Lampiran 2. Kandungan senyawa kimia asap cair berdasarkan uji GCMS
2 2-Propenoic acid, 3-phenyl- (CAS)
Cinnamic acid 5,75 Asam
3 Benzoic acid (CAS) Retardex 1,71 Asam 4 Propanoic acid (CAS) Propionic acid 0,84 Asam 5 2-Furancarboxaldehyde (CAS)
Furfural 5,14 Furan 7,13
6 2-Furancarboxaldehyde, 5-methyl-
(CAS) 5-Methyl-2-furfural 1,99 Furan 7 2-Cyclopenten-1-one,
2-hydroxy-3-methyl- (CAS) Corylon 1,46 Keton 2,56
8 Ethanone,
1-(1-hydroxy-2,6,6-trimethyl-2,4 cyclohexadien-1-yl 0,75 Keton 9
11 Phenol, 2-methyl- (CAS) o-Cresol 1,27 Fenol 12 Phenol, dimethyl- (CAS)
2,4-Xylenol 0,77 Fenol
13 Phenol, 4-methoxy- (CAS) Hqmme
(Mequinol) 10,68 Guaiakol 16,39
14 2-Methoxy-4-methylphenol (CAS)
Kreosol 3,17 Guaiakol
15 Benzaldehyde, 4-hydroxy-3-methoxy-
(CAS) Vanillin 1,53 Guaiakol
16 Phenol, 4-ethyl-2-methoxy- (CAS)
p-Ethylguaiacol 1,01 Guaiakol
17 Phenol, dimethoxy- (CAS)
2,6-Dimethoxyphenol (Siringol) 1,65 Siringol 2,03 18 20 4-Octanol, methyl-, acetate (CAS)
7-Methyl-4-octyl acetate 0,71
Alkil
asetat 0,71 21
2-Propenoic acid, 3-phenyl-, methyl ester (CAS) Cinnamic acid methyl ester 23 2-Butyne-1,4-diol (CAS) 2-Butynediol 0,83 Alkuna
dan diol 0,83 24 1,6-Anhydro-beta-D-glucopyranose
Lampiran 3. Karakteristik dan sifat beberapa komponen kimia asap cair kulit kemenyan No Senyawa kimia Karakteristik dan sifat
1 2 3
1 Asam asetat 3COOH
3, cairan
Cairan tak berwarna atau kristal. Asam asetat bersifat
2 Phenol, 4-methoxy- (CAS) Hqmme (Mequinol)
C, titik didih 117,2o Padatan seperti lilin berwarna putih pucat
C Berbau karamel dan fenol.
3 Phenol (CAS) Izal Rumus empiris C6H6 4 2-Propenoic acid, 3-phenyl-
(CAS) Cinnamic acid
5 2-Furancarboxaldehyde (CAS) Furfural
-37°C, titik didih 162°C Minyak tak berwarna dan berbau almond 6
1,6-Anhydro-beta-D-Kristal putih padat tak berbau C
C, titik didih: 220o
Cairan beraroma berwarna bening sampai kekuningan
Warna: kuning tua sampai coklat C
9 Benzoic acid (CAS) Retardex Rumus empiris C7H6O2 (C6H5
Titik leleh: 122,4
COOH)
o
C, titik didih: 249o Wujud: padatan kristal tak berwarna
Lampiran 3. Karakteristik dan sifat beberapa komponen kimia asap cair kulit kemenyan (lanjutan)
1 2 3
10 Phenol, 2,6-dimethoxy- (CAS) 2,6-Dimethoxyphenol (Siringol)
Titik leleh: 81-83°C, titik didih 170°C
3
Kristal putih berbau vanila
Digunakan sebagai agen penyedap dalam makanan, minuman, dan obat-obatan. 12 2-Cyclopenten-1-one,
2-hydroxy-3-methyl- (CAS) Corylon
Rumus empiris C6H8O
Titik leleh: 104-108°C
2
Padatan berwarna putih pucat 13 Phenol, 2-methyl- (CAS) o-Cresol Rumus empiris C7H8O
dapat berwuj
memilik
kamar 14 Phenol, 4-ethyl-2-methoxy-
(CAS) p-Ethylguaiacol
Rumus empiris C9H12O
Dihasilkan dalam pembuatan bir Mempengaruhi rasa dalam minuman anggur
15 Propanoic acid (CAS) Propionic acid
Rumus empiris C4H8O2 (C3H7
Merupakan asam lemak jenuh
COOH) Berbau tengik
16 Butyne-1,4-diol (CAS) 2-Butynediol
°C, titik didih 238°C Padatan tak berwarna
17 Phenol, dimethyl- (CAS) 2,4-Xylenol
19 4-Octanol, 7-methyl-, acetate (CAS) 7-Methyl-4-octyl acetate
Lampiran 3. Karakteristik dan sifat beberapa komponen kimia asap cair kulit kemenyan Alkohol yang paling sering digunakan sehari-hari, mudah menguap, mudah terbakar.
21 2-Propenoic acid, 3-phenyl-, methyl ester (CAS)
Cinnamic acid methyl ester
Rumus empiris
Lampiran 4. Hasil analisis ragam penurunan berat kayu
sk db jk kt f hit f tabel
p 3 945,72 315,24 1,12tn 2,87
g 20 5638,84 281,94
Lampiran 5. Dokumentasi penelitian
Proses pembuatan asap cair dari limbah kulit kemenyan
Asap cair kulit kemenyan grade 3
Limbah kulit kemenyan sebagai bahan baku asap cair
Contoh uji kayu karet
Lampiran 5. Dokumentasi penelitian (lanjutan)
Contoh uji ditiriskan setelah direndam 48 jam
a. b.
c. d.
Pengujian ketahanan contoh uji yang direndam dalam beberapa konsentrasi larutan asap cair terhadap serangan rayap tanah dengan menggunakan uji kubur (graveyard test) dengan contoh uji : a. kontrol; b. 10%; c. 20%; d. 30%.
Pengambilan contoh uji dari sarang rayap
Lampiran 5. Dokumentasi penelitian (lanjutan)
a. b.
c. d.
Contoh uji yang sudah dibersihkan dari kotoran dan tanah yaitu a. kontrol; b. 10%; c. 20%; d. 30%
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, S. 2002. Furniture Kayu Indonesia di Pasar Belgia. Forum Ekspor 2002. Jakarta.
Anwar, C. 2006. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Makalah pada Pelatihan Tekno Ekonomi Agribisnis Karet. Jakarta.
Bakrieglobal
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM). 2014.
Budijanto, S. 2008. Identifikasi dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa
Untuk Produk Pangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian. Bogor.
Chemicalbo 2014]
Darmadji, P. 1996. Produksi Asap Rempah Dari Limbah Padat Dengan Cara
Pirolisis. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian. Yogyakarta.
Elimasni. 2006. Pengembangan Teknik Subkultur untuk Mengatasi Kesulitan Perbanyakan Sumatrana (Styrax benzoin Dryand) Secara Kultur Jaringan Tumbuhan. Laporan Hasil Penelitian Fundamental. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Gani, A. 2007. Konversi Sampah Organik Pasar Menjadi Komarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa.
Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haji, A.G., Z.A. Mas’ud, B.W. Lay, S.H. Sutjahjo, dan G. Pari. 2007.
Karakterisasi Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Organik Padat. Tek. Ind. Pertanian. Bogor.
Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1996. Suatu Pengantar Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Terjemahan Sutjipto A. H. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Henendyo C. 2005. Kinerja Alat Ekstraksi Asap Cair dengan Sistem Kondensasi.
Himawati, E. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan
Sensoris Ikan Pindang Layang (Decapterus spp) Selama Penyimpanan.
Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Jayusman, Pasaribu, R.A. dan Sipayung, W. 1999. Budidaya Kemenyan (Styrax sp). Konifera. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pematang Siantar. Pematang Siantar.
Mandang YI, IKN Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan. Yayasan PROSEA. Bogor.
Marsono dan Sigit, P. 2005. Karet. Strategi Pemasaran, Budidaya, dan Pengolahan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Martawijaya A, Kartasudjana. 1996. Ciri Umum, Sifat, dan Kegunaan Jenis- Jenis
Kayu Indonesia. Forest Products and Social-Economic Research and
Development Centre. Bogor.
