• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESILIENSI PADA IBU YANG MENGALAMI KEGUGURAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RESILIENSI PADA IBU YANG MENGALAMI KEGUGURAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kehamilan merupakan kabar yang membahagiakan bagi pasangan suami istri yang menginginkan anak. Akan tetapi tidak semua kehamilan dapat berjalan dengan lancar. Pada faktanya, terdapat beberapa kasus proses kehamilan yang

bermasalah atau tidak normal. Proses kehamilan yang bermasalah merupakan salah satu penyebab keguguran. Keguguran bukanlah hal yang diinginkan bagi setiap pasangan suami istri, khususnya pada ibu yang mengharapkan seorang anak.

Menurut Wijayanegara (2009) keguguran adalah berakhirnya kehamilan

sebelum usia kandungan mencapai 20 minggu atau berat janin di bawah 500 gram. Sekitar 80% keguguran ini terjadi pada 12 minggu pertama. Anderson (seperti yang disebut Wijayanegara, 2009) mengungkapkan bahwa resiko keguguran akan meningkat sesuai dengan umur, pada wanita berusia 20-24 tahun memiliki resiko

8,9% sedangkan wanita berumur 45 tahun atau lebih resikonya meningkat 74,7% . Penyebab keguguran umumnya 50-80% berhubungan dengan kelainan genetika. Kelainan genetika ini terjadi pada keguguran spontan pada trimester pertama. Selain itu, keguguran berulang juga terjadi karena kelainan genetika (Mose, 2009).

Permasalahan keguguran di Indonesia merupakan pekerjaan rumah yang

harus diselesaikan karena cenderung mengalami peningkatan. Data yang diperoleh dari Kompas (2008, 19 April) menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief, di Indonesia setiap tahun ada 2,3 juta keguguran di mana kurang lebih 600 ribu disebabkan kegagalan KB. Penelitian

menyebutkan 89% keguguran terjadi pada wanita yang sudah menikah dan 11 persen wanita yang belum menikah.

Selain itu, data yang diperoleh dari BKKBN (2010, 24 September) menurut Guru Besar Ilmu Obstetri dan Ginekologi FKUI Biran Affandi menyatakan bahwa

angka keguguran sekitar tiga juta setiap tahun sedangkan angka kehamilan rata-rata lima juta setiap tahunnya. Dari kedua penjelasan di atas dapat disimpulkan terjadi peningkatan yang signifikan pada kasus keguguran.

(2)

2

Meningkatnya kasus keguguran di Indonesia, secara tidak langsung semakin banyak pula ibu yang kondisi psikologisnya terganggu. Sesuai dengan pendapat dari Frost dan Condon (seperti yang disebut Alexander, Roth & Levy, 2007) wanita yang

mengalami keguguran beresiko mengalami gangguan emosi yang serius, antara lain depresi. Selain itu, wanita yang mengalami keguguran cenderung menunjukkan gejala yang merupakan reaksi dukanya, meliputi rasa bersalah, perasaan kehilangan salah satu bagian tubuh, dan perubahan identitas pribadi.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang lain diperoleh melalui berita Liputan 6 (2010, 26 juli), penelitian ini dilakukan Grace dengan mendatangkan 83 pasangan yang pernah mengalami keguguran dan tidak memiliki riwayat penyakit kejiwaan. Grace menggunakan dua tes untuk mengukur tingkat tekanan psikologis yang

dialami pria dan perempuan. Pertama adalah metode kuisioner General Health Questionnaire (GHQ-12) dan kedua adalah Beck Depression Inventory (BDI). Hasil penelitian menggunakan metode GHQ-12, ternyata lebih dari 40% laki-laki menderita tekanan psikologis. Pada tiga bulan pasca keguguran, angka tekanan

psikologis tersebut turun menjadi 7% dan menjadi 5% setelah satu tahun pasca keguguran. Pihak perempuan sebanyak 52% mengalami kondisi tertekan dan masa-masa sulit setelah mereka mengalami keguguran. Setelah tiga bulan kemudian hasilnya lebih dari 20% dan turun menjadi 8% setelah satu tahun pasca keguguran. Hasil penelitian menggunakan metode BDI, sebanyak 26% perempuan dan 17% pria

