• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan antara Taurina (Tau), Glisina (Gli), Rasio Tau Gli, dan Bioavailibilitas dengan Bioakumulasi Logam Berat (Cd, Pb, Cu, Zn) pada Jenis Kerang Anadara spp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keterkaitan antara Taurina (Tau), Glisina (Gli), Rasio Tau Gli, dan Bioavailibilitas dengan Bioakumulasi Logam Berat (Cd, Pb, Cu, Zn) pada Jenis Kerang Anadara spp"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

i

KETERKAITAN ANTARA TAURINA (Tau), GLISINA

(Gli), RASIO Tau/Gli, DAN BIOAVAILIBILITAS

DENGAN BIOAKUMULASI LOGAM BERAT (Cd, Pb,

Cu, Zn) PADA JENIS KERANG

Anadara

spp.

(KASUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI GARAPAN,

CIBUNGUR, DAN CILIMAN, PROVINSI BANTEN)

NOVERITA DIAN TAKARINA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Keterkaitan antara Taurina (Tau), Glisina (Gli), Rasio Tau/Gli, dan Bioavailibilitas dengan Bioakumulasi Logam Berat (Cd, Pb, Cu, Zn) pada Jenis Kerang Anadara spp. (Kasus di Perairan Muara Sungai Garapan, Cibungur dan Ciliman, Provinsi Banten) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

(3)

iii

RINGKASAN

NOVERITA DIAN TAKARINA. Keterkaitan antara Taurina (Tau), Glisina (Gli), Rasio Tau/Gli, dan Bioavailibilitas dengan Bioakumulasi Logam Berat (Cd, Pb, Cu, Zn) pada Jenis Kerang Anadara spp. (Kasus di Perairan Muara Sungai Garapan, Cibungur dan Ciliman, Provinsi Banten). Dibimbing oleh DIETRIECH G. BENGEN, HARPASIS S. SANUSI, ETTY RIANI.

Muara Sungai Garapan, Tanjung Pasir, Tangerang, serta Muara Sungai Cibungur dan Ciliman, Panimbang, Pandeglang terletak di kawasan pesisir Provinsi Banten. Wilayah pesisir Tanjung Pasir lebih banyak menerima masukan limbah dari aktivitas manusia (anthropogenic activities) berupa industri dan perdagangan lebih tinggi dibandingkan Panimbang yang limbahnya berasal dari pertambakan, pertanian, dan perikanan. Aktivitas tersebut dapat meningkatkan jumlah limbah organik maupun inorganik yang mengandung logam berat sehingga berpotensi mencemari kawasan pesisir.

Tujuan umum penelitian adalah menentukan bioindikator pencemaran logam berat,sedangkan tujuan khusus penelitian adalah menentukan keterkaitan antara kandungan taurina, glisina, rasio Tau/Gli, dan bioavailibilitas dengan bioakumulasi logam berat pada jenis kerang Anadara spp. serta menentukan pola hubungan antara antara kelompok ukuran kerang Anadara spp berdasarkan lokasi dengan kandungan taurina, glisina, rasio Tau/Gli, dan bioakumulasi logam berat.

Kandungan taurina dan glisina diukur menggunakan High Performance

Liquid Chromatography (HPLC). Analisis kandungan taurina dilakukan melalui

tahap: ekstraksi, derivatisasi, dan injeksi, sedangkan kandungan glisina melalui tahap: hidrolisis protein, pengenceran, derivatisasi, dan injeksi. Kandungan logam berat pada kerang dan sedimen (melalui ekstraksi bertahap) dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Shimadzu 6300.

Variabel dalam penelitian ini yang digunakan dalam uji statistik meliputi kandungan taurina, glisina, rasio Tau/Gli, bioavailibilitas dan bioakumulasi logam berat (Cd, Pb, Cu, Zn), lokasi penelitian (Muara Sungai Garapan, Cibungur, Ciliman), dan ketiga kelompok ukuran dari jenis kerang Anadara spp. (A. indica, A. pilula, A. inaequivalvis). Variabel tersebut kemudian diuji secara statistik yang meliputi analisis korelasi, analisis diskriminan, dan analisis komponen utama.

Kandungan taurina pada ketiga kelompok ukuran kerang dari Anadara spp. di Muara Sungai Garapan yaitu 0.12-0.24%, di Muara Sungai Cibungur 0.07-0.20%, di Muara Sungai Ciliman 0.04-0.23%, sedangkan kandungan glisina berada pada kisaran 0.67-1.15% di Muara Sungai Garapan, 1.01-1.40% di Muara Sungai Cibungur, 0.70-1.75% di Muara Sungai Ciliman. Rasio Tau/Gli bervariasi yaitu, 0.13-0.24 di Muara Sungai Garapan, 0.05-0.21 di Muara Sungai Cibungur, dan 0.02-0.25 di Muara Sungai Ciliman.

(4)

iv

Di Muara Sungai Garapan, terdapat korelasi positif yang signifikan antara glisina dengan bioakumulasi logam Cd dan antara rasio Tau/Gli dengan bioakumulasi logam Pb pada A. indica. Di Muara Sungai Cibungur, korelasi positif yang signifikan terjadi antara taurina dengan bioakumualsi logam Cd pada A. pilula, dan antara glisina dengan bioakumulasi logam Zn pada A. inaequivalvis, serta antara rasio Tau/Gli dengan bioakumulasi logam Cd pada A. pilula.

Berdasarkan kelompok ukuran kerang, korelasi positif yang signifikan terdapat antara taurina dengan bioakumulasi logam Cd pada A. pilula kelompok ukuran besar, sedangkan pada A. inaequivalvis, bukan hanya korelasi Cd dengan kelompok ukuran sedang dan besar, tetapi juga dengan bioakumulasi logam Pb pada kelompok ukuran besar. Selain itu, korelasi positif yang signifikan juga terdapat antara glisina dengan bioakumulasi logam Cu dan Zn pada A.

inaequivalvis kelompok ukuran besar, dan antara rasio Tau/Gli dengan

bioakumulasi logam Cu saja pada kelompok ukuran sedang. Adanya korelasi antara taurina dengan logam Cd pada kelompok ukuran sedang dan besar menunjukkan bahwa di tubuh kerang, Cd (logam non esensial) cenderung terakumulasi.

Analisis diskriminan menunjukkan bahwa variabel pembeda (diskriminator) antarlokasi penelitian pada A. indica terkait Cd dan Cu yaitu taurina, rasio Tau/Gli, dan bioakumulasi logam; sedangkan pada A. pilula yaitu taurina, glisina, dan bioakumulasi logam. Variabel diskriminator terkait Pb dan Zn pada A. indica yaitu taurina, glisina, rasio Tau/Gli, dan bioakumulasi logam. Variabel diskriminator terkait Pb pada A. pilula yaitu taurina dan glisina, sedangkan terkait Zn yaitu glisina dan bioakumulasi logam. Pada A. inaequivalvis, bioakumulasi logam merupakan satu-satunya variabel diskriminator terkait Cd, Cu, dan Zn.

Analisis komponen utama menunjukkan bahwa Muara Sungai Garapan dicirikan oleh bioavailibilitias yang tinggi dari Cd, Pb, Cu Zn dan bioakumulasi Cu, Pb, Zn pada Anadara spp. serta sedimen dengan ukuran butir lempung dan lanau, temperatur, TSS, dan kandungan C organik tinggi. Muara Sungai Cibungur dicirikan dengan bioakumulasi Cd, pH, dan salinitas, sedangkan Muara Sungai Ciliman dicirikan sedimen dengan ukuran butir pasir, arus, dan DO tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dan novelty penelitian terbukti bahwa terdapat beberapa korelasi positif yang signifikan antara kandungan taurina, glisina, rasio Tau/Gli dengan bioakumulasi logam berat pada jenis kerang

Anadara spp. Jenis kerang Anadara spp. yang menunjukkan korelasi positif yang

signifikan dapat diajukan sebagai kandidat bioindikator adanya taurina, glisina, rasio Tau/Gli, dan bioakumulasi logam. Jenis kerang yang bisa dijadikan kandidat bioindikator adalah A. pilula terkait logam Cd dan A.indica terkait logam Pb. Selain itu, terdapat peta territorial (peta lokasi) yang memetakan Anadara spp. ke dalam lokasi penelitian berdasarkan kandungan taurina, glisina, rasio Tau/Gli, dan bioakumulasi logam berat

(5)

v

SUMMARY

NOVERITA DIAN TAKARINA: Relationship between Taurine (Tau), Glycine (Gly), Tau/Gly Ratio, and Bioavailability with Bioaccumulation of Heavy Metals (Cd, Pb, Cu, Zn) in Anadara spp. Cockles (Case found at Garapan, Cibungur, and Ciliman Rivermouths, Banten Province). Supervised by DIETRIECH G BENGEN, HARPASIS S SANUSI, ETTY RIANI

Rivermouth of Garapan, Tanjung Pasir, Tangerang, also Cibungur and Ciliman at Panimbang, Pandeglang, are located at coastal areas of Banten Province. Coastal area of Tanjung Pasir is receiving more wastes from human activities (anthropogenic activities) such as industries and trading compared to Panimbang that receiving waste mainly from ponds, agriculture, and fisheries. Those activities can increase the amount of organic and inorganic wastes containing heavy metals that pollute coastal areas.

