• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Ukuran Kamar Pulpa Molar Satu Rahang Bawah pada Pasien Diabetes Melitus dan Non-Diabetes Melitus Ditinjau dari Radiografi Periapikal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Ukuran Kamar Pulpa Molar Satu Rahang Bawah pada Pasien Diabetes Melitus dan Non-Diabetes Melitus Ditinjau dari Radiografi Periapikal"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN UKURAN KAMAR PULPA MOLAR SATU

RAHANG BAWAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS

DAN NON-DIABETES MELITUS DITINJAU DARI

RADIOGRAFI PERIAPIKAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

Enni Mulianingsih

110600102

Pembimbing :

Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Unit Radiologi Kedokteran Gigi

Tahun 2014

Enni Mulianingsih

Perbedaan Ukuran Kamar Pulpa Molar Satu Rahang Bawah pada Pasien Diabetes

Melitus dan Non-Diabetes Melitus Ditinjau dari Radiografi Periapikal

xi + 41 halaman

Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang mengakibatkan tidak

seimbangnya kemampuan tubuh dalam mengolah makanan secara efisien yang

disebabkan oleh pankreas gagal memproduksi insulin atau terjadi kesalahan fungsi

tubuh yang tidak bisa menggunakan insulin secara tepat. Diabetes melitus

menyebabkan gangguan peredaran darah hingga sampai ke bagian pulpa gigi.

Perubahan kamar pulpa pasien diabetes melitus menjadi lebih kecil dibandingkan

non-diabetes melitus diakibatkan adanya gangguan peredaran darah. Radiografi

periapikal dapat digunakan untuk melihat perbedaan ukuran kamar pulpa pada pasien

diabetes melitus dan non-diabetes melitus.

Metode penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional dan uji statistik T- Independent test. Penelitian ini dilakukan di kota Medan

dengan total jumlah sampel 60 orang, pada pasien diabetes melitus berjumlah 30

sampel dari RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN, dan pasien non-diabetes melitus

berjumlah 30 sampel dari lingkungan FKG USU.

Diperoleh hasil dari sampel terdapat adanya perbedaaan yang signifikan p <

0,05 pada jarak dinding mesial dan distal ditengah kamar pulpa antara pasien

non-diabetes melitus dan non-diabetes melitus dengan hasil rata-rata adalah 4,45 ± 0,46 dan

3,93 ± 0,38, jarak antara mesial dan distal pada orifice dengan hasil 4,86 ± 0,45 dan

4,46 ± 0,36, tinggi kamar pulpa dengan hasil 2,26 ± 0,40 dan 1,40 ± 0,30, dan atap

pulpa dengan furkasi dengan hasil 5,53 ± 0,76 dan 4,75 ± 0,66. Dapat disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan ukuran kamar pulpa antara pasien diabetes melitus dan

non-diabetes melitus.

(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dipersetujui untuk dipertahankan

Dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 29 Desember 2014

Pembimbing: Tanda tangan

(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji

pada tanggal 29 Desember 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Dr. Trelia Boel, drg., M. Kes, Sp. RKG (K)

ANGGOTA : 1. H. Amrin Thahir, drg.

2. Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya

yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk

memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar

Sarjana Kedokteran Gigi.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

ayahanda H. Muhammad Ayub SE. dan Ibunda Hj. Juliana atas segala kasih sayang,

doa, dan dukungan serta segala bantuan baik moril maupun materil yang tidak akan

terbalas oleh penulis. Serta tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada adinda

Irmaliana. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Trelia Boel,

drg., M.Kes., Sp. RKG(K), sebagai pembimbing penulis yang telah banyak

membantu penulis dan telah bersedia meluangkan waktu, memberikan semangat,

motivasi serta bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi penelitian ini

dengan baik.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan

penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph. D., Sp. Ort., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. H . Amrin Thahir, drg., Cek Dara Manja, drg., Sp. RKG., Dewi Kartika, drg.,

Maria Novita H. Sitanggang, drg., dan Lidya Irani Nainggolan, drg., Sp.RKG

atas segala masukan dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini

menjadi lebih baik.

3. Armia Syahputra, drg., selaku penasihat akademik yang telah memberikan

nasihat selama penulis menjalankan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi

(6)

4. Ibu Maya selaku dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Bidang Statistik

yang telah banyak membantu dalam penyempurnaan hasil penelitian ini.

5. Pegawai Unit Radiologi Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara (Kak Rani, Kak Tetty, dan Bang Ari).

6. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis

selama menjalani masa pendidikan.

7. Sahabat-sahabat tersayang (Farra Ramadhani, Dara Aidilla, Cindy Amallia

Aryetta, Karina Yusanda Putri) yang selalu memberikan dukungan moril

kepada penulis dalam penelitian ini.

8. Semua teman-teman Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam pengantar ini.

Akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan semoga skripsi ini

dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi

dan seluruhnya.

Medan, 29 Desember 2014

Penulis,

Enni Mulianingsih

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PENGESAHAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

KATA PENGANTAR ... iv

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Periapikal ... 5

(8)

2.2.2 Prevalensi Diabetes Melitus ... 12

2.3.1 Perubahan pada Rongga Mulut Akibat Diabetes Melitus ... 15

2.3.2 Perubahan pada Gigi Geligi Akibat Diabetes Melitus ... 19

2.4 Kerangka Teori ... 22

2.5 Kerangka Konsep ... 23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 24

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Data Umur Sampel ... 31

4.2 Data Demografis Sampel ... 31

BAB 5 PEMBAHASAN ... 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 38

(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambar radiografi periapikal dengan teknik paralelling ... 7

2. Gambar radiografi periapikal dengan teknik bisecting ... 9

3. Gambar prevalensi populasi Amerika Serikat yang terkena diabetes melitus pada tahun 2010-2012 ... 12

4. Gambar patogenesis pada diabetes melitus tipe-1 ... 14

5. Gambar penurunan densitas tulang pada radiografi periapikal ... 16

6. Gambar kehilangan tulang akibat periodontitis ditinjau dari radiografi periapikal ... 17

7. Gambar Oral Trush atau Oral Candida ... 18

8. Gambar Xerostomia ... 18

9. Gambar keadaan kamar pulpa gigi pada radiografi periapikal ... 20

10.Gambar karies gigi ditinjau dari radiografi periapikal ... 21

11.Gambar cara pengukuran ... 29

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data statistik sampel penelitian ... 31

2. Data perbedaan ukuran kamar pulpa diabetes melitus dan

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Ethical clearance

2. Kuesioner penelitian

3. Data uji statistik

4. Lembar penjelasan kepada calon responden

5. Surat pernyataan persetujuan subjek penelitian (Informed Consent)

6. Jadwal pelaksanaan penelitian

7. Rincian biaya penelitian

(13)

Fakultas Kedokteran Gigi

Unit Radiologi Kedokteran Gigi

Tahun 2014

Enni Mulianingsih

Perbedaan Ukuran Kamar Pulpa Molar Satu Rahang Bawah pada Pasien Diabetes

Melitus dan Non-Diabetes Melitus Ditinjau dari Radiografi Periapikal

xi + 41 halaman

Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang mengakibatkan tidak

seimbangnya kemampuan tubuh dalam mengolah makanan secara efisien yang

disebabkan oleh pankreas gagal memproduksi insulin atau terjadi kesalahan fungsi

tubuh yang tidak bisa menggunakan insulin secara tepat. Diabetes melitus

menyebabkan gangguan peredaran darah hingga sampai ke bagian pulpa gigi.

Perubahan kamar pulpa pasien diabetes melitus menjadi lebih kecil dibandingkan

non-diabetes melitus diakibatkan adanya gangguan peredaran darah. Radiografi

periapikal dapat digunakan untuk melihat perbedaan ukuran kamar pulpa pada pasien

diabetes melitus dan non-diabetes melitus.

Metode penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional dan uji statistik T- Independent test. Penelitian ini dilakukan di kota Medan

dengan total jumlah sampel 60 orang, pada pasien diabetes melitus berjumlah 30

sampel dari RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN, dan pasien non-diabetes melitus

berjumlah 30 sampel dari lingkungan FKG USU.

