• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Tingkat Kecemasan Anak yang Akan Dilakukan Sirkumsisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Tingkat Kecemasan Anak yang Akan Dilakukan Sirkumsisi"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

CURRICULUM VITAE

Nama : Farid Maulana Nasution

Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 17 Oktober 1994

Agama : Islam

Alamat : Jl. Tri Dharma No.152, USU, Medan

Orang Tua : Ayah : H. DR. M. Pandapotan Nasution, MPs, Apt

Ibu : Hj. Lely Ariany

Riwayat Pendidikan :

1. SD Percobaan Negeri Medan (2000-2006) 2. SMP Negeri 1 Medan (2006-2009) 3. SMA Negeri 1 Medan (2009-2012)

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012-sekarang)

Riwayat Organisasi :

(2)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN

Assalamualaikum Wr. Wb.

Perkenalkan nama saya Farid Maulana Nasution, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan nomor induk mahasiswa 120100253. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang menjadi kewajiban saya dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Judul penelitian saya adalah Gambaran Tingkat Kecemasan Anak Saat Akan Dilakukan Sirkumsisi di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang.

Untuk itu saya mohon kesediaan saudara untuk mengizinkan anak saudara ikut serta dalam penelitian ini, yaitu sebagai subjek dalam penelitian saya. Saya akan mengambil data tentang gambaran tingkat kecemasan ini melalui pertanyaan yang saya ajukan dan saya juga akan mendampingi anda apabila ada hal hal yang kurang anda mengerti. Adapun hasil survey ini akan di rahasiakan identitasnya. Hasil dari survey ini hanya dipergunakan untuk penelitian. Sebagai kompensasi saya akan memberikan cenderamata kepada saudara.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesedian saudara, saya ucapkan terima kasih. Semoga partisipasi saudara dalam penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 03 Juni 2015 Peneliti,

(3)

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN

Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama Orang Tua :

Nama Anak :

Umur Anak :

Alamat :

Telp. :

Tempat tanggal lahir :

Dengan ini menyatakan secara sukarela SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian dan mengikuti berbagai prosedur pemeriksaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Demikianlah lembar persetujuan setelah penjelasan inidibuat dengan sebenarnya dalam keadaan sadar tanpa adanya paksaan darisiapapun.

Medan , 2015

Mengetahui, Menyatakan,

Peneliti, Responden,

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

Lampiran 8

DATA INDUK

Nomor

Responden Usia Total Tingkat Kecemasan

(9)
(10)

73 12 12 Sedang

74 8 8 Ringan

75 11 10 Sedang

76 12 11 Sedang

77 12 9 Ringan

78 9 8 Ringan

79 10 11 Sedang

80 12 8 Ringan

81 11 8 Ringan

82 12 12 Sedang

83 12 10 Sedang

84 11 14 Sedang

85 10 9 Ringan

86 8 10 Sedang

87 12 8 Ringan

88 12 9 Ringan

89 8 5 Ringan

90 12 9 Ringan

91 11 8 Ringan

92 12 8 Ringan

93 12 7 Ringan

94 12 8 Ringan

95 10 9 Ringan

96 10 12 Sedang

97 12 12 Sedang

98 11 11 Sedang

99 12 10 Sedang

(11)

Lampiran 9

Hasil Output SPSS

Frekuensi Umur dan Tingkat Kecemasan

Statistics

umur responden

hasil ukur

pertanyaan

N Valid 100 100

Missing 0 0

umur responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 8 7 7.0 7.0 7.0

9 9 9.0 9.0 16.0

10 19 19.0 19.0 35.0

11 17 17.0 17.0 52.0

12 48 48.0 48.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

hasil ukur pertanyaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ringan 71 71.0 71.0 71.0

sedang 27 27.0 27.0 98.0

berat 2 2.0 2.0 100.0

(12)

Frekuensi Tingkat Kecemasan Menurut Umur

Statistics

hasil ukur pertanyaan

N Valid 100

Missing 0

Mean 1.31

Median 1.00

Std. Deviation .506

Range 2

Minimum 1

Maximum 3

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

umur responden * hasil ukur

pertanyaan

100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

umur responden * hasil ukur pertanyaan Crosstabulation

Count

hasil ukur pertanyaan

Total

Ringan sedang berat

umur responden 8 6 1 0 7

9 8 1 0 9

10 12 7 0 19

11 14 3 0 17

12 31 15 2 48

(13)
(14)

pertanyaan 1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak pernah 26 26.0 26.0 26.0

beberapa hari 25 25.0 25.0 51.0

lebih dari separuh waktu 35 35.0 35.0 86.0

hampir setiap hari 14 14.0 14.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

pertanyaan 2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak pernah 19 19.0 19.0 19.0

beberapa hari 36 36.0 36.0 55.0

lebih dari separuh waktu 36 36.0 36.0 91.0

hampir setiap hari 9 9.0 9.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

pertanyaan 3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak pernah 15 15.0 15.0 15.0

beberapa hari 44 44.0 44.0 59.0

lebih dari separuh waktu 37 37.0 37.0 96.0

hampir setiap hari 4 4.0 4.0 100.0

(15)

pertanyaan 4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak pernah 27 27.0 27.0 27.0

beberapa hari 25 25.0 25.0 52.0

lebih dari separuh waktu 41 41.0 41.0 93.0

hampir setiap hari 7 7.0 7.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

pertanyaan 5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak pernah 22 22.0 22.0 22.0

beberapa hari 32 32.0 32.0 54.0

lebih dari separuh waktu 37 37.0 37.0 91.0

hampir setiap hari 9 9.0 9.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

pertanyaan 6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak pernah 25 25.0 25.0 25.0

beberapa hari 36 36.0 36.0 61.0

lebih dari separuh waktu 35 35.0 35.0 96.0

hampir setiap hari 4 4.0 4.0 100.0

(16)

pertanyaan 7

Frequency Percent Valid Percent

(17)

pertanyaa

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

(18)

34

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatric, 2010, Technical Report: Male Circumcision , Available from: http://pediatrics.aappublications.org/content/130/3/e756 [Accessed 23rd April 2015].

Auvert, B., Taljaard, D., Lagarde, E., Sobngwi-Tambekou, J., Sitta, R., & Puren, A. (2005). Randomized, controlled intervention trial of male circumcision for reduction of HIV infection risk: the ANRS 1265 Trial. PLoS medicine, 2(11), e298. [Accessed 24th April 2015]

Bachsinar, B, 1993. Sirkumsisi, Edisi 4. Jakarta: Hipokrates

Blank, S., Brady, M., Buerk, E., Carlo, W., Diekema, D., Freedman, A., ... & Wegner, S. (2012). Circumcision policy statement. Pediatrics, 130(3), 585-586. [Accessed 24th April 2015]

Carpenito,L.J. (2001). Diagnosa keperawatan, aplikasi pada praktik klinis . Jakarta: EGC

Fortinash, K. M., & Worret, P. A. H. (2003). Psychiatric Nursing Care Plans.

