan sebagian di perairan pantai dan lepas pantai.
Kumulatif kedua komponen utama tersebut adalah 86,3%. Dengan demikian kedua variabel baru sudah dapat menjelaskan 86,3% dari total variabilitas 12 variabel (karakteristik fisik kimia sedimen). Berdasarkan hasil korelasi tersebut memperlihatkan bahwa pada sumbu PC1 (negatif) adanya korelasi yang cukup besar antara logam berat Cu, Zn, Pb, dan Al dengan substrat liat dengan konstribusi sebesar 11,7%, 9,3%, 9,8%, 6%, dan 7,1%. Sementara pada sumbu PC1 (positif), korelasi terjadi antara variabel pH, tekstur pasir, dan Se dengan konstribusi sebesar 35,6%, 47,1%, dan 35,6%. Berdasarkan penyebaran stasiun pengamatan pada komponen utama pertama (PC1) dan komponen utama kedua (PC2) diperoleh 6 pengelompokan stasiun pengamatan yaitu kelompok I (13, 14, dan 15), II (7, 8, 9, dan 10), III (4, 6, dan 12), IV (1, 2, dan 11), V (5), dan VI (3).
Karakteristik sedimen sangat berpengaruhi nyata terhadap konsentrasi logam berat dalam sedimen. Hasil analisis korelasi pearson memperlihatkan bahwa tekstur liat sangat berkorelasi nyata terhadap konsentrasi Fe, Al, Cu, Zn, dan Pb dengan P-value sebesar 0,000 (<0,01). Sementara korelasi yang sangat nyata antar logam berat sendiri yaitu Fe terhadap Al, Cu, Zn, dan Pb dengan P-value sebesar 0,000. Al juga berkorelasi sangat nyata terhadap Cu, Zn, dan Pb.
Bentos yang teridentifikasi terdiri atas 16 species yang termasuk dalam marga Polychaeta, Crustacea, Gastropoda, dan Pelecypoda. Pada stasiun pengamatan sungai yang diduga tercemar kegiatan pertambangan timah inkonvensional di darat (stasiun 12, 13, 14, dan 15) ditemukan species
Lumbriculus sp., Paranoies sp., Sigambra sp., Leptochelia sp., dan Solen sp. Pada stasiun pengamatan di perairan pantai teridentifikasi species Lumbriculus sp.,
Nephtys sp., Ophelina sp., Paralacydonia sp., Amphilisca sp., Pinnotheres sp.,
Terebra sp., Tellina sp., Donax sp., Chione sp. dan Macona sp. Sementara di lepas pantai ditemukan species Nephtys sp., Cirratullus sp., dan Tellina sp. Jumlah individu per stasiun pengamatan berkisar antara tidak ditemukan hingga 6 species dengan jumlah species terbanyak ditemukan di stasiun 4. Keanekaragaman jenis bentos tergolong rendah hingga sedang dengan indeks keanekaragaman sebesar 0-2,56. Keaneragaman tertinggi ditemukan pada stasiun 4 (Perairan Pantai Burung Mandi). Kelimpahan bentos berkisar antara 0-702 ind/m2, kepadatan tertinggi ditemukan di stasiun 3 (perairan lepas pantai).
Berdasarkan analisis korelasi dan regresi tersebut, jenis tekstur yang berpengaruh terhadap kelimpahan bentos adalah jenis debu (fine sediment) dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 44,2 % dan P-value sebesar 0,007 (<0,01). Sementara karakteristik kimia sedimen yang meliputi pH, Fe, Al, Cu, Zn, Pb, Cd, Se, dan As tidak berpengaruh nyata terhadap kelimpahan bentos.
@Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KEGIATAN TAMBANG INKONVENSIONAL (TI)
DAN KETERKAITANNYA TERHADAP BENTOS
DI PERAIRAN MANGGAR, BELITUNG TIMUR
R A D I S H O
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KEGIATAN TAMBANG INKONVENSIONAL (TI)
DAN KETERKAITANNYA TERHADAP BENTOS
DI PERAIRAN MANGGAR, BELITUNG TIMUR
R A D I S H O
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pendugaan Pencemaran Perairan Akibat Kegiatan Tambang Inkonvensional (TI) dan Keterkaitannya terhadap Bentos di Perairan Manggar, Belitung Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2009
Radisho
RADISHO. Prediction of Waters Pollution Due to Unconventional Tin Mining (TI) and Its Relation with Benthos in Manggar Waters, East Belitung. Under supervised by D. DJOKOSETIYANTO and ASIKIN DJAMALI.
Unconventional tin mining (TI) has been taking place in East Belitung since several years ago. It has generated environmental quality declining especially for waters environment. The research aims to identify waters quality characteristic (water body and sediment); community structure of aquatic biota (benthos), spatial distribution of physics chemical characteristic and the effect to benthos abundance. According to the observation result, in general, the waters characteristic condition still fulfill the quality standard except the concentration of phosphate, nitrate, ammonia and some metals concentration (Cu, Pb, Hg, and Fe). Sediment texture in river dominated by silt and clay, and in offshore dominated by sand texture. Concentration of Pb and As heavy metals at those observation stations exceeded the quality standard referenced to The Canadian Council of Minister of the Environment. Spatially, concentration distribution of Fe, Al, Cu, Zn, Pb, Cd, and As in general are high in the observation station of Manggar River (upstream until downstream). The highest concentration of Fe, Al, Cu, Zn, and Pb heavy metals was found in the station 15 (upstream) nearby with the unconventional tin mining activities.
RADISHO. Pendugaan Pemcemaran Perairan Akibat Kegiatan Tambang Inkonvensional (TI) Dan Keterkaitannya Terhadap Bentos di Perairan Manggar, Belitung Timur. Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO dan ASIKIN DJAMALI.
Salah satu sumber daya alam potensial di Kabupaten Belitung Timur adalah sumber daya mineral (timah). Potensi timah tersebar di seluruh Pulau Bangka, Belitung dan pulau-pulau kecil lainnya. Selain itu, potensi timah juga tersebar di dasar laut yang menghubungkan pulau-pulau tersebut. Pertambangan timah merupakan salah satu sumber daya andalan yang berkonstribusi bagi PAD (pendapatan asli daerah). Memasuki era otonomi daerah, kabupaten ini telah memasuki era baru dengan tidak lagi menjadikan timah sebagai primadona perekonomian daerah. Namun demikian kegiatan pertambangan timah masih tetap dilakukan oleh masyarakat sekitar terutama di sekitar lokasi bekas PT Timah. Aktivitas pertambangan timah inkonvensional (TI) mulai meningkat sejak tahun 1998. Secara ekonomi, kegiatan TI menciptakan keuntungan dan penyerapan tenaga kerja. Namun menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya kerusakan lingkungan. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui karakteristik kualitas perairan (badan air dan sedimen) di sekitar lokasi penambangan timah inkonvensional; mengetahui struktur komunitas bentos; menganalisis sebaran spasial karakteristik fisik kimia air dan sedimen; menganalisis kualitas fisik kimia sedimenterhadap kelimpahan bentos.
Penelitian dilakukan terhadap kondisi oseanografi, kualitas badan air, kualitas sedimen, dan bentos. Metode penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu mempertimbangan kondisi daerah penelitian. Pengambilan contoh air, sedimen, dan bentos dilakukan pada 15 lokasi stasiun pengamatan yang dikelompokkan 3 lokasi, yaitu perairan sungai (sekitar lokasi penambangan), estuari (pantai) dan lepas pantai. Parameter kualitas air laut dan sungai dianalisis secara tabulasi dan deskriptif serta dibandingkan dengan baku mutu sesuai KepMenLH No. 51 tahun 2004 dan PP RI No. 82 tahun 2001. Hasil analisis tekstur sedimen (pasir, debu dan liat) dikelompokkan kedalam segitiga tekstur. Konsentrasi logam berat dan pH pada sedimen dianalisis secara tabulasi dan deskriptif. Indeks keragaman, keseragaman, dan dominansi bentos dikategorikan sesuai Shannon-Wiener (1949) dalam Krebs (1989) dan Odum (1996).
