VALUASI EKONOMI KEBERADAAN POHON KEHUTANAN
DI ARBORETUM KAMPUS KUALA BEKALA UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA KABUPATEN DELI SERDANG
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh:
SABDA ROSANDI P SITUMORANG 091201140 / MANAJEMEN HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Valuasi Ekonomi Keberadaan Pohon
Kehutanan di Arboretum Kampus Kuala Bekala
Universitas Sumatera Utara Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara
Nama : Sabda Rosandi P Situmorang
NIM : 091201140
Program Studi : Kehutanan
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :
Rahmawaty S.Hut.,M.Si.,Ph.D Yunus Afifuddin, S.Hut., M.Si NIP. 197407212001122001 NIP. 197505252000031003
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kehutanan
NIP.197104162001122001 Siti Latifah, S.Hut., M.Si, Ph. D
ABSTRAK
SABDA ROSANDI P SITUMORANG: Valuasi Nilai Ekonomi Keberadaan Pohon Kehutanan di Arboretum Kampus Kuala Bekala, Universitas Sumatera Utara, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan YUNUS AFIFUDDIN.
Arboretum USU merupakan salah satu tempat bertumbuhnya pohon-pohon yang manfaatnya kurang dirasakan langsung oleh masyarakat. Oleh karena itu, demi memaksimalkan penggunaan potensi lahan meningkatkan kepedulian terhadap kelangsungan sumber daya alam, maka penelitian ini dilakukan untuk menggali lebih dalam kasus menentukan nilai manfaat keberadaan pohon secara ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis valuasi nilai ekonomi dan sebaran pohon-pohon di Arboretum, Kampus Kuala Bekala, Universitas Sumatera Utara serta strategi pengembangan dalam pengelolaan Arboretum Kampus Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara di masa yang akan datang. Penelitian ini dilaksanakan di Arboretum Universitas Sumatera Utara, Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan metode sensus. Parameter yang diamati adalah penilaian ekonomi kayu, penilaian ekonomi air, penilaian ekonomi cadangan karbon dan analisis SWOT .
Hasil penelitian menunjukkan nilai ekonomi total dari Arboretum Universitas Sumatera Utara, Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang dihitung berdasarkan nilai penggunaan langsung yaitu nilai ekonomi kayu dan nilai penggunaan tidak langsung yaitu nilai ekonomi air dan nilai ekonomi cadangan karbon. Strategi pengembangan dalam pengelolaan Arboretum USU adalah meminimalkan masalah internal Arboretum USU agar dapat mencapai peluang.
ABSTRACT
SABDA ROSANDI P SITUMORANG: Economic Valuation of Forest Trees Existence in Arboretum, Kuala Bekala Campus University of Sumatera Utara, Deli Serdang Regency, North Sumatera. Supervised by RAHMAWATY and YUNUS AFIFUDDIN.
USU Arboretum is one of the growth of the trees whose benefits are less beneficial to the people. Therefore, in order to maximize the use of land to increase awareness of the potential viability of natural resources, the research was done to dig deeper into the case of determining the value of economic benefits of trees. This research aimed to determine the economic valuation and analysis of the trees distribution in and also development strategy in the management of Arboretum, Kuala Bekala Campus, University of Sumatera Utara in the future. This research was conducted at Arboretum University of Sumatera Utara, Kuala Bekala, Deli Serdang regency. This research used sensus method. Parameters observed were the economic assessment of wood, water and carbon stocks.
The results showed the total economic value of a Arboretum University of Sumatera Utara, Kuala Bekala, Deli Serdang regency was calculated based on the direct use value is the economic value of timber and indirect use value is the economic value of water and the economic value of carbon stocks. Development strategy in the management of USU Arboretum is USU Arboretum minimize internal problems in order to achieve opportunities.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 19 Januari 1992 dari ayah Bonar
Situmorang dan ibu Selma br. Hutabarat. Penulis merupakan putra kedua dari tiga
bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Swasta Adhyaksa I Kota
Jambi pada tahun 2003, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama dari SMP
Negeri 7 Kota Jambi pada tahun 2005, pendidikan tingkat Sekolah Menengah
Atas dari SMA Negeri 5 Kota Jambi tahun 2008 dan pada tahun 2009 masuk ke
Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri. Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian dan pada
semester VII memilih minat studi Manajemen Hutan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU dan menjabat sebagai pengurus periode tahun
2012-201. Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di
Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Gunung Barus dan Hutan Pendidikan USU
Kabupaten Karo selama 10 hari. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan
(PKL) di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Adindo Hutani Lestari, Malinau,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang atas berkat dan
rahmat serta karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Valuasi Ekonomi Keberadaan Pohon Kehutanan di
Arboretum Kampus Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara Kabupaten Deli
Serdang Sumatera Utara”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui valuasi ekonomi dari arboretum
USU sehingga diperoleh data yang dapat memberikan informasi dalam strategi
pengembangan dan pengelolaan arboretum USU.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih
kepada:
1. Orang tua tercinta (B. Situmorang dan S br. Hutabarat) yang telah
membesarkan dan mendidik penulis selama ini serta selalu memberi
dukungan, doa dan motivasi untuk tetap semangat dalam penyelesaian skripsi
ini.
2. Rahmawaty S.Hut.,M.Si.,Ph.D dan Yunus Afifuddin S.Hut.,M.Si selaku
ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberi masukan dan
saran berharga dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Kakanda Hizkia Pranata Situmorang dan Adinda Ayub Novsel Satya
Situmorang atas dukungan dan doanya kepada penulis.
4. Sondang Rianty Parhusip S.Hut atas cinta kasih dan doanya dan telah
memberi dukungan baik materi, serta motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Rekan-rekan satu angkatan sekret 2009 (David Pasaribu, Chriswandi
Simanungkalit, Rezki Silalahi, Rudi Sipahutar, Frans Hutasoit, Rio
Simanulang, Boy Gurning, Robet Panjaitan, Yoga Simbolon, Julfredy
Hutabarat, Samuel Silaban, Natanael Simanjuntak, Dutinov Surbakti,
Rionaldo Silalahi, Frans Hutagalung, Pandapotan Purba, Erickson Purba).
7. Semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna sebagai
DAFTAR ISI
Pelaksanaan Penelitian ... 17
Pengumpulan Data ... 17
Analisis Data ... 17
Penilaian Ekonomi Kayu ... 18
Penilaian Ekonomi Air ... 19
Perhitungan Cadangan Karbon ... 19
Analisis SWOT ... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Jenis Pohon ... 25
Nilai Ekonomi Kayu ... 31
Nilai Ekonomi Cadangan Karbon ... 33
Nilai Ekonomi Total ... 36
Strategi Pengembangan Arboretum USU ... 38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 47
Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Kelas debit air rata-rata ... 14
2. Estimasi biomassa pohon menggunakan persamaan allometrik ... 20
3. Skoring dan pembobotan faktor internal ... 22
4. Skoring dan pembobotan faktor eksternal ... 22
5. Perumusan strategi dengan matriks SWOT ... 23
6. Jenis pohon di arboretum USU ... 25
7. Debit air di arboretum USU ... 32
8. Nilai ekonomi air di arboretum USU ... 33
9. Serapan karbondioksida dalam tegakan ... 33
10. Variasi harga karbon ... 35
11. Nilai ekonomi penyerapan karbondioksida di Arboretum USU ... 35
12. Nilai ekonomi total yang terdapat di arboretum USU ... 36
13. Faktor internal dan faktor eksternal areal Arboretum USU ... 39
14. Bobot dan skoring faktor internal ... 40
15. Bobot dan skoring faktor eksternal ... 41
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Peta lokasi penelitian ... 14
2. Kuadran Analisis SWOT ... 22
3. Pulai (Alstonia scholaris) ... 26
4. Mindi (Melia azedarach) ... 27
5. Mahoni (Swietenia mahagoni) ... 28
6. Jati Putih (Gmelina arborea) ... 29
7. Jati (Tectona grandis) ... 30
8. Hasil Kuadran Analisis SWOT ... 42
9. Arboretum USU ... 54
10. Jalan di area Arboretum USU ... 54
11. Tugu Arboretum USU ... 55
12. Aliran Air di Arboretum USU ... 55
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Data primer Arboretum USU ... 50
2. Perhitungan satuan ton per luas area ... 51
3. Perhitungan Nilai Ekonomi Kayu ... 52
4. Data pengukuran debit mata air ... 53
ABSTRAK
SABDA ROSANDI P SITUMORANG: Valuasi Nilai Ekonomi Keberadaan Pohon Kehutanan di Arboretum Kampus Kuala Bekala, Universitas Sumatera Utara, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan YUNUS AFIFUDDIN.
