• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tuturan Dalam Upacara Perkawinan Di Tapanuli Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tuturan Dalam Upacara Perkawinan Di Tapanuli Selatan"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

TUTURAN DALAM UPACARA PERKAWINAN

DI TAPANULI SELATAN

SKRIPSI

OLEH

RISKI HANDAYANI

NIM 090701023

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TUTURAN DALAM UPACARA PERKAWINAN

DI TAPANULI SELATAN

OLEH

RISKI HANDAYANI NIM 090701023

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra

dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Mulyadi, M.Hum. Drs. Asrul Siregar, M.Hum. NIP 196407311989031004 NIP 195905021986011001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

(3)

PERNYATAAN

Penulis menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang penulis perbuat ini tidak benar, penulis bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjana yang penulis peroleh.

Medan, Januari 2014 Penulis,

(4)

TUTURAN DALAM UPACARA PERKAWINAN

DI TAPANULI SELATAN

RISKI HANDAYANI (Fakultas Ilmu Budaya USU)

ABSTRAK

(5)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena penulis diberi kesehatan dan kekuatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah menyediakan fasilitas pendidikan bagi penulis. 2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., Ketua Departemen Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah mengarahkan penulis dalam menjalani perkuliahan dan membantu penulis dalam hal administrasi.

3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., Sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan motivasi serta memberikan informasi terkait perkuliahan kepada penulis.

4. Dr. Mulyadi, M.Hum., dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dengan penuh tanggung jawab, memberikan saran dan ide kepada penulis, serta mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi. Terima kasih juga karena telah bersedia memeriksa keseluruhan skripsi ini sampai bagian-bagian terkecil dan telah meminjamkan buku dan bahan referensi lainnya kepada penulis. 5. Drs. Asrul Siregar, M. Hum., dosen Pembimbing II, yang telah

(6)

6. Dra. Sugihana, M. Hum., dosen Penasihat Akademik dan Drs. Hariadi, M. Hum., dosen linguistik yang memberikan masukan dalam pemilihan judul skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis menjalani perkuliahan.

8. Kak Tika yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

9. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ali Basa Siregar dan Ibunda Sahroni Siregar, yang telah memberikan dukungan moral, material, dan kasih sayang tanpa batas kepada penulis dan doa yang tidak pernah berhenti untuk penulis.

10.Saudara-saudara yang terkasih, Kak Leli, Kak Yuni, Kak Mariana, Kak Dekna, Bang Roni, Sori Tua, ipar, serta keponakan-keponakan yang luar biasa. Terima kasih atas doa dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

11.Informan yang telah membantu penulis dalam menyediakan data penelitian.

(7)

13.Sahabat karib (Emma, Ayu, Dita, Andry, Nazwa) yang selalu menguatkan dan mendoakan penulis, bersama-sama selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

14.Teman-teman Alkamil stambuk 2009, terkhusus (Liska, Hasry, Ansor, Zubeir, Daud) yang bersedia membantu dalam penyelesaian data skripsi ini.

15.Teman-teman stambuk 2009 dan senior-senior yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Terima kasih atas kebersamaan yang selama ini terjalin sangat baik.

16.Teman-teman tercinta satu halaqah, Alkamil, BTM Al-Iqbal, SGC, KAMMI, yang mendorong dan mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya bagi kita semua.

Medan, Januari 2014

Riski Handayani

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.1.1 Latar Belakang ... 1

1.1.2 Masalah ... 5

1.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.2.1 Tujuan Umum ... 5

1.2.2 Tujuan Khusus ... 6

1.3 Manfaat Penelitian ... 6

1.3.1Manfaat Teoretis ... 6

1.3.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 7

2.2 Landasan Teori ... 8

(9)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian ... 18

3.2 Metode dan Teknik Penyediaan Data ... 21

3.3 Metode dan Teknik Analisis Data ... 23

3.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 24

BAB IV TUTURAN DALAM UPACARA PERKAWINAN DI TAPANULI SELATAN 4.1Jenis Tuturan ... 25

4.1.1 Tindak Tutur Langsung ... 25

4.1.2 Tindak Tidak Langsung ... 28

4.1.4 Tindak Tutur Literal ... 30

4.1.5 Tindak Tutur Tidak Literal... 32

4.2 Fungsi Tuturan ... 33

4.2.1 Deklaratif... 33

4.2.2 Representatif ... 35

4.2.3 Ekspresif ... 37

4.2.4 Direktif ... 39

4.2.5 Komisif ... 40

4.3 Makna Tuturan ... 42

4.3.1 Tindak Lokusi ... 42

4.3.2 Tindak Ilokusi ... 43

(10)

5.1 Simpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN 1: DATA PENELITIAN ... 49

LAMPIRAN 2: DATA INFORMAN ... 65

LAMPIRAN 3: DAFTAR PERTANYAAN ... 66

LAMPIRAN 4: BUKTI PENELITIAN ... 67

(11)

TUTURAN DALAM UPACARA PERKAWINAN

DI TAPANULI SELATAN

RISKI HANDAYANI (Fakultas Ilmu Budaya USU)

ABSTRAK

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

1.1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri. Setiap individu secara alamiah selalu ingin hidup berpasangan yang diikat oleh sebuah perkawinan. Melalui perkawinan, individu membentuk sebuah keluarga dengan berpedoman kepada nilai dan norma yang berlaku dalam kebudayaan masing-masing.

Peristiwa perkawinan pada adat Batak disebut haroan boru ‘kehadiran seorang gadis’ di dalam keluarga seorang pemuda. Dalam hal ini ada beberapa istilah yang terkait dengan cara atau proses kehadiran seorang gadis dalam keluarga seorang pemuda, yaitu (1) boru na dipabuat, artinya pemberangkatan seorang gadis ke rumah calon suaminya yang dilaksanakan secara adat dengan melibatkan seluruh pelaku adat; (2) boru tangko binoto, artinya keberangkatan seorang gadis ke rumah calon suaminya yang hanya diketahui oleh orang tuanya dan keluarga terdekat; dan (3) boru na marlojong, artinya seorang gadis “kawin lari” dengan pemuda pilihannya tanpa sepengetahuan orang tuanya.

(13)

berhubungan dengan acara mangkobar boru ‘membicarakan calon pengantin perempuan’. Kedua, dilakukan acara mangkobar boru yang khusus membicarakan penyerahan perangkat adat perkawinan. Dalam acara ini terlibat dalihan na tolu

‘tungku yang tiga’ yang terdapat dalam sistem adat. Pihak yang termasuk dalam

dalihan na tolu memiliki ketetapan urutan untuk menyampaikan maksud mereka

dalam setiap rangkaian acara yang berlangsung saat itu. Tanpa kehadiran pihak-pihak tersebut pelaksanaan upacara perkawinan tidak dapat dilaksanakan. Ketiga, dibuat acara pabuat boru ‘pemberangkatan gadis’ ke rumah calon suaminya. Pada tahap ini juga diadakan mangupa ‘memberi petuah’ terhadap kedua mempelai yang melibatkan seluruh pelaksana adat dan kerabat pengantin. Acara tersebut berisi nasihat untuk kedua mempelai sebagai bekal dalam menjalankan kehidupan rumah tangga ke depannya.

Fakta menunjukkan bahwa dalam tuturan upacara perkawinan di Tapanuli Selatan modus imperatif dan modus deklaratif lebih sering digunakan daripada modus interogatif. Bentuk tuturan modus imperatif, deklaratif, dan interogatif tidak dapat dijawab secara langsung, tetapi harus melalui perantara orang kaya

(14)

Penggunaan modus dalam tuturan upacara pernikahan masyarakat Tapanuli Selatan dapat dilihat pada contoh berikut ini.

(1) On pe nada janggal be, atur ma orang kaya [....] DEM PART tidak terhalang lagi, atur PART orang kaya [....] ‘Sekarang tidak ada halangan lagi, aturlah pembawa acara.’

(2) Dibaenna mangkobar ma hita,parjolo-ma payakkon hamu

dikarenakan rapat PART 1.Jm, duluan-PART letakkan 2.Jm

tompas handang [....]

tembus kandang [....]

‘Karena kita akan mulai rapat, kalian letakkanlah lebih dulu uang adatnya.’

(3) Payakkon hamu ma ungkap ruji, dibaenna mangkobar ma hita.

letakkan 2.Jm PART buka lidi enau, dikarenakan rapat PART 1.Jm. ‘Letakkan kalianlah uang syarat awal karena kita akan rapat.’

