PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PEMIMPIN
TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT
DI RUMAH SAKIT BANGKATAN BINJAI
TESIS
Oleh
TUTI SUMARNI
057013027/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PEMIMPIN
TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT DI
RUMAH SAKIT BANGKATAN BINJAI
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
TUTI SUMARNI
057013027/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PEMIMPIN TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT BANGKATAN BINJAI
Nama Mahasiswa : Tuti Sumarni
Nomor Pokok : 057013027
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Sutomo Kasiman, MD, FIHA, FACC) (dr. Yosri Azwar, M.Kes)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Telah diuji pada
Tanggal 17 Januari 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, MD, FIHA, FACC Anggota : 1. dr. Yosri Azwar, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PEMIMPIN TERHADAP
MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT BANGKATAN BINJAI
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 17 Januari 2008
ABSTRAK
Banyak cara seorang pemimpin untuk memotivasi orang lain terutama bawahannya untuk mencapai tujuan atau menyelesaikan suatu tugas maupun mengatasi persoalan atau tantangan yang dihadapinya. Salah satu karakteristik utama yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah kemampuannya untuk memotivasi orang lain atau bawahannya dalam mencapai tujuan atau misi organisasi. Kemampuan seorang pemimpin untuk memotivasi anggota tim atau bawahannya sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosionalnya (EI-nya).
Jenis penelitian ini adalah survei analitik untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai. Populasi penelitian adalah seluruh perawat yang bertugas di Rumah Sakit Bangkatan Binjai sebanyak 43 orang, seluruh populasi diambil sebagai sampel (total sampling). Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan kecerdasan emosional pemimpin dengan komponen kesadaran diri dalam bentuk realistis, humoris dan percaya diri, manajemen diri/mengelola diri dalam bentuk rileks dan produktif, motivasi diri dalam bentuk berkomitmen dan mampu mengembangkan pola sikap yang baru serta lebih berproduktif, empati dalam bentuk empati kepada orang lain, menyelesaikan konflik dan berkomunikasi efektif, dan kecakapan sosial /ketrampilan sosial dalam bentuk mengartikulasikan pemikiran bawahannya, memberi saran dan mendukung bawahannya serta mampu mampu orang lain.
Kesimpulan penelitian menunjukkan seluruh sub variabel kecerdasan emosional pemimpin berpengaruh terhadap motivasi kerja perawat, yaitu : kesadaran diri sebesar ß=0,249, manajemen diri/mengelola diri sebesar ß=0,225, motivasi diri sebesar ß=0,219, empati sebesar ß=0,167, dan kecakapan sosial/ketrampilan sosial sebesar ß=0,147.disarankan peningkatan kesadaran diri oleh pemimpin terhadap perawat dalam meningkatkan motivasi kerja.
ABSTRACT
A leader has a lot of ways of motivating others especially those who work under his supervision to meet his objectives or to accomplish a task or to overcome the problems or challenges he is facing. One of the main charactheristics must be owned by a leader is a capability of motivating others or his staff to meet his objective or the mission of his organization. The ability of a leader to motivate his team member or staff is much influenced by his emotional intelligence (EI).
The purpose of this analytical survey study is to analyze the influence of leader’s emotional intelligence on work motivation of the nurses serving in Bangkatan Hospital Binjai and all of them were selected through the total sampling technique as the samples for this study. The data needed were obtained through distributing questionnaires to the nurses and the data obtained were analyzed using multiple regrestion test.
The result of this study shows that leader’s emotional intelligence with the components of self-awareness in realistic form, humor and self-confidence, relax and productive self-management, self-motivation in the form of commitment, ability to develop the more productive pattern of new attitude, empathy to others, conflict solution, effective communication, social competence/social skill in the form of articulating the thought of his subordinates, giving suggestion, supporting his subordinates and being able to convince others.
In brief, this study shows that all of the sub-variables of leader’s emotional intelligence such as self awareness with =0,249, self-management with =0,0225, self-motivation with =0,219, empathy with =0,167, and social competence/social skill with =0,147, have and influence on work motivation of the nurses. It is suggested that a leader should the self-awareness of the nurses to enhance their work motivation.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan berkah dan karuniaNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini, yang mana merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan.
Selama penelitian dan penyusunan tesis ini yang berjudul : Pengaruh Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai Tahun 2007, penulis telah banyak mendapat bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP dan Bapak dr. Yosri Azwar, M.Kes yang telah membimbing dari awal sampai selesainya penulisan tesis ini. Selanjutnya ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Magister
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Dra Ida Yustina, Msi, selaku Sekretaris Program Magister
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Ir. Sri Fajar Ayu, MM dan Ibu Dra. Raras Sutatminingsih, MSi selaku
Dosen Pembanding tesis.
5. Seluruh Dosen dan Staf di Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
7. Teristimewa buat suamiku tercinta Mukmin Aritonang yang telah telah memberikan kasih sayang, perhatian, dorongan, dan doa restu kepada penulis agar dapat menyelesaikan pendidikan Pascasarjana.
8. Ayahanda dan Ibunda tercinta serta kedua Mertua yang telah memberikan perhatian, dorongan dan doa restu kepada ananda agar dapat menyelesaikan pendidikan Pascasarjana.
9. Juga anak-anakku tersayang Abduh Halim Perdana Aritonang, Ade Apsari
Furqon Aritonang dan Siti Rahma Aritonang yang selama ini telah mendampingi dan terus berdoa untuk mamanya dalam penyelesaian tesis ini. 10.Sahabat yang kusayangi drg. Rosliani dan drg. Zuhar Elisa yang telah
melewati hari-hari bersama yang penuh perjuangan daan memberi dorongan agar tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
11.Teman-teman di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya di Magister Administrasi Rumah Sakit yang selama ini telah berjuang bersama-sama dalam mencapai cita-cita.
12.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun penulisan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini dan pengembangan penulisan di masa yang akan dating. Akhirnya penulis mengharapkan tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 17 Januari 2008 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Tuti Simarni dilahirkan di Medan pada tanggal 13 Pebruari 1965 dari
pasangan Ayahanda Syamsul Qamar dengan Ibunda Sulasmi, anak pertama dari lima
bersaudara dan beragama Islam. Telah menikah dengan Mukmin Aritonang dan
dikaruniai tiga putera/puteri yang bernama Abduh Halim Perdana Aritonang, Ade
Apsari Furqon Aritonang, Siti Rahma Aritonang. Sekarang menetap di Jl. Makmur
No. 51 Desa Sambirejo Timur Kec. Percut Sei Tuan Medan-SUMUT.
Pendidikan dimulai di SD Mongonsidi Medan, kemudian melanjutkan
pendidikan SMP Negeri X di Medan, selanjutnya melanjutkan pendidikan di SMA
Negeri 8 Medan dan melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Kedokteran
Universitas Methodist Indonesia Medan.
