• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KERUSAKAN POHON KERAI PAYUNG (Filicium decipiens) DI KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROFIL KERUSAKAN POHON KERAI PAYUNG (Filicium decipiens) DI KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KERUSAKAN

POHON KERAI PAYUNG (Filicium decipiens) DI KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

HARYONO J. SIBURIAN 111201144

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

PROFIL KERUSAKAN

POHON KERAI PAYUNG (Filicium decipiens) DI KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

HARYONO J. SIBURIAN 111201144

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)

PROFIL KERUSAKAN

POHON KERAI PAYUNG (Filicium decipiens) DI KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

HARYONO J. SIBURIAN 111201144

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(4)
(5)

ABSTRAK

HARYONO JOSUA SIBURIAN. Profil Kerusakan Pohon Kerai Payung (Filicium decipiens) di Kampus Universitas Sumatera Utara. Dibimbing oleh ARIDA SUSILOWATI dan ALFAN GUNAWAN AHMAD

Kampus Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu bagian ruang terbuka hijau di Kota Medan yang memiliki manfaat ekologi, sosial dan budaya bagi masyarakat. Beberapa jenis pohon tumbuh di kampus USU, salah satunya adalah Kerai Payung (Filicium decipiens). Seiring dengan adanya kejadian pohon tumbang dan patah cabang yang terjadi, perlu adanya deteksi kerusakan terhadap pohon yang ada di Kampus USU. Hal ini dilakukan dalam rangka mencegah kejadian yang tidak diinginkan sekaligus memberikan rekomendasi kegiatan perawatan yang dapat dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sebaran dan profil kerusakan pada pohon kerai payung (Filicium decipiens) yang tumbuh di kampus Universitas Sumatera Utara (USU). Metode yang digunakan untuk menilai profil kerusakan kerai payung mengacu pada metode Forest Health Monitoring (FHM) Hasil penelitian menunjukkan. struktur diameter pohon kerai payung (Filicium decipiens) yang tumbuh di Kampus Universitas Sumatera Utara berkisar antara 8 cm s/d 74 cm. Profil kerusakan pohon kerai payung didominasi oleh tipe kerusakan cabang patah atau mati yaitu sebanyak 161 pohon (87,5%).

Kata kunci : Forest Health Monitoring (FHM), Kerai Payung, kerusakan pohon, Kampus USU.

(6)

ABSTRACT

HARYONO JOSUA SIBURIAN. Damage Profile of Kerai Payung (Filicium decipiens) in Universitas Sumatera Utara Campus (USU). Supervised by ARIDA SUSILOWATI and ALFAN GUNAWAN AHMAD

The Universitas Sumatera Utara campus is one of the green open spaces in Medan that has many ecological, social and cultural benefits for the people.

Several trees species grow on the USU campus, one of which is Kerai Payung (Filicium decipiens). Along with the occurrence of fallen trees and broken branches, detection of trees damage in the campus USU was needed. This activities was needed in order to prevent undesirable incident and provided recommendations the maintenance. This research was conducted to get information about distribution and damage profile of Kerai payung (Filicium decipiens) in USU campus. The method used to assess the damage profile of Kerai Payung refers to the Forest Health Monitoring (FHM) method. The result of research showed that diameter structure of the Kerai Payung (Filicium decipiens) ranges from 8 cm to 74 cm. Damage profile of Kerai Payung (Filicium decipiens) dominated by broken or dead branch damage those were 161 trees (87.5%)

Keywords: Forest Health Monitoring (FHM), kerai payung (Filicium decipiens), tree damage, USU Campus

(7)

RIWAYAT HIDUP

Haryono Josua Siburian dilahirkan di Sidikalang Kabupaten Dairi pada 20 Agustus 1993 yang merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari Ayahanda Sadiman Siburian dan Ibunda Sondang Sinaga. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 034779 Sidiangkat, pada tahun 2008 penulis lulus dari SMP Negeri 3 Sidikalang, dan pada tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Sidikalang. Di tahun 2011 penulis juga diterima di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kehutanan melalui jalur UMB-PTN dan memilih program studi Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam organisasi. Organisasi yang pernah diikuti oleh penulis adalah Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS), Ikatan Mahasiswa Dairi (IMADA), Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiwa Kristen Universitas Sumatera Utara (UKM KMK USU), dan Persekutuan Kristen Antar Universitas (PERKANTAS).

Pada bulan Juni 2018, penulis melaksanakan penelitian di Kampus Universitas Sumatera Utara dengan judul penelitian “Profil Kerusakan Pohon Kerai Payung (Filicium Decipiens) di Kampus Universitas Sumatera Utara”.

Penulis melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan di PT. Toba Pulp Lestari.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis adalah “Profil Kerusakan Pohon Kerai Payung (Filicium decipiens) di Kampus Universitas Sumatera Utara”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Arida Susilowati, S.Hut, M.Si dan Dr. Alfan Gunawan Ahmad, S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan dan memberikan saran dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr.

Rudi Hartono, S.Hut, M.Si dan Dr. Nurdin Sulistiyono, S.Hut, M.Si selaku dosen penguji. Kepada kedua orang tua dan saudara-saudara atas dukungan dan doanya kepada penulis serta kepada teman-teman yang membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Atas kritikan dan sarannya penulis ucapkan terimakasih

Medan, Oktober 2018

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK...i

ABSTRACT...ii

RIWAYAT HIDUP...iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...vi

DAFTAR GAMBAR...vii

PENDAHULUAN Latar Belakang...1

Tujuan Penelitian...2

Manfaat Penelitian...2

TINJAUAN PUSTAKA Kerai Payung (Filicium decipiens)...3

Ruang Terbuka Hijau...4

Kesehatan Pohon...6

Monitoring Kesehatan Pohon...7

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat...11

Alat dan Bahan...11

Metode Pengumpulan Data...11

HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran dan Struktur Tegakan Kerai Payung (Filicium decipiens) di Kampus Universitas Sumatera Utara...18

Gambaran Umum Lokasi Penelitian...18

Kondisi Kerusakan Pohon...19

Tipe Kerusakan Pohon...20

Lokasi Kerusakan Pohon...27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...29

Saran...30 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tally sheet Penilaian Kerusakan Pohon menurut FHM...13

Kode dan Tipe Kerusakan...13 Kode dan Lokasi Kerusakan...14

DAFTAR GAMBAR

Halaman Skema lokasi kerusakan pada tanaman...

12

Peta sebaran pohon kerai payung (Filicium decipiens)

di USU...

19

(11)

Tipe kerusakan pohon kerai payung (Filicium decipiens)

di Kampus USU...

20

Kerusakan tipe busuk hati dan indikator lapuk lanjut pada

pohon kerai payung (Filicium decipiens)...

21

Kerusakan luka terbuka pada pohon kerai payung (Filicium decipiens)...

22

Kerusakan tipe brum pada akar aau batang pada pohon kerai payung

(Filicium decipiens)...

23

Kerusakan tipe hilangnya ujung dominan (mati ujung) pada pohon

kerai payung (Fillicium decipiens)...

23

Kerusakan tipe cabang patah atau mati pada pohon

kerai payung (Filicium decipiens)...

24

Kerusakan tipe brum pada cabang atau daerah dalam tajuk pada

pohon kerai payung (Filicium decipiens) ...

25

Kerusakan tipe kerusakan daun pada pohon kerai payung

(Filicium decipiens)...

