• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relokasi Pasar Tradisional Meranti Dan Pembangunan Jalan Baru ( Studi Kasus di Pasar Tradisional Meranti Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah kotamadya Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Relokasi Pasar Tradisional Meranti Dan Pembangunan Jalan Baru ( Studi Kasus di Pasar Tradisional Meranti Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah kotamadya Medan)"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

RELOKASI PASAR TRADISIONAL MERANTI DAN PEMBANGUNAN JALAN BARU

( Studi Kasus di Pasar Tradisional Meranti Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah)

Skripsi:

DIAJUKAN OLEH:

POPPY JUWITA SARI (070901050) Departemen Sosiologi

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

NAMA : POPPY JUWITA SARI

NIM : 070901050

DEPARTEMEN : SOSIOLOGI

JUDUL : RELOKASI PASAR TRADISIONAL MERANTI DAN PEMBANGUNAN JALAN BARU ( Studi Kasus di Pasar Tradisional Meranti Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah kotamadya Medan)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dto.

Dra.Lina Sudarwati, M.Si Dto.

NIP : 196603181989032001

Dra.Lina Sudarwati, M.Si NIP : 196603181989032001 Dekan

Dto.

(3)

ABSTRAK

Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki banyak keunggulan yang tidak dapat terpisahkan dari kegiatan masyarakat. Dalam Kegiatan Pasar Tradisional Keberadaan pedagang kaki lima sebagai pelaku kegiatan ekonomi marginal (marginal economic activities), biasanya memberikan kesan yang kurang baik terhadap kondisi fisik kota. Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) pada saat ini memiliki permasalahan yang sangat dilematis. Hal ini disebabkan karena pada satu sisi PKL mampu mengatasi masalah pengangguran secara keseluruhan, namun disisi lain PKL mengakibatkan terganggunya aspek ketertiban umum yang menjadi salah satu syarat ideal suatu kota, Membangun dan menggusur menjadi dua hal yang tak terpisahkan dalam perkembangan kota dewasa ini. Adapun penggusuran yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan nilai estetika kota. Dan untuk kota Medan pengggusuran Pasar Tradisional didasarkan pada peraturan daerah (Perda) Kota Medan nomor 31 tahun 1993 mengenai larangan berjualan diatas badan jalan, trotoar, dsb. Namun pada realitanya Di kota Medan penerapan peraturan daerah No.31.Tahun 1993 belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Adapun upaya penggusuran tersebut banyak menuai kegagalan karena mendapatkan penolakan yang cukup keras dari para pedagang yang disebabkan oleh beberapa faktor. Banyak pedagang yang telah direlokasikan kembali ke lokasi semula

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk mendeskripsikan masalah yang terjadi pada proses relokasi pasar tradisional yang terjadi di Pasar Tradisional Meranti. Dalam pengambilan data peneliti menggunakan teknik berupa observasi dimana peneliti mengamati secara langsung kegiatan di Pasar Tradisional Meranti. Data yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dengan menggunakan panduan wawancara (interview guide). Cara ini digunakan guna mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dianalisis untuk diinterpretasikan. Informan dalam penelitian ini adalah para pedagang yang berdagang di Pasar Tradisional Meranti. Baik para pedagang yang berada di lokasi Pasar Tradisional Meranti lama dan Pasar Tradisional Meranti Baru. Dalam penelitian ini masyarakat yang berada di sekitar lokasi Pembangunan Jalan Baru dan Pasar Tradisonal Meranti, serta Pengelola PD.Pasar Meranti Baru juga menjadi informan.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan dan juga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ RELOKASI PASAR TRADISIONAL MERANTI DAN PEMBANGUNAN JALAN BARU ( Studi Kasus di Pasar Tradisional Meranti Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah kotamadya Medan) ”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam juga disampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat manusia dari alam kebodohan kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mengalami hambatan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan materi penulisan. Namun, berkat pertolongan dan kehendak Allah SWT yang selalu memberi kekuatan, ketabahan dan keyakinan kepada penulis dan juga seluruh teman dan saudara yang selalu memberikan dukungan pada saat penulis mengalami kesulitan, hingga akhirnya skripsi ini dapat selesai. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, kritikan, saran, motivasi serta dukungan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

(5)

Pembimbing saya. Saya ucapkan terima kasih atas kesediaan waktu beliau dalam membimbing saya mulai sari awal penulisan Proposal hingga kepada Sidang Meja Hijau. Motivasi, nasehat dan ide-ide terbaik tidak bosan diberikannya kepada saya. Walau Ditengah-tengah aktivitasnya yang padat ia selalu berikan bimbingan kepada saya dengan sabar. Meskipun beberapa kali hanya bimbingan melalui tulisan, tetapi ia selalu berikan bimbingan terbaik kepada saya yang beberapa kali tidak bisa bimbingan secara tatap muka dengannya.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan juga merupakan dosen pembimbing Akademik (dosen wali) saya yang selalu memberikan nasehat dan dukungan setiap semesternya. Mulai dari awal perkuliahan dalam kelas hingga pada penyelesaian penulisan skripsi.

3. Bapak Drs. T. Ilham Saladin, M.Sp selaku sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai anggota penguji (reader) dalam ujian komprehensif dan terima kasih juga kepada beliau yang telah membantu saya dalam berbagai urusan akademik..

4. Bapak dan Ibu Dosen Departemen Sosiologi FISIP USU yang telah mendidik dan membimbing penulis selaku mahasiswa sosiologi FISIP USU mulai dari awal perkuliahan sampai penulis menyelesaikan perkuliahannya.

(6)

6. Terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada orang tua saya, yaitu ayah saya Syaifuddin Nst yang selalu memberikan motivasi setiap harinya kepada saya dalam penyelesaian skripsi dan doa yang yang tak pernah henti kepada saya. Opy ucapkan Terima kasih yang terdalam buat Mama (Momy) tersayang yaitu Hadijah Nst, yang selalu memberikan bantuan waktu dalam penyelesaian skripsi saya. Memberikan bantuan dalam segala bentuk yang tak terhingga dan tak ternilai. Dengan doa dan senyum manisnya lah saya mampu untuk menyelesaikan perkuliahan ini sampai dengan selesai.

7. Kepada adindaku tersayang Yuriko Putri Nst dan Bella Syafira Nst, Kak py ucapkan Terima Kasih yang terdalam pada kalian berdua. Kalian yang selalu membantuku dalam beberapa penulisan dan pengetikan mulai dari awal perkuliahan sampai dengan selesai. Diatas senyum manis kalian berdualah diriku tetap mampu tegar untuk menyelesaikan skripsiku, meskipun segala rintangan dan hambatan selalu menghadang. Dengan senyum dan tawa kalian berdualah yang membuat diriku semakin semangat untuk meyelesaikan kuliah. Karena harapanku kalian harus mampu untuk menjadi lebih dari pada diriku.dan terima kasih juga kepada keponakanku Maya Lestari yang selalu menghiburku.

8. Kepada saudara-saudaraku t, Wak Mahmud, Wak Yus, Wak alan, Wo Emi, Bang Mamad, Ade, Bang Ano, dan saudara-saudaraku yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan doanya.

(7)

yaitu Maya, Ayu, Wani, Chika, dan Ewin serta sahabat-sahabat lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu terima kasih untu kalian semua atas dukungan dan doanya nya.

10. Kepada sahabat-sahabat tersayang yaitu Fatma mutia.terima kasih sekali kepada ia yang telah setia menjadi sahabat terbaikku mulai dari awal perkuliahan sampai dengan sekarang. Ia telah memberikan banyak pertolongan dalam bentuk motivasi dan arahan-arahan dalam penyelesaian skripsi. Dan terima kasih juga saya ucapkan kepada Dini sahputri dan Zulhaijjah yang juga selalu membantu diriku dalam permasalahan kuliah dan penyelesaian skripsi serta doa dan motivasi mereka .

11. Kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2007, Aini, Mimi, Yaya, Rini, Niska, Tina, Ayu, Ester, Evi, Harisan, Leo, Aspipin, Jefri, Andry, Adrian, Bonny, Dino, Emby, Hadi, Martinus, Neko, Royan, Indra, Helen, Irna, Lona, Lena, Lia, Tari, Maya, Marlina, Mutiara, Nanda, Novi, Nynda, Santi, Ridwan, Roma, Rozi, Yani, Desti dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu terima kasih atas semuanya.

12. Kepada Seseorang yang selalu menyemangatkan hati dan memberikan nasehat dan doa dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Nofriyanto yang tak hentinya memberikan spirit. Terima kasih juga saya ucapkan kepada rekan-rekan kerja yang telah membantu saya ketika saya izin bekerja untuk keperluan perkuliahan, yaitu Pak Marwan, Pak Indra, Pak Hatta, Abah, Kak Tina, Kak Ratih, Kak Nur dan Kak Ely. 13. Kepada seluruh informan penelitian yang telah meluangkan waktunya serta

(8)

Penulis menyadari tidak akan mampu untuk membalas segala kebaikan yang telah diberikan, karena tanpa peran kalian semua penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Semoga segala kebaikan dan ketulusan ini diberi Rahmat dan Hidayah dari Allah SWT.

Penelitian ini juga jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi seluruh pembaca. Semoga penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan Pasar Tradisional.