Arboretum USU merupakan salah satu tempat bertumbuhnya pohon-pohon yang manfaatnya kurang dirasakan langsung oleh masyarakat. Oleh karena itu, demi memaksimalkan penggunaan potensi lahan meningkatkan kepedulian terhadap kelangsungan sumber daya alam, maka penelitian ini dilakukan untuk menggali lebih dalam kasus menentukan nilai manfaat keberadaan pohon secara ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis valuasi nilai ekonomi dan sebaran pohon-pohon di Arboretum, Kampus Kuala Bekala, Universitas Sumatera Utara serta strategi pengembangan dalam pengelolaan Arboretum Kampus Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara di masa yang akan datang. Penelitian ini dilaksanakan di Arboretum Universitas Sumatera Utara, Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan metode sensus. Parameter yang diamati adalah penilaian ekonomi kayu, penilaian ekonomi air, penilaian ekonomi cadangan karbon dan analisis SWOT .
Hasil penelitian menunjukkan nilai ekonomi total dari Arboretum Universitas Sumatera Utara, Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang dihitung berdasarkan nilai penggunaan langsung yaitu nilai ekonomi kayu dan nilai penggunaan tidak langsung yaitu nilai ekonomi air dan nilai ekonomi cadangan karbon. Strategi pengembangan dalam pengelolaan Arboretum USU adalah meminimalkan masalah internal Arboretum USU agar dapat mencapai peluang.
ABSTRACT
SABDA ROSANDI P SITUMORANG: Economic Valuation of Forest Trees Existence in Arboretum, Kuala Bekala Campus University of Sumatera Utara, Deli Serdang Regency, North Sumatera. Supervised by RAHMAWATY and YUNUS AFIFUDDIN.
USU Arboretum is one of the growth of the trees whose benefits are less beneficial to the people. Therefore, in order to maximize the use of land to increase awareness of the potential viability of natural resources, the research was done to dig deeper into the case of determining the value of economic benefits of trees. This research aimed to determine the economic valuation and analysis of the trees distribution in and also development strategy in the management of Arboretum, Kuala Bekala Campus, University of Sumatera Utara in the future. This research was conducted at Arboretum University of Sumatera Utara, Kuala Bekala, Deli Serdang regency. This research used sensus method. Parameters observed were the economic assessment of wood, water and carbon stocks.
The results showed the total economic value of a Arboretum University of Sumatera Utara, Kuala Bekala, Deli Serdang regency was calculated based on the direct use value is the economic value of timber and indirect use value is the economic value of water and the economic value of carbon stocks. Development strategy in the management of USU Arboretum is USU Arboretum minimize internal problems in order to achieve opportunities.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya hutan (SDH) Indonesia menghasilkan berbagai manfaat
yang dapat dirasakan pada tingkatan lokal, nasional, maupun global. Manfaat
tersebut terdiri atas manfaat nyata yang terukur (tangible) berupa hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu seperti rotan, bambu, damar dan lain-lain, serta
manfaat tidak terukur (intangible) berupa manfaat perlindungan lingkungan, keragaman genetik dan lain-lain. Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan
tersebut masih dinilai secara rendah sehingga menimbulkan terjadinya eksploitasi
SDH yang berlebih. Hal tersebut disebabkan karena masih banyak pihak yang
belum memahami nilai dari berbagai manfaat SDH secara komperehensif. Untuk
memahami manfaat dari SDH tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap semua
manfaat yang dihasilkan SDH ini. Penilaian sendiri merupakan upaya untuk
menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan
manusia.
Pohon membuat lingkungan hidup terasa lebih nyaman, selain
memperindah lingkungan, pohon juga dapat memodifikasi unsur-unsur iklim.
Pohon memang tidak mengubah unsur-unsur iklim tersebut secara dramatisir,
tetapi perubahan kecil yang timbul akan sangat terasa sekali bagi manusia.
Sebagai contoh adalah kondisi udara di bawah pohon yang rindang pada saat
matahari bersinar penuh. Udara di bawah pohon tersebut akan terasa lebih teduh,
sejuk dan lembab. Lebih teduh karena intensitas cahaya matahari langsung
berkurangnya masukan energi cahaya untuk memanaskan udara dan permukaan di
bawah kanopi (Lakitan, 1997).
Pada prinsipnya valuasi ekonomi bertujuan untuk memberikan nilai
ekonomi kepada sumberdaya yang digunakan sesuai dengan nilai riil dari sudut
pandang masyarakat. Dengan demikian dalam melakukan valuasi ekonomi perlu
diketahui sejauh mana adanya bias antara harga yang terjadi dengan nilai riil yang
seharusnya ditetapkan dari sumberdaya yang digunakan tersebut. Selanjutnya
adalah apa penyebab terjadinya bias harga tersebut. Ilmu ekonomi sebagai
perangkat melakukan valuasi ekonomi adalah ilmu tentang pembuatan
pilihan-pilihan. Pembuatan pilihan-pilihan dari alternatif yang dihadapkan kepada kita
tentang lingkungan hidup adalah lebih kompleks, dibandingkan dengan
pembuatan pilihan dalam konteks barang-barang privat murni.
Penilaian manfaat keberadaan pohon pada suatu tempat dengan harga
yang bernilai ekonomi perlu dilakukan sebagai bahan pertimbangan untuk
meningkatkan posisi tawar, khususnya ketika terjadi benturan peruntukkan
dengan penggunaan lahan lainnya. Keterbatasan pengetahuan dan informasi yang
dapat dijadikan sebagai referensi dalam menentukan nilai manfaat keberadaan
pohon secara ekonomi menjadi alasan bagi penulis untuk menilai manfaat
keberadaan pohon dan mentransformasikannya ke dalam nilai ekonomi berupa
uang.
Arboretum USU merupakan salah satu tempat bertumbuhnya
pohon-pohon yang manfaatnya kurang dirasakan langsung oleh masyarakat. Oleh karena
itu, demi memaksimalkan penggunaan potensi lahan meningkatkan kepedulian
menggali lebih dalam kasus menentukan nilai manfaat keberadaan pohon secara
ekonomi terhadap beberapa jenis tanaman kehutanan sehingga ditemukan jawaban
dari valuasi nilai ekonomi keberadaan pohon di Arboretum Universitas Sumatera
Utara.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui sebaran pohon-pohon di Arboretum Kampus Kuala Bekala
Universitas Sumatera Utara
2. Menganalisis valuasi nilai ekonomi di Arboretum Kampus Kuala Bekala
Universitas Sumatera Utara
3. Menganalisis Strategi Pengembangan dalam pengelolaan Arboretum Kampus
Kuala Bekala Universitas Sumatera Utara di masa yang akan datang
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna sebagai rekomendasi bagi pihak pengelola
Arboretum USU untuk menentukan kebijakan dalam pengelolaan Arboretum
USU dan referensi bagi penelitian lanjutan mengenai valuasi nilai ekonomi
TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan yang diikuti dengan penerapan teknologi yang tinggi dan
tidak tepat dalam usaha pemenuhan kebutuhan manusia yang semakin meningkat
bisa menimbulkan dampak buruk pada lingkungan. Walaupun ekonomi membaik
dan masyarakat yang kian sejahtera, namun bila masalah lingkungan tidak
diperhatikan, perbaikan ekonomi dan kesejahteraan yang diperoleh tidak akan
berkelanjutan (Arsyad, 2006).
Di dalam ekologi terdapat masyarakat organisme hidup (biotic
community) yang menggambarkan komposisi kehidupan organisme-organisme
hidup di dalamnya saling berhubungan dan membutuhkan. Misalnya biotic
community dikalangan tanaman atau tumbuh-tumbuhan dalam hutan belantara ditemukan beberapa pohon raksasa yang umurnya beribu-ribu tahun tetapi
jumlahnya hanya sedikit, di bawahnya akan terdapat pohon-pohon yang kecil
namun lebih banyak tingkat populasinya, di bawahnya lagi ditemui berupa suatu
kumpulan pohon-pohon yang lebih kecil seperti tanaman bunga-bungaan dan
akhirnya sebagai dasar adalah tanaman rerumputan yang banyak sekali tetapi
umurnya amat pendek. Di dalam dan di tengah-tengah hutan ditemui pula
kehidupan makhluk hidup binatang-binatang atau hewan yang hidup disana mulai
dari binatang gajah yang umurnya ratusan tahun tetapi jumlah tingkat populasinya
sedikit sampai pada binatang semut atau binatang yang lebih kecil lagi yang
umurnya sangat pendek tetapi jumlah tingkat populasinya amat banyak (Koesnadi
Hardjasoemantri, 2005).
Menurut Nazaruddin (1996) keberadaan pohon-pohon dapat
yang diterima tersebut. Manfaat yang dimiliki suatu keberadaan pohon-pohon
tidak dapat dipindahtangankan melalui harga-harga yang ada di pasar. Dengan
kata lain, manfaat keberadaan pohon-pohon tidak dapat diperjualbelikan. Hal ini
karena keberadaan pohon-pohon adalah barang publik. Keberadaan pohon-pohon
yang tidak memiliki harga di pasar menyebabkan kecilnya perhatian terhadap
manfaat keberadaan tegakan pohon. Keadaan seperti ini akhirnya cenderung
mengakibatkan berkurangnya rangsangan untuk memberikan kontribusi terhadap
penyediaan dan pengelolaan barang publik. Walaupun ada kontribusi, sumbangan
yang diberikan tidaklah cukup besar untuk membiayai penyediaan barang publik
yang efektif dan efisien, karena masyarakat cenderung memberikan nilai yang
lebih rendah dari yang seharusnya.