Philadelphia. USA: Mosby.

Hana, A. (2010). Mengenal 7 Metode Sunat/Khitan (Sirkumsisi). Available from: http://www.kaahil.wordpress.com [Accessed 28st April 2015]

Hermana, A. (2000). Teknik Khitan Panduan Lengkap, Sistematis dan Praktis. Jakarta: Widya Medika

Isaacs, A. (2004). Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik, Edisi 3. Jakarta: EGC.

(19)

35

Kuraesin, Nyi Dewi. (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi di RSUP Fatmawati.

Available from: http://www.repository.uinjkt.ac.id [Accessed 21st Nov 2015]

Purnomo, B (2003). Dasar-dasar Urologi, Edisi Kedua, Penerbit : Sagung Seto, Jakarta

Spitzer RL, Kroenke K, Williams JBW, Löwe B. A brief measure for assessing

generalizedanxiety disorder: the GAD-7. Arch Intern Med

2006;166:1092-1097.

Spitzer RL, Kroenke K, Williams JBW, for the Patient Health Questionnaire

Primary CareStudy Group. Validation and utility of a self-report version of

PRIME-MD: the PHQ PrimaryCare Study. JAMA 1999;282:1737-1744.

Spitzer RL, Williams JBW, Kroenke K, Linzer M, deGruy FV, Hahn SR, Brody D, JohnsonJG. Utility of a new procedure for diagnosing mental disorders

in primary care: ThePRIME-MD 1000 study. JAMA 1994;272:1749-1756.

Spitzer RL, Williams JBW, Kroenke K, et al. Validity and utility of the Patient

HealthQuestionnaire in assessment of 3000 obstetrics-gynecologic patients.

Am J ObstetGynecol 2000; 183:759-769

Stuart and Sundeen. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3 alih bahasa

Achir Yani. S. Jakarta: EGC.

Stuart, G. W. (2012). Buku Saku Keperawatan jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC.

Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. (2006). Buku saku keperawatan jiwa. Jakarta: EGC

W. A. Newman Dorland. Kamus Kedokteran DORLAND Edisi 31. Jakarta: EGC

World Health Organization and Joint United Nations Programme on HIV/AIDS, 2007. Male circumcision: global trends and determinants of prevalence, safety

(20)

24

BAB 3

KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan anak saat akan dilakukan sirkumsisi di Kelurahan Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang.

Skema 3.1. Kerangka Konsep Dalam Penelitian Gambaran Tingkat Kecemasan Anak Saat Akan Dilakukan Sirkumsisi

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional dalam penelitian Gambaran Tingkat Kecemasan Anak Saat Akan Dilakukan Sirkumsisi

(21)

25

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional (studi potong lintang) yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan anak saat akan dilakukan sirkumsisi di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang. Artinya, peneliti melakukan proses pengambilan data dalam satu kali pengamatan.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

a. Lokasi : Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, Sumatera Utara.

b. Waktu : Penelitian ini dilakukan pada Agustus 2015 sampai dengan September 2015 atau sampai sampel mencukupi

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah anak-anak yang akan disirkumsisi di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan.

4.3.2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. Adapun kriteria inklusi adalah sebagai berikut:

a. Anak yang akan melakukan sirkumsisi di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan.

b. 4 jam sebelum melekukan sirkumsisi atau sudah berada di lokasi sirkumsisi

c. Umur 8-12 tahun

(22)

26

Sedangkan kriteria eksklusi yang digunakan adalah tidak bersedia diikutsertakan dalam penelitian.

4.3.3. Besar Sampel

Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini, penulis menggunakan rumus yang digunakan untuk consecutive sampling, yakni :

= Zα PQ

n = j umlah sampel

Zα = deviat baku alpha

P = pr oporsi kategor i var iabel yang diteliti tidak diketahui

Q = 1-P

d = k esalahan pr edik si yang masih bisa diter i ma

Berdasarkan rumus diatas, maka didapatkan jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 96,04 ~ 100 orang. Pada penelitian ini diperlukan sampel sebesar 100 orang.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner yang diberikan kepada 100 anak yang akan menjalani sirkumsisi. Peneliti melakukan pengumpulan data yang didahului dengan mengajukan permohonan ijin kepada pihak-pihak yang terkait. Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur-prosedur sebagai berikut:

1. Memberikan penjelasan kepada responden tentang penelitian yang dilakukan tentang tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian

(23)

27

setuju maka responden berhak menolak partisipasi dalam penelitian atau mengundurkan diri dari penelitian.

3. Membagikan kuisioner yang berisi pertanyaan yang harus dijawab oleh repsonden terkait dengan pengumpulan data yang dibutuhkan oleh peneliti 4. Selama proses pengisian kuisioner peneliti mendampingi responden untuk

menjelaskan hal-hal yang tidak dimengerti oleh responden terkait dengan pengisian kuisioner

5. Apabila pengisian kuisioner selesai, peneliti mengecek ulang kelengkapan jawaban responden. Selanjutnya kuisioner dikumpulkan kepada peneliti

4.5. Metode Pengolahan dan Analisa Data

Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa agar dapat dipahami dan diinterpretasikan. Data numerik dianalisa dengan menghitung distribusi frekuensinya dan dicari tendensi sentralnya dengan menghitung nilai mean,

median, dan modus. Untuk mengetahui gambaran tentang penyimpangan yang

(24)

28

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sunatan yang berlokasi di Komplek Taman Setiabudi Indah Blok AA No. 9, JL. Arteri Ringroad Setiabudi, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Rumah Sunatan adalah Circumcision Centre atau Pusat Pelayanan Khitan untuk segala usia, mulai dari usia bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

dr. Mahdian Nur Nasution, Sp.BS yang pertama kali memiliki ide untuk mendirikan klinik khusus khitan bernama “Rumah Sunatan” yang pada saat itu masih baru berdiri di Jakarta, maka dr. Mahdian memutuskan untuk mendirikan pusat khitan yang saat itu beliau beri nama “Zentra Khitan”. Akhirnya lahirlah Rumah Sunatan yang berdiri pertama kali secara berkelembagaan pada tanggal 4 Desember 2006 di sekitar Pasar Pramuka, Matraman, Jakarta Timur.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Sampel penelitian ini adalah semua anak yang akan disirkumsisi di Rumah Sunatan, Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang dari Agustus 2015 sampai Oktober 2015. Jumlah sampel yang didapat adalah sebanyak 100 anak yang akan disirkumsisi. Data diperoleh melalui kuesioner yang diberikan kepada anak yang akan disirkumsisi. Data yang diperoleh yaitu umur dan tingkat kecemasan anak saat akan dilakukan sirkumsisi.