Setelah selesai pendidikan bekerja sebagai Dokter Pegawai Tidak Tetap
(PTT) di Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat SUMUT, dan sekarang sebagai
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
RIWAYAT HIDUP... x
DAFTAR ISI……….. ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I.PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Hipotesis ... 7
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1. Pemimpin……….. ... 8
2.2. KecerdasanEmosional……... 11
2.3.MotivasiKerja... 16
2.5. LandasanTeori... 22
2.6. Kerangka Konsep ………... 24
BAB III. METODE PENELITIAN... 26
3.1. Jenis Penelitian ... 26
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26
3.3. Populasi dan Sampel ... 26
3.4. UjiValiditas dan Realibitas ... 27
3.5. Metode Pengumpulan Data ... 31
3.6. Variabel dan Defenisi Operasional ... 31
3.7. Metode Pengukuran ... 32
3.7.1.Pengukuran Variabel Kecerdasan Emosional Pemimpin.. 32
3.7.2. Pengukuran VariabelMotivasi Kerja... 34
3.8. Metode Analisa Data ... 35
BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 36
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 36
4.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 39
4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 39
4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.. ... 39
4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 40 4.3. Analisa Univariat... 40
4.3.2. Variabel Manajemen Diri ... 44
4.3.3. VariabelMotivasi Diri... 45
4.3.4. VariabelEmpati... 46
4.3.5. VariabelKecakapan Sosial... 47
4.3.6. VariabelMotivasi Kerja Perawat ... 48
4.4. Pengujian Persyaratan Analisis ... 51
4.5. Analisa Bivariat ... 52
4.6. Analisis Multivariat... 55
BAB V. PEMBAHASAN ... 58
5.1. Pengaruh Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 58
5.2. Pengaruh Kesadaran Diri Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 58
5.3. PengaruhManajemen Diri Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 59
5.4. Pengaruh Motivasi Diri Pemimpin terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 60
5.5. Pengaruh Empati Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 61
5.6.Pengaruh Kecakapan Sosial Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Bangkatan... 62
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 67
6.1. Kesimpulan ... 67
6.2. Saran ... 68
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Tingkat Efesiensi RS. Bangkatan ………... 5
2.1. Perbedaan Manajer dengan Pemimpin ……….. 10
3.1. Jumlah Pegawai dan Sampel di Unit Kerja RS. Bangkatan … 27
3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kecerdasan 29
Emosional Pemimpin... 3.3. Hasil uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Motivasi ……. 30
4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 39
4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………… 40
4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 40
4.4. Hasil Univariat Variabel Independen ... 41
4.5. Hasil Univariat Variabel Dependen ... 42
4.6. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin Tentang Kesadaran Diri di Rumah Sakit Bangkatan Binjai……… 43
4.7. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin Tentang Menajemen Diri di Rumah Sakit Bangkatan……… 45
4.8. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin Tentang Motivasi Diri di Rumah Sakit Bangkatan……….. 46
4.9. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin Tentang Empati di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 47
4.10. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin Tentang Kecakapan Sosial di Rumah Sakit Bangkatan Binjai………… 48
4.12. Nilai Normalitas Variabel Independen dan Dependen ... 52
4.13 Pengaruh kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap
Motivasi Kerja Perawat di RS. Bangkatan Binjai…………... 53
4.14. Pengaruh kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap
Motivasi Kerja Perawat di RS. Bangkatan Binjai... 54
4.15. Hasil Uji Regresi Linier Berganda Berdasarkan Pengaruh Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja
Perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai... 55
4.16. Koefisien Korelasi Berganda dan Koefisien Derteminan Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Hierarki Motivasi Kerja ... 19
2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 24
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Hasil Analisa Data Univariat, Bivariat, Multivariat ... 73
2. Kuesioner Penelitian ... 126
3. Surat Izin Penelitian ... 131
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ada banyak dinamika yang terjadi di tempat kerja saat ini terutama pada saat
negara dan bangsa Indonesia dilanda krisis ekonomi yang bersifat multi dimensi, hal
ini dapat dibaca dan didengar setiap hari dari berbagai media massa. Pemimpin
banyak yang dihujat atau didemo oleh bawahannya karena pemimpin tersebut tidak
mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik, marah jika dikritik, dan merasa
dirinya paling pandai dan paling pintar, keadaan ini menunjukkan bahwa kecerdasan
emosional pemimpin tersebut rendah.
Tingkat kecerdasan emosional dapat menjadi penyebab dasar keberhasilan
atau sebagai masalah yang dihadapi dunia bisnis dan dunia pemerintahan saat ini.
Kecerdasan emosional dapat menjadi penentu seberapa berhasilnya atau tidak
berhasilnya suatu organisasi/perusahaan atau pegawai dalam menerapkan pelayanan
prima (Winarno dan Saksono, 2001).
Tanda-tanda bahwa dalam suatu organisasi yang memiliki pemimpin dengan
kecerdasan emosional yang rendah, misalnya:
a. Pemimpin/manajer mengumbar amarahnya dan mengeluarkan anak buahnya
hanya karena kesalahan yang sepele.
c. Pemimpin tidak mampu memotivasi bawahannya untuk menncapai kinerja
yang optimal.
d. Pemimpin tidak mampu berkomunikasi dengan baik.
Fenomena ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Goleman tentang
kecerdasan emosional. Menurut Goleman (2001), kecerdasan emosional sebagai
kemampuan memotivasi diri sendiri dan orang lain, kemampuan mengenali perasaan
diri sendiri dan orang lain, kemampuan mengendalikan emosi, kemampuan
pengaturan diri sendiri, kemampuan berempati, dan kemampuan berhubungan dengan
orang lain. Hal ini menjadi petunjuk bagi kita betapa pentingnya “kecerdasan
emosional” dalam karir dan sosial.
Sebagian besar pelayanan di rumah sakit dilakukan oleh tenaga keperawatan,
dimana perawat merupakan bagian yang terpenting dalam pelayanan di rumah sakit,
dan dari segi jumlah, perawat yang paling banyak. Dari hasil survey kepuasan pasien
selalu terkait dengan perawat. Menurut Kusumapradja (2006) 70% ketidakpuasan
pasien disebabkan perilaku petugas kesehatan (khususnya perawat) karena sebagian
besar waktu pasien berinteraksi dengan perawat, untuk menghasilkan kinerja yang
optimal, motivasi kerja merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan kinerja.
Untuk mempertahankan kualitas pelayanan, rumah sakit menginginkan motivasi kerja
yang tinggi pada bawahannya, dimana motivasi kerja memegang peranan yang sangat
Motivasi kerja banyak dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya dipengaruhi
oleh kepemimpinan. Menurut Arep dan Tanjung (2004), ada 7 (tujuh) sumber-sumber
yang mempengaruhi motivasi, yaitu sebagai berikut :
(1) Kebutuhan manusia
(2) Kompensasi
(3) komunikasi
(4) Kepemimpinan
(5) pelatihan
(6) Prestasi
(7) Tauhid dan jihad bagi umat Islam.
Rendahnya motivasi kerja anak buah untuk meraih prestasi karena tidak
mendapat dorongan dan apresiasi dari atasan. Pemimpin dengan kecerdasan
emosional tinggi akan mampu memotivasi diri, lalu beresonansi pada orang-orang di
sekelilingnya, terutama anak buahnya. Berdasarkan pengalaman memberi pelatihan di
lingkungan birokrasi pemerintahan maupun BUMN, ditemukan indikator kuat, hanya
sedikit pemimpin yang mampu memberi motivasi kerja pada anak buahnya. Banyak
pemimpin menjadi sasaran caci maki anak buah sehingga potensi dan dedikasi anak
buah tidak optimal untuk memajukan perusahaan (Hidayat, 2002).
Penelitian dari Kerr dan kawan-kawan (2006) menyatakan, bahwa kecerdasan
emosional seseorang merupakan penentu kunci terhadap kepemimpinan yang efektif.
Persepsi bawahan terhadap efektivitas pemimpin berkaitan erat dengan kecerdasan
memberikan efek pada bawahannya dengan dua cara yaitu, pemimpin mampu
memotivasi bawahannya untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan organisasi, serta
pemimpin tersebut mampu menyampaikan ide-idenya pada bawahannya untuk
meningkatkan kinerja (Melia Prati, Ceasar dan Ferris, 2003).
Menurut Borbuto dan Burbach (2006), pemimpin yang mempunyai lima
komponen kecerdasan emosional yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, motivasi diri,
empati, dan kecakapan sosial mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan
transformational leadership yaitu pemimpin yang mampu menyampaikan visi dan
misi organisasi.
Rumah Sakit Bangkatan didirikan pada tahun 1908 yang terletak di
kotamadya Binjai merupakan rumah sakit BUMN tipe C, memiliki 100 tempat tidur.
Rumah Sakit Bangkatan didirikan pada tahun 1908 yang terletak di kotamadya Binjai
merupakan rumah sakit BUMN tipe C, memiliki 100 tempat tidur. Rumah sakit
Bangkatan saat ini disamping melayani kesehatan karyawan kesehatan PTP N II yang
sesuai dengan wilayah kerjanya, juga melayani kesehatan umum maupun karyawan
TABEL 1.1.
