KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP TEMPAT
KERAMAT
(Studi kasus Daerah Tamba Kecamatan Sitio-tio Kabupaten
Samosir Provinsi Sumatera Utara)
SKRIPSI
Diajukan Guna Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana
DISUSUN OLEH
HOTSRI HANTI TAMBA
100901028
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh:
Nama : Hotsri Hanti Tamba
Nim : 100901028
Departemen : Sosiologi
Judul : Kepercayaan Masyarakat Terhadap Tempat Keramat
(Studi Kasus di Daerah Tamba Kecamatan Sitio-tio Kabupaten
Samosir)
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
(Dra. Rosmiani Sembiring MA) (Dra. Lina Sudarwati, M.si) NIP.196002261990032002 NIP. 196603181989032001
Dekan FISIP USU
KATA PENGANTAR
PujidansyukurpenulispanjatkankepadaTuhan yang MahaEsa, karena berkat
rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan semestinya.
Skripsi ini merupakan karya ilmiah penulis sebagai salah satu yarat untuk
memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan
IlmuPolitik,Universitas Sumatera Utara, denganjudul: “Kepercayaan Masyarakat
Terhadap Tempat Keramat (StudiKasus di Daerah Tamba Kecamatan Sitio-tio
Kabupaten Samosir).
Skripsi ini khusus penulis persembahkan kepada orang tua tercinta dan
tersayang yakni Ayahanda Jahamal Tamba dan Ibunda Tiopan Sitohang, atas semua
doa, dukungan, pengorbanan dan kasih sayangnya yang diberikan kepada penulis
sampai saat ini. Dorongan motivasi dan juga pengertian yang diberikan oleh orangtua
penulis semakin menambah semangatpenulis dalam pengerjaan skripsi ini. Tidak lupa
juga kepada abang dan kakak penulis tersayang, Abang Sastoro Tamba, Abang
Arivson Tamba, Abang History Ludo Tamba, Abang Wolton Lamboyan Tamba,
Abang Abdi Sakti Tamba, S.P. Kak Rita Lasboyara Tamba S.Pd., Kak Anyida
Tamba, Kak Saurma Tamba S.Pd, Kak Risdoana TambaS.Kom, adik saya Nova
LiaTamba sedang kuliah di Universitas Sriwijaya yang selalu mendoakan da
memberikan motivasi, semangat kepada penulis, terimakasih atas pesan –pesan yang
diberikan sehingga mampu menambah semangat penulis.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan hati
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
2. Ibu Dra.Lina Sudarwati,M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang sekaligus menjadi dosenPenguji dalam
skripsi penulis yang memberikan banyak masukan sehingga mampu
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapka kepada Dra.Rosiani
Sembiring,M.A, selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah banyak
membingbing dari awal perkuliahan dan juga bersedia memberikan waktu,
tenaga, ide. Kasih sayang dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang beliau berikan kepada
penulis.
4. IbuDra. LinaSudarwati, M.Siselakuketuapenguji, terimakasihatas saran
danmasukan yang diberikankepadapenulis.
5. Bapak Drs.T. Ilham Saladin selaku sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen
wali penulis.
6. Segenap Dosen ,staff dan seluruh pegawai Fakultas IlmuSosial danI lmu
Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Fenni Khairifa, Kak Betty, yang
telah cukup banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal
administrasi.
7. Untuk seluruh keluarga besar penulis dan sepupu penulis yang selalu
mendukungdanmendoakanpenulis yang tidakdapatdisebutkansatupersatu.
8. Buat teman- teman penulis anggota GMKI FISIP USU terima kasih buat doa
dan dukungan teman-teman sekalian penulis makin semangat mengerjakan
yang bersedia mengorbankan waktunya membantu mengerjakan skripsi
penulis.
9. Sahabat-sahabat terbaik saya di stambuk 2010 yang menjadi keluarga penulis
selama menjalani perkuliahan yakni Trangta Tarigan, Drayeni Haloho,
Elisabet Turnip, Santiur Manurung, Fitri Yati, Defi Ayuni, Siti sadrianti dan
teman lainnya yang tidak dapat disebutkan disini satu persatu terimakasih atas
kebersamaan dan semangat kalian.
10.Teman dekat penulis Wandri Gultom,S.P dan keluarga, yang selalu membantu
dan memberikan semangat, motivasi kepada penulis dan juga memberikan
banyak pengorbanan buat penulis baik tenaga dan pikirannya kepada penulis.
11.Buat Senior dan Junior penulis di Departemen Sosiologi yakni Kakanda
RiamaSiringo S.Sos, Belman Siagian, S.Sos, Corry Turnip S.Sos, Michael
Julpri Tarigan S.Sos,.
12.Para informan yangada di Daerah Tamba yang bersedia menyisakan
waktunya untuk memberikan penjelasan mengenai keseharian mereka,
terimakasih untuk pengertiannya yang telah bersedia menerima kehadiran
penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
13.Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan skripsi ini. Akan
tetapi penulis menyadari bahwa skrips ini masih jauh dari kata sempurna.
Penulis,
ABSTRAK
Negara Indonesia dikenal sebagai negara yang beragama namun masih ada kebiasaan Masyarakat Indonesia yang bertentangan dengan ajaran agama hingga saat ini masih tetap dipertahankan yaitu mempercayai tempat keramat yang menganggap bahwa tempat keramat adalah sakral dan suci. Daerah Tamba adalah salah satu daerah yang masih mempercayai tempat keramat dari zaman dahulu hingga pada saat ini. Masyarakat Daerah Tamba sudah mencapai kemajuan atau disebut sebagai daerah yang tidak tertinggal jika dilihat dari tingkat ekonomi, Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penelitian yang digunakan merupakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode penelitian studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui apa makna kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat dan bagaimana peran masyarakat mempertahankan kepercayaan terhadap tempat keramat. Penelitian ini dilakukan melalui observasi dan wawancara kepada informan, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Tokoh pendidikan, tokoh agama, tokoh adat, kepala desa, mahasiswa dan orang yang berada di luar Daerah Tamba tetapi pernah dan mengetahui tempat keramat.
Dari hasil Penelitian ditemukan bahwa mempercayai tempat keramat memiliki makna bagi masyarakat Daerah Tamba. Hal ini dapat kita lihat dari kepercayaan masyarakat Daerah Tamba terhadap tempat keramat bisa bertahan sampai sekarang. Selain kepercayaan terhadap tempat keramat ini memiliki makna, Peneliti juga menemukan bahwa masyarakat Daerah Tamba juga memiliki peran untuk mempertahankan kepercayaan ini, sehingga sampai sekarang kepercayaan terhadap tempat keramat dapat bertahan.
Kata Kunci : Agama, Kepercayaan, Tempat keramat, Makna, Peran.
ABSTRAK
Negara Indonesia dikenal sebagai negara yang beragama namun masih ada kebiasaan Masyarakat Indonesia yang bertentangan dengan ajaran agama hingga saat ini masih tetap dipertahankan yaitu mempercayai tempat keramat yang menganggap bahwa tempat keramat adalah sakral dan suci. Daerah Tamba adalah salah satu daerah yang masih mempercayai tempat keramat dari zaman dahulu hingga pada saat ini. Masyarakat Daerah Tamba sudah mencapai kemajuan atau disebut sebagai daerah yang tidak tertinggal jika dilihat dari tingkat ekonomi, Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penelitian yang digunakan merupakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode penelitian studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui apa makna kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat dan bagaimana peran masyarakat mempertahankan kepercayaan terhadap tempat keramat. Penelitian ini dilakukan melalui observasi dan wawancara kepada informan, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Tokoh pendidikan, tokoh agama, tokoh adat, kepala desa, mahasiswa dan orang yang berada di luar Daerah Tamba tetapi pernah dan mengetahui tempat keramat.
Dari hasil Penelitian ditemukan bahwa mempercayai tempat keramat memiliki makna bagi masyarakat Daerah Tamba. Hal ini dapat kita lihat dari kepercayaan masyarakat Daerah Tamba terhadap tempat keramat bisa bertahan sampai sekarang. Selain kepercayaan terhadap tempat keramat ini memiliki makna, Peneliti juga menemukan bahwa masyarakat Daerah Tamba juga memiliki peran untuk mempertahankan kepercayaan ini, sehingga sampai sekarang kepercayaan terhadap tempat keramat dapat bertahan.
Kata Kunci : Agama, Kepercayaan, Tempat keramat, Makna, Peran.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang beragama (Religius) yang
mempercayai ajaran agama, sebagaimana tertulis dalam dasar Negara Indonesia sila
yang pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Masyarakat sangat menjunjung
tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini tercermin baik dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Dalam lingkungan masyarakat semakin meningkatnya
kesemarakan dan kehikmatan kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual maupun
bentuk kegiatan sosial agama. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sudah
berkembang sejak masa silam, sebagai aliran kepercayaan yang membawa dampak
bagi kehidupan manusia. Setiap masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih,
mempraktikkan kepercayaannya, dan menjamin semuanya akan kebebasan untuk
menyembah, menurut agama atau kepercayaannya, Hal ini tertuang dalam UUD 1945.