26

Kerusakan tipe daun berubah warna (tidak hijau) pada pohon

kerai payung (Filicium decipiens)...

26

Lokasi kerusakan pohon kerai payung (Filicium decipiens)

di Kampus USU...

27

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol dengan struktur menyerupaihutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, estetis. Hutan kota juga dapat merekayasa estetika, dapat mengontrol erosi dan air tanah, mengurangi polusi udara, menurunkan suhu, mengurangi kebisingan, mengendalikan limbah, mengontrol lalu lintas dan cahaya yang menyilaukan, mengurangi pantulan cahaya, serta mengurangi bau (Soedjono dan Wijono, 1990).

Pohon sebagai bagian dari ruang terbuka hijau (RTH) memiliki fungsi yang sangat penting. Pohon merupakan penetralisir sumber pencemar gas buangan kendaraan bermotor, tajuknya yang rindang memberikan keteduhan, sistem perakarannya dapat meningkatkan infiltrasi air permukaan dan mengurangi air limpasan sehingga meningkatkan jumlah air di dalam tanan. Di samping itu, arsitektur pohon yang beraneka macam juga memberikan nilai tambah keindahan.

Fungsi-fungsi tersebut dapat berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh faktor- faktor pendukung seperti faktor lingkungan dan tingkat adaptasi dari pohon itu sendiri terhadap lingkungannya (Stalin dkk, 2013).

Kampus Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu bentuk ruang terbuka hijau perkotaan yang memiliki manfaat ekologi, sosial, budaya, dan estetika. Seringnya kejadian dahan patah dan pohon tumbang mengindikasikan bahwa banyak pohon yang mengalami kondisi yang kurang baik. Tingkat

(13)

kesehatan pohon atau kelompok pohon, pada dasarnya merupakan hasil akhir interaksi antara pohon dengan faktor lingkungan biotik dan abiotik yang saling bereaksi. Pada kondisi tertentu interaksi dengan faktor-faktor lingkungan dapat menyebabkan kerusakan pohon penyusun hutan dan banyak diantaranya berupa kerusakan fisiologis.

Menurut Dahlan (2002), kualitas tegakan pohon perlu diteliti secara berkala agar dapat diketahui perlakuan apa yang perlu diberikan, supaya pohon dalam keadaan yang selalu baik. Kerai payung merupakan salah satu jenis pohon yang banyak tumbuh di Kampus USU dan belum pernah diteliti kesehatan pohonnya. Sehubungan dengan pertimbangan di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil kerusakan pohon kerai payung di kampus USU.

Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui sebaran dan struktur tegakan kerai payung (Filicium decipiens) 2. Mengetahui profil kerusakan pohon kerai payung di kampus Universitas

Sumatera Utara berdasarkan Nilai Indeks Kerusakan Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pengelolaan ruang terbuka hijau atau hutan kota yang sehat dan terbuka khususnya di kampus Universitas Sumatera Utara. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai informasi atau bahan referensi untuk penelitian selanjutnya di lokasi yang sama.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Kerai payung (Filicium decipiens)

Kerai payung (Filicium decipiens) atau ki sabun adalah jenis tanaman dalam suku lerak-lerakan (Sapindaceae). Tumbuhan ini berasal dari Asia tropis dan Afrika, yaitu: Ethiopia, Kenya, Tanzania, Malawi, Mozambique, Zimbabwe, India, dan Srilanka. Saat ini kerai payung telah tersebar di berbagai daerah, terutama daerah tropis termasuk di Indonesia.

Tinggi pohon dapat mencapai 25 m. Bentuk tajuknya bulat atau semiglobular sehingga membentuk seperti payung. Tanaman ini memiliki cabang yang banyak dengan tinggi bebas cabang yang rendah, bahkan ada yang hanya beberapa centimeter saja di atas permukaan tanah. Cabang tumbuh menyudut tajam ke arah atas menjadikan bentuk tanaman ini cukup indah. Kondisi cabang tanaman inilah yang menyebabkan pemanfaatan kayunya kurang maksimal.

Dengan adanya cabang yang sangat banyak, pada umumnya tajuk tanaman ini rimbun berdaun lebat sehingga banyak dimanfaatkan sebagai tanaman peneduh.

Batang kerai payung berwarna abu-abu kecoklatan dengan kulit batang retak-retak tidak teratur dan pada umumnya arah retakan vertikal. Dalam retakan tersebut, batang terlihat sedikit kemerahan. (Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Sulawesi, 2012).

Kerai payung memiliki bunga sempurna yang terdapat benang sari dan putik. Susunan bunganya adalah bunga majemuk. Bunganya berukuran kecil, berwarna putih kekuningan, ukuran tangkai bunga kecil yaitu 0,3 cm. Malainya muncul dari ketiak daun yang dekat dengan ujung ranting. Panjang malai antara 10-35 cm. Sama halnya dengan bunganya, buah tanaman ini berukuran sangat

(15)

kecil, pada tiap buah umumnya berisi satu biji. Buah termasuk tipe buah batu berbentuk bulat memanjang berukuran lebar sekitar 0,6 - 0,8 cm dan panjang sekitar 0,9 - 1 cm dengan warna ungu kehitaman dan mengkilat. (Balai Perbenihan Tanaman Hutan, Sulawesi, 2012).

Di Indonesia, kerai payung banyak ditemukan di pinggir jalan, halaman kantor dan sekolah sebagai pohon peneduh, peredam kebisingan dan pemecah angin. Bentuk tanaman ini cukup menarik dengan daun yang rimbun sehingga memiliki fungsi estetika untuk ditanam di taman, halaman rumah, atau sebagai pagar alam. Tanaman ini juga dapat digunakan pada ruang terbuka hijau sempadan rel kereta api. Daya transpirasi tanaman ini rendah sehingga baik ditanam pada ruang terbuka hijau, dan di dekat sumber air. (Balai Perbenihan Tanaman Hutan Sulawesi, 2012).

Tanaman ini memiliki daya reduksi yang tinggi terhadap timbal yang merupakan emisi dari kendaraan bermotor, sehingga baik digunakan sebagai pohon penyerap polusi. Kayu tanaman ini digunakan sebagai kayu bakar karena banyak cabang yang dapat dibuat arang. Tanaman ini disebut ki sabun karena seluruh bagian tubuhnya mengandung saponin atau zat kimia yang menjadi salah satu bahan sabun. (Balai Perbenihan Tanaman Hutan Sulawesi, 2012).

Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat dalam kurun waktu terbatas maupun tidak tertentu. Ruang terbuka hijau (RTH) dapat dikategorikan sebagai ruang dimana tanaman tumbuh dan bermanfaat, dan jenis tanaman yang ditanam di RTH yaitu tanaman pohon, tanaman perdu, tanaman semak, tanaman merambat, dan tanaman herba. Ruang terbuka hijau

(16)

dapat berbentuk jalan, trotoar, taman kota, dan hutan kota. Luas RTH minimum sebesar 30% merupakan ukuran minimum kawasan bervegetasi untuk menjamin keseimbangan ekosistem kawasan. Keseimbangan ekosistem yang dipertahankaan adalah fungsi hidrologis, iklim mikro, ketersediaan udara bersih agar dapat,terjamin untuk kebutuhan warganya dan penyerapan karbondioksida. Di samping itu, kawasan bervegetasi dapat meningkatkan nilai estetika kawasan (Baharudin, 2011).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 menyebutkan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhkan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Luas hutan kota dalam suatu hamparan kompak paling sedikit 0,25 hektar. Persentase luas hutan kota paling sedikit 10% dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat.