TINGKAT EFFISIENSI RS. BANGKATAN
Tingkat Effisiensi
RS
TAHUN 2002
TAHUN 2003
TAHUN 2004
TAHUN 2005
TAHUN 2006
STANDARD NASIONAL
BOR(%) 32,59 38,15 39,59 50,3 51,4 75-85%
LOS(hari) 4,57 4,49 4,47 3,8 4,3 6-9 hari
TOI(hari) 9,45 7,27, 7,04 2,6 4,5 1-3 hari
NDR(%) 1,52 1,55 1,25 - - < 2,5%
GDR(%) 2,16 2,53 2,16 2,2 - < 3%
Keterangan tabel;
1. BOR (Bed Turn Over), adalah untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit dengan nilai ideal 60-80%.
2. BTO (Bed Turn Over), adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur rumah sakit dengan nilai ideal 40-50 kali.
3. LOS (Length Of Stay), adalah untuk mengetahui efisiensi pelayanan suatu rumah sakit apabila diterapkan diagnostic tracer, dengan nilai ideal 1-3 hari.
4. TOI (Turn Over Interval), adalah untuk mengetahui effisiensi penggunaan tempat tidur rumah sakit, dengan nilai ideal 6-9 hari.
5. GDR (Gross Death Rate), adalah untuk mengetahui angka kematian umum di rumah sakit dengan nilai ideal <25/1000 pasien yang keluar rumah sakit.
6. NDR (Net Death Rate), adalah untuk mengetahui angka kematian,48 jam di rumah sakit dengan nilai ideal <25/1000 pasien keluar rumah sakit (Muninjaya, 2004).
Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan tingkat efisiensi rumah sakit
Bangkatan Binjai, seperti BOR, LOS, dan TOI belum memenuhi standar nasional,
walaupun saat ini Rumah Sakit Bangkatan Binjai menerima pasien di luar karyawan
perkebunan. Indikator klinis ini menunjukkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah
sakit ini masih di bawah standar nasional. Hal ini sekaligus menggambarkan kinerja
yang rendah, dimana motivasi kerja ini dipengaruhi kecerdasan emosional
pemimpinnya.
Hal ini menjadi dasar ketertarikan penulis melakukan penelitian tentang
pengaruh kecerdasan emosional pemimpin ditinjau dari aspek :
1. Kesadaran diri
2. Manajemen diri
3. Motivasi diri
4. Empati
5. Kecakapan sosial
terhadap motivasi kerja perawat.
1.2. Permasalahan
Apakah kecerdasan emosional pemimpin yaitu kesadaran diri, manajemen
diri, motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial berpengaruh terhadap motivasi kerja
perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai? Dan sebesar apa pengaruh kecerdasan
emosional pemimpin terhadap motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Bangkatan
Binjai?
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis bagaimana dan sebesar apa pengaruh kecerdasan
emosional pemimpin yaitu kesadaran diri, manajemen diri, motivasi diri, empati, dan
1.4. Hipotesis penelitian
Terdapat pengaruh positif kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi
kerja perawat di Rumah Sakit Bangkatan Binjai.
1.5. Manfaat Penelitian
a. Bagi Rumah Sakit :
Merupakan masukan bagi manajemen rumah sakit tentang pentingnya
kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi kerja perawat untuk
meningkatkan kinerja.
b. Bagi Peneliti:
Merupakan pengalaman yang berguna untuk mendalami dan untuk
menerapkan teori mengenai kecerdasan emosional pemimpin terhadap
motivasi kerja perawat yang diperoleh selama studi.
c. Bagi AKK:
Sebagai bahan masukan untuk pengembangan Sekolah Pasca Sarjana Ilmu
Kesehatan Masyarakat, khususnya konsentrasi Administrasi Rumah Sakit
dalam meningkatkan kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi kerja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemimpin
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan,
khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu
mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan organisasi. Kepemimpinannya
pada umumnya distimulir oleh dorongan-dorongan kuat dari dalam diri sendiri untuk
memimpin. Diharapkan agar pemimpin itu mampu membina bawahannya menjadi
mahir secara teknis, bersemangat/bergairah kerja, loyal dan bermoral tinggi. Juga bisa
membangkitkan kekuatan rasional dan kekuatan emosional yang positip. Ringkasnya
dia mampu mengembangkan segenap potensi anak buah dalam iklim sosial yang
menyenangkan (Kartono, 2006).
Menurut Hasibuan (2005), pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan
wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan
sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin harus
bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya.
Menurut Fairchild yang dikutip Kartono (2006), pemimpin dalam pengertian
luas ialah seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial
dengan mengatur, mengarahkan, mengarahkan, mengorganisir, atau mangontrol
pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seorang yang membimbing, memimpin
dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya, dan penerimaan secara suka rela oleh
para pengikutnya.
Menurut Kottler yang dikutip Robbins (20003), pemimpin menetapkan arah
dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa depan, kemudian mereka
menyatukan orang dengan mengkomunikasikan visi ini dan mengilhami mereka
untuk mengatasi rintangan-rintangan.
Menurut Azwar (1996), pemimpin adalah seseorang yang karena sifat-sifat
dan perilaku yang dimilikinya mempunyai kemampuan untuk mendorong orang lain
guna berpikir, bersikap serta berbuat sesuai dengan yang diinginkan. Kepemimpinan
juga akan muncul apabila ada seseorang atau sekelompok orang yang dapat
dipengaruhi untuk berpikir, bersikap serta berbuat sesuai dengan yang diinginkan,
seseorang atau sekelompok ini disebut pengikut.
Menurut Drucker yang dikutip Tjiptono dan Diana (2001), seorang pemimpin itu
harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Pemimpin menentukan dan mengungkapkan misi organisasi secara jelas.
b. Pemimpin menentukan tujuan, prioritas, dan standar.
c. Pemimpin lebih memandang kepemimpinan sebagai tanggung jawab daripada
suatu hak istimewa dari suatu kedudukan.
d. Pemimpin bekerja dengan orang-orang yang berpengetahuan dan tangguh,
serta dapat memberikan kontribusi kepada organisasi.
Bennis dalam bukunya “ Managing the Dream: Leadership in the 21st
Century”, yang dikutip oleh Luthans (2006), membedakan antara pemimpin dengan
manajer.
TABEL 2.1.
PERBEDAAN MANAJER DENGAN PEMIMPIN
Ciri Manajer Ciri pemimpin
Mengatur Inovasi
Tiruan Asli
Memelihara Mengembangkan/menciptakan
Fokus pada system dan struktur Fokus pada manusia
Mengendalikan control Menginspirasi kepercayaan
Pandangan jangka pendek Perspektif jangka panjang
Menanyakan bagaimana dan kapan Menanyakan apa dan mengapa
Tertuju pada laporan keuangan Tertuju pada horizon
Meniru Mencetak
Menerima status Quo Menentang Status Quo
Prajurit yang baik Diri Sendiri
Melakukan segala sesuatu dengan benar Melakukan segala sesuatu yang benar
Pemimpin merupakan orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang
tugas, dan situasi agar dapat mencapai sasaran perusahaan, (Timple dalam Umar,
2005).
Menurut Arep dan Tanjung (2004), seorang pemimpin memiliki tiga kategori
umum, yakni :
a. Kemampuan menganalisa dan menarik kesimpulan yang tepat. Ia harus
mampu menganalisa suatu masalah, situasi atau serangkaian keadaan tertentu
dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang tepat.
b. Kemampuan untuk menyusun suatu organisasi, dapat menyeleksi dan
menempatkan orang-orang tepat untuk mengisi jabatan dalam organisasi yang
bersangkutan.
c. Kemampuan untuk mengorganisasikan pekerjaan, agar organisasi berjalan
lancar untuk menuju tujuan, cita-cita, dan putusan dari tingkat yang lebih
tinggi kepada bawahan-bawahannya, agar tujuan dan putusan-putusan itu
dapat diterima dengan baik.
Berdasarkan uraian-uraian diatas maka dapat diidentifikasi ciri-ciri seorang
pemimpin untuk penelitian ini
.