Medan, 07 Agusutus 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Lembar Persetujuan

Lembar Pengesahan ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Rumusan Masalah ……… 5

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 5

1.4. Manfaat Penelitian ……… 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keberadaan Pedagang Kaki Lima Sebagai Salah Satu Bentuk Sektor Informal … 2.2. Dilematis Pasar Tradisonal antara Pembangunan dan Penggusuran. 2.3. Kebijakan Pemerintah Kota Medan Terkait dengan Pedagang Kaki Lima 2.4 Dimensi Sosial Budaya Terkait dengan Permasalahan Pedagang Kaki Lima16 2.5. Pelibatan Masyarakat Marginal dalam Perencanaan Pembangunan yang Pertisipatif dan Berkelanjutan 2.6 Efektivitas Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima 2.7. Pembangunan Jalan 2.8. Teori Fenomenolog 2.9. Definisi Konsep ……….. 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ………... 21

3.2. Lokasi Penelitian ……… 21

3.3. Unit Analisis dan Informan ……… 22

(10)

3.3.2. Informan ……….. 22

3.4. Teknik Pengumpulan Data ………. 23

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data Primer ………... 23

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder ……….. 24

3.5. Interpretasi Data ……….. 24

3.6. Keterbatasan Penelitian ………... 25 BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN PROFIL INFORMAN

4.1. Nilai Historis Pasar Meranti 4.2. Deskripsi Wilayah Pasar Meranti 4.3. Keadaan Demografi

4.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

4.3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian 4.3.5 Penduduk Berdasarkan Keturunan

4.4.2 Sarana Umum Kelurahan Sei Putih Timur II 4.4. Letak dan Kondisi Pasar Meranti

4.5 Profil Informan

BAB V TEMUAN INTERPRETASI DATA

5.1. Proses Pembangunan Jalan Baru 5.2. Proses relokasi Pasar Meranti

5.2.1. Para Pedagang yang telah direlokasikan kembali ke lokasi semula 5.2.2 Alasan Para Pedagang tidak mau direlokasikan

5.3. Pasar Meranti dan Pengelolanya 5.3.1 Kios dan Pedagang di Pasar Meranti

(11)

5.4 Pendapat Walikota Medan mengenai Relokasi Pasar Meranti 5.5 Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang

5.5.1. Hubungan Sosial Para Pedagang

5.5.2. Penurunan Tingkat Pendapatan Para Pedagang Paska Relokasi di Pasar Meranti Lama dan Baru Pasca Relokasi

5.5.3. Kondisi Sosial di Lingkungan Masyarakat sekitar Pembangunan Jalan baru 5.5.4. Kondisi Sosial di Lingkungan Masyarakat sekitar Pasar Meranti Baru 5.5.5. Kondisi Sosial di Lingkungan Masyarakat sekitar Pasar Meranti Lama

5.6 Relokasi Pasar Meranti Dilema antara Pembangunan Penataan kota dan kepentingan ekonomi Pedagang

1.5.1. Prinsip Pembangunan yang Partispatif pada Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan baru

1.5.2. Prinsip Pembangunan yang Berkelanjutan pada Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan baru

5.6.3. Kesadaran dan pengetahuan para pedagang dalam menciptakan lingkungan yang tertib dan bersih

5.7. Keefektifan Pembangunan Jalan Baru

5.8. Harapan Masyarakat dan Para Pedagang dalam Hal Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru

(12)

ABSTRAK

Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki banyak keunggulan yang tidak dapat terpisahkan dari kegiatan masyarakat. Dalam Kegiatan Pasar Tradisional Keberadaan pedagang kaki lima sebagai pelaku kegiatan ekonomi marginal (marginal economic activities), biasanya memberikan kesan yang kurang baik terhadap kondisi fisik kota. Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) pada saat ini memiliki permasalahan yang sangat dilematis. Hal ini disebabkan karena pada satu sisi PKL mampu mengatasi masalah pengangguran secara keseluruhan, namun disisi lain PKL mengakibatkan terganggunya aspek ketertiban umum yang menjadi salah satu syarat ideal suatu kota, Membangun dan menggusur menjadi dua hal yang tak terpisahkan dalam perkembangan kota dewasa ini. Adapun penggusuran yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan nilai estetika kota. Dan untuk kota Medan pengggusuran Pasar Tradisional didasarkan pada peraturan daerah (Perda) Kota Medan nomor 31 tahun 1993 mengenai larangan berjualan diatas badan jalan, trotoar, dsb. Namun pada realitanya Di kota Medan penerapan peraturan daerah No.31.Tahun 1993 belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Adapun upaya penggusuran tersebut banyak menuai kegagalan karena mendapatkan penolakan yang cukup keras dari para pedagang yang disebabkan oleh beberapa faktor. Banyak pedagang yang telah direlokasikan kembali ke lokasi semula

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk mendeskripsikan masalah yang terjadi pada proses relokasi pasar tradisional yang terjadi di Pasar Tradisional Meranti. Dalam pengambilan data peneliti menggunakan teknik berupa observasi dimana peneliti mengamati secara langsung kegiatan di Pasar Tradisional Meranti. Data yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dengan menggunakan panduan wawancara (interview guide). Cara ini digunakan guna mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dianalisis untuk diinterpretasikan. Informan dalam penelitian ini adalah para pedagang yang berdagang di Pasar Tradisional Meranti. Baik para pedagang yang berada di lokasi Pasar Tradisional Meranti lama dan Pasar Tradisional Meranti Baru. Dalam penelitian ini masyarakat yang berada di sekitar lokasi Pembangunan Jalan Baru dan Pasar Tradisonal Meranti, serta Pengelola PD.Pasar Meranti Baru juga menjadi informan.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area penjualan yang luas, keragaman barang yang lengkap, harga yang rendah, sistem tawar menawar yang menunjukkan keakraban antara penjual dan pembeli merupakan keunggulan yang dimiliki oleh pasar tradisional. Selain keunggulan tersebut pasar tradisional juga merupakan salah satu pendongkrak perekonomian kalangan menengah ke bawah, dan jelas memberikan efek yang baik bagi negara. Dimana negara ini hidup dari perekonomian skala mikro dibanding skala makro.

(14)

Dalam kegiatan Pasar Tradisional Keberadaan pedagang kaki lima sebagai pelaku kegiatan ekonomi marginal (marginal economic activities), biasanya memberikan kesan yang kurang baik terhadap kondisi fisik kota. Misalnya kesemrawutan, jalanan macet, kumuh dan lain sebagainya. Kondisi ini menjadi alasan utama bagi pemerintah untuk melakukan penggusuran ruang publik kaum marginal. Pada akhirnya akan mematikan sektor perekonomian, sosial, politik dan budaya mereka. Kaum marginal menjadi kelompok yang dimarjinalkan dan teralienasi dari kahidupan, inilah gambaran dari kebijakan yang tidak memihak pada masyarakat sipil.

Adapun sisi positif mengenai Pedagang kaki lima (Pedagang Kaki Lama) yang menarik, yaitu aktivitas tawar menawar yang secara nyata bersifat komunikatif dengan interelasi antara PKL dengan konsumennya yang tidak dapat ditemukan pada pelaku ekonomi lainnya (Alisjahbana, 2005: 64-100). Selain sisi positif tersebut PKL selalu menjadi isu strategis, dimana dalam Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) belum terdapat wadah bagi PKL sehingga PKL ini memanfaatkan ruangruang publik (trotoar, taman, pinggir badan jalan, kawasan tepi sungai dan diatas saluran drainase) yang mengakibatkan ruang publik tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh pengunanya dengan baik (Soetomo dalam Widjayanti, 2000).

(15)

penampilan kota menjadi tidak teratur dan kumuh sehingga menurunkan nilai estetika kota. Terganggunya sendi-sendi kegiatan kota akibat berkembangnya kegiatan PKL yang tidak tertata menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan kota dan juga dapat mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi kawasan tersebut. Penggunaan ruang aktivitas PKL yang tidak sebagaimana mestinya, seperti di trotoar mengakibatkan terganggunya sirkulasi pejalan kaki, pemanfaatan badan jalan menimbulkan kemacetan lalulintas, pemanfaatan di tepi sungai atau ruang di atas saluran drainase oleh PKL dapat mengakibatkan terganggunya aliran air.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah sering melakukan penertiban dan penggusuran, namun kembali beraktivitas di lokasi yang semula. Upaya penertiban dan penggusuran juga telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan dengan menyediakan lokasi tempat beraktivitas yang telah ditentukan (relokasi) namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil karena PKL tumbuh beraktivitas kembali di lokasi semula. Hal tersebut dikarenakan para PKL beranggapan bahwa relokasi selalu bersifat represif bukan bersifat memfasilitasi ataupun melindungi keberadaan mereka. Dengan adanya relokasi ini mereka berharap mendapatkan tempat usaha yang strategis dan membuat kehidupan mereka lebih terjamin, namun pada kenyataannya dengan relokasi ini mereka lebih sengsara dan dagangannya tidak laku karena keberadaannya di lokasi yang baru hanya menjadi jauh dengan konsumennya (Alisyahbana, 2005: 8). Bagi PKL strategi yang tepat digunakan untuk menata sektor informal adalah membuat konsep yang jelas, terarah, dan terukur.