Meskipun setiap masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan
kepercayaannya namun pemerintah hanya mengakui secara resmi enam agama yakni
Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khongucu.
Agama ditemui dalam setiap masyarakat bahkan dalam setiap individu yang
dijadikan sebagai pedoman hidup di dunia. Masyarakat yang beragama (Religius)
adalah masyarakat yang mempercayai Tuhan Yang Esa sebagai pencipta langit dan
bumi, mempunyai kitab sebagai pedoman dalam melaksanakan perintah, dan
larangannya untuk menjadi manusia seutuhnya. Dalam jurnal Muhadi (2009)
menyatakan berdasarkan hasil konsensus dan konvensi bahwa secara filosofis,
sosio-politipatis, dan historis agama di Indonesia sudah berakar dalam kehidupan bangsa,
Untuk menjadi manusia seutuhnya, mulai dari sejak ia lahir hingga akhir
hidupnya tidak pernah lepas dari proses belajar. Proses belajar menjadi manusia
seutuhnya tentu merupakan suatu proses yang tidak akan kunjung selesai. Seseorang
harus mempelajari dirinya sendiri yang memiliki potensi yang bisa dikembangkan dan
memiliki sifat-sifat yang unik yang membedakan dengan orang lain, mempelajari
kehidupan masyarakat sesuai dengan sistem nilai, dan norma yang berlaku,
mempelajari lingkungan secara luas sehingga dapat berperilaku secara tepat, dan
mempelajari kaidah-kaidah agama yang membimbing hubungannya dengan Tuhan.
Meskipun Negara Indonesia dikenal sebagai negara yang religius yang
mempercayai ajaran agama namun, ada kebiasaan masyarakat indonesia sampai
sekarang masih tetap berlangsung. Kebiasaan tersebut bertentangan dengan ajaran
agama yaitu masih tetap percaya pada hal- hal yang bersifat mistis. Mempercayai hal
yang bersifat mistis yaitu mempercayai suatu tempat yang mereka anggap bahwa
tempat tersebut adalah tempat yang sakral atau suci. Tempat keramat ini dikatakan
sakral atau suci karena dapat membantu kehidupan mereka dalam hal penyembuhan
penyakit, sumber kekuatan dan keselamatan mereka. Masyarakat yang masih
mempercayai hal demikian adalah masyarakat yang masih memegang kuat nilai-nilai
agama terdahulu berupa kepercayan pada animisme dan dinamisme. Kepercayan
animisme dan dinamisme adalah kepercayaan tradisional sebelum masuknya agama
modern yang diakui pemerintah dalam kehidupan masyarakat saat ini. Menurut
Geoffrey Parrinder dalam Daradjat, dkk (1996: 43) pada kenyataannya, orang-orang
akan menolak kalau dikatakan mereka memuja orang-orang yang telah mati. Lebih
yang semasa hidupnya dianggap sebagai tokoh, misalnya orang sakti. Masyarakat
percaya bahwa tokoh-tokoh itu mempunyai keistimewaan spiritual tertentu. Ketika
sudah meninggal, keistimewaan itu dipercaya masih ada dan bisa diperoleh dari
tempat keramat tersebut. Oleh karena itu, masyarakat mempercayai tempat keramat
sebagai tempat untuk mencari berkah.
Mempercayai tempat keramat, berkaitan erat dengan unsur kepercayaan.
Tempat keramat dalam banyak kebudayaan dan kepercayaan di seluruh dunia,
menempati ruang spiritual yang istimewa, bahkan menjadi pusat kehidupan
kepercayaan di seluruh dunia. Tempat keramat sebagai tempat beristirahat jasad orang
yang sudah meninggal, tempat bersemayamnya roh-roh orang yang meninggal.
Mengunjungi tempat keramat merupakan cara untuk berhubungan kembali secara
spiritual dengan roh-roh tersebut. Mengunjungi tempat keramat berkaitan dengan
kehidupan sosial. Jika ingin melakukan sesuatu atau untuk kebutuhan tertentu, seperti
membuka lahan pertanian, melangsungkan perkawinan, merantau, mencapai
pendidikan yang lebih tinggi. Seseorang/kelompok merasa selalu ada kekurangan
kalau belum meminta restu pada roh-roh nenek moyang. Roh-roh itu dipercaya dapat
melindungi mereka, mengabulkan permohonan mereka, bahkan dapat pula
menghukum jika mereka melakukan pelanggaran.
Menurut Parrinder dalam Daradjat (1996: 43) pemujaan terhadap orang-orang
yang telah meninggal atau telah mati terdapat di semua masyarakat. Karena itu
kepercayaan terhadap hidup setelah mati ini bersifat universal dan merupakan salah
satu bentuk kuno dalam kepercayaan di kalangan suku-suku primitif. Di Cina,
pemujaan dan penyembahan terhadap para leluhur adalah pemujaan yang sangat kuno
dan merupakan salah satu unsur yang paling diutamakan dalam agama Cina. Di
memiliki kekuasaan atas baik dan buruk, sakit, dan mati. Begitu pula di Jepang,
Mesir, Babylonia, Eropa, termasuk suku-suku di Indonesia.
Kepercayaan terhadap tempat keramat tersebut merupakan salah satu bentuk
nilai yang dianggap masyarakat sangat berharga dalam kehidupan sosial mereka.
Kehidupan sosial masyarakat memiliki sistem nilai dan norma yang disebut sebagai
nilai dan norma sosial. Nilai yang ada dimasyarakat dianut dan diyakini berdasarkan
perasaannya sendiri dan setiap masyarakat akan menjunjung tinggi nilai dan norma
yang berlaku dalam masyarakat. Nilai dan norma merupakan bagian dari masyarakat
yang melekat dalam kehidupan masyarakat secara turun temurun, serta dianggap
sebagai kebaikan dan kebenaran itu sendiri. Antara nilai dan norma tersebut terwujud
dalam kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu sendiri. Manusia selalu mencari
sesuatu yang bernilai, nilai ini menjadi dorongan dan landasan seseorang atau
kelompok untuk berperilaku. Nilai-nilai yang ideal yang menjadi keyakinan seperti
yang dianggap paling berharga, paling benar, paling baik yang menjadi acuan atau
pedoman berperilaku.
Meskipun nilai ada dalam setiap masyarakat dan nilai tersebut berharga dan
baik bagi masyarakat namun, nilai- nilai yang ada dalam masyarakat yang satu
dengan masyarakat lain tentu sangat berbeda- beda. Sesuatu yang dianggap ar, dan
baik menurut masyarakat yang satu belum tentu berharga, benar, dan baik menurut
massyarakat yang lain. Salah satu bentuk nilai yang ada di dalam masyarakat adalah
kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat. Masyarakat saat ini khususnya di
Indonesia masih ada yang percaya pada tempat keramat yang mereka anggap bahwa
Parsudi Suparlan dalam Jalaluddin (1996: 180) tradisi merupakan unsur sosial budaya
yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah. Dalam
masyarakat pedesaan umumnya tradisi erat kaitannya dengan mitos dan agama.
Dalam web Samanto (hhtp : // ahmad samanto.wordpres.com / 2010 / 03 /
kebudayaan-dan nasionalisme-indonesia) menyatakan bahwa Indonesia yang
memiliki ragam budaya dan kebiasaan akan berkembang dinamis dan statis. Namun
hal ini tergantung pada masyarakatnya. Begitu juga dengan mundurnya suatu
kebudayaan atau kebiasaan tergantung pada komunitasnya dalam menjawab tantangan
yang dihadapkan padanya. Apabila aspek nilai dan norma yang ada dalam masyarakat
mengalami disintegrasi maka kebudayaan akan mengalami kemerosotan. Karena itu,
sering dikatakan bahwa suatu kebudayaan itu didasarkan atas sistem nilai tertentu.
Sistem ini ditransformasikan dalam norma-norma sosial, etika, etos, atau
prinsip-prinsip moral.
Dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat, seseorang atau kelompok
harus memahami sistem kehidupan masyarakat dimana ia menetap. Memahami adat
istiadat, sistem nilai, sistem norma, dan kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat tersebut. Dalam masyarakat tentu ada beberapa hal yang berhubungan
dengan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, yang baik atau yang tidak baik,
yang tepat atau tidak tepat untuk dilakukan sehingga seseorang atau kelompok dapat
menempatkan dirinya sesuai dengan kehidupan sosial masyarakat.
Menurut Mutahhari (2007:103) menyatakan bahwa hal-hal yang mendorong
manusia untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat keagamaan diantaranya
adalah adanya emosi dan getaran jiwa yang sangat mendalam yang disebabkan rasa
takut, terpesona pada pada sesuatu yang gaib dan keramat. Disamping itu juga adanya
Vegeer (1993:157) menyatakan bahwa Perasaan-perasaan itu terpencar dari daya
misterius yang merupakan prinsip kemenyatuan dengan alam semesta. Pada
masyarakat primitif, orang mengaitkan perasaan-perasaan itu dengan sejenis binatang
atau tumbuhan yang dimaksudkan tersebut.
