• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian Kapsul Kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata (Burm.f.) Nees) dan Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap Fungsi Ginjal Pada Pasien Dislipidemia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian Kapsul Kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata (Burm.f.) Nees) dan Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap Fungsi Ginjal Pada Pasien Dislipidemia"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN

KAPSUL KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) DAN DAUN SALAM

(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) TERHADAP FUNGSI

GINJAL PADA PASIEN DISLIPIDEMIA

SKRIPSI

OLEH:

NOVA REINY

NIM 111501091

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN

KAPSUL KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) DAN DAUN SALAM

(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) TERHADAP FUNGSI

GINJAL PADA PASIEN DISLIPIDEMIA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NOVA REINY

NIM 111501091

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian Kapsul Kombinasi Ekstrak

Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) dan Daun Salam

(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap Fungsi Ginjal pada Pasien

Dislipidemia”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio

Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Prof. Dr. Julia Reveny,

M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi yang telah menyediakan

fasilitas kepada penulis selama masa perkuliahan. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt.,

selaku penasihat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis.

Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., dan Bapak Dr. dr. Dharma Lindarto,

Sp.PD-KEMD, selaku dosen pembimbing yang telah menolong penulis dengan

penuh kesabaran dan tanggung jawab selama penelitian hingga selesainya skripsi

ini. Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., Ibu Marianne, S.Si, M.Si., Apt., dan

Ibu Dra. Azizah Nasution, M.Sc. Ph.D., Apt., selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyempurnakan

skripsi ini. Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., selaku kepala

Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU, serta Ibu Dra. Aswita

Hafni, M.Si., Apt. selaku kepala Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi USU

(5)

staf pengajar dan pegawai Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik dan

memberi bantuan selama perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga terkasih, Ayahanda

J. Simanjuntak, Ibunda R. Simangunsong, kakak Henny Lidya, Amd., abang

Mardaud Parwinoto, S.T., dan abang Saut Parsaoran yang senantiasa mendukung

dan menyemangati penulis terkhusus selama masa perkuliahan yang penulis

jalani. Terima kasih kepada para sukarelawan yang telah bersedia menjadi subyek

dalam penelitian ini serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu yang turut membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini, semoga Tuhan

membalas setiap kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini

bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Juli 2015 Penulis,

Nova Reiny

(6)

UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN KAPSUL KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) DAN DAUN SALAM

(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) TERHADAP FUNGSI GINJAL

PADA PASIEN DISLIPIDEMIA

ABSTRAK

Indonesia memiliki berbagai macam tanaman yang digunakan untuk mengobati penyakit, diantaranya adalah sambiloto dan salam untuk mengobati dislipidemia. Pemeriksaan keamanan penggunaan obat dari tumbuhan diperlukan untuk pengembangan obat tradisonal, salah satunya adalah pemeriksaan fungsi ginjal yang merupakan organ ekskresi dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.

Tahapan penelitian ini yaitu pengumpulan bahan, pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan kapsul dan uji klinis pendahuluan dengan desain the one group pretest-postest. Ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam dibuat dalam sediaan kapsul dengan dosis masing-masing 100 mg. Diberikan kapsul pada 20 pasien dislipidemia dengan dosis 3 x 1 kapsul tiap hari. Dilakukan pengukuran kadar ureum dan kreatinin serta perhitungan kreatinin klirens pasien pada hari 0, hari ke-14 dan hari ke-28.

Hasil karakterisasi herba sambiloto dan daun salam memenuhi persyaratan monografi yang tertera pada Materia Medika Indonesia. Evaluasi sediaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam ini memenuhi persyaratan yang terdapat pada Farmakope Indonesia Edisi III. Hasil uji klinis pendahuluan pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam tidak memberikan pengaruh terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.

(7)

PRELIMINARY CLINICAL TRIALS OF ADMINISTRATION EFFECT ON CAPSULE COMBINATION OF BITTER HERBS

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) AND BAY LEAVES

(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) EXTRACT TO

KIDNEY FUNCTION OF DYSLIPIDEMIA PATIENTS

ABSTRACT

Indonesia has many plants to cure diseases, and among them are bitter herbs and bay leaves used to cure dyslipidemia. Study of safety using this plants should do in aim to developed traditional drugs, one of safety study is assesment of kidney function. This research was intended to find out the effect on capsule combination of bitter herbs and bay leaves extracts to kidney function of dyslipidemia patients.

Steps of this research are collected of material, characterization of simplex, made of extracts, formulated into capsule design and preliminary clinical trials with the one group pretest-postest design. Bitter herbs extracts and bay leaves extracts formulated into capsule design that each of dosage is 100 mg. Capsules were given to 20 patients at a dose of 3 x 1 capsule daily. Observation of ureum, creatinine and clearance creatinine levels of dyslipidemia patients and recorded third, day 0, day 14th and day 28th.

Characterization results of bitter herbs and bay leaves similar to the requirements of Materia Medika Indonesia monograph. Evaluation of capsule combination of bitter herbs and bay leaves extracts similar to the requirements of Farmakope Indonesia Third Edition. Result of preliminary clinical trials of administration on capsule combination of bitter herbs and bay leaves extracts has no effect to kidney function of dyslipidemia patients.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT .. ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Sambiloto ... 6

2.1.2 Daun salam ... 8

(9)

2.3 Uji Klinis ... 11

2.4 Dislipidemia ... 13

2.4.1 Kolesterol ... 14

2.4.2 LDL ... 15

2.4.3 HDL ... …... 15

2.4.4 Trigliserida ... ..…... 15

2.4.5 Terapi dislipidemia ... ..…... 15

2.5 Ginjal ... 18

2.5.1 Anatomi ginjal ... 18

2.5.2 Fungsi ginjal ... 19

2.6 Pemeriksaan Fungsi Ginjal ... 19

2.6.1 Ureum ... 20

2.6.2 Kreatinin ... …... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan ... 23

3.1.1 Alat-alat yang digunakan ... 23

3.1.2 Bahan-bahan yang digunakan ... 23

3.2 Penyiapan Bahan Tanaman ... 24

3.2.1 Pengambilan dan pengumpulan bahan tanaman ... 24

3.2.2 Identifikasi tanaman ... 24

3.2.3 Pengolahan bahan tanaman ... 24

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 25

3.3.1 Pemeriksaan makroskopik ... 25

(10)

3.3.3 Penetapan kadar air ... …... 25

3.3.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... ..…... 26

3.3.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 26

3.3.6 Penetapan kadar abu .. ... …... 27

3.3.8 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam .... 27

3.4 Pembuatan Ekstrak ... 27

3.4.1 Pembuatan ekstrak herba sambiloto ... ..…... 27

3.4.2 Pembuatan ekstrak daun salam ... 28

3.5 Pembuatan Sediaan ... 28

3.5.1 Formula kapsul ... 28

3.5.2 Cara pembuatan sediaan kapsul ... 29

3.5.3 Evaluasi sediaan kapsul ... . 29

3.6 Uji Klinis Pendahuluan ... 30

3.6.1 Tempat penelitian ... 30

3.6.2 Waktu penelitian ... 30

3.6.3 Desain penelitian ... …... 30

3.6.4 Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ... ..…... 30

3.6.5 Teknik pengambilan subyek penelitian ... 31

3.6.6 Jumlah subyek penelitian ... ... 31

3.6.7 Pemberian sediaan uji kapsul ... ... 32

3.6.8 Tahapan dan cara kerja uji klinis pendahuluan ... 32

3.6.9 Tindakan keamanan ... ..…... 32

3.7 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ... 33

(11)

