• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Sistem Traceability Rantai Produksi Ayam Broiler.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Sistem Traceability Rantai Produksi Ayam Broiler."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN SISTEM

TRACEABILITY

RANTAI PRODUKSI AYAM BROILER

DEDI TRIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Pengembangan Sistem

Traceability Rantai Produksi Ayam Broiler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Dedi Triyanto

(4)
(5)

RINGKASAN

DEDI TRIYANTO. Pengembangan Sistem Traceability Rantai Produksi Ayam Broiler. Dibimbing oleh KUDANG BORO SEMINAR dan RUDI AFNAN.

Produksi ayam broiler di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya seiring dengan berkembangnya hotel, restoran dan kafe (Horeka) yang menyajikan makanan berbahan dasar daging ayam. Peningkatan kebutuhan daging ayam tersebut tentunya mempengaruhi produksi ayam broiler. Produksi ayam broiler yang semakin meningkat menyebabkan peluang ancaman keamanan makanan dari daging ayam semakin terbuka.

Salah satu cara untuk mengurangi ancaman keamanan makanan produk ayam broiler tersebut adalah dengan menyampaikan informasi detail dari setiap produk yang dibelinya. Konsumen dapat mengetahui bagaimana produk tersebut mengalir mulai dari farm hingga ditangan konsumen sehingga konsumen dapat menyimpulkan sendiri apakah produk tersebut layak dibeli atau tidak. Jika daging ayam yang dikonsumsinya tidak sehat, maka konsumen dapat menelusuri asalmula produk tersebut.

Sekarang ini konsumen tidak dapat melakukan penelusuran makanan (food traceability) secara detail atas produk yang dibelinya seperti mengetahui riwayat proses produksi, asal peternak (farm origin), distribusi dan rantai makanan hingga akhirnya di meja konsumen. Jika membeli produk daging ayam di retailer, konsumen hanya mendapatkan beberapa informasi seperti tanggal kadaluarsa, harga dan tanggal produksi sementara informasi asal farm, produksi dan distribusinya tidak didapatkan secara detail. Untuk mengetahui semua informasi tersebut, perlu dibangun sistem informasi untuk mencatat semua pergerakan produk di semua stakeholder yang terlibat mulai dari farm hingga ke retailer, proses produksi dan distribusi.

Penelitian ini dilakukan di tiga perusahaan integrator ayam broiller mulai dari farm, slaughterhouse (RPA), processor hingga retailer dengan melakukan observasi langsung, interview dan menganalisis dokumen di wilayah Jabodetabek. Hasil dari penelitian tersebut menghasilkan 3 model rantai produksi dan 5

stakeholder utama yang terlibat yaitu farm, slaughterhouse (RPA), processor, wholesaler dan retailer. Pengepul dan transporter adalah stakeholder eksternal sebagai stakeholder pendukung yang membantu proses produksi dan rantai produksi.

Pada setiap stakeholder utama terdapat sistem informasi administrasi untuk kebutuhan transaksi internal stakeholder dan satu sama lain tidak terintegrasi sehingga informasi dari farm ke retailer terputus. Broiler-trace

merupakan prototipe sistem informasi berbasis web yang terintegrasi mulai dari

farm hingga ke retailer dengan pendekatan CBIS (Computer-based Information System) dengan menggunakan teknologi identifikasi barcode EAN13 standar GS1. Diharapkan broiler-trace ini dapat membantu konsumen dan stakeholder

(6)

SUMMARY

DEDI TRIYANTO. The Development of a Traceability System in Broiler Production Chains. Supervised by KUDANG BORO SEMINAR and

RUDI AFNAN.

Broiler production in Indonesia is increasing every year due towith the development of hotel, restaurant and café (Horeca) which present a meat food from chicken. Enhancement of chicken meat is centainly influence broiler production. Broiler production increasing food security threats caused chance of chicken more wide open.

One way to reduce the threat of food security broiler products knows detailed information on each product in purchasing. Consumers can find out how the product flows from the farm, the production process, distribution and the hands of consumers. With the detailed information of the purchased product, consumers may conclude for themselves whether the product is worth buying or not. If there is a health threat on the chicken meat products in consumption, so consumers can browse the history of the product.

Now, consumers can not perform a search of food in detail on the purchased product such as knowing the history of the production process, as long as farmers (farm origin), distribution and end up in the food chain to the consumer table. If you buy chicken products at retailers, consumers just get some information such as expiration dates, price and date of production while detailed information on where the farm, production and distribution details are not obtained in detail. To find out all the information necessary to build an information system to record all movements in all the stakeholders involved products ranging from the farm to the retailer, production and distribution process. This research was conducted in three companies‟ integrator broiller ranging from farm chickens, Slaughterhouse (RPA), the processor to the retailer by direct observation, interviews and analyze documents in the Greater Jakarta area. Results from these studies can be three models in the production chain and the 5 major stakeholders involved, that farm, slaughterhouse (RPA), processors, wholesalers and retailers. Collectors and transporters are external stakeholders as stakeholder support that helps the production process and production chain.

At every major stakeholders are the administrative information system for the needs of stakeholders and internal transactions are not integrated with each other so that information from the farm to the retailer disconnected. Broiler-trace of a prototype web-based information system that is integrated from farm to the retailer with the approach of CBIS (Computer-based Information System) technology using GS1 standards EAN13 barcode identification. Expected broiler-trace can help consumers and stakeholders conduct a search function product (traceability) from the farm to the retailer.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Komputer

pada

Program Studi Ilmu Komputer

PENGEMBANGAN SISTEM

TRACEABILITY

RANTAI

PRODUKSI AYAM BROILER

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(9)
(10)

Judul Tesis : Pengembangan Sistem Traceability Rantai Produksi Ayam Broiler Nama : Dedi Triyanto

NRP : G651140501

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Kudang Boro Seminar, MSc Ketua

Dr Rudi Afnan,Spt MScAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Komputer

Dr Ir Sri Wahjuni, MT

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 ini ialah

Traceability System, dengan judul Pengembangan Sistem Traceability Rantai Produksi Ayam Broiler.

Ungkapan terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada :

1. Prof Dr Kudang Boro Seminar, MSc dan Dr Rudi Afnan selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

2. DrEng Heru Sukoco, ST MT selaku penguji yang telah banyak memberi saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.

3. Orang tua tercinta serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

4. Istri tercinta Dini Hidayanti, dan putra-putriku tersayang Noura Afia Zulfa dan Ahza Andrea Hanan yang telah menjadi inspirasi hidup, sumber kekuatan, motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan DIKTI yang telah membantu pembiayaan studi ini.

6. Seluruh sivitas akademik Departemen Ilmu Komputer IPB.

7. Teman-teman angkatan 16 pascasarjana Ilmu Komputer IPB atas kebersamaan dan bantuannya selama penyelesian tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan karya ini di kemudian hari.

Bogor, September 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Rantai Produksi 4

Rantai Produksi Ayam Broiler 5

Definisi Traceability 6

Centralized Traceability System 8

Product Coding dan Data Interchange 9

Computer-based Information System (CBIS) 12

Metode Pengembangan Sistem 15

Penelitian Dahulu yang Terkait 16

3 METODE 16

Tempat dan Waktu Penelitian 16

Bahan dan Alat Penelitian 17

Tahapan Penelitian 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Persiapan dan Pengumpulan Data 19

Rantai Produksi Ayam Broiler 22

Traceability System yang Diusulkan 30

Pendekatan CBIS 31

Analisis Hasil Penelitian 33

Desain Interface Sistem Traceability Broiler 42

Implementasi Sistem Traceability 46

Evaluasi Sistem Traceability 50

5 SIMPULAN DAN SARAN 51

Simpulan 51

Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 52

LAMPIRAN 55

(14)

DAFTAR TABEL

1 Penelitian terkait broilertraceability 16

2 Modul - modul sistem traceability pada broiler-trace 46

3 Evaluasi SUS untuk broiler-trace 50

DAFTAR GAMBAR

1 Pola aliran material (Arnold et al. 2004) 4

2 Model rantai produksi di Bangladesh (Shamsuddoha, 2013) 5 3 Informasi flow of tracking & tracing rantai produksi (Schwägele 2005) 7 4 Traceability across rantai produksi (GS1 2007) 7

