• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR BAWANG PUTIH (

Allium

sativum

) DAN HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK

KELAPA MURNI SERTA KOMBINASINYA TERHADAP

BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB DIARE

OLEH:

NINDA T. M. SIHOMBING

NIM 127014007

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR BAWANG PUTIH (

Allium

sativum

) DAN HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK

KELAPA MURNI SERTA KOMBINASINYA TERHADAP

BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB DIARE

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NINDA T. M. SIHOMBING

NIM 127014007

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR BAWANG PUTIH (

Allium

sativum

) DAN HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK

KELAPA MURNI SERTA KOMBINASINYA TERHADAP

BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB DIARE

OLEH:

NINDA T. M. SIHOMBING

NIM 127014007

Menyetujui:

Komisi Pembimbing, Komisi Penguji

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195006071979031001 NIP 195301011983031004

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. Dr. Marline Nainggolan, M.Si., Apt NIP 196404091994031003 NIP 195709091985112001

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt NIP 195006071979031001

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. NIP 196404091994031003

Mengetahui: Disahkan Oleh:

Ketua Program Studi, Dekan,

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Ninda T. M. Sihombing No. Induk Mahasiswa : 127014007

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah hasil karya saya sendiri, bukan plagiat dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya ini plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima saksi yang diberikan oleh Program Studi Magister Farmasi Universitas Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dalam keadaan sehat.

Medan, Mei 2014 Yang membuat pernyataan,

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat, kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A(K)., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi.

(6)

4. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Pembimbing I yang selalu memberikan pengarahan dan dorongan dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc., selaku Pembimbing II yang selalu mengingatkan dan menyemangati penulis dalam melakukan penelitian dan menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., dan Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.Si., Apt., sebagai penguji.

7. Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., kepala Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi beserta staf.

8. Orang tua tercinta, M. Sihombing, B.E., SE., dan A. Boru Sinaga, Amd., yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, serta kepada Andrew Philip Tobing, adik-adikku (Enry, Medika, dan Daniel), Emma Litaay dan keluarga besar di Balige dan Ambon, yang selalu setia memberi doa, dukungan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian. 9. Teman-teman seperjuangan pada Program Magister Farmasi, terutama Kak

Floriana dan Kak Elysa, Kak Dewi,Sri Muftri, Kak Fitri Yanti, Ellora, Bang Mainal Furqan, Bang Denny, Bang Vonna, dan Ratih.

10. Teman-teman STF 08, Lora, Herlina, Lida, Ester, Siska, Ani, Kristianto, Evaline, dan Widya, serta rekan-rekan PNS Badan POM RI angkatan 2013.

(7)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan.

Medan, Mei 2014 Penulis

(8)

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR BAWANG PUTIH (Allium sativum) DAN HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK KELAPA MURNI

SERTA KOMBINASINYA TERHADAP BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB DIARE

ABSTRAK

Bawang putih dan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil, VCO) merupakan herbal terkenal dengan sifat antimikroorganisme. Kandungan allicin dalam bawang putih dan asam lemak rantai sedang bentuk monogliserida (terutama monolaurin) dalam VCO bertanggung jawab atas sifat antimikroba melalui mekanisme yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efek antibakteri VCO tanpa hidrolisis (VCOT), hasil hidrolisis (HVCO), ekstrak air bawang putih (EABP) serta kombinasinyaterhadap bakteri patogen penyebab diare.

Sampel bawang putih yang digunakan diperoleh dari pasar tradisional Padang Bulan, Medan, sedangkan sampel VCO merupakan Palem Mustika VCO produksi Siti Nurbaya, Sumatera Barat. Bawang putih diekstraksi dengan akuades bidestilat steril, sedangkan VCO dihidrolisis secara enzimatik menggunakan LIPOZIME®

Hasil penelitian menunjukkan VCOT tidak efektif sebagai antibakteri namun meningkat setelah dihidrolisis (HVCO) dan lebih efektif terhadap bakteri Gram positif. EABP memiliki aktivitas antibakteri paling besar dibandingkan VCOT dan HVCO serta efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif. Namun kombinasi VCOT dan HVCO dengan EABP tidak memberikan efek sinergisme.

TL IM.Uji aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan bahan uji: VCOT, HVCO, EABP, dan kombinasinya serta Tetrasiklin HCl sebagai kontrol positif. Metode uji antibakteri adalah difusi agar menggunakan pencadang kertas (diameter 6 mm) dengan mengamati zona hambat terhadap bakteri Gram positif: Bacillus cereus (ATCC 14579), Staphylococcus aureus (ATCC 25923) dan Gram negatif: Escherichia coli (ATCC 8939), Salmonella thypi (ATCC 00786), Salmonella thypi (ATCC 00786), Shigella dysenteriae (ATCC 13313),dan Vibrio cholera (ATCC 39315). Data pengukuran zona hambat pertumbuhan bakteri dianalisis secara statistik dengan analisis variansi (ANAVA; α≤0,05) dan dilanjutkan dengan Tukey HSD untuk melihat perbedaan nilai rata-rata signifikan antarkelompok perlakuan.

(9)

ANTIBACTERIAL TEST OF AQUEOUS GARLIC (Allium sativum) EXTRACTS AND EZYMATIC HYDROLYZED VIRGIN COCONUT OIL AND THEIR COMBINATION ON SEVERAL PHATOGENIC BACTERIA

CAUSING DIARRHEA

ABSTRACT

Garlic and Virgin Coconut Oil are well known as herbal with antimicroorganism effect. The allicin in garlic and medium chain fatty acid in its monoglyseride form (especially monolaurin) in VCO are responsible on their antimicrobial effect by different mechanism. The aim of this study was to investigate the antibacterial activity of non-hydrolyzed VCO (VCOT), enzymatic hydrolyzed VCO (HVCO), aqueous garlic extracts (EABP) and their combination against pathogenic bacteria causing diarrhea.

The garlic used in this study was obtained from traditional market in Padang Bulan, Medan and VCO from Palem Mustika VCO, produced by Siti Nurbaya, West Sumatra. Garlic extracted with bidistilled water and VCO was hydrolyzed by LIPOZIME®

The result of test showed that VCOT is not effective but increase by hydrolysis (HVCO) which is more effective on Gram positive bacteria. EABP has the most effective effect than VCOT and HVCO against Gram positive and Gram negative bacteria. However, the combination of VCOT and HVCO with EABP did not give synergism effect of antibacterial.

TL IM enzyme. Antibacterial activity test carried out on VCOT, HVCO, EABP, and their combination. Tetracycline HCl used as positive control. The test was conducted by diffusion agar method using the paper disc diameter 6 mm by observing the zone inhibition againstGram positive bacterial: Bacillus cereus (ATCC 14579), Staphylococcus aureus (ATCC 25923), and Gram negative: Escherichia coli (ATCC 8939), Salmonella thypi (ATCC 00786), Salmonella thypi (ATCC 00786), Shigella dysenteriae (ATCC 13313), and Vibrio cholera (ATCC 39315). Zone inhibition data was analyzed by ANOVA method (α ≤ 0,05), then by Tukey HSD to observe the significant difference of the mean among the variables.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

1.3 Perumusan Masalah ... 6

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Diare dan Penyebabnya ... 8

2.1.1 Escherichia coli ... 9

2.1.2 Salmonella thypi ... 10

2.1.3 Vibrio cholera ... 11

(11)

2.1.5 Staphylococcus aureus ... 12

2.1.6 Bacillus cereus ... 12

2.2 Pengobatan Diare ... 13

2.3 Kombinasi Antimikroba ... 15

2.4 Bawang Putih ... 15

2.4.1 Kandungan kimia bawang putih ... 17

2.4.2 Kegunaan bawang putih ... 20

2.4.3 Aktivitas antibakteri bawang putih ... 22

2.5 Minyak Kelapa Murni ... 27

2.5.1 Asam lemak ... 30

2.5.2 Trigliserida ... 31

2.5.3 Hidrolisis trigliserida ... 32

2.5.4 Aktivitas antibakteri asam laurat, monolaurin, dan minyak kelapa murni ... 35

2.5.5 Bilangan asam ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1 Desain Penelitian ... 42

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

3.3 Alat dan Bahan ... 43

3.3.1 Alat ... 43

3.3.2 Bahan ... 43

3.3.3 Pengumpulan bahan uji ... 44

3.4 Prosedur ... 44

3.4.1 Hidrolisis VCO dengan metode enzimatik ... 44

(12)

