UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN
KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO
(Andrographis paniculata (Burm F) Ness) DAN EKSTRAK
DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp)
PADA PASIEN HIPERKOLESTEROLEMIA
SKRIPSI
OLEH:
ARIF SIDDIQ SIREGAR
NIM 101501006
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN
KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO
(Andrographis paniculata (Burm F) Ness) DAN EKSTRAK
DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp)
PADA PASIEN HIPERKOLESTEROLEMIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
ARIF SIDDIQ SIREGAR
NIM 101501006
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN
KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 6 Februari 2015
Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.
NIP 195008221974121002 NIP 195311281983031002
Pembimbing II, Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt.
NIP 195008221974121002
Dr. dr. Umar Zein, DTM&H., Sp.PD., KPTI. Dr. Poppy A. Z. Hsb, S.Si., M.Si., Apt. NIP 195610141984121001 NIP 1975506102005012003
Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004
Medan, Maret 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara a.n Dekan
Wakil Dekan I,
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul Uji klinis pendahuluan pengaruh pemberian kombinasi ekstrak herba
sambiloto (Andrographis paniculata (Burm F) Ness) dan ekstrak daun salam
(Syzygium polyanthum (Wight) Walp) pada pasien hiperkolesterolemia. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan
Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama
perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., dan Dr. dr. Umar Zein, DTM&H.,
Sp.PD., KPTI., selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan penulis dengan
penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran
selama penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., selaku ketua
penguji, Ibu Dr. Poppy A. Z. Hsb, S.Si., M.Si., Apt., dan Ibu Aminah Dalimunthe,
S.Si., M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk
menyempurnakan skripsi ini, dan Bapak Drs. David Sinurat, M.si., Apt., selaku
dosen penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa
v
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga
tercinta, Ayahanda H. Muslan Siregar dan Ibunda Hj. Nurmailan Harahap, kakek
Kh. A. Roni Siregar, Adinda Ida Rohana, Ipar Sulaiman serta keluarga besar yang
senantiasa memberikan doa, semangat dan dukungan yang tak ternilai. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu yang telah ikut serta dalam
penelitian ini, sahabat-sahabat mahasiswa/mahasiswi farmasi yang selalu
mendoakan dan memberi semangat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Allah membalas segala budi
baik dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan
khususnya di bidang farmasi.
Medan, Maret 2015 Penulis,
vi
UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm F) Ness)
DAN EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp) PADA PASIEN HIPERKOLESTEROLEMIA
ABSTRAK
Latar belakang: Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor penyebab gangguan kardiovaskular, seperti aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Penggunaan obat-obatan sintetis penurun kolesterol memiliki risiko efek samping dalam jangka waktu yang lama. Tanaman sambiloto dan daun salam adalah salah satu bahan alam yang dapat digunakan untuk menurunkan kolesterol.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak sambiloto dan ekstrak daun salam pada pasien hiperkolesterolemia.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode uji klinik tanpa pembanding (uncontrolled trial) dengan desain Before and after. Tahapan penelitian yaitu pengumpulan bahan, pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan sediaan kapsul. Ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam dibuat dalam sediaan kapsul dengan dosis masing-masing 100 mg dengan pemberian 3 x sehari 1 kapsul selama 14 hari. Pengukuran kadar kolesterol pasien hiperkolesterolemia dilakukan pada hari ke 0, 7 dan 14.
Hasil: Karakteristik herba sambiloto dan daun salam memenuhi persyaratan monografi Materia Medika Indonesia (MMI) Edisi IV. Hasil pengukuran kadar kolesterol pasien hiperkolesterolemia pada hari ke 0 (277,10 mg/dl), pada hari ke 7 (221,30 mg/dl), dan pada hari ke 14 (176,50 mg/dl). Penurunan kadar kolesterol pada hari ke 7 sebesar 20,03% (55,80 mg/dl) dan hari ke 14 sebesar 35,56% (100,25 mg/dl). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam dapat menurunkan kadar kolesterol secara nyata (p < 0,05). Hasil pengamatan pasien hiperkolesterolemia tidak dijumpai efek samping.
Kesimpulan: Karakteristik simplisia herba sambiloto dan simplisia daun salam yang diteliti sesuai dengan monografi yang terdapat pada Materia Medika Indonesia. Pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam pada pasien hiperkolesterolemia menunjukkan efek penurunan kadar kolesterol total. Penggunaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam pada pasien hiperkolesterolemia tidak dijumpai efek samping.
vii such as atherosclerosis and coronary heart disease. Use synthetic drugs have an increased risk of side effects in the long term. Bitter plant and bay leaves are natural ingredients that can use to decrease cholesterol level.
Purpose: The purpose of this clinical trial was to determine the effectiveness of a combination of extracts of bitter and bay leaf extract in patients with hypercholesterolemia.
Methode: This study uses clinical trials without comparison ( uncontrolled trial ) with design Before and after. Stages of research is the collection of material, examination simplicia characteristics, manufacture capsule dosage. Extract of bitter herbs and bay leaf extract prepared in capsule dosage with each dose 100 mg respectively. Capsul is given to 20 patients with hypercholesterolemia a dose of 3 x 1 capsule daily for 14 days. Measurement of cholesterol levels hypercholesterolemia patients performed on day 0, 7 day and 14 day.
Results: Characteristic bitter herbs and bay leaves meet the requirements of the monograph Materia Medical Indonesia (MMI) Edition IV. Cholesterol levels in hypercholesterolemia patients at day 0 (277.10 mg /dl), at 7 day (221.30 mg /dl), and at 14 day (176.50 mg/dl). Decreased cholesterol levels on 7 day 20.03% (55.80 mg/dl) and at 14 day 35.56% (100.25 mg/dl). Statistical analysis showed that the combination of extracts of bitter herbs capsule and bay leaf extract can lower cholesterol levels significantly (p < 0.05 ). The observation of hypercholesterolemia patients found no side effects.
Conslusion: Characteristics simplicia bitter herbs and botanicals leaves were investigated in accordance with the present monograph on Materia Medika Indonesia. Supplementation combined extract bitter herbs and bay leaf extract in patients with hypercholesterolemia shows the effect of a decrease in total cholesterol levels. The use of a combination of extracts of bitter herbs capsule and bay leaf extract in hypercholesterolemia patients found no adverse effects.