Hutan kota sering berada di luar batas kota. Jalur hijau, hutan kota, hutan lindung, dan tanaman urungan dapat dikatakan bagian dari hutan kota. Area ini biasanya untuk umum dan bermanfaat untuk berbagai macam kegunaan, serta mempunyai nilai luar biasa untuk lingkungan kota yaitu sebagai pelindung mata air, rekreasi, memberikan pemandangan, tempat hiburan atau sebagai tempat pembuangan limbah (Sundari, 2007).

Kampus Universita Sumatera Utara (USU) Padang Bulan terletak di sebelah Barat Daya Kota Medan, tujuh kilometer dari pusat kota. Kampus ini yang memiliki luas 116 ha dengan zona akademil 93,4 ha, merupakan pusat kegiatan universitas. Disini terdapat lebih dari seratus bangunan dengan total luas

(17)

lantai 133.141 m2. Selain bangunan pendidikan dan penunjang, di areal ini juga terdapat berbagai faasilitas sosial dan publik seperti taman dan fasilitas olahraga (Siregar, 2010).

Pohon memiliki peranan penting sebagai pohon pelindung. Persyaratan pohon pelindung yang memiliki kualitas yang baik yaitu berbatang beesar, tinggi, dan menarik. Pohon pelindung berfungsi sebagai penyerap polusi, percabangan kuat, daunnya tidak mudah gugur dan tidak menimbulkan alergi. Diupayakan agar pohon tidak merusak lingkungan atau berbahaya, mudah dalam perawatan dan tidak berpenampilan seperti perdu semak (Cabang Dinas Kehutanan, 1992).

Kesehatan Pohon

Pohon dikatakan sehat atau normal ketika pohon tersebut masih dapat menjalankan fungsi fisiologisnya. Sebaliknya, dikatakan tidak sehat apabila pohon yang secara struktural mengalami kerusakan baik secara keseluruhan ataupun sebagian pohon. Penyebab utama penyakit tersebut dapat berupa organisme hidup patogenik ataupun faktor lingkungan fisik (Surjokusumo dan Karlinasari, 2010).

Kerusakan atau kerugian yang disebabkan oleh patogen, serangga polusi udara dan kondisi alamiah lain serta aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pohon. Kerusakan yang disebabkan oleh agen-agen ini, baik secara sendiri-sendiri atau secara bersamaan dengan nyata mempengaruhi kesehatan hutan. Identifikasi tanda dan gejala dari kerusakan yang terjadi merupakan informasi yang berharga yang diperhatikan dari kondisi hutan dan indikasi yang mungkin menyebabkan penyimpangan dari kondisi yang diharapkan. Untuk monitoring kesehatan hutan, tanda-tanda dan gejala-gejala kerusakan dicatat, didefinisikan, apakah kerusakan

(18)

dapat mematikan pohon atau memberi pengaruh jangka panjang terhadap kemampuan bertahan dari pohon (Irwanto, 2006).

Pohon menjadi sakit karena adanya aktivitas yang terus menerus dari penyebab penyakit pada pohon tersebut dan tidak dalam waktu yang singkat.

Akibat aktivitas penyebab penyakit yang terus menerus tersebut, sebagian atau seluruh pohon merana, cacat bahkan sampai menyebabkan kematian. Berbagai macam penyakit yang dapat menular yaitu bakteri, fungi, dan virus pada berbagai macam tumbuhan tingkat tinggi. Kekhasan penyakit menular adalah terjadinya interaksi yang terus menerus penyebab penyakit pada suatu pohon. Proses interaksi tersebut dalam banyak hal dapat menyebabkan timbulnya gejala yang dapat dilihat dari luar. Pohon-pohon di dalam hutan umumnya menjadi sakit karena serangan fungi dan tumbuhan tingkat tinggi lainnya (Yunasfi, 2007).

Monitoring Kesehatan Pohon

Untuk menjaga peran pohon sebagai pohon danpeneduh jalan dilakkukan usaha perawatan. Usaha perawatan diperlukan untuk pohon seperti:

membersihkan lubang luka tersebut dengan mengecat untuk memperbaiki penampilan dan menutup khususnya kambium yang terbuka, membuang jaringan kayu yang telah mati dan yang dapat menjadi sarang berkembangnya sumber penyakit. Menyediakan permukaan yang kuat untuk jaringan kalus baru guna merangsang penyembuhan luka dan dapat menghillangkan tempat bersarangnya hama dari sumber penularan hama sehingga penularan tidak dapat berkembang dan menyebar (Dahlan, 2002).

Forest Health Monitoring (FHM) merupakan kegiatan pemantauan hutan untuk menganalisis kondisi tegakan (hutan) saat sekarang dan dimasa yang akan

(19)

datang dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan pengelolaannya. Kegiatan ini mengacu pada sistem USDA Forest Health Monitoring Field Guide Methods yang telah mulai diadopsi oleh beberapa negara di Amerika maupun Asia (Tim Peneliti Pusbang Cepu, 2002).

Di Indonesia sistem ini baru tingkat percobaan yang dilakukan dengan bekerjasama dengan ITTO USDA Forest Service, Ministy of Forestry of Indonesia dan SEAMEO BIOTROP. Berbagai parameter yang mengidentifikasi

indikator tajuk adalah : ukuran tajuk hidup (live crown size), rasio tajuk hidup (live crown ratio-lcr), kerapatan tajuk (crown density), dieback (crown dieback) dan transparansi tajuk (foliage transparancy). Kerusakan atau kerugian yang disebabkan oleh patogen, serangga, polusi udara dan kondisi alamiah lain serta aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pohon. Kerusakan yang disebabkan oleh agen- agen ini, baik secara sendiri-sendiri atau secara bersamaan, dengan nyata mempengaruhi kesehatan hutan. Identifikasi tanda dan gejala dari kerusakan yang terjadi merupakan informasi yang berharga yang diperhatikan dari kondisi hutan dan indikasi yang mungkin menyebabkakn penyimpangan dari kondisi yang diharapkan. Untuk monitoring kesehatan hutan, tanda-tanda dan gejal-gejala kerusakan dicatat, didefinisikan, apakah kerusakan dapat mematikan pohon atau memberi pengaruh jangka panjang terhadap kemampuan bertahan dari poohon (Irwanto, 2006).

Hasil evaluasi dan uji kehandalan indikator (Supriyanto dkk, 2001), terdapat empat indikator yang sesuai untuk hutan tropis Indonesia, meliputi produksi, biodiversitas, vitalitas, dan kesehatan, dan kualitas tapak. Parameter

(20)

yang digunakan untuk mengetahui indikator tersebut antara lain: pertumbuhan pohon, permudaan dan kematian, kondisi tajuk dan struktur, strukturr vegetasi, biodiversitas, kerusakan tegakan karena pembalakan, kerusakan abiotik, hama dan penyakit, dan sosial ekonomi.

