REKAYASA SISTEM PENGENALAN WAJAH UNTUK PROSES
LOG IN SISTEM INFORMASI MENGGUNAKAN
ALGORITMA EIGENFACE
SKRIPSI
MARITO NASUTION
081421021
PROGRAM EKSTENSI S-1 ILMU KOMPUTER
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
REKAYASA SISTEM PENGENALAN WAJAH UNTUK PROSES LOG IN SISTEM INFORMASI MENGGUNAKAN
ALGORITMA EIGENFACE
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Komputer
MARITO NASUTION 081421021
PROGRAM EKSTENSI S-1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : REKAYASA SISTEM PENGENALAN WAJAH
UNTUK PROSES LOG IN SISTEM INFORMASI MENGGUNAKAN ALGORITMA EIGENFACE
Kategori : SKRIPSI
Nama : MARITO NASUTION
Nomor Induk Mahasiswa : 081421021
Program Studi : EKSTENSI (S1) ILMU KOMPUTER
Departemen : ILMU KOMPUTER
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juli 2010
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Maya Silvi Lydia, B.Sc, M.Sc Drs. James P. Marbun, M.Kom. NIP. 197401272002122001 NIP. 195806111986031002
Diketahui/Disetujui oleh
Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,
PERNYATAAN
REKAYASA SISTEM PENGENALAN WAJAH UNTUK PROSES LOG IN SISTEM INFORMASI MENGGUNAKAN ALGORITMA EIGENFACE
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2010
ABSTRAK
THE ENGINEERING OF FACE RECOGNITION SYSTEM FOR SYSTEM INFORMATION LOG IN PROSES
USING EIGENFACE ALGORITHM
ABSTRACT
DAFTAR ISI
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Metodologi Penelitian 3
1.7 Sistematika Penulisan 4
Bab 2 Landasan Teori 5
2.1. Citra 5
2.2 Pengenalan Pola 11
2.2.1 Komponen Sistem Pengenalan Pola 13
2.2.2 Pendekatan Pengenalan Pola 14
2.3 Pengenalan Wajah 16
2.3.1 Eigenface 17
2.3.2 Transformasi Karhunen-Loeve 17
2.3.3 Eigenvalue dan Eigenvector 19
2.3.4 Mencari Eigenvector 19
2.3.5 Algoritma Eigenface 21
2.4 Data Flow Diagram (DFD) 24
Bab 3 Perancangan Sistem 26
3.1 Analisis Komponen Sistem 26
3.2 Perancangan Data Flow Diagram (DFD) 34
3.2.1 Diagram Konteks 34
3.2.2 DFD Level 1 35
3.2.3 DFD Level 2 36
3.2.4 DFD Level 3 37
3.3 Perancangan Antarmuka 38
3.3.1 Perancangan Log in 38
Bab 4 Implementasi 41
4.1 Pengertian dan Tujuan Implementasi 41
4.2 Instalasi Hardware 41
4.3 Implementasi Software 42
4.4 Pengujian Sistem 46
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 49
5.1 Kesimpuan 49
5.2 Saran 50
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Struktur Tabel Karyawan 34
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.6 Penghilangan noise pada Pengolahan Citra 10 Gambar 2.7 Contoh Pengenalan Pola Tanda Tangan 10 Gambar 2.8 Alur proses identifikasi image menggunakan algoritma eigenface 22 Gambar 2.9 Komponen Data Flow Diagram Menurut Yourdan dan DeMarco 25 Gambar 2.10 Komponen Data Flow Diagram Menurut Gene dan Serson 25
Gambar 3.1 Hubungan antar komponen pada Sistem Log in Berbasis 26 Pengenalan Wajah
Gambar 3.2 Langkah-langkah Proses Identifikasi Image Wajah 28 Gambar 3.3 Context Diagram Untuk Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah 34 Gambar 3.4 DFD Level 1 Untuk Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah 35 Gambar 3.5 DFD Level 2 Untuk Proses Input Data Karyawan 36
Gambar 3.6 DFD Level 2 Untuk Proses Log in 37
Gambar 3.7 DFD Level 3 Untuk Proses Input Citra 37
Gambar 3.8 Rancangan Form Load Image Wajah 38
Gambar 3.9 Rancangan Form Log in Wajah 39
Gambar 3.10 Rancangan Form Input Data Karyawan 40
Gambar 4.1 Webcam Logitech QuickCam E3500 42
Gambar 4.2 Tampilan Form Load Image Wajah 43
Gambar 4.3 Tampilan Form Log in Wajah 43
Gambar 4.4 Tampilan Form MDI Main 44
Gambar 4.5 Tampilan Form Input Data Karyawan 45
Gambar 4.6 Kondisi image untuk pengujian sistem 47
ABSTRAK
THE ENGINEERING OF FACE RECOGNITION SYSTEM FOR SYSTEM INFORMATION LOG IN PROSES
USING EIGENFACE ALGORITHM
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Saat ini aplikasi komputer telah bergeser dari komputasi biasa ke aplikasi komputer
yang memiliki kecerdasan. Salah satu konsep kecerdasan adalah bagaimana
memprogram komputer agar dapat mengenali wajah seseorang. Hal ini sangat berguna
untuk mendukung aspek keamanan dalam bidang komputer, khususnya bagi para
pengguna sistem informasi. Perkembangan teknologi komputer dan informasi juga
mempunyai dampak buruk yaitu berkembangnya teknik-teknik untuk membobol suatu
sistem. User yang sebenarnya tidak mempunyai hak dapat masuk ke suatu sistem yang
di dalamnya terdapat banyak informasi penting yang apabila digunakan untuk tujuan
yang tidak baik akan memberikan dampak yang sangat buruk bagi pemilik informasi
tersebut.
Dengan adanya kemungkinan pembobolan sistem, maka aspek keamanan
dalam suatu sistem informasi menjadi sangat penting karena walaupun setiap sistem
informasi telah mempunyai pengaturan hak akses tersendiri, tidak ada jaminan bahwa
sistem aman dari pembobolan sistem. Apalagi kalau pemilik data adalah pihak militer,
intelijen, atau pemerintah, keamanan dalam suatu sistem informasi menjadi sangat
penting karena informasi yang mereka miliki kebanyakan adalah informasi rahasia
yang tidak boleh diketahui oleh publik.
Saat ini pengenalan wajah telah banyak dikembangkan untuk aplikasi yang
mendukung aspek keamanan suatu sistem. Penggunaan wajah sebagai identifier
image yang mewakili sebuah gambar yang terdiri dari vektor memiliki kapasitas yang
relatif besar. Ada banyak teknik untuk mereduksi dimensi dari image yang akan
diproses, salah satunya dengan eigenface algorithm.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan
tugas akhir dengan judul “Rekayasa Sistem Pengenalan Wajah untuk Proses Log
In Sistem Informasi Menggunakan Algoritma Eigenface”.