(16)

pemerintah karena adanya pembangunan jalan baru. Pasar meranti ini telah berdiri sejak tahun 1967 dan telah memberikan kontiribusi yang cukup banyak untuk masyarakat yang berada di sekitar pasar tersebut, khususnya para pedagang di Pasar Meranti. Pasar ini terletak tepat disamping Perumahan Merbau Mas dan Pusat Perbelanjaan Plaza Medan Fair, dapat dikatakan keberadaan Pasar Tradisonal ini berada dalam lokasi yang cukup strategis tepatnya berada di Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah.

Pemerintah Kota Medan merencanakan pembangunan jalan Alternatif untuk mengurangi kemacetan jalan Pada Tahun 2004 Arus Jalan Jend.Gatot Subroto berubah menjadi satu arah. Gang Warga Merupakan objek Pembangunan jalan baru, dimana akan dilaksanakan pembuatan jalan baru dan pelebaran jalan.

Pasar Meranti direlokasikan karena keberadaan Pasar Tradisonal ini berada di Gang.Warga, yaitu lokasi yang menjadi objek pembangunan dan pelebaran jalan. Relokasi Pasar Meranti yang berada di Gang.Warga juga sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Medan tahun 1993 mengenai larangan berjualan diatas badan jalan, parit, dan fasilitas umum lainnnya seperti jembatan. Pasar Meranti Merupakan Pasar yang berada diatas parit dan badan jalan Gang Warga, sehingga Pemerintah Kota melakukan Relokasi demi Penertiban dan meningkatkan nilai estetika kota.

(17)

Pedagang masih ada yang tetap bertahan berjualan di badan Jalan Meranti. Mereka bertahan tidak mau pindah. Dalam hal relokasi ini, sikap Pemerintah juga tidak tegas terhadap para pedagang yang kembali ke lokasi semula, ada dua pasar dalam satu daerah yang sama. sehingga dagangan para pedagang di lokasi yang baru kurang laku dan akibatnya, pedagang di Pasar M.Idris ( lokai pasar baru) Mengeluh karena banyak yang mengalami penurunan pendapatan. Masyarakat sekitar lebih memilih untuk belanja ke Pasar Meranti yang berada di pinggir Jalan Meranti yang didirikan dengan menggunakan tenda-tenda darurat karena lokasinya yang strategis. adapun dampak lainnya adalah kemacetan jalan diakibatkan oleh aktivitas para pedagang yang kembali berjualan ke lokasi semula. Dan berangkat dari berbagai permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut lagi mengenai hal Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam suatu penelitian, yang sangat signifikan untuk dapat memulai penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Menurut Arikunto, agar dapat dilaksanakan penelitian dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas, sehingga akan jelas dimana harus dimulai, kemana harus pergi dan dengan apa ( Arikunto, 1996:19 )

Berdasarkan uraian tersebut dan berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

(18)

b) Apakah proses Relokasi Pasar Tradisonal Meranti dan Pembagunan Jalan baru sudah sesuai dengan prinsip pembangunan yang Partisipatif dan Berkelanjutan? c) Bagaimana Kondisi Sosial Ekonomi pedagang dan masyarakat akibat Relokasi

Pasar Tradisonal Meranti dan Pembangunan Jalan baru ?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui bagaimana proses Relokasi Pasar Meranti dan Pembagunan Jalan baru, Pembangunan yang Partisipatif dan Berkelanjutan serta dampak yang ditimbulkan oleh Relokasi Pasar Tradisonal Meranti dan Pembangunan Jalan baru.

1.4 . Manfaat Penelitian

Setelah mengadakan penelitian ini, diharapkan manfaat penelitian ini berupa:

1.4.1. Manfaat Teoritis

(19)

1.4.2. Manfaat praktis

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Keberadaan Pedagang Kaki Lima Sebagai Salah Satu Bentuk Sektor Informal

Sektor informal dianggap sebagai manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di wilayah perkotaan. Mereka yang memasuki kegiatan usaha berskala kecil di kota, bertujuan mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan (Pramono, 2003:25). sektor informal merupakan pilihan yang paling rasional dan mudah dimasuki bagi kaum marginal, untuk bertahan hidup di kota (economical survive strategy) yang bukan hanya sekedar kompetitif, tetapi membutuhkan tingkat pendidikan dan keterampilan tertentu.

Sektor ekonomi informal diperkotaan merupakan klaster masyarakat yang cukup rentan terkena imbas dari berbagai kebijakan. Pada umumnya sektor ini merupakan ruang terbuka bagi kelompok marjinal kota untuk mempertahankan dan melanjutkan kehidupan dalam batas subsistensi.

(21)

negatif dari pemerintah terhadap sektor ini. Oleh karena itu, dukungan pemerintah dianggap bisa menjadi jaminan sukses (Bromley,1979).

Salah satu sektor informal dalam sektor perdagangan adalah Pedagang Kaki Lima (PKL), dimana dalam aktivitasnya dimungkinkan terjadinya mobilitas vertikal pada peningkatan taraf hidup, sehingga kegiatan sektor informal bukan lagi sekedar aktivitas untuk bertahan hidup. Keberadaan sektor ini mampu mengangkat stratifikasi sosial pelaku (Mustofa dalam Alisjahbana,2005:13).

PKL merupakan korban dari langkanya kesempatan kerja yang produktif di kota. PKL dipandang sebagai suatu jawaban terakhir yang berhadapan dengan proses urbanisasi yang berangkai dengan migrasi desa-kota yang besar, perkembangan kota, pertambahan penduduk yang pesat, pertumbuhan kesempatan kerja yang lambat dalam sektor industri dan persiapan teknologi impor yang padat modal dalam keadaan kelebihan tenaga kerja (Bromley dalam Alisjahbana, 2005:35).

(22)

Adapun Permasalahan dalam PKL dibagi menjadi masalah eksternal dan internal. Masalah eksternal: banyaknya pesaing usaha sejenis, sarana dan prasarana perekonomian yang tidak memadai, belum adanya pembinaan yang memadai, keterbatasan mengakses kredit. Masalah internal: kelemahan dalam struktur permodalan, organisasi dan manajemen, keterbatasan komoditi yang dijual, minimnya kerjasama usaha, rendahnya pendidikan usaha dan kualitas SDM (Firdausy,1995).

Ciri-ciri dan permasalahan yang dihadapi PKL di empat kota ini tidak banyak berbeda dengan temuan di beberapa studi lainnya (Moir 1978; Sasono 1989; Sethuraman 1989; Ekasari 1993). Hal ini membuktikan bahwa dalam rentang waktu lebih dari 10 tahun, kebijakan dan program pemerintah masih belum mampu mengatasi berbagai masalah yang dialami sektor informal PKL.

Ketidakberhasilan kebijakan dan program pemerintah dalam mengembangkan PKL terkait dengan berbagai hal, seperti :

(1) pendekatan pemerintah yang masih bersifat “supplyside” oriented (pengaturan, penataan, dan bantuan terhadap PKL dilakukan tanpa melakukan komunikasi dan kerjasama dengan PKL sendiri),

(2) pelaksanaan kebijakan/program bagi PKL sarat dengan keterlibatan berbagai aparat pembina.

(23)

(4) sedikitnya PKL yang pernah mengikuti pembinaan usaha karena kurangnya sosialisasi pemerintah mengenai program ini, dan penolakan relokasi.

2.2. Dilematis Pasar Tradisonal antara Pembangunan dan Penggusuran

Pembangunan fisik biasanya menjadi prioritas utama dalam berbagai program pembangunan yang dilakukan. Sehingga berimplikasi pada tidak humanisnya suatu program pembangunan. Membangun dan menggusur menjadi dua hal yang tak terpisahkan dalam perkembangan kota dewasa ini.

Pembangunan melalui penggusuran merupakan sebuah kebijakan yang tidak memperhatikan kaum marginal sebagai warga Negara yang berhak dilindungi. Sepertinya pembangunan dalam perspektif konvensional masih mendominasi berbagai kebijakan yang menyangkut kaum marginal saat ini. Walaupun pembangunan tipe itu sudah tidak relevan diterapkan dewasa ini.

(24)

Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) pada saat ini memiliki permasalahan yang sangat dilematis. Hal ini disebabkan karena pada satu sisi PKL mampu mengatasi masalah pengangguran secara keseluruhan, namun disisi lain PKL mengakibatkan terganggunya aspek ketertiban umum yang menjadi salah satu syarat ideal suatu kota (Kurniadi dan Tangkisilan, 2006:1). Fenomena PKL sebagai suatu pekerjaan penting dan khas dalam sektor informal memberikan konsekuensi bagi Pemerintah Kota untuk dapat melaksanakan ketentuan yang berlaku untuk menjamin tertibnya kota.