Mayangsari, R. 2008. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kayu Kopo (Eugenia cymosa) Terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus.
Skripsi. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Muhamadiyah University Press. Surakarta.
Panggabean, A.R. 2014. Asap Cair Limbah Cangkang Kemiri sebagai Pengawet Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Terhadap Rayap Tanah (Macrotermes gilvus Hagen). Skripsi. Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Prasetyo, K. W dan Yusuf, S. 2004. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Agromedia Pustaka. Bogor.
Rakhmawati D. 1996. Prakiraan Kerugian Ekonomis Akibat Serangan Rayap
Pada Bangunan Perumahan di Indonesia. Skripsi. Jurusan Teknologi
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Sasmuko, SA. 1998. Pengolahan dan Tata Niaga Kemenyan di Sumatera Utara. Makalah Utama Ekspose Hasil Penelitian BPK-PS. Pematang Siantar.
Sasmuko, SA. 2003. Potensi Pengembangan Kemenyan Sebagai Komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu Spesifik Andalan Propinsi Sumatera Utara. Seminar Nasional Himpunan Alumni – IPB dan HAPKA Fakultas Kehutanan IPB Wilayah Regional Sumatera Utara. Medan.
Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Karet. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.
Siregar, RK. 2011. Uji Berbagai Jenis Bahan Baku Terhadap Mutu Asap Cair yang Dihasilkan Melalui Proses Pirolisis. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sumedi, A., E. Budiarso, dan I.W. Kusuma. 2011. Pemanfaatan asap cair dari tempurung kelapa sebagai bahan pengawet kayu karet(Hevea brasiliensis
Muell. Arg.). Prosiding. MAPEKI XIV. 2 November 2011. Yogyakarta.
Sunarsih, S., Yuli P, dan Yordanesa S. 2012. Pengaruh Suhu, Waktu, dan Kadar Air pada Pembuatan Asap Cair dari Limbah Padat Pati Aren. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST) Periode III. Yogyakarta.
Supriana N, Martawijaya A. 1996. Risalah Pengawetan Kayu. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
Suranto, S. 2002. Pengawetan Kayu Bahan dan Metode. Kanisius. Yogyakarta.
Sutin. 2008. Pembuatan Asap Cair dari Tempurung dan Sabut Kelapa Secara
Pirolisis serta Fraksinasinya dengan Ekstraksi. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wijaya, M., E. Noor, T. Tedja Irawadi. 2008. Karakterisasi Komponen Kimia Asap Cair dan Pemanfaatannya sebagai Biopestisida. Bionature, Vol 9.
Wikipedia
Wiryowidagdo, S. 2007. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. Edisi kedua. Jakarta.
Yuleli. 2009. Penggunaan Beberapa Jenis Fungi untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Karet (H. Brasiliensis) di Tanah Gambut. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Medan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah dan Laboratorium
Sentral Fakultas Pertanian USU untuk pengovenan dan penimbangan contoh uji,
Laboratorium Instrumen dan Proksimat Terpadu Pusat Penelitian dan
Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor untuk
identifikasi kandungan senyawa kimia asap cair, dan Arboretum Kwala Bekala
USU untuk pengujian keawetan kayu dengan cara mengubur contoh uji pada
sarang rayap. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan Desember 2013
sampai dengan Mei 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu kulit kemenyan, kayu karet, dan rayap tanah.
Alat yang digunakan yaitu seperangkat alat pembakar (pirolisator), penggaris,
gergaji, timbangan digital, oven, wadah plastik, gelas ukur, dan mesin
Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS) merk Shimadzu tipe
GCMS-QP2010.
Prosedur Penelitian
1. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan asap cair adalah kulit
kemenyan yang merupakan limbah dari proses pengambilan getah kemenyan.
Bahan baku kulit kemenyan dikumpulkan dari para petani kemenyan di Desa
Bahan pengujian yang digunakan adalah kayu karet yang berasal dari
pohon karet yang sudah tidak produktif lagi. Kayu karet diambil dari Desa Limau
Mungkur, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Batang karet
dipotong menjadi ukuran 25 cm x 5 cm x 5 cm dengan menggunakan gergaji.
2. Pembuatan Asap Cair
Asap cair dihasilkan dari proses kondensasi asap pada proses pengarangan.
Metode kondensasi ini dilakukan dengan menggunakan alat pirolisator. Gambar
alat pirolisator ditunjukkan pada Gambar 1. Kulit kemenyan ditimbang sebanyak
4 kg, lalu dimasukkan ke dalam tungku pembakar (no. 2) dan ditutup rapat.
Selanjutnya kulit kemenyan dibakar dengan suhu 400° C selama 2-5 jam untuk
menghasilkan asap. Asap yang dihasilkan ditangkap oleh pipa penghubung (no. 4)
pada pirolisator untuk selanjutnya disalurkan melalui destilator (no. 7). Kemudian
asap ini dikondensasikan pada destilator dengan menggunakan media pendingin
air (no. 8). Selanjutnya dari proses tersebut keluar cairan berwarna kuning
kecoklatan sampai hitam yang disebut asap cair (liquid smoke). Asap cair yang
diperoleh selanjutnya diukur volumenya dan diidentifikasi komponen kimianya.
3. Identifikasi Komponen Asap Cair dengan Mesin GCMS
a. Buka tabung gas Helium ke kiri setengah putaran.
b. Nyalakan instrumen (GCMS dan Pyrolizer) lalu nyalakan PC (komputer).
Setelah menyala, klik ikon GCMS Real Time Analysis pada layar PC. Setelah
mengisi ID, klik TOP, lalu pilih ikon Vacuum Control, klik Auto Startup
sampai muncul tulisan Complete, lalu klik Close.
c. Setelah itu klik ikon Tuning lalu klik ikon Detail. Atur suhu masing-masing
unit sesuai kondisi analisis, lalu klik OK dan tunggu sampai GCMS siap
digunakan.
d. Untuk mengaktifkan Pyrolizer, klik ikon PY-2020iS Control, lalu atur
Furnace dan Interface, upper temp pada 280°C dan pyrolisis pada 600°C, lalu
klik Enter.
e. Kembali ke menu GCMS lalu klik ikon Peak Monitor View. Kondisi Low
Vacuum harus < 15 Pascal dan High Vacuum harus < 1,5 x 10-3
f. Klik ikon Start Auto Tuning lalu tunggu sampai Tuning selesai.
Pascal
(minimal setelah 2 jam).
g. Klik TOP, pilih ikon Data Acquisition, lalu atur parameter analisis. Klik
menu GC dan atur suhu kolom dan programnya, suhu Injector, Pressure, Split
Ratio, lalu klik menu MS dan atur suhu Ion Source & Interfsce, Solvent Cut
Time (jika memakai pelarut 3 menit), Start Time, End Time, Start m/z dan
End m/z, lalu klik File, Save Method File As, beri nama metodenya, lalu klik
Save.
h. Untuk memulai injeksi, klik ikon Sample Login, isi Sample Name, Sample ID,
i. Klik ikon Standby, tunggu sampai ikon Start aktif dan berwarna hijau.
j. Masukkan sampel pada Pyrolizer, lalu klik Start pada menuh Pyrolizer
(tunggu sampai terdengar bunyi beep) lalu tekan tombol Sample Pyrolizer
kemudian tekan Enter pada PC.
k. Tunggu sampai analisis selesai. Setelah selesai suhu akan kembali ke 50 (T
kolom). Tunggu sebentar sampai alat siap bekerja lagi. Jangan lupa untuk
mengangkat sampel pada Pyrolizer. Untuk injeksi contoh berikutnya, ulangi
kembali dari poin h.
4. Pengawetan Kayu Karet
Contoh uji yang akan diawetkan dimasukkan ke dalam ember plastik yang
berisi bahan pengawet dan palang penahan agar contoh uji tidak terapung.
Pengawetan kayu dilakukan dengan merendam contoh uji dalam larutan pengawet
dengan konsentrasi asap cair 10%, 20%, dan 30% selama 48 jam.
Konsentrasi larutan dibuat dengan cara mencampurkan asap cair dengan
aquades. Perbandingan jumlah asap cair dengan aquades adalah 1:9 untuk
konsentrasi 10%, 2:8 untuk konsentrasi 20%, dan 3:7 untuk konsentrasi 30%.