Diperoleh hasil dari sampel terdapat adanya perbedaaan yang signifikan p <

0,05 pada jarak dinding mesial dan distal ditengah kamar pulpa antara pasien

non-diabetes melitus dan non-diabetes melitus dengan hasil rata-rata adalah 4,45 ± 0,46 dan

3,93 ± 0,38, jarak antara mesial dan distal pada orifice dengan hasil 4,86 ± 0,45 dan

4,46 ± 0,36, tinggi kamar pulpa dengan hasil 2,26 ± 0,40 dan 1,40 ± 0,30, dan atap

pulpa dengan furkasi dengan hasil 5,53 ± 0,76 dan 4,75 ± 0,66. Dapat disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan ukuran kamar pulpa antara pasien diabetes melitus dan

non-diabetes melitus.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Radiografi periapikal bertujuan untuk memperoleh gambaran dari seluruh gigi

dan struktur jaringan sekitarnya.1,2 Pada umumnya, pemeriksaan radiografi periapikal merupakan teknik pemeriksaan radiografi yang paling rutin dikerjakan di Kedokteran

Gigi. Radiografi periapikal sangat berguna dalam mendeteksi karies, penyakit

periodontal, dan periapikal.3

Selain kondisi gigi geligi dan struktur jaringan sekitarnya, radiografi

periapikal juga bisa memberikan informasi kemungkinan adanya perubahan–

perubahan yang terjadi pada struktur dalam anatomi gigi yang diakibatkan faktor

penyakit sistemik yang tidak dapat dilihat secara klinis. Sebagai contoh, perubahan

ukuran kamar pulpa akibat penyakit diabetes melitus.4,5

Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus merupakan

penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia kronis serta

kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang diakibatkan oleh kelainan

sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes

melitus akan disertai dengan kerusakan gangguan fungsi beberapa organ khususnya

mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.6,7,8

Penelitian dari 91 negara digunakan dalam menghitung prevalensi diabetes

melitus berdasarkan usia dan jenis kelamin tertentu, untuk menentukan prevalensi

diabetes nasional. Pada 216 negara tahun 2010 dan 2030, penelitian dilakukan

berdasarkan kriteria Organisasi Kesehatan Dunia atau kriteria diagnostik American

Diabetic Assosiation (ADA) untuk 3 kelompok usia yang terpisah dalam rentang

20-79 tahun. Prevalensi diabetes melitus di kalangan dunia pada orang dewasa (20-20-79

tahun) akan mencapai 6,4% yang mempengaruhi 285 juta orang dewasa. Pada tahun

2010 akan meningkat menjadi 7,7 % dan 439 juta orang dewasa pada tahun 2030.

(15)

dengan diabetes melitus di negara berkembang dan meningkat 20% di negara-negara

maju.9

Prevalensi diabetes melitus di Indonesia untuk daerah perkotaan adalah 5,7%,

dan 73,7% tidak terdiagnosis serta tidak mengonsumsi obat. Prevalensi toleransi

glukosa terganggu adalah 10,2%. “Badan kesehatan dunia, World Health

Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030 penyandang diabetes melitus

di Indonesia sebanyak 21,3 juta jiwa. Kondisi ini membuat peringkat ke-4 setelah

Amerika Serikat, China dan India.10,11

Dari penelitian Dilhan Ilguy, dkk., (2004), dilakukan di Istanbul, Turkey,

dengan melihat 80 gigi molar mandibula gambaran radiografi periapikal pada

penderita diabetes melitus dan dibandingkan dengan 43 gambaran radiografi

periapikal non-diabetes melitus pada kelompok umur yang sama, bahwa terdapat

perubahan kamar pulpa antara penderita diabetes melitus dan non-diabetes melitus.

Perubahan ditemukan pada lebar mahkota mesiodistal molar satu mandibula antara

penderita diabetes melitus dengan non-diabetes melitus dengan nilai rata-rata adalah

11,0 ± 0,69 dan 11,4 ± 0,57. Perubahan juga terjadi pada lebar mahkota hingga

serviks dan tinggi tanduk pulpa mesial molar satu mandibula pada penderita diabetes

melitus dan non-diabetes melitus, serta luas total pulpa molar satu mandibula lebih

besar pada non-diabetes melitus. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada

perubahan kamar pulpa antara penderita diabetes melitus dengan non-diabetes

melitus.4

Nindha, dkk., (2011), melakukan penelitian terhadap 30 sampel, dimana 15

sampel menderita penyakit diabetes melitus dan 15 sampel non-diabetes melitus. Dari

30 sampel dilakukan rontgen foto dengan menggunakan radiografi periapikal. Dari

hasil penelitian tersebut, ada perubahan nilai yang signifikan pada hasil pengukuran

tinggi kamar pulpa dan jarak atap pulpa dengan furkasi pada kelompok sampel,

karena terdapat perubahan ukuran kamar pulpa pada penderita diabetes melitus yang

diukur dalam 9 aspek sesuai dengan pengukuran kamar pulpa yang dilakukan oleh

(16)

uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai perbedaan ukuran

kamar pulpa pada diabetes melitus dan non-diabetes melitus.5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan ukuran kamar pulpa pada molar satu rahang

bawah pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus ditinjau dari analisis

radiografi periapikal.

2. Bagaimanakah hasil dari pengukuran kamar pulpa pada pasien diabetes

melitus dan non-diabetes melitus ditinjau dari radiografi periapikal.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu

tujuan umum dan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan ukuran kamar pulpa molar satu

rahang bawah pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan ukuran kamar pulpa molar satu

rahang bawah pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus ditinjau dari

radiografi periapikal.

1.4 Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan ukuran kamar pulpa gigi molar satu rahang bawah

ditinjau dari radiografi periapikal antara pasien diabetes melitus dan non-diabetes

(17)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam

perkembangan ilmu pengetahuan mengenai adanya perbedaan ukuran kamar pulpa

pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus.

1.5.2 Manfaat Praktis

Sebagai bahan informasi kepada dokter gigi agar lebih berhati-hati dalam

melakukan perawatan yang berhubungan dengan preparasi gigi dan saluran akar

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiografi Periapikal

Radiografi periapikal adalah komponen penunjang diagnostik yang

menghasilkan gambar radiografi dari beberapa gigi dan jaringan apeks sekitarnya.2 Radiografi periapikal menggunakan film yang berukuran 3x4 cm.1 Setiap film biasanya menunjukkan 2-4 gigi dan dapat memberikan gambaran secara rinci tentang

gigi dan jaringan sekitarnya. Pada radiografi periapikal, terdapat dua teknik proyeksi

yang biasa dapat digunakan, yaitu teknik paralleling dan teknik bisecting.1,2,3

2.1.1 Indikasi Radiografi Periapikal

Indikasi utama dalam menggunakan radiografi periapikal, yaitu:

1. Deteksi infeksi apikal atau peradangan.

2. Penilaian status periodontal.

3. Apabila terjadi trauma pada gigi dan tulang alveolar.

4. Penilaian terhadap keberadaan dan posisi gigi yang tidak erupsi.

5. Penilaian morfologi akar sebelum ekstraksi.

6. Selama perawatan endodontik.

7. Penilaian pra-operasi dan pasca operasi apikal.

8. Mengevaluasi kista apikal dan lesi di dalam tulang alveolar.

9. Mengevaluasi pasca operasi implan.2

2.1.2 Persyaratan Posisi Film dan Sinar-X

Persyaratan posisi film dari sinar-x yang ideal, yaitu:

1. Gigi dan film harus berkontak.

2. Gigi dan film harus sejajar satu sama lain.

3. Untuk gigi anterior, film diletakkan vertikal.

(19)

2.1.3 Teknik Periapikal Paralel

Prinsip pemotretan teknik paralel, yaitu:

a. Film diletakkan pada film holder dan ditempatkan dalam mulut, pada

posisi paralel terhadap sumbu panjang gigi yang diperiksa.

b. Tube head (cone) diarahkan tegak lurus terhadap gigi dan film.

c. Dengan menggunakan film holder yang memiliki pemegang film

dan penentu arah tube head, teknik ini dapat diulang dengan posisi dan kondisi

yang sama pada waktu yang berbeda (reproducible).2

Prinsip pengambilan radiografi periapikal paralel, yaitu:

a. Untuk pemeriksaan gigi insisivus dan kaninus rahang atas dan bawah

gunakan film holder khusus untuk regio anterior, dengan film ditempatkan secara

vertikal. Sedangkan untuk gigi premolar dan molar gunakan film holder khusus untuk

regio posterior, film ditempatkan secara horizontal. Harus diperhatikan sisi film yang

berwarna putih dan tonjol identifikasi menghadap ke arah datangnya sinar-x.

b. Kepala pasien bersandar pada kursi, bidang oklusal horizontal sejajar

(20)

d.