Tuturan (1) sampai (3) di atas merupakan jenis tuturan langsung dengan menggunakan modus imperatif, yakni penutur meminta petutur untuk melakukan sesuatu. Dari segi fungsinya, tuturan di atas termasuk ke dalam tindak tutur direktif. Selain itu tuturan tersebut bermakna ilokusi, artinya penutur tidak hanya mengutarakan maksudnya, tetapi juga melakukan sesuatu.

Sekarang, bandingkan dengan contoh berikut.

(4) Madung dehe martintin torus sanga pe ijuk, anso dapot

sudah PART Akt-cincin lurus Konj PART ijuk, Konj dapat

parlugutan on umbulus [....]

perkumpulan DEM lancar [....]

‘Sudahkah selesai urusan mahar agar lancar pertemuan ini.’

(15)

Penggunaan modus dalam tuturan upacara pernikahan masyarakat Tapanuli Selatan dapat dilihat pada contoh berikut ini.

(1) On pe nada janggal be, atur ma orang kaya [....] DEM PART tidak terhalang lagi, atur PART orang kaya [....] ‘Sekarang tidak ada halangan lagi, aturlah pembawa acara.’

(2) Dibaenna mangkobar ma hita,parjolo-ma payakkon hamu

dikarenakan rapat PART 1.Jm, duluan-PART letakkan 2.Jm

tompas handang [....]

tembus kandang [....]

‘Karena kita akan mulai rapat, kalian letakkanlah lebih dulu uang adatnya.’

(3) Payakkon hamu ma ungkap ruji, dibaenna mangkobar ma hita.

letakkan 2.Jm PART buka lidi enau, dikarenakan rapat PART 1.Jm. ‘Letakkan kalianlah uang syarat awal karena kita akan rapat.’

Tuturan (1) sampai (3) di atas merupakan jenis tuturan langsung dengan menggunakan modus imperatif, yakni penutur meminta petutur untuk melakukan sesuatu. Dari segi fungsinya, tuturan di atas termasuk ke dalam tindak tutur direktif. Selain itu tuturan tersebut bermakna ilokusi, artinya penutur tidak hanya mengutarakan maksudnya, tetapi juga melakukan sesuatu.

Sekarang, bandingkan dengan contoh berikut.

(4) Madung dehe martintin torus sanga pe ijuk, anso dapot

sudah PART Akt-cincin lurus Konj PART ijuk, Konj dapat

parlugutan on umbulus [....]

perkumpulan DEM lancar [....]

‘Sudahkah selesai urusan mahar agar lancar pertemuan ini.’

(16)

jenis tindak tutur nonliteral karena apa yang dimaksudkan oleh penutur tidak sesuai dengan makna leksikalnya. Penutur menanyakan apakah sudah dipakai “cincin ijuk”, yang bermakna bahwa penutur ingin mengetahui apakah mahar gadis tersebut sudah diberikan.

Selanjutnya, pada contoh di bawah ini terdapat tuturan langsung dengan menggunakan modus deklaratif.

(5) Omas sigumorsing 120 pitu noli manaek mijur [....] emas kuning 120 tujuh kali naik turun [....] ‘Emas kuning 120 tujuh kali lipat.’

Pada tuturan di atas, yang dibicarakan ialah emas. Tuturan ini tergolong tindak tutur nonliteral sebab maksud penutur yang sebenarnya adalah jumlah untuk mahar si gadis yang harus dipenuhi oleh pengantin pria.

Dari beberapa contoh yang dikemukakan di atas tampak bahwa tuturan perkawinan pada masyarakat Tapanuli Selatan memiliki beragam modus dan makna yang berbeda, yang disesuaikan dengan maksud penutur. Tentunya penting untuk mengungkapkan beragam modus dan makna pada tuturan perkawinan itu untuk mengetahui sistem budaya yang berlaku di Tapanuli Selatan.

(17)

Perlu diketahui bahwa penelitian sejenis ini sudah pernah dikerjakan, misalnya Hutapea (2007) dalam skripsinya Tuturan pada Upacara Adat

Perkawinan Masyarakat Batak Toba, tetapi objek penelitiannya berbeda. Sejauh

yang diamati, belum ada penelitian tentang tuturan dalam upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selataan dengan kajian pragmatik. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan atau menjelaskan berbagai jenis tuturan dalam upacara perkawinan di Tapanuli Selatan.

1.1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis-jenis tuturan apa sajakah yang terdapat pada upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan?

2. Apa sajakah fungsi tuturan pada upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan?

3. Apakah makna tuturan pada upacara perkawinan bagi masyarakat Tapanuli Selatan.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah:

(18)

jenis tindak tutur nonliteral karena apa yang dimaksudkan oleh penutur tidak sesuai dengan makna leksikalnya. Penutur menanyakan apakah sudah dipakai “cincin ijuk”, yang bermakna bahwa penutur ingin mengetahui apakah mahar gadis tersebut sudah diberikan.

Selanjutnya, pada contoh di bawah ini terdapat tuturan langsung dengan menggunakan modus deklaratif.

(5) Omas sigumorsing 120 pitu noli manaek mijur [....] emas kuning 120 tujuh kali naik turun [....] ‘Emas kuning 120 tujuh kali lipat.’

Pada tuturan di atas, yang dibicarakan ialah emas. Tuturan ini tergolong tindak tutur nonliteral sebab maksud penutur yang sebenarnya adalah jumlah untuk mahar si gadis yang harus dipenuhi oleh pengantin pria.

Dari beberapa contoh yang dikemukakan di atas tampak bahwa tuturan perkawinan pada masyarakat Tapanuli Selatan memiliki beragam modus dan makna yang berbeda, yang disesuaikan dengan maksud penutur. Tentunya penting untuk mengungkapkan beragam modus dan makna pada tuturan perkawinan itu untuk mengetahui sistem budaya yang berlaku di Tapanuli Selatan.

(19)

Perlu diketahui bahwa penelitian sejenis ini sudah pernah dikerjakan, misalnya Hutapea (2007) dalam skripsinya Tuturan pada Upacara Adat

Perkawinan Masyarakat Batak Toba, tetapi objek penelitiannya berbeda. Sejauh

yang diamati, belum ada penelitian tentang tuturan dalam upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selataan dengan kajian pragmatik. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan atau menjelaskan berbagai jenis tuturan dalam upacara perkawinan di Tapanuli Selatan.

1.1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis-jenis tuturan apa sajakah yang terdapat pada upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan?

2. Apa sajakah fungsi tuturan pada upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan?

3. Apakah makna tuturan pada upacara perkawinan bagi masyarakat Tapanuli Selatan.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah:

(20)

2. Menjelaskan tata cara perkawinan di Tapanuli Selatan. 1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan jenis-jenis tuturan pada upacara perkawinan di Tapanuli Selatan.

2. Menjelaskan fungsi tuturan pada upacara perkawinan di Tapanuli Selatan.

3. Mendeskripsikan makna tuturan pada upacara perkawinan di Tapanuli Selatan.

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dalam penelitian ini adalah:

1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang tuturan dalam upacara perkawinan di Tapanuli Selatan.

2. Menjadi sumber masukan bagi peneliti lain yang ingin membicarakan tuturan dalam upacara perkawinan di Tapanuli Selatan.

1.3.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah:

1. Sebagai usaha pelestarian budaya Tapanuli Selatan dari sisi kekayaan bahasanya, yakni tuturan dalam upacara perkawinan.

(21)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, perkawinan, tindak tutur, dan konteks situasi. Keempat konsep ini perlu dibatasi untuk menghindari salah tafsir bagi pembaca.

Yang dimaksud dengan tuturan atau lebih sering disebut peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan penutur dan petutur dengan satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Kridalaksana, 1984:200; Leech, 1993:20; Chaer, 1995:47). Dalam usaha untuk mengungkapkan diri mereka, orang-orang tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur-struktur gramatikal, tetapi mereka juga memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan itu.

(22)

Tindak tutur (speech acts) merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Chaer dan Leonie Agustina, 1995:50). Kalau dalam peristiwa tutur lebih dilihat pada tujuan peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya.

Konteks situasi merupakan lingkungan nonlinguistis ujaran yang merupakan alat untuk memperinci ciri-ciri situasi yang diperlukan untuk memahami makna ujaran (Kridalaksana, 1984: 109). Di dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan yang dipahamai bersama oleh penutur dan lawan tutur. Wijana (1995:11) menyatakan bahwa konteks tuturan adalah konteks dalam semua aspek fisik atau seting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan.