3.9 Analisis Data ... ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

a.1 Hasil Identifikasi Tanaman ... 34

a.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 34

a.3 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia Herba Sambiloto dan Daun Salam ... 36

4.4 Hasil Formulasi dan Evaluasi Kapsul ... 37

4.4.1 Hasil formulasi kapsul ... .. 37

4.4.2 Hasil evaluasi kapsul ... 38

4.5 Hasil Uji Klinis ... 38

4.6 Hasil Pengukuran Kadar Ureum dan Kreatinin Serta Perhitungan Kreatinin Klirens Pasien Dislipidemia ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Interpretasi kadar profil lipid ... ... 14

4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia herba sambiloto 35

4.2 Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia daun salam .... 35

4.3 Hasil data dasar pasien dislipidemia ... ... 40

4.4 Hasil pengukuran kadar ureum dan kreatinin serta kreatinin

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... ... 5

4.1 Grafik hasil pengukuran kadar ureum rata-rata dari 20 orang pasien dislipidemia pada hari ke 0, 14 dan 28 ... ... 43

4.2 Grafik hasil pengukuran kadar kreatinin rata-rata dari 20 orang pasien dislipidemia pada hari ke 0, 14 dan 28 ... ... 43

4.3 Grafik hasil perhitungan kadar kreatinin klirens rata-rata dari 20

orang pasien dislipidemia pada hari ke 0, 14 dan 28 ... .. 44

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil identifikasi tanaman ... 52

2. Gambar tanaman dan herba sambiloto ... 53

3. Gambar tanaman dan daun salam ... 54

4. Ganbar serbuk simplisia herba sambiloto dan daun salam 55 5. Gambar mikroskopik daun sambiloto ... 56

6. Gambar mikroskopik daun salam ... 58

7. Perhitungan karakterisasi serbuk simplisia herba sambiloto 60 8. Perhitungan karakterisasi serbuk simplisia daun salam .... 63

9. Konversi dosis ... ... 67

10. Hasil evaluasi kapsul ... .... 68

11. Data kuesioner pasien dislipidemia ... 69

12. Data frekuensi makan pasien dislipidemia ... . 70

13. Data pemeriksaan vital sign pasien dislipidemia ... ... 72

14. Data profil lipid pasien dislipidemia ... 73

15. Hasil pengukuran kadar ureum pasien dislipidemia ... . 74

16. Hasil uji analisis statistik kadar ureum ...…... 75

17. Hasil pengukuran kadar kreatinin pasien dislipidemia .. .... 76

18. Hasil uji analisis statistik kadar kreatinin ... 77

19. Hasil perhitungan kadar kreatinin klirens pasien dislipidemia ... 78

20. Hasil uji analisis statistik kadar kreatinin klirens ... .. 79

21. Surat izin komisi etik (ethical clearance) ... 80

(15)

23. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent) 83

24. Contoh lembar kuesioner pasien ... 84

25. Data hasilpemeriksaankadar ureumdankreatininpasien

di Laboratorium Kesehatan Daerah Sumatera Utara ... 88

26. Gambar sediaan kapsul …... 91

(16)

DAFTAR SINGKATAN

CrCl : Creatinine Clearance

HDL : High Density Lipoprotein

HMG Co-A : 3-Hydroxy-3-Methylglutaryl Coenzyme-A

IMT : Indeks Massa Tubuh

LDL : Low Density Lipoprotein

LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

PPAR-α : Peroxysome Proliferator Activated Receptor-Alpha

SGOT : Serum Glutamat Oksaloasetat Transminase

SGPT : Serum Glutamat Piruvat Transminase

TG : Trigliserida

(17)

UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN KAPSUL KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) DAN DAUN SALAM

(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) TERHADAP FUNGSI GINJAL

PADA PASIEN DISLIPIDEMIA

ABSTRAK

Indonesia memiliki berbagai macam tanaman yang digunakan untuk mengobati penyakit, diantaranya adalah sambiloto dan salam untuk mengobati dislipidemia. Pemeriksaan keamanan penggunaan obat dari tumbuhan diperlukan untuk pengembangan obat tradisonal, salah satunya adalah pemeriksaan fungsi ginjal yang merupakan organ ekskresi dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.

Tahapan penelitian ini yaitu pengumpulan bahan, pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan kapsul dan uji klinis pendahuluan dengan desain the one group pretest-postest. Ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam dibuat dalam sediaan kapsul dengan dosis masing-masing 100 mg. Diberikan kapsul pada 20 pasien dislipidemia dengan dosis 3 x 1 kapsul tiap hari. Dilakukan pengukuran kadar ureum dan kreatinin serta perhitungan kreatinin klirens pasien pada hari 0, hari ke-14 dan hari ke-28.

Hasil karakterisasi herba sambiloto dan daun salam memenuhi persyaratan monografi yang tertera pada Materia Medika Indonesia. Evaluasi sediaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam ini memenuhi persyaratan yang terdapat pada Farmakope Indonesia Edisi III. Hasil uji klinis pendahuluan pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam tidak memberikan pengaruh terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.

(18)

PRELIMINARY CLINICAL TRIALS OF ADMINISTRATION EFFECT ON CAPSULE COMBINATION OF BITTER HERBS

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) AND BAY LEAVES

(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) EXTRACT TO

KIDNEY FUNCTION OF DYSLIPIDEMIA PATIENTS

ABSTRACT

Indonesia has many plants to cure diseases, and among them are bitter herbs and bay leaves used to cure dyslipidemia. Study of safety using this plants should do in aim to developed traditional drugs, one of safety study is assesment of kidney function. This research was intended to find out the effect on capsule combination of bitter herbs and bay leaves extracts to kidney function of dyslipidemia patients.

Steps of this research are collected of material, characterization of simplex, made of extracts, formulated into capsule design and preliminary clinical trials with the one group pretest-postest design. Bitter herbs extracts and bay leaves extracts formulated into capsule design that each of dosage is 100 mg. Capsules were given to 20 patients at a dose of 3 x 1 capsule daily. Observation of ureum, creatinine and clearance creatinine levels of dyslipidemia patients and recorded third, day 0, day 14th and day 28th.

Characterization results of bitter herbs and bay leaves similar to the requirements of Materia Medika Indonesia monograph. Evaluation of capsule combination of bitter herbs and bay leaves extracts similar to the requirements of Farmakope Indonesia Third Edition. Result of preliminary clinical trials of administration on capsule combination of bitter herbs and bay leaves extracts has no effect to kidney function of dyslipidemia patients.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dislipidemia merupakan perubahan-perubahan dalam profil lipid yang

terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan

High Density Lipoprotein (HDL). Pengelolaan dislipidemia sangat berguna untuk

menghindari terjadinya aterosklerosis (Brashers, 2008). Aterosklerosis merupakan

salah satu penyebab penyakit kardiovaskuler. Data WHO pada tahun 2008

menunjukkan lebih dari tujuh belas juta kematian di dunia disebabkan oleh

penyakit kardiovaskuler (WHO, 2011).

Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman

berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah

kesehatan. Salah satu tanaman yang telah digunakan oleh masyarakat adalah daun

salam. Secara empiris, air rebusan daun salam berguna untuk menurunkan kadar

kolesterol (Hariana, 2011).

Masyarakat Indonesia juga telah mengenal sambiloto sebagai bahan obat

tradisional yang mempunyai sifat hepatoprotektif, antiinflamasi, antipiretik atau

meredakan demam. Seluruh bagian tumbuhan sambiloto mengandung zat

berkhasiat yaitu andrografolida sehingga umunya digunakan dalam bentuk herba

(Achmad, dkk., 2008). Penelitian yang telah dilakukan oleh Fatmawati (2008),

dilaporkan bahwa ekstrak etanol daun sambiloto dapat menurunkan kadar

kolesterol total, LDL dan trigliserida serta meningkatkan kadar HDL pada tikus.

