PERBEDAAN UKURAN KAMAR PULPA MOLAR SATU
RAHANG BAWAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS
DAN NON-DIABETES MELITUS DITINJAU DARI
RADIOGRAFI PERIAPIKAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
Enni Mulianingsih
110600102
Pembimbing :
Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG (K)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Unit Radiologi Kedokteran Gigi
Tahun 2014
Enni Mulianingsih
Perbedaan Ukuran Kamar Pulpa Molar Satu Rahang Bawah pada Pasien Diabetes
Melitus dan Non-Diabetes Melitus Ditinjau dari Radiografi Periapikal
xi + 41 halaman
Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang mengakibatkan tidak
seimbangnya kemampuan tubuh dalam mengolah makanan secara efisien yang
disebabkan oleh pankreas gagal memproduksi insulin atau terjadi kesalahan fungsi
tubuh yang tidak bisa menggunakan insulin secara tepat. Diabetes melitus
menyebabkan gangguan peredaran darah hingga sampai ke bagian pulpa gigi.
Perubahan kamar pulpa pasien diabetes melitus menjadi lebih kecil dibandingkan
non-diabetes melitus diakibatkan adanya gangguan peredaran darah. Radiografi
periapikal dapat digunakan untuk melihat perbedaan ukuran kamar pulpa pada pasien
diabetes melitus dan non-diabetes melitus.
Metode penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional dan uji statistik T- Independent test. Penelitian ini dilakukan di kota Medan
dengan total jumlah sampel 60 orang, pada pasien diabetes melitus berjumlah 30
sampel dari RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN, dan pasien non-diabetes melitus
berjumlah 30 sampel dari lingkungan FKG USU.
Diperoleh hasil dari sampel terdapat adanya perbedaaan yang signifikan p <
0,05 pada jarak dinding mesial dan distal ditengah kamar pulpa antara pasien
non-diabetes melitus dan non-diabetes melitus dengan hasil rata-rata adalah 4,45 ± 0,46 dan
3,93 ± 0,38, jarak antara mesial dan distal pada orifice dengan hasil 4,86 ± 0,45 dan
4,46 ± 0,36, tinggi kamar pulpa dengan hasil 2,26 ± 0,40 dan 1,40 ± 0,30, dan atap
pulpa dengan furkasi dengan hasil 5,53 ± 0,76 dan 4,75 ± 0,66. Dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan ukuran kamar pulpa antara pasien diabetes melitus dan
non-diabetes melitus.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah dipersetujui untuk dipertahankan
Dihadapan tim penguji skripsi
Medan, 29 Desember 2014
Pembimbing: Tanda tangan
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji
pada tanggal 29 Desember 2014
TIM PENGUJI
KETUA : Dr. Trelia Boel, drg., M. Kes, Sp. RKG (K)
ANGGOTA : 1. H. Amrin Thahir, drg.
2. Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya
yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk
memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar
Sarjana Kedokteran Gigi.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
ayahanda H. Muhammad Ayub SE. dan Ibunda Hj. Juliana atas segala kasih sayang,
doa, dan dukungan serta segala bantuan baik moril maupun materil yang tidak akan
terbalas oleh penulis. Serta tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada adinda
Irmaliana. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Trelia Boel,
drg., M.Kes., Sp. RKG(K), sebagai pembimbing penulis yang telah banyak
membantu penulis dan telah bersedia meluangkan waktu, memberikan semangat,
motivasi serta bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi penelitian ini
dengan baik.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan
penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph. D., Sp. Ort., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. H . Amrin Thahir, drg., Cek Dara Manja, drg., Sp. RKG., Dewi Kartika, drg.,
Maria Novita H. Sitanggang, drg., dan Lidya Irani Nainggolan, drg., Sp.RKG
atas segala masukan dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini
menjadi lebih baik.
3. Armia Syahputra, drg., selaku penasihat akademik yang telah memberikan
nasihat selama penulis menjalankan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi
4. Ibu Maya selaku dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Bidang Statistik
yang telah banyak membantu dalam penyempurnaan hasil penelitian ini.
5. Pegawai Unit Radiologi Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara (Kak Rani, Kak Tetty, dan Bang Ari).
6. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis
selama menjalani masa pendidikan.
7. Sahabat-sahabat tersayang (Farra Ramadhani, Dara Aidilla, Cindy Amallia
Aryetta, Karina Yusanda Putri) yang selalu memberikan dukungan moril
kepada penulis dalam penelitian ini.
8. Semua teman-teman Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam pengantar ini.
Akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan semoga skripsi ini
dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi
dan seluruhnya.
Medan, 29 Desember 2014
Penulis,
Enni Mulianingsih
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PENGESAHAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
KATA PENGANTAR ... iv
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Periapikal ... 5
2.2.2 Prevalensi Diabetes Melitus ... 12
2.3.1 Perubahan pada Rongga Mulut Akibat Diabetes Melitus ... 15
2.3.2 Perubahan pada Gigi Geligi Akibat Diabetes Melitus ... 19
2.4 Kerangka Teori ... 22
2.5 Kerangka Konsep ... 23
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 24
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Data Umur Sampel ... 31
4.2 Data Demografis Sampel ... 31
BAB 5 PEMBAHASAN ... 34
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gambar radiografi periapikal dengan teknik paralelling ... 7
2. Gambar radiografi periapikal dengan teknik bisecting ... 9
3. Gambar prevalensi populasi Amerika Serikat yang terkena diabetes melitus pada tahun 2010-2012 ... 12
4. Gambar patogenesis pada diabetes melitus tipe-1 ... 14
5. Gambar penurunan densitas tulang pada radiografi periapikal ... 16
6. Gambar kehilangan tulang akibat periodontitis ditinjau dari radiografi periapikal ... 17
7. Gambar Oral Trush atau Oral Candida ... 18
8. Gambar Xerostomia ... 18
9. Gambar keadaan kamar pulpa gigi pada radiografi periapikal ... 20
10.Gambar karies gigi ditinjau dari radiografi periapikal ... 21
11.Gambar cara pengukuran ... 29
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data statistik sampel penelitian ... 31
2. Data perbedaan ukuran kamar pulpa diabetes melitus dan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Ethical clearance
2. Kuesioner penelitian
3. Data uji statistik
4. Lembar penjelasan kepada calon responden
5. Surat pernyataan persetujuan subjek penelitian (Informed Consent)
6. Jadwal pelaksanaan penelitian
7. Rincian biaya penelitian
Fakultas Kedokteran Gigi
Unit Radiologi Kedokteran Gigi
Tahun 2014
Enni Mulianingsih
Perbedaan Ukuran Kamar Pulpa Molar Satu Rahang Bawah pada Pasien Diabetes
Melitus dan Non-Diabetes Melitus Ditinjau dari Radiografi Periapikal
xi + 41 halaman
Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang mengakibatkan tidak
seimbangnya kemampuan tubuh dalam mengolah makanan secara efisien yang
disebabkan oleh pankreas gagal memproduksi insulin atau terjadi kesalahan fungsi
tubuh yang tidak bisa menggunakan insulin secara tepat. Diabetes melitus
menyebabkan gangguan peredaran darah hingga sampai ke bagian pulpa gigi.
Perubahan kamar pulpa pasien diabetes melitus menjadi lebih kecil dibandingkan
non-diabetes melitus diakibatkan adanya gangguan peredaran darah. Radiografi
periapikal dapat digunakan untuk melihat perbedaan ukuran kamar pulpa pada pasien
diabetes melitus dan non-diabetes melitus.
Metode penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional dan uji statistik T- Independent test. Penelitian ini dilakukan di kota Medan
dengan total jumlah sampel 60 orang, pada pasien diabetes melitus berjumlah 30
sampel dari RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN, dan pasien non-diabetes melitus
berjumlah 30 sampel dari lingkungan FKG USU.