(25)

29

5.1.2.1. Deskripsi Usia Responden

Tabel dibawah ini menjelaskan distribusi frekuensi usia seperti yang bisa dilihat, pada tabel berikut:

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Usia Responden

Umur Frekuensi (n) Persentase (%)

8 7 7

9 9 9

10 19 19

11 17 17

12 48 48

Jumlah 100 100

Berdasarkan tabel 5.1. menunjukkan bahwa frekuensi umur responden terbanyak adalah umur 12 tahun yaitu sebanyak 48 responden (48%), umur 8 tahun sebanyak 7 responden (7%), umur 9 tahun sebanyak 9 responden (9%), umur 10 tahun sebanyak 19 responden (19%) dan umur 11 tahun sebanyak 17 responden (17%) dari total keseluruhan 100 responden.

5.1.2.2. Deskripsi Tingkat Kecemasan Responden

Tabel dibawah ini menjelaskan distribusi tingkat kecemasan seperti yang bisa dilihat, sebagai berikut:

Tabel 5.2. Distribusi Tingkat Kecemasan

Tingkat Kecemasan Frekuensi (n) Persentase (%)

Ringan 71 71

Sedang 27 27

Berat 2 2

Jumlah 100 100

(26)

30

5.1.2.3. Deskripsi Tingkat Kecemasan Berdasarkan Umur Responden

Tabel di bawah ini menunjukkan distribusi tingkat kecemasan berdasarkan umur responden, yaitu:

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Berdasarkan Umur

Umur memiliki tingkat kecemasan ringan, proporsi terbesarnya adalah 31 responden (31%) yang berumur 12 tahun. 27 responden yang memiliki tingkat kecemasan sedang, proporsi terbesarnya adalah 15 responden (15%) yang berumur 12 tahun. 2 responden yang memiliki tingkat kecemasan berat, proporsi terbesarnya adalah 2 responden (2%) yang berumur 12 tahun.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Umur

(27)

31

5.2.2. Kecemasan

Pengukuran tingkat kecemasan responden saat akan dilakukan sirkumsisi untuk mengetahui sejauh mana tindakan sirkumsisi dapat berdampak terhadap psikologi pasien yang dalam hal ini adalah kecemasan, sehingga diharapkan kita dapat mengurangi dampak tersebut.

Berdasarkan penelitian ini didapatkan tingkat kecemasan pada anak paling banyak berada pada kategori tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 71 responden (71%), diikuti kategori tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 27 responden (27%) dan kategori tingkat kecemasan berat sebanyak 2 responden (2%).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat kecemasan anak saat akan dilakukan sirkumsisi di kelurahan tanjung sari, kecamatan medan selayang mayoritas dikategorikan tingkat kecemasan ringan. Hal ini memperlihatkan bahwa anak yang menjadi responden pada penelitian ini sudah lebih mampu meregulasi dan mengatur kecemasan mereka sehingga tidak menjadi hal yang merugikan yang didukung oleh berbagai faktor yang dikemukakan Stuart & Sundeen (1998) bahwa kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab kecemasan ditentukan oleh beberapa faktor seperti potensi stressor, maturasi, tingkat pendidikan dan status ekonomi, keadaan fisik, kepribadian, lingkungan dan situasi, umur, dan jenis kelamin. Situasi diatas sesuai dengan yang telah Kusuma (1997) sampaikan bahwa setiap individu akan mengalami tingkat kecemasan yang berbeda-beda terhadap stimulus yang sama. Tingkat kecemasan tergantung pada jenis perlakuan yang diterima dan kemampuan dalam menghadapi diri.

5.2.3. Kecemasan Berdasarkan Umur

(28)

32

(29)

33

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah disampaikan, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dari 100 responden, 7 responden (7%) berusia 8 tahun, 9 responden (9%) berusia 9 tahun, 19 responden (19%) berusia 10 tahun, 17 responden (17%) berusia 11 tahun dan 48 responden (48%) berusia 12 tahun.

2. Dari 100 responden, 71 responden (71%) memiliki tingkat kecemasan ringan, 27 responden (27%) memiliki tingkat kecemasan sedang dan 2 responden (2%) memiliki tingkat kecemasan berat.

3. Berdasarkan umur, tingkat kecemasan ringan, sedang dan berat lebih banyak pada responden berumur 12 tahun (31%,15%,2%).

6.2. Saran

Dari proses penelitian yang telah dilalui oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diambil saran yang mungkin dapat bermanfaat untuk kedepannya. Adapun saran tersebut yaitu:

1. Bagi pelayanan dan tenaga kesehatan, agar dapat meningkatkan kualitas dalam hal persiapan preoperasi, terutama persiapan psikologis dan penanganan kecemasan untuk kedepannya.

2. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak, sampel yang digunakan berjumlah setara pada setiap umurnya, sampel lebih variatif dengan melihat juga lokasi penelitian lain, variabel yang berbeda dan tentunya lebih bermanfaat bagi kemajuan ilmu kedokteran Indonesia.

(30)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecemasan

2.1.1. Definisi Kecemasan

Kecemasan merupakan gangguan psikiatrik yang paling banyak terjadi. Menurut Fortinash & Worret (2003), gejala kecemasan sering diidentifikasi sebagai bagian lain dari gangguan jiwa. Kecemasan sangat umum terjadi pada manusia, semua pernah mengalami kecemasan, dan terkadang mereka menghabiskan banyak waktu, usaha, dan uang untuk mencoba menghindari atau mengurangi kecemasan yang dialami.

Definisi kecemasan menurut Stuart (2012), kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan ketidakberdayaan. keadaan emosi yang dialami tidak memiliki objek secara spesifik, kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal dan berada dalam suatu rentang. Tingkat kecemasan yang dialami tergantung reaksi dari diri mereka sendiri dan lama paparan terhadap situasi atau objek yang memilki kapasitas untuk menyebabkan seseorang menjadi stres (Davies & Armstrong, 2002). Thomas (2004) mengungkapkan, kecemasan menjadi gangguan ketika konsistensi dan intensitasnya mampu melemahkan dan mengganggu kehidupan dari seseorang.

(31)

6

2.1.2. Etiologi Kecemasan

1) Faktor Predisposisi

Beberapa teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal kecemasan (Stuart, 2012).

a) Dalam pandangan psikoanalisis, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian; id dan super ego. Id mewakili dorongan insting dan implus primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau A ku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

b) Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpesonal. kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah sangat rentan mengalami kecemasan yang berat.

c) Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan. Ahli teori konflik memandang kecemasan sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan; konflik menimbulkan cemas, dan cemas menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.

d) Kajian keluarga, menunjukan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga.

e) Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus yakni benzodiazepin, obat-obatan meningkatkan neuroregulator inhibisi

asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam

(32)

7

kesehatan umum individu dan riwayat kecemasan pada keluarga memiliki efek nyata sebagai perdisposisi kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stresor.

