DETERMINAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR DI DESA PANGOMBUSAN KECAMATAN PARMAKSIAN
KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2014
OLEH :
ANDRY OCHTORA BUTAR BUTAR NIM : 071000167
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DETERMINAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR DI DESA PANGOMBUSAN KECAMATAN PARMAKSIAN
KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NIM. 071000167
ANDRY OCHTORA BUTAR BUTAR
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Salah satu masalah demografi di Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang
tinggi. Pemerintah Indonesia sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengontrol laju
pertumbuhan penduduk termasuk diantaranya menekan angka kelahiran dengan
menggunakan program KB,
Penelitian ini merupakan survey dengan pendekatan explanatory research
bertujuan untuk menjelaskan determinan yang memengaruhi PUS dalam penggunaan
metode kontrasepsi jangka panjang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pasangan
Usia Subur di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian. Sampel penelitian berjumlah
159 responden. Analisis data menggunakan uji chi square dengan nilai α=0,05. Cara
pengumpulan data dengan metode wawancara langsung menggunakan pedoman wawancara
yang telah dipersiapkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel usia istri (ρ=0,001),
tingkat pendidikan (ρ=0,000), dukungan pasangan (ρ=0,006) dan budaya (ρ=0,000) terhadap pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang, sedangkan variabel yang tidak
berpengaruh adalah tingkat pengetahuan dan penghasilan keluarga.
Disarankan kepada pihak penyelenggara Keluarga Berencana (KB) untuk lebih
meningkatkan penyuluhan mengenai kelebihan metode kontrasepsi jangka panjang dan
perencanaan keluarga yang baik.
Kata kunci: PUS, usia istri, tingkat pendidikan, dukungan keluarga, budaya, kontrasepsi
ABSTRACT
One of main demographic issues in Indonesia is a high growth rate of population.
Indonesia’s government had already doing any efforts to control the growth rate of
population, including to minmalize birth rate by using family planning program (KB).
This research is a survey with explanatory research approach to explain the
determinant that influence fertile spouse to choose long-term contracption methods.
Population in this research is all of fertile spouse at Pangombusan village in Parmaksian
district, while the number of sample is 159 respondents. Analysis of daya by using chi
square test by using α = 0,05. Data collecting by interview sample directly using interview
guide that has been prepared before.
The results indicated that there was a variable effect of wife’s age(ρ=0,001), educational level (ρ=0,000) husband support(ρ=0,006) and culture (ρ=0,000) that influence fertile spouse to choose long-term contraception methods, whereas the variable
knowledge and monthly income had no effect on influence.
It suggested to anyone who serve the family planning program (KB) to improve
fertile spouse knowledge by conducting outreach or counseling about privilege of
long-term contraception method and a good family planning.
Key words: fertile spouse, wife’s age, education level, family support, culture, long-term
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Andry Ochtora Butar Butar
Tempat/Tanggal Lahir : Jambi, 26 Oktober 1989
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Status : Belum Menikah
Alamat Rumah : Jl. Bunga Wijaya Kusuma Per. Ray Pendopo 7 no.12 Medan
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1995-2001 : SDK Immanuel Kota Batam
2. Tahun 2001-2004 : SMP Katolik Xaverius 2 Kota Jambi
3. Tahun 2004-2007 : SMA Katolik Yos Sudarso Kota Batam
4. Tahun 2007-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Riwayat Organisasi
1. Tahun 2008-2014 : Anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)
KATA PENGANTAR
Syukur dan terima kasih pada Yesus Kristus Sang Kepala Gerakan atas penyertaan,
berkat, dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
DETERMINAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR DI DESA PANGOMBUSAN KECAMATAN PARMAKSIAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2014 sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Begitu banyak tantangan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
namun berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil,
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis tidak lupa menyampaikan rasa
terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Dr. Surya Utama, M.Si., sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
2. Drs. Tukiman, MKM., selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku dan selaku Dosen Penguji I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
masukan dan nasihat dalam proses penyelesaian skripsi ini.
3. Drs. Eddy Syahrial, MS., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan
4. Ibu Namora Lumongga Lubis, MSc. PhD., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Ibu Maya Fitria SKM. MKes., selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan masukan terhadap skripsi ini.
6. Para Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
khususnya Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
7. Ibu Uly Gultom selaku Petugas Lapangan KB dan Ibu Lusy Siregar selaku Bidan Desa
Pangombusan beserta seluruh petugas Puskesmas wilayah kerja Kecamatan Parmaksian
yang telah membantu dan membimbing peneliti selama melakukan penelitian.
8. Seluruh keluarga saya terkhusus kepada kedua orang tua tercinta, Bahara Butar Butar
dan Mastiadur Panjaitan yang telah sabar dalam mendoakan, membesarkan dan
mendidik penulis hingga saat ini, untuk adikku Simon Jonathan Butar Butar, SKG. dan
Dea Tiara Monalisa Butar Butar, yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis
untuk penyelesaian skripsi ini.
9. Kepada kekasih saya dr. Isaoera Depari yang telah senantiasa turut membantu dalam
proses penyelesaian skripsi ini dan selalu mendukung serta mendoakan dalam proses
pengerjaan skripsi ini.
10.Kepada sahabat-sahabat dan abang-abang saya, Horastua Sinurat, Joshia Simamora,
Febrinto Siahaan, Richi Simbolon, Junisbon Siahaan, Tolop, yang telah mendukung
11.Adik-adik di GMKI FKM USU, Dapot, Hotman, Philip, Abdoel, Afdon, Ario, begitu
juga seluruhnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas kasih,
dukungan dan doanya.
12.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tugas skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan menuju yang lebih
baik. Semoga tugas sarjana ini member manfaat bagi siapapun yang membacanya serta
dapat menjad referensi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Akhir kata “Ut Omnes
Unnum Sint”.
Medan, April 2014
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Riwayat hidup ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... v
Daftar Tabel ... vi
BAB I: PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3Tujuan Penenitian ... 5
1.3.1 Tujuan Umum ... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ... 5
1.4Manfaat Penelitian ... 6
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana ... 7
2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana ... 7
2.1.2 Visi dan Misi Keluarga Berencana ... 7
2.1.3 Tujuan Program Keluarga Berencana ... 8
2.2 Pasangan Usia Subur (PUS) ... 8
2.3.2 Jenis Metode Kontrasepsi ... 10
2.4 Konsep Perilaku Kesehatan ... 19
2.4.1 Faktor Predisposisi ... 19
2.4.2 Faktor Pendorong ... 22
2.5 Metode Kontrasepsi Menurut Waktu Pemakaian ... 23
2.6 Determinan Pemilihan Alat Kontrasepsi ... 23
2.7 Kerangka Konsep ... 24
2.8 Hipotesis ... 24
BAB III: METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 25
3.2.2 Waktu Penelitian ... 25
3.3 Populasi dan Sampel ... 25
3.3.1 Populasi ... 25
3.3.2 Sampel ... 26
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 27
3.5 Definisi Operasional ... 27
3.6 Aspek Pengukuran ... 28
3.7 Analisis Data ... 31
BAB IV: HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden... 33
4.2 Analisis Univariat ... 34
BAB V: PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Pemilihan MKJP ... 43
5.1.1 Pengaruh Usia Istri terhadap Pemilihan MKJP ... 43
5.1.2 Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pemilihan MKJP .... 44
5.1.3 Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Pemilihan MKJP .. 45
5.1.4 Pengaruh Penghasilan Keluarga terhadap Pemilihan MKJP . 46
5.2 Pengaruh Faktor Pendorong terhadap Pemilihan MKJP ... 48
5.2.1 Pengaruh Dukungan Suami terhadap Pemilihan MKJP ... 48
5.2.2 Pengaruh Faktor Budaya terhadap Pemilihan MKJP ... 49
BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 51
6.2 Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA Lampiran :
1. Kuesioner 2. Master Data
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Istri……….... 33
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan…………... 33
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penghasilan Keluarga…………. 34
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan………….. 35
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Pasangan……… 35
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Budaya………. 36
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penggunaan Jenis Kontrasepsi… 36
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Metode Kontrasepsi……… 37
Tabel 4.9 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Usia Istri…….. 38
Tabel 4.10 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Pendidikan…... 39
Tabel 4.11 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Pengetahuan…. 39
Tabel 4.12 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Penghasilan…... 40
Tabel 4.13 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Dukungan suami 41
ABSTRAK
Salah satu masalah demografi di Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang
tinggi. Pemerintah Indonesia sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengontrol laju
pertumbuhan penduduk termasuk diantaranya menekan angka kelahiran dengan
menggunakan program KB,
Penelitian ini merupakan survey dengan pendekatan explanatory research
bertujuan untuk menjelaskan determinan yang memengaruhi PUS dalam penggunaan
metode kontrasepsi jangka panjang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pasangan
Usia Subur di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian. Sampel penelitian berjumlah
159 responden. Analisis data menggunakan uji chi square dengan nilai α=0,05. Cara
pengumpulan data dengan metode wawancara langsung menggunakan pedoman wawancara
yang telah dipersiapkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel usia istri (ρ=0,001),
tingkat pendidikan (ρ=0,000), dukungan pasangan (ρ=0,006) dan budaya (ρ=0,000) terhadap pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang, sedangkan variabel yang tidak
berpengaruh adalah tingkat pengetahuan dan penghasilan keluarga.