3.4.3 Pembuatan ekstrak air bawang putih ... 45

3.4.4 Penentuan aktivitas antibakteri ... 46

3.4.4.1 Sterilisasi alat ... 46

3.4.4.2 Pembuatan media nutrient agar ... 46

3.4.4.3 Pembuatan media Mueller Hinton agar ... 47

3.4.4.4 Pembuatan agar miring ... 47

3.4.4.5 Pembuatan larutan McFarland No. 0,5 ... 47

3.4.4.6 Peremajaan bakteri ... 47

3.4.4.7 Pembuatan inokulum ... 47

3.4.4.8 Pembuatan larutan bahan uji ... 48

3.4.4.9 Pembuatan larutan Tetrasiklin HCl ... 48

3.4.4.10 Pengujian antibakteri ... 48

3.4.4.11 Penentuan jenis pelarut untuk uji aktivitas antibakteri ... 49

3.4.4.12 Penentuan pengaruh waktu penyimpanan terhadap aktivitas antibakteri ... 49

3.4.4.13 Pengujian aktivitas antibakteri kombinasi bahan uji ... 49

3.5 Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1 Identifikasi Bawang Putih ... 51

4.2 Hidrolisis Enzimatik VCO ... 52

4.3 Pengaruh Waktu Penyimpanan EABP terhadap Aktivitas Antibakterinya ... 54

4.4 Pengaruh Pelarut terhadap Aktivitas Antibakteri ... 56

(13)

4.5.1 Pengaruh konsentrasi dan hidrolisis VCO terhadap

aktivitas antibakteri ... 67

4.5.2 Pengaruh konsentrasi EABP terhadap aktivitas antibakteri ... 70

4.6 Pengaruh Kombinasi VCOT, HVCO, dan EABP terhadap Aktivitas Antibakteri ... 72

4.6.1 Pengaruh konsentrasi VCOT dan HVCO dalam kombinasinya ... 76

4.6.2 Pengaruh konsentrasi EABP dalam kombinasinya ... 77

4.7 Perbandingan Aktivitas Antibakteri Baku Pembanding Tetrasiklin HCl ... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

5.1 Kesimpulan ... 87

5.2 Saran ... 87

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Bakteri penyebab keracunan makanan dan diare ... 9

2.2 Nilai nutrisi dan kandungan dari baang putih (ditampilkan per 100 g bawang putih mentah) ... 18

2.3 Hasil penelitian mengenai sifat antimikroba bawang putih ... 23

2.4 Komposisi asam lemak minyak kelapa murni ... 29

2.5 Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya ... 34

2.6 Hasil penelitian mengenai sifat antimikroba asam laurat, monolaurin, dan minyak kelapa murni ... 39

4.1 Bilangan asam VCOT dan HVCO ... 53

4.2 Zona hambat VCOT, HVCO, dan EABP ... 65

4.3 Zona hambat VCOT, HVCO, dan EABP 100% dan kombinasinya ... 74

4.4 Zona hambat baku pembanding Tetrasiklin HCl ... 81

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 5

2.1 Peringkat suplemen yang digunakan di Amerika Serikat tahun 1997 ... 16

2.2 Perubahan senyawa kimia bawang putih ... 19

2.3 Ringkasan efek bawang putih dalam meningkatan kesehatan ... 21

2.4 Struktur kimia lemak ... 32

2.5 Persamaan reaksi hidrolisis ... 33

2.6 Rumus struktur asam laurat dan monolaurin ... 36

4.1 Zona hambat pertumbuhan bakteri EABP baru dan EABP 1 hari ... 55

4.2 Zona hambat EABP dalam akuades, etanol 96% dan DMSO ... 57

4.3 Pengaruh pelarut bahan uji akuades, etanol 96% dan DMSO terhadap aktivitas antibakterinya pada Bacillus cereus ATCC 14579 ... 58

4.4 Pengaruh pelarut bahan uji akuades, etanol 96% dan DMSO terhadap aktivitas antibakterinya pada Escherichia coli ATCC 8939 ... 58

4.5 Zona hambat VCOT, HVCO dan EABP terhadap Bacillus cereus ATCC 14579 dan Escherichia coli ATCC 8939 ... 63

4.6 Zona hambat HVCO dan EABP terhadap Bacillus cereus ATCC 14579 dan Escherichia coli ATCC 8939 ... 64

4.7 Diagram perbandingan zona hambat VCOT, HVCO, dan EABP terhadap Bacillus cereus ATCC 14579, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 8939, Salmonella thypi ATCC 00786, Shigella dysenteriae ATCC 13313, dan Vibrio cholera ATCC 39315 ... 66

(16)

4.9 Diagram perbandingan zona hambat VCOT, HVCO, EABP 100% dan kombinasinya terhadap Bacillus cereus

ATCC 14579, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 8939, Salmonella thypi ATCC 00786, Shigella

dysenteriae ATCC 13313, dan Vibrio cholera ATCC 39315 ... 75 4.10 Zona hambat Tetrasiklin HCl terhadap Bacillus cereus

ATCC 14579 dan Escherichia coli ATCC 8939 ... 80 4.11 Kurva aktivitas antibakteri Tetrasiklin HCl pada beberapa

konsentrasi ... 82 4.12 Zona hambat Tetrasiklin HCl terhadap Staphylococcus aureus

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil identifikasi bawang putih ... 98

2. Bahan uji VCO dan bawang putih ... 99

3. Tris (hidroksil) amninometana dan Lipozyme® 4. Bahan untuk pengujian antibakteri ... 101

TL IM ... 100

5. Sertifikat pengujian Tetrasiklin Hidroklorida ... 102

6. Bagan kerja hidrolisis VCO secara enzimatik ... 103

7. Jumlah bahan untuk hidrolisis VCO ... 104

8. Pembakuan KOH yang diperlukan untuk penentuan bilangan asam ... 105

9. Perhitungan bilangan asam ... 106

10. Zona hambat HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT ... 107

11. Gambar hasil uji antibakteri HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT terhadap Bacillus cereus ATCC 14579 ... 108

12. Gambar hasil uji antibakteri HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 109

13. Gambar hasil uji antibakteri HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT terhadap Escherichia coli ATCC 8939 ... 110

14. Gambar hasil uji antibakteri HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT terhadap Salmonella thypi ATCC 00786 ... 111

15. Gambar hasil uji antibakteri HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313 ... 112

16. Gambar hasil uji antibakteri HVCO dan EABP dalam akuades serta VCOT terhadap Vibrio cholera ATCC 39315 ... 113

(18)

18. Gambar hasil uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP dalam

etanol terhadap Bacillus cereus ATCC 14579 ... 115 19. Gambar hasil uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP dalam

etanol terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 116 20. Gambar hasil uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP dalam

etanol terhadap Escherichia coli ATCC 8939 ... 117 21. Gambar hasil uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP dalam

etanol terhadap Salmonella thypi ATCC 00786 ... 118 22. Gambar hasil uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP dalam

etanol terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313 ... 119 23. Gambar hasil uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP dalam

etanol terhadap Vibrio cholera ATCC 39315 ... 120 24. Diagram perbandingan aktivitas antibakteri menggunakan pelarut

akuades, etanol 96% dan DMSO terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923, Salmonella thypi ATCC 00786, Shigella

dysenteriae ATCC 13313, dan Vibrio cholera ATCC 39315 ... 121 25. Data pengukuran zona hambat terhadap Bacillus cereus

ATCC 14579 ... 123 26. Hasil analisis frekuensi dan ANAVA zona hambat terhadap

Bacillus cereus ATCC 14579 ... 124 27. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat terhadap Bacillus cereus

ATCC 14579 ... 125 28. Data pengukuran zona hambat terhadap Staphylococcus aureus

ATCC 25923 ... 126 29. Hasil analisis frekuensi dan ANAVA zona hambat terhadap

Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 127 30. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat terhadap Staphylococcus

aureus ATCC 25923 ... 128 31. Gambar hasi uji uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP

terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 129 32. Gambar hasi uji uji antibakteri baku pembanding Tetrasiklin HCl

(19)

ATCC 8939 ... 131 34. Hasil analisis frekuensi dan ANAVA zona hambat terhadap

Escherichia coli ATCC 8939 ... 132 35. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat terhadap Escherichia

coli ATCC 8939 ... 133 36. Data pengukuran zona hambat terhadap Salmonella thypi

ATCC 00786 ... 134 37. Hasil analisis frekuensi dan ANAVA zona hambat terhadap

Salmonella thypi ATCC 00786 ... 135 38. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat terhadap Salmonella thypi

ATCC 00786 ... 136 39. Gambar hasi uji uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP

terhadap Salmonella thypi ATCC 00786 ... 137 40. Gambar hasi uji uji antibakteri baku pembanding Tetrasiklin HCl

terhadap Salmonella thypi ATCC 00786 ... 138 41. Data pengukuran zona hambat terhadap Shigella dysenteriae

ATCC 13313 ... 139 42. Hasil analisis frekuensi dan ANAVA zona hambat terhadap

Shigella dysenteriae ATCC 13313 ... 140 43. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat terhadap Shigella

dysenteriae ATCC 13313 ... 141 44. Gambar hasi uji uji antibakteri VCOT, HVCO, dan EABP

terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313 ... 142 45. Gambar hasi uji uji antibakteri baku pembanding Tetrasiklin HCl

terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313 ... 143 46. Data pengukuran zona hambat terhadap Vibrio cholera