The general objective of this research is to determine bioindicator of heavy metal pollution, while the specific objective of this research is to determine the relationships between taurine, glycine, Tau/Gly ratio, and bioavailibility with heavy metal bioaccumulation in three species of Anadara spp.(cockle) based on research location and size class, also relationship pattern among size class of Anadara spp in research locations based on their taurine, glycine, Tau/Gly ratio, and metals bioaccumulation

Taurine and glycine content was measured using High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Taurine was analyzed through following steps: extraction, derivatization, and injection, while glycine content was measured through: protein hydrolysis, dilution, derivatization, and injection. Heavy metals content of cockles and sediment (through sequential extraction) were analyzed using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Shimadzu 6300.

Variables used in this research for statistical analysis consisted of taurine, glycine, Tau/Gly ratio, bioavailibility and bioaccumulation of heavy metals (Cd, Pb, Cu, Zn), reaserach location (Garapan, Cibungur, Ciliman Rivermouths), and cockle’s species of Anadara spp. (A. indica, A. pilula, A. inaequivalvis). Those variables have been used for further statistical analysis consisted of correlation analysis, discriminant analysis, and principal component analysis (PCA).

Taurine content in three size class of Anadara spp. ranged from 0.12-0.24% at Garapan Rivermouth, 0.07-0.20% at Cibungur Rivermouth, and 0.04-0.23% at Ciliman Rivermouth, while glycine content ranged from 0.67-1.15% at Garapan Rivermouth, 1.01-1.40% at Cibungur Rivermouth, 0.70-1.75% at Ciliman Rivermouth. Tau/Gly ratio were varied, which were 0.13-0.24 at Garapan Rivermouth, 0.05-0.21 at Cibungur Rivermouth, and 0.02-0.25 at Ciliman Rivermouth.

Bioaccumulation of heavy metals Cd and Pb on three species and size class

of Anadara spp. cockle were varied. However, bioaccumulation of Zn were

(6)

vi

At Garapan Rivermouth, there were significantly positive correlation between glycine with bioaccumulation of Cd and between Tau/Gly ratio withbioaccumulation of Pb in A. indica. At Cibungur Rivermouth, significantly positive correlation occured between taurine with bioaccumulation of Cd in A. pilula and betwen glycine with bioaccumulation of Zn in A. inaequivalvis, and also between Tau/Gly ratio with bioaacumulation of Cd in A. pilula.

Based on size class of group, significantly positive correlation existed between taurine with bioaccumulation of Cd in A. pilula on large size class, while correlation in A. inaequivalvis not only with Cd on medium and large size class, but also with Pb on large size class. Beside that, significantly positive correlation also existed between glycine with bioaccumulation of Cu and Zn on large size class and between Tau/Gly ratio with bioaccumulation of Cu on medium size class in A. inaequivalvis. The existence of correlation between taurine and bioaccumulation of Cd at medium and large size class group showed that in cockles body, Cd (non essential metal) tend to be bioaccumulated.

Discriminant analysis showed that the discriminator variables among research location in A. indica related to heavy metals Cd and Cu were taurine, Tau/Gly ratio, and metals bioaccumulation, while in A. pilula were taurine, glycine, and metals bioaccumulation. Discriminator variables related to heavy metals Pb and Zn in A. indica were taurine, glycine, Tau/Gly ratio, and metals bioaccumulation. Discriminator variables related to metals Pb in A. pilula were taurine and glycine, while related to Zn were glycine and metals bioaccumulation. In A. inaequivalvis, metals bioaccumulation was the only discriminator variable observed related to Cd, Cu, and Zn.

Principal component analysis showed that Garapan Rivermouth was characterized by high bioavailibility of Cd, Pb, Cu, Zn and bioaccumulation of Cu, Pb, Zn metals on Anadara spp., also sediment with slit and clay grain size, temperature, TSS, and high organic carbon. Cibungur Rivermouth was characterized by high bioaccumulation of Cd, pH and salinity, while Ciliman Rivermouth with sediment with sand grain size, high current, and DO.

Based on the statement above, hypothesis and novelty of this research are accomplished. There were significantly positive correlations beween content of taurine, glycine, Tau/Gly ratio with their bioaccumulation in Anadara spp.

(7)

vii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014

Hak Cipta dilindungi Undang

Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

viii

KETERKAITAN ANTARA TAURINA (Tau), GLISINA (Gli),

RASIO Tau/Gli, DAN BIOAVAILIBILITAS DENGAN

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT (Cd, Pb, Cu, Zn) PADA

JENIS KERANG

Anadara

spp.

(KASUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI GARAPAN,

CIBUNGUR, DAN CILIMAN, PROVINSI BANTEN)

NOVERITA DIAN TAKARINA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

ix

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

Prof Dr Ir Dedi Soedharma, DEA

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr drh Maria Bintang, MS

(10)

x

Judul Disertasi : Keterkaitan antara Taurina (Tau), Glisina (Gli), Rasio Tau/Gli, dan Bioavailibilitas dengan Bioakumulasi Logam Berat (Cd, Pb, Cu, Zn) pada Jenis Kerang Anadara spp. (Kasus di Perairan Muara Sungai Garapan, Cibungur dan Ciliman, Provinsi Banten)

Nama : Noverita Dian Takarina

NIM : C561100031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Dietriech G Bengen, DEA Ketua

Prof Dr Ir Harpasis S Sanusi, M.Sc Dr Ir Etty Riani, MS

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Dr Ir Neviaty P Zamani, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(11)

xi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam penelitian ini yang dilaksanakan sejak Tahun 2012 ialah Keterkaitan antara Taurina (Tau), Glisina (Gli), Rasio Tau/Gli, dan Bioavailibilitas dengan Bioakumulasi Logam Berat (Cd, Pb, Cu, Zn) pada Jenis Kerang Anadara spp. (Kasus di Perairan Muara Sungai Garapan, Cibungur dan Ciliman, Provinsi Banten).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Dietriech G. Bengen, DEA., Prof Dr Ir Harpasis S. Sanusi, M.Sc., dan Ibu Dr. Etty Riani, M.Sc. selaku pembimbing, Ibu Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi dan Bapak Prof Dr Ir Dedi Soedharma selaku penguji sidang tertutup, Ibu Prof Dr drh Maria Bintang, MS dan Bapak Dr rer nat Mufti Petala Patria, M Sc selaku penguji sidang terbuka serta Ibu Dr. Neviaty P. Zamani, M.Sc sebagai ketua program studi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sunardi, M.Si. beserta staf dari Laboratorium Afiliasi Departemen Kimia FMIPA UI, PT. Saraswanti Indo Genetech, mahasiswa dari Laboratorium Biologi Kelautan Departemen Biologi, FMIPA UI, Pak Saiful selaku koordinator nelayan Tanjung Pasir, Pak Karyadi selaku koordinator nelayan Panimbang yang telah membantu selama pengumpulan data, staf dari Ilmu Kelautan (IKL) IPB, Ibu Kastoro, Dr Titin Siswantining, Prof Dr Sumi Hudiyono, Pak Bambang, Pak Aryo, Pak Andrio, Bidin, Risa, Rahma serta rekan sejawat yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (alm), ibu, suami, dan anak, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

(12)

xii Moluska Bivalvia sebagai Bioindikator dan Biomonitor 7 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kehidupan Moluska Bivalvia 8 Kandungan Asam Amino pada Moluska Bivalvia 10 Taurina (Tau), Glisina (Gli), dan Rasio Tau/Gli 10 Logam Berat 11 Keterkaitan Taurina (Tau), Glisina (Gli), dan Rasio Tau/Gli dengan Logam Berat 13 Bioavailabilitas dan Bioakumulasi Logam Berat 14 3 METODE ... 18

Waktu dan Lokasi 18

Alat, Bahan, dan Cara Kerja 20

Penentuan Lokasi Penelitian 20

Pengambilan Sampel Air,Sedimen, dan Kerang 20

Pengukuran Kualitas Fisika-Kimia Air 21

Pengukuran Kualitas Fisika-Kimia Sedimen 21

Analisis Ukuran Butir (Grain Size Analysis) 21

Pengukuran Kandungan Karbon Organik 21

Pengukuran Kandungan Logam Berat 21

Pembagian Kelompok Kelas Ukuran (Size Class) dari Kerang 23 Pengukuran Kandungan Taurina dan Glisina pada Kerang 23

Pengukuran Logam Berat pada Kerang 23

Analisis Data 23

Variabel Penelitian 23

Analisis Korelasi 24

Analisis Multivariat 25

(13)

xiii

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Kondisi Lokasi Penelitian 27

Taurina (Tau), Glisina (Gli), Rasio Tau/Gli, dan Bioakumulasi Logam Berat Cd, Pb, Cu, Zn pada Kerang Anadara spp. 30 Korelasi antara Taurina (Tau), Glisina (Gli), dan Rasio Tau/Gli dengan Bioakumulasi Logam Berat pada Anadara spp. berdasarkan

Lokasi Penelitian 33

Korelasi antara Taurina (Tau), Glisina (Gli), dan Rasio Tau/Gli dengan Bioakumulasi Logam Berat pada Anadara spp. pada Kelompok Ukuran