Analisis keterkaitan untuk mengetahui hubungan antara komponen fisik kimia sedimen dengan kelimpahan bentos, dan konsentrasi elemen logam dengan ukuran butiran tekstur sedimen menggunakan analisis regresi dan korelasi. Sebaran spasial karakteristik fisik kimia air dan sedimen antar stasiun pengamatan digunakan pendekatan analisis komponen utama (principle component analysis) (Bengen, 2000). Analisis komponen utama dilakukan dengan menggunakan software Minitab versi 14.
7,6 (DISHIDROS, 2006). Berdasarkan tipe pasang surut tersebut, maka lokasi penelitian dicirikan dengan sekali pasang dan sekali surut dalam sehari. Hasil pengukuran arah dan kecepatan arus di lokasi penelitian menunjukkan arus permukaan lebih kuat dari arus dasar. Kecepatan arus permukaan berkisar 11,41 – 51 cm/detik, sedangkan arus dasar berkisar 10,06-32,21 cm/detik.
Kondisi karakteristik fisik kimia perairan secara umum masih tergolong normal dan memenuhi baku mutu kualitas air laut sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 untuk air sungai. Namun untuk konsentrasi fosfat, nitrat, amoniak, dan beberapa unsur logam seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), dan air raksa (Hg) telah melebihi baku mutu perairan laut.
Suhu permukaan perairan berkisar antara 28,9 – 29,8 OC dengan suhu perairan maksimal ditemukan di stasiun 1 (lepas pantai). Kecerahan perairan berkisar antara 26,7-71,4 % dari kedalaman perairan. Kecerahan cenderung meningkat dari muara sungai ke lokasi yang jauh dari pantai dan tidak dilalui jalur pelayaran kapal. Nilai TSS berkisar antara 20-34 mg/L dengan nilai tertinggi ditemukan pada stasiun 8 yang terletak di pantai dan dilalui jalur pelayaran kapal nelayan.
Salinitas di lokasi penelitian berkisar antara 32,64 – 33, 28 O/oo dengan rata-rata sebesar 33 O/oo. Nilai salinitas tertinggi ditemukan di stasiun 4 dan terendah di stasiun 1. Nilai pH di lokasi penelitian masih memenuhi baku mutu yaitu berkisar 8,00-8,17 dengan nilai tertinggi ditemukan di stasiun 1 yaitu perairan lepas pantai dan berdekatan dengan pulau-pulau kecil (Pulau Memperak dan Bakau). Nilai pH perairan di lokasi penelitian tergolong normal dan tidak terpengaruh limbah akibat aktivitas tambang inkonvensional yang memiliki pH cenderung rendah (asam). Kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian berkisar antara 4,03-4,15 mg/l. Kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian umumnya merata dengan nilai rerata sebesar 4,10 mg/l. Kandungan fosfat, nitrat, dan amoniak di lokasi penelitian tergolong tinggi dan berada di atas baku mutu kualitas air laut. Hal ini diduga adanya pengaruh pembuangan limbah bahan organik dari aktivitas penduduk di daratan. Kandungan fosfat, nitrat, dan nitrit tertinggi ditemukan di stasiun 5 (perairan sekitar pantai Burung Mandi) namun demikian kandungan amoniak tergolong rendah.
Karakteristik logam berat perairan di lokasi penelitian meliputi Fe, Cu, Zn, Pb, Cd, dan Hg. Konsentrasi Cu, Pb, dan Hg telah melebihi baku mutu kualitas air laut. Bahkan kandungan Cu telah melebihi baku mutu di 15 stasiun pengamatan. Konsentrasi tembaga (Cu) di perairan lokasi penelitian berkisar 0,035-0,073 mg/l dengan konsentrasi tertinggi di stasiun 14 (Sungai Manggar) dan terendah di stasiun 6 (perairan pantai). Bila dibandingkan dengan baku mutu kualitas air laut, maka konsentrasi Cu telah melebihi baku mutu. Tingginya konsentrasi Cu diduga adanya masukan dari Sungai Manggar yang diduga telah terkontaminasi konsentrasi Cu akibat aktivitas pertambangan timah di daratan.
stasiun 1 dan stasiun 2 yang berada jauh dari pantai juga memiliki konsentrasi Pb yang melebihi baku mutu, masing-masing sebesar 0,031 mg/l dan 0,019 mg/l. Tingginya konsentrasi di perairan sungai dan perairan pantai diduga akibat aktivitas pertambangan timah inkonvensional yang masih berjalan. Konsentrasi Pb di perairan kolong tambang timah di Bangka tidak memenuhi baku mutu kelas I, II, dan II (PP No. 82 Tahun 2001) dengan konsentrasi 0,1-0,5 mg/l (Brahmana
et al., 2004).
Konsentrasi merkuri (Hg) berkisar antara <0,001-0,053 mg/l. Pada stasiun 5, 6, 8, 9, 11, 13, 14, dan 15 masih memenuhi baku mutu dengan konsentrasi <0,001 mg/l. Sementara pada stasiun 2, 3, 4, 7, dan 12 telah melebihi baku mutu kualitas air laut. Stasiun 12 berada di perairan sungai yang berdekatan dengan pelabuhan kapal. Konsentrasi seng (Zn) berkisar 0,003-0,010 mg/l. Konsentrasi Zn di semua lokasi pengamatan tergolong masih dibawah baku mutu yang ditetapkan. Konsentrasi logam besi (Fe) di stasiun pengamatan umumnya tidak memenuhi baku mutu Kelas I (sekitar 60%). Konsentrasi Fe berkisar antara 0,090-0,993 mg/l dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di stasiun 13 (Sungai Manggar) dan terendah di stasiun 2 (lepas pantai). Tingginya konsentrasi Fe di perairan sungai dan pantai diduga adanya masukan limbah dari daratan dikarenakan meningkatnya erosi tanah.
Berdasarkan hasil analisis korelasi, parameter yang memiliki korelasi yang nyata (<5%) adalah pH terhadap oksigen terlarut dan kecepatan arus (korelasi positif); oksigen terlarut dan nitrat (korelasi negatif); oksigen terlarut dan arah arus (korelasi positif). Sementara nitrit berkorelasi negatif dengan amoniak. Korelasi positif menunjukkan hubungan antar parameter berbanding lurus dan hubungan negatif menunjukkan sebaliknya.
Tekstur sedimen di Sungai Manggar didominasi oleh jenis liat dan debu, di pantai dan lepas pantai didominasi oleh pasir. Nilai pH sedimen tergolong normal (tidak asam) dan tidak berbeda jauh dengan kondisi pH perairan. Hal ini mengindikasikasikan bahwa pengaruh kegiatan pertambangan timah inkonvensional di darat tidak mempengaruhi pH sedimen perairan baik sungai, pantai maupun ke lepas pantai. Konsentrasi Fe pada sedimen berkisar antara 180-14.651 mg/kg. Konsentrasi Al berkisar antara 273-29.841 mg/kg dengan rata-rata sebesar 7.550 mg/kg. Konsentrasi Cu, Zn, Pb, Cd, dan As masing-masing berkisar antara 0-10,5 mg/kg; 0,49-47,0 mg/kg; 0,50-34,2 mg/kg; 0,001-0,065 mg/kg; dan 0,80-28,3 mg/kg. Konsentrasi logam berat tersebut umumnya tinggi pada stasiun pengamatan di Sungai Manggar. Konsentrasi logam Fe, Al, Cu, Zn, dan Pb tertinggi ditemukan pada stasiun 15 (hulu sungai). Kondisi ini diduga adanya konstribusi kegiatan di darat terutama pertambangan timah (TI). Berdasarkan The Canadian Council of Minester of the Environment, maka konsentrasi logam Pb sebagian telah melebihi baku mutu. Kondisi ini ditemukan pada stasiun 13 dan stasiun 15 (perairan Sungai Manggar). Sementara konsentrasi logam As, ditemukan melebihi baku pada 10 stasiun pengamatan yaitu di perairan sungai dan sebagian di perairan pantai dan lepas pantai.
