• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB11 ANALISIS KASUS TRAFICHKING Sumiati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB11 ANALISIS KASUS TRAFICHKING Sumiati"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB11

ANALISIS KASUS TRAFICHKING

Sumiati sudah menikah punya 2 anak, umurnya sekitar 25 tahun. Dia pergi keBatam ikut “joker” dengan membayar sejumlah uang. Suaminya tahu persis apa pekerjaan istrinya di Malaysia nanti. Dan ifarnyalah yang menginformasikan pekerjaan itu, bahkan suaminya memaksa istrinya untuk melakukan hal itu. Karena mereka tidak punya pekerkaan lain selain itu. Sedangkan kakak iparnya berhasil mengumpulkan uang dengan mudah dan cepat dari hasil pekerjaan seksualnya.

Proses recuitingnya oleh joker yang ternyata sudah kenal betul dengan kakk perempuannya, diantar ke Batam. Di batam ada joker berikutnya yang sudah siap mengantarnya keMalaysia, sampai di Malaysia lalu diserahkan kepada joker yang ditempat tersebut.

Sumiati pergi ke Malaysia tidak menggunakan dokumen, o;eh karena itulah dia harus transit di Batam dan menggunakan speed-boat untuk mencapai pantai di Malaysia. Kemudian menuju tempat yang dituju dengan jalan kaki.

Di Malaysia Sumiati beserta 2 orang temannya dibawa kepinggir hutan, disuruh melayani para TKI laki-laki yang non dokumen. Biasanya semalam mereka dipaksa untuk melayani sekitar 25-40 orang pelanggan dengan dibayar 10 ringgit perorang. Sumiati tidak tahu berapa yang diterima oleh jokernya, pokoknya perorang dia hanya diberi 10 ringgit. Mereka melakukan itu sampai 6 bulan. Dan dalam waktu 5 bulan dia sudah bias pulang uang yang sangat banyak dan juga mampu membangun rumahnya. Rumah yang tadinya dari bamboo kini dibangun menjadi rumah mewah. Pada kepergian yang keduanya dia sudah punya mobil. Setelah punya mobil, karena merasa tidak enak dengan bisik-bisik tetangga, maka suami juga pergi ke Malaysia.

Contoh kasus seperti yang dialami oleh tiga bersaudara yaitu, Hasanah-2, Dewi-8, Lastri-11th

(2)

Adapun elemen Kunci dari masalah trafficking ini adalah:

 Rekruitmen

 Tranportasi (Pengankutan/Pemindahan)

 Transfer / Alih Tangann

 Penampungan

 Penerimaan

Masalah trafficking ini biasanya menggunakan cara:

 Ancaman

 Pemaksaan

 Penyalahgunaan Kekuasaan

 Penculikan

 Penipuan

 Penguasaan atas Korban ( Pembiusan)

Sedangkan bentuk pekerjaan perempuan dan anak menurut tujuan/jenis pekerjaan

 Perdagangan Perempuan dan anak untuk buruh industri

 Untuk Pekerja domistik didalam dan di luar negeri

 Dipekerjakan sebagai Pengemis di dalam negeri

 Untuk peredaran narkotika di dalam negerii

 Untuk dipekerjakan di sebagai pekerja di tempat-tempat hiburan di dalam dan luar negeri

 Untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks di dalam dan luar negeri

 Sebagai konsumsi pedofil di dalam dan luar negeri

(3)

 Untuk tujuan adopsi palsu di dalam dan luar negeri

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA MASALAH TRAFFICKING

Maraknya isu perdagangan perempuan & anak ( Trafficking ) dewasa ini diawali dengan semakin meningkatnya migrasi tenaga kerja baik antar daerah, wilayah maupun Negara memasuki sector informal maupun pekerjaan rumahan. Sektor ini sebagian besar terdiri dari perempuan dan anak yang berumur di bawah 18 tahun. Penyebab yang mendorong trafficking di Indonesia adalah: Kemiskinan, terbatasnya akses dan kesempatan kerja, kekerasan dalam rumah tangga, kepatuhan anak terhadap orangtua ( yang terdesak secara ekonomi), konflik sosial dan peperangan serta lemahnya penegakan hokum, serta perubahan orientasi pembangunan dari pertanian ke industri serta krisis ekonomi yang tidak berkesudahan.