(20)

bentuk kombinasi beberapa bahan yang dimaksudkan untuk mendapatkan efek

pengobatan lebih baik serta memberi rasa dan bau yang menyenangkan

(Suharmiarti, 2011). Hasil uji praklinik yang telah dilakukan terhadap kombinasi

ekstrak herba sambiloto dan daun salam dengan dosis masing-masing 50 mg/kg

BB memiliki efek penurunan kadar kolesterol dan trigliserida secara sinergis

(Dinkes Sumut, 2007).

Hasil uji toksiksitas akut dari herba sambiloto yang diberikan secara per

oral pada hewan uji diperoleh LD50 sebesar 27,538 g/kg BB. Menurut kriteria

Gleason MN, nilai ini dapat dikategorikan sebagai practically non toxic. Hasil uji

aktivitas SGOT, SGPT dan kadar kreatinin pada serum hewan uji setelah

pemberian selama dua bulan dengan dosis sampai 5 x dosis lazim tidak

menunjukkan adanya perbedaan bermakna. Penelitian yang lain pada kelinci yang

diberikan 1g/kg BB isolat andrografolida secara oral selama 7 hari tidak

memberikan efek yang berbahaya pada fungsi hati dan ginjal kelinci. (BPOM,

2010).

Hasil uji toksiksitas akut kombinasi ekstrak etanol campuran (1:1) herba

sambiloto dan daun salam yang diberikan pada mencit menghasilkan nilai LD50

sebesar 19,473 g/kg BB. Hasil uji toksiksitas subkronis pada tikus yang diberikan

kombinasi ekstrak ini secara per oral selama dua bulan menunjukkan tidak adanya

perbedaan yang signifikan terhadap kadar SGOT, SGPT dan kreatinin (Rahman,

2003). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi ini aman digunakan

dan dapat dilanjutkan ke tahap uji klinis.

Ginjal memiliki fungsi utama untuk mengeliminasi produk sisa, hasil

(21)

tubuh (Ritter, dkk., 2008). Parameter yang digunakan untuk mengetahui fungsi

ginjal adalah kadar urea dan kreatinin dalam darah. Urea diproduksi didalam hati

yang merupakan hasil dari metabolisme protein. Urea dibawa di dalam darah

menuju ginjal untuk diekskresikan sehingga besarnya kadar urea di dalam darah

dapat menjadi tes awal untuk melihat fungsi ginjal khususnya fungsi

glomerulus.(Wilson, 2008).

Kreatinin merupakan produk produk sisa dari pemecahan kreatin fosfat,

senyawa yang ada di dalam jaringan otot dimana kadar kreatinin dalam darah

umumnya konstan. Adanya gangguan fungsi ginjal akan mengakibatkan

berkurangnya ekskresi dari kreatinin dan urea sehingga kadarnya dalam darah

akan meningkat (Wilson, 2008).

Jadi berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang

pengaruh pemberian ekstrak herba sambiloto dan daun salam dalam sediaan

kapsul terhadap fungsi ginjal yang dapat dilihat dari kadar ureum dan kreatinin

pada pasien dislipidemia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil perumusan masalah yaitu:

a. apakah karakteristik simplisia herba sambiloto dan daun salam sesuai dengan

monografi yang terdapat pada Materia Medika Indonesia.

b. apakah pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam

(22)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas dapat dibuat hipotesis sebagai

berikut:

a. karakteristik simplisia herba sambiloto dan daun salam sesuai dengan

monografi yang terdapat pada Materia Medika Indonesia.

b. pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam tidak

mempunyai pengaruh terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapuntujuan penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui karakteristik simplisia herba sambiloto dan daun salam yang

diteliti.

b. untuk mengetahui pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba

sambiloto dan daun salam terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:

a. dapat mengetahui pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba

sambiloto dan daun salam terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.

(23)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian dilakukan dengan kerangka pikir sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

Uraian tanaman meliputi: sistematika tanaman, nama lain, morfologi

tanaman, kandungan kimia dan khasiat tanaman.

2.1.1 Sambiloto

2.1.1.1 Sistematika tanaman

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Famili : Acanthaceae

Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata Ness (Depkes RIa, 2000).

2.1.1.2 Nama lain

Sumatera: pepaitan (Melayu) Jawa: ki oray, ki peurat, takilo (Sunda), bidara

sadilata, sambilata, takila (Jawa) (Depkes RIb, 1979). Inggris: King of bitter,

creat, greenchiretta, halviva (BPOM RI, 2010).

2.1.1.3 Morfologi tanaman

Sambiloto berupa terna tumbuh tegak dan tinggi 40 cm sampai 90 cm,

percabangan banyak dengan letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat

(25)

agak tajam, tepi daun rata, panjang 3 cm sampai 12 cm dan lebar 1 cm sampai 3

cm, panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm, daun bagian atas bentuknya

seperti daun pelindung. Perbungaan tegak bercabang-cabang, gagang bunga 3 mm

sampai 7 mm, panjang kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm. Bunga berbibir bentuk

tabung, panjang 6 mm bagian atasnya, ukuran 7 mm sampai 8mm, bibir bunga

bawah lebar berbentuk biji, berwarna ungu dan panjang 6 mm. Tangkai sari

sempit dan melebar pada bagian pangkal, panjang 6 mm. Buah berbentuk jorong

dengan ujung yang tajam, panjang lebih kurang 2 cm, bila tua akan pecah terbagi

menjadi 4 keping (Depkes RIb, 1979).

2.1.1.4 Kandungan kimia

Senyawa identitas dari sambiloto adalah andrographolide (Depkes RI,

2008). Andrographolide merupakan diterpen lakton yang berasa pahit dan terlihat

sebagai kristal yang tidak berwarna. Analisis dari keseluruhan tumbuhan kering

diantaranya andrographolides; 14-deoxy-11-oxoandrogra- pholide; 14-deoxy-11,

12-didehydroandrographolide–andrographolide D; 14-deoxyandrographolide,

serta kandungan yang tidak pahit, neoandrographolide. Daunnya mengandung

andrographolide dalam jumlah paling banyak (1,0 - 2,39%), sedangkan biji

mengandung yang paling sedikit. (Benoy, 2012). Daun sambiloto juga

mengandung saponin, flavonoid dan tanin. (Depkes RIa, 2000).

2.1.1.5 Khasiat tanaman

Berdasarkan hasil penelitian secara praklinis menunjukkan bahwa herba

sambiloto mempunyai aktivitas antibakteri, anti-HIV, imunostimulan, antipiretik,

antidiare, antiinflamasi, antimalaria dan antihepatotoksik. Secara klinis sambiloto

(26)

2.1.2 Daun salam

2.1.2.1 Sistematika tanaman

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Syzygium

Spesies :Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.

Sinonim: Eugenia polyantha Wight (Depkes RIa, 2000).

2.1.2.2 Nama lain

Sumatera: maselangan, ubar serai (Melayu), Jawa: kastolan (kangean)

(Depkes RI, 1980). Inggris: bay leaf.