Secara umum, pohon memiliki pengaruh yang baik terhadap lingkungan.
Hanya dalam hal-hal tertentu dapat merugikan. Sebagai contoh, membusuknya
akar tumbuhan/pohon yang mati atau setelah ditebang, maka akan memperbesar
pori-pori tanah (bila bekas tebangan dibiarkan). Jika terjadi hujan, air dengan
mudah berinfiltrasi ke dalam tanah. Pemilihan tipe pohon untuk kestabilan lereng
sangat penting. Walaupun pohon umumnya memiliki pengaruh menguntungkan
pada stabilitas lereng, namun pada kondisi tertentu pohon bisa memberikan
pengaruh yang buruk (Hardiyatmo, 2006).
Penilaian sumberdaya hutan merupakan studi tentang metodologi dan
konsep penentuan nilai dari sumberdaya hutan. Seperti telah dijelaskan di muka,
langkah pertama untuk untuk memperoleh nilai dari sumberdaya hutan adalah
dengan melakukan identifikasi terhadap berbagai jenis manfaat yang dihasilkan
adanya nilai yang menjadi sasaran penilaian. Setiap indikator nilai (komponen
sumberdaya hutan) ini dapat berupa barang hasil hutan, jasa dari fungsi ekosistem
hutan maupun atribut yang melekat pada hutan tersebut dalam hubungannya
dengan sosial budaya masyarakat (Nurfatriani, 2007).
Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang “C”
dengan nilai atom sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur utama
pembentuk bahan organik termasuk makhluk hidup. Hampir setengah dari
organisme hidup merupakan karbon. Karbon banyak tersimpan di bumi (darat dan
laut) daripada di atmosfir. Karbon tersimpan dalam daratan bumi dalam bentuk
makhluk hidup (tumbuhan dan hewan), bahan organik mati ataupun sedimen
seperti fosil tumbuhan dan hewan. Jumlah karbon yang berasal dari makhluk
hidup sebagian besar bersumber dari hutan. Seiring terjadinya kerusakan hutan,
maka pelepasan karbon ke atmosfir juga terjadi sebanyak tingkat kerusakan hutan
yang terjadi (Manuri dkk, 2011).
Meningkatnya kandungan karbon dioksida (CO2) di udara akan
menyebabkan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena efek rumah kaca. Panas
yang dilepaskan dari bumi diserap oleh karbon dioksida di udara dan dipancarkan
kembali ke permukaan bumi, sehingga proses tersebut akan memanaskan bumi.
Keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mengurangi gas
karbon dioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan gas karbon dioksida
dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan hutan (Indriyanto, 2006).
Informasi tentang potensi tegakan seperti volume pohon dan keadaan
tegakan tersebut adalah salah satu informasi penting yang dibutuhkan dalam
pohon berdiri) masih relatif sulit dilakukan, sehingga diperlukan alat bantu dalam
inventarisasi hutan yang dapat digunakan untuk menduga volume pohon yang
praktis digunakan di lapangan dan dapat memperkecil kemungkinan kesalahan
yang terjadi dalam pengukuran. Alat bantu inventarisasi hutan untuk menduga
potensi tegakan tanpa harus merebahkan pohon yang dapat digunakan dengan
praktis adalah tabel volume pohon. Untuk menyusun tabel volume, diperlukan
pengukuran dimensi pohon di lapangan seperti diameter dan tinggi pohon dengan
menggunakan alat ukur. Seiring kemajuan teknologi, pengukuran dimensi pohon
dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang lebih canggih (Siagian, 2011).
Deskripsi Arboretum USU
Arboretum pertama kali dibuat di Derby, Inggris oleh Joseph Struut dan
JC. London dengan nama Derby Arboretum, yang diresmikan pada Tanggal 16
September 1840. Tujuan pembuatan Arboretum ini adalah untuk menampung
kegiatan rekreasi masyarakat di alam terbuka dengan menyajikan koleksi
pepohonan, semak dan vegetasi berkayu yang disusun dan dideskripsikan sebagai
petunjuk bagi para pengunjung untuk mencapai tujuan penelitian dan pendidikan.
Kamus Kehutanan (1989) diacu dalam Hastari (2005) mendefinisikan Arboretum
sebagai kebun pepohonan yang merupakan bentuk konservasi plasma nutfah
buatan manusia.
Arboretum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat
diartikan sebagai tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk
tujuan penelitian atau pendidikan. Berdasarkan definisi tersebut, secara umum
Arboretum memiliki kegunaan sebagai tempat mengkoleksi berbagai jenis pohon.
dalam pengembangan Arboretum. Arboretum USU seluas 64, 813 Ha dibangun di
lahan Kampus USU Kuala Bekala. Arboretum USU yang disahkan pada tahun
2006 masih tergolong baru dan akan digunakan sebagai tempat dimana jenis-jenis
pohon dan tanaman ditanam dan dipelihara untuk menjadi koleksi. Untuk itu
diperlukan sebuah perencanaan penggunaan lahan yang produktif dan sesuai
dengan jenis tanaman yang akan ditanam sehingga potensi lahan diperoleh dengan
maksimal bagi pertumbuhan tanaman dan degradasi lingkungan yang diperkirakan
terjadi karena penggunaan lahan dapat dihindari (Gultom, 2012)
Keberadaan arboretum dianggap penting baik bagi negara dan
masyarakat secara umum, terutama bagi perguruan tinggi dan lembaga pendidikan
mengingat semakin berkurangnya tempat penelitian dan pengkajian ekosistem
hutan bagi pelajar, mahasiswa dan peneliti. Arboretum USU dibangun di lahan
Kampus USU Kuala Bekala. Pada tahun 2009, arboretum telah mengkoleksi
sebanyak 57 jenis pohon yang terdiri atas 32 jenis pohon hutan, 9 jenis
pohon/tanaman perkebunan dan industri, 12 jenis pohon/tanaman buah-buahan
dan 4 jenis pohon sayuran. Dari 57 jenis pohon yang ada, 11 diantaranya
merupakan pohon/tanaman eksisting (pohon yang telah ada sebelum arboretum
dibangun) dan 46 jenis lainnya merupakan pohon/tanaman yang diintroduksi
setelah pembangunan arboretum USU tersebut dicanangkan (Rauf, 2009).
Perbedaan Arboretum dan kebun raya adalah Arboretum merupakan kebun
yang digunakan untuk jenis tumbuhan lokal, sementara kebun raya adalah kebun
botani yang berperan lebih luas, seperti Kebun Raya Bogor. Arboretum memiliki
beberapa fungsi antara lain (1) fungsi pendidikan dan ilmu pengetahuan, (2)
pohon, dan (6) fungsi estetis. Pengaturan penanaman tanaman koleksi di dalam
kebun koleksi tanaman seperti Arboretum ialah dikelompokkan menurut
kekerabatan pohon maupun manfaat tanaman, hubungan kekerabatan tersebut
didasarkan klasifikasi tanaman secara botani pada satu tingkat tertentu, misalnya
famili. Disamping itu, pengaturan tanaman juga dapat berdasarkan ciri geografis,
nilai ekonomi, kepentingan ekologi atau nilai estetika yang dimiliki tiap
pepohonan tersebut (Taman 1955 diacu dalam Hadi 2004).
Arboretum merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting
dalam kegiatan penelitian dan pengembangan hutan. Dengan adanya arboretum,
akan mempermudah peneliti, mahasiswa atau pihak-pihak lain yang ingin meneliti
tentang jenis pohon (tanpa harus pergi ke tempat tegakan aslinya). Arboretum
pusat penelitian dan pengembanan hutan Bogor yang dibuat tahun 1922 dibagi
dalam blok yang dibatasi oleh jalur besar dan kecil. Arboretum ini mulanya
ditanami pohon buah dan secara bertahap ditambah dengan pohon hias dan pohon
hutan (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2007).