Kayu karet kontrol dilakukan tanpa perlakuan penambahan pengawet asap cair.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga jumlah total contoh
uji adalah 12 buah. Setelah 48 jam, contoh uji diangin-anginkan dan dikondisikan.
5. Pengukuran Retensi Contoh Uji
Contoh uji yang telah dikondisikan selanjutnya diovenkan pada suhu
103+2°C hingga beratnya konstan. Setelah beratnya konstan, contoh uji ditimbang
Keterangan: B1
B
= berat kering oven contoh uji sebelum diberi pengawet (g) 2
K = konsentrasi larutan pengawet (%)
= berat kering oven contoh uji setelah diberi pengawet (g)
V = volume contoh uji (cm3
6. Pengumpanan pada Rayap Tanah )
Pengumpanan contoh uji terhadap rayap tanah dilakukan dengan metode
uji kubur (grave yard test). Contoh uji dikubur di sarang rayap yang ada di
Arboretum Kwala Bekala USU. Contoh uji terlebih dahulu dikeringovenkan
hingga beratnya konstan dan ditimbang. Setelah ditimbang, contoh uji dan kontrol
diumpankan pada rayap tanah dengan cara menanam contoh uji secara acak di
sekitar sarang rayap. Contoh uji ditanam sedalam 20 cm dan disisakan 5 cm di
atas permukaan tanah. Selanjutnya contoh uji dibiarkan selama 100 hari. Setelah
100 hari contoh uji dikeluarkan dari tanah dan dibersihkan dari sisa tanah yang
menempel dan dikeringovenkan pada suhu 103+2°C. Selanjutnya contoh uji
ditimbang untuk mengetahui kehilangan beratnya (weight lost).
7. Penentuan Derajat Ketahanan Kayu
Penentuan derajat ketahanan kayu dilakukan dengan mengukur kehilangan
berat kayu setelah diumpankan pada sarang rayap. Kehilangan berat kayu dihitung
berdasarkan selisih berat contoh uji sebelum dan sesudah akhir pengujian dengan
menggunakan rumus:
Keterangan: W1
W
= berat kering oven contoh uji sebelum uji kubur 2 = berat kering oven contoh uji setelah uji kubur
Retensi (g/cm3) = (B1-B2) x K V
Selanjutnya dilakukan penentuan kelas ketahanan contoh uji. Kelas ketahanan
ditentukan berdasarkan persen penurunan berat kering oven contoh uji. Penentuan
derajat ketahanan contoh uji ditentukan berdasarkan klasifikasi Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01-7202-2006.
Tabel 1. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat
Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)
I Sangat Tahan < 3,52
Analisis data dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengaruh perlakuan
konsentrasi pengawet asap cair terhadap tingkat ketahanan contoh uji. Analisis
data dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non
Faktorial. Perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi asap cair yang terdiri atas
4 taraf yaitu 0%, 10%, 20%, dan 30% dengan ulangan sebanyak 3 kali. Model
linear dari rancangan tersebut adalah:
Yij = µ + αi+ ε Keterangan :
i(j)
Yij
µ = rata-rata umum
= respon pengamatan taraf ke-i ulangan ke-j
αi
εi(j) = pengaruh konsentrasi asap cair ke-i
Analisis ragam berupa uji F pada tingkat kepercayaan 95% (nyata) untuk
melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon dengan kriteria uji jika
F hitung ≥ F tabel maka H
= kesalahan (galat) percobaan
Prosedur penelitian secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.
s
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian Kayu karet
25 cm x 5 cm x 5 cm
Kulit kemenyan
Asap cair
Pembuatan larutan pengawet asap cair dengan konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30%
Perendaman kayu karet dalam asap cair selama 2 hari
Pengkondisian (kadar air kering udara)
Uji kubur 100 hari
Pengukuran kehilangan berat
Identifikasi komponen asap cair dengan GCMS
Pengukuran retensi pengawet Dioven pada suhu
103+2 °C Pengukuran kadar air
contoh uji
Dioven pada suhu 103+2 °C
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik dan Kualitas Asap Cair
Asap cair yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki karakteristik
berwarna kuning kecoklatan, encer dan memiliki bau asap yang kuat. Asap cair ini
masih mengandung kotoran yaitu tar yang berwarna hitam dan mengambang di
bagian permukaan asap cair serta memiliki bau asap yang lebih kuat dibandingkan
asap cair. Himawati (2010) menyatakan bahwa untuk mendapatkan kualitas dan
warna asap cair yang bagus perlu dilakukan proses destilasi secara berulang-ulang
untuk menghilangkan kadar karbon dan senyawa-senyawa lainnya.
Penentuan kualitas asap cair didasarkan pada fungsi utamanya yang
kebanyakan digunakan sebagai pengawet makanan, karena itu asap cair yang
dihasilkan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam kualitas yang paling rendah
yaitu grade 3 karena hanya menjalani satu kali proses destilasi sehingga
kandungan tarnya masih tinggi dan berbahaya bagi kesehatan sehingga tidak dapat
digunakan sebagai pengawet makanan, namun dapat digunakan sebagai pengawet
kayu ataupun koagulan lateks. Hal ini didukung oleh Buckingham (2010) dalam
Siregar (2011) yang menyatakan bahwa jenis asap cair dibedakan atas
penggunaannya sebanyak 3 jenis, yaitu asap cair grade 1 yang diproses dengan
destilasi berulang-ulang dan berfungsi sebagai pengawet makanan seperti bakso
dan mie, asap cair grade 2 yang diproses dengan destilasi berulang-ulang namun
masih memiliki bau asap yang digunakan sebagai pengawet ikan dan daging
mentah, serta asap cair grade 3 yang diproses hanya dengan satu kali destilasi dan
digunakan sebagai pengawet kayu, karet, dan penghilang bau. Asap cair kulit
Gambar 3. Asap cair kulit kemenyan
Rendemen dan Produktivitas
Untuk menentukan kinerja alat, produktivitas alat dan rendemen yang
dihasilkan harus diperhitungkan. Rendemen yang dihasilkan dinyatakan dalam
persen, yang merupakan pembagian antara jumlah asap cair yang dihasilkan
dengan jumlah bahan baku yang dibakar dalam tungku pirolisis. Beberapa hasil
rendemen asap cair dari beberapa jenis bahan baku lainnya dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Rendemen Rata-rata Asap Cair dari Beberapa Jenis Bahan Baku Berbeda
Bahan baku Rendemen (%)
Cangkang kemiri1) 11,35
Tempurung kelapa2) 11,83
Sampah organik padat3) 32,87
Kulit kemenyan 12,00
Sumber: 1)Panggabean (2014)
2)
Yuniningsih dan Anggraini (2013)
3)
Rendemen rata-rata asap cair kulit kemenyan yang diperoleh adalah 12%.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan rendemen asap cair berbahan baku tempurung
kelapa (Yuniningsih dan Anggraini, 2013) sebesar 11,83% dan rendemen asap
Rendemen asap cair yang masih rendah disebabkan beberapa hal teknis
yaitu luas permukaan bahan baku yang besar dan jarak antara kompor dan tungku
pirolisis yang mempengaruhi panas yang sampai pada bahan baku. Selain itu
penyebaran panas di dalam tungku masih belum terlalu merata. Hal ini dapat
dilihat dari kondisi kulit kemenyan sisa pembakaran yang benar-benar hangus dan
menjadi arang pada bagian bawah dan samping tungku namun kulit kemenyan
pada bagian atas hanya mengalami sedikit hangus dan belum berubah menjadi
arang. Rendemen asap cair yang diperoleh dari setiap pemasakan dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rendemen asap cair kulit kemenyan
Pemasakan Kulit kemenyan (kg) Asap cair (liter) Rendemen (%)
I 4 0,480 12,00
Produktivitas alat adalah banyaknya asap cair yang mampu dihasilkan
dalam waktu tertentu, biasanya dalam hitungan menit atau jam. Produktivitas
rata-rata asap cair yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 0,1067 liter/jam.