Diperoleh hasil dari sampel terdapat adanya perbedaaan yang signifikan p <
0,05 pada jarak dinding mesial dan distal ditengah kamar pulpa antara pasien
non-diabetes melitus dan non-diabetes melitus dengan hasil rata-rata adalah 4,45 ± 0,46 dan
3,93 ± 0,38, jarak antara mesial dan distal pada orifice dengan hasil 4,86 ± 0,45 dan
4,46 ± 0,36, tinggi kamar pulpa dengan hasil 2,26 ± 0,40 dan 1,40 ± 0,30, dan atap
pulpa dengan furkasi dengan hasil 5,53 ± 0,76 dan 4,75 ± 0,66. Dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan ukuran kamar pulpa antara pasien diabetes melitus dan
non-diabetes melitus.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Radiografi periapikal bertujuan untuk memperoleh gambaran dari seluruh gigi
dan struktur jaringan sekitarnya.1,2 Pada umumnya, pemeriksaan radiografi periapikal merupakan teknik pemeriksaan radiografi yang paling rutin dikerjakan di Kedokteran
Gigi. Radiografi periapikal sangat berguna dalam mendeteksi karies, penyakit
periodontal, dan periapikal.3
Selain kondisi gigi geligi dan struktur jaringan sekitarnya, radiografi
periapikal juga bisa memberikan informasi kemungkinan adanya perubahan–
perubahan yang terjadi pada struktur dalam anatomi gigi yang diakibatkan faktor
penyakit sistemik yang tidak dapat dilihat secara klinis. Sebagai contoh, perubahan
ukuran kamar pulpa akibat penyakit diabetes melitus.4,5
Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus merupakan
penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia kronis serta
kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang diakibatkan oleh kelainan
sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes
melitus akan disertai dengan kerusakan gangguan fungsi beberapa organ khususnya
mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.6,7,8
Penelitian dari 91 negara digunakan dalam menghitung prevalensi diabetes
melitus berdasarkan usia dan jenis kelamin tertentu, untuk menentukan prevalensi
diabetes nasional. Pada 216 negara tahun 2010 dan 2030, penelitian dilakukan
berdasarkan kriteria Organisasi Kesehatan Dunia atau kriteria diagnostik American
Diabetic Assosiation (ADA) untuk 3 kelompok usia yang terpisah dalam rentang
20-79 tahun. Prevalensi diabetes melitus di kalangan dunia pada orang dewasa (20-20-79
tahun) akan mencapai 6,4% yang mempengaruhi 285 juta orang dewasa. Pada tahun
2010 akan meningkat menjadi 7,7 % dan 439 juta orang dewasa pada tahun 2030.
dengan diabetes melitus di negara berkembang dan meningkat 20% di negara-negara
maju.9
Prevalensi diabetes melitus di Indonesia untuk daerah perkotaan adalah 5,7%,
dan 73,7% tidak terdiagnosis serta tidak mengonsumsi obat. Prevalensi toleransi
glukosa terganggu adalah 10,2%. “Badan kesehatan dunia, World Health
Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030 penyandang diabetes melitus
di Indonesia sebanyak 21,3 juta jiwa. Kondisi ini membuat peringkat ke-4 setelah
Amerika Serikat, China dan India.10,11
Dari penelitian Dilhan Ilguy, dkk., (2004), dilakukan di Istanbul, Turkey,
dengan melihat 80 gigi molar mandibula gambaran radiografi periapikal pada
penderita diabetes melitus dan dibandingkan dengan 43 gambaran radiografi
periapikal non-diabetes melitus pada kelompok umur yang sama, bahwa terdapat
perubahan kamar pulpa antara penderita diabetes melitus dan non-diabetes melitus.
Perubahan ditemukan pada lebar mahkota mesiodistal molar satu mandibula antara
penderita diabetes melitus dengan non-diabetes melitus dengan nilai rata-rata adalah
11,0 ± 0,69 dan 11,4 ± 0,57. Perubahan juga terjadi pada lebar mahkota hingga
serviks dan tinggi tanduk pulpa mesial molar satu mandibula pada penderita diabetes
melitus dan non-diabetes melitus, serta luas total pulpa molar satu mandibula lebih
besar pada non-diabetes melitus. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada
perubahan kamar pulpa antara penderita diabetes melitus dengan non-diabetes
melitus.4
Nindha, dkk., (2011), melakukan penelitian terhadap 30 sampel, dimana 15
sampel menderita penyakit diabetes melitus dan 15 sampel non-diabetes melitus. Dari
30 sampel dilakukan rontgen foto dengan menggunakan radiografi periapikal. Dari
hasil penelitian tersebut, ada perubahan nilai yang signifikan pada hasil pengukuran
tinggi kamar pulpa dan jarak atap pulpa dengan furkasi pada kelompok sampel,
karena terdapat perubahan ukuran kamar pulpa pada penderita diabetes melitus yang
diukur dalam 9 aspek sesuai dengan pengukuran kamar pulpa yang dilakukan oleh
uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai perbedaan ukuran
kamar pulpa pada diabetes melitus dan non-diabetes melitus.5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan ukuran kamar pulpa pada molar satu rahang
bawah pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus ditinjau dari analisis
radiografi periapikal.
2. Bagaimanakah hasil dari pengukuran kamar pulpa pada pasien diabetes
melitus dan non-diabetes melitus ditinjau dari radiografi periapikal.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu
tujuan umum dan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan ukuran kamar pulpa molar satu
rahang bawah pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan ukuran kamar pulpa molar satu
rahang bawah pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus ditinjau dari
radiografi periapikal.
1.4 Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan ukuran kamar pulpa gigi molar satu rahang bawah
ditinjau dari radiografi periapikal antara pasien diabetes melitus dan non-diabetes
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan mengenai adanya perbedaan ukuran kamar pulpa
pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus.
1.5.2 Manfaat Praktis
Sebagai bahan informasi kepada dokter gigi agar lebih berhati-hati dalam
melakukan perawatan yang berhubungan dengan preparasi gigi dan saluran akar
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiografi Periapikal
Radiografi periapikal adalah komponen penunjang diagnostik yang
menghasilkan gambar radiografi dari beberapa gigi dan jaringan apeks sekitarnya.2 Radiografi periapikal menggunakan film yang berukuran 3x4 cm.1 Setiap film biasanya menunjukkan 2-4 gigi dan dapat memberikan gambaran secara rinci tentang
gigi dan jaringan sekitarnya. Pada radiografi periapikal, terdapat dua teknik proyeksi
yang biasa dapat digunakan, yaitu teknik paralleling dan teknik bisecting.1,2,3
2.1.1 Indikasi Radiografi Periapikal
Indikasi utama dalam menggunakan radiografi periapikal, yaitu:
1. Deteksi infeksi apikal atau peradangan.
2. Penilaian status periodontal.
3. Apabila terjadi trauma pada gigi dan tulang alveolar.
4. Penilaian terhadap keberadaan dan posisi gigi yang tidak erupsi.
5. Penilaian morfologi akar sebelum ekstraksi.
6. Selama perawatan endodontik.
7. Penilaian pra-operasi dan pasca operasi apikal.
8. Mengevaluasi kista apikal dan lesi di dalam tulang alveolar.
9. Mengevaluasi pasca operasi implan.2
2.1.2 Persyaratan Posisi Film dan Sinar-X
Persyaratan posisi film dari sinar-x yang ideal, yaitu:
1. Gigi dan film harus berkontak.
2. Gigi dan film harus sejajar satu sama lain.
3. Untuk gigi anterior, film diletakkan vertikal.
2.1.3 Teknik Periapikal Paralel
Prinsip pemotretan teknik paralel, yaitu:
a. Film diletakkan pada film holder dan ditempatkan dalam mulut, pada
posisi paralel terhadap sumbu panjang gigi yang diperiksa.
b. Tube head (cone) diarahkan tegak lurus terhadap gigi dan film.
c. Dengan menggunakan film holder yang memiliki pemegang film
dan penentu arah tube head, teknik ini dapat diulang dengan posisi dan kondisi
yang sama pada waktu yang berbeda (reproducible).2
Prinsip pengambilan radiografi periapikal paralel, yaitu:
a. Untuk pemeriksaan gigi insisivus dan kaninus rahang atas dan bawah
gunakan film holder khusus untuk regio anterior, dengan film ditempatkan secara
vertikal. Sedangkan untuk gigi premolar dan molar gunakan film holder khusus untuk
regio posterior, film ditempatkan secara horizontal. Harus diperhatikan sisi film yang
berwarna putih dan tonjol identifikasi menghadap ke arah datangnya sinar-x.
b. Kepala pasien bersandar pada kursi, bidang oklusal horizontal sejajar
d.