2.1.2.3 Morfologi tanaman

Pohon salam bertajuk rimbun dan memiliki tinggi sampai 25 m. Daun bila

diremas berbau harum, berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur

sungsang, pangkal lancip sedangkan ujung lancip sampai tumpul, panjang 5 cm

sampai 15 cm, lebar 35 mm sampai 65 mm; terdapat 6 sampai 10 urat daun lateral,

panjang tangkai daun 5 mm sampai 12 mm. Perbungaan berupa malai, keluar dari

ranting, berbau harum. Bila musim berbunga pohon akan dipenuhi oleh

bunga-bunganya. Kelopak bunga berbentuk cangkir yang lebar, ukuran lebih kurang 1

mm. Mahkota bunga berwarna putih, panjang 2,5 mm sampai 3,5 mm. Benang

(27)

lembayung. Buah buni, berwarna merah gelap, bentuk bulat dengan garis tengah 8

mm sampai 9 mm, pada bagian tepi berakar lembaga yang sangat pendek (Depkes

RI, 1980).

2.1.2.4 Kandungan kimia

Senyawa identitas dari salam adalah kuersitrin (Depkes RI, 2008).

Kandungan kimia salam antara lain minyak atsiri yang terdiri atas sitral dan

eugenol juga terdapat tanin dan flavonoid (Depkes RI, 1980).

2.1.2.5 Khasiat tanaman

Khasiat daun salam adalah untuk mengatasi asam urat, kencing manis,

menurunkan kadar kolesterol, melancarkan pembuluh darah, radang lambung,

diare, mabuk alkohol dan gatal-gatal (Agoes, 2010). Hasil uji praklinis yang telah

dilakukan Prahastuti, dkk., (2011) dengan menggunakan tikus jantan galur Wistar

sebanyak 25 ekor yang dibagi dalam 5 kelompok. Tikus diinduksi diet tinggi

lemak selama 2 minggu, dilanjutkan dengan pemberian infusa daun salam

konsentrasi 5%, 10%, 20% dan simvastatin selama 2 minggu. Hasil penelitian

menunjukkan pemberian daun salam konsentrasi 5%, 10% dan 20% menurunkan

kadar kolesterol total secara bermakna (p<0,05) bila dibandingkan dengan kontrol

negatif. Ketiga dosis daun salam mempunyai efek yang sama (p>0,05) dalam

menurunkan kadar kolesterol total darah tikus yang diinduksi diet tinggi lemak

dan potensinya setara dengan simvastatin (p>0,05).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

(28)

RIb, 2000). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya

matahari langsung (Depkes RIa, 1979)

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi

dengan menggunakan pelarut yaitu:

1. Cara dingin

a. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur ruangan

(kamar). Maserasi yang dilakukan dengan pengadukan kontiniu

(terus-menerus) disebut dengan maserasi kinetik. Remaserasi berarti dilakukan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat

pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses

perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara,

tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus

sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan.

2. Cara panas

a. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut pada temperatur

titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Soxhlet adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu

(29)

ekstraksi kontiniu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin

balik.

c. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontiniu pada

temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar) , yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40 - 50oC.

d. Infudansi adalah proses penyarian dengan pelarut air pada temperatur 90oC

selama waktu tertentu (15 - 20 menit).

e. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pa da

temperatur 90oC selama 30 menit

2.3 Uji Klinis

Uji klinis merupakan penelitian eksperimental terencana yang dilakukan

pada manusia. Peneliti memberikan perlakuan atau intervensi pada manusia,

kemudian efek perlakuan tersebut diukur dan dianalisis. Uji klinis bervariasi dari

uji efektivitas obat sederhana yang hanya melibatkan beberapa puluh pasien dan

dapat dilaksanakan satu peneliti hingga uji klinis multisenter yang memiliki

organisasi yang rumit, jumlah peserta dan peneliti yang banyak, sistem infor masi

dan manajemen yang kompleks (Sastroasmoro, 2011). Uji klinis ini dilakukan

baik untuk pengembangan obat sintetik maupun obat herbal.

Tujuan dilakukannya uji klinis pada obat herbal antara lain:

a. Pembuktian secara ilmiah kemanfaatan sediaan herbal sesuai dengan indikasi

yang akan menjadi fitofarmaka.

b. Pembuktian secara ilmiah keamanan dan kemanfaatan pengobatan tradisional

(30)

menunjukkan adanya kemanfaatan berdasarkan observasi klinik.

c. Pengembangan tanaman obat yang mengarah pada pengembangan zat kimia

baru sebagai bahan obat (Dirjen Bina Kesmas, 2004).

Uji klinis ramuan atau tanaman obat yang akan dikembangkan sebagai

produk obat tradisional membutuhkan beberapa persyaratan diantaranya:

a. Data keamanan, meliputi toksiksitas akut, toksiksitas subkronik dan toksiksitas

khusus bila diperlukan.

b. Data manfaat/ khasiat praklinis.

c. Teknologi formulasi sederhana untuk pembuatan formulasi.

d. Menentukan zat identitas, zat aktif atau finger print sehingga dapat dibuat jadi

produk obat terstandar.

Uji klinis obat tradisional pada pengobatan tradisional dibedakan menjadi

uji klinis terhadap praktek yang sudah ada dan telah menunjukkan kemanfaatan

berdasarkan hasil observasi klinis dan uji klinis untuk menetapkan intervensi

klinis baru. Uji klinis intervensi baru, harus mengikuti tahapan seperti obat baru

yang didahului dengan data praklinis, teknik formulasi, uji klinis fase I, II dan III,

sedangkan untuk uji klinis pengobatan tradisional yang kemanfaatannya sudah

ditunjukkan dengan observasi klinik dapat dilanjutkan dengan uji klinis skala kecil

dan kriteria klinis lebih ketat, seperti pada fase II atau III (Dirjen Bina Kesmas,

2004).

Uji klinis terdiri dari 4 fase yaitu:

Fase I : Pengujian pada suatu obat baru yang baru pertama kali digunakan

untuk menilai keamanan dan tolerabilitas obat pada sukarelawan sehat.

(31)

Fase IIA : Pengujian pada pasien dalam jumlah terbatas dan tanpa

pembanding (kontrol)

Fase IIB : Pengujian dilakukan pada pasien dengan membandingkannya dengan

plasebo atau obat standar (kontrol).

Fase III : Pengujian pada fase ini dilakukan dengan mengevaluasi obat

dibandingkan dengan obat standar dengan desain uji klinis acak

terkontrol, multisenter dan jumlah subyek yang diikutsertakan pada

fase ini minimal 500 orang.

Fase IV : Pengujian yang dilakukan pasca pemasaran, untuk mengamati efek

samping yang jarang atau lambat timbulnya (Setiawati, dkk., 2007).

2.4 Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan

peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid

tersebut adalah kenaikan kadar kolesterol total, TG, LDL serta penurunan kadar

HDL. Semua fraksi lipid ini mempunyai peran penting dalam proses terjadinya

aterosklerosis (Santoso, dkk., 2009).

Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang terdapat dalam

membran sel dan merupakan prekursor asam empedu dan hormon steroid.

Kolesterol dalam peredaran darah terikat pada lipoprotein. Terdapat 2 macam

lipoprotein utama yaitu HDL yang dikenal dengan kolesterol baik dan LDL yang

dikenal dengan kolesterol jahat. Komponen lemak lain adalah trigliserida yang

disimpan dalam jaringan lemak dan dalam darah. Kolesterol total mengandung 60

(32)

National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEP ATP III)

tahun 2001 membuat suatu batasan kadar profil lipid plasma yang sampai saat ini

masih digunakan.