Disarankan kepada pihak penyelenggara Keluarga Berencana (KB) untuk lebih
meningkatkan penyuluhan mengenai kelebihan metode kontrasepsi jangka panjang dan
perencanaan keluarga yang baik.
Kata kunci: PUS, usia istri, tingkat pendidikan, dukungan keluarga, budaya, kontrasepsi
ABSTRACT
One of main demographic issues in Indonesia is a high growth rate of population.
Indonesia’s government had already doing any efforts to control the growth rate of
population, including to minmalize birth rate by using family planning program (KB).
This research is a survey with explanatory research approach to explain the
determinant that influence fertile spouse to choose long-term contracption methods.
Population in this research is all of fertile spouse at Pangombusan village in Parmaksian
district, while the number of sample is 159 respondents. Analysis of daya by using chi
square test by using α = 0,05. Data collecting by interview sample directly using interview
guide that has been prepared before.
The results indicated that there was a variable effect of wife’s age(ρ=0,001), educational level (ρ=0,000) husband support(ρ=0,006) and culture (ρ=0,000) that influence fertile spouse to choose long-term contraception methods, whereas the variable
knowledge and monthly income had no effect on influence.
It suggested to anyone who serve the family planning program (KB) to improve
fertile spouse knowledge by conducting outreach or counseling about privilege of
long-term contraception method and a good family planning.
Key words: fertile spouse, wife’s age, education level, family support, culture, long-term
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di
dunia, tercatat saat ini jumlah penduduk sebanyak 237,6 juta jiwa (menurut sensus
2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun 2000-2010 sebesar 1,49% yang
tergolong tinggi. Kenaikan jumlah penduduk yang tinggi berdampak pada
munculnya masalah-masalah pembangunan seperti: ketahanan pangan, pemenuhan
kebutuhan energi, pengendalian lingkungan hidup, dan rendahnya kualitas
penduduk Indonesia menurut Human Development Index 2012 yang menduduki
urutan 121 dari 187 negara di dunia. Secara garis besar masalah pokok di bidang
kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dengan
laju pertumbuhan yang relatif masih tinggi, penyebaran penduduk yang tidak
merata, struktur umur muda, dan kualitas penduduk yang masih harus ditingkatkan
(Wiknjosastro, 2007).
Pemerintah dalam upaya mengendalikan laju pertumbuhan penduduk telah
memberlakukan program Keluarga Berencana (KB) sejak tahun 1970. Definisi KB
adalah upaya meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga guna mewujudkan keluarga kecil,
bahagia dan sejahtera. (BKKBN. 2012)
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan
angka TFR (Total Fertility Rate) atau disebut fertilitas wanita usia subur (15-49
tahun) pada periode 2002, 2007, dan 2012 stagnan pada angka 2,6 artinya potensi
rata-rata kelahiran oleh wanita usia subur berjumlah 2-3 anak, hal ini berlaku sejak
tahun 2002, 2007 dan 2012. Perbandingan antara TFR wanita usia subur di
perkotaan sebesar 2,4 dan TFR wanita usia subur di pedesaan sebesar 2,8, hal ini
memicu anggapan bahwa faktor kebudayaan seperti banyak anak banyak rezeki
cukup berperan besar dalam laju pertumbuhan penduduk terutama di pedesaan.
(BKKBN, 2012)
Menurut SDKI 2012 kontrasepsi dengan cara modern yang banyak
digunakan adalah metode suntikan (31,9 persen), pil (13,6 persen), IUD (3,9
persen), susuk KB (3,3%), dan kondom (1,8%), sedangkan pemilihan kontrasepsi
dengan cara tradisional yang banyak digunakan adalah metode senggama terputus
(2,3 persen). pantang berkala (1,3%) dan metode lain (0,4%).
Berdasarkan Laporan Hasil Pelayanan Kontrasepsi Nasional per-Januari
2013, dari 657.724 peserta KB baru di Indonesia, didominasi oleh pengguna
Non-Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP) sebanyak 82,97% dari seluruh
peserta KB baru. Sedangkan Hasil Pelayanan Peserta KB lama untuk ganti cara ke
peserta KB lama yang memilih mengganti cara untuk menggunakan Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang.
Berdasarkan hasil penelitian Laksmi (2009), terdapat pengaruh dari
dukungan pasangan terhadap pemilihan jenis metode kontrasepsi, dan menurut hasil
penelitian Rainy (2012) didapatkan adanya hubungan antara umur ibu, kelengkapan
alat KB, dan pengetahuan tentang KB terhadap pemilihan jenis metode kontrasepsi
jangka panjang. Hasil penelitian Imas (2012) melaporkan faktor usia dan jumlah
anak merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan metode
kontrasepsi jangka panjang dan non jangka panjang pada PUS. Syamsiah (2002)
mengatakan bahwa faktor sosial budaya adalah semua faktor yang ada di
masyarakat yang memengaruhi penerimaan suatu jenis alat kontrasepsi antara lain :
sosio-ekonomi, demografi, psiko-sosial, agama dan pengetahuan.
Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah
Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah daratan 2.021,8 Km² dan jumlah
penduduk 174.865 jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 43.479 RT. Jumlah
Pasangan Usia Subur di Kabupaten Toba Samosir tahun 2012 sebesar 24.196
pasangan, dengan 16.942 pasangan atau 68,93 persen merupakan akseptor KB aktif.
Jenis alat kontrasepsi yang paling banyak dipakai oleh akseptor aktif pada tahun
2012 adalah suntik sebesar 5.016 akseptor (29,61 persen), kemudian penggunaan pil
sedikit digunakan adalah kondom, yaitu 1.632 akseptor (9,63 persen). (BPS Toba
Samosir, 2013)
Desa Pangombusan berada di wilayah Kecamatan Parmaksian, yang
merupakan kecamatan baru pemekaran dari kecamatan Porsea dengan topografi
berada di ketinggian 963m di atas permukaan laut, dan luas wilayah 3,48 km².