Pada masa sekarang pun kepercayaan tersebut masih ada dan masih bisa
dijumpai di beberapa kepercayaan. Hal ini dapat kita jumpai pada masyarakat yang
masih memiliki kepercayaan pada hal - hal yang bersifat tradisional seperti yang
terjadi pada Masyarakat Lombok, Penelitian yang dilakukan Azis dalam jurnal
“Kekeramatan Makam-Makam Kuno” (2004) di Lombok memperlihatkan bahwa
Masyarakat Lombok masih percaya pada tempat keramat makam-makam kuno. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa fenomena ziarah makam merupakan tradisi
turun-temurun dan sudah berakar kuat dikalangan umat Islam. Meskipun kritik yang
mencurigai praktek semacam itu dapat menodai tauhid, tetapi dalam faktanya
kegiatan mengunjungi makam-makam tidak pernah pudar sama sekali bahkan
cenderung makin ramai terutama setelah terbukti makin keramatnya makam yang
diziarahi. Meskipun demikian, kepercayaan tersebut tidaklah tunggal karena sangat
tergantung pada pola pikir, pemahaman keagaamaan, dan tradisi yang melingkupinya.
Penelitian ini juga pernah dilakukan Muhadi dalam jurnal “Kepercayaan
masayarakat terhadap sumur tua” (2009) di Kelurahan Tunggorono Kecamatan Binjai
Timur memperlihatkan kepercayaan masyarakat terhadap Sumur Tua. Hasil penelitian
ini bahwa kepercayaan ini pernah dimiliki nenek moyang masyarakat jawa yang
dekat dengan potensi kultural yaitu untuk mempertahankan nilai-nilai luhur budaya
ternyata masih berlanjut hingga saat ini, tidak terkecuali di kelurahan Tunggorono
Kecamatan Binjai Timur.
Kluckhohn (1961 : 23) membuat suatu kerangka orientasi sistem nilai budaya,
yaitu sebagai konsep yang menerangkan dasar-dasar sistem nilai budaya tentang
masalah pokok dari kehidupan manusia yang sifatnya universal. Secara umum
Kluckhohn menggambarkan bahwa dari masalah dasar sistem nilai budaya itu
sekurangnya mencirikan tiga bentuk masyarakat, (1) masyarakat tradisional, (2)
masyarakat transisional, dan (3) masyarakat modern. Pada masa sebelum terjadinya
berbagai krisis yang menimpa masyarakat Indonesia, tidak sedikit orang Indonesia
yang menyatakan bahwa secara umum masyarakatnya telah modern, hal ini terlihat
dengan banyaknya intelektual dikalangan masyarakat yang menyatakan bahwa
pendidikan tringgi bukan lagi barang asing untuk masyarakat Indonesia, sarana dan
prasarana yang memadai untuk kehidupan orang modern, juga tingkat hidup yang
mencirikan orang modern menurut Inkeles dalam (Weiner :189).
Daerah yang sudah keluar dari ketertinggalan dapat disebut sebagai manusia
yang modern. Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya
mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia
masa kini. Masyarakat modern relatif bebas dari kekuasaan adat-istiadat lama karena
mengalami perubahan dalam perkembangan zaman dewasa ini. Perubahan-Perubahan
itu terjadi sebagai akibat masuknya pengaruh kebudayaan dari luar yang membawa
kemajuan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam mencapai
kemajuan itu masyarakat modern berusaha agar mereka mempunyai pendidikan yang
cukup tinggi dan berusaha agar mereka selalu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagainya (http://shindohjourney.wordpress.com/seputar-kuliah/makalah-masyarakat
modern-dan-kebudayannya/).
Daerah Tamba salah satu daerah yang masih percaya pada tempat keramat
dimana Daerah Tamba terdiri dari 2 desa yaitu Desa Tamba Dolok dan Desa
Janjimaria. Daerah Tamba adalah daerah yang berada di Kecamatan Sitio-tio
Kabupaten Samosir yang terletak di 230 30’ - 2045’ LU- 98 0 30’- 45 ‘BT ,904-2.157
meter diatas permukaan laut . Luas wilayah Desa Tamba Dolok 6.74 KM 2 dan luas
wilayah Desa janjimaria 5.95 km 2. Jarak kantor kepala Desa Tamba Dolok 12 KM ke
ibu kota kecamatan sedangkan jarak kantor kepala Desa Janjimaria 17 KM ke ibu
kota kecamatan (Badan Pusat Statistika Kabupaten Samosir).
Masyarakat Daerah Tamba pekerjaannya dominan sebagai petani adapun
yang bekerja selain petani adalah pemborong, pedagang kecil, guru PNS (Pegawai
Negeri Sipil), dan pegawai tidak tetap. Penghasilan petani pada umumnya adalah
sebagai petani kopi dan padi. Dari 66.7 ha luas lahan kopi menghasilkan 158 Ton
kopi untuk Desa Tamba Dolok, sedangkan Desa Janjimaria 70.5 Ha menghasilkan
196 ton kopi sedangkan untuk lahan padi luasnya 145 Ha menghasilkan 9 Ton untuk
desa Tamba Dolok dan 63 Ha menghasilkan 89.8 ton untuk Desa Janjimaria. Jika
dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat Daerah Tamba masih sangat kecil yang
mengeyam pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini dapat kita ketahui dari tingkat
pendidikan. Untuk Desa Tamba Dolok yang mengeyam pendidikan tingkat SD
sebanyak 286,SMP sebanyak 110 orang,SMA sebanyak 223 orang,Diploma(D3)
sebesar 5 orang dan sarjana sebanyak 22 orang, sedangkan untuk Desa Janjimaria
Berdasarkan hasil observasi yang berhubungan dengan kepercayaan
masyarakat terhadap tempat keramat, kepercayaan masyarakat Daerah Tamba
terhadap tempat keramat sudah ada sejak dulu dan sampai sekarang masih tetap
berlangsung. Kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat ini tidak hanya 1
tempat keramat saja, tetapi tempat keramat yang mereka sakralkan atau sucikan
adalah Gunung Ulu Darat, Gunung Tao Siaporas, Sumur Tamba, dan Sumur Panotari.
Daerah Tamba didominasi Suku Batak Toba dan beragama kristen,
masyarakat Daerah Tamba sudah mengenal dan memiliki agama meskipun gereja
mereka masing-masing berbeda-beda seperti HKBP, GKPI, HKI, Pentakosta, dan
Khatolik. Meskipun masyarakat di daerah ini sudah memiliki agama sebagai sumber
penyelamat hidup di dunia, namun masyarakat di daerah ini masih tetap percaya pada
tempat keramat. Tempat keramat ini adalah tempat yang mereka sakralkan dan
sucikan. Masyarakat Daerah Tamba mempercayai bahwa Tempat keramat ini adalah
sebagai sumber keselamatan hidup dimana air, pohon, dan segala sesuatu yang ada di
sumur dan gunung tersebut dapat dijadikan sebagai obat untuk menyembuhkan
berbagai penyakit, sumber keberhasilan pendidikan, sebagai tiang untuk
mengkokohkan keluarga, dan menambah rejeki buat seseorang, membantu untuk
menemukan jodoh, dan sebagainya. Namun untuk mendapatkan hal tersebut ada
banyak aturan yang harus dilakukan oleh masyarakat Daerah Tamba saat mereka
ingin berkunjung ke tempat tersebut. Aturan yang ada di masyrakat sudah
terinternalisasi oleh masyarakat dari dulu hingga sekarang. Aturan tersebut diwariskan
oleh orang tua kepada anak- anak mereka dan anak-anak mereka mematuhi aturan
tersebut.
Adapun aturan-aturan yang harus dilakukan masyarakat Daerah Tamba adalah
menyebut nama sesama teman mereka selama mereka berada di Gunung Ulu darat,
sebab barang siapa menyebut nama maka, jalan mereka akan tersesat di Gunung,
tidak boleh tertawa kuat-kuat karena mulut mereka bisa sumbing, bagi pendaki
gunung yang pertama sekali tiba di puncak gunung dan mendapat Jeruk Purut didalam
cawan maka akan mendapat rejeki yang melimpah. Setiap orang yang sudah pernah
mendaki gunung tersebut jumlahnya harus terhitung ganjil, tidak boleh genap sebab
mereka akan susah mendapat jodoh.
Aturan yang harus dilakukan saat mendaki Gunung Ulu Darat hampir sama
dengan aturan pada Gunung Tao Siaporas. Perbedaannya adalah pendaki gunung ke
Tao Siaporas tidak boleh membahas atau bercerita tentang alat-alat pertanian seperti
cangkul, pisau, dan sebagainya karena mereka bisa masuk ke dalam jurang dan akan
meninggal, jika danau yang ada di Gunung Tao Siaporas itu kotor maka rejeki mereka
tidak bagus, jika mereka melihat ada bebek di danau tersebut maka akan mendapat
rejeki yang melimpah dan jika sobuan (kulit padi) ada keluar dari danau tersebut
maka nyawa pendaki gunung akan berakhir di gunung tersebut.