2.2 Landasan Teori

(23)

1. Tindak Tutur Langsung

Sebuah kalimat menghasilkan tindak tutur langsung apabila kalimat tersebut memiliki kesesuaian dengan modus kalimatnya, seperti modus “deklaratif”, modus “interogatif”, dan modus “imperatif”. Dapat dilihat dalam contoh berikut.

(6) Pak Ali memiliki tiga ekor kerbau. (7) Di manakah letak pulau Bali? (8) Ambilkan baju saya!

Tindak tutur (6) sampai (8) merupakan tindak tutur langsung. Tuturan (6) bermodus deklaratif untuk memberitakan bahwa ada tiga ekor kerbau. Tuturan (7) bermodus interogatif untuk menanyakan letak pulau Bali. Tuturan (8) bermodus imperatif untuk memerintah seseorang mengambilkan baju.

2. Tindak Tutur Tidak Langsung

Tindak tutur tidak langsung terbentuk apabila penutur menyampaikan sebuah kalimat perintah dengan menggunakan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah merasa dirinya tidak diperintah, seperti pada tuturan berikut ini.

(9) Ada makanan di lemari. (10) Di mana sapunya?

(24)

tidak berfungsi menanyakan letak sapu, tetapi secara tidak langsung menyuruh anaknya untuk mengambil sapu tersebut.

3. Tindak Tutur Literal

Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan muatan leksikal kata-kata yang menyusunnya (Wijana, 1996:32). Terlihat dalam contoh berikut.

(11) Penyanyi itu suaranya bagus.

(12) Radionya keraskan! Aku ingin mencatat lagu itu.

Jika tuturan (11) diutarakan untuk memuji kemerduan suara penyanyi yang dibicarakan, tuturan itu merupakan tindak tutur literal. Demikian pula, tuturan (12) tergolong tindak tutur literal sebabb penutur menginginkan petutur untuk mengeraskan radio agar lebih mudah mencatat lagu yang didengarnya.

4. Tindak Tutur Tidak Literal

Tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama atau berlawanan dengan muatan leksikal kata-kata yang menyusunnya (Wijana, 1996:32). Misalnya,

(13) Suaramu bagus, (tapi tak usah nyanyi saja).

(14) Radionya kurang keras. Tolong keraskan lagi. Aku mau belajar.

(25)

Fungsi tindak tutur pada upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan digunakan acuan pada (Searle dalam Yule, 2006). Ada lima fungsi tindak tutur yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Deklaratif

Deklaratif merupakan jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan, menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan; misalnya, berpasrah, memecat, membaptis, memberi nama, mengangkat, mengucilkan, dan menghukum, seperti pada contoh berikut.

(15) Pendeta: Sekarang saya menyebut Anda berdua suami-istri. (16) Hakim: Kami nyatakan terdakwa bersalah.

2) Representatif

Representatif merupakan jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian merupakan contoh dunia sebagai sesuatu yang diyakini oleh penutur yang menggambarkannya. Pada waktu menggunakan sebuah representatif, penutur mencocokkan kata-kata dengan dunia (kepercayaannya). Hal ini terlihat pada contoh berikut.

(17) Bumi itu datar.

(26)

Ekspresif merupakan jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan-pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Tindak tutur itu mungkin disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh penutur atau petutur, tetapi semuanya menyangkut pengalaman penutur. Pada waktu menggunakan ekspresif penutur menyesuaikan kata-kata dengan dunia (perasaannya). Perhatikan contoh berikut ini.

(20) Sungguh, saya minta maaf. (21) Selamat!

(22) Oh, yah, baik, mmmm....aahh 4) Direktif

Direktif merupakan jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. Pada waktu menggunakan direktif, penutur berusaha menyesuaikan dunia dengan kata (lewat pendengar), seperti pada contoh berikut.

(23) Berilah aku secangkir kopi. Buatkan kopi pahit. (24) Dapatkah Anda meminjami saya sebuah pena? (25) Jangan menyentuh itu!

(27)

Komisif merupakan jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini dapat berupa janji, ancaman, penolakan, ikrar, dan dapat ditampilkan sendiri oleh penutur sebagai anggota kelompok. Pada waktu menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan kata-kata (lewat penutur). Cermati contoh berikut ini.

(26) Saya akan kembali.

(27) Saya akan membetulkannya lain kali. (28) Kami tidak akan melakukan itu.

Selanjutnya, terkait dengan makna lokusi, makna ilokusi, dan makna perlokusi digunakan teori tindak tutur (Leech 1993, Yule 2006, Wijana 1996). Dalam teori ini dimuat tiga komponen tindak tutur, yaitu:

a. Tindak Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Dalam tindak lokusi tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan oleh penutur. Misalnya, kepalaku gatal semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan kepada petutur bahwa kepala penutur dalam keadaan gatal.

b. Tindak Ilokusi

Tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu. Misalnya, tuturan Awas ada anjing gila. Tidak hanya berfungsi memberi informasi, tetapi berfungsi memberi peringatan.

(28)

Tindak perlokusi adalah tindak memengaruhi petutur. Tindak tutur ini disebut the

act of affecting someone. Misalnya, tuturan Kemarin saya sangat sibuk yang bila

diutarakan oleh seseorang yang tidak menghadiri undangan kepada pengundangnya, menyatakan permohonan maaf, dan perlokusi (efek) yang diharapkan adalah pengundang dapat memakluminya

2.3Tinjauan Pustaka

Beberapa hasil penelitian yang ditinjau dalam penelitian ini diterangkan sebagai berikut. Tampubolon (2010) dalam tesisnya “Umpasa Masyarakat Batak Toba dalam Rapat Adat: Suatu Kajian Pragmatik” membahas tiga masalah penelitian, yakni komponen tindak tutur, jenis tindak tutur, dan fungsi tindak tutur. Tampubolon menggunakan metode deskriptif dengan membuat deskripsi yang sistematis dan akurat mengenai data yang diteliti. Dalam menyelesaikan ketiga masalah tersebut Tampubolon menggunakan teori tindak tutur Kempson (1984), Wijana (1996), dan Searle.

(29)

Sibarani (2008) dalam tesisnya “Tindak Tutur dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba” mengkaji tindak tutur yang digunakan hulahula

‘pemberi istri’, dongan sabutuha ‘kerabat semarga’, dan boru ‘penerima istri’,

tindak tutur apa yang dominan, bagaimana cara tindak tutur dilakukan, serta jenis dan fungsi tindak tutur dalam perkawinan masyarakat Batak Toba. Metode deskriptif digunakan Sibarani untuk mendeskripsikan data penelitian secara sistematis dan akurat, yakni menggambarkan dengan jelas objek yang diteliti secara alamiah. Teori yang digunakan Sibarani untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah teori tindak tutur Kempson (1984), Wijana (1996), dan Searle.

Hasil penelitian diperoleh bahwa tindak tutur yang ditemukan dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba terdapat tiga belas jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur bersalam, memberkati, memohon, memuji, meminta, berjanji, menyarankan, memperingatkan, mengesahkan, berterima kasih, menjawab, menjelaskan, dan bertanya. Penelitian Sibarani menemukan tiga belas jenis tuturan dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba yang kemudian diuraikan makna dari tuturan tersebut sesuai jenisnya. Namun, teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan menjelaskan masalah jenis dan fungsi tindak tutur.

(30)

lanjutan, yaitu teknik simak bebas libat cakap dan dilanjutkan dengan teknik rekam dalam mengumpulkan data penelitiannya. Selanjutnya, data yang diperoleh dari penutur jati bahasa Batak Toba dan dari beberapa buku adat Batak toba yang dianalisis dengan metode padan dengan penentu mitra wicara. Teori yang digunakan adalah teori tindak tutur Searle.

Hasil penelitian Hutapea menemukan lima jenis tindak tutur dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba, yaitu tindak tutur deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Disimpulkan bahwa tuturan yang paling dominan dalam upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba adalah tuturan direktif, yakni tuturan yang bersifat menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Penelitian ini menjadi acuan dalam pemakaian teori tindak tutur yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tindak tutur.

Hasibuan (2005) dalam artikelnya yang berjudul Perangkat Tindak Tutur

dan Siasat Kesantunan Berbahasa (Data Bahasa Mandailing) menelaah

perangkat tindak tutur dan kesantunan berbahasa. Hasibuan menggunakan metode deskripsi dengan teknik baca markah. Kajian ini mengacu pada teori tindak tutur Austin yang membedakan tuturan performatif dan tuturan konstantif. Juga menggunakan teori tindak tutur yang dikembangkan oleh Searle (dalam Leech 1981). Teori kesantunan yang digunakan dalam kajian ini dikemukakan oleh Brown dan Levinson (1987), yang membatasi kesantunan itu sebagai upaya sadar seseorang dalam menjaga keperluan muka orang lain.