Kelima parameter pengukuran kondisi tajuk pohon (LCR, Cden, FT, CDW, dan CDB) dikumpulkan ke dalam peringkat penampakan tajuk (Visual Crown Ratio- VCR) pada masing-masing pohon. Nilai untuk setiap individu

pohon diperoleh dari hasil penilaian setiap parameter kondisi tajuk. Nilai VCR suatu pohon bernilai antar 1-4 tergantung kepada besaran nilai pengamatan setiap parameter kondisi tajuk (Putra dan Purnadjaya, 2001).

Dalam metode FHM, kondisi kesehatan hutandidasarkan pada penilaian terhadap indikator-indikator terukur yang dapat menggambarkan kondisi tegakan secara komprehensif. Indikator-indikator tersebut adalah pertumbuhan, kondisi tajuk, kerusakan dan mortalitas, indikator biologis tingkat polusi udara, kimia tanaman, dendrokronologi, kondisi perakaran, tingkat radiasi yang digunakan dalam fotosintesis, struktur vegetasi, habitat hidup liar, dan lichen (Putra,2004).

Pelaksanaan FHM atas beberapa tahapan, yaitu: 1) detection monitoring (penentuan jenis gangguan terhadap kondisi ekosistem udara dan tanah untuk digunakan sebagai dasar evaluasi status dan perubahan dalam ekosistem hutan), 2) evaluating monitoring (menentukan luas, keparahan dan penyebab perubahan

yang tidak diinginkan dalam kesehatan hutan yang telah diidentifikasi pada langkah sebelumnya), 3) intensive site monitoring (ditentukan status faktor-faktor biotik), 4) research on monitoring techniques (penelitian tentang indikator kesehatan dan metode deteksi), dan 5) analysis and reporting (data yang siperoleh

(21)

perlu disajikan dalam format yang mudah dipahami oleh semua pemangku kepentingan serta dilaporkan secara baik).

Nilai penting kerusakan bagi pertumbuhan ditentukan oleh tipe, lokasi pada tanaman dan tingkat keparahan kerusakan yang terjadi. Tipe kerusakan biasanya sangat spesifik dan masing-masing mempunyai nilai yang spesifik juga.

Lokasi kerusakan ditentukan berdasarkan atas kedudukan kerusakan pada bagian batang pokok dan pada bagian tajuk. Batang pokok mempunyai nilai kerusakan yang lebih tinggi dibanding dengan tanaman yang lain. Kelas keparahan dan batas minimum ditentukan sesuai dengan jenis kerusakan yang dinilai dan ditentukan berdasarkan proporsi bagian tanaman yang rusak. Kematian pohon oleh kebakaran angin, penebangan, kumbang penggerek kayu atau sebab lainnya dapat saja terjadi, walaupun tanda-tandanya tidak nampak. Perkiraan sebab kematian dan lama waktu kematian dapat terjadi merupakan informasi berharga bagi telaah selanjutnya (Sumardi dan Widyastuti, 2004).

(22)

METODE PENELITIAN

Waktu dan tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2018 di kampus Universitas Sumatera Utara. Adapun titik pengambilan data tersebar di seluruh dilayah tergantung pada ada tidaknya ditemukan pohon..

Alat dan bahan

Alat penelitian yang digunakan antara lain: phiband,, binokuler, pita ukur, hagameter, GPS, benang nilon, maper, MS word dan MS Excel serta kamera digital. Sedangkan bahan yang digunakan adalah pohon kerai payung yang tumbuh di dalam kampus Universitas Sumatera Utara, tally sheet, kertas label dan alat tulis menulis

Metode Pengumpulan Data

1. Sebaran Kerai Payung di Kampus USU

Pengamatan pohon dilakukan secara sensus di seluruh kampus Universitas Sumatera Utara. Pengamatan yang dilakukan adalah menghitung diameter pohon dengan menggunakan phiband, mengukur tinggi dengan menggunakan hagameter, mengamati kondisi pohon, mendokumentasikan kegiatan pengamatan serta menandai titik lokasi pohon dengan menggunakan mapper dan digabungkan dengan peta kampus USU untuk mengetahui sebaran pohon kerai payung.

2. Metode Penyusunan Profil Kerusakan Pohon

Penyusunan profil kerusakan pohon kerai payung (Filicium decipiens) di kampus Universitas Sumatera Utara disusun berdasarkan tipe kerusakan dan lokasi kerusakan menggunakan metode Forest Health monitoring (FHM)

(23)

(Mangold, 1997). Pengamatan pohon dilakukan pada seluruh sisi dimulai dari pangkal batang. Kerusakan yang dicatat pada masing-masing pohon yaitu maksimal tiga kerusakan dandicatat tipe kerusakan, lokasi kerusakan. Pengkodean dan penilaian kerusakan pohon. Data kerusakan pohon kemudian dimasukkan ke dalam tally sheet(tabel 1).

Pengamatan pohon dilakukan pada seluruh sisi dimulai dari pangkal batang. Untuk mempermudah pengamatan, lokasi kerusakan yang terdapat pada pohon dapat dikodekan sehingga dapat mempermudah proses pengamatan kesehatan pohon. Kode kerusakan bagian-bagian pohon dapat menggunakan kodefikasi menurut standar Enviromental Monitoring and Assesment Program (EMAP) seperti pada Gambar 2.

Gambar 1. Skema lokasi kerusakan pada tanaman.

Keterangan :

01 : Akar 06 : Batang Tajuk

02 : Akar dengan Batang Bawah 07 : Cabang

03 : Batang Bawah 08 : Tunas dan Pucuk 04 : Batang Atas dan Bawah 09 : Dedaunan 05 : Batang Atas

(24)

Tabel 1. Tally Sheet Penilaian Kerusakan Pohon menurut metode FHM

no Jenis Pohon Tinggi (m) Diameter (cm) Kerusakan 1 Kerusakan 2 Kerusakan 3 xi Yi zi xi yi zi xi yi zi

Keterangan:

Xi : Lokasi kerusakan Yi : Tipe kerusakan

Zi : Kelas Keparahan Kerusakan

Kode tipe kerusakan, bagian/lokasi kerusakan dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3

Tabel 2. Kode dan tipe kerusakan

no Tipe kerusakan Kelas keparahan

(10%-99%)

Kode tipe kerusakan

1 Kanker, gol (puru) 20% 1

2 Busuk hati, tubuh buah (badan buah), dan indikator lapuk lanjut

Nihil* 2

3 Luka terbuka 20% 3

4 Eksekusi (resinosis dan gumosis) 20% 4

5 Batang patah kurang dari 0,91 cm Nihil* 11

6 Brum pada akar atau batang Nihil* 12

7 Akar patah atau mati kurang dari 0,91 cm 20% 13

8 Hilangnya ujung dominan (mati ujung) 1% 21

9 Cabang patah atau mati 20% 22

10 Brum pada cabang atau daerah dalam tajuk 20% 23

11 Kerusakan daun 20% 24

12 Daun berubah warna (tidak hijau) 30% 25

Berdasarkan kode pada tipe kerusakan yang telah didata dapat ditentukan kode dan lokasi kerusakan pada pohon tersebut. Lokasi kerusakan yang ditemukan pasti akan sejalan dengan jenis atau tipe kerusakannya.