Saat ini sektor informal di daerah perkotaan menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Membengkaknya sektor informal memiliki kaitan dengan berkurangnya sektor formal dalam menyerap pertambahan tenaga kerja di kota. Disisi lain pertambahan angkatan kerja sebagai akibat migrasi ke kota lebih pesat daripada pertumbuhan kesempatan kerja. Akibatnya terjadi pengangguran terutama di kalangan usia muda dan terdidik, yang diikuti membengkaknya sektor informal (Effendi, 1988:2)

(25)

2.3. Kebijakan Pemerintah Kota Medan Terkait dengan Pedagang Kaki Lima

Pemko Medan melakukan penataan pedagang kaki lima (PKL) sesuai peraturan daerah (Perda) Kota Medan nomor 31 tahun 1993 dan Undang-undang nomor 7 tahun 2004 tentang pemakaian badan jalan, trotoar dan diatas parit tidak boleh dibangun. Ketentuan dalam beberapa pasal pada Perda No 31 Tahun 1993 terkesan kaku dan berpihak hanya pada pemerintah kota seperti yang terlihat dalam pasal 3 yang berbunyi:

“Stand, kios atau bangunan Pemerintah Daerah baik yang pembangunannya dibiayai oleh Pemerintah Daerah maupun swadaya masyarakat yang berada di dalam kompleks pasar milik Pemerintah Daerah yang digusur, ditertibkan, dibongkar guna peremajaan Pasar atau Kota dan penertiban lainnya tidak akan diberian ganti rugi dalam bentuk apapun kepada penyewa dengan ketentuan kepada penyewa diberikan prioritas untuk memperoleh tempat berjualan di lokasi atau tempat yang diremajakan atau tempat lain yang dihunjuk oleh pemerintah daerah”.

(26)

aktivitasnya. Usaha kecil merupakan bagian integral dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan pembanguan nasional dan pembangunan ekonomi. Usaha kecil adalah usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi dalam peningkatan masyarakat.serta mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya (Limbong, 2005).

2.4. Dimensi Sosial Budaya Terkait dengan Permasalahan Pedagang Kaki Lima Para PKL adalah aset, sehingga sumberdaya manusia tersebut harus diberdayakan sesuai dengan kemampuannya. Selama ini para PKL tumbuh dan berkembang semat-mata hanya karena inisiatif dari pedagang sendiri. Hal tersebut dapat disebabkan karena interaksi social antara para PKL denhgan Pemerintah Kota tiak berjalan dengan baik.Suatu interaksi sosial terjadi apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:

a. adanya kontak sosial (social contact)

b. adanya komunikasi.

(27)

Sebagaimana disadari bahwa para PKL umumnya banyak berasal dari kelompok yang kurang mendapat pendidikan yang baik dan kurang terampil, tidak mempunyai pengetahuan hukum dan kesadaran terhadap ketertiban lingkungan yang cukup, serta miskin sehingga wajar bilamana interaksi sosial antara pihak Pemerintah Kota dengan PKL tidak memberikan hasil yang memuaskan. Apalagi kondisi ekonomi pun belum dapat memulihkan ekonomi masyarakat bahkan jumlah pengangguran cenderung semakin meningkat. Hal ini merupakan potensi yang akan mengancam kerawanan sosial misalnya pencurian dan perampokan. Oleh karena itu, penciptaan lapangan kerja melalui sektor informal terutama PKL harus mendapat respon yang positif dari Pemerintah Kota.

Kebijakan pemerintah yang melarang keberadaan sektor informal justru berpotensi menimbulkan kerawanan politik dan sosial. Hoebel dan Lywllyn menyatakan bahwa hukum mempunyai fungsi yang penting demi keutuhan masyarakat,yaitu;

a. menetapkan hubungan antara para warga masyarakat dengan menetapkan perilaku mana yang dipebolehkan dan mana yang dilarang;

b. membuat alokasi wewenang (authority) dan menentukan dengan seksama pihak-pihak yang secara sah dapat melakukan paksaan dengan sekaligus memilih sanki-sanksi yang tepat dan efektif;

c. penyelesian perselisihan;

(28)

2.5. Pelibatan Masyarakat Marginal dalam Perencanaan Pembangunan yang Pertisipatif dan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka” (Fauzi, 2004 Menurut Munasinghe 1993), pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga tujuan utama, yaitu:

1. tujuan ekonomi (economic objective) 2. tujuan ekologi(ecological objective) dan 3. tujuan sosial (social objective).

Ketiga indikator dari pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah suatu kesatuan tujuan yang harus diperhatikan oleh pengambil kebijakan.

Dalam suatu pembangunan yang berkelanjutan, Setiap kebijakan memiliki efek atau dampak bagi pedagang kaki lima itu sendiri dan juga bagi lingkungan. Dua kriteria yang digunakan yaitu internal dan eksternal. Internal yaitu bagaimana dampak terhadap PKL dalam hal peningkatan ekonomi, rasa keadilan dan eksternal yaitu bagaimana keterkaitannya dengan lingkungan.

Adapun Dampak yang muncul pasca relokasi Pasar, yaitu terbagi menjadi tiga sub dampak yaitu ; pertama dampak sosial ekonomi, kedua sosial budaya dan ketiga dampak terhadap lingkungan.

Adapun dampak sosial ekonomi dan sosial budaya yang bersifat positif yaitu

(29)

2. terbukanya kesempatan kerja

3. perubahan status PKL menjadi pedagang legal

4. menurunnya budaya premanisme (keamanan pasar stabil).

Adapun dampak sosial ekonomi dan sosial budaya yang bersifat negatif yaitu :

1. menurunnya modal dan pendapatan 2. meningkatnya biaya operasional

3. menurunnya aktivitas pasar (produksi, distribusi dan konsumsi), 4. melemahnya jaringan sosial (pelanggan)

5. menurunnya kesempatan pedagang untuk ikut dalam kelompok kelompok sosial nonformal.

Dampak terhadap lingkungan memberikan implikasi yang positif yaitu

1. tertatanya lingkungan dengan baik 2. pengolahan limbah pasar

3. penghijauan sekitar pasar reloksi, sehingga lingkungan pasar menjadi asri dan tidak terlihat kesan kumuh (ramah lingkungan).

(30)

Pentingnya proses pelibatan masyarakat marjinal dalam perencanaan dan penganggaran partisipatif bagi pengembangan kapasitas masyarakat. Melalui proses ini telah terjadi alih dan akumulasi pengetahuan serta meningkatnya perasaan memiliki atas hasil yang diperoleh dan budaya berdiskusi. (Handayani, 2006) pada saat itu partisipasi masyarakat lebih sebagai jargon pembangunan, dimana partisipasi lebih diartikan pada bagimana upaya mendukung program pemerintah dan upaya-upaya yang pada awal dan konsep pelaksanaanya berasal dari pemerintah. Berbagai keputusan umumnya sudah diambil dari atas, dan sampai ke masyarakat dalam bentuk sosialisasi yang tidak bisa ditolak. Sejalan dengan dikedepankannya prinsip tata pemerintahan yang baik terutama di tingkat Kabupaten/Kota, maka konsep perencanaan pembangunan partisipatif mulai digagas dan dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia

(31)

Dengan adanya pembangunan pertisipatif dan berkelanjutan memungkinkan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang memperhatikan kaum marjinal, tanpa mengabaikan aspek lingkungan. Dalam pembangunan partisipatif masyarakat tidak hanya menjadi objek pembangunan dan penerima kebijakan, tetapi juga sebagai pengambil keputusan. Diharapkan dengan pembangunan yang partisipatif dapat menciptakan peraturan yang kondusif dan menghasilkan kebijakan yang tetap bertolak ukur pada ketiga indikator pembangunan berkelanjutan. Dan pembangunan yang partisipatif dan berkelanjutan juga dapat meminimalisir permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan oleh PKL.

2.6 Efektivitas Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima

Meskipun pentingnya peranan Pedagang Kaki Lima dalam penyerapan tenaga kerja, kenyataannya tindakan pemerintah kota tampaknya bertentangan dengan pengakuan akan pentingnya peranan sektor ini. Demikian pula perencana kota masih memandang secara ambigu terhadap sektor ini. Bagi kebanyakan perencana dan penentu kebijakan kota, pelaku sektor informal, terutama PKL, dan kawasan kumuh perkotaan, adalah gangguan terhadap keindahan dan keteraturan kota. Pandangan modernis ini justru sering sejalan dengan pandangan golongan masyarakat atas dan menengah.

(32)

tumbuhnya kawasan kumuh dan pedagang kaki lima terletak di pedesaan (dan dengan demikian kebijakan tutup pintu diberlakukan supaya orang-orang tidak bermigrasi dari desa ke kota), akan tetapi tetap penting untuk mengenali bahwa kota adalah milik kelompok masyarakat yang berbeda-beda. Pelaku sektor informal, termasuk PKL, adalah

bagian yang tak terpisahkan dari sebuah kota.

diakses pada hari kamis 06-01-2010 pukul 16.10 WIB)

Penggusuran ataupun lebih dikenal dengan relokasi bukanlah merupakan jalan keluar yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan PKL. Munculnya penggangguran adalah efek langsung penggusuran ini, karena pedagang eks PKL ini kehilangan pekerjaannya untuk menghidupi keluarga. Dan ini menjadi permasalahan baru yang harus difikirkan bagaimana solusinya, dan penggusuran ini hanya merupakan solusi sementara. Karena meskipun para pedagang kaki lima tidak kembali berjualan ke lokasi semula, karena masih dalam penjagaan Satpol PP, maka PKL tersebut membuka di tempat yang baru lagi.

Keberadaan PKL merupakan kegagalan negara menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi warga negaranya. Padahal seperti yang tercantum dalam kovenan ekosob, hak untuk mendapatkan pekerjaan adalah salah satu hak asasi manusia yang

wajib dipenuhi oleh negara.