mengalami tingkat depresi yang tinggi setelah mengalami keguguran. Pada tiga bulan kemudian, angka tersebut turun yakni 12% untuk perempuan dan 7% bagi kaum pria. Beranjak satu tahun kemudian, angka persentase menurun menjadi 10% bagi perempuan dan 7% untuk pria. Penelitian ini juga melaporkan bahwa kaum pria

memiliki sikap optimis yang lebih besar untuk yakin bahwa tidak akan terjadi lagi keguguran untuk kehamilan berikutnya. Hal tersebut berhubungan dengan lebih rendahnya tingkat tekanan emosional pria dibandingkan dengan perempuan pada saat terjadinya keguguran.

(3)

3

traumatic disorder muncul dalam bentuk rasa takut yang berlebihan, perasaan terperangkap, tidak mampu mendapatkan pertolongan dan kehilangan kontrol atas diri sendiri. Beberapa wanita mengalami masalah seksual, kesulitan tidur, gangguan

pola makan, dan pada kasus yang ekstrem ada pula yang mengalami delusi serta mencoba mengakhiri hidupnya.

Sesuai dengan penelitian diatas, ditemukan beberapa fakta yang terjadi di Indonesia. Harian Poskota (2011, 24 Januari) mengungkapkan aksi bunuh diri yang dilakukan warga Lampung selatan. Kejadian ini terjadi pada tanggal 24 januari 2011

sekitar pukul 14.30 WIB. Ibu yang telah memiliki satu anak ini melakukan aksi bunuh diri di rumahnya dengan cara gantung diri. Menurut penjelasan suami dan kakak korban, Tuminem nekat melakukan aksi bunuh diri dikarenakan keguguran yang dialaminya. Aksi yang sama juga diungkapkan Indosiar (2007, 27 November).

Tindakan bunuh diri ini terjadi di Samarinda, kejadian ini terjadi pada tanggal 27 november 2007. Seorang ibu bernama Erna berusia 36 tahun nekat melakukan aksi bunuh diri dikarenakan depresi akibat mengalami keguguran selama tiga kali. Aksi bunuh diri ini dilakukan di rumahnya dengan cara membakar diri.

Selain tindakan bunuh diri di atas, fakta lainnya yang ditemukan di Indonesia yaitu tindakan penculikan bayi. Harian tempointeraktif ( 2010, 14 Januari) mengungkapkan peristiwa penculikan bayi. Peritiwa ini terjadi di Jakarta Barat. Menurut kepolisian Jakarta Barat bidan Suryani ini melakukan aksi penculikan bayi di Puskemas Kembangan tanpa ada bantuan orang lain. Mulai proses perencanaan

penculikan hingga eksekusi semua dilakukannya sendiri. Suami Suryani tidak tahu menahu perihal penculikan yang dilakukan istri tercintanya. Saat pulang kerumah, Suryani berhasil meyakinkan suaminya bahwa anak yang dibawanya adalah buah hati mereka. Suryani berhasil mengelabui suami dan keluarganya tentang

kehamilannya. Kabar keguguran Suryani tak pernah sampai ke telinga keluarga. Suryani sendiri sudah berumah tangga selama tiga tahun dan mengalami keguguran dua kali. Obsesinya yang tinggi untuk memiliki anak membuat Suryani mengambil jalan pintas. Dia menculik bayi laki-laki yang baru dilahirkan di tempatnya bekerja

(4)

4

rumahnya di Kelurahan Gondrong. Atas perbuatannya, Suryani terancam hukuman di atas 15 tahun penjara.

Beberapa contoh kasus yang telah dipaparkan di atas, merupakan bukti

nyata perilaku yang ditimbulkan dari dampak peristiwa keguguran. Contoh-contoh tersebut mampu membuat resah calon ibu atas proses kehamilannya. Namun, tidak semua ibu yang mengalami keguguran akan putus asa dan takut untuk hamil kembali. Bagi beberapa ibu yang berpikiran positif, mereka akan menganggap bahwa keguguran yang telah terjadi menyelamatkan dirinya dari bayi yang lahir dengan

kondisi cacat atau tidak normal. Pemikiran positif ini membuat ibu tetap berusaha untuk hamil kembali.

