• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplication of Near Infrared to Determine Viability of Ciherang Paddy (Oryza sativa) Seed

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplication of Near Infrared to Determine Viability of Ciherang Paddy (Oryza sativa) Seed"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI TEKNOLOGI NEAR INFRARED UNTUK

PENDUGAAN VIABILITAS BENIH PADI (

Oryza sativa

)

VARIETAS CIHERANG

JONNI FIRDAUS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aplikasi Teknologi Near Infrared

untuk Pendugaan Viabilitas Benih Padi (

Oryza sativa

) Varietas Ciherang adalah

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2013

(4)
(5)

JONNI FIRDAUS. Aplication of Near Infrared to Determine Viability of

Ciherang

Paddy (

Oryza sativa

) Seed. Supervised by ROKHANI HASBULLAH,

USMAN AHMAD, and M. RAHMAD SUHARTANTO.

Near infrared (NIR) spectroscopy in the range of 1000-2500 nm was studied for

its ability to predict the seed viability such as germability, vigor index, maximum

growth potential and the biochemistry composition such as water content, soluble

protein, and free faty acid of the ciherang paddy seed following 0, 2, 4, 6 and 8

days acclerated aging (45

o

C, RH >90%). A total of 60 sample groups consist of 40

g paddy seed per sample ware used. Fourty samples were used for calibration and

20 samples were used for validation. Artificial neural network (ANN) and partial

least squares (PLS) regression methods were used to build the prediction model.

The good model should have a low standard error of calibration (SEC), a low

standard error of performance (SEP), a high correlation coefficient, a small

difference between SEC and SEP and have ratio performance deviation (RPD)

higher than 2.5. The result showed that kind of original and pre processing spectra

influenced the value of evaluation ANN and PLS model. The structure of ANN

also influence the value of evaluation model. The best model to predict

germability was 10-5-3 ANN using standard normal variate of reflectan spectra

with RPD = 2.2359 and r validation = 0.8947, to predict vigor index was 10-5-1

ANN using 2

nd

derivative of reflectan spectra with RPD=3.6842 and r validation

0.9645, to predict maximum growth potential was 10-5-1 ANN using 2

nd

derivative of reflectan spectra with RPD=2.5572 and r validation 0.9204, to

predict water content was PLS using absorbant spectra with RPD=9.6028 and r

validation 0.9946, to predict soluble protein was 5-5-1 ANN using 2

nd

derivative

of reflectan spectra with RPD=3.9615 and r validation 0.9686, and to predict free

faty acid was 10-20-1 ANN model using 2

nd

derivative of absorbant spectra with

RPD=4.0290 and r validation 0.9688.

(6)
(7)

JONNI FIRDAUS. Aplikasi Teknologi

Near Infrared

untuk Pendugaan Viabilitas

Benih Padi (

Oryza sativa

) Varietas Ciherang. Dibimbing oleh ROKHANI

HASBULLAH, USMAN AHMAD, dan M. RAHMAD SUHARTANTO.

Benih memiliki peranan yang penting dalam peningkatan produksi padi.

Kebutuhan benih bermutu cenderung meningkat seiring dengan tuntutan

peningkatan produksi padi nasional untuk mengimbangi laju pertumbuhan

penduduk. Kebutuhan benih nasional, berdasarkan luas panen pada tahun 2011

seluas 13.204.000 ha dengan asumsi penggunaan benih 20 kg/ha, mencapai

264.080 ton (Kementan 2012). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan

upaya dari seluruh komponen sistem perbenihan agar benih dapat diperoleh petani

dengan mudah pada saat dibutuhkan.

Salah satu komponen sistem perbenihan adalah subsistem pengendalian

mutu yang berperan dalam menjamin mutu benih yang beredar di pasaran.

Parameter penting dalam menentukan mutu benih adalah kemampuan benih untuk

hidup (viabilitas benih). Indikasi viabilitas benih merupakan kinerja yang

menunjukkan bahwa benih hidup dan dapat diduga melalui daya berkecambah

benih.