(31)

komisif, ekspresif, dan deklaratif dalam bahasa Mandailing. Ada dua jenis siasat kesantunan, yakni kesantunan positif dan kesantunan negatif. Teori tindak tutur Austin dan Searle yang digunakan dalam menyelesaikan masalah dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan, terkait komponen dan jenis tindak tutur.

Penelitian Ola dan Ola mengenai “Struktur Tuturan Ritual Kelompok Etnik Lamalohot”. Penelitian ini membahas struktur kebahasaan dan struktur penuturan pada tuturan ritual kelompok etnik Lamalohot. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data ialah metode pengamatan dan wawancara, dibantu dengan teknik perekaman dengan pita kaset dan kamera video. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif dan disajikan dengan metode deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini dikemukakan oleh Brown dan Yule (1996: 25) bahwa untaian bahasa (linguistic string) yang dianalisis sepenuhnya tanpa memperhitungkan konteks.

Struktur kebahasaan dalam tuturan ritual kelompok etnik Lamalohot ini mencakup aspek fonologis dan morfosintaksis. Struktur penuturan disebutkan selalu ada tiga tindakan, yakni mayan ‘memanggil’ atau ahak ‘menyapa’, marin

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Mompang, Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu, Kota Padangsidimpuan. Desa Mompang merupakan salah satu desa dari delapan desa yang terdapat di Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu, Kota Padangsidimpuan. Desa lain di Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu adalah Desa Joring Natobang, Desa Joring Lombang, Desa Batu Layan, Desa Rimba Soping, Desa Simatohir, Desa Simasom, dan Desa Pintu Langit. Sampai saat ini penduduk Desa Mompang masih menggunakan bahasa Batak Angkola sebagai sarana komunikasi. Bahasa yang digunakan masih murni dan belum terkontaminasi. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk menetapkan desa tersebut sebagai lokasi dalam penelitian ini.

(33)

PETA DESA MOMPANG

KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN ANGKOLA JULU

(34)

Gambar 3.2 Desa Mompang

Penduduk Desa Mompang berjumlah 1.072 orang atau sebanyak 249 KK, 535 laki-laki dan 537 perempuan. Pekerjaan dan tingkat pendidikan penduduk Desa Mompang dapat dilihat dalam tabel berikut (BPS, 2011).

Tabel 3.1 Pendidikan dan Pekerjaan Penduduk

Pendidikan Jumlah/Jiwa Pekerjaan Jumlah/Jiwa

SD 170 PNS/TNI/POLRI 10

SLTP 90 Wiraswasta 30

SLTA 50 Pedagang 23

PT 21 Petani 590

(35)

Penduduk Desa Mompang sangat menjunjung tinggi nilai budaya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai acara adat yang diselenggarakan mulai dari acara pernikahan, memasuki rumah baru, kelahiran anak, dan acara penguburan yang masih diadakan hingga saat ini.

3.2Metode dan Teknik Penyediaan Data

Penelitian ini menggunakan data lisan dan data tulisan. Data lisan dikumpulkan dari beberapa informan penduduk asli Tapanuli Selatan. Pengumpulan data ini menggunakan metode cakap atau lebih sering disebut sebagai wawancara dengan teknik dasar berupa teknik pancing. Kegiatan memancing bicara tersebut dilakukan dengan percakapan langsung dengan seorang informan. Wawancara tersebut dilakukan dengan menyiapkan beberapa pertanyaan pokok yang disebut sebagai wawancara semi berstruktur (lihat lampiran 3). Keterbatasan untuk mengingat semua hasil pembicaraan atau wawancara tersebut, maka dilakukan teknik catat. Peneliti mencatat semua data atau informasi yang diperlukan untuk bahan penelitian (Sudaryanto, 1993:137-139).

(36)

menggunakan teknik simak bebas libat cakap. Hanya menyimak dan memeperhatikan dengan tekun pembicaraan yang berlangsung antara penutur dan petutur (lihat lampiran 4 gambar 3.3). Kemudian dengan bantuan teman si peneliti, kegiatan tersebut direkam agar terlihat jelas keberlangsungannya tanpa mengganggu proses upacara berlangsung (Sudaryanto, 1993:133-135).

Informan dalam penelitian ini dipilih dari kalangan pemuka adat yang terlibat dan memiliki posisi penting dalam setiap upacara adat. Tidak semua orang mampu memahami tuturan-tuturan dalam upacara adat meskipun sering mengikutinya. Informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan syarat-syarat berikut ini.

1. Berjenis kelamin pria atau wanita; 2. Berusia antara 25-65 tahun;

3. Jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya; 4. Berpendidikan minimal tamat pendidikan dasar;

5. Menguasai bahasa dan budaya Tapanuli Selatan dengan baik; 6. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya; 7. Dapat berbahasa Indonesia;

8. Sehat jasmani dan rohani (Mahsun, 1995:106).

(37)

Data tulis diperoleh dari buku Horja Adat Istiadat Dalihan Na Tolu

(Parsadaan Marga Harahap Dohot Anakboruna, 1993). Untuk memperoleh data tersebut digunakan metode simak yang didukung oleh teknik catat (Sudaryanto, 1993: 133, 135).

3.3 Metode dan Teknik Analisi Data

Data dianalisis dengan menggunakan metode padan, yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Teknik dasarnya berupa teknik pilah unsur penentu dengan alat penentu mitra wicara (Sudaryanto, 1995:21).

Salah satu contoh untuk menentukan jenis tuturan tampak pada contoh berikut:

(29) Antong payakkon hamu ma jolo hundulan

Silakan letakkan 2.Jm PART dulu uang adat

ni raja i anso juguk raja i mangkobarkonsa.

3.Tg raja DEM Konj duduk raja DEM AKT-bicara-kannya.

‘Silakan kalian letakkan dulu uang adat tersebut ke hadapan raja agar pembicaraan ini dimulai.’

(38)

Contoh lain dapat dicermati berikut ini.

(30) Sahurangna i janami hami oban pe saulakon Kurangnya DEM saudara 2.Jm. bawa PART suatu saat

dung mancari babere munu i.

Konj mencari menantu 2.Jm DEM

‘Kekurangan dari uang adat tersebut kami berikan suatu saat setelah bekerja menantu kalian itu.’

Tuturan (30) tergolong tindak tutur langsung literal, yakni menggunakan modus deklaratif untuk memberitakan dan makna yang dimaksudkan sesuai dengan makna leksikalnya. Penutur berjanji menambahi uang adat yang telah diserahkan, ketika si mempelai pria telah bekerja dan menghasilkan uang. Tuturan di atas memuat fungsi komisif, yakni penutur mengutarakan janji pada petutur. Makna yang terkandung dalam tuturan tersebut merupakan makna lokusi, bahwa penutur hanya menuturkan sebuah janji bahwa kelak ia akan menambahi kekurangan uang adat tersebut.

3.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

(39)

BAB IV

TUTURAN DALAM UPACARA PERKAWINAN

DI TAPANULI SELATAN

4.1 Jenis Tuturan

Jenis-jenis tindak tutur pada tuturan upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan dalam tulisan ini mengacu pada pandangan Wijana (1996). Dalam tuturan upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan terdapat empat jenis tindak tutur, yaitu (1) tindak tutur langsung, (2) tindak tutur tidak langsung (3) tindak tutur literal, (4) tindak tutur tidak literal. Keempat jenis tindak tutur tersebut akan diuraikan berikut ini.

4.1.1 Tindak Tutur Langsung

Pada saat menyampaikan tuturan, seorang penutur secara langsung mengutarakan maksud hatinya, baik bertanya, memerintah, maupun memberitakan sesuatu sehingga petutur memahami maksud penutur. Cermati contoh berikut.

(31). Jala burangir barita namambaritahonna hami lakka-lakka

Konj daun sirih berita PART-memberitakannya1.Jm langkah-langkah

ni daganak nami nagiot lakka matobang tu anak ni

3.Tg anak 1.Jm PART-ingin langkah tua PREP anak 3.Tg

namboruna.

saudara perempuan ayah-3.Tg.

‘Daun sirih berita yang ingin kami beritakan maksudnya anak kami ingin menikah pada anak saudara perempuan ayahnya.’

(40)

ini memberitakan anak laki-laki mereka akan menikahi seorang perempuan. Dalam hal ini dengan menghadirkan daun sirih berita yang berfungsi untuk memberitakan.

Silakan bandingkan dengan contoh lain di bawah ini.