Gambar 1. Teknik paralel pada molar mandibula a. Posisi pasien; b. Diagram posisi; c. Posisi film; d. Gambaran radiografi gigi molar rahang bawah2

Kelebihan dari teknik periapikal paralel, yaitu:

a. Gambaran yang dihasilkan lebih geometris dengan sedikit sekali

kemungkinan terjadinya pembesaran gambar. Tulang zygomaticus berada di atas

apeks gigi molar atas.

b. Tinggi puncak tulang periodontal dapat terlihat jelas.

c. Jaringan periapikal tampak dengan jelas.

d. Mahkota gigi tampak dengan jelas sehingga karies proksimal dapat

dideteksi dengan baik.

e. Sudut vertikal dan horizontal, dari tabung sinar-x secara otomatis dapat

ditentukan posisinya dengan tepat.

f. Arah sinar-x sudah ditentukan pada pertengahan film sehingga dapat

menghindari cone cutting.

g. Dapat membuat beberapa foto radiografi dengan posisi dan kondisi yang

sama pada waktu yang berbeda.2

(21)

Kekurangan dari teknik periapikal paralel, yaitu:

a. Penggunaan film holder dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada

pasien, terutama regio posterior, karena dapat menyebabkan rasa ingin muntah.

b. Film holder sulit penggunaannya bagi operator yang tidak

berpengalaman.

c. Kondisi anatomis dalam rongga mulut sering menyulitkan teknik ini,

misalnya: palatum yang datar dan dangkal.

d. Apeks gigi kadang tampak sangat dekat dengan tepi film.

e. Sulit menggunakan film holder untuk regio M3 rahang bawah.

f. Bila menggunakan short cone, tidak dapat menghasilkan gambaran

radiografi yang baik.

g. Film holder harus selalu disterilisasi dengan autoclave.2

2.1.4 Teknik Periapikal Bisecting

Prinsip teknik pengambilan foto bisecting, yaitu:

a. Sudut yang dibentuk antara sumbu panjang gigi dan sumbu

panjang film dibagi dua sama besar yang disebut garis bagi.

b. Tabung sinar-x diarahkan tegak lurus pada garis bagi ini,

dengan titik pusat sinar-x diarahkan ke daerah apikal gigi.

c. Dengan menggunakan prinsip segitiga sama sisi, panjang gigi

sebenarnya dapat terproyeksi sama besarnya pada film.

- Penentuan sudut vertikal tabung sinar-x adalah sudut yang

dibentuk dengan menarik garis lurus titik sinar-x terhadap bidang

oklusal.

- Penentuan sudut horizontal tabung sinar-x ditentukan oleh bentuk

lengkung rahang dan posisi gigi. Dalam bidang horizontal, titik pusat

sinar-x diarahkan melalui titik kontak interproksimal untuk menghindari

tumpang tindih satu gigi dengan gigi sebelahnya.

d. Film diletakkan sedekat mungkin dengan gigi yang diperiksa

(22)

Prinsip penentuan posisi dalam pengambilan foto bisecting, yaitu:

a. Film diletakkan sedemikian rupa sehingga gigi yang

diperiksa ada di pertengahan film untuk gigi rahang atas dan rahang bawah.

b. Film harus dilebihkan kurang lebih 2 mm diatas permukaan

oklusal/insisal untuk memastikan seluruh gigi tercakup didalam film. Perlu

diperhatikan juga sisi yang menghadap tabung sinar-x adalah sisi yang menghadap

gigi dengan tonjol orientasi menghadap ke arah mahkota gigi.

c. Pasien diminta untuk menahan film dengan perlahan tanpa tekanan,

dengan ibu jari atau telunjuk (menahan film dengan tekanan yang berlebihan dapat

menyebabkan film menjadi distorsi pada gambar yang dihasilkan).

d. Tabung sinar-x diarahkan ke gigi dengan sudut vertikal dan horizontal

yang tepat.

e. Lakukan penyinaran dengan kondisi yang telah ditentukan.2

(23)

Kelebihan teknik periapikal bisecting, yaitu:

a. Relatif nyaman untuk pasien, karena tidak ada alat tambahan lain kecuali

film.

b. Penentuan posisi relatif lebih sederhana dan cepat.

c. Bila penentuan sudut horizontal dan vertikalnya benar, gambaran

radiografi yang dihasilkan akan sama besar dengan yang sebenarnya.2

Kekurangan teknik periapikal bisecting, yaitu:

a. Kemungkinan distorsi pada gambaran radiografi yang dihasilkan sangat

besar.

b. Kesalahan sudut vertikal mengakibatkan pemanjangan atau pemendekan

gambar.

c. Tinggi tulang periodontal, tidak dapat dilihat dan dinilai dengan baik.

d. Bayangan tulang zygomaticus sering tampak menutupi regio akar gigi

molar.

e. Sudut vertikal dan horizontal dapat berbeda-beda pada setiap pasien,

dengan demikian untuk menghasilkan gambaran yang baik, diperlukan operator yang

terampil dan berpengalaman.

f. Tidak bisa mendapatkan gambaran dengan kondisi dan posisi yang sama.

g. Dapat terjadi cone cutting bila titik pusat sinar-x tidak tepat di

pertengahan film.

h. Sulit mendeteksi karies proksimal, pada gambar radiografi mahkota gigi

yang mengalami distorsi.

i. Gambar radiografi pada akar bukal gigi premolar dan molar rahang atas

sering mengalami pemendekan.2

2.2 Diabetes Melitus

Diabetes melitus ditandai dengan adanya peningkatan konsentrasi glukosa

yang beredar terkait dengan kelainan pada karbohidrat, lemak, dan metabolisme

(24)

melitus adalah kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa yang ditandai

dengan hiperglikemia kronis. Keadaan tersebut disebabkan kerusakan sel beta

pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin

berkurang bahkan sampai berhenti.13

2.2.1 Klasifikasi Penyakit Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes melitus berdasarkan modifikasi ADA (2011), yaitu:

1. Diabetes melitus tipe-1

Defisiensi insulin absolut akibat destruksi sel beta, etiologi: autoimun dan

idiopatik.

2. Diabetes melitus tipe-2

Defisiensi insulin relatif :

a. Defek sekresi insulin lebih dominan dari pada resistensi insulin.

b. Resistensi insulin lebih dominan dari pada defek sekresi insulin.

3. Diabetes melitus tipe lain

a. Defek genetik fungsi sel beta.

b. Defek genetik kerja insulin.

c. Penyakit eksokrin pankreas.

d. Endokrinopati: akromegali, hipertiroidisme.

e. Karena obat atau zat kimia: glukokortikoid, hipertiroidisme.

f. Imunologi (jarang): antibodi anti insulin.

g. Sindroma genetik lain: down sindrom, klinefelter.

4. Diabetes melitus kehamilan (gestasional)

Diabetes melitus yang muncul pada saat kehamilan, umumnya sementara.

Diabetes melitus gestasional adalah salah satu sub-tipe dari diabetes melitus, dimana

perempuan yang tidak pernah terdiagnosis penyakit diabetes sebelumnya namun

menunjukkan kadar glukosa darah yang tinggi selama kehamilan. Diabetes

gestasional merupakan diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan

kembali normal setelah melahirkan. Khususnya pada usia kandungan diatas 6 bulan,

(25)

2.2.2 Prevalensi Diabetes Melitus

Prevalensi tahun 2012 di Amerika yang penduduknya mencapai 29.100.000

atau 9,3% dari populasi telah terdiagnosis menderita penyakit diabetes melitus. Pada

tahun 2010 angka tersebut 25,8 juta dan 8,3%. Tingkat prevalensi meningkat untuk

orang dewasa usia 20 tahun atau lebih tua pada tahun 2012 adalah 12,3%,

dibandingkan dengan 11,3% pada tahun 2010. Hasil diagnosis dari 29.100.000

penduduk Amerika 21,0 juta terdiagnosis dan 8,1 juta yang tidak terdiagnosis. Pada

tahun 2010 angka tersebut 18,8 juta dan 7,0 juta. Prevalensi persentase orang

Amerika yang berusia 65 atau lebih tua tetap tinggi 25,9% atau 11,8 juta senior yang

terdiagnosis maupun tidak terdiagnosis. Kasus baru pada insiden diabetes melitus

pada tahun 2012 adalah 1,7 juta per tahun, sedangkan pada tahun 2010 sebesar 1,9

juta per tahun.14

Gambar 3. Prevalensi populasi Amerika Serikat yang terkena diabetes melitus pada tahun 2010-201214

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka prevalensi

diabetes melitus tertinggi di Indonesia terdapat pada provinsi Kalimantan Barat dan

Maluku Utara (masing-masing 11,1%), diikuti Riau 10,4% dan NAD 8,5%.