2.2. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) adalah penggunaan emosi
secara cerdas. Bagaimana membuat emosi tersebut bermanfaat dengan
menggunakannya sebagai pemandu perilaku dan pemikiran kita, sedemikian rupa
menggunakan pemahaman tersebut untuk menghadapi situasi secara produktif,
bukannya menekan emosi dan menghilangkan informasi berharga yang disampaikan
oleh emosi kepada kita, karena emosi dihasilkan oleh interaksi antara pemikiran,
perubahan fisiologis, dan perilaku dalam menanggapi suatu peristiwa eksternal.
ketidakmampuan mengontrol emosi dan berkomunikasi secara efektif sering
mengakibatkan terjadinya konflik yang tak terselesaikan dan terjadi berulang-ulang
diantara staf, menimbulkan semangat kerja yang rendah, dan menurunnya
produktivitas kerja (Weisenger, 2006).
Menurut Patton (1998), kecerdasan emosional adalah dasar pokok dalam
membangun hubungan lalu memperkuat diri kita serta orang lain untuk menghadapi
tantangan yaitu keseimbangan antara perasaan dan pikiran.
Menurut Goleman (2001), pada tingkat individu, elemen kecerdasan emosi
dapat diidentifikasi, dinilai, dan di- upgrade. Pada tingkat kelompok, elemen
kecerdasan emosi berarti pengaturan dinamika interpersonal yang baik yang membuat
kelompok menjadi labih cerdas. Pada tingkat organisasi, elemen kecerdasan emosi
berarti merevisi hierarki nilai agar kecerdasan emosi menjadi prioritas dalam konteks
penerimaan karyawan, pelatihan, dan pengembangan, evaluasi kinerja dan promosi.
Menurut Goleman (2001), Kecerdasan emosi (EI) adalah kapabilitas untuk
mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri, dan untuk
mengelola emosi diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain. Dimensi
a. Kesadaran diri : Pemahaman diri; pengetahuan tentang perasaan sebenarnya
pada satu kejadian.
b. Manajemen diri : Menangani emosi untuk memudahkan, bukannya
menghalangi tugas; tidak setuju dengan emosi negatif dan kembali ke jalur
konstruktif untuk penyelesaian masalah.
c. Motivasi diri : Tetap pada tujuan yang diinginkan; mengatasi impuls emosi
negatif dan menunda gratifikasi untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
d. Empati : Memahami dan sensitif dengan perasaan orang lain; dapat merasakan
apa yang dirasakan dan diinginkan orang lain.
e. Kecakapan sosial : Kemampuan membaca situasi sosial; lancar dalam
berinteraksi dengan orang lain dan membentuk jaringan; dapat menuntun
emosi dan tindakan orang lain.
Keterampilan utama kecerdasan emosional dalam membangun kerjasama
adalah mengetahui cara berkomunikasi dengan menggunakan intelektual dan
perasaan. Menurut Patton yang dikutip oleh Mangkunegara (2005), ketrampilan
komunikasi kecerdasan emosional adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan emosi untuk memberikan kedalaman dan kekayaan terhadap
diri sebagai seorang pribadi dan membawa kehidupan diri dari tindakan.
2. Mengatur diri sendiri untuk dapat bertindak sesuai dengan pesan yang
disampaikan.
3. Mengetahui cara membaca emosi orang lain untuk memperlancar alur
4. Menggunakan pendengaran dengan aktif namun tidak menghakimi fakta dan
fiksi sehingga dapat menentukan pikiran dan perasaan tentang informasi yang
didengar.
5. Memahami perasaan orang lain dan melihat orang lain berdasarkan perspektif
mereka sebelum melakukan tindakan.
Sumber daya manusia yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi
adalah sumber daya manusia yang mampu mengendalikan diri, sabar, tekun, tidak
emosional, tidak reaktif serta positive thingking. Pemimpin dengan kecerdasan
emosional yang tinggi, ia tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, lebih
mengutamakan rasio daripada emosi, tidak reaktif bila mendapat kritik, tidak merasa
dirinya pandai dan paling benar serta tawadlu (rendah hati) atau low profile.
Pemimpin ini termasuk tipologi manusia “orang yang tahu, dan tahu kalau
dirinya tahu”. Pemimpin seperti ini juga mempunyai sikap terbuka, transparan,
akomodatif, konsisten, satu kata dengan perbuatan, menepati janji, jujur, adil, dan
berwibawa. Kewibawaannya ditegakkan dengan dengan arif bijaksana, bukan dengan
power atau kekuasaan (Hawari, 2003).
Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan,
serta kemampuan untuk memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi,
kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan
kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain
kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin (Secapramana,
1999).
Kecerdasan akademis sedikit kaitannya dengan kehidupan emosional. Orang
dengan IQ tinggi dapat terperosok ke dalam nafsu yang tak terkendali dan impuls
yang meledak-ledak; orang dengan IQ tinggi dapat menjadi pilot yang tak cakap
dalam kehidupan pribadi mereka. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang paling
banyak 20% bagi sukses dalam kehidupan, sedangkan 80% ditentukan oleh faktor
lain (Secapramana, 1999).
Menurut Robbins (2003), kecerdasan emosional (EI) merujuk pada
keanekaragaman ketrampilan, kapabilitas, dan kompetensi non kognitif, yang
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam menghadapi tuntutan dan
tekanan lingkungan. Para pemimpin besar menunjukkan kecerdasan emosional
mereka dengan memperlihatkan memperlihatkan lima komponen kunci yaitu :
a. Kesadaran diri : Percaya diri, penilaian diri yang realistik, dan rasa humor.
b. Mengelola diri : Sifat yang layak dipercaya dan keterbukaan dengan perubahan.
c. Motivasi diri : Dorongan yang kuat untuk mencapai optimisme dan komitmen
organisasi yang tinggi.
d. Empati : Keahlian dalam membangun dan mempertahankan bakat, kepekaan
terhadap perasaan orang lain.
e. Ketrampilan sosial : Kemampuan untuk memimpin upaya perubahan,
Dalam buku Goleman yang kedua, Working with Emotional Intelligence yang
dikutip oleh Luthans (2006) menyatakan; Tingkatan kecerdasan emosi bukan hanya
bawaan genetika, juga bukan hanya dikembangkan pada masa anak-anak. Beda
halnya dengan IQ yang sedikit berubah setelah kita berusia remaja, kecerdasan emosi
sangat dapat dipelajari, dan terus berkembang saat kita menjalani hidup dan belajar
dari pengalaman kita, kompetensi kita dapat terus berkembang. Kata klasik untuk
perkembangan kecerdasan emosi adalah “kedewasaan”.
Berdasarkan teori-teori diatas dapat diketahui bahwa kecerdasan emosional
merupakan variabel yang berperan dan harus dimiliki seorang pemimpin untuk
meningkatkan motivasi kerja bawahannya.
2.3. Motivasi Kerja
Motivasi terbentuk dari sikap (atitute) karyawan dalam menghadapi situasi
kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang
menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan
organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positip terhadap situasi
kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal
(Mangkunegara, 2005).
Menurut McClelland yang dikutip Mangkunegara (2005) ada beberapa
karakteristik dari orang-orang yang mempunyai motif berprestasi tinggi, antara lain :
a. Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi
c. Memiliki tujuan yang realistik
d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan
tujuan
e. Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam semua kegiatan yang
dilakukan
f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan
Menurut McClelland yang dikutip oleh Thoha (2003), seseorang yang
dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk
melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik dari prestasi karya orang lain. Ada
tiga kebutuhan manusia menurut McClelland, yakni :
1. Kebutuhan untuk berprestasi
2. Kebutuhan untuk berafiliasi
3. Kebutuhan untuk kekuasaan
Ketiga kebutuhan ini terbukti menentukan prestasi seseorang dalam bekerja.
Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi
individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan
nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk
mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Dorongan tersebut
terdiri 2 (dua) komponen, yaitu :
1. Arah perilaku (kerja untuk mencapai tujuan)
Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu yang
merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal perusahaan. Selain itu
motivasi dapat pula diartikan sebagai dorongan individu untuk melakukan tindakan
karena mereka ingin melakukannya. Apabila individu termotivasi, mereka akan
membuat pilihan yang positif untuk melakukan sesuatu, karena dapat memuaskan
keinginan mereka (Rivai, 2004).
Menurut Arep dan Tanjung (2004) motivasi sebagai sesuatu yang yang pokok,
yang menjadi dorongan bagi seseorang untuk bekerja. Motivasi adalah Self concept
realization (merealisasikan konsep dirinya), yang bermakna bahwa seseorang akan
selalu termotivasi jika :
a. Ia hidup dalam suatu cara yang sesuai dengan peran yang lebih ia sukai.
b. Diperlakukan sesuai dengan tingkatan yang lebih ia sukai.
c. Dihargai sesuai dengan cara yang mencerminkan penghargaan seseorang atas
kemampuannya.
Menurut Luthans (2006) motivasi adalah proses yang dimulai dengan
defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang
ditujukan untuk tujuan atau insentif. Hierarki motivasi kerja menurut Luthans
AKTUALISASI DIRI
Perkembangan pribadi, realisasi potensi
KEBUTUHAN PENGHARGAAN
Gelar, symbol status, promosi, bangquet (makan siang bisnis)
KEBUTUHAN SOSIAL
Kelompok atau tim kerja formal dan informal
KEBUTUHAN KEAMANAN
Rencana senioritas, serikat, asuransi kesehatan, rencana membantu karyawan, uang pesangon, pensiun
KEBUTUHAN DASAR
Gaji
GAMBAR 2.1: HIERARKI MOTIVASI KERJA
Menurut Robbins (2003) motivasi sebagai satu proses yang menghasilkan
suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu
tujuan. Motivasi merupakan kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi
untuk untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam
memenuhi beberapa kebutuhan individual.
Berdasarkan McClelland’s Theory of needs yang dikutip oleh Rivai (2004),
menganalisis tentang tiga kebutuhan manusia yang sangat penting di dalam organisasi
atau perusahaan tentang motivasi mereka. McClelland theory of needs memfokuskan
a. Kebutuhan dalam mencapai kesuksesan (need for achievement); kemampuan
untuk mencapai hubungan kepada standar perusahaan yang telah ditentukan
juga perjuangan karyawan untuk menuju keberhasilan. Mereka berjuang untuk
memenuhi ambisi secara pribadi daripada mencapai kesuksesan dalam bentuk
penghargaan perusahaan atau organisasi. Sehingga mereka melakukannya
selalu lebih baik dan lebih efisien dari waktu ke waktu (better than others).
b. Kebutuhan dalam kekuasaan atau otoritas kerja (need forpower); kebutuhan
untuk orang berperilaku dalam keadaan yang wajar dan bijaksana di dalam
tugasnya masing-masing. Manusia seperti ini justru senang dengan tugas yang
dibebankan kepadanya dan cenderung untuk lebih peduli dengan kebanggaan,
prestise, dan memperoleh pengaruh terhadap manusia lainnya.
c. Kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation); hasrat untuk bersahabat
dan mengenal lebih dekat rekan kerja atau para karyawan di dalam organisasi.
Mereka memiliki motivasi untuk persahabatan, menanggung dan bekerja sama
daripada sebagai ajang kompetisi di dalam suatu organisasi. Termasuk di
dalam hal pengertian satu dengan lainnya.
Berdasarkan teori-teori di atas bahwa motivasi kerja merupakan variabel yang
berperan untuk meningkatkan kinerja di rumah sakit.
2.4. Keperawatan
Seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau
penuaan dan perawat professional adalah perawat yang bertanggungjawab dan
berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya (Depkes
RI, 2002).
Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada individu sehat maupun
sakit dimana segala aktifitas yang dilakukan berguna untuk pemulihan kesehatan
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, aktifitas ini dilakukan dengan berbagai cara
untuk mengembalikan kemandirian pasien secepat mungkin dalam bentuk proses
keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
Menurut Depkes RI (2002) perhatian perawat professional pada waktu
menyelenggarakan pelayanan keperawatan adalah pada pemenuhan kebutuhan dasar
manusia. Profil perawat professional adalah gambaran dan penampilan menyeluruh.
Perawat dalam melakukan aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberi
asuhan keperawatan, praktek keperawatan, pengelola institusi keperawatan,
pendidikan klien serta kegiatan penelitian dibidang keperawatan.
Keperawatan dalam menjalankan pelayanan sebagai nursing services
menyangkut bidang yang amat luas sekali, secara sederhana dapat diartikan sebagai
suatu upaya untuk membantu orang sakit maupun sehat dari sejak lahir sampai
meninggal dunia dalam bentuk peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan
melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri tanpa memerlukan bantuan dan
ataupun tergantung pada orang lain (Henderson yang dikutip oleh Nursalam,2002).
Berdasarkan teori-teori di atas dapat diidentifikasi tentang tugas dan peran
perawat di rumah sakit.
2.5. Landasan Teori
Menurut Goleman (2001), Kecerdasan emosi (EI) adalah kapabilitas untuk
mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri, dan untuk
mengelola emosi diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain.
Dimensi kecerdasan emosional meliputi :
a. Kesadaran diri : Pemahaman diri; pengetahuan tentang perasaan sebenarnya
pada satu kejadian.
b. Manajemen diri : Menangani emosi untuk memudahkan, bukannya
menghalangi tugas; tidak setuju dengan emosi negatif dan kembali ke jalur
konstruktif untuk penyelesaian masalah.
c. Motivasi diri : Tetap pada tujuan yang diinginkan; mengatasi impuls emosi
negatif dan menunda gratifikasi untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
d. Empati : Memahami dan sensitif dengan perasaan orang lain; dapat merasakan
apa yang dirasakan dan diinginkan orang lain.
e. Kecakapan sosial : Kemampuan membaca situasi sosial; lancar dalam
berinteraksi dengan orang lain dan membentuk jaringan; dapat menuntun
Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) adalah penggunaan emosi
secara cerdas. Kecerdasan emosi juga mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan
hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial,
ketrampilan yang berkaitan dengan kecerdasan sosial antara lain kemampuan untuk
memahami orang lain, kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dengan orang
lain, kemampuan berkomunikasi, kerjasama tim, membentuk citra diri positip,
memotivasi dan memberi inspirasi (Weisinger, 2006).
Menurut Robbins (2003) risetnya menunjukkan, para pemimpin memerlukan
inteligensi dasar dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan. Namun IQ dan
keterampilan teknis adalah “kemampuan ambang” mereka dibutuhkan tetapi tidak
merupakan persyaratan yang cukup untuk kepemimpinan. Pemilikan lima komponen
kecerdasan emosional yakitu :
1. Kesadaran diri
2. Manajemen diri
3. Motivasi diri
4. Empati
5. Keterampilan sosial
Itulah yang memungkinkan seorang individu menjadi seorang yang berkinerja
bintang.
Tanpa kecerdasan emosional, seorang pribadi dapat memiliki pelatihan yang
luar biasa, pikiran analitis yang tinggi, visi jangka panjang, dan pemasok
menunjukkan bahwa semakin tinggi peringkat pribadi yang dianggap merupakan
orang yang berkinerja bintang, semakin kapabilitas kecerdasan emosional (EI)
muncul kepermukaan sebagai alam bagi efektivitasnya. Khususnya, ketika orang
yang berkinerja bintang itu dibanding dengan rata-rata dalam posisi manajemen
senior, hampir 90 persen dari perbedaan dalam efektivitas yang dianggap berasal dari
faktor-faktor kecerdasan emosional dan bukannya kecerdasan dasar.
Implementasi kecerdasan emosional pimpinan, pemimpin tersebut
mempunyai kemampuan menginspirasi, mempengaruhi, dan memotivasi orang
lain/bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi.