Gambar 1. Teknik paralel pada molar mandibula a. Posisi pasien; b. Diagram posisi; c. Posisi film; d. Gambaran radiografi gigi molar rahang bawah2
Kelebihan dari teknik periapikal paralel, yaitu:
a. Gambaran yang dihasilkan lebih geometris dengan sedikit sekali
kemungkinan terjadinya pembesaran gambar. Tulang zygomaticus berada di atas
apeks gigi molar atas.
b. Tinggi puncak tulang periodontal dapat terlihat jelas.
c. Jaringan periapikal tampak dengan jelas.
d. Mahkota gigi tampak dengan jelas sehingga karies proksimal dapat
dideteksi dengan baik.
e. Sudut vertikal dan horizontal, dari tabung sinar-x secara otomatis dapat
ditentukan posisinya dengan tepat.
f. Arah sinar-x sudah ditentukan pada pertengahan film sehingga dapat
menghindari cone cutting.
g. Dapat membuat beberapa foto radiografi dengan posisi dan kondisi yang
sama pada waktu yang berbeda.2
Kekurangan dari teknik periapikal paralel, yaitu:
a. Penggunaan film holder dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada
pasien, terutama regio posterior, karena dapat menyebabkan rasa ingin muntah.
b. Film holder sulit penggunaannya bagi operator yang tidak
berpengalaman.
c. Kondisi anatomis dalam rongga mulut sering menyulitkan teknik ini,
misalnya: palatum yang datar dan dangkal.
d. Apeks gigi kadang tampak sangat dekat dengan tepi film.
e. Sulit menggunakan film holder untuk regio M3 rahang bawah.
f. Bila menggunakan short cone, tidak dapat menghasilkan gambaran
radiografi yang baik.
g. Film holder harus selalu disterilisasi dengan autoclave.2
2.1.4 Teknik Periapikal Bisecting
Prinsip teknik pengambilan foto bisecting, yaitu:
a. Sudut yang dibentuk antara sumbu panjang gigi dan sumbu
panjang film dibagi dua sama besar yang disebut garis bagi.
b. Tabung sinar-x diarahkan tegak lurus pada garis bagi ini,
dengan titik pusat sinar-x diarahkan ke daerah apikal gigi.
c. Dengan menggunakan prinsip segitiga sama sisi, panjang gigi
sebenarnya dapat terproyeksi sama besarnya pada film.
- Penentuan sudut vertikal tabung sinar-x adalah sudut yang
dibentuk dengan menarik garis lurus titik sinar-x terhadap bidang
oklusal.
- Penentuan sudut horizontal tabung sinar-x ditentukan oleh bentuk
lengkung rahang dan posisi gigi. Dalam bidang horizontal, titik pusat
sinar-x diarahkan melalui titik kontak interproksimal untuk menghindari
tumpang tindih satu gigi dengan gigi sebelahnya.
d. Film diletakkan sedekat mungkin dengan gigi yang diperiksa
Prinsip penentuan posisi dalam pengambilan foto bisecting, yaitu:
a. Film diletakkan sedemikian rupa sehingga gigi yang
diperiksa ada di pertengahan film untuk gigi rahang atas dan rahang bawah.
b. Film harus dilebihkan kurang lebih 2 mm diatas permukaan
oklusal/insisal untuk memastikan seluruh gigi tercakup didalam film. Perlu
diperhatikan juga sisi yang menghadap tabung sinar-x adalah sisi yang menghadap
gigi dengan tonjol orientasi menghadap ke arah mahkota gigi.
c. Pasien diminta untuk menahan film dengan perlahan tanpa tekanan,
dengan ibu jari atau telunjuk (menahan film dengan tekanan yang berlebihan dapat
menyebabkan film menjadi distorsi pada gambar yang dihasilkan).
d. Tabung sinar-x diarahkan ke gigi dengan sudut vertikal dan horizontal
yang tepat.
e. Lakukan penyinaran dengan kondisi yang telah ditentukan.2
Kelebihan teknik periapikal bisecting, yaitu:
a. Relatif nyaman untuk pasien, karena tidak ada alat tambahan lain kecuali
film.
b. Penentuan posisi relatif lebih sederhana dan cepat.
c. Bila penentuan sudut horizontal dan vertikalnya benar, gambaran
radiografi yang dihasilkan akan sama besar dengan yang sebenarnya.2
Kekurangan teknik periapikal bisecting, yaitu:
a. Kemungkinan distorsi pada gambaran radiografi yang dihasilkan sangat
besar.
b. Kesalahan sudut vertikal mengakibatkan pemanjangan atau pemendekan
gambar.
c. Tinggi tulang periodontal, tidak dapat dilihat dan dinilai dengan baik.
d. Bayangan tulang zygomaticus sering tampak menutupi regio akar gigi
molar.
e. Sudut vertikal dan horizontal dapat berbeda-beda pada setiap pasien,
dengan demikian untuk menghasilkan gambaran yang baik, diperlukan operator yang
terampil dan berpengalaman.
f. Tidak bisa mendapatkan gambaran dengan kondisi dan posisi yang sama.
g. Dapat terjadi cone cutting bila titik pusat sinar-x tidak tepat di
pertengahan film.
h. Sulit mendeteksi karies proksimal, pada gambar radiografi mahkota gigi
yang mengalami distorsi.
i. Gambar radiografi pada akar bukal gigi premolar dan molar rahang atas
sering mengalami pemendekan.2
2.2 Diabetes Melitus
Diabetes melitus ditandai dengan adanya peningkatan konsentrasi glukosa
yang beredar terkait dengan kelainan pada karbohidrat, lemak, dan metabolisme
melitus adalah kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa yang ditandai
dengan hiperglikemia kronis. Keadaan tersebut disebabkan kerusakan sel beta
pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin
berkurang bahkan sampai berhenti.13
2.2.1 Klasifikasi Penyakit Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes melitus berdasarkan modifikasi ADA (2011), yaitu:
1. Diabetes melitus tipe-1
Defisiensi insulin absolut akibat destruksi sel beta, etiologi: autoimun dan
idiopatik.
2. Diabetes melitus tipe-2
Defisiensi insulin relatif :
a. Defek sekresi insulin lebih dominan dari pada resistensi insulin.
b. Resistensi insulin lebih dominan dari pada defek sekresi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel beta.
b. Defek genetik kerja insulin.
c. Penyakit eksokrin pankreas.
d. Endokrinopati: akromegali, hipertiroidisme.
e. Karena obat atau zat kimia: glukokortikoid, hipertiroidisme.
f. Imunologi (jarang): antibodi anti insulin.
g. Sindroma genetik lain: down sindrom, klinefelter.
4. Diabetes melitus kehamilan (gestasional)
Diabetes melitus yang muncul pada saat kehamilan, umumnya sementara.
Diabetes melitus gestasional adalah salah satu sub-tipe dari diabetes melitus, dimana
perempuan yang tidak pernah terdiagnosis penyakit diabetes sebelumnya namun
menunjukkan kadar glukosa darah yang tinggi selama kehamilan. Diabetes
gestasional merupakan diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan
kembali normal setelah melahirkan. Khususnya pada usia kandungan diatas 6 bulan,
2.2.2 Prevalensi Diabetes Melitus
Prevalensi tahun 2012 di Amerika yang penduduknya mencapai 29.100.000
atau 9,3% dari populasi telah terdiagnosis menderita penyakit diabetes melitus. Pada
tahun 2010 angka tersebut 25,8 juta dan 8,3%. Tingkat prevalensi meningkat untuk
orang dewasa usia 20 tahun atau lebih tua pada tahun 2012 adalah 12,3%,
dibandingkan dengan 11,3% pada tahun 2010. Hasil diagnosis dari 29.100.000
penduduk Amerika 21,0 juta terdiagnosis dan 8,1 juta yang tidak terdiagnosis. Pada
tahun 2010 angka tersebut 18,8 juta dan 7,0 juta. Prevalensi persentase orang
Amerika yang berusia 65 atau lebih tua tetap tinggi 25,9% atau 11,8 juta senior yang
terdiagnosis maupun tidak terdiagnosis. Kasus baru pada insiden diabetes melitus
pada tahun 2012 adalah 1,7 juta per tahun, sedangkan pada tahun 2010 sebesar 1,9
juta per tahun.14
Gambar 3. Prevalensi populasi Amerika Serikat yang terkena diabetes melitus pada tahun 2010-201214
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka prevalensi
diabetes melitus tertinggi di Indonesia terdapat pada provinsi Kalimantan Barat dan
Maluku Utara (masing-masing 11,1%), diikuti Riau 10,4% dan NAD 8,5%.