Saat ini, pengujian viabilitas membutuhkan waktu yang cukup lama (5-14

hari) (SNI 01-6233.1 2003). Sementara itu, tingginya tingkat kebutuhan benih di

lapangan harus segera dipenuhi agar petani dapat menanam tepat waktu. Jika

benih bermutu tidak tersedia di pasaran saat musim tanam, maka petani akan

menggunakan benih seadanya yang memiliki mutu rendah akibatnya produksi

yang dicapai juga rendah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu cara pengujian

viabilitas benih yang lebih cepat

Salah satu alternatif metode yang dapat digunakan adalah penggunaan

gelombang

Near Infrared

(NIR). NIR dapat diaplikasikan untuk mendeteksi

bahan organik yang kaya dengan ikatan O-H (seperti air, karbohidrat, lemak),

ikatan C-H dan ikatan N-H (protein, asam amino). Sementara itu secara kimia di

dalam benih berisi cadangan makanan dan senyawa yang berpengaruh terhadap

perkecambahan benih. Pada benih viabel terdapat kandungan protein yang lebih

tinggi dari yang tidak viabel yang ditunjukkan pada panjang gelombang 1722 dan

2110 nm. Selain itu lemak juga berpengaruh terhadap perkecambahan dimana

terdapat pemisahan yang jelas antara benih yang viabel dengan yang tidak viabel

yang dapat dideteksi pada panjang gelombang 1350 nm.

(8)

Bahan yang digunakan adalah benih padi sawah varietas Ciherang yang

diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, yang dipanen

pada Februari 2012. Alat yang digunakan adalah NIR spectroscopy, komputer,

environmental chamber, alat pengecambah benih, dan timbangan digital.

Sebanyak 40 gram x 12 unit sampel (untuk setiap lama pengusangan) benih

direndam dalam 1 liter larutan

dithane

(2 g/liter) selama 15 menit lalu dibilas

sekali dengan 1 liter aquades, kemudian ditiriskan dan dikeringanginkan selama 3

jam pada ruangan ber-AC dengan suhu 25

o

C. Benih dibagi menjadi 12 unit dan

dimasukkan ke dalam kantung streamin. Selanjutnya sampel diusangkan pada

suhu 45

o

C dan RH>90% selama 0, 2, 4, 6 dan 8 hari.

Sampel yang telah diusangkan diambil data reflektannya pada panjang

gelombang 1000-2500 nm. Sampel yang telah diambil data reflektannya

kemudian dianalisa parameter kimianya berupa kadar air, protein terlarut, dan

asam lemak bebas. Kemudian benih dikecambahkan, menggunakan metode uji

kertas digulung dalam plastik, sebanyak 50 bulir dengan 3 ulangan. Pengamatan

dilakukan pada hari kelima dan ketujuh dan dihitung kecambah normal, abnormal

dan benih mati yang didasarkan pada SNI 01-6233.1 (2003). Kemudian dihitung

parameter viabilitas berupa daya berkecambah, indeks vigor, dan potensi tumbuh

maksimum.

Hasil pengukuran NIR diperoleh 180 data reflektan. Data reflektan

ditransformasi menjadi data absorban dengan persamaan log(1/Reflektan).

Selanjutnya terhadap data reflektan dan absorban dilakukan pra pengolahan data

berupa normalisasi 0-1,

standard normal variate

, turunan pertama

Savitzky-Golay

dan turunan kedua

Savitzky-Golay

.

Model jaringan saraf tiruan (JST) yang digunakan adalah

back propagation

yang terdiri dari 3 lapisan yaitu

input, hidden

dan

output

. Fungsi aktivasi yang

digunakan adalah fungsi sigmoid pada lapisan

hidden

dan fungsi identitas pada

lapisan

output. Input

jaringan berupa komponen utama dari spektra asli maupun

yang telah diberi praperlakuan. Sebelum dilakukan penentuan komponen utama,

terlebih dahulu dilakukan pembagian data spektra yaitu data kalibrasi 2/3 bagian

(120 data) dan data validasi 1/3 bagian (60 data). Analisa komponen utama (PCA)

menggunakan software SPSS Statistic 19. Variasi jumlah komponen utama yang

digunakan adalah 5, 10, 15 dan 20 komponen.

Output layer

terdiri dari 2 variasi

yaitu

single output

dan

multi output

yang merupakan kombinasi dari nilai

parameter .

Hidden layer

ditentukan dengan jumlah unit 5, 10, 15, 20. Variasi

input, hidden

dan

ouput layer

dikombinasikan menjadi 800 skenario. Setiap

skenario dilatih menggunakan

software

MATLAB R2008b. Proses pelatihan

bertujuan meminimumkan total eror, pelatihan akan berhenti bila eror pada set

validasi tidak turun lagi sebanyak 5 iterasi. Laju pelatihan yang digunakan adalah

0.01 dan koefisien momentum 0.9.

(9)

menunjukkan model yang dibangun semakin akurat.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa karakteristik spektra absorban benih

padi menunjukkan beberapa puncak gelombang yang menggambarkan komposisi

kimia dominan benih padi yaitu pati (1200, 1450, 2100, 2276, 2500 nm), selulosa

(1780, 2336 nm), dan air (1450, 1940 nm). Spektra pada rentang 1000-1015,

2070-2085, 2148-2178 nm yang merupakan wilayah penyerapan protein dan pada

1350, 1415 nm yang merupakan wilayah penyerapan lemak memiliki bentuk

gelombang yang sama antar lama waktu pengusangan namun intensitas

penyerapannya berbeda.