1.2Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi masalah adalah
bagaimana merancang suatu proses log in kedalam suatu sistem informasi berbasis
pengenalan wajah dengan proses reduksi dimensi dari image menggunakan eigenface
algorithm.
1.3Batasan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini tidak menyimpang dari apa yang telah dirumuskan,
maka diperlukan batasan-batasan. Batasan-batasan dalam penelitian ini adalah:
1. Sistem yang dihasilkan hanya dapat mengenali image dengan format .jpg.
2. Sistem yang dihasilkan nantinya hanya menunjukkan proses log in ke dalam
suatu sistem informasi menggunakan image wajah dari pengguna sistem,
sedangkan mengenai isi dari sistem informasi tersebut tidak masuk dalam
pembahasan.
3. Sistem dirancang menggunakan bahasa pemograman Visual Basic 6.0.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat suatu sistem yang dapat mendukung
aspek keamanan dari suatu sistem informasi.
1.5Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu sistem log in yang dapat
mendukung aspek keamanan dari suatu sistem informasi berbasis pengenalan wajah
dan untuk memperkaya literatur mengenai bidang kecerdasan buatan dan pengolahan
citra khususnya pengenalan pola wajah dengan metode reduksi dimensi image
menggunakan eigenface algorithm.
1.6Metode Penelitian
Dalam menyusun tugas akhir ini penulis melakukan beberapa penerapan metode
penelitian untuk menyelesaikan permasalahan. Adapun metode penelitian yang
dilakukan adalah:
1. Studi Literatur dan Pemahaman Sistem
Tahapan untuk memperdalam teori dan mencari referensi-referensi yang
berkaitan dengan tema tugas akhir ini.
2. Analisis dan Perancangan
Melakukan analisis, perancangan, pengkodean, implementasi dan pengujian
terhadap sistem yang dibangun menggunakan bahasa pemrograman Visual
Basic 6.0.
3. Penyusunan Laporan dan Kesimpulan Akhir.
Pada tahap ini akan dibuat laporan mengenai hasil yang dicapai dari
1.7Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan tugas akhir ini perlu dibuat langkah-langkah yang sistematis guna
memudahkan dalam memahami makna dari setiap bab yang ada. Secara umum
penulisan tugas akhir ini terdiri dari lima bab.
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, serta
sistematika penulisan.
BAB 2 : LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tentang pengertian citra digital, pengenalan pola
(pattern recognition), khususnya pola wajah (face recognition) dan
pengertian mengenai hal-hal lain yang berkaitan dengan pengenalan pola
wajah.
BAB 3 : PERANCANGAN SISTEM
Bab ini membahas tentang perancangan sistem log in kedalam suatu
sistem informasi berbasis pengenalan wajah dari pengguna sistem dan
perancangan interface program.
BAB 4 : IMPLEMENTASI SISTEM
Bab ini membahas tentang arti dan tujuan implementasi, instalasi
hardware dan implementasi software.
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1Citra
Menurut arti secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dua dimensi.
Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue)
dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Sumber cahaya menerangi objek,
kemudian objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya. Pantulan cahaya
ini ditangkap oleh alat-alat optic, seperti mata pada manusia, kamera, pemindai
(scanner), dan lain-lain sehingga bayangan objek dalam bentuk citra dapat terekam
(Sitorus, Syahriol dkk, 2006).
Citra didefinisikan sebagai fungsi intensitas cahaya dua-dimensi f (x,y) dimana
x dan y menunjukkan koordinat spasial, dan nilai f pada suatu titik (x,y) sebanding
dengan tingkat kecerahan (gray level) dari citra di titik tersebut (Gonzalez dalam
Purwanto, Ari).
Citra sebagai output dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat (Sitorus,
Syahriol dkk, 2006):
1. Optik berupa foto.
2. Analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi.
Citra dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu citra diam (still images)
dan citra bergerak (moving images). Citra diam adalah citra tunggal yang tidak
bergerak. Sedang citra bergerak adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara
beruntun (sekuensial), sehingga memberi kesan pada mata sebagai gambar yang
bergerak. Setiap citra didalam rangkaian itu disebut frame. Gambar-gambar yang
tampak pada film layar lebar atau televisi pada hakekatnya terdiri dari ratusan sampai
ribuan frame (Sitorus, Syahriol dkk, 2006).
Citra juga dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu citra tampak seperti foto,
gambar, lukisan, apa yang nampak di layar monitor/televisi, hologram, dan lain
sebagainya. Sedangkan citra tidak tampak seperti data foto/gambar dalam file, citra
yang direpresentasikan dalam fungsi matematis (Hestiningsih, Idhawati).
Citra digital adalah citra dengan f (x,y) yang nilainya didigitalisasikan baik
dalam koordinat spasial maupun dalam gray level. Digitalisasi dari koordinat spasial
citra disebut dengan image sampling. Sedangkan digitalisasi dari gray level citra
disebut dengan gray-level quantization. Citra digital dapat dibayangkan sebagai suatu
matriks dimana baris dan kolomnya merepresentasikan suatu titik di dalam citra, dan
nilai elemen matriks tersebut menunjukkan gray level di titik tersebut (Gonzalez
dalam Purwanto, Ari). Hal tersebut diilustrasikan oleh Gambar 2.1.
Teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna pada citra digital
berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna merupakan kombinasi dari tiga
warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (Red, Green, Blue - RGB). Komposisi warna
RGB tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Komposisi Warna RGB
Beberapa kegiatan yang berhubungan dengan citra (Idhawati Hestiningsih):
1. Pencitraan (imaging)
Pencitraan merupakan kegiatan mengubah informasi dari citra tampak/citra
non digital menjadi citra digital. Beberapa alat yang dapat digunakan untuk
pencitraan antara lain sperti scanner, kamera digital, dan kamera sinar-x/sinar
infra merah.
2. Pengolahan Citra
Pengolahan citra merupakan kegiatan memperbaiki kualitas citra agar mudah
diinterpretasi oleh manusia/mesin (komputer). Masukannya adalah citra dan
keluarannya juga citra tapi dengan kualitas lebih baik daripada citra masukan,
misal suatu citra warnanya kurang tajam, kabur (blurring), mengandung noise
memperbaiki citra karena citra tersebut menjadi sulit diinterpretasikan karena
informasi yang disampaikan menjadi berkurang.
3. Analisis Citra
Analisis citra merupakan kegiatan menganalisis citra sehingga menghasilkan
informasi untuk menetapkan keputusan (biasanya didampingi bidang ilmu
kecerdasan buatan atau Aritificial Inteligence yaitu pengenalan pola atau sering
disebut pattern recognition).
Gambar 2.3 Tiga kegiatan yang berkaitan dengan citra
Tiga bidang studi yang berkaitan dengan data citra dalam ilmu komputer
(Sitorus, Syahriol dkk, 2006):
1. Grafika Komputer (Computer Graphic).
2. Pengolahan Citra (Image Processing).
3. Pengenalan Pola (Pattern Recognition/Image Interpretation).
Hubungan dari ketiga bidang ilmu tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Tiga bidang studi yang berkaitan dengan citra
Grafika komputer bertujuan menghasilkan citra yang lebih tepat disebut grafik
atau picture dengan primitif geometri, seperti garis, lingkaran, volume, dan lain-lain.
