• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Pemilihan Metode Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur Di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Determinan Pemilihan Metode Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur Di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir Tahun 2014"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR DI DESA PANGOMBUSAN KECAMATAN PARMAKSIAN

KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2014

OLEH :

ANDRY OCHTORA BUTAR BUTAR NIM : 071000167

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DETERMINAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR DI DESA PANGOMBUSAN KECAMATAN PARMAKSIAN

KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 071000167

ANDRY OCHTORA BUTAR BUTAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Salah satu masalah demografi di Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi. Pemerintah Indonesia sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengontrol laju

pertumbuhan penduduk termasuk diantaranya menekan angka kelahiran dengan

menggunakan program KB,

Penelitian ini merupakan survey dengan pendekatan explanatory research

bertujuan untuk menjelaskan determinan yang memengaruhi PUS dalam penggunaan

metode kontrasepsi jangka panjang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pasangan

Usia Subur di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian. Sampel penelitian berjumlah

159 responden. Analisis data menggunakan uji chi square dengan nilai α=0,05. Cara

pengumpulan data dengan metode wawancara langsung menggunakan pedoman wawancara

yang telah dipersiapkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel usia istri (ρ=0,001),

tingkat pendidikan (ρ=0,000), dukungan pasangan (ρ=0,006) dan budaya (ρ=0,000) terhadap pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang, sedangkan variabel yang tidak

berpengaruh adalah tingkat pengetahuan dan penghasilan keluarga.

Disarankan kepada pihak penyelenggara Keluarga Berencana (KB) untuk lebih

meningkatkan penyuluhan mengenai kelebihan metode kontrasepsi jangka panjang dan

perencanaan keluarga yang baik.

Kata kunci: PUS, usia istri, tingkat pendidikan, dukungan keluarga, budaya, kontrasepsi

(5)

ABSTRACT

One of main demographic issues in Indonesia is a high growth rate of population.

Indonesia’s government had already doing any efforts to control the growth rate of

population, including to minmalize birth rate by using family planning program (KB).

This research is a survey with explanatory research approach to explain the

determinant that influence fertile spouse to choose long-term contracption methods.

Population in this research is all of fertile spouse at Pangombusan village in Parmaksian

district, while the number of sample is 159 respondents. Analysis of daya by using chi

square test by using α = 0,05. Data collecting by interview sample directly using interview

guide that has been prepared before.

The results indicated that there was a variable effect of wife’s age(ρ=0,001), educational level (ρ=0,000) husband support(ρ=0,006) and culture (ρ=0,000) that influence fertile spouse to choose long-term contraception methods, whereas the variable

knowledge and monthly income had no effect on influence.

It suggested to anyone who serve the family planning program (KB) to improve

fertile spouse knowledge by conducting outreach or counseling about privilege of

long-term contraception method and a good family planning.

Key words: fertile spouse, wife’s age, education level, family support, culture, long-term

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Andry Ochtora Butar Butar

Tempat/Tanggal Lahir : Jambi, 26 Oktober 1989

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Bunga Wijaya Kusuma Per. Ray Pendopo 7 no.12 Medan

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1995-2001 : SDK Immanuel Kota Batam

2. Tahun 2001-2004 : SMP Katolik Xaverius 2 Kota Jambi

3. Tahun 2004-2007 : SMA Katolik Yos Sudarso Kota Batam

4. Tahun 2007-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Riwayat Organisasi

1. Tahun 2008-2014 : Anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)

(7)

KATA PENGANTAR

Syukur dan terima kasih pada Yesus Kristus Sang Kepala Gerakan atas penyertaan,

berkat, dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

DETERMINAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR DI DESA PANGOMBUSAN KECAMATAN PARMAKSIAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2014 sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Begitu banyak tantangan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

namun berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil,

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis tidak lupa menyampaikan rasa

terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Dr. Surya Utama, M.Si., sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

2. Drs. Tukiman, MKM., selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu

Perilaku dan selaku Dosen Penguji I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan

masukan dan nasihat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Drs. Eddy Syahrial, MS., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan

(8)

4. Ibu Namora Lumongga Lubis, MSc. PhD., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Ibu Maya Fitria SKM. MKes., selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu

untuk memberikan masukan terhadap skripsi ini.

6. Para Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

khususnya Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

7. Ibu Uly Gultom selaku Petugas Lapangan KB dan Ibu Lusy Siregar selaku Bidan Desa

Pangombusan beserta seluruh petugas Puskesmas wilayah kerja Kecamatan Parmaksian

yang telah membantu dan membimbing peneliti selama melakukan penelitian.

8. Seluruh keluarga saya terkhusus kepada kedua orang tua tercinta, Bahara Butar Butar

dan Mastiadur Panjaitan yang telah sabar dalam mendoakan, membesarkan dan

mendidik penulis hingga saat ini, untuk adikku Simon Jonathan Butar Butar, SKG. dan

Dea Tiara Monalisa Butar Butar, yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis

untuk penyelesaian skripsi ini.

9. Kepada kekasih saya dr. Isaoera Depari yang telah senantiasa turut membantu dalam

proses penyelesaian skripsi ini dan selalu mendukung serta mendoakan dalam proses

pengerjaan skripsi ini.

10.Kepada sahabat-sahabat dan abang-abang saya, Horastua Sinurat, Joshia Simamora,

Febrinto Siahaan, Richi Simbolon, Junisbon Siahaan, Tolop, yang telah mendukung

(9)

11.Adik-adik di GMKI FKM USU, Dapot, Hotman, Philip, Abdoel, Afdon, Ario, begitu

juga seluruhnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas kasih,

dukungan dan doanya.

12.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan

satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tugas skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik

dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan menuju yang lebih

baik. Semoga tugas sarjana ini member manfaat bagi siapapun yang membacanya serta

dapat menjad referensi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Akhir kata “Ut Omnes

Unnum Sint”.

Medan, April 2014

(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Riwayat hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vi

BAB I: PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penenitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4Manfaat Penelitian ... 6

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana ... 7

2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana ... 7

2.1.2 Visi dan Misi Keluarga Berencana ... 7

2.1.3 Tujuan Program Keluarga Berencana ... 8

2.2 Pasangan Usia Subur (PUS) ... 8

(11)

2.3.2 Jenis Metode Kontrasepsi ... 10

2.4 Konsep Perilaku Kesehatan ... 19

2.4.1 Faktor Predisposisi ... 19

2.4.2 Faktor Pendorong ... 22

2.5 Metode Kontrasepsi Menurut Waktu Pemakaian ... 23

2.6 Determinan Pemilihan Alat Kontrasepsi ... 23

2.7 Kerangka Konsep ... 24

2.8 Hipotesis ... 24

BAB III: METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 25

3.2.2 Waktu Penelitian ... 25

3.3 Populasi dan Sampel ... 25

3.3.1 Populasi ... 25

3.3.2 Sampel ... 26

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 27

3.5 Definisi Operasional ... 27

3.6 Aspek Pengukuran ... 28

3.7 Analisis Data ... 31

BAB IV: HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden... 33

4.2 Analisis Univariat ... 34

(12)

BAB V: PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Pemilihan MKJP ... 43

5.1.1 Pengaruh Usia Istri terhadap Pemilihan MKJP ... 43

5.1.2 Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pemilihan MKJP .... 44

5.1.3 Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Pemilihan MKJP .. 45

5.1.4 Pengaruh Penghasilan Keluarga terhadap Pemilihan MKJP . 46

5.2 Pengaruh Faktor Pendorong terhadap Pemilihan MKJP ... 48

5.2.1 Pengaruh Dukungan Suami terhadap Pemilihan MKJP ... 48

5.2.2 Pengaruh Faktor Budaya terhadap Pemilihan MKJP ... 49

BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 51

6.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA Lampiran :

1. Kuesioner 2. Master Data

(13)

DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Istri……….... 33

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan…………... 33

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penghasilan Keluarga…………. 34

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan………….. 35

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Pasangan……… 35

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Budaya………. 36

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penggunaan Jenis Kontrasepsi… 36