Kumulatif kedua komponen utama tersebut adalah 86,3%. Dengan demikian kedua variabel baru sudah dapat menjelaskan 86,3% dari total variabilitas 12 variabel (karakteristik fisik kimia sedimen). Berdasarkan hasil korelasi tersebut memperlihatkan bahwa pada sumbu PC1 (negatif) adanya korelasi yang cukup besar antara logam berat Cu, Zn, Pb, dan Al dengan substrat liat dengan konstribusi sebesar 11,7%, 9,3%, 9,8%, 6%, dan 7,1%. Sementara pada sumbu PC1 (positif), korelasi terjadi antara variabel pH, tekstur pasir, dan Se dengan konstribusi sebesar 35,6%, 47,1%, dan 35,6%. Berdasarkan penyebaran stasiun pengamatan pada komponen utama pertama (PC1) dan komponen utama kedua (PC2) diperoleh 6 pengelompokan stasiun pengamatan yaitu kelompok I (13, 14, dan 15), II (7, 8, 9, dan 10), III (4, 6, dan 12), IV (1, 2, dan 11), V (5), dan VI (3).
Karakteristik sedimen sangat berpengaruhi nyata terhadap konsentrasi logam berat dalam sedimen. Hasil analisis korelasi pearson memperlihatkan bahwa tekstur liat sangat berkorelasi nyata terhadap konsentrasi Fe, Al, Cu, Zn, dan Pb dengan P-value sebesar 0,000 (<0,01). Sementara korelasi yang sangat nyata antar logam berat sendiri yaitu Fe terhadap Al, Cu, Zn, dan Pb dengan P-value sebesar 0,000. Al juga berkorelasi sangat nyata terhadap Cu, Zn, dan Pb.
Bentos yang teridentifikasi terdiri atas 16 species yang termasuk dalam marga Polychaeta, Crustacea, Gastropoda, dan Pelecypoda. Pada stasiun pengamatan sungai yang diduga tercemar kegiatan pertambangan timah inkonvensional di darat (stasiun 12, 13, 14, dan 15) ditemukan species
Lumbriculus sp., Paranoies sp., Sigambra sp., Leptochelia sp., dan Solen sp. Pada stasiun pengamatan di perairan pantai teridentifikasi species Lumbriculus sp.,
Nephtys sp., Ophelina sp., Paralacydonia sp., Amphilisca sp., Pinnotheres sp.,
Terebra sp., Tellina sp., Donax sp., Chione sp. dan Macona sp. Sementara di lepas pantai ditemukan species Nephtys sp., Cirratullus sp., dan Tellina sp. Jumlah individu per stasiun pengamatan berkisar antara tidak ditemukan hingga 6 species dengan jumlah species terbanyak ditemukan di stasiun 4. Keanekaragaman jenis bentos tergolong rendah hingga sedang dengan indeks keanekaragaman sebesar 0-2,56. Keaneragaman tertinggi ditemukan pada stasiun 4 (Perairan Pantai Burung Mandi). Kelimpahan bentos berkisar antara 0-702 ind/m2, kepadatan tertinggi ditemukan di stasiun 3 (perairan lepas pantai).
Berdasarkan analisis korelasi dan regresi tersebut, jenis tekstur yang berpengaruh terhadap kelimpahan bentos adalah jenis debu (fine sediment) dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 44,2 % dan P-value sebesar 0,007 (<0,01). Sementara karakteristik kimia sedimen yang meliputi pH, Fe, Al, Cu, Zn, Pb, Cd, Se, dan As tidak berpengaruh nyata terhadap kelimpahan bentos.
@Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KEGIATAN TAMBANG INKONVENSIONAL (TI)
DAN KETERKAITANNYA TERHADAP BENTOS
DI PERAIRAN MANGGAR, BELITUNG TIMUR
R A D I S H O
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan hidayahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2006 yaitu pencemaran lingkungan dengan judul Pendugaan Pencemaran Perairan Akibat Kegiatan Tambang Inkonvensional (TI) dan Keterkaitannya terhadap Bentos di Perairan Manggar, Belitung Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir.D.Djokosetiyanto, DEA dan Bapak Prof.Dr.Ir.Asikin Djamali selaku pembimbing, serta Ibu Dr.Ir.Etty Riani, M.S selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan saran. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof.Dr.Ir.Surjono H. Sutjahjo, M.S selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) beserta staf yang telah banyak memberikan informasi dan pelayanan terbaik.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Imam Soeseno (Direktur Eksekutif) dan Ibu Ir. Nunik A Heranita, MM (Sekretaris Eksekutif) PT EOS Consultants Bogor atas kesempatan dan beasiswa yang diberikan selama studi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua dan istri tercinta (Tati Rahmawati, SP) serta seluruh keluarga (keluarga besar Bapak Drs. Sri Raharjo (almarhum) dan keluarga besar Bapak Abdul Hamid Arief) atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada rekan-rekan kerja di PT EOS Consultants Bogor, rekan-rekan tim peneliti P2O-LIPI, dan rekan-rekan mahasiswa PS-PSL IPB angkatan tahun 2005.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2009
Penulis dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 10 Februari 1973. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Rabil dan Ibu Sarwina (almarhumah).
Penulis menyelesaikan Pendidikan SD hingga SMA di Cirebon. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri Palimanan Cirebon dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan memilih Program Studi Ilmu Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Gelar sarjana diraih pada tahun 1997. Pada tahun 2005 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di Program Pascasarjana IPB. Program Studi yang diambil adalah Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL).