Keywords: Extract of Andrographis paniculata (Burm F) Ness,extract (Syzygium polyanthum (Wight) Walp), hypercholesterolemia
th
th th
th
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL .. ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4
1.3 Perumusan Masalah ... 5
1.4 Hipotesis ... 5
1.5 Tujuan Penelitian ... 5
1.6 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Uraian Tanaman ... 7
2.1.1 Salam ... 7
ix
2.1.3 Nama Lain ... 8
2.1.4 Morfologi Tanaman ... 8
2.1.5 Khasiat Tanaman ... 8
2.1.6 Kandungan Kimia ... 9
2.2 Sambiloto ... 9
2.2.1 Sistematika Tanaman ... 9
2.2.2 Nama Lain ... 10
2.2.3 Morfologi Tanaman ... 10
2.2.4 Khasiat Tanaman ... 11
2.2.5 Kandungan Kimia ... 11
2.3 Ekstrak ... 11
2.3.1 Cara Dingin ... 11
2.3.2 Cara Panas ... 12
2.4 Kolesterol ... 13
2.4.1 Definisi Kolesterol ... 13
2.4.2 Biosintesis Kolesterol ... 14
2.4.3 Lipoprotein Pembawa Kolesterol ... 15
2.4.4 Hiperkolesterolemia ... 18
2.4.5 Pengobatan Hiperkolesteromia ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Bahan dan Alat yang Digunakan ... 31
3.1.1 Bahan-Bahan yang Digunakan ... 31
3.1.2 Alat yang Digunakan ... 31
x
3.2.1 pengambilan dan Pengumpulan Bahan Tanaman ... 32
3.2.2 Identifikasi Tanaman ... 32
3.2.3 Pengolahan Bahan Tanaman ... 32
3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 33
3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 33
3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 33
3.3.3 Penetapan Kadar Air ... 33
3.3.4 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air ... 34
3.3.5 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol ... 34
3.3.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 35
3.3.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam ... 35
3.4 Pembuatan Ekstrak ... 35
3.4.1 Pembuatan Ekstrak Herba Sambiloto ... 35
3.4.2 Pembuatan Ekstrak Daun Salam ... 36
3.5 Pembuatan Sediaan Kapsul Uji ... 36
3.5.1 Formula Sediaan Kapsul Uji ... 36
3.5.2 Pembuatan Sediaan Kapsul Uji ... 37
3.6 Pengujian Pre-Formulasi ... 37
3.6.1 Uji Waktu Alir ... 37
3.6.2 Pengujian Sudut Diam ... 37
3.6.3 Pengisian Granul Ke Dalam Kapsul ... 38
3.7 Evaluasi Sediaan Kapsul ... 38
3.7.1 Penyimpangan Bobot ... 38
xi
3.8 Uji Klinis Pendahuluan ... 38
3.8.1 Tempat Penelitian ... 38
3.8.2 Waktu Penelitian ... 39
3.8.3 Desain Penelitian ... 39
3.8.4 Jumlah Pasien Subyek Penelitian ... 39
3.8.5 Kriteria Inklusi, Eksklusi Subyek Penelitian ... 40
3.8.6 Pemberian Sediaan Kapsul Uji ... 40
3.8.7 Penggunaan Alat ... 40
3.8.8 Tahapan Dan Cara Kerja ... 41
3.8.9 Pemeriksaan Kadar Kolesterol Pasien ... 41
3.9 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan Penelitian (Informed Consent) ... 42
3.10 Ijin Komite Etik (Ethical Clearence) ... 42
3.11 Analisi Data ... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
4.1 Hasil Karakteristik Simplisia ... 45
4.2 Hasil pengujian pre formulasi dan evaluasi kapsul ... 46
4.3 Hasil Uji Klinis Pendahuluan ... 47
4.4 Hasil Pengukuran Kadar Kolesterol Total Pasien ... 49
4.5 Hasil Persentase Penurunan Kadar Kolesterol ... 50
4.6 Hasil Distribusi Pasien Hiperkolesterolemia ... 52
4.7 Hasil Kuesioner Pasien Hiperkolesterolemia ... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
xii
5.2 Saran ... ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Karakteristik lipoprotein plasma ... 17
Tabel 2.2 Nilai kolesterol dan trigliserida dewasa menurut national cholesterol program ... 20
Tabel 2.3 Penyakit, profil lipid dan obatnya . ... 21
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia daun salam ... 45
Tabel 4.2 Hasil karakterisasi simplisia herba sambiloto ... 45
Tabel 4.3 Karakteristik Pasien Hiperkolesterolemia ... 47
Tabel 4.4 Data hasil pengukuran kadar kolesterol total pasien hiperkolesterolemia ... 49
Tabel 4.5 Hasil analisis statistik pengukuran kadar kolesterol total pada hari ke 0, hari ke 7 dan hari ke 14 ... 50
Tabel 4.6 Data persentase penurunan kadar kolesterol total ... 51
Tabel 4.7 Hasil uji statistikpersentase penurunan kadar kolesterol total pada hari ke 0, hari ke 7 dan hari ke 14 ... 52
Tabel 4.8 Distribusi pasien hiperkolesterolemia pada hari ke 0, hari ke 7 dan hari ke 14 ... 52
Tabel 4.9 Data demografi pasien hiperkolesterolemia ... 55
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian ... 4
Gambar 2.1 Struktur kimia kolesterol ... 15
Gambar 2.2 Biosintesis kolesterol ... 16
Gambar 2.3 Struktur lipoprotein ... 17
Gambar 4.1 Grafik hasil pengukuran kadar kolesterol total pada hari ke 0, 7, 14 ... 50
Gambar 4.2 Grafik persentase penurunan kadar kolesterol total pada hari ke 0, 7, 14 ... 51
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil identifikasi tanaman ... 65
Lampiran 2 Gambar tumbuhan salam dan sambiloto ... 66
Lampiran 3 Gambar daun salam segar dan kering, herba sambiloto segar dan kering... 67
Lampiran 4 Sediaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam ... 68
Lampiran 5 Mikroskopik serbuk sambiloto ….. ... 69
Lampiran 6 Mikroskopik serbuk daun salam ... 71
Lampiran 7 Perhitungan karakterisasi simplisia daun salam ... 73
Lampiran 8 Perhitungan karakterisasi simplisia herba sambiloto ... 77
Lampiran 9 Hasil uji pre - formulasi kapsul ... 78
Lampiran 10 Hasil data penimbangan kapsul ... 79
Lampiran 11 Hasil data pengukuran kadar kolesterol total ... 80
Lampiran 12 Hasil persenatse penurunan kadar kolesterol total ... 81
Lampiran 13 Hasil uji statistik ... 82
Lampiran 14 Gambar alat ... 84
Lampiran 15 Surat persetujuan etik (ethical clearence) ... 85
Lampiran 16 Lembar persetujuan pasien setelah penjelasan penelitian (informed consent) ... 86
Lampiran 17 Anamnese pasien hiperkolesterolemia ... 87
Lampiran 18 Dokumentasi pasien ... 88
Lampiran 19 Kuisioner pasien ... 89
Lampiran 20 Lembar penjelasan penelitian ... 93
vi
UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm F) Ness)
DAN EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp) PADA PASIEN HIPERKOLESTEROLEMIA
ABSTRAK
Latar belakang: Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor penyebab gangguan kardiovaskular, seperti aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Penggunaan obat-obatan sintetis penurun kolesterol memiliki risiko efek samping dalam jangka waktu yang lama. Tanaman sambiloto dan daun salam adalah salah satu bahan alam yang dapat digunakan untuk menurunkan kolesterol.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak sambiloto dan ekstrak daun salam pada pasien hiperkolesterolemia.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode uji klinik tanpa pembanding (uncontrolled trial) dengan desain Before and after. Tahapan penelitian yaitu pengumpulan bahan, pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan sediaan kapsul. Ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam dibuat dalam sediaan kapsul dengan dosis masing-masing 100 mg dengan pemberian 3 x sehari 1 kapsul selama 14 hari. Pengukuran kadar kolesterol pasien hiperkolesterolemia dilakukan pada hari ke 0, 7 dan 14.
Hasil: Karakteristik herba sambiloto dan daun salam memenuhi persyaratan monografi Materia Medika Indonesia (MMI) Edisi IV. Hasil pengukuran kadar kolesterol pasien hiperkolesterolemia pada hari ke 0 (277,10 mg/dl), pada hari ke 7 (221,30 mg/dl), dan pada hari ke 14 (176,50 mg/dl). Penurunan kadar kolesterol pada hari ke 7 sebesar 20,03% (55,80 mg/dl) dan hari ke 14 sebesar 35,56% (100,25 mg/dl). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam dapat menurunkan kadar kolesterol secara nyata (p < 0,05). Hasil pengamatan pasien hiperkolesterolemia tidak dijumpai efek samping.
Kesimpulan: Karakteristik simplisia herba sambiloto dan simplisia daun salam yang diteliti sesuai dengan monografi yang terdapat pada Materia Medika Indonesia. Pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam pada pasien hiperkolesterolemia menunjukkan efek penurunan kadar kolesterol total. Penggunaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam pada pasien hiperkolesterolemia tidak dijumpai efek samping.
vii such as atherosclerosis and coronary heart disease. Use synthetic drugs have an increased risk of side effects in the long term. Bitter plant and bay leaves are natural ingredients that can use to decrease cholesterol level.
Purpose: The purpose of this clinical trial was to determine the effectiveness of a combination of extracts of bitter and bay leaf extract in patients with hypercholesterolemia.
Methode: This study uses clinical trials without comparison ( uncontrolled trial ) with design Before and after. Stages of research is the collection of material, examination simplicia characteristics, manufacture capsule dosage. Extract of bitter herbs and bay leaf extract prepared in capsule dosage with each dose 100 mg respectively. Capsul is given to 20 patients with hypercholesterolemia a dose of 3 x 1 capsule daily for 14 days. Measurement of cholesterol levels hypercholesterolemia patients performed on day 0, 7 day and 14 day.