(25)

Tabel 3. Kode dan lokasi kerusakan

kode Keterangan

0 Sehat (tidak ada kerusakan)

1 Akar (terbuka) dan tunggak (dengan tinggi 30 cm di atas permukaan tanah) 2 Akar dan batang bagian bawah

3 Bagian atas batang (setengah bagian bawah dari batang antara tunggak dan dasar tajuk hidup)

4 Bagian bawah dan bagian atas batang

5 Bagian atas batang (setengah bagian atas dari dari batang antara tunggak dan dasar tajuk hidup)

6 Batang tajuk (batang utama di dalam daerah tajuk hidup di atas dasar tajuk hidup)

7 Cabang (lebih besar 2,54 cm pada titik percabangan terhadap batang utama atau batang tajuk di dalam daerah tajuk hidup)

8 Kuncup dan tunas (pertumbuhan tahun terakhir)

9 Daun

Sumber : USDA Forest (2001) Deskripsi Tipe-Tipe Kerusakan

Menurut Mangold (1997), definisi kerusakan yang terdapat pada pohon dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Kanker

Kanker mungkin dapat disebabkan oleh berbagai agen tetapi lebih sering disebabkan oleh jamur. Kulit kambium dimatikan dan diikuti dengan kematian kayu dibawah kulit. Matinya kayu di bawah kulit tersebut bisa disebabkan oleh penyebab kerusakan yang memang melakukan penetrasi hingga ke kayu. Hal ini menimbulkan daerah jaringan yang mati akan semakin dalam dan luas atau membentuk gall (pembengkakan) yang disebabkan oleh jamur karat pada akar, batang atau cabang.

2. Busuk hati, tubuh buah dan indikator lapuk lanjut

Tubuh buah pada batang utama, batang tajuk dan pada titik percabangan adalah indikator lapuk kayu ”Punky Wood” atau kayu gembol timbul bila ada

(26)

lubang yang besarnya lebih dari lebar suatu pensil terjadi pada batang utama.

Kayu gembol merupakan penunjuk adanya jaringan kayu yang lunak, sering mengandung air dan mengalami degradasi. Suatu luka terbakar pada pangkal suatu pohon adalah juga merupakan indikator lapuk. Lubang (rongga) di dalam batang utama dari cabang tua adalah juga lapuk. Tunggak-tunggak lapuk yang terkait dengan regenerasi melalui trubus. Busuk ada dua macam penyebabnya, yaitu busuk kering dan busuk basah. Penyakit busuk ini menyerang akar, batang, kuncup dan buah (Pracaya, 2003).

3. Luka terbuka

Suatu luka atau serangkaian luka yang ditunjukkan dengan mengelupasnya kulit atau kayu bagian dalam telah terbuka dan tidak ada tanda lapuk lanjut. Luka pangkasan yang memotong ke dalam kayu batang utama dikodekan sebagai luka terbuka, jika memenuhi nilai ambang tetapi luka-luka yang tidak mengganggu keutuhan kayu batang utama dikeluarkan (tidak termasuk).

4. Resinosis atau gumosis

Daerah resin atau gum (cairan) eksudasi pada cabang atau batang.

Tergantung pada jenis pohon atau penyebabnya, eksudasi dapat terdiri dari gummosis, resinosis atau lateksosis.

5. Batang patah

Akar-akar putus di dalam karak pada 0,91 m dari batang baik karena galian atau terluka sebagai contoh, akar-akar yang terluka pada suatu jalan, terpotong atau luka oleh binatang. Batang patah/ rusak pada daerah batang (di bawah dasar dari tajuk hidup dan pada pohon masih hidup).

6. Brum pada akar atau batang

(27)

Penyakit brum pada akar atau batang di tandai dengan munculnya tunas- tunas baru pada akar atau batang secara abnormal. Hal ini dapat menghambat proses penyaluran hasil metabolisme pohon sehingga pohon menjadi tidak sehat.

7. Akar patah atau mati

Akar yang dimasukkan kedalam kategori ini adalah akar-akar di luar 0,91 m dari batang yang terluka atau mati. Gejala penyakit ini dapat dilihat dari akar yang terlihat di permukaan tanah sesuai panjang akar yang rusak yang telah ditetapkan

8. Mati ujung

Gejala mati ujung adalah kematian dari ujung batang tajuk utama. Hal ini bisa disebabkan oleh salju, serangga, penyakit atau sebab-sebab lainnya.

9. Cabang patah atau mati

Gejala yang dapat dilihat langsung adalah cabang yang patah atau mati.

Cabang mati terdapat pada batang atau batang tajuk di luar daerah tajuk hidup tidak dikodekan.

10. Percabangan berlebihan atau brum di dalam tajuk hidup.

Brum adalah suatu gerombolan ranting yang padat, tumbuh di suatu tempat yang sama terjadi di dalam darah tajuk hidup. Termasuk struktur vegetatif dan organ yang bergerombol tidak normal.

11. Kerusakan kuncup daun atau tunas

Termakan serangga, terkerat atau daun terkeliat, kuncup atau tunas terserang > 50%, pada sekurang-kurangnya 30% dari daun, kuncup atau tunas.

12. Perubahan warna daun

Sekurang-kurangnya 30% daun yang terganggu dari keseluruhan daun.

(28)

pengamat tidak yakin bahwa warna daun itu hijau, maka anggaplah warna itu hijau dan bukan warna lain.

13. Lain-lain

Digunakan bila tidak ada penjelasan lain yang lebih sesuai. Misalkan ada kerusakan tanaman yang belum diketahui dan dapat dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk mengetahui jenis kerusakan tesebut.

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran dan Struktur Tegakan Kerai Payung (Filicium decipiens) di Kampus Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di kampus Universitas Sumatera Utara terhadap pohon Kerai Payung yaitu diameter pohon untuk mengetahui sebaran dan struktur tegakannya, ditemukan berbagai ukuran yang berbeda-beda (Lampiran). Dari data yang sudah didapat, diameter pohon paling besar adalah pohon dengan kode k180, diameter 74 cm, dan yang paling kecil adalah pohon dengan kode k97.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Padang Bulan terletak di sebelah barat daya Kota Medan, tujuh kilometer dari pusat kota. Kampus ini yang memiliki luas 116 ha dengan zona akademik 93,4 ha, merupakan pusat kegiatan universitas. Lingkungan kampus USU memiliki banyak jenis pohon yang ditanami baik di sekitar kawasan fakultas, sepanjang jalan lingkungan kampus maupun di sekitar gedung-gedung akademik yang menyebar di seluruh area kampus USU. Banyaknya pohon kerai payung (Filicium decipiens) yang tersebar di USU ada beberapa lokasi ada beberapa titik dengan kumpulan kerai payung (Filicium decipiens) dengan jumlah yang banyak. Diantaranya adalah kawasan auditorium USU, fakultas pertanian, dan fakultas MIPA. Selebihnya tersebar di fakultas hukum, fakultas ilmu budaya, fakultas teknik, gedung kearsipan.

(30)

Gambar 2. Peta sebaran pohon Kerai Payung (Fillicium decipiens) di kampus USU Kondisi Kerusakan Pohon

Hasil pengamatan pohon kerai payung (Filicium decipiens) yang telah dilakukan di kampus Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa banyak pohon yang mengalami kerusakan. Kerusakan pohon (tergantung lokasi, jenis/tipe dan keparahannya) tersebut akan sangat berdampak terhadap fungsi fisiologis

(31)

pohon, menurunkan laju pertumbuhan pohon, dan bahkan dapat menyebabkan kematian pohon (Irwanto, 2006).Pengamatan yang dilakukan meliputi dua parameter yaitu lokasi kerusakan, tipe kerusakan.