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Metode Kontrasepsi……… 37

Tabel 4.9 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Usia Istri…….. 38

Tabel 4.10 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Pendidikan…... 39

Tabel 4.11 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Pengetahuan…. 39

Tabel 4.12 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Penghasilan…... 40

Tabel 4.13 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Dukungan suami 41

(14)

ABSTRAK

Salah satu masalah demografi di Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi. Pemerintah Indonesia sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengontrol laju

pertumbuhan penduduk termasuk diantaranya menekan angka kelahiran dengan

menggunakan program KB,

Penelitian ini merupakan survey dengan pendekatan explanatory research

bertujuan untuk menjelaskan determinan yang memengaruhi PUS dalam penggunaan

metode kontrasepsi jangka panjang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pasangan

Usia Subur di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian. Sampel penelitian berjumlah

159 responden. Analisis data menggunakan uji chi square dengan nilai α=0,05. Cara

pengumpulan data dengan metode wawancara langsung menggunakan pedoman wawancara

yang telah dipersiapkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel usia istri (ρ=0,001),

tingkat pendidikan (ρ=0,000), dukungan pasangan (ρ=0,006) dan budaya (ρ=0,000) terhadap pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang, sedangkan variabel yang tidak

berpengaruh adalah tingkat pengetahuan dan penghasilan keluarga.

Disarankan kepada pihak penyelenggara Keluarga Berencana (KB) untuk lebih

meningkatkan penyuluhan mengenai kelebihan metode kontrasepsi jangka panjang dan

perencanaan keluarga yang baik.

Kata kunci: PUS, usia istri, tingkat pendidikan, dukungan keluarga, budaya, kontrasepsi

(15)

ABSTRACT

One of main demographic issues in Indonesia is a high growth rate of population.

Indonesia’s government had already doing any efforts to control the growth rate of

population, including to minmalize birth rate by using family planning program (KB).

This research is a survey with explanatory research approach to explain the

determinant that influence fertile spouse to choose long-term contracption methods.

Population in this research is all of fertile spouse at Pangombusan village in Parmaksian

district, while the number of sample is 159 respondents. Analysis of daya by using chi

square test by using α = 0,05. Data collecting by interview sample directly using interview

guide that has been prepared before.

The results indicated that there was a variable effect of wife’s age(ρ=0,001), educational level (ρ=0,000) husband support(ρ=0,006) and culture (ρ=0,000) that influence fertile spouse to choose long-term contraception methods, whereas the variable

knowledge and monthly income had no effect on influence.

It suggested to anyone who serve the family planning program (KB) to improve

fertile spouse knowledge by conducting outreach or counseling about privilege of

long-term contraception method and a good family planning.

Key words: fertile spouse, wife’s age, education level, family support, culture, long-term

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di

dunia, tercatat saat ini jumlah penduduk sebanyak 237,6 juta jiwa (menurut sensus

2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun 2000-2010 sebesar 1,49% yang

tergolong tinggi. Kenaikan jumlah penduduk yang tinggi berdampak pada

munculnya masalah-masalah pembangunan seperti: ketahanan pangan, pemenuhan

kebutuhan energi, pengendalian lingkungan hidup, dan rendahnya kualitas

penduduk Indonesia menurut Human Development Index 2012 yang menduduki

urutan 121 dari 187 negara di dunia. Secara garis besar masalah pokok di bidang

kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dengan

laju pertumbuhan yang relatif masih tinggi, penyebaran penduduk yang tidak

merata, struktur umur muda, dan kualitas penduduk yang masih harus ditingkatkan

(Wiknjosastro, 2007).

Pemerintah dalam upaya mengendalikan laju pertumbuhan penduduk telah

memberlakukan program Keluarga Berencana (KB) sejak tahun 1970. Definisi KB

adalah upaya meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui

(17)

keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga guna mewujudkan keluarga kecil,

bahagia dan sejahtera. (BKKBN. 2012)

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan

angka TFR (Total Fertility Rate) atau disebut fertilitas wanita usia subur (15-49

tahun) pada periode 2002, 2007, dan 2012 stagnan pada angka 2,6 artinya potensi

rata-rata kelahiran oleh wanita usia subur berjumlah 2-3 anak, hal ini berlaku sejak

tahun 2002, 2007 dan 2012. Perbandingan antara TFR wanita usia subur di

perkotaan sebesar 2,4 dan TFR wanita usia subur di pedesaan sebesar 2,8, hal ini

memicu anggapan bahwa faktor kebudayaan seperti banyak anak banyak rezeki

cukup berperan besar dalam laju pertumbuhan penduduk terutama di pedesaan.

(BKKBN, 2012)

Menurut SDKI 2012 kontrasepsi dengan cara modern yang banyak

digunakan adalah metode suntikan (31,9 persen), pil (13,6 persen), IUD (3,9

persen), susuk KB (3,3%), dan kondom (1,8%), sedangkan pemilihan kontrasepsi

dengan cara tradisional yang banyak digunakan adalah metode senggama terputus

(2,3 persen). pantang berkala (1,3%) dan metode lain (0,4%).

Berdasarkan Laporan Hasil Pelayanan Kontrasepsi Nasional per-Januari

2013, dari 657.724 peserta KB baru di Indonesia, didominasi oleh pengguna

Non-Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP) sebanyak 82,97% dari seluruh

peserta KB baru. Sedangkan Hasil Pelayanan Peserta KB lama untuk ganti cara ke

(18)

peserta KB lama yang memilih mengganti cara untuk menggunakan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang.

Berdasarkan hasil penelitian Laksmi (2009), terdapat pengaruh dari

dukungan pasangan terhadap pemilihan jenis metode kontrasepsi, dan menurut hasil

penelitian Rainy (2012) didapatkan adanya hubungan antara umur ibu, kelengkapan

alat KB, dan pengetahuan tentang KB terhadap pemilihan jenis metode kontrasepsi

jangka panjang. Hasil penelitian Imas (2012) melaporkan faktor usia dan jumlah

anak merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan metode

kontrasepsi jangka panjang dan non jangka panjang pada PUS. Syamsiah (2002)

mengatakan bahwa faktor sosial budaya adalah semua faktor yang ada di

masyarakat yang memengaruhi penerimaan suatu jenis alat kontrasepsi antara lain :

sosio-ekonomi, demografi, psiko-sosial, agama dan pengetahuan.

Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah

Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah daratan 2.021,8 Km² dan jumlah

penduduk 174.865 jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 43.479 RT. Jumlah

Pasangan Usia Subur di Kabupaten Toba Samosir tahun 2012 sebesar 24.196

pasangan, dengan 16.942 pasangan atau 68,93 persen merupakan akseptor KB aktif.

Jenis alat kontrasepsi yang paling banyak dipakai oleh akseptor aktif pada tahun

2012 adalah suntik sebesar 5.016 akseptor (29,61 persen), kemudian penggunaan pil

(19)

sedikit digunakan adalah kondom, yaitu 1.632 akseptor (9,63 persen). (BPS Toba

Samosir, 2013)

Desa Pangombusan berada di wilayah Kecamatan Parmaksian, yang

merupakan kecamatan baru pemekaran dari kecamatan Porsea dengan topografi

berada di ketinggian 963m di atas permukaan laut, dan luas wilayah 3,48 km².

Kecamatan Parmaksian terbagi atas 11 desa dengan Pangombusan sebagai ibu kota

Kecamatan Parmaksian. Menurut survey BPS Kabupaten Toba Samosir pada tahun

2013 memiliki jumlah penduduk sebesar 3.263 jiwa dengan kepadatan 937,64 jiwa/

km².Pada tahun 2013 tercatat jumlah PUS di Desa Pangombusan sebanyak 450

pasangan, sebanyak 287 PUS mengikuti program KB dan 163 PUS tidak mengikuti

program KB. Dari 287 PUS yang mengikuti KB, sebanyak 37 PUS menggunakan

IUD, 41 PUS menggunakan MOW, 41 PUS menggunakan Implant, 95 PUS

menggunakan Suntik, 63 PUS menggunakan Pil, serta 10 PUS menggunakan

Kondom.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menyatakan

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) paling efektif untuk menekan angka

kelahiran dan laju pertumbuhan penduduk, namun penggunaan MKJP masih minim.