Semakin lama waktu pengusangan menyebabkan peningkatkan kadar air

benih, penurunan kandungan protein terlarut dan peningkatan asam lemak bebas

yang juga diindikasikan oleh intensitas spektra absorban-SNV pada wilayah

penyerapan masing-masing serta diikuti oleh penurunan viabilitas benih.

Model terbaik untuk menduga kadar air adalah PLS dengan input

absorban, protein terlarut adalah JST 5-5-1 dengan input turunan kedua reflektan,

asam lemak bebas adalah JST 5-20-1 dengan input turunan kedua absorban, daya

berkecambah adalah JST 10-5-3 dengan input standar normal variate reflektan,

indeks vigor adalah JST 10-5-1 dengan input turunan kedua reflektan dan potensi

tumbuh maksimum adalah JST 10-5-1 dengan input turunan kedua reflektan.

Berdasarkan nilai RPD parameter yang terakurat dilakukan pendugaannya

dengan NIR beturut-turut adalah kadar air benih, kandungan asam lemak bebas,

protein terlarut, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum dan terakhir daya

berkecambah. Berdasarkan nilai r, SEC, SEP dan RPD pada parameter viabilitas

(daya berkecambah, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum), aplikasi NIR

berpotensi digunakan untuk menduga nilai viabilitas benih secara non-destruktif.

(10)
(11)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang

mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

(12)
(13)

APLIKASI TEKNOLOGI NEAR INFRARED UNTUK

PENDUGAAN VIABILITAS BENIH PADI (

Oryza sativa

)

VARIETAS CIHERANG

JONNI FIRDAUS

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)
(15)

NRP

: F151100101

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si

Ketua

Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr

Anggota

Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(16)
(17)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat

yang diberikan kepada penulis sehingga karya ilmiah

dengan judul “

Aplikasi

Teknologi

Near Infrared

untuk Pendugaan Viabilitas Benih Padi (

Oryza sativa

)

Varietas Ciherang

berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si,

Dr. Ir Usman Ahmad, M.Agr. dan Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si. selaku

komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan dalam

penyusunan karya ilmiah ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kapada :

1.

Orang tua tercinta Rustam Effendi dan Asnidarwati, istri tercinta Andi

Dalapati, STP, MP, anak-anak tercinta Muhammad Mujahid Pangera dan

Ahmad Zikrillah Pangera, serta adik-adik tercinta Safril Hidayat, SKom,

Mukhlis Junaidi, SP dan Khairil Hamdi atas doa, nasehat dan dukungan yang

diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan.

2.

Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan beasiswa kepada penulis

selama menempuh pendidikan.

3.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah yang telah

menugaskan penulis untuk menempuh pendidikan.

4.

Rekan-rekan Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan 2010 yang telah

membantu pelaksanaan penelitian ini.

5.

Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan dan pemanfaatan

ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2013

(18)
(19)

Penulis dilahirkan di Desa Balimbingan, Kecamatan Tanah Jawa,

Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada tanggal 19 Juni 1981 dari pasangan

Bapak Rustam Effendi dan Ibu Asnidarwati. Penulis merupakan anak pertama dari

empat bersaudara.

Penulis mengikuti pendidikan di SD Negeri 091504 (1987-1993), SMP

Negeri 1 (1993-1996) dan SMU Negeri 1 (1996-1999) di Kecamatan Tanah Jawa,

Kabupaten Simalungun. Selanjutnya penulis mengikuti pendidikan tinggi pada

Program Studi Teknik Pertanian (1999-2003), Universitas Sumatera Utara,

Medan.

(20)
(21)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan ... 3

Kegunaan... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Viabilitas Benih ... 5

Kemunduran Benih ... 6

Pengusangan Cepat (

Rapid Aging

)... 8

Komposisi Benih Padi ... 9

Near Infrared Spectroscopy

... 11

Pendugaan Viabilitas Benih Menggunakan NIR ... 13

Jaringan Saraf Tiruan ... 14

Analisis Komponen Utama ... 18

METODOLOGI ... 21

Waktu dan Tempat ... 21

Alat dan Bahan ... 21

Prosedur Penelitian... 23

Persiapan Sampel ... 23

Pengukuran Spektra Reflektan NIR ... 25

Pengujian Viabilitas Benih ... 27

Pengukuran Kadar Air ... 28

Pengukuran Kadar Protein Terlarut ... 28

Pengukuran Kadar Asam Lemak Bebas ... 29

Pembangunan Model Jaringan Saraf Tiruan ... 30

Pembangunan Model Kalibrasi NIR dengan Model PLS ... 31

Evaluasi Model JST dan PLS ... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