Berdasarkan Gultom (2012) dan Tambunan (2012), terdapat 22 jenis
pohon di Arboretum USU yang terdiri dari pohon kehutanan dan pohon
buah-buahan. 5 jenis pohon kehutanan yang paling banyak ditemukan adalah Pulai
(Alstonia scholaris) yang berjumlah 384 pohon, Mindi (Melia azedarach) berjumlah 265 pohon, Gmelina (Gmelina Arborea) berjumlah 236 pohon, Jati
Ancaman erosi dan erosi yang telah terjadi kerusakan tanah oleh erosi
sangat nyata mempengaruhi penggunaan tanah, cara pengelolaan atau keragaan
(kinerja) tanah disebabkan oleh alasan-alasan berikut:
a. Suatu kedalaman tanah yang cukup harus dipelihara agar didapatkan produksi
tanaman yang sedang sampai tinggi.
b. Kehilangan lapisan tanah oleh erosi mengurangi hasil tanaman.
c. Kehilangan unsur hara oleh erosi adalah penting tidak saja oleh karena
pengaruhnya terhadap hasil tanaman akan tetapi juga oleh karena diperlukan
biaya penggantian unsur hara tersebut untuk dapat memelihara hasil tanaman
yang tinggi.
d. Kehilangan lapisan permukaan tanah merubah sifat-sifat fisik lapisan olah yang
akan sangat jelas kelihatan pada tanah yang lapisan bawah bertekstur lebih
halus.
e. Kehilangan tanah oleh erosi menyingkap lapisan bawah yang memerlukan
waktu dan perlakuan yang baik untuk dapat menjadi media pertumbuhan yang
baik bagi tanaman.
f. Bangunan-bangunan pengendalian air dapat rusak oleh sedimen yang berasal
dari erosi.
g. Jika terbentuk parit-parit oleh erosi (gully) maka akan lebih sulit pemulihan tanah untuk menjadi produktif kembali.
Kecuraman lereng, panjang lereng dan bentuk lereng semuanya mempengaruhi
besarnya erosi dan aliran permukaan. Kecuraman lereng tercatat atau dapat
Manfaat Pohon
Manfaat hutan berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan dapat dibedakan
menjadi dua yaitu: manfaat marketable dan manfaat non marketable. Manfaat hutan marketable adalah kayu, hasil hutan non kayu seperti rotan, bambu, damar, dan lain-lain. Manfaat hutan marketable adalah barang dan jasa hasil hutan yang
belum dikenal nilainya atau belum ada pasarnya seperti: beberapa jenis kayu
lokal, kayu energi, binatang, dan seluruh manfaat intangible (Affandi, dkk, 2004).
Semua manusia telah sepaham dan sependapat bahwa proses ekologi,
melindungi keanekaragaman hayati, pemanfaatan berbagai spesies dan ekosistem
sangat penting dalam melestarikan planet bumi dan menyelamatkan bumi dari
kehancuran. Konservasi diyakini sesuatu yang harus diterima sebagai aspek
pembangunan berkelanjutan namun pertumbuhan dan penyebaran manusia
dengan segala aktivitasnya akan menimbulkan kerusakan alam terhadap
lingkungan (Malau dan Parman 2010).
Nilai Ekonomi Sumberdaya Hutan
Nilai (harga) sumberdaya hutan berkaitan dengan fungsinya bagi
pemenuhan kebutuhan baik secara langsung (pemenuhan konsumsi dan
kesenangan) maupun tidak langsung (sebagai penyeimbang ekosistem demi
kelestarian kehidupan). Nilai adalah merupakan persepsi manusia, tentang makna
suatu objek (sumberdaya hutan), bagi orang atau individu tertentu, tempat dan
waktu tertentu pula. Oleh karena itu nilai sumberdaya hutan yang dinyatakan oleh
suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam, tergantung kepada persepsi
setiap anggota masyarakat tersebut, demikian juga keragaman nilai akan terjadi
Kegunaan, kemanfaatan, kepuasan, rasa senang merupakan ungkapan
makna atau nilai sumberdaya hutan yang diperoleh, dirasakan oleh individu atau
masyarakat tersebut. Ukuran nilai ini dapat diekspresikan oleh waktu, tenaga,
barang atau uang, dimana seseorang bersedia memberikannya untuk memperoleh,
memiliki atau menggunakan barang dan jasa yang dinilai.
Menurut Worrel (1961) dan Gregory (1979) dalam Bahruni (1999)
membuat klasifikasi nilai manfaat sumberdaya hutan, yang menurut interpretasi
didasarkan atas perilaku pasar atas barang dan jasa yang dinilai tersebut, yaitu:
a. Nilai manfaat nyata (tangible benefits) adalah manfaat yang diperoleh dari barang dan jasa yang dapat secara nyata diukur, karena berlaku mekanisme pasar
secara baik.
b. Nilai manfaat tidak nyata (intangible benefits) adalah kebalikan dari manfaat
nyata, yaitu nilai manfaat ini tidak dapat diukur secara langsung, karena
mekanisme pasar tidak berjalan, ada faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga
terjadi kegagalan pasar (market failure).
Selanjutnya Pearce and Turner (1990) dalam Bahruni (1999) juga
menambahkan klasifikasi nilai manfaat yang menggambarkan Nilai Ekonomi
Total (Total Economic Value), atas dasar klasifikasi menurut cara atau proses
manfaat itu diperoleh, yaitu:
Nilai Guna (use value)
1. Nilai guna langsung (direct use value)
Nilai yang bersumber dari penggunaan secara langsung oleh masyarakat
atau perusahaan terhadap komoditas hasil hutan produksi, berupa flora pohon dan
2. Nilai guna tidak langsung (indirect use value)
Nilai yang bersumber dari manfaat yang diperoleh oleh
individu/masyarakat melalui penggunaan secara tidak langsung terhadap
sumberdaya hutan yang memberikan jasa (pengaruh) pada aktivitas
ekonomi/produksi atau mendukung kehidupan makhluk hidup. Jasa hutan
dihasilkan dari suatu proses ekologis dari komponen biofisik ekosistem hutan.
Nilai sumberdaya hutan yang termasuk dalam kategori nilai guna tidak langsung
(indirect use value) adalah nilai berbagai fungsi jasa hutan berupa manfaat hutan bagi pengendalian banjir, prasarana angkutan air, pengendalian erosi dan
penyerapan CO2.
Nilai pilihan atau harapan masa yang akan datang (option value)
Nilai harapan masa yang akan datang terhadap komoditas yang saat ini
digunakan, maupun yang belum dimanfaatkan. Nilai berkaitan dengan adanya
ketidakpastian yang bersumber dari dua hal yaitu (1) preferensi masyarakat
konsumen saat ini terhadap komoditas hutan pada masa yang akan datang,
maupun preferensi generasi yang akan datang, (2) ketidakpastian teknologi
pemanfaatan maupun manajemen sumberdaya terhadap pasokan (supply)
komoditas masa yang akan datang (supply-side option value).
Nilai keberadaan (existence value)
Nilai yang menggambarkan manfaat (kesejahteraan) yang diperoleh
seseorang/masyarakat dengan mengetahui keberadaan hutan, meskipun
masyarakat ini tidak memiliki atau menggunakan sumberdaya hutan tersebut,
termasuk manfaat sosial budaya yang diperoleh masyarakat lokal sebagai interaksi
keberadaan hutan menentukan kelangsungan nilai-nilai sosial budaya masyarakat
tersebut.
Nilai keberadaan bukan dihasilkan dari institusi pasar, dan tidak ada
kaitannya dengan fungsi perlindungan aset produktif dan proses produksi secara
langsung, seperti kegiatan berburu, berladang dan lain-lain maupun tidak
langsung sebagai input atau prasarana pendukung produksi. Lingkungan pada
dasarnya adalah barang publik, yang keberadaan dan kualitasnya tergantung dari
perilaku masyarakat. Nilai ekonomi sumberdaya dan lingkungan salah satunya
menitikberatkan pada persoalan barang publik (public goods or common property
resources) (Yakin, 1997).
Debit mata air tergantung pada faktor-faktor seperti tingkat pengisian,
yang berfluktuasi pada hampir semua mata air; dengan demikian tingkat debit pun
bersifat fluktuatif. O.E. Meinzer mengelompokkan mata air berdasarkan debit
rata-rata yang ditunjukkan pada tabel 1 berikut (Bowen, 1986). Klasifikasi mata
air berdasarkan debit disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kelas Debit Air rata-rata (Bowen,1986)
Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats)
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi. Proses pengambilan strategi selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan (kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman) dalam kondisi saat ini (Rangkuti, 1997).
Dalam analisis SWOT terdapat dua faktor yang harus dipertimbangkan,
yaitu lingkungan internal (strengths) dan kelemahan (weakness) serta lingkungan
eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Menurut Pearce II dan Robinson (1991) dalam Sanudin (2006), kekuatan (strenghts) adalah sumberdaya, keterampilan atau keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar;
kelemahan (Weakness) merupakan keterbatasan dalam sumberdaya, keterampilan dan kemampuan yang sangat serius menghalangi kinerja; peluang (opportunities)
merupakan situasi yang menguntungkan, berbagai kecenderungan,
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan September 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Arboretum Universitas Sumatera Utara, Kwala Bekala, Kabupaten Deli Serdang.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: perangkat lunak (software) Arcview, perangkat keras (hardware) berupa seperangkat personal computer (PC), Global Positioning System (GPS), tally sheet, kamera digital, phyband, dan alat tulis.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sensus.
Metode sensus adalah metode pengumpulan data secara keseluruhan.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dan
analisis data.