ATCC 39315 ... 144 47. Hasil analisis frekuensi dan ANAVA zona hambat terhadap

Vibrio cholera ATCC 39315 ... 145 48. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat terhadap Vibrio cholera

(20)

terhadap Vibrio cholera ATCC 39315 ... 147 50. Gambar hasi uji uji antibakteri baku pembanding Tetrasiklin HCl

terhadap Vibrio cholera ATCC 39315 ... 148 51. Hasil Analisis Variansi (ANAVA) dan Tukey HSD zona hambat

VCOT 100%, HVCO 100%, dan EABP 100% terhadap keenam

bakteri uji ... 149 52. Cara menentukan F tabel ... 150 53. Tabel distribusi F ... 151 54. Hasil Analisis Variansi (ANAVA) zona hambat kombinasi

VCOT-EABP dan HVCO-EABP terhadap keenam bakteri uji ... 152 55. Hasil analisis Tukey HSD zona hambat kombinasi

(21)

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR BAWANG PUTIH (Allium sativum) DAN HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK KELAPA MURNI

SERTA KOMBINASINYA TERHADAP BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB DIARE

ABSTRAK

Bawang putih dan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil, VCO) merupakan herbal terkenal dengan sifat antimikroorganisme. Kandungan allicin dalam bawang putih dan asam lemak rantai sedang bentuk monogliserida (terutama monolaurin) dalam VCO bertanggung jawab atas sifat antimikroba melalui mekanisme yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efek antibakteri VCO tanpa hidrolisis (VCOT), hasil hidrolisis (HVCO), ekstrak air bawang putih (EABP) serta kombinasinyaterhadap bakteri patogen penyebab diare.

Sampel bawang putih yang digunakan diperoleh dari pasar tradisional Padang Bulan, Medan, sedangkan sampel VCO merupakan Palem Mustika VCO produksi Siti Nurbaya, Sumatera Barat. Bawang putih diekstraksi dengan akuades bidestilat steril, sedangkan VCO dihidrolisis secara enzimatik menggunakan LIPOZIME®

Hasil penelitian menunjukkan VCOT tidak efektif sebagai antibakteri namun meningkat setelah dihidrolisis (HVCO) dan lebih efektif terhadap bakteri Gram positif. EABP memiliki aktivitas antibakteri paling besar dibandingkan VCOT dan HVCO serta efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif. Namun kombinasi VCOT dan HVCO dengan EABP tidak memberikan efek sinergisme.

TL IM.Uji aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan bahan uji: VCOT, HVCO, EABP, dan kombinasinya serta Tetrasiklin HCl sebagai kontrol positif. Metode uji antibakteri adalah difusi agar menggunakan pencadang kertas (diameter 6 mm) dengan mengamati zona hambat terhadap bakteri Gram positif: Bacillus cereus (ATCC 14579), Staphylococcus aureus (ATCC 25923) dan Gram negatif: Escherichia coli (ATCC 8939), Salmonella thypi (ATCC 00786), Salmonella thypi (ATCC 00786), Shigella dysenteriae (ATCC 13313),dan Vibrio cholera (ATCC 39315). Data pengukuran zona hambat pertumbuhan bakteri dianalisis secara statistik dengan analisis variansi (ANAVA; α≤0,05) dan dilanjutkan dengan Tukey HSD untuk melihat perbedaan nilai rata-rata signifikan antarkelompok perlakuan.

(22)

ANTIBACTERIAL TEST OF AQUEOUS GARLIC (Allium sativum) EXTRACTS AND EZYMATIC HYDROLYZED VIRGIN COCONUT OIL AND THEIR COMBINATION ON SEVERAL PHATOGENIC BACTERIA

CAUSING DIARRHEA

ABSTRACT

Garlic and Virgin Coconut Oil are well known as herbal with antimicroorganism effect. The allicin in garlic and medium chain fatty acid in its monoglyseride form (especially monolaurin) in VCO are responsible on their antimicrobial effect by different mechanism. The aim of this study was to investigate the antibacterial activity of non-hydrolyzed VCO (VCOT), enzymatic hydrolyzed VCO (HVCO), aqueous garlic extracts (EABP) and their combination against pathogenic bacteria causing diarrhea.

The garlic used in this study was obtained from traditional market in Padang Bulan, Medan and VCO from Palem Mustika VCO, produced by Siti Nurbaya, West Sumatra. Garlic extracted with bidistilled water and VCO was hydrolyzed by LIPOZIME®

The result of test showed that VCOT is not effective but increase by hydrolysis (HVCO) which is more effective on Gram positive bacteria. EABP has the most effective effect than VCOT and HVCO against Gram positive and Gram negative bacteria. However, the combination of VCOT and HVCO with EABP did not give synergism effect of antibacterial.

TL IM enzyme. Antibacterial activity test carried out on VCOT, HVCO, EABP, and their combination. Tetracycline HCl used as positive control. The test was conducted by diffusion agar method using the paper disc diameter 6 mm by observing the zone inhibition againstGram positive bacterial: Bacillus cereus (ATCC 14579), Staphylococcus aureus (ATCC 25923), and Gram negative: Escherichia coli (ATCC 8939), Salmonella thypi (ATCC 00786), Salmonella thypi (ATCC 00786), Shigella dysenteriae (ATCC 13313), and Vibrio cholera (ATCC 39315). Zone inhibition data was analyzed by ANOVA method (α ≤ 0,05), then by Tukey HSD to observe the significant difference of the mean among the variables.

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prinsip pengobatan kombinasi terhadap suatu penyakit telah lama dikembangkan dalam pengobatan kuno. Masyarakat Afrika Barat seperti Ghana dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya memiliki efek yang lebih efektif (Eja, et al., 2011). Hal ini juga terlihat sampai sekarang, dimana untuk beberapa jenis penyakit dibutuhkan pengobatan gabungan dua atau lebih senyawa obat. Tujuannya untuk meningkatkan keefektifan kombinasi obat dan juga untuk menghilangkan atau meminimalkan efek samping yang mungkin timbul.

Penyakit infeksi yang sering terjadi sekarang ini adalah diare. Penyakit ini sering tidak diperhatikan, namun dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan serius. Untuk diare infeksi, terapi utamanya menggunakan antibiotik, selain terapi cairan tubuh. Untuk tingkat diare akibat infeksi parah, terapi dengan kombinasi antibiotik sering dilakukan untuk mempercepat penyembuhan. Di lain pihak, penggunaan antibiotik yang sering dapat meningkatkan insidensi resistensi bakteri, dimana hal ini dapat meningkatkan keparahan infeksi dan penangannya menjadi sulit. Krisisnya higenitas dan sanitasi juga akan memperparah penanganan infeksi ini (Bueno, 2012).

(24)

Meskipun saat ini sudah banyak industri farmasi yang menghasilkan sejumlah obat antimikroba baru, resistensi terhadap obat-obat tersebut tetap saja meningkat pesat (Bueno, 2012).

Oleh sebab itu, saat ini pengembangan untuk penemuan antimikroba dari tanaman dianggap penting dan memberikan harapan baru untuk penelitian selanjutnya. Selain itu, antimikroba yang berasal dari tanaman juga dipercaya memiliki efek samping yang minimal (Bueno, 2012). Namun pengembangan untuk menemukan efek kombinasi antimikroba membutuhkan dukungan peralatan dan prosedur penelitian yang lebih kompleks.

Akhir-akhir ini, banyak penelitian tentang aktivitas antibakteri bawang putih dan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil, VCO). Kedua tanaman ini dekat dengan kehidupan masyarakat dan bernilai ekonomi yang tinggi. Bawang putih (Allium sativum) sudah lama digunakan sebagai bahan tambahan makanan di seluruh dunia karena dapat bercampur dengan baik dan meningkatkan aroma makanan yang dicampurkan (Cobas, et al., 2010; Woodward, 1996). Aktivitas antimikroba bawang putih sangat baik dan beragam, dimana senyawa turunan allicin, protein, saponin, dan senyawa fenol dilaporkan berkontribusi terhadap aktivitas tersebut. Sedangkan aktivitas antibakteri VCO disebabkan oleh kandungan asam laurat (C12:0), asam kaprilat (C8:0), asam kaprat (C10:0), dan asam miristat (C14:0) dan lebih aktif dalam bentuk monogliseridanya (Conrado, 2000; Kabara, et al., 1972).

(25)

serta DNA polimerase (diperlukan untuk replikasi kromosom bakteri). Perpecahan ini selanjutnya dapat menghentikan metabolisme sel dan pertumbuhan bakteri (Jonkers, et al., 1999; Bakri dan Douglas, 2005). Antibakteri bawang putih dikategorikan berspektrum luas karena efektif melawan bakteri Gram positif dan Gram negatif.