5 Contoh jenis barcode 10

6 EAN 13 barcode (gs1.id.org) 10

7 Kartu RFID dan alat pembacanya 11

8 GS1 data matrix 12

9 Contoh QR code 12

10 CBIS untuk transparansi makanan (Seminar 2016) 14

11 Grade Skala Sistem Usability 14

12 Tahapan SDLC (Satzinger 2010) 15

13 Tahapan penelitian 17

14 Rantai produksi breeder PT X 21

15 Model rantai produksi ayam broiler PT XYZ 22

16 Rantai produksi ayam broiler PT XYZ 23

17 Standar atribut stakeholder 26

18 Stakeholder role 28

19 Sistem informasi broiler 29

20 Sistem rantai produksi broiler saat ini 30

21 Centralize traceability system 30 22 Traceability system terpusat 31

23 Penerapan CBIS pada sistem traceability 32

24 Traceability flow system 34

25 Model traceability rantai produksi broiler 34

26 Diagram konteks 35

27 DFD level 1 traceability system 36

28 DFD Level 2 proses manajemen 36

29 DFD Level 2 proses transaksi pada sistem traceability 37

30 DFD Level 2 proses traceability 37

31 DFD Level 3 proses transaksi di farm 38

32 DFD Level 3 proses transaksi di slaughterhouse (RPA) 38

33 DFD Level 3 proses transaksi di wholesaler 39

34 DFD Level 3 proses transasksi di Processor 39

35 DFD Level 3 proses tansaksi di retailer 39

36 ER-Diagramtraceability system 40

37 Model database traceability system 41

38 User public interface 42

39 User stakeholder interface 43

(15)

41 Incoming form order 45

42 Trace and track product 45

43 Halaman umum (front end) 47

44 Halaman stakeholder (back end) 47

45 Pencatatan proses produksi broiler 48

46 Contoh hasil proses traceability 49

DAFTAR LAMPIRAN

1 Form customer, frontend dan backenduser 56

2 Data master, daftar process, employee dan tipe tujuan 57

3 Data master ingredients, farm dan slaughterhouse 58

4 Product, daftar tipe kendaraan dan transporter 59 5 Form broiler, treatment dan incoming order di slaughterhouse 60 6 Birds arrivals, slaughter dan final product 61 7 Order detail, sales dan distribution 62 8 Order keRPA, incoming order dan direct sales 63 9 Form order, incoming meat dan processing food 64

10 Sales food, retailer, order dan form add user 65

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rantai produksi hasil pertanian dimulai dari petani (hulu) dan berakhir di konsumen (hilir) yang melewati beberapa proses produksi dan distribusi belum terdata dengan baik. Informasi detail rantai produksi suatu produk makanan menjadi hal yang sangat penting untuk menumbuhkan rasa kepercayaan konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi makanan tersebut. Konsumen akan ragu jika membeli produk makanan tertentu tanpa adanya informasi yang dibutuhkan khusunya menyangkut keamanan dan kualitas dari produk tersebut. Informasi detail suatu produk makan diperoleh dengan menelusuri sumber dari makanan tersebut, proses produksi dan distribusinya. Kemampuan untuk mengikuti pergerakan makanan mulai dari tahap produksi, pengolahan dan distribusi dinamakan teknik traceability (Hal 2010; Hobs et al, 2005).

Menurut Bosona dan Grebesenbet (2013), traceability adalah bagian dari manajemen logistik yang menangkap, menyimpan dan mentransmit informasi yang cocok untuk suatu makanan, pakan, produksi makanan atau semua stage

rantai produksi makanan yang produknya dapat diperiksa untuk keperluan safety, quality control, trace up/downward disetiap saat. Penelitian Pizzuti dan Mirabelli (2015) menyatakan suatu traceability system diperlukan sebagai alat untuk mengontrol safety food dan quality food.

Pemanfaatan jaringan internet untuk traceability system (TS) sangat dibutuhkan karena TS dibangun secara terintegrasi yang dapat melacak suatu produk makanan tertentu dari beberapa stakeholder yang terlibat dengan jaringan secara realtime kapan saja dan dimana saja melalui komputer pribadi atau

smartphone. Stakeholder adalah organisasi atau instansi yang terlibat dalam rantai produksi. Informasi detail seperti asal produk, proses produksi, pengolahan dan distribusi suatu produk dapat diperoleh secara cepat dengan penggunaan teknologi identifikasi seperti barcode, RFID (Radio Frekuensi Identification) dan teknologi identifikasi lainnya. Saat ini food traceabilitydari „farm to tables’ menjadi realitas pasar, tuntutan pemakai dan regulasi pemerintah (Aung and Chang 2014).

Traceability produksi ayam broiler di Indonesia belum diterapkan secara terintegrasi sehingga jika terjadi kasus penyebaran penyakit, salah produksi dan kasus lainnya akan sulit di deteksi. Konsumen yang menjadi korban paling dirugikan. Kesulitan mendapatkan informasi detail suatu produk daging ayam broiler misalnya asal farm, riwayat pembesaran di farm, proses pemotongan hingga menjadi produk tertentu, penyimpanan dan distribusinya adalah keadaan saat ini. Data Direktorat Jenderal Peternakan (2015) dari tahun 2011 – 2015 menunjukan produksi daging ayam mengalami peningkatan sebesar 5.36% dan provinsi Jawa Barat merupakan produsen daging ayam terbesar. Badan Pusat Statistik (2015) juga menunjukkan populasi ayam broiler dari tahun 2011 - 2015 cenderung mengalami peningkatan. Produk makanan yang berasal dari daging ayam mudah didapatkan dan terjangkau harganya sehingga setiap tahunnya produksi daging ayam terus meningkat.

(18)

distribusi dan sampai ke pemakai melibatkan beberapa stakeholder diantaranya produsen/peternak, pengangkut (transporter), rumah potong ayam (slaughterhouse), processor, retailer dan konsumen. Rantai produksi ayam di pengaruhi faktor pasar, budaya dan mekanisme pemerintah (Trienekens et al. 2012). Produsen atau petani yang melakukan pembesaran ayam broiler terdiri atas dua jenis yaitu petani kontrak dan non kontrak. Ayam broiler didapatkan langsung dari farm dan pengepul melalui proses pengiriman ke rumah potong ayam (RPA) yang diolah menjadi produk berupa karkas ayam utuh (whole chicken karkas), segar (fresh), beku (frozen), potongan daging ayam (parting), daging ayam tanpa tulang (boneless), produk olahan lanjutan (further process) dan produk sampingan (by product) (Micah 2011). Identifikasi dan registrasi informasi ayam komersil dilakukan per batch dengan status data kemiripan ayam yang sama, kecuali untuk tujuan breeding stock dilakukan per individu (Fallon 2001).

Penerapan TS di Indonesia masih kurang diperhatikan karena mayoritas konsumen dalam membeli produk baik makanan maupun bukan makanan sebagian besar hanya memperhatikan merk, nilai beli, expire date dan manfaatnya. Karena penerapan standar TS belum diterapkan, maka akan membuka akses impor produk asing tanpa jaminan keamanan, kualitas dan kesehatan. Salah satu keuntungan TS adalah kemungkinan informasi barang palsu dapat diketahui dengan cepat dengan memfasilitasi kemudahan akses informasi tersebut walaupun sebetulnya BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) telah membuat sistem legalitas produk tersebut namun belum terintegrasi dalam TS. Kasus pemalsuan merk produk daging ayam broiler baru-baru ini adalah bukti kurangnya perhatian dan kurangnya informasi dan penerapan traceability.

Traceability dapat diterapkan jika sistem yang dibangun memudahkan konsumen untuk mengakses traceability tersebut dengan perangkat yang murah dan tersedia. Sekarang ini Indonesia adalah pasar yang menarik bagi produk-produk asing karena standar produk yang masuk ke Indonesia belum mewajibkan penerapan sistem traceability dalam produk standar nasional Indonesia.