1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Adapun
data primer diperoleh dengan pengambilan data langsung ke lokasi
Arboretum USU. Data primer merupakan data murni yang diperoleh dari
hasil penelitian secara langsung dan yang masih memerlukan pengolahan
lebih lanjut. Data primer dalam penelitian ini meliputi data pengukuran
diameter pohon, tinggi pohon dan debit mata air.
Data sekunder dikumpulkan dari data yang telah ada sebelumnya baik
lainnya. Adapun data sekunder meliputi berat jenis kayu, biomassa pohon,
harga tarif PDAM, harga kayu berbagai jenis.
2. Analisis Data
Analisis data dilakukan agar diperoleh nilai ekonomi dari nilai guna
tegakan yang berada di Arboretum USU. Analisis data dilakukan dengan
menghitung penilaian ekonomi kayu, penilaian ekonomi air dan penilaian
Penilaian ekonomi kayu
Nilai kayu diduga dengan asumsi potensi kayu yang ada di lokasi
penelitian telah masak tebang. Nilai ekonomi kayu yang dihasilkan Arboretum
tiap tahunnya diketahui dengan menghitung pertumbuhan volume rata-rata per
tahun untuk sejumlah pohon yang ditanam, yaitu:
Keterangan:
NK = Nilai ekonomi kayu (Rp/tahun)
R = Pertumbuhan volume rata-rata per tahun (m3 / tahun) Hk = Harga kayu (Rp/m3)
Pertumbuhan volume rata-rata per tahun yang dihasilkan tegakan
Arboretum didapat dengan membagi potensi kayu dengan umur tegakan.
R = Potensi (m
3
) Umur Tegakan (tahun)
NK = R x Hk
Nilai Guna Tidak Langsung Nilai Guna Langsung
• Kayu • Air
• Cadangan Karbon
Penilaian ekonomi air
Nilai ekonomi air total (NAT) yang dihasilkan dari Arboretum dihitung
dengan persamaan:
Keterangan:
Q = debit mata air (m3/dtk) NA = harga/nilai air (Rp/m3)
Debit air diukur dengan menggunakan metode volumetrik, yaitu dengan
menampung air yang mengalir dari mata air/saluran air dari mata air di areal
Arboretum. Debit diketahui dari volume air yang tertampung per satuan waktu
penampungan. Pengukuran debit air dilakukan sebanyak 5 kali pengulangan untuk
menghasilkan data yang akurat.
Keterangan:
Q = Debit mata air (m3/dtk) V = Volume air ( m3)
t = Waktu (dtk)
Penilaian ekonomi cadangan karbon
Konsentrasi C dalam bahan organik umumnya ± 46 % dari biomassa
(Hairiah dan Rahayu, 2007). Berdasarkan pengetahuan tersebut, kandungan
karbon dalam biomassa tegakan diduga sebesar 46 % berat kering biomassa
tegakan (BKT),
BKT merupakan hasil penjumlahan berat kering biomassa setiap individu
penyusun tegakan (BKTi)
Berat kering biomassa tegakan dalam penelitian ini hanya
memperhitungkan tegakan pohon, yaitu pohon-pohon yang berdiameter > 5 cm.
Pohon dengan diameter di bawah 5 cm diklasifikasikan sebagai tumbuhan bawah
(Hairiah dan Rahayu, 2007). BKTi diduga dengan menggunakan persamaan
allometrik sebagaimana disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Estimasi biomassa pohon menggunakan persamaan allometrik
Jenis Pohon Estimasi Biomassa Pohon Sumber
(Kg/Pohon)
Pohon bercabang BK = 0.11 ρ D2.62 Katterings, 2001
Sengon BK = 0.0272 D2.831 Sugiharto, 2002
Pinus BK = 0.0417 D2.6576 Waterloo, 1995
Hairiah dan Rahayu (2007)
Keterangan:
BK = berat kering biomassa pohon (kg/pohon)
ρ = berat jenis (BJ) kayu (gr/cm3)
D = diameter pohon setinggi dada, dbh (cm)
Hasil total karbon yang tersimpan kemudian dilakukan perhitungan untuk
mengetahui jumlah karbondioksida dalam tegakan, karena harga karbon yang
diperdagangkan menurut CDM adalah dalam bentuk CO2
Untuk mengetahui kandungan CO
.
2, nilai C dikonversi ke dalam bentuk
CO2 dengan mengalikan nilai C dengan faktor konversi sebesar 3,67 (Mirbach
2000 diacu dalam Handayani 2003). Nilai tersebut diperoleh dari rumus kimia C
terhadap CO2, dengan bentuk matematis sebagai berikut:
Keterangan: CO2
C = kandungan karbon (ton/ha)
= kandungan karbondioksida (ton/ha)
CO2 = C x 3,67
Penilaian ekonomi penyerapan karbondioksida (NCO2) didekati dengan
harga karbondioksida dan jumlah kandungan karbondioksida dalam tegakan
dengan asumsi tidak terjadi kebocoran dalam tegakan (tidak ada pohon yang
ditebang, mati, atau tumbang). Dengan menggunakan persamaan berikut:
Keterangan:
NCO2 = nilai ekonomi penyerapan CO2 CO
(Rp/ha) 2 = kandungan karbondioksida tegakan (tCO2 hCO
/ha) 2 = harga karbondioksida (Rp/tCO2)
Strategi Pengembangan dengan Matriks SWOT
Kriteria yang didapat dilapangan kemudian dianalisis dengan memberikan
bobot dan rating terhadap masing-masing kriteria. Bobot diberi nilai mulai dari 1
(sangat penting) sampai dengan 0 (tidak penting). Bobot dari semua faktor
strategis ini harus berjumlah 1. Kemudian untuk menghitung rating, untuk
masing-masing faktor (peluang dan kekuatan) diberi skala mulai dari 4 (sangat
baik), 3 (baik), 2 (tidak baik), dan 1 (sangat tidak baik) berdasarkan pengaruh
faktor tersebut terhadap organisasi. Sementara untuk rating ancaman dan
kelemahan diberi nilai -4 sampai dengan -1. Bentuk skoring dan pembobotan
Tabel 3. Skoring dan pembobotan faktor internal
Tabel 4. Skoring dan pembobotan faktor eksternal
No Peluang
Penskoringan dan pembobotan ini dilakukan untuk mendapatkan posisi
Arboretum USU dalam diagram analisis SWOT dapat dilihat pada bagan yang ada
di Gambar 2.
Peluang
III (Turn Around) I (Agresif)
Kelemahan Kekuatan
IV (Defensif) II (Diversifikasi)
1. Kuadran 1 menggambarkan bahwa situasi yang sangat baik karena
ada kekuatan yang dimanfaatkan untuk meraih peluang yang menguntungkan.
Untuk itu dapat digunakan alternatif strategi 1 yakni pengembangan ( strategi
agresif ).
2. Kuadran 2 menggambarkan situasi bahwa meskipun organisasi
menghadapi ancaman, namun ada kekuatan yang dapat diandalkan. Untuk itu
organisasi dapat menggunakan alternatif strategi 2 yakni strategi diversifikasi
atau strategi inovasi.
3. Kuadran 3 menggambarkan bahwa organisasi mengalami kelemahan
dalam berbagai hal ( internal ), sehingga peluang yang menguntungkan sulit
dicapai. Untuk itu strategi yang tepat digunakan adalah alternatif strategi 3
yakni konsolidasi, perbaikan, mengubah cara pandang serta menghilangkan
penyebab masalah agar ancaman dapat dihindari.
4. Kuadran 4 menggambarkan situasi organisasi sangat buruk, karena
disamping berbagai kelemahan internal timbul ancaman dari luar. Untuk itu
alternatif strategi yang digunakan alternatif 4, yaitu strategi defensif
misalnya perampingan, pengurangan atau efisiensi dalam semua bidang
Analisis SWOT dapat menghasilkan 4 (empat) kemungkinan strategi
alternatif (Rangkuti, 1997) yang dapat kita lihat pada matriks perumusan strategi
analisis SWOT pada Tabel 5.
Tabel 5. Perumusan strategi dengan matriks SWOT Faktor Internal
Faktor Eskternal
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
Peluang (O) Strategi SO
Ciptakan strategi yang memakai kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Strategi WO
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
Ancaman (T) Strategi ST
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi WT
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Arboretum USU merupakan bagian dan terletak di areal Kampus
Universitas Sumatera Utara (USU) Kwala Bekala Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang. Arboretum ini dapat dicapai melalui dua jalur yaitu
Medan-Pancurbatu-Kampus USU Kwala Bekala dengan waktu tempuh sekitar 30
menit, dan Medan-Simalingkar-Kampus USU Kwala Bakala dengan waktu
tempuh yang sama yaitu 30 menit dari pusat Kota Medan. Letak Arboretum USU
ini sendiri berada dekat dengan areal Kebun Binatang Medan.