Tabel 2.1 Interpretasi kadar profil lipid

Profil Lipid Satuan Interpretasi

Kolesterol total

Kolesterol merupakan senyawa yang mempunyai fungsi penting dalam

tubuh kita. Kolesterol ditemukan di seluruh sel tubuh kita, dimana berfunsi

sebagai komonen penyusun membran sel. Kolesterol juga digunakan oleh tubuh

untuk pembuatan berbagai hormon, terutama hormon estrogen dan testosteron,

namun juga digunakan untuk hormon adrenal sepertil kortisol dan aldosteron.

Tubuh juga menggunakan kolesterol untuk membuat vitamin D. Kadar kolesterol

dalam darah yang direkomendasikan adalah dibawah 200 mg/dl. Berbeda dengan

fungsinya pada saat kadar kolesterol normal, semakin tinggi kadar kolesterol

(33)

2.4.2 Low Density Lipoprotein (LDL)

LDL mengandung kolesterol ester yang dominan dalam intinya tetapi kadar

trigliserida hanya kurang dari 10%. Waktu paruh LDL sekitar 2 - 3 hari. Jika diet

banyak mengandung lemak atau kolesterol maka konsentrasi LDL plasma

meningkat sehingga mempunyai masa edar yang lebih lama di dalam plasma dan

menjadi lebih mudah teroksidasi. LDL yang teroksidasi akan ditangkap oleh

scavenger reseptor-A di makrofag dan membentuk sel busa (plak aterosklerosis).

Peningkatan LDL secara epidemiologi telah terbukti bersifat aterogenik (Santoso,

dkk., 2009).

2.4.3 High Density Lipoprotein (HDL)

HDL berfungsi sebagai protektif terhadap aterosklerosis melalui

mekanisme “transpor kolesterol balik (reverse cholesterol transport)”. HDL

mengambil kolesterol dari plak aterosklerosis (jaringan lainnya) dan mengangkut

ke jaringan hati untuk dikatabolisme dan disekresi sebagai asam empedu (Santoso,

dkk., 2009).

2.4.4 Trigliserida

Trigliserida disintesis di dalam hati dari asam lemak, protein dan glukosa.

Trigliserida disimpan dalam jaringan adiposa dan otot. Kadar trigliserida sering

digunakan untuk memprediksi keseimbangan asupan lemak dan metabolisme

lemak. Ini merupakan salah satu aspek untuk mengevaluasi faktor resiko penyakit

koroner. Tingginya nilai trigliserida sering dihubungkan dengan tingginya resiko

penyakit jantung dan stroke (Wilson, 2008).

2.4.5 Terapi dislipidemia

(34)

2.4.5.1 Terapi non farmakologi

a. Terapi diet

Terapi diet bertujuan untuk mengoptimalkan kadar lipid dengan cara

menjaga keseimbangan diet. Terapi diet dapat menurunkan kolesterol total sebesar

10 - 15%. Asupan makanan yang tinggi kandungan kolesterol harus diturunkan.

Asupan lemak jenuh dan asam lemak trans meningkatkan kadar LDL.

b. Pengurangan berat badan

Pengurangan berat badan dikhususkan pada pasien kelebihan berat badan

dan obesitas dengan sindrom metabolik. Penurunan berat badan membantu

menurunkan trigliserida dan meningkat HDL.

c. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem

penunjangnya serta merupakan bagian dari usaha menjaga kebugaran, termasuk

kesehatan jantung dan pembuluh darah. Mereka yang aktif memiliki kemungkinan

yang rendah untuk terkena penyakit kardiovaskuler termasuk diantaranya

dislipidemia (Lindarto, 2014).

2.4.5.2 Terapi farmakologi

Saat ini sudah terdapat lima jenis obat untuk terapi dislipidemia, yaitu

golongan statin, resin, turunan asam fibrat, asam nikotinat dan ezetimibe.

a. Statin (HMG-CoA reductase inhibitor)

Statin merupakan senyawa yang paling efektif dan paling baik toleransinya

untuk mengobati dislipidemia. Obat ini bekerja menghambat enzim HMG-CoA

reduktase yaitu suatu enzim yang mengkatalis tahap awal biosintesis kolesterol.

(35)

b. Resin

Resin merupakan obat hipolipidemia yang mungkin paling aman karena

tidak diabsorpsi saluran cerna. Resin bekerja dengan cara mengikat asam empedu

dalam saluran cerna di usus halus dan asam empedu yang terikat dieksresi dalam

feses. Dengan demikian asam empedu yang kembali ke hati akan menurun, hal ini

akan memacu hati memecahkan kolesterol lebih banyak untuk menghasilkan asam

empedu yang dikeluarkan ke usus (Mahley, 2012).

c. Turunan asam fibrat

Fibrat merupakan agonis dari peroxysome proliferator activated

receptor-alpha (PPAR-α). Fibrat merupakan obat yang efektif untuk menurunkan kadar

trigliserida serta meningkatkan pembersihan kolesterol VLDL di hati. Fibrat

menurunkan trigliserida melalui stimulasi oksidasi asam lemak yang diperantarai

oleh PPAR-α, meningkatkan sintesis lipoprotein lipase dan menurunkan apoC-III

di hati yang berfungsi sebagai inhibitor proses lipolisis sehingga dapat

meningkatkan bersihan VLDL (Mahley, 2012).

4. Asam nikotinat (Niasin)

Asam nikotinat termasuk obat-obat pertama yang digunakan untuk

mengobati dislipidemia. Obat ini meningkatkan kadar kolesterol HDL dan

menurunkan kadar trigliserida. Kerja utama asam nikotinat adalah menghambat

mobilisasi asam lemak bebas sehingga mengakibatkan berkurangnya sintesis

trigliserida dan sekresi kolesterol VLDL oleh hati (Santoso, dkk., 2009).

5. Ezetimibe

Ezetimibe bekerja dengan menghalangi penyerapan kolesterol di dalam

(36)

meningkatkan ekskresi asam empedu namun secara tidak langsung akan

mengurangi kolesterol hati dan meningkatkan bersihan kolesterol dari darah

(Santoso, dkk., 2009).

2.5 Ginjal

2.5.1 Anatomi ginjal

Ginjal terletak pada dinding posterium abdomen, di sebelah kanan dan kiri

tulang belakang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri karena hati menduduki

ruang lebih banyak disebelah kanan. Setiap ginjal panjangnya 6 cm sampai 7,5 cm

dan tebal 1,5 cm sampai 2,5 cm. Berat ginjal pada orang dewasa kira-kira 140 g

(Pearce, 2008). Setiap ginjal terdiri atas sekitar satu juta unit fungsional yang

disebut nefron. Setiap nefron berawal sebagai suatu berkas kapiler yang disebut

glomerulus lalu tubulus nefron yang yang melengkung dan berkelok-kelok

(Corwin, 2009).

Setiap ginjal secara anatomis dibedakan menjadi bagian korteks di sebelah

luar yang mengandung semua kapiler glomerulus dan sebagian segmen tubulus

pendek dan bagian medula di sebelah dalam tempat sebagian besar segmen

tubulus berada. Perkembangan segmen-segmen tubulus dari glomerulus ke

tubulus proksimal, kemudian sampai di tubulus distal dan akhirnya hingga ke

duktus pengumpul. Duktus pengumpul besar terletak di papila, bagian terdalam

ginjal yaitu medula ginjal. Duktus pengumpul besar mengalir menuju daerah

aliran pusat yang disebut pelvis ginjal dan dari sini terus mengalir ke ureter. Ureter

(37)

2.5.2 Fungsi ginjal

Fungsi utama dari ginjal adalah mengeliminasi produk sisa baik itu dari

metabolisme endogen maupun metabolisme xenobiotik. Ginjal juga memegang

peranan penting didalam regulasi homeostasis tubuh, mengatur jumlah cairan

ekstraseluler dan keseimbangan elektrolit. (Hodgson, 2004).