Salah satu contoh ibu yang pernah mengalami keguguran akan tetapi tidak berputus asa dan tidak takut untuk hamil kembali yaitu Rosidah. Hal ini

diungkapkan Kompas (2009, 21 November). Kejadian ini terjadi di Bojonegoro pada tanggal 20 november 2009 pukul 06.12. Rosidah melahirkan bayi kembar tiga dengan selamat di rumah sakit Bayangkara Wahyu Tetuko, Bojonegoro. Pasangan Rosidah dan Misbah akhirnya diberi tiga anak kembar setelah pernikahannya yang

sudah berlangsung selama 12 tahun. Rosidah sebelumnya mengalami keguguran selama tiga kali sehingga ketiga anak kembarnya ini merupakan anak pertama mereka. Rosidah sangat bahagia dan bersyukur akhirnya diberikan keturunan yang sehat.

Sebelum sampai pada hal tersebut, tentunya ada fase-fase yang harus dilalui

ibu setelah mengalami keguguran. Dalam Kompas (2009, 18 November) Louise Psikolog klinis dari RSAB Harapan Kita mengingatkan bahwa kesedihan akibat keguguran yang rata-rata terjadi di usia kehamilan 8-10 minggu sama mendalamnya dengan kesedihan akibat kehilangan anak di usia berapa pun. Ikatan antara ibu dan

anak di dalam kandungan sudah sedemikian erat apabila sejak awal kehamilan, seorang perempuan menempatkan dirinya sebagai ibu. Untuk melalui fase-fase tersebut, ibu pasca keguguran membutuhkan resiliensi. Resiliensi merupakan faktor yang berperan penting untuk dapat bertahan mengatasi masalah dan menghindari

tindakan negatif walaupun dalam keadaan beresiko.

(5)

5

yang memberikan seseorang perlindungan lebih dan kemampuan untuk menanggulangi kesulitan yang dihadapi sebelumnya dengan dihasilkan dari suatu kejadian. Individu yang resilien mampu menunjukkan sikap-sikap yang positif dalam

keadaan yang beresiko. Resiliensi telah dikaitkan dengan individu yang dimana mereka dapat mengalahkan atau menghindari tindakan negatif yang terkait dengan risiko, walaupun mereka berada dalam kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan tindakan negatif tersebut, misalnya orang yang telah mengalami stress dan trauma (Schoon, 2006). Ibu pasca keguguran yang mampu untuk beradaptasi

positif ketika rnenghadapi kesulitan adalah ibu yang resilien. Sebaliknya, ibu yang putus asa dan melakukan tindakan negatif setelah mengalami keguguran tidak dapat dikatakan resilien. Mereka tidak berhasil keluar dari masalah atau keterpurukan tersebut dengan cara-cara positif. Dapat disimpulkan, setiap ibu yang mengalami

keguguran memiliki perbedaan dalam mengambil suatu tindakan. Ada beberapa ibu yang mampu untuk beresiliensi akan tetapi di sisi lain ada yang tidak dapat menjadi resilien setelah mengalami keguguran.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas, maka peneliti tertarik

untuk mengkaji lebih dalam mengenai masalah bagaimana resiliensi pada ibu yang mengalami keguguran.

A.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Masalah psikologis dan fisik apa saja yang dialami ibu pasca keguguran? 2. Bagaimana gambaran resiliensi pada ibu yang mengalami keguguran?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu

1. Untuk mengetahui masalah atau dampak psikologis dan fisik ibu setelah mengalami keguguran

(6)

6

C. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dalam

mengembangkan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan dan sosial. 2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bagaimana resiliensi pada ibu yang mengalami keguguran lainnya dalam menjalani hidup.

(7)

RESILIENSI PADA IBU YANG MENGALAMI KEGUGURAN

SKRIPSI

Nama:

Mardiana Widya Utami

07810170

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(8)

RESILIENSI PADA IBU YANG MENGALAMI KEGUGURAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang

sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Mardiana Widya Utami

07810170

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(9)
(10)
(11)
(12)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi di Universitas

Muhammadiyah Malang.