Tahun 2012 pemakaian MKJP hanya 25% dan di tahun 2014 ditargetkan mencapai

27,5%.

Melihat data survey awal peneliti, bahwa metode non MKJP merupakan

(20)

alasan peserta KB baru selain harga yang relatif terjangkau, metode non MKJP juga

lebih mudah dalam penggunaannya. Sehingga perlu melakukan penelitian mengenai

pemilihan metode kontrasepsi di Desa Pangombusan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka didapat permasalahan “Masih rendahnya

pemilihan metode kontrasepsi mantap (jangka panjang) di Desa Pangombusan

Kecamatan Parmaksian kabupaten Toba Samosir.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui determinan yang memengaruhi Pasangan Usia Subur (PUS)

dalam pemilihan jenis kontrasepsi yang digunakan.

1.3.2. Tujuan khusus

a. Mengetahui hubungan antara tingkat usia istri terhadap pemilihan jenis

kontrasepsi yang digunakan oleh PUS.

b. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap pemilihan

jenis kontrasepsi yang digunakan oleh PUS.

c. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pemilihan jenis

(21)

d. Mengetahui hubungan antara penghasilan keluarga terhadap pemilihan

jenis kontrasepsi yang digunakan oleh PUS.

e. Mengetahui hubungan antara dukungan suami/istri terhadap pemilihan

jenis kontrasepsi yang digunakan oleh PUS.

f. Mengetahui hubungan antara pengaruh kebudayan terhadap pemilihan

jenis kontrasepsi yang digunakan oleh PUS.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumber yang dapat digunakan bagi penilitian selanjutnya

2. Sebagai sumber informasi bagi akseptor KB maupun instansi terkait dan petugas

KB mengenai faktor yang memengaruhi pemilihan jenis KB pada Pasangan

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Berencana

2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana

Menurut Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana (2011) yang

diterbitkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional , Keluarga

Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan,

mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak

reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Keluarga Berencana menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang

kesehatan adalah upaya pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk

generasi penerus yang sehat dan cerdas. Dalam rangka menegakkan upaya KB, pemerintah

bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat

dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu dan terjangkau oleh

masyarakat.

2.1.2 Visi dan Misi Program Keluarga Berencana

Visi dari program Keluarga Berencana adalah untuk mewujudkan keluarga kecil

dalam mencapai penduduk tumbuh seimbang 2015, dan misi dari program KB yaitu

(23)

Guna mewujudkan visi dan misi tersebut strategi yang di tetapkan dalam program

KB adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan pembinaan dan kesertaan KB jalur pemerintah

2. Peningkatan pembinaan dan kesertaan KB jalur swasta.

3. Meningkatkan pembinaan dan kesertaan KB jalur wilayan dan sasaran khusus.

4. Meningkatkan kualitas promosi dan konseling kesehatan reproduksi.

2.1.3 Tujuan Program Keluarga Berencana

Tujuan utama program KB nasional adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat/angka

kematian ibu dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka

membangun keluarga kecil berkualitasdalam mencapai penduduk tumbuh seimbang 2015.

2.2 Pasangan Usia Subur

Yang dimaksud dengan Pasangan Usia Subur ialah pasangan suami istri yang

istrinya berumur antara 15 tahun sampai dengan 49 tahun, dan secara operasional pula

pasangan suami istri yang istri berumur kurang dari 15 tahun dan telah kawin atau istri

berumur lebih dari 49 tahun tetapi belum menopause. (Kamus Istilah Kependudukan dan

(24)

2.3 Kontrasepsi

2.3.1 Pengertian Kontrasepsi

Menurut etimologinya Kontrasepsi berasal dari kata ”kontra” yang artinya melawan

dan “konsepsi” yang memiliki arti penyatuan sel telur dan sel sperma yang kemudian

disebut dengan pembuahan. Maksud dari kontrasepsi adalah obat, alat, atau cara untuk

mencegah terjadinya konsepsi (kehamilan). Secara umum jenis kontrasepsi ada dua macam,

yaitu :

1. Kontrasepsi yang mengandung hormonal (pil, suntik dan implant).

2. Kontrasepsi non-hormonal (IUD,Kondom).

Efektivitas dan tingkat kenyamanan penggunaan kontrasepsi bersifat individual

tergantung klien yang menggunakan, oleh karena itu berbagai faktor harus dipertimbangkan

seperti status kesehatan, efek samping potensial, konsekuensi kegagalan dan kehamilah

yang tidak diinginkan, rencana besarnya jumlah keluarga, persetujuan orang tua dan

pasangan, pada dasarnya penggunaan alat ataupun metode kontrasepsi berbeda antara satu

klien dengan klien lainnya, tergantung pada kesesuaian alat dengan kondisi klien. Namun

secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah :

1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan.

2. Berdaya guna, artinya bila digunakan sesuai aturan akan dapat mencegah terjadinya

kehamilan.

3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya di

(25)

4. Harganya terjangkau oleh masyarakat

5. Bila metode dihentikan penggunaannya klien akan segera kembali kesuburannya,

kecuali untuk kontrasepsi mantap.

2.3.2 Jenis Metode Kontrasepsi

1. Metode Amenorea Laktasai (MAL)

a. MAL adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI secara eksklusif.

b. MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila : menyusui secara penuh, lebih

efektif jika pemberian sebelum haid, dengan frekuensi 8 x sehari, dan usia bayi

kurang dari 6 bulan.

c. Efektif sampai dengan jangka waktu 6 bulan dan harus dilanjutkan dengan

pemakaian metode kontrasepsi lainnya

Keuntungan metode MAL :

- Efektifitas tinggi (keberhasilan sampai dengan 98% pada 6 bulan pertama

setelah melahirkan).

- Tidak mengganggu proses senggama.

- Tidak ditemukan efek samping secara sistemik.

- Tidak memerlukan pengawasan medis dan biaya.

- Mengurangi pendarahan post partum sekaligus mengurangi resiko anemia.

Keterbatasan metode MAL:

- Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui dalam 30

(26)

- Kemungkinan sulit dilaksanakan karena kondisi sosial.

- Efektifitas tinggi hanya sampai dengan 6 bulan.

- Tidak melindungi terhadap infeksi menular seksual.

- Hanya dapat digunakan oleh ibu yang menyusui secara eksklusif, dan belum

mendapat haid setelah melahirkan.

2. Metode Kontrasepsi Alamiah

Metode kontrasepsi alamiah efektif bila dilaksanakan secara tertib. Yang termasuk

ke dalam metode kontrasepsi alamiah adalah :

a. Metode Kalender (Ogino-Knaus)

b. Metode Suhu Badan Basal (Termal)

c. Metode Lendir Serviks (Ovulasi Billings)

d. Metode Sympto-Termal.

e. Metode senggama terputus (Coitus Interuptus

3. Metode Barier

).

Metode Barier bertujuan untuk menghalangi terjadinya proses pembuahan, yang

termasuk dalam metode barier :

a. Kondom untuk pria

Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi yang terbuat dari karet (lateks)

berbentuk tabung tidak tembus cairan, dimana salah satu ujungnya tertutup rapat

dan dilengkapi kantung untuk menampung sprema yang dikeluarkan pria pada

(27)

terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di

ujung selubung karet sehingga sperma tidak tercurah ke dalam alat reproduksi

wanita saat berhubungan seksual. Keuntungan menggunakan kondom :

1. Relatif murah.

2. Tidak perlu memerlukan pemeriksaan medis, supervise atau follow-up.

3. Cara pemakaian mudah.

4. Dapat diandalkan.

5. Reversibel

6. Tingkat proteksi tinggi terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS).

7. Pria ikut secara aktif dalam program KB.

(Hartanto, 2010).