Produktivitas asap cair yang diperoleh dari setiap pemasakan dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Nilai produktivitas asap cair kulit kemenyan
Pemasakan Waktu pemasakan (jam) Asap cair (liter) Produktivitas (liter/jam)
Hasil Identifikasi Komponen Kimia Asap Cair
Hasil identifikasi komponen kimia asap cair kulit kemenyan dengan
menggunakan Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS) dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan senyawa kimia asap cair kulit kemenyan berdasarkan uji GCMS
No Nama senyawa kimia Konsentrasi
(%)
1 Acetic acid 46,98
2 Phenol, 4-methoxy- (CAS) Hqmme (Mequinol) 10,68
3 Phenol (CAS) Izal 6,80
4 2-Propenoic acid, 3-phenyl- (CAS) Cinnamic acid 5,75 5 2-Furancarboxaldehyde (CAS) Furfural 5,14 6 1,6-Anhydro-beta-D-glucopyranose (Levoglucosan) 4,21 7 2-Methoxy-4-methylphenol (CAS) Kreosol 3,17 8 2-Furancarboxaldehyde, 5-methyl- (CAS) 5-Methyl-2-furfural 1,99
9 Benzoic acid (CAS) Retardex 1,71
10 Phenol, 2,6-dimethoxy- (CAS) 2,6-Dimethoxyphenol (Siringol) 1,65 11 Benzaldehyde, 4-hydroxy-3-methoxy- (CAS) Vanillin 1,53 12 2-Cyclopenten-1-one, 2-hydroxy-3-methyl- (CAS) Corylon 1,46
13 Phenol, 2-methyl- (CAS) o-Cresol 1,27
14 Methyl-(2-hydoxy-3-ethoxy-benzyl)ether 1,07 15 Phenol, 4-ethyl-2-methoxy- (CAS) p-Ethylguaiacol 1,01
16 Propanoic acid (CAS) Propionic acid 0,84
17 2-Butyne-1,4-diol (CAS) 2-Butynediol 0,83 18 Phenol, 2,4-dimethyl- (CAS) 2,4-Xylenol 0,77 19 Ethanone, 1-(1-hydroxy-2,6,6-trimethyl-2,4 cyclohexadien-1-yl 0,75 20 4-Octanol, 7-methyl-, acetate (CAS) 7-Methyl-4-octyl acetate 0,71
21 Ethanol (CAS) Ethyl alcohol 0,51
22 2-Propenoic acid, 3-phenyl-, methyl ester (CAS) Cinnamic acid methyl ester
0,44 23 Ethanone, 1-(4-hydroxy-3,5-dimethoxyphenyl)- (CAS)
Acetosyringone
0,38 24 1-Propanone,
3-hydroxy-1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-(CAS) 4,.Omega.-dihydroxy
0,35
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa terdapat 24 jenis senyawa yang
terkandung dalam asap cair kulit kemenyan yang diperoleh melalui pemasakan
selama 4,5 jam dengan suhu 400°C. Sunarsih dan Yordanesa (2012) menyatakan
diperoleh semakin banyak, kandungan tar semakin tinggi, dan komposisi kimia
asap cair semakin kompleks. Senyawa kimia yang terkandung dalam asap cair
terdiri atas golongan asam, keton, fenol, furan, guaiakol, siringol, ester, dan
beberapa golongan lainnya (Tabel 6). Hal ini didukung oleh Guillen et al. (2000)
dalam Budijanto (2008) yang menyatakan bahwa asap cair mengandung berbagai
komponen kimia seperti fenol, keton, asam-asam organik, alkohol, ester, dan
aldehid.
Senyawa kimia yang paling banyak ditemukan dalam asap cair kulit
kemenyan adalah asam asetat/acetid acid (CH3
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana
setelah asam format, dengan rumus empiris C
COOH) sebanyak 46,98%.
Menurut Darmadji (1996),senyawa yang berperan sebagai anti mikrobial adalah
asam asetat dan senyawa fenol. Senyawa anti mikrobial ini akan semakin kuat jika
kedua senyawa ini digunakan bersama-sama.
2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2
Kandungan terbanyak setelah asam asetat adalah 4-methoxy-Phenol
dengan nama lain Hqmme, yaitu singkatan dari Hydroquinone monomethyl ether
atau mequinol sebanyak 10,68%. Mequinol adalah senyawa berupa lilin padat
berwarna putih sampai putih pucat dengan bau seperti karamel, dan memiliki
kerapatan 1,55 g/cm
H. Asam asetat disebut juga
asam etanoat atau asam cuka karena rasanya yang asam dan memiliki bau yang
menyengat. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan
higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7°C (Wikipedia, 2014).
3
pada suhu 20°C. Mequinol digunakan dalam pembuatan
Kandungan terbanyak berikutnya adalah Phenol (CAS) Izal atau disebut
juga fenol. Fenol merupakan senyawa yang berperan sebagai anti mikrobial dalam
asap cair, bersama dengan asam asetat. Fenol atau asam karbolat atau benzenol
adalah zat kristal tidak berwarna dan memiliki bau yang khas. Rumus kimia fenol
adalah C6H5
Kandungan asap cair kulit kemenyan terbanyak yang berikutnya adalah
3-Phenyl-2-Propenoic acid atau Cinnamic acid atau yang dikenal dengan nama
asam sinamat. Asam sinamat memiliki rumus kimia C
OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan
dengan cincin fenil (Wikipedia, 2013).
6H5CHCHCOOH atau C9H8O2
Kandungan asap cair kulit kemenyan terbanyak kelima adalah
2-Furancarboxaldehyde atau furfural. Furfural (C
, berwujud kristal putih, sedikit larut dalam air, dan memiliki titik leleh
133°C serta titik didih 300°C. Asam sinamat banyak ditemukan dalam balsem
alami dan beberapa jenis resin, seperti getah kemenyan (Styrax resin)
(Chemicalbook, 2014).
5H4O2
Tabel 6. Kandungan senyawa kimia asap cair kulit kemenyan berdasarkan golongan ) banyak digunakan
sebagai pelarut pada industri penyulingan minyak bumi, industri pembuatan
minyak pelumas, bahan pembantu industri cat, plastik, serat sintesis, industri
farmasi dan herbisida, dan untuk mensintesis senyawa turunan yang digunakan
pada industri pembuatan nilon (Chemicalbook, 2014). Pengelompokkan senyawa
kimia berdasarkan golongan dan konsentrasi golongan dapat dilihat pada tabel 6.
No Golongan Konsentrasi (%)
1 2 3
Keberhasilan suatu pengawetan dapat diukur berdasarkan besarnya retensi
atau banyaknya bahan pengawet yang masuk ke dalam contoh uji. Perbandingan
pengukuran nilai retensi bahan pengawet asap cair antara kayu sengon dan kayu
karet dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan retensi beberapa jenis asap cair terhadap beberapa jenis kayu No Jenis Kayu Jenis Asap Cair Konsentrasi Pengawet Retensi (g/cm3)
1 Sengon1) Cangkang Kemiri 0% 0,00
Tabel 7 menunjukkan bahwa peningkatan nilai retensi berbanding lurus
dengan konsentrasi asap cair. Asap cair dengan konsentrasi 10% memiliki nilai
retensi terendah yaitu sebesar 0,0103 g/cm Sumedi et al (2011)
3
memiliki nilai retensi tertinggi yaitu sebesar 0,0153 g/cm3
Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai retensi kayu sengon jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai retensi kayu karet. Hal ini disebabkan karena kayu karet
memiliki kerapatan berkisar antara 0,43-0,65 g/cm
. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Suranto (2002) yaitu semakin banyak jumlah bahan pengawet murni
yang dapat menetap (terfiksasi) dalam kayu, maka retensi bahan pengawet juga
semakin besar. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah bahan pengawet yang diserap
kayu, maka nilai retensinya semakin kecil.
3
, lebih besar daripada
kerapatan kayu sengon yang memiliki kerapatan rata-rata 0,33 g/cm3
Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai retensi pengawet asap cair tempurung
kelapa lebih tinggi dibandingkan nilai retensi pengawet asap cair kulit kemenyan.