(33)

2.7. Pembangunan Jalan

Sektor pembangunan mendasar adalah pembangunan infrastruktur jalan raya, rencana pembangunan dan peningkatan ruas jalan yang ada. Pembangunan jalan secara umum menjadi sangat penting, mengingat jalan raya bagian dari sistem transportasi darat yang sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan di berbagai sektor kehidupan masyarakat.

Pembangunan jalan sangat diperlukan untuk menopang pelaksanaan pembangunan di bidang lain, yang ditujukan untuk keseimbangan dan pemerataan pelaksanaan pembangunan serta pengembangan wilayah. Pembangunan jalan diperlukan dalam rangka pembentukan pola tata ruang dan struktur ruang. Pembangunan jalan baru akan membuka pergerakan ekonomi, menambah peluang kerja bagi masyarakat. Pembebasan tanah dengan harga tanah yang tinggi sekitar projek pembangunan jalan baru.

2.8. Teori Fenomenologi

(34)

sesuatu di sekitar kita. Setiap orang pada dasarnya pernah melakukan praktek fenomenologi.

Dengan demikian fenomenologi adalah upaya untuk memahami kesadaran dari sudut pandang subyektif orang terkait. Pendekatan ini tentu saja berbeda dengan pendekatan ilmu pengetahuan saraf (neuroscience), yang berusaha memahami cara kerja kesadaran manusia di dalam otak dan saraf, yakni dengan menggunakan sudut pandang pengamat. Neurosains lebih melihat fenomena kesadaran sebagai fenomena biologis. Sementara deskripsi fenomenologis lebih melihat pengalaman manusia sebagaimana ia mengalaminya, yakni dari sudut pandang orang pertama.

(35)

Metode kualitatif fenomenologi berlandaskan pada empat kebenaran, yaitu kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logik, kebenaran empirik etik, dan kebenaran empirik transenden. Atas dasar cara mencapai kebenaran ini, fenomenologi menghendaki kesatuan antara subyek peneliti dengan pendukung obyek penelitian.

Keterlibatan subyek peneliti di lapangan dan penghayatan fenomena yang dialami menjadi salah satu ciri utama. Hal tersebut juga seperti dikatakan Moleong (1988:7-8) bahwa pendekatan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu.

Peneliti fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti menge-tahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti. Maka dari itu, inkuiri dimulai dengan diam. Diam merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang diteliti. Yang ditekankan adalah aspek subyek dari perilaku orang.

Reza A.A Wattimena diakses pada hari Senin 07 Februauri 2011

2.9. Defenisi Konsep

(36)

timbulnya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam penelitian. Definisi konsep merupakan unsur penelitian yang penting untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti (Singarimbun, 1999:33)

Beberapa konsep yang dibatasi dengan pendefinisiannya secara operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2. Relokasi adalah pemindahan kelokasi yang baru

3. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan 4. Sektor Informal merupakan kegiatan ekonomi yang selama ini lolos dari pencacahan,

pengaturan dan perlindungan pemerintah, tetapi mempunyai makna ekonomi dengan karakteristik kompetitif, padat karya, memakai input danteknologi lokal, serta beroperasi atas dasar pemilikan sendiri oleh masyarakat lokal, serta beroperasi atas dasar pemilikan sendiri oleh masyarakat.

5. Pembangunan yang Pertisipatif adalah pembangunan yang melibatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan bukan sebagai objek kebijakan.

6. Pembangunan yang Berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek peneliti penelitian kwalitatif juga diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari yang diamati (Moleong, 2006).

Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang menelahannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensi. Studi kasus bisa dilakukan terhadap individu juga bisa dilakukan terhadap kelompok (Faisal, 2007;22). Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus. Studi kasus lebih menekankan mengkaji variabel yang cukup banyak pada jumlah unit yang keci (Nazir.2005;57).

3.2 Lokasi Penelitian

(38)

relokasi Pasar Tradisional Meranti dan Pembangunan Jalan Baru terjadi di tempat tersebut, dan penulis juga berada di lokasi tersebut.

3.3. Unit Analisis Dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut Unit of Analysis. Hal ini dimungkinkan, karena setiap objek penelitian memiliki ciri dalam jumlah yang cukup luas seperti karakteristik individu tentunya meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status sosial, dan tingkat pengahsilan. Ada sejumlah unit analisis yang lajim digunakan pada kebanyakan penelitian social yaitu: individu, kelompok, organisasi, social, artefak. Unit analisis data adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1992:2).

Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berada di sekitar lokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru, para pedagang di lokasi Pasar Meranti lama dan Pasar Meranti baru, serta Pengelola PD.Pasar dan Dinas Tata Kota.

3.3.2 Informan

(39)

dua jenis yaitu: informan kunci dan informan biasa yang dapat mendukung penelitian. Maka dalam penelitian ini informan terbagi dua yaitu:

1. Infoman kunci

Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah para pedagang yang berjualan di Pasar Meranti lama dan Pasar Meranti Baru, serta pihak PD.Pasar. adapun jumlah dari para pedagang yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah 10 orang pedagang, yang diantaranya adalah 5 orang pedagang yang berada di Pasar Meranti Baru dan 5 orang yang berada di Pasar Meranti Lama, baik pedagang yang telah direlokasikan, pedagang telah kembali ke lokasi semula, dsb. Adapun informan kunci lainnya dalam penelitian ini adalah Pengelola PD.Pasar yang berkantor di Pasar Meranti baru yang menjabat sebagai kepala pengelola PD.Pasar di Pasar Meranti Baru yang bernama Bapak Matondang.

2. Informan biasa

Yang menjadi informan biasa adalah masyarakat yang tinggal berada di sekitar Pasar Meranti. Adapun masyarakat yang diwawancarai adalah masyarakat yang bertempat tinggal disekitar lokasi Pasar Meranti Lama dan Pembnagunan Jalan Baru, yaitu mulai dari Gang.Warga yang berbatasan dengan JL.Gatot Subroto sampai dengan Gang.Warga yang berbatasan dengan Jalan.Meranti. adapun jumlah dari warga yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah berjumlah 5 orang.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

(40)

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian (field research) untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara:

a. Wawancara Mendalam

Metode wawancara biasa disebut juga metode interview. Metode wawncara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Salah satu bentuk wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawncara mendalam (dept interview). Wawancara mendalam yang dimaksudkan adalah percakapan yang sifatnya luwes, terbuka, dan tidak baku. Intinya adalah, peneliti akan mengadakan pertemuan yang berulang kali secara langsung dngan informan, dengan harapan informan dapat mengungkap informasi atau data yang diharapkan dengan datanya sendiri.

b. Observasi

(41)

seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindera mata serta dibantu dengan pancaindera yang lainnya (Bungin, 2007;115).

Dalam penelitian ini peneliti mengadakan pengamatan langsung dilapangan. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, dan tindakan orang. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan.

3.4.2 Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder yaitu bdengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari beberapa literature dianttaranya adalah : buku buku referensi, dokumen majalah, jurnal, internet, yang dianggap revelan dengan masalah yang diteliti. Oleh karena itu, sumber data sekunder diharapkan dapat berperan membantu mengungkap data yang diharapkan, membantu memberi keterangan sebagai pelengkap dan bahan pembanding ( Bungin,2001;129).

3.5. Tekhnik Interpretasi data

(42)

pemula untuk mengumpulkan lebih banyak informasi daripada yang dapat mereka kelola atau kurangi menjadi analisis yang penuh makna.

Dalam analisa data kualitatif ada beberapa langkah yang dapat membantu pengembangan analisa data yaitu;

1. menyarankan dalam rencana analisis data yang akan dilakukan sebagai suatu kegiatan secara bersamaan dengan pengumpulan data, interpretasi data, dan menulis laporan narasi.

2. menunjukkan bagaimana proses analisis kualitatif akan didasarkan pada data pengurangan dan penafsiran

3. menyebutkan rencana untuk mewakili informasi dalam matriks. Hal ini menunjukkan hubungan antara kategori informasi, kategori informan, tempat, variable demografi, urutan waktu informan, urutan peran, dan banyak kemungkinan lainnya.

4. mengidentifikasi prosedur pengkodean untuk digunakan dalam mengurangi informasi untuk tema atau kategori. Peraturan fleksibel mengatur bagaimana orang pergi tentang memilah-milah transkripsi wawancara, pengamatan catatan, dan materi visual.

3.6. Keterbatasan Penelitian

(43)

yang dimiliki oleh peneliti. Di pihak lain peneliti juga harus dapat memanfaatkan waktu seminimal mungkin untuk mendapatkan data yang maksimal, hal ini dikarenakan pasar tradisional mulai beraktivitas pada pukul 06.00 s/d siang hari, namun pada realitanya aktivitas pedagang pada jam 12.00 siang sudah sepi. Hal ini juga disertai dengan padatnya kegiatan informan yang harus menjual barang dagangannya kepada pembeli, sehingga sangat sulit untuk mendapatkan situasi yang kondusif dalam melakukan wawancara.