Efek sinergisme allicin melawan Mycobacterium tuberculosis ditemukan pada kombinasinya dengan antibiotik seperti streptomisin dan kloramfenikol (Gupta, et al., 2010). Aspek menarik allicin adalah sifat ketidakstabilannya, membuat suatu mikroorganisme sulit untuk membentuk mekanisme resistensinya. Eja, et al. (2011) menyatakan bahwa efek sinergis atau adiktif dari bawang putih dan antibiotik konvensional terhadap beberapa galur bakteri yang resisten, memberikan harapan baru untuk penelitian selanjutnya. Dimana menurutnya, aktivitas antimikroba bawang putih (zona hambat 19 mm) meningkat setelah dikombinasi dengan ampisilin terhadap Escherichia coli (zona hambat menjadi 21 mm) dan Staphylococcus aureus (zona hambat menjadi 23 mm). Namun pada kombinasi bawang putih dengan Gongronema latifolium terjadi penurunan aktivitas.

(26)

alkohol juga dapat menghidrolisis trigliserida. Penambahan NaOH berlebih akan menghidrolisis semua trigliserida menjadi gliserol dan sabun (Ketaren, 2005; Boyer, 1986).

Penurunan jumlah mikroorganisme oleh VCO diduga oleh kandungan asam lemak rantai sedang dalam VCO, melalui mekanismenya dalam merusak dinding sel bakteri. Menurut Permata (2012) aktivitas antibakteri VCO hasil hidrolisis lebih besar dibandingkan tanpa hidrolisis, terhadap beberapa bakteri kulit menggunakan metode difusi agar dengan pencadang kertas (diameter 6 mm). Aktivitas antibakteri VCO hasil hidrolisis aktif terhadap Staphylococcus aureus, Salmonella thypi serta Escherichia coli disimpulkan oleh Loung, dkk. (2014), namun tidak lebih besar daripada kloramfenikol (30 μg) dan tetrasiklin (30 μg).

Selain itu, berdasarkan uji antibakteri in vivo terhadap Salmonella oleh Elysa, dkk. (2014) disimpulkan bahwa hasil hidrolisis mampu menghambat pertumbuhan bakteri tersebut.

(27)

8939), Salmonella thypi (ATCC 00786), Salmonella thypi (ATCC 00786), dan Vibrio cholera (ATCC 39315). Bakteri-bakteri tersebut merupakan penyebab utama diare serta memiliki sifat yang berbeda secara biologi.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian dilakukan dengan melakukan preparasi sampel bawang putih dan VCO. Bawang putih diekstraksi dengan akuades bidestilata steril dan VCO dihidrolisis dengan LIPOZIM®

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter TL IM selama 14 jam (Loung, dkk., 2014; Elysa, dkk., 2014). Uji pendahuluan dimulai dengan penentuan waktu optimal penyimpanan ekstrak bawang putih dan pemilihan pelarut yang sesuai untuk uji antibakteri. Selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antibakteri untuk sampel tunggal dan dilanjutkan dengan pengujian kombinasi.

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

hidrolisis dengan enzim

ekstraksi

Bawang putih

Ekstrak air bawang putih (EABP) Hasil Hidrolisis VCO (HVCO)

(28)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang penelitian di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah aktivitas antibakteri ekstrak air bawang putih lebih baik daripada hasil hidrolisis VCO maupun tanpa hidrolisis terhadap bakteri penyebab diare?

b. Apakah ada sinergisme aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak air bawang putih dengan hasil hidrolisis VCO terhadap bakteri penyebab diare?

c. Apakah aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak air bawang putih dan VCO sama dengan antibiotik pembanding?

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Aktivitas antibakteri ekstrak air bawang putih lebih baik dibandingkan hasil hidrolisis VCO maupun tanpa hidrolisis terhadap bakteri penyebab diare.

b. Kombinasi ekstrak air bawang putih dengan hasil hidroliosis menghasilkan aktivitas antibakteri yang sinergis terhadap bakteri penyebab diare.

c. Aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak air bawang putih dan VCO sama dengan antibiotik pembanding pada konsentrasi tertentu.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(29)

b. Untuk mengetahui sinergisme aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak air bawang putih dan hasil hidrolisis VCO terhadap bakteri penyebab diare.

c. Untuk mengetahui konsentrasi kombinasi ekstrak air bawang putih dan VCO yang memiliki aktivitas antibakteri yang sama dengan antibiotik pembanding.

1.6 Manfaat Penelitian

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare dan Penyebabnya

Menurut Navaneethan dan Ralph (2011), diare secara umum didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi dari buang air besar dan bentuk tinja yang tidak normal atau cair. Sesuai dengan definisi Hippocrates, diare merupakan buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Suharyono, 1991).

Secara normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna menjadi bubur (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim. Setelah terjadi reasorpsi, sisa chymus tersebut yang terdiri dari 90% air dan sisa-sisa makanan yang sukar dicerna, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada di kolon mencerna lagi sisa-sisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar dapat diserap selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga direabsorpsi dan akhirnya isi usus menjadi lebih padat. Tetapi kadang terjadi peristaltik usus yang meningkat dimana pelintasan chymus menjadi dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja (Priece dan Lorraine, 2005).

(31)

oleh alergi makanan atau minuman (intoleransi), gangguan gizi serta bisa disebabkan oleh efek samping obat.

Keracunan makanan oleh beberapa bakteri juga dapat menyebabkan diare. Bakteri tersebut umumnya merupakan Gram negatif, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.6 berikut.

Tabel 2.1 Bakteri penyebab keracunan makanan dan diare

Kuman Sumber Gejala Pemulihan

Bacillus cereus makanan Muntaber, dehidrasi

Cepat Clostrid.perfing. makanan Diare, nyeri,

kejang

2-3 hari

E.coli Daging sapi, susu Diare darah 10-12 hari Campylob.jejuni Daging

Clostrid.botulin Makanan di kaleng/ botol

Diare dan gangguan saraf

10-14 hari Salmonella Daging sapi/

unggas, susu

Muntaber, demam 3-6 hari sampai 2 minggu Shigella Makanan/air Diare dengan

darah

7-10 hari Staphyl.aureus Makanan/air Muntaber,

dehidrasi

Kurang dari 24 jam

Sumber: Tjay dan Rahardja, 2007; Kohanski, et al., 2010

2.1.1 Escherichia coli

Bakteri ini adalah Gram negatif, aerob atau anaerob fakultatif, panjang 1 - 4 μm, lebar 0,4 - 1,7 μm, berbentuk batang, tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37oC tapi dapat tumbuh pada suhu 8 - 40o

Escherichia coli merupakan bagian dari flora normal saluran pencernaan. Morfologi dan ciri-ciri pembeda Escherichia coli yaitu: merupakan batang Gram negatif, terdapat tunggal, berpasangan, dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul, tidak berspora, motil atau tidak motil, lipotrikus, aerobik, anaerobik

(32)

fakultatif, penghuni normal usus besar, seringkali menyebabkan infeksi. Escherichia coli dalam usus besar bersifat patogen apabila melebihi dari jumlah normalnya. Galur-galur tertentu mampu menyebabkan peradangan selaput perut dan usus (gastroenteritis). Bakteri ini menjadi patogen yang berbahaya bila hidup di luar usus besar seperti pada saluran kemih, yang dapat mengakibatkan peradangan selaput lendir (sistitis) (Jawetz, 2001).

E.coli yang menyebabkan diare sangat sering ditemukan di dunia. Dimana klasifikasinya berdasarkan ciri khas dan sifat virulensinya (yaitu E.coli enteropatogenik atau EPEC dan E.coli enterotoksigenik atau ETEC) dimana mekanismenya dalam menimbulkan penyakit juga berbeda-beda (Jawetz, 1996).

2.1.2 Salmonella thypi

Salmonella adalah batang bergerak yang secara khas meragikan glukosa dan manosa tanpa membentuk gas tetapi meragikan laktosa dan sukrosa (Jawetz, 1996). Bakteri ini menyebabkan tifus perut yang ditularkan pada manusia oleh basil ternak (telur itik). Tifus sebenarnya termasuk ke dalam penyakit demam, berhubungan adanya beberapa gejala, seperti demam tinggi (dengan bradycardia) dan kepala sangat nyeri. Tetapi penyakit ini juga merupakan penyebab utama infeksi usus (Kohanski, et al., 2010).

(33)

2.1.3 Vibrio cholera

Pada isolasi yang pertama, Vibrio cholera berbentuk koma, batang bengkok kira-kira 2 - 4 μm. Bakteri ini sangat akti bergerak dengan memakai satu flagel kutub. Pada biakan yang lama, vibrio dapat menjadi batang lurus yang menyerupai bakteri enterik Gram negatif (Jawetz, 1996).

Organisme ini tidak menyebar di luar saluran pencernaan dan berkembang biak sampai konsentrasi sangat tinggi dalam usus kecil dan usus besar. Vibrio cholera tidak menembus lapisan epitelium seperti Shigella, namun melekat erat pada lender usus. Diare dari V. cholera adalah akibat sekeresi enterotoksin yang disebut koleragen yang merangsang kegiatan enzim siklase adenil, yang selanjutnya mengubah ATP menjadi AMP siklik (cAMP: cyclic AMP). Kegiatan ini identik dengan kegiatan yang dipertelakan enterotoksin LT yang diproduksi oleh E. coli enteropatogen, cAMP merangsang sekresi (Cl- dan menghambat penyebaran Na+

2.1.4 Shigella dysenteriae

, yang berakibat kehilangan cairan dalam jumlah besar dan ketidakseimbangan elektrolit (Volk dan Wheeler, 1989).