Hal ini diakibatkan oleh perbedaan lama waktu yang digunakan untuk merendam
kayu karet. Waktu yang digunakan untuk merendam kayu karet dalam pengawet . Kerapatan
kayu sengon yang lebih rendah dibandingkan kerapatan kayu karet menyebabkan
volume rongga dinding sel kayu sengon lebih besar sehingga jumlah pengawet
asap cair yang masuk ke dalam kayu sengon menjadi lebih banyak dibandingkan
jumlah pengawet asap cair yang masuk ke dalam kayu karet. Hal ini didukung
oleh Haygreen dan Bowyer (1996) yang menyatakan bahwa perbedaan daya serap
kayu terhadap larutan bahan pengawet disebabkan oleh perbedaan ukuran
pori-pori kayu, kadar selulosa dan lignin dalam kayu, dan berat jenis kayu yang
berhubungan langsung dengan proporsi volume rongga kosong di dalam kayu.
Semakin kecil nilai kerapatan kayu maka volume rongga dinding sel akan
semakin besar, sehingga larutan bahan pengawet akan semakin mudah masuk ke
asap cair tempurung kelapa adalah selama 1 minggu, sedangkan waktu yang
digunakan untuk merendam kayu karet dalam pengawet asap cair kulit kemenyan
adalah selama 2 hari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu yang
digunakan dalam proses perendaman maka retensi bahan pengawet asap cair juga
semakin besar. Hal ini didukung oleh penelitian Sumedi et al (2011) yaitu nilai
retensi kayu karet yang direndam selama 1 minggu dalam pengawet asap cair
tempurung kelapa dengan konsentrasi 20%, 30%, dan 40% berturut-turut adalah
0,04 g/cm3, 0,05 g/cm3, dan 0,07 g/cm3, dan nilai retensi kayu karet yang direndam selama 2 minggu dalam pengawet asap cair tempurung kelapa dengan
konsentrasi 20%, 30%, dan 40% berturut-turut adalah 0,05 g/cm3, 0,07 g/cm3, dan
0,08 g/cm3.
Penentuan Derajat Ketahanan Kayu
Kehilangan berat akibat serangan rayap tanah merupakan salah satu
indikator untuk menentukan keawetan suatu jenis kayu. Semakin tinggi
kehilangan berat berarti kayu semakin tidak awet yang ditunjukkan dengan
adanya kerusakan di sekitar contoh uji. Umumnya peningkatan konsentrasi larutan
bahan pengawet akan meningkatkan efektivitas bahan pengawet dalam
mengurangi kerusakan kayu.
Pengujian efektivitas asap cair terhadap rayap tanah dilakukan dengan cara
mengukur kehilangan berat contoh uji setelah diumpankan di sekitar sarang rayap.
Gambar 4. Grafik kehilangan berat kayu karet setelah uji kubur
Pada Gambar 4, peningkatan konsentrasi larutan asap cair justru semakin
meningkatkan kehilangan berat contoh uji. Kehilangan berat yang paling rendah
terdapat pada kontrol kayu karet yaitu sebesar 20,95%, dan kehilangan berat yang
paling tinggi terdapat pada contoh uji konsentrasi 30% yaitu sebesar 26,73%. Hal
ini disebabkan oleh kandungan asam asetat dalam asap cair sangat tinggi yaitu
sebanyak 46,98%. Asam asetat memang berperan sebagai senyawa antimikrobial
yang dapat mencegah serangan mikroorganisme perusak kayu seperti rayap.
Namun kandungan asam asetat yang terlalu tinggi justru dapat merusak struktur
selulosa kayu sehingga kayu menjadi lebih lunak dan mudah dihancurkan oleh
serangan rayap. Serangan ini semakin diperkuat oleh kandungan vanili, siringol,
dan etil guaiakol yang bersifat memberi rasa tertentu (Wikipedia, 2014) sehingga
meskipun contoh uji bersifat racun, namun rayap masih tetap menyerang contoh
uji karena tertarik dengan rasa yang dikandung oleh contoh uji.
Penentuan kelas ketahanan kayu terhadap serangan rayap didasarkan pada
persentase kehilangan berat. Kehilangan berat rata-rata contoh uji dalam
penelitian ini yang paling rendah adalah 20,95% (kontrol) dan yang paling tinggi
adalah 26,73% (konsentrasi asap cair 30%). Berdasarkan klasifikasi ketahanan 0
Konsentrasi asap cair kulit kemenyan
kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat pada Tabel 1, maka kelas
ketahanan contoh uji pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan SNI 01-7207-2006 Konsentrasi asap cair Kehilangan berat (%) Ketahanan kayu
0% (kontrol) 20,95 Sangat buruk
10% 21,99 Sangat buruk
20% 23,44 Sangat buruk
30% 26,73 Sangat buruk
Hasil analisis ragam kehilangan berat contoh uji akibat serangan rayap
tanah (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi larutan asap cair
yang digunakan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pengurangan
berat contoh uji, meskipun semakin besar konsentrasi yang digunakan
pengurangan berat contoh uji semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa
perbedaan konsentrasi larutan asap cair kulit kemenyan tidak memberikan
perbedaaan yang berarti dalam mengurangi kerusakan contoh uji tersebut.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, konsentrasi yang
direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengawet kayu karet adalah
konsentrasi 0% atau tidak menggunakan pengawet asap cair dari kulit kemenyan,
karena kayu yang diberi pengawet asap cair kulit kemenyan justru mengalami
kehilangan berat yang lebih besar dibandingkan kayu yang tidak diberi pengawet
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Asap cair yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah asap cair grade 3
dengan ciri berwarna kuning kecoklatan dan memiliki bau asap yang kuat.
2. Komponen kimia yang diperoleh dari hasil identifikasi asap cair adalah
sebanyak 24 jenis. Senyawa kimia yang paling dominan adalah asam
asetat dengan konsentrasi 46,98%, mequinol sebanyak 10,68%, fenol
sebanyak 6,8%, asam sinamat sebanyak 5,75%, dan furfural sebanyak
5,14%.
3. Semakin tinggi konsentrasi larutan asap cair pada taraf 10% sampai 30%
yang digunakan sebagai pengawet pada kayu karet maka tingkat ketahanan
kayu semakin menurun.
Saran
Pengawet asap cair dari kulit kemenyan ini sebaiknya digunakan sebagai
pengawet makanan dengan meningkatkan kualitasnya menjadi grade 1 dengan
menggunakan destilasi berulang-ulang untuk menghilangkan kandungan tar dan
TINJAUAN PUSTAKA
Kemenyan
Menurut Jayusman (1999), kemenyan merupakan jenis pohon yang
berukuran besar, tingginya dapat mencapai 40 m dengan diameter batang
mencapai 100 cm. Batang berbentuk lurus dengan percabangan relatif sedikit dan
kulit berwarna merah anggur. Kemenyan berdaun tunggal dan tersusun secara
spiral, daun berbentuk oval bulat, bulat memanjang (ellips) dengan dasar daun
bulat dan ujung runcing. Panjang daun dapat mencapai 4-15 cm dengan lebar
daun 5-7,5 cm, tangkai daun 5-13 cm, helai daun mempunyai nervi 7-13 pasang.
Helai daun halus, permukaan bawah agak mengkilap berwarna putih sampai
abu-abu. Bunga kemenyan berkelamin dua dan bunganya bertangkai panjang antara
6-11 cm, daun mahkota bunga 9-12 helai dengan ukuran 2-3,5 mm. Bunga
majemuk, berbentuk tandan pada ujung atau ketiak daun. Buah kemenyan
berbentuk bulat gepeng dan lonjong berukuran 2,5-3 cm. Biji kemenyan
berukuran 15-19 mm, bijinya berwarna coklat keputihan.
Tata nama tanaman kemenyan menurut Jayusman (1999) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Familia : Styracaceae
Genus : Styrax
Tanaman kemenyan (S. benzoin Dryand) termasuk jenis tanaman setengah
toleran. Anakan kemenyan memerlukan naungan sinar matahari dan setelah
dewasa, pohon kemenyan memerlukan sinar matahari penuh. Selain itu, untuk
pertumbuhan optimal kemenyan memerlukan curah hujan yang cukup tinggi, dan
intensitas merata sepanjang tahun (Sasmuko 2003).
Kemenyan merupakan pohon yang menghasilkan getah yang dikenal
sebagai benzoin. Benzoin digunakan oleh masyarakat lokal untuk upacara ritual,
campuran rokok dan juga merupakan komoditas ekspor untuk kebutuhan industri
seperti industri parfum dan kosmetik (Elimasni, 2006). Getah kemenyan juga
mengandung asam sinamat, asam benzoat, esternya (seperti koniferilbenzoat,
koniferilsinamat, sinamilsinamat) dan triterpenoid (Wiryowidagdo, 2007).