(32). Dison tarpayak di jolo munu, sira na ancim pandaian,

PREP-sini terletak PREP depan 2.Jm, garam PART asin perasa,

anso mura pancamotan. (33). Songon i horbo mangasa

Konj mudah pencaharian. Seperti DEM kerbau mengasah

gogo na manjampal tu balian, mangalngei tu

kekuatan PART makan rumput PREP belakang, mengunyah PREP

bagasan (34). Anso gogo hamu marusaho, bonggal hamu di

dalam. Konj kuat 2.Jm berusaha, tersebar 2.Jm PREP hadamean totop hamu di bagasan hatorkisan.

kedamaian tetap 2.Jm PREP dalam kesehatan.

‘Di sini terletak di depan kalian garam yang asin dirasakan agar mudah pencaharian. Seperti kerbau mengasah kekuatan yang makan rumput di padang rumput, mengunyah ke dalam. Agar kalian kuat berusaha, selalu dalam kedamaian, dan tetap di dalam kesehatan.’

(41)

Mari perhatikan contoh selanjutnya.

(35). Ia anggo hami harajaon na ro sian laut Singkuang,

Ia Konj 1.Jm raja setempat PART datang PREP laut Singkuang, ulang hamu lupa tu poda ni na tobang, na manjadi

jangan 2.Jm lupa pada petuah 3.Tg PART tua, PART menjadi

sitiopon di hangoluan. (36). Songon i muse ulang lupa hamu

pegangan dikehidupan. Seperti DEM juga jangan lupa 2.Jm mandalankon ibadat tu Tuhan, maramal-ramal mangihutkon

menjalankan ibadah kepada Tuhan, beramal-amal mengikuti

conto sian Rasulullah. (37). Harana hangoluan di ginjang ni

contoh dari Rasulullah. Konj kehidupan PREP atasnya

portibi on santongkindo dirasoan. (38). Jadi poda ni ugamonta,

dunia DEM sebentarnya dirasakan. Jadi petuah 3.Tg ingatan1.Jm holong roha di hangoluan, anso adong bohal mangadop tu

sayang hati pada kehidupan, Konj ada bekal menghadap pada

Tuhan

Tuhan.

‘Ia kalau kami raja setempat yang datang dari laut Singkuang, jangan kalian lupa pada petuahnya orang tua, yang menjadi pegangan dikehidupan. Begitu juga jangan lupa kalian menjalankan ibadah kepada Tuhan, beramal-amal mengikuti contoh dari Rasulullah. Karena kehidupan di atas dunia ini sebentar dirasakan. Jadi petuah yang kita ingat, sayang hati pada kehidupan, agar ada bekalmenghadap pada Tuhan.’

(42)

tuturan (38) bahwa petuah yang terus diingat adalah kita harus berbaik hati dalam kehidupan agar ada bekal menghadap kepada Tuhan.

4.1.2 Tindak Tutur Tidak Langsung

Tuturan dalam upacara adat identik dengan kata-kata yang santun. Ciri seperti itu terlihat ketika penutur banyak menggunakan tuturan tidak langsung untuk menyampaikan maksudnya agar lebih santun dan tidak kasar.

Mari kita lihat pada contoh di bawah ini.

(39). Ompu i do na martua na gabe, sarihon hamu

Nenek DEM 3.Tg PART bertuah PART berkuasa, pikirkan 2.Jm

hami na marsuada on.

1.Jm PART miskin DEM.

‘Raja itulah yang bertuah dan berkuasa, pikirkan kalian kami yang miskin ini.’

Penutur memiliki maksud lain ketika menyampaikan tuturan tersebut kepada petutur. Tidak hanya ingin menyatakan bahwa raja adat dalam persidangan tersebut adalah orang yang paling berkuasa, tetapi menginginkan sesuatu untuk dikabulkan. Dalam hal ini, penutur merupakan rombongan dari pihak laki-laki yang diutus ketika upacara adat dilangsungkan di tempat pihak perempuan. Penutur dengan santun memuji sekaligus menghiba menyebut diri miskin agar permohonan mereka diterima dan segera diselesaikan urusan adatnya. Yang berhak menerima dan memutuskannya adalah raja adat setempat.

Contoh lain dapat dilihat di bawah ini.

(40). Molo diida diparsidangan taon di pattar bolak adong

Konj terlihat PREP-persidangan 1.JmDEM PREP lantai lebar ada

(43)

‘Kalau dilihat di persidangan kita di rumah ini ada sesuatu yang terbit di dalam hati tuan rumah.’

Penutur dalam hal ini menyampaikan bahwa di dalam rumah tempat berlangsungnya upacara adat tersebut, tuan rumahnya menyimpan sesuatu di dalam hatinya. Tuturan di atas disampaikan secara tidak langsung oleh penutur dengan maksud agar petutur mengabarkan atau memberitakan apa yang telah terjadi sehingga diadakan perkumpulan tersebut. Sehingga urusan atau keinginan tuan rumah pada hari itu dapat dibicarakan dan diselesaikan segera, yakni terkait pernikahan anak gadisnya.

Berikut juga merupakan contoh tuturan tidak langsung, silakan cermati. (41). Anggo taringot di pancarian dohot pangomoan, nada

Konj teringat pada pencaharian Konj usaha, tidak

pola sai umolat hita sian dongan na dua tolu.

berarti harus sama 1.Jm dari teman PART dua tiga.

‘Kalau teringat pada pencaharian dan usaha tidak berarti harus sama dengan teman yang dua tiga.’

(44)

4.1.3 Tindak Tutur Literal

Tuturan dalam upacara adat biasanya menggunakan kata-kata kiasan, kalimat yang disampaikan terasa lebih indah bahasa yang digunakan penutur. Namun, banyak penutur yang menyampaikan maksudnya dengan kata-kata yang mengandung kata-kata denotasi, kata yang diutarakan sama dengan hal yang dimaksudkannya. Seperti contoh berikut ini.

(42). Ulang hamu lupa, gadis nami on na torop markoum.

Jangan 2.Jm lupa, gadis 1.Jm DEM DEM banyak berkeluarga ‘Kalian jangan lupa, anak gadis kami ini banyak keluarga.’

Kata-kata yang diutarakan penutur pada tuturan (42) sesuai dengan maksud penutur. Bahwa anak gadis mereka memiliki banyak keluarga. Selain termasuk ke dalam tuturan literal tuturan di atas juga dapat digolongkan dalam tuturan langsung menggunakan modus deklaratif yakni memberitakan perihal gadis tersebut.

Dapat juga ditemukan pada contoh lain seperti di bawah ini.

(43). Pangkudu pamarai na dilombang saba siala

Mengkudu rawa-rawa PART PREP-lembah sawah asam kincung uguruhon on usapai bia on ulang sala dipangalaho.

1.Tg-pelajariDEM 1.Tg-tanya Konj DEM tidak salah ditingkah laku. ‘Ibarat mengkudu rawa-rawa di lembah sawah asam kincung, aku belajar dan bertanya agar tidak salah tingkah laku.’

(45)

4.1.3 Tindak Tutur Literal

Tuturan dalam upacara adat biasanya menggunakan kata-kata kiasan, kalimat yang disampaikan terasa lebih indah bahasa yang digunakan penutur. Namun, banyak penutur yang menyampaikan maksudnya dengan kata-kata yang mengandung kata-kata denotasi, kata yang diutarakan sama dengan hal yang dimaksudkannya. Seperti contoh berikut ini.

(42). Ulang hamu lupa, gadis nami on na torop markoum.

Jangan 2.Jm lupa, gadis 1.Jm DEM DEM banyak berkeluarga ‘Kalian jangan lupa, anak gadis kami ini banyak keluarga.’

Kata-kata yang diutarakan penutur pada tuturan (42) sesuai dengan maksud penutur. Bahwa anak gadis mereka memiliki banyak keluarga. Selain termasuk ke dalam tuturan literal tuturan di atas juga dapat digolongkan dalam tuturan langsung menggunakan modus deklaratif yakni memberitakan perihal gadis tersebut.

Dapat juga ditemukan pada contoh lain seperti di bawah ini.

(43). Pangkudu pamarai na dilombang saba siala

Mengkudu rawa-rawa PART PREP-lembah sawah asam kincung uguruhon on usapai bia on ulang sala dipangalaho.

1.Tg-pelajariDEM 1.Tg-tanya Konj DEM tidak salah ditingkah laku. ‘Ibarat mengkudu rawa-rawa di lembah sawah asam kincung, aku belajar dan bertanya agar tidak salah tingkah laku.’

(46)

Cermati contoh selanjutnya.