Selain aturan yang harus dilakukan dikedua gunung tersebut, di Sumur Tamba
dan Sumur Panotari juga ada berbagai peraturan yang harus dilakukan oleh
pengunjung. Aturan di Sumur Tamba yaitu jika para pengunjung ingin mengambil air
dari sumur, maka para pengunjung cukup hanya mengucapkan sepatah dua kata pada
sumur sebagai rasa penghormatan bagi para penghuni sumur dan apabila para
pengunjung ingin menyembuhkan penyakit dan ingin memperoleh keselamatan hidup
maka para pengunjung harus membuat sesajen mereka berupa napuran (daun sirih),
ikan-ikan yang ada di sumur yang berada di bawah pohon juga tidak boleh diambil
oleh para pengunjung karena ikan tersebut akan membawa kesengsaraan bagi para
pengunjung. Aturan ini bila dilanggar ada sanskinya, tetapi sanski tersebut lebih
berwujud abstrak dan sulit dibuktikan. Sanski yang berwujud abstrak tersebut adalah
setiap orang yang melanggar aturan berlaku maka, mereka akan hidup menderita dan
bahkan mereka bisa mati.
Melihat kondisi yang seperti ini maka penulis tertarik menjadikan Daerah
Tamba sebagai lokasi penelitian skripsi yaitu tentang “Kepercayaan Masyarakat
Terhadap Tempat Keramat”. Studi kasus di Daerah Tamba Kecamatan Sitio-tio
Kabupaten Samosir. Penelitian tentang kepercayaan terhadap tempat keramat
sebenarnya sudah pernah dilakukan di Kecamatan Binjai Timurr. Namun, dalam
penelitian ini penulis tidak akan membahas bagaimana kepercayaan mereka terhadap
tempat keramat tersebut. Dalam penelitian ini peneliti ingin lebih mendalami makna
kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat dan peran masyarakat
mempertahankan kepercayaan terhadap tempat keramat.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latarbelakang diatas maka rumusan masalah yang akan diteliti
dalam penelitian ini adalah
1. Apakah makna kepercayaaan masyarakat terhadap tempat keramat
sehingga masyarakat mempercayai tempat keramat sampai saat ini ?
2. Bagaimana peran masyarakat mempertahankan kepercayaan terhadap
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka adapun yang menjadi tujuan yang
dapat diharapakan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui makna kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat.
2. Untuk mengetahui bagaimana peran masyarakat mempertahankan
kepercayaan terhadap tempat keramat tersebut.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Setiap penelitian mampu memberikan manfaat, baik itu untuk diri sendiri,
orang lain maupun ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diharapkan dalam
penelitian ini adalah:
1.4.1. Manfaat teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam
meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada
umumnya dan sosiologi agama pada khususnya terutama kajian
mengenai kepercayaan terhadap tempat keramat.
2. Sebagai bahan rujukan pada penelitian selanjutnya yang memiliki
keterkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
1.4.2. Manfaat praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis
dalam menulis karya ilmiah khususnya yang berkaitan dengan
masyarakat luas dan masyarakat Daerah Tamba itu sendiri tentang
kepercayaan terhadap tempat keramat.
1.5. DEFENISI KONSEP
Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah
1. Kepercayaan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa
sukup menegatahui dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai
kebenaran.
2. Masyarakat adalah sekumpulan orang yang berinteraksi satu sama lain
menurut suatu sistem adat tertentu yang bersifat berkelanjutan dan yang terikat
oleh suatu rasa identitas bersama kemudian munculah masyarakat yang hidup
bersama di Daerah Tamba.
3. Tempat keramat adalah tempat atau sesuatu yang disucikan yang digunakan
untuk mengadakan sesuatu yang dianggap dapat menyembuhkan penyakit dan
memberi keselamatan.
4. Agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem sosial dalam diri
orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu (benda-benda suci) dan
berfungsi agar dirinya dan masyarakat mendapat keselamatan. Sistem sosial
yang dibuat dan dipraktekkan masyarakat (pendiri atau pengajar utama agama)
untuk berbakti dan menyembah Ilahi.
5. Nilai adalah suatu hal yang dianggap baik atau buruk bagi kehidupan. Hal
tersebut menjadi pedoman bagi kehidupan masyarakat yang disepakati dan
tertanam dalam suatu masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan,
dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa
yang akan terjadi atau sedang terjadi
6. Norma adalah Suatu perangkat yang mengatur masyarakat agar bertingkah
laku dalam suatu komunitas berdasarkan aturan yang berlaku dalam
masyarakat.
7. Mitos adalah bentuk pengungkapan intelektual yang primordial dari berbagai
sikap dan kepercayaan keagamaan. Mitos telah dianggap sebagai “ filsafat
primitif ”, bentuk pengungkapan primitif yang paling sederhana, serangkaian
usaha untuk memahami dunia, untuk menjelaskan kehidupan dan kematian,
takdir dan hakikat, dewa-dewa dan ibadah ( Irwan :2008).
8. Makna adalah hal-hal yang dipandang penting, dirasakan berharga, dan
diyakini sebagai sesuatu yang benar serta dapat dijadikan tujuan hidupnya
9. Menurut Winkel (1991:200) “proses belajar sosial adalah suatu aktivitas
psikis atau mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan,
yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan, pemahaman,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tahap Pengembangan Masyarakat
Masyarakat senantiasa akan mengalami perubahan dikarenakan masyarakat
adalah mahluk yang tidak statis melainkan selalu berubah secara dinamis. Perubahan
ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika
perubahan masyarakat berhenti maka berhenti pula kehidupan. Masyarakat yang mau
menerima perubahan adalah masyarakat yang mau berkembang hidupnya artinya
manusia tidak ingin berada pada suatu titik saja. Mengubah pola pikir seseorang atau
kelompok dapat mengubah kehidupan manusia. Dalam hal perkembangan manusia,
masyarakat tidak akan bisa berkembang apabila masyarakat tidak mengubah pola
pikir mereka. Perkembangan masyarakat bersifat gradual atau bertahap, berjalan
langkah demi langkah. Menurut Comte dalam Maliki (2012 : 60) bahwa
perkembangan manusia berlangsung dalam 3 tahap diantaranya adalah teologis,
metafisik,dan positivis.
2.1.1. Tahap Metafisik
Menurut Comte dalam Maliki (2012 : 62) bahwa dalam tahap ini masyarakat
percaya pada kekuatan abstrak dan bukan pada kekuatan yang meniru gambaran
Tuhan (Personifikasi) sebagai sumber kekuatan atau realitas sosial. Dalam tahap ini
bahwa sumber kekuatan dunia ini bersumber dari hasil spekulasi manusia dengan
menggunakan akal budi yang mereka miliki, sehingga diperoleh pengertian-
pengertian metafisis. Prinsip-prinsip tentang realitas, fenomena, dan berbagai
peristiwa dicari dari alam itu sendiri. Tahap ini sebenarnya disebut tahap transisi,
bisa berspekulasi atau berfikir abstraksi. Masyarakat dalam tahap ini belum bisa
membuktikan (berfikir empiris) tentang apa yang mereka pikirkan. Dalam tahap ini
kepercayaan kepada hal-hal yang bersifat abstrak dan spekulasi masih berkembang
dalam kehidupan sehari-hari dikalangan sebagian besar masyarakat. Kepercayaan
pada hal-hal yang bersifat spekulatif ini berkembang pada negara-negara yang belum
modern, sebab mereka hanya memiliki akal budi untuk menyatakan suatu realitas
sosial yang terjadi dan tidak memiliki kemampuan mencari suatu kebenaran.
2.2. Tindakan Sosial
Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang
didasarkan pada perhitungan cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan. Menurut
Weber dalam Santosa (2011: 212) bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi
sosial. Sesuatu yang tidak dikatakan tindakan sosial jika individu tersebut tidak
mempunyai tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Dilain pihak Weber dalam
Sunarto (2000 : 14) menyatakan bahwa suatu tindakan dapat dikatakan tindakan
sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang
lain dan berorientasi pada perilaku orang lain.
Weber dalam Idianto (2002 :35) menyatakan bahwa tindakan sosial dibagi
kedalam empat tindakan yaitu tindakan rasional instrumental, tindakan rasional
2.2.1. Tindakan Tradisional
Menurut Weber dalam Sunarto (2000 : 16) tindakan ini merupakan tindakan
yang tidak rasional. Seseorang melakukan tindakan hanya karena kebiasaan yang
berlaku didalam masyarakat tanpa menyadari alasannya atau membuat perencanaan
terlebih dahulu mengenai tujuan dan cara yang akan digunakan.