Kerang 36

Analisis Diskriminan terhadap Kandungan Taurina (Tau), Glisina (Gli), Rasio Tau/Gli, dan Bioakumulasi Logam Berat pada Anadara spp. 40

Anadara indica 41

Anadara pilula 50

Anadara inaequivalvis 58

Bioavailabilitas (Ketersediaan Biologi) Logam Berat Non Esensial

(Cd, Pb) dan Esensial (Cu, Zn) pada Sedimen 64

Bioavailibilitas Logam Berat Non Esensial (Cd, Pb) 65

Bioavailibilitas Logam Berat Esensial (Cu, Zn) 67

Keterkaitan antara Bioavailabilitas dan Bioakumulasi Logam Berat pada Anadara spp. dengan Faktor Lingkungan melalui Analisis

Komponen Utama 70

5 SIMPULAN DAN SARAN ... 74

Simpulan 74

Saran 75

DAFTAR PUSTAKA 75

LAMPIRAN 86

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

1 Ketersediaan (availability) dan mobilitas (mobility) logam kelumit 15

2 Koordinat pengambilan sampel 20

3 Parameter dan alat/metode pengukuran sampel air, sedimen, dan biologi

(kerang) 22

4 Pembagian kelompok kelas ukuran (size class) panjang kerang 24

5 Variabel penelitian dan analisis statistika untuk analisis korelasi 25

6 Variabel penelitian dan analisis statistika untuk analisis diskriminan

serta analisis komponen utama 26

7 Kondisi fisik dan kimia perairan di lokasi penelitian 28

8 Kandungan taurina, glisina, rasio Tau/Gli, bioakumulasi logam berat Cd, Pb, Cu, Zn, pada Anadara spp. di lokasi penelitian 31

9 Koefisien korelasi (r) antara taurina dengan bioakumulasi logam berat Cd, Pb, Cu, Zn pada Anadara spp. berdasarkan lokasi penelitian 33

10 Koefisien korelasi (r) antara glisina dengan bioakumulasi logam berat Cd, Pb, Cu, Zn pada Anadara spp. berdasarkan lokasi penelitian 34

11 Koefisien korelasi (r) antara rasio Tau/Gli dengan bioakumulasi logam berat Cd, Pb, Cu, Zn pada Anadara spp. berdasarkan lokasi penelitian 35

12 Koefisien korelasi (r) antara taurina dengan bioakumulasi logam berat Cd, Pb, Cu, Zn pada Anadara spp.bedasarkan kelompok ukuran kerang 37

13 Koefisien korelasi (r) antara glisina dengan bioakumulasi logam berat Cd, Pb, Cu, Zn Anadara spp. berdasarkan kelompok ukuran kerang 38

14 Koefisien korelasi (r) antara rasio Tau/Gli dengan bioakumulasi logam berat Cd, Cu, Pb, Zn pada Anadara spp. berdasarkan kelompok

ukuran kerang 39

15 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarkelompok ukuran kerang A. indica terkait logam Cd, Pb, Cu, dan Zn 41

16 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarlokasi penelitian

pada kerang A. indica terkait logam Cd 42

17 Akar ciri dan korelasi kanonik antarlokasi penelitian pada kerang

A. indica terkait logam Cd 42

18 Koefisien fungsi diskriminan antarlokasi penelitian pada kerang

A. indica terkait logam Cd 43

19 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarlokasi penelitian

(15)

xv

20 Akar ciri dan korelasi kanonik antarlokasi penelitian pada kerang

A. indica terkait logam Pb 45

21 Koefisien fungsi diskriminan antarlokasi penelitian pada kerang

A. indica terkait logam Pb 45

22 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarlokasi penelitian

pada kerang A. indica terkait logam Cu 46

23 Akar ciri dan korelasi kanonik antarlokasi penelitian pada kerang

A. indica terkait logam Cu 47

24 Koefisien fungsi diskriminan antarlokasi penelitian pada kerang

A. indica terkait logam Cu 47

25 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarlokasi penelitian

pada kerang A. indica terkait logam Zn 48

26 Akar ciri dan korelasi kanonik antarlokasi penelitian pada kerang

A. indica terkait logam Zn 49

27 Koefisien fungsi diskriminan antarlokasi penelitian pada kerang

A. indica terkait logam Zn 49

28 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarkelompok ukuran kerang A. pilula terkait logam Cd, Pb, Cu, dan Zn 50

29 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarlokasi penelitian pada kerang A. pilula terkait logam Cd 51

30 Akar ciri dan korelasi kanonik antarlokasi penelitian pada kerang

A. pilula terkait logam Cd 51

31 Koefisien fungsi diskriminan antarlokasi penelitian pada kerang

A. pilula terkait logam Cd 52

32 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarlokasi penelitian pada kerang A. pilula terkait logam Pb 53

33 Akar ciri dan korelasi kanonik antarlokasi penelitian pada kerang

A. pilula terkait logam Pb 53

34 Koefisien fungsi diskriminan antarlokasi penelitian pada kerang

A. pilula terkait logam Pb 54

35 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarlokasi penelitian pada kerang A. pilula terkait logam Cu 55

36 Akar ciri dan korelasi kanonik antarlokasi penelitian pada kerang

A. pilula terkait logam Cu 55

37 Koefisien fungsi diskriminan antarlokasi penelitian pada kerang

(16)

xvi

38 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarlokasi penelitian pada kerang A. pilula terkait logam Zn 57

39 Akar ciri dan korelasi kanonik antarlokasi penelitian pada kerang

A. pilula terkait logam Zn 57

40 Koefisien fungsi diskriminan antarlokasi penelitian pada kerang

A. pilula terkait logam Zn 58

41 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarkelompok ukuran kerang A. inaequivalvis terkait logam Cd, Pb, Cu, dan Zn 59

42 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarlokasi penelitian pada kerang A. inaequivalvis terkait logam Cd 59

43 Akar ciri dan korelasi kanonik antarlokasi penelitian pada kerang

A. inaequivalvis terkait logam Cd 60

44 Koefisien fungsi diskriminan antarlokasi penelitian pada kerang

A. inaequivalvis terkait logam Cd 60

45 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarlokasi penelitian pada kerang A. inaequivalvis terkait logam Pb 61

46 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarlokasi penelitian pada kerang A. inaequivalvis terkait logam Cu 61

47 Akar ciri dan korelasi kanonik antarlokasi penelitian pada kerang

A. inaequivalvis terkait logam Cu 62

48 Koefisien fungsi diskriminan antarlokasi penelitian pada kerang

A. inaequivalvis terkait logam Cu 62

49 Uji kesamaan rataan variabel yang membedakan antarlokasi penelitian pada kerang A. inaequivalvis terkait logam Zn 63

50 Akar ciri dan korelasi kanonik antarlokasi penelitian pada kerang

A. inaequivalvis terkait logam Zn 63

51 Koefisien fungsi diskriminan antarlokasi penelitian pada kerang

A. inaequivalvis terkait logam Zn 63

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka alur pikir 4

2 Uptake biologis bentuk logam (Salomons dan Forstner 1984) 16

3 Lokasi pengambilan sampel kerang Anadara spp., kualitas air, dan

sedimen di perariran Muara Sungai Garapan 18

4 Lokasi pengambilan sampel kerang Anadara spp, kualitas air, dan

sedimen di perairan Muara Sungai Cibungur 19

5 Lokasi pengambilan sampel kerang Anadara spp, kualitas air, dan

sedimen di perairan Muara Sungai Ciliman 19

6 Peta lokasi fungsi diskriminan A. indica terkait logam Cd yang

mengkarakterisasi lokasi penelitian sebagai pola/model 44

7 Peta lokasi fungsi diskriminan A. indica terkait logam Pb yang

mengkarakterisasi lokasi penelitian sebagai pola/model 46

8 Peta lokasi fungsi diskriminan A. indica terkait logam Cu yang

mengkarakterisasi lokasi penelitian sebagai pola/model 48

9 Peta lokasi fungsi diskriminan A. indica terkait logam Zn yang

mengkarakterisasi lokasi penelitian sebagai pola/model 50

10 Peta lokasi fungsi diskriminan A. pilula terkait logam Cd yang

mengkarakterisasi lokasi penelitian sebagai pola/model 52

11 Peta lokasi fungsi diskriminan A. pilula terkait logam Pb yang

mengkarakterisasi lokasi penelitiansebagai pola/model 54

12 Peta lokasi fungsi diskriminan A. pilula terkait logam Cu yang

mengkarakterisasi lokasi penelitian sebagai pola/model 56

13 Peta lokasi fungsi diskriminan A. pilula terkait logam Zn yang

mengkarakterisasi lokasi penelitiansebagai pola/model 58

14 Kandungan/bioavailibilitas logam berat non esensial (Cd, Pb) (µg/g)

pada sedimen di lokasi penelitian 65

15 Fraksinasi logam berat non esensial (Cd, Pb) (%) pada sedimen

di lokasi penelitian 66

16 Kandungan/bioavailibilitas logam berat esensial (Cu, Zn) (µg/g)

pada sedimen di lokasi peneliltian 67

17 Fraksinasi logam berat esensial (Cu, Zn) (%) pada sedimen

di lokasi penelitian 68

18 Analisis komponen utama terhadap kualitas air dan sedimen,

(18)

xviii

Cd di sedimen, serta bioakumulasinya oleh Anadara spp. di

lokasi penelitian 71

19 Analisis komponen utama terhadap kualitas air dan sedimen,

bioavailibilitas (Fr 1, Fr 2, Fr 3) dan fraksi residual (Fr 4) logam berat Pb di sedimen, serta bioakumulasinya oleh Anadara spp. di

lokasi penelitian 72

20 Analisis komponen utama terhadap kualitas air dan sedimen,

bioavailibilitas (Fr 1, Fr 2, Fr 3) dan fraksi residual (Fr 4) logam berat Cu, serta bioakumulasinya oleh Anadara spp. di lokasi penelitian 73