DAFTAR ISI... i
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR LAMPIRAN... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Kerangka Pemikiran... 4
1.3. Perumusan Masalah ... 6
1.4. Tujuan Penelitian ... 7
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Pertambangan Timah Belitung Timur... 8
2.1.1. Pertambangan Timah dan Dampaknya ... 8
2.1.2. Sejarah Timah Bangka Belitung ... 9
2.1.3. Tambang Inkonvensional, Potensi dan Permasalahannya 11
2.2. Karakteristik Kualitas Perairan ... 14
2.2.1. Parameter Fisika... 15
2.2.2. Parameter Kimia... 15
2.3. Pencemaran Perairan... 21
2.4. Sedimen Dasar Perairan ... 23
2.4.1. Pengertian Sedimen dan Klasifikasinya... 23
2.4.2. Sumber dan Karakteristik Fisika Kimia Sedimen... 24
2.4.3. Kualitas dan Sebaran Sedimen... 28
2.5. Bentos... 35
2.5.1. Pengertian dan Klasifikasi Bentos ... 35
2.5.2. Zoobentos sebagai Indikator Kualitas Perairan... 37
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40
3.2. Bahan dan Alat Penelitian... 40
3.3. Rancangan Penelitian ... 41
3.3.1. Komponen Fisika dan Kimia ... 41
3.3.2. Komponen Biologi ... 48
3.3.3. Analisis Keterkaitan antar Komponen Fisik Kimia dan
Biologi... 50
3.3.4. Sebaran Spasial Karakteristik Fisika Kimia Air dan
Sedimen... 51
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 54
4.1. Kondisi Hidrooseanografi ... 54
4.1.1. Batimetri Perairan ... 54
4.1.2. Pasang Surut... 54
4.1.3. Arah dan Kecepatan Arus ... 56
4.2. Karakteristik Kualitas Air ... 57
4.2.1. Karakteristik Fisik Perairan... 57
4.2.2. Karakteristik Kimia Perairan... 58
4.2.3. Analisis Hubungan Parameter Fisik Kimia Perairan .... 65
4.3. Karakteristik Sedimen Dasar Perairan ... 66
4.3.1. Karakteristik Fisik Sedimen... 66
4.3.2. Karakteristik Kimia Sedimen... 69
4.3.3. Sebaran Spasial Karakteristik Sedimen ... 73
4.3.4. Karakteristik Tekstur Sedimen terhadap Kandungan
Logam Berat... 76
4.4. Struktur Komunitas Bentos ... 77
4.4.1. Hubungan Karakteristik Sedimen terhadap Keberadaan
Bentos... 80
5.1. Kesimpulan ... 82
5.2. Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 84
LAMPIRAN... 89
No. Teks Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian ... 5
2 Bagan alir sistem penjualan timah ... 14
3. Beberapa jenis bentos di pantai pasir datar
(Nybakken, 2005)... 39
4. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan contoh... 44
5. Segitiga tekstur sedimen (Arsyad, 2006) . ... 48
6. Kondisi batimetri di lokasi penelitian ... 55
7. Kondisi pasut pada saat penelitian ... 56
8. Konsentrasi Cu di lokasi penelitian ... 61
9. Konsentrasi Pb di lokasi penelitian ... 62
10. Konsentrasi Hg di lokasi penelitian ... 63
11. Konsentrasi Zn di lokasi penelitian... 64
12. Konsentrasi Fe di lokasi penelitian ... 64
13. Tekstur sedimen di lokasi penelitian... 67
14. Hasil analisis segitiga tekstur sedimen... 68
15. Sebaran tekstur sedimen di lokasi penelitian ... 69
16. Konsentrasi Cu, Zn, Pb, dan As pada sedimen ... 72
17. Grafik analisis komponen utama karakteristik sedimen ... 74
18. Dendogram klasifikasi hirarki stasiun pengamatan ... 75
19. Struktur komunitas bentos di lokasi penelitian ... 78
20. Sebaran kelimpahan bentos... 79
No. Teks Halaman
1 Dampak keberadaan TI ... 13
2. Kadar oksigen terlarut dan pengaruhnya terhadap
kelangsungan hidup ikan... 17
3. Klasifikasi dan ukuran sedimen ... 25
4. Klasifikasi dan ukuran sedimen berdasarkan skala Wentworth 25
5. Kategori ukuran partikel sedimen menurut USDA... 26
6. Kategori ukuran partikel sedimen menurut ISSS... 26
7. Hsil penelitian logam berat pada sedimen ... 32
8. Pedoman mutu sedimen NOAA dan FDEP ... 33
9. Pedoman mutu sedimen berdasarkan CCME... 33
10. Kriteria tipe pasut... 41
11. Lokasi pengamatan dan pengambilan contoh kualitas air 43
12. Parameter dan metode pengukuran kualitas air ... 46
13. Kategori nilai indeks keragaman... 49
14. Kategori nilai indeks keseragaman ... 50
15. Kondisi parameter fisik perairan di lokasi penelitian ... 57
16. Karakteristik kimia perairan di lokasi penelitian ... 58
17. Karakteristik logam berat di lokasi penelitian ... 60
18. Analisis korelasi antar parameter fisik kimia perairan... 65
19. Tekstur sedimen di lokasi penelitian... 67
20. Konsentrasi pH dan beberapa unsur logam berat... 70
21. Konsentrasi logam Pb, Cd, Cu, dan Zn di lokasi
penelitian dan beberapa perairan di Indonesia ... 71
22. Pengelompokan stasiun pengamatan dan ciri karakteristik
sedimen ... 75
23. Hasil analisis korelasi logam berat dan tekstur ... 76
24. Hasil analisis regresi parameter logam berat terhadap tekstur 77
25. Hasil analisis regresi parameter fisik kimia sedimen terhadap
kelimpahan bentos... 80
No. Teks Halaman
1 Baku mutu kualitas air laut untuk biota laut sesuai Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004... 89
2. Sebaran logam berat perairan (Fe, Cu, Zn, Pb, dan Hg)
di lokasi penelitian ... 91
3. Hasil analisis fisik kimia sedimen di lokasi penelitian ... 94
4. Hasil analisis korelasi dan regresi tekstur terhadap logam berat
sedimen ... 96
5. Hasil identifikasi bentos di lokasi penelitian ... 97
6. Hasil analisis regresi fisik kimia sedimen terhadap kelimpahan
bentos di lokasi penelitian... 99
7. Hasil analisis regresi fisik kimia sedimen terhadap kelimpahan
jenis bentos (Nephtys sp., Ophellium sp., dan Tellina sp.) 109 8. Dokumentasi sekitar lokasi penelitian ... 123
1.1. Latar Belakang
Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai
Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi
ini meliputi Pulau Bangka, Belitung dan 254 pulau kecil lainnya. Salah satu
kabupaten termuda di provinsi ini adalah Kabupaten Belitung Timur. Kabupaten
Belitung Timur ditetapkan sebagai kabupaten baru sesuai Undang-Undang No. 5
Tahun 2003. Kabupaten ini merupakan pemekaran Kabupaten Belitung. Sejak
ditetapkannya sebagai provinsi baru, maka Bangka Belitung secara otonom
berhak mengelola potensi sumber daya alam yang dimiliki.
Potensi sumber daya alam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung meliputi
sumber daya mineral (timah), pertanian lada, perikanan laut, wisata alam, dan
budaya. Potensi timah tersebar di seluruh Pulau Bangka, Belitung dan
pulau-pulau kecil lainnya. Selain itu, potensi timah juga tersebar di dasar laut yang
menghubungkan pulau-pulau tersebut.
Sebagaimana potensi sumber daya alam di Bangka Belitung pada
umumnya, pertambangan timah merupakan salah satu sumber daya andalan yang
berkonstribusi bagi PAD (pendapatan asli daerah). Namun sejak ditutupnya
PT Timah pada tahun 1991 dan sejalan diberlakukannya otonomi daerah,
Kabupaten Belitung Timur telah memasukai era baru dengan tidak lagi
menjadikan timah sebagai primadona perekonomian daerah. Potensi sumber daya
alam lainnya yaitu pertanian dan kehutanan, perkebunan, peternakan, kelautan
dan perikanan, pariwisata, dan industri.
Namun demikian kegiatan pertambangan timah di Kabupaten Belitung
Timur masih tetap dilakukan oleh masyarakat sekitar terutama di sekitar lokasi
bekas PT Timah dalam skala kecil. Sampai saat ini pertambangan timah dan
bahan galian lainnya masih menjadi salah satu faktor penggerak pembangunan di
Kabupaten Belitung Timur. Hal ini dikarenakan pertambangan timah dan bahan
Aktivitas pertambangan timah inkonvensional mulai dilakukan masyarakat
sejak tahun 1998. Kegiatan ini semakin meningkat sejak dikeluarkannya SK
Menperindag No. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999, dan timah
dikategorikan sebagai barang bebas (tidak diawasi) dan pencabutan status timah
sebagai komoditas strategis sehingga tidak ada monopoli oleh BUMN dan dapat
dieksport bebas oleh siapapun. Areal pertambangan timah inkonvensional di
Kabupaten Belitung Timur tersebar di semua kecamatan yaitu Kecamatan
Manggar, Dendang, Gantung, dan Kelapa Kampit. Areal pertambangan TI terluas
terdapat di Kecamatan Gantung (52,2%) disusul Kecamatan Manggar (31,56%)
(Belitung Timur dalam Angka, 2004). Kegiatan TI di Belitung dilakukan di
sepanjang jalur antara Tanjung Pandan, Bidang, Kelapa Kampit, dan Manggar
(sepanjang 91 km) dan antara Manggar, Gantung, Badau, dan Tanjung Pandan
(sekitar 105 km).