Darah masuk ke dalam ginjal manusia melalui arteri renal. Aliran darah ke

dalam ginjal orang dewasa sekitar 1L/menit. Ginjal orang dewasa mengandung

sekitar satu juta unit fungsional yang disebut nefron, dimana darah masuk untuk

membuang zat yang tidak berguna didalamnya. Zat-zat yang terkumpul kemudian

diekskresikan dari tubuh melalui urin. Darah memasuki nefron melalui sebuah

jaringan kapiler khusus yang disebut glomerulus. Kapiler ini memiliki pori-pori

yang dilewati oleh zat yang akan dieliminasi dari cairan darah. Filtrat

dikumpulkan dalam glomerular (atau kapsula Bowman's) dimana glomerulus

terdapat didalamnya. Filtrat ini terdiri dari air, ion, molekul-molekul kecil seperti

glukosa, asam amino, dan zat kimia asing. Molekul besar seperti protein dan sel

tidak difiltrasi dan tertahan didalam darah. (Leblanc, 2004).

2.6 Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Fungsi pemeriksaan faal ginjal antara lain:

4. Untuk mengidentifikasi adanya gangguan fungsi ginjal

5. Untuk mendiagnosa penyakit ginjal

6. Untuk memantau perkembangan penyakit

7. Untuk memantau respon terapi

(38)

Pemeriksaan fungsi ginjal dilakukan dengan melihat perkiraan laju filtrasi

glomerulus (LFG). LFG tidak dapat dihitung secara langsung, namun dengan

menggunakan urinary clearance dari suatu zat penanda. Klirens dari suatu zat

penanda dapat didefenisikan sebagai banyaknya jumlah zat penanda yang

dikeluarkan per unit satuan waktu.

Zat penanda yang biasa digunakan adalah kreatinin serum. Perhitungan

LFG dari kreatinin serum dapat diperkirakan persamaan yang menggunakan umur,

jenis kelamin, ras dan berat badan.

a. Formula Cockroft-Gault

(140 - umur) x bb (kg) kreatinin serum x 72

Nilai kreatinin klirens untuk wanita dikalikan dengan 0,85 dengan

mengasumsikan bahwa massa otot wanita 15% lebih rendah.

b. Persamaan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD Equation)

GFR (ml/menit/1.73 m2) = 175 × sCr(mg/dl)−1.154 × (umur)−0.203 × 0.742 (jika wanita) × 1.21 (jika berkulit gelap).

Urea serum yang memiliki keterbatasan nilai sebagai penentu LFG karena

banyak dipengaruhi oleh faktor non-LFG. Cystatin C merupakan 122-asam amino.

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan serum Cystatin C lebih

akurat dalam perhitungan LFG dibandingkan dengan kreatinin karena tidak

dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, ras dan berat badan (Johnson, dkk.,

2009).

2.6.1 Ureum

Urea merupakan metabolit utama dari pemecahan protein makanan dan

(39)

diubah menjadi peptida dan asam amino di dalam saluran cerna, lebih dari 90%

diabsorpsi dan dibawa ke hati. Asam amino kemudian mengalami deaminasi dan

transaminase di dalam hati lalu masuk kedalam siklus urea dan diubah menjadi

urea (Hosten, 1990).

Urea diekskresikan melalui saluran cerna, paru-paru dan kulit, serta

kemungkinan diekskresikan melalui keringat di saat berolahraga hanyalah

sebagian kecil (kurang dari 0,5 g/hari). Sebagian besar dari urea, sekitar 10 gram

tiap hari diekskresikan melalui ginjal, ketika laju alir urin yang tinggi sekitar 40%

di reabsorpsi namun ketika laju urin yang rendah reabsorsi dapat meningkat

hingga 60%. Reabsorpsi ini juga dipengaruhi antidiuretik hormon, penurunan

aliran plasma, gagal jantung kongestif dan penurunan filtrasi glomerulus (Hosten,

1990).

Konsentrasi urea plasma menunjukkan keseimbangan antara produksi dan

eliminasi urea. Plasma urea merupakan parameter kasar dalam menilai fungsi

ginjal. Sebagai uji skrining untuk melihat kerusakan ginjal sebaiknya dilakukan

bersama pemeriksaan konsentrasi kreatinin. Faktor-faktor yang meningkatkan

kadar urea antara lain: kerusakan LFG, pemasukan protein yang tinggi,

pendarahan pada saluran cerna, penurunan laju urin, dehidrasi dan obat-obatan

steroid (Sweny, 1988).

2.6.2 Kreatinin

Sama seperti urea, konsentrasi kreatinin plasma menunjukkan

keseimbangan antara ekskresi dan produksi. Produksi dari kreatinin sebagian

besar dipengaruhi oleh massa otot. Produksi kreatinin pada umumnya lebih

(40)

kurang dipengaruhi oleh asupan makanan namun dengan banyaknya asupan

daging, kreatinin plasma mungkin meningkat. Faktor-faktor yang meningkatkan

kadar kreatinin antara lain: kerusakan LFG, peningkatan massa otot, kerusakan

otot akut (Sweny, 1988).

Kadar kreatinin dapat digunakan untuk menghitung kreatinin klirens yang

dapat digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG). Formula

Cockcroft- Gault merupakan salah satu cara yang direkomendasikan untuk

menghitung besarnya kreatinin klirens. Formula Cockcroft- Gault yaitu:

(140 - umur) x BB (kg) kreatinin serum x 72

Nilai kreatinin klirens untuk wanita dikalikan dengan 0,85 (Hosten, 1990).

Kadar normal klirens kreatinin untuk laki-laki sebesar 95 - 135 ml/menit

(0,9 - 1,3 ml/detik SI unit) dan wanita sebesar 85 - 125 ml/menit (0,8 - 1,2

ml/detik SI unit). Wanita hamil akan mengalami kenaikan kadar klirens kreatinin

sedangkan pada usia lanjut atau anak-anak kadar klirens kreatinin ini lebih rendah

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan uji klinis terbuka (open trial) dengan desain the

one group pretest-postest. Tahapan penelitian meliputi identifikasi sampel,

pengumpulan dan pengolahan sampel, pembuatan simplisia, pemeriksaan

karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, penguapan ekstrak, pembuatan

sediaan kapsul ekstrak, uji klinis pendahuluan efek kapsul kombinasi terhadap

perubahan kadar ureum, kreatinin dan kreatinin klirens serta analisis data hasil

penelitian dengan program SPSS 17.

3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan

3.1.1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas

(Pyrex), alat pengukur kolesterol (Easy Touch), alat pengukur tekanan darah

(Omron HEM-7111), alat pengisi kapsul, blender (Panasonic), blood lancet

(GEA Medical), cawan beralas datar, krus porselin, lemari pengering, lumpang

dan stamfer, microtoise stature meter (General Care), mikroskop (Olympus),

neraca kasar (Ohaus), neraca analitik (Vibra AJ), oven (Memmert), plasterin dan

ikatan pembendungan (Torniquet), rotary evaporator (Haake D), seperangkat alat

destilasi untuk penentuan kadar air (Boeco), spuit (Terumo), tanur (Nabertherm),

test strip (Easy Touch), timbangan berat badan (GEA® Medical).

3.1.2 Bahan-bahan yang digunakan

(42)

daun salam serta bahan-bahan kimia. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam

penelitian adalah akuades, amilum maidis, amilum manihot, asam klorida,

cangkang kapsul, etanol 96%, etanol 70 %, etanol 50%, kloralhidrat, kloroform,

laktosa, toluen.