Berbulan-bulan menyusun skripsi ini banyak membawa kenangan suka

maupun duka bagi penulis. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak

mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab

itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Tulus Winarsunu, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Muhammadiyah Malang

2. Bapak Dr.Latipun M.Kes selaku Pembimbing I dan Ibu Hudaniah, M.Si, Psi

selaku Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk bimbingan

dan arahan yang sangat berguna sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

3. Bapak Yudi Suharsono, S.Psi, M.Si selaku dosen wali yang telah memberikan

dukungan dan arahan pada penulis.

4. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmunya kepada

penulis.

5. Kedua orang tua penulis tercinta kepada ayah H. Mariyadi, S.Pdi dan Ibu Wiwik

Pudjiarti yang tak pernah lelah mendoakan anaknya ini dan tak henti-hentinya

memberikan motivasi untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

6. Kakak penulis, Yudi Marga Winata yang selalu memberi motivasi dan bantuan

kepada penulis.

7. Ray Askar, yang selalu memberikan semangat dan menumbuhkan rasa percaya

diri penulis.

8. Teman-teman kelas C angkatan 2007 seperti Ayu, Indira, Kholis, Ardi, Billy,

(13)

9. Saudara-saudara penulis seperti Wawan, Wahyu, Tante Amel dan semua saudara

penulis.

10.Sahabat-sahabat terbaik penulis yaitu Risa, Aqlia, Hanifah, Mahendra, Rendy

dan Inna yang selama ini memberi dukungan dan mendengarkan segala keluh

kesah penulis dengan hati lapang. Terimakasih istimewa untuk Riris yang telah

membagi ilmunya kepada penulis.

11.Kakak-kakak yang telah memberikan bantuan dan masukan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi, yaitu Kak Rahma, Kak Galuh, dan kakak-kakak

yang lain.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak

memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Sebagai penutup, penulis menyadari tugas akhir yang sederhana ini masih

jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan

guna menyempurnakan karya ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat

bagi pembaca.

Walaikumsalam Wr.Wb

Malang, Oktober 2011

Penulis,

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

INTISARI ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi ... 7

2. Faktor-faktor Resiliensi ... 8

3. Interaksi faktor I am, I have dan I can ... 13

4. Karakteristik Resiliensi ... 13

B. Keguguran 1. Pengertian Keguguran ... 16

2. Macam- macam Keguguran ... 17

3. Dampak Psikologis Ibu yang mengalami Keguguran ... 18

4. Resiliensi pada ibu yang mengalami keguguran ... 19

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan penelitian ... 20

B. Batasan istilah ... 20

C. Subjek penelitian ... 21

D. Metode pengumpulan data ... 22

E. Instrumen penelitian ... 23

F. Prosedur penelitian ... 23

G. Teknik analisa data ... 25

H. Metode Keabsahan data ... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian ... 28

B. Analisa data ... 48

(15)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(16)

Daftar Gambar

Gambar 4.1. Resiliensi Subjek YT ... 33

Gambar 4.2. Resiliensi Subjek EK ... 38

Gambar 4.3. Resiliensi Subjek EJ ... 42

(17)

Daftar Lampiran

Lampiran 1. Surat kesediaan menjadi subjek penelitian ... 60

Lampiran 2. Jadwal Kegiatan ... 64

Lampiran 3. Guide Interview ... 66

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, M. (2009). Etiologi abortus. In B. Handono, F. F. Wirakusumah, & J. C. Mose, Abortus berulang (pp. 89-108). Bandung: Refika Aditama.

Alexander, J., Roth, C., & Levy, V. (2007). Praktik kebidanan : riset dan isu. (R. Komalasari, Ed., & D. Yulianti, Trans.) Jakarta: Kedokteran EGC.

Desmita. (2004). Psikologi perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

. . (2009). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Everall, R. D., Altrows, K. J., & Paulson, B. L. (2006). Creating a future: a study of resilience in suicidal female adolescents. Journal Counseling and Development, 84, 461-470.

Fakultas Psikologi UMM. (1999). Pedoman penyusunan skripsi. Malang: UMMPress

Grotberg, E. (1995). A guide to promoting resilience in children: Strengthening The Human Spirit. Den Haag: Benard Van Leer Foundation.

Handono, B., Mose, J. C., & Wirakusumah, F. F. (2009). Abortus berulang. Bandung: Refika Aditama.