Kegiatan TI secara ekonomi telah menciptakan keuntungan bagi
pemerintahan daerah (PAD) dan penyerapan tenaga kerja. Namun kegiatan
penambangan telah menimbulkan dampak negatif bagi kerusakan lingkungan
antara lain berupa penurunan kualitas lahan dan penurunan kualitas sumberdaya
air. Kerusakan lingkungan diakibatkan karena penambangan timah yang
dilakukan masyarakat kurang memperhatikan kelestarian lingkungan.
Lahan-lahan bekas tambang yang sudah menurun deposit timahnya biasanya dibiarkan
tanpa adanya kegiatan reklamasi.
Selain itu, pada lokasi penambangan timah yang dilakukan secara terbuka
(open mining) menimbulkan dampak penurunan kualitas lingkungan yang lebih serius. Dampak yang ditmbulkan berupa pelongsoran tanah, ketidakstabilan
lereng, bahaya pencemaran lingkungan, rendahnya air tanah, penggundulan
vegetasi penutup, perusakan dan gangguan pada habitat, perubahan kondisi
masyarakat sekitar (pola hidup yang meliputi sosial dan budaya), dan perubahan
tekstur tanah menjadi pasir (Badri, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian Brahmana et al. (2004), karakteristik kualitas air kolong bekas tambang timah di Bangka bergantung pada umurnya. Kolong
yang masih muda (<5 tahun) memiliki karakteristik pH, DHL, kadar zat terlarut,
airnya lebih baik dikarenakan adanya pelarutan logam oleh asam dan pergeseran
secara bertahap. Karakteristik sumber air kolong umumnya tidak memenuhi
persyaratan sebagai sumber baku air minum untuk parameter pH, residu terlarut,
klorida, dan logam-logam berat lainnya yaitu besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn),
tembaga (Cu) dan timbal (Pb).
Mineral bijih utama timah di Bangka Belitung didominasi jenis casiterit
(SnO2) dengan kandungan konsentrat 99,9 % berupa Sn (timah putih) dan sisanya
berupa unsur-unsur pengotor yang terdiri atas Pb, Co, As, Sb, dan Bi (PT. Koba
Tin dalam Herman, 2005). Namun demikian, keberadaan Sn di kolong-kolong bekas area pertambangan timah tidak terdeteksi konsentrasi Sn baik pada kolong
muda maupun tua (Brahmana et al., 2004). Penelitian lain menjelaskan konsentrasi Sn di badan air Sungai Manggar terdeteksi hanya 0,03 mg/L dimana
kondisi ini masih memenuhi baku mutu lingkungan sesuai Peraturan Menteri No.
04 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan
Pertambangan Bijih Timah (PPLH, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian LIPI di Kabupaten Bangka, karakteristik
kolong bekas tambang timah memiliki kandungan logam berat yang tinggi. Air
kolong bekas penambangan tidak direkomendasi untuk budidaya ikan air tawar
maupun sumber air minum tanpa pengelolaan terlebih dahulu. Hal ini
dikarenakan logam berat dalam air kolong akan cepat terakumulasi dalam tubuh
ikan dan berdampak pada kesehatan manusia. Kadar Pb dalam air rata-rata diatas
baku mutu untuk budidaya ikan (Henny, 2007).
Karakteristik kualitas air sungai di sekitar lokasi kegiatan TI di Belitung
Timur belum banyak diinventarisasi sehingga potensi resiko ekologi juga belum
banyak diketahui, baik pada lokasi tambang yang masih berjalan maupun pada
sekitar bekas tambang. Dampak yang ditimbulkan kegiatan tambang secara
langsung dan tidak langsung berpengaruh pada keberlangsungan pemanfaatan
sumberdaya lainnya. Sebagai pembanding, karakteristik kualitas air sungai dan
sedimen di lokasi lain (Perairan Telaga Tujuh Karimun, Kepulauan Riau)
dicirikan dengan kandungan pH air yang rendah (4-5), konsentrasi Pb dan Zn
yang relatif tinggi pada sedimen masing-masing berkisar 83,33-98,33 ppm dan
Kandungan pH yang rendah dan beberapa logam berat (Pb dan Zn) yang
relatif tinggi di perairan sekitar lokasi tambang akan diabsorsi oleh biota perairan
(plankton dan bentos) dan pada akhirnya terakumulasi pada ikan. Logam-logam
seperti Ag, Hg, Cu, Cd dan Pb yang merupakan unsur – unsur esensial bagi
kehidupan organisme. Dalam jumlah berlebih bersifat racun dan biasanya
menghambat kerja enzim yang bertanggung jawab pada aktivitas katalistik (Valle
dan Wacker, 1970 dalam Sibarani et al., 2006).
Berdasarkan hasil penelitian P2O LIPI (2005) di perairan Kabupaten
Belitung, dilaporkan bahwa kegiatan pertambangan teridentifikasi sebagai
penyebab penurunan kualitas perairan. Penambangan rakyat di daratan Pulau
Belitung diduga telah mengakibatkan sedimentasi yang menyebabkan perairan
menjadi keruh. Selain itu, penambangan timah yang berpeluang meningkatkan
kekeruhan perlu diwaspadai. Hal ini dikarenakan akan dapat mengkibatkan
menurunnya kepadatan plankton.
Pemerintah Kabupaten Belitung mulai menyadari kegiatan penambangan
ini dinilai telah menimbulkan dampak negatif terutama terhadap penurunan
kualitas lingkungan. Oleh karena itu Pemkab Belitung Timur telah mengambil
kebijakan untuk membatasi perluasan area tambang dan lebih memfokuskan pada
kegiatan pengolahan hasil tambang dan pengembangan komoditas sumberdaya
alam lainnya seperti pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan serta
pariwisata.
1.2. Kerangka Pemikiran
Sebagaimana potensi sumberdaya alam di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung pada umumnya, sumberdaya alam Kabupaten Belitung Timur juga masih
bertumpuh pada timah dan lada. Sejak menurunnya harga lada di pasaran, timah
merupakan primadona di Kabupaten Belitung Timur. Timah yang merupakan
sumberdaya tak terbarukan (unrenewable) menghadapi suatu permasalahan pemanfaatan sumber daya alam.
Eksploitasi timah telah dilakukan berlebihan tanpa adanya pengelolaan
lingkungan yang jelas. Ribuan tambang timah liar/inkonvensional (TI) oleh
tidak terkendali dan tanpa diikuti dengan tindakan reklamasi yang jelas sehingga
terjadi kerusakan lingkungan (tanah, air dan hutan).
Kegiatan TI di darat berdampak negatif terhadap penurunan kualitas
lingkungan. Kegiatan TI di darat dilakukan di kebun dan pekarangan masyarakat
yang sebagian besar tidak dilakukan kegiatan reklamasi (penimbunan tanah)
sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan. Selain berkurangnya vegetasi dan
kerusakan tanah, kegiatan TI diduga menimbulkan pencemaran di sungai akibat
penggunaan air untuk pencucian bijih timah. Penambangan TI di darat akan
menimbulkan sedimentasi di pantai dan secara tidak langsung mengganggu siklus
hidup biota perairan.
Dampak lingkungan akibat penambangan di darat berpotensi menurunkan
kualitas lingkungan. Bila kondisi ini terus berlangsung tanpa adanya
pengendalian dan pengelolaan yang tepat maka perkembangan potensi perikanan
dan pariwisata bahari sebagai salah satu unggulan dan sumber pendapatan
ekonomi daerah akan tersendat dan terancam. Oleh karena itu diperlukan strategi
pengelolaan sumber daya yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Kerangka pemikiran penelitian disampaikan pada Gambar 1.
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
Kegiatan penambangan di darat menimbulkan dampak negatif terhadap
kualitas lingkungan. Penambangan timah di darat akan meningkatkan
sedimentasi di pantai.