Penelitian tentang traceability rantai produksi makanan di Indonesia sejauh ini sudah ada seperti sistem traceability untuk identifikasi dan registrasi sapi menggunakan pendekatan CBIS (Seminar et al. 2010), assessment rantai produksi loin tuna beku menggunakan traceability decision tree berbasis ISO 28000 (Kresna 2014) dan rantai produksi udang beku di sistem bisnis dijital mengembangkan sistem traceability menggunakan metode cosine similarity dan

fuzzy asscociative memory (Djatna dan Ginantaka, 2015). Untuk penelitian

traceability pada rantai produksi ayam broiler yang dimulai dari farm sampai ke

retailer selama ini belum ada yang melakukan. Paper bukan penelitian di bidang perunggasan sudah dilakukan diantaranya oleh Fallon (2001), McMillin (2012) dan Maestri et al. (2009). Penelitian lain adalah penelitian traceability untuk rantai daging unggas dengan studi kasus perusahaan menengah (Lavelli, 2013), Sistem traceability pada perunggasan menggunakan teknologi identifikasi Radio Frekuensi Identity (RFID) yang dipasangkan pada setiap ayam hidup (Chansud et al. 2008), menganalisis aktifitas dan perilaku unggas yang terkena penyakit flu burung dengan bantuan kamera pengintai (Fuji dan Yokoi 2009) dan menganalisis

traceability daging dari farm to slaughter (Tomes et al. 2009).

(19)

ayam pun terbuka. Banyaknya produk makanan dari daging ayam tersebut membuat pengawasan terhadap produk ayam tersebut sulit dilakukan tanpa adanya sistem yang dapat melakukan pengawasan tersebut dari hulu sampai ke hilir. Penelitian traceability pada ayam broiler di Indonesia mulai dari farm

hingga ke retailer belum ada yang melakukan sehingga penelitian ini penting dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan rantai produksi ayam broiler, membuktikan sistem traceability dari farm hingga ke retailer dan membuat prototipe sistem informasi traceability terintegrasi ada produksi ayam

broiler dengan pendekatan computer-based information system (CBIS).

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana rantai produksi ayam broiler dari farm hingga ke retailer?

2. Bagaimana merancang sistem traceability yang berjalan dari farm hingga ke

retailer ?

3. Bagaimana membuat prototipe sistem traceability pada rantai produksi ayam

broiler ?

Tujuan Penelitian

1. Studi sistem rantai produksi produksi ayam broiler dari farm hingga ke

retailer

2. Merancang sistem traceability dari farm hingga ke retailer

3. Pengembangan prototipe sistem traceability terintegrasi pada produksi ayam broilerdengan pendekatan CBIS.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk stakeholder dalam meningkatkan safety

dan quality produk, mengontrol dan mendeteksi kesalahan produksi. Manfaat bagi masyarakat adalah memudahkan akses untuk mendapatkan informasi detail dari rantai produksi makanan yang dibelinya melalui sistem traceability berbasis web yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja menggunakan teknologi indentifikasi barkode. Terakhir bermanfaat bagi policemaker untuk mengambil keputusan misalnya penarikan produk (product recall) jika terjadi kesalahan produk, cacat produksi atau produk yang terkontaminasi.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah studi rantai produksi ayam broiler komersial mulai dari farm hingga ke retailer dan mengembangkan sistem informasi traceability

(20)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Rantai Produksi

Rantai produksi merupakan mata rantai penyediaan barang dari bahan baku sampai barang jadi (Indrajit dan Djokopranoto 2002). Manajemen rantai produksi produk peternakan mewakili proses produksi secara keseluruhan dari proses produksi (pembibitan dan pembesaran), pemotongan, pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke konsumen. Sistem manajemen rantai produksi merupakan satu kesatuan sistem pemasaran terpadu, yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku, guna memberikan kepuasan pelanggan (Marimin dan Magfiroh 2011).

Konsep rantai produksi melibatkan tiga tahapan dalam aliran material. Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatus sistem physical supply, manufaktur mengolah bahan mentah, dan produk jadi didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk sistem physical distribution. Aliran material tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 Pola aliran material.

Gambar 1 Pola aliran material (Arnold et al. 2004)

Pola aliran pada Gambar 1 menunjukan bahan mentah didistribusikan kepada pemasok dan manufacture yang melakukan pengolahan menjadi barang jadi yang siap didistribusikan kepada konsumen melalui distributor. Aliran produk terjadi mulai dari supplier hingga ke konsumen, sedangkan arus balik aliran ini adalah aliran permintaan dan informasi. Permintaan dari customer diterjemahkan oleh distributor dan distributor menyampaikan pada manufacture, selanjutnya

manufature menyalurkan informasi tersebut pada supplier.

Supply Chain Management (SCM) merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien. Produk dihasilkan dapat didistribusikan dengan kuantitas, tempat dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya, serta memuaskan pelanggan. SCM bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi efisien dan efektif, meminimalkan biaya dari transportasi, dan distribusi sampai inventori bahan baku, bahan dalam proses, serta barang jadi. Ada beberapa pemain utama yang memiliki kepentingan dalam SCM, yaitu pemasok (supplier), pengolah (manufacture), penyalur (distributor), pengecer (retailer) dan pelanggan (customer) (Indrajit dan Djokopronoto 2002).

Dominant flow of demand and design information

S

(21)

Rantai Produksi Ayam Broiler

Gambar 2 Model rantai produksi di Bangladesh (Shamsuddoha, 2013) 1) Broiler

Broiler adalah ayam yang dibesarkan untuk produksi daging. Umumnya ayam broiler di Indonesia berasal dari StrainCobb, Ross dan Indian River. Ayam DOC (day old chicken) dibudidayakan oleh peternak broiler dibesarkan sesuai referensi berat pasar (sekitar 2 kg dengan berat karkas sekitar 67%). Waktu budidaya sekitar 30 – 32 hari dengan konsumsi pakan sebanyak 2.4g per ekor.

2) Peternakan Parent Stock

Peternakan broiler breeder membudidayakan parent stock (PS) yang menghasilkan telur yang dibuahi untuk memproduksi broiler DOC. Pejantan dibesarkan untuk membuahi betina dan untuk menghasilkan telur tetas. Parent stock dipelihara dan saat berumur 22-24 minggu mencapai matang secara seksual dan bertelur. Pejantan dan betina dipelihara dengan rasio 1:10-12 untuk menghasilkan telur tetas. Setiap betina menghasilkan 170 telur selama 42 minggu dalam satu periode masa bertelur. Pejantan yang tidak dijadikan pembibit, diafkir dan dijual sebagai ayam potong.

3) Kontraktor

Perusahaan di Indonesia yang bergerak dari hulu hingga hilir (integrator) meliputi

processing umumnya menggunakan kontrak untuk memasok broiler ke instalasi

(22)

4) Feed Mills

Industri pakan (feed mills) memiliki bahan mentah dan produksi pakan ternak dalam kapasitas besar. Industri pakan melakukan proses pembuatan pakan meliputi penggiling bahan pakan, mencampur bahan pakan, melakukan penguapan dan proses pressing pakan menjadi bentuk pellet atau crumble, pendingin, pengepakan, penyimpanan produk akhir di gudang dan fasilitas bongkar muat.

5) Hatchery

Penetasan telur dilakukan di hatcheries dalam 2 tahap yaitu tahap inkubasi selama dan tahap penetasan. Suhu dan kelembaban dikontrol. Blower atau kipas angin digunakan untuk menjamin keseragaman suhu dan kelembaban dalam hatcher. Tahap inkubasi di setter di lakukan selama 18 hari kemudian telur di transfer ke bagian hacther selama 3 hari. Telur menetas pada umur 21 hari. Anak ayam (DOC) dikeluarkan, diperiksa dan divaksinasi sebelum dikirim ke peternak atau

poultry shop. 6) Integrator

Integrator melakukan semua tahapan produksi broiler. Integrator memiliki PS (parent stock), penetasan (hatchery), industry pakan, instalasi prossesing dan mungkin memiliki peternak broiler sendiri atau menggunakan sistem kontrak dengan peternak. Integrasi mengurangi biaya koordinasi di setiap tahap produksi. Perusahaan integrator di Indonesia yang besar diantaranya Charoen Pokphand, Japfa Comfeed dan Sierad Produce.

7) Rumah Potong Ayam dan Processing Plant

Ayam yang telah memiliki bobot panen dikirim ke RPA (rumah potong ayam). Pemotongan dilakukan menggunakan fasilitas modern dengan mengacu pada aturan keamanan produk dan lingkungan. RPA di Indonesia memproses sekitar 10.000 ekor ayam/jam. Prosedur umum RPA meliputi rekondisi pasca kedatangan ayam dari farm, proses seleksi bobot badan dan kesehatan, penggantungan ayam secara individual, penyembelihan secara individual, scalding (perendaman dalam air panas), pencabutan bulu, pengeluaran bagian dalam tubuh ayam (non karkas), penyimpanan (pendinginan atau pembekuan). Karkas ayam dikirim ke industri pengolahan untuk dijadikan produk olahan, dikemas, disimpan (di dinginkan atau dibekukan) dan didistribusikan ke konsumen selanjutnya.