Sementara itu, prevalensi diabetes melitus terendah ada di provinsi Papua 1,7%,

diikuti NTT 1,8%. Prevalensi Toleransi Glukosa Terganggu tertinggi di Papua Barat

21,8%, Sulawesi Barat 17,6%, dan Sulawesi Utara 17,3%, sedangkan terendah di

(26)

2.2.3 Gambaran Klinis

Sebagian besar penderita diabetes melitus tipe-1 mempunyai riwayat

perjalanan klinis yang akut. Biasa gejalanya seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan

berat badan yang menurun terjadi antara 1-2 minggu sebelum diagnosis ditegakkan.

Apabila gejala klinis ditegakkan dengan hiperglikemia, maka diagnosis diabetes

melitus tidak diragukan lagi. Perjalanan penyakit diabetes melitus tipe-1 ditandai

dengan adanya fase remisi (parsial/total) yang dikenal dengan honeymoon periode.

Fase ini terjadi akibat berfungsinya kembali jaringan residual pankreas, sehingga

pankreas mensekresikan kembali sisa insulin. Fase ini akan berakhir apabila pankreas

sudah menghabiskan seluruh sisa insulin. Secara klinis, ada tidaknya fase ini harus

dicurigai apabila seorang penderita baru terkena diabetes melitus tipe-1 sering

mengalami serangan hipoglikemia sehingga kebutuhan insulin harus dikurangi untuk

menghindari hipoglikemia. Apabila dosis insulin yang dibutuhkan sudah mencapai <

0,25 U/kgBB/hari, maka dapat dikatakan penderita berada pada fase “remisi total”.16

2.2.4 Diagnosis

Diagnosis pada pasien diabetes melitus ditegakkan apabila, yaitu:

1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan

menurun, dan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl.

2. Pada penderita asimptomatis ditemukan kadar glukosa darah sewaktu

> 200 mg/dl atau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari normal dengan tes

toleransi glukosa yang terganggu lebih dari 1 kali pemeriksaan.1

2.2.5 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe-1

Patogenesis diabetes melitus tipe-1 adalah hasil interaksi dari genetik,

lingkungan, dan faktor imunologi yang menyebabkan kerusakan dari sel beta

pankreas serta kekurangan insulin. Kerusakan sel beta pankreas ini dimulai oleh

sistem dan batas kekebalan tubuh yang dapat menghilangkan produksi dari sekresi

insulin.Individu yang mudah terserang kelainan genetik mempunyai massa sel beta

(27)

karena ada proses autoimun yang terjadi dalam hitungan bulan dan tahun. Proses

autoimun ini terjadi diakibatkan oleh adanya infeksi atau stimulus lingkungan dan

terjadi secara spesifik pada molekul sel beta.17

Gambar 4. Patogenesis pada diabetes melitus tipe-117

2.2.6 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe-2

Patogenesis DM tipe-2 adalah adanya gen predisposisi dari obesitas dan

kapasitas sel beta maka terjadi resistensi insulin dan akibat adanya pengaruh

lingkungan seperti tidak ada aktivitas fisik dan intake makanan yang berlebihan.

Adanya resistensi insulin akan menyebabkan keadaan hiperglikemia ringan dan

terjadi dekompensasi sel beta, sehingga akhirnya mengakibatkan diabetes melitus

menjadi hiperglikemia berat.17

2.2.7 Terapi Diabetes Melitus

Terapi pada pasien diabetes melitus, yaitu:

1. Edukasi

Perubahan gaya hidup dan perilaku dimulai dari menghindari merokok,

alkohol, makan berlebihan terutama tinggi lemak, dan karbohidrat sampai keteraturan

(28)

2. Terapi gizi medis

Karbohidrat 45%-60%, protein 10%-20%, lemak 20%-25% dengan jumlah

kalori dihitung dari Body Mass Index ((TB-100)-10%) dikali kalori basal 30kkal/kgbb

untuk laki-laki, 25kkal/kgbb untuk wanita dan ditambah kalori untuk aktifitas lalu

dibagi 3 porsi besar makan pagi 20%, makan siang 30%, dan sore 25%.18 3. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan teratur 3-4 kali/minggu selama ± 30 menit. Pada diabetes

melitus tidak terkendali, dimana gula darah < 250mg/dl karena olahraga kadar

glukosa darah juga dapat meningkat.18,19 4. Terapi insulin

Insulin adalah hormon pengatur glukosa darah yang menstimulasi pemasukan

glukosa kedalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi, dan diproduksi oleh sel

beta pulau langerhans kelenjar pankreas. Pada pasien diabetes melitus tipe-1, terapi

insulin diberikan setelah diagnosis ditegakkan dan dianjurkan injeksi harian multiple

untuk mengendalikan kadar glukosa darah yang baik.18,19

2.3 Perubahan pada Rongga Mulut dan Gigi Geligi

2.3.1 Perubahan pada Rongga Mulut Akibat Diabetes Melitus

Pada pasien diabetes melitus banyak manifestasi yang terjadi pada rongga

mulut, yaitu:

1. Resorbsi tulang alveolar

Tulang alveolar adalah bagian dari maksila dan mandibula yang mendukung

dan membentuk soket gigi (alveoli).20 Pada penderita diabetes melitus sering dijumpai periodontitis kronis. Resorbsi tulang alveolar berhubungan dengan adanya

faktor lokal dan faktor sistemik. Selain resorbsi tulang alveolar, pada penderita

diabetes melitus juga terjadi penurunan densitas tulang. Kondisi sistemik yang

menyebabkan kepadatan tulang berkurang akan berkaitan dengan terjadinya resorbsi

tulang alveolar. Perlu diketahui, bahwa insulin dan regulasi diabetes melitus

mempunyai pengaruh pada metabolisme tulang. Hal ini disebabkan karena insulin

(29)

tubuh yang buruk pada kondisi diabetes melitus menyebabkan peningkatan hormon

paratiroid sehingga proses resorbsi tulang akan meningkat dan merangsang makrofag

untuk sintesis beberapa sitokin yang akan meningkatkan resorbsi tulang.21

Resorbsi tulang alveolar terjadi bersamaan dengan kehilangan perlekatan dan

pembentukan saku. Radiografi telah menunjukkan dua pola kerusakan tulang yang

berbeda. Dimana, kehilangan tulang horizontal ketika seluruh lebar tulang interdental

diserap. Pada kehilangan tulang vertikal, ketika tulang interdental berdekatan dengan

permukaan dimana akar akan lebih cepat diserap.22 Kehilangan tulang horizontal adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan radiografi pada ketinggian dari

kehilangan tulang alveolar, dimana puncak masih horizontal tetapi diposisikan apikal

lebih dari beberapa milimeter dari Cementum Enamel Junction (CEJ).3 Ruangan didalam tulang alveolar yang menampung akar gigi disebut alveoli. Pada radiografi,

alveolar bone seperti garis putih yang disebut lamina dura. Lapisan tulang dalam

keadaan sehat juga tampak sebagai lapisan putih yang padat pada puncak tulang

interproksimal yang dikenal secara radiografi sebagai crestal lamina dura.20

Gambar 5. Penurunan densitas tulang pada radiografi periapikal23

2. Periodontitis dan gingivitis

Periodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi atau gusi dan tulang.

(30)

karena meningkatkan kerentanan pasien terhadap jenis infeksi. Pada pasien

insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM), sel ligamen periodontal kurang mampu dalam

faktor respon pertumbuhan sehingga respon inflamasi yang diperlukan untuk

mempertahankan dan menumbuhkan periodonsium selama penyembuhan akan

menjadi kurang baik.24 Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes melitus adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi

dan memperlambat aliran darah untuk menurunkan kemampuan tubuh dalam

mengurangi infeksi. Rusaknya jaringan periodontal membuat gigi yang melekat pada

gusi mengakibatkan resorbsi tulang alveolar dan lama kelamaan gigi menjadi

mobiliti.25,26

Gambar 6. Kehilangan tulang diakibatkan periodontitis ditinjau dari radiografi periapikal2

3. Oral trush (Oral candida)

Oral trush atau oral candida adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur yang

terdapat di dalam mulut. Pada penderita diabetes melitus, tubuh rentan terhadap

infeksi dan sering mengonsumsi antibiotik sehingga dapat mengganggu

keseimbangan kuman di rongga mulut yang mengakibatkan jamur candida

(31)