2.3. Kearifan Lokal
Dalam jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Badan
Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata Republik Indonesia ( 2011) menyatakan bahwa Kearifan lokal adalah
sesuatu yang berkaitan dengan tradisi dan menggambarkan cara-cara hidup
masyarakat tertentu yang memiliki nilai-nilai tradisi atau ciri-ciri lokalitas yang
mempunyai daya guna untuk mencapai harapan atau nilai-nilai yang diinginkan oleh
masyarakat yaitu kebahagian dan kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal ini salah
satu bentuk kearifan yang dilakukan oleh manusia untuk menjaga lingkungannya
disuatu tempat atau daerah. Kearifan lokal ini tidak hanya diketahui, tetapi kearifan
lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan, dan diwariskan dari generasi kegenerasi
sekaligus untuk membentuk perilaku terhadap sesama manusia, alam, maupun gaib.
Kearifan lokal dapat dikatakan sebuah religi (kepercayaan) dimana masyarakat
tidak hanya berhenti pada etika yang ada, tetapi masyarakat harus melaksanakan norma
yang berlaku dalam konteks kehidupan sehari- hari. Kearifan lokal sebagai sebuah
strategi masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan supaya terjadi
keseimbangan ekologis dari bencana dan keteledoran manusia. Kearifan lokal
terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis
terus-menerus dijadikan pegangan hidup meskipun bernilai lokal, tetapi nilai yang
terkandung didalamnya dianggap sangat universal
Menurut Haba dalam (Irwan Abdullah, 2008) kearifan lokal merupakan bagian
dari kontruksi budaya. Kearifan lokal Ini merupakan kekayaan budaya yang tumbuh
dan berkembang dalam sebuah masyarakat dikenal, dipercayai, dan diakui sebagai
elemen-elemen penting yang mampu menguatkan kohesi sosial diantara warga
masyarakat. Kearifan lokal memiliki 6 fungsi yang dapat digunakan sebagai alat ketika
masyarakat mengalami masalah antara lain :
1. Sebagai alat untuk menunjukkan identitas suatu masyarakat atau
komunitas masyarakat.
2. Sebagai perekat (aspek kohesi) lintas warga, lintas agama, Dan
kepercayaan.
3. Kearifan lokal tidak bersifat memaksa atau dari atas (top down), tetapi
sebuah unsur kultural yang ada dalam hidup masyarakat.
4. Kearifan lokal memberikan warna kebersamaan bagi sebuah komunitas.
5. Kearifan lokal akan mngubah pola pikir masyarakat baik individu maupun
kelompok sesuai dengan budaya yang mereka miliki.
6. Kerifan lokal berfungsi mendorong terbentuknya kebersamaan,
penghargaan (apresiasi), solidaritas komunal, dan komunitas yang
terintegrasi.
Hal ini dapat diartikan bahwa pentingnya pendekatan yang berbasis nilai- nilai
atau kearifan lokal, dimana sumber-sumber budaya dapat dijadikan sebagai alat untuk
hukum. Agama dan kearifan lokal menunjukkan bagaimana nilai-nilai dan kearifan
lokal berfungsi sebagai pendekatan baru dalam studi agama. Kearifan lokal juga
dinilai mampu mempertegas fungsi identitas teologis suatu kepercayaan agama
tertentu.
2.4. Nilai Dan Norma Budaya
2.4.1. Nilai
Nilai adalah sesuatu yang abstrak yang mempunyai harga, mutu penting, dan
berguna bagi seseorang atau kelompok sehingga, dijadikan oleh seseorang atau
kelompok sebagai pedoman serta prinsip-prinsip mereka dalam bertindak dalam
kehidupan sehari- hari. Menurut Koenjaranigrat (1987:85) bahwa nilai budaya terdiri
dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang
ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh
karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam
menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat, dan tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia.
a. Nilai tradisional
Menurut Swarsono (1989 : 50) bahwa negara dunia ketiga memiliki sistem nilai
yang heterogen. Di Negara Dunia Ketiga dapat dijumpai nilai tradisional kebesaran
yang memiliki para elit masyarakatnya dan sekaligus juga nilai tradisional
kebanyakan dimiliki oleh masyarakat banyak. Lebih dari itu masyarakat Dunia Ketiga
tidak hanya memiliki berbagai sistem nilai dan budaya yang amat bervariasi, tetapi
lebih dari itu, sistem budaya mereka penuh dengan konflik dan ketidakstabilan yang
Dalam masyarakat tradisional juga terdapat nilai-nilai modern. Disaat yang
sama juga menekankan pentingnya kebutuhan berprestasi. Dilain pihak, nilai-nilai
tradisional juga dijumpai dan hadir dengan tegar ditengah-tengah masyarakat modern.
Nilai-nilai khusus seperti usia, suku, jenis kelamin, tidak mungkin dapat dihilangkan
sama sekali. Oleh karena itu, nilai tradisional dan nilai modern akan selalu hidup
berdampingan. Nilai-nilai tradisional memang masih akan selalu hadir ditengah
modernisasi yang terkadang nilai-nilai tradisional sangat membantu dalam upaya
modernisasi. Menurut Swarsono dalam (1989 : 51) seperti yang dijelaskan dalam
teori kelambatan budaya (Cultur lag theory) bahwa nilai tradisional akan masih tetap
hidup untuk menjaga waktu yang panjang sekalipun faktor dan situasi awal yang
menumbuhkan nilai tradisional itu telah tiada. Kaitan antara nilai tradisional dan nilai
modernisasi tidak hanya merupakan kaitan sepihak. Disatu sisi modernisasi
mempengaruhi hilangnya sebagian nilai-nilai tradisional, tetapi disisi lain nilai-nilai
tradisional juga mempengaruhi modernisasi dan terbentuknya nilai -nilai modern.s
2.4.2. Norma
Dalam organisasi masyarakat terdapat nilai, norma, dan pranata sosial. Norma
ini yang mengatur anggota masyarakat untuk bertingkah laku yang kesemuanya
berinteraksi dalam kehidupan masyarakat. Menurut Summer dalam Soekanto (1983:
167) bahwa dorongan-dorongan dasar yang ada pada seseorang menimbulkan
urut-urutan perilaku yang menjadi norma-norma yang melembaga di dalam suatu
kelompok. Kebanyakan perilaku dibentuk oleh sistem normatif tersebut walaupun
demikian, norma-norma berasal dari dorongan-dorongan dasar atau kebutuhan-
anggotanya mengetahui sekaligus menyetujuinya karena tidak mungkin semua orang
akan begitu saja berperilaku sesuai denga nilai dan norma yang berlaku. Kenyataan
inilah yang menyebabkan ketidaksetaraan atau konflik ditengah masyarakat. Hakikat
manusia sebagai individu dan mahluk sosial dalam banyak hal akan mendatangkan
ketidakselarasan apabila tidak diatur dan diarahkan sebagaimana mestinya.
Nilai dan norma saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, norma
mengandung sanksi yang relatif tegas memaksa seseorang untuk bertindak sesuai
dengan aturan yang berlaku. Menurut Basrowi ( 2005 : 88) secara sosiologis ada
empat bagian- bagian norma sosial untuk membedakan kekuatan dari masing- masing
norma yaitu Cara (Usage), Kebiasaan (Folkways), Tata kelakuan (Mores), Adat-
istiadat (Custom).
a. Norma kebiasaan
Menurut Idianto (2004 : 112) norma kebiasaan merupakan suatu bentuk
perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama yang
dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan yang jelas, yang dianggap baik dan
benar. Kebiasaan mempunyai daya pengikat yang lebih kuat dibanding cara. Jika
orang lain setuju atau menyukai perbuatan tertentu yang dilakukan seseorang maka,
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.
Studi kasus sebagai kajian yang rinci atas suatu latar atau peristiwa tertentu. Studi
kasus (case study) merupakan penelitian yang penelaahaannya kepada suatu kasus
dilakukan secara intensif, mendalam, dan mendetail. Tujuan penelitian ini adalah
untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang sifat-sifat serta
karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu yang kemudian dari
sifat-sifat kasus diatas dapat dijadikan suatu hal yang bersifat-sifat umum (Sanafiah Failsal,
2007 : 22). Pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang dapat
menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang dapat diamati (Moleong, 2006).
Dengan demikian peneliti akan memperoleh data atau informasi lebih mendalam
mengenai kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat.
3.2. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Daerah Tamba Kecamatan Sitio- tio Kabupaten
Samosir Sumatera Utara. Alasan peneliti memilih judul ini adalah karena :
1. Peneliti cukup mengetahui daerah lokasi penelitian dan mengenal
masyarakatnya sehingga memudahkan si peneliti dalam mengambil data
karena kemudahan mengambil data adalah hal yang terpenting dan
signifikan dalam sebuah penelitian.
2. Peneliti melihat bahwa masyarakat masih memiliki kepercayaan primitif
3.3. Unit Analisis Data dan Informan
3.3.1. Unit Analisis
Unit analisis data adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek
penelitian (Arikanto, 1999:132). Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian
ini adalah semua anggota masyarakat yang tinggal di Daerah Tamba.