(44). Nasala be marbaritama sanga marhata aso dapot

Tidak salah lagi beritakan-PART Konj sampaikan Konj dapat

hami mamboto hatobangon sanga aha namasa

1.Jm tahu orang tua setempat saja apa PART-terjadi

namuba.

PART-berubah.

‘Tidak salah lagi beritakan atau sampaikanlah agar dapat kami tahu para orang tua setempat apa saja yang terjadi.’

Kata-kata pada tuturan (44) sama maksudnya dengan muatan leksikal yang menyusunnya. Penutur menyampaikan bahwa acara persidangan telah dapat dimulai. Sebelumnya dipersilakan untuk memberi tahu atau mengutarakan apa yang terjadi agar orang tua setempat dalam persidangan tersebut mengetahuinya. Dapat juga dibandingkan dengan contoh berikut ini.

(45). Marsinta tu Tuhanta Allah SWT mangido sangap

Berdoa kepada Tuhan1.Jm Allah SWT meminta kekuatan dohot tua dihamu na langka matobang.

Konj berkah kepada2.Jm PART langkah menua.

‘Kita berdoa kepada Tuhan Allah SWT meminta kekuatan dan berkah kepada kalian yang menikah.’

(47)

4.1.4 Tindak Tutur Tidak Literal

Dalam upacara adat tuturan yang diucapkan penutur terkadang kata-kata yang diutarakan tidak sesuai dengan maksud penutur. Maksudnya berlawanan dengan muatan leksikal kata-kata yang menyusunnya. Seperti pada tuturan berikut.

(46). Na jolo hatiha haroroanmunu sian laut, diupa-upa do hamu,

PART dulu Konj kedatangan2.Jm PREP laut, diupah-upahnya 2.Jm

upa-upa daganak tubu.

upah-upah anak lahir.

‘Dulu ketika kedatangan kalian dari laut kalian diupah-upah, upah- upah anak lahir.’

Pada tuturan (46) penutur menyebutkan kedatangan kalian dari laut maksudnya adalah sebuah kelahiran. Anak yang lahir diupah-upah sebagaimana ia diupah-upah kelak setelah menikah. Kata-kata kedatangan dari laut berbeda maknanya dengan maksud penutur menandakan bahwa tuturan tersebut tergolong pada tuturan non literal.

Terlihat juga pada contoh di bawah ini.

(47). Sai horas ma on tu pudi ni ari baen

Selalu berkah PART DEM ke kemudian hari Konj

madung marujung pangalahomunu, maninggalkon habujingan,

telah berujung tingkah laku2.Jm, meninggalkan kegadisan,

mangalangka tu langka matobang.

melangkah PREP langkah menua.

(48)

hal ini adalah bahwa mereka telah mengakhiri masa lajang, perilakunya tidak lagi sama seperti dulu. Keduanya harus menjalankan tugasnya kini sebagai seorang suami dan istri. Kata-kata tersebut menandai bahwa tuturan di atas merupakan tuturan non literal.

Terlihat juga pada contoh berikut ini.

(48). Tarbege hamu nian jana tarbonggal sai totop di

Terdengar 2.Jm mudah-mudahan Konj tersebar selalu tetap PREP

bagasan dame.

dalam damai.

‘Mudah-mudahan kalian selalu terdengar dan tersebar tetap di dalam damai.’

Tuturan di atas merupakan doa atau harapan yang disampaikan oleh penutur terhadap kedua mempelai. Penutur mengatakan bahwa mudah-mudahan selalu terdengar dan tersebar keduanya di dalam damai. Maksud penutur dalam hal ini adalah semoga keduanya selalu berada dalam kedamaian dan selalu melakukan kebaikan. Hal inilah yang menandakan tuturan ini merupakan non literal.

4.2 Fungsi Tuturan

4.2.1 Deklaratif

(49)

(49). Dison hami payakkon bodil somba, na marsomba ma

PREP-sini 1.Jm letakkan tempat sembah,PART AKT-sembah PART

hami taradop tu hamu na hami parsangapi, betak adong na

1.Jm terhadap PREP 2.Jm PART 1.Jm hormati,mungkin ada PART

sala di pangalaho nami, dison ma hami mandokkon manyora

salah PREP sikap1.Jm,PREP-sini PART 1.Jm mengatakan menyerah

jana ra manarimo aha uhum na tama baenon tu hami, sapanjang

juga mau menerima apa saja PREP cocok dibuat kepada1.Jm, selama

na tarkuaso di hami.

PART sanggup PART 1.Jm.

‘Kami letakkan tempat sembah di sini, kami bersembah kepada kalian yang kami hormati, mungkin ada salah pada sikap kami, di sini kami siap menerima apa saja yang akan diberikan, selagi bisa kami sanggupi.’

Tuturan (49) bermakna sebuah kepasrahan. Penutur berpasrah dan menerima apa saja yang akan dilakukan oleh pemuka adat dalam persidangan tersebut. Kepasrahan penutur terlihat pada kata manyora jana ra manarimo

‘menyerah dan mau menerima’ terhadap perlakuan yang akan diberikan. Selanjutnya, bandingkan dengan contoh berikut.

(50). Baen hamu muse ampar ruji, bahat baen hamu, harana anak Buat 2.Jm lagi serakan lidi enau, banyak buat 2.Jm, Konj anak na mora do hamu sian bagas ni anak boru nami i.

DEM mertua PART 2.Jm PART rumah 3.Tg menantu 1.Jm DEM ‘Sediakan juga sebaran uang adat, berikan kalian banyak karena kalian anak yang dimuliakan dari rumah menantu kami itu.’

(50)

Terlihat pula pada contoh di bawah ini.

(51). Dison diari na denggan na basa on, i ma

PREP-sini dihari PART bagus PART baik DEM, DEM PART

ari na martua marsahala, di sidang ni anak ni raja.

hari PART bertuah meriah, PREP sidang 3.Tg anak 3.Tg raja. ‘Di sini dihari yang bagus yang baik ini, inilah hari yang bertuah meriah, di persidangan anaknya raja.’

Tuturan di atas berisi pemberian nama. Penutur mengatakan bahwa hari pelaksanaan upacara perkawinan tersebut merupakan hari yang bertuah dan meriah. Merupakan hari yang sakral dan memberikan kebahagiaan sehingga disebutnya dengan hari bertuah. Dalam hal ini jelas fungsi tuturan di atas merupakan deklaratif untuk pemberian nama.

4.2.2 Representatif

Dalam menyampaikan tuturan jenis ini penutur menyesuaikannya dengan keyakinannya akan hal tersebut. Tuturan yang disampaikan biasanya berisi penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian. Hal ini biasanya ditemukan pada saat penutur menjelaskan perangkat-perangkat adat pada saat upacara berlangsung. Cermati contoh berikut.

(52). Tai songon i do manurut pangalaho ni adat, inda hum hami

Tapi seperti DEM PART menurut hukum 3.Tg adat tidak hanya 1.Jm

na tola mandokkon olo, ingkon dohot do koum si solkot

PART boleh mengatakan iya, harus ikut juga kaum PART dekat

maradu kahanggi, anak boru, hatobangon, harajaon, songoni

yakni paman, menantu, orang tua setempat, raja seetempat, begitu

tarlobi-lobi di Ompu i Raja Panusunan Bulung.

(51)

setempat, raja setempat, terlebih lagi raja adat Raja Panusunan Bulung.’

Lalu bandingkan dengan contoh di bawah ini.

(53). Disurduonma burangir ima on burangir Disodorkan-PART daun sirih DEM-PART DEM daun sirih

sappe-sappe dohot burangir si rara huduk si bottar sampai-sampai Konj daun sirih PART merah batang PART putih

adop-adop paboahon nadung tulus patidahon

hadap-hadap memberitahu PART-telah tulus menunjukkan

nadung dapot ima indahan upa-upa nadung

PART-telah dapat DEM-PART nasi upah-upah PART-telah tarpayak dijolo munu pangupa ni tondi dohot badanmu

terletak PREP-depan 2.Jm pengupa 3.Tg jiwa Konj badan2.Tg

inang bope babere.

anak gadis Konj menantu.

‘Disodorkanlah daun sirih, itulah daun sirih isi hati dengan daun sirih yang batangnya merah dan permukaannya putih untuk memberitahu yang telah tulus, menunjukkan yang telah ditemukan, itulah nasi pengupa yang terletak di depan kalian pengupa jiwa dan badanmu anak gadisku maupun menantu.’

(52)

Selanjutnya, cermati contoh berikut.