Gambar 7. Oral trush atau oral candida27

4. Burning mouth syndrome

Penderita diabetes melitus biasanya mengeluh tentang rasa terbakar atau mati

rasa pada mulutnya.25,26

5. Xerostomia (mulut kering)

Diabetes melitus yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva

atau air liur sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self cleansing, dimana

alirannya dapat berfungsi sebagai pembersih sisa-sisa makanan dan kotoran dari

dalam mulut. Bila aliran saliva menurun, maka akan menyebabkan timbulnya rasa

tidak nyaman dan rentan terhadap ulserasi (luka), karies gigi, dan bisa menjadi

perkumpulan bakteri untuk tumbuh dan berkembang.25,26,28

(32)

2.3.2 Perubahan pada Gigi Geligi Akibat Diabetes Melitus

1. Pulpa gigi

Pulpa gigi terdiri dari jaringan penghubung vaskular yang terdapat di dalam

dinding dentin yang keras. Perluasan dentin menciptakan suatu lingkungan khusus

bagi pulpa. Kamar pulpa menjadi terbatas oleh pembentukan dentin sampai suatu

volume rata-rata 0,024 ml pada gigi permanen orang dewasa. Pembatasan anatomi

penempatan dentin pada pulpa membuat pulpa menjadi suatu organ peredaran

terminal, dengan pintu masuk dan keluar yang terbatas bagi foramen apikal dan

aksesori. Ciri-ciri ini membatasi suplai vaskular serta drainase pulpa akan membatasi

sirkulasi kolateral.30

Pada gigi molar pertama mandibula panjang rata-rata giginya adalah 21,9 mm.

Atap kamar pulpa gigi molar sering berbentuk empat persegi panjang, bagian dinding

mesial lurus, dinding distal bulat, dan dinding bukal serta lingual berbentuk jajaran

genjang. Atap kamar pulpa mempunyai empat tanduk pulpa yaitu, mesiobukal,

mesiolingual, distobukal, dan distolingual. Atap kamar pulpa terletak pada sepertiga

servikal mahkota tepat di atas daerah serviks gigi dan dasar terletak pada servikal

akar.30

Radiografi digunakan dalam mendeteksi pulpa untuk memberikan interpretasi

adanya karies yang dapat merusak pulpa. Radiografi juga dapat menunjukkan jumlah,

bagian, bentuk, panjang, lebar pulpa, dan kamar pulpa serta perluasan perusakan

periapikal dan tulang alveolar.30 Pada kamar pulpa terlihat gambaran radiografi sebagai daerah radiolusen karena mengandung bahan noncalcified dan struktur gigi

kurang padat mengelilingi kamar pulpa. Ukuran dan bentuk normal kamar pulpa dan

saluran akar berubah seiring bertambahnya usia, adanya anomali perkembangan

tertentu, dan iritasi lokal. Densitas radiografi kamar pulpa dan saluran akar berbeda

akibat dari segi ukuran, posisi gigi, dan angulasi radiografi tapi bukan akibat dari

vitalitas gigi. Pengurangan bertahap dalam ukuran dan bentuk kamar pulpa serta

saluran ditandai dengan terbentuknya dentin sekunder pada dinding kamar pulpa.31 Pada pasien yang menderita diabetes melitus sangat rentan terhadap infeksi

(33)

pembuluh darah rusak akibat akumulasi deposito ateromatosa dalam jaringan

pembuluh darah. Pada pulpa gigi yang terbatas atau tidak ada sirkulasi kolateral, akan

lebih rentan berada pada risiko infeksi. Pemeriksaan klinis dan radiografi oleh

peneliti telah menunjukan bahwa ada prevalensi yang lebih besar dari lesi periapikal

pada penderita diabetes melitus dibanding non-diabetes melitus.32

Gambar 9. Keadaan kamar pulpa gigi pada radiografi periapikal31

2. Karies gigi

Diabetes melitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan terjadinya

jumlah dari karies. Keadaan tersebut dikarenakan pada penderita diabetes melitus

mempunyai aliran cairan darah yang mengandung banyak glukosa yang berperan

sebagai substrat kariogenik. Pada penderita diabetes melitus, jumlah air liur

berkurang sehingga makanan mudah melekat pada permukaan gigi dan apabila yang

melekat adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang

ada pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan dapat mengakibatkan

keasaman di dalam mulut menurun sehingga dapat mengakibatkan terjadinya lubang

atau karies gigi.25

Radiografi berguna untuk mendeteksi lesi karies karena proses karies

menyebabkan demineralisasi enamel dan dentin. Karies terlihat pada radiografi

(34)

klinis yang menyeluruh untuk mendeteksi karies. Radiografi periapikal sangat

berguna untuk menunjukkan semua gigi dan tulang disekitarnya serta berguna untuk

menunjukkan adanya karies, penyakit periodontal, dan penyakit periapikal.3

Gambar 10. Karies gigi ditinjau dari radiografi periapikal33

(35)

2.4 Kerangka Teori

Radiografi periapikal

Teknik paralelling

 Teori dasar prinsip pemotretan

 Teori pemotretan

 Keuntungan

 Kerugian Teknik bisecting

 Teori dasar prinsip pemotretan

 Teori pemotretan

 Keuntungan

 Kerugian

Perbedaan ukuran kamar pulpa, dilihat dari : 1. Jarak antara mesial dan distal tanduk pulpa 2. Jarak antara dinding mesial dan distal di tengah

ruang pulpa

3. Jarak antara mesial dan distal pada orifice 4. Jarak antara ujung tanduk pulpa bagian mesial

dan mesial cusp

5. Jarak antara ujung tanduk pulpa bagian distal dan distal cusp

6. Tinggi ruang pulpa

7. Jarak antara dasar ruang pulpa dengan furkasi 8. Jarak antara atap pulpa dengan furkasi 9. Jarak ujung cusp dengan furkasi Pada gigi geligi :

 Karies gigi

 Perubahan ukuran kamar pulpa Pada rongga mulut :

 Resorbsi

 Diabetes melitus tipe-1

 Diabetes melitus tipe-2

 Diabetes melitus tipe lain

 Diabetes melitus pada waktu kehamilan

Perubahan pada rongga mulut dan gigi geligi

(36)

2.5 Kerangka Konsep

Perbedaan ukuran kamar pulpa Radiografi intraoral periapikal

(37)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik untuk mengumpulkan

data mengenai perbedaan ukuran kamar pulpa pada pasien diabetes melitus dan

non-diabetes melitus. Pada penelitian ini memakai tipe cross sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian untuk pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus dilakukan

di Unit Radiologi Kedokteran Gigi RSGM-P FKG USU di Jalan Alumni No.2 USU,

Medan. Waktu yang diperlukan pada penelitian adalah selama bulan September

hingga November 2014.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah kumpulan semua individu dalam suatu batas tertentu.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus yang ada di

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN dan pasien non-diabetes melitus adalah

masyarakat yang ada di lingkungan FKG USU.

Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang menderita penyakit diabetes

melitus dan non-diabetes melitus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

(38)

3.4 Besar Sampel

Besar sampel penelitian di hitung melalui rumus:

� =2.σ

Sehingga dalam pemakaian rumus:

2.0,48 (1,64 + 0,842)2

Jadi, minimal sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebanyak 30

(39)

sampel, dimana pada sampel pasien diabetes melitus sebanyak 30 sampel dan pasien

non-diabetes melitus sebanyak 30 sampel.

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada sampel penelitian, yaitu:

1. Pasien diabetes melitus

2. Pasien sehat atau non-diabetes melitus

3. Pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus berusia sekitar 35-45

tahun.

4. Pasien diabetes melitus yang sudah menderita > 3 tahun dan terkontrol.

3.5.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada sampel penelitian, yaitu:

1. Pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus yang mempunyai

penyakit sistemik lain atau sedang mengonsumsi obat-obatan

2. Pasien sedang mengalami masa menopause

3. Pasien dengan keadaan gigi molar satu rahang bawah yang buruk,

diakibatkan adanya karies, penambalan, perawatan saluran akar dan gigi dengan

struktur abnormal.

3.6 Alat dan Bahan Penelitian

Alat:

a. Pesawat radiografi intraoral periapikal dengan teknik paralel.

b. Viewer box untuk melihat foto rontgen.

c. Komputer Acer dengan Os Microsoft XP Professional.

d. Pulpen merk Standart hitam.

e. Tes kadar gula darah (stik KGD).

f. Jangka merk Joyko dan penggaris merk Kenko.

(40)

Lembar pencatatan hasil pemeriksaan.