Results: Characteristic bitter herbs and bay leaves meet the requirements of the monograph Materia Medical Indonesia (MMI) Edition IV. Cholesterol levels in hypercholesterolemia patients at day 0 (277.10 mg /dl), at 7 day (221.30 mg /dl), and at 14 day (176.50 mg/dl). Decreased cholesterol levels on 7 day 20.03% (55.80 mg/dl) and at 14 day 35.56% (100.25 mg/dl). Statistical analysis showed that the combination of extracts of bitter herbs capsule and bay leaf extract can lower cholesterol levels significantly (p < 0.05 ). The observation of hypercholesterolemia patients found no side effects.
Conslusion: Characteristics simplicia bitter herbs and botanicals leaves were investigated in accordance with the present monograph on Materia Medika Indonesia. Supplementation combined extract bitter herbs and bay leaf extract in patients with hypercholesterolemia shows the effect of a decrease in total cholesterol levels. The use of a combination of extracts of bitter herbs capsule and bay leaf extract in hypercholesterolemia patients found no adverse effects.
Keywords: Extract of Andrographis paniculata (Burm F) Ness,extract (Syzygium polyanthum (Wight) Walp), hypercholesterolemia
th
th th
th
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hiperkolesterolemia adalah tingkat kolesterol darah yang lebih tinggi dari
normal. Hiperkolesterolemia yang dihasilkan dari perubahan metabolik kolesterol,
merupakan penyebab utama gangguan kardiovaskular, seperti aterosklerosis dan
penyakit jantung koroner (Lin, 2007).
Aterosklerosis adalah suatu penyakit yang terjadi akibat penebalan dan
hilangnya elastisitas dinding arteri. Ditandai dengan terdapatnya aterom pada
bagian intima arteri yang berisi kolesterol, lipoid, dan lipofag. Usaha untuk
mencegah dan memperbaiki aterosklerosis antara lain dengan menurunkan kadar
kolesterol di dalam plasma (Suyatna dan Tony, 1995).
Penyakit jantung telah menyebabkan kematian sebanyak 18 juta orang di
seluruh dunia pada tahun 2005. Kematian ini terjadi pada 8 juta orang di bawah
usia 60 tahun (44%) dan 80% terjadi di negara yang berpenghasilan rendah dan
menengah Indonesia sendiri di tahun 2002 menempati urutan kedua sebesar 28%
bahwa penyakit jantung sebagai penyebab kematian utama (Strong, dkk., 2005).
Prevalensi penyakit jantung koroner, umur ≥15 tahun 2013 di provinsi
Sumatera Utara sebanyak 0,5 % di indonesia. Prevalensi penyakit jantung koroner
di indonesia tahun 2013 pada umur 25 - 34 (0,2%), umur 35 - 44 (0,3%), umur
45 - 54 (0,7%), umur 55 - 64 (1,3%), umur 65 - 74 (2%) (Riskesdas, 2013).
Penanganan penyakit kolesterol dengan menggunakan obat - obatan
2
sehingga dapat menimbulkan efek samping obat yang tidak dapat diabaikan. Efek
samping dari obat penurun kolesterol diantaranya miopati, tremor, vertigo,
parestesia, gangguan syaraf pusat, cemas, nyeri abdomen, konstipasi, dan
kembung. Ditinjau dari segi ekonomis, harga golongan obat tersebut cukup mahal
(Suyatna, 2008).
Saat ini masyarakat lebih selektif dalam memilih pengobatan baik dalam
pemilihan harga, maupun kandungan obat dan efek samping obat. Oleh karena itu,
masyarakat mulai menggunakan obat-obat dari bahan alam yang dipercaya lebih
aman dan memiliki efek samping yang relatif lebih kecil pada penggunaan jangka
panjang (Pramono, 2002).
Secara empiris daun salam digunakan sebagai obat kencing manis, tekanan
darah tinggi, menurunkan kadar kolesterol dan menurunkan kadar asam urat darah
yang dibuat dalam bentuk air rebusan daun salam. Menurut beberapa literatur
daun salam mengandung zat- zat kimia seperti sitral, eugenol, miyak atsiri, tanin,
saponin, flavonoid, triterpenoid, polifenol. Untuk menurunkan kadar kolesterol
darah digunakan 10-15 gram direbus dalam air sebanyak 750 ml hingga
air rebusan air daun salam tersebut menjadi 250 ml, dikonsumsi 250 ml/hari
(Agoes, 2008).
Sambiloto merupakan tanaman herbal yang sudah banyak diteliti aktivitas
farmakologisnya. Andrografolida merupakan kandungan utama dari herbal
sambiloto (Andrographis paniculata Ness) (Matsuda, dkk., 1994). Sambiloto juga
mengandung flavonoid dan terpenoid (Warditiani, 2012). Dosis andrografolida
yang digunakan untuk manusia dengan berat badan 50 kg setelah dikonversikan
3
Hasil penelitian uji preklinik kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak
daun salam dengan pembagian dosis tunggal ekstrak daun salam 100 mg/kg BB
dan 200 mg/kg BB, dosis tunggal ekstrak sambiloto 100 mg/kg BB dan 200
mg/kg BB dan dosis kombinasi 50:50 dan 100:100 menggunakan pembanding
gemfibrozil dapat menurunkan kadar kolesterol pada marmut. Kombinasi ekstrak
herba sambiloto dan daun salam memberikan efek sinergis yang baik dan menjadi
penting untuk mengantisipasi efek yang tidak diharapkan dari pemberian ekstrak
tunggal herba sambiloto dan daun salam sebagai penurun kolesterol (Farmasi,
USU., 2007).
Penelitian toksisitas akut, toksisitas subkronik, efek teratogenik dan uji
efek farmakologi terhadap kadar gula darah ekstrak etanol terstandarisasi dari
campuran herbal sambiloto dan daun salam sudah pernah dilakukan. Uji toksisitas
akut menghasilkan harga LD50 (mencit) = 19.473 g/kg BB sehingga berdasarkan
data pustaka, ekstrak uji dapat dikatagorikan sebagai practically non toxic. Hasil
uji aktivitas SGOT, SGPT dan kadar kreatinin pada serum hewan coba setelah
pemberian selama dua bulan dengan dosis sampai 5 x dosis lazim tidak
menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada p = 0,05 antara kelompok kontrol
dengan kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak uji tidak
memiliki toksisitas subkronik terhadap fungsi hepar dan fungsi ginjal hewan coba.
Di samping itu hasil uji pengaruh teratogenik terhadap mencit tidak menunjukkan
adanya kelainan morfologi janin mencit sampai dengan dosis lima kali dosis lazim
4
Berdasarkan data - data diatas, menunjukkan bahwa data pendukung uji
pre klinik terhadap herba sambiloto dan daun salam sudah ada. Sehingga peneliti
tertarik melanjutkan penelitian uji klinis.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian dilakukan dengan kerangka pikir seperti Gambar 1.1 .
Variebel Bebas Variable Terikat Parameter
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian
1.3 Perumusan Masalah
Serbuk simplisia sambiloto
dan daun salam Karakteristik
simplisia dan ekstrak daun salam
Kadar kolesterol total: normal: < 200 mg/dl Batas tinggi: 200 -239 mg/dl
5
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil perumusan masalah
yaitu:
a. apakah karakteristik simplisia herba sambiloto dan daun salam sesuai dengan
monografi yang terdapat pada Materia Medika Indonesia.
b. apakah pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak
daun salam mempunyai efek penurunan kadar kolesterol total dalam darah
pasien hiperkolesterolemia.
c. apakah pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun
salam tidak memiliki efek samping jika diberikan pada pasien
hiperkolesterolemia.
1.4Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas dapat dibuat hipotesis sebagai
berikut:
a. karakteristik simplisia herba sambiloto dan daun salam yang diteliti sesuai
dengan monografi yang terdapat pada Materia Medika Indonesia.
b. kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam
mempunyai efek penurunan kadar kolesterol total dalam darah pasien
hiperkolesterolemia
c. kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam tidak
memiliki efek samping pada pasien hiperkolesterolemia.