Definisi Traceability

(23)

atau lokasi. Traceability adalah kemampuan untuk melacak produk dan sejarahnya secara keseluruhan, atau sebagian, rantai produksi dari panen, transportasi, penyimpanan, processing, distribusi dan penjualan atau satu step internal rantai makanan (Moe 1998). Traceability adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan semua produk dan semua tipe rantai produksi (Regattieri, et al. 2007).

Traceability makanan adalah bagian dari manajemen logistic yang mengangkat, menyimpan dan mentransmit informasi yang layak terkait makanan, pakan, hewan bahan makanan, dan semua substansi di semua stages rantai produksi makanan sehingga produk tersebut dapat diperiksa untuk pengawasan keamanan dan kualitas, traced upward dan tracked downward sewaktu-waktu diperlukan (Bosana dan Gebresent 2013)

Gambar 3 Informasi flow of tracking & tracing rantai produksi (Schwägele 2005)

Gambar 4 Traceability across rantai produksi (GS1 2007) Karakteristisk traceability adalah:

1. Menyediakan akses ke semua properti relasi traceability dari sebuah produk, tidak hanya dapat diverifikasi oleh analisis

2. Menyediakan akses ke property suatu produk makanan atau bahan di semua bentuknya, di semua link dari rantainya

3. Memfasilitasi traceabilitybackword produk makanan ( darimana datang) dan

forwards (kemana pergi)

4. Didasarkan pada rekaman sistematis dan pertukaran property

(24)

Teknologi sistem traceability berdasarkan Kraisintu and zhang (2011) meliputi:

1. Alfanumerical Codes 2. Barcode

3. RFID (Radio Frequency Identification Data) 4. GIS ( Geograpi Information System)

5. GPS (Geo Position Satelite).

Keuntungan traceability menurut Bosana dan Gebresent (2013) meliputi : 1. Meningkatkan kepuasan pelanggan

2. Memperbaiki manajemen krisis makanan 3. Perbaikan sistem rantai produksi makanan 4. Meningkatkan kompetensi perusahaan

5. Memperkaya kontribusi teknologi dan ilmu pengetahuan 6. Kontribusi terhadap keberlangsungan pertanian

Metode Identifikasi Ternak

Traceability ternak secara lengkap tergantung dari akurasi identifikasi ternak secara individu atau kelompok dan keaslian serta rekam jejak setelah identifikasi (Smith et al. 2005). Identifkasi dapat dilakukan secara visual dan non visual. Metode visual meliputi: cap rahasia (salah satu panas atau beku) atau cap tanduk; telinga, tanduk atau tato lidah; label atau ban leher (collar) di telinga, sekitar leher atau ekor, di sayap, atau direkat atau disembunyikan; earnotching atau tanda; dan pola warna foto atau ciri-ciri. Label telinga, leher atau sayap terbuat dari metal atau plastik berupa dangle, tombol atau elektronik. Metode identifikasi elektronik terdiri dari barcode, 2 dimensi simbol, RFID dan OCR. Dangel rantai leher, suntik kulit (rumen boluses), sementara indentifikasi biometric perlu beberapa form (Smith et al. 2005). Biometrik merupakan identifikasi individual seperti implant kulit, ceramic boluses, DNA genetic dan identifikasi antibody (Yordanov dan Angelova 2006).

Beberapa teknik indentifikasi memiliki banyak kelebihan dibanding dengan konvensional tags tetapi mahal, lambat dan tidak cukup waktu test untuk digunakan pada identifikasi atau traceability system (Stanford et al. 2001). Kesulitan menelusuri jejak ternak, produk dan produksi melalui penggabungan identifikasi langsung dapat diatasi dengan teknologi DNA. DNA sampling dapat dilakukan pada ternak hidup dalam menyediakan bukti positif untuk identifikasi validasi keturunan, keaslian atau kecurangan (Shackell 2008)

Centralized Traceability System

TS (Traceability System) harus dibuat secara menyeluruh dan terpusat karena untuk menelusuri dari hulu ke hilir melibatkan stakeholder atau lembaga yang berbeda. Setiap stakeholder memiliki peranan masing-masing dan akan mengutamakan peranannya dengan tidak mengindahkan sistem yang dapat melakukan penelusuran proses produksi. Untuk memudahkan proses bisnis dalam suatu stakeholder, dibangun sistem informasi sesuai kebutuhan stakeholder

(25)

proses penelusuran dan tidak menjangkau stakeholder yang sudah melewati satu tahap stakeholder.

Sistem informasi digunakan untuk administrasi antar atau dalam maksimal dua lembaga karena kebutuhan yang sama. Setelah melewati satu stakeholder atau pihak ketiga, biasanya informasi yang disampaikan ke pihak kedua akan berubah dan hilang, tidak sampai ke pihak ketiga. Semua stakeholder yang terlibat dari awal produksi sampai akhir produksi dinamakan rantai produksi. Satu rantai produksi melibatkan semua stakeholder adalah satu kesatuan terintegrasi. Satu rantai produksi diterapkan dalam sebuah sistem. Untuk tujuan penelusuran produk, maka dikembangkan sistem traceability.

Sistem traceability terintegrasi yang lengkap memerlukan kode identifikasi di setiap stakeholder yang memiliki peranan kritikal traceability, identifikasi model organisasi yang cocok, kreasi supply chain, identifikasi teknik instrumen, identifikasi lot dan manajemen informasi (Bevilacqua et al.2009).

Kunci utama dalam sistem traceability adalah kode identifikasi dan jaringan. Walaupun sebenarnya melibatkan 6 sumber yaitu hardware, software, infoware, brainware dan netware (Seminar 2016). Perbedaaan teknologi kode identifikasi tidak mempengaruhi sistem traceability. Teknologi identifikasi diperlukan untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan peranan masing-masing stakeholder.

Supaya sistem traceability dapaty digunakan oleh semua stakeholder dari hulu ke hilir maka harus diterapkan model CBIS yang dapat menggabungkan sistem

traceabiality terintegrasi menjadi satu kesatuan yang saling berinteraksi dan dibutuhkan oleh semua stakeholder yang terlibat.

Product Coding dan Data Interchange

Sistem sederhana yang ditunjukan label biasanya lot dan nomor identifikasi. Informasi dapat dicetak di label luar bungkus paket untuk item retail. Kode batch

berasal dari processor dan berisi informasi produksi, shift, waktu produksi dan data lain yang diperlukan seperti data series. Metode yang baik adalah yang biasa menggunakan barcode dan RFID (Bevilacqua et al. 2009). Mayoritas perusahaan makanan dan retail di dunia menggunakan label Universal Product Code (UPC), yang diperkenalkan oleh GS1 US dan GS1 (dikenal sebagai US Uniform Code Council dan European Article Numbering [EAN] authority, respectively

(Polkinghome dan Thompson 2009). Berbagai jenis barcode telah dikembangkan seperti GS-128 barcodes, dan two-dimensial (2D) barcode yang berisi lebih banyak informasi daripada barcode biasa. Identifikasi untuk semua paket, palet atau kontainer biasanya menggunakan Serial Shipping Container Code (SSCC) dan sebuah teknik barcode untuk mengurangi ukuran barcode berdasarkan perbedaan UPC dan type EAN. Kekurangan barcode adalah sulit menscan jika dibungkus dengan airdroplets atau condensed water dari es yang meleleh.

(26)

Gambar 5. Contoh jenis barcode

UPC (Universal Product Code) diciptakan oleh Amerika Serikat yang mewakili kode produk universal dan setara dengan European Article Number

(EAN). Kode-kode UPC mudah dilihat mata yang tak terlatih yang hampir tepat sama dengan kode-kode EAN, tetapi hanya akan mengkodekan dua belas digit (UPC-A) dan delapan digit (UPC-E). Barcode UPC yang terdiri dari 13 angka yang tersusun dari tiga angka pertama merupakan kode negara, empat angka berikutnya merupakan kode manufaktur produk tersebut diproduksi, lima angka berikutnya merupakan kode produk yang akan dipublish, 1 angka terakhir merupakan check digit. Check digit ini merupakan suatu “old-programmer’s trick” untuk mengvalidasikan digit-digit lainnya (number system character, manufacturer code, product code) yang dibaca secara teliti.