3.2 Penyiapan Bahan Tanaman

Penyiapan bahan tanaman meliputi pengambilan bahan tanaman,

identifikasi tanaman dan pengolahan bahan tanaman.

3.2.1 Pengambilan dan pengumulan bahan tanaman

Metode pengambilan bahan dilakukan secara purposif tanpa

membandingkan dengan bahan yang sama dari daerah lain. Herba sambiloto

diperoleh dari Desa Blang Mirah, Kota Bireun, Provinsi Aceh dan daun salam

diperoleh dari Pancur Batu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Provinsi

Sumatera Utara.

3.2.2 Identifikasi tanaman

Identifikasi tanaman dilakukan di “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat penelitian Biologi Bogor.

3.2.3 Pengolahan bahan tanaman

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah herba sambiloto

dan daun salam yang masih segar. Pengolahan bahan diawali dengan pemanenan

bahan tanaman. Sambiloto dan daun salam dipisahkan dari pengotor lain dan

dipilih bagian yang akan digunakan lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan

dan ditimbang. Diperoleh berat basah herba sambiloto 5,12 kg dan daun salam

(43)

pengering secara terpisah sampai herba sambiloto dan daun salam kering. Bahan

tanaman yang telah kering ditimbang dan diperoleh berat kering herba sambiloto

1,23 kg dan daun salam 1,86 kg. Simplisia dihaluskan hingga berbentuk bubuk

kasar.

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan

mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar

sari larut etanol, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam

asam (Depkes RI, 1980).

3.3.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap herba sambiloto dan daun

salam segar dan kering dengan cara mengamati bentuk, bau, warna dan rasa.

3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap herba sambiloto, daun salam

segar dan serbuk simplisia. Sampel segar dan serbuk simplisia ditaburkan diatas

kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca

penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop pada berbagai pembesaran.

3.3.3 Penetapan kadar air

Metode azeotropik (destilasi toluen)

Cara kerja: Toluen sebanyak 200 ml dan air suling 2 ml dimasukkan ke

dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Toluen didinginkan selama 30

menit dan volume air dalam tabung penerima dibaca (WHO, 1998). Labu berisi

(44)

labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen menidih, kecepatan

tetesan diatur 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian

kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air

terdestilasi, bagian dalam pendingin lalu ditambahkan 2 ml air suling, kemudian

alat dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan

dibiarkan. Dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian

tabung penerima dibiarkan dingin pada suhu kamar, setelah air dan toluena

memisah dengan sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih

kedua volume air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung

dalam persen (Depkes RI, 1980).

3.3.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam

dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dilarutkan di dalam 1 L akuades)

dalam labu tersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian

dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan

sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah dipanaskan dan

ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105˚C sampai bobot tetap. Kadar dalam

persensari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(Depkes RI, 1980).

3.3.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam

dalam 100 ml etanol 95% dalam labu tersumbat sambil sesekali dikocok selama 6

jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk

(45)

kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa

dipanaskan pada suhu 105˚C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang

larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes

RI, 1980).

3.3.6 Penetapan kadar abu

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus porselin dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran

dilakukan pada suhu 500 - 600˚C selama 3 jam kemudian didinginkan dan

ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang

telah dikeringkan (Depkes RI, 1980).

3.3.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25

ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,

disaring melalui kertas saring dan dipijar sampai bobot tetap, kemudian

didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung

terhadap bahan yang dikeringkan (Depkes RI, 1980).

3.4 Pembuatan Ekstrak

3.4.1 Pembuatan ekstrak herba sambiloto

Pembuatan ekstrak simplisia herba sambiloto dilakukan dengan cara

perkolasi. Serbuk simplisia herba 900 g dimasukkan kedalam bejana tertutup,

ditambahkan etanol 50% sehingga semua simplisia terendam, aduk -aduk dan

(46)

sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangkan cairan penyari secukupnya sampai

cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari,

tutup perkolator, dibiarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan

kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya

hingga selalu terdapat cairan penyari diatas simplisia. Perkolasi dihentikan jika

500 mg perkolat terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa, selanjutnya ekstrak

cair dipekatkan dengan menggunakan rotavapor sehingga didapat ekstrak kental.

3.4.2 Pembuatan ekstrak daun salam

Pembuatan ekstrak simplisia daun salam dilakukan dengan cara perkolasi.

Serbuk simplisia 900 g dimasukkan kedalam bejana tertutup, ditambahkan etanol

70% sehingga semua simplisia terendam, aduk- aduk dan diamkan selama 3 jam.

Dipindahkan sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali ditekan

hati-hati, tuangkan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas

simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator, dibiarkan selama

24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan

berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan

penyari diatas simplisia. Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat terakhir

diuapkan, tidak meninggalkan sisa, selanjutnya ekstrak cair dipekatkan dengan

menggunakan rotavapor sehingga didapat ekstrak kental.

3.5 Pembuatan Sediaan

3.5.1 Formula kapsul

Setiap kapsul mengandung 100 mg ekstrak herba sambiloto dan 100 mg

(47)

R/ Ekstrak herba sambiloto 100 mg

Ekstrak daun salam 100 mg

Amilum manihot 10 %

Amilum maidis 5 %

Laktosa ad 450 mg

3.5.2 Cara pembuatan sediaan kapsul

a. Pembuatan masa ekstrak herba sambiloto

Dimasukkan sebanyak 200 g ekstrak herba sambiloto ke dalam lumpang

dan digerus, lalu ditambahkan sebagian dari 90 g amilum manihot, lalu digerus,

ditambahkan sebagian dari 45 g amilum maidis, lalu digerus, ditambahkan laktosa

secukupnya. Digerus sampai terbentuk masa yang bisa dikempa.

b. Pembuatan masa ekstrak daun salam

Dimasukkan sebanyak 200 g ekstrak daun salam ke dalam lumpang dan

digerus, lalu ditambahkan sisa amilum manihot, lalu digerus, ditambahkan sisa

amilum maidis, lalu digerus, ditambahkan laktosa sedikit dan digerus.

c. Pencampuran masa ekstrak herba sambiloto dan daun salam

Ditambahkan masa herba sambiloto ke dalam lumpang yang terdapat masa

ekstrak daun salam, lalu digerus, ditambahkan laktosa sampai 900 g. Digerus lalu

diayak, dikeringkan granul dalam oven dengan suhu 30C selama 15 menit.

Dimasukkan kedalam lumpang, ditambahkan sisa laktosa, dihomogenkan,

selanjutnya dimasukkan ke dalam kapsul kosong.

3.5.3 Evaluasi sediaan kapsul

Dilakukan evaluasi sediaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan

daun salam sesuai dengan yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi III yaitu

(48)

Diambil sebanyak 20 kapsul secara acak. Ditimbang 20 kapsul, lalu

ditimbang lagi kapsul satu persatu. Dikeluarkan isi semua kapsul, ditimbang

seluruh bagian cangkang kapsul. Dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata isi

kapsul. Dihitung deviasi dari masing masing isi kapsul terhadap bobot rata-rata isi

kapsul. Syarat: tiap kapsul tidak mempunyai deviasi diatas 7,5% dan setiap dua

kapsul tidak mempunyai deviasi diatas 15% (Depkes RI1, 1979).

3.6 Uji Klinis Pendahuluan

3.6.1 Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan meliputi Kecamatan Medan Sunggal,

Medan Selayang, Medan Maimun dan Percut Sei Tuan.

3.6.2 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan bulan Desember 2014 – Januari 2015.