Tipe kerusakan pohon

Gambar 3. Tipe kerusakan pohon kerai payung (Filicium decipiens) di Kampus USU Sumardi dan Widyastuti (2004) mengatakan tipe kerusakan pohon biasanya sangat spesifik dan masing-masing memiliki nilai yang spesifik juga.

Menurut Forest Health Monitoring (FHM) terdapat 12 tipe kerusakan pohon, namun pada pohon kerai payung hanya dijumpai 8 tipe kerusakan saja (Gambar 3). Tipe kerusakan terbanyak adalah tipe 23 yaitu cabang patah atau pohon, yang dialami 161 pohon. Sedangkan tipe kerusakan yang paling sedikit dijumpai adalah tipe 24 yaitu kerusakan daun.

Pengamatan yang dilakukan menunjukkan tipe kerusakan pohon kerai payung (Filicium decipiens) tidak terlalu bervariasi. Terdapat dua penyakit yang hampir dimiliki oleh semua pohon seperti luka terbuka dan cabang patah atau mati. Beberapa tipe kerusakan yaitu kanker, eksudasi, batang patah kurang dari

(32)

0,91m, dan akar patah atau mati kurang dari 0,91m tidak dijumpai pada pohon kerai payung.Beberapa tipe kerusakan yang dijumpai pada pohon kerai payung adalah sebagai berikut:

1. Busuk hati dan indikator lapuk lanjut

Gambar 4. Kerusakan tipe busuk hati dan indikator lapuk lanjut pada pohon kerai payung (Filicium decipiens)

Kayu gembol merupakan penunjuk adanya jaringan kayu yang lunak, sering mengandung air dan mengalami degradasi yang merupakan indikator lapuk (Pracaya, 2003). Tipe kerusakan busuk hati dan indikator lapuk lanjut (kode 02) yang ditemukan dalam pengamatan pohon kerai payung sebanyak 14 pohon atau 7,61 %. Tipe kerusakan ini ditemukan pada bagian batang utama pohon kerai payung. Kerusakan pada bagian batang akan sangat berakibat fatal karena dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas pengangkutan air dan unsur hara dari tanah ke daun sehingga pohon rentan rubuh karena lapuk pada batang pohon.

(33)

2. Luka terbuka

Gambar 5. Kerusakan luka terbuka pada pohon kerai payung (Filicium decipiens)

Tipe kerusakan pohon dengan jumlah kerusakan tertinggi kedua adalah luka terbuka (kode3). Luka terbuka akan menyebabkan pohon rentan terhadap penyakit karena dapat menjadi peluang bagi patogen untuk menginfeksi pohon.

Surjokusumo dan Karlinasari (2010) mengatakan bahwa penyebab utama penyakit berupa organisme hidup patogenik ataupun faktor lingkungan fisik.

Luka terbuka pada pohon yang ditemukan lebih banyak karena bekas cabang patah atau dipotong. Sebanyak 123 pohon kerai payung atau 66,85 % yang diamati mengalami luka terbuka. Banyak pohon kerai payung yang seperti memiliki rongga lubang yang disebabkan oleh busuk atau mengeringnya luka terbuka tersebut.

(34)

3. Brum pada akar atau batang

Gambar 6. Kerusakan tipe brum pada akar aau batang pada pohon kerai payung(Filicium decipiens)

Pohon kerai payung yang terserang tipe kerusakan brum pada akar atau batang sebanyak 11 pohon atau 5,98 %. Gejalanya mudah diamati, yaitu munculnya tunas-tunas baru pada akar atau batang secara abnormal yang menghambat proses penyaluran metabolisme (tunasnya seperti bergerombol pada satu titik).

4. Hilangnya ujung dominan (mati ujung)

Gambar 7. Kerusakan tipe hilangnya ujung dominan (mati ujung) pada pohon kerai payung (Filicium decipiens)

Sebanyak 47 pohon kerai payung (Filicium decipiens) atau 25,54 % terkena tipe kerusakan hilangnya ujung dominan (mati ujung). Pohon kerai

(35)

payung yang terkena tipe kerusakan ini dapat dilihat pada bagian ujung pohon mengalami kematian. Biasanya tipe kerusakan ini disebabkan oleh petir atau angin kencang.

5. Cabang patah atau mati

Gambar 8. Kerusakan tipe cabang patah atau mati pada pohon kerai payung (Filicium decipiens)

Tipe kerusakan paling banyak dijumpai pada pohon kerai payung (Filicium decipiens) adalah cabang patah atau mati. Dari pengamatan visual yang dilakukan, pohon kerai payung yang mengalami cabang patah menunjukkan gejala cabangnya kering, daun berguguran atau tidak ada, bahkan cabang pohon tersebut mati kering. Sebanyak 161 pohon kerai payung atau 87,5 % mengalami cabang patah atau mati.

(36)

6. Brum pada cabang atau daerah dalam tajuk

Gambar 9. Kerusakan tipe brum pada cabang atau daerah dalam tajuk pada pohon kerai payung (Filicium decipiens)

Sebanyak 98 pohon atau 53,26 % mengalaminya mengalami kerusakan tipe brum pada cabang atau daerah dalam tajuk. Tipe kerusakan ini mudah diamati, yaitu terlihat adanya suatu gerombolan ranting/tunas yang padat dan tumbuh di satu titik yang sama pada cabang atau daerah tajuk pohon. Tumbuhnya tunas-tunas ini secara bergerombol dianggap tidak normal, yang bahkan mengganggu pertumbuhan pohon.

7. Kerusakan daun

Kerusakan daun ini merupakan tipe kerusakan yang paling sedikit dijumpai pada pohon kerai payung yaitu sebanyak 2 pohon atau 1,09 %. Gejala ini bisa dilihat dengan adanya daun yang dimakan serangga, terkerat atau daun terkeliat, kuncup atau tunas terserang >50% pada sekurang-kurangnya 30% dari daun, kuncup atau tunas. Berdasarkan pengamatan, tipe kerusakan ini bukan 3 dominan yang ditemui pada pohon kerai payung.

(37)

Gambar 10. Kerusakan tipe kerusakan daun pada pohon kerai payung (Filicium decipiens)

8. Daun berubah warna (tidak hijau)

Gambar 11. Kerusakan tipe daun berubah warna (tidak hijau) pada pohon kerai payung (Filicium decipiens)

Pohon kerai payung yang terkena tipe kerusakan daun berubah warna (tidak hijau) ini sebanyak 20 pohon atau 10,87 %. Ada beberapa pohon yang mengalami perubahan warna tidak mencapai ambang yang dianggap termasuk tipe kerusakan daun berubah warna (tidak hijau).Banyak hal penyebab daun menjadi kuning. Tidak hanya disebabkan oleh masalah nutrisi, warna kuning bisa saja menjadi tanda gejala suatu penyakit. Seperti serangan hama, kelebihan air, kekurangan air, kekurangan cahaya matahari, kekurangan zat hara (K, N, Ca, Mg, Fe, dan Zinc).

(38)

Lokasi Kerusakan

Menurut Forest Health Monitoring (FHM) terdapat 9 lokasi kerusakan pada pohon. Lokasi kerusakan ini sejalan dengan tipe kerusakan. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lokasi kerusakan pohon kerai payung hanya terdapat di 5 lokasi.