Keterbatasan kondom :

1. Angka kegagalan relatif tinggi.

2. Perlu menghentikan sementara aktivitas dan spontanitas hubungan seks.

3. Pada beberapa orang menyebabkan kesulitan dalam mempertahankan

ereksi.

4. Pemakaian harus konsisten setiap kali berhubungan seksual.

(Hartanto, 2010).

b. Barier Intra Vaginal pada perempuan, terbagi atas :

- Diafragma

(28)

- Spons

- Kondom perempuan

- Spermisida Vaginal dengan kemasan suppositoria, aerosol (busa), ataupun

krim.

4. Metode Kontrasepsi Hormonal

a. Kontrasepsi Hormon Steroid : Pil Oral Kombinasi dan Mini Pil (hanya berisi

Progestin).

Pil KB adalah suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau

tablet di dalam strip yang berisi gabungan hormon estrogen dan progesterone.

Pil ini bekerja menekan ovulasi, yakni mencegah lepasnya sel telur dari indung

telur dan mengendalikan lendir mulut rahim sehingga lebih kental dan sperma

sukar masuk ke dalam rahim.

Keuntungan menggunakan Pil :

1. Reversibilitasnya tinggi.

2. Mudah dalam penggunaan.

3. Mengurangi rasa sakit ketika menstruasi.

4. Mencegah anemia.

5. Mengurangi resiko kanker ovarium.

6. Mengurangi kemungkinan infeksi panggul dan kehamilan ektopik.

7. Tidak mengganggu hubungan seksual (Suratun dkk, 2008).

(29)

1. Memerlukan disiplin dalam pemakaian.

2. Tidak mencegah penyakit menular seksual.

3. Tidak boleh diberikan kepada wanita menyusui.

4. Relatif Mahal .

5. Repot

(Atikah dkk, 2010).

b. Kontrasepsi Suntikan

Terdapat 2 jenis kontrasepsi hormon suntikan KB. Jenis yang beredar di

Indonesia :

1. Suntikan progestin saja (DMPA dan NET-EN).

2. Suntikan yang mengandung 25 mg Medroxy progesterone acetat dan 5 mg

estradiol cypionate (Cyclofem) diberikan injeksi intramuscular sebulan

sekali, dan 50 mg Noretindron Enantat dan 5 mg Estradiol Valerat yang

diberikan secara injeksi intramuscular sebulan sekali.

Alat kontrasepsi ini bekerja dengan mencegah lepasnya sel telur dari indung

telur, mengentalkan lendir mulut rahim sehingga menghambat spermatozoa

masuk ke rahim, dan menipiskan endometrium sehingga tidak siap untuk

kehamilan. Efektifitas cara kontrasepsi suntik sangat tinggi, dimana

kegagalan sebesar 0,7% untuk kontrasepsi Depot Medroxyprogesteron asetat

(Depo-Provera).

(30)

1. Praktis, efektif dan aman.

2. Efek samping terhadap resiko kesehatan kecil

3. Tidak berpengaruh terhadap hubungan suami-istri.

4. Jangka panjang.

5. Klien tidak perlu repot menyimpan obat suntik.

Keterbatasan suntik :

1. Terjadi perubahan pola haid.

2. Pengguna sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan

3. Peningkatan berat badan pada beberapa kasus.

4. Tidak menjamin perlindungan terhadap infeksi menular seksual

(Pinem, 2009).

5. Kontrasepsi Implan (Subdermal) atau Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)

Implant adalah alat kontrasepsi yang diinsersikan di bawah kulit, dilakukan pada

bagian dalam lengan atas atau di bawah siku melalui insisi tunggal dalam bentuk

kipas.

Jenis implant :

a. Norplant, terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm,

diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg Levonorgestrel dengan lama kerja 5

tahun.

b. Implanon, terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang 40 mm, diameter

(31)

c. Jadena dan indoplant, terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg

Lenovorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.

Jenis yang paling sering digunakan di Indonesia adalah Norplant. Cara kerja

susuk/implan dalam mencegah kehamilan pada dasarnya hampir sama dengan pil

dan suntik.

Keuntungan menggunakan implan :

1. Daya guna tinggi (kegagalan 0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan).

2. Memberi perlindungan jangka panjang (5 tahun).

3. Tingkat kesuburan cepat kembali setelah implant dicabut.

4. Tidak mengganggu kegiatan senggama.

5. Tidak mengganggu produksi ASI.

6. Dapat dicabut setiap saat jika dibutuhkan.

Keterbatasan menggunakan implan :

1. Tidak member perlindungan terhadap infeksi menular seksual.

2. Memerlukan tindakan medis dalam pemasangan maupun pencabutannya,

sehingga tidak dapat dilakukan oleh klien sendiri.

3. Efektivitasnya menurun jika penggunaan bersamaan dengan obat epilepsy

maupun obat TBC.

4. Cara ini belum begitu dikenal sehingga beberapa masih enggan memakainya

5. Implan terlihat di bawah kulit.

(32)

Jenis AKDR :

a. Un-Medicated Devices

b. Medicated Devices

- Yang mengandung logam

- Yang mengandung hormone : Progesterone atau levonorgestrel.

7. Kontrasepsi Mantap

Terdiri dari 2 jenis, yaitu :

a. Medis Operatif Wanita (MOW).

Tubektomi, adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan kesuburan

dengan oklusi tuba falopii sehingga spermatozoa tidak dapat bertemu dengan

ovum.

Keuntungan Tubektomi :

- Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama

penggunaan).

- Permanen.

- Tidak mempengaruhi produksi ASI dan proses menyusui.

- Tidak dipengaruhi faktor senggama.

- Baik digunakan oleh klien yang mengalami resiko serius bila hamil.

- Pembedahan sederhana.

- Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.

(33)

- Mengurangi resiko kanker ovarium.

Keterbatasan Tubektomi :

- Bersifat permanen, sehingga membutuhkan pertimbangan matang dari

pasangan.

- Ditemukan rasa sakit atau tidak nyaman dalam jangka pendek setelah

pemasangan.

- Tidak melindungi terhadap infeksi menular seksual.

b. Medis Operatif Pria (MOP).

Vasektomi, adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi

pria dengan jalan melakukan oklusi vasa defrensia sehingga alur transportasi

sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi.

Keuntungan Vasektomi:

- Sangat efektif.

- Aman, morbiditas rendah.

- Sederhana dan cepat.

- Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan.

- Biaya relatif murah.

Keterbatasan Vasektomi:

- Diperlukan tindakan operasi.

(34)

- Tidak langsung memberikan perlindungan total sampai dengan 20 kali

ejakulasi atau 3 bulan.

- Problem psikologis yang berhubungan dengan prilaku seksual mungkin

timbul.

2.4. Konsep Perilaku Kesehatan

Menurut teori Lawrence W Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) faktor perilaku

seseorang yang memengaruhi kesehatan individu dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu :

1. Faktor Predisposisi (Predisposing factors)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap akseptor terhadap metode kontrasepsi

tertentu, tradisi dan kepercayaan masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial

ekonomi.

a. Usia

Usia berpengaruh terhadap proses perkembangan organ reproduksi seorang

wanita, sehingga seiring pertambahan usianya, perlu dikaji metode kontrasepsi

apa yang cocok terhadap wanita pada kelompok umur tertentu, dan alasan yang

mendasari pemberian kontrasepsi harus jelas.

Dua kelompok pemakai, yaitu remaja dan wanita peri-menopause perlu

mendapat perhatian khusus. Secara umum dasar pemberian kontrasepsi pada

(35)

memberikan efek samping serta mudah dalam proses pengembalian

kesuburannya. Dasar pemberian kontrasepsi pada wanita perimenopause adalah

dikarenakan oleh terdapatnya peningkatan morbiditas dan mortalitas jika

mengalami kehamilan, pada kelompok usia perimenopause besar

kemungkinannya memiliki kontra indikasi medis untuk menggunakan metode

tertentu, sehingga diperlukan kontrasepsi yang lebih aman secara medis dan

lebih efektif.

b. Tingkat Pendidikan

Menurut Feldstein yang dikutip oleh Zulikfan (2004), bahwa tingkat

pendidikan dipercaya memengaruhi permintaan akan pelayanan kesehatan.