2) Faktor presipitasi

Menurut Stuart (2012), faktor presipitasi dapat berasal dari sumber internal atau eksternal. Faktor presipitasi dapat dikelompokan dalam dua kategori yaitu;

a) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas pisiologi yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.

b) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.

2.1.3. Proses Terjadinya Kecemasan

Menurut Stuart (2012), kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya, kecamasan merupakan respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kecemasan diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang berat dapat tidak sejalan dengan kehidupan dan dapat menyebabkan kelemahan dan kematian. Kecemasan pada individu dapat menberikan motivasi untuk mencapai suatu tujuan dan merupakan sumber penting dalam usaha untuk memelihara keseimbangan hidup.

Hampir sama dengan pernyataan diatas, menurut Healy (2005), respon

fight or flight adalah peringatan atau alarm sebagai mekanisme pertahanan,

(33)

8

ketika individu tidak mampu lagi menghadapi masalah yang datang dan memilih untuk menghindari atau melarikan diri dari masalah. Mekanisme fight or flight ini banyak memakan energi, yang diikuti terjadinya kelelahan. Saat kelelahan dan kehabisan energi individu tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga tidak heran bila individu yang sedang mengalami kecemasan dan stres akan mendapati gejala nyeri otot dan sendi, sakit kepala, depresi, cemas dan mudah tersinggung.

2.1.4. Respon Kecemasan

Orang sering mengatakan stres ketika mereka merasa cemas, banyak juga yang mengatakan stres ketika mengalami pertukaran antara kejadian atau situasi yang menyebabkan ketidaknyamanan tersebut, baik dari perasaan yang dihasilkan, pikiran, dan tingkah laku yang timbul. Secara ilmiah sebenarnya stressor dan reaksinya adalah respon yang berbeda. Perbedaan ini penting karena stressor tidak dapat disamakan dengan gangguan kecemasan (Fortinash & worret, 2003).

Semua respon terhadap kecemasan dapat dipertimbangkan sebagai respon adaptif dalam interpretasi yang luas karena semua respon tersebut menimbulkan tekanan dan ketidaknyamanan yang menyebabkan kecemasan, respon tersebut dianggap tidak berbahaya dan dapat diterima. Sedangkan respon maladaptif dapat membahayakan atau tidak dapat diterima (Fortinash & Worret, 2003).

Menurut Fortinash & Worret (2003), kecemasan menimbulkan dua respon, yaitu:

1) Respon Adaptif

(34)

9

akan mengalani ancaman terhadap hilangnya harga diri sebagai pelajar, dukungan dan hal tersebut menyebabkan kecemasan. Seorang motivator bisa membantu pelajar tersebut untuk mendapatkan bimbingan dan konsenterasi yang lebih untuk melewati ujian.

Strategi adaptif lainnya yang digunakan orang-orang untuk mengatasi kecemasan adalah memanggil teman atau terapis, berolah raga, mempraktikkan teknik relaksasi, membaca novel, beristirahat atau menangis sebagai pelampiasannya. Banyak lagi metode koping lainnya yang digunakan untuk melepaskan ketegangan dan mengurangi kecemasan.

2) Respon Maladaptif

Kebiasaan sehari-hari dapat melindungi orang dari kecemasan, bertahan dari ancaman dan memberi kenyamanan bisa mengarah pada pola respon maladaptif, yang dapat menunjukkan gejala fisik dan psikologis baik dalam lingkungan diri individu, sosial dan gangguan pekerjaan. Contohnya mekanisme ego untuk denial (menolak), represion (mengabaikan), projection (menyalahkan orang lain) dan rationalization (memberikan penjelasan) mencari kebenaran akan melindungi sesorang dari kecemasan tetapi juga mencegah penilaian yang sebenarnya dari diri sendiri, orang lain, situasi atau kejadian. Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu mungkin akan dikatakan mengalami gangguan atau ketidaknormalan oleh orang lain. Pola koping maladaptif dari kecemasan termasuk didalamnya adalah tingkah agresif, isolasi (menarik diri), makan dan minum secara berlebih, mengguanakan obat-obatan terlarang dan aktivitas seksual yang berlebih. Respon-respon dari kecemasan tersebut dikatakan sebagai gangguan kecemasan.

2.1.5. Tanda dan Gejala Kecemasan

(35)

10

Stuart & Sundeen (1997), menyatakan bahwa kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif.

1) Respon fisiologis berhubungan dengan kecemasan terutama dimediasi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan parasimpatis.

Berbagai respon fisiologis yang dapat diobservasi, yaitu:

a) Kardiovaskular: palpitasi, jantung berdetak kencang, kehilangan kesadaran, tekanan darah meningkat, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.

b) Pernafasan: nafas cepat dan dangkal, tekanan pada dada, terengah-engah.

c) Neuromuskular: refleks meningkat, terkejut, kelopak mata berkedut, insomnia, tremor, mondar-mandir, kaku, gelisah, wajah tegang, kaki goyah, gerakan lambat, kelemahan.

d) Gastrointestinal: nafsu makan menurun, jijik terhadap makanan, tidak nyaman pada perut, mual, mulas dan diare.

e) Traktus urinarius: sering berkemih

f) Kulit: wajah kemerahan, keringat terlokalisasi (telapak tangan), gatal, wajah pucat, keringat dingin.

2) Respon perilaku: kegelisahan, ketegangan fisik, tremor, terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, menarik dan menahan diri, menghindar, hiperventilasi.

3) Respon kognitif: perhatian terganggu, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, kesalahan dalam penilaian, hambatan berpikir, rendahnya kreatifitas, menurunnya lapangan persepsi, bingung, takut saat kehilangan control, ketakutan akan cedera atau kematian, produktivitas berkurang.

4) Respon afektif: mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, dan khawatir.

2.1.6. Tingkat Kecemasan

(36)

11

mengontrol pengalaman kecemasan mereka sendiri. Fortinash & Worret (2000) menjelaskan bahwa tingkat kecemasan terdiri dari ringan, sedang, berat dan menguraikannya berdasarkan respon kecemasan.

1) Cemas Ringan

a) Fisiologis: tanda-tanda vital normal. tegang otot minimal, pupil normal, konstriksi.

b) Kognitif atau persepsi: lapangan persepsi luas. kesadaran terhadap lingkungan dan stimulus internal. Pikiran mungkin acak, tetapi terkontrol.

c) Emosi atau perilaku: perasaan relatif nyaman dan aman. Rileks, penampilan dan suara tenang. Kinerja secara otomatis dan kebiasaan perilaku terjadi pada level ini.