21 Analisis komponen utama terhadap kualitas air dan sedimen,

bioavailibilitas (Fr 1, Fr 2, Fr 3) dan fraksi residual (Fr 4) logam berat Zn, serta bioakumulasinya oleh Anadara spp. di lokasi penelitian 74

DAFTAR LAMPIRAN

1 Metode pengambilan kerang (Kastoro 1986) 86

3 Jenis dan ukuran kerang Anadara spp yang dipakai 88

2 Distribusi ukuran panjang kerang (mm) Anadara spp. di Muara Sungai

Garapan (a), Cibungur (b), dan Ciliman (c) 90

4 Metode pengukuran taurina (menggunakan HPLC) 93

5 Metode pengukuran glisina (menggunakan HPLC) 96

6 Analisis logam berat dalam tubuh kerang menggunakan AAS 98

7 Pengukuran total padatan tersuspensi/total suspended solid (TSS) 98

8 Pengukuran logam berat air laut 99

9 Analisis ukuran butir sedimen menggunakan wet sieving method 99

10 Cara kerja ekstraksi bertahap (sequential extraction) 100

11 Function of group points logam berat pada Anadara spp. di lokasi

(19)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Asam amino mempunyai kemampuan membentuk persenyawaan kelat dan membentuk kompleks yang stabil dengan kation-kation tertentu. Ho et al. (2002) telah melakukan sintesis kompleks turunan asam amino yang memiliki donor N adanya perbedaan nomor atom dan sifat elektronegativitas logam, afinitas gugus SH lebih besar 10.000 kali dibandingkan gugus lainnya (Jorgensen et al. 1981).

Taurina dengan gugus sulfihidril dan glisina dengan gugus karboksil dapat digunakan sebagai indikator adanya stres lingkungan yaitu dalam bentuk rasio taurina/glisina tinggi pada insang dan jaringan mantel (high taurine/glycine ratios

in gill and mantle tissue (Vinithkumar 2010). Indikator lain yang digunakan untuk

mendeteksi kerang yang telah mengalami tekanan dari lingkungan adalah abnormalitas morfologi/pembentukan cangkang (abnormal shell

morphology/formation) (Dharma 2005; Boening 1999), penyusutan ukuran mantel

(mantle recession), keterlambatan gametogenesis (lag in gametogenesis),

pucatnya kelenjar pencernaan (pale digestive glands), regress of digestive tubules,

dan edema (Vinithkumar 2010).

Logam berat secara alami dapat bersumber dari hasil pelapukan batuan (lithogenous fraction) dan hasil pembusukan dari hewan atau tumbuhan serta deposisi dari atmosfer dari daerah sekitarnya baik berupa zat terlarut maupun partikel tersuspensi. Sumber logam berat lain berasal dari aktifitas manusia/anthropogenic (non-lithogenous fraction) seperti run-off dari pertanian, pemukiman, dan pertambangan. Logam berat dapat terakumulasi di sedimen Muara Sungai pada lapisan 5-20 cm (El-Moselhy dan Yassien 2005).

Sedimen terdiri atas beberapa fraksi geokimiawi yang berbeda dan berperan sebagai penampung (sink) yang potensial untuk logam-logam yang masuk ke perairan pesisir. Fraksi tersebut adalah organik, oksida Fe dan Mn, karbonat, dan sulfida komplek, serta fraksi residual/mineral. Fraksi oksida Fe dan Mn dan organik merupakan komponen geokimiawi yang paling penting di perairan estuaria/muara (Thomas dan Bendel-Young 1998).

(20)

resiko terjadinya akumulasi logam berat oleh biota potensial, misalnya moluska bivalvia (Thomas dan Bendel-Young 1998; Tack dan Verloo 1995).

Kandungan berlebih logam berat seperti Hg, Cd, dan Pb di perairan secara langsung menyebabkan banyaknya kematian larva serta rusaknya cangkang atau lambatnya pertumbuhan cangkang moluska bivalvia (El-Moselhy dan Yassien 2005). Moluska dapat membentuk senyawa kompleks dengan kandungan yang lebih tinggi dibanding air laut, sedangkan kompleks logam berat dengan materi organik dalam sedimen memiliki kelarutan tinggi dalam air (Hawker 1995).

Interaksi antara moluska dan lingkungan sekitarnya dapat terjadi melalui seluruh permukaan tubuh pada kelompok yang tidak bercangkang dan melalui epitelia alat pencernaan serta respirasi pada kelompok yang bercangkang. Selain itu, insang, kaki, mantel, juga usus merupakan tempat terjadinya asupan logam. Sejumlah variabel seperti umur, berat, ukuran, jenis kelamin, musim, jenis makanan, serta suhu memiliki peran dalam memengaruhi logam yang terakumulasi (Beldi et al. 2006). Hasil eksperimen dampak pencemaran logam berat pada ribbed mussel (Geukensia demissa) di Rawa Asin Eel Pond, Massachusetts, USA menunjukkan bahwa ukuran kerang di lokasi tercemar menjadi lebih kecil, pertumbuhan lebih lambat dan laju filtrasi menurun jika dibandingkan dengan ribbed mussel yang hidup di lokasi tidak tercemar oleh logam berat (Daniel 2006).

Beberapa jenis kerang lain juga telah digunakan secara intensif untuk memonitor tingkat pencemaran logam berat di laut, misalnya tiram/oyster sebagai hewan uji di negara beriklim sedang (Klumpp dan Burdon-Jones 1982) dan kerang blue mussels (Mytilus edulis) di Amerika. Blue mussel cenderung mengonsentrasikan logam pada insang atau jaringan lainnya (Phillips dan Rainbow 1993; Moloukhia dan Sleem 2011). Pada umumnya jenis-jenis kerang (moluska, bivalvia) dapat menyerap secara ekstrem (extreme uptake) logam-logam Cu, Fe, dan Mn, sedangkan keong (gastropoda) hanya dapat menyerap Cu dan Zn (Phillips dan Rainbow 1993). Logam berat seperti Cd dan Pb tidak memiliki fungsi atau peran dalam nutrisi, namun proses detoksifikasi dan penyimpanan (storage) sudah dilaporkan untuk logam-logam tersebut. Kemampuan moluska untuk mengendalikan bioakumulasi dengan memodifikasi atau mengatur uptake, detoksifikasi (salah satunya melalui pembentukan granul), serta eliminasi tergantung pada jenis (spesies) dan kondisi pemajanan.

Perumusan Masalah

Kerang (moluska, bivalvia) merupakan salah satu organisme hasil tangkapan samping (by catch) di beberapa daerah. Pada kerang terdapat kandungan gizi yang bermanfaat bagi tubuh, salah satunya yaitu kandungan protein yang tersusun oleh asam amino. Asam amino yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada moluska bivalvia misalnya taurina, alanin, glisina, aspartat, glutamat, dan prolin (Hochachka dan Wilbur 1983).

Taurina merupakan asam amino mengandung sulfur dan terdapat pada beberapa moluska bivalvia, misalnya tiram (oyster). Fungsi taurina sudah banyak dipelajari pada mamalia yaitu berperan sebagai penjaga kestabilan membran,

(21)

yang stabil dengan tembaga (Cu) dan dipeptida pada pH fisiologis. Namun, gugus sulfur (S) yang dimiliki taurina dapat mengikat logam berat (Funes et al. 2006).

Glisina mempunyai fungsi penting sebagai effective carrier untuk mineral-mineral yang membantu penyerapan makanan dan protein kunci untuk jaringan tulang dan jaringan ikat. Dalam suasana asam, gugus amina (NH2+) dari glisina akan mengikat ion H+ membentuk NH3+, sedangkan pada suasana basa gugus COOH akan melepas H+ membentuk COO-. COO- inilah yang dapat mengikat logam berat seperti Pb2+, Cu2+, Zn2+ (Fessenden dan Fessenden 1984). Logam reaktif terhadap sulfihidril (misalnya merkuri, kadmium, tembaga, dan arsenik) memiliki sifat efek khusus tersembunyi (particularly insidious) dan mampu memengaruhi proses biokimiawi (Quig 1998).