Sementara itu, prevalensi diabetes melitus terendah ada di provinsi Papua 1,7%,
diikuti NTT 1,8%. Prevalensi Toleransi Glukosa Terganggu tertinggi di Papua Barat
21,8%, Sulawesi Barat 17,6%, dan Sulawesi Utara 17,3%, sedangkan terendah di
2.2.3 Gambaran Klinis
Sebagian besar penderita diabetes melitus tipe-1 mempunyai riwayat
perjalanan klinis yang akut. Biasa gejalanya seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan
berat badan yang menurun terjadi antara 1-2 minggu sebelum diagnosis ditegakkan.
Apabila gejala klinis ditegakkan dengan hiperglikemia, maka diagnosis diabetes
melitus tidak diragukan lagi. Perjalanan penyakit diabetes melitus tipe-1 ditandai
dengan adanya fase remisi (parsial/total) yang dikenal dengan honeymoon periode.
Fase ini terjadi akibat berfungsinya kembali jaringan residual pankreas, sehingga
pankreas mensekresikan kembali sisa insulin. Fase ini akan berakhir apabila pankreas
sudah menghabiskan seluruh sisa insulin. Secara klinis, ada tidaknya fase ini harus
dicurigai apabila seorang penderita baru terkena diabetes melitus tipe-1 sering
mengalami serangan hipoglikemia sehingga kebutuhan insulin harus dikurangi untuk
menghindari hipoglikemia. Apabila dosis insulin yang dibutuhkan sudah mencapai <
0,25 U/kgBB/hari, maka dapat dikatakan penderita berada pada fase “remisi total”.16
2.2.4 Diagnosis
Diagnosis pada pasien diabetes melitus ditegakkan apabila, yaitu:
1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan
menurun, dan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl.
2. Pada penderita asimptomatis ditemukan kadar glukosa darah sewaktu
> 200 mg/dl atau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari normal dengan tes
toleransi glukosa yang terganggu lebih dari 1 kali pemeriksaan.1
2.2.5 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe-1
Patogenesis diabetes melitus tipe-1 adalah hasil interaksi dari genetik,
lingkungan, dan faktor imunologi yang menyebabkan kerusakan dari sel beta
pankreas serta kekurangan insulin. Kerusakan sel beta pankreas ini dimulai oleh
sistem dan batas kekebalan tubuh yang dapat menghilangkan produksi dari sekresi
insulin.Individu yang mudah terserang kelainan genetik mempunyai massa sel beta
karena ada proses autoimun yang terjadi dalam hitungan bulan dan tahun. Proses
autoimun ini terjadi diakibatkan oleh adanya infeksi atau stimulus lingkungan dan
terjadi secara spesifik pada molekul sel beta.17
Gambar 4. Patogenesis pada diabetes melitus tipe-117
2.2.6 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe-2
Patogenesis DM tipe-2 adalah adanya gen predisposisi dari obesitas dan
kapasitas sel beta maka terjadi resistensi insulin dan akibat adanya pengaruh
lingkungan seperti tidak ada aktivitas fisik dan intake makanan yang berlebihan.
Adanya resistensi insulin akan menyebabkan keadaan hiperglikemia ringan dan
terjadi dekompensasi sel beta, sehingga akhirnya mengakibatkan diabetes melitus
menjadi hiperglikemia berat.17
2.2.7 Terapi Diabetes Melitus
Terapi pada pasien diabetes melitus, yaitu:
1. Edukasi
Perubahan gaya hidup dan perilaku dimulai dari menghindari merokok,
alkohol, makan berlebihan terutama tinggi lemak, dan karbohidrat sampai keteraturan
2. Terapi gizi medis
Karbohidrat 45%-60%, protein 10%-20%, lemak 20%-25% dengan jumlah
kalori dihitung dari Body Mass Index ((TB-100)-10%) dikali kalori basal 30kkal/kgbb
untuk laki-laki, 25kkal/kgbb untuk wanita dan ditambah kalori untuk aktifitas lalu
dibagi 3 porsi besar makan pagi 20%, makan siang 30%, dan sore 25%.18 3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan teratur 3-4 kali/minggu selama ± 30 menit. Pada diabetes
melitus tidak terkendali, dimana gula darah < 250mg/dl karena olahraga kadar
glukosa darah juga dapat meningkat.18,19 4. Terapi insulin
Insulin adalah hormon pengatur glukosa darah yang menstimulasi pemasukan
glukosa kedalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi, dan diproduksi oleh sel
beta pulau langerhans kelenjar pankreas. Pada pasien diabetes melitus tipe-1, terapi
insulin diberikan setelah diagnosis ditegakkan dan dianjurkan injeksi harian multiple
untuk mengendalikan kadar glukosa darah yang baik.18,19
2.3 Perubahan pada Rongga Mulut dan Gigi Geligi
2.3.1 Perubahan pada Rongga Mulut Akibat Diabetes Melitus
Pada pasien diabetes melitus banyak manifestasi yang terjadi pada rongga
mulut, yaitu:
1. Resorbsi tulang alveolar
Tulang alveolar adalah bagian dari maksila dan mandibula yang mendukung
dan membentuk soket gigi (alveoli).20 Pada penderita diabetes melitus sering dijumpai periodontitis kronis. Resorbsi tulang alveolar berhubungan dengan adanya
faktor lokal dan faktor sistemik. Selain resorbsi tulang alveolar, pada penderita
diabetes melitus juga terjadi penurunan densitas tulang. Kondisi sistemik yang
menyebabkan kepadatan tulang berkurang akan berkaitan dengan terjadinya resorbsi
tulang alveolar. Perlu diketahui, bahwa insulin dan regulasi diabetes melitus
mempunyai pengaruh pada metabolisme tulang. Hal ini disebabkan karena insulin
tubuh yang buruk pada kondisi diabetes melitus menyebabkan peningkatan hormon
paratiroid sehingga proses resorbsi tulang akan meningkat dan merangsang makrofag
untuk sintesis beberapa sitokin yang akan meningkatkan resorbsi tulang.21
Resorbsi tulang alveolar terjadi bersamaan dengan kehilangan perlekatan dan
pembentukan saku. Radiografi telah menunjukkan dua pola kerusakan tulang yang
berbeda. Dimana, kehilangan tulang horizontal ketika seluruh lebar tulang interdental
diserap. Pada kehilangan tulang vertikal, ketika tulang interdental berdekatan dengan
permukaan dimana akar akan lebih cepat diserap.22 Kehilangan tulang horizontal adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan radiografi pada ketinggian dari
kehilangan tulang alveolar, dimana puncak masih horizontal tetapi diposisikan apikal
lebih dari beberapa milimeter dari Cementum Enamel Junction (CEJ).3 Ruangan didalam tulang alveolar yang menampung akar gigi disebut alveoli. Pada radiografi,
alveolar bone seperti garis putih yang disebut lamina dura. Lapisan tulang dalam
keadaan sehat juga tampak sebagai lapisan putih yang padat pada puncak tulang
interproksimal yang dikenal secara radiografi sebagai crestal lamina dura.20
Gambar 5. Penurunan densitas tulang pada radiografi periapikal23
2. Periodontitis dan gingivitis
Periodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi atau gusi dan tulang.