Kondisi ini tidak saja dialami oleh Indonesia. Laporan Survey dunia IV tentang perempuan dan pembangunan (1999) menyebutkan bahwa banyak Negara berkembang di Asia, seperti Vietnam, Laos, Sri Langka, Thailand, dan Philipina mengalami hal yang sama, sebagai akibat

ketidakpastian dan ketidak mampuan menghadapi persaingan bebas dari konsep liberalisasi ekonomi di era globalisasi yang mempunyai dampak yang cukup kompleks terutama terhadap peningkatamn peran dan kedudukan perempuan dalam bidang ekonomi baik pada tingkat nasional maupun internasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007

TENTANG

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

(4)

3.Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atausosial,yangdiakibatkan tindak pidana perdagangan orang.

4.SetiapOrangadalahorangperseoranganataukorporasiyangmelakukantindakpidanaperdagangan orang

5. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

6. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hokum maupun bukan badan hukum

7. Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil

maupun immateriil.

8. Eksploitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk endapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.

9. Perekrutan adalah tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang dari Keluarga atau komunitasnya.

10. Pengiriman adalah tindakan memberangkatkan atau melabuhkan seseorang dari satu tempat ketempat lain.

11. Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum, dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya baginyawa,badan,atau

menimbulkanterampasnyakemerdekaanseseorang12Ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang mengekang kebebasan hakiki seseorang

13. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau immateriil yangdideritakorbanatauahliwarisnya.

(5)

15. Penjeratan Utang adalah perbuatan menempatkan orang dalam status atau keadaan menjaminkan atau terpaksa menjaminkan dirinya atau keluarganya atau orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau jasa pribadinya sebagai bentuk pelunasan utang.

BAB II

TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2

(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 3

Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 4

(6)

pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 5

Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 6

Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 7

(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan korban menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan, atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama penjara seumur hidup dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

Pasal 8

(7)

(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenakan pidana tambahanberupapemberhentiansecaratidakdenganhormatdarijabatannya.

(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.

Pasal 9

Setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana perdagangan orang, dan tindak pidana itu tidak terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah).

Pasal 10

Setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.

Pasal 11

Setiap orang yang merencanakan atau melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.

Pasal 12

Setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban tindak pidana perdagangan orang untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.

Pasal 13

(1) Tindak pidana perdagangan orang dianggap dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.

(8)

dimaksud pada ayat (1), maka penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

Pasal 14

Dalam hal panggilan terhadap korporasi, maka pemanggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan disampaikan kepada pengurus di tempat pengurus berkantor, di tempat korporasi itu beroperasi, atau di tempat tinggal pengurus.

Pasal 15

(1) Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalamPasal2,Pasal3,Pasal4,Pasal5,danPasal 6

(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:

a.pencabutan izin usaha

b.perampasan kekayaan hasil tindak pidana;

c.pencabutan status badan hukum;

d.pemecatan pengurus;dan/atau

e. pelarangan kepada pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama.

Pasal 16

Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok yang terorganisasi, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok yang terorganisasi tersebut dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 17

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 18

(9)

BAB 1

ANALISIS KASUS TERORISME

Analisis Terorisme yang dilakukan Amrozi CS Kaitannya dengan Tindak Pidana

Terorisme sesungguhnya bukanlah fenomena baru karena terorisme telah ada sejak abad ke- 19 dalam peraturan politik internasional. Terorisme pada awalnya bersifat kecil dan local dengan sasaran terpilih dan berada dalam kerangka low intensity conflict, pada umumnya berkaitan erat dengan stabilitas domestic suatu Negara.

Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan terhadap peradaban yang menjadi ancaman bagi segenap bangsa serta musuh dari semua agama di dunia ini. Terorisme dalam perkembangannya telah membangun organisasi dan mempunyai jaringan global dimana kelompok-kelompok terorisme yang beroperasi diberbagai Negara telah terkooptasi oleh suatu jaringan terorisme internasional serta mempunyai hubungan dan mekanisme kerja sama satu sama lain baik dalam aspek operasional infrastruktur maupun infrastruktur pendukung (support

infrastructure).