(34)

Shigella dysenteriae (kadang disebut basil Shiga) mengeksresikan neurotoksin dan enterotoksin yang kuat. Neurotoksin ditandai dengan kelumpuhan dan kematian apabila diinjeksikan pada hewan percobaan seperti kelinci. Enterotoksin dapat ditunjukkan segera dengan akumulasi cairan dalam ruas terikat ileum kelinci. Enterotoksin S. dysenteriae kelihatannya tidak merangsang sintesis cAMP, dan mekanisme kerja tidak diketahui (Volk dan Wheeler, 1989).

2.1.5 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus termasuk bakteri Gram positif, berbentuk kokus, bila diamati di bawah mikroskop, berpasangan atau berkelompok, yang memiliki warna keemasan muda. Bakteri ini merupakan bakteri patogen berupa anaerob fakultatif dan tumbuh pada suhu optimum 37o

Keracunan makanan yang disebabkan enterotoksin stafilokokus ditandai dengan masa inkubasi pendek (1 - 8 jam). Gejala yang akan timbul berupa muntah, mual dan diare hebat, penyembuhannya cepat. Infeksinya tidak ada gejala demam (Jawetz, 1996).

C (Jawetz, 2001). Bakteri ini menyebabkan infeksi pada luka yang mungkin menyebar ke lapisan subkutan kulit yang menyebabkan terjadinya abses permukaan yang terlokalisasi atau bisul. Bakteri ini merupakan mikroorganisme flora normal manusia yang terdapat pada saluran nafas atas dan kulit yang jarang menyebabkan penyakit individu yang sehat (Volk dan Wheeler, 1989).

2.1.6 Bacillus cereus

(35)

mempunyai dua bentuk berbeda, jenis muntah yang berkaitan dengan nasi yang terkontaminasi dan jenis diare yang berkaitan dengan daging dan saus.

Bacillus cereus menghasilkan beberapa enterotoksin, penyebab diare yang lebih bersifat keracunan daripada infeksi lewat makanan. Bentuk emetik bermanifestasi sebagai mual, muntah, kejang otot perut, kadang-kadang diare dan dapat sembuh sendiri, dengan masa penyembuhan yang terjadi dalam 24 jam (Jawetz, 1996; Tjay dan Rahardja, 2007).

2.2 Pengobatan Diare

Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan diare dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu:

1. Kemoterapeutik, untuk terapi kausal yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotik, sulfonamid, kinolon dan furazolidon.

2. Obstipansia, yang dibagi menjadi:

a. zat-zat penekan peristaltik, candu dan alkaloidanya, derivat petidin (difenoksilat dan loperamid), dan antikolinergik (atropine dan ekstrak belladonna).

b. adstringen, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.

(36)

3. Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali menyebabkan nyeri perut pada diare (Jawetz, 1996; Tjay dan Rahardja, 2007).

Untuk pengobatannya, khusus untuk diare jenis infeksi spesifik maka digunakan kemoterapeutik. Terapi antibiotik diberikan bila pada pemeriksaan laboratorium ditemukan bakteri patogen. Karena pemeriksaan terhadap bakteri ini kadang-kadang sulit atau hasil pemeriksaan datang terlambat, antibiotik dapat diberikan dengan memperhatikan umur penderita, perjalanan penyakit, sifat tinja dan sebagainya (Noerasid, 1988).

Pengobatan diare infeksi juga dapat dilakukan dengan herbal. Herbal dikenal aman untuk berbagai jenis penyakit karena memiliki efek samping yang sedikit atau bahkan tidak ada (Bueno, 2012; Eja, et al., 2011). Penggunaan antibiotik konvensional oral secara umum juga akan mempengaruhi flora normal usus. Selain itu, pertimbangan lain dalam penggunaan antibiotik konvensional adalah resistensi bakteri.

(37)

2.3Kombinasi Antimikroba

Bila dua obat antimikroba bekerja secara bersamaan pada populasi mikroorganisme yang homogen, pengaruhnya dapat dilihat pada uji in vitro dan in vivo, dimana dapat berupa salah satu dari yang berikut ini:

1. Tidak terjadi apa-apa, yaitu daya kerja gabungan tidak lebih besar daripada daya kerja obat yang lebih efektif bila digunakan sendiri

2. Pertambahan, yaitu daya kerja gabungan sama dengan jumlah daya kerja tiap obat bila digunakan sendiri-sendiri

3. Sinergisme, yaitu daya kerja gabungan nyata lebih besar daripada jumlah kedua efek

4. Antagonisme, yaitu daya kerja gabungan kurang daripada daya kerja obat yang lebih efektif bila digunakan sendiri-sendiri (Jawetz, 1996)

Pada umumnya dua antibiotik yang bersifat bakterisid bila dikombinasi akan bekerja sinergis sedangkan kombinasi dua antibiotik bakteriostatik dengan bakteriostatik adalah antagonis bila kuman peka dengan antibiotik bakterisid. Penggunaan kombinasi antimikroba atau antibiotik yang tepat sebaiknya memenuhi tujuan seperti sinergis terhadap mikroba penyebab infeksi, dapat mencegah resistensi mikroba, kombinasi merupakan tindak awal penanganan infeksi sehingga dapat berspektrum luas, serta dapat digunakan untuk menangani beberapa infeksi sekaligus (Wattimena, dkk., 1991).

2.4 Bawang Putih

(38)

selalu dimakan mentah atau dimasak, suplemen bawang putih yang berbeda termasuk yang dikeringkan atau formula bubuk, minyak dan ekstrak cairan akhir-akhir ini sudah beredar di pasaran untuk memenuhi permintaan dari konsumen terhadap senyawa bioaktif bawang putih (Cobas, et al., 2010).

Menurut USDA National Agricultural Statistic Service, bawang putih yang dihasilkan di Amerika Serikat sekitar 252.000 ton pada tahun 1997, seperti terlihat pada Gambar 2.1. Penggunaanya sebagai suplemen juga merupakan penggunaan terbanyak dalam beberapa dekade terakhir ini (Woodward, 1996).

Gambar 2.1 Peringkat suplemen yang digunakan di Amerika Serikat tahun 1979 (Fenwick dan Hanley, 1985)

Bukti awal pemanfaatan bawang putih ditemukan pada banyak kuburan Mesir, awal 3.750 SM (Woodward, 1996). Ahli sejarah juga menemukan bukti lain melalui tulisan dan gambar pada bangunan piramidanya yang menyebutkan 22 formula bawang putih sebagai pengobatan rumah tangga untuk penyakit yang

(39)

ringan termasuk masalah jantung, sakit kepala, bekas sengatan, luka bakar dan tumor (Block, 1985; Cobas, et al., 2010). Hippocrates juga menyebutkan bawang putih sebagai Father of Medicine, karena efektif sebagai laksatif dan diuretik. Pada Olympic Games pertama di Yunani pada 776 SM, para atlet mengkonsumsi bawang putih sebagai stimulan (Fenwick dan Hanley, 1985; Block, 1985).

Di Cina bawang putih sering dibuat dalam bentuk teh dan direkomendasikan untuk mengobati demam, sakit kepala, diare, dan untuk memperpanjang usia (Srivastava, et al., 1995). Di India digunakan untuk penanganan ambeien, reumatik, dermatitis, batuk, dan sebagai lotio antiseptik karena sifat antibakterinya. Tahun 1858 Louis Pasteur menyadari dan membuktikan bahwa bawang putih memiliki sifat antibakteri yang kemudian menjadikannya digunakan dalam perang dunia pertama dan kedua, ketika antibiotik golongan penisilin dan sulfa jarang ditemukan (Cobas, et al., 2010).

2.4.1 Kandungan kimia bawang putih

Zat kimia yang terkandung dalam bawang putih sedikit kompleks dan dihasilkan sebagai pertahan diri untuk melawan gangguan mikroorganisme dan pengganggu lainnya (Amagase, et al., 2001). Bawang putih terkenal dengan bau spesifik karena terdapat kandungan allicin dan komponen sulfurnya yang larut dalam minyak. Senyawa spesifik dan mudah menguap pada bawang putih yang dihancurkan adalah dialil sulfida (DAS), dialil disulfida (DADS), dialil trisulfida, metilalil disulfida, metilalil trisulfida, 2-vinil-1,3-ditin, 3-vinil-1,2-ditin (Fenwick dan Hanley, 1985) dan E,Z-ajoene (Amagase, et al., 2001).

(40)

protein, lemak, mineral, vitamin, energi, abu, pH, keasaman dan kandungan minyak essensial (Haciseferogullari, et al., 2005).