6 Adapuntujuan penelitian ini adalah:
a. untuk mengetahui karakteristik herba sambiloto dan daun salam yang diteliti.
b. untuk megetahui pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba
sambiloto dan ekstrak daun salam terhadap penurunan kadar kolesterol pada
pasien hiperkolesterolemia.
c. untuk membuktikan tidak ada efek samping penggunaan kapsul kombinasi
ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam pada pasien
hiperkolesterolemia.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:
a. mendukung program pemerintah dalam melakukan penelitian dan
pengembangan obat tradisional.
b. mendapatkan obat tradisional dari kombinasi ekstrak herba sambiloto dan
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Salam
Salam (Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.), daunnya digunakan sebagai
rempah dalam masakan. Daun salam ini memberikan aroma yang khas namun
tidak keras. Kayunya berwarna coklat jingga kemerahan dan berkualitas
menengah dan dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan dan perabot rumah
tangga. Kulit batang salam mengandung
mewarnai dan mengawetkan jala, bahan anyaman dari
salam tumbuh tersebar di Asia Tenggara, mulai dari Burma, Indochina,
Semenanjung Malaya, Kalimantan dan Jawa. Di samping itu, salam ditanam di
kebun-kebun pekarangan dan lahan-lahan lain, terutama untuk diambil daunnya
(Agoes, 2010).
2.1.2 Sistematika Tumbuhan
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
8
2.1.3 Nama Lain
Nama daerah: Maselangan, ubar serai (Sumatera), Manting (Jawa), gowok
(Sunda). Nama asing: Samak, kelat samak, serah (Malaysia), Duo hua pu tao
(Tionghoa), bay leaf (Inggris)
2.1.4 Morfologi Tumbuhan
Pohon salam bertajuk rimbun dan memiliki tinggi sampai 25 m. Daun bila
diremas berbau harum, berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur
sungsang, pangkal lancip sedangkan ujung lancip sampai tumpul, panjang 5 cm
sampai 15 cm, lebar 35 mm sampai 65 mm, panjang tangkai daun 5 mm sampai
12 mm. Perbungaan berupa malai, keluar dari ranting, berbau harum. Bila musim
berbunga pohon akan dipenuhi oleh bunga-bunganya. Kelopak bunga berbentuk
cangkir yang lebar, ukuran lebih kurang 1 mm. Mahkota bunga berwarna putih.
Benang sari terbagi dalam 4 kelompok, panjang lebih kurang 3mm berwarna
kuning lembayung. Buah buni, berwarna merah gelap, bentuk bulat dengan garis
tengah 8 mm sampai 9 mm, pada bagian tepi berakar lembaga yang sangat
pendek (Ditjen POM, 1980).
2.1.5 Khasiat Tumbuhan
Daun salam memiliki sifat rasa kelat, wangi, adstringen dan memperbaiki
sirkulasi (Hariana, 2011). Khasiat daun salam adalah untuk mengatasi asam urat,
kencing manis, menurunkan kadar kolesterol, melancarkan pembuluh darah,
9
2.1.6 Kandungan Kimia
Kandungan kimia yang terdapat pada daun salam adalah tanin, flavonoid,
minyak atsiri, sitral, eugenol, seskuiterpen, triterpenoid, fenol, steroid, lakton,
saponin, dan karbohidrat. Selain itu daun salam juga mengandung beberapa
vitamin, di antaranya vitamin C, vitamin A, thiamin, riboflavin, niacin, vitamin
B6, vitamin B12, dan folat (Hariana, 2011).
2.2 Sambiloto
Sambiloto tumbuh liar di tempat terbuka, seperti di kebun, tepi sungai,
tanah kosong yang agak lembab, atau di pekarangan. Daerah tumbuh dan
penyebarannya di dataran rendah sampai ketinggian 700 m diatas permukaan laut.
Sambiloto tumbuh berkelompok. Tanaman ini tumbuh di daerah panas di wilayah
Asia dengan iklim tropik dan sub tropik seperti di India, semenanjung Malaya,
dan hampir seluruh pulau di Indonesia (Dalimartha, 1999).
2.2.2 Sistematika Tumbuhan
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Sympetalae
Bangsa : Solanales
Suku : Acanthaceae
Marga : Andrographis
10
2.2.3 Nama Lain
Nama daerah: papaitan (Sumatera), takilo, bidara,sadilata, sambiloto
(Jawa), sambilata, sadilata, ki oray, ki peurat, ki ular (Sunda) (Hariana, 2006).
Nama asing: chuan xin lian (Cina), kalmegh (India), dan king of bitter (Inggris),
cong - cong (Vietnam) (Prapanza, 2003).
2.2.4 Morfologi Tumbuhan
Terna tumbuh tegak, tinggi 40 cm sampai 90 cm, percabangan banyak
dengan letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat dan tidak berambut.
Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam, tepi daun rata, panjang
daun 3 cm sampai 5 cm dan lebar 1 cm sampai 2 cm, panjang tangkai daun 5 mm
sampai 25 mm, daun bagian atas bentuknya seperti daun pelindung. Pembungaan
tegak bercabang - cabang, panjang kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm. Bunga
berbibir berbentuk tabung, panjang 6 mm, bibir bunga bagian atas berwarna putih
dengan warna kuning dibagian atasnya ukuran 7 mm sampai 8 mm. Tangkai sari
sempit dan melebar pada bagian pangkal, panjang 6 mm. Bentuk buah jorong
dengan ujung yang tajam, panjang lebih kurang 2 cm dan bila tua akan pecah
terbagi menjadi 4 keping (Ditjen POM, 1979).
2.2.5 Khasiat Tumbuhan
Khasiat tanaman sambiloto antara lain: antiinflamasi, anti HIV,
antibakteri, antioksidan, antiparasit,antispasmodik, antidiabetes, antikarsinogenik,
11
(Niranjan, dkk., 2010). Selain itu, tanaman sambiloto juga berperan sebagai
imunostimulan, antihiperglikemia, kardioprotektif, vasorelaksan, antiplatelet, dan
hipotensif (Ojha, dkk., 2012).
2.2.6 Kandungan Kimia
Kandungan kimia tanaman sambiloto antara lain: andrografolid,
neoandrografolid, homoandrografolid, 14-deoksi-11,12- didehidroandrografolid,
14-deoksi-11-oksoandrografolid, 14- deoksiandrografolid, andrografin, panikulida
A, B dan C, panikulin, 5- hidroksi-2’,7,8-trimetoksiflavon,
2’,5-dihidroksi-7,8-dimetoksiflavon, 4’,7-dimetilterapigenin, dan mono-O-metilwigtin (Sudarsono,
dkk., 1996).
2.3 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Ditjen POM, 1995).
Metode ekstraksi menurut Ditjen POM (1995) ada beberapa cara, yaitu: cara
dingin dan cara panas.
2.3.1 Cara dingin
a. Maserasi
Istilah maceration berasal dari bahasa Latin macerare, yang artinya
12
dalam pelarut sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang
mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).
Maserasi dapat dilakukan dengan cara mencampurkan simplisia yang telah
dipotong-potong atau diserbuksarikan dengan cairan penyari dalam suatu bejana
dan ditutup rapat. Simpan ditempat terlindung dari cahaya langsung selama 5 hari
sambil sering dikocok. Kemudian disaring, diperas dan ampasnya dicuci dengan
cairan penyari. Hasil maserasi (maserat) kemudian dikumpulkan (Voight, 1995).
b. Perkolasi
Perkolasi (percolare = penetesan) dilakukan dalam wadah berbentuk
silindris atau kerucut (perkolator) yang memiliki jalan masuk dan keluar yang
sesuai (Voight, 1995).
Tahap pertama dalam perkolasi adalah persiapan yang dilakukan dengan
pembuatan serbuk (powdering) kemudian dilakukan pembasahan (moistening).
Setelah pembasahan, serbuk simplisia diisikan ke dalam alat perkolator.