Kecamatan Parmaksian terbagi atas 11 desa dengan Pangombusan sebagai ibu kota
Kecamatan Parmaksian. Menurut survey BPS Kabupaten Toba Samosir pada tahun
2013 memiliki jumlah penduduk sebesar 3.263 jiwa dengan kepadatan 937,64 jiwa/
km².Pada tahun 2013 tercatat jumlah PUS di Desa Pangombusan sebanyak 450
pasangan, sebanyak 287 PUS mengikuti program KB dan 163 PUS tidak mengikuti
program KB. Dari 287 PUS yang mengikuti KB, sebanyak 37 PUS menggunakan
IUD, 41 PUS menggunakan MOW, 41 PUS menggunakan Implant, 95 PUS
menggunakan Suntik, 63 PUS menggunakan Pil, serta 10 PUS menggunakan
Kondom.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menyatakan
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) paling efektif untuk menekan angka
kelahiran dan laju pertumbuhan penduduk, namun penggunaan MKJP masih minim.
Tahun 2012 pemakaian MKJP hanya 25% dan di tahun 2014 ditargetkan mencapai
27,5%.
Melihat data survey awal peneliti, bahwa metode non MKJP merupakan
alasan peserta KB baru selain harga yang relatif terjangkau, metode non MKJP juga
lebih mudah dalam penggunaannya. Sehingga perlu melakukan penelitian mengenai
pemilihan metode kontrasepsi di Desa Pangombusan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka didapat permasalahan “Masih rendahnya
pemilihan metode kontrasepsi mantap (jangka panjang) di Desa Pangombusan
Kecamatan Parmaksian kabupaten Toba Samosir.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui determinan yang memengaruhi Pasangan Usia Subur (PUS)
dalam pemilihan jenis kontrasepsi yang digunakan.
1.3.2. Tujuan khusus
a. Mengetahui hubungan antara tingkat usia istri terhadap pemilihan jenis
kontrasepsi yang digunakan oleh PUS.
b. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap pemilihan
jenis kontrasepsi yang digunakan oleh PUS.
c. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pemilihan jenis
d. Mengetahui hubungan antara penghasilan keluarga terhadap pemilihan
jenis kontrasepsi yang digunakan oleh PUS.
e. Mengetahui hubungan antara dukungan suami/istri terhadap pemilihan
jenis kontrasepsi yang digunakan oleh PUS.
f. Mengetahui hubungan antara pengaruh kebudayan terhadap pemilihan
jenis kontrasepsi yang digunakan oleh PUS.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumber yang dapat digunakan bagi penilitian selanjutnya
2. Sebagai sumber informasi bagi akseptor KB maupun instansi terkait dan petugas
KB mengenai faktor yang memengaruhi pemilihan jenis KB pada Pasangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keluarga Berencana
2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana
Menurut Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana (2011) yang
diterbitkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional , Keluarga
Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan,
mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak
reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Keluarga Berencana menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang
kesehatan adalah upaya pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk
generasi penerus yang sehat dan cerdas. Dalam rangka menegakkan upaya KB, pemerintah
bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat
dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat.
2.1.2 Visi dan Misi Program Keluarga Berencana
Visi dari program Keluarga Berencana adalah untuk mewujudkan keluarga kecil
dalam mencapai penduduk tumbuh seimbang 2015, dan misi dari program KB yaitu
Guna mewujudkan visi dan misi tersebut strategi yang di tetapkan dalam program
KB adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan pembinaan dan kesertaan KB jalur pemerintah
2. Peningkatan pembinaan dan kesertaan KB jalur swasta.
3. Meningkatkan pembinaan dan kesertaan KB jalur wilayan dan sasaran khusus.
4. Meningkatkan kualitas promosi dan konseling kesehatan reproduksi.
2.1.3 Tujuan Program Keluarga Berencana
Tujuan utama program KB nasional adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat/angka
kematian ibu dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka
membangun keluarga kecil berkualitasdalam mencapai penduduk tumbuh seimbang 2015.
2.2 Pasangan Usia Subur
Yang dimaksud dengan Pasangan Usia Subur ialah pasangan suami istri yang
istrinya berumur antara 15 tahun sampai dengan 49 tahun, dan secara operasional pula
pasangan suami istri yang istri berumur kurang dari 15 tahun dan telah kawin atau istri
berumur lebih dari 49 tahun tetapi belum menopause. (Kamus Istilah Kependudukan dan
2.3 Kontrasepsi
2.3.1 Pengertian Kontrasepsi
Menurut etimologinya Kontrasepsi berasal dari kata ”kontra” yang artinya melawan
dan “konsepsi” yang memiliki arti penyatuan sel telur dan sel sperma yang kemudian
disebut dengan pembuahan. Maksud dari kontrasepsi adalah obat, alat, atau cara untuk
mencegah terjadinya konsepsi (kehamilan). Secara umum jenis kontrasepsi ada dua macam,
yaitu :
1. Kontrasepsi yang mengandung hormonal (pil, suntik dan implant).
2. Kontrasepsi non-hormonal (IUD,Kondom).
Efektivitas dan tingkat kenyamanan penggunaan kontrasepsi bersifat individual
tergantung klien yang menggunakan, oleh karena itu berbagai faktor harus dipertimbangkan
seperti status kesehatan, efek samping potensial, konsekuensi kegagalan dan kehamilah
yang tidak diinginkan, rencana besarnya jumlah keluarga, persetujuan orang tua dan
pasangan, pada dasarnya penggunaan alat ataupun metode kontrasepsi berbeda antara satu
klien dengan klien lainnya, tergantung pada kesesuaian alat dengan kondisi klien. Namun
secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah :
1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan.
2. Berdaya guna, artinya bila digunakan sesuai aturan akan dapat mencegah terjadinya
kehamilan.
3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya di
4. Harganya terjangkau oleh masyarakat
5. Bila metode dihentikan penggunaannya klien akan segera kembali kesuburannya,
kecuali untuk kontrasepsi mantap.
2.3.2 Jenis Metode Kontrasepsi
1. Metode Amenorea Laktasai (MAL)
a. MAL adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI secara eksklusif.
b. MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila : menyusui secara penuh, lebih
efektif jika pemberian sebelum haid, dengan frekuensi 8 x sehari, dan usia bayi
kurang dari 6 bulan.
c. Efektif sampai dengan jangka waktu 6 bulan dan harus dilanjutkan dengan
pemakaian metode kontrasepsi lainnya
Keuntungan metode MAL :
- Efektifitas tinggi (keberhasilan sampai dengan 98% pada 6 bulan pertama
setelah melahirkan).
- Tidak mengganggu proses senggama.
- Tidak ditemukan efek samping secara sistemik.
- Tidak memerlukan pengawasan medis dan biaya.
- Mengurangi pendarahan post partum sekaligus mengurangi resiko anemia.
Keterbatasan metode MAL:
- Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui dalam 30
- Kemungkinan sulit dilaksanakan karena kondisi sosial.
- Efektifitas tinggi hanya sampai dengan 6 bulan.
- Tidak melindungi terhadap infeksi menular seksual.
- Hanya dapat digunakan oleh ibu yang menyusui secara eksklusif, dan belum
mendapat haid setelah melahirkan.
2. Metode Kontrasepsi Alamiah
Metode kontrasepsi alamiah efektif bila dilaksanakan secara tertib. Yang termasuk
ke dalam metode kontrasepsi alamiah adalah :
a. Metode Kalender (Ogino-Knaus)
b. Metode Suhu Badan Basal (Termal)
c. Metode Lendir Serviks (Ovulasi Billings)
d. Metode Sympto-Termal.
e. Metode senggama terputus (Coitus Interuptus
3. Metode Barier
).