Tabel 2.2 Nilai nutrisi dan kandungan dari bawang putih (ditampilkan per 100 g bawang putih mentah)

Kandungan Nilai Mineral Nilai Vitamin Nilai Energi 119 kkal Potasium 446 mg Tiamin (Vit. B1) 0,16 mg Kadar air 70 % Fospor 134 mg Riboflavin (Vit. B2) 0,02 mg Protein 4,3 g Magnesium 24,1 mg Niasin (Vit. B3) 1,02 mg Karbohidrat 24,3 g Sodium 19 mg Piridoksin ( Vit. B6) 0,32 mg Serat 1,2 g Kalsium 17,8 mg Asam Folat 4,8 µg Lemak 0,23 g Besi 1,2 mg Asam Askorbat

(Vit.C) 14 mg Alkohol 0 mg Zink 1,1 mg Karotenoid (β-

Karoten) 5 µmg Abu 2,3 % Iodin 4,7 µg Vitamin A sedikit pH 6,05 Selenium 2 µg Vitamin E 0,011 µg Keasaman 0,172 %

Sumber: Cobas, et al., 2010

Setiap bawang putih diproses dengan mengiris atau menghancurkannya, komponen-komponennya akan diubah menjadi ratusan senyawa sulfur organik dalam waktu yang singkat. Ketika dirusak, misalnya oleh mikroba atau dihancurkan, atau ketika didehidrat dan dilarutkan dengan air, enzim allinase dengan cepat akan mengubah cytosolic sycteine sulfoxides (alliin) menjadi senyawa berbau seperti alkyl alkane-thiosulfinates seperti allicin.

(41)

γ-glutamilsistein

asam alil sulfenik + asam amino akrilat

SOH

Gambar 2.2 Perubahan senyawa kimia bawang putih (Amagase, et al., 2001)

(42)

asam lemak, glikolipid, fosfolipid dan asam amino essensial, telah dipelajari selama lebih dari beberapa dekade ini (Fenwick dan Hanley, 1985). Baru-baru ini, perhatian khusus telah diberikan kepada steroid saponin tertentu dan sapogenin seperti β-klorogenin. Beberapa penelitian menunjukkan pentingnya aktivitas

biologis dan farmakologis seperti antijamur, antibakteri, antitumor, antiinflamasi, antitrombotik dan sifat hipokolesterolemia (Matsuura, 2001; Lanzotti, 2006). Karena β-klorogenin adalah zat yang tersedia in vivo dan terdeteksi dalam darah, hal ini menunjukkan bahwa β-klorogenin mungkin merupakan senyawa bioaktif

dalam bawang putih. Karakteristik kandungan kimia lain bawang putih termasuk allicin dan senyawa selenium organik.

Selain fakta tentang senyawa yang disebutkan di atas berkontribusi dalam sebagian bioaktivitas bawang putih, bukti dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa fungsi biologis dan medis bawang putih terutama karena kandungan tinggi senyawa belerang organik (Augusti dan Mathew, 1973; Wargovich, et al., 1988). Senyawa ini diduga bekerja secara sinergis dengan senyawa lain seperti senyawa selenium organik.

2.4.2 Kegunaan bawang putih

(43)

sebagian dari sifat biologisnya. Pengaruh bawang putih pada penyakit kardiovaskular, termasuk hipokolesterolemia, antihipertensi, antitrombotik, dan aktivitas antihiperglikemia adalah salah satu manfaat yang paling ekstensif diteliti. Asupan bawang putih juga telah dijelaskan untuk mengurangi resiko dalam perkembangan beberapa jenis kanker, terutama pada saluran pencernaan (usus dan lambung). Bioaktivitas yang lain yang sebelumnya dijelaskan dalam bawang putih termasuk antimikroba, antioksidan, antiasma, imunomodulator dan efek prebiotik (Cobas, et al., 2010).

Bawang putih biasanya dimakan langsung tanpa kulit ataupun dimasak dan beberapa suplemen termasuk yang dikeringkan atau serbuk, minyak dan ekstrak cair. Kandungan kimia suplemen bawang putih berbeda tergantung bentuk sediaan dan preparasinya. Suplemen tunggal bawang putih diklaim bisa mengatasi sejumlah aktivitas biologis seperti terlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Ringkasan efek bawang putih dalam meningkatkan kesehatan (Cobas, et al., 2010). efek yg berkaitan dengan peny

(44)

2.4.3 Aktivitas antibakteri bawang putih

Dalam pengobatan tradisional, bawang putih telah dikaitkan dengan pengobatan virus, infeksi bakteri, jamur, dan. Saat ini, sifat antimikrobanya telah menjadi fokus dari beberapa studi terbaru

Bawang putih telah digunakan selama berabad-abad oleh berbagai suku bangsa untuk melawan infeksi penyakit. Louis Pasteur (1858) dan Lehmann (1930) memberikan bukti ilmiah modern pertama pada obat penggunaan yang antibakteri ekstrak bawang putih. Baru-baru ini, sejumlah penelitian telah membuktikan bawang putih efektivitas untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, Gram negatif dan mikroba penghasil toksin lainnya.

. Hal tersebut jelas terlihat dari karakteristik kandungan senyawa sulfurnya yang memiliki efek terapi dan senyawa turunan allicin yang bertanggung jawab atas sifat antimikrobanya (Rose, et al., 2005). Bagaimanapun juga, beberapa protein, saponin dan senyawa fenol juga dapat berkontribusi terhadap aktivitas tersebut (Griffiths, et al., 2002). Oleh karena aktivitas antimikrobanya yang cukup baik, bawang putih dapat digunakan sebagai bahan alami untuk mengontrol pertumbuhan mikroba (Cobas, et al., 2010; Pszczola, 2002).

(45)

Tabel 2.3 Hasil penelitian mengenai sifat antimikroba bawang putih

N o

Sampel (Bahan

Uji) C

Bakteri Gram negatif Bakteri Gram positif

Referensi Shigella sp. Salmonella sp. E. coli M.tuberculosis S. aureus Bacillus

cereus

Keterangan: aZona hambat (mm), bMIC (Minimum Inhibitory Concentration) (mg/ml), cJumlah koloni (cfu), d

(46)

Efek antibakteri bawang putih dihasilkan akibat reaksi pertukaran antara senyawa sulfur tersebut dengan gugus thiol bebas dari enzim bakteri seperti alkohol dehidrogenase, tioredoksin reduktase, tripsin, protease lainnya dan RNA serta DNA polimerase (yang diperlukan untuk replikasi kromosom bakteri). Perpecahan ini mempengaruhi metabolisme sel dan menghambat pertumbuhan bakteri (Jonkers, et al., 1999; Bakri dan Douglas, 2005).

Bawang putih juga mempunyai kandungan yaitu saponin dan flavonoid, di samping allicin yang sama-sama berfungsi sebagai antibakteri (Griffiths, et al., 2002). Saponin adalah senyawa aktif yang kuat dan menimbulkan busa jika digosok dalam air sehingga bersifat seperti sabun (Robinson, 1995) dan mempunyai kemampuan antibakterial. Saponin dapat meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga dapat mengubah struktur dan fungsi membran, menyebabkan denaturasi protein membran sehingga membran sel akan rusak dan lisis (Sumthong dan Verpporte, 2012). Menurut Volk dan Weller (1989), saponin memiliki molekul yang dapat menarik air atau hidrofilik dan molekul yang dapat melarutkan lemak atau lipofilik sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan sel yang akhirnya menyebabkan kehancuran kuman.

(47)

Bakteri galur Staphylococcus aureus

Chowdhury, et al. (1991) juga melakukan penelitian tentang kemampuan bawang putih untuk menghambat galur bakteri yang telah resisten dengan antibiotik. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak bawang putih efektif secara in vitro melawan Shigella dysenteriae, S. flexneri, S. sonnei dan E. coli dengan kosentrasi hambat minimumnya adalah 5μl/ml ekstrak.

serta bakteri lain seperti Vibrio cholerae, Pseudomonas, Proteus vulgaris, Klebsiella pneumoniae, Salmonella entereditis (bakteri yang menyebabkan keracunan makanan), Mycobacterium, Clostridium dan Micrococcus, secara efektif dapat dihambat oleh bawang putih segar, serbuk kering serta minyak bawang putih. Bawang putih juga telah menunjukkan adanya hambatan terhadap pertumbuhan bakteri Bacillus (meliputi B. typhosus, B. dysenteriae, B. enteriditis, B. subtilis, B. megaterium, B. pumitus, B. mycoides, dan B. thurigiensis), Sarcina lutea, Serratiamarcescens dan Escherihia coli (yang memproduksi toksin secara umum) (Cavallito dan Bailley, 1944; Johnson dan Vaughn, 1969; Delaha dan Garagusi, 1985; Tsao, et al., 2003).