Kemudian didiamkan untuk dilakukan maserasi, kemudian dilakukan perkolasi
yang sebenarnya hingga diperoleh hasil (perkolat). Perkolasi diteruskan sampai
menghasilkan volume yang diinginkan, atau sampai zat yang ingin ditarik habis
dari bahan obat, dibuktikan dengan pengujian yang tepat bahwa perkolat tidak
13
2.3.2 Cara panas
a. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi kontinyu menggunakan alat yang disebut soklet
(Ditjen POM, 2000). Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah
kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya) di bagian dalam alat ekstraksi
yang terbuat dari gelas yang bekerja kontinyu. Wadah gelas tersebut dipasang di
antara labu penyulingan dengan kondensor dan dihubungkan dengan labu melalui
pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan mencapai kondensor,
terkondensasi di dalamnya, dan menetes ke atas bahan yang diekstraksi dan
menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah gelas
dan mengisi tabung sifon. Setelah mencapai tinggi maksimal, secara otomatis
dipindahkan ke dalam labu. Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi
melalui penguapan bahan pelarut murni berikutnya (Voight, 1995).
b. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik/kondensor. Metode ini dapat digunakan untuk
mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan
pemanasan secara langsung (Ditjen POM, 2000).
c. Digesti
Digesti merupakan proses ekstraksi simplisia dengan cara merendam
14
selang waktu tertentu. Selanjutnya cairan disaring bila perlu diuapkan untuk
memperoleh ekstrak kental (Voight, 1995).
d. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air, bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur (96
-98oC) selama waktu tertentu (15 - 20 menit) (Voight, 1995).
e. Dekoktasi
Dekoktasi adalah infundasi pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).
2.4 Kolesterol
2.4.1 Definisi Kolesterol
Kolesterol berasal dari bahasa Yunani: chole = empedu dan stereos =
padat adalah steroid alkohol yang menyerupai lemak, berwarna putih mutiara.
Rumus molekul C27H45OH, mengkristal dalam bentuk daun (leaflet) atau
lempengan (United States Pharmacopeial Convention, 1985).
Kolesterol mempunyai struktur yang lembut, seperti lilin, terdiri dari
lemak tapi berinti steroid yang dapat dihasilkan oleh tubuh atau berasal dari
makanan yang berasal dari hewan, misalnya kuning telur, daging, hati, dan otak.
Kolesterol terdapat di jaringan dan plasma sebagai kolesterol bebas atau berikatan
dengan asam lemak rantai panjang sebagai kolesterol ester. Kolesterol adalah lipid
amfipatik yang merupakan komponen struktural esensial pada membran sel dan
lapisan luar lipoprotein plasma. Kolesterol merupakan prekursor semua steroid
lain di dalam tubuh manusia, termasuk kortikosteroid, hormon seks, asam
15
Struktur kimia kolesterol dapat dilihat pada Gambar 2.1:
2.4.2 Biosintesis Kolesterol
Selain kolesterol yang diabsorbsi setiap hari dari saluran pencernaan, yang
disebut kolesterol eksogen, kolesterol juga disintesis di dalam tubuh yang disebut
kolesterol endogen. Sekitar 1 gram kolesterol disintesis per hari oleh orang
dewasa. Senyawa ini disintesis di banyak jaringan dari asetil-KoA dan organ yang
berkontribusi paling besar dalam sintesis kolesterol adalah hati (50%), usus halus
(15%), kulit, korteks adrenal, kelenjar kelamin, dan lain-lain. Enzim yang
berpengaruh pada sintesis kolesterol ditemukan dalam sitosol dan fraksi
mikrosomal di dalam sel. Hampir semua jaringan yang mengandung sel berinti
mampu membentuk kolesterol (Satyanarayana, 2005).
Biosisntesis kolesterol berlangsung dalam tiga tahap yaitu:
a. Asetil Ko A berkondensasi membentuk mevalonat
b. Mevalonat diubah menjadi unit isopren, isopren berkondensasi membentuk
skualen
c. Skualen mengalami siklisasi manjadi lanosterol, lanosterol mengalami
serangkaian reaksi membentuk kolesterol (Dawn, dkk., 2000).
16
Struktur dasar kolesterol adalah inti sterol. Inti sterol tersebut dibentuk dari
molekul asetil-Ko A, karena inti sterolnya disintesis dari gugus molekul asam
lemak, kolesterol memilki sifat fisik dan kimia yang mirip dengan zat lipid
lainnya. Selanjutnya inti sterol dapat dimodifikasi dengan berbagai rantai samping
untuk membentuk kolesterol dan asam kolat/asam empedu. Asam kolat
merupakan dasar dari asam empedu yang dibentuk di hati. Selain itu juga
dibentuk hormon steroid penting yang disekresikan oleh korteks adrenal, ovarium,
dan testis (Guyton dan Hall, 2007).
Bagan biosintesis kolesterol dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Asetil Ko A
Asetoasetil Koenzim A
Hidroksi metil glutarat-Koenzim A (HMG-Ko A) HMG Co A Reduktase Mevalonat
Mevalonat Piroposfat
Isopentenil Piroposfat (Unit Isopren)
Geranil Piroposfat
Famesil Piroposfat
Skualen
Siklisasi
Lanosterol
Kolesterol
17
2.4.3 Lipoprotein Pembawa Kolesterol
Lipid plasma yang utama adalah kolesterol, trigliserida, fofolipid, dan
asam lemak bebas yang tidak larut dalam cairan plasma. Agar lipid plasma dapat
diangkut dalam sirkulasi, maka susunan molekul lipid tersebut perlu di
modifikasi, yaitu dalam bentuk lipoprotein yang bersifat larut dalam air. Zat-zat
lipoprotein ini bertugas mengangkut lipid dari tempat sintesisnya menuju tempat
penggunaanya (Silalahi, 2000).
Setiap lipoprotein terdiri atas kolesterol (bebas atau ester), trigliserida,
fosfolipid, dan apoliprotein. Apoprotein sangat penting karena menstabilkan
struktur lipoprotein. Sejumlah apoprotein berfungsi sebagai ligan dalam interaksi
lipoprotein – reseptor atau sebagai kofaktor dalam proses enzimatik yang
mengatur proses metabolisme lipoprotein. Lipoprotein berbentuk sferik dan
mempunyai inti trigliserida dan kolesterol ester yang sangat tidak larut air,
dikelilingi oleh fosfolipid dan sedikit kolesterol bebas, apolipoprotein ditemukan
pada permukaan lipoprotein (Adam, dkk., 2004). Struktur lipoprotein dapat dilihat
pada Gambar 2.3.
18
Lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas, komposisi lemak dan
komposisi apolipoprotein. Dengan menggunakan ultrasentrifugasi, pada manusia
dapat dibedakan lima jenis lipoprotein yaitu kilomikron, very low density
lipoprotein (VLDL), intermediate-density lipoprotein (IDL), low density
lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL) (Suyatna, 2007).
Beberapa jenis liporotein berdasarkan komposisi lipid yang menyusunnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 karakteristik lipoprotein plasma
Golongan lipoprotein
Densitas g/ml Kandungan lipid utama
IDL 1,006-1,019 Ester kolesterol dan trigliserida LDL 1,019-1,063 Ester kolesterol Tidak
Signifikan
B-100 Hasil katabolisme VLDL HDL 1,063-1,21 Fosfolipid, ester
kolest erol
Kilomikron dibentuk di dinding usus dari trigliserida dan kolesterol yang
berasal dari makanan. Lipoprotein dengan berat molekul terbesar ini lebih dari
80% komponennya terdiri dari trigliserida dan kurang dari 5% kolesterol ester.