Metode Barier bertujuan untuk menghalangi terjadinya proses pembuahan, yang
termasuk dalam metode barier :
a. Kondom untuk pria
Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi yang terbuat dari karet (lateks)
berbentuk tabung tidak tembus cairan, dimana salah satu ujungnya tertutup rapat
dan dilengkapi kantung untuk menampung sprema yang dikeluarkan pria pada
terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di
ujung selubung karet sehingga sperma tidak tercurah ke dalam alat reproduksi
wanita saat berhubungan seksual. Keuntungan menggunakan kondom :
1. Relatif murah.
2. Tidak perlu memerlukan pemeriksaan medis, supervise atau follow-up.
3. Cara pemakaian mudah.
4. Dapat diandalkan.
5. Reversibel
6. Tingkat proteksi tinggi terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS).
7. Pria ikut secara aktif dalam program KB.
(Hartanto, 2010).
Keterbatasan kondom :
1. Angka kegagalan relatif tinggi.
2. Perlu menghentikan sementara aktivitas dan spontanitas hubungan seks.
3. Pada beberapa orang menyebabkan kesulitan dalam mempertahankan
ereksi.
4. Pemakaian harus konsisten setiap kali berhubungan seksual.
(Hartanto, 2010).
b. Barier Intra Vaginal pada perempuan, terbagi atas :
- Diafragma
- Spons
- Kondom perempuan
- Spermisida Vaginal dengan kemasan suppositoria, aerosol (busa), ataupun
krim.
4. Metode Kontrasepsi Hormonal
a. Kontrasepsi Hormon Steroid : Pil Oral Kombinasi dan Mini Pil (hanya berisi
Progestin).
Pil KB adalah suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau
tablet di dalam strip yang berisi gabungan hormon estrogen dan progesterone.
Pil ini bekerja menekan ovulasi, yakni mencegah lepasnya sel telur dari indung
telur dan mengendalikan lendir mulut rahim sehingga lebih kental dan sperma
sukar masuk ke dalam rahim.
Keuntungan menggunakan Pil :
1. Reversibilitasnya tinggi.
2. Mudah dalam penggunaan.
3. Mengurangi rasa sakit ketika menstruasi.
4. Mencegah anemia.
5. Mengurangi resiko kanker ovarium.
6. Mengurangi kemungkinan infeksi panggul dan kehamilan ektopik.
7. Tidak mengganggu hubungan seksual (Suratun dkk, 2008).
1. Memerlukan disiplin dalam pemakaian.
2. Tidak mencegah penyakit menular seksual.
3. Tidak boleh diberikan kepada wanita menyusui.
4. Relatif Mahal .
5. Repot
(Atikah dkk, 2010).
b. Kontrasepsi Suntikan
Terdapat 2 jenis kontrasepsi hormon suntikan KB. Jenis yang beredar di
Indonesia :
1. Suntikan progestin saja (DMPA dan NET-EN).
2. Suntikan yang mengandung 25 mg Medroxy progesterone acetat dan 5 mg
estradiol cypionate (Cyclofem) diberikan injeksi intramuscular sebulan
sekali, dan 50 mg Noretindron Enantat dan 5 mg Estradiol Valerat yang
diberikan secara injeksi intramuscular sebulan sekali.
Alat kontrasepsi ini bekerja dengan mencegah lepasnya sel telur dari indung
telur, mengentalkan lendir mulut rahim sehingga menghambat spermatozoa
masuk ke rahim, dan menipiskan endometrium sehingga tidak siap untuk
kehamilan. Efektifitas cara kontrasepsi suntik sangat tinggi, dimana
kegagalan sebesar 0,7% untuk kontrasepsi Depot Medroxyprogesteron asetat
(Depo-Provera).
1. Praktis, efektif dan aman.
2. Efek samping terhadap resiko kesehatan kecil
3. Tidak berpengaruh terhadap hubungan suami-istri.
4. Jangka panjang.
5. Klien tidak perlu repot menyimpan obat suntik.
Keterbatasan suntik :
1. Terjadi perubahan pola haid.
2. Pengguna sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan
3. Peningkatan berat badan pada beberapa kasus.
4. Tidak menjamin perlindungan terhadap infeksi menular seksual
(Pinem, 2009).
5. Kontrasepsi Implan (Subdermal) atau Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)
Implant adalah alat kontrasepsi yang diinsersikan di bawah kulit, dilakukan pada
bagian dalam lengan atas atau di bawah siku melalui insisi tunggal dalam bentuk
kipas.
Jenis implant :
a. Norplant, terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm,
diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg Levonorgestrel dengan lama kerja 5
tahun.
b. Implanon, terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang 40 mm, diameter
c. Jadena dan indoplant, terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg
Lenovorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.
Jenis yang paling sering digunakan di Indonesia adalah Norplant. Cara kerja
susuk/implan dalam mencegah kehamilan pada dasarnya hampir sama dengan pil
dan suntik.
Keuntungan menggunakan implan :
1. Daya guna tinggi (kegagalan 0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan).
2. Memberi perlindungan jangka panjang (5 tahun).
3. Tingkat kesuburan cepat kembali setelah implant dicabut.
4. Tidak mengganggu kegiatan senggama.
5. Tidak mengganggu produksi ASI.
6. Dapat dicabut setiap saat jika dibutuhkan.
Keterbatasan menggunakan implan :
1. Tidak member perlindungan terhadap infeksi menular seksual.
2. Memerlukan tindakan medis dalam pemasangan maupun pencabutannya,
sehingga tidak dapat dilakukan oleh klien sendiri.
3. Efektivitasnya menurun jika penggunaan bersamaan dengan obat epilepsy
maupun obat TBC.
4. Cara ini belum begitu dikenal sehingga beberapa masih enggan memakainya
5. Implan terlihat di bawah kulit.
Jenis AKDR :
a. Un-Medicated Devices
b. Medicated Devices
- Yang mengandung logam
- Yang mengandung hormone : Progesterone atau levonorgestrel.
7. Kontrasepsi Mantap
Terdiri dari 2 jenis, yaitu :
a. Medis Operatif Wanita (MOW).
Tubektomi, adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan kesuburan
dengan oklusi tuba falopii sehingga spermatozoa tidak dapat bertemu dengan
ovum.
Keuntungan Tubektomi :
- Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan).
- Permanen.
- Tidak mempengaruhi produksi ASI dan proses menyusui.
- Tidak dipengaruhi faktor senggama.
- Baik digunakan oleh klien yang mengalami resiko serius bila hamil.
- Pembedahan sederhana.
- Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
- Mengurangi resiko kanker ovarium.
Keterbatasan Tubektomi :
- Bersifat permanen, sehingga membutuhkan pertimbangan matang dari
pasangan.
- Ditemukan rasa sakit atau tidak nyaman dalam jangka pendek setelah
pemasangan.
- Tidak melindungi terhadap infeksi menular seksual.
b. Medis Operatif Pria (MOP).
Vasektomi, adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi
pria dengan jalan melakukan oklusi vasa defrensia sehingga alur transportasi
sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi.
Keuntungan Vasektomi:
- Sangat efektif.
- Aman, morbiditas rendah.
- Sederhana dan cepat.
- Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan.
- Biaya relatif murah.
Keterbatasan Vasektomi:
- Diperlukan tindakan operasi.
- Tidak langsung memberikan perlindungan total sampai dengan 20 kali
ejakulasi atau 3 bulan.
- Problem psikologis yang berhubungan dengan prilaku seksual mungkin
timbul.
2.4. Konsep Perilaku Kesehatan
Menurut teori Lawrence W Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) faktor perilaku
seseorang yang memengaruhi kesehatan individu dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu :
1. Faktor Predisposisi (Predisposing factors)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap akseptor terhadap metode kontrasepsi
tertentu, tradisi dan kepercayaan masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi.
a. Usia
Usia berpengaruh terhadap proses perkembangan organ reproduksi seorang
wanita, sehingga seiring pertambahan usianya, perlu dikaji metode kontrasepsi
apa yang cocok terhadap wanita pada kelompok umur tertentu, dan alasan yang
mendasari pemberian kontrasepsi harus jelas.