2.6. Kerangka Konsep Penelitian
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah akan alur penelitian
ini digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut ini :
KECERDASAN EMOSIONAL
• Kesadaran Diri
• Manajemen Diri
• Motivasi Diri
• Empati
• Kecakapan Sosial
MOTIVASI KERJA PERAWAT
Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dijelaskan definisi konsep sebagai
berikut : Kecerdasan emosi pemimpin meliputi lima komponen yaitu : kesadaran diri,
manajemen diri, motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial berpengaruh terhadap
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey dengan pendekatan
analitik untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional pemimpin (kesadaran diri,
manajemen diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial) terhadap motivasi
kerja perawat di RS. Bangkatan Binjai.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RS. Bangkatan Binjai yang merupakan rumah sakit
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) milik PTP Nusantara II yang disamping
melayani kesehatan karyawan perkebunan PTP N II yang sesuai dengan wilayah
kerjanya, juga melayani kesehatan masyarakat umum maupun karyawan perusahaan
langganan untuk daerah Binjai dan sekitarnya. Pelaksanaan penelitian direncanakan
pada bulan Juni – Agustus Tahun 2007.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah kepala bidang keperawatan, seluruh
kepala ruang perawatan dan semua perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan
pada masing-masing unit kerja yang merupakan pegawai tetap yaitu : unit gawat
jalan, instalasi kamar bersalin, instalasi bedah, dan staf dengan jumlah keseluruhan
sebanyak 43 orang.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara Total sampling yaitu
pengambilan sampel secara keseluruhan berdasarkan seluruh jumlah populasi pada
setiap unit kerja di RS. Bangkatan Binjai, sehingga sampel yang diperoleh merata
[image:44.612.100.481.329.526.2]seluruh unit kerja.
Tabel 3.1.
Jumlah Pegawai dan Sampel di Unit Kerja RS. Bangkatan Binjai
Unit Kerja Jumlah Pegawai (orang)
Instalasi Rawat Inap 18
Instalasi Rawat Jalan 3
Instalasi Gawat Darurat 6
Instalasi Bedah 6
Instalasi Kamar Bersalin 5
Instalasi Rawat Inap anak 3
Staf 2
Jumlah 43
3.4. Uji Validitas dan Realibilitas
Uji validitas terhadap kuesioner yang berguna untuk mengetahui sejauhmana
kesamaan antara yang diukur peneliti dengan kondisi yang sebenarnya dilapangan.
Uji validitas terhadap keusioner yang telah dipersiapkan adalah dengan formula
N ( ∑xy ) – ( ∑x∑y ) r =
{ [ N∑x2 – (∑x)2 ] . [ N∑y2 . (∑y)2 ] }1/2
Dimana :
x = skor tiap-tiap variabel y = skor total tiap responden N = jumlah responden
Uji reabilitas terhadap kuesioner yang berguna untuk mengetahui sejauhmana
konsistensi hasil penelitian jika kegiatan tersebut dilakukan berulang-berulang. Uji
realibilitas terhadap kuesioner yang telah dipersiapkan adalah dengan formula Alpha
cronbach sebagai berikut :
M ( Vt. Vx ) Rtt =
M . 1 ( Vt )
Dimana :
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kecerdasan Emosional
Variabel Butir
Pertanyaan
Corrected Item-Total Correlation
Status Alpha
Cronbach Status
1 0,408 Valid 0,884 Reliabel
2 0,381 Valid 0,885 Reliabel
Kesadaran Diri (X1)
3 0,333 Valid 0,887 Reliabel
1 0,498 Valid 0,881 Reliabel
2 0,488 Valid 0,881 Reliabel
Manajemen Diri
(X2) 3 0,498 Valid 0,881 Reliabel
1 0,604 Valid 0,876 Reliabel
2 0,585 Valid 0,877 Reliabel
Motivasi Diri (X3)
3 0,362 Valid 0,886 Reliabel
1 0,554 Valid 0,878 Reliabel
2 0,898 Valid 0,863 Reliabel
Empati (X4)
3 0,605 Valid 0,877 Reliabel
1 0,712 Valid 0,872 Reliabel
2 0,633 Valid 0,875 Reliabel
Kecakapan Sosial
(X5) 3 0,712 Valid 0,872 Reliabel
Berdasarkan Tabel 3.2 di atas diketahui bahwa butir-butir pertanyaan untuk
variabel kesadaran diri, manajemen diri, motivasi diri, empati dan kecakapan sosial
seluruhnya memenuhi persyaratan (valid), karena nilai yakni nilai r-hitung semua
butir pertanyaan lebih besar dari r-tabel dengan jumlah responden 43 sebesar 0,301,
serta reliabel (memenuhi persyaratan yakni nilai Cronbach Alpha lebih besar dari
Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner Motivasi Kerja Perawat
Variabel Butir
Pertanyaan
Corrected Item-Total Correlation
Status Alpha
Cronbach Status
1 0,459 Valid 0,920 Reliabel
2 0,845 Valid 0,911 Reliabel
Tanggung Jawab
3 0,459 Valid 0,920 Reliabel
1 0,577 Valid 0,917 Reliabel
2 0,721 Valid 0,914 Reliabel
Memikul Resiko Profesi
3 0,760 Valid 0,913 Reliabel
1 0,313 Valid 0,926 Reliabel
2 0,691 Valid 0,914 Reliabel
Memiliki Tujuan yang
Realistik 3 0,558 Valid 0,918 Reliabel
1 0,648 Valid 0,916 Reliabel
2 0,845 Valid 0,911 Reliabel
Memiliki Rencana Kerja
3 0,537 Valid 0,918 Reliabel
1 0,486 Valid 0,919 Reliabel
2 0,459 Valid 0,920 Reliabel
Memanfaatkan Umpan Balik
3 0,533 Valid 0,918 Reliabel
1 0,845 Valid 0,911 Reliabel
2 0,577 Valid 0,917 Reliabel
Mencari Kesempatan
3 0,648 Valid 0,916 Reliabel
Berdasarkan Tabel 3.3 di atas diketahui bahwa butir-butir pertanyaan untuk
variabel Motivasi kerja perawat (tanggung jawab, memikul resiko, memiliki tujuan
yang realistik, memiliki rencana kerja, dan mencari kesempatan) seluruhnya
memenuhi persyaratan (valid), karena nilai yakni nilai r-hitung semua butir
pertanyaan lebih besar dari r-tabel dengan jumlah responden 43 sebesar 0,301, serta
reliabel (memenuhi persyaratan yakni nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,60)
3.5. Metode Pengumpulan Data
a. Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara secara langsung
menggunakan pedoman wawancara (kuesioner) tentang kecerdasan emosional
pimpinan sebagai faktor yang mempengaruhi motivasi kerja perawat.
b. Data sekunder dikumpulkan dengan mengutip data laporan atau registrasi RS.
Bangkatan Binjai, tentang fasilitas dan peralatan rumah sakit, jumlah tenaga
kesehatan, jumlah pasien serta data lain yang mendukung.
3.6. Variabel dan Defenisi Operasional
1. Kecerdasan emosional pemimpin : Persepsi perawat mengenai perilaku
pimpinan pada saat mempengaruhi perilaku bawahan sehingga akan
menghasilkan perilaku yang sesuai dengan yang diinginkan pimpinan untuk
mencapai tujuan tertentu.
Variabel Kecerdasan emosi ini diukur berdasarkan lima komponen yaitu :
a. Kesadaran diri : Percaya diri, penilaian diri yang realistik, dan rasa humor.
b. Mengelola diri : Sifat yang layak dipercaya dan keterbukaan dengan
perubahan.
c. Motivasi diri : Dorongan yang kuat untuk mencapai optimisme dan
komitmen organisasi yang tinggi.
d. Empati : Keahlian dalam membangun dan mempertahankan bakat,
e. Kecakapan sosial : Kemampuan untuk memimpin upaya perubahan,
pembujukan dan keahlian dalam membangun dan memimpin tim.