2) Cemas Sedang

a) Fisiologis: tanda-tanda vital normal atau sedikit meningkat. Muncul ketegangan, mungkin ketidaknyamanan atau merasa antusias.

b) Kognitif atau persepsi: waspada, persepsi menyempit terfokus. Kondisi optimal terhadap penyelesaian dan pembelajaran masalah. Penuh perhatian.

c) Emosi atau perilaku: siap siaga dan merasa tertantang, bertenaga. ikut serta dalam aktifitas yang kompetitif dan belajar banyak kemampuan. Suara, ekspresi wajah terlihat tertarik dan memperhatikan.

3) Cemas Berat

a) Fisiologis: respon “fight or flight”. Sistem saraf autonom terstimulasi dengan berlebihan (tanda-tanda vital meningkat, diaforesis meningkat,

urgensi dan frekuensi kemih meningkat, diare, mulut kering, nafsu

makan berkurang, dilatasi pupil). Otot kaku, sensasi nyeri berkurang. b) Kognitif atau persepsi: lapangan persepsi sangat sempit. Kesulitan

(37)

12

c) Emosi atau perilaku: Merasa terancam, terkejut pada stimulus yang baru. Aktivitas bisa meningkat atau menurun. Mungkin muncul dan merasa tertekan. Mendemonstrasikan penolakan; bisa mengeluh nyeri atau sakit, bisa gelisah atau pemarah. Tatapan mata bisa mengarah pada seluruh ruangan atau mengarah pada satu titik. Menutup mata sebagai sikap menghalangi lingkungannya.

2.1.7. Jenis-jenis Kecemasan

1) Gangguan Kecemasan Umum. Menurut American Psychiatric Association (APA) dalam Isaacs (2005), ciri-ciri utamanya adalah kecemasan dan kekhawatiran berlebihan yang sering terjadi berhari-hari setidaknya selama enam bulan. Ciri lainnya ialah gelisah, tegang, mudah lelah, sulit berkonsentrasi, iritabilitas dan ketegangan otot serta gangguan tidur.

Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi faktor-faktor yang berhubungan ialah:

a) Kerentanan biologik. Gangguan ini cenderung berhubungan dengan abnormalitas neurotrasmiter (misalnya; disregulasi GABA, serotonin, atau norepinefrin) didalam sistem limbik.

b) Gender. Gangguan ini menyerang wanita dua kali lebih banyak dibanding laki-laki

c) Gangguan Psikiatrik Lainnya. Terdapat angka kormorbiditas yang tinggi dengan gangguan psikiatrik lainnya, termasuk gangguan depresi dan panik.

d) Faktor Psikososial. Rendahnya harga diri, berkurangnya toleransi terhadap stres, dan kecenderungan kearah lokus eksternal dari keyakinan kontrol.

(38)

13

jantung, takut kehilangan kendali, menurunnya kemampuan perseptual dan menurunnya kemampuan kognitif (APA dalam Isaacs, 2005).

a) Gangguan panik tanpa agorafobia. Dicirikan dengan kambuhnya serangan panik yang tidak terduga, diikuti dengan kekhawatiran persisten tentang akan datangnya serangan itu lagi selama minimal satu bulan, kekhawatiran tentang kemungkinan implikasi atau konsekuensi serangan, atau perubahan prilaku yang signifikan berkaitan dengan serangan panik tersebut (APA dalam Isaacs, 2005). b) Gangguan panik dengan agorafobia. Dicirikan dengan kambuhnya

serangan panik yang tidak terduga disertai agorafobia; yaitu, kecemasan yang muncul ketika berada ditempat atau situasi dimana situasi untuk menghindar merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan, memalukan atau bantuan tidak mungkin diperoleh seandainya terjadi gejala seperti panik (APA dalam Isaacs, 2005).

Penyebab yang tepat belum ditetapkan, tetapi faktor-faktor yang terkait meliputi:

a) Kerentanan biologik. terjadi akibat tidak teraturnya sintesis dan pelepasan norepinefrin, hipersensivitas reseptor terhadap seretonin atau GABA, atau keduanya (Isaacs, 2005).

b) Sensitivitas laktat. Natrium laktat kimia dapat menimbulkan gejala fisik yang berkaitan dengan panik pada kira-kira empat dari lima orang penderita gangguan tersebut, tetapi pada populasi umum hanya menyerang satu dari lima penduduk; kepekaan atau sensitivitas ini sering terdapat pada anggota keluarga yang menderita gangguan panik (Brown dalam Isaacs, 2005).

(39)

14

d) Prolaps katup mitral. Wanita dalam gangguan ini mengalami peningkatan insidensi gangguan panik. Gangguan ini sepertinya bersifat genetik (Brown dalam Isaacs, 2005).

e) Riwayat keluarga. Individu dengan riwayat gangguan panik dalam keluarga cenderung menderita empat sampai tujuh kali lipat (Isaacs, 2005).

f) Fakto-faktor psikososial. Termasuk peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan fikiran yang salah sehingga reaksi tubuh yang normal diinterpretasikan sebagai suatu katastrofik (Isaacs, 2005).

3) Gangguan Obsesif-kompulsif. Menurut American Psychiatric Association (APA) dalam Isaacs (2005), mengemukakan ciri-ciri utama dalam gangguan ini adalah obsesi (ide persisten) atau kompulsi (dorongan yang tidak terkendali untuk melakukan suatu tindakan secara berulang) yang cukup parah hingga menghabiskan waktu, menyebabkan distres berat, atau kerusakan fungsi yang signifikan. Karakteristiknya adalah sebagai berikut;

a) Obsesi dan kompulsi pada umumnya terjadi bersamaan.

Obsesi. yang paling banyak terjadi adalah pemikiran berulang tentang kontaminasi, keraguan berulang, kebutuhan untuk menyusun benda dengan urutan tertentu, inpuls, agresif atau buruk, dan imajinasi seksual. Kompulsi. yang paling banyak terjadi meliputi mencuci dan membersihkan, menghitung, mencetak, meminta atau menuntut jaminan, tindakan berulang, dan memerintah.

b) Individu menyadari bahwa obsesi dan kompulsi tersebut bersifat tidak realistik, mengganggu dan tidak tepat (digambarkan sebagai gejala egodistonik).

c) Berupaya untuk menolak pikiran obsesif atau kompulsif menyebabkan individu tersebut mengalami peningkatan kecemasan.

(40)

15

Penyebab yang tepat belum ditetapkan tetapi faktor-faktor yang terkait (Isaacs, 2005), meliputi:

a) Kerentanan biologik. Berkaitan dengan meningkatnya responsivitas serotonin. Teori ini diperkuat dengan suksesnya penggunaan obat antidepresan (baik antidepresan trisiklik maupun SSRI) dalam pengobatan gangguan obsesif-kompulsif.

b) Teori disfungsi striatum. Striatum adalah bagian dari otak yang mengendalikan gerakan volunter. Tindakan motorik berulang, seperti berjalan dan mengunyah, dapat menstimulasi pelepasan serotonin, yang pada giliranya akan meningkatkan mood.

c) Kerentanan genetika. Resiko bertambah pada individu yang memiliki riwayat gangguan obsesif-kompulsif.