Gambar 12. Lokasi kerusakan pohon kerai payung (Filicium decipiens) di Kampus USU

Sebanyak 74,46% (137 pohon) memiliki lokasi kerusakan di bagian bawah dan atas batang (kode 4), sebanyak 5,98%(11 pohon)memiliki lokasi kerusakan bagian atas batang atau setengah bagian atas dari batang antara tunggak dan dasar hidup (kode 5). Terdapat 87,5% ( 161 pohon)memiliki lokasi kerusakan bagian cabang (lebih besar 2,54 cm pada titik percabangan terhadap batang utama atau batang tajuk di dalam daerah tajuk hidup) (kode7).

Batang secara fisik merupakan penopang tajuk dan secara fisiologis berperan sebagai organ penyangga sistem transport untuk distribusi unsur hara.

Oleh karena itu jika batang telah mengalami kerusakan akan berpengaruh nyata

(39)

pada pertumbuhan karena menyalurkan unsur hara dari akar ke daun-daun.

Kerusakan pada bagian batang ini akan meningkatkan resiko pohon rubuh atau tumbang.

Sebanyak 78,8 % ( 145 pohon) memiliki lokasi kerusakan pada bagian kuncup dan tunas atau pertumbuhan tahun terakhir (kode 8). Sebanyak 22 pohon memiliki kerusakan pada bagian daun (kode 9). Daun memegang peranan penting dalam fotosintesis. Akibat umum yang disebabkan oleh kerusakan pada daun ini adalah terhambatnya proses fotosintesis sebagai fungsi utama daun. Daun merupakan bagian yang penting bagi pertumbuhan pohon sehingga diperlukan adanya perawatan terhadap kerusakan pohon.

(40)

30

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sebaran pohon kerai payung (Filicium decipiens) di Kampus Univeritas Sumatera Utara, ditemukan di sembilan lokasi, yakni Auditorium, Fakultas Teknik, Fakultas Pertanian, Faultas MIPA, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Hukum, Fakultas Ilmu Budaya, dan Kearsipan. Struktur diameter pohon kerai payung (Filicium decipiens) yang tumbuh di Kampus Universitas Sumatera Utara berkisar antara 8 cm s/d 74 cm.

2. Berdasarkan jenis kerusakannya, dapat ditemukan profil kerusakan pohon kerai payung (Filicium decipiens) yang tumbuh di Kampus Universitas Sumatera Utara didominasi oleh tipe kerusakan cabang patah atau mati sebanyak 161 pohon (87,5%). Adapun berdasarkan lokasi kerusakannya maka kerusakan pohon kerai payung (Filicium decipiens) yang tumbuh di Kampus Universitas Sumatera Utara sebanyak 87,5% (161 pohon) ditemukan di bagian cabang (lebih besar 2,54 cm pada titik percabangan terhadap batang utama atau batang tajuk di dalam daerah tajuk hidup), sebanyak 78,8% (145 pohon) ditemukan di bagiab kuncup dan tunas (pertumbuhan tahun terakhir), sebanyak 74,46% (137 pohon) ditemukan di bagian bawah dan bagian atas batang, sebanyak 11,95% (22 pohon) di daun, dan sebanyak 5,98% (11 pohon) di bagian atas batang atau setengah bagian atas dari batang antara tunggak dan dasar hidup.

(41)

30

Saran

Pemeliharaan pohon kerai payung (Filicium decipiens) untuk mencegah kerusakan lebih parah perlu dilakukan dengan intensif, terutama yang di Fakultas Teknik yang sudah sangat mengkhawatirkan.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Baharudin, A. 2011. Kebutuhan ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Jayapura. Jurnal Buni Lestari

Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Sulawesi. 2012. Informasi Singkat Benih No. 137. Sulawesi

Cabang Dinas Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan.

Jakarta.

Dahlan, E.N. 2002. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. http:www.bonet.co.id/dephut/hkota.htiml.

Jakarta.

Irwanto. 2006. Penilaian Kesehatan Hutan Tegakan Jati (Tectona grandis) dan Eucalyptus (Ecualyptus pellita) pada Kawasan Hutan Wanagama I.

Fakultas Kehutanan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Mangold R. 1997. Forest Health Monitoring: Field Methods Guide. United States Departement of Agriculture Forest Service. Washington.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota.

Pracaya. 2003. 1984. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Putra, El dan Purndjaya. 2001. Present Status of Forest Vitality. Technical Report No. 11 dalam Forest Health Monitoring To Monitor the Sustainaility Of Indonesian Tropical Rainforest Volume I. Japan: ITTO dan Bogor:

SEAMEO-BIOTROP.

Putra, El. 2004. Pengembangan Metode Penilaian Kesehatan Hutan Alam Produksi. [tesis]. Program Studi Ilmu Kehutanan. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahayu S. 2000. Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia (Gejala, Penyebab, dan Teknik Pengendalian). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Siregar, R. M. 2010. Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Kadar Air Serasah di Hutan Tri Dharma Kampus Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soedjono dan Wijono. 1990. Tata Taman Halaman Rumah. Penerbit Angkasa.

Bandung.

Soerianegara, I, R. H. M. Lemmens, 1994. Mayor Commercial Timber. Timber Press. Porsea, Bogor.

(43)

Stalin, Marsi. dan Farah Diba. dan Harnani Husni. 2013. Analisis Kerusakan Pohon di Jalan Ahmad Yani Kota Pontianak. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Sumardi, S. dan M. Widyastuti. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. Buku.

Catatan ke-1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sundari, ES. 2007. Studi Menentukan Fungsi Hutan Kota Dalam Masalah Lingkungan Perkotaan. Vol 7, No. 2. Jurnal PWH. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota. UNISBA. Bandung.

Supriyanto, Kenneth, S. dan Soekotjo, A. dan Ngaloken, G. 2001. Forest Health Monitoring Plot Establishment. Technical Report No 1. Dalam Forest Health Monitoring to Monitor The Sustainability Of Indonesian Tropical Rain Forest, Volume I. Buku. Japan: ITTO dan Bogor SEAMEOBIOTROP.

Surjokusumo. S. Karlinasari. L. 2010. Kebugaran Pohon Berdiri (Standing Tree) Sebagai AsetLingkungan Perkotaan dan Perumahan. Di dalam (Workshop Pemantauan Kesehatan Hutan Pada Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Perkotaan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tim Peneliti Pusbang SDH Cepu. 2002. Pengamatan plot FHM Hutan Jati di Wilayah PT. Perhutani (Case: KPH Cepu). Dalam Ringkasan hasil- hasil Penelitian Perum Perhutani 2002. Perum Perhutani.

[USDA-FS] USDA Forest Service. 1999. Forest Health Monitoring Field Methods Guide (National 1999). Washington NC : USDA Forest Service Research Triangle Park.

USDA Forest Service. 2001. Forest Health Monitoring to Monitor the Sustainabity of Indonesian Tropical Rain Forest. SEAMEO BIOTROP. Indonesia.