3.7 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.7.1 Variabel Penelitian

Adapun variabel-variabel penelitian yang ada pada penelitian ini, yaitu:

1. Variabel dependent  Hasil radiografi dari pasien diabetes melitus

2. Variabel independent  Perubahan ukuran kamar pulpa

3.7.2 Definisi Operasional

Variabel

Penelitian Definisi Operasional

Cara

darah serta saraf gigi

(41)

3.8 Cara Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian

3.8.1 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi pasien diabetes melitus di

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN yang memenuhi kriteria inklusi dan memberi

penjelasan tentang penelitian serta diberi informed consent. Data dikumpulkan

dengan alat bantu kuesioner, wawancara, dan pemeriksaan klinis (Test KGD), serta

pemeriksaan radiografi periapikal.

3.8.2 Prosedur Penelitian

Skema Alur Penelitian

Kuesioner, wawancara, dan pemeriksaan klinis

Radiografi periapikal pada subjek penelitian

Interpretasi hasil radiografi periapikal pada ukuran kamar pulpa

(42)

3.9 Cara Pengukuran

Cara pengukuran untuk penelitian ini dengan menggunakan jangka merk

Joyko dan menggunakan penggaris merk Kenko untuk mengukur kamar pulpa,

dimana pengukurannya dengan cara mengukur 9 aspek sesuai pengukuran yang

dilakukan pada penelitian sebelumnya oleh Khojastepour, Rahimizadeh, dan Khayat

pada tahun 2007 (Gambar 11.).

Gambar 11. Cara pengukuran pada kamar pulpa34 Ket:

a. Jarak antara mesial dan distal tanduk pulpa;

b. Jarak antara dinding mesial dan distal di tengah kamar pulpa; c. Jarak antara mesial dan distal pada orifice;

d. Jarak antara ujung tanduk pulpa bagian mesial dan mesial pada cusp;

e. Jarak antara ujung tanduk pulpa bagian distal dan distal cusp; f. Tinggi kamar pulpa;

g. Jarak antara dasar kamar pulpa dengan furkasi; h. Jarak antara atap pulpa dengan furkasi;

(43)

3.10 Pengolahan dan Analisis Data

3.10.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi, yaitu data dimasukkan ke

dalam program komputer untuk dianalisis dengan uji statistik T- Independent test.

Kemudian data yang telah dianalisa disajikan dalam bentuk tabel.

3.10.2 Analisis Data

Analisis data diperoleh dengan menghitung perubahan ukuran kamar pulpa

pada masing-masing kelompok sampel.

3.11 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini terdiri dari hal-hal sebagai berikut:

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti meminta izin dan menjelaskan tujuan dari penelitian kepada pasien

diabetes melitus di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN dan non-diabetes melitus

pada masyarakat di lingkungan FKG USU yang termasuk kriteria inklusi untuk

meminta agar berpartisipasi dalam penelitian yang akan diteliti oleh peneliti. Bagi

responden yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan

responden penelitian untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian.

2. Ethical Clearance

Ethical Clearance adalah keterangan tertulis yang menyatakan bahwa

penelitian layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu. Peneliti

mengajukan surat permohonan atas ethical clearance disertai dengan proposal

penelitian kepada Ketua Tim Ethical Clearance di Fakultas Kedokteran USU. Nomor

(44)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Umur Sampel

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 orang dengan kelompok penderita

diabetes melitus dan non-diabetes melitus. Penderita diabetes melitus sebanyak 30

orang dan non-diabetes melitus sebanyak 30 orang. Data yang didapat dari penelitian

menunjukkan bahwa umur minimum sampel adalah 35 tahun dan maksimal umur

adalah 45 tahun.

Tabel 1. Data Statistik Umur Sampel Penelitian

Kategori Frekuensi Minimum Maximum Min Standar Deviasi

Umur 60 35 45 40.73 3.550

Valid N

(listwise)

60

Dari Tabel 1., dapat dilihat mean dari umur sampel adalah 40,73 tahun dari

total 60 orang sampel.

4.2 Data Demografis Sampel

Sampel pada penelitian ini sebanyak 60 orang yang telah dipilih untuk dilihat

perbedaan ukuran kamar pulpa ditinjau dari radiografi periapikal terhadap pasien

diabetes melitus dan non-diabetes melitus. Dimana, pada pasien diabetes melitus 30

orang dan non-diabetes melitus 30 orang.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji T-independent test. Dengan

memakai uji T-independent test, maka hasil data yang didapat menunjukkan ada

perbedaan ukuran kamar pulpa antara pasien diabetes melitus dan non-diabetes

(45)

mengukur kamar pulpa yang dilihat dari hasil radiografi yang telah dilakukan pada

pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus.

Tabel 2. Data Perbedaan Ukuran Kamar Pulpa antara Pasien Diabetes melitus dan

Non-Diabetes melitus ( Mean ± standar deviasi)

Cara Pengukuran Non- diabetes melitus

Diabetes melitus

Asymp. Sig. (2-tailed)

Jarak mesial dan distal tanduk pulpa

4,88 ± 0,44 4,47 ± 0,47 .001

Jarak dinding mesial dan distal ditengah kamar pulpa

4,45 ± 0.46 3,93 ± 0,38 .000

Jarak mesial dan distal pada orifice

4,86 ± 0,45 4,46 ± 0,36 .000

Jarak ujung tanduk pulpa bagian mesial dan mesial pada cusp

5,40 ± 0,72 5,35 ± 0,88 .811

Jarak ujung tanduk pulpa bagian distal dan distal cusp

5,36 ± 0,61 5,20 ± 0,83 .383

Jarak tinggi kamar pulpa 2,26 ± 0,40 1,40 ± 0,30 .000

Jarak dasar kamar pulpa dengan furkasi

3,33 ± 0,62 3,40 ± 0,51 .652

Jarak atap pulpa dengan furkasi 5,53 ± 0,76 4,75 ± 0,66 .000

Jarak ujung cusp dengan furkasi

10,01 ± 0,34 9,62 ± 0,69 .009

Berdasarkan Tabel 2., dapat dilihat bahwa pada pengamatan ukuran kamar

pulpa pada pasien diabetes melitus sebanyak 30 orang dan pasien non-diabetes

melitus sebanyak 30 orang terdapat perbedaan yang signifikan p < 0,05 pada jarak

mesial dan distal tanduk pulpa, dan jarak ujung cusp dengan furkasi, serta terdapat

hasil yang paling bermakna pada jarak dinding mesial dan distal di tengah kamar

pulpa antara pasien non-diabetes melitus dan diabetes melitus dengan hasil adalah

4,45 ± 0.46 dan 3,93 ± 0,38, perbedaan pada jarak mesial dan distal pada orifice

(46)

dengan hasil 2,26 ± 0,40 dan 1,40 ± 0,30, dan perbedaan juga terjadi pada jarak atap

pulpa dengan furkasi antara pasien non-diabetes melitus dan diabetes melitus dengan

hasil 5,53 ± 0,76 dan 4,75 ± 0,66. Sedangkan pada jarak ujung tanduk pulpa bagian

mesial dan mesial pada cusp; jarak ujung tanduk pulpa bagian distal dan distal pada

cusp; dan jarak dasar kamar pulpa dengan furkasi antara pasien diabetes melitus dan

non-diabetes melitus tidak ada perbedaan.

(1) (2)

(47)

BAB 5 PEMBAHASAN

Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang mengakibatkan tidak

seimbangnya kemampuan tubuh dalam mengolah makanan secara efisien yang

disebabkan oleh pankreas gagal memproduksi insulin atau terjadi kesalahan fungsi

tubuh yang tidak bisa menggunakan insulin secara tepat. Penyebab utama diabetes

melitus adalah pankreas tidak mampu memproduksi insulin.36

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan ukuran

kamar pulpa molar satu rahang bawah pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes

melitus, dan mengetahui seberapa besar perbedaan ukuran kamar pulpa molar satu

rahang bawah pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus ditinjau dari

radiografi periapikal.

Pada penelitian ini, dilakukan pengambilan sampel pada pasien diabetes

melitus yang berada di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN dan pengambilan sampel

pada pasien non-diabetes melitus berada di lingkungan FKG USU medan. Sampel

yang digunakan berumur sekitar 35 - 45 tahun, dikarenakan pasien diabetes melitus

yang tekontrol berumur sekitaran 35 - 45 tahun. Apabila pasien sudah melebihi umur

tersebut, maka termasuk kriteria eksklusi karena ada faktor lain yang menyebabkan

terjadinya perubahan ukuran kamar pulpa salah satunya karna faktor usia khususnya

pada lansia. Lansia juga mengalami perubahan ukuran kamar pulpa diakibatkan

adanya proses terbentuknya dentin sekunder pada gigi. Dentin sekunder diakibatkan

adanya penebalan dentin pada lansia yang mengakibatkan ukuran kamar pulpa

mengecil.