Pendidikan yang tinggi memengaruhi dalam proses penerimaan informasi,

sehingga dalam proses penyampaian informasi tentang metode dari program KB

diperlukan penyesuaian dengan tingkat pendidikan sasaran. Pendidikan juga

akan mempengaruhi pengetahuan dan persepsi seseorang tentang tujuan dari

program KB.

Pada akseptor KB dengan tingkat pendidikan rendah, keikutsertaannya

dalam program KB hanya ditujukan untuk mengatur kelahiran. Sementara itu

pada akseptor KB dengan tingkat pendidikan tinggi, keikutsertaannya dalam

program KB selain untuk mengatur kelahiran juga untuk meningkatkan kualitas

hidup anak dalam keluarga. Hal ini dikarenakan seseorang dengan tingkat

(36)

dan lebih mudah untuk menerima ide atau cara kehidupan baru. Dengan

demikian, tingkat pendidikan juga memiliki hubungan dengan pemilihan jenis

kontrasepsi yang akan digunakan (Bappenas, 2009).

c. Penghasilan keluarga

Kemampuan daya beli mempengaruhi dalam pemilihan metode kontrasepsi

tertentu, dengan daya beli yang semakin tinggi, pasangan suami-istri lebih

leluasa untuk memilih jenis metode kontrasepsi tertentu dengan pertimbangan

medis yang lebih menyeluruh.

d. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau

kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

berupa penerimaan.

Pelayanan kontrasepsi akan berhasil dengan baik bila masyarakat mengenal

berbagai jenis kontrasepsi yang tersedia. Akan tetapi, pengenalan berbagai jenis

kontrasepsi ini cukup sulit karena hal ini menyangkut pola pengambilan

keputusan dalam masyarakat itu sendiri.

Proses pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi meliputi

empat tahap yaitu tahap pengetahuan (knowledge), tahap persuasi (persuasion),

(37)

Suatu inovasi dapat diterima maupun ditolak setelah melalui tahap-tahap

tersebut.

Inovasi ditolak bila inovasi tersebut dipaksakan oleh pihak lain, inovasi

tersebut tidak dipahami, inovasi tersebut dinilai sebagai ancaman terhadap

nilai-nilai penduduk. Sementara itu, inovasi yang diterima tidak akan diterima secara

menyeluruh tetapi bersifat selektif dengan berbagai macam pertimbangan.

Tingkat pengetahuan masyarakat akan mempengaruhi penerimaan program KB

di masyarakat. Pengetahuan yang benar tentang program KB termasuk tentang

berbagai jenis kontrasepsi akan mempertinggi keikutsertaan masyarakat dalam

program KB (Notoatmodjo, 2003).

2. Faktor Pendorong (Reinforcing factors)

Faktor pendorong terwujud dalam ada atau tidaknya dukungan maupun larang dari

budaya setempat, dukungan dari pasangan dan keluarga.

a. Dukungan Pasangan

Menurut Taylor dalam Sulistyorini (2007), dukungan keluarga merupakan

bantuan yang dapat diberikan keluarga berupa barang, jasa, informasi dan

nasehat yang mana membuat penerima dukungan akan merasa disayang,

dihargai dan tentram. Dalam pemilihan jenis metode kontrasepsi yang

digunakan, dukungan pasangan berupa kerja-sama dan toleransi dalam

menjalani jenis-jenis metode kontrasepsi tertentu mempengaruhi tingkat

(38)

b. Faktor Budaya

Norma dan nilai yang berlaku pada komunitas masyarakat tertentu perlu

diperhatikan dalam pemilihan jenis metode kontrasepsi. Beberapa hal yang

dianggap sebagai sesuatu yang melanggar aturan sosial dapat mempengaruhi

jenis metode kontrasepsi yang akan di gunakan oleh pasangan suami istri. Oleh

karena itu, agar program KB dapat berjalan dengan lancar diperlukan

pendekatan secara menyeluruh termasuk pendekatan kepada tokoh masyarakat

ataupun tokoh agama. Peran tokoh masyarakat dan agama dalam program KB

sangat penting karena peserta KB memerlukan pegangan, pengayoman dan

dukungan yang kuat yang hanya dapat diberikan oleh tokoh masyarakat ataupun

tokoh agama (BkkbN, 2010).

2.5. Metode Kontrasepsi menurut waktu pemakaian

Menurut BKKBN, alat-alat kontrasepsi yang digunakan oleh akseptor KB, terbagi

atas 2 metode menurut waktu efektif kontrasepsi bermanfaat :

a. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

Yang tergolong didalamnya adalah jenis-jenis kontrasepsi dengan durasi jangka

waktu pemakaian panjang dan atau bersifat permanen.

Terdiri atas IUD, implant, MOP (vasektomi), dan MOW (tubektomi).

(39)

Yang tergolong didalamnya adalah jenis-jenis kontrasepsi dengan durasi jangka

waktu pemakaian relatif singkat dan atau bersifat berulang.

Terdiri atas kontrasepsi suntikan, pil, dan kondom.

2.6. Determinan Pemilihan Alat Kontrasepsi

Menurut WHO dalam Wiknjosastro (1999), faktor-faktor penting bagi pasangan

untuk memilih metode kontrasepsi adalah apakah metode tersebut :

a. Permanen atau reversible

b. Efektif

c. Relatif murah

d. Aman

e. Mudah didapat

f. Mudah digunakan dan tidak putus pakai

g. Memiliki efek samping yang rendah

h. Dapat digunakan pada saat menyusui

i. Melindungi terhadap PMS

j. Membutuhkan kerjasama pasangan

(40)

2.7 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut ini:

[image:40.612.90.489.202.450.2]

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

2.8 Hipotesis

Dari gambar kerangka konsep diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah

terdapat pengaruh predisposisi (meliputi : usia, tingkat pendidikan, tingkat

pengetahuan, penghasilan keluarga), pendorong (meliputi : dukungan pasangan)

terhadap pemilihan metode kontrasepsi pada pasangan usia subur di Desa

Pangombusan Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir tahun 2014.

Faktor predisposisi :

- Usia

- Tingkat pendidikan - Penghasilan keluarga - Tingkat pengetahuan

Faktor pendorong :

- Dukungan pasangan - Budaya setempat

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitik

dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui

determinan pemilihan metode kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS) di Desa

Pangombusan Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Kabupaten

Toba Samosir.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2013 – Mei 2014.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah semua Pasangan Usia Subur yang menjadi peserta KB aktif di Desa

Pangombusan, dan berdasarkan data dari Puskesmas Desa Pangombusan berjumlah 287

(42)

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari ibu PUS yang menjadi peserta KB aktif dan

menetap di Desa Pangombusan. Untuk menentukan besarnya sampel diguna

kan rumus Lemeshow :

Dimana :

n = Besarnya sampel

N = Populasi = 287 PUS

2 / 1 2 α −

Z =1.96 dengan nilaiα = 0.05 d = presisi absolut (0.05)

p = proporsi PUS yang menggunakan KB Suntik 33%, p = 0,33

Sehingga :

n = 158,63 atau

n = 159

Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel sebanyak 159 pasangan dari

populasi sebanyak 287 pasangan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Stratified

random Sampling dimana sampel diambil berdasarkan jenis alat KB yang digunakan. 2 2 ) ( ) 1 ( ) 1 (         − − + − = po pa pa pa Z po po Z

(43)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan melakukan

wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data yang ada di Poskesdes Desa Pangombusan

Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir serta instansi yang berhubungan dengan

penelitian ini.

3.5 Defenisi Operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Pemakaian alat kontrasepsi adalah tindakan responden untuk menggunakan atau

tidak menggunakan alat kontrasepsi sebagai cara untuk mencegah atau

menjarangkan kehamilan.