4) Gangguan Fobia. Ciri utama dari gangguan ini adalah ketakutan yang tidak rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu seperti, terhadap suatu objek, orang atau situasi tertentu. Ketakutan ini disertai perilaku menghindar dari objek, orang atau situasi tersebut. Penderita biasanya menyadari bahwa rasa takutnya tidak rasional dan tidak tepat (ego distonik) tetapi merasa tidak berdaya untuk mengendalikannya (Isaacs, 2005).

Penyebab yang tepat belum ditetapkan namun faktor-faktor yang terkait meliputi:

a) Kerentanan genetika. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan bahwa fobia memiliki faktor genetika.

b) Kondisi respon. Teori perilaku mengatakan bahwa fobia terjadi akibat kondisi respon saat individu belajar menghubungkan objek yang ditakutinya dengan perasaan yang tidak nyaman; prilaku menghindar dapat mengurangi kecemasan dan memperkuat fobia tersebut.

(41)

16

dapat juga menjadi kronik. Gejalanya meliputi respon terkejut yang berlebihan, gangguan tidur, rasa bersalah, mimpi buruk dan kilasan-kilasan ingatan, rasa marah dengan penumpukan emosi-emosi lain. Penderita sering menggunakan obat-obatan, alkohol atau keduanya untuk mengobati sendiri gejala yang mereka rasakan (Isaacs, 2005).

5) Gangguan disosiatif. Ciri khususnya adalah perubahan kewaspadaan sadar, yang meliputi periode lupa, kehilangan ingatan tentang kejadian-kejadian yang menimbulkan stres, merasa terputus dari kejadian sehari-hari, atau munculnya kepribadian yang berbeda seperti disosiasi, atau persaan terpisah dari kehidupan biasa atau dalam keadaan seperti mimpi. Subtipe gangguan dari disosiatif menurut (APA dalam Isaacs 2005);

a) Amnesia disosiatif adalah ketidakmampuan mengingat kembali kejadian penting tentang dirinya yang terjadi secara tiba-tiba.

b) Fague disosiatif adalah melarikan diri dari rumah secara tiba-tiba dan tidak terduga disertai dengan ketidakmampuan mengingat kembali kejadian pada masa lalu.

c) Gangguan depersonalisasi adalah perasaan terpisah dan seolah-olah menjadi pengamat diluar pikiran atau tubuhnya sendiri.

d) Gangguan identitas disosiatif adalah adanya dua atau lebih kepribadian yang berbeda dengan pola persepsi masing-masing, hubungan, dan pemikiran terhadap lingkungannya.

e) Gangguan disosiatif yang lain adalah gangguan yang kriterianya tidak sesuai dengan kriteria gangguan disosiatif lainnya.

Penyebab dari gangguan disosiatif menurut Isaacs (2005), adalah sebagai berikut:

a) Trauma. Gangguan disosiatif pada umumnya berkaitan dengan peristiwa traumatik. Dimana individu berusaha menjauhkan dirinya dari ingatan traumatik tersebut.

(42)

17

2.1.8 Rentang Kecemasan

Dalam Interpersonal Relations in Nursing, Hildegrad Peplau (1952), seorang pelopor keperawatan jiwa, mengidenfikasi empat tingkat kecemasan yang bertujuan untuk mengilustrasikan pandangan terhadap kecemasan dan ketegangan yang dikembangkan oleh Harry Stack Sullivan (1882-1949), seorang psikiater terkemuka dari Amerika dan ahli teori perkembangan (Fortinash & Worret, 2000).

Diagram 2.1. Rentang Kecemasan Moderate Panic

Mild Severe

Hildegrad Peplau menerangkan bahwa kecemasan yang meningkat mengakibatkan:

a) Lapangan persepsi menyempit

b) Energi akan tersedia untuk menyelesaikan masalah c) Disorganisasi meningkat

Diagram diatas menjelaskan tentang proses terjadinya kecemasan. Mulai dari ringan (mild), sedang (moderate), berat (severe), panik (panic). Kecemasan orang pada umumnya berada pada tahap ringan, pada tahap ini dapat menjadi sarana pembelajaran, peningkatan kreativitas dan pengembangan kepribadian.

Tingkat kecemasan sedang juga masih dikatakan sebuah mekanisme yang adaptif untuk mengatasi situasi stres yang dialami, sepanjang individu mampu mengelola dan mengatasi stressor yang dialami dan tingkat kecemasan bisa kembali ketingkat ringan. Pada tingkatan sedang kecemasan bisa bersifat akut ataupun kronis.

“ Pure Anxiet y” “ Pure Euphoria”

(43)

18

Pada tingkat berat, energi difokuskan untuk mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan dari pada untuk mengahadapi stressor atau ancaman yang menyebabkan rasa cemas, akibatnya dapat mengganggu fungsi dari individu itu sendiri dan dia membutuhkan bantuan untuk mengatasi kedaan yang dia alami.

Sedangkan pada tingkat panik, individu tidak mampu lagi mengontrol dirinya, aktivitas motorik meningkat, persepsi yang menyimpang, kehilangan pikiran yang rasional dan tidak mampu berhubungan dengan orang lain.

Diagram 2.2. Respon Kecemasan

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Rentang Respon Kecemasan menurut Stuart & Sundeen (1998) menggambarkan karakteristik respon kecemasan mulai dari respon yang adaptif yaitu tahap antisipasi sampai respon yang maladaptif yaitu panik. Kecemasan memang diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang berat tidak dapat sejalan dengan kehidupan.

2.1.9. Generalised Anxiety Disorder Assesment 7

Generalised Anxiety DisorderAssesment 7 (GAD7) merupakan kuisioner

(44)

19

atau lekas marah, merasa takut seolah-olah sesuatu yang mengerikan mungkin terjadi.

GAD 7 dihitung degan memberikan skor 1, 2, dan 3 pada kategori jawaban “tidak sama sekali”, “beberapa hari”, “lebih dari separuh waktu”, “hampir setiap hari”, dan menambahkan nilai tersebut pada tujuh pertanyaan.