EAN barcode ditujukan untuk retail Point-of-Sale (POS) karena di desain untuk lingkungan scanning dengan volume tinggi. Digunakan pada POS dan logistik harus dicetak lebih besar dari ukuran yang dituju untuk mengakomodasi scanning pada logistik.Terbatas untuk membawa GS1 Key dan special identifier untuk aplikasi terbatas seperti variable measure trade items dan penomoran internal.

Gambar 6. EAN 13 barcode (gs1.id.org)

Barcode 2 Demensi, lebih canggih dibanding Linear Code karena bisa memuat ratusan digit karakter dan tampilannya pun berbeda dengan Linear Code. Pada Barcode 2 Demensi, informasi/data yang besar dapat disimpan dalam ruang (space) yang kecil. Contoh Barcode 2 Demensi yaitu PDF417 yang dapat menyimpan lebih dari 2000 karakter dalam sebuah space 4″. Ada banyak manfaat dari barcode ini antara lain:

1) Pengumpulan data yang cepat dan dapat diandalkan.

(27)

4) Mengurangi kerugian pendapatan akibat kesalahan pengumpulan data lapangan.

5) Memudahkan dalam mengatur level persediaan.

6) Meningkatkan kerja manajemen dan pengambilan keputusan lebih baik 7) Akses cepat kepada informasi yang dibutuhkan.

RFID adalah metode identifikasi yang menggunakan sarana yang disebut label RFID yang mengambil dan menyimpan data jarak jauh. Label RFID ini di pasang di produk atau barang lainnya bahkan mahluk hidup untuk mengidentifikasi jarak jauh menggunakan gelombang radio. Label RFID ini di menyimpan data secara elektronik yang di baca beberapa meter. Label RFID ini seperti silicon atau antenna. Label RFID dapat dibaca oleh alat pembaca walaupun pembaca tertutup oleh objek lain yang dapat membaca ratusan pada suatu waktu, berbeda dengan barcode yang hanya dapat membaca satu persatu.

Awalnya RFID digunakan sebagai spionase pemerintah rusia oleh Leon Theremin tahun 1945. Sekarang ini RFID modern dapat digunakan untuk berbagai macam (Wikipedia 2016) seperti :

 ManajemenAkses

 Pelacakan barang

 Pengumpulan dan pembayaran toll tanpa kontak langsung

 Mesin pembaca dokumen berjalan

 Pelacakan identitas untuk memverifikasi keaslian

 Pelacakan bagasi di bandara

Gambar 7.Kartu RFID dan alat pembacanya

GS1 Data Matrix dan GS1 QR Code

Barcode 2D GS1 yaitu GS1 Data Matrix dan GS1 QR Code yang juga disebut "2D Matrix" adalah simbol-simbol yang dapat membawa semua GS1 keys dan atribut. Hal ini dapat diterapkan pada barang perdagangan untuk membawa informasi seperti tanggal kadaluwarsa, nomor seri atau batch/lot nomor. Simbol 2D juga dapat digunakan untuk informasi tambahan pada kemasan (extended information) yang berisi tautan halaman web (URL). Barcode 2D mendukung pemindaian aplikasi ponsel. Untuk sektor kesehatan, GS1 Data Matrix adalah satu-satunya simbologi barcode 2D yang diizinkan diterapkan pada barang perdagangan.

GS1 Data Matrix

(28)

Gambar 8 GS1 data matrix

 Alpha Numerik (dapat memuat angka dan huruf).

 Informasi yang terkandung sangat padat.

 Pembacaan alat scanner menggunakan scanner 2D.

 Kapasitas: 7089 digit angka atau 4296 gabungan angka dan huruf.

 Mengukung penggunaan kunci identifikasi GS1.

QR Code (Quick Response)

QR Code (Quick Response) adalah barcode 2D, yang terdiri dari modul hitam (persegi titik/piksel), diatur dalam pola persegi di latar belakang putih. Kode-kode ini bisa diterjemahkan secara singkat dan cepat hanya menggunakan kamera ponsel yang telah ditambahkan aplikasi pembaca QR Code. QR Code diciptakan oleh perusahaan Jepang, Denso-Wave dari Denso Corp. pada tahun 1994, yang digunakan dalam industri otomotif.

Gambar 9 Contoh QR code Karakteristik dari QR Code :

 Alpha Numerik (dapat memuat angka dan huruf).

 Informasi yang terkandung sangat padat.

 Pembacaan alat scanner menggunakan scanner 2D.

 Kapasitas: 3116 digit angka atau 2335 gabungan angka dan huruf.

 Mengukung penggunaan kunci identifikasi GS1.

Computer-based Information System (CBIS)

Menurut Seminar (2016), Computer-Based Information System (CBIS) terdiri dari 6 sumber, yaitu hardware, software, dataware, netware, infoware dan brainware

(29)

1) Hardware

Terdiri dari sensing devices, data loggers, data scanner, communication devices, data storages, information displays, actuators, processing units (microprocessor), computers, smartphones, dan communication networks. 2) Software

Terdiri dari operating systems, software aplikasi terkait, Database Management System (DBMS), GIS Software, data acuisition, software

analisis dan generator laporan, software aplikasi khusus (Knowledge Management System (KMS), Enterprise Resource Planing (ERP),

Decission Support System (DSS), Customer Relation Management (CRM), Sistem Intelegensi lainnya) dan search engine untuk informationretrieval

3) Dataware

Semua data relevan (historical, real-time, statistical, spatial & geographical) yang berhubungan dengan node/actor lainnya, proses/activities, events, food products dan standar kualitas yang melibatkan rantai makanan adalah merupakan sumber dataware

4) Netware

Terdiri dari network access and control, media komunikasi, direktori site,

communication processors, webservice, teknologi kluster network (intra, extra,& inter-net)

5) Informasi

Berisi operasional, laporan manajerial, forecast and trend analysis report,

early warning signals, decision scenarios dan opsi di form digital atau forms cetak merupakan sumber informasi.

6) Brainware

Berupa semua actor yang terlibat di rantai makanan dan CBIS seperti

administrator databases dan CIF (Chief Information Officers), Manajer MIS, subject-related experts dan end users adalah merupakan brainware

Untuk tujuan transparansi rantai makanan, CBIS memiliki 4 peranan penting yaitu :

1) Mendukung bermacam-macam algoritma, programmable computational scenarios.

2) Mendukung real-time, akuisisi data yang objektif dan persis dari aliran data actor /node lain di stage lain rantai makanan.

3) Mendukung storage data massive dalam jenis form dijital (text, video, audio) dari graphical, spatial, temporal, statistical and serial data yang berhubungan dengan prosess, objek dan aktor dalam rantai makanan. 4) Mendukung linking, tracing dan pentingnya keberagaman semua aktor di

(30)

Gambar 10. CBIS untuk transparansi makanan (Seminar 2016)

Uji dan Evaluasi Sistem

SUS (System Usability Scale) adalah skala likert yang digunakan untuk mengukur validitas kegunaan sistem (Brooke 1996). SUS ini terdiri dari 5 skala yaitu Sangat Tidak setuju sampai Sangat Setuju. Responden diminta untuk memilih skala persetujuan atau tidak setuju dengan 10 item pernyataan terhadap sistem yang akan di evaluasi. Responden disini adalah semua aktor yang terlibat dalam menggunakan sistem.

SUS terdiri dari 5 skala yaitu Sangat Setuju sampai dengan Sangat Tidak Setuju. SUS teridir dari 10 pernyataan yang mana setiap pernyataan nomor ganjil diberi nilai 4 untuk pilihan sangat setuju dan 0 untuk pilihan sangat tidak setuju namun, pernyataan pada poin genap diberikan nilai 0 untuk pilihan sangat setuju dan 4 untuk pilihan sangat tidak setuju. Nilai kesepuluh pernyataan dijumlahkan dan dikali dengan 22.5 dan dibagi dengan jumlah responden sehingga menghasilkan nilai akhir antara 0 - 100. Nilai akhir antara 0 – 100 tersebut memiliki kriteria grade seperti tampak pada gambar 9 grade SUS.