Yunasfi. 2007. Permasalahan Hama, Penyakit dan Gulma Dalam Pembangungan Hutab Tanaman Industri dan Usaha Pengendaliaannya. Departemen Kehutanan Fakultas dan Usaha Pengendaliannya. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

(44)

LAMPIRAN

KODE Diameter Tinggi total Tinggi bebas cabang

K1 25.5 17.5 8

k2 26.5 16.5 6.5

k3 24.5 15.5 6.5

k4 29 16 9.5

k5 30 13.5 8

k6 35 18 6.5

k7 15 16.5 5.5

k8 20 14.5 3.5

k9 19.5 10 3.5

k10 13 6 4

k11 17.5 8 2

k2 18 7.5 3

k13 15 11.5 3

k14 22 8.5 3

k15 15.5 9 2.5

k16 15 8.5 2.5

k17 20.5 11.5 3.5

k18 18.5 10.5 3

k19 46 16 3.5

k20 19 12.5 3.5

k21 27 17 3.5

k22 26 14.5 4.5

k23 22 8 2.5

k24 22 9.5 3

k25 14 8.5 1.5

k26 22 9 5

k27 18 8.5 2.5

k28 14 8 4

k29 16 6.5 1.5

k30 34 10.5 6.5

k31 18 9 4.5

k32 23 8.5 2

k33 20 9.5 1.5

k34 24 8.5 2.5

k35 37 16.5 4.5

k36 26 12 3

k37 25 10.5 3

k38 21 11 5

k39 23 9.5 5.5

k40 21 9.5 6.5

k41 27 11 5

k42 24 14.5 5.5

k43 28 15.5 6.5

k44 20.5 14.5 9.5

k45 20 13.5 4.5

k46 31 13 10.5

(45)

k47 27 12.5 4.5

k48 14.5 10.5 7.5

k49 22 8.5 5.5

k50 23 12 3

k51 28 17 4.5

k52 25 18.5 3.5

k53 32 20.5 5.5

k54 30 15.5 2.5

k55 23.5 12 2.5

k56 35 13 3.5

k57 43 12.5 1.5

k58 41 14.5 4.5

k59 28 13.5 5

k60 46 13 3

k61 30 12.5 2.5

k62 26 11 1

k63 28.5 11 2.5

k64 30 10.5 1

k65 20 13 1.5

k66 36 13.5 3

k67 23 17 4

k68 29 12.5 2.5

k69 29 16 3

k70 22.6 16.5 6

k71 22 16.5 6.5

k72 17 12.5 4

k73 22 9.5 2

k74 27.5 21.5 5.5

k75 28 16.5 2.5

k76 17.4 15.5 4.5

k77 24 13 3

k78 23 13 2.5

k79 43 17 2.5

k80 33 14.5 3.5

k81 23 10.5 2.5

k82 22 16 4

k83 26 15.5 3.5

k84 19 13 5.5

k85 24.5 12 3.5

k86 27 13 4

k87 36 12.5 2.5

k88 18.5 12 2.5

k89 19.5 12 3

k90 24 13.5 4

k91 18 8 1.5

k92 9 6 3.5

k93 20.5 10.5 4.5

k94 14 11 5

k95 17 10 3

k96 27 11 1.5

(46)

k98 29 15 2

k99 13 12.5 1.5

k100 17 11 2.5

k101 13 12 1.5

k102 18 14.5 1.5

k103 10 13.5 2.5

k104 47 20 4

k105 29 21 4.5

k106 33 23.5 2

k107 17 22.5 5

k108 19 15 2.5

k109 23 22.5 3

k110 22.5 22.5 3.5

k111 19 21 5

k112 18 21 3.5

k113 32 20 2.5

k114 33 20 7

k115 19 15 2

k116 30.5 18.5 1.5

k117 27.5 19.5 6.5

k118 21 14.5 5.5

k119 37 23.5 5.5

k120 40 15.5 2

k121 48 16.5 1

k122 25 12.5 5

k123 30 18.5 6.5

k124 38 16.5 2.5

k125 15 11.5 4.5

k126 20 12.5 3

k127 20 13 3

k128 21 11 1.5

k129 15 9 1.5

k130 14.5 11.5 2

k131 13.5 12 3.4

k132 15 10 2

k133 16 9.5 3

k134 10 7 1.5

k135 12 6.5 2

k136 15 9 6.5

k137 14 8.5 3.5

k138 21.5 15 6

k139 15 10 1.5

k140 13 12 4.5

k141 16 13 1.5

k144 22 13 3

k143 45 18.5 3

k142 20 17 3.5

k145 38 18.5 3.5

k146 20.5 16 2.5

k147 18 9 3

k148 20 16.5 5.5

(47)

k149 22.5 18.5 4.5

k150 19 17 4

k151 27 18.5 2

k152 21 11 2.5

k153 31 15.5 1.5

k154 25 13.5 2.5

k155 50 17.5 2

k156 32.5 14.5 1.5

k157 26 18 6.5

k158 28 18.5 1.5

k159 27.5 14.5 1.5

k160 49 15.5 5.5

k161 23.5 13.5 1.5

k162 27 15.5 7.5

k163 32 12.5 2

k164 19 9 2

k165 32 14 2

k166 16 9.5 2

k167 32 14.5 2.5

k168 34 16 6.5

k169 33 12 6

k170 51 19 2.5

k171 40 15 2

k172 31 20.5 7.5

k173 78 26.5 3.5

k174 35 10 3.5

k175 45 18 2

k176 45 19 2.5

k177 35 15 1.5

k178 40.5 21 4

k179 63 27.5 3

k180 74 22.5 4.5

k181 27 20.5 1.5

k182 14.5 20.5 8.5

k183 37 19 2.5

k184 30 21.5 5.5

Gambar

Gambar 1. Skema lokasi kerusakan pada tanaman.
Tabel 1. Tally Sheet Penilaian Kerusakan Pohon menurut metode FHM
Gambar 2. Peta sebaran pohon Kerai Payung (Fillicium decipiens) di kampus USU  Kondisi Kerusakan Pohon
Gambar 3. Tipe kerusakan pohon kerai payung  (Filicium decipiens) di Kampus USU  Sumardi dan Widyastuti (2004) mengatakan tipe kerusakan pohon  biasanya sangat spesifik dan masing-masing memiliki nilai yang spesifik juga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut karena subjek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan lokasi penelitian yang merupakan daerah kampus

Hasil penelitian ini menunjukkan variable Lokasi dan Harga berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pengusaha kantin di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.. Hasil ini

Dalam kaitannya dengan uraian sebelumnya, Provinsi Sumatera Utara mempunyai kawasan hutan yang memiliki keanekaragaman jenis pohon, salah satunya adalah hutan pendidikan

Dari gambar 10 menunjukkan lokasi kerusakan pohon di Taman Hutan Kota Tebing Tinggi, lokasi kerusakan pohon yang ditemukan masing-masing adalah bagian bawah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat jenis-jenis pohon di Universitas Sumatera Utara yang mengalami kerusakan/gangguan dalam skala ringan s.d sedang adalah jenis Mahoni,

Untuk mencegah kerusakan pada bahan pustaka yang disebabkan oleh pengaruh temparatur dan kelembapan udara.Perpustakaan Kampus Politeknik LP3I Gajah Mada Sumatera Utara

Ini terlihat kerusakan biologis berada pada nilai 0 – 5 % yang artinya pohon tersebut kerusakannya sangat sedikit, terlihat pada gambar 4 Peta tersebut menunjukan bahwa kelas Kerusakan

Penelitian yang dilakukan di kawasan perpustakaan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara menunjukkan bahwa di kawasan perpustakaan terdapat 6 jenis pohon yaitu Swietenia mahagoni,