Pada dasarnya, istilah “terorisme” merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sangat sensitive karena terorisme menyebabkan terjadinya pembunuhan dan penyengsaraan terhadap orang-orang yang tidak berdosa. Tidak ada Negara yang ingin dituduh mendung terorisme atau menjadi tempat perlindungan bagi kelompok-kelompok terorisme. Tindak Pidana Terorisme merupakan tindak pidana murni (mala perse) yang dibedakan dengan administrative

criminal law (mala prohibita).

(10)

kejadian serupa sudah sampai di bumi Indonesia. Dengan terjadinya peledakan bom di Sari Club dan Peddy’s Club Kuta Legian Bali 12 oktober 2002 lalu telah mendorong pemerintah

menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) guna mengisi kekosongan hukum (Rechtsvacuum) tentang pemidanaan kejahatan terorisme. Pemerintah melalui presiden Megawati bahkan langsung menerbitkan dua Perpu, yakni Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dan Perpu No. 2 Tahun 2002 tentang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kasus peledakan bom Bali. Setahun kemudian Perpu No. 1 Tahun 2002 disahkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Undang-Undang inilah yang akhirnya menjerat tindakan kejahatan terorisme yang dilakukan Amrozi dan kawan-kawan hingga akhirnya pada 9 November 2008 lalu mereka dieksekusi mati.

Bom Bali yang dilakukan oleh Amrozi cs terjadi pada tahun 2002

Sedangkan UU Terorisme baru di undangkan tahun 2003 padahal dalam asas pidana, hukum itu tidak berlaku surut. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1 KUHP

Kutip dari : Pasal 1 KUHP

1. Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.

2. Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.

Dengan adanya ketentuan diatas, seharusnya Amrozi cs dijerat dengan Pasal 340 KUHP yaitu pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman matibukan dengan UU Terorisme. Walaupun sama2 diancam dengan hukuman maksimal hukuman mati, seharusnya dia dihukum mati dengan Pasal 340 KUHP, bukan dengan UU Terorisme.

Kalau menurut saya hukuman mati ini pantas dijatuhkan kepada Amrozi cs karena ia tidak menyesal melakukan perbuatan itu, adanya tuntutan dari pihak keluarga korban, dia

menghilangkan nyawa orang lain dengan mudahnya. Tindakan Amrozi itu bukan-lah jihad, karena jihad itu tidak membunuh membabi buta Dalam peperangan, Islam melarang untuk melukai wanita dan anak-anak. Bom yang mereka lakukan itu telah membunuh banyak wanita. jadi tindakan mereka murni kejahatan . Kejahatan yang dilakukan Amrozi CS itu pembunuhan berencana, disertai mutilasi. pembunuhan berencana atau mutilasi saja bisa diganjar hukuman mati apalagi keduanya.

Terorisme memiliki kaitan antara delik politik dan delik kekerasan, sehingga pandangan mengenai terorisme seringkali bersifat subjektif. Dalam Perpu No. 1 Tahun 2002 sebenarnya terdapat pasal-pasal yang sangat riskan melanggar HAM yaitu Pasal 46 tentang Asas Retroaktif. Kemudian pada Bulan Juli 2004 MK menyatakan bahwa UU No. 15 Tahun 2003 tentang

(11)

1. Analisis Terorisme yang dilakukan Amrozi CS Kaitannya Dengan Kausalitas

Secara Ontologi hakikat keberadaan terorisme adalah memiliki hubungan kausalitas dengan manusia, artinya manusia sebagai sebab adanya terorisme. Dapat juga dikatakan bahwa hakikat subjek pelaku terorisme adalah manusia sendiri sebagai makhluk Tuhan. Terorisme yang dilakukan Amrozi CS, dapat dianalisis menggunakan teoti Conditio Sine Qua Non atau Teori Ekivalensi, karena kasus terorisme ini memiliki hubungan kausal yang akan membentang Luas Tetapi hal itu harus ada batasanya. Sebagai gambaran bahwa perbuatan terorisme akan

memunculkan berbagai macam dugaan dari orang yang membuat bom, orang yang melakukan tindakan pengeboman, sampai pada orang yang menjadi otak/dalang pengeboman tersebut. Teori ini akan memberikan batasan-batasan sampai mana keterkaitan seseorang terhadap perbuatan terorisme yang dilakukan. Teori ini juga bisa digunakan untuk mengoreksi perbuatan terorisme dengan ajaran kesalahan.