Penelitian dilakukan terhadap pengaruh kegiatan TI terhadap karakteristik
kualitas perairan di sekitarnya, baik pengaruh langsung maupun tidak
langsung.
Pemanfaatan sumber daya alam tidak bertumpu pada salah satu potensi saja
(mineral/timah) dan berorientasi jangka panjang. Potensi sumber daya alam
lainnya (perikanan dan wisata) yang juga berpotensi mempercepat
pertumbuhan ekonomi perlu dikembangkan dengan tetap memperhatikan
Berkaitan hal tersebut beberapa pertanyaan penelitian antara lain:
1. Seberapa besar dampak penambangan timah inkonvensional (TI)
terhadap penurunan kualitas perairan sungai (kualitas badan air dan
sedimen) dan pola sebarannya ke pantai dan perairan laut?
2. Bagaimana pengaruh penurunan kualitas perairan terhadap keberadaan
bentos?
1.4.Tujuan Penelitian
Beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:
1. Mengetahui karakteristik kualitas perairan (badan air dan sedimen) di
sekitar lokasi penambangan timah inkonvensional.
2. Mengetahui struktur komunitas bentos di perairan.
3. Menganalisis sebaran spasial karakteristik fisik kimia air dan sedimen.
4. Menganalisis kualitas fisik kimia sedimen terhadap kelimpahan bentos.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat dan pemerintah daerah sebagai berikut:
1. Sebagai informasi dasar bagi pemerintah daerah tentang kondisi kualitas
lingkungan perairan akibat kegiatan penambangan inkonvensional.
2. Memberikan masukan bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan
pemanfaatan potensi sumber daya alam yang memperhatikan aspek
ekologi berkelanjutan.
2.1. Pertambangan Timah Belitung Timur
2.1.1. Pertambangan Timah dan Dampaknya
Mineral timah yang mempunyai nilai ekonomis adalah cassiterite yang lebih dikenal sebagai tin ore (biji timah) atau tinstone. Mineral timah (SnO2)
mengandung 21,4% oksigen dan 78,6% timah. Timah ditemukan di pulau-pulau
Bangka, Belitung, Singkep, dan Karimun Kundur yaitu pada jalur sabuk timah
Asia Tenggara (The South East Asia Tin Belt). Selain itu, timah ditemukan di Bangkinang, daratan Sumatera (Sujitno, 1996).
Sukandarrumudi (2007) menjelaskan di Pulau Bangka dan Belitung,
batuan tertua terdiri dari batuan endapan malioh yang berumur Permokarbon
hingga Trias. Batuan tersebut diterobos oleh granit biotit yang diperkirakan
sebagai penyebab terbentuknya endapan timah yang ada. Endapan timah primer
terdapat pada batuan granit dan daerah sentuhan dan pada batuan endapan malih
dengan jenis pertama terutama di Tikus, bagian barat Pulau Belitung. Endapan
timah di Kelapakampit mempunyai jenis yang khas karena terdapat sebagai urat
pada bidang perlapisan dan terhampar mengikuti bidang jurus perlapisan.
Kegiatan penambangan timah menimbulkan perubahan morfologi lahan
(Atmo dan Widodo, 1992 dalam Badri, 2004). Ciri-ciri tanah yang terganggu yaitu horizon tanah sudah tidak teratur, lapisan hitam dan lapisan-lapisan lainnya sudah
terbalik. Selain unsur Sn, timah putih juga mengandung Pb yang biasanya banyak
terdapat di timah hitam (Suwardi dan Hidayat, 1998 dalam Badri, 2004).
Logam timah terakumulasi secara alami dibawah permukaan tanah. Timah
dan komponennya terakumulasi dalam tanah dan sedimen karena kemampuan
terurainya yang rendah dan relatif babas dari degradasi mikroba. Beberapa hasil
penelitian di Wales, Inggris mengindikasikan bahwa lapisan permukaan tanah
(0-15cm) di lahan tambang memiliki kandungan Pb berkisar antara 15-106 µm/g
(Munggoro, et al.,1999 dalam Badri, 2004). Hasil penelitian Zimdahl dan Skogerbae
Pb dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman, terutama jenis rumput - rumputan
tertentu (Badri, 2004).
Penambangan timah akan menghasilkan limbah berupa bahan material (pasir)
yang disebut tailing. Tailing menimbulkan dampak negatif pada penurunan kualitas
lingkungan, yaitu rusaknya vegetasi hutan, rusaknya sistem tata air, meningkatnya
laju erosi permukaan, menurunkan produktivitas dan stabilitas lahan. Sifat tailing
yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman adalah konsentrasi logam berat dan
garam tinggi, kurangnya unsur hara penting dan kurangnya mikroorganisma, sifat dan
struktur tanah yang membatasi aerasi dan infiltrasi serta tingginya daya pemantulan
sinar (PT.Timah,1990 dalam Badri, 2004).
2.1.2. Sejarah Timah Bangka Belitung
Penemuan sumber mineral timah di Indonesia tidak diketahui secara pasti.
Hal ini dikarenakan tidak ada catatan yang pasti kapan komoditas timah ini
ditemukan di Bangka Belitung. Namun sejarah panjang, sebelum pemerintahan
Kolonial Belanda melalui Kesultanan Palembang telah memonopoli perdagangan
timah sejak awal abad ke-18 (Sujitno, 1996).
Herman (2005) menjelaskan sumberdaya mineral timah Bangka Belitung
sudah dikenal dan dieksploitasi sejak Kesultanan Palembang (1850) dan
diteruskan jaman penjajahan Belanda hingga tahun 1953. Sumberdaya timah
tersebar di daratan dan perairan Pulau Bangka, Belitung, Singkep, Karimun dan
Kundur. Pertama kali, timah di Bangka dikelola oleh badan usaha milik Kolonial
Belanda bernama Banka Tin Winning Bedrijf (BTW), sementara di Pulau
Belitung dan Singkep diusahakan oleh perusahaan swasta Belanda yaitu
Gemeenschappelijke Mijnbow Maatschappij Biliton (GMB) dan NV. Singkep Tin
Explitatie Maatschappij (NV.SITEM).
Memasuki masa kemerdekaan RI, pada tahun 1953 – 1958 ketiga
perusahaan tersebut dinasionalisasi menjadi tiga perusahaan negara terpisah.
Pada tahun 1961, dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan
Tambang-tambang Timah Negara (BPU PN Tambang Timah) yang bertugas
mengkoordinasi ketiga perusahaan tersebut. Kemudian sejak tahun 1968,
keempat perusahaan tersebut digabungkan menjadi satu perusahaan bernama
Memasuki tahun 1976, berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1969
dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1969, status PN Tambang Timah dan
Proyek Peleburan Timah Mentok diubah menjadi PT. Tambang Timah (Persero).
Krisis industri timah dunia akibat hancurnya The International Tin Council (ITC),
memicu perusahaan melaksanakan perubahan mendasar (restrukturisasi) untuk
mempertahankan kelangsungan perusahaan. Restrukturisasi dilakukan dalam
kurun waktu 1991-1995 dan berhasil berhasil memulihkan dan meningkatkan
daya saing perusahaan (PT Timah, 2002 dalam Herman, 2005).
Pada tahun 1998, PT. Timah Tbk melakukan diversifikasi usaha dan
melakukan reorganisasi kelompok usaha dengan cara pemisahan operasi
perusahaan menjadi tiga anak perusahaan dengan PT Timah Tbk sebagai induk
perusahaan (holding company). PT. Timah Tbk dikenal sebagai perusahaan penghasil logam timah terbesar di dunia dan sedang dalam proses pengembangan
usaha di luar penambangan timah dengan tetap berpijak pada kompetensi yang
dimiliki (PT Timah, 2002 dalam Herman, 2005).