3.3.2. Informan
Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh
pewawancara. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
a. Informan Kunci
1. 2 orang tokoh agama, 2 orang tokoh masyarakat, 2 orang tokoh
pendidikan
2. Kepala Desa
3. Mahasiswa yang mempercayai tempat keramat.
b. Informan biasa
1. Orang yang berada di luar Daerah Tamba tetapi pernah dan
mengetahui tempat keramat tersebut.
3.4. Teknik pengumpulan data
Untuk mendapat data yang akurat maka teknik pengumpulan data yang dilakukan
adalah
1. Data primer
Untuk mengetahui data primer dalam penelitian ini maka, dilakukan dengan
cara penelitian lapangan yaitu :
a. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti atau kolaborator
terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat, mendengarkan, merasakan, yang
kemudian dicatat seobjektif mungkin (Gulo, 2002: 119). Observasi adalah
kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca
indera mata serta dibantu oleh panca indera lainnya.
b. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam adalah dimana proses tanya jawab yang secara
langsung ditujukan kepada informan dilokasi penelitian dengan menggunakan
pedoman atau panduan wawancara serta menggunakan alat bantu perekam tape
recorder atau jika memang dibutuhkan.
Wawancara adalah salah satu alat untuk mendapatkan informasi. Dalam hal ini
peneliti sebagai interviewer guide dan jenis pertanyaan yang akan dipertanyakan
bersifat terbuka dan peneliti yang bertindak sebagai interview guide akan menuliskan
pertanyaan terlebih dahulu sesuai dengan topik penelitian. Peneliti akan mendatangi
waktu yang tepat untuk mendatangi informan. Waktu penelitian yang akan dilakukan
adalah malam hari karena pada waktu pagi sampai sore informan bekerja diladang dan
dikebun.
2. Data sekunder
Teknik pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan
melalui studi kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung data yang diperoleh dari
buku-buku ilmiah, tulisan ilmiah, koran, bahan dari website, dan jurnal penelitian
yang berkaitan dengan topik penelitian yang dianggap relevan dan keabsahan dengan
3.5. Interpretasi data
Sesuai dengan disain penelitian yang telah saya tetapkan maka interpretasi
data dengan menggunakan analisa kualitatif. Oleh sebab itu proses interpreatsi data
diawali ketika setiap data diperoleh kemudian data-data dievaluasi serta dianalisis
secara simultan dengan proses pengambilan data (on going analisis) yang
dimaksudkan untuk memastikan objektivitas dan kesesuaian dengan masalah yang
sedang diteliti.
Data yang dianalisis lalu diinterpretasikan selanjutnya dievaluasi serta
dianalisis dengan mengacu pada konsep di lapangan. Konsep-konsep yang menjadi
temuan dilapangan kemudian dicari relevansinya melalui studi kepustakaan ataupun
melalui internet sehingga akhirnya data yang telah diperoleh dapat disimpulkan dan
disusun menjadi laporan peneliti.
3.6. Jadwal Kegiatan
No Kegiatan
Bulan Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra proposal √
2 ACC Judul √
3 Penyusunan proposal penelitian √ √
4 Seminar proposal penelitian √
5 Revisi proposal penelitian √
6 Penelitian kelapangan √ √ √
7 Pengumpulan dana dan analisis data √ √ √
8 Bimbingan skripsi √ √
9 Penulisan laporan akhir √
3.7. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah mencakup kemampuan dan
pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Dalam penelitian ini juga
terdapat kelemahan dalam melakukan wawancara mendalam. Kendala lain yang
menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah masalah waktu saat melakukan
wawancara dengan informan. Hal ini disebabkan aktivitas informan yang tidak
memiliki jadwal yang pasti sehingga, saat peneliti akan mewawancarai informan
seringkali tidak tepat waktunya bagi informan. Informan dari pukul 07.00 bekerja di
ladang hingga pukul 18.00. Jadi, peneliti mewawancarai informan pada malam hari
terkadang informan sudah tidur saat peneliti mendatangi rumah informan.
Keterbatasan lainnya dalam penelitian ini adalah kurangnya pengalaman
peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Hal ini mengakibatkan peneliti
mengalami kesulitan dalam melakukan deskripsi data maupun menginterpretasi
data-data yang diperoleh. Selain itu refrensi buku maupun jurnal yang dikuasai peneliti pun
sedikit. Walaupun demikian peneliti tetap berusaha dalam melakukan penelitian ini
dengan maksimal agar data yang diperoleh menjawab permasalahan dalam penelitian
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI DAN PROFIL INFORMAN
4.1. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1.1 Sejarah singkat Daerah Tamba
Daerah Tamba Kecamatan Sitio- tio Kabupaten Samosir dalam catatan sejarah
didirikan oleh Raja Tamba Tua anak dari oppung (Kakek) Bolas. Raja Tamba Tua
lahir bukan di Daerah Tamba, tetapi dia dilahirkan di Pangururan Pulo Samosir. Sejak
kecil Raja Tamba Tua tinggal di Pangururan, setelah mulai remaja dia berkeinginan
untuk keluar dari Pangururan mencari tempat yang sesuai dengan apa yang raja
inginkan. Raja Tamba Tua mulai melangkahkan kakinya dari Daerah Pangururan ke
Daerah Pintu Batu dan disana dia bertempat tinggal. Menurut Raja Tamba Tua tempat
tersebut kurang sesuai untuk dijadikan tempat tinggal dan akhirnya Raja Tamba Tua
mencari daerah yang sesuai untuk dijadikan tempat tinggal, untuk itu raja tersebut
pindah dari Pintu Batu dia pergi menyebrang ke Daerah Sihotang tepatnya
bersebrangan dengan Daerah Pintu Batu dengan menggunakan solu (Sampan).
Raja Tamba Tua tiba di Daerah Sihotang dimana, di Daerah Sihotang terdapat
gunung tinggi, Raja Tamba Tua memiliki rasa ingin tau yang cukup tinggi. Saat dia
melihat ada gunung beliau berkeinginan untuk menaiki gunung tersebut, hingga
beliau menaikinya sampai ke puncak gunung. Setelah tiba di puncak gunung, raja
melihat ke bawah kaki gunung terdapat lahan kosong yang luas, dimana lahan ini
hanya ada pepohonan dan daun-daunan yang masih tumbuh hijau. Raja turun ke
bawah lalu menemukan sebuah sumur yang airnya sangat jernih. Sumur ini yang
Raja Tamba Tua sangat senang saat menemukan air tersebut dan raja ini
berkeinginan untuk bertempat tinggal di daerah ini. Lahan yang kosong tersebut
dijadikan sebagai tempat tinggal dan sebagai sumber mata pencaharian raja. Raja
memberikan nama daerah tersebut Daerah Tamba sesuai dengan marganya yaitu
Marga Tamba dengan alasan Raja Tamba Tua yang pertama sekali menemukan atau
tinggal di daerah ini. Daerah Tamba disebut dengan nama Negeri Tamba karena di
daerah inilah daerah yang menurut raja yang cocok sebagai tempat untuk melanjutkan
hidupnya sehingga disebut negeri.
Raja kemudian menikah dengan perempuan yang sangat cantik yaitu Boru
Malau, kemudian mereka marpinompar (beranak cucu) di negeri ini. Mereka
meninggal setelah beranak cucu kemudian keturunannya mengukir patung Raja
Tamba Tua bersama istri raja yaitu Boru Malau. Patung ini diukir di depannya ada
babiat (harimau). Patung ini diukir dengan tujuan supaya ada sejarah untuk generasi
selanjutnya (keturunan) raja, bahwa Raja Tamba Tualah yang pertama sekali
menjadikan daerah ini sebagai tempat tinggal atau perkampungan. Daerah
pembangunan patung ini disebut Daerah si babiat (Harimau). Kemudian keturunan
Raja Tamba semakin banyak hingga generasi sekarang. Melihat semakin banyaknya
generasi dari Raja Tamba Tua kemudian Daerah Tamba ini dibagi menjadi 2 desa,
masing-masing desa terbagi menjadi beberapa dusun. Daerah ini yaitu Desa
Janjimaria dan Desa Pagar Batu atau sekarang disebut Desa Tamba Dolok.
Demikianlah sejarah terbentuknya Daerah Tamba atau disebut Negeri Tamba.
4.1.2. Sejarah Tempat Keramat
a. Gunung Ulu Darat
Gunung Ulu Darat dianggap keramat karena di tempat ini tinggal Boru Sarodi
serta suaminya dimana, Suaminya adalah seorang dukun. Mereka bertempat tinggal di
Gunung Ulu Darat karena suaminya mengajak boru Sarodi tinggal di gunung. Dukun
ini sangat sakti, karena kesaktiannya siapapun yang dipinang maka perempuan
tersebut haruslah menikah dengannya. Akhirnya Boru Sarodi dipinang dukun dari
Daerah Samosir. Mereka tinggal di Gunung Ulu Darat hingga beberapa tahun
kemudian mereka meninggal. Menurut masyarakat bahwa Boru Sarodi dan Dukun
sudah menjadi hantu, dan arwah mereka memiliki kekuatan. Siapapun yang pergi ke
Gunung Ulu Darat mereka harus meminta izin dengan cara berdoa di gunung tersebut
atau bagi siapa yang ingin meminta kekuatan mereka harus bertapa untuk meminta
kekuatan dari hantu tersebut karena hantu itu dianggap sakti oleh masyarakat. Dua
tahun yang lalu (2012) di Gunung Ulu Darat dibangun sebuah rumah bertingkat
berbentuk seperti rumah Batak Toba. Tujuan pembanguan rumah ini adalah sebagai
tempat penyembahan kepada roh-roh para leluhur. ( Hasil wawancara dengan Pak
J.Tamba).
b. Gunung Tao Siaporas
Gunung Tao Siaporas bentuknya seperti kuali, dimana di gunung Tao Siaporas
ada danau yang sama persis dengan Danau Toba. Menurut sejarah bahwa di dalam
Tao Siaporas ada rumah batak sebagai tempat para nenek moyang terdahulu.