Luas Arboretum USU yang diperoleh dari BPDAS Wampu Sei Ular
yaitu seluas 64.813 Ha. Secara geografis, Arboretum USU berada pada wilayah
yang dibatasi koordinat-koordinat (UTM) sebagai berikut 0518598 (X) dan
0369433 (Y) (titik ujung Utara-Timur); 0494330 (X) dan 0390761(Y) (titik ujung
Utara-Barat); 0463655 (X) dan 0394483 (Y) (titik ujung Selatan-Barat); dan
0461526 (X) dan 0393193 (Y) (titik ujung Selatan-Timur) atau 3028’49.59”
Lintang Utara dan 98038’03.17”Bujur timur. Arboretum USU berbatasan dengan
sungai Bekala di sebelah Selatan dan Timur serta area penggunaan lain untuk
sarana kampus di sebelah Barat dan Utara. Keadaan topografi arboretum USU
cenderung datar hingga agak curam dengan kemiringan 0-60% dan berada pada
ketinggian 73 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah didominasi ordo Ultisol
(Podsolik Merah Kuning). Tipe iklim adalah tipe B dengan curah hujan rata-rata
Identifikasi jenis pohon
Hasil identifikasi pohon yang terdapat di Arboretum USU terdapat 1767
pohon dari 23 jenis pohon disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Jenis Pohon di Arboretum USU 2013
No Nama Pohon Nama Latin Jumlah
1 Pulai Alstonia scholaris 385
2 Mahoni Swietenia mahagoni 305
3 Mindi Melia azedarach 283
4 Jati Putih Gmelina arborea 233
5 Jati Tectona Grandis 160
6 Ketapang Terminalia catappa 75
7 Kemiri Aleurites moluccana 67
8 Karet Hevea brasiliensis 60
9 Sengon Albazia falcataria 56
10 Sentang Azadirachta excelsa 52
11 Cemara Casuarina equisetifolia 23
12 Durian Durio zibethinus 17
13 Sentul Sandoricum koetjape 16
14 Melinjo Gnetum gnemon 10
15 Saga Adenanthera pavonina 9
16 Nangka Artocarpus heterophyllus 8
17 Petai Cina Leucaena leucocephala 2
18 Suren Toona surenii 1
19 Jengkol Archidendron pauciflorum 1
20 Kepayang Pangium edule 1
21 Manglid Magnolia blumei 1
22 Kecutran Spathodea campanulata 1
23 Cingkam Bischofia javanica 1
Gambar 3. Pulai (Alstonia scholaris)
Pulai (Alstonia spp.) merupakan salah satu jenis pohon yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pohon ini termasuk tanaman asli Indonesia (indigenous
spesies) dan cepat tumbuh (fast growing spesies) serta mempunyai daerah penyebaran hampir di seluruh Indonesia. Pulai sangat prospektif untuk
dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman karena kegunaan kayu pulai
cukup banyak dan saat ini permintaannya cukup tinggi. Kegunaan kayu pulai
antara lain untuk pembuatan peti, korek api, hak sepatu, kerajinan seperti wayang
golek dan topeng, cetakan beton, pensil slate dan pulp. Beberapa industri yang
menggunakan bahan baku kayu pulai adalah industri pensil slate di Sumatera Selatan, industri kerajinan topeng di Yogyakarta dan industri kerajinan ukiran di
Bali. kualitas kayunya tidak terlalu keras dan kurang disukai untuk bahan
bangunan karena kayunya mudah melengkung jika lembap.. Pohon ini banyak
digunakan untuk penghijauan karena daunnya hijau mengkilat, rimbun dan
melebar ke samping sehingga memberikan kesejukan. Kulitnya digunakan untuk
bahan baku obat. berkhasiat untuk mengobati penyakit radang tenggorokan dan
Gambar 4. Mindi (Melia azedarach)
Mindi (Melia azedarach Linn.) merupakan jenis pohon hutan yang
termasuk dalam famili Meliaceae. Jenis ini tumbuh tersebar di pulau Jawa, Bali,
Nusa Tenggaara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Mindi seringkali tumbuh pada
daratan tertier tanah liat, berbatu dan berpasir, tanah vulkanis, di bukit-bukit
rendah sampai dengan ketinggian 100 m dpl (tipe curah hujan A-C). Kayu mindi
dapat digunakan dalam bentuk kayu utuh seperti komponen rumah, komponen
meubel dan barang kerajinan. Daun dan biji mindi digunakan sebagai pestisida
kontak. Ekstrak daun mindi digunakan sebagai bahan untuk mengendalikan hama
termasuk belalang.Mindi dapat digunakan untuk pestisida nabati, untuk mengusir
atau penolak hama, menghambat hama untuk bertelur, insektisida, dan
menghambat perkembangan cendawan Mindi juga mengandung racun kontak dan
racun perut bagi serangga sasaran (Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian
Gambar 5. Mahoni (Swietenia mahagoni)
Pohon mahoni (Swietenia mahagoni) termasuk kategori pohon besar
dengan tinggi mencapai 35-40 m dan diameter mencapai 125 cm. Pohon mahoni
bisa mengurangi polusi udara sekitar 47% - 69% sehingga disebut sebagai pohon
pelindung sekaligus filter udara dan daerah tangkapan air. Sifat mahoni yang
dapat bertahan hidup di tanah gersang menjadikan pohon ini sesuai ditanam di
lahan kritis. Pemanfaatan lain dari tanaman mahoni adalah kulitnya dipergunakan
untuk mewarnai pakaian. Kain yang direbus bersama kulit mahoni akan menjadi
kuning dan tidak mudah luntur. Sedangkan getah mahoni yang disebut juga
blendok dapat dipergunakan sebagai bahan baku lem, dan daun mahoni untuk
pakan ternak. Ekstrak biji pohon mahoni juga dapat digunakan sebagai pestisida
nabati untuk mengendalikan hama pada pertanaman kubis, yaitu Plutella
xylostella dan Crocidolomia binolalis khususnya pada saat hama berada pada
Gambar 6. Jati Putih (Gmelina arborea)
Pohon gmelina (Gmelina arborea Roxb.) menyebar alami di Asia
terutama Asia Tenggara dan Asia Timur. Di hutan alam, pohon ini selalu tersebar
dan berkelompok dengan jenis lain. Kayu gmelina dapat digunakan untuk bahan
konstruksi ringan dan pulp. Beberapa bagian pohon dapat digunakan untuk obat
dan daunnya untuk pakan ternak. Pohon ini berbunga dan berbuah setiap tahun.
Daerah alami pohon gmelina beriklim musim dan mulai berbunga pada musim
kemarau ketika pohon menggugurkan daun. Di luar daerah alaminya, periode
pembungaan dan pembuahan tidak jelas. Benih tidak mengalami dormansi dan
tidak memerlukan perlakuan pendahuluan (Direktorat Perbenihan Tanaman
Gambar 7. Jati (Tectona grandis)
Jati (Tectona grandis) merupakan salah satu tanaman yang banyak
menyebar di Asia dengan curah hujan antara 1200-3000 mm/tahun dan dengan
ketinggian antara 0-1300 mdpl. Jati memiliki pertumbuhan yang lambat
denga
Tabel 6 menunjukkan pohon-pohon yang berada di Arboretum USU
beranekaragam. Pohon-pohon yang banyak ditemukan di Arboretum USU adalah
pohon pulai (Alstonia scholaris) sebanyak 384 pohon, mahoni (Swietenia
mahagoni) sebanyak 305 pohon, mindi (Melia azedarach) sebanyak 283 pohon, jati putih (Gmelina arborea) sebanyak 233 pohon dan jati (Tectona grandis)
sebanyak 160 pohon. Pohon yang hanya ada 1 pohon ada beberapa jenis yaitu rendah (biasanya kurang dari 50%). Pohon jati termasuk spesies
pionir yang tahan terhadap kebakaran karena kulit kayunya yang tebal. Kayu jati
merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Selain
kayu, daun jati juga dapat digunakan sebagai pembungkus makanan, bahkan
beberapa jenis serangga hama jati juga dimanfaatkan masyarakat sebagai makanan
suren (Toona sinensis), kepayang (Pangium edule), manglid (Magnolia blumei), jengkol (Archidendron pauciflorum), kecutran (Spathodea campanulata) dan
cingkam (Bischofia javanica). Tanaman suren, manglid dan cingkam sebenarnya tumbuh lebih dari 1 pohon, tetapi masih tergolong pancang dan tiang, sedangkan
untuk pohon kepayang, kecutran dan jengkol hanya ada 1 pohon saja. Gultom dan
Tambunan (2012) menjelaskan pohon-pohon yang terdapat di Arboretum USU
sebanyak 1426 pohon sedangkan ditemukan di lapangan sebanyak 1767 pohon hal
ini dipengaruhi pertumbuhan pohon yang setiap tahunnya bertambah sehingga
pada penelitian sebelumnya terdapat beberapa tanaman belum masuk dalam
kriteria pohon akan tetapi pada penelitian ini banyak tanaman yang menjadi
masuk kriteria pohon.