Penelitian tentang moluska sebagai bioindikator dan biomonitor pencemaran logam berat di berbagai ekosistem perairan telah banyak dilakukan di luar negeri (Philips 1980; Bryan 1984; Savari et al. 1991; Zatta et al. 1992; Gundacker 2000; Cubadda et al. 2001; Oehlmann dan Oehlmann 2002, Gillikin et al. 2005; Hamed dan Ahmed 2006; Gupta dan Singh 2011; Moreira et al. 2011). Di Indonesia, beberapa penelitian yang telah dilakukan misalnya terakumulasinya logam berat di dalam tubuh kerang darah (Anadara granosa) dan kerang hijau (Perna viridis) (Irianto 1987; Rochyatun 1995; Hutagalung dan Sutomo 1999; Murtini dan Aryani 2005; Aunurohim et al. 2006; Jalius 2008). Peneliti tersebut menggunakan metode pengukuran konsentrasi logam berat total, namun belum melibatkan fraksi bioavailable dari substrat dasar (sedimen) sebagai habitat kerang.

Karakteristik geokimiawi sedimen merupakan faktor yang penting dalam menentukan bioavailibilitas (Louma dan Campbell 1987). Studi tentang spesiasi/fraksinasi geokimiawi logam berat di sedimen dan hubungannya dengan bioakumulasi oleh Mytilus edulis (Pempkowiak et al. 1999) dan Perna viridis (Yap et al. 2002) telah dilakukan. Chong dan Wang (2001) menyatakan bahwa partikel sedimen merupakan sumber asupan logam berat oleh Perna viridis disebabkan resuspensi sedimen akibat arus pasang surut. Menurut Amin et al. (2012), kontaminasi sedimen menjadi polutan sekunder di permukaan air. Untuk itu diperkirakan bahwa logam berat di sedimen bisa menjadi sumber yang bioavailable untuk biota perairan. Dampak negatif akumulasi logam berat pada organisme menyebabkan perubahan morfologi sekaligus fungsi fisiologis dan biokimiawi dalam tubuh kerang.

Perairan Muara Sungai Ciliman dan Cibungur, Panimbang, dan Muara Sungai Garapan, Tanjung Pasir, dipilih sebagai lokasi penelitian disebabkan banyak ditemukan beberapa jenis kerang seperti kerang mencos (A. indica), kerang bulu (A. inaequivalvis), kerang gelatik (A. pilula), namun kerang salju (Pholas dactylis), kerang tahu (Meretrix meretrix), kerang batik (Paphia undulata) dan beberapa jenis lainnya hanya ditemukan di Tanjung Pasir. Jenis kerang tersebut biasa hidup di perairan muara sungai (estuari), ada yang tergolong dalam kelompok penyaring makanan (filter feeder) dan ada pula yang termasuk

deposit feeder. Kerang tersebut merupakan jenis komersial sehingga dimanfaatkan

sebagai mata pencaharian nelayan setempat.

(22)

kualitas perairan pantai dan laut oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang (2002) diacu dalam (Bappedalda Banten 2005), ada indikasi pencemaran logam berat kadmium (Cd) di atas ambang batas yang telah ditetapkan menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Air Laut (baku mutu Cd adalah 0.01 ppm).

(23)

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini menentukan bioindikator pencemaran logam berat. Adapun tujuan khusus penelitian ini menentukan keterkaitan antara kandungan taurina, glisina, rasio Tau/Gli, dan bioavailibilitas dengan bioakumulasi logam berat pada jenis kerang Anadara spp. serta menentukan pola hubungan antara kelompok ukuran kerang Anadara spp berdasarkan lokasi dengan kandungan taurina, glisina, rasio Tau/Gli, dan bioakumulasi logam berat.

Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat korelasi antara kandungan taurina, glisina, rasio Tau/Gli, dengan bioakumulasi logam berat pada jenis kerang

Anadara spp. serta terdapat hubungan antara kelompok ukuran kerang

berdasarkan lokasi dengan kandungan taurina, glisina, rasio Tau/Gli dengan bioakumulasi logam berat. Di samping itu, terdapat pula hubungan antara bioavalibilitas dengan bioakumulasi logam berat.

Novelty

Novelty dari penelitian ini adalah diperolehnya korelasi positif yang signifikan antara kandungan taurina, glisina, rasio Tau/Gli dengan bioakumulasi logam berat pada Anadara spp. Jenis kerang Anadara spp. yang menunjukkan korelasi positif yang signifikan tersebut dapat dijadikan sebagai kandidat bioindikator/biomonitor. Selain itu, dari penelitian ini diperoleh variabel penentu (diskriminator) dan pola/model yang memetakan Anadara spp. ke dalam lokasi penelitian berdasarkan kandungan taurina, glisina, rasio Tau/Gli, dan bioakumulasi logam berat. Dengan adanya peta lokasi dari masing-masing jenis kerang Anadara spp., maka jika ditemukan kerang secara acak dari ketiga lokasi penelitian yang belum bisa dipastikan asalnya, dapat diketahui dari fungsi diskriminan/model yang diperoleh pada penelitian ini. Jadi, pada saat monitoring tidak banyak dilalukan analisa kimia, biokimia maupun fisiologinya. Berdasarkan kebaharuan ini, maka dapat diperoleh bioindikator yang relatif murah dan cepat prosedurnya.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Profil Lokasi Penelitian

(24)

terbangun banyak industri seperti pabrik tekstil, besi baja, pembuatan speed boat, dan perumahan padat penduduk serta aktivitas lainnya yang berpotensi mencemari lingkungan. Menurut Murtini dan Ariyani (2005) di kawasan Tanjung Pasir, Tangerang, masih banyak kerang (moluska, bivalvia) dari jenis Anadara spp. (Famili Arcidae) yang dikonsumsi manusia. Namun, Tanjung Pasir sebagai bagian dari Teluk Jakarta memungkinkan mendapat limpasan air limbah dari industri dari daerah sekitarnya, seperti limbah pabrik-pabrik/industri yang membuang limbah yang mengandung logam berat ke perairan pesisir Tanjung Pasir.

Perairan Muara Sungai Ciliman dan Muara Sungai Cibungur berada di wilayah kecamatan Panimbang, Pandeglang. Sungai Ciliman memiliki panjang 55 km dan luas DAS 500 km2, sedangkan Sungai Cibungur dengan panjang 42 km serta luas DAS 564 km2 serta belum terdapat industri besar di sepanjang sungainya, melainkan hanya industri kecil/rumahan berupa usaha perikanan (pengolahan udang) dan peternakan ayam, serta bangunan PLTU Labuan milik pemda setempat (Bappedalda Banten 2005). Muara Sungai Cibungur (Cilemer) hanya berjarak kira-kira 2.5 kilometer dari Muara Sungai Ciliman.

Sungai Ciliman dan Sungai Cibungur berhulu di G. Liman, G. Kencana, dan G. Kendeng kemudian mengalir melalui Kabupaten Lebak dan Pandeglang, serta bermuara di Teluk Lada. DAS berbentuk cabang pohon, sungai induknya memanjang dengan anak-anak sungai mengalir ke sungai induk. Berdasarkan data periode 1991-1996, debit rata-rata bulanan Sungai Ciliman berkisar antara 3.3 m3/s (Agustus) sampai 14.22 m3/s (Desember). Kualitas air Sungai Ciliman bagian hulu dan tengah, secara fisik dan kimia telah memenuhi baku mutu yang ada, namun secara biologi mengandung coliform yang tinggi. Beberapa parameter kualitas air lain yang melebihi ambang batas (di atas baku mutu kelas III) diantaranya adalah konduktivitas, Total Dissolved Solid (TDS), klorida, salinitas, kekeruhan, COD, permanganat, total fosfat, serta logam berat Ni dan Cd (Bappedalda Banten 2005).

Moluska Bivalvia

Deskripsi Umum

Kerang (bivalvia) mempunyai dua belah cangkang baik simetris maupun tidak simetris. Kedua belah cangkang tersebut melindungi tubuhnya yang lunak dari predator, lingkungannya dan lain-lain. Pada bagian dorsal cangkang terdapat umbo yang menyerupai paruh burung. Kedua cangkang tersebut dihubungkan dengan gigi engsel yang terletak di bagian dorsal. Di daerah gigi engsel terdapat substansi elastis yang disebut ligament yang dapat menarik cangkang. Gigi engsel dan ligament telah digunakan dalam studi taksonomik dan filogenetik

.

Pada permukaan cangkang terdapat bermacam-macam bentuk misalnya duri yaitu pada Spondylus spp dan granula yang tersusun secara radial pada A. granosa, A. pilula, A. indica dan lain-lain.

(25)

melebar dan membentuk struktur penyaringan. Air yang mengandung makanan mengalir melalui sifon inhalant dan disaring melalui insang (Morton et al. 1998).

Kerang hidup di habitat akuatik, baik sebagai epifauna, hidup melekat pada substart yang keras dengan menggunakan byssus (kerang hijau), menempel pada substrat keras (tiram/oyster) ataupun infauna (meliang) sampai beberapa puluh sentimeter dalamnya (A. pilula dan Tellina spp.) (Morton et al. 1998).

Menurut Setyono (2006), jenis kerang laut pada umumnya hidup di dasar perairan sebagai bentos, baik diperairan dangkal (litoral) maupun perairan dalam

(deep zone). Pathansali dan Soong (1958); Broom (1982) menyatakan bahwa

jenis dari Famili Arcidae hidup di daerah litoral sampai kedalaman kurang dari 500 m. Sebagian besar kerang membenamkan diri dalam pasir atau lumpur.