Kedalaman dan luas dari danau ini belum ada yang ketahui sampai sekarang hal ini
dikarenakan adanya ketakutan jiwa dari seseorang untuk menyelam ke danau tersebut.
terjadi peristiwa menakutkan, saat itu ada beberapa orang yang sedang menaiki
gunung ini, saat itu ada salah seorang dari mereka sembarangan berbicara dan
bersikap tidak sopan kemudian danau itu berputar, suasana hutan sangat gelap seperti
hujan akan turun. Saat itu orang yang sembarangan berbicara tersebut tiba-tiba
menghilang. Orang yang hilang akan kembali setelah setengah hari kemudian.
Kejadian ini meyakinkan setiap orang bahwa tempat tersebut memiliki kekuatan.
(Hasil wawancara dengan Pak J.U Tamba)
c. Mual Tamba (Sumur Tamba)
Sumur ini dipercaya sebagai sumber keselamatan karena pada zaman dahulu
orang tua sering singgah di sumur tersebut. Dulunya air ini hanya sumber air yang
sangat kecil yang keluar dari kaki gunung tersebut, seiring berjalannya waktu
masyarakat selalu singgah ke sumur ini saat mereka merasa lelah datang dari
perjalanan. Masyarakat menganggap bahwa sumur ini sangat bernilai bagi mereka
hingga mereka menganggapnya sakral. Sumur ini dapat menyembuhkan penyakit, hal
ini terbukti dengan suatu peristiwa yang sangat menakjubkan. Pada saat itu ada orang
yang sedang sakit datang dari perjalanan, maka mereka diberi minum air sumur dan
mencuci muka orang sakit, saat itu penyakitnya bisa sembuh setelah sehari dari sumur
tersebut. Untuk itu hingga saat ini masyarakat selalu menganggap sumur itu sangat
sakral karena mereka menganggap sumur ini dapat membebaskan mereka dari
masalah mereka yaitu masalah sosial dan kesehatan. ( Hasil wawancara dengan pak
d. Mual Boru Panotari (Sumur Boru Panotari)
Suatu ketika seorang perempuan dipaksa menikah dengan paribannya atau
anak saudara perempuan ayahnya. Perempuan ini tidak suka dengan paribannya dan
akhirnya dia melawan orang tuanya atau tidak mau mengikuti perintah orang tuanya.
Orang tua perempuan sangat kecewa dengan sikap anaknya, akhirnya dia dibawa ke
kaki gunung dimana disana ada air, disana anak perempuannya dirantai oleh
masyarakat dan kemudian ditinggalkan. Saat itu hujan sangat deras, saat itu dari tubuh
perempuan tersebut tumbuh pohon dari tubuhnya dan akhirnya perempuan tersebut
menjadi pohon dan dari pohon ini keluar air . Masyarakat terkejut dengan kejadian ini
karena dari tubuh manusia bisa tumbuh pohon dan mengeluarkan air. Masyarakat
mempercayai adanya keajaiban dari pohon tersebut, mengambil airnya yang dapat
menyembuhkan penyakit. Selain dapat menyembuhkan penyakit air ini juga dapat
membantu menyelesaikan berbagai permasalahan hidup lainnya. Demikianlah hingga
saat ini air itu dipercayai sabagai sumber keselamatan bagi masyarakat ketika
mengambil air tersebut untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. (Hasil
wawancara dengan Pak J. Tamba).
4.1.2. Letak Geografis Daerah Tamba
Suatu daerah memiliki letak geografis sebagai faktor yang menentukan
perkembangan sosial ekonomi maupun budaya suatu daerah. Daerah Tamba
merupakan salah satu daerah yang terdiri dari 2 desa yaitu Desa Tamba Dolok dan
Desa Janjimaria yang terdapat di Kecamatan Sitio-tio Kabupaten Samosir. Kecamatan
Sitio-tio terletak di 230 30’ - 2045’ LU- 98 0 30’- 45 ‘BT ,904-2.157 meter diatas
permukaan laut dengan luas wilayah Desa Tamba Dolok 6.74 km2 dan luas wilayah
kecamatan lain dan kabupaten lain. Untuk mencapai Daerah Tamba jarak yang
ditempuh adalah 22 km dari ibu kota kabupaten dimana Desa Tamba Dolok 12 km
dari ibu kota kecamatan dan Desa Janjimaria 17 km dari ibu kota kecamatan
menggunakan sepeda motor, boat, kapal dan jalan kaki.
Daerah Tamba masuk dalam wilayah Kecamatan Sitio-tio Kabupaten Samosir
dengan batas- batas sebagai berikut
a. Sebelah utara : Kabupaten Tapunuli Utara
b. Sebelah selatan : Kecamatan Harian
c. Sebelah Timur : Kabupaten Humbang Hasundutan
d. Sebelah Barat : Kabupaten Sitio-tio
4.1.3. Penduduk
Daerah Tamba berdasarkan data kependudukan tahun 2012 memiliki 381
Kepala Keluarga (KK). Jumlah penduduk yang terdata adalah 1553 orang, terdiri dari
774 orang laki-laki dan 779 orang perempuan. Hal ini dapat kita ketahui bahwa dari
1553 jumlah penduduk Daerah Tamba bahwa jumlah perempuan lebih banyak
daripada jumlah laki-laki dimana, di Daerah Tamba terdiri dari 2 desa, perincian
jumlah penduduk di 2 desa tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Komposisi Penduduk Daerah Tamba Berdasarkan Jumlah
Penduduk, Tempat Tinggal, dan Jenis Kelamin
Desa Jumlah KK L P Jumlah
Tamba Dolok 236 451 457 908
Janjimaria 145 323 322 645
Jumlah 381 774 779 1553
Sumber : Kantor Camat Kecamatan Sitio-tio
penduduk terkecil terdapat pada Desa Janjimaria sekitar 645 jiwa. Jumlah penduduk
di Desa Tamba Dolok, laki-laki lebih kecil dibanding dengan jumlah penduduk
perempuan, sedangkan di Desa Janjimaria jumlah penduduk laki-laki lebih besar
dibanding dengan jumlah penduduk perempuan.
Komposisi penduduk Daerah Tamba dapat dibagi berdasarkan beberapa aspek
sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi Penduduk Berdasarkan pekerjaan.
No Jenis Mata Pencaharian
Jumlah
Persen (%)
1 Petani 943 94.20
2 Pemborong 1 0.09
3 Wiraswasta 10 0.99
4 Pedagang kopi 11 1.09
5 PNS 17 1.69
6 Pegawai tidak tetap 16 1.59
7 Pedagang Eceran 3 0.29
Jumlah 1001 100 %
Sumber : Data kependudukan Daerah Tamba tahun 2012
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
masyarakat Daerah Tamba adalah mata pencaharian sebagai petani sedangkan
sebagian lainnya adalah mata pencaharian sebagai pemborong, wiraswasta, pedagang
4.1.3.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan sumber penghasilan petani
Tabel 3. Komposisi penduduk berdasarkan sumber penghasilan Petani
kopi dan padi.
Sumber : Data kependudukan Daerah Tamba tahun 2012.
Dari Tabel diatas dapat kita lihat bahwa Daerah Tamba Memiliki luas lahan
padi 208 Ha dan Kopi 137.2 Ha sedangkan untuk produksi dari lahan tersebut adalah
898.8 ton padi dan 354 ton. Dapat kita simpulkan bahwa penghasilan Daerah Tamba
lebih banyak produktivitasnya padi daripada kopi meskipun luas lahan untuk kopi
lebih luas daripada lahan padi. Hal ini disebabkan karena Daerah Tamba berada di
dataran tinggi karena semakin tinggi suatu daerah maka semakin dingin suhu udara.
Padi Tumbuh pada zona panas pada ketinggian 0-700 meter dari permukaan laut
sedangkan kopi tumbuh pada zona sedang pada ketinggian 700-1500 meter dari
permukaan laut.(http://www.anneahira.com/klasifikasi-iklim-menurut-junghuhn.htm). No Desa
Luas panen (Ha) Produksi (Ton)
Padi % Kopi % Padi % Kopi %
1 Tamba Dolok
145 69.71 66.7 48.61 9 0.09 158 44.63
2 Janjimaria 63 0.30 70.5 0.51 89.8 0.90 196 55.36
Tabel 4 . Komposisi penduduk berdasarkan sumber penghasilan
Sumber : Data kependudukan Daerah Tamba tahun 2012.