Kilomikron membawa trigliserida dari makanan ke jaringan lemak dan otot
19
kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase (LPL), sehingga
diameter lipoprotein ini mengecil disebut kilomikron remnan.
b. Lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL, very low density lipoprotein)
Lipoprotein ini terdiri dari 60% trigliserida (endogen) dan 10-15%
kolesterol. VLDL disekresi oleh hati untuk mengangkut trigliserida ke jaringan
perifer. Trigliserida VLDL dihidrolisis oleh lipoprotein lipase menghasilkan asam
lemak bebas untuk disimpan dalam jaringan adiposa dan bahan oksidasi di
jantung dan otot skelet. Sebagian VLDL remnant/sisa akan diubah menjadi LDL,
sehingga dapat terjadi peningkatan kadar LDL serum mengikuti penurunan
trigliserida.
c. Lipoprotein densitas sedang (IDL, intermediate density lipoprotein)
IDL ini kurang mengandung trigliserida (30%), lebih banyak kolesterol
(20%) dan relatif lebih banyak mengandung apoprotein B dan E. IDL adalah zat
perantara yang terjadi sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi LDL, tidak terdapat
dalam kadar yang besar kecuali bila terjadi hambatan konversi lebih lanjut.
d. Lipoprotein densitas rendah (LDL, low density lipoprotein)
LDL merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar pada manusia
(70% total). Partikel LDL mengandung trigliserida sebanyak 10% dan kolesterol
50%. Jalur utama katabolisme LDL berlangsung lewat receptor-mediated
endocytosis di hati dan sel lain. Ester kolesterol dari inti LDL dihidrolisis
menghasilkan kolesterol bebas untuk sintesis sel membran dan hormon steroid.
20
lewat enzim HMG Co-A reduktase. Produksi enzim ini dan reseptor LDL diatur
lewat transkripsi genetik berdasarkan tinggi rendahnya kadar kolesterol dalam sel
(Suyatna, 2007).
e. Lipoprotein densitas tinggi (HDL, high density lipoprotein)
HDL merupakan molekul lipoprotein paling kecil dengan diameter 5-12
nm. HDL dibagi menjadi HDL2 (densitas 1,063 - 1,125 g/ml) dan HDL3 (1,125
-1,21 g/ml). HDL mengandung 50% protein, 30% fosfolipid, dan 20% kolesterol.
HDL terikat pada Apo AI, AII, C, dan Apo E. HDL berperan sebagai lipoprotein
protektif yang menurunkan resiko PJK (Mahley dan Bersot, 2008).
f. Apoliprotein
Apoliprotein (apo) adalah komponen protein penting dari pelbagai
lipoprotein, di samping fraksi lipida tersebut di atas. Apo ini berfungsi sebagai
ligand (label, etiket) bagi pengikatan pada reseptor LDL. Ada lima jenis, yakni
apo-A, B, C, D, dan E, dengan subkelasnya. Selain fraksi-fraksi lipida, juga apo-B
dan apo-AI (protein dalam masing-masing VLDL/LDL dan HDL) ternyata
bersifat aterogen kuat dan merupakan indikator risiko pula pada penyakit jantung
pembuluh (Tan dan Rahrdja, 2008).
Terdapat tiga jalur dalam metabolisme lipoprotein. Ketiga jalur tersebut
antara lain sebagai berikut:
a. Jalur metabolisme eksogen
Trigliserida dan kolesterol dari makanan dalam usus dikemas sebagai
21
via duktus torasikus. Di dalam jaringan lemak, trigliserida dalam kilomikron
mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase yang terdapat pada permukaan sel
endotel. Akan terbentuk asam lemak dan kilomikron remnan. Asam lemak bebas
akan menembus endotel dan masuk dalam jaringan lemak atau sel otot untuk
dirubah menjadi trigliserida kembali (cadangan) atau dioksidasi (energi)
(Suyatna, 2007).
b. Jalur metabolisme endogen
Trigliserida dan kolesterol di hati akan disekresi ke dalam sirkulasi sebagai
lipoprotein VLDL. Dalam sirkulasi, VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim
lipoprotein lipase dan akan berubah menjadi intermediate density lipoprotein
(IDL) yang juga akan mengalami hidrolisis menjadi LDL. LDL adalah lipoprotein
yang paling banyak mengandung kolesterol. Sebagian LDL akan dibawa ke hati,
kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor untuk LDL.
Sebagian lainnya akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag
(Adam, 2009).
c. Jalur reverse cholesterol transport
HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol mengandung
apolipoprotein A, C dan E disebut HDL nascent. HDL nascent yang berasal dari
usus halus dan hati mengandung apolipoprotein A1. HDL nascent mengambil
kolesterol bebas yang tersimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesterol
22
LCAT. Selanjutnya sebagian kolesterol ester tersebut dibawa oleh HDL yang
akan mengambil dua jalur. Jalur pertama akan ke hati sedangkan jalur kedua
kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserida dari VLDL
dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP) untuk dibawa
kembali ke hati (Adam, 2009).
2.4.4 Hiperkolesterolemia
Dalam keadaan normal hati melepaskan kolesterol ke darah sesuai
kebutuhan. Tetapi bila diet mengandung terlampau banyak kolesterol atau
lemak hewani jenuh maka kadar kolesterol darah akan meningkat
(Tan dan Rahardja, 2007). Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi dimana
meningkatnya konsentrasi kolesterol dalam darah yang melebihi nilai normal
(Guyton & Hall, 2008).
Kolesterol telah terbukti mengganggu dan mengubah struktur pembuluh
darah yang mengakibatkan gangguan fungsi endotel yang menyebabkan lesi, plak,
oklusi, dan emboli. Selain itu juga kolesterol diduga bertanggung jawab atas
peningkatan stress oksidatif (Stapleton et al., 2010). Peningkatan kadar kolesterol
tersebut dikenal dengan istilah hiperkolesterolemia (hyper = tinggi, cholesterol =
kolesterol, dan Yunani: haima = darah) diartikan sebagai kelebihan kolesterol di
dalam darah (United States Pharmacopeial Convention, 1985).
23
dan kolesterol total. Gangguan metabolisme ini penyebabnya 5% adalah kasus
familial/keturunan dan 95% tidak diketahui penyebabnya (Adam, 2004)
Hiperkolestrolemia dapat diklasifikasikan menjadi :
a.Hiperkolesterolemia Primer
Hiperkolsterolemia primer adalah gangguan lipid yang terbagi menjadi 2
bagian, yakni hiperkolesterol poligenik dan hiperkolesterol familial.
Hiperkolesterol poligelik disebabkan oleh berkurangnya daya metabolisme
kolesterol, dan meningkatnya penyerapan lemak. Keadaan ini merupakan
penyebab hiperkolesterolemia tersering (>90%). Merupakan interaksi antara
kelainan gen yang multipel, nutrisi, dan faktor lingkungan lainnya serta lebih
mempunyai lebih dari satu dasar metabolik. Hiperkolesterolemia biasanya ringan
atau sedang dan tidak ada xantoma (Suharti, 2006).
Hiperkolesterolemia familial adalah meningkatnya kadar kolesterol yang
sangat dominan (banyak) akibat ketidakmampuan reseptor LDL.
Hiperkolesterolemia ini terjadi akibat kelainan genetis atau mutasi gen pada
tempat kerja reseptor LDL, sehingga menyebabkan pembentukan jumlah LDL
yang tinggi atau berkurangnya kemampuan reseptor LDL. Penderita biasanya
akan mengalami gangguan penyakit jantung koroner (PJK) dengan kadar
24 b. Hiperkolesterolemia Sekunder
Hiperkolesterolemia Sekunder terjadi akibat penderita mengidap suatu
penyakit tertentu, seperti diabetes melitus, obesitas, sindroma nefrotik, stress, atau
kurang gerak (olahraga) (Suharti, 2006).
Penggambaran pembagian hiperlipoproteinemia dan kemungkinan
pemilihan obat dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini:
Tabel 2.2 Penyakit, Profil Lipid, dan Obatnya
jenis penyakit peningkatan lipoprotein
resin, statin probukol, beta sitosterol,
neomisin hipertrigliseridemia VLDL T: > 750
K: 200
gemfibrozil asam nikotinat, fibrat
(Suyatna, 2007)
Hiperkolesterolemia merupakan penyebab utama meningkatnya risiko
aterosklerosis (Mahley dan Bersot, 2008). Aterosklerosis adalah suatu penyakit
yang terjadi pada arteri yang berukuran besar dan sedang akibat terbentuknya lesi
25
Sebaliknya ateriosklerosis adalah istilah umum yang merujuk pada kekakuan dan
penebalan pembuluh darah berukuran apa saja baik kecil, sedang, maupun besar
(Guyton dan Hall, 2007).