(54). On pe baen madung tama dohot tumbuk sude hata

DEM PART Konj sudah sama Konj sesuai semua kata

sinta-sinta ni anak ni raja dohot na mora, sai horas

puji-pujian anak 3.Tg raja Konj PART terhormat, selalu berkah

ma tondi madingin sayur matua bulung sian on tu

PART jiwa tenang sampai menua daun PREP DEM sampai

ginjang ni ari.

panjangnya hari.

‘Ini pun karena sudah sama dan sesuai semua kata puji-pujian anaknya raja dan anak yang terhormat, selalu berkahlah jiwa dan tenang sampai akhir hayat mulai dari sekarang sampai selamanya.’ Pada tuturan di atas, penutur menyimpulkan pembicaannya. Hal ini merupakan fungsi representatif untuk menyimpulkan. Penutur menyimpulkan bahwa semua pesan atau petuah telah disampaikan pada saat upacara berlangsung. Berharap agar kehidupan kedepannya selalu berkah dan diberikan kedamaian.

4.2.3 Ekspresif

Dalam upacara perkawinan sangat banyak dijumpai tuturan berisi ungkapan kegembiraan, kesukaan, kesenangan, dan ekspresi lainnya dari seorang penutur. Kata-kata yang diutarakan penutur disesuaikannya dengan perasaannya dan biasanya menyangkut pengalaman penutur. Seperti pada contoh berikut ini. (55). Torda ni alok-alok nada tarukur jop ni roha.

Perkataan 3.Tg pembicara tidak terukur senangnya hati. ‘Tidak terukur kebahagiaan hati atas perkataannya.’

(53)

Berikut contoh lainnya.

(56). Di ari na martua marsahala on, dipajuguk hamu

Di hari PART bertuah meriah DEM didudukkan 2.Jm

di Juluan.

PREP hulu.

‘Di hari yang bertuah meriah ini, kalian didudukkan di hulu.’

Pada tuturan di atas penutur mengungkapkan kegembiraannya karena merasa hari upacara perkawinan saat itu adalah hari yang bertuah dan meriah. Tuturan ekspresif tersebut berfungsi menunjukkan kegembiraan si penutur.

Selanjutnya, perhatikan contoh di bawah ini.

(57). Na jolo hatiha haroroanmunu sian laut, diupa-upa do hamu,

PART dulu Konj kedatangan2.Jm PREP laut, diupah-upahnya 2.Jm

upa-upa daganak tubu. (58). Di ari na sadari on, di

upah-upah anak lahir. Di hari PART sekarang DEM, PREP

langkamunu na giot langka matobang, diupa-upa hamu

langkah2.Jm PART mau langkah menua, diupah-upah 2.Jm

sagodang ni roha.

sebesar nya hati.

‘Dulu ketika kedatangan kalian dari laut, kalian diupah, upah-upah anak lahir. Pada hari ini, di langkah kalian yang ingin menikah, diupah-upah kalian dengan besar hati.

(54)

4.2.4 Direktif

Penutur sering sekali menginginkan lawan tuturnya untuk melakukan atau mengikuti apa yang ia sarankan. Bukan hanya memerintah atau menyarankan, tetapi ada juga pemesanan, permohonan, dan bentuk dari tuturannya dapat berupa kalimat negatif atau positif. Dapat dilihat pada contoh berikut.

(59). Nasala be marbaritama sanga marhata aso dapot hami

Tidak salah lagi beritakan-PART Konj sampaikan Konj dapat 1.Jm mamboto hatobangon sanga aha namasa amuba.

tahu orang tua setempat saja apa PART-terjadi PART-berubah.

‘Tidak salah lagi beritakanlah atau sampaikan agar dapat kami tahu para orang tua setempat apa saja yang terjadi.’

Bandingkan dengan contoh berikut ini.

(60). Marlagut hita dinaek mata niari on ima dibagas

AKT-kumpul 1.Jm naik matahari DEM itu-PART PREP-rumah

namartua on surduon burangir nami burangir na

PART-bertuah DEM sodorkan daun sirih 1.Jm daun sirih PART

hombang dua sarakkap aso hombang pangidoan jala rakkap

kembang dua serumpun Konj kembang permintaan Konj rumpun

partahian tu hatobangon dibagasan huta.

musyawarah PREP orang tua setempat PREP-dalam desa.

‘Kita berkumpul menjelang siang di rumah yang bertuah ini sodorkan daun sirih kami daun sirih yang kembang dua serumpun agar terkabul permintaan dan rumpun musyawarah kepada orang tua setempat di desa.’

(55)

menyuruh agar daun sirih segera dikeluarkan dalam persidangan. Daun sirih merupakan benda yang memiliki arti penting dalam acara adat.

(61). Ringgas hamu marusaho, anso dumenggan hangoluan, ulang

Rajin 2.Jm berusaha, Konj lebih baik kehidupan, jangan

bele-bele markatimbung lupa mangusa botohon.

asyik bermain lupa mencari kewajiban.

‘Rajin kalian berusaha, agar lebih baik kehidupan, jangan asyik bermain lupa mencari kewajiban.’

(62). Antong sapangido ma hita tu Tuhan, tubuan Konj begitu berdoa PART 1.Jm kepada Tuhan, tempat tumbuh

laklak hamu tubuan singkoru.

kulit kayu 2.Jm tempat tumbuh singkoru.

‘Kalau begitu berdoalah kita kepada Tuhan, tempat tumbuh kulit kayu kalian, tempat tumbuh singkoru.’

Pada tuturan (61) dan (62) penutur memerintahkan petutur untuk melakukan sesuatu. Hal yang diperintahkan penutur pada kedua tuturan tersebut lebih pada perintah untuk terus melakukan kebaikan dalam kehidupan. Bekerja keras untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, bukan malah menyia-nyiakan kesempatan. Selalu mengingat perintah agama untuk terus menebarkan kebaikan di muka bumi.

4.2.5 Komisif

(56)

(63). Sahurangna i janami hami oban pe saulakon Kurangnya DEM saudara 1.Jm. bawa PART suatu saat

dung mancari babere munu i.

setelah mencari menantu 2.Jm DEM

‘Kekurangan dari uang adat tersebut kami berikan suatu saat setelah bekerja menantu kalian itu.’

Tuturan di atas berfungsi untuk mengutarakan sebuah janji. Penutur berjanji kepada petutur pada persidangan tersebut akan menambahi uang adatnya kelak ketika si menantu telah bekerja dan sukses.

Selanjutnya, cermati contoh di bawah ini.

(64). Molo hami barisan suhut disonma hami

Konj 1.Jm barisan tuan rumah PREP-sini-PART 1.Jm napasahatkon tu alim ulama dohot hatobangon

PART-menyerahkan PREP alim ulama Konj orang tua setempat

orang kaya apalagi oppui sian bagas godang bia

pembawa acara juga nenek-DEM PREP rumah besar bagaimana

on so salose ibadat dohot adat ni boru marbagas.

DEM Konj selesai ibadah Konj adat 3.Tg gadis nikah.

‘Kalau kami barisan tuan rumah di sinilah kami menyerahkan ke alim ulama, orang tua setempat, pembawa acara, juga raja adat setempat bagaimana agar selesai ibadah dengan adatnya gadis menikah.’

(57)

4.3 Makna Tuturan

4.3.1 Tindak Lokusi

Tindak tutur ini digunakan untuk menyatakan sesuatu. Dalam penyampaian tuturan jenis ini tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan oleh penutur, hanya sebatas mengungkapkan sesuatu tanpa meminta tindakan balik dari petutur. Perhatikan contoh berikut ini.

(65). Madung nian hami tarimo holos munu i.

Sudah pula 1.Jm terima permohonan 2.Jm DEM. ‘Kami sudah menerima permohonan kalian.’

Cermati contoh berikut.

(66). Mambalosi jana mangalusi sapa-sapa ni anakboru

Membalas Konj menjawab pertanyaan 3.Tg menantu ibagasan bagason bope orang kaya.

PREP-dalam rumah-DEM Konj pembawa acara.

‘Membalas dan menjawab pertanyaannya menantu di dalam rumah ini ataupun pembawa acara.’

Kemudian, bandingkan dengan contoh berikut.

(67). Jala burangir barita namambaritahonna hami lakka-lakka

Konj daun sirih berita PART-memberitakannya1.Jm langkah-langkah ni daganak nami nagiot lakka matobang tu anak ni

3.Tg anak 1.Jm PART-ingin langkah tua PREP anak 3.Tg

namboruna.

saudara perempuan ayah-3.Tg.

‘Daun sirih berita yang ingin kami beritakan maksudnya anak kami ingin menikah pada anak saudara perempuan ayahnya.’