2. Metode kontrasepsi adalah cara penggunaan jenis kontrasepsi berdasarkan

durasi waktu penggunaan, terbagi atas metode kontrasepsi jangka panjang

(MKJP) dan metode kontrasepsi non jangka panjang (non MKJP).

3. Usia adalah jumlah tahun hidup responden (istri) saat wawancara berlangsung.

4. Tingkat Pendidikan ialah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah

(44)

5. Penghasilan keluarga ialah keadaan ekonomi diukur dengan jumlah rupiah

pendapatan / penghasilan rata-rata perbulan berdasarkan upah minimal rata-rata

(UMR) di Kabupaten Toba Samosir.

6. Tingkat Pengetahuan ialah pengertian dan pemahaman responden mengenai

kontrasepsi yang mencakup pengertian, tujuan dan manfaat, jenis kontrasepsi

dan efek samping.

7. Dukungan pasangan ialah pendapat atau persepsi responden terhadap peranan

pasangan baik suami maupun istri dalam pemilihan metode kontrasepsi yang

digunakan.

8. Budaya adalah sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki

dan diwariskan masyarakat secara turun temurun.

3.6 Aspek Pengukuran 1. Umur

dikategorikan menjadi :

0. 20 – 35 tahun : reproduksi sehat

1. > 35 tahun : reproduksi perimenopause

2. Tingkat Pendidikan

Dikategorikan menjadi :

0 . SD

(45)

2. SLTA

3. Diploma/Sarjana

3. Penghasilan Keluarga

Dikategorikan berdasarkan penghasilan per bulan :

0. Diatas UMR: ≥Rp. 1.458.799,-

1. Dibawah UMR: ≤ Rp. 1.458.799,-

4. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan diukur melalui jawaban kuesioner, pertanyaan yang diajukan

adalah 13 pertanyaan. Setiap jawaban yang benar akan diberi skor 1 dan

jawaban yang salah akan diberi skor 0. Total skor maksimal adalah 13 dan total

skor minimal adalah 0. Tingkat pengetahuan dapat dikategorikan menjadi 3

kategori:

0. Baik: Apabila responden menjawab soal ≥50% dengan benar, atau

dengan total skor responden 10-13.

1. Buruk: Apabila responden menjawab soal <50% dengan benar, atau

dengan total skor responden 0-5.

5. Dukungan Pasangan

(46)

0. Mendukung : skor ≥ mean.

1. Tidak mendukung : skor < mean.

6. Faktor Budaya

Budaya diukur melalui variabel budaya yang didasarkan dari 3 buah pertanyaan.

Setiap pertanyaan memiliki bobot nilai 1. dan jawaban yang salah akan diberi

skor 0. Total skor maksimal adalah 3 dan total skor minimal adalah 0.

Skor tertinggi yang bisa diperoleh responden adalah 3 dan dikategorikan

menjadi :

0. Positif : Apabila jawaban responden dengan total nilai 2 - 3.

1. Negatif : Apabila jawaban responden dengan total nilai 0 - 1.

3.7 Analisis Data

Analisa data dilakukan dua tahap, yaitu:

1. Dengan Analisa Univariat

Untuk mendeskripsikan masing-masing variabel independen dan variabel

dependen dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

2. Dengan Analisa Bivariat

Untuk melihat hubungan masing-masing variabel independen dengan variabel

dependen, menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan (level of

(47)

1. Ho ditolak jika p < α (0,05) maka terdapat pengaruh antara variabel

independen dengan variabel dependen.

2. Terima Ho jika p > α (0,05) maka tidak terdapat pengaruh diantara variabel

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Responden 1. Distribusi Umur Istri

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Istri di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian 2014

No Umur (Tahun) f %

1 20-35 105 66

2 >35 54 34

Jumlah 159 100

Dari tabel 4.1 diketahui bahwa umur istri antara 20-35 tahun memiliki jumlah

yang paling besar yaitu, 105 responden (66) dan >35 tahun memiliki jumlah 54

(34%).

2. Distribusi Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian 2014

No Tingkat Pendidikan f %

1 SD 7 4,4

2 SLTP 14 8,8

3 SLTA 116 73

4 Akademik/Sarjana 22 13,8

[image:48.612.140.498.559.692.2]
(49)

Dari tabel 4.2, tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SLTA

dengan jumlah 116 responden (73%), Akademik/Sarjana (13,8%), SLTP (8,8%)

dan SD (4,4%).

3. Distribusi Berdasarkan Penghasilan Keluarga

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penghasilan Keluarga di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014

No Penghasilan Keluarga f %

1 Kurang dari UMR 94 59,1

2 Lebih dari UMR 65 40,9

Jumlah 159 100

Dari tabel 4.3, diketahui tingkat pendapatan per bulan yang kurang dari Upah

Minimum Rata-rata (Rp 1.458.799,-) sebanyak 94 responden (59,1%) dan yang

melebihi dari Upah Minimum Rata-rata sebanyak 65 responden (40,9%).

4.2. Analisis Univariat

Dari kuesioner dapat digambarkan tingkat pengetahuan responden tentang alat

kontrasepsi. Maka untuk keperluan analisis peneliti mengkatagorikan menjadi 2,

yaitu :

0. Baik : Apabila responden menjawab soal ≥50% dengan benar, atau dengan

total skor responden 7-13

1. Buruk : Apabila responden menjawab soal <50% dengan benar, atau

[image:49.612.130.490.238.321.2]
(50)

a. Distribusi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014

No Tingkat Pengetahuan f %

1 Baik 70 44

2 Buruk 89 56

Jumlah 159 100

Dari tabel 4.4, diketahui tingkat pengetahuan responden yang memiliki tingkat

pengetahuan baik sebanyak 70 responden (44%), responden yang memiliki

tingkat pengetahuan buruk sebanyak 89 (56%).

b. Distribusi Berdasarkan Dukungan Pasangan

Dari kuesioner peneliti mengkatagorikan responden menjadi 2 kelompok yaitu :

0. Mendukung

1. Tidak Mendukung

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Pasangan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014

No Dukungan Suami f %

1 Tidak Mendukung 87 54,7

2 Mendukung 72 45,3

Jumlah 159 100

Dari tabel 4.5, diketahui kategori dukungan suami terhadap penggunaan

kontrasepsi, kategori tidak mendukung memiliki jumlah paling banyak yaitu

sebanyak 87 responden (54,7%), dan yang mendukung sebanyak 72 responden

[image:50.612.120.504.125.242.2]
(51)

c. Distribusi Berdasarkan Faktor Budaya

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Budaya di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014

No Faktor Budaya f %

1 Positif 82 51,6

2 Negatif 77 48,4

Jumlah 159 100

Dari tabel 4.6, diketahui kategori faktor budaya terhadap penggunaan

kontrasepsi, kategori budaya positif terhadap pemilihan jenis kontrasepsi lebih

besar dengan frekuensi sebanyak 82 responden (51,6%) dan kategori negatif

sebanyak 77 responden (48,4%).

d. Distribusi Berdasarkan Penggunaan Jenis Kontrasepsi

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penggunaan Jenis Kontrasepsi di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014

No Jenis Alat Kontrasepsi

yang digunakan f %

1 Pil 43 27

2 Suntik 55 34,6

3 IUD 19 11,9

4 Implan 27 17

5 MOW 15 9,4

[image:51.612.126.497.394.611.2] [image:51.612.131.486.408.611.2]
(52)

Dari tabel 4.7 menunjukkan, dari 159 responden memiliki frekuensi paling

banyak adalah suntik (34,6%), pil (27%), implant (17%), IUD (11,9%), MOW

(9,4%).

Untuk keperluan analisis, maka kategori tersebut akan dikategorikan menjadi 2

kategori. Metode Kontrasepsi jangka panjang meliputi: IUD, Implan dan

Tubektomi/MOW. Sedangkan Metode Kontrasepsi non-Jangka Panjang

meliputi: Pil dan Suntik.