Nilai 5, 10, 15 diambil sebagai nilai potong kecemasan ringan, sedang, dan berat. Saat digunakan sebagai alat penyaring, penilaian lanjutan disarankan untuk dilakukan apabila nilai lebih besar dari 10. Dengan menggunakan nilai ambang 10, GAD 7 memiliki sensitivitas 89% dan spesifitasi 82% untuk gangguan cemas menyeluruh. (Spitzer RL, 2006)

2.2. Sirkumsisi

2.2.1 Definisi

Sirkumsisi adalah membuang prepusium penis sehingga glans penis menjadi terbuka. Tindakan ini murupakan tindakan bedah minor yang paling banyak dikerjakan di seluruh dunia, baik dikerjakan oleh dokter, paramedis, ataupun oleh dukun sunat (Purnomo, 2003).Di Indonesia, sirkumsisi sebagian besar di lakukan oleh agama. Sirkumsisi merupakan tuntunan syariat Islam yang sangat mulia dan disyariatkan baik untuk laki-laki maupun perempuan. Di Indonesia orang-orang Yahudi dan Nasranipun sekarang juga banyak yang menjalaninya karena terbukti memberikan manfaat terhadap banyak masalah kesehatan (Hana, 2008).

(45)

20

Tabel 2.1. Jumlah Orang yang Sudah Melakukan Sirkumsisi Berdasarkan

Data WHO Tahun 2007

Negara Jumlah (Juta)

Jumlah Orang di Luar Islam

Persen % Jumlah (Juta) daripada negara lain. Padahal Indonesia merupakan Negara islam terbesar dan sirkumsisi memilki banyak manfaat (WHO, 2007).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sirkumsisi memiliki banyak manfaat untuk kesehatan mulai dari mencegah penyakit mematikan seperti AIDS hingga kanker seviks (WHO, 2007) .

Menurut Richard Bailey (2006, dua penelitian terakhir malah berhenti lebih awal, karena menunjukkan keefektifan yang tinggi tentang khitan dibanding kelompok kontrol yang menolak disirkumsisi) (Hana, 2008).

(46)

21

lebih mudah dan lebih cepat. Semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing (Hana, 2008).

2.2.2. Manfaat dan Faktor Penghambat Sirkumsisi

Ada banyak manfaat yang menjadi alasan orang tua untuk melakukan tindakan sirkumsisi adalah:

 Membuat penis menjadi lebih bersih

 Mengurangi resiko terkena karsinoma penis

 Mengurangi terjadinya kanker serviks

 Pencegah fimosis

Dan ada juga yang menjadi faktor penghambat yang membuat orang tua untuk tidak melakukan tindakan sirkumsisi adalah:

 Takut terhadap resiko atau komplikasi dalam sirkumsisi

 Kepercayaan bahwa prepusium di butuhkan

 Kepercayaan bahwa sirkumsisi mempengaruhi dalam kenikmatan seks (AAP, 2010).

2.2.3. Indikasi

2.2.3.1. Agama

Sirkumsisi merupakan tuntunan syariat Islam yang sangat mulia dan disyariatkan baik untuk laki-laki maupun perempuan. Orang-orang Yahudi dan Nasrani-pun dan sekarang juga banyak yang melakukannya (Hana, 2008).

2.2.3.2. Medis

1) Fimosis

(47)

22

umur 3 tahun anak yang fimosis sebanyak 10% (Ikatan dokter Anak Indoneisa,tahun 2008) .

Keadaan yang dapat menimbulkan fimosis adalah:

 Bawaan (kongenital), paling banyak

 Peradangan (Purnomo, 2003) 2) Parafimosis

Parafimosis adalah keadaan di mana prepusium tidak dapat ditarik ke depan (distal)/menutup.Pada keadaan ini, glan penis atau batang penis dapat terjepit oleh prepusium yang bengkak.Keadaan ini paling sering oleh peradangan.Pada parafimosis sebaiknya kita melakukan reduksi sebelum disirkumsisi (Bachsinar, 1993).

3) Kondiloma Akuminata

Kondiloma Akuminata adalah papiloma multiple yang tumbuh pada kulit genitalia eksterna.Bentuknya seperti kulit, multiple dan permukaan kasar. Faktor predisposisinya adalah perawatan kebersiahan genitalia yang buruk.Bila lesi meliputi permukaan glands penis atau permukaan dalam (mukosa) prepusium, maka tindakan terpilih adalah sirkumsisi untuk mencegah perluasan dan kekambuhan. Lesi ringan dapat dicoba diobati dengan pedofilin topical (Bachsinar, 1993).

4) Karsinoma Penis

Karsinoma penis Ada dua tipe, yaitu papiliformis (bentuk papil), dan ulseratif (bentuk ulcus) (Bachsinar, 1993).

2.2.4. Kontraindikasi

2.2.4.1. Kontraindikasi Mutlak

1) Hipospadi

(48)

23

2) Kelainan Hemostatis

Adalah kelainan yang berhubungan dengan jumlah dan fungsi trombosit, faktor-faktor pembekuan, dan vaskuler. Jika salah satu terdapat kelainan dikhawatirkan akan terjadi perdarahan yang sulit diatasi selama atau setelah sirkumsisi. Kelinan tersebut adalah hemophilia, trombositopenia dan penyakit kelainan hemostasis lainnya (Hermana, 2000).

2.2.4.2. Kontraindikasi Relatif

a. Infeksi lokal pada penis dan sekitarnya b. Infeksi umum

(49)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sirkumsisi adalah tindakan pembedahan berupa pemotongan foreskin atau preputium. Sirkumsisi merupakan prosedur bedah paling tua dan paling umum di dunia, dan dikerjakan untuk beberapa alasan seperti agama (Islam, Yahudi, dan beberapa agama lainnya), kultur (Aborigin, Aztecs, dan Inhabitants), sosial (kebersihan, pencegahan penyakit, meningkatkan kepuasan seksual, kebiasaan dalam masyarakat, dan status ekonomi) (American Academy of Pediatric, 2012).

Menurut data World Health Organization (WHO), sekitar 30% anak laki-laki usia 15 tahun telah disirkumsisi. Di negara maju seperti Amerika persentase anak laki-laki usia 15 tahun yang disirkumsisi yaitu sekitar 75%, sedangkan di Indonesia yang merupakan negara berkembang sekitar 84,9 juta anak. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa pria yang telah disirkumsisi mempunyai resiko yang lebih rendah untuk terkena infeksi saluran reproduksi dibanding yang tidak di sirkumsisi (World Health Organization and Joint United Nations Programme on HIV/AIDS, 2007).

Menurut American Academy of Pediatrics (2012), secara medis sirkumsisi mempunyai manfaat yaitu pencegahan terhadap infeksi saluran kemih, HIV, penyakit menular seksual, dan kanker penis. Praktek sirkumsisi dilakukan oleh orang-orang yang terlatih dan kompeten, dengan teknik pelaksanaan yang mengutamakan sterilitas, dan menggunakan penghilang rasa sakit yang efektif untuk kenyamanan pasien

(50)

2

dan resiko-resiko dari prosedur pembedahan lain dan juga anestesi yang menyertainya (Carpenito, 2001).