Henderson, N & Milstein, M. (2003). Resiliency in school. California : Corwin Press

Kurniawan, N. I., & Ristinawati, V. (2007). Pengaruh pelatihan resiliensi terhadap perilaku asertif pada remaja. JurnalPsikologi dan keimanan, 4 (1), 37-49.

Mander, R. (2007). Berduka perinatal : memahami individu yang berduka dan pemberi asuhan. In J. Alexander, C. Roth, V. Levy, & R. Komalasari (Ed.), Praktik kebidanan : riset dan isu (D. Yulianti, Trans., pp. 52-87). Jakarta: Kedokteran EGC.

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (1999). Kapita selekta kedokteran (3 ed.). Jakarta: Media Aesculapius.

Melahirkan kembar 3 setelah 12 tahun menikah.(2009, 21 November).Diperoleh dari http://sains.kompas.com/read/2009/11/21/09453828/melahirkan.kembar.3.set elah.12.tahun.menikah.

Merasa bersalah usai keguguran ibu anak satu mati gantung diri. (2011, 24 januari) Diperoleh dari http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2011/01/24/merasa-bersalah-usai-keguguran-ibu-anak-satu-mati-gantung-diri.

(19)

Mose, J. C. (2009). Genetika abortus. In B. Handono, F. F. Wirakusumah, & J. C. Mose, Abortus berulang (pp. 33-41). Bandung: Refika Aditama.

Pria menderita karena pasangannya alami keguguran. (2010, 27 juli 2010). Diperoleh dari http://kesehatan.liputan6.com/read/288160/function.require-once.

PUS (pasangan usia subur) pemakaian kontrasepsi hanya 10%. (2010, 24 september). http://www.bkkbn.go.id/Webs/index.php/berita/detail/2054.

Puspayanti, Theresia.(2009, 18 November). Up down saat keguguran. Diperoleh dari http://health.kompas.com/read/2009/11/18/10283821/Up.and.Down.Saat.Keg uguran.

Rustiana, E. R. (2006). Dukungan sosial dan pengaruhnya bagi kesehatan. Jurnal Kemas, 1, 127-135.

Schoon, Ingrid. (2006). Risk and resilience. London : Cambridge University Press.

Selalu keguguran wanita bakar diri. 2007, 27 November. Diperoleh dari http://www.indosiar.com/patroli/66252/selalu-keguguran-wanita-bakar-diri

Sianipar, Tito.(2010, 14 januari).Si bidan menculik karena divonis sulit punya anak. Diperoleh dari http://bola.tempointeraktif.com/hg/kriminal/2010/01/14/brk, 20100114-219099,id.html.

Sher, L. (2004). Recognizing post traumatic stress disorder. Journal Medicine , 97 (1), 1-5.

Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo.

Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Psikologi sosial (12 ed.). Jakarta: Prenada Media Group.

Tinggi jumlah kematian ibu dan anak. (2008, 19 April). Diperoleh dari http://health.kompas.com/read/2008/04/19/13373778/Tinggi.Jumlah.Kematia n.Ibu/Anak.Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan herat badan lahir bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami hipertensi dengan ibu yang tidak mengalami hipertensi

Hasil kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik ibu terhadap anak yang mengalami anemia dan tidak anemia, sehingga perlu dilakukan penelitian

Hasil penelitian menunjukan bahwa banyak cara yang dilakukan oleh seorang ibu sebagai orang tua tunggal agar dapat resilien diantaranya yaitu menganalisis

Tampilan antarmuka informasi penyakit ialah halaman yang berisi informasi yang dapat berguna bagi pengguna sistem pakar diagnosa penyebab keguguran ibu hamil. Terdapat

Bentuk perilaku yang muncul adalah strategi penanggulangan terhadap postpartum blues itu sendiri, seperti yang dilakukan ibu- ibu selama mengalami keletihan setelah melahirkan

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “ Adakah perbedaan tingkat nyeri pada ibu post partum yang

Individu mampu untuk mengenal kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri sehingga individu yang resilien mampu untuk mengatasi kesulitan berdasarkan pengalaman

Kejadian keguguran ditinjau dari umur ibu Pada tabel 7 menunjukkan bahwa dari 6 ibu hamil yang resiko tinggi berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, sebagian besar