Dalam memperoleh identitas dan riwayat medis responden dilakukan

wawancara dan pengisian kuesioner. Setelah dilakukan penyeleksian sampel,

dilakukan pemeriksaan intraoral untuk melihat apakah gigi molar bawah responden

memenuhi kriteria inklusi. Setelah dilakukan pemeriksaan intraoral, maka pasien

(48)

kriteria inklusi, akan dilakukan penelitian terhadap dirinya. Penelitian yang dilakukan

dengan menggunakan radiografi periapikal. Dimana, radiografi periapikal untuk

melihat keadaan kamar pulpa yang ada pada gigi. Kamar pulpa hanya dapat dilihat

dari rontgen foto, sehingga untuk melihat dan mengukur apakah ada perbedaan

ukuran kamar pulpa antara pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus melalui

hasil rontgen foto.

Pengukuran kamar pulpa dilakukan langsung pada hasil radiografi periapikal,

yang hasilnya diukur dari 9 aspek. Pengukuran dilakukan secara visual dengan

menggunakan viewer box, penggaris merk kenko dan jangka merk joyco. Ukuran

normal kamar pulpa diukur dari jarak dasar kamar pulpa ke furkasi rata-rata 3,0 mm

pada molar satu rahang atas dan rahang bawah, rata-rata tinggi kamar pulpa adalah

antara 1,5 sampai 2,0 mm, dan jarak ujung tanduk pulpa dengan ujung cusp adalah

sekitar 6,5 mm.37

Dari penelitian ini, telah didapat hasil yang signifikan, dimana terdapat

perbedaan ukuran kamar pulpa pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus

diukur dari 9 aspek pengukuran menurut Khojastepour, Rahimizadeh, dan Khayat

pada tahun 2007, terdapat 6 aspek yang membuktikan adanya perbedaan. Ke-6 aspek

pengukuran tersebut, yaitu: mesial dan distal tanduk pulpa, dinding mesial dan distal

ditengah kamar pulpa, mesial dan distal pada orifice, tinggi kamar pulpa, atap pulpa

dengan furkasi, dan ujung cusp dengan furkasi.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini terdapat nilai yang signifikan p < 0,05

pada pasien diabetes melitus diukur dari jarak antara mesial dan distal tanduk pulpa

dan ujung cusp dengan furkasi terdapat perbedaan dengan pasien non-diabetes

melitus, serta terdapat juga hasil yang bermakna pada perbedaan ukuran kamar pulpa

yang diukur dari jarak bagian dinding mesial dan distal di tengah kamar pulpa antara

pasien non-diabetes melitus dan diabetes melitus dengan hasil adalah 4,45 ± 0.46 dan

3,93 ± 0,38, perbedaan pada jarak mesial dan distal pada orifice dengan hasil 4,86 ±

0,45 dan 4,46 ± 0,36, perbedaan terhadap tinggi kamar pulpa dengan hasil 2,26 ± 0,40

dan 1,40 ± 0,30, dan atap pulpa dengan furkasi antara pasien non-diabetes melitus

(49)

Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dari penelitian Dilhan Ilguy,

dkk., (2004), dengan melihat 80 gigi molar mandibula gambaran radiografi periapikal

pada penderita diabetes melitus dan 43 non-diabetes melitus, terdapat adanya

perubahan kamar pulpa. Perubahan ditemukan pada lebar mahkota mesiodistal molar

satu mandibula antara penderita diabetes melitus dengan non-diabetes melitus dengan

nilai rata-rata adalah 11,0 ± 0,69 dan 11,4 ± 0,57. Perubahan juga terjadi pada lebar

mahkota hingga serviks dan tinggi tanduk pulpa mesial molar satu mandibula pada

penderita diabetes melitus dan non-diabetes melitus, serta luas total pulpa molar satu

mandibula lebih besar pada non-diabetes melitus.4

Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Nindha, dkk., (2011), dengan

menggunakan sampel sebanyak 30 orang yang terbagi atas 15 pasien diabetes melitus

dan 15 pasien non-diabetes melitus. Penelitian ini menyatakan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan pada hasil pengukuran tinggi kamar pulpa dan jarak atap

pulpa dengan furkasi pada kelompok sampel.5

Dari hasil penelitian yang didapat apabila dibandingkan dengan penelitian

sebelumnya, terdapat hasil yang sama pada penelitian Dilhan Ilguy, dkk., dan

penelitian Nindha, dkk., bahwa terdapat perubahan ukuran kamar pulpa pada tinggi

kamar pulpa. Pada penelitian ini juga terdapat persamaan hasil dengan penelitian

Nindha, dkk., bahwa terdapat perubahan pada jarak atap pulpa dengan furkasi.

Perbedaan ukuran kamar pulpa pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes

melitus, disebabkan karena adanya gangguan sistem peredaran darah pada pasien

diabetes melitus yang terjadi hingga mencapai pulpa gigi. Penyempitan kamar pulpa

tersebut berhubungan dengan vaskularisasi pembuluh darah dalam pulpa. Penyakit

diabetes melitus berpengaruh terhadap seluruh ukuran pembuluh darah dalam tubuh

dari aorta hingga ke pembuluh darah kapiler terkecil dan venula. Pembuluh darah

tersebut rusak karena penumpukan deposit atheromatosa (deposit kolestrol yang

mengeras) pada jaringan di dalam lumen pembuluh darah.5

Keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan kadar kolestrol dalam darah

dikarenakan kurangnya insulin dapat menghambat kerja lipase yang berperan untuk

(50)

dapat terbentuk plak pada pembuluh darahnya. Oleh karena itu, pada hasil penelitian

ini dapat dilihat dari hasil radiografi terdapat penyempitan kamar pulpa diakibatkan

(51)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Penelitian ini dapat memberikan kesimpulan bahwa penyakit diabetes melitus

mengalami perubahan ukuran kamar pulpa dimana kamar pulpa pada pasien diabetes

melitus mengalami pengecilan dibandingkan pasien non-diabetes melitus yang

ditinjau dari radiografi periapikal.

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa :

1. Dilihat dari hasil uji statistik terdapat perbedaan ukuran kamar pulpa

antara pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus, sedangkan belum ada teori

yang menyatakan hal ini.

2. Perbedaan ukuran kamar pulpa yang bermakna antara pasien non-diabetes

melitus dan diabetes melitus terlihat pada jarak dinding mesial dan distal ditengah

kamar pulpa dengan hasil rata-rata adalah 4,45 ± 0.46 dan 3,93 ± 0,38, jarak mesial

dan distal pada orifice dengan hasil 4,86 ± 0,45 dan 4,46 ± 0,36, jarak tinggi kamar

pulpa dengan hasil 2,26 ± 0,40 dan 1,40 ± 0,30, dan jarak atap pulpa dengan furkasi

dengan hasil 5,53 ± 0,76 dan 4,75 ± 0,66.

6.2 Saran

1. Saran yang dapat diberikan yaitu dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut

dengan jumlah sampel yang lebih banyak.

2. Diperlukan penelitian dengan melihat perubahan kamar pulpa pada

penyakit sistemik lainnya.

3. Disarankan peneliti selanjutnya dapat lebih meneliti khusus antara

(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. Farman AG, Kolsom SA, ADAA Council On Education. Intraoral

radiographic techniques. 2011.

2. Whaites Eric. Radiography and radiology for dental care professionals. 2nd ed. London: Churchill Livingstone, 2009.

3. White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology: Principles and interpretation. 6th ed. St.Louis: Mosby, 2009.

4. Ilguy D, Ilguy M, Bayirli G. The size of dental pulp chamber in adult diabetic

patients. Turkey: OHMBSC, 2004: 3(3): 38-41.

5. Chorisna N, Noerjanto RPB, Wahyuni OR. Perubahan ukuran ruang pulpa

pada diabetes mellitus (pemeriksaan radiografi). Journal Dental

Dentomaxillofacaial Radiology 2011: 2(1): 28-32.

6. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes

mellitus. 2011: 34(1): 562-9.

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. 4th ed., Jakarta: Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007: 1852-9.

8. Kardika IBW, Herawati S, Yasa IWPS. Preanalitik dan intrepretasi glukosa

darah untuk diagnosis diabetes mellitus.

(Juli 19.2014)

9. Shaw JE, Sicree RA, Zimmet PZ. Prevalences of diabetes mellitus. Australia:

Baker IDI Heart and Diabetes Institute, 2009.

10.Kompas Online. Diabetes jadi ancaman serius di Indonesia.