Menurut Afiati (2005) terdapat beberapa marga dari Filum Moluska, kelas Bivalvia di Asia Tenggara

,

diantaranya Marga Anadara yang merupakan salah satu dari berbagai jenis kerang yang telah dikenal di Indonesia. Ditinjau dari jumlah jenisnya, Marga Anadara berjumlah kira-kira 60 dan tersebar dari Australia Utara hingga ke Jepang dan Laut Mediterania Utara.

Anadara spp. termasuk Famili Arcidae. Jenis dari famili ini mempunyai ukuran cangkang dari ukuran kecil (4-5 mm) sampai ukuran besar (5 cm), hidup di semua perairan laut dari daerah pasang surut sampai daerah sublitoral dangkal. Hampir semua jenis mempunyai cangkang yang tebal, lonjong-bulat, tidak simetris. Cangkang dihiasi oleh rusuk radial dan periostrakum yang tebal, gigi engsel dan ligamen lurus (Boyd 1998). Menurut Boyd (1998), Famili Arcidae terbagi menjai 2 Subfamili, yaitu Arcinae dan Anadarinae. Subfamili Anadarinae mempunyai satu marga, yaitu Anadara.

Moluska Bivalvia sebagai Bioindikator dan Biomonitor

Bioindikator adalah sekelompok organisme sensitif yang menunjukkan tanda-tanda/gejala pada saat mereka terpengaruh oleh tekanan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan perusakan sistem biotik. Dalam konteks studi pemantauan biologi (biomonitoring) lingkungan, bioindikator mencerminkan organisme (bagian dari organisme/komunitas) yang mengandung informasi aspek kualitatif dari lingkungan (bagian dari lingkungan).

Menurut Pearson (1994), indikator biologis (bioindikator) dipilih berdasarkan beberapa kriteria yaitu harus memenuhi persyaratan berikut: 1) secara taksonomis dikenal dan stabil, bisa dibedakan antara satu jenis dengan lainnya, 2) sifat biologi dan siklus hidup secara umum diketahui, 3) populasi sudah disurvei (subyek mudah ditemukan, diamati, dan ditandai secara mudah), 4) kelompok atau jenis yang berhubungan menempati habitat dan wilayah geografis luas, 5) spesialisasi dari tiap populasi di habitat yang sempit, semakin spesial suatu jenis, semakin sensitif terhadap pencemaran dan modifikasi habitat, 6) data tentang jenis indikator bisa diterapkan pada ekosistem lain, 7) mempunyai kepentingan ekonomi yang potensial. Kriteria tersebut bervariasi tergantung pada tujuan dari studi. Selain itu, suatu indikator dapat juga merupakan strong accumulators (El-Moselhy dan Yassien 2005).

(26)

tingkat kontaminasi pada ekosistem laut. Marga dan jenis tertentu seperti kerang (Famili Arcidae) dan tiram (Famili Ostreidae) telah dipelajari secara luas di daerah subtropis (temperate zone) (Boening 1999), dan digunakan dalam biomonitoring pencemaran logam berat.

Kerang biru/hijau (Mytilus edulis/ Perna viridis) biasa digunakan untuk memonitor pencemaran logam berat karena kerang biru/hijau merupakan organisme sentinel yang efektif karena residu dari jaringan lunak secara paralel berkorelasi dengan kandungan logam berat di lingkungan (Boening 1999). Tiram

(Crassostera virginica) menunjukkan kemampuan mengakumulasi kadmium (Cd)

sangat tinggi pada jaringan yang dimakan. Kadmium yang ditemukan melebihi konsentrasi yang diperbolehkan untuk dikonsumsi manusia (13.0 mg/kg) (Spacie et al. 1995). Sementara itu, George dan Coombs (1975) diacu dalam Hochacka dan Wilbur (1983) menyatakan bahwa kandungan Zn pada beberapa moluska seperti Cardium edule, Haliotis tuberculata, Mytilus edulis, dan Ostrea edulis masing-masing adalah 19; 35; 30; 315µg/g berat basah. Di Jerman, pada perairan tercemar logam berat, tidak kurang dari 204 (61%) dari 333 jenis yang ada dalam keadaan bahaya (endangered species). Demikian pula di Swedia dan Madeira, masing-masing 25 diantara 133 dan 72 dari 190 dari moluska kelompok gastropoda terestrial dalam kondisi yang hampir punah atau bahkan sudah hilang. Selain itu, kelompok moluska laut yang mempunyai ekonomi penting populasinya juga mulai menurun.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kehidupan Moluska Bivalvia

Beberapa faktor fisika dan kimia seperti iklim, seperti suhu, pH, salinitas, partikel tersuspensi dan jenis substrat merupakan beberapa variabel lingkungan yang dapat mendukung kehidupan moluska dengan habitat yang ditempati. Selain itu, faktor biologi seperti umur, jenis kelamin, jenis makanan (fitoplankton/zooplankton) juga berpengaruh terhadap kehidupan moluska.

Suhu dan salinitas merupakan faktor penting yang secara langsung dapat berpengaruh terhadap aspek biologi perairan. Suhu tinggi dapat berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biota laut (Kennish 1992). Menurut Hutagalung (1988) suhu optimum untuk moluska 25-28 oC dan dapat bertahan pada suhu 35– 40 oC (Tussulus 2003). Selanjutnya, Effendi (2003) menyatakan bahwa perairan tawar biasan a memiliki salinitas kurang ari 0.5‰, erairan a au 0.5-30‰ an perairan laut 30-40‰. Pa a erairan hypersaline nilai salinitas dapat mencapai 40-80‰. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air sungai. Menurut Pennak (1978), salinitas optimum bagi bivalvia berkisar antara 2-35‰. Penurunan salinitas di perairan estuari akan mengubah komposisi dan dinamika populasi organisme. Respon organisme terhadap salinitas adalah berbeda-beda (Levinton 1982). Di muara sungai, salinitas merupakan faktor penentu yang membatasi penyebaran makrozoobentos yang hidup di air tawar, air payau dan air laut. Di samping itu, salinitas juga memengaruhi reproduksi (Setiobudiandi 1999).

(27)

perairan. Perairan dengan kandungan oksigen yang cukup stabil akan memiliki jumlah jenis yang lebih banyak. Lapisan permukaan laut mengandung oksigen terlarut 4.5-9.0 mg/l (Sanusi dan Putranto 2009). Kehidupan biota laut secara layak membutuhkan kelarutan oksigen lebih besar dari 4.0 mg/l. Pada suatu area dimana kandungan oksigen terlarutnya sebesar 1.0-2.0 mg/l maka organisme moluska masih dapat bertahan hidup karena mereka dapat beradaptasi pada kandungan oksigen yang rendah, seperti halnya bivalvia dari Famili Ostreidae. Pada pasang surut, mereka akan menutup cangkang dan melakukan respirasi anaerob, karena kandungan oksigen yang rendah (Tussulus 2003).

Secara fisik, materi partikulat atau padatan (solids) terdapat dalam kolom air bersama-sama dengan materi lainnya yaitu koloid (colloids) dan terlarut (dissolved). Batas ukuran partikel padatan tersuspensi adalah  2.0-0.45 μm dan dikenal sebagai sebutan seston. Padatan tersuspensi terdiri atas materi anorganik (Particle Inorganic Matter-PIM) dan organik (Particle Organic Matter-POM) termasuk organisme mikro dan detritus. Sebagian besar POM yang bersumber dari laut merupakan produsen primer, seperti fitoplankton, mikroalga, dan bakteri chemoautolitothropic. Dalam kolom air, padatan tersuspensi anorganik seperti komponen mineral liat (contohnya monmorillonite, illite, dan kaolinit), maupun yang organik (contohnya material yang berasal dari bahan-bahan/materi organik) memiliki sifat adsorpsi pada lapisan permukaannya (surface hydrophobic) melalui interaksi dengan gugus fungsional (seperti –OH, –SH, –SS, dan –COOH). Interaksi tersebut akan membentuk ikatan koordinasi kompleks yang dipengaruhi oleh karakteristik fisik-kimia air, ion terlarut, dan materi tersuspensi itu sendiri. Proses adsorpsi akan mengurangi kadar senyawa kimia terlarut dalam kolom air dan meningkatkan kadarnya dalam sedimen melalui proses pengendapan. Semakin halus ukuran partikel padatan tersuspensi, makin lama partikel tersebut berada dalam kolom air dan sebaliknya, semakin kasar ukuran partikel semakin cepat mengendap (Sanusi dan Putranto 2009). Padatan tersuspensi total (Total

Suspended Solid = TSS) yang mudah mengendap dapat menutupi permukaan

sedimen sehingga mengganggu populasi hewan bentos. Hewan bentos seperti bivalvia dan gastropoda menyukai perairan jernih dengan kadar TSS optimum berkisar 0-20 mg/l (Lee et al. 1978).

Nurdin et al. (2006) menyatakan bahwa faktor biologi yang memengaruhi kehidupan kerang laut adalah fitoplankton dan mikroorganisme yang hidup di lingkungannya. Menurut Soemodihardjo et al. (1986); Cappenberg (2008) semua jenis kerang mempunyai kebiasaan makan (feeding habit) dengan memangsa partikel-partikel yang berupa mikroorganisme ataupun sisa-sisa bahan organik (detritus). Hal tersebut disebabkan oleh kerang yang memiliki pola makan yang bersifat filter feeder yaitu menyaring segala jenis makanan di sekitarnya sehingga dapat mengakumulasi mikroorganisme (termasuk bakteri dan virus) dan bahan asing lain, misalnya logam berat. Logam berat terserap dan tersimpan di dalam saluran pencernaan tanpa meracuni kerang itu sendiri (Nurjanah et al. 2005; Jalal et al. 2009; Nanik 2008).