(48)

diakibatkan oleh S. aereus yang telah resisten dengan metisilin (Tsao dan Yin, 2001; Tsao, et al., 2003) dan allicin telah menunjukkan efek bakteriostatik pada bakteri enterococci yang resisten terhadap vankomisin. Daya hambat yang sinergis juga dapat diamati ketika menggunakan kombinasinya dengan vankomisin (Jonkers, et al., 1999). Selain itu, telah dilaporkan bahwa ekstrak bawang putih menghambat pertumbuhan dari patogen yang ada di mulut, yaitu Streptococcus mutans, S. sobrinus, Porphyromonas gingivalis dan Prevotella intermedia (Gram positif). Bakteri tersebut bertanggung jawab terhadap karies gigi dan periodentitis dewasa, (Bakri dan Douglas, 2005; Groppo, et al., 2007).

Penelitian lainnya juga melaporkan bahwa bawang putih menghambat secara berbeda antara flora usus yang menguntungkan dengan bakteri usus yang berbahaya (Rees, et al., 1993). Daya hambat bawang putih 10 kali lebih efektif terhadap E. Coli daripada Lactobacillus casei (Skyme, 1997). Sifat ini kurang jelas, namun dapat dijelaskan berdasarkan perbedaaan sensitifitas enterobakteria terhadap allicin karena perbedaan komposisi dan peningkatan permeabilitas terhadap allicin dari masing-masing membrannya (Miron, et al., 2000).

Aktivitas antibakteri bawang putih juga dipengaruhi oleh pelarut untuk mengekstraksinya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa aktivitas antibakteri bawang putih jika ekstraksi menggunakan akuades akan lebih baik daripada menggunakan metanol dan etanol (Saravanan, et al., 2010; Mukhtar dan Ghori, 2012; Safithri, et al., 2011).

(49)

agar. Namun efek tersebut tidak ada pada kombinasi dengan ampisilin. Efek sinergisme oleh allicin melawan M. tuberculosis ditemukan pada kombinasinya dengan antibiotik seperti streptomisin dan kloramfenikol (Gupta dan Visanathan, 1955). Aspek menarik dari aktivitas allicin adalah dengan ketidakstabilannya, membuat suatu mikroorganisme sulit untuk membentuk mekanisme resistensinya.

Eja, et al. (2011) menyatakan bahwa efek sinergis atau adiktif dari bawang putih dan antibiotik konvensional terhadap beberapa galur bakteri yang resisten, memberikan harapan baru untuk penelitian selanjutnya. Aktivitas antimikroba bawang putih (zona hambat 19 mm) meningkat setelah dikombinasi dengan ampisilin terhadap Escherichia coli (zona hambat menjadi 21 mm) dan Staphylococcus aureus (zona hambat 23 mm). Namun peningkatan aktivitas tersebut tidak terjadi ketika digabung dengan Gongronema latifolium.

2.5 Minyak Kelapa Murni

Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil, VCO) merupakan produk olahan kelapa. Kelapa merupakan tanaman perkebunan yang mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik bila ditanam pada ketinggian 0 - 600 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 25o

Buah kelapa berbentuk bulat lonjong dengan ukuran bervariasi, tergantung pada keadaan tanah, iklim, dan varietasnya. Warna luar kelapa juga bervariasi, mulai dari kuning sampai hijau muda, dan setelah masak berubah menjadi coklat. Adapun struktur buah kelapa terdiri dari sabut (35%), daging buah (28%), air

(50)

kelapa (15%), tempurung (12%), serta beberapa bagian lainnya. Hampir semua bagian kelapa tersebut bisa dimanfaatkan, tetapi daging buah merupakan bagian yang paling banyak dimanfaatkan untuk bahan makanan dan bahan baku industri (Setiaji dan Surip, 2002).

Pengolahan VCO tidak menggunakan bahan kimia dan pemanasan tinggi. Umumnya pembuatan VCO dibedakan atas cara kering dan cara basah. Pada cara kering, daging buah diekstrak tanpa penambahan air, sedangkan cara basah, parutan daging buah kelapa diekstrak dengan penambahan air untuk mendapatkan santan kemudian diolah menjadi VCO (Rampengan, 2006; Syah, 2005).

Proses produksi VCO yang tidak menggunakan pemanasan yang tinggi bukan hanya menghasilkan asam lemak rantai sedang (Medium chain fatty acid, MCFA) yang tinggi, tetapi juga dapat mempertahankan keberadaan vitamin E dan enzim-enzim yang terkandung dalan daging buah kelapa. VCO yang dibuat dari kelapa segar berwarna putih murni ketika minyaknya dipadatkan dan jernih seperti air ketika dicairkan (Syah, 2005).

(51)

Tabel 2.4 Komposisi asam lemak minyak kelapa murni

Asam Lemak Simbol asam lemak Rumus Kimia Jumlah (%) Asam Lemak Jenuh: Asam Lemak Tak Jenuh:

Asam palmitoleat

Sifat-sifat kimia dan fisika dari VCO antara lain tidak berwarna, kristal seperti jarum, sedikit berbau asam ditambah aroma karamel. Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol (1:1). Berat jenis 0,8883 pada suhu 20oC, titik cair 20 - 25oC dan tiitik didihnya 225o

Bilangan penyabunan yang tinggi menunjukkan bahwa minyak tersebut memiliki berat molekul yang rendah. Bilangan peroksida yang rendah menunjukkan VCO mempunyai stabilitas oksidasi yang tinggi. Bilangan iod yang rendah menunjukkan bahwa VCO mempunyai asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang rendah (Ketaren, 2005; Marina, et al., 2009).

(52)

2.5.1 Asam Lemak

Asam lemak diperoleh dari hasil hidrolisis lemak. Asam lemak digolongkan menjadi tiga yaitu berdasarkan panjang rantai asam lemak, tingkat kejenuhan, dan bentuk isomer geometrisnya. Berdasarkan panjang rantai asam lemak dibagi atas; asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids, SCFA) mempunyai atom karbon lebih rendah dari 8, asam lemak rantai sedang mempunyai atom karbon 8 sampai 12 (medium chain fatty acids, MCFA) dan asam lemak rantai panjang mempunyai atom karbon 14 atau lebih (long chain fatty acids, LCFA). Semakin panjang rantai C yang dimiliki asam lemak, maka titik lelehnya akan semakin tinggi (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002). MCFA lebih banyak diangkut melalui vena porta menuju hati, karena ukurannya yang lebih kecil dan tingkat kelarutan yang lebih tinggi dari asam lemak rantai panjang. LCFA diserap dan dimetabolisme lebih lambat dibandingkan MCFA dan SCFA. LCFA tidak dapat diserap atau diangkut dalam darah, karena peningkatan karakter hidrofobiknya dibandingkan SCFA dan MCFA (Syah, 2005).

Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas; asam lemak jenuh (SFA) karena tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) hanya memiliki satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) memiliki lebih dari satu ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).

(53)

melengkung ke arah tertentu pada setiap ikatan rangkap. Bagian rantai karbon akan saling mendekat atau saling menjauh. Jika saling mendekat disebut isomer cis (berarti berdampingan), dan apabila saling menjauh disebut trans (berarti berseberangan). Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis. Isomer trans biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi. Titik leleh dari asam lemak tak jenuh bentuk trans lebih tinggi dibanding asam lemak tak jenuh bentuk cis karena orientasi antar molekul dengan bentuk cis yang membengkok tidak sempurna sedangkan asam lemak tak jenuh trans lurus sama seperti bentuk asam lemak jenuh (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).

Asam lemak trans berdampak buruk bagi kesehatan. Apabila mengkonsumsi asam lemak trans, maka asam lemak ini akan masuk ke dalam sel-sel tubuh, yang mengakibatkan membran sel-sel dan struktur sel-seluler lainnya menjadi rusak bentuknya dan tidak dapat berfungsi dengan mestinya (Darmoyuwono, 2006).

2.5.2 Trigliserida

(54)

O

(α ) miristat atau posisi sn-1

(β ) palmitat atau posisi sn-2 (α’) miristat atau posisi sn-3 1,3 dimiristoil, 2 palmitoil gliserol

Gambar 2.4 Struktur kimia lemak (triasilgliserol) (O’Keefe, 2002; Berry, 2009; Boyer, 1986)

Keterangan: R – C – disebut dengan gugus asil, yang mengikat molekul gliserol dengan 3 asam lemak. Contoh: palmitat, stearat, oleat disebut trigliserida maka struktur kimia tersebut dinamakan palmitoil/ stearoil/oleoil.

sn : stereospesific numbering

Gliserol adalah alkohol trihidrat (mengandung tiga gugus hidroksil, atau -OH) yang dapat bergabung dengan sampai tiga asam lemak sehingga membentuk monogliserida, digliserida dan trigliserida. Asam lemak dapat bergabung dengan ketiga gugus hidroksil sehingga menghasilkan berbagai macam senyawa kimia. Monogliserida, digliserida dan trigliserida digolongkan sebagai senyawa ester yaitu senyawa yang terbentuk dari reaksi antara asam dan alkohol yang melepaskan air (H2

2.5.3 Hidrolisis trigliserida

O) sebagai hasil samping (Darmoyuwono, 2006).