Dua kelompok pemakai, yaitu remaja dan wanita peri-menopause perlu
mendapat perhatian khusus. Secara umum dasar pemberian kontrasepsi pada
memberikan efek samping serta mudah dalam proses pengembalian
kesuburannya. Dasar pemberian kontrasepsi pada wanita perimenopause adalah
dikarenakan oleh terdapatnya peningkatan morbiditas dan mortalitas jika
mengalami kehamilan, pada kelompok usia perimenopause besar
kemungkinannya memiliki kontra indikasi medis untuk menggunakan metode
tertentu, sehingga diperlukan kontrasepsi yang lebih aman secara medis dan
lebih efektif.
b. Tingkat Pendidikan
Menurut Feldstein yang dikutip oleh Zulikfan (2004), bahwa tingkat
pendidikan dipercaya memengaruhi permintaan akan pelayanan kesehatan.
Pendidikan yang tinggi memengaruhi dalam proses penerimaan informasi,
sehingga dalam proses penyampaian informasi tentang metode dari program KB
diperlukan penyesuaian dengan tingkat pendidikan sasaran. Pendidikan juga
akan mempengaruhi pengetahuan dan persepsi seseorang tentang tujuan dari
program KB.
Pada akseptor KB dengan tingkat pendidikan rendah, keikutsertaannya
dalam program KB hanya ditujukan untuk mengatur kelahiran. Sementara itu
pada akseptor KB dengan tingkat pendidikan tinggi, keikutsertaannya dalam
program KB selain untuk mengatur kelahiran juga untuk meningkatkan kualitas
hidup anak dalam keluarga. Hal ini dikarenakan seseorang dengan tingkat
dan lebih mudah untuk menerima ide atau cara kehidupan baru. Dengan
demikian, tingkat pendidikan juga memiliki hubungan dengan pemilihan jenis
kontrasepsi yang akan digunakan (Bappenas, 2009).
c. Penghasilan keluarga
Kemampuan daya beli mempengaruhi dalam pemilihan metode kontrasepsi
tertentu, dengan daya beli yang semakin tinggi, pasangan suami-istri lebih
leluasa untuk memilih jenis metode kontrasepsi tertentu dengan pertimbangan
medis yang lebih menyeluruh.
d. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau
kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
berupa penerimaan.
Pelayanan kontrasepsi akan berhasil dengan baik bila masyarakat mengenal
berbagai jenis kontrasepsi yang tersedia. Akan tetapi, pengenalan berbagai jenis
kontrasepsi ini cukup sulit karena hal ini menyangkut pola pengambilan
keputusan dalam masyarakat itu sendiri.
Proses pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi meliputi
empat tahap yaitu tahap pengetahuan (knowledge), tahap persuasi (persuasion),
Suatu inovasi dapat diterima maupun ditolak setelah melalui tahap-tahap
tersebut.
Inovasi ditolak bila inovasi tersebut dipaksakan oleh pihak lain, inovasi
tersebut tidak dipahami, inovasi tersebut dinilai sebagai ancaman terhadap
nilai-nilai penduduk. Sementara itu, inovasi yang diterima tidak akan diterima secara
menyeluruh tetapi bersifat selektif dengan berbagai macam pertimbangan.
Tingkat pengetahuan masyarakat akan mempengaruhi penerimaan program KB
di masyarakat. Pengetahuan yang benar tentang program KB termasuk tentang
berbagai jenis kontrasepsi akan mempertinggi keikutsertaan masyarakat dalam
program KB (Notoatmodjo, 2003).
2. Faktor Pendorong (Reinforcing factors)
Faktor pendorong terwujud dalam ada atau tidaknya dukungan maupun larang dari
budaya setempat, dukungan dari pasangan dan keluarga.
a. Dukungan Pasangan
Menurut Taylor dalam Sulistyorini (2007), dukungan keluarga merupakan
bantuan yang dapat diberikan keluarga berupa barang, jasa, informasi dan
nasehat yang mana membuat penerima dukungan akan merasa disayang,
dihargai dan tentram. Dalam pemilihan jenis metode kontrasepsi yang
digunakan, dukungan pasangan berupa kerja-sama dan toleransi dalam
menjalani jenis-jenis metode kontrasepsi tertentu mempengaruhi tingkat
b. Faktor Budaya
Norma dan nilai yang berlaku pada komunitas masyarakat tertentu perlu
diperhatikan dalam pemilihan jenis metode kontrasepsi. Beberapa hal yang
dianggap sebagai sesuatu yang melanggar aturan sosial dapat mempengaruhi
jenis metode kontrasepsi yang akan di gunakan oleh pasangan suami istri. Oleh
karena itu, agar program KB dapat berjalan dengan lancar diperlukan
pendekatan secara menyeluruh termasuk pendekatan kepada tokoh masyarakat
ataupun tokoh agama. Peran tokoh masyarakat dan agama dalam program KB
sangat penting karena peserta KB memerlukan pegangan, pengayoman dan
dukungan yang kuat yang hanya dapat diberikan oleh tokoh masyarakat ataupun
tokoh agama (BkkbN, 2010).
2.5. Metode Kontrasepsi menurut waktu pemakaian
Menurut BKKBN, alat-alat kontrasepsi yang digunakan oleh akseptor KB, terbagi
atas 2 metode menurut waktu efektif kontrasepsi bermanfaat :
a. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
Yang tergolong didalamnya adalah jenis-jenis kontrasepsi dengan durasi jangka
waktu pemakaian panjang dan atau bersifat permanen.
Terdiri atas IUD, implant, MOP (vasektomi), dan MOW (tubektomi).
Yang tergolong didalamnya adalah jenis-jenis kontrasepsi dengan durasi jangka
waktu pemakaian relatif singkat dan atau bersifat berulang.
Terdiri atas kontrasepsi suntikan, pil, dan kondom.
2.6. Determinan Pemilihan Alat Kontrasepsi
Menurut WHO dalam Wiknjosastro (1999), faktor-faktor penting bagi pasangan
untuk memilih metode kontrasepsi adalah apakah metode tersebut :
a. Permanen atau reversible
b. Efektif
c. Relatif murah
d. Aman
e. Mudah didapat
f. Mudah digunakan dan tidak putus pakai
g. Memiliki efek samping yang rendah
h. Dapat digunakan pada saat menyusui
i. Melindungi terhadap PMS
j. Membutuhkan kerjasama pasangan
2.7 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut ini:
[image:40.612.90.489.202.450.2]Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
2.8 Hipotesis
Dari gambar kerangka konsep diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah
terdapat pengaruh predisposisi (meliputi : usia, tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan, penghasilan keluarga), pendorong (meliputi : dukungan pasangan)
terhadap pemilihan metode kontrasepsi pada pasangan usia subur di Desa
Pangombusan Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir tahun 2014.