3.6.3 Desain penelitian

Uji klinis terbuka (open trial) dengan desain the one group pretest-postest.

Pada uji ini dilakukan pemeriksaan terhadap penyakit atau keadaan yang diteliti

sebelum dan sesudah pemberian perlakuan pada subjek (Sastroasmoro, 2011).

3.6.4 Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian

Kriteria inklusi penelitian ini adalah:

a. Pasien laki laki dan perempuan

b. Umur 20 - 60 tahun

c. Pasien menderita dislipidemia

d. Pola makan dan gaya hidup yang kurang baik

(49)

f. Tidak mengkonsumsi obat dislipidemia dalam dua minggu terakhir

g. Bersedia ikut dalam penelitian, mengikuti prosedur penelitian dan menanda

tangani informed consent.

Kriteria ekslusi penelitian ini adalah:

a. Wanita hamil, menyusui, nifas

b. Ada penyakit komplikasi

c. Terbaring di tempat tidur

d. Adanya kebiasaan mengkonsumsi alkohol

e. Tidak teratur menkonsumsi kapsul ekstrak herba sambiloto dan daun salam

f. Tidak mengikuti kontrol selama penelitian (meninggal, pindah alamat,

mengundurkan diri).

3.6.5 Teknik pengambilan subyek penelitian

Teknik pengambilan subyek dalam penelitian ini adalah consecutive

sampling yaitu semua subyek yang memenuhi kriteria (berdasarkan kriteria

inklusi dan eksklusi) dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang

diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2011). Pencarian subyek penelitian dilakukan

dengan melakukan pengumpulan massa serta pencarian dari rumah ke rumah.

Semua subyek diberi penjelasan singkat sebelum diberikan kapsul kombinasi

ekstrak herba sambiloto dan daun salam, selanjutnya bagi subyek yang setuju

mengikuti penelitian menandatangani surat persetujuan mengikuti penelitian.

3.6.6 Jumlah subyek penelitian

Uji klinis pendahuluan ini dimana pertama kalinya formula baru diberikan

pada manusia merupakan uji klinis terbuka dan sederhana, artinya tanpa

(50)

intensif. Total jumlah subyek pada fase ini bervariasi antara 20 - 50 orang

(Setiawati, dkk., 2007), maka pada penelitian ini jumlah subyek yang dibutuhkan

minimal 20 orang pasien dislipidemia.

3.6.7 Pemberian sediaan kapsul uji

Setiap pasien diberikan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan

ekstrak daun salam secara bertahap dengan dosis 3 kali sehari selama 28 hari.

3.6.8 Tahapan dan cara kerja uji klinis pendahuluan

a. Dilakukan pencarian pasien dengan melihat berat badan berlebih serta

wawancara meliputi pola makan, gaya hidup, pemeriksaan kolesterol yang

pernah dilakukan dan riwayat penyakit untuk memperoleh diagnosis dan

mengisi kuesioner penelitian.

b. Pasien akan diperiksa vital sign yang meliputi penimbangan berat badan, tinggi

badan dan pemeriksaan tekanan darah. Dilakukan pengukuran kadar kolesterol

menggunakan alat Easy Touch.

c. Diukur kadar kolesterol total, HDL, LDL, TG, kadar kreatinin dan kadar ureum

sebelum penggunaan (H0) sediaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto

dan daun salam dengan menggunakan metode kolorimetri. Diberikan sediaan

kapsul 3 x sehari selama 28 hari. Diambil darah sebanyak 3 ml pada hari ke-14

dan 28 lalu diukur kembali kadar ureum dan kreatinin menggunakan metode

kolorimetri. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah, Dinas

Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

3.6.9 Tindakan keamanan

Selama pengobatan pasien di follow up terhadap kepatuhan, efek samping,

(51)

komplikasi maka pasien akan dirujuk ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan

perawatan lebih lanjut.

3.7 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Informed consent adalah persetujuan yang diberikan subyek untuk turut

serta dalam penelitian setelah subyek menerima penjelasan dan pengertian tentang

penelitian yang akan dilakukan. Kesediaan sebagai subyek dinyatakan dengan

menandatangani lembar persetujuan (Dirjen Bina Kesmas, 2004).

3.8 Izin Komisi Etik

Ethical clearance merupakan syarat dan bukti bahwa penelitian yang akan

dilaksanakan telah melalui tahap kajian etika, tidak melanggar hak etik dan hak

azazi manusia.. Semua penelitian kesehatan yang mengikutsertakan manusia

sebagai partisipan atau subyek penelitian membutuhkan tahap kajian etik untuk

mendapatkan ethical clearance (Dirjen Bina Kesmas, 2004). Penelitian ini telah

memperoleh ethical clearance yang dikeluarkan oleh Komisi Etik Penelitian

Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.9 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode Paired

(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tanaman

Hasil identifikasi tanaman yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Lembaga Penelitian dan Pengembangan Biologi Bogor,

menunjukkan bahwa tanaman yang diteliti adalah Sambiloto dengan nama ilmiah

Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees, suku Acanthaceae dan Salam dengan

nama ilmiah Syzygium polyanthum (Wight) Walp., suku Myrtaceae.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik herba sambiloto segar baunya khas dan

rasanya sangat pahit. Batang tidak berambut, tebal 2 - 6 mm dan berbentuk

persegi empat. Daun berwarna hijau, berbentuk lanset, panjang 2 - 7 cm, lebar

1 - 3 cm, rapuh, tipis, tidak berambut, ujung daun runcing. Biji agak keras,

permukaan luar berwarna cokelat muda.

Hasil pemeriksaan mikroskopik yang dilakukan terhadap daun sambiloto

segar pada sayatan melintang melalui tulang daun terlihat rambut penutup, sel

epidermis dan sistolit, terdapat juga kolenkim, jaringan pagar, jaringan bunga

karang, berkas pembuluh tipe bikolateral dan epidermis bawah. Sayatan

membujur permukaan daun sambiloto bagian bawah terdapat stomata tipe

bidiasitik, sistolit dan sel kelenjar. Serbuk simplisia herba sambiloto terdapat

fragmen mesofil, sistolit, epidermis bawah, berkas pembuluh dan rambut dari

Gambar

Gambar tanaman dan herba sambiloto  ...................................
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
Tabel 2.1 Interpretasi kadar profil lipid
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Serbuk Simplisia Herba Sambiloto
+5

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul “Isolasi Mikroba Penghasil Antibiotika dari Tanah Tempat Pengolahan Ayam di Jalan Abu Bakar Lambogo, Kota Makassar” yang disusun oleh Sufyan Tsauri, NIM:

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT berkat Rahmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan

Disinilah Allah swt memperlihatkan kekuasaannya sebagai pencipta Alam dan seluruh isinya sehingga bagaimanpun kecerdasan manusia melakukan pengobatan dan rekayasa

Bila sudut pandang hukum materiil yang kita lihat dalam penegakan hukum yang kita bahas, kiranya masing-masing sistem hukum, baik Common Law System maupun Civil Law System,

Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah proses pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan penerapan teknik pecah segi empat dan segitiga ( broken square dan triangle )

Sebaliknya sifat yang memiliki nilai ragam dominan yang lebih besar dari ragam aditif adalah bobot biji kering pipil, bobot tongkol kering panen, tinggi tanaman, panjang tongkol

kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil. 2.) Kunjungan kedua 6 hari pasca

Pada penelitian ini didapatkan responden yang paling sedikit untuk pretest mempunyai pengetahuan kurang dan untuk posttest 1 tidak ada yang mempunyai pengetahuan