(44)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN PROFIL INFORMAN

4.1. Nilai Historis Pasar Meranti

Pasar Tradisional Meranti telah berdiri sejak tahun 1967 dan telah memberikan kontiribusi yang cukup banyak untuk masyarakat yang berada di sekitar pasar tersebut, khususnya para pedagang di Pasar Meranti. Pada umumnya yang menjadi pedagang di Lokasi Pasar Meranti lama adalah para warga yang bermukim ataupun bertempat tinggal di sekitar lokasi Pasar tersebut, yakni Jalan Meranti, Gang Warga, Jalan PWS, Jalan Pasundan, dan Jalan Punak, namun tidak jarang juga ditemukan pedagang yang tidak bermukim di daerah tersebut. Pasar ini telah berdiri puluhan tahun dan menyambungkan mata pencaharian para pedagang dari generasi ke generasi.

Para pedagang di Pasar ini banyak yang sudah sejak puluhan tahun lalu berjualan di Pasar tersebut dan bahkan banyak yang merupakan usaha turunan dari para orang tua mereka yang dahulunhya merupakan pedagang di Pasar tersebut.seperti yang dituturkan oleh salah seorang warga yang sekaligus juga pedagang di Pasar Meranti lama, ia mengatakan ;

(45)

Dengan kondisi keakraban tersebut, bagi masyarakat yang juga sekaligus menjadi pedagang di Pasar ini keberadaan Pasar Meranti cukup berarti dan cukup memiliki nilai sejarah yang penting. Nilai budaya tradisional dan keakraban serta hubungan sosial yang telah ditanamkan sejak dahulu secara turun temurun di Pasar ini. Dahulunya Pasar ini merupakan Pasar bentukan Pemerintah dan merupakan milik Pemko Medan, namun pada hakikatnya hak kepemilikan kiosk ataupun tempat usaha di Pasar ini menjadi hak kepemilikan pribadi para pedagang. Bagi siapa yang lebih dahulu membuka kiosk dan membangunnya, maka ia lah yang menjadi pemiliknya, meskipun tidak ada legalisasi secara tertulis yang menyatakan hak kepemilikan kiosk. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang pedagang;

“ di pasar meranti ini tidak ada hak kepemilikan kios secara tertulis, dahulunya para warga yang berada dekat pasar tersebut membangun kios tersebut dan akhirnya secara tidak langsung menjadi miliknya dan disewa-sewakannya kepada para pedagang”

(Wawancara Maret 2011)

(46)

Dan melalui hasil pengamatan saya ada juga diantara para pedagang tersebut yang dahulunya merupakan Tuan tanah di daerah tersebut, mengatakan bahwa ia lah yang memiliki sepetak tanah yang terdiri dari lebih sepuluh kiosk yang telah direnovasinya menjadi kiosk permanen. Dan pada kenyataannya ia memang memilki legalitas surat tanah yang kuat, karena sebelum terjadinya proses Relokasi Pasar ia terlebih dahulu telah membuat tanah tersebut mejadi sah miliknya melalui sebuah sertifikat kepemilikan. Dan saat ini kios-kios miliknya tersebut tetap ada, meskipun fungsinya telah berbeda, yang tadinya digunakan untuk kios pasar saat ini dgunakan untuk menjual makanan dan minuman. Kios tersebut tidak terkena gusur, dan saat ini keberdaannya tepat di pinggir Jalan Besar yang telah menjadi lokasi yang sangat strategis untuk berusaha.

4.2. Deskripsi Wilayah Pasar Meranti

Penelitian ini dilakukan di Pasar Meranti yang berada di kelurahan Sei Putih Timur II kecamatan Medan Petisah. Adapun yang menjadi batas wilayah Kelurahan Sei Putih Timur II adalah sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Sei Putih Timur I, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sekip, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sei Sikambing dan sebelah Barat berbatasan dengan Sei Putih Tengah. secara khusus yang menjadi lokasi penelitian adalah Pasar Meranti Baru dan Pasar Meranti Lama yang berada di Kelurahan Sei Putih Timur II.

(47)

Plaza Medan Fair, sebelah Selatan berbatasan dengan jalan Gatot Subroto, Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Pws (persatuan warga sunda) dan sebelah utara berbatasan dengan Jalan Meranti.

Adapun lokasi Pasar Meranti baru yaitu berada di Jalan M.Idris Gang Kandak yang Jaraknya sekitar 500 meter dari lokasi Pasar Meranti lama. Lokasi pasar yang baru ini sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Swindu, sebelah Timur berbatasan dengan Jalan M.Idris, dan sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Gelas dan sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Mesjid. Adapun yang menjadi alasan Relokasi pasar Meranti lama ke pasar meranti baru dikarenakan lokasi Pasar Meranti yang lama tidak sesuai peraturan kota Medan yaitu Peraturan Daerah Tahun 1993 mengenai penertiban PKL, lebih khususnya lagi perda tersebut berisikan mengenai larangan berjualan di atas Jalur Hijau yaitu berupa sarana umum seperti jalan, taman, parit, jembatan, trotoar dan sebagainya.

(48)

4.3. Keadaan Demografi

Di Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah terdapat tujuh lingkungan dengan total 2.786 Kepala Keluarga. Adapun batas wilayahnya adalah sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Sei Putih Timur I, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sekip, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sei Sikambing dan sebelah Barat berbatasan dengan Sei Putih Tengah.

4.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Adapun jumlah penduduk di Kelurahan Sei Putih Timur II adalah :

No. Jenis kelamin Jumlah penduduk 1 Laki-laki 6.279 Jiwa 2 Perempuan 6.450 Jiwa

Total 12.729 Jiwa

Sumber, Kantor Kelurahan Sei Putih Timur II 2009

4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

0 s/d 6 tahun = 3.629 Jiwa

7 s/d 10 tahun = 2.664 Jiwa

11 s/d 16 tahun = 3.775 Jiwa

17 s/d 55 tahun = 3.373 Jiwa

(49)
[image:49.612.102.463.172.293.2]

4.3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah penduduk

1 Perguruan Tinggi 637 Jiwa

2 Akademik 686 Jiwa

3 SMA 5.074 Jiwa

4 SMP 4.794 Jiwa

5 SD 114 Jiwa

6 Tidak Sekolah 2.438 Jiwa

Sumber, Kantor Kelurahan Sei Putih Timur II 2009

4.3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Mata pencaharian Jumlah penduduk

1 Pedagang 234 Jiwa

2 Petani 15 Jiwa

3 Karyawan 941 Jiwa

4 Buruh 1598 Jiwa

5 Pensiunan 142 Jiwa

6 Fakir Miskin 2563 Jiwa

7 PNS 178 Jiwa

8 Nelayan 14 Jiwa

9 TNI/POLRI 19 Jiwa

10 Pengangguran 132 Jiwa 11 Lain-Lain 11691 Jiwa

[image:49.612.154.417.438.640.2]
(50)

4.3.5 Penduduk Berdasarkan Keturunan

WNA Pribumi

Perempuan = 4.113 Jiwa

Laki- Laki = 4.196 Jiwa

Total = 8.309 Jiwa

WNA Turunan Asing

Perempuan = 2.254 Jiwa

Laki- Laki = 2.162 Jiwa

Total = 4.416 Jiwa

(51)

“di pasar ini dari dahulu konsumennya kebanyakan etnis china, terutama untuk pasar meranti yang berada di ujung pasar. Nilai jual untuk di pasar meranti ujung juga lebih tinggi karena konsumennya berbeda, apalagi disini yang berjualan banyak etnis china”

(Wawancara Maret 2011)

Selain lokasi rumah mereka yang sangat dekat dengan lokasi Pasar Meranti lama, disamping itu mereka juga lebih memilih untuk berbelanja di Pasar Meranti Lama dikarenakan, adanya hubungan sosial yang tak terpisahkan antara pedagang etnis China yang berjualan di Pasar Meranti Lama. Di Pasar Meranti Baru pedagangnya hanya sedikit saja yang merupakan etnis China, dan dapat dikatakan juga konsumnn ataupun pembeli di Pasar Meranti baru Mayoritas penduduk Pribumi, hanya sedikit saja penduduk Etnis China yang berbelanja di lokasi Pasar Meranti baru, dan di sekitar Lokasi Pasar Meranti baru juga penduduknya didominasi oleh penduduk pribumi. Seperti yang dikatakan salah seorang warga yang tinggal disekitar pasar Meranti lama, ia mengatakan:

“ terlalu jauh sekali lokasi pasar yang baru, sulit untuk menjangkaunya. Harus mengeluarkan uang lagi untuk ongkos becak, sementara disini dekat dan jalan kaki sebentar saja sudah sampai”

(Wawancara Maret 2011)

4.4.2 Sarana Umum Kelurahan Sei Putih Timur II

Mesjid = 4

Gereja = -

(52)

Pasar Tradisonal = 1

Dalam daftar kelurahan Sei Putih Timur II , hanya satu Pasar Tradisonal saja yang terdaftar, padahal pada realitanya ada 2 buah Pasar Tradisional yang beroperasi aktif setiap harinya. Pasar Tradional Meranti lama tidak terdaftar di dalam kelurahan karena bukan merupakan Pasar yang disahkan oleh Pemerintah. Yang terdaftar dalam data kelurahan adalah Pasar Meranti baru, dimana Pasar ini merupakan pasar yang secara resmi disahkan oleh pemerintah.