karena meningkatkan kerentanan pasien terhadap jenis infeksi. Pada pasien
insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM), sel ligamen periodontal kurang mampu dalam
faktor respon pertumbuhan sehingga respon inflamasi yang diperlukan untuk
mempertahankan dan menumbuhkan periodonsium selama penyembuhan akan
menjadi kurang baik.24 Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes melitus adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi
dan memperlambat aliran darah untuk menurunkan kemampuan tubuh dalam
mengurangi infeksi. Rusaknya jaringan periodontal membuat gigi yang melekat pada
gusi mengakibatkan resorbsi tulang alveolar dan lama kelamaan gigi menjadi
mobiliti.25,26
Gambar 6. Kehilangan tulang diakibatkan periodontitis ditinjau dari radiografi periapikal2
3. Oral trush (Oral candida)
Oral trush atau oral candida adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur yang
terdapat di dalam mulut. Pada penderita diabetes melitus, tubuh rentan terhadap
infeksi dan sering mengonsumsi antibiotik sehingga dapat mengganggu
keseimbangan kuman di rongga mulut yang mengakibatkan jamur candida
Gambar 7. Oral trush atau oral candida27
4. Burning mouth syndrome
Penderita diabetes melitus biasanya mengeluh tentang rasa terbakar atau mati
rasa pada mulutnya.25,26
5. Xerostomia (mulut kering)
Diabetes melitus yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva
atau air liur sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self cleansing, dimana
alirannya dapat berfungsi sebagai pembersih sisa-sisa makanan dan kotoran dari
dalam mulut. Bila aliran saliva menurun, maka akan menyebabkan timbulnya rasa
tidak nyaman dan rentan terhadap ulserasi (luka), karies gigi, dan bisa menjadi
perkumpulan bakteri untuk tumbuh dan berkembang.25,26,28
2.3.2 Perubahan pada Gigi Geligi Akibat Diabetes Melitus
1. Pulpa gigi
Pulpa gigi terdiri dari jaringan penghubung vaskular yang terdapat di dalam
dinding dentin yang keras. Perluasan dentin menciptakan suatu lingkungan khusus
bagi pulpa. Kamar pulpa menjadi terbatas oleh pembentukan dentin sampai suatu
volume rata-rata 0,024 ml pada gigi permanen orang dewasa. Pembatasan anatomi
penempatan dentin pada pulpa membuat pulpa menjadi suatu organ peredaran
terminal, dengan pintu masuk dan keluar yang terbatas bagi foramen apikal dan
aksesori. Ciri-ciri ini membatasi suplai vaskular serta drainase pulpa akan membatasi
sirkulasi kolateral.30
Pada gigi molar pertama mandibula panjang rata-rata giginya adalah 21,9 mm.
Atap kamar pulpa gigi molar sering berbentuk empat persegi panjang, bagian dinding
mesial lurus, dinding distal bulat, dan dinding bukal serta lingual berbentuk jajaran
genjang. Atap kamar pulpa mempunyai empat tanduk pulpa yaitu, mesiobukal,
mesiolingual, distobukal, dan distolingual. Atap kamar pulpa terletak pada sepertiga
servikal mahkota tepat di atas daerah serviks gigi dan dasar terletak pada servikal
akar.30
Radiografi digunakan dalam mendeteksi pulpa untuk memberikan interpretasi
adanya karies yang dapat merusak pulpa. Radiografi juga dapat menunjukkan jumlah,
bagian, bentuk, panjang, lebar pulpa, dan kamar pulpa serta perluasan perusakan
periapikal dan tulang alveolar.30 Pada kamar pulpa terlihat gambaran radiografi sebagai daerah radiolusen karena mengandung bahan noncalcified dan struktur gigi
kurang padat mengelilingi kamar pulpa. Ukuran dan bentuk normal kamar pulpa dan
saluran akar berubah seiring bertambahnya usia, adanya anomali perkembangan
tertentu, dan iritasi lokal. Densitas radiografi kamar pulpa dan saluran akar berbeda
akibat dari segi ukuran, posisi gigi, dan angulasi radiografi tapi bukan akibat dari
vitalitas gigi. Pengurangan bertahap dalam ukuran dan bentuk kamar pulpa serta
saluran ditandai dengan terbentuknya dentin sekunder pada dinding kamar pulpa.31 Pada pasien yang menderita diabetes melitus sangat rentan terhadap infeksi
pembuluh darah rusak akibat akumulasi deposito ateromatosa dalam jaringan
pembuluh darah. Pada pulpa gigi yang terbatas atau tidak ada sirkulasi kolateral, akan
lebih rentan berada pada risiko infeksi. Pemeriksaan klinis dan radiografi oleh
peneliti telah menunjukan bahwa ada prevalensi yang lebih besar dari lesi periapikal
pada penderita diabetes melitus dibanding non-diabetes melitus.32
Gambar 9. Keadaan kamar pulpa gigi pada radiografi periapikal31
2. Karies gigi
Diabetes melitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan terjadinya
jumlah dari karies. Keadaan tersebut dikarenakan pada penderita diabetes melitus
mempunyai aliran cairan darah yang mengandung banyak glukosa yang berperan
sebagai substrat kariogenik. Pada penderita diabetes melitus, jumlah air liur
berkurang sehingga makanan mudah melekat pada permukaan gigi dan apabila yang
melekat adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang
ada pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan dapat mengakibatkan
keasaman di dalam mulut menurun sehingga dapat mengakibatkan terjadinya lubang
atau karies gigi.25
Radiografi berguna untuk mendeteksi lesi karies karena proses karies
menyebabkan demineralisasi enamel dan dentin. Karies terlihat pada radiografi
klinis yang menyeluruh untuk mendeteksi karies. Radiografi periapikal sangat
berguna untuk menunjukkan semua gigi dan tulang disekitarnya serta berguna untuk
menunjukkan adanya karies, penyakit periodontal, dan penyakit periapikal.3
Gambar 10. Karies gigi ditinjau dari radiografi periapikal33
2.4 Kerangka Teori
Radiografi periapikal
Teknik paralelling
Teori dasar prinsip pemotretan
Teori pemotretan
Keuntungan
Kerugian Teknik bisecting
Teori dasar prinsip pemotretan
Teori pemotretan
Keuntungan
Kerugian
Perbedaan ukuran kamar pulpa, dilihat dari : 1. Jarak antara mesial dan distal tanduk pulpa 2. Jarak antara dinding mesial dan distal di tengah
ruang pulpa
3. Jarak antara mesial dan distal pada orifice 4. Jarak antara ujung tanduk pulpa bagian mesial
dan mesial cusp
5. Jarak antara ujung tanduk pulpa bagian distal dan distal cusp
6. Tinggi ruang pulpa
7. Jarak antara dasar ruang pulpa dengan furkasi 8. Jarak antara atap pulpa dengan furkasi 9. Jarak ujung cusp dengan furkasi Pada gigi geligi :
Karies gigi
Perubahan ukuran kamar pulpa Pada rongga mulut :
Resorbsi
Diabetes melitus tipe-1
Diabetes melitus tipe-2
Diabetes melitus tipe lain
Diabetes melitus pada waktu kehamilan
Perubahan pada rongga mulut dan gigi geligi
2.5 Kerangka Konsep
Perbedaan ukuran kamar pulpa Radiografi intraoral periapikal
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik untuk mengumpulkan
data mengenai perbedaan ukuran kamar pulpa pada pasien diabetes melitus dan
non-diabetes melitus. Pada penelitian ini memakai tipe cross sectional.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian untuk pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus dilakukan
di Unit Radiologi Kedokteran Gigi RSGM-P FKG USU di Jalan Alumni No.2 USU,
Medan. Waktu yang diperlukan pada penelitian adalah selama bulan September
hingga November 2014.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah kumpulan semua individu dalam suatu batas tertentu.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus yang ada di
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN dan pasien non-diabetes melitus adalah
masyarakat yang ada di lingkungan FKG USU.
Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang menderita penyakit diabetes
melitus dan non-diabetes melitus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4 Besar Sampel
Besar sampel penelitian di hitung melalui rumus:
� =2.σ
Sehingga dalam pemakaian rumus:
2.0,48 (1,64 + 0,842)2
Jadi, minimal sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebanyak 30
sampel, dimana pada sampel pasien diabetes melitus sebanyak 30 sampel dan pasien
non-diabetes melitus sebanyak 30 sampel.
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada sampel penelitian, yaitu:
1. Pasien diabetes melitus
2. Pasien sehat atau non-diabetes melitus
3. Pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus berusia sekitar 35-45
tahun.