Primitif geometri tersebut memerlukan data deskriptif untuk melukis elemen-elemen
gambar. Contoh dari data deskriptif adalah koordinat titik, panjang garis, jari-jari
lingkaran, tebal garis, warna dan lain-lain. Grafika komputer memainkan peranan
penting dalam visualisasi dan virtual reality. Untuk lebih jelas, perhatikan Gambar
2.5.
Gambar 2.5 Contoh Grafika Komputer
Pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah
diinterpretasi oleh manusia atau mesin dalam hal ini komputer. Teknik-teknik
pengolahan citra yaitu mentransformasi citra menjadi citra yang lain. Dalam
pengolahan citra, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, tetapi citra
keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk dalam
bidang ini juga adalah pemampatan citra. Proses pengolahan citra antara lain
penghilangan derau (noise) dan penapisan (filtering) citra. Untuk lebih jelas,
Gambar 2.6 Penghilangan noise pada Pengolahan Citra
Pengenalan pola adalah suatu aktivitas untuk mengelompokkan data numerik
dan simbolik termasuk citra secara otomatis oleh mesin dalam hal ini komputer.
Tujuan dari pengelompokan adalah untuk mengenali suatu objek di dalam citra.
Manusia dapat mengenali objek yang dilihatnya karena otak manusia telah belajar
mengklasifikasi objek yang terdapat di alam, sehingga mampu membedakan suatu
objek dengan objek lainnya. Kemampuan sistem visual manusia inilah yang dicoba
untuk ditiru oleh mesin. Komputer menerima masukan berupa citra objek yang
diidentifikasi, memproses citra dan memberikan keluaran berupa deskripsi objek di
dalam citra. Untuk lebih jelas, perhatikan Gambar 2.7.
Computer vision adalah aplikasi lain dalam artificial intelligence yang
berkaitan erat dengan citra. Computer vision merupakan alat analisis dan evaluasi
informasi visual dengan menggunakan komputer. Teknik artificial intelligence
memungkinkan komputer bisa menguji sebuah gambar atau adegan nyata dengan
mengidentifikasi objek, ciri-ciri, atau pola-polanya (Suparman dan Marlan, 2007).
Computer vision merupakan proses otomatis yang mengintegrasikan sejumlah
besar proses untuk persepsi visual, seperti akuisisi citra, pengolahan citra, pengenalan
dan membuat keputusan. Computer vision mencoba meniru cara kerja sistem visual
manusia (human vision) yang sesungguhnya sangat kompleks. Manusia melihat objek
dengan indera penglihatan (mata), lalu citra objek diteruskan ke otak untuk
diinterpretasi sehingga manusia mengerti objek apa yang tampak dalam pandangan
mata. Hasil interpretasi ini digunakan untuk pengambilan keputusan (Hestiningsih,
Idhawati).
2.2Pengenalan Pola
Pola adalah entitas yang terdefinisi atau didefinisikan melalui ciri-cirinya (feature).
Ciri-ciri tersebut digunakan untuk membedakan suatu pola dengan pola yang lainnya.
Ciri yang baik adalah ciri yang memiliki daya pembeda yang tinngi, sehingga
pengelompokan pola berdasarkan ciri yang dimiliki dapat dilakukan dengan
keakuratan yang tinggi (Sitorus, Syahriol dkk, 2006).
Pola adalah komposit/gabungan dari ciri yang merupakan sifat dari sebuah
objek (Al Fatta, Hanif, 2009).
Beberapa contoh pola (Sitorus, Syahriol dkk, 2006):
1. Huruf, memiliki ciri-ciri seperti tinggi, tebal, titik sudut, dan lengkungan garis.
3. Tanda tangan, memiliki ciri-ciri seperti panjang, kerumitan, dan tekanan.
4. Sidik jari, memiliki ciri-ciri seperti lengkungan, dan jumlah garis.
Ciri-ciri pada suatu pola diperoleh dari hasil pengukuran pada titik objek uji.
Khusus pada pola yang terdapat didalam citra, ciri-ciri yang dapat diperoleh berasal
dari informasi (Sitorus, Syahriol dkk, 2006):
1. Spasial, seperti intensitas piksel dan histogram.
2. Tepi, seperti arah dan kekuatan.
3. Kontur, seperti garis, ellips dan lingkaran.
4. Wilayah/bentuk, seperti keliling, luas dan pusat massa.
5. Hasil transformasi Fourier, seperti frekuensi.
Pengenalan pola bertujuan menentukan kelompok atau kategori pola
berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh pola tersebut. Dengan kata lain, pengenalan
pola membedakan suatu objek dengan objek yang lain (Sitorus, Syahriol dkk, 2006):
Pengenalan pola sendiri merupakan cabang dari kecerdasan buatan (Artificial
Inteligence).Beberapa definisi tentang pengenalan pola, di antaranya:
1. Penentuan suatu objek fisik atau kejadian ke dalam salah satu atau beberapa
kategori. (Duda dan Hart dalam Al Fatta, Hanif, 2009).
2. Ilmu pengetahuan yang menitikberatkan pada deskripsi dan klasifikasi
(pengenalan) dari suatu pengukuran. (Schalkoff dalam Al Fatta, Hanif, 2009).
Berdasarkan definisi di atas, pengenalan pola dapat didefinisikan sebagai
cabang kecerdasan buatan yang menitikberatkan pada metode pengklasifikasian objek
Pengenalan pola merupakan cabang dari kecerdasan buatan yang saat ini
berkembang pesat untuk mendukung aspek keamanan suatu sistem. Saat ini,
aplikasi-aplikasi pengenalan pola juga sudah sangat beragam, di antaranya:
1. Voice recognition yang menggunakan pengenalan suara sebagai kunci bagi
pengguna sistem.
2. Fingerprint identification yang menggunakan pengenalan sidik jari sebagi
kunci telah dipakai secara luas sebagai pengganti password atau pin untuk
mengakses sistem tertentu.
3. Face identification yang menggunakan pengenalan wajah sebagai kunci bagi
pengguna sistem, bahkan saat ini badan penegak hukum sedang
mengembangkan sistem untuk mengidenfikasi para buronan dengan
melakukan scanning pada wajah para pelaku kejahatan yang sudah
di-database-kan berdasarkan foto pelaku kejahatan tersebut.
4. Handwriting identification yang menggunakan pengenalan tulisan yang telah
secara luas digunakan oleh sistem perbankan untuk membuktikan pelaku
transaksi adalah orang yang benar-benar berhak.
5. Optical Character Recognition (OCR) yang secara luas digunakan pada
counter pengecekan barang.
6. Robot vision yang digunakan oleh aplikasi robotik dalam mengenali objek
tertentu pada lingkungan yang unik.