Hidrolisis minyak atau lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis (Gambar 2.5) dapat terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak, atau mereaksikannya dengan KOH atau NaOH (lebih dikenal dengan proses penyabunan). Proses penyabunan ini banyak digunakan dalam industri untuk menghasilkan gliserol (Ketaren, 2005).

(55)

OCR'''

Gambar 2.5 Persamaan reaksi hidrolisis Keterangan: A. Menggunakan NaOH (penyabunan),

B. Menggunakan enzim Lipase (enzimatik)

Proses hidrolisis juga digunakan dalam penentuan komposisi trigliserida, hasil hidrolisis kemudian diubah menjadi bentuk metil ester dan selanjutnya dianalisis dengan kromatografi gas (Boyer, 1986). Hidrolisis minyak dan lemak dalam tubuh terjadi secara enzimatik, yaitu dengan bantuan enzim lipase. Enzim lipase ini terdapat pada mulut disebut lingual lipase lambung disebut gastric lipase yang stabil dan aktif pada pH yang rendah dan pada usus halus disebut pancreatic lipase. Ketiga enzim tersebut akan menghidrolisis trigliserida pada posisi sn-1 dan sn-3, trigliserida dengan asam lemak rantai pendek dan sedang akan langsung diserap ke sirkulasi darah di lambung yang selanjutnya diangkut ke hati untuk dimetabolisme, sedangkan asam lemak rantai panjang akan diserap melalui epitelium usus halus dan membentuk lemak kembali sebelum masuk ke sirkulasi darah, untuk selanjutnya dibawa ke jantung dan jaringan tubuh lainnya sebelum diangkut ke hati untuk dimetabolisme.

A

(56)

Saat berada di sirkulasi darah, lemak yang tidak teroksidasi menjadi energi akan mempengaruhi profil lipid darah, dapat mengendap pada dinding pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya aterosklerosis (Roskoski, 1996; Silalahi, 2002; Page, 1989). Enzim lipase sangat penting dalam metabolisme lemak dalam tubuh. Proses pemecahan lemak (fat splitting) melepaskan asam lemak dari struktur triasilgliserol yang dapat terjadi dengan enzim lipase spesifik pada posisi sn tertentu. Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 2.5 (Aehle, 2004; Desbois dan Smith, 2010).

Tabel 2.5 Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya Klasifikasi

enzim lipase Spesifikasi Sumber

Lipase komersil

Spesifik pada substrat

Monoasilgliserol Jaringan lemak pada tikus Mono &

diasil-gliserol Penicillium camembertii Triasilgliserol Penicillium sp.

Regiospesifik

Posisi sn-1,3

Pankreas babi Mucor miehei

Aspergillus niger Lipase AP6® Thermomyces lanuginose Lipozyme

TLIM® Rhizomucor miehei Palatase M® Posisi sn-2 Candida antartica A Novozyme

435®

Getah Carica papaya Asam lemak jenuh

cis-9 Geotrichum candidum Asam lemak jenuh

rantai panjang Botrystis cinerea

Stereospesifik

Posisi sn-1 Humicola lanugunose Pseudomonas aeruginose

Posisi sn-3 Fusarium solani cutinase Lambung kelinci

(57)

Reaksi hidrolisis dengan menggunakan enzim lipase lebih efisien dan mudah dikontrol karena enzim lipase spesifik pada posisi sn tertentu sehingga dapat mengubah produk lemak dan distribusi asam lemak yang diinginkan. Apabila dibandingkan dengan penggunaan zat kimia, akan menghasilkan produk lemak dengan distribusi asam lemak yang acak (Aehle, 2004).

Hidrolisis trigliserida secara enzimatik dengan lipase yang spesifik pada posisi sn-1,3 adalah dengan menghidrolisis trigliserida pada posisi sn-1,3 sehingga menghasilkan produk 2-monogliserida dan asam lemak bebas. Hidrolisat kemudian dipisahkan dengan larutan non polar yang terikat pada asam lemak bebas, ataupun disentrifugasi pada kecepatan dan waktu tertentu. Setelah terpisah asam lemak bebas maka, 2-trigliserida dapat dianalisis dengan alat kromatografi gas (Satiawihardja, 2001; Silalahi, dkk., 1999; Silalahi, 2002).

2.5.4 Aktivitas antibakteri asam laurat, monolaurin dan minyak kelapa murni

Monolaurin merupakan monoester yang terbentuk dari asam laurat yang telah diteliti memiliki aktivitas antivirus, antibakteri dan antijamur. Asam laurat (Gambar 2.6) merupakan komponen utama VCO. Asam laurat juga banyak terdapat dalam air susu ibu, untuk melawan penyakit pada bayi dan meningkatkan kekebalan tubuh bayi (Syah, 2005).

(58)

C O

OH

asam laurat monolaurin

Gambar 2.6 Rumus struktur asam laurat dan monolaurin (Darmoyuwono, 2006; Enig, 2010)

MCFA bekerja secara selektif dalam membunuh bakteri, sehingga bakteri yang dibutuhkan tubuh (yang terletak dalam usus) tidak terpengaruh. Akan tetapi bakteri patogen (bakteri penyebab penyakit) oleh MCFA akan dimatikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi inaktivasi bakteri yang bekerja di dalam usus seperti E.coli dan Salmonella enteritidis, akan tetapi menunjukkan inaktivasi yang tinggi pada Staphylococcus epidermidis dan Hemophilus influenza. Pada penelitian lain dijelaskan bahwa MIC (Minimum Inhibitory Concentration) asam laurat terhadap bakteri E. coli lebih besar dari 5 mg/ml. Selain itu senyawa monolaurin juga mempunyai kemampuan membunuh bakteri Helicobacter pylori yang ada pada lambung penderita maag. Bakteri ini bertanggung jawab pada timbulnya aterosklerosis (Syah, 2005; Skrivanova, et al., 2006), serta adanya infeksi oleh H. pylori dapat mempengaruhi profil lipid darah sehingga dapat memicu terjadinya aterosklerosis (Torres dan Gaensly, 2002; Aarabi, et al., 2010)

(59)

antivirus, khususnya virus yang berselubung lemak. Baik asam kaprat maupun asam laurat di dalam minyak kelapa dapat mengatasi Candida albicans (penyebab penyakit kelamin) (Darmoyuwono, 2006).

Dalam tubuh, asam laurat yang merupakan komponen utama VCO (sekitar 50%) sebagian akan diubah menjadi senyawa monogliserida yang disebut monolaurin. Senyawa ini merupakan bahan dalam sistem kekebalan tubuh. Senyawa ini berfungsi menghancurkan bibit penyakit yang dinding selnya terbuat dari lipid (lemak). Mikroba penyebab penyakit pada umumnya memiliki dinding sel yang terbuat dari lipid. Sistem kekebalan tubuh kita dapat dengan mudah mengahancurkan mikroba penyebab penyakit itu dengan bantuan monolaurin tersebut. Akan tetapi produksi monolaurin ini hanya dimungkinkan apabila mengkonsumsi asam laurat, misalnya dari minyak kelapa. Hal ini dikarenakan tubuh kita tidak dapat memproduksi atau mensintesis asam laurat (Darmoyuwono, 2006; Kumar, et al., 2005; Pratiwi, 2008; Waluyo 2005).

Gambar

Gambar hasil uji antibakteri HVCO dan EABP dalam akuades
Gambar 1.1  Kerangka pikir penelitian
Tabel 2.1 Bakteri penyebab keracunan makanan dan diare
Gambar 2.1  Peringkat suplemen yang digunakan di Amerika Serikat tahun 1979
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak bawang putih dan black garlic terhadap Escherichia coli sensitif dan multiresisten antibiotik. Jenis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak bawang putih dan black garlic terhadap Escherichia coli sensitif dan multiresisten antibiotik.. Jenis

Penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak air dan ekstrak metanol bawang putih terhadap Streptococcus mutans dapat menghambat pertumbuhan dengan zona hambat 6 mm dan 2

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek antibakteri dari ekstrak etanol dan fraksi nonpolar ekstrak etanol bawang putih terhadap Streptococcus mutans dan Pseudomonas

Aktivitas Antibakteri Fraksi Etanol-Air dari Ekstrak Etanol Bawang Putih (Allium sativum Linn.) terhadap Bakteri Streptococcus mutans dan Pseudomonas aeruginosa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak serbuk bawang putih, serbuk bawang putih komersial dan bawang putih segar yang dimaserasi dengan

Terbentuknya zona hambatan bakteri oleh allicin bawang putih 16,7% dapat dikatakan bahwa allicin bawang putih dapat dipakai sebagai obat antibakteri khususnya

Judul : Uji Antioksidan Ekstrak Air Bawang Merah (Allium Cepa L.), Bawang Putih (Allium Sativum L Bawang Batak (Allium Chinense L.) dengan Metode DPPH.. Kategori