(28)

Kandungan Asam Amino pada Moluska Bivalvia

Moluska bivalvia laut dari Famili Arcidae, Subfamili Anadarinae, dapat ditemukan di beberapa daerah tropis dan subtropis. Jenis yang banyak ditemukan di Thailand, Malaysia dan Korea Selatan yaitu A. granosa, di Jepang adalah A.

subcrenata, sedangkan di Indonesia dan Philipina merupakan jenis Anadara spp.

(Broom 1985).

Moluska merupakan hewan heterotrof sehingga beberapa jenis diantaranya menempati berbagai relung (niche) dari herbivor sampai detritivora, karnivora, dan parasit. Hampir sebagian besar jenis merupakan sumber penting protein dengan komposisi dan kadar asam amino yang lengkap (Winarno 2008). Beberapa asam amino terlibat dalam proses metabolisme pada moluska dan invertebrata laut lainnya (Kube et al. 2007). Moluska membutuhkan 10 macam asam amino esensial yaitu arginin, histidine lisin, treonin, fenilalanin, triptofan, metionin, valin, leusin, dan isoleusin. Selain asam amino esensial, moluska bivalvia juga mengandung asam amino non esensial yang dapat diperoleh dari dalam tubuhnya, misalnya serin, glisina, sistin, dan prolin (Linder 1992). Asam amino menyusun cadangan nitrogen organik pada sebagian besar organisme (Zandee et al. 1980; Bishop et al. 1983). Hampir semua asam amino dapat diserap oleh Mytilus demissus dari air laut. Taurina, alanina, glisina, prolina, aspartat, dan glutamat terkandung pada moluska laut. Konsentrasi alanina, glisina dan prolina dapat naik atau turun secara cepat, sedangkan taurina terakumulasi lambat dan terekskresi (menghilang) dalam waktu lambat pula (Deaton et al. 1985; Pierce et al.1992).

Taurina (Tau), Glisina (Gli), dan Rasio Tau/Gli

Dibandingkan dengan asam amino lainnya, taurina merupakan sumber sulfur yang paling melimpah yang berasal dari senyawa yang mengandung amino di dalam tubuh manusia. Tubuh dapat membentuk taurina dari asam amino metionin dan sistin dengan hadirnya vitamin B6, tapi biasanya dapat diperoleh langsung dari sumber makanan (Welborn dan Manahan 1995). Taurina dapat menetralisir dampak toksikan yang berasal dari lingkungan (xenobiotics) dan berperan secara langsung ataupun tidak langsung sebagai agen detoksifikasi.

Meskipun mengandung gugus amino, tetapi taurina tidak memiliki gugus karboksil yang diperlukan untuk membentuk ikatan peptida, sehingga molekul tersebut tidak berfungsi sebagi pembangun struktur protein. Taurina sangat diperlukan pada saat masa pertumbuhan, dan biasanya banyak ditemukan dalam susu murni, telur, daging, ikan serta produk suplemen makanan atau minuman. Taurina dibentuk oleh tubuh di dalam hati yang diikuti dengan reaksi oksidasi dari dekarboksilasi asam amino sistin. Kelompok amino dari taurina (non protein) diharapkan dapat mengikat ion logam meskipun afinitas dari kelompok sulfonat untuk ion logam kurang begitu kuat, namun demikian keberadaan kelompok amino tersebut berperan sebagai penjerat (anchor) yang memungkinkan pembentukan cincin kelat (O’ rien et al. 2000).

(29)

Glisina merupakan asam amino yang paling sederhana dan dapat berdisosiasi membentuk suatu anion glisina H2N–CH2–CO2-, yang dapat bertindak sebagai ligan terhadap kation logam transisi. Glisina digolongkan pada ligan bidentat, ligan semi, dan ligan negatif, karena mempunyai pasangan elektron bebas dalam atom N dan pasangan elektron dalam atom O sebagai kelebihan elektron. Senyawa kompleks dari ion logam transisi berperan penting dalam transpor kation dalam tubuh, hal tersebut sangat diperlukan dalam kehidupan organisme terutama untuk kepentingan gizi. Glisina bisa menjadi esensial bagi manusia karena juga berfungsi sebagai carrier mineral-mineral yang efektif memfasilitasi absorpsi pada saluran pencernaan. Selain itu asam amino tersebut digunakan tubuh untuk membentuk kolagen, protein kunci pada kartilago dan jaringan penyangga (connective tissue) (Braverman et al. 2003).

Fungsi glisina selain sebagai prekursor biosintesis purin dan neuorotransmitter (Fessenden dan Fessenden 1984), juga berperan pada sintesis porfirin dari hemoglobin serta merupakan konstituen asam glikolat. Glisina dapat bersenyawa dengan bahan-bahan toksik dan menghasilkan senyawa tidak beracun untuk kemudian diekskresi (Linder 1992).

Logam Berat

Istilah logam berat menunjuk pada logam yang mempunyai berat jenis lebih tinggi dari 5-6 g/cm3 (Conell dan Miller 1995). Namun pada kenyataannya di alam pengertian logam berat dimasukkan pada unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti logam berat. Terdapat 80 jenis dari sejumlah 109 unsur kimia yang telah teridentifikasi di muka bumi termasuk jenis logam berat (Bryan dan Langston 1992). Beberapa logam berat bersifat esensial yaitu Cu dan Zn, sedangkan yang non esensial misalnya Hg, Cd, dan Pb.

Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang terdapat di kerak bumi yaitu 0.098 mg/kg Cd dan dijumpai dalam konsentrasi yang rendah di lingkungan misalnya di tanah 0.0-1.00 mg/kg Cd, sedangkan di sedimen sungai dan laut masing-masing 0.003 ppb dan 0.005 ppb (Connell dan Miller 1995). Kadmium (Cd2+), kadmium karbonat (CdCO3-) dan CdS berada secara dominan dalam bentuk anorganik yang larut dalam air tawar, sedangkan dalam air laut berbentuk senyawa klorida (CdCl2) (Bryan dan Langston 1992).

Cd terserap oleh permukaan partikel sedimen. Selanjutnya kandungan dan sifat senyawa Cd dalam air dapat berubah setiap waktu karena teroksidasi serta adanya pencemaran. Cd yang terkandung dalam air laut, 65-90%-nya merupakan ion dan senyawa kompleks yang diserap oleh biota laut (Hawker 1995; Damar 2001).

Logam Kadmium (Cd) dan timbal (Pb) digunakan oleh industri sebagai bahan pelapis bahan kerajinan dari tanah dan juga dipakai pada baterai, cat, serta tambahan untuk bensin sebagai bahan anti letusan (antiknock) disebabkan mempunyai sifat resisten terhadap bahan korosif. Pb-stearat banyak ditambahkan sebagai stabillisator (Widowati et al. 2008).

(30)

dengan pH > 6.0. Dalam kondisi tersebut senyawa akan terhidrolisis menjadi Pb (OH)+ yang larut air dan diketahui dominan pada perairan laut dengan pH 7.5-8.5. Pb dalam bentuk padat terdapat dalam senyawa Pb (OH)2 a a H ≥ 0.0. Ikatan kompleks Pb yang stabil dengan ligan organik terbentuk antara Pb dengan ligan organik bergugus S, N, dan O. Pb juga akan teradsorpsi oleh padatan tersuspensi di kolom air dan terbentuk ikatan partikulat Pb.

Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat logam yang mendapat perhatian karena bersifat sangat toksik melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb. Logam Pb tidak dibutuhkan oleh tubuh dan bersifat akumulatif (Widowati et al. 2008). Di dalam ekosistem perairan, asupan dan akumulasi timbal oleh organisme produser dan konsumer diantaranya ditentukan oleh bioavailibilitas logam (UK Marine SACP 2005).

Pada kerang, konsentrasi timbal (Pb) ditemukan lebih tinggi pada cangkang yang kaya akan kalsium daripada jaringan lunak dan berkaitan dengan konsentrasi timbal di sedimen. Studi toksisitas menunjukkan bahwa efek racun pada ikan terjadi pada saat konsentrasi Pb 100 ppb di air sadah, dan 300-500 ppb (12-18 minggu) pada tiram/oyster (Forstner dan Wittmann 1983). Bagi biota penggali sedimen, konsentrasi Pb sebesar 30.2 mg/kg dapat membahayakan kehidupannya (UK Marine SACP 2005), sedangkan untuk Cd, nilai ambang yang menimbulkan dampak (Treshold Effect Level) terhadap biota menurut National Oceanic &

Atmospheric Administration (NOAA) adalah 0.7 µg/g berat kering (Anonimous

2002).

Tembaga (Cu) tersebar di alam, berbentuk organik dan anorganik, baik di dalam maupun di luar permukaan bumi, serta dapat membentuk senyawa seperti CuSO4, CuS, CuCO3, dan CuCl2 (Bubb et al. 1991). Dalam konsentrasi tinggi, Cu banyak dihasilkan oleh industri pertambangan dan sering dimanfaatkan untuk pelapisan logam, bahan pembuatan pestisida, serta sebagai alloy dengan perak (Ag), kadmium (Cd), timah putih (Sn), dan seng (Zn) (Darmono 1995).