4. Pasien diabetes melitus yang sudah menderita > 3 tahun dan terkontrol.
3.5.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada sampel penelitian, yaitu:
1. Pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus yang mempunyai
penyakit sistemik lain atau sedang mengonsumsi obat-obatan
2. Pasien sedang mengalami masa menopause
3. Pasien dengan keadaan gigi molar satu rahang bawah yang buruk,
diakibatkan adanya karies, penambalan, perawatan saluran akar dan gigi dengan
struktur abnormal.
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
Alat:
a. Pesawat radiografi intraoral periapikal dengan teknik paralel.
b. Viewer box untuk melihat foto rontgen.
c. Komputer Acer dengan Os Microsoft XP Professional.
d. Pulpen merk Standart hitam.
e. Tes kadar gula darah (stik KGD).
f. Jangka merk Joyko dan penggaris merk Kenko.
Lembar pencatatan hasil pemeriksaan.
3.7 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.7.1 Variabel Penelitian
Adapun variabel-variabel penelitian yang ada pada penelitian ini, yaitu:
1. Variabel dependent Hasil radiografi dari pasien diabetes melitus
2. Variabel independent Perubahan ukuran kamar pulpa
3.7.2 Definisi Operasional
Variabel
Penelitian Definisi Operasional
Cara
darah serta saraf gigi
3.8 Cara Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian
3.8.1 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi pasien diabetes melitus di
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN yang memenuhi kriteria inklusi dan memberi
penjelasan tentang penelitian serta diberi informed consent. Data dikumpulkan
dengan alat bantu kuesioner, wawancara, dan pemeriksaan klinis (Test KGD), serta
pemeriksaan radiografi periapikal.
3.8.2 Prosedur Penelitian
Skema Alur Penelitian
Kuesioner, wawancara, dan pemeriksaan klinis
Radiografi periapikal pada subjek penelitian
Interpretasi hasil radiografi periapikal pada ukuran kamar pulpa
3.9 Cara Pengukuran
Cara pengukuran untuk penelitian ini dengan menggunakan jangka merk
Joyko dan menggunakan penggaris merk Kenko untuk mengukur kamar pulpa,
dimana pengukurannya dengan cara mengukur 9 aspek sesuai pengukuran yang
dilakukan pada penelitian sebelumnya oleh Khojastepour, Rahimizadeh, dan Khayat
pada tahun 2007 (Gambar 11.).
Gambar 11. Cara pengukuran pada kamar pulpa34 Ket:
a. Jarak antara mesial dan distal tanduk pulpa;
b. Jarak antara dinding mesial dan distal di tengah kamar pulpa; c. Jarak antara mesial dan distal pada orifice;
d. Jarak antara ujung tanduk pulpa bagian mesial dan mesial pada cusp;
e. Jarak antara ujung tanduk pulpa bagian distal dan distal cusp; f. Tinggi kamar pulpa;
g. Jarak antara dasar kamar pulpa dengan furkasi; h. Jarak antara atap pulpa dengan furkasi;
3.10 Pengolahan dan Analisis Data
3.10.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi, yaitu data dimasukkan ke
dalam program komputer untuk dianalisis dengan uji statistik T- Independent test.
Kemudian data yang telah dianalisa disajikan dalam bentuk tabel.
3.10.2 Analisis Data
Analisis data diperoleh dengan menghitung perubahan ukuran kamar pulpa
pada masing-masing kelompok sampel.
3.11 Etika Penelitian
Etika penelitian dalam penelitian ini terdiri dari hal-hal sebagai berikut:
1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Peneliti meminta izin dan menjelaskan tujuan dari penelitian kepada pasien
diabetes melitus di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN dan non-diabetes melitus
pada masyarakat di lingkungan FKG USU yang termasuk kriteria inklusi untuk
meminta agar berpartisipasi dalam penelitian yang akan diteliti oleh peneliti. Bagi
responden yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan
responden penelitian untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian.
2. Ethical Clearance
Ethical Clearance adalah keterangan tertulis yang menyatakan bahwa
penelitian layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu. Peneliti
mengajukan surat permohonan atas ethical clearance disertai dengan proposal
penelitian kepada Ketua Tim Ethical Clearance di Fakultas Kedokteran USU. Nomor
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Data Umur Sampel
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 orang dengan kelompok penderita
diabetes melitus dan non-diabetes melitus. Penderita diabetes melitus sebanyak 30
orang dan non-diabetes melitus sebanyak 30 orang. Data yang didapat dari penelitian
menunjukkan bahwa umur minimum sampel adalah 35 tahun dan maksimal umur
adalah 45 tahun.
Tabel 1. Data Statistik Umur Sampel Penelitian
Kategori Frekuensi Minimum Maximum Min Standar Deviasi
Umur 60 35 45 40.73 3.550
Valid N
(listwise)
60
Dari Tabel 1., dapat dilihat mean dari umur sampel adalah 40,73 tahun dari
total 60 orang sampel.
4.2 Data Demografis Sampel
Sampel pada penelitian ini sebanyak 60 orang yang telah dipilih untuk dilihat
perbedaan ukuran kamar pulpa ditinjau dari radiografi periapikal terhadap pasien
diabetes melitus dan non-diabetes melitus. Dimana, pada pasien diabetes melitus 30
orang dan non-diabetes melitus 30 orang.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji T-independent test. Dengan
memakai uji T-independent test, maka hasil data yang didapat menunjukkan ada
perbedaan ukuran kamar pulpa antara pasien diabetes melitus dan non-diabetes
mengukur kamar pulpa yang dilihat dari hasil radiografi yang telah dilakukan pada
pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus.
Tabel 2. Data Perbedaan Ukuran Kamar Pulpa antara Pasien Diabetes melitus dan
Non-Diabetes melitus ( Mean ± standar deviasi)
Cara Pengukuran Non- diabetes melitus
Diabetes melitus
Asymp. Sig. (2-tailed)
Jarak mesial dan distal tanduk pulpa
4,88 ± 0,44 4,47 ± 0,47 .001
Jarak dinding mesial dan distal ditengah kamar pulpa
4,45 ± 0.46 3,93 ± 0,38 .000
Jarak mesial dan distal pada orifice
4,86 ± 0,45 4,46 ± 0,36 .000
Jarak ujung tanduk pulpa bagian mesial dan mesial pada cusp
5,40 ± 0,72 5,35 ± 0,88 .811
Jarak ujung tanduk pulpa bagian distal dan distal cusp
5,36 ± 0,61 5,20 ± 0,83 .383
Jarak tinggi kamar pulpa 2,26 ± 0,40 1,40 ± 0,30 .000
Jarak dasar kamar pulpa dengan furkasi
3,33 ± 0,62 3,40 ± 0,51 .652
Jarak atap pulpa dengan furkasi 5,53 ± 0,76 4,75 ± 0,66 .000
Jarak ujung cusp dengan furkasi
10,01 ± 0,34 9,62 ± 0,69 .009
Berdasarkan Tabel 2., dapat dilihat bahwa pada pengamatan ukuran kamar
pulpa pada pasien diabetes melitus sebanyak 30 orang dan pasien non-diabetes
melitus sebanyak 30 orang terdapat perbedaan yang signifikan p < 0,05 pada jarak
mesial dan distal tanduk pulpa, dan jarak ujung cusp dengan furkasi, serta terdapat
hasil yang paling bermakna pada jarak dinding mesial dan distal di tengah kamar
pulpa antara pasien non-diabetes melitus dan diabetes melitus dengan hasil adalah
4,45 ± 0.46 dan 3,93 ± 0,38, perbedaan pada jarak mesial dan distal pada orifice
dengan hasil 2,26 ± 0,40 dan 1,40 ± 0,30, dan perbedaan juga terjadi pada jarak atap
pulpa dengan furkasi antara pasien non-diabetes melitus dan diabetes melitus dengan
hasil 5,53 ± 0,76 dan 4,75 ± 0,66. Sedangkan pada jarak ujung tanduk pulpa bagian
mesial dan mesial pada cusp; jarak ujung tanduk pulpa bagian distal dan distal pada
cusp; dan jarak dasar kamar pulpa dengan furkasi antara pasien diabetes melitus dan
non-diabetes melitus tidak ada perbedaan.