2. Motivasi kerja : merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk
berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Faktor- faktor yang
dipakai untuk mengungkap motivasi kerja diambil dari derajat respon subyek
yaitu achievement theory yang dikemukakan oleh McClelland yaitu :
a. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi
b. memiliki program kerja berdasarkan rencana dan tujuan yang realistik
serta berjuang untuk merealisasikannya
c. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil
resiko yang dihadapinya
d. Melakukan pekerjaan yang berarti dan menyelesaikannya dengan hasil
yang memuaskan
e. Mempunyai keinginan menjadi orang terkemuka yang memahami dan
menguasai bidang tertentu
3.7. Metode Pengukuran
3.7.1. Pengukuran Variabel kecerdasan Emosional Pemimpin
Metode pengukuran yang dipergunakan untuk variabel kecerdasan emosional
pemimpin yang mempengaruhi motivasi kerja perawat yang dipersepsikan oleh
pimpinannya dalam menyelesaikan permasalahan. pengukuran menggunakan skala
ordinal dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu :
a. Kecerdasan emosional tinggi : apabila seorang pemimpin dalam masa
kepemimpinan, mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dengan
mempergunakan seluruh lima komponen kecerdasan emosional yaitu :
kesadaran emosi, mengelola emosi, motivasi diri, empati, dan kecakapan
sosial.
b. Kemampuan sedang apabila: seorang pemimpin dalam masa kepemimpinan,
mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dengan mempergunakan
sebagian saja dari lima komponen kecerdasan emosional yaitu : kesadaran
emosi, mengelola emosi, motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial.
c. Kemampuan rendah apabila seorang pemimpin dalam masa kepemimpinan,
tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dengan mempergunakan
lima komponen kecerdasan emosional yaitu : kesadaran emosi, mengelola
emosi, motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial.
Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap kecerdasan
emosional pemimpin, karena merupakan pengukuran terhadap seseorang maka
dipergunakan skala pengukuran menurut Likert dengan menggunakan tiga alternatif
jawaban yaitu :
a. S (Sering) diberi bobot nilai = 3
b. K (Kadang-kadang) diberi bobot nilai = 2
Masing-masing pertanyaan mempunyai nilai tertinggi 3, sehingga total skor tertinggi
untuk kuesioner kecerdasan emosiaonal pemimpin adalah 9 dan terendah adalah 3.
Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh, maka dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Sering apabila bobot nilai yang dicapai (9 - 7)
b. Kadang-kadang apabila bobot nilai yang dicapai (6 - 5)
c. Tidak pernah apabila bobot nilai yang dicapai (4 - 3)
3.7.2. Pengukuran Variabel Motivasi Kerja
Angket yang dipergunakan untuk mengungkap motivasi kerja dalam
penelitian ini didasarkan pada faktor-faktor motivasi kerja berprestasi yang
dikemukakan McClelland.
Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap motivasi kerja
berprestasi seseorang dalam bekerja, karena merupakan pengukuran terhadap
seseorang maka dipergunakan skala pengukuran menurut Likert dengan
menggunakan empat alternatif jawaban yaitu :
a. SS (Sangat Setuju) diberi bobot nilai = 4
b. S (Setuju) diberi bobot nilai = 3
c. KS (Kurang Setuju) diberi bobot nilai = 2
d. TS (Tidak Setuju) diberi bobot nilai = 1
Masing-masing pertanyaan mempunyai nilai tertinggi 4, sehingga total skor tertinggi
untuk kuesioner motivasi kerja adalah 72 dan terendah adalah 18.
a. Tinggi apabila bobot nilai yang dicapai (54 - 72)
b. Sedang apabila bobot nilai yang dicapai (36- 53)
c. Rendah apabila bobot nilai yang dicapai (18 - 35)
3.8. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah uji regresi berganda pada =
0,05 bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional pemimpin terhadap
motivasi kerja perawat di RS. Bangkatan Binjai.
Persamaan regresi yang digunakan adalah :
Y = 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + e
Dimana :
Y = Variabel terikat (motivasi kerja) 1- 5 = Koefisien regresi
X1 = Kesadaran diri
X2 = Mengelola diri
X3 = Motivasi diri
X4 = Empati
X5 = Kecakapan sosial
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Bangkatan Binjai berada di Jl. Sultan Hasanuddin No.40 Binjai,
dimana merupakan rumah sakit pelayanan kesehatan milik BUMN PTPN2 Tanjung
Morawa. Didalam kegiatan-nya Rumah Sakit Bangkatan Binjai beroperasi melayani
kelompok masyarakat lingkungan PTPN2 dengan pola kerja non-profit. Fungsi
Rumah Sakit Bangkatan Binjai didalam organisasinya adalah murni unit penunjang
kesehatan masyarakat di perusahaan sendiri. Fungsi tersebut berkembang untuk
melayani kelompok masyarakat di luar perusahaan dengan pola pelayanan jasa yang
menghasilkan profit. Organisasi rumah sakit yang mengaktifkan fungsi mencari profit
perlu didukung dengan fungsi pemasaran. Rumah Sakit Bangkatan Binjai
dikatagorikan sebagai rumah sakit umum tipe C. Dengan kapasitas tempat tidur rawat
inap sebanyak 100 TT. Rumah sakit Bangkatan Binjai saat ini di samping melayani
kesehatan karyawan perkebunan PTP N II yang sesuai dengan wilayah kerjanya, juga
melayani kesehatan masyarakat umum maupun karyawan perusahaan langganan
untuk daerah Binjai sekitarnya.
Rumah Sakit Bangkatan Binjai telah terakreditasi dan mendapat pengakuan
telah memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang meliputi administrasi
manajemen, pelayanan medis, pelayanan gawat darurat, pelayanan keperawatan dan
a. Visi Rumah Sakit
Rumah sakit Bangkatan Binjai yang mandiri dan terbaik di kota Binjai, Langkat, Deli Serdang dan sekitarnya dengan lingkungan yang nyaman dan
asri.
Mandiri : Rumah sakit yang pembiayaan maupun pengembangannya
dari hasil usaha sendiri.
Terbaik : Pelayanan kesehatan yang berkualitas, terampil, cepat, dan teliti.
Nyaman : Pelayanan kesehatan dengan lingkungan yang bersih disertai senyum, rasa aman dan ramah kepada pasien.
Asri : Rumah sakit berwawasan lingkungan yang teduh dengan banyak pepohonan dan tanaman serta tetap mempertahankan keantikan
bangunan zaman dahulu.
b. Misi Rumah Sakit
1. Memberi pelayanan kesehatan paripurna + pelayanan unggulan yang
berkualitas.
2. Menyediakan sarana, prasarana dan fasilitas yang dapat menunjang pelayanan
kesehatan paripurna + pelayanan unggulan dengan mengikuti perkembangan
teknologi serta berorientasi kepada kepuasan pelanggan.
dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
4. Mengembangkan pelayanan rumah sakit sesuai kebutuhan masyarakat dengan
memperhatikan kaedah ekonomi tetapi.
5. Melaksanakan pengelolaan rumah sakit dengan manajemen yang profesional
sehingga dapat memberi keuntungan kepada perusahaan serta meningkatkan
kesejahteraan karyawan rumah sakit.