Faktor predisposisi :
- Usia
- Tingkat pendidikan - Penghasilan keluarga - Tingkat pengetahuan
Faktor pendorong :
- Dukungan pasangan - Budaya setempat
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitik
dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui
determinan pemilihan metode kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS) di Desa
Pangombusan Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Kabupaten
Toba Samosir.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2013 – Mei 2014.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi adalah semua Pasangan Usia Subur yang menjadi peserta KB aktif di Desa
Pangombusan, dan berdasarkan data dari Puskesmas Desa Pangombusan berjumlah 287
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari ibu PUS yang menjadi peserta KB aktif dan
menetap di Desa Pangombusan. Untuk menentukan besarnya sampel diguna
kan rumus Lemeshow :
Dimana :
n = Besarnya sampel
N = Populasi = 287 PUS
2 / 1 2 α −
Z =1.96 dengan nilaiα = 0.05 d = presisi absolut (0.05)
p = proporsi PUS yang menggunakan KB Suntik 33%, p = 0,33
Sehingga :
n = 158,63 atau
n = 159
Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel sebanyak 159 pasangan dari
populasi sebanyak 287 pasangan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Stratified
random Sampling dimana sampel diambil berdasarkan jenis alat KB yang digunakan. 2 2 ) ( ) 1 ( ) 1 ( − − + − = po pa pa pa Z po po Z
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan melakukan
wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari data yang ada di Poskesdes Desa Pangombusan
Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir serta instansi yang berhubungan dengan
penelitian ini.
3.5 Defenisi Operasional
Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Pemakaian alat kontrasepsi adalah tindakan responden untuk menggunakan atau
tidak menggunakan alat kontrasepsi sebagai cara untuk mencegah atau
menjarangkan kehamilan.
2. Metode kontrasepsi adalah cara penggunaan jenis kontrasepsi berdasarkan
durasi waktu penggunaan, terbagi atas metode kontrasepsi jangka panjang
(MKJP) dan metode kontrasepsi non jangka panjang (non MKJP).
3. Usia adalah jumlah tahun hidup responden (istri) saat wawancara berlangsung.
4. Tingkat Pendidikan ialah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah
5. Penghasilan keluarga ialah keadaan ekonomi diukur dengan jumlah rupiah
pendapatan / penghasilan rata-rata perbulan berdasarkan upah minimal rata-rata
(UMR) di Kabupaten Toba Samosir.
6. Tingkat Pengetahuan ialah pengertian dan pemahaman responden mengenai
kontrasepsi yang mencakup pengertian, tujuan dan manfaat, jenis kontrasepsi
dan efek samping.
7. Dukungan pasangan ialah pendapat atau persepsi responden terhadap peranan
pasangan baik suami maupun istri dalam pemilihan metode kontrasepsi yang
digunakan.
8. Budaya adalah sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki
dan diwariskan masyarakat secara turun temurun.
3.6 Aspek Pengukuran 1. Umur
dikategorikan menjadi :
0. 20 – 35 tahun : reproduksi sehat
1. > 35 tahun : reproduksi perimenopause
2. Tingkat Pendidikan
Dikategorikan menjadi :
0 . SD
2. SLTA
3. Diploma/Sarjana
3. Penghasilan Keluarga
Dikategorikan berdasarkan penghasilan per bulan :
0. Diatas UMR: ≥Rp. 1.458.799,-
1. Dibawah UMR: ≤ Rp. 1.458.799,-
4. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan diukur melalui jawaban kuesioner, pertanyaan yang diajukan
adalah 13 pertanyaan. Setiap jawaban yang benar akan diberi skor 1 dan
jawaban yang salah akan diberi skor 0. Total skor maksimal adalah 13 dan total
skor minimal adalah 0. Tingkat pengetahuan dapat dikategorikan menjadi 3
kategori:
0. Baik: Apabila responden menjawab soal ≥50% dengan benar, atau
dengan total skor responden 10-13.
1. Buruk: Apabila responden menjawab soal <50% dengan benar, atau
dengan total skor responden 0-5.
5. Dukungan Pasangan
0. Mendukung : skor ≥ mean.
1. Tidak mendukung : skor < mean.
6. Faktor Budaya
Budaya diukur melalui variabel budaya yang didasarkan dari 3 buah pertanyaan.
Setiap pertanyaan memiliki bobot nilai 1. dan jawaban yang salah akan diberi
skor 0. Total skor maksimal adalah 3 dan total skor minimal adalah 0.
Skor tertinggi yang bisa diperoleh responden adalah 3 dan dikategorikan
menjadi :
0. Positif : Apabila jawaban responden dengan total nilai 2 - 3.
1. Negatif : Apabila jawaban responden dengan total nilai 0 - 1.
3.7 Analisis Data
Analisa data dilakukan dua tahap, yaitu:
1. Dengan Analisa Univariat
Untuk mendeskripsikan masing-masing variabel independen dan variabel
dependen dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
2. Dengan Analisa Bivariat
Untuk melihat hubungan masing-masing variabel independen dengan variabel
dependen, menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan (level of
1. Ho ditolak jika p < α (0,05) maka terdapat pengaruh antara variabel
independen dengan variabel dependen.
2. Terima Ho jika p > α (0,05) maka tidak terdapat pengaruh diantara variabel
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Karakteristik Responden 1. Distribusi Umur Istri
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Istri di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian 2014
No Umur (Tahun) f %
1 20-35 105 66
2 >35 54 34
Jumlah 159 100
Dari tabel 4.1 diketahui bahwa umur istri antara 20-35 tahun memiliki jumlah
yang paling besar yaitu, 105 responden (66) dan >35 tahun memiliki jumlah 54
(34%).
2. Distribusi Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian 2014
No Tingkat Pendidikan f %
1 SD 7 4,4
2 SLTP 14 8,8
3 SLTA 116 73
4 Akademik/Sarjana 22 13,8
[image:48.612.140.498.559.692.2]Dari tabel 4.2, tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SLTA
dengan jumlah 116 responden (73%), Akademik/Sarjana (13,8%), SLTP (8,8%)
dan SD (4,4%).
3. Distribusi Berdasarkan Penghasilan Keluarga
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penghasilan Keluarga di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014
No Penghasilan Keluarga f %
1 Kurang dari UMR 94 59,1
2 Lebih dari UMR 65 40,9
Jumlah 159 100
Dari tabel 4.3, diketahui tingkat pendapatan per bulan yang kurang dari Upah
Minimum Rata-rata (Rp 1.458.799,-) sebanyak 94 responden (59,1%) dan yang
melebihi dari Upah Minimum Rata-rata sebanyak 65 responden (40,9%).
4.2. Analisis Univariat
Dari kuesioner dapat digambarkan tingkat pengetahuan responden tentang alat
kontrasepsi. Maka untuk keperluan analisis peneliti mengkatagorikan menjadi 2,
yaitu :
0. Baik : Apabila responden menjawab soal ≥50% dengan benar, atau dengan
total skor responden 7-13
1. Buruk : Apabila responden menjawab soal <50% dengan benar, atau
[image:49.612.130.490.238.321.2]a. Distribusi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014
No Tingkat Pengetahuan f %
1 Baik 70 44
2 Buruk 89 56
Jumlah 159 100
Dari tabel 4.4, diketahui tingkat pengetahuan responden yang memiliki tingkat
pengetahuan baik sebanyak 70 responden (44%), responden yang memiliki
tingkat pengetahuan buruk sebanyak 89 (56%).
b. Distribusi Berdasarkan Dukungan Pasangan
Dari kuesioner peneliti mengkatagorikan responden menjadi 2 kelompok yaitu :
0. Mendukung
1. Tidak Mendukung
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Pasangan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014
No Dukungan Suami f %
1 Tidak Mendukung 87 54,7
2 Mendukung 72 45,3
Jumlah 159 100
Dari tabel 4.5, diketahui kategori dukungan suami terhadap penggunaan
kontrasepsi, kategori tidak mendukung memiliki jumlah paling banyak yaitu
sebanyak 87 responden (54,7%), dan yang mendukung sebanyak 72 responden
[image:50.612.120.504.125.242.2]c. Distribusi Berdasarkan Faktor Budaya
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Budaya di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014
No Faktor Budaya f %
1 Positif 82 51,6
2 Negatif 77 48,4
Jumlah 159 100
Dari tabel 4.6, diketahui kategori faktor budaya terhadap penggunaan
kontrasepsi, kategori budaya positif terhadap pemilihan jenis kontrasepsi lebih
besar dengan frekuensi sebanyak 82 responden (51,6%) dan kategori negatif
sebanyak 77 responden (48,4%).
d. Distribusi Berdasarkan Penggunaan Jenis Kontrasepsi
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penggunaan Jenis Kontrasepsi di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014
No Jenis Alat Kontrasepsi
yang digunakan f %
1 Pil 43 27
2 Suntik 55 34,6
3 IUD 19 11,9
4 Implan 27 17
5 MOW 15 9,4
[image:51.612.126.497.394.611.2] [image:51.612.131.486.408.611.2]Dari tabel 4.7 menunjukkan, dari 159 responden memiliki frekuensi paling
banyak adalah suntik (34,6%), pil (27%), implant (17%), IUD (11,9%), MOW
(9,4%).