4.4. Letak dan Kondisi Pasar Meranti

Pasar Meranti yang lama sebelum direlokasikan berada di Gang.Warga, tepat diatas Parit Gang.Warga dan ruas jalan Gang.Warga dan di ruas kiri dan kanan jalan Meranti. Pasar ini dahulunya terpusat di Gang.Warga dan pedagang yang berada di ruas jalan Meranti jumlahnya hanya sedikit dan masih tertib. Adapun para pedagang yang berada di sisi kiri Gang.Warga membuat kios-kios mereka dihalaman-halaman rumah para warga. Sehingga setiap warga yang memiliki rumah di sisi kiri gang.warga tersebut rumahnya selalu dibelakangi oleh kios-kios. Berbeda halnya dengan para pedagang yang berada di ruas kanan Gang.Warga tepat berada diatas parit. Dan sisi kanan Gang.warga ini tidak terdapat rumah penduduk dan langsung bersebelahan dengan tembok Perumahan Merbau Mas dan Pusat Perbelanjaan Plaza Medan Fair

(53)

sudah banyak yang menutup kiosnya pada waktu tersebut, sehingga Pasar inii juga kerab disebut sebagai “Pajak Pagi . dan seorang pedagang yang bernama ibu Dar mengatakan :

“ pajak ini beroperasi dari pagi jam 06.00 sampai siang, tapi jam 11.00 ataupun 12.00 pajak ini sudah sepi, namanya juga pajak pagi. Orang-orang belanja disini utamakan beli sayuran dan ikan”

(Wawancara Maret 2011)

Adapun jenis dagangan yang disediakan di pasar ini cukup beraneka ragam mulai dari pedagang sayur-mayur, pedagang buah, pedagang ikan, ayam dan daging, serta pedagang sembako dan pakaian. Dan dilihat dari skala usahanya pedagang di pasar meranti lama ini dapat dikatakan termasuk kedalam jenis pedagang kecil. Karena tidak banyak pedagang besar ataupun grosir-grosir di Pasar ini. Para pedagang lebih didominasi oleh pedagang pengecer. Pada umumnya pasar ini aktivitasnya lebih terpusat pada penjualan kebutuhan pokok. Dan dagangan lainnya bisa dikatakan sebagai barang pelengkap. Sehingga dapat dikatakan komoditas utama yang diperjualbelikan di Pasar ini adalah sayur-mayur, ikan, ayam, daging dan kebutuhan pokok lainnya. Adapun jumlah para pedagang di Pasar Meranti lama sebelum direlokasikan adalah sebanyak 300 pedagang.

(54)

baik dari pada mendapatkan kios gratis tapi hasil yang didapatkan tidak ada. Seperti penuturan salah seorang Pedagang, ia mengatakan:

“ disana memang enak karena rapi, bersih, tidak kena hujan. Tapi sepi gak ada pembeli. Untuk apa lah rapi-rapi kali dan bersih kalau rugi aja yang didapatkan”

Kondisi stan dan kiosk di Pasar Meranti Baru lebih tertata rapi, karena dipisahkan ataupun telah ada spesialisasi jenis dagangan. Jenis dagangan yang berbeda tidak boleh berada dalam satu lokasi yang sama. Berbeda dengan di Pasar lama semua jenis dagangan bergabung dalam tempat yang sama. Kondisi kiosk dan stan lebih rapi dan tidak becek, karena memiliki saluran air yang jelas. Jadi ketika hujan pasar tersebut tidak becek. Namun jika dilihat dari jumlah pengunjung ataupun konsumen Pasar ini semakin hari Pasar tersebut semakin semi dikunjungi para pembeli, dan akhirnya sebagian para pedagang yang mengalami kerugian memilih untuk kembali berjualan ke lokasi yang lama atau berhenti berdagang. Dari pintu masuk gerbang Pasar Meranti tersebut sebelah kiri dan kanan kiosk bagian depan tampak tutup karena ditinggalkan oleh pedagangnya. Begitu juga halnya dengan stan-stan banyak yang kosong karena pedagangnya kembali ketempat semula.

(55)

“jualan disini beda dengan disana, disini mau jual dengan harga murah aja sudah untung bisa terjual, apalagi kalau menjual barang-barang yang lebih mahal dan berkualitas lebih baik. Tidak kayak di pajak sana pembelinya banyak orang china”

4.5 Profil Informan

Profil pedagang di Pasar Meranti lama dan baru

Nama : Ahan

Jenis Kelamin : laki laki

Usia : 55 tahun

Alamat : Jl.Pws Gang Mulyo

Jenis Pedagang: Pedagang sembako

Lokasi : Pasar Meranti Baru (Gang Kandak)

(56)

mengenai pemindahan para pedagang ia mengakui bahwa relokasi Pasar Meranti cukup memberikan dampak yang begitu berat pada kehidupannya. Pasca relokasi ke pasar yang baru ia mengalami penurunan pendapatan hingga 80% setiap harinya. Disamping itu ia juga mengeluhkan ukuran kios yang didapatkannya tidak sesuai dengan apa yang ia jual. Melalui hasil observasi saya melihat sendiri dagangan yang dijual adalah bahan-bahan sembako, dan yang saya lihat adalah dagangan Bapak.Ahan tersebut terpaksa harus berada di luar kios, tetpatnya yang berada di depan kiosnya. Hal ini dilakukannya karena kterbatasan ukuran membuat ia sulit untuk meletakkan barang dagangannya. Dapat dipastikan apabila setiap pedagang melakukan hal seperti ini dapat diprediksi yang terjadi adalh ketidakteraturan Pasar yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi para pedagang. Khususnya Bagi pedagang yang hendsk melintas di depan kiosnya tentu akan merasa kesulitan.

(57)

berada di Lokasi yang lama serentak semua dipindahkan dan tidak ada lagi yang kembali berjualan. Menurutnya dengan begitu Pasar Tradisional Meranti dapat bertahan dan maju.

Nama : Hayati Tarigan

Jenis Kelamin : perempuan

Usia : 46 tahun

Alamat : Pancur Batu

Jenis Pedagang: pedagang buah

Lokasi ; Pasar Meranti Lama

Ibu Hayati merupakan pedagang yang berada di Pasar Meranti Lama. Adapun jenis dagangan yang dijualnya adalah buah-buahan. Ibu Hayati merupakan Pedagang yang sudah pernah direlokasikan oleh pemerintah dan kembali lagi ke lokasi semula dengan mendirikan kios instan. Ibu hayati bukan merupakan penduduk asli daerah setempat. Dengan keadaan kondisi rumahnya yang cukup jauh membuatnya harus bisa memetik hasil yang baik dari hasil jualannya. Ibu hayati disela-sela aktivitas berdagangnya ia mengatakan bahwa sangat sulit untuk berjualan di Lokasi kios yang baru dikarenakan tidal laris dagangannya. Ia mengatakan bahwa jangankan untuk memenuhi kebutuhan harian keluarga, untuk menutupi modal saja pun tidak bisa.

(58)

mudah dicapai. Ia mengatakan bahwa ia akan tetap berjualan di Pasar ini sampai pemerintah benar-benar tegas melakukan penggusuran. Dan menurutnya ia tidak salah karena ia tidak menggunakan badan jalan ataupun sarana umum, karena ia menggunakan lahan pekarangan milik warga yang disewanya. Ia juga mengatakan bahwa sudah pernah ada penertiban terhadap para pedagang yang kembali ke lokasi semula, namun tetap saja esok harinya kami disini kembali berjualan. Dan berdasarkan wawancara juga diketahui bahwa di lokasi Pasar Meranti yang baru ia juga mengalami penurunan pendapatan. Kalau yang tadinya sebelum direlokasikan ia mampu untuk menabung dari hasil jualannya, sekarang ia hanya mampu untuk menutupi kebutuhan pokok saja. Dan menurutnya itu jauh lebih baik dibandingkan dengan berjualan di Lokasi Pasar Meranti Baru yang sama sekali tidak mendapatkan keuntungan. Adapun harapan ibu Hayati dalam hal Relokasi Pasar Meranti adalah pemerintah tidak menertibkan mereka yang kembali ke lokasi lama dan ia juga berharap untuk lokasi Pasar Meranti yang lama diberikan kesempatan untuk menjadi Pedagang yang sah dan legal.

Nama : Sugianto N

Jenis Kelamin : laki laki

Usia : 55 tahun

Alamat : Jl.meranti

Jenis Pedagang: pedagang pecah belah

(59)

Bapak Sugianto merupakan pedagang asli Pasar Meranti yang aktivitas berjualan sehari-harinya adalah berjualan barang pecah belah dan bahan-bahan kain serta ia juga menerima jasa menjahit. Pada kios bapak.Sugianto yang sebelum direlokasikan ukurannya cukup besar. Dan barang dagangan yang dijualnya juga jumlahnya banyak, dapat dikatakan kiosnya merupakan kios yang terbesar di lokasi Pasar Meranti Lama. Saat ini Bapak.Sugianto berjualan di halaman rumahnya yang berada tepat di Pasar Meranti Lama. Jaraknya hanya sekiar 20 meter dari lokasi kiosnya yang lama. Bapak.Sugianto merupakan pedagang yang mendapatkan kios di lokasi yang baru dan merupakan pedagang yang direlokasikan oleh Pemerintah. Di lokasi kios yang baru ia hanya memperoleh kios dengan ukuran 2m x 2m tentu saja ukuran kios tersebut tidak cukup untuk menampung daganngannya. Dan dengan alasan tersebut lah ia tidak mau tetap bertahan di lokasi yang baru.