(31)

Metode Pengembangan Sistem

Menurut Satzingert (2010), metode pengembangan berbasis SDLC (Software Development Life Cycle) yangmeliputi beberapa tahapan seperti pada gambar 12 Tahapan SDLC

Gambar 12 Tahapan SDLC (Satzinger 2010)

Metode pengembangan sistem menurut Satzinger (2010) meliputi beberapa langkah diantaranya :

1) Project Planning

Merencanakan kebutuhan dari keseluruhan sistem yang akan dibangun. Kebutuhan akan hardware, software, brainware dan lainya. Untuk kebutuhan data dan informasi dapat dilakukan melalui wawancara, observasi dan analisis dokumen.

2) Analisis Sistem

Pada tahapan ini kebutuhan difokuskan pada perangkat lunaknya seperti fungsi-fungsi yang dibutuhkan, rancangan antar muka, otentikasi, keamanan sistem dan lain-lain. Kebutuhan sistem dan perangkat lunak ini di dokumentasikan untuk di lakukan proses selanjutnya.

3) Perancangan Sistem

Pada tahap ini dijelaskan bagaimana membuat struktur data menggunakan

ER-Diagram, arsitektur perangkat lunak atau perancangan sistem dengan

context diagram, desain database dan perancangan antarmuka. 4) Implementasi

Untuk membangun perangkat lunak berbasis web, diperlukan kemampuan pemrograman bahasa berbasis web. Pada tahapan ini, penulis mengembangkan perangkat lunak menggunakan bahasa pemrogramman PHP dengan framework CodeIgniter versi 3.0. Untuk database penyimpanannya menggunakan Mysql.

5) Support

Menjaga keberlangsungan sistem agar dapat digunakan terus dengan melakukan pengembangan-pengembangan dan perbaikan.

Project Planing

Analisis Sistem

Perancangan

Implementasi

(32)

Penelitian Dahulu yang Terkait

Di Indonesia saat ini belum ada yang melakukan penelitian terkait traceability

produksi ayam broiler, beberapa penelitian terkait traceability pernah dilakukan di negara lain seperti pada table 1.

Tabel 1 Penelitian terkait broilertraceability

Peneliti Tahun Judul Scope Kesimpulan

Viaene and Verbeke

1998 Traceability as a key instrument

2008 RFID for Poultry Traceability

2008 Web Services with Poultry

Penelitian dilakukan hanya pada perusahaan integrator ayam broiler mulai dari

(33)

Bahan dan Alat Penelitian

Teknik pengumpulan data dilakukan peneliti melalui interview dan observasi ke setiap aktor di setiap stakeholder. Target interview atau pemberi data adalah pakar ayam, pelaku pasar retailer (Alfa mart, Alfa midi dan Indo mart), dan pelaku usaha ayam broiler di Jabodetabek.

Tahapan Penelitian

Gambar 13 adalah metode penelitian dalam rangka pengembangan sistem

traceability. Sebelum melakukan penelitian, penulis melakukan beberapa tahap sebagai berikut :

1) Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data ini dilakukan melalui studi pustaka, proses wawancara langsung ke pakar ayam broiler dan perusahaan integrator yaitu PT Japfa Comfeed, PT Sierad Produce dan PT Charoen Pokhand dan terakhir ke retailer (Indomart dan Alfamart) yang ada di wilayah Jabodetabek.

2) Analisis Sistem

Proses ini mempelajari, mengidentifikasi, mencatat dan menganalisis

stakeholder, jaringan distribusi, transporter, dan aktor yang terlibat pada setiap stakeholder rantai produksi broiler untuk memenuhi kebutuhan data. Menganalisis sistem traceability yang berjalan saat ini, melakukan analisis sistem baru yang cocok dan dapat diterapkan, melakukan perancangan sistem traceability yang baru tersebut untuk selanjutnya dilakukan proses implementasi sistem dan evaluasi sistem.

Gambar 13 Tahapan penelitian

Studi pustaka, observasi, wawancara, analisis dokumen, Komparasi dan membuat desain penelitian untuk

diverifikasi

Mempelajari semua actor (stakeholder) yang terlibat pada rantai produksi broiler dari farm ke retailer untuk kebutuhan data dan informasi

Mulai

Prototyping Penerapan model (CBIS) Computer-based Information

System untuk pengembangan Sistem Traceability Desain Sistem Mendesain sistem untuk hasil analisis dan identifikasi di lapangan food chain traceability broiler

Selesai

(34)

Proses pemenuhan data dan informasi dilakukan melalui identifikasi, pencatatan dan pengolahan data dan informasi yang masuk dan keluar pada setiap stakeholder (aliran data), menganalisis praktek-praktek yang merupakan bagian dari traceability, menganalisis dokumen-dokumen yang digunakan, mencatat semua SOP (standard operational procedur), menganalisis penerapan dokumentasi meliputi pelaksanaan pencatatan perekaman, sistem pengkodean pada setiap flock atau batch broiler (Fallon 2001). Penelusuran proses penilaian traceability menggunakan pohon keputusan traceability (Derrick dan Dillon 2004).

Teknik pohon keputusan traceability ini meliputi beberapa pertanyaan yaitu ;

a. Apakah terdapat proses perekaman traceability pada tahap ini? Jika ada, maka dilakukan proses selanjutnya dan jika tidak ada, maka diperiksa kembali jika diperlukan untuk proses traceability maka dibuat rekaman tahap ini dan jika tidak maka dilakukan pada tahap selanjutnya

b. Mengidentifikasi apakah terdapat pengkodeaan pada setiap flock

atau batch broiler yang datang dan keluar dari stakeholder? Jika ya, maka dilanjutkan pada tahap selanjutnya da jika tidak maka perlu di identifikasi kembali apakah perlu direkam atau tidak.

c. Mengidentifikasi apakah setiap kode yang diberikan, digunakan kembali pada stakeholder selanjutnya? Karena hal ini untuk menjaga proses traceability. Jika tidak maka perlu dilakukan identifikasi untuk keperluan traceability.

Selanjutnya adalah membuat bisnis rule pada setiap stakeholder, merancang dan membuat flow diagram dari semua stakeholder yang terlibat dengan melakukan penerapan model CBIS. Desain model untuk pertukaran informasi pada setiap aktor yang terlibat pada setiap

stakeholder mulai dari farm to retailer. Melakukan evaluasi hasil penelitian dengan membuat sistem yang dievaluasi menggunakan form yang dibuat dalam google form yang dapat diakses oleh semua stakeholder

dan pakar ayam broiler dimanapun. Hasil evaluasi disampaikan dan dijadikan acuan untuk pengembangan dan perbaikan sistem selanjutnya. 3) Prototyping / Implementasi Sistem

Tahap ini mengimplementasikan hasil analisis dan desain dengan melakukan pengembangan sistem informasi traceabilitybroiler (e-broiler) berbasis web agar dapat mudah diakses pada semua stakeholder rantai produksi broiler. Rancangan database relation management system

(DBMS) dengan entity relation diagram (ER Diagram) dibuat terlebih dahulu sebelum melakukan implementasi pembuatan database broiler

untuk penyimpanan data (data storage) dan rancangan antarmuka (interface). Pengkodean selanjutnya dilakukan menggunakan bahasa pemrograman berbasis web (PHP dan XML) dan melakukan pre try-out

(35)

sistem menggunakan bahasa pemrogramm dan support. Tahapan analisis sistem sudah dilakukan pada tahap sebelumnya. Desain sistem meliputi rancangan alur kerja sistem, antarmuka, cara pengoperasian sistem dan hasil keluaran atau output. Pengkodean merupakan tahapan implementasi analisis dan desain sistem yang dituangkan dalam bentuk software aplikasi dengan bahasa pemrograman berbasis web. Terakhir adalah pengujian yang dijelaskan pada tahap selanjutnya.