c. Motto : Rumah Sakit Bangkatan CANTIK
(Cekatan, Akurat, Nyaman, Taqwa, Ikhlas, dan Kasih)
d. Organisasi Rumah Sakit
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT BANGKATAN BINJAI
KEPALA BID PELAYANAN
MEDIS & KEPERAWATAN
KEPALA BID PELAYANAN
MEDIS & PENDIDIKAN SMF
SUB KOMITE
KOMITE MEDIS
KEPALA BID.UMUM &
KEUANGAN
[image:55.612.85.507.258.626.2]KEPALA RUMAH SAKIT
4.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Karakteristik perawat yang merupakan pegawai tetap sebagai responden
meliputi : umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan dengan hasil sebagai berikut :
4.2.1. Karakteritik Responden Berdasarkan Umur
Pengelompokan umur responden berdasarkan umur paling tinggi dan paling
rendah dari seluruh data umur responden menunjukkan bahwa persentase terbesar
umur responden berada pada kelompok umur 26 – 32 tahun sebanyak 18 orang
(41,9%), sedangkan persentase terkecil berumur 41 -54 tahun sebanyak 8 orang
[image:56.612.82.503.326.540.2](18,6%), ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur di Rumah Sakit Bangkatan Binjai
No Kelomok Umur Jumlah Persen
1 26 - 32 tahun 18 41,9
2 33 - 40 tahun 17 39,5
3 41 - 54 tahun 8 18,6
J u m l a h 43 100,0
4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Responden penelitian umumnya berjenis kelamin perempuan, sebanyak 40
Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Bangkatan Binjai
No Jenis Kelamin Jumlah Persen
1 Laki-laki 3 7,00
2 Perempuan 40 93,0
Jumlah 43 100,0
4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tingkat pendidikan responden adalah tingkat akademi sebanyak 33 orang
(77,0%), selebihnya adalah tingkat sekolah menengah (SMA/sederajat), ini dapat
dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Rumah Sakit Bangkatan Binjai
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persen
1 SMA 10 23,0
2 Akademi 33 77,0
Jumlah 43 100,0
4.3. Analisa Univariat
Analisa Univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi dari seluruh variabel
independen maupun variabel dependen. Variabel Independen pada penelitian ini
adalah aspek-aspek dari kecerdasan emosional pemimpin yaitu kesadaran diri,
manajemen diri, motivasi diri, empati dan kecakapan sosial, kemudian Variabel
[image:57.612.85.503.363.531.2]Tabel 4.4. Hasil Univariat Variabel Independen
Statistics
43 43 43 43 43 43
0 0 0 0 0 0
7.81 7.49 8.12 8.14 7.35 39.02
.180 .198 .180 .187 .242 .734
8.00 8.00 9.00 9.00 8.00 39.00
8 8 9 9 9 41a
1.180 1.298 1.179 1.226 1.587 4.813
1.393 1.684 1.391 1.504 2.518 23.166
4 4 4 4 4 17
5 5 5 5 5 28
9 9 9 9 9 45
336 322 349 350 316 1678
Valid Missing N
Mean
Std. Error of Mean Median
Mode Std. Deviation Variance Range Minimum Maximum Sum
kesadaran diri
mengelola
diri motivasi diri empati
keterampilan sosial
KECERDAS AN EMOSIONAL
PEMIMPIN
Multiple modes exist. The smallest value is shown a.
Dari Tabel 4.4.di atas dapat dilihat bahwa nilai Mean : kesadaran diri 7,81 ;
mengelola diri 7,49 ; motivasi diri 8,12; empati 8,14; keterampilan sosial 7,35 dan
variabel kecerdasan emosional pemimpin adalah 39,02. Nilai Median : kesadaran diri
8,00 ; mengelola diri 8,00 ; motivasi diri 9,00; empati 9,00; keterampilan sosial 8,00
dan variabel kecerdasanemosional pemimpin adalah 39,00. Nilai Mode kesadaran diri
8 ; mengelola diri 8 ; motivasi diri 9; empati 9; kereampilan sosial 9 dan variabel
kecerdasan emosional pemimpin adalah 41 dan 45. kesadaran diri 7,81 ; mengelola
diri 7,49 ; motivasi diri 8,12; empati 8,14; keterampilan sosial 7,35 dan variabel
kecerdasan emosional pemimpin adalah 39,02. Standar deviasi kesadaran diri 1,180 ;
mengelola diri 12,98 ; motivasi diri 1,179; empati 1,226; keterampilan sosial 15,87
dan maksimum setiap variabel adalah sama yaitu 5 dan 9 dan untuk kecerdasan
emosional pemimpin adalah 28 dan 45.
Tabel 4.5. Hasil Univariat Variabel Dependen
Statistics
43 43 43 43 43 43 43
0 0 0 0 0 0 0
9.30 10.05 10.40 8.70 9.49 9.35 57.28
.255 .262 .208 .229 .217 .255 .998
9.00 10.00 10.00 9.00 9.00 10.00 55.00
8 11 12 8 9 10 53a
1.670 1.718 1.365 1.505 1.420 1.675 6.544
2.787 2.950 1.864 2.264 2.018 2.804 42.825
9 9 5 7 5 6 30
3 3 7 5 7 6 42
12 12 12 12 12 12 72
400 432 447 374 408 402 2463
Valid Missing N
Mean
Std. Error of Mean Median
Mode Std. Deviation Variance Range Minimum Maximum Sum
tanggung jawab
memikul risiko profesi
memiliki ujuan yang
realistik
memiliki rencana kerja
memanfaatka n umpan balik
mencari kesempatan
MOTIVASI KERJA PERAWAT
Multiple modes exist. The smallest value is shown a.
Dari Tabel 4.5.di atas dapat dilihat bahwa nilai Mean : tanggung jawab 9,30,
memikul risiko profesi 10,05, memiliki tujuan yang realistic 10,40, memiliki rencana
kerja 8,70, memanfaatkan umpan balik 9,49 mencari kesempatan 9,35 dan motivasi
kerja perawat 57,28. Median tanggung jawab 9,00, memikul risiko profesi 10,00,
memiliki tujuan yang realistic 10,00, memiliki rencana kerja 9,00, memanfaatkan
umpan balik 9,00 mencari kesempatan 10,00 dan motivasi kerja perawat 55,00. Mode
tanggung jawab 8, memikul risiko profesi 11, memiliki tujuan yang realistik 12,
memiliki rencana kerja 8, memanfaatkan umpan balik 9, mencari kesempatan 10 dan
risiko profesi 17,18, memiliki tujuan yang realistic 13,65, memiliki rencana kerja
15,05, memanfaatkan umpan balik 14,20 mencari kesempatan 16,75 dan motivasi
kerja perawat 65,44. Nilai minimum tanggung jawab 3, memikul risiko profesi 3,
memiliki tujuan yang realistik 7, memiliki rencana kerja 5, memanfaatkan umpan
balik 7 mencari kesempatan 6 dan motivasi kerja perawat 42. Nilai Minimum
semuanya 12 dan untuk motivasi kerja perawat 72.
4.3.1. Variabel Kesadaran Diri
Pada Tabel 4.6. terlihat bahwa persepsi perawat tentang kecerdasan emosional
pemimpin di Rumah Sakit Bangkatan Binjai ditinjau dari aspek kesadaran diri,
ternyata sebanyak 33 responden (76,7%) menilai pemimpin menampilkan
kepercayaan diri yang tinggi dalam kategori sering, sedangkan sebanyak 23
responden (53,5%) menilai pemimpin suka bercanda (humoris) dalam kategori
[image:60.612.82.503.503.673.2]kadang-kadang.
Tabel 4.6. Distribusi Kecerdasan Emosional Pemimpin tentang Kesadaran Diri di Rumah Sakit Bangkatan Binjai
Kesadaran Diri
Tidak pernah
Kadang-kadang Sering
Total .Tanggapan Responden
f % F % f % F %
Dalam menyelesaikan masalah pimpinan saya selalu berpikir realistik
1 2,3 13 30,2 29 67,4 43 100
Pimpinan saya suka bercanda
(humoris) 1 2,3 23 53,5 19 44,2 43 100
Pimpinan saya menampilkan
kepercayaan diri yang tinggi 1 2,3 9 20,9 33 76,7 43 100
Total 3 6,9 45 104,6 81 188,3 129 100
4.3.2. Variabel Manajemen Diri
Pada Tabel 4.7. terlihat bahwa persepsi perawat tentang kecerdasan emosional
pemimpin di Rumah Sakit Bangkatan Binjai ditinjau dari aspek manajemen diri,
ternyata sebanyak 25 responden (58,1%) menilai ketika menjadi target kemarahan
orang lain pimpinan bersikap tetap tenang dalam kategori sering, kadang-kadang
sebanyak 19 responden (44,2%) menilai dalam keadaan yang meningkatkan
kecemasan pimpinan bertindak produktif dan tidak pernah sebanyak 3 responden
(7%) menilai dalam situasi atau keadaan yang menekan pimpinan saya dapat bersikap
rileks. Pada tabel 4.7. terlihat bahwa persepsi per