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Metode Kontrasepsi di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014

No Metode Kontrasepsi f %

1 MKJP 62 39

2 Non-MKJP 97 61

Jumlah 159 100

Dari tabel 4.8, dilihat pemilihan jenis kontrasepsi dengan menggunakan Non

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang sebanyak 97 responden (61%) dan Metode

[image:52.612.133.493.336.421.2]
(53)

4.3 Analisis Bivariat

a. Hubungan Umur Istri dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada WUS di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014.

Tabel 4.9 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Umur Istri di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014

No Umur

Pemilihan Metode

Kontrasepsi Jumlah ρ

value

MKJP Non MKJP

f % f % f %

1 20-35 13 12,4 92 87,6 106 100

0,000

2 >35 49 90,7 5 9,3 54 100

Tabel menunjukkan, metode kontrasepsi jangka panjang lebih banyak dipilih

responden yang berumur lebih dari 35 tahun (90,7%) dengan metode non jangka

panjang sebanyak 9,3% dibanding umur 20-35 tahun yang menggunakan

metode jangka panjang (12,4%) dengan yang menggunakan metode non jangka

panjang (87,6%). Diperoleh ρ = 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05. Maka

dapat disimpulkan, bahwa ada hubungan antara umur istri dengan pemilihan

[image:53.612.127.513.153.336.2]
(54)
[image:54.612.125.511.112.355.2]

b. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada WUS di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014 Tabel 4.10 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Tingkat

Pendidikan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014

No Tingkat Pendidikan

Pemilihan Metode

Kontrasepsi Jumlah ρ

value MKJP Non MKJP

f % f % F %

1 SD 7 100 0 0 7 100

0,001

2 SLTP 9 64,3 5 35,7 14 100

3 SLTA 40 34,5 76 65,5 116 100

4 Akademik/Sarjana 6 27,3 16 72,7 22 100

Tabel 4.10 menunjukkan, responden kontrasepsi jangka panjang dengan tingkat

pendidikan Akademik/Sarjana (27,3%), SLTA (34,5%), SLTP (64,3%), SD

(100%). Diperoleh nilai ρ = 0,001 yang lebih kecil dari α = 0,05. Maka dapat

disimpulkan terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan

metode kontrasepsi jangka panjang.

[image:54.612.122.533.515.685.2]

c. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada WUS di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014 Tabel 4.11 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Tingkat

Pengetahuan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014

No Tingkat Pengetahuan

Pemilihan Metode

Kontrasepsi Jumlah ρ

value

MKJP Non MKJP

F % f % F %

! Baik 30 42,9 40 57,1 70 100

0,376

(55)

Tabel 4.11 menunjukkan, responden dengan Tingkat pengetahuan baik sebanyak

30 responden (42,9%) memilih metode kontrasepsi jangka panjang, sedangkan

responden dengan tingkat pengetahuan buruk sebanyak (36%) memilih metode

kontrasepsi jangka panjang. Diperoleh nilai ρ = 0,376 yang lebih besar dari α =

0,05. Maka dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang.

[image:55.612.124.533.287.476.2]

d. Hubungan Penghasilan Keluarga dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada WUS di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014 Tabel 4.12 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi menurut Penghasilan

Keluarga di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014

No Penghasilan Keluarga

Pemilihan Metode

Kontrasepsi Jumlah ρ

value

MKJP Non MKJP

F % f % f %

1 <UMR 36 38,3 58 61,7 94 100

0,829

2 >UMR 26 40 39 60 65 100

Tabel 4.12 menunjukkan, responden dengan penghasilan keluarga lebih rendah

dari UMR memilih Metode Kontrasepsi Jangka Panjang sebanyak 36 responden

(38,3%), dan responden dengan penghasilan keluarga >UMR yang memilih

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang sebanyak 26 responden (40%). Diperoleh

nilai ρ = 0,829 yang lebih besar dari α = 0,05. Maka dapat disimpulkan tidak

(56)
[image:56.612.124.533.112.332.2]

e. Hubungan Dukungan Pasangan dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada WUS di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014 Tabel 4.13 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi Menurut Dukungan

Pasangan di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014

No Dukungan Pasangan

Pemilihan Metode

Kontrasepsi Jumlah ρ

value

MKJP Non MKJP

f % F % f %

1 Tidak

Mendukung 24 28,9 59 71,1 83 100 0,006

2 Mendukung 38 50 38 50 76 100

Tabel 4.13 menunjukkan, responden yang mendapat dukungan pasangan lebih

banyak menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dengan jumlah

responden 38 (23,9%) dibanding dengan responden yang tidak mendapat

dukungan pasangan sehingga menggunakan kontrasepsi non MKJP (37,1%).

Diperoleh nilai ρ = 0,006 yang lebih kecil dari α = 0,05. Maka dapat

disimpulkan terdapat hubungan antara dukungan pasangan dengan pemilihan

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang.

[image:56.612.129.534.609.689.2]

f. Hubungan Faktor Budaya dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada WUS di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Tahun 2014

Tabel 4.14 Distribusi Pemilihan Metode Kontrasepsi Menurut Faktor Budaya di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian 2014 No Faktor Budaya

Pemilihan Metode Kontrasepsi

Jumlah ρ

value

MKJP Non MKJP

f % f % f %

1 Positif 14 17,1 68 82,9 82 100

0,000

(57)

Tabel 4.14 menunjukkan, responden yang berpendapat faktor budaya

menghambat pemilihan metode kontrasepsi menggunakan metode kontrasepsi

non jangka panjang sebanyak 68 responden (82,9%), dan responden yang

berpendapat faktor budaya tidak menghambat pemilihan kontrasepsi,

menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang sebanyak 48 responden

(62,3%). Diperoleh nilai ρ = 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05. Maka dapat

disimpulkan terdapat hubungan antara Faktor Budaya dengan pemilihan Metode

(58)

BAB V PEMBAHASAN

Hasil analisis uji statistik yaitu dengan menggunakan uji chi square pada

seluruh sampel. Sampel penelitian ini adalah sebanyak 159 responden.

Sebagian besar responden berasal dari Suku Batak Toba dari Sumatera

Utara, hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil kuesioner dari 159 responden,

sebanyak 152 responden suku Batak Toba, 5 responden suku Mandailing, dan 2

responden suku Padang.

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan chi square menunjukkan

bahwa faktor predisposisi (tingkat pengetahuan dan penghasilan keluarga) tidak

memiliki pengaruh terhadap pemilihan metode kontrasepsi, sedangkan faktor

predisposisi (usia istri, tingkat pendidikan) dan faktor pendorong (dukungan

pasangan dan budaya) mempunyai pengaruh terhadap pemilihan metode

kontrasepsi.di Desa Pangombusan Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir

pada tahun 2014.

5.1. Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi 5.1.1 Pengaruh Usia Istri terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi

Usia seorang wanita dalam hubungannya dengan pemakaian

(59)

struktur organ, komposisi biokimiawi, dan sistem hormonal pada suatu

periode umur menyebabkan perbedaan pada alat kontrasepsi yang

dibutuhkan (Kusumaningrum R, 2009).

Hasil analisis statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa

variabel usia istri dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang

memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai ρ=0,001, yang berarti ada

hubungan yang bermakna antara usia istri dengan pemilihan metode

kontrasepsi yang digunakan, yaitu istri dengan usia >35 tahun lebih dominan

dalam penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (90,7%) daripada

metode kontrasepsi non jangka panjang (9,3%), sedangkan istri dengan usia

20-35 tahun lebih banyak menggunakan metode kontrasepsi non jangka

panjang (87,6%) daripada metode kontrasepsi jangka panjang (12,4%).