Potensi kemenyan yang cukup besar tersebar di beberapa daerah penghasil
dan telah sekian lama dikenal masyarakat secara luas. Pemanfaatan kemenyan
oleh masyarakat di beberapa daerah telah menjadi sumber pendapatan mereka
terutama petani kemenyan yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Selain itu,
perdagangan kemenyan yang berlangsung sejak permulaan abad ke-17 telah
membangkitkan pergerakan perekonomian masyarakat. Dampak dari perdagangan
kemenyan tersebut telah nyata dirasakan oleh para petani dan pedagang lokal
meskipun kontribusinya bagi pemerintah daerah belum signifikan
(Sasmuko, 1998).
Asap Cair
Menurut Wibowo (2002) dalam Sutin (2008), asap cair pada dasarnya
kayu. Kayu mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin yang pada saat dibakar
akan menghasilkan asap cair dengan banyak senyawa di dalamnya. Selain kayu,
asap cair juga dapat dihasilkan dari bahan lain seperti tempurung kelapa, sabut
kelapa, merang padi, bambu dan sampah organik.
Asap cair (liquid smoke) merupakan campuran larutan dari dispersi asap
kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis. Asap
cair hasil pirolisis ini tergantung pada bahan dasar dan suhu pirolisis. Pirolisis
merupakan proses dekomposisi bahan yang mengandung karbon, baik yang
berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang menghasilkan arang
(karbon) dan asap yang dapat dikondensasi menjadi destilat. Umumnya proses
pirolisis dapat berlangsung pada suhu di atas 300°C dalam waktu 4-7 jam
(Paris et al., 2005 dalam Gani, 2007).
Menurut Sunarsih dan Yordanesa (2012), semakin tinggi suhu dan
semakin lama waktu pirolisis, maka semakin banyak asap cair yang terbentuk,
semakin banyak tar yang diperoleh, semakin kompleks komposisi kimia dalam
asap cair, namun semakin sedikit residu arang yang terbentuk. Kadar air dalam
limbah basah berpengaruh terhadap volume asap cair yang terbentuk, kerapatan
asap cair dan berat residu arang, namun tidak terlalu berpengaruh pada komposisi
kimia asap cair.
Menurut Guillen et al. (2000) dalam Budijanto (2008), Asap cair
mengandung berbagai komponen kimia seperti fenol, aldehid, keton, asam
organik, alkohol dan ester. Namun, salah satu komponen kimia lain yang dapat
terbentuk pada pembuatan asap cair tempurung kelapa adalah Polycyclic Aromatic
senyawa PAH yang diketahui bersifat karsinogenik dan biasa ditemukan pada
produk pengasapan.
Kualitas asap cair sangat ditentukan oleh komposisi komponen kimia yang
dikandungnya, sebab komponen tersebut dijadikan mutu cita rasa dan aroma
sebagai ciri khas yang dimiliki oleh asap. Komponen kimia penting yang
dihasilkan dalam proses pengasapan tergantung dari jenis bahan baku pengasap
yang terdiri dari balok, tatal, serutan, dan serbuk serta bahan yang dibakar seperti
hemiselulosa, selulosa, dan lignin serta intensitas pirolisis berhubungan langsung
dengan suhu yang terdiri atas transfer panas dan keberadaan oksigen
(Wijaya et al., 2008).
Menurut Buckingham (2010) dalam Siregar (2011), jenis asap cair
dibedakan atas penggunaannya. Ada 3 jenis asap cair yaitu sebagai berikut:
1. Asap cair grade 1
Grade 1 adalah asap cair yang diproses dengan destilasi berulang-ulang
sehingga menghilangkan kadar karbon dalam asap yang telah terkondensasi.
Hasilnya lebih jernih dan berwarna kuning. Fungsinya sebagai pengawet
makanan siap saji seperti bakso dan mie.
2. Asap cair grade 2
Grade 2 adalah asap cair yang diproses dengan destilasi berulang-ulang
sehingga menghilangkan kadar karbon jenuh dalam asap yang telah
terkondensasi. Hasilnya berwarna merah dan masih berbau asap. Fungsinya
3. Asap cair grade 3
Grade 3 adalah asap cair yang diproses dengan sedikit destilasi. Hasilnya
berwarna hitam. Fungsinya sebagai pengawet kayu, karet, dan penghilang
bau.
Karet
Menurut Wibowo (2008) dalam Yuleli (2009), tanaman karet berasal dari
negara Brazil lalu menyebar ke Nepal, India, Pakistan, Banglades, Sri Langka,
Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam dan Cina Selatan. Setelah
percobaan berkali-kali dilakukan oleh Henry Wickham, tanaman karet berhasil
dikembangkan di Asia Tenggara. Tanaman karet di Indonesia, Malaysia dan
Singapura mulai dibudidayakan sejak tahun 1876. Tanaman karet di Indonesia
pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor.
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di
dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama
20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1,0 juta ton pada
tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995 dan 1,9 juta ton pada tahun
2004. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai
US$ 2,25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas
(Anwar, 2006).
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk
pertanaman karet khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas areal
perkebunan karet tahun 2005 mencapai lebih dari 3,2 juta hektar (Anwar, 2006),
wilayah Indonesia (Bakrieglobal, 2014). Dari luasan tersebut, 85% diantaranya
merupakan perkebunan karet rakyat, dan hanya 7% yang merupakan perkebunan
besar negara serta 8% perkebunan besar swasta. Produksi karet secara nasional
pada tahun 2005 mencapai sekitar 2,2 juta ton (Anwar, 2006) dan pada tahun
2013 mencapai sekitar 3 juta ton (Bakrieglobal, 2014). Sementara itu luas areal
perkebunan karet di Sumatera Utara mencapai 419.097 hektar dengan produksi
387.366 ton pada tahun 2012 (Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2014).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya
tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Beberapa pohon karet ada
kecondongan arah tumbuh agak miring. Batang tanaman ini mengandung getah
yang dikenal dengan naman lateks (Setiawan dan Andoko, 2005).
Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi
kuning atau merah. Daun mulai rontok apabila memasuki musim kemarau. Daun
karet terdiri atas tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun
utama sekitar 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm.
(Marsono dan Sigit, 2005).
Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang dan terdiri dari
3 anak daun yang licin berkilat. Helaian anak daun bertangkai pendek dan
berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate, pangkal sempit dan tegang, ujung
runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5-35 cm
dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).
Bunga karet terdiri atas bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai
bunga 4-8 mm. Bunga betina berambut, ukurannya sedikit lebih besar dari bunga
jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan
dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai
sepuluh benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam
2 karangan dan tersusun lebih tinggi dari yang lain (Marsono dan Sigit, 2005).
Komposisi kayu karet adalah selulosa 48,6%, lignin 30,6%, pentosan
17,8%, abu 1,3% dan silika 0,5%. Kayu karet termasuk kelas awet V dengan
klasifikasi sangat tidak awet dengan umur pakai kurang dari 1,5 tahun. Kayu karet
banyak digunakan untuk perabot rumah tangga, selain itu digunakan untuk kayu
bentukan, misal panel dinding, bingkai gambar, lantai parket, palet, peti jenazah,
tangga, kerangka pintu dan jendela (Mandang dan Pandit, 1997).
Keawetan Kayu
Menurut Martawidjaja (1996), yang dimaksud dengan keawetan kayu
adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap berbagai faktor perusak kayu, tetapi
umumnya yang dimaksud adalah daya tahan terhadap faktor perusak biologis
yang disebabkan oleh makhluk hidup perusak kayu seperti jamur, serangga dan
binatang laut.