2.2.1 Komponen Sistem Pengenalan Pola
1. Sensor
Sensor digunakan untuk menangkap objek yang ciri atau feature-nya akan
diekstraksi.
2. Mekanisme Pre-processing
Mekanisme pengolahan objek yang ditangkap oleh sensor, bagian ini biasanya
digunakan untuk mengurangi kompleksitas ciri yang akan dipakai untuk proses
klasifikasi.
3. Mekanisme Pencari Feature
Bagian ini digunakan untuk mengekstraksi ciri yang telah melalui tahapan
pre-processing untuk memisahkannya dari kumpulan ciri-ciri yang tidak
diperlukan dalam proses klasifikasi dari suatu objek.
4. Algoritma Pemilah
Pada tahapan ini klasifikasi dilakukan dengan menggunakan algoritma
klasifikasi tertentu. Hasil dari tahapan ini adalah klasifikasi dari objek yang
ditangkap ke dalam kriteria-kriteria yang telah ditentukan.
2.2.2 Pendekatan Pengenalan Pola
Aplikasi pengenalan pola dapat dibuat dengan beberapa pendekatan. Ada pendekatan
yang menggunakan basis statistikal untuk menghasilkan pola. Pendekatan lainnya
menggunakan struktur dari pola yang menyediakan informasi fundamental untuk
pengenalan pola. Pendekatan lain lagi adalah dengan membangun dan melatih suatu
arsitektur yang secara akurat mengasosiasikan input pola tertentu dengan respon yang
diharapkan.
1. Pendekatan Pengenalan Pola Statistikal
Pengenalan pola stastistikal memiliki asumsi suatu basis statistik untuk
menunujukkan ciri diekstraksi dari data input dan digunakan untuk
menentukan setiap vector fitur ke dalam suatu kelas. Ciri (feature)
diasumsikan dihasilkan secara natural, sehingga model yang bersangkutan
merupakan kelas-kelas probabilitas atau fungsi kepadatan probabilitas
(Probability Density Function) yang telah dikondisikan.
a. Pola dipilah berdasarkan model statistik dari ciri.
b. Model statistik didefinisikan sebagai sebuah fungsi kerapatan ruang
bersyarat kelas.
dengan i = 1, 2, 3, … ,N
2. Pendekatan Pengenalan Pola Sintaktik
Suatu pendekatan terhadap suatu pola citra dilakukan dengan menganalisis
struktur pola dari citra.
a. Pola dipilah berdasarkan keserupaan ukuran struktural.
b. “Pengetahuan” direpresentasikan secara formal grammar atau deskripsi
relasional yang menghasilkan deskripsi hierarki dari pola kompleks
yang tersusun dari pola bagian yang lebih sederhana.
3. Pendekatan Pengenalan Pola Neural
Pendekatan yang ketiga yaitu pengenalan pola neural, metode ini merupakan
gabungan dari kedua cara sebelumnya yaitu secara statistik dan sintaktik, itu
artinya pendekatan dengan cara ini akan menyimpan semua fakta dari objek.
Sehingga semakin sering sistem dilatih maka semakin cerdas pula sistem yang
dihasilkan. Pendekatan ini merupakan bagian dari jaringan saraf tiruan untuk
mengidentifikasi pola.
a. Pemilahan dilakukan berdasarkan tanggapan suatu jaringan pengolah
b. “Pengetahuan” disimpan dalam sambungan antarneuron dan pembobot
sinaptik.
2.3Pengenalan Wajah (Face Recognition)
Secara umum sistem pengenalan citra wajah dibagi menjadi dua jenis, yaitu sistem
feature-based dan sistem image-based. Pada sistem pertama digunakan ciri yang
diekstraksi dari komponen citra wajah seperti mata, hidung, mulut, dan lain-lain yang
kemudian dimodelkan secara geometris hubungan antara ciri-ciri tersebut. Sedangkan
pada sistem ke dua menggunakan informasi mentah dari piksel citra yang kemudian
direpresentasikan dalam metode tertentu, misalnya seperti Principal Component
Analysis (PCA) atau transformasi wavelet yang digunakan untuk klasifikasi indentitas
citra (Al Fatta, Hanif, 2009).
Penelitian tentang deteksi wajah dan pengenalan wajah telah dilakukan
sebelumnya, antara lain dengan menggunakan algoritma Eigenface (Turk dan
Pentland, 1991), dengan distribusi Gaussian dan Clustering (Sung dan Poggio, 1994),
dengan Support Vector Machine (Osuna dkk, 1997), dan dengan metode Statistic dan
Wavelet (Schneiderman, 2000).
Alan Brooks pernah mengembangkan sebuah penelitian yang membandingkan
dua algoritma yaitu Eigenface dan Fisherface. Penelitian ini difokuskan pada
perubahan pose wajah apakah mempengaruhi akurasi pengenalan wajah. Diberikan
database latih berupa foto wajah manusia, kemudian digunakan untuk melatih sebuah
sistem pengenalan wajah, setelah proses latihan selesai, diberikan sebuah masukan
image yang sebenarnya sama dengan salah satu image wajah pada fase latihan tetapi
dengan pose yang berbeda. Sistem juga diharapkan punya sensitifitas minimal
terhadap pencahayaan. Sistem dikembangkan dengan dua algoritma yaitu Eigenface
dan Fisherface, dan dibandingkan hasilnya. Kedua teknik menghasilkan hasil yang
memuaskan tetapi ada beberapa perbedaan Pada Eigenface kompleksitas komputasi
lebih sederhana daripada Fisherface. Dari segi efektifitas karena perubahan pose
Teknik Eigenface juga lebih sensitif terhadap pencahayaan dibandingkan dengan
Fisherface (Purwanto, Ari).
2.3.1 Eigenface
Kata eigenface sebenarnya berasal dari bahasa Jerman “eigenwert” dimana “eigen”
artinya karakteristik dan “wert” artinya nilai. Eigenface adalah salah satu algoritma
pengenalan pola wajah yang berdasarkan pada Principle Component Analysis (PCA)
yang dikembangkan di MIT. Eigenface merupakan kumpulan dari eigenvector yang
digunakan untuk masalah computer vision pada pengenalan wajah manusia (Prasetyo,
Eri dan Isna Rahmatun).
Eigenface adalah sekumpulan standardize face ingredient yang diambil dari
analisis statistik dari banyak gambar wajah (Layman dalam Al Fatta, Hanif, 2009).
Untuk menghasilkan eigenface, sekumpulan citra digital dari wajah manusia
diambil pada kondisi pencahayaan yang sama kemudian dinormalisasikan dan
diproses pada resolusi yang sama (misal m x n), kemudian citra tadi diperlakukan
sebagai vektor dimensi m x n dimana komponennya diambil dari nilai piksel citra.