(58)

adat telah diterima. Pada tuturan (66) penutur mengatakan membalas dan menjawab pertanyaan petutur. Selanjutnya, pada tuturan (67) penutur memberitahukan bahwa anaknya ingin menikah.

4.3.2 Tindak Ilokusi

Tuturan jenis ini disampaikan oleh penutur dengan maksud dan fungsi yang diinginkan. Bukan hanya sekedar mengutarakan, namun penutur berharap petutur memahami maksud dari tuturan yang ia utarakan. Terlihat pada contoh berikut.

(68). Anggo na dumenggan angkon satahi do simatobangna dohot

Konj PART lebih baik harus sepakat PART orang tua3.Tg Konj

dakdanakna, anso dapot jop ni roha.

anak3.Tg, Konj dapat senangnya hati

‘Kalau yang lebih baik harus sepakatlah orang tua dengan anaknya, agar dapat senangnya hati.’

Penutur pada tuturan (68) bukan hanya sekedar menyampaikan harus sekata orang tua dengan anaknya agar dapat senangnya hati. Tetapi maksud penutur bahwa ketika menikah harus meminta persetujuan orang tua, baik dalam perkara memilih pasangan maupun waktu pernikahan.

Bandingkan dengan contoh berikut.

(69). Muda satahi dohot dongan,maroban sonang pangarohai. Jika sepakat Konj kawan, membawa senang perasaan.

‘Sependapat dengan teman membawa kebahagiaan.’

(59)

kebahagiaan dalam pernikahan. Penutur sebenarnya menegaskan bahwa pernikahan tersebut telah direstui sebelumnya.

Selanjutnya, perhatikan contoh di bawah ini.

(70). Adat ni na mangolu, di na modom marsingotan,

Adat 3.Tg PART hidup, di PART tidur saling membanguni

di na ngot marsipaingotan.

di PART bangun saling mengingatkan.

‘Adatnya yang hidup, pada yang tidur saling membangunkan, pada yang hidup saling mengingatkan.’

Pada tuturan (70) penutur bukan sekedar menyampaikan bahwa manusia ketika tidur saling membangunkan dan ketika bangun saling mengingatkan, namun terdapat makna ilokusi di dalamnya. Penutur bermaksud mengingatkan bahwa ketika telah menikah keduanya harus saling mengingatkan di dalam kehidupan mereka kedepannya. Hal tersebut sebagai peringatan kepada kedua mempelai.

4.3.3Tindak Perlokusi

Jenis tindak tutur ini akan menumbuhkan daya pengaruh dari penutur terhadap mitra tuturnya. Bahwa penutur mengharapkan adanya tindak balik dari petutur bukan sekedar mendengar atau memahaminya. Terdapat pada contoh berikut.

(71). Tai songon i do manurut pangalaho ni adat, inda hum

Tapi seperti DEM PART menurut hukum 3.Tg adat, tidak hanya hami na tola mandokkon olo, ingkon dohot do koum si

1.Jm PART boleh mengatakan iya, harus ikut juga kaum PART

solkot maradu kahanggi, anak boru, hatobangon, harajaon,

(60)

begitu terlebih-lebih PART ketua adat DEM Raja Panusunan

Bulung.

Bulung.

‘Tapi seperti menurut hukum adat, tidak hanya kami yang

menerimanya, harus ikut juga kerabat dekat yakni paman, menantu, orang tua setempat, raja setempat, terlebih lagi raja adat Raja Panusunan Bulung.’

(61)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat empat jenis tindak tutur dalam tuturan upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan, yaitu tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal, dan tindak tutur tidak literal. Kelima macam fungsi tindak tutur terdapat pada tuturan dalam upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan, yaitu deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Juga ditemukan tiga komponen tindak tutur, yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi terdapat pada tuturan dalam upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan.

5.2 Saran

Penelitian ini telah membahas tuturan dalam upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan secara keseluruhan. Namun, masih banyak terdapat upacara adat yang hingga kini masih dipertahankan oleh masyarakat Tapanuli Selatan, seperti mangupa/dapotan rasoki ‘upacara syukuran’, tubuan anak tubuan

boru ‘kelahiran’, pajongjong bagas na imbaru ‘mendirikan rumah’, siluluton

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta

Hasibuan, Namsyah Hot. 2005. “Perangkat tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa (Data Bahasa Mandailing)”. Logat, I: 87-95.

Hutapea, Vera Nurcahaya. 2007. “Tuturan pada Upacara Adat perkawinan Masyarakat Batak Toba’. (Skripsi). Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Koentjaraningrat. 1985. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ola, Simon Sabon dan Theo Eban Ola. 2005. “Struktur Tuturan Kelompok Etnik Lamalohot”. Logat, I: 52-61.

Parsadaan Marga Harahap Dohot Anakboruna. 1993. Horja Adat Istiadat Dalihan

Na Tolu. Bandung: Grafitri.

Sibarani, Tomson. 2008. “Tindak Tutur dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba.” (Tesis). Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

(63)

Tampubolon, Flansius. 2010. “Umpasa Masyarakat Batak Toba dalam Rapat Adat: Suatu Kajian Pragmatik.” (Tesis). Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.

(64)

LAMPIRAN 1: DATA PENELITIAN

Tuturan pada saat mangkobar boru ‘membicarakan calon pengantin

perempuan’ hingga pabuat boru ‘pemberangkatan gadis’

(1) Dison hami payakkon bodil somba, na marsomba ma

PREP-sini 1.Jm letakkan tempat sembah, PART AKT-sembah PART

hami taradop tu hamu na hami parsangapi, betak adong na

1.Jm terhadap PREP 2.Jm PART 1.Jm hormati, mungkin ada PART

sala di pangalaho nami, dison ma hami mandokkon manyora

salah PREP sikap 1.Jm, PREP-sini PART 1.Jm mengatakan menyerah

jana ra manarimo aha uhum na tama baenon tu hami, sapanjang

juga mau menerima apa saja PREP cocok dibuat kepada 1.Jm, selama

na tarkuaso di hami.

PART sanggup PART 1.Jm.

‘Kami letakkan tempat sembah di sini, kami bersembah kepada kalian yang kami hormati, mungkin ada salah disikap kami, di sini kami siap menerima apa saja yang akan diberikan, selagi bisa kami sanggupi.’

(2) Ro hami tu jolo munu anso dapot nian disalosehon

Datang 1.Jm PART depan 2.Jm Konj dapat PART diselesaikan

taringot tu hobaran adatna.

teringat PART pembahasan adatnya.

‘Kami datang ke hadapan kalian agar dapat diselesaikan urusan adatnya.’

(3) Ompu i do na martua na gabe, sarihon hamu hami

Nenek DEM 3.Tg PART bertuah PART berkuasa, perhatikan 2.Jm 1.Jm

na marsuada on.

PART miskin DEM.

‘Raja yang bertuah dan berkuasa, terima kalian kami yang miskin ini.’

(4) Madung nian hami tarimo holos munu i.

Gambar

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian.
Tabel 3.1 Pendidikan dan Pekerjaan Penduduk
Gambar 3.3

Referensi

Dokumen terkait

Terimakasih kepada teman – teman Prodi kebidanan DIII kelas A maupun kelas B angkatan 2014 Universitas Muhammadiyah Purwokerto... Terimakasih kepada seluruh pihak yang

Dapat disimpulkan bahwa aplikasi pemilihan karyawan terbaik menggunakan metode promethee pada Primkopti Jakarta Selatan dapat menghasilkan rekomendasi pemilihan karyawan

Pengertian yang ditetapkan oleh ALA sesuai dengan pendapat Fjallbrant tentang komponen-komponen yang terlibat dalam komunikasi ilmiah sebagaimana dikutip oleh Irman-Siswadi

Data dianalisis menggunakan Indeks Williamson yaitu suatu analisis untuk mengetahui daerah Satuan Wilayah Pembangunan II (SWP II) Propinsi Jawa Timur yang

dilakukan oleh para penyanyi campursari, dalam hal ini Anjas dan Tini. Melalui testimoni yang diambil dari pengalaman mereka

11 Bahwa benar berdasarkan keterangan Terdakwa dengan diperkuat oleh keterangan Saksi-1 dan Saksi-2 dipersidangan setiap anggota Denmako Koarmatim yang akan tidak

Keuntungan atas biaya tunai usaha yang dijalankan oleh peternak nonmitra lebih tinggi dibandingkan peternak mitra, namun sebaliknya keuntungan atas biaya total usaha

Berdasarkan Tabel 6, pada ranah belajar afektif dapat dilihat bahwa kelas eksperimen > kelas kontrol, sehingga rata-rata nilai hasil belajar afektif siswa lebih