Di lingkungan perairan khususnya air tawar, 90% total Cu merupakan ikatan Cu dengan humus. Di perairan laut, kadar Cu yang ditemukan hanya 10% karena terjadi substitusi ion Cu oleh Mg dan Ca dalam berikatan dengan ligan organik asam humus. Stabilitas ikatan Cu dengan ligan organik asam humus di sistem perairan berbeda baik di perairan tawar, laut, maupun di sedimen. Ikatan paling stabil ditemukan pada sedimen laut. Tiga puluh empat persen Cu di perairan sungai teradsoprsi oleh padatan tersuspensi dan fraksi sisanya terikat oleh ligan organik bentuk koloid maupun terlarut. Di daerah estuari Cu yang berikatan dengan koloid baik organik maupun anorganik sebanyak 40-60%. Sebanyak 24% Cu yang terbawa aliran sungai tersuspensi dan akan mengendap di perairan estuari. Cu yang teradsorpsi pada sedimen dipengaruhi oleh ukuran partikel, pH, salinitas, adanya ligan organik, unsur oksida Fe dan Mn. Proses adsorpsi Cu akan diikuti oleh proses desorpsi sehingga Cu larut dalam air kembali (Widowati et al. 2008).

(31)

tubuhnya telah terakumulasi logam berat Cu dalam jumlah tinggi (> 0.008 ppm) maka bagian otot tubuhnya akan berwarna kehijauan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kerang tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi (Adnan 2004).

Logam Zn memiliki banyak kegunaan dalam bidang industri yaitu sebagai komponen baterai, bahan alloy seperti kuningan, nikel-perak, penyepuhan alat listrik, pembuatan mata uang, dan pelapis besi atau baja agar tidak korosif. Mineral yang mengandung Zn di alam bebas antara lain kalamin, smithsonit,

willenit, dan zinkit (ZnO). Pada pertambangan, Zn ditemukan dalam bentuk

sphalerit (ZnS) (Widowati et al. 2008). Effendi (2003) menyatakan bahwa

kandungan Zn pada perairan alami < 0.05 mg/l. Selanjutnya, McNeely et al. (1979) menyatakan bahwa kandungan logam Zn pada perairan asam mencapai 50 mg/l dan pada perairan laut mencapai 0.01 mg/l.

Seng (Zn) pada perairan dengan pH 7.0-7.5 akan mengalami hidrolisis dan membentuk Zn(OH)2 pada pH 8.0. Zn bersifat stabil dan tak larut air. Adanya ikatan ligan fosfat yang potensial akan membentuk senyawa Zn3 (PO4)2 yang lebih stabil dari senyawa hidrolisis Zn. Senyawa Zn yang stabil akan mengalami presipitasi. Disebabkan memiliki solubilitas tinggi, Zn cenderung berada dalam bentuk terlarut. Di air laut, Zn dapat terdeteksi dengan mudah. Pada perairan engan ka ar garam 35‰, Zn terlarut an tidak akan berikatan dengan Cl-, hingga kadar Cl-≥ 0.4 m l.

Logam berat masuk ke sel dalam bentuk ikatan kompleks seperti ikatan molekul thiol seperti asam amin, gluthation, dan dalam bentuk khusus. Logam ada yang dapat didetoksikasi namun ada yang diikat oleh metalotionein (MTN). Logam selanjutnya dialokasi/menempati pada sistem vacuola lyssomal. Metalotionein memiliki berat molekul rendah dan gugus thiol yang kaya akan sisteina (Viarengo 1989, Carpenè et al. 2007). Logam yang dapat terikat bukan hanya yang esensial, tetapi juga yang non esensial seperti Hg, Cd, Au, dan Ag. Secara fisiologi terdapat keseimbangan logam Cu dan Zn melalui homeostasis dan oksidasi bebas. Di sini, metalotionein berfungsi mengikat ion-ion bebas logam berat yang di sel-sel sehingga kadar logam Zn dalam tubuh cepat diikat MTN. Adanya ikatan logam berat dengan protein seperti Cu-MTN, Cd-MTN, dan Hg-MTN telah dibuktikan pada kerang Mytilus galloprovincialis (Viarengo et al. 1988; George et al. 1979).

Keterkaitan Taurina (Tau), Glisina (Gli), dan Rasio Tau/Gli dengan Logam Berat

(32)

yang lebih tinggi (8) terhadap taurina dibandingkan Ks Zn (4.6) dan Ks Cd (3.1) (Wright et al. 1986).

Pada kerang (Ostrea edulis), 60% dari ion-ion Zn terikat oleh sel-sel yang berupa debris, sedangkan 40% dari ion-ion tersebut berikatan dengan enzim-enzim yang mengandung taurina, lisin, ATP, dan mungkin homarin. Ikatan yang terbentuk merupakan ikatan yang kompleks dari logam, sedangkan bagian lainnya didetoksifikasikan (Combs 1974). Selain Zn, Mytilus edulis yang terekspos oleh kadmium (Cd), konsentrasi glisina di dalam tubuhnya konstan, namun konsentrasi taurina meningkat sampai 4 kali lipat (Scholz 1987). Di samping itu, penambahan glisina pada isolat Burkholderia sp. terbukti pula dapat mendetoksikasi Cu yaitu melalui pembentukan ikatan kompleks Cu-glisina (Sudiana 2003). Berdasarkan konstanta stabilitas (Ks), logam Cu mempunyai nilai Ks yang lebih tinggi (15.4) terhadap glisina jika dibandingkan logam Zn (9.3) dan Cd (8.1) (Wright et al. 1986).

Pengaruh logam berat merkuri (Hg) terhadap kerang Ruditapes philippinarum telah dilakukan Liu et al. (2011). Di sini terdapat adanya perbedaan toleransi terhadap stres lingkungan oleh tiga jenis kerang (clams) yaitu White dan

Red Lingdao, serta Yellow Zebra. Individu/jenis yang memiliki faktor

bioakumulasi tinggi seperti White Lingdao akan menyerap taurina dari lingkungan. Kerang mempunyai kekuatan mengikat tinggi terhadap gugus sulfhidril yang melimpah di protein dan polipeptida, sehingga sering ditemukan pada sel/jaringan seperti thiol containing protein dan sel dengan molekul kecil seperti cysteine dan gluthatione (GSH). Kerang setelah diinduksi Hg2+ selama 48 jam, kandungan lactate succinate dan taurina meningkat secara signifikan pada White Lingdao dan menurunkan asam amino lainnya seperti lisina, isoleusina, valina, dan glisina. Sebaliknya, pada saat kandungan glisina tinggi, taurina menurun tajam.

Bioavailabilitas dan Bioakumulasi Logam Berat

Istilah bioavailibilitas digunakan untuk menggambarkan logam yang terikat di sedimen dan tersedia untuk uptake organisme hidup. Namun, istilah bioavailibilitas juga mengindikasikan bahwa tidak semua logam yang berada di kolom air/sedimen menyebabkan toksisitas, hanya beberapa jenis atau fraksi dari logam teridentifikasi bertanggung jawab terhadap toksisitas. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengukur konsentrasi logam yang bersifat bioavailable (Meyer 2002). Beberapa hewan moluska berhubungan langsung dengan dan makan terutama di permukaan sedimen/ padatan tersuspensi. Konsentrasi logam di jaringan bivalvia cenderung merupakan indikasi logam bioavailable di sedimen (Harvey dan Louma 1985).

Gambar

Tabel 1  Ketersediaan (availibility) dan mobilitas (mobility) logam kelumit
Gambar 2 Uptake biologis bentuk logam (Salomons dan Forstner 1984)
Gambar 3  Lokasi pengambilan sampel kerang Anadara spp., kualitas air, dan
Gambar 4  Lokasi pengambilan sampel kerang Anadara spp.,  kualitas air, dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui trase mana yang memberikan tingkat kelayakan lebih tinggi, perlu dilakukan analisis demand penumpang kereta bandara NYIA untuk kedua rute, analisis biaya

Pengembangan potensi siswa guru geografi sebagian besar sudah memahami karateristik potensi siswa karena guru tidak hanya menjadi fasilitator belajar di ruang kelas,

Manfaat dari penelitian dalam tugas akhir ini adalah untuk mengetahui seberapa besar torsi dan daya yang dikeluarkan oleh turbin dan generator sebagai bagian dari sistem

First, in the Update method of the Game1 class, add some code that will allow the player to close the game window when the game is in the game-over state. Here, you’ll close

Tabulasi Jawaban Kuesioner berdasarkan Importance

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara

Sastrawan MPU tanggal 15 s/d 17 Oktober 2012 yang bertempat di Pendopo Candra Kirana Hotel Brongto Provinsi DI Yogyakarta 100 Sosialisasi Tari Walijamaliha dengan target

Penelitian berjudul Analisis Penggunaan Deiksis Sosial pada Tuturan Host dan Bintang Tamu dalam Acara TalkShow Hitam Putih di Trans7 Edisi Februari 2017 bertujuan