2.3.2 Transformasi Karhunen-Loeve
Di tahun 1933 Hotelling mengajukan sebuah teknik untuk mengurangi dimensi sebuah
ruang yang direpresentasikan oleh variabel statistik ( , dimana variabel
tersebut biasanya saling berkorelasi satu dengan yang lain. Pertanyaan kemudian
timbul akibat konsekuesi di atas, apakah terdapat sebuah himpunan variabel baru yang
memiliki sifat yang relatif sama dengan variabel sebelumnya dimana dikehendaki
himpunan variabel baru tersebut memiliki jumlah variabel (dimensi) yang lebih sedikit
dari variabel sebelumnya. Selanjutnya Hotelling menyebut metode tersebut sebagai
Transformasi Karhunen-Loeve banyak digunakan untuk memproyeksikan atau
mengubah suatu kumpulan data berukuran besar menjadi bentuk representasi data lain
dengan ukuran yang lebih kecil. Transformasi Karhunen-Loeve terhadap sebuah ruang
data yang besar akan menghasilkan sejumlah vektor basis ortonormal ke dalam bentuk
kumpulan vector eigen dari suatu matriks kovarian tertentu, yang dapat secara optimal
merepresentasikan distribusi data.
Bentuk umum dari Principal Component Analysis dapat dilihat berikut ini:
dimana C merupakan matriks kovarian, x merupakan image ( dan Ψ adalah rata-rata image yang dihasilkan dari merata-rata x . Dengan
dekomposisi eigen, matriks kovarian ini dapat didekomposisi menjadi :
dimana Ф adalah selisih antara image (x) dengan nilai tengah (Ψ). Pilih sejumlah m kolom dari matriks Ф yang berasosiasi dengan eigenvalue terbesar. Pemilihan
sejumlah m kolom dari matriks Ф ini menghasilkan matriks transformasi atau matriks
proyeksi . Berikutnya sebuah image x (berdimensi n) dapat diekstraksi kedalam
feature baru y (berdimensi m < n) dengan memproyeksikan x searah dengan
sebagai berikut:
Dengan kata lain metode PCA memproyeksikan ruang asal kedalam ruang
baru yang berdimensi lebih rendah , yang mana sebanyak mungkin kandungan
informasi asal tetap dipertahankan untuk tidak terlalu banyak hilang setelah dibawa ke
dimensi feature yang lebih kecil. Disini terlihat reduksi feature yang signifikan dari n
buah menjadi m buah yang tentunya akan sangat meringankan komputasi dalam
2.3.3 Eigenvalue dan Eigenvector
Nilai eigenvalue dari suatu matriks bujursangkar merupakan polynomial karakteristik
dari matriks tersebut; jika λ adalah eigenvalue dari A maka akan ekuivalen dengan persamaan linier (A – λI) v = 0 (dimana I adalah matriks identitas) yang memiliki pemecahan non-zero v (suatu eigenvector), sehingga akan ekuivalen dengan
determinan
det (A – λI) = 0
Fungsi p(λ) = det (A – λI) adalah sebuah polynomial dalam λ karena
determinan dihitung dengan sum of product. Semua eigenvalue dari suatu matriks A
dapat dihitung dengan menyelesaikan persamaan pA(λ) = 0. Jika A adalah matriks ukuran n x n, maka pA memiliki derajat n dan A akan memiliki paling banyak n buah
eigenvalue.
2.3.4 Mencari Eigenvector
Jika eigenvalue λ diketahui, eigenvector dapat dicari dengan memecahkan:
(A – λI) v = 0
Dalam beberapa kasus dapat dijumpai suatu matriks tanpa eigenvalue, misalnya:
dimana karakteristik bilangan polynomialnya adalah λ2 + 1 sehingga eigenvalue adalah bilangan kompleks i, -i. Eigenvector yang berasosiasi juga tidak riil.
maka polynomial karakteristiknya dapat dicari sebagai berikut:
det
ini adalah persamaan kuadrat dengan akar-akarnya adalah λ = 2 dan λ = 3.
Adapun eigenvector yang didapat ada dua buah. Eigenvector pertama dicari
dengan mensubtitusikan λ = 3 ke dalam persamaan. Misalnya adalah eigenvector yang berasosiasi dengan eigenvalue λ = 3. Set dengan nilai:
Kemudian subtitusikan dengan v pada persamaan:
( A – λI) v = 0
sehingga diperoleh:
dapat disederhanakan menjadi:
= 0 atau
sehingga eigenvector untuk eigenvalue λ = 3 adalah:
Hubungan antara eigenvalue dan eigenvector dari suatu matriks digambarkan
dimana v adalah eigenvector dari matriks M dan λ adalah eigenvalue. Terdapat n buah
eigenvector dan eigenvalue dalam sebuah matriks.
2.3.5 Algoritma Eigenface
Prinsip dasar dari pengenalan wajah adalah dengan mengutip informasi unik wajah
tersebut kemudian di-encode dan dibandingkan dengan hasil decode yang sebelumnya
dilakukan. Dalam metode eigenface, decoding dilakukan dengan menghitung
eigenvector kemudian direpresentasikan dalam sebuah matriks yang berukuran besar.
Algoritma Eigenface secara keseluruhan cukup sederhana. Image Matriks (Γ) direpresentasikan ke dalam sebuah himpunan matriks . Cari nilai
rata-rata (Ψ) dan gunakan untuk mengekstraksi eigenvector (v) dan eigenvalue (λ) dari himpunan matriks. Gunakan nilai eigenvector untuk mendapatkan nilai eigenface dari
image. Apabila ada sebuah image baru atau test face ( ) yang ingin dikenali,
proses yang sama juga diberlakukan untuk image ( ), untuk mengekstraksi
eigenvector (v) dan eigenvalue (λ), kemudian cari nilai eigenface dari image test face ( ). Setelah itu barulah image baru ( ) memasuki tahapan pengenalan dengan
menggunakan metode euclidean distance. Alur prosesnya dapat dilihat pada Gambar
Gambar 2.8 Alur proses identifikasi image menggunakan algoritma eigenface End
Start
Database Wajah
Training Image X
= Eigenface X
Test Face Xn
= Eigenface Xn
Tampilkan dan ya
Algoritma selengkapnya adalah:
Tahapan Perhitungan Eigenface:
1. Langkah pertama adalah menyiapkan data dengan membuat suatu
himpunan S yang terdiri dari seluruh training image .
S =
2. Langkah kedua adalah ambil nilai tengah atau mean (Ψ)
3. Langkah ketiga kemudian cari selisih (Ф) antara training image (
dengan nilai tengah (Ψ)
4. Langkah keempat adalah menghitung nilai matriks kovarian (C)
5. Langkah kelima menghitung eigenvalue (λ) dan eigenvector (v) dari
matriks kovarian (C)
l = 1,…, M
Tahapan Pengenalan:
1. Sebuah image wajah baru atau test face ( ) akan dicoba untuk dikenali,
pertama terapkan cara pada tahapan pertama perhitungan eigenface untuk
mendapatkan nilai eigenface dari image tersebut.
2. Gunakan metode Euclidean Distance untuk mencari jarak (distance)
terpendek antara nilai eigenface dari training image dalam database
dengan eigenface dari image test face.