(1) (2)
BAB 5 PEMBAHASAN
Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang mengakibatkan tidak
seimbangnya kemampuan tubuh dalam mengolah makanan secara efisien yang
disebabkan oleh pankreas gagal memproduksi insulin atau terjadi kesalahan fungsi
tubuh yang tidak bisa menggunakan insulin secara tepat. Penyebab utama diabetes
melitus adalah pankreas tidak mampu memproduksi insulin.36
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan ukuran
kamar pulpa molar satu rahang bawah pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes
melitus, dan mengetahui seberapa besar perbedaan ukuran kamar pulpa molar satu
rahang bawah pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus ditinjau dari
radiografi periapikal.
Pada penelitian ini, dilakukan pengambilan sampel pada pasien diabetes
melitus yang berada di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN dan pengambilan sampel
pada pasien non-diabetes melitus berada di lingkungan FKG USU medan. Sampel
yang digunakan berumur sekitar 35 - 45 tahun, dikarenakan pasien diabetes melitus
yang tekontrol berumur sekitaran 35 - 45 tahun. Apabila pasien sudah melebihi umur
tersebut, maka termasuk kriteria eksklusi karena ada faktor lain yang menyebabkan
terjadinya perubahan ukuran kamar pulpa salah satunya karna faktor usia khususnya
pada lansia. Lansia juga mengalami perubahan ukuran kamar pulpa diakibatkan
adanya proses terbentuknya dentin sekunder pada gigi. Dentin sekunder diakibatkan
adanya penebalan dentin pada lansia yang mengakibatkan ukuran kamar pulpa
mengecil.
Dalam memperoleh identitas dan riwayat medis responden dilakukan
wawancara dan pengisian kuesioner. Setelah dilakukan penyeleksian sampel,
dilakukan pemeriksaan intraoral untuk melihat apakah gigi molar bawah responden
memenuhi kriteria inklusi. Setelah dilakukan pemeriksaan intraoral, maka pasien
kriteria inklusi, akan dilakukan penelitian terhadap dirinya. Penelitian yang dilakukan
dengan menggunakan radiografi periapikal. Dimana, radiografi periapikal untuk
melihat keadaan kamar pulpa yang ada pada gigi. Kamar pulpa hanya dapat dilihat
dari rontgen foto, sehingga untuk melihat dan mengukur apakah ada perbedaan
ukuran kamar pulpa antara pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus melalui
hasil rontgen foto.
Pengukuran kamar pulpa dilakukan langsung pada hasil radiografi periapikal,
yang hasilnya diukur dari 9 aspek. Pengukuran dilakukan secara visual dengan
menggunakan viewer box, penggaris merk kenko dan jangka merk joyco. Ukuran
normal kamar pulpa diukur dari jarak dasar kamar pulpa ke furkasi rata-rata 3,0 mm
pada molar satu rahang atas dan rahang bawah, rata-rata tinggi kamar pulpa adalah
antara 1,5 sampai 2,0 mm, dan jarak ujung tanduk pulpa dengan ujung cusp adalah
sekitar 6,5 mm.37
Dari penelitian ini, telah didapat hasil yang signifikan, dimana terdapat
perbedaan ukuran kamar pulpa pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus
diukur dari 9 aspek pengukuran menurut Khojastepour, Rahimizadeh, dan Khayat
pada tahun 2007, terdapat 6 aspek yang membuktikan adanya perbedaan. Ke-6 aspek
pengukuran tersebut, yaitu: mesial dan distal tanduk pulpa, dinding mesial dan distal
ditengah kamar pulpa, mesial dan distal pada orifice, tinggi kamar pulpa, atap pulpa
dengan furkasi, dan ujung cusp dengan furkasi.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini terdapat nilai yang signifikan p < 0,05
pada pasien diabetes melitus diukur dari jarak antara mesial dan distal tanduk pulpa
dan ujung cusp dengan furkasi terdapat perbedaan dengan pasien non-diabetes
melitus, serta terdapat juga hasil yang bermakna pada perbedaan ukuran kamar pulpa
yang diukur dari jarak bagian dinding mesial dan distal di tengah kamar pulpa antara
pasien non-diabetes melitus dan diabetes melitus dengan hasil adalah 4,45 ± 0.46 dan
3,93 ± 0,38, perbedaan pada jarak mesial dan distal pada orifice dengan hasil 4,86 ±
0,45 dan 4,46 ± 0,36, perbedaan terhadap tinggi kamar pulpa dengan hasil 2,26 ± 0,40
dan 1,40 ± 0,30, dan atap pulpa dengan furkasi antara pasien non-diabetes melitus
Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dari penelitian Dilhan Ilguy,
dkk., (2004), dengan melihat 80 gigi molar mandibula gambaran radiografi periapikal
pada penderita diabetes melitus dan 43 non-diabetes melitus, terdapat adanya
perubahan kamar pulpa. Perubahan ditemukan pada lebar mahkota mesiodistal molar
satu mandibula antara penderita diabetes melitus dengan non-diabetes melitus dengan
nilai rata-rata adalah 11,0 ± 0,69 dan 11,4 ± 0,57. Perubahan juga terjadi pada lebar
mahkota hingga serviks dan tinggi tanduk pulpa mesial molar satu mandibula pada
penderita diabetes melitus dan non-diabetes melitus, serta luas total pulpa molar satu
mandibula lebih besar pada non-diabetes melitus.4
Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Nindha, dkk., (2011), dengan
menggunakan sampel sebanyak 30 orang yang terbagi atas 15 pasien diabetes melitus
dan 15 pasien non-diabetes melitus. Penelitian ini menyatakan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada hasil pengukuran tinggi kamar pulpa dan jarak atap
pulpa dengan furkasi pada kelompok sampel.5
Dari hasil penelitian yang didapat apabila dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya, terdapat hasil yang sama pada penelitian Dilhan Ilguy, dkk., dan
penelitian Nindha, dkk., bahwa terdapat perubahan ukuran kamar pulpa pada tinggi
kamar pulpa. Pada penelitian ini juga terdapat persamaan hasil dengan penelitian
Nindha, dkk., bahwa terdapat perubahan pada jarak atap pulpa dengan furkasi.
Perbedaan ukuran kamar pulpa pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes
melitus, disebabkan karena adanya gangguan sistem peredaran darah pada pasien
diabetes melitus yang terjadi hingga mencapai pulpa gigi. Penyempitan kamar pulpa
tersebut berhubungan dengan vaskularisasi pembuluh darah dalam pulpa. Penyakit
diabetes melitus berpengaruh terhadap seluruh ukuran pembuluh darah dalam tubuh
dari aorta hingga ke pembuluh darah kapiler terkecil dan venula. Pembuluh darah
tersebut rusak karena penumpukan deposit atheromatosa (deposit kolestrol yang
mengeras) pada jaringan di dalam lumen pembuluh darah.5
Keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan kadar kolestrol dalam darah
dikarenakan kurangnya insulin dapat menghambat kerja lipase yang berperan untuk
dapat terbentuk plak pada pembuluh darahnya. Oleh karena itu, pada hasil penelitian
ini dapat dilihat dari hasil radiografi terdapat penyempitan kamar pulpa diakibatkan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Penelitian ini dapat memberikan kesimpulan bahwa penyakit diabetes melitus
mengalami perubahan ukuran kamar pulpa dimana kamar pulpa pada pasien diabetes
melitus mengalami pengecilan dibandingkan pasien non-diabetes melitus yang
ditinjau dari radiografi periapikal.
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa :
1. Dilihat dari hasil uji statistik terdapat perbedaan ukuran kamar pulpa
antara pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus, sedangkan belum ada teori
yang menyatakan hal ini.
2. Perbedaan ukuran kamar pulpa yang bermakna antara pasien non-diabetes
melitus dan diabetes melitus terlihat pada jarak dinding mesial dan distal ditengah
kamar pulpa dengan hasil rata-rata adalah 4,45 ± 0.46 dan 3,93 ± 0,38, jarak mesial
dan distal pada orifice dengan hasil 4,86 ± 0,45 dan 4,46 ± 0,36, jarak tinggi kamar
pulpa dengan hasil 2,26 ± 0,40 dan 1,40 ± 0,30, dan jarak atap pulpa dengan furkasi
dengan hasil 5,53 ± 0,76 dan 4,75 ± 0,66.
6.2 Saran
1. Saran yang dapat diberikan yaitu dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut
dengan jumlah sampel yang lebih banyak.