Untuk keperluan analisis, maka kategori tersebut akan dikategorikan menjadi 2
kategori. Metode Kontrasepsi jangka panjang meliputi: IUD, Implan dan
Tubektomi/MOW. Sedangkan Metode Kontrasepsi non-Jangka Panjang
meliputi: Pil dan Suntik.
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Metode Kontrasepsi di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014
No Metode Kontrasepsi f %
1 MKJP 62 39
2 Non-MKJP 97 61
Jumlah 159 100
Dari tabel 4.8, dilihat pemilihan jenis kontrasepsi dengan menggunakan Non
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang sebanyak 97 responden (61%) dan Metode
[image:52.612.133.493.336.421.2]4.3 Analisis Bivariat
a. Hubungan Umur Istri dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada WUS di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014.
Tabel 4.9 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Umur Istri di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014
No Umur
Pemilihan Metode
Kontrasepsi Jumlah ρ
value
MKJP Non MKJP
f % f % f %
1 20-35 13 12,4 92 87,6 106 100
0,000
2 >35 49 90,7 5 9,3 54 100
Tabel menunjukkan, metode kontrasepsi jangka panjang lebih banyak dipilih
responden yang berumur lebih dari 35 tahun (90,7%) dengan metode non jangka
panjang sebanyak 9,3% dibanding umur 20-35 tahun yang menggunakan
metode jangka panjang (12,4%) dengan yang menggunakan metode non jangka
panjang (87,6%). Diperoleh ρ = 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05. Maka
dapat disimpulkan, bahwa ada hubungan antara umur istri dengan pemilihan
[image:53.612.127.513.153.336.2]b. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada WUS di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014 Tabel 4.10 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Tingkat
Pendidikan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014
No Tingkat Pendidikan
Pemilihan Metode
Kontrasepsi Jumlah ρ
value MKJP Non MKJP
f % f % F %
1 SD 7 100 0 0 7 100
0,001
2 SLTP 9 64,3 5 35,7 14 100
3 SLTA 40 34,5 76 65,5 116 100
4 Akademik/Sarjana 6 27,3 16 72,7 22 100
Tabel 4.10 menunjukkan, responden kontrasepsi jangka panjang dengan tingkat
pendidikan Akademik/Sarjana (27,3%), SLTA (34,5%), SLTP (64,3%), SD
(100%). Diperoleh nilai ρ = 0,001 yang lebih kecil dari α = 0,05. Maka dapat
disimpulkan terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan
metode kontrasepsi jangka panjang.
[image:54.612.122.533.515.685.2]c. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada WUS di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014 Tabel 4.11 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Tingkat
Pengetahuan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014
No Tingkat Pengetahuan
Pemilihan Metode
Kontrasepsi Jumlah ρ
value
MKJP Non MKJP
F % f % F %
! Baik 30 42,9 40 57,1 70 100
0,376
Tabel 4.11 menunjukkan, responden dengan Tingkat pengetahuan baik sebanyak
30 responden (42,9%) memilih metode kontrasepsi jangka panjang, sedangkan
responden dengan tingkat pengetahuan buruk sebanyak (36%) memilih metode
kontrasepsi jangka panjang. Diperoleh nilai ρ = 0,376 yang lebih besar dari α =
0,05. Maka dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang.
[image:55.612.124.533.287.476.2]d. Hubungan Penghasilan Keluarga dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada WUS di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014 Tabel 4.12 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Penghasilan
Keluarga di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014
No Penghasilan Keluarga
Pemilihan Metode
Kontrasepsi Jumlah ρ
value
MKJP Non MKJP
F % f % f %
1 <UMR 36 38,3 58 61,7 94 100
0,829
2 >UMR 26 40 39 60 65 100
Tabel 4.12 menunjukkan, responden dengan penghasilan keluarga lebih rendah
dari UMR memilih Metode Kontrasepsi Jangka Panjang sebanyak 36 responden
(38,3%), dan responden dengan penghasilan keluarga >UMR yang memilih
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang sebanyak 26 responden (40%). Diperoleh
nilai ρ = 0,829 yang lebih besar dari α = 0,05. Maka dapat disimpulkan tidak
e. Hubungan Dukungan Pasangan dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada WUS di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014 Tabel 4.13 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi Menurut Dukungan
Pasangan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014
No Dukungan Pasangan
Pemilihan Metode
Kontrasepsi Jumlah ρ
value
MKJP Non MKJP
f % F % f %
1 Tidak
Mendukung 24 28,9 59 71,1 83 100 0,006
2 Mendukung 38 50 38 50 76 100
Tabel 4.13 menunjukkan, responden yang mendapat dukungan pasangan lebih
banyak menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan jumlah
responden 38 (23,9%) dibanding dengan responden yang tidak mendapat
dukungan pasangan sehingga menggunakan kontrasepsi non MKJP (37,1%).
Diperoleh nilai ρ = 0,006 yang lebih kecil dari α = 0,05. Maka dapat
disimpulkan terdapat hubungan antara dukungan pasangan dengan pemilihan
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang.
[image:56.612.129.534.609.689.2]f. Hubungan Faktor Budaya dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada WUS di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014
Tabel 4.14 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi Menurut Faktor Budaya di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian 2014 No Faktor Budaya
Pemilihan Metode Kontrasepsi
Jumlah ρ
value
MKJP Non MKJP
f % f % f %
1 Positif 14 17,1 68 82,9 82 100
0,000
Tabel 4.14 menunjukkan, responden yang berpendapat faktor budaya
menghambat pemilihan metode kontrasepsi menggunakan metode kontrasepsi
non jangka panjang sebanyak 68 responden (82,9%), dan responden yang
berpendapat faktor budaya tidak menghambat pemilihan kontrasepsi,
menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang sebanyak 48 responden
(62,3%). Diperoleh nilai ρ = 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05. Maka dapat
disimpulkan terdapat hubungan antara Faktor Budaya dengan pemilihan Metode
BAB V PEMBAHASAN
Hasil analisis uji statistik yaitu dengan menggunakan uji chi square pada
seluruh sampel. Sampel penelitian ini adalah sebanyak 159 responden.
Sebagian besar responden berasal dari Suku Batak Toba dari Sumatera
Utara, hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil kuesioner dari 159 responden,
sebanyak 152 responden suku Batak Toba, 5 responden suku Mandailing, dan 2
responden suku Padang.
Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan chi square menunjukkan
bahwa faktor predisposisi (tingkat pengetahuan dan penghasilan keluarga) tidak
memiliki pengaruh terhadap pemilihan metode kontrasepsi, sedangkan faktor
predisposisi (usia istri, tingkat pendidikan) dan faktor pendorong (dukungan
pasangan dan budaya) mempunyai pengaruh terhadap pemilihan metode
kontrasepsi.di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir
pada tahun 2014.