Pengawetan kayu merupakan suatu usaha untuk menambah daya tahan
kayu terhadap faktor perusak dengan tujuan agar umur pemakaian kayu semakin
bertambah menjadi beberapa kali lipat dan secara ekonomis menguntungkan. Oleh
karena itu, untuk meningkatkan ketahanan kayu tidak awet tindakan pengawetan
Perbedaan daya serap kayu terhadap larutan bahan pengawet disebabkan
oleh perbedaan ukuran pori-pori kayu, kadar selulosa dan lignin dalam kayu, dan
berat jenis kayu yang berhubungan langsung dengan proporsi volume rongga
kosong di dalam kayu. Semakin kecil nilai kerapatan kayu maka volume rongga
dinding sel akan semakin besar, sehingga larutan bahan pengawet akan semakin
mudah masuk ke dalam kayu (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Rayap
Rayap termasuk ke dalam ordo Isoptera, mempunyai 7 (tujuh) famili
Termitidae yang merupakan kelompok rayap tinggi. Rayap merupakan serangga
pemakan kayu (xylophagus) atau bahan-bahan yang mengandung selulosa
(Nandika, 2003). Rayap juga hidup berkoloni dan mempunyai sistem kasta dalam
kehidupannya. Kasta dalam rayap terdiri dari 3 kasta yaitu :
1. Kasta prajurit, mempunyai ciri-ciri kepala yang besar dan penebalan yang
nyata dengan peranan dalam koloni sebagai pelindung koloni terhadap
gangguan dari luar. Kasta ini mempunyai mandible yang sangat besar yang
digunakan sebagai senjata dalam mempertahankan koloni.
2. Kasta pekerja, mempunyai warna tubuh yang pucat dengan sedikit kutikula
dan menyerupai nimfa. Kasta pekerja tidak kurang dari 80-90 % populasi
dalam koloni. Peranan kasta ini adalah bekerja sebagai pencari makan,
memberikan makan ratu rayap, membuat sarang dan memindahkan makanan
3. Kasta reproduktif, merupakan individu-individu seksual yang terdiri dari
betina yang bertugas bertelur dan jantan yang bertugas membuahi betina.
Ukuran tubuh ratu mencapai 5-9 cm atau lebih.
Selain mempunyai kasta dalam koloninya, rayap juga mempunyai
sifat-sifat yang sangat berbeda dibanding dengan serangga lainnya.
Menurut Nandika (2003), sifat rayap terdiri atas :
1. Cryptobiotik, sifat rayap yang tidak tahan terhadap cahaya.
2. Thropalaxis, perilaku rayap yang saling menjilati dan tukar menukar
makanan antar sesama individu.
3. Kanibalistik, perilaku rayap untuk memakan individu lain yang sakit atau
lemas.
4. Necrophagy, perilaku rayap yang memakan bangkai individu lainnya.
Menurut Prasetyo dan Yusuf (2004) dalam Mayangsari (2008), kerusakan
bangunan dan komponen kayu akibat serangan rayap telah menyebabkan kerugian
yang tidak sedikit. Di Indonesia, kerugian akibat serangan rayap bisa mencapai
224-236 milyar rupiah per tahunnya. Pada tahun 1996 kerugian ekonomis akibat
serangan rayap pada bangunan perumahan di Indonesia mencapai 1,67 triliun
rupiah, belum termasuk kerugian pada gedung perkantoran, fasilitas industri dan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan hutan sebagai bahan baku utama bagi kayu.
Kayu dalam kehidupan sehari-hari merupakan bahan yang sangat sering
digunakan untuk bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu, rangka
jendela, lantai, papan dinding, tiang, dan furnitur/meubel kayu.
Meubel kayu adalah salah satu produk kayu olahan yang memiliki nilai
ekonomis yang menguntungkan. Pertumbuhan penanaman modal industri ini di
dunia sangat cepat dan menarik bagi banyak negara khususnya negara
berkembang seperti Indonesia. Pemasaran produk industri furnitur dari kayu saat
ini sangat mendunia seperti layaknya teknologi pembuatannya yang juga
mendunia (Anggraini, 2002).
Meskipun pertumbuhan industri kayu sangat cepat, hal ini tidak diimbangi
dengan suplai kayu dari alam. Ketersediaan kayu akhir-akhir ini makin terbatas
terutama kayu kelas awet I dan II yang digunakan untuk bahan bangunan dan
pertukangan. Persediaan kayu awet di masa yang akan datang dikhawatirkan tidak
dapat terpenuhi sehingga masyarakat beralih menggunakan kayu kelas awet III
dan IV yang mempunyai tingkat keawetan alami yang rendah.
Salah satu jenis kayu yang potensial untuk dimanfaatkan adalah kayu karet
(Hevea brasiliensis). Kayu karet saat ini merupakan sumber utama dari meubel
kayu. Menurut Anggraini (2002), 70% mebel kayu yang diimpor oleh Uni Eropa
berasal dari kayu karet. Hal ini disebabkan kayu karet memiliki tekstur dan warna
kayu keras sehingga tampilannya seperti kayu mahoni, oak, dan kenari. Jenis kayu
karet juga disukai karena dianggap mendukung program Uni Eropa dalam
melestarikan hutan dan menjaga kelestarian lingkungan.
Dilihat dari sifat fisik dan mekanis, kayu karet tergolong kayu kelas kuat
II-III, yang setara dengan kayu ramin, akasia, mahoni, pinus, meranti, durian,
ketapang, dan keruing. Kelas awet kayu karet tergolong kelas awet V yaitu setara
dengan kayu ramin, namun kayu karet lebih rentan terhadap serangga penggerek,
rayap, dan jamur biru (blue stain) (Mandang dan Pandit, 1997). Untuk itu kayu
karet perlu diberi pengawet untuk meningkatkan ketahanannya terhadap jamur
dan serangga terutama rayap.
Pengawet kayu yang banyak dijual saat ini adalah pengawet yang
mengandung bahan-bahan kimia sintetis. Bahan-bahan kimia sintetis ini cukup
berbahaya bagi kesehatan sehingga manusia perlu beralih kepada pengawet dari
bahan alami yang bersifat ramah lingkungan. Salah satu alternatif pengawet yang
bersifat ramah lingkungan dalam mengendalikan hama rayap adalah asap cair.
Asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang
mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat pirolisis konstituen
kayu seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Asap cair diproduksi dengan cara
pembakaran tidak sempurna yang melibatkan dekomposisi konstituen polimer
menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas
yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi.
Asap cair bisa dibuat dari berbagai bahan yang mengandung selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Bahan yang biasanya digunakan sebagai bahan baku
mengandung senyawa fenol dan asam asetat yang berperan sebagai antimikrobial
sehingga cocok untuk dijadikan bahan pengawet. Namun masih ada bahan
alternatif lain yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku yaitu kulit kemenyan.
Kemenyan (Styrax benzoin Dryand.) adalah jenis pohon yang tumbuh di
lereng-lereng bukit dan pada tanah berpasir pada ketinggian 60-2.100 mdpl.
Kemenyan ditanam dalam skala besar di daerah Tapanuli dan Palembang.
Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan salah satu penghasil getah
kemenyan di Provinsi Sumatera Utara (Jayusman, 1999).
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul Asap
Cair dari Limbah Kulit Kemenyan (Styrax spp) Sebagai Pengawet Alternatif
untuk Kayu Karet (Hevea brasiliensis).Pada penelitian ini kulit kemenyan diolah
menjadi asap cair melalui proses pirolisis. Asap cair yang diperoleh digunakan
sebagai pengawet pada kayu karet. Selanjutnya akan dilakukan uji keawetan kayu
karet dengan cara pengumpanan pada rayap tanah melalui uji kubur (grave yard
test).
Tujuan Penelitian
1. Menentukan kualitas dan karakteristik asap cair dari kulit kemenyan.
2. Mengevaluasi komposisi senyawa kimia asap cair dari kulit kemenyan.
3. Mengevaluasi ketahanan kayu karet dengan pengawet asap cair terhadap
Manfaat Penelitian
Manfaat dari kajian ini adalah menghasilkan produk asap cair yang dapat
digunakan untuk mengawetkan kayu sekaligus dapat menghilangkan bau tidak
sedap dari kayu dan memberi aroma baru yang khas. Manfaat lainnya adalah
menambah peluang usaha bagi industri-industri pengolah kayu, terutama industri
skala kecil dan menengah.
Hipotesis
Semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet asap cair yang digunakan
maka tingkat keawetan kayu karet terhadap serangan rayap tanah semakin
ABSTRACT
RIZKI RAHMATULLAH HASIBUAN.