Kecemasan juga disebut emosi dan pengalaman individu yang terlihat. Kecemasan tersebut dibedakan dengan ketakutan. Ketakutan mempunyai sumber atau objek yang spesifik dimana individu dapat mengidentifikasi dan menjelaskannya. Takut melibatkan penilaian intelektual dari rangsang yang mengancam, sedangkan kecemasan adalah respon emosi terhadap penilaian tersebut. Ketakutan disebabkan oleh kondisi fisik atau psikis terhadap situasi yang mengancam dan ketakutan menghasilkan kecemasan (Stuart & Laraia, 2004). Setiap individu akan mengalami tingkat kecemasan yang berbeda-beda terhadap stimulus yang sama. Tingkat kecemasan tergantung pada jenis perlakuan yang diterima dan kemampuan dalam menghadapi diri (Kusuma, 1997).

Pembedahan elektif maupun kedaruratan adalah suatu peristiwa komplek yang menegangkan. Reaksi dari pasien, diantaranya kecemasan yang akan selalu dialami sebelum prosedur operasi. Kecemasan adalah suatu keadaan dimana pasien mengalami perasaan gelisah akibat ancaman atau penyebab yang tidak jelas dan dimanifestasikan dengan gejala fisiologis, emosional dan kognitif. Menurut Stuart & Sundeen (1998), Kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab kecemasan ditentukan oleh beberapa faktor seperti potensi stressor, maturasi, tingkat pendidikan dan status ekonomi, keadaan fisik, kepribadian, lingkungan dan situasi, umur, dan jenis kelamin.

(51)

3

Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang dan sepengetahuan peneliti, belum ada penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan gambaran tingkat kecemasan anak saat akan dilakukan sirkumsisi. Maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian di daerah tersebut, sehingga hasil dari penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai pembanding penelitian berikutnya dan hasilnya dapat memberikan kontribusi positif terhadap bidang kesehatan untuk kedepannya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Gambaran Tingkat Kecemasan Anak Saat Akan Dilakukan Sirkumsisi di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan anak saat akan dilakukan sirkumsisi di Kelurahan Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran terjadinya tindakan sirkumsisi di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang.

2. Untuk mengetahui tingkat kecemasan anak terhadap tindakan sirkumsisi di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Subjek Peneliti

(52)

4

1.4.2. Bagi Peneliti

1. Menambah wawasan atau pengetahuan tentang tingkat kecemasan pada anak saat akan dilakukan sirkumsisi.

2. Melalui penelitian ini dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang didapat selama pendidikan, menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat penelitian ilmiah

1.4.3. Bagi Kedokteran

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang tingkat kecemasan anak saat akan dilakukan sirkumsisi.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kepada tenaga medis sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih komperhensif dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

1.4.4. Bagi Penelitian Kedokteran

(53)

ii

ABSTRAK

Latar Belakang: Menurut data WHO, sekitar 30% anak laki-laki usia 15 tahun

telah disirkumsisi. Di negara maju seperti Amerika persentase anak laki-laki usia 15 tahun yang disirkumsisi yaitu sekitar 75%, sedangkan di Indonesia yang merupakan negara berkembang sekitar 84,9 juta anak. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa pria yang telah disirkumsisi mempunyai resiko yang lebih rendah untuk terkena infeksi saluran reproduksi dibanding yang tidak di sirkumsisi. Menurut UNAIDS di sendiri Indonesia jumlah pria berumur diatas 15 tahun yang disirkumsisi ada sebanyak 77,28 juta atau 90,9% dari 84,98 juta pria.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat

kecemasan pada anak saat akan dilakukan sirkumsisi.

Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan

rancangan cross sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu). Jumlah sampel yang digunakan adalah 100 orang. Menggunakan tehnik wawancara dengan bantuan kuesioner GAD-7 untuk menentukan derajat kecemasan anak tersebut.

Hasil Penelitian: Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar umur

responden berumur 12 tahun yaitu sebanyak 48 responden (48%). Dari 100 responden, terdapat 71 responden (71%) memiliki tingkat kecemasan ringan, 27 responden (27%) memiliki tingkat kecemasan sedang, 2 responden (2%) memiliki tingkat kecemasan berat.

Saran: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran sebagai bahan masukan

supaya dapat mengatasi dan mengurangi kecemasan dalam menghadapi sirkumsisi pada anak.

(54)

iii

ABSTRACT

Background: According to WHO, about 30% of 15 years old boys were circumcised. On developed nation like America the percentage of 15 years old boys were circumcised at around 75%, while in Indonesia, a developing country of about 84.9 million children. Epidemiological studies have shown that circumcised men have a lower risk for reproductive tract infections than those who are not circumcised. According to UNAIDS in Indonesia, the number of men aged over 15 years were circumcised there were 77.28 million or 90.9% from 84.98 million men.

Purposes: This study aims to describe the current level of anxiety in children will

be done circumcision.

Methods: This research is a descriptive study with cross sectional design of the

study is to perform measurements or observations at the same time (all the time). According to UNAIDS in Indonesia the number of men aged over 15 years were circumcised there were 77.28 million or 90.9% of 84.98 million men. This study aims to describe the current level of anxiety in children will be done circumcision. This research is a descriptive study with cross sectional design of the study is to perform measurements or observations at the same time (one time). The samples used were 100 people. Using the interview technique with GAD-7 questionnaires to determine the degree of the child's anxiety.

Results: The survey results revealed that the majority of respondents aged 12

years old, 48 respondents (48%). Of the 100 respondents, there were 71 respondents (71%) had mild anxiety levels, 27 respondents (27%) had moderate levels of anxiety, 2 respondents (2%) had severe anxiety level.

Suggestion: This study is expected to pictured as inputs in order to overcome and

reduce anxiety in order to face circumcision in children.

Gambar

Tabel 3.1.
Tabel 5.2. Distribusi Tingkat Kecemasan
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Berdasarkan Umur
Tabel 2.1.  Jumlah Orang yang Sudah Melakukan Sirkumsisi Berdasarkan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi dan manajemen konflik yang tepat pada pasangan yang

Menurut Sugiyono (2017 hlm 168) menyatakan bahwa “Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapat data (mengukur) itu valid. Valid berarti

- CTAS ini merupakan sistem registrasi secara online bagi pendaftar (Calon Tenaga Ahli/Staf Administrasi Anggota/Staf Khusus Pimpinan Dewan) yang nantinya

Siswa dapat menentukan contoh penggunaan gaya magnet dalam kehidupan sehari-hari. Siswa mampu mendeskripsikan cara

Posisi pembelian spot dan derivatif yang masih

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa telah terjadi kekosongan norma dalam penerapan Pasal 66 ayat (1) UUJN-P, karena tidak ada peraturan yang menjelaskan

H 0 : Tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari penerapan metode Demonstrasi terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Fiqih materi Shalat di

parti yang mendapat majoriti dalam pilihan raya umum Perdana Menteri menjalankan kuasa eksekutif dengan dibantu oleh kabinet atau Jemaah Menteri yang dipilih daripada kalangan