Hiperkolesterolemia merupakan faktor resiko aterosklerosis dan akhirnya
penyakit jantung dan pembuluh darah. Faktor resiko lainnya diabetes, merokok,
hipertensi. Faktor resiko hiperkolesterolemia :
a. Stress juga memegang peranan nyata terutama pada orang dengan struktur
kepribadian tipe A. Menurut penelitian Friedman & Rosenman, orang tipe A
sangat bersemangat berlebihan, tidak sabaran, bekerja keras dan cepat. Mereka
lebih besar resikonya mengidap penyakit jantung dan pembuluh dari pada orang
tipe B yang lebih santai dan tidak tergesa-gesa.
b. LDL tinggi (> 175 mg/dl) adalah faktor resiko terpenting, terlebih pula bila TG
meningkat (> 310 mg/dl). LDL dapat diturunkan dengan penurunan berat badan
dan diet mengurangi lemak jenuh dan kolesterol serta peningkatan asupan lemak
tak jenuih, serat dan protein nabati.
c. HDL rendah (< 35 mg/dl) dapat disebabkan oleh merokok, obesitas dan kurang
gerak badan, juga akibat obat-obat seperti diuretika dan β-blockers, hormon
kelamin dan hormon adrenalin dan kortisol (Tan, 2007).
Komplikasi terpenting dari arteriosklerosis adalah penyakit jantung
koroner, gangguan darah serebral, dan gangguan pembuluh darah perifer. Dapat
juga muncul gangguan serius yang tergantung dari lokasi penyumbatannya
26
disebabkan oleh peradangan dinding pembuluh. Penyakit jantung koroner
merupakan penyebab kematian utama di negara maju dan semakin sering
ditemukan di negara Indonesia. Dengan demikian dapat dipahami bahwa penyakit
jantung koroner merupakan penyakit multifaktorial dan pemberian pengobatan
harus dilakukan bersamaan dengan tindakan untuk mengatasi faktor risiko lainnya
(Suyatna, 2007).
Nilai batas kolesterol dan trigliserida untuk orang dewasa, dapat dilihat
pada Tabel 2.3 di bawah ini:
Tabel 2.3 Nilai Kolesterol dan Trigliserida Untuk Dewasa Menurut National Cholesterol Program (2001)
kadar plasma kadar yang ingin
dicapai
Prinsip utama pengobatan hiperkolesterolemia ialah mengatur diet yang
mempertahankan berat badan normal dan mengurangi kadar lipid plasma
(Suyatna, 2007). Langkah pengaturan diet selalu dilakukan agar dapat
27
Pencegahan untuk penyakit hiperkolesterolemia sebagai berikut :
a. Berhenti merokok.
b. Tidak meminum alkohol.
c. Mengatur pola makan seimbang dan rendah lemak.
d. konsumsi makanan berserat, seperti sayur-sayuran dan buah - buahan.
e. Lakukan olahraga yang memadai sesuai dengan umur. Usahakan untuk
berolahraga setiap hari minimal 30 menit.
f. Menjaga berat badan ideal yang sesuai dengan tinggi badan.
g. Hindari stres (Wiryowidagdo, 2008).
Pada banyak kasus, diet saja tidak akan menurunkan kadar lipid darah.
Karena 75 - 85% kolesterol serum berasal dari endogenous, perubahan diet saja
akan menurunkan kolesterol total sebanyak 10 - 30%. Jika hiperlipidemia tidak
dapat dikendalikan dengan diet (menghindari lemak jenuh dari sumber hewani)
dan olahraga, biasanya diberikan obat-obat antihiperkolesterolemia (Mahley dan
Bersot, 2008).
Hiperkolesterolemia diketahui sebagai faktor risiko penyakit
kardiovaskular, karenanya telah mendorong perkembangan obat-obat penurun
kadar kolesterol. Pengobatan hiperkolesterolemia terutama ditujukan bagi pasien
dengan riwayat aterosklerosis prematur dalam keluarga dan dengan adanya faktor
risiko lain seperti diabetes melitus, hipertensi, dan merokok. Pengobatan
hiperkolesterolemia meliputi penyelusuran jenis kelainan lipid pasien lalu
pemberian obat sesuai dengan keadaan fatofisiologi penyakit (Suyatna, 2009).
28 a. Derivat asam fibrat (fibric acid)
Derivat asam fibrat yang masih digunakan saat ini adalah gemfibrozil,
fenofibrat, bezafibrat, dan klofibrat yang telah digunakan di Amerika Serikat sejak
tahun 1967. Sebagai hipolipidemik obat-obat ini diduga bekerja dengan cara
berikatan dengan reseptor peroxisome proliferator-activated receptors (PPARs),
yang mengatur transkripsi gen. Akibat interaksi obat ini dengan PPAR isotipe α
(PPAR α), maka terjadilah peningkatan oksidasi asam lemak, sintesis lipoprotein
lipase (LPL) dan penurunan ekspresi Apo C-III. Peningkatan kadar LPL
meningkatkan juga klirens lipoprotein kaya trigliserida. Penurunan produksi Apo
C-III hati akan menurunkan VLDL. HDL meningkat secara moderat karena
peningkatan ekspresi Apo A-I dan Apo A-II. Pada Helsinki Heart Study,
ditemukan gemfibrozil menurunkan kolesterol total 10%, LDL 11%, dan
trigliserida 35% dan meningkatkan HDL 11%. Kejadian kardiovaskular fatal dan
non fatal menurun sebesar 34% (Suyatna, 2009).
b. Damar pengikat asam empedu (bile acid squestrans)
Secara kimiawi damar penukar ion ini adalah polistiren dengan gugusan
NH4 kwaterner, yang tidak diresorpsi oleh usus. Berkhasiat menurunkan LDL dan
kolesterol total, berikatan dengan asam empedu dalam usus halus menjadi
kompleks yang dikeluarkan melalui tinja. Tanpa asam empedu, kolesterol tidak
diserap lagi. Kadar asam empedu dalam darah menurun dan hati distimulasi untuk
meningkatkan sintesis asam ini dari kolesterol. Efeknya adalah turunnya kadar
29
Salah satu contoh obat dari golongan ini yang pertama adalah kolesteramin
(Questran), diperkenalkan tahun 1959. Obat ini adalah suatu resin yang berikatan
dengan dengan asam empedu di dalam usus halus dan efektif untuk melawan
hiperlipidemia tipe II. Sementara kolestipol (Colestid) adalah suatu resin
antilipemik baru yang serupa dengan kolesteramin. Kedua obat ini efektif dalam
menurunkan kadar kolesterol (Mahley dan Bersot, 2008).
c. Penghambat HMG CoA reduktase
Disebut juga golongan statin, yang saat ini merupakan obat hipolipidemik
yang paling efektif. Obat ini efektif untuk menurunkan kolesterol, sedangkan pada
dosis tinggi statin juga dapat menurunkan trigliserida yang disebabkan oleh
peningkatan VLDL (Suyatna, 2009). Efek dari statin adalah peningkatan kuosien
HDL : kolesterol total, dan LDL diturunkan 30 - 50%. Khasiat atorvastatin dan
rosuvastatin yang mempunyai masa paruh yang panjang (14 - 19 jam) lebih kuat
daripada simvastatin, pravastatin, dan fluvastatin yang masa paruhnya pendek (2 -
3 jam). Disamping blokade sintesis kolesterol, statin juga meningkatkan jumlah
reseptor LDL (Tan dan Rahardja, 2007).