2. Diperlukan penelitian dengan melihat perubahan kamar pulpa pada
penyakit sistemik lainnya.
3. Disarankan peneliti selanjutnya dapat lebih meneliti khusus antara
DAFTAR PUSTAKA
1. Farman AG, Kolsom SA, ADAA Council On Education. Intraoral
radiographic techniques. 2011.
2. Whaites Eric. Radiography and radiology for dental care professionals. 2nd ed. London: Churchill Livingstone, 2009.
3. White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology: Principles and interpretation. 6th ed. St.Louis: Mosby, 2009.
4. Ilguy D, Ilguy M, Bayirli G. The size of dental pulp chamber in adult diabetic
patients. Turkey: OHMBSC, 2004: 3(3): 38-41.
5. Chorisna N, Noerjanto RPB, Wahyuni OR. Perubahan ukuran ruang pulpa
pada diabetes mellitus (pemeriksaan radiografi). Journal Dental
Dentomaxillofacaial Radiology 2011: 2(1): 28-32.
6. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes
mellitus. 2011: 34(1): 562-9.
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 4th ed., Jakarta: Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007: 1852-9.
8. Kardika IBW, Herawati S, Yasa IWPS. Preanalitik dan intrepretasi glukosa
darah untuk diagnosis diabetes mellitus.
(Juli 19.2014)
9. Shaw JE, Sicree RA, Zimmet PZ. Prevalences of diabetes mellitus. Australia:
Baker IDI Heart and Diabetes Institute, 2009.
10.Kompas Online. Diabetes jadi ancaman serius di Indonesia.
11.Persi. RI ranking keempat jumlah penderita diabetes terbanyak dunia.
(Juli 20.2014)
12.Inzucchi S, Porte D, Sherwin RS, Baron A. The diabetes mellitus manual.
USA: Mc Graw Hill Companies. 6th ed. 2005.
13.Pulungan A, Herqutanto. Diabetes mellitus tipe 1: Penyakit baru yang akan
makin akrab dengan kita. 2009: 59(10): 455-8.
14.National Diabetes Statistics. Statistics about diabetes. (Juli 23.2014)
15.Jane S, Sunaryadi, Zulkarnain I, Kurniasih N, Kurniawan R, et al. Indonesia
health profile 2008. Jakarta: Ministry of Health RI, 2010.
16.Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus nasional pengelolaan diabetes
mellitus tipe I. 2009.
17.Sumantri AF. Patogenesis diabetes mellitus.
18.Eko V. Terapi diabetes mellitus. 182nd ed. 2011: 13-20. 19.Sumantri AF. Penatalaksanaan diabetes mellitus tipe I.
(Juli 23.2014)
20.Zubardiah L. Jaringan periodonsium, anatomis, klinis & histologis. Jakarta:
Universitas Trisakti, 2011: 65-70.
21.Epsilawati L. Hubungan penurunan tulang alveolar dan penipisan tulang
kortikal mandibula pada penderita periodontitis disertai diabetes mellitus
tipe-2 menggunakan radiografi cone beam computed tomografi-3D. tipe-201tipe-2: tipe-2(tipe-2):
86-9.
22.Heasman Peter. Restorative dentistry, paediatric dentistry and orthodontics.
2nd ed., USA: Churchill Livingstone Elsevier, 2008: (2).
23.Newman MG, Takei HH, Carranza FA, Klokkevold PR. Carranza's clinical
periodontology. 11th ed., St.Louis: Saunders Elsevier. 2006.
24.Perry DA, Beemsterboer PL. Periodontology for the dental hygienist. 3rd ed., St. Louis: Saunders Elsevier, 2007:135-6.
25.Irwati. Manifestasi diabetes mellitus dalam rongga mulut.
(Juli 25.2014)
26.Sproat C, Georgina B, McGurk M. Essential human disease for dentist. 2006:
115-9.
27.Paparella C. Oral candidiasis, oral trus
(Agustus 5.2014)
28.Walukow WG. Gambaran xerostomia pada penderita diabetes mellitus tipe 2
di Poliklinik Endokrin RSUP. Prof dr. R.D. Kandou Manado. (Juli 25.2014)
29.Lembo Gabriel. Xerostomia pode prejudicara saude bucal.
30.Grossman LI, Olite S, Del CER. Ilmu endodontik dalam praktek. 11st ed. 31.Frommer HH, Stabulas-savage JJ. Radiology for the dental professional. 8th
ed., St. Louis: Elsevier Mosby. 2005.
32.Bender IB, Bender IB. Diabetes mellitus and the dent pulp. Journal Endod.
2003: 29(6): 383-9.
33.Almeida C.D., Regina M.L., Muller K.R., dkk. Clinical use of photodynamic
antimicrobial chemotherapy for the treatment of deep carious lesions. 2011:
16(8).
34.Khojestapeur L, Rahimizadeh N, Khayat A. Morphologic measurements of
anatomic landmarks in pulp chamber in human first molar: a Study of
bitewing radiographs. Iranian Endodontic Journal. 2008: 2(4): 147-151.
35.Budiarto Eko. Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat.
Jakarta: EGC, 2012.
36.Adnan M., Mulyati T., Isworo J.T. Hubungan Indeks massa tubuh (IMT)
dengan kadar glukosa darah penderita diabetes melitus tipe-2 rawat jalan di
RS Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang.
2013: 2(1): 18-24.
37. Deutsch A.S
LAMPIRAN 2
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIT RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI
PERBEDAAN UKURAN KAMAR PULPA GIGI MOLAR SATU RAHANG BAWAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS DAN
NON-DIABETES MELITUS DITINJAU DARI RADIOGRAFI PERIAPIKAL
No. Kartu:
Data Identitas Responden
Nama : ...
TTL : ..., ... - ...- ...
Usia : ... tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*
Alamat : ...
Kuesioner Riwayat Diabetes Melitus
Berilah tanda (X) pada jawaban yang dirasa paling sesuai dengan kondisi Bapak/Ibu.
1. Apakah anda mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus (kencing
manis)?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu.
2. Apakah keluarga anda mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus
(kencing manis)?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu.
3. Jika ada riwayat diabetes melitus (kencing manis), sudah berapa lama
anda menderita penyakit tersebut?
a. Antara 6-1 tahun
b. Antara 1-3 tahun
c. > 3 tahun.
4. Kapan anda mengecek kadar glukosa darah ( penyakit diabetes melitus)
anda ke dokter untuk terakhir kalinya?
a. Antara 1-3 bulan
b. Antara 3-6 bulan
c. > 6 bulan
5. Jika anda memiliki penyakit diabetes melitus (kencing manis), terapi apa
yang anda lakukan untuk mengontrol gula darah anda?
a. Meminum obat
b. Terapi insulin
c. Hanya mengontrol makanan
d. Minum obat, terapi insulin dan mengontol makanan.
6. Apakah anda mempunyai penyakit sistemik selain diabetes melitus
(kencing manis)?
a. Ya
b. Tidak
c. Jika ya, penyakit apakah itu? ………
7. Jika anda tidak memiliki riwayat penyakit diabetes melitus (kencing
manis), apakah anda mempunyai penyakit sistemik lain?
a. Ya
b. Tidak
aspek8
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of
Equal variances not
t-test for Equality of Means
Sig.
(2-aspek2 Equal variances
Equal variances not
aspek9 Equal variances
Independent Samples Test
t-test for Equality of
Means
95% Confidence Interval
of the Difference
Upper
aspek1
Equal variances assumed .655
Equal variances not assumed .655
aspek2
Equal variances assumed .73701
Equal variances not assumed .73715
aspek3
Equal variances assumed .61389
Equal variances not assumed .61407
aspek4
Equal variances assumed .46710
Equal variances not assumed .46744
aspek5
Equal variances assumed .54614
Equal variances not assumed .54686
aspek6
Equal variances assumed 1.05335
Equal variances not assumed 1.05367
aspek7
Equal variances assumed .22811
Equal variances not assumed .22832
aspek8
Equal variances assumed 1.15406
Equal variances not assumed 1.15421
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of
Means
F Sig. t df
aspek9 Equal variances not
assumed 2.724 42.545
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig.
(2-aspek9 Equal variances not
assumed .009 .38833 .14258 .10070
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
Upper
aspek9 Equal variances not assumed .67597