Berdasarkan Tabel diatas bahwa selain masyarakat Daerah Tamba
berpenghasilan kopi dan padi, masyarakat Daerah Tamba juga berpenghasilan dari
tanaman palawija yaitu Jagung, Ubi kayu, Ubi jalar, Kacang Tanah.
Tabel 5. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan.
Sumber : Data kependudukan Daerah Tamba tahun 2012.
No Tingkat
Pendidikan
Desa Tamba
Dolok Persen Janjimaria Persen
Berdasarkan data diatas dapat diasumsikan bahwa di Daerah Tamba masih
sedikit yang mengeyam pendidikan yang tinggi. Namun, meskipun masih sedikit yang
mengeyam pendidikan tinggi, peneliti berasumsi bahwa Daerah Tamba sudah
termasuk maju dimana ada 67 orang yang mengeyam Pendidikan Tinggi dan 296
yang mengeyam pendidikan tingkat SMA.
4.1.3.4. Komposisi penduduk berdasarkan agama
Sebagai suatu sistem kepercayaan dan keyakinan, agama sangat penting
masyarakat setempat yang memiliki peranan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Sistem norma dan nilai agama yang terdapat dalam ajaran agama ditempatkan dalam
posisi teratas dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh setiap
masyarakat.
Agama yang dianut oleh masyarakat Daerah Tamba adalah agama Kristen
yang terdiri dari Kristen Protestan dan khatolik. Kuatnya pengaruh Kristen terhadap
kehidupan masyarakat menyebabkan masyarakat taat dan tekun dalam menjalankan
perintah agama. Hal ini dapat kita lihat waktu ibadah ke gereja setiap hari minggunya
di Daerah Tamba, perayaan hari-hari besar agama seperti hari kelahiran Tuhan Yesus,
Hari pentakosta, Hari Wafatnya Tuhan Yesus dan Kenaikan Isa Almasih yang
cenderung dirayakan di gereja masing-masing masyarakat. Gereja yang terdapat di
Daerah Tamba ada 6 yang terletak di 3 di Desa Janjimaria dan 3 di Desa Tamba
Dolok. (Hasil wawancara dengan Kepala Desa Tamba Dolok oleh bapak Uluan
4.1.3.5. Komposisi penduduk berdasarkan suku bangsa.
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki ciri dan
karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Suku bangsa atau
etnis merupakan identitas dari individu atau suatu masyarakat yang merupakan
bawaan lahir meliputi gambaran sosial budaya, tradisi dan adat istiadat, nilai-nilai,
bahkan daerah kelahirannya. Satu-satunya suku bangsa yang terdapat di daerah ini
adalah Suku Batak Toba.
4.1.4. Sarana dan prasarana
4.1.4.1. Sarana Transportasi
Sarana transportasi yang paling banyak digunakan masyarakat Daerah Tamba
adalah sepeda motor selain itu, di daerah ini yang telah tersedia prasarana transportasi
yaitu jalan yang beraspal sehingga untuk mencapai daerah ini dapat ditempuh dengan
menggunakan mobil maupun sarana transportasi umum seperti bus.
Sarana transportasi yang dapat digunakan untuk mencapai desa ini dari medan
adalah menggunakan bus “ Samosir Pribumi (SAMPRI) dan Pulo samosir Nauli
(PSN)” dari terminal simpang pos Padang Bulan, Medan. Selain itu dapat pula dengan
menggunakan royal yang disebut sebagai taksi, tetapi royal ini berhenti sampai
Daerah Pangururan saja yang kemudian akan naik kapal lagi ke Daerah Tamba. Tarif
untuk jasa transportasi yaitu RP. 65.000 perorang. Ketersediaan sarana dan prasarana
ini menjadikan Daerah Tamba mudah untuk dijangkau. Hal ini penting bagi
masyarakat Daerah Tamba karena tanpa sarana dan prasarana yang baik akan
4.1.4.2. Sarana penerangan
Jaringan Listrik dan PLN sudah tersedia di Daerah Tamba sehingga semua
rumah tangga telah menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan
penerangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
4.1.4.3. Sarana pendidikan
Sarana pendidikan di Daerah Tamba belum memadai, namun di Daerah
Tamba telah tersedia 2 unit TK (Taman kanak-kanak), 3 unit SD (Sekolah Dasar), 1
unit SMP (Sekolah Menengah Pertama). Sementara untuk tingkat SMU, anak-anak
Daerah Tamba harus bersekolah ke Kecamatan Palipi dan Kecamatan Pangururan. Di
Daerah Tamba fasilitas untuk pendidikan tinggi juga belum tersedia, dimana
masyarakat harus merantau ke luar daerah samosir seperti kota medan, Jakarta,
Yogyakarta, dan sebagainya supaya mereka bisa mengenyam pendidikan yang lebih
tinggi.
4.1.4.4. Sarana Peribadatan
Sebagai sarana peribadatan, di daerah ini mereka menjalankan ibadahnya di
gereja setiap hari minggu. Dimana terdapat 6 gereja yakni gereja HKBP 3 unit, GKPI
1 unit, Khatolik 1 unit, dan Pentakosta 1 unit.
4.1.4.5. Sarana kesehatan
Daerah Tamba memiliki sarana kesehatan, meskipun jumlah tidak banyak.
Untuk fasilitas kesehatan, Daerah Tamba memiliki 3 Puskesmas, serta 3 orang Bidan
4.1.4.6. Sarana Rekreasi
Daerah Tamba memiliki pemandangan alam yang sangat menarik, memiliki
air terjun yang tinggi dan sangat indah. Sebenarnya Daerah Tamba belum dijadikan
sebagai daerah wisata, tetapi daerah ini sudah sering dikunjungi oleh orang yang
berada di luar Daerah Tamba karena daerah ini memiliki 2 gunung yang sangat tinggi
yaitu Gunung Ulu Darat dan Gunung Tao siaporas. Gunung Ulu Darat memiliki air
terjun yang sangat indah dan Gunung Tao Sia Poras memiliki Tao (Danau). Danau ini
hampir sama dengan Danau Toba namun, luas dan kedalamannya belum ada yang
mengetahuinya. Kedalaman danau ini belum ada yang mengetahui dikarenakan
kekwatiran orang untuk menyelam ke danau tersebut. Tempat ini setiap tahun pasti
dikunjungi oleh sekelompok orang untuk mengadakan rekreasi misalnya anak-anak
sekolah yang ingin mengadakan acara perpisahan satu kelas atau pemuda-pemudi
desa yang ingin rekreasi.
Selain gunung ini dikunjungi oleh Masyarakat Tamba atau sekitarnya, Daerah
ini juga sudah pernah dikunjungi oleh pendatang luar indonesia seperti Negara
Amerika Serikat dan Negara Jepang. Namun mereka tidak pernah lagi datang untuk
hari selanjutnya mengadakan kunjungan. Perjalanan menuju Gunung ini juga
menyegarkan karena kita dapat melihat hijaunya alam yaitu pepohonan,
rumput-rumputan dan menikmati udara segar, serta keramahan masyarakat membuat lebih
nyaman. Gunung ini berada di hutan dimana kita bisa melihat beberapa jenis binatang
seperti tupai, monyet, burung-burung, dan sebagainya.
Untuk masuk ke kawasan ini, kita harus berjalan kaki menaiki pegunungan
yang sangat terjal. Setelah tiba di puncak gunung tersebut kita akan memasuki area
seluruh Kabupaten Samosir. Untuk mengunjungi tempat ini pengunjung harus
melakukan perjalanan malam supaya tidak terkena panas matahari dan saat mendaki
gunung masing-masing orang harus membawa lampu penerang atau obor untuk
menerangi jalan.
4.1.4.7. Sarana Komunikasi
Saat ini sarana masyarakat Daerah Tamba untuk berkomunikasi adalah telepon
genggam. Telepon genggam dijadikan sebagai alat komunikasi dikarenakan
masuknya jaringan/ sinyal yang disediakan oleh kartu telepon atau provider. Namun
tidak semua sinyal kartu telepon berjalan lancar, yang cukup baik sinyalnya berupa
kartu Telkomsel dan XL.
Sampai saat ini internet hanya bisa digunakan melalui telepon genggam
dikarenakan warung internet (warnet) belum ada di Daerah Tamba sebagai sarana
yang dapat digunakan sebagai komunikasi lainnya.
4.1.4.8. Sarana kilang padi
Masyarakat Daerah Tamba memilki kilang padi sebanyak 5 unit dimana Desa
Tamba Dolok memiliki 3 unit dan Desa Janjimaria memilki 2 unit. Saat ini
masyarakat menggunakan kilang ini saat petani panen padi. Kilang padi ini buka
tepatnya hari selasa, kamis, dan hari minggu pada pukul 16.00 WIB. Sebelum kilang