Pertumbuhan pohon-pohon di Arboretum USU masih belum optimal hal
ini dikarenakan pohon-pohon di Arboretum USU berada pada kemiringan yang
beragam seperti datar, agak miring dan agak curam. Arsyad (2006) mengatakan
pada umumnya penurunan kualitas tanah cepat terjadi pada daerah yang
kemiringan. Hal ini disebabkan karena semakin kemiringan lereng, jumlah dan
kecepatan permukaan semakin besar sehingga percepatan erosi yang terjadi/
selanjutnya, bahwa erosi dapat menghilangkan lapisan atas tanah yang subur dan
baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk
menyerapkan dan menahan air.
Pohon-pohon di Arboretum USU banyak yang masih tergolong pancang
dan tiang. Gultom dan Tambunan (2012) menjelaskan bahwa ada 57 jenis pohon
pohon. Hal ini terjadi karena kurangnya perawatan serta pengawasan sehingga
banyak tanaman tumbuh tidak optimal.
Nilai Ekonomi Kayu
Hasil perhitungan potensi kayu, Arboretum USU memiliki potensi kayu
sebesar 1.326,15 m3 dengan umur tegakan saat ini adalah 8 tahun. Pertumbuhan
volume rata-rata yang dihasilkan tiap tahunnya adalah sebesar 165,77 m3. Nilai
ekonomi kayu dihitung dengan pendekatan harga pasar seluruh jenis kayu yang ada di
Arboretum USU. Berdasarkan harga jual di pasar untuk seluruh jenis yang ada di
Arboretum USU memiliki nilai sebesar Rp 374.180.513,- /tahun. Pohon yang
memiliki potensi kayu tertinggi adalah pohon pulai dengan potensi kayu sebesar
412,60 m3. Hal ini dikarenakan jumlah populasi pohon pulai yang besar yaitu
sebanyak 384 pohon sedangkan pohon yang memiliki potensi kayu terendah
adalah pohon cingkam yaitu 0,38 m3. Hal ini dikarenakan jumlah populasi pohon
cingkam yang sedikit hanya 1 pohon saja. Begitu juga dengan pertumbuhan
volume rata-rata yang dihasilkan pohon tiap tahunnya yang tertinggi adalah
pohon pulai yaitu sebesar 51,58 m3/tahun sedangkan yang terendah adalah pohon
cingkam, suren dan manglid yaitu sebesar 0,05 m3/tahun. Hasil perhitungan nilai
ekonomi kayu disajikan dalam Lampiran 3.
Nilai Ekonomi Air
Penilaian ekonomi air dihitung berdasarkan harga pasar. Harga pasar yang
digunakan adalah tarif Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara. Hasil penilaian ekonomi air disajikan dalam Tabel 7 dan
Tabel 7. Debit air di Arboretum USU
Berdasarkan hasil analisis data primer yang dilakukan pada 5 kali
pengulangan debit air yang terdapat di Arboretum USU sebesar 0,000161
m3/detik atau 0,161 liter/detik. Debit air yang terdapat di Arboretum USU
termasuk dalam kelas 6. Bowen (1986) menyatakan debit air yang berkisar antara
0,1 – 10 l/dtk masuk dalam kelas 6.
Tabel 8. Nilai ekonomi air di Arboretum USU
Debit air (m3/thn) Harga Air PDAM (Rp/m3) Nilai Ekonomi Air (Rp/m3/thn)
5.007,74 2.294 11.487.764
Tabel 8 menunjukkan debit air yang terdapat di Arboretum USU sebesar
5.007,74 dan berdasarkan tarif PDAM Tirtanadi Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara diketahui harga jual air sebesar Rp. 2.294,- /m3. Sehingga hasil penilaian ekonomi air di areal Arboretum USU sebesar Rp. 11.487.764,- /m3
Nilai ekonomi cadangan karbon
/tahun.
Hasil perhitungan biomassa dan kandungan karbon dan karbondioksida
yang dapat diserap oleh tanaman disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Serapan karbondioksida dalam tegakan
Kandungan dalam tegakan Hasil perhitungan
(ton / 64,813 ha)
BK (Biomassa) 817,42
C (Karbon) 351,33
CO2 (Karbondioksida) 1.289,38
Volume Air (m3) Waktu (dtk) Debit air (m3/dtk)
Tabel 9 menunjukkan jumlah biomassa yang terdapat di Arboretum USU
sebesar 817,42 ton/64,813 ha dan kandungan karbon sebesar 351,33 ton/64,813 ha
dan serapan karbondioksida sebesar 1.289,38 ton/64,813 ha. Pohon yang memiliki
biomassa tertinggi adalah pohon mindi dengan biomassa sebesar 230,78
ton/64,813 ha. Hal ini dikarenakan jumlah populasi pohon pulai yang besar yaitu
sebanyak 384 pohon sedangkan pohon yang memiliki biomassa terkecil adalah
pohon manglid yaitu 0,11 ton/64,813 ha. Hal ini dikarenakan jumlah populasi
pohon manglid yang sedikit hanya 1 pohon saja. Untuk kandungan karbon dan
serapan karbondioksida sama seperti biomassa yang paling banyak memiliki
kandungan karbon dan menyerap karbondioksida adalah pohon pulai sedangkan
yang paling sedikit adalah pohon manglid.
Tingginya biomassa dan stok karbon pada jenis pohon Mindi, walaupun
jumlah pohonnya bukan yang terbanyak pada Arboretum USU, disebabkan oleh
pertumbuhan jenis pohon Mindi yang cepat, sehingga menghasilkan diameter
pohon yang besar pula. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Hairiah dan
Rahayu (2007), yang menyatakan bahwa tingkat penyimpanan C suatu lahan
ditentukan pula oleh rata-rata penyimpanan C per siklus tanam (Time-averaged C
stock), sehingga pohon yang pertumbuhannya cepat dapat menyimpan C lebih cepat, tetapi resiko emisi CO2 akan meningkat pula melalui pembakaran dan
peningkatan laju dekomposisi.
Diameter memiliki pengaruh terhadap biomassa suatu pohon. Menurut
Sjostrom (1998) makin besar potensi biomassa tegakan diakibatkan oleh makin
tua umur tegakan tersebut. Hal ini disebabkan karena diameter pohon mengalami
akan semakin lambat pada umur tertentu. Pertumbuhan tersebut terjadi di dalam
kambium arah radial sehingga terbentuk sel-sel baru yang akan menambah
diameter batang.
Hasil kesepakatan dunia internasional, harga karbon masih bervariasi
dengan kisaran yang beragam dan disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Variasi harga karbon
Mekanisme Harga
(US$/tCO2e)
CDM 4 (tCER)
NSW GGAS (Australia) 6
Chicago Climate Exchange (CCX) 2,5
A/R Sukarela 0,5 – 45
Pelestarian hutan sukarela 10 - 18
Sumber : IFCA 2007
Tabel 10 menunjukkan harga karbon cukup beragam maka harga karbon
yang digunakan adalah nilai tengah dari harga karbon yang berlaku yaitu sekitar
US$ 20 /tCO2. Nilai ekonomi penyerapan karbondioksida di Arboretum USU
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai ekonomi penyerapan karbondioksida di Arboretum USU
Nilai Penyimpanan CO2 tCO2/64,813 ha Harga
(Rp)
CO2 (Karbondioksida) 1.289,38 153.178.344
Keterangan :
Nilai di atas telah di konversi kedalam rupiah. Kurs rupiah terhadap USD pada tanggal 4 Desember 2013 Pukul 20.00 WIB = Rp. 11.880,-
Tabel 11 menunjukkan nilai ekonomi penyerapan karbondioksida di areal
Arboretum USU sebesar Rp. 153.178.344,-. Nilai ekonomi penyerapan
yang tidak ditebang. Areal Arboretum USU merupakan areal yang kayunya tidak
untuk ditebang sehingga dapat diasumsikan biomassa kayu tetap berada di hutan
dan tidak terjadi kebocoran karbon.
Nilai Ekonomi Total
Pendugaan nilai ekonomi total Arboretum USU dilakukan dengan
penjumlahan nilai penggunaan langsung dalam hal ini hanya nilai ekonomi kayu
dengan nilai penggunaan tidak langsung dalam hal ini nilai ekonomi air dan nilai
ekonomi cadangan karbon. Nilai ekonomi total di Arboretum USU disajikan pada
Tabel 12.
Tabel 12. Nilai ekonomi total yang terdapat di Arboretum USU
No Jenis Manfaat Nilai Ekonomi Rp /tahun
A Nilai Penggunaan Langsung
1 Nilai Ekonomi Kayu 374.180.513
Nilai Ekonomi Total Penggunaan
Langsung 374.180.513
B Nilai Penggunaan Tidak Langsung
1 Nilai Ekonomi Air 11.487.764
2 Nilai Ekonomi Cadangan Karbon 153.178.344
Nilai Ekonomi Total Penggunaan
Tidak Langsung 164.666.108
Nilai Ekonomi Total Keseluruhan 538.846.621
Tabel 12 menunjukkan nilai ekonomi penggunaan langsung lebih tinggi
daripada nilai ekonomi penggunaan tidak langsung. Sehingga wajar banyak orang
memilih nilai ekonomi kayu daripada nilai jasa lingkungan. Karena nilai yang
dapat dinikmati pengelola adalah nilai ekonomi kayu. Nilai ekonomi air dan nilai
ekonomi cadangan karbon tidak dinikmati pengelola. Nilai air yang dihasilkan
sulit dilakukan karena perdagangan karbon masih sulit direalisasikan sampai
sekarang.