2.4Data Flow Diagram (DFD)
Data Flow Diagram (DFD) adalah alat pembuatan model yang memungkinkan
profesional sistem untuk menggambarkan sistem sebagai suatu jaringan proses
fungsional yang dihubungkan satu sama lain dengan alur data, baik secara manual
maupun komputerisasi. DFD ini sering juga disebut dengan nama Bubble chart,
Bubble diagram, model proses, diagram alur kerja, atau model fungsi.
DFD ini adalah salah satu alat pembuatan model yang sering digunakan,
khususnya bila fungsi-fungsi sistem merupakan bagian yang lebih penting dan
kompleks dari pada data yang dimanipulasi oleh sistem. Dengan kata lain, DFD
DFD ini merupakan alat perancangan sistem yang berorientasi pada alur data
dengan konsep dekomposisi dapat digunakan untuk penggambaran analisis maupun
rancangan sistem yang mudah dikomunikasikan oleh profesional sistem kepada
pemakai maupun pembuat program.
Gambar 2.8 Komponen Data Flow Diagram Menurut Yourdan dan DeMarco
Gambar 2.10 Komponen Data Flow Diagram Menurut Gene dan Serson
Terminator Proses Data Store Alur Data
BAB 3
PERANCANGAN SISTEM
3.1Analisis Komponen Sistem
Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah ini terdiri dari beberapa komponen yang
dapat digambarkan dalam suatu model seperti yang tampak pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Hubungan antarkomponen pada Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah
1. Komponen Webcam
Piranti masukan yang digunakan dalam Sistem Log in Berbasis Pengenalan
Wajah ini adalah webcam. Webcam digunakan untuk dua kegunaan.
a. Digunakan untuk melengkapi data karyawan dengan foto, dimana foto ini
akan disimpan ke dalam database, yang nantinya akan dicocokkan dengan
image wajah yang di capture saat proses log in dilakukan.
b. Digunakan untuk meng-capture image wajah karyawan pada saat proses
log in. Dengan menggunakan webcam, image wajah karyawan diambil,
kemudian image wajah ini dicocokkan dengan image wajah yang ada
dalam database.
2. Komponen Image Capturing
Komponen ini berfungsi untuk melakukan mekanisme mengambil citra wajah
dengan media webcam, baik untuk disimpan sebagai file image wajah maupun
untuk image wajah yang digunakan sebagai input pada saat proses log in
dilakukan.
3. Komponen Antarmuka
Komponen ini berfungsi untuk menjembatani komunikasi antara pengguna
dengan sistem. Baik untuk proses input data karyawan, maupun proses log in
kedalam sistem.
4. File Wajah
Image wajah karyawan (testface) yang digunakan untuk melengkapi data
karyawan disimpan dalam database karyawan, dan file wajah ini bisa
dipanggil dengan menggunakan nama file wajah yang ada.
5. Komponen Database
Komponen ini berfungsi menyimpan data yang terdapat dalam sistem
informasi.
6. Subsistem Pengenalan Wajah
Pengenalan wajah dilakukan dengan mencocokkan image wajah yang
di-capture pada saat log in dengan image wajah yang ada didalam database
karyawan. Langkah-langkah pencocokan wajah (image matching) dapat dilihat
Gambar 3.2 Langkah-langkah Proses Identifikasi Image Wajah
Keterangan Gambar 3.2.
1. Image wajah di-capture dengan menggunakan webcam. Hasil dari capturing
ini adalah file gambar yang bertipe .bmp.
2. Image wajah ini kemudian dinormalisasikan. Normalisasi dilakukan dengan
beberapa tahapan. Pertama image diturunkan kualitas warnanya menjadi tipe
grayscale. Ukuran dari image wajah juga diseragamkan dengan ukuran 80 x 80
piksel.
3. Setelah didapatkan image wajah yang ternormalisasi, tentukan eigenface dari
image wajah tersebut, misalnya diperoleh nilai μ.
4. Pada data karyawan, kita juga mempunyai koleksi image wajah. Dari koleksi
ini masing masing image dikalkulasi eigenface-nya. Misalkan kita
mendapatkan nilai ( ). Webcam
Image 1 Image 2 Image 3
5. Proses matching dilakukan dengan mencocokkan nilai μ dengan nilai-nilai pada eigenface dari image dalam database, dan mencari nilai yang paling
mendekati.
6. Jika sudah ditemukan nilai yang paling mendekati, cari data karyawan yang
berkorespondensi dengan nilai tadi.
Untuk proses perhitungan eigenface dari image pada langkah tiga,
penjelasannya sebagai berikut:
1. Buat Himpunan image (S) dari total M training_image, dimana setiap image
adalah p x q piksel.
Misal di dalam himpunan image terdapat tiga image ukuran 3 x 3 piksel maka:
3. Cari selisih (Ф) antara training image ( dengan nilai tengah (Ψ), apabila
ditemukan nilai dibawah nol ganti nilainya dengan nol.
=
=
4. Hitung nilai matriks kovarian (C)
, dimana
5. Cari nilai eigenvalue (λ) dan eigenvector (v)
maka eigenvalue (λ) dapat dihitung, det (λI L) = 0
=
akan dihasilkan nilai , dan
eigenvector (v) dihasilkan dengan mensubtitusikan nilai eigenvalue (λ) kedalam persamaan
untuk , maka
dihasilkan eigenvector dan
untuk , maka
sehingga eigenvector yang dihasilkan dari matriks L adalah
6. Cari nilai eigenface (μ)
Untuk proses matching image pada langkah lima, penjelasannya sebagai
berikut:
1. Cari nilai eigenface image baru ( ) yang akan dikenali
a. Cari selisih (Ф) antara test face ( dengan nilai tengah (Ψ), apabila
ditemukan nilai dibawah nol ganti nilainya dengan nol.
Misal test face ( terdiri dari matriks 3 3:
b. Cari nilai eigenface dari test face (
2. Gunakan Euclidean Distance untuk mencari selisih terkecil antara
eigenface training image ( ) dalam database dengan eigenface test face
( ).
= 16
= 20
= 12
karena jarak (distance) eigenface image 3 dengan eigenface test face yang
paling kecil, maka hasil identifikasi menyimpulkan bahwa test face lebih
mirip dengan image 3 daripada image 1 atau image 2.
Dalam perancangan Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah yang dibuat
Tabel 3.1 Struktur Tabel Karyawan
No Nama Field Tipe Ukuran Keterangan
1 karyawan_id* autonumber Kode karyawan
2 karyawan_no_induk text 08 Nomor induk karyawan
3 karyawan_nama text 50 Nama karyawan
4 usertype text 20 Pengaturan hak akses
user
5 password char 20 Password karyawan
Tabel ini digunakan untuk menyimpan data karyawan, dimana primary key
merupakan karyawan_id. Pada tabel ini juga terdapat password dan usertype untuk
pengaturan hak akses karyawan.