4) Uji dan Evaluasi a) Uji Sistem

Setelah dilakukan pengembangan sistem pada tahap prototyping, maka dilakukan proses ujicoba terhadap fungsi-fungsi yang telah dibuat untuk mencari bug and error dan ketidaksesuaian dengan bisnis rule yang telah ditentukan dengan melibatkan semua stakeholder termasuk pakar ayam broiler.

b) Evaluasi Sistem

Melakukan evaluasi sistem traceability menggunakan model SUS (System Usability Scale) (Brooke 2010) yang dibuat secara online menggunakan google form melibatkan pakar ayam broiler, farmer,

slaughterhouse, processor dan retailer. SUS terdiri dari 10 item pertanyaan dan 5 item respon (sangat tidak setuju – sangat setuju) c) Dokumentasi Sistem

Membuat dokumentasi dan panduan teknis sistem informasi, mencatat semua histori pengembangan sistem (versioning system) dan mengusulkan sistem yang telah dibangun untuk dapat digunakan sebagai standar sistem informasi traceability ayam broiler.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Persiapan dan Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan pada perusahaan integrator (PT Japfa Comfeed, PT Sierad Produce, PT Charoen Pokpand) dan Retailer (Indomart dan Alfamart) yang dilaksanakan pada bulan Pebruari hingga Agustus 2016. Penelitian dilakukan mulai dari farm sampai ke retailer. Ada beberapa metode persiapan dan pengumpulan data namun yang dilakukan penulis adalah melakukan observasi langsung, pengecekan dokumen dan wawancara.

Observasi

(36)

pemilihan baby chick, penempatan, pemberian pakan dan sampai besar untuk siap dipotong dan dikirim ke RPA melalui transporter.

RPA memesan ayam pada departemen commercial farm dengan jumlah dan standar tertentu. Alat transportasi disediakan oleh RPA bekerjasama perusahaan transportasi yang disebut transporter. Ayam hidup yang datang ke RPA dilakukan pemilahan dan pengecekan kesehatan oleh dokter hewan RPA untuk memilih ayam yang layak dipotong. Jika ayam tersebut termasuk dalam ayam kategori layak dipotong, maka ayam tersebut dilakukan penimbangan ulang untuk memilah ayam dengan standar ukuran yang ditetapkan. Tahap selanjutnya adalah ayam-ayam tersebut diikat dan digantung untuk dimasukan ke area pemotongan. Proses pemotongan dalam RPA terdiri dari beberapa area diantaranya:

a) Area Kedatangan

1) Kedatangan ayam hidup

2) Inspeksi oleh bagian Quality Control dan dokter hewan 3) Ayam diturunkan dari truk

4) Penimbangan ayam

5) Pengistirahatan ayam untuk mengurangi stress 6) Penggantungan ayam ke Shackle

b) Area Pemotongan

1) Melakukan pemotongan 2) Perendaman air panas 3) Pencabutan bulu c) Area Pembersihan Jeroan

1) Pembukaan kloaka dan pengeluaran jeroan 2) Penggantungan

3) Penyemprotan dengan air bersih sebelum karkas masuk ke area bersih d) Area Pengepakan

1) Pencucian karkas dalam tanki dingin agar tercapai suhu < 40C 2) Penimbangan karkas

3) Pemilahan dan pengemasan

4) Penyimpanan karkas dalam ruang pendingin untuk pengiriman

5) Penyimpanan karkas dalam ruang pembekuan untuk pengiriman luar pulau

Selain melakukan observasi ke RPA, penulis juga melakukan observasi ke industri produk olahan (processor) yang memproduksi makanan siap saji dari bahan dasar daging ayam yang menghasilkan produk olahan berupa nuged, chicken wings, stick atau jenis produk lainnya yang dipesan oleh pelanggan. Terakhir penulis melakukan pengamatan langsung ke retailer yaitu ke beberapa supermarket seperti Giant, Carefour dan bahkan ke KFC.

Pengecekan Dokumen

Pengecekan dokumen dimulai dari dokumen pesanan yang ada di farm, proses pemberian pakan, penanganan penyakit, standar bio-sehat dan pengelola farm atau kandang. Dokumen dari RPA yang dikirim ke farm dan pesanan ke farm melalui

(37)

informasi farm, jumlah ayam, perlakuan dan lama perjalanan. Dokumen proses pada RPA, dokter dan hasil produksi.

Wawancara

Wawancara dilakukan mulai dari breeder yang memproduksi DOC Comercial, kemudian farm yang melakukan proses pembesaran hewan mulai dari baby chick

sampai siap dikirim ke RPA dan ke wholesaler. Penulis melakukan wawancara terhadap manajer RPA yang bertanggungjawab terhadap proses produksi di RPA dan terakhir dilanjutkan pada manajer produksi perusahaan processor untuk proses pengolahan makanan berbahan dasar dari ayam seperti Bellfood atau SoGood yang menghasilkan produk olahan lanjutan berupa chicken wing, nugged,

stick dll.

Rantai Produksi Breeder

Sebelum melakukan analisis rantai produksi dari farm hingga retailer, sedikit disampaikan asal mula dari ayam broiler yang dibesarkan dari anak ayam DOC di Indonesia. DOC GPS yang diimpor dilakukan proses sortir untuk memilah anak ayam yang sehat kemudian memilah pejantan dan betina, pemberian nutrisi (grogel) dan pemusnahan ayam yang tidak sehat. DOC GPS dikarantina pada hen house close untuk dilakukan proses pembesaran selama 25 minggu. Untuk saat ini sudah ada yang mengimpor GPS berupa telur untuk mengurangi resiko kematian DOC GPS. Setelah DOC GPS berusia 25 minggu, maka selanjutnya dilakukan proses persilangan untuk menghasilkan telur PS (parent stock). Proses produksi persilangan untuk menghasilkan telur PS adalah antara 25-65 minggu. Penetasan telur PS dilakukan di farm berbeda dengan lama proses penetasan 21 hari.

Gambar 14 Rantai produksi breeder PT X

Penetasan Telur

Pembesaran PS (parent stock) Pembesaran GPS di

(38)

Hasil penetasan telur PS disortir kembali untuk mendapatkan anak ayam PS yang sehat dan normal. Terakhir adalah pemisahan jenis antara pejantan dan betina. Setelah PS berusia 25 minggu, PS disilangkan untuk menghasilkan anak ayam pedaging untuk dipotong (DOC). DOC didistribusikan ke farm internal,

farm kontrak dan sebagian di jual bebas atau ke Poultry Shop. Proses produksi PS untuk menghasilkan DOC adalah diantara 25 - 70 minggu. Jika usia PS diatas 70 minggu, maka PS tersebut diapkir atau dijual bebas sebagai ayam pedaging. DOC yang berusia 25-40 hari maka DOC tersebut siap dipanen.

Rantai Produksi Ayam Broiler

Setelah melakukan pengumpulan data dan dokumen, selanjutnya adalah analisis rantai produksi dari farm hingga retailer. Hasil penelitian menunjukan rantai produksi ayam broiler di beberapa tempat memiliki model yang berbeda-beda. Gambar 15 menunjukan beberapa model rantai produksi di Jabodetabek.

Rantai Produksi Model X

Rantai Produksi Model Y

Rantai Produksi Model Z

Gambar 15 Model rantai produksi ayam broiler PT XYZ

RPA memiliki standar dan target produksi tertentu. Untuk memenuhi target produksi tersebut diperlukan strategi pemenuhan produksi diantaranya dengan menjalin kontrak dengan farm-farm masyarakat, mencari ke pengepul dan bahkan menyediakan jumlah farm dengan produksi ayam hidup yang cukup banyak, seperti di PT X dan Y jika kebutuhan ayam hidup di RPA tidak terpenuhi, maka sales mencari ayam hidup ke pengepul umum.

Own Farm

Pengepul

RPA Retailer

Processor

Contract Farm

Pengepul

RPA Wholesaler Retailer

Processor

Own Farm

Contract Farm

RPA Retailer

(39)

Transporter bertugas melakukan distribusi ayam hidup dari farm ke RPA dan hasil produksi RPA ke processor atau ke wholesaler dan atau dari wholesaler

ke retailer. Transporter terdiri dari transporter mitra dan internal. Transporter

mitra adalah perusahaan penyedia kendaraan dan masih merupakan anak perusahaan integrator sementara transporter internal adalah kendaraan yang dimiliki di internal perusahaan integrator. Pengiriman ayam hidup umumnya lebih menggunakan transporter internal farm atau RPA.

Rantai produksi dari RPA ke retailer di stakeholder PT X dan Z memiliki model rantai produksi yang sama sementara rantai produksi RPA ke retailer di PT Y memiliki rantai produksi yang sedikit berbeda dimana PT Y mengirim semua hasil produksi RPA ke wholesaler untuk di stok di gudang, kemudian produk RPA tersebut didistribusikan ke retailer dan atau processor.