Selain PT. Timah Tbk, perusahaan lain yang beroperasi di wilayah Pulau
Bangka adalah PT. Koba Tin, sebuah Perusahaan Modal Asing (PMA) yang
berdiri pada tahun 1971. Perusahan ini memiliki wilayah pertambangan seluas
41.680 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kabupaten Bangka Tengah dan
Selatan. Perjanjian kontrak karya pertama PT. Koba Tin yaitu tahun 1973 – 2003
(tiga puluh tahun) dan diperpanjang selama sepuluh tahun dari tahun 2003 – 2013.
Selain kedua perusahaan besar diatas, usaha pertambangan dilakukan juga oleh
Perusahaan dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Pemerintah Daerah,
smelter-smelter baru berukuran kecil, kolektor/perusahaan imbalan jasa dan
2.1.3. Tambang Inkonvensional, Potensi dan Permasalahannya
Istilah tambang inkonvensional (TI) secara sederhana diartikan sebagai
kegiatan penambangan timah yang dilakukan oleh masyarakat dengan
memanfaatkan peralatan mekanis sederhana dan modal usaha berkisar antara
Rp 10 – 15 juta. Secara legal formal, TI sebenarnya kegiatan penambangan yang
melanggar hukum karena pada umumnya tidak memiliki izin penambangan
(Anonim, 2001).
Secara aspek hukum kegiatan TI merupakan pelanggaran terhadap
Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Pasal 50 ayat 3);
Perda Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum (Pasal 8 ayat 2) dan Surat Keputusan
Menteri Perdagangan Nomor 443/MPP/KEP/5/2002 tentang pelarangan ekspor
bijih timah (Herman, 2005).
Sebelum era reformasi (1997), munculnya kegiatan TI dikarenakan
PT Timah melakukan kegiatan pendulangan di daerah-daerah yang tidak
ekonomis dengan melibatkan masyarakat sekitar dan hasilnya dijual ke PT. Timah
Tbk. Pada tahun 2001, kegiatan tersebut dilakukan di areal kuasa penambangan
(KP) PT Timah Tbk, dan setelah cadangan timah habis dipindahkan ke lokasi
yang telah ditetapkan PT. Timah Tbk. Kegiatan TI hanya melakukan kegiatan
penambangan timah (PT Timah, 2002 dalam Herman, 2005).
Memasuki era reformasi, kegiatan TI berkembang sangat pesat dari
pelaku penambangan menjadi pengolah dan eksportir bijih timah bahkan
munculnya pabrik-pabrik peleburan skala kecil dan eksport logam timah tanpa
merk. Kegiatan TI tersebut menjadi semakin marak sejak dikeluarkannya
SK Menperindag No. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999 bahwa Timah
diketegorikan sebagai barang bebas (tidak diawasi) dan pencabutan status timah
sebagai komoditas strategis, sehingga tidak dimonopoli lagi oleh satu BUMN dan
dapat dieskpor secara bebas oleh siapapun (BIP, 2006).
Lokasi penambangan juga tidak terbatas pada areal kuasa pertambangan
(KP) PT Timah Tbk, namun pelaku TI mencari alternatif lokasi baru di luar areal
pelaku TI menyebabkan terjadinya pasar gelap dan menyebabkan penurunan
harga timah di pasar internasional (Herman, 2005).
Berdasarkan data tahun 2001, bila diasumsikan terdapat 6000 unit TI
dengan rata-rata produksi 10 ton pasir timah, maka jumlah produksi bijih timah
yang dihasilkan mencapai 60.000 ton per tahun. Jumlah ini lebih besar dari
produksi bijih timah PT. Timah Tbk dan PT. Koba Tin yang hanya mencapai
45.000 ton per tahun. Sementara pada tahun 2006, total eksport logam timah
Indonesia diperkirakan mencapai 123.500 ton. Bank Indonesia Palembang (BIP)
Tahun 2006 melaporkan bahwa konstribusi PT. Timah Tbk sebesar 43.000 ton
dan PT. Koba Tin sebesar 20.500 ton dan sisanya berasal dari smelter swasta
illegal sebesar 60.000 ton atau hampir sepertiga produksi timah dunia.
Kegiatan TI di Belitung Timur awalnya juga dilakukan di bekas areal
PT Timah Tbk yang sudah ditinggalkan (Anonim, 2001). Kemudian berkembang
ke lokasi-lokasi lain dan bahkan perkebunan lada yang dinilai kurang ekonomis
dikonversi menjadi areal pertambangan. Lokasi TI tersebar pada jalur antara
Tanjung Pandan, Bidang, Kelapa Kampit dan Manggar (sepanjang 91 km) dan
antara Manggar, Gantung, Badau dan Tanjung Pandan (sekitar 105 km).
Kegiatan TI berdampak positif bagi perkembangan perekonomian
Bangka Belitung terutama sektor pertambangan dan penyerapan tenaga kerja.
Namun menimbulkan permasalahan lain (dampak turunan) yang lebih besar antara
lain merugikan ekonomi sektor lain terutama pertanian, kerusakan lingkungan dan
sosial (BIP, 2006). Dampak keberadaan TI disampaikan pada Tabel 1.
Dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan TI (Widyastuti, 2007)
antara lain:
• Lubang bekas galian yang tidak direklamasi membentuk cekungan-cekungan
(kolong tambang) dan terisi air pada saat hujan sehingga daerah tersebut
menjadi tandus dan gersang.
• Terjadinya pendangkalan sungai di sekitar lokasi penambangan. Kegiatan
tambang menggunakan air sungai untuk melakukan penyemprotan untuk
pelepasan tanah dari pasir timah.
• Rusak dan hilangnya vegetasi diakibatkan penebangan dan asap mesin
• Penurunan kualitas air sungai akibat pembuangan tailing (lumpur) hasil
pemisahan bijih timah.
• Rusaknya daerah aliran sungai, kawasan sempadan pantai, hutan produksi dan
[image:42.595.118.516.198.502.2]bahkan hutan lindung.
Tabel 1 Dampak keberadaan TI
No. Sektor Dampak
1. Pertambangan Meningkatkan produksi timah (Indonesia menguasai 40% produksi timah dunia
Memunculkan negara eksportir timah baru seperti Malaysia, Thailand dan Singapura (meskipun bukan penghasil timah) yang mendapat timah dari Indonesia.
Pasokan timah dunia melimpah
Harga timah dunia menurun
2. Pertanian Penyusutan lahan perkebunan lada seluas 50.000 ha (tahun 2000 hingga 2004) menjadi lahan pertambangan timah
Penurunan produktivitas lada dari 2 ton menjadi 1 ton per hektar.
3. Ketenagakerjaan Peningkatan penyerapan tenaga kerja
Mengurangi pengangguran secara signifikan
4. Lingkungan Menimbulkan kerusakan lingkungan (sumberdaya air dan hutan)
5. Pendidikan Peningkatan angka putus sekolah sekitar 16.000 (Juni 2005) karena bekerja di penambangan timah
6. Pendapatan daerah Peningkatan pendapatan daerah dari royalti timah
Sumber: Laporan Perekonomian dan Perbankan Kepulauan Bangka Belitung, 2006
Sistem penambangan TI
Menurut Widyastuti (2007) sistem penambangan TI dilakukan secara
berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya (bergantung pada cadangan
timah yang tersedia). Besarnya cadangan timah di suatu tempat belum dapat
diketahui sebelumnya secara pasti.
Modal yang digunakan bervariasi tergantung pada luas area penambangan,
kedalaman, dan jarak dengan lokasi sumber air (sungai). Semakin luas area
penambangan, maka alat-alat yang digunakan juga semakin banyak. Bahan bakar
untuk mesin-mesin penambangan berbahan bakar solar. Biaya penggunaan bahan
Rp 100.000 – Rp 200.000 dengan produktivitas perolehan timah berkisar 15 – 50
kg per hari (Widyastuti, 2007).