3.2Perancangan Data Flow Diagram (DFD)
Perancangan Data Flow Diagram (DFD) untuk Sistem Log in Berbasis Pengenalan
Wajah didasarkan pada perancangan DFD menurut Yourdan dan DeMarco.
Rancangan DFD Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah terdiri dari Context
Diagram, DFD Level 1, DFD Level 2 dan DFD Level 3.
3.2.1 Diagram Konteks
Pada bagian ini, sistem digambarkan dengan sebuah proses saja. Entitas luar yaitu
karyawan. Diagram Konteks Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah dapat dilihat
Gambar 3.3 Diagram Konteks Untuk Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah
Keterangan Gambar 3.3.
Karyawan : Entitas luar karyawan yang melakukan log in ke dalam
sistem menggunakan image wajah.
Data Karyawan : Meliputi no induk karyawan, nama, gaji, usertype dan
password.
3.2.2 DFD Level 1
Pada bagian ini, proses tunggal dari context diagram dipecah jadi dua proses yang
lebih terperinci, yaitu proses input data karyawan dan proses log in sistem. DFD Level
1dari Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 DFD Level 1 Untuk Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah Data Karyawan
Karyawan : Entitas luar karyawan yang melakukan log in ke dalam
sistem menggunakan image wajah.
Data Karyawan : Meliputi no induk karyawan, nama, usertype dan
password.
Tabel Karyawan : Tabel karyawan, untuk menyimpan data karyawan.
Database Wajah : Database tempat menyimpan file wajah dari masing-
masing karyawan.
3.2.3 DFD Level 2
Pada bagian ini, proses input data karyawan diperinci menjadi dua proses, yaitu proses
input data yang digunakan untuk menginputkan data karyawan dan proses input citra,
yaitu proses meng-capture wajah karyawan sehingga didapatkan image wajah. DFD
Level 2 untuk proses input data karyawan dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 DFD Level 2 Untuk Proses Input Data Karyawan Karyawan
Data Karyawan Wajah
Citra Wajah Data Karyawan
Untuk proses log in dapat diperinci menjadi proses input citra yang menerima
input wajah dari karyawan yang di-capture dengan webcam, image matching yang
bertugas mencari citra wajah yang sesuai pada database. DFD Level 2untuk proses
log in dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 DFD Level 2 Untuk Proses Log in
3.2.4 DFD Level 3
Pada bagian ini, akan diambil proses 2.1 yaitu proses input citra secara lebih spesifik.
DFD Level 3 untuk proses input citra dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Wajah Citra Wajah
Gambar 3.7 DFD Level 3 Untuk Proses Input Citra
3.3Perancangan Antarmuka
Tujuan akhir dari perancangan sistem adalah pembuatan program yang dapat
dijalankan dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh sistem. Dalam perancangan
program, perancangan antarmuka merupakan hal yang sangat penting agar
memudahkan perancang menyelesaikan programnya.
3.3.1 Perancangan Form Log in
Dalam Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah yang dirancang, sebelum user
diarahkan ke form log in, terlebih dahulu sistem akan melakukan loading semua
eigenface wajah yang ada dalam database wajah, manfaat dari proses loading image
wajah dari database adalah untuk mengurangi beban sistem saat proses matching
image berlangsung. Rancangan tampilan untuk form dimana sistem melakukan
loading eigenface wajah dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Rancangan Form Load Image Wajah
Setelah sistem melakukan loading eigenface image wajah dari database wajah,
barulah user diarahkan ke suatu form dimana sistem akan meminta input image wajah
dari pengguna sistem yang bersangkutan untuk dilakukan proses pencocokan image
OK Cancel
(matching image) wajah dari user dengan yang terdapat dalam database wajah. Selain
itu pada form ini, sistem juga akan meminta input password dari user. Rancangan
tampilannya dapat dilihat pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9 Rancangan Form Log in Wajah
3.3.2 Perancangan Form Input Data Karyawan
Pada form ini user memasukkan data karyawan yang dalam hal ini terdiri dari nomor
induk karyawan, nama karyawan, usertype dan password. Untuk pengambilan citra
wajah karyawan juga terdapat pada form ini. Desain form input data karyawan dapat Kamera
Foto Karyawan
Data Karyawan
No Induk Nama
Capture Cancel
Format Kamera Setting Kemiripan Tutup
Anda terdaftar sebagai :
Login Silahkan masukkan
Gambar 3.10 Rancangan Form Input Data Karyawan
Data Karyawan Input Data Karyawan
No Induk Nama
Cari
Kamera Foto Karyawan
Capture No Induk
Nama Usertype Password
BAB 4
IMPLEMENTASI
4.1 Pengertian dan Tujuan Implementasi
Implementasi sistem adalah prosedur yang dilakukan pada tahap desain sistem dalam
dokumen yang disetujui dan menguji kemudian menginstal dan menggunakan
program yang dibuat, penerapan sistem baru dimana sistem baru ini akan diterapkan
secara menyeluruh.
Tujuan dari implementasi sistem adalah:
1. Menyelesaikan desain sistem yang ada dalam dokumen sistem yang disetujui.
2. Menulis, menguji dan mendokumentasikan program dan prosedur-prosedur
yang diperlukan oleh dokumen desain sistem yang diuji.
3. Memastikan bahwa personal dapat mengoperasikan sistem yang telah dibuat.
4. Memperhitungkan bahwa sistem sesuai dengan kebutuhan pemakai.
4.2Instalasi Hardware
Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah yang dirancang menggunakan media input
berupa webcam karena dari segi harga, webcam merupakan media capture image yang
adalah tipe Logitech QuickCam E3500. Webcam ini dihubungkan dengan
komputer melalui port USB dan bekerja dalam beberapa format kamera, yaitu:
1. 160 x 120
2. 320 x 240
3. 640 x 480
4. 800 x 600
5. 960 x 720
6. 1280 x 960
Gambar 4.1 Webcam Logitech QuickCam E3500
Untuk aplikasi ini, format kamera yang digunakan adalah 160 x 120. Sebelum
digunakan, driver hardware untuk webcam harus diinstalasi terlebih dahulu karena
aplikasi akan melakukan koneksi ke driver webcam untuk memfungsikannya sebagai
media input. Selanjutnya apabila driver webcam telah diinstalasi maka tinggal
menghubungkan webcam ke port USB dan webcam telah siap untuk digunakan
sebagai media input Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah.
4.3Implementasi Software
Dalam sistem kepegawaian yang dirancang, sebelum user diarahkan ke form log in,
terlebih dahulu sistem akan melakukan loading semua eigenface wajah yang ada
dalam database wajah. Tampilan Form Load Image Wajah dapat dilihat pada Gambar
Gambar 4.2 Tampilan Form Load Image Wajah
Setelah sistem melakukan loading eigenface image wajah dari database wajah,
barulah user diarahkan ke suatu form dimana sistem akan meminta input image wajah
dari pengguna sistem yang bersangkutan untuk dilakukan proses pencocokan
(matching image) wajah dari user dengan yang terdapat dalam database wajah. Selain
itu pada form ini, sistem juga akan meminta input password dari user. Tampilan Form
Setelah melewati pencocokan image dan password, barulah user diijinkan
memasuki sistem. Dalam tugas akhir ini, Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah
dimplementasikan dengan sebuah sistem informasi kepegawaian sederhana.