Artinya semakin matang usia reproduksi istri (responden) maka pemilihan

metode kontrasepsi jangka panjang semakin banyak sehingga lebih

mendukung dalam pengendalian pertumbuhan penduduk. Penelitian ini

sejalan dengan penelitian Imas Sugiarti (2012) bahwa terdapat hubungan

antara tingkat pengetahuan dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka

panjang di Kelurahan Cipari Kota Tasikmalaya tahun 2012 dengan nilai ρ =

(60)

5.1.2 Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi Hasil analisis statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa

variabel tingkat pendidikan dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka

panjang memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai ρ=0,001, yang

berarti ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan responden

dengan pemilihan metode kontrasepsi yang digunakan, dimana responden

dengan tingkat pendidikan SLTA, penggunaan metode kontrasepsi jangka

panjang sebesar 34,5% sedangkan metode kontrasepsi non jangka panjang

sebesar 65,5%, dan responden dengan tingkat pendidikan Akademi atau

Perguruan Tinggi, penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang sebesar

27,3% dan metode kontrasepsi non jangka panjang sebesar 72,7%. Artinya

semakin tinggi tingkat pendidikan responden pertimbangan dalam pemilihan

terhadap metode kontrasepsi akan semakin menyeluruh. Penelitian ini

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprida (2013) bahwa

terdapat hubungan tingkat pendidikan dengan pemilihan metode kontrasepsi

dengan nilai ρ=0.027..

5.1.3 Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi

Menurut pendapat Green bahwa tingkat kesehatan seseorang dapat

ditentukan oleh tingkat pengetahuan atau pendidikan dari orang tersebut,

(61)

kesehatan orang tersebut juga akan semakin baik, pengetahuan dapat

diperoleh dari lingkungan sekitar seperti media cetak, elektronik, dari

penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan dan lain-lain (Soekidjo,

2003).

Hasil analisis uji statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa

tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variabel tingkat pengetahuan

dengan pemilihan metode kontrasepsi dengan nilai ρ=0,376, dimana

responden dengan pengetahuan baik dan memilih metode kontrasepsi jangka

panjang sebanyak 42,9% sedangkan responden dengan pengetahuan baik

namun memilih metode kontrasepsi non jangka panjang sebesar 57,1%.

Artinya tingkat pengetahuan responden akan alat kontrasepsi tidak

memengaruhi dalam pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang. Hal ini

tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Imas Sugiarti

(2012) bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan

pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang di Kelurahan Cipari Kota

Tasikmalaya tahun 2012 dengan nilai ρ = 0,004.

5.1.4 Pengaruh Penghasilan Keluarga terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang paling menentukan

kualitas maupun kuantitas kehidupan seseorang, tingkat seseorang untuk

(62)

beli menjadi acuan bagi pemilihan jenis kesehatan tertentu. Pemilihan

metode kontrasepsi tertentu juga menjadi pertimbangan bagi ibu yang

bekerja maupun ibu rumah tangga, karena bagi seorang ibu yang bekerja di

luar rumah memiliki kebutuhan yang lebih daripada ibu rumah tangga biasa.

Hasil analisis uji statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa

tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variabel penghasilan

keluarga dengan pemilihan metode kontrasepsi dengan nilai ρ=0,829,

didapatkan responden dengan pengasilan keluarga di atas UMR dan

menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang sebesar 38,3% sedangkan

responden dengan penghasilan keluarga di atas UMR namun menggunakan

metode kontrasepsi jangka panjang sebesar 61,7%.

Masyarakat di Kabupaten Toba Samosir mendapatkan kemudahan

dalam pemasangan alat kontrasepsi jangka panjang seperti Metode Operatif

Pria (MOP), Metode Operatif Wanita (MOW), IUD, maupun implant yang

disediakan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga

Berencana Kabupaten Toba Samosir (BPPAKB) menjadikan pemasangan

alat kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Kabupaten Toba Samosir,

termasuk Desa Pangombusan menjadi terjangkau.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Imas

(63)

dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang di Kelurahan Cipari

Kota Tasikmalaya tahun 2012 dengan nilai ρ = 0,124.

5.2. Pengaruh Faktor Pendorong terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi 5.2.1 Pengaruh Dukungan Pasangan terhadap Pemilihan Metode

Kontrasepsi

Dukungan merupakan salah satu faktor pendorong yang dapat

memengaruhi seseorang dalam berperilaku. Sedangkan dukungan pasangan

(suami) dalam ber-KB merupakan bentuk nyata dari kepedulian dan

tanggung jawab dari suami sebagai kepala keluarga.

Hasil analisis uji statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara variabel dukungan pasangan dan

keluarga dengan pemilihan metode kontrasepsi dengan nilai ρ=0,006, yang

artinya ada hubungan yang bermakna antara dukungan pasangan dengan

pemilihan metode kontrasepsi, didapatkan responden yang mendapat

dukungan pasangan dan menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang

sebanyak 50%, sedangkan responden yang tidak mendapat dukungan

pasangan sehingga menggunakan metode kontrasepsi non jangka panjang.

Artinya, semakin tinggi dukungan suami dan keluarga maka pemilihan

metode kontrasepsi jangka panjang semakin banyak sehingga lebih

(64)

peneliti menemukan bahwa sifat patrilineal masyarakat suku batak berperan

dominan dalam keluarga, sehingga hal-hal yang di putuskan oleh seorang

istri tetap bergantung pada kesediaan suami untuk mendukung atau tidak,

termasuk dalam hal ber-KB, mulai dari kesediaan ber-KB hingga pemilihan

alat ataupun metode KB yang akan di gunakan.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syamsiah

(2002) bahwa terdapat hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan

alat kontrasepsi di Soak Bayu Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2002

dengan nilai ρ = 0,000.

5.2.2 Pengaruh Faktor Budaya terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi Hasil analisis uji statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara variabel faktor budaya dengan

pemilihan metode kontrasepsi dengan nilai ρ=0,000, yang berarti ada

hubungan yang bermakna antara budaya dengan pemilihan metode

kontrasepsi, dimana responden yang menganggap faktor budaya negatif

(tidak menghambat) dalam pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang

dan menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang sebanyak 62,3%, dan

responden yang menganggap budaya positif (menghambat) dalam pemilihan

metode kontrasepsi sehingga menggunakan metode kontrasepsi non jangka

(65)

dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang di Desa Pangombusan

Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2014.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti saat wawancara berlangsung

dengan mayoritas responden yang bersuku Batak Toba (152 responden).

Dengan pandangan hidup masyarakat Batak pada umumnya, yaitu

“anakkoki do hamoraon di au”, yang artinya anak adalah kekayaan dalam

pandangan hidup masyarakat Batak, orangtua akan bertanggung jawab

semampunya untuk bekerja keras untuk menghidupi dan membesarkan anak.

Masyarakat Batak mengganggap anak adalah saluran berkat dari T

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penghasilan Keluarga di Desa
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di Desa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data di atas dapat diketahui masa inflamasi pada pasien post cateterisasi jantung setelah diberi aff sheath femoral sebagian besar didapatkan 10

pertanian jika tidak tersedia maka dapat digantikan dengan jenis produk agronomi yang lain..  Produk hasil pertanian baik

Sedangkan untuk uji efektifitas pada sediaan krim tabir surya memberikan nilai SPF yang kecil, sehingga penggunaan bahan alam sebagai bahan aktif tabir surya dapat di

Pada penelitian lain juga dilaporkan bahwa kandungan minyak atsiri dan kurkuminoid berperan dalam aktivitas hepatoprotektif yang dimiliki kunyit (Hadi,

kanan, gatal ini hilang timbul, gatal ini semakin hari semakin bertambah dan tidak dipengaruhi oleh cuaca, waktu maupun keadaan lingkungan.. sehingga pasien membersihkan

KEY WORDS: terrestrial laser scanning, joint roughness, range noise, discrete wavelet transform, stationary wavelet transform, denoising

Attenuation correction of full-waveform airborne laser scanner data for im- proving the quality of volumetric forest reconstructions by sim- plified waveform history analysis.

Di salah satu kawasan yang dekat densan hutan, sebagian besar anak-anak umur sekolah tidak sekolah.. Dari 30 anak berumur sekolah aasar nanya 15 anak pang masih