Keuntungan dan kerugian dari ketiga model rantai produksi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Keuntungan dari model PT X dan Y, RPA dapat selalu memenuhi target ayam hidup dengan standar yang ditentukan sementara kekurangannya, data dan informasi asal peternak dari pengepul tidak diketahui atau hilang. 2. Administrasi logistik dari PT Y lebih baik, karena semua produk

didistribusikan melalui wholesaler

3. PT Z memiliki kelebihan di RPA karena data informasi asal peternak dapat diketahui walaupun informasi tersebut hanya terbatas di RPA

Dari ketiga analisis rantai produksi di PT X,Y dan Z, secara umum rantai produksi tersebut tampak seperti pada gambar 16 yang menunjukan hubungan antara

stakeholder secara induktif.

T = Transporter

(40)

1) Breeder

Breeder adalah farm yang menghasilkan DOC untuk dibesarkan di farm

DOC dan sebagian di jual bebas melalui poultry shop. Seperti dijelaskan sebelumnya, Breeder melakukan proses pembesaran dan persilangan ayam hidup PS untuk menghasilkan telur-telur untuk ditetaskan dan menghasilkan DOC commercial yang dijual atau disalurkan ke farm-farm

ayam broiler.

2) Farm

Farm terdiri dari farm masyarakat (independent farm), contract farm dan

own farm. Independent Farm adalah farm masyarakat yang secara perseorangan membesarkan dan memproduksi ayam hidup untuk dijual dan memperoleh DOC untuk dibesarkan dari poultry shop. Poultry shop

membeli DOC dari breeder. Contract farm adalah farm masyarakat yang membesarkan DOC sesuai dengan perjanjian kontrak yang telah disepakati dengan perusahaan integrator dan umumnya DOC dan pakan diproduksi oleh perusahaan. Own farm adalah farm milik perusahaan integrator.

3) RPA

Di RPA seperti dijelaskan sebelumnya terdapat 3 proses yaitu kedatangan, pemotongan, pembersihan jeroan dan pengepakan. Pada proses kedatangan, semua ayam hidup diperiksa kembali kesehatannya, ditimbang, dicatat kembali dan di istirahatkan untuk menghilangkan stress. Jika terdapat ayam yang tidak layak di potong, maka ayam tersebut di KIR atau dikembalikan ke farm. Setelah semua proses kedatangan dilakukan, proses selanjutnya adalah pemotongan, pembersihan bulu, jeoran, pencacahan dan pengepakan.

Semua permintaan dan pengiriman ayam broiler dari farm ke RPA diatur oleh commercial farm departement. Ayam broiler dikirim dari farm

(41)

Ayam yang diterima dari pengepul umumnya di campur dari beberapa

farm dan tidak dicatat secara detail. Ayam digabung dan dicampur sehingga identifikasi ayam perkelompok (flock) dari farm tertentu sudah tidak dapat dikenali lagi karena dicampur. Informasi asal ayam dari farm

mana pada tahap ini sudah hilang dan tidak dicatat lagi.

Tahap RPA ini, hasil produksi menghasilkan beberapa jenis produksi. Hasil produksi menghasilkan beberapa jenis produksi seperti cacass, frozen, boneless, pilet dan jenis produk lainnya sesuai pesanan dan dari pelanggan. Data dan informasi produk teridentifikasi melalui proses

packing dan labeling berupa informasi farm, harga, tanggal kadaularsa dan informasi lainnya sesuai pesanan penjualan (sales order) dari pelanggan.

Hasil produksi RPA berupa pilet, sayap dan karkas umumnya dipesan dan dikirim ke Processor untuk dijadikan bahan olahan makanan lain seperti nugged, stick, wings, dan produk olahan lainnya, gelondongan dan cacah lainnya dijual ke pasar tradisional secara langsung melalui penjual pasar. Pemesanan daging ayam juga dilakukan oleh Horeka langsung ke RPA. Ada beberapa RPA seperti pada model Z, menyetok seluruh produksi ayam di wholesaler.

4) Wholesaler

Hasil produksi dari RPA selain dikirim ke retailer dan processor juga dikirim ke wholesaler sebagai tempat penyimpanan atau gudang khusus penjualan dan distributor. Contoh wholesaler di antaranya Lotte Mart, Makro dan gudang penyimpanan khusus produk daro RPA

5) Processor

Processor adalah perusahaan makanan olah yang memproduksi jenis makanan oleh yang berbahan dasar dari ayam. Processor memperoleh ayam biasanya langsung dari RPA. Dan processor masih merupakan anak perusahaan dari perusahaan integrator

Pada umumnya stakeholder yang terlibat pada proses pembesaran, pemotongan dan pengolahan ayam tersebut meliputi 5 stakeholder utama yaitu

(42)

bermacam-macam. Satu kandang dihuni satu batch ayam. Riwayat penyakit, pemberian pakan dan perlakuan lainnya di catat sebagai riwayat setiap batch

ayam.

Gambar 17 Standar atribut stakeholder

RPA menerima ayam hidup dari farm pada area kedatangan kemudian di periksa kesehatannya oleh dokter hewan karena hanya ayam-ayam yang sehat dan layak dipotong yang akan ditimbang kembali. Jika ayam tersebut berpenyakit atau tidak layak, maka ayam tersebut dipisahkan sedangkan ayam sehat langsung dilakukan proses pemotongan, pembersihan, pencacahan dan pengepakan sesuai jenis dan ukuran yang dipesan oleh konsumen. Semua informasi asal ayam, keadaan ayam dan proses di data di RPA sebagai bahan informasi selanjutnya yang diterapkan pada barcode system pada saat packaging dan labelling.

Hasil produk RPA berupa paha, karkas, sayap atau bentuk lainnya sesuai pesanan pelanggan dicatat dan didistribusikan. Distribusi produk RPA dilakukan oleh transporter. Transporter merupakan perusahaan mitra yang bertanggung jawab terhadap pengiriman ayam-ayam hasil produksi RPA dimana jenis mobil yang digunakan disesuaikan dengan jenis produk. Distribusi produk RPA dikirim ke beberapa jenis pelanggan diantaranya pelanggan untuk Processor yang melakukan proses pengolahan yang berbahan dasar daging ayam seperti nugget, spicy wing dan atau produk olahan lainnya, wholesaler sebagai gudang penyalur terpusat untuk sebagian perusahaan integrator dan atau ke retailer langsung seperti giant, lotte dan carefour. Disamping semua itu, pesanan ayam produksi RPA datang dari Horeka (Hotel, Restoran dan Kafe).

Growing Processing Wholesaler Retailing

Farm Farm Slaughterhouse Processor Wholesaler

Gambar

Gambar 11 Grade Skala Sistem Usability
Tabel 1 Penelitian terkait broiler traceability
Gambar 13 Tahapan penelitian
Gambar 14 Rantai produksi breeder PT X
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis yang dapat diambil yaitu bahwa kecepatan robot dalam menempuh jarak 60cm atau untuk pembacaan dari tanda satu ke tanda lainnya adalah sesuai dengan yang

Jika pada pembelajaran guru masih menerapkan pendekatan yang sama pada sistem pembelajaran , yaitu proses belajar mengajar yang didominasi oleh guru dimana guru

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang dan/atau badan yang mempunyai izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk..

Oleh kerana, terdapat pelbagai faktor yang mempengaruhi pegangan nilai hidup seseorang, maka timbul rasa minat penyelidik untuk membuat kajian di peringkat Politeknik untuk

Dari 44 siswa, sebanyak 32 siswa (100%) sudah mencapai ketuntasna belajar dan tidak ada satupun siswa yang belum mencapai ketuntasan. Sehingga secara keseluruhan siswa

Dengan kata lain, ABS mencegah roda kendaraan untuk mengunci, mengurangi jarak yang diperlukan untuk berhenti dan memperbaiki pengendalian pengemudi di

Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan suatu kerangka kebijakan moneter yang mempunyai ciri-ciri utama, yaitu adanya pernyataan resmi dari bank sentral dan

tahu pada media terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih ( Pleorotus ostreatus ).. Petunjuk Praktikum Mata Kuliah Kewirausahaan