Liquid Smoke from the Waste of Frankincense’s bark As Alternative Preservatives for Wood Rubber,supervised by TITO SUCIPTO and RIDWANTI BATUBARA
Liquid smoke of frankincense’s bark is one alternative preservatives from natural ingredients and contains compounds that can be used as food preservative and wood preservatives. The purpose of this study was to determined the quality, characteristics, and chemical composition of liquid smoke of frankincense’s bark and evaluate the resistance of rubber wood preserved with liquid smoke against subterranean termites.
Frankincense’s bark was obtained from Matiti Village, Dolok Sanggul City, District Humbang Hasundutan and rubber wood was obtained from Limau Mungkur Village, Tanjung Morawa City, District Deli Serdang. This study used a completely randomized design with 4 treatments and 6 replications and was conducted in December 2013 until May 2014. Chemical compounds that were identified from liquid smoke include acetic acid, mequinol, phenol, cinnamic acid, and furfural. Parameter that was observed was a decrease in dry weight of rubber wood. The results showed that the use of liquid smoke of frankincense’s bark reducing the resistance of rubber wood against subterranean termites.
ABSTRAK
RIZKI RAHMATULLAH HASIBUAN. Asap Cair dari Limbah Kulit
Kemenyan Sebagai Pengawet Alternatif untuk Kayu Karet, dibimbing oleh TITO SUCIPTO dan RIDWANTI BATUBARA
Asap cair kulit kemenyan merupakan salah satu pengawet alternatif dari bahan alami dan mengandung senyawa yang dapat digunakan sebagai pengawet makanan dan pengawet kayu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas, karakteristik, dan komposisi senyawa kimia asap cair dari kulit kemenyan serta mengevaluasi ketahanan kayu karet yang diberi pengawet asap cair terhadap serangan rayap tanah.
Kulit kemenyan diperoleh dari Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan dan kayu karet diperoleh dari Desa Limau Mungkur, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian inimenggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan dan dilaksanakan bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Mei 2014. Senyawa kimia yang berhasil diidentifikasi dari asap cair diantaranya adalah asam asetat, mequinol, fenol, asam sinamat, dan furfural. Parameter yang diamati adalah penurunan berat kering kayu karet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan asap cair kulit kemenyan semakin menurunkan ketahanan kayu karet terhadap serangan rayap tanah.
ASAP CAIR DARI LIMBAH KULIT KEMENYAN
SEBAGAI PENGAWET ALTERNATIF
UNTUK KAYU KARET
SKRIPSI
OLEH :
RIZKI RAHMATULLAH HASIBUAN 081203021
PROGRAM STUDI
KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRACT
RIZKI RAHMATULLAH HASIBUAN.
Liquid Smoke from the Waste of Frankincense’s bark As Alternative Preservatives for Wood Rubber,supervised by TITO SUCIPTO and RIDWANTI BATUBARA
Liquid smoke of frankincense’s bark is one alternative preservatives from natural ingredients and contains compounds that can be used as food preservative and wood preservatives. The purpose of this study was to determined the quality, characteristics, and chemical composition of liquid smoke of frankincense’s bark and evaluate the resistance of rubber wood preserved with liquid smoke against subterranean termites.
Frankincense’s bark was obtained from Matiti Village, Dolok Sanggul City, District Humbang Hasundutan and rubber wood was obtained from Limau Mungkur Village, Tanjung Morawa City, District Deli Serdang. This study used a completely randomized design with 4 treatments and 6 replications and was conducted in December 2013 until May 2014. Chemical compounds that were identified from liquid smoke include acetic acid, mequinol, phenol, cinnamic acid, and furfural. Parameter that was observed was a decrease in dry weight of rubber wood. The results showed that the use of liquid smoke of frankincense’s bark reducing the resistance of rubber wood against subterranean termites.
ABSTRAK
RIZKI RAHMATULLAH HASIBUAN. Asap Cair dari Limbah Kulit
Kemenyan Sebagai Pengawet Alternatif untuk Kayu Karet, dibimbing oleh TITO SUCIPTO dan RIDWANTI BATUBARA
Asap cair kulit kemenyan merupakan salah satu pengawet alternatif dari bahan alami dan mengandung senyawa yang dapat digunakan sebagai pengawet makanan dan pengawet kayu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas, karakteristik, dan komposisi senyawa kimia asap cair dari kulit kemenyan serta mengevaluasi ketahanan kayu karet yang diberi pengawet asap cair terhadap serangan rayap tanah.
Kulit kemenyan diperoleh dari Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan dan kayu karet diperoleh dari Desa Limau Mungkur, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian inimenggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan dan dilaksanakan bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Mei 2014. Senyawa kimia yang berhasil diidentifikasi dari asap cair diantaranya adalah asam asetat, mequinol, fenol, asam sinamat, dan furfural. Parameter yang diamati adalah penurunan berat kering kayu karet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan asap cair kulit kemenyan semakin menurunkan ketahanan kayu karet terhadap serangan rayap tanah.
RIWAYAT HIDUP
Rizki Rahmatullah Hasibuan dilahirkan di Karang Baru, Kabupaten Aceh
Tamiang pada tanggal 26 Oktober 1990 dari Ayahanda Drs. Sopyan Hasibuan dan
Ibunda Sri Wahyuni. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri No. 105855 PTP II
Tanjung Morawa, Tahun 2005 lulus dari SMP Negeri 1 Tanjung Morawa, dan
tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lubukpakam. Pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara
melalui jalur UMB (Ujian Masuk Bersama) dan memilih minat Teknologi Hasil
Hutan Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian.
Selain mengikuti perkuliahan, pada tahun 2010 penulis mengikuti praktik
Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) di Taman Wisata Alam Deleng Lancuk dan
Gunung Sinabung, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Penulis juga
melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Koperasi Serba Usaha Hutan Mas
Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera
Utara dari tanggal 6 Februari sampai tanggal 6 Maret 2013. Pada akhir pekuliahan
penulis melaksanakan penelitian dengan judul Asap Cair dari Limbah Kulit
Kemenyan Sebagai Pengawet Alternatif untuk Kayu Karet di bawah bimbingan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Asap Cair dari Limbah Kulit Kemenyan sebagai Pengawet Alternatif
untuk Kayu Karet. Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar
Sarjana di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Tito Sucipto, S.Hut, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan
Ibu Ridwanti Batubara S.Hut, M.P selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan, masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Semoga penelitian
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, demi penyempurnaan wawasan dan
khazanah ilmu pengetahuan.
Medan, Agustus 2014
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT...i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR... ... iv
DAFTAR ISI... ... v
DAFTAR TABEL... ... vii
DAFTAR GAMBAR... ... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ... ix
PENDAHULUAN Tempat dan Waktu Penelitian... ... 14
Bahan dan Alat Penelitian... ... 14
Prosedur Penelitian ………… ... 14
1. Persiapan bahan baku... ... 14
2. Pembuatan asap cair... ... 15
3. Identifikasi komponen asap cair dengan mesin GCMS... ... 16
4. Pengawetan kayu karet ... 17
5. Pengukuran retensi contoh uji ... 18
6. Pengumpanan pada rayap tanah ... 18
7. Penentuan derajat ketahanan kayu ... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik dan Kualitas Asap Cair... ... 21
Rendemen dan Produktivitas ... 22
Hasil Identifikasi Komponen Kimia Asap Cair... ... 24
Retensi... ... 27
Penentuan Derajat Ketahanan Kayu... ... 29
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... ... 32
Saran... ... 32
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan sjhkjhs
penurunan berat...19
2. Rendemen rata-rata asap cair dari beberapa jenis bahan baku berbeda...22
3. Nilai rendemen asap cair kulit kemenyan...23
4. Nilai produktivitas asap cair kulit kemenyan...23
5. Kandungan senyawa kimia asap cair kulit kemenyan berdasarkan sdfsdjs uji GCMS...24
6. Kandungan senyawa kimia asap cair kulit kemenyan berdasarkan golongan...26
7. Perbandingan retensi beberapa jenis asap cair terhadap beberapa jenis kayu...27
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Alat pirolisator...15
2. Bagan alir penelitian...20
3. Asap cair kulit kemenyan...22
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Chromatogram asap cair kulit kemenyan...37
2. Kandungan senyawa kimia asap cair berdasarkan uji GCMS...38
3. Karakteristik dan sifat beberapa komponen kimia asap cair kulit kemenyan...39
4. Hasil analisis ragam penurunan berat kayu...41