5.1. Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi 5.1.1 Pengaruh Usia Istri terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi
Usia seorang wanita dalam hubungannya dengan pemakaian
struktur organ, komposisi biokimiawi, dan sistem hormonal pada suatu
periode umur menyebabkan perbedaan pada alat kontrasepsi yang
dibutuhkan (Kusumaningrum R, 2009).
Hasil analisis statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa
variabel usia istri dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang
memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai ρ=0,001, yang berarti ada
hubungan yang bermakna antara usia istri dengan pemilihan metode
kontrasepsi yang digunakan, yaitu istri dengan usia >35 tahun lebih dominan
dalam penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (90,7%) daripada
metode kontrasepsi non jangka panjang (9,3%), sedangkan istri dengan usia
20-35 tahun lebih banyak menggunakan metode kontrasepsi non jangka
panjang (87,6%) daripada metode kontrasepsi jangka panjang (12,4%).
Artinya semakin matang usia reproduksi istri (responden) maka pemilihan
metode kontrasepsi jangka panjang semakin banyak sehingga lebih
mendukung dalam pengendalian pertumbuhan penduduk. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Imas Sugiarti (2012) bahwa terdapat hubungan
antara tingkat pengetahuan dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka
panjang di Kelurahan Cipari Kota Tasikmalaya tahun 2012 dengan nilai ρ =
5.1.2 Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi Hasil analisis statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa
variabel tingkat pendidikan dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka
panjang memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai ρ=0,001, yang
berarti ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan responden
dengan pemilihan metode kontrasepsi yang digunakan, dimana responden
dengan tingkat pendidikan SLTA, penggunaan metode kontrasepsi jangka
panjang sebesar 34,5% sedangkan metode kontrasepsi non jangka panjang
sebesar 65,5%, dan responden dengan tingkat pendidikan Akademi atau
Perguruan Tinggi, penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang sebesar
27,3% dan metode kontrasepsi non jangka panjang sebesar 72,7%. Artinya
semakin tinggi tingkat pendidikan responden pertimbangan dalam pemilihan
terhadap metode kontrasepsi akan semakin menyeluruh. Penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprida (2013) bahwa
terdapat hubungan tingkat pendidikan dengan pemilihan metode kontrasepsi
dengan nilai ρ=0.027..
5.1.3 Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi
Menurut pendapat Green bahwa tingkat kesehatan seseorang dapat
ditentukan oleh tingkat pengetahuan atau pendidikan dari orang tersebut,
kesehatan orang tersebut juga akan semakin baik, pengetahuan dapat
diperoleh dari lingkungan sekitar seperti media cetak, elektronik, dari
penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan dan lain-lain (Soekidjo,
2003).
Hasil analisis uji statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variabel tingkat pengetahuan
dengan pemilihan metode kontrasepsi dengan nilai ρ=0,376, dimana
responden dengan pengetahuan baik dan memilih metode kontrasepsi jangka
panjang sebanyak 42,9% sedangkan responden dengan pengetahuan baik
namun memilih metode kontrasepsi non jangka panjang sebesar 57,1%.
Artinya tingkat pengetahuan responden akan alat kontrasepsi tidak
memengaruhi dalam pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang. Hal ini
tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Imas Sugiarti
(2012) bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang di Kelurahan Cipari Kota
Tasikmalaya tahun 2012 dengan nilai ρ = 0,004.
5.1.4 Pengaruh Penghasilan Keluarga terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang paling menentukan
kualitas maupun kuantitas kehidupan seseorang, tingkat seseorang untuk
beli menjadi acuan bagi pemilihan jenis kesehatan tertentu. Pemilihan
metode kontrasepsi tertentu juga menjadi pertimbangan bagi ibu yang
bekerja maupun ibu rumah tangga, karena bagi seorang ibu yang bekerja di
luar rumah memiliki kebutuhan yang lebih daripada ibu rumah tangga biasa.
Hasil analisis uji statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variabel penghasilan
keluarga dengan pemilihan metode kontrasepsi dengan nilai ρ=0,829,
didapatkan responden dengan pengasilan keluarga di atas UMR dan
menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang sebesar 38,3% sedangkan
responden dengan penghasilan keluarga di atas UMR namun menggunakan
metode kontrasepsi jangka panjang sebesar 61,7%.
Masyarakat di Kabupaten Toba Samosir mendapatkan kemudahan
dalam pemasangan alat kontrasepsi jangka panjang seperti Metode Operatif
Pria (MOP), Metode Operatif Wanita (MOW), IUD, maupun implant yang
disediakan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga
Berencana Kabupaten Toba Samosir (BPPAKB) menjadikan pemasangan
alat kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Kabupaten Toba Samosir,
termasuk Desa Pangombusan menjadi terjangkau.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Imas
dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang di Kelurahan Cipari
Kota Tasikmalaya tahun 2012 dengan nilai ρ = 0,124.
5.2. Pengaruh Faktor Pendorong terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi 5.2.1 Pengaruh Dukungan Pasangan terhadap Pemilihan Metode
Kontrasepsi
Dukungan merupakan salah satu faktor pendorong yang dapat
memengaruhi seseorang dalam berperilaku. Sedangkan dukungan pasangan
(suami) dalam ber-KB merupakan bentuk nyata dari kepedulian dan
tanggung jawab dari suami sebagai kepala keluarga.
Hasil analisis uji statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara variabel dukungan pasangan dan
keluarga dengan pemilihan metode kontrasepsi dengan nilai ρ=0,006, yang
artinya ada hubungan yang bermakna antara dukungan pasangan dengan
pemilihan metode kontrasepsi, didapatkan responden yang mendapat
dukungan pasangan dan menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang
sebanyak 50%, sedangkan responden yang tidak mendapat dukungan
pasangan sehingga menggunakan metode kontrasepsi non jangka panjang.
Artinya, semakin tinggi dukungan suami dan keluarga maka pemilihan
metode kontrasepsi jangka panjang semakin banyak sehingga lebih
peneliti menemukan bahwa sifat patrilineal masyarakat suku batak berperan
dominan dalam keluarga, sehingga hal-hal yang di putuskan oleh seorang
istri tetap bergantung pada kesediaan suami untuk mendukung atau tidak,
termasuk dalam hal ber-KB, mulai dari kesediaan ber-KB hingga pemilihan
alat ataupun metode KB yang akan di gunakan.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syamsiah
(2002) bahwa terdapat hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan
alat kontrasepsi di Soak Bayu Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2002
dengan nilai ρ = 0,000.
5.2.2 Pengaruh Faktor Budaya terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi Hasil analisis uji statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara variabel faktor budaya dengan
pemilihan metode kontrasepsi dengan nilai ρ=0,000, yang berarti ada
hubungan yang bermakna antara budaya dengan pemilihan metode
kontrasepsi, dimana responden yang menganggap faktor budaya negatif
(tidak menghambat) dalam pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang
dan menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang sebanyak 62,3%, dan
responden yang menganggap budaya positif (menghambat) dalam pemilihan
metode kontrasepsi sehingga menggunakan metode kontrasepsi non jangka
dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang di Desa Pangombusan
Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2014.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti saat wawancara berlangsung
dengan mayoritas responden yang bersuku Batak Toba (152 responden).
Dengan pandangan hidup masyarakat Batak pada umumnya, yaitu
“anakkoki do hamoraon di au”, yang artinya anak adalah kekayaan dalam
pandangan hidup masyarakat Batak, orangtua akan bertanggung jawab
semampunya untuk bekerja keras untuk menghidupi dan membesarkan anak.
Masyarakat Batak mengganggap anak adalah saluran berkat dari T