Analisis Terorisme Kaitannya dengan Sifat Melawan Hukum

Dalam UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dijelaskan secara tegas bahwa terorisme adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan Negara dengan membahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda dan kemerdekaan orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa tacit terhadap orang secara meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, lingkungan hidup, moral, peradaban, rahasia Negara, kebudayaan, pendidikan, perekonomian, teknologi, perindustrian, fasilitas umum, atau fasilitas internasional.

Dalam hal ini, Amrozi CS Telah melakukan tindak pidana sesuai dengan UU No. 15 Tahun 2003. Pengertian yang berkaitan dengn terorisme diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwasanya terorisme adalah kekerasan terorganisir, menempatkan kekerasan sebagai kesadaran, metode berpikir sekaligus alat pencapaian tujuan.

Menurut Rajagukguk dan Khairandy, Delik atau perbuatan pidana terorisme adalah perbuatan yang melawan hukum yang melanggar ketentuan pidana terorisme, yaitu melakukan perbuatan yang berkaitan dengan kejahatan terorisme. Didalam undang-undang tindak pidana terorisme ada dua delik yaitu delik materil dan delik formil. Delik materil adalah delik atau perbuatan pidana yang rumusan perbuatan yang dilarang ditujukan pada penimbulan akibat, sedangkan delik formil adalah delik yang teknik perumusan perbuatan yang dilarang ditujukan pada perbuatan yang secara nyata memenuhi unsure-unsur delik

Sanksi hukuman untuk pelaku tindak pidana terorisme diatur tersendiri, karena perbuatan terorisme sangat luas sekali pengertiannya yaitu termasuk perusakan lingkungan hidup.

(12)

6, pasal 7, pasal 8 huruf c, huruf e, huruf f, huruf I, huruf m, dan huruf n, pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 13, dan pasal 22. Sedang kata “karena kealpaan” dirumuskan secara tegas dalam pasal 8 huruf d, dan huruf g.

Analisis Terorisme Kaitannya dengan Pertanggung jawaban pidana

Dalam hal pertanggung jawaban pidana unsur yang paling fundamental adalah unsure kesalahan, sebab seseorang atau kelompok tidak dapat dikenakan suatu pertanggungjawaban kalau tanpa adanya suatu kesalahan. Kaitannya dengan tindak pidana terorisme tentunya kesalahan yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap ketentuan UU No. 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme berarti perbuatan yang melanggar hukum pidana terorisme.

KUHP menyatakan bahwa seseorang hanya dapat dipertanggungjawabkan apabila ia melakukan tindak pidana dengan kesengajaan atau kealpaan. Pada prinsipnya, perbuatan yang dapat

dipidana adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, kecuali peraturan

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan itu, kiranya perlu penelitian secara khusus yang berkaitan dengan potensi dan posisi manusia dalam mengolah sumber daya alam dan memanfaatkannya sebagai

Terhadap penyembuhan luka pada tikus putih jantan menurut penelitian sebelumnya dengan daun yang berbeda namun senyawa yang sama dan konsentrasi yang sama 5%

Menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum,

Hasil laju filtrasi rata-rata kerang Totok ( P. erosa ) yang mendapat perlakuan pakan T. costatum dan Campuran dengan konsentrasi yang berbeda dapat disajikan

Ukuran atau wilayah permainan tidak terbatas, mengikuti bagaimana ukuran saung , atau pos kamling serta buruan lembur yang tersedia, yang jelas biasanya diusahakan

Kartini adalah satu-satunya perempuan pribumi yang ada disana, teman perempuan Kartini hanya anak-anak menir Belanda, jadi tak heran bahwa kartini

Data atau nilai keterampilan berbicara peserta didik kelas III MIN Likuboddong sebelum dan setelah diajar dengan menggunakan mdia boneka tangan pada tingkat signifikansi α =

Permasalahan yang terjadi didalam perusahaan ini adalah timbulnya selisih stok barang antara pencatatan fisik dan pencatatan pembukuan, hal ini disebabkan karena perusahaan