Sistem penjualan Timah
Sistem penjualan timah yang dilakukan oleh pemilik TI yaitu dijual secara
langsung kepada tengkulak kecil (kolektor). Kolektor biasanya berbentuk badan
hukum CV akan menetapkan harga timah sesuai kualitas timah yang diperoleh
dan berat hasil penimbangan. Kemudian, kolektor akan menjual hasil timah yang
telah dikeringkan kepada smelter yaitu usaha industri logam timah.
Industri logam timah akan melakukan pengolahan timah lanjutan dengan
cara peleburan bijih timah hingga pembentukan logam timah yang berbentuk
batangan. Smelter akan menjual hasil pengolahan kepada mitra usaha seperti
PT. Timah Tbk. Rendahnya harga jual pasar domestik menyebabkan banyaknya
penyelundupan timah ke luar negeri dengan harga jual yang relatif tinggi
(Widyastuti, 2007). Bagan alir sistem penjualan timah dijelaskan pada Gambar 2.
Pemilik TI
Pasar Luar Negeri PT Timah Tbk
= Jalur resmi
= Jalur tidak resmi
Gambar 2 Bagan alir sistem penjualan timah Kolektor Smelter
2.2. Karakteristik Kualitas Perairan
Kualitas perairan merupakan sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen lain dalam air. Kualitas perairan terdiri atas parameter
kimia, fisika, dan parameter biologi (Effendi, 2003). Parameter fisika meliputi
antara lain suhu, kekeruhan, padatan terlarut, padatan tersuspensi. Parameter
kimia meliputi antara lain pH, oksigen terlarut, BOD, COD, unsur-unsur logam.
2.2.1. Parameter Fisika a. Suhu
Suhu merupakan parameter fisika yang penting di perairan. Bersama
dengan salinitas, dapat mengidentifikasi massa air tertentu. Sedangkan bersama
tekanan, suhu mampu menentukan densitas air laut (Romimohtarto, 1984).
Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimiawi; menurut hukum van't Hoff
kenaikan suhu 10°C menjadi dua kali lipat kecepatan reaksi, walaupun hukum ini
tidak selalu berlaku. Proses metabolisme akan menaik sampai puncaknya dengan
kenaikan suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap perubahan suhu cenderung
untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada
jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara
keseluruhan.
b. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat
dalam air. Timbulnya kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik
baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan anorganik
seperti plankton dan mikroorganisme lainnya (Davis dan Cornwell, 1991 dalam
Effendi, 2003).
c. Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid)
Padatan tersuspensi total (TSS) merupakan bahan-bahan tersuspensi yang
tertahan pada saringan millipore (diameter pori 0,45 μm) yang terdiri dari lumpur
dan pasir halus serta jasad-jasad renik. Nilai TSS bergantung pada kikisan tanah
atau erosi tanah yang dapat diendapkan di daratan dan terbawa ke perairan laut.
2.2.2. Parameter Kimia
a. Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi dari total ion yang terdapat di perairan
(Boyd, 1988). Nilai salinitas ini menggambarkan padatan total di dalam air
setelah semua karbonat di konversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida
b. Nilai pH
Nilai pH menggambarkan konsentrasi ion hidrogen. Nilai pH berperan
penting dalam menjaga kelangsungan hidup biota perairan dan dapat
mempengaruhi kecepatan dan bentuk reaksi kimia serta interaksi biologis air.
Sebagian besar biota perairan sensitif terhadap perubahan nilai pH dan hidup
optimal pada pH sekitar 7 - 8.5. Perubahan nilai pH secara mendadak pada
kisaran tertentu dapat menyebabkan kematian biota perairan (Effendi, 2003).
Nilai pH mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Pada pH rendah,
toksisitas logam mengalami peningkatan (Novotny dan Olem, 1994 dalam
Effendi, 2003). Demikian juga senyawa amoniak mengalami mudah terionisasi
pada kondisi pH rendah dan tidak toksik. Namun pada pH tinggi (kondisi alkalis),
amoniak umumnya tidak terionisasi dan bersifat toksik.
c. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan jumlah gas oksigen yang ditemukan terlarut dalam air. Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian
dan musiman tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan keberadaan limbah yang masuk ke
badan air. Distribusi oksigen terlarut sangatlah penting bagi banyak organisme
akuatik, selain itu oksigen terlarut juga mempengaruhi kelarutan dan keberadaan
unsur-unsur nutrien (Wetzel, 2001).
Sumber oksigen terlarut di perairan dapat berasal dari proses difusi
oksigen yang terdapat di atmosfer dan produk dari aktivitas fotosintesa oleh
tumbuhan air dan fitoplankton. Sebaliknya berkurangnya kadar oksigen di
perairan sebagai akibat dari terpakainya oksigen untuk respirasi biota akuatik dan
juga terpakainya oksigen oleh mikroba dalam proses dekomposisi bahan organik
secara aerobik (Effendi, 2003).
Rendahnya kadar oksigen terlarut dikaitkan dengan pemakaian oksigen
oleh mikroba dalam proses dekomposisi yang cenderung melebihi pasokan
oksigen oleh aktivitas fotosintesa dan difusi langsung dari udara. Normalnya
pasokan oksigen dari aktivitas fotosintesa dapat dikorelasikan dengan rendahnya
tersuspensi perairan didukung dengan relatif jernihnya perairan yang
memungkinkan penetrasi cahaya matahari menembus hingga dasar perairan dan
memfasilitasi terjadinya proses fotosintesa pada seluruhkolom air. Kadar oksigen
yang sangat rendah dapat membahayakan kelangsungan hidup ikan karena
terganggunya proses respirasi seperti terlihat pada Tabel 2. Semakin rendah kadar
oksigen terlarut semakin tinggi toksisitas (daya racun) beberapa logam seperti
seng, tembaga, timbal, dan juga toksisitas beberapa gas seperti sulfida dan
ammonia bebas (Boyd, 1990).
Tabel 2 Kadar oksigen terlarut dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup ikan
Kadar oksigen terlarut
(mg/l) Pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan
< 0,3 Hanya sedikit jenis ikan yang dapat bertahan pada masa pemaparan singkat (short exposure)
0,3 – 1,0 Pemaparan yang lama (long exposure) dapat mengakibatkan kematian ikan
1,0 – 5,0 Ikan dapat bertahan hidup, tetapi pertumbuhannya terganggu
> 5,0 Hampir smeua organisme akuatik menyukai kondisi ini Sumber: Modifikasi Swingle (1969) dalam Boyd (1990)
d. Biological Oxygen Demand (BOD)
Kadar BOD menggambarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan
air. Penentuan kadar BOD selama 5 hari inkubasi dimaksudkan untuk
meminimalkan pengaruh oksidasi ammonia dan berdasarkan perkiraan bahwa
sekitar 70-80% bahan organik telah mengalami oksidasi pada hari kelima. Kadar
BOD suatu perairan dipengaruhi oleh suhu, kelimpahan plankton, keberadaan
mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik dalam perairan tersebut
e. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD (chemical oxygen demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oksidator kuat dalam mengoksidasi bahan organik secara kimiawi (Mays, 1996).
Kalium dikromat adalah salah satu oksidator kuat yang biasanya digunakan dalam
uji COD. Bahan organik yang dioksidasi dalam penentuan COD ini meliputi
COD biasanya selalu lebih besar daripada nilai BOD. Oksidator (kalium
dikromat) yang digunakan dalam uji COD dapat mengoksidasi bahan organik
dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan bakteri (Sastrawijaya, 2000).
Hasil pengamatan terhadap beberapa perairan alami menunjukkan nilai COD yang
bervariasi antara < 2 mg/l - 100 mg/l (Mays, 1996).
d. Amoniak Total (NH3-N), Nitrit (NO2-N), dan Nitrat (NO3-N)
Amonia (NH3) adalah salah satu bentuk senyawa nitrogen yang ditemukan
di perairan. Ion amonium (NH4+) ada