11.Persi. RI ranking keempat jumlah penderita diabetes terbanyak dunia.

(53)

(Juli 20.2014)

12.Inzucchi S, Porte D, Sherwin RS, Baron A. The diabetes mellitus manual.

USA: Mc Graw Hill Companies. 6th ed. 2005.

13.Pulungan A, Herqutanto. Diabetes mellitus tipe 1: Penyakit baru yang akan

makin akrab dengan kita. 2009: 59(10): 455-8.

14.National Diabetes Statistics. Statistics about diabetes. (Juli 23.2014)

15.Jane S, Sunaryadi, Zulkarnain I, Kurniasih N, Kurniawan R, et al. Indonesia

health profile 2008. Jakarta: Ministry of Health RI, 2010.

16.Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus nasional pengelolaan diabetes

mellitus tipe I. 2009.

17.Sumantri AF. Patogenesis diabetes mellitus.

18.Eko V. Terapi diabetes mellitus. 182nd ed. 2011: 13-20. 19.Sumantri AF. Penatalaksanaan diabetes mellitus tipe I.

(Juli 23.2014)

20.Zubardiah L. Jaringan periodonsium, anatomis, klinis & histologis. Jakarta:

Universitas Trisakti, 2011: 65-70.

21.Epsilawati L. Hubungan penurunan tulang alveolar dan penipisan tulang

kortikal mandibula pada penderita periodontitis disertai diabetes mellitus

tipe-2 menggunakan radiografi cone beam computed tomografi-3D. tipe-201tipe-2: tipe-2(tipe-2):

86-9.

22.Heasman Peter. Restorative dentistry, paediatric dentistry and orthodontics.

2nd ed., USA: Churchill Livingstone Elsevier, 2008: (2).

23.Newman MG, Takei HH, Carranza FA, Klokkevold PR. Carranza's clinical

periodontology. 11th ed., St.Louis: Saunders Elsevier. 2006.

24.Perry DA, Beemsterboer PL. Periodontology for the dental hygienist. 3rd ed., St. Louis: Saunders Elsevier, 2007:135-6.

25.Irwati. Manifestasi diabetes mellitus dalam rongga mulut.

(54)

(Juli 25.2014)

26.Sproat C, Georgina B, McGurk M. Essential human disease for dentist. 2006:

115-9.

27.Paparella C. Oral candidiasis, oral trus

(Agustus 5.2014)

28.Walukow WG. Gambaran xerostomia pada penderita diabetes mellitus tipe 2

di Poliklinik Endokrin RSUP. Prof dr. R.D. Kandou Manado. (Juli 25.2014)

29.Lembo Gabriel. Xerostomia pode prejudicara saude bucal.

30.Grossman LI, Olite S, Del CER. Ilmu endodontik dalam praktek. 11st ed. 31.Frommer HH, Stabulas-savage JJ. Radiology for the dental professional. 8th

ed., St. Louis: Elsevier Mosby. 2005.

32.Bender IB, Bender IB. Diabetes mellitus and the dent pulp. Journal Endod.

2003: 29(6): 383-9.

33.Almeida C.D., Regina M.L., Muller K.R., dkk. Clinical use of photodynamic

antimicrobial chemotherapy for the treatment of deep carious lesions. 2011:

16(8).

34.Khojestapeur L, Rahimizadeh N, Khayat A. Morphologic measurements of

anatomic landmarks in pulp chamber in human first molar: a Study of

bitewing radiographs. Iranian Endodontic Journal. 2008: 2(4): 147-151.

35.Budiarto Eko. Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat.

Jakarta: EGC, 2012.

36.Adnan M., Mulyati T., Isworo J.T. Hubungan Indeks massa tubuh (IMT)

dengan kadar glukosa darah penderita diabetes melitus tipe-2 rawat jalan di

RS Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang.

2013: 2(1): 18-24.

37. Deutsch A.S

(55)
(56)

LAMPIRAN 2

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIT RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI

PERBEDAAN UKURAN KAMAR PULPA GIGI MOLAR SATU RAHANG BAWAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS DAN

NON-DIABETES MELITUS DITINJAU DARI RADIOGRAFI PERIAPIKAL

No. Kartu:

Data Identitas Responden

Nama : ...

TTL : ..., ... - ...- ...

Usia : ... tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*

Alamat : ...

(57)

Kuesioner Riwayat Diabetes Melitus

Berilah tanda (X) pada jawaban yang dirasa paling sesuai dengan kondisi Bapak/Ibu.

1. Apakah anda mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus (kencing

manis)?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu.

2. Apakah keluarga anda mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus

(kencing manis)?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu.

3. Jika ada riwayat diabetes melitus (kencing manis), sudah berapa lama

anda menderita penyakit tersebut?

a. Antara 6-1 tahun

b. Antara 1-3 tahun

c. > 3 tahun.

4. Kapan anda mengecek kadar glukosa darah ( penyakit diabetes melitus)

anda ke dokter untuk terakhir kalinya?

a. Antara 1-3 bulan

b. Antara 3-6 bulan

c. > 6 bulan

(58)

5. Jika anda memiliki penyakit diabetes melitus (kencing manis), terapi apa

yang anda lakukan untuk mengontrol gula darah anda?

a. Meminum obat

b. Terapi insulin

c. Hanya mengontrol makanan

d. Minum obat, terapi insulin dan mengontol makanan.

6. Apakah anda mempunyai penyakit sistemik selain diabetes melitus

(kencing manis)?

a. Ya

b. Tidak

c. Jika ya, penyakit apakah itu? ………

7. Jika anda tidak memiliki riwayat penyakit diabetes melitus (kencing

manis), apakah anda mempunyai penyakit sistemik lain?

a. Ya

b. Tidak

(59)
(60)

aspek8

Levene's Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of

(61)

Equal variances not

t-test for Equality of Means

Sig.

(2-aspek2 Equal variances

(62)

Equal variances not

aspek9 Equal variances

(63)

Independent Samples Test

t-test for Equality of

Means

95% Confidence Interval

of the Difference

Upper

aspek1

Equal variances assumed .655

Equal variances not assumed .655

aspek2

Equal variances assumed .73701

Equal variances not assumed .73715

aspek3

Equal variances assumed .61389

Equal variances not assumed .61407

aspek4

Equal variances assumed .46710

Equal variances not assumed .46744

aspek5

Equal variances assumed .54614

Equal variances not assumed .54686

aspek6

Equal variances assumed 1.05335

Equal variances not assumed 1.05367

aspek7

Equal variances assumed .22811

Equal variances not assumed .22832

aspek8

Equal variances assumed 1.15406

Equal variances not assumed 1.15421

(64)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of

Means

F Sig. t df

aspek9 Equal variances not

assumed 2.724 42.545

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

Sig.

(2-aspek9 Equal variances not

assumed .009 .38833 .14258 .10070

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

Upper

aspek9 Equal variances not assumed .67597

Gambar

Gambar 1. Teknik paralel pada molar mandibula a. Posisi pasien; b. Diagram posisi;
Gambar  2.  Teknik bisecting pada molar mandibula. Ibu jari sebagai        pemegang film; b
Gambar 6. Kehilangan tulang diakibatkan periodontitis ditinjau dari radiografi periapikal2
Gambar 7. Oral trush atau oral candida27
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penulis juga akan menjelaskan tentang cara kerja rangkaian, komponen-komponen penyusun rangkaian , dan tekhnis cara penggunannya agar rangkaian ini dapat digunakan dengan efektif

dans le même temps, le Code Forestier wallon 38 ne prévoit plus de nouveaux droits d’usage (art. Il est également signalé qu’en forêt privée, les actes notariés précisent

The purpose of this research is to extract spectral reflectance characteristics of concretes through basic experiment on concrete specimens and site experiment

Kembangkan satu teknik pengumpulan data dengan ketentuan sebagai berikut: (a) tentukan data yang akan dikumpulkan, (b) tetapkan tujuan pengumpulan data, (c) tetapkan teknik yang

Kuadran ini dicirikan oleh ekspektasi growth yang tinggi dan readiness yang baik antara strategi dengan kinerja. Perusahaan-perusahaan yang berada pada kuadran ini pada umumnya

Bagi penyedia yang keberatan dengan penetapan ini, dipersilahkan untuk

Pada hari ini Senin Tanggal Sembilan Belas Bulan September Tahun Dua Ribu Enam Belas bertempat di IAIN Palangka Raya melalui website : lpse.kemenag.go.id Kelompok

bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya bagi sekolah baik negeri maupun swasta, perlu peningkatan sumber daya manusia bagi guru bukan pegawai negeri sipil yang