Seiring bertambahnya waktu, potensi pohon akan terus meningkat hingga siap
untuk dijual. Ketika suatu saat kayu ditebang untuk diambil manfaat ekonominya,
maka nilai guna tidak langsung seperti nilai ekonomi penyerapan karbondioksida dan
nilai ekonomi air akan hilang. Hal ini disebabkan fungsi pohon untuk menyerap
karbondioksida (CO2), menghasilkan oksigen (O2), dan kemampuan infiltrasi tanah
menjadi terganggu sehingga simpanan air tanah akan berkurang. Selain itu, nilai guna
tidak langsung lainnya yang tidak diperhitungkan seperti nilai rekreasi, nilai
keanekaragaman, kenyamanan akan ikut hilang. Dengan adanya penebangan, akan
terjadi peningkatan erosi, penyerapan karbondioksida di udara akan menurun yang
akibatnya produksi oksigen ke udara juga ikut turun, ditambah lagi dengan
kerusakan lingkungan akibat kegiatan penebangan. Sehingga nilai kayu yang ada
akan menjadi jauh lebih kecil, karena mempertimbangkan biaya kerusakan yang
terjadi.
Nilai yang dihitung pada dasarnya belum merupakan nilai ekonomi total yang
dimiliki lahan Arboretum USU, karena nilai yang dihitung dalam penelitian ini hanya
sebagian kecil dari nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung. Nilai guna
tidak langsung yang diperoleh lahan Arboretum bisa lebih tinggi dari nilai yang
diperoleh saat ini, karena nilai guna tidak langsung lainnya belum diperhitungkan.
Tapi untuk menghitung nilai guna tidak langsung lainnya masih sulit dilakukan, jika
dibandingkan dengan nilai guna tidak langsung berupa nilai air dan penyerapan
karbondioksida yang sudah memiliki pasar untuk menduganya.
Kondisi awal lahan di Arboretum bisa dikatakan kurang produktif
jika dibandingkan dengan kondisi saat ini maka nilai ekonomi total lahan awal
tidak ada. Pada tahun 2006 Arboretum USU diresmikan, dimana Arboretum USU
dimaksudkan sebagai areal pelestarian keanekaragaman hayati dan sedikitya dapat
memperbaiki/menjaga kondisi iklim di sekitarnya. Selain itu, keberadaan
Arboretum dapat berperan sebagai sarana pendidikan, penelitian dan
pengembangan. Saat ini pertumbuhan pohon di Arboretum belum maksimal, akan
tetapi telah memberikan dampak yang positif. Pohon yang tumbuh akan menyerap
karbondioksida dan diolah dalam proses fotosintesis yang kemudian
menghasilkan oksigen yang dilepaskan ke udara. Oleh karena itu, jika tegakan
dipertahankan, maka nilai ekonomi total dari lahan Arboretum USU merupakan
penjumlahan nilai penggunaan langsung dalam hal ini hanya nilai ekonomi kayu
dengan nilai penggunaan tidak langsung dalam hal ini nilai ekonomi air dan nilai
ekonomi cadangan karbon. Sehingga nilai ekonomi total keseluruhan yang
dimiliki lahan Arboretum USU sebesar Rp 538.846.621 /tahun yang terdiri dari
nilai penggunaan langsung sebesar Rp. 374.180.513,- /tahun dan nilai penggunaan
tidak langsung sebesar Rp. 164.666.108,- /tahun. Nilai tersebut dapat terus
meningkat jika pertumbuhan pohon tetap terjaga dengan baik dan tidak terjadi
kerusakan yang berarti.
Strategi Pengembangan Arboretum USU
Menyikapi keadaan Arboretum USU selama ini dan adanya permasalahan
yang dihadapi dalam pengelolaannya, maka dalam tulisan ini dilakukan analisis
untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam
Arboretum USU menggunakan analisis SWOT sehingga dapat dirumuskan
faktor-faktor unsur internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor unsur
eksternal (peluang dan ancaman); dan 2) nilai pengaruh faktor-faktor tersebut
terhadap pengembangan Arboretum USU. Selanjutnya analisis terhadap
faktor-faktor tersebut beserta nilai pengaruhnya, dengan menggunakan diagram dan
matriks SWOT akan menghasilkan arahan strategi dalam pengembangan
Arboretum USU. Hasil analisis disajikan dalam tabel 13 berikut.
Tabel 13. Faktor internal dan faktor eksternal areal Arboretum USU
Faktor Internal
No Kekuatan (Strength) No Kelemahan (Weakness)
1 Memiliki fungsi
ekologis 1
Instansi terkait belum fokus dalam pengembangan Arboretum USU
2 Keanekaragaman flora 2 Kondisi Jalan di Arboretum buruk
3 Akses menuju lokasi
memadai 3 Pertumbuhan belum Optimal
Faktor Eksternal
No Peluang (Opportunity) No Ancaman (Threat)
1 Sarana praktikum /
penelitian 1
Konversi lahan pertanian monokultur
2 Rekreasi (ekowisata) 2 Konflik status lahan
3 Peningkatan produktivitas
lahan 3 Kurangnya minat pengunjung
Pendekatan kuantitatif merupakan suatu pendekatan yang dilakukan untuk
mengetahui posisi Arboretum USU pada kuadran analisis SWOT dengan
penghitungan bobot dan rating untuk kriteria faktor internal dan eksternal yang
diterima. Tabel 14 merupakan tabel skoring dan pembobotan yang dilakukan
terhadap faktor internal dan Tabel 15 merupakan tabel skoring dan pembobotan
Tabel 14. Bobot dan skoring faktor internal
Faktor Internal
No Kekuatan (Strength) Bobot Rating Skor
1 Memiliki fungsi ekologis 0.4 4 1.6
2 Keanekaragaman flora 0.4 3 1.2
3 Akses menuju lokasi memadai 0.2 2 0.4
Total Kekuatan 1 3.2
No Kelemahan (Weakness) Bobot Rating Skor
1 Instansi terkait belum fokus dalam
pengembangan Arboretum USU 0.4 -4 -1.6
2 Kondisi Jalan di Arboretum buruk 0.2 -4 -0.8
3 Pertumbuhan pohon belum
Optimal 0.4 -4 -1.6
Total Kelemahan 1 -4
Total Kekuatan – Total Kelemahan = S – W = 3.2 - 4 = -0.8
Hasil pembobotan yang dilakukan pada tabel 14 dapat diketahui bahwa
kekuatan yang memiliki nilai penting pada point pertama dimana Arboretum USU
memiliki fungsi ekologis. Kemudian didukung dengan adanya keanekaragaman
flora serta akses menuju menuju lokasi Arboretum USU memadai. Sementara
yang menjadi kelemahan utama yang menghambat perkembangan Arboretum
USU adalah Instansi terkait belum fokus dalam pengembangan maupun
pengelolaan di Arboretum USU sehingga berdampak pertumbuhan pohon belum
optimal serta kondisi jalan di area Arboretum buruk.
Berdasarkan Tabel 14 diatas dapat diketahui posisi Arboretum USU
berada pada titik berapa pada sumbu X dengan cara menjumlahkan antara total
kekuatan dengan total kelemahan. Kekuatan memiliki nilai sebesar 3,2 dan
kelemahan memiliki nilai sebesar -4, maka didapat nilai sebesar -0,8. Dengan
Hal ini berarti bahwa Arboretum USU belum bisa menutupi
kelemahan-kelemahan yang ada dengan adanya kekuatan yang ditawarkan oleh Arboretum
USU.
Tabel 15. Bobot dan skoring faktor eksternal
Faktor Eksternal
No Peluang (Opportunity) Bobot Rating Skor
1 Sarana pendidikan / penelitian 0.4 4 1.6
Berdasarkan Tabel 15 diatas dapat diketahui bahwa ketiga kriteria yang
diperoleh tersebut masing-masing memiliki peluang yang besar sebagai salah satu
faktor pengembangan Arboretum USU. Melihat fungsi ekologis dan kekayaan
flora yang ada di dalamnya, Arboretum USU sangat berpeluang untuk dijadikan
sebagai lokasi penelitian dan juga sebagai sarana pendidikan konservasi bagi para
pelajar. Ancaman utama dalam pengembangannya adalah kurangnya minat
pengunjung itu sendiri. Hal ini seharusnya menjadi faktor pendorong bagi instansi
terkait untuk menentukan tindakan apa yang harus dilakukan terkait dengan
menarik minat pengunjung. Konversi lahan pertanian monokultur juga menjadi
ancaman tersendiri bagi keberadaan Arboretum USU hal ini dikarenakan banyak