Mekanisme kerja statin berdasarkan penghambatan enzim HMG CoA
reduktase yang berperan penting di dalam hati untuk mengubah HMG CoA
(hidroxymetilglutaril coenzim A) menjadi asam mevalonat yang merupakan
prekursor kolesterol sehingga sintesisnya diturunkan. Akibat penurunan sintesis
kolesterol ini, maka sterol regulatory element binding protein (SREBP) yang
Faktor-30
faktor transkripsi kemudian akan berikatan dengan gen reseptor LDL, sehingga
terjadi sintesis reseptor LDL. Peningkatan jumlah reseptor LDL pada membran
sel hepatosit akan menurunkan kadar kolesterol darah lebih besar lagi. Selain
LDL, VLDL dan IDL juga menurun, sedangkan HDL meningkat (Suyatna, 2007).
d. Derivat asam nikotinat (nicotinic acid)
Asam nikotinat menghambat hidrolisis trigliserida oleh hormone-sensitive
lipase, sehingga mengurangi transport asam lemak bebas ke hati dan mengurangi
sintesis trigiserida, ini akan menyebabkan berkurangnya produksi VLDL sehingga
kadar LDL menurun. Asam nikotinat merupakan hipolipidemik yang paling
efektif meningkatkan HDL (30 - 40%). Dapat menurunkan trigliserida sebaik
fibrat (35 - 45%) dan menurunkan LDL (20 - 30%) (Suyatna, 2007).
e. Obat-obat lainnya
Obat-obat antihiperkolesterolemia lainnya adalah: ezetimibe, neomisin
sulfat, dekstrotirosin, bawang putih, minyak ikan, bekatul, beta sitosterol, dan
inhibitor ACAT. Penghambat absorbsi kolesterol intestinal (ezetimibe),
mekanisme kerja menghambat absorbsi kolesterol dalam usus. Obat ini efektif
menurunkan LDL dan kolesterol total, walaupun asupan makanan tidak
mengandung kolesterol karena menghambat reabsorbsi kolesterol yang
diekskresikan dari empedu. Neomisin sulfat yang diberikan per oral dapat
menurunkan kadar kolesterol dengan cara mirip resin yaitu membentuk kompleks
yang tidak larut dalam asam empedu. Dekstrotirosin menurunkan kadar lipid
darah diduga karena efek tiromimetik (kemampuan menurunkan kadar lipid yang
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan metode uji klinik tanpa pembanding
(uncotrolled trial) dengan desain before and after. Tahapan penelitian yaitu
pengumpulan sampel, identifikasi sampel, pengolahan sampel, pemeriksaan
karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan kapsul, pengujian
pre formulasi, evaluasi sediaan kapsul dan uji klinis pendahuluan kombinasi
ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam pada pasien hiperkolesterolemia,
pengukuran kadar kolesterol pasien hiperkolesterolemia dan data hasil penelitian
dianalisis dengan program SPSS 17 menggunakan uji Paired Sample Test.
3.1 Bahan dan Alat yang Digunakan
3.1.1 Bahan-Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah herba sambiloto
(Andrographis paniculata (Burm F.) Ness) dan daun salam (Syzygium polyanthum
(Wight) Walp). Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah
berkualitas pro analisis yaitu akuades, etanol 70% (teknis), kloral hidrat
(E. Merck), kloroform (E. Merck ), natrium sulfat anhidrat (E. Merck ) dan toluen
(E. Merck).
3.1.2 Alat-Alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas
laboratorium, alat destilasi penetapan kadar air (Boeco), alat pengukur kolesterol
total (Nesco), alat pengukur tekanan darah (Omron), blood lancet (GEA
32
neraca kasar, alat pengisi kapsul, neraca listrik (vibra AJ), oven listrik (Oven
Deo-66f), test strip, timbangan berat badan (GEA® Medical).
3.2 Penyiapan Bahan Tanaman
Penyiapan bahan tanaman meliputi pengumpulan bahan, identifikasi
bahan dan pembuatan simplisia.
3.2.1 Pengambilan dan Pengumpulan Bahan Tanaman
Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan bahan yang sama dari daerah lain. Daun salam diperoleh
dari Desa Jaba, Namorambe Kota Medan dan herba sambiloto diperoleh dari Setia
Budi Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.
3.2.2 Identifikasi Tanaman
Identifikasi tanaman dilakukan di “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani
Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor.
3.2.3 Pengolahan Bahan Tanaman
Bahantanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah herba sambiloto
dan daun salam yang masih segar. Herba sambiloto dan daun salam dipisahkan
dari pengotor lain lalu dicuci hingga bersih, ditiriskan dan ditimbang. Diperoleh
berat basah herba sambiloto 4,1 kg dan daun salam 4,2 kg. Selanjutnya herba
sambiloto dan daun salam dikeringkan dalam lemari pengering dengan temperatur
40°C sampai herba sambiloto dan daun salam kering. Simplisia yang telah kering
ditimbang dan diperoleh berat kering herba sambiloto 1,1 kg dan daun salam
33 3.3Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik
dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air,
penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, penetapan
kadar abu tidak larut dalam asam (Ditjen POM, 1989).
3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati warna, bentuk,
ukuran, rasa dan tekstur dari simplisia.
3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia dilakukan dengan cara
menaburkan serbuk simplisia diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan
kloral hidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah
mikroskop.
3.3.3 Penetapan Kadar Air
Metode : Azeotropi (destilasi toluena)
Cara kerja: Toluena sebanyak 200 ml dan air suling 2 ml dimasukkan ke dalam
labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Toluena didinginkan selam 30 menit dan
volume air dalam tabung penerima dibaca (WHO, 1992). Kemudian kedalam labu
tersebut diasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu
dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena menidih, kecepatan tetesan
diatur 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi. Kemudian
kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air
terdestilasi, bagian dalam pendingin lalu ditambahkan 2 ml air suling, kemudian
34
dibiarkan. Dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian
tabung penerima dibiarkan dingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena
memisah dengan sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih
kedua volume air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung
dalam persen ( Depkes RI, 1995).
3.3.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut Air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24
jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dilarutkan di dalam 1000 ml
akuades) dalam labu tersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama
diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah
dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105˚C sampai bobot tetap.
Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
3.3.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut Etanol
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam
dalam 100 ml etanol 95% dalam labu tersumbat sambil sesekali dikocok selama 6
jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk
menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai
kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa
dipanaskan pada suhu 105˚C sampai diperoleh bobot konstan. Kadar sari yang
larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
35 3.3.6 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus porselin dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran
dilakukan pada suhu 500 - 600˚C selama 3 jam kemudian didinginkan dan
ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan diudara (WHO, 1998).
3.3.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25
ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,
disaring melalui kertas saring dan dipijar sampai bobot tetap, kemudian
didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung
terhadap bahan yang dikeringkan di udara (WHO, 1998).
3.4 Pembuatan Ekstrak
3.4.1Pembuatan Ekstrak Herba Sambiloto
Pembuatan ekstrak herba sambiloto dilakukan dengan cara perkolasi.
Serbuk simplisia herba sambiloto sebanyak 650 g dimasukkan kedalam bejana
tertutup, ditambahkan etanol 50% sehingga semua simplisia terendam, aduk- aduk
dan diamkan selama 3 jam. Pindahkan sedikit demi sedikit kedalam perkolator
sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangkan cairan penyari secukupnya sampai
cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari,
tutup perkolator, biarkan selama 24 jam. Buka kran perkolator. Biarkan cairan
menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang cairan
36
Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat terakhir diuapkan, tidak meninggalkan
sisa. Selanjutnya ekstrak cair dipekatkan dengan menggunakan rotavapor, dan
didapat ekstrak kental (Ditjen POM, 1986).
3.4.2 Pembuatan Ekstrak Daun Salam
Pembuatan ekstrak daun salam dilakukan dengan cara perkolasi. Serbuk
simplisia daun salam sebanyak 650 g dimasukkan kedalam bejana tertutup,
ditambahkan etanol 70% sehingga semua simplisia terendam, aduk- aduk dan
diamkan selama 3 jam. Pindahkan sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil
tiap kali ditekan hati-hati, tuangkan cairan penyari secukupnya sampai cairan
mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup
perkolator, biarkan selama 24 jam. Buka kran perkolator. Biarkan cairan menetes
dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang cairan penyari
secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia.
Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat terakhir diuapkan, tidak meninggalkan
sisa. Selanjutnya ekstrak cair dipekatkan dengan menggunakan rotavapor, dan
didapat ekstrak kental (Ditjen POM, 1986)..
3.5Pembuatan Sediaan Kapsul Uji
3.5.1 Formula Sediaan Kapsul Uji
Formula yang digunakan pada kapsul uji sebagai berikut:
R/ Ekstrak sambiloto 100 mg
Ekstrak daun salam 100 mg
Amilum manihot 5%
Amilum maydis 2,5%