(60)

patinya tingkat daya belinya lebih tinggi. Hal ini wajar saja terjadi dikarenakan penduduk yang berada disekitar lokasi Pasar Meranti lama merupakan mayorita etnis china.

Tidak hanya berjualan di halaman rumah yang baru disewanya saja, bapak.Sugiantom juha membuka lapak kaki lima di badan Jalan Meranti. Ia membuka lapak berjualan obral barang-barang pecah belah seperti piring, gelas, mangkuk, gayung, tong sampah, dsb. Tentu saja dengan keberadaan aktivitasnya berjualan di lapak kai lima menambah kesemrawutan ujung jalan yang baru dibangun. Dan ketika ditanyai prihal mengenai peraturan daerah mengenai larangan berjualan diatas badan jalan ia mengetahuinya dan menyadari dampaknya terhadap lingkungan keindahan kota. Tetapi tetap saja peraturan tersebut tidak dihiraukannya, karena baginya mata pencaharian jauh lebih penting dari pada hal lainnya. Bagiya lebih baik mngeluarkan uang sewa untuk rumah di lokasi yang lama daripada di lokasi pasar yang baru yang tidak menghasilkan keuntungan baginya. Dan ketika ditanyai mengenai kenyamanan lokasi pasar yang baru ia mengakui bahwa lokasi pasar yang baru cukup nyaman, karena terhindar daripanas hujan dan becek, namun tetap saja kondisi tersebut tidak mengubah lokasi berjualannya. Adapun harapan selanjutnya dalam hal relokasi ini adalah Pasar Tradisional Meranti tetap beraktivitas dan kalaupun benar-benar digusur baginya tidak menjadi masalah, karena ia berjualan di halan rumah, sehingga tidak mungkin untuk digusur.

Profil Informan Masyarakat yang tinggal di sekitar Pasar Meranti dan Pembangunan

Jalan baru

(61)

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 42 Tahun

Alamat : Jl. Iskandar Muda Baru ( Gang.Warga) Gang,Baru

Pekerjaan : Pedagang

Ibu Hadijah merupakan penduduk asli di lokasi Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru. Ia sudah tinggal di daerah ini sejak dilahirkan. Ibu hadijah rumahnya berjarak sekitar 100 meter dari jalan baru yang sedang dibangun. Awalnya depan Gang rumah ibu.Hadijah ini merupakan deretan kios-kios Pasar Meranti yang setiap harinya beraktivitas dengan sangat ramai. Pada awalnya lokasi disekitar gang meuju masuk kerumahnya tidak dapat dilalui oleh kendraan roda empat, kerena dipenuhi oleh aktivitas para pedagang dan kondisinya dahulu sangat menampilkan kesan kumuh. Dikelilingi oleh kios-kios tidak permanen dengan sampah sisa aktivitas pasar yang berserarakan. Dan saat ini lokasi yang kumuh tersebut telah berubah menjadi Jalan raya yang telah diaspal dan diperlebar, hal ini tentu saja meningkatkan nilai keindahan lingkungan tersebut.

(62)

tujuh bulan berjualan di lokasi Pasar yang baru, ia memutuskan untuk berhenti berjualan dikarenakan pendapatan yang didapatkannya tidak mencukupi kebutuhannya dan pada akhirnya menghabiskan waktu dan biaya operasional.

Melalui hasi wawancara dengannya, ia mengatakan bahwa untuk menjual satu potong pakaian saja sulit apa lagi untuk menjual banyak potong pakaian, padahal untung yang didapat dari satu potong pakaian tersebut tidak seberapa. Ia juga bercerita sering mengalami kerugian, dikarenakan tidak buka dasar, seperti istilah para pedagang atau bisa diartikan tidak ada yang laku dalam satu harian. Tentu saja hal ini membuatnya semakin mantap untuk berhenti berjualan. menurutnya saat ini kios di lokasi Pasar yang baru banyak yang ditinggalkan oleh para pedagangnya dikarenakan alasan yang sama seperti dirinya.

(63)

BAB V

TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA

5.1. Proses Pembangunan Jalan Baru

Jalan Warga adalah jalan baru yang pembangunannya dimulai sejak tahun 2010.. Awalnya jalan ini bernama Gang Warga yang menghubungkan Jalan Gatot Subroto dengan Jalan Meranti, persis di sisi barat Medan Fair Plaza. Pada awalnya gang Warga ini hanya mempunyai lebar 5 meter .Panjangnya sekitar lebih kurang 800 meter dengan anggaran sekitar Rp 1,5 miliar dari APBD, dan setelah adanya rancangan pembangunan jalan baru. Mulai dilakukan pembebasan lahan milik warga Pembebasan lahan dimulai sejak 2004, pembebasan lahan ini dengan cara memberikan ganti rugi kepada para warga yang rumah ataupun lahannya terkena pembangunan jalan. Meskipun penggantian lahan ini dibayar dengan harga yang cukup tinggi oleh Pemerintah. Namun tetap saja proses penggantian rumah penduduk tersebut sedikit menuai konflik bagi beberapa warga yang tidak mau pindah. Seperti penuturan salah seorang warga yang bermukim di daerah pembangunan jalan baru, ia mengatakan “

“ banyak konflik dalam proses pembangunan jalan ini, sudah lama prosesnya tetapi tidak selesai-selesai. Ada bebarapa warga yang tidak cocok harga ganti rumahnya, namun sekarang saya lihat sudah selesai dan mereka pindah. Mau gak mau mereka pindah. Karena rumah yang lain sudah diratakan tanah semuanya”

(Wawancara Maret 2011)

(64)

akhirnya beberapa rumah yang sebelumnya menolak untuk diganti rugi, akhirnya menerima ganti rugi tersebut dan pindah dari rumah teresbut.

Pembangunan jalan baru ini merupakan alasan relokasi pasar Meranti, yang karenanya akan dibangun jalan baru sebagai alternatif kemacetan kota, Dan pada dasarnya tujuan Pengoperasian Jalan Warga ini diharapkan dapat mengurangi kemacetan di Jalan Gatot Subroto yang akan dikembalikan menjadi dua arah. Dan kemudian dibukalah jalan baru yang berada di gang.warga yang di lokasi tersebut terdapat sebuah Pasar Tradisional. Adapun penggusuran ataupun relokasi Pasar Tradisonal ini berdasarkan Peraturan daerah kota Medan yang melarang adanya kegiatan berjualan diatas Parit ataupun badan jalan. Proses awal pembangunan Jalan tersebut yang pertama adalah pembebasan lahan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dan yang kedua adalah relokasi pasar meranti lama ke pasar Meranti baru yang membutuhkan waktu yang cukup lama.

(65)
[image:65.612.162.460.12.225.2]

Gambar 1 Pembangunan drainase pada jalan baru

Proses Pembangunan jalan baru tidak langsung dilaksanakan setelah Pasar Meranti direlokasikan ke lokasi yang baru. Lahan pembangunan jalan ini sempat tertinggal beberapa bulan, sebelum kemudian dimulai sedikit demi sedikit pembangunan jalannya. Dan menurut salah seorang warga yang bermukim di lokasi pembangunan jalan baru, ia mengatakan;

“ proses pembangunan jalan ini sempat tersendat-sendat. Proses yang pertama adalah penggusuran para pedagang, meratakan dan merapikan kios-kios, penimbu

Gambar

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Gambar 1 Pembangunan drainase pada jalan baru
Gambar  2  Proses pengaspalan pada pembangunan jalan baru
Gambar 5. Kiosk milik Swasta di Pasar Meranti Baru

Referensi

Dokumen terkait

Siti Aisyah : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pedagang Ikan di Beberapa Pasar Tradisional ..., 2003... Siti Aisyah : Analisis Faktor-Faktor yang

mencoba membatasi masalahnya hanya pada “ Hubungan Pola Komunikasi Dalam Keluarga Dapat Berhubungan Dengan Keterampilan Sosial Remaja 12-18 Tahun Di Jalan Kuali

(1) jenis alih kode yang terdapat dalam tuturan penjual dan pembeli di pasar Pusat Jalan Hos Cokroaminoto Kelurahan Sukaramai Kota Pekanbaru terbagi menjadi dua bagian yaitu

Jalan Medan  –   Binjai merupakan jalan utama (main street ) penghubung kota Medan dengan kota Binjai yang seharusnya tidak boleh mengalami kemacetan namun pada kenyataannya

Beranjak dari permasalahan yang merujuk pada keberadaan Pasar Tradisional yang berada pada kawasan pesisir Pantai Bahari di Kabupaten Polewali Mandar yang tidak sesuai

N2 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksir atau matted, atau KGB mamaria interna yang terdekteksi secara klinis* jika tidak terdapat metastasis KGB aksila

Namun, banyak jenis sayuran yang beredar dijual di pasar pinggir jalan tidak aman untuk dikonsumsi karena berbahaya bagi kesehatan manusia, diduga sayuran tersebut