Gambar 4.4 Tampilan Form MDI Main
Dalam sistem kepegawaian yang dirancang terdiri dari dua menu, yaitu File
dan Master Data.
Dalam menu File, terdapat dua option yaitu Log out dan Exit. Log out akan
mengarahkan user kembali ke Form Load Image Wajah, sedangkan Exit akan
mengarahkan user keluar dari sistem.
Dalam menu Master Data, terdapat menu Karyawan. Menu ini digunakan
untuk melakukan input data karyawan kedalam database. Pada form ini, data yang
diinput adalah nomor induk karyawan, nama karyawan, usertype, dan password. Form
ini juga dilengkapi dengan fasilitas umtuk menambahkan image wajah karyawan, juga
untuk melakukan update image wajah karyawan yang terbaru. Tampilan Form Input
Gambar 4.5 Tampilan Form Input Data Karyawan
Untuk mendapatkan hasil pengenalan yang lebih baik, sebaiknya pada saat
pengambilan image wajah karyawan yang akan disimpan kedalam database dilakukan
proses normalisasi. Kondisi untuk normalisasi adalah:
1. Pose wajah mengarah lurus ke depan.
2. Gunakan tembok berwarna putih sebagai background dari image wajah.
3. Gunakan pencahayaan yang sama untuk pengambilan semua image wajah.
4. Jarak kamera dengan wajah yang di-capture dibuat konstan, yaitu kurang
4.4Pengujian Sistem
Dalam pengujian Sistem Log in Berbasis Pengenalan Wajah yang dibuat terdiri dari
lima faktor, yaitu:
1. Jarak user dengan kamera.
2. Pencahayaan.
3. Distorsi pose wajah.
4. Perubahan pose wajah ekspresif.
5. Perubahan latar (background).
Lima faktor yang akan diuji dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa kualitas
pengenalan wajah pada saat user melakukan log in kedalam sistem sangat dipengaruhi
oleh ke lima faktor di atas.
Prosedur pengujian :
1. Pengujian dilakukan setelah sebelumnya sistem diuji pada kondisi
ternormalisasi.
2. Pengujian dilakukan dengan database yang terdiri dari tujuh image wajah
yang telah dinormalisasi sebelum dilakukan pengujian.
3. Masing-masing kondisi image diuji sebanyak sepuluh kali.
4. Adapun kondisi image yang akan diuji adalah:
b. Jarak user dengan kamera ≤ 20 cm.
c. Jarak user dengan kamera ≥ 40 cm.
d. Distorsi pose mengarah ke kanan.
e. Distorsi pose mengarah ke kiri.
f. Pose wajah ekspresif.
g. Pencahayaan redup.
h. Pencahayaan terang.
i. Perubahan latar (background).
Gambar 4.6 Kondisi image untuk pengujian sistem (a) Kondisi sudah di normalisasi, (b) Jarak ≤ 20 cm, (c) Jarak ≥ 40 cm, (d) Distorsi ke kanan, (e) Distorsi ke kiri,
Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil pengujian sistem
Kondisi image Jumlah Pengujian Hasil Pengenalan
a Sudah di normalisasi 10 10
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan evaluasi dari bab-bab terdahulu dan teori yang ada, dan
setelah dilakukannya penelitian dan pengujian terhadap Sistem Log in Berbasis
Pengenalan Wajah, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Jarak yang tidak konstan antara user dengan kamera dapat mengurangi kualitas
pengenalan wajah. Hasil pengujian untuk jarak ≤ 20 cm diperoleh enam dari
sepuluh kali pengujian image wajah dapat dikenal, sedangkan untuk jarak ≥ 40 cm
diperoleh dua dari sepuluh pengujian image wajah dapat dikenal.
2. Pencahayaan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengurangi kualitas
pengenalan wajah. Hasil pengujian untuk pencahayaan redup diperoleh tiga dari
sepuluh kali pengujian image wajah dapat dikenal, sedangkan untuk pencahayaan
terang diperoleh delapan dari sepuluh kali pengujian image wajah dapat dikenal.
3. Distorsi pose wajah (mengarah ke kiri atau ke kanan) dapat mengurangi kualitas
pengenalan wajah. Hasil pengujian untuk distorsi pose wajah mengarah ke kanan
diperoleh tujuh dari sepuluh kali pengujian image wajah dapat dikenal, sedangkan
untuk distorsi pose wajah mengarah ke kiri diperoleh enam dari sepuluh kali
pengujian image wajah dapat dikenal.
4. Perubahan pose wajah dari diam menjadi ekspresif tidak terlalu mempengaruhi
menjadi ekspresif diperoleh Sembilan dari sepuluh kali pengujian image wajah
dapat dikenal.
5. Perubahan latar (background) dapat mengurangi kualitas pengenalan wajah. Hasil
pengujian untuk perubahan latar (background) diperoleh empat dari sepuluh kali
pengujian image wajah dapat dikenal.
5.2Saran
Adapun beberapa saran yang layak untuk jadi bahan pertimbangan dalam membangun
sistem yang lebih baik di masa yang akan datang, yaitu:
1. Untuk meningkatkan akurasi pengenalan wajah, sebaiknya ditambahkan beberapa
fitur seperti fitur morfologi wajah.
DAFTAR PUSTAKA
Al Fatta, Hanif. 2009. Rekayasa Sistem Pengenalan Wajah: Membangun Sistem
Presensi Karyawan Menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 dan Micrososft
Access. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Kusrini dan Andri Koniyo. 2007. Tuntunan Praktis Membangun Sistem Informasi
Akuntansi Dengan Visual Basic Dan Microsoft SQL Server. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Ruminta. 2005. Matriks Persamaaan Linier Dan Pemograman Linier. Bandung:
Rekayasa Sains.
Sadeli, Muhammad. 2008. Kumpulan Proyek Visual Basic 2005. Palembang:
Maxikom.
Sanjaya, Ridwan dan Helmy. 2004. Mempercantik Desain Form Pada Visual Basic
6.0. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sitorus, Syahriol, dkk. 2006. Pengolahan Citra Digital. Medan: USU Press.
Suparman dan Marlan. 2007. Komputer Masa Depan dan Pengenalan Artificial
Inteligence. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Hestiningsih, Idhawati. diakses tanggal 11 Februari 2010. Pengolahan citra digital.
Purwanto, Ari. diakses tanggal 15 Januari 2010. Aplikasi Sistem Citra Digital
Sebagai Alat Deteksi Wajah Manusia.
Eigenface.
Turk, Matthew dan Alex P.Pentland. diakses tanggal 15 Januari 2010.
Face Recognition Using Eigenfaces.