Karakteristik Gelombang NIR Benih Padi ... 35

Pengaruh Pengusangan terhadap Kadar Air Benih Padi ... 37

Pengaruh Pengusangan terhadap Protein Terlarut ... 38

Pengaruh Pengusangan terhadap Asam Lemak Bebas... 39

(22)

Model PCA

JST Propagasi Balik ... 42

Deskripsi Data ... 42

(23)

Halaman

1 Komposisi kimia beras pecah kulit (

brown rice

) ... 9

2 Komposisi kimia sekam padi ... 10

3 Komposisi asam lemak pada beras pecah kulit (%) ... 10

4 Panjang gelombang yang berhubungan dengan protein ... 12

5 Ikatan atom dan struktur kimia yang merupakan puncak gelombang pada

spektra absorban benih padi ... 36

6 Karakteristik nilai parameter benih padi yang digunakan dalam kalibrasi dan

validasi ... 42

7 Persentase variasi kumulatif 20 komponen utama ... 43

8 Model JST terbaik untuk setiap parameter pengamatan ... 46

9 Karakteristik nilai parameter benih padi yang digunakan dalam kalibrasi dan

(24)
(25)

Halaman

1 Benih padi varietas ciherang ... 21

2

Near Infrared Spectroscopy

... 22

3

Environmental chamber

... 22

4

Germinator

... 22

5

Chamber

Plastik ... 22

6 Benih di dalam kantung strimin ... 23

7 Sampel dalam chamber plastik ... 23

8 Penempatan kain kanebo ... 23

9 Bagan alir persiapan sampel ... 24

10 Bagan alir pengambilan data ... 25

11 Penempatan

chamber

plastik di dalam

environmental chamber

... 25

12 Pengecambahan metode uji kertas digulung dalam plastik pada germinator 25

13 Penempatan sampel pada petridish dan NIRFlex saat pengambilan spektra 26

14 Mekanisme pengambilan data spektra sampel pada NIRFlax petri solid ... 26

15 Contoh struktur jaringan saraf tiruan ... 31

16 Bagan alir proses kalibrasi dan validasi model JST ... 33

17 Bagan alir proses kalibrasi dan validasi model PLS ... 34

18 Spektra reflektan benih padi ... 35

19 Spektra absorban benih padi ... 36

20 Pengaruh lama pengusangan pada suhu 45

o

C dan RH >90% terhadap (a)

Kadar air, (b) Spektra Absorban-SNV pada 1450 nm ... 37

21 Pengaruh lama pengusangan pada suhu 45

o

C dan RH >90% terhadap (a)

protein terlarut, (b) Spektra Absorban-SNV pada 1000-1015nm, (c) Spektra

Absorban-SNV pada 2070-2085 nm, (d) Spektra Absorban-SNV pada

2148-2178nm ... 38

22 Pengaruh lama pengusangan pada suhu 45

o

C dan RH >90% terhadap (a) asam

lemak bebas, (b) Spektra SNV pada 1350 nm, (c) Spektra

absorban-SNV pada 1415 nm ... 40

23 Pengaruh lama pengusangan pada suhu 45

o

C dan RH 90% dengan daya

(26)
(27)

Halaman

1 Berbagai praperlakuan terhadap spektra reflektan dan absorban ... 63

2 Total variasi kumulatif dari 20 komponen utama ... 65

3 Skenario dan hasil kalibrasi-validasi untuk setiap parameter ... 67

4 Kode pemrograman dan struktur input dan target JST pada MATLAB

R2008b ... 111

5 Kombinasi struktur JST terbaik untuk setiap jenis spektra ... 113

6 Jenis spektra terbaik untuk setiap kombinasi jumlah output JST ... 119

7 Hasil kalibrasi dan validasi model PLS untuk setiap parameter dengan

(28)
(29)

Latar Belakang

Benih memiliki peranan yang penting dalam peningkatan produksi padi.

Kebutuhan benih bermutu cenderung meningkat seiring dengan tuntutan

peningkatan produksi padi nasional untuk mengimbangi laju pertumbuhan

penduduk. Kebutuhan benih nasional, berdasarkan luas panen pada tahun 2011

seluas 13.204.000 ha dengan asumsi penggunaan benih 20 kg/ha, mencapai

264.080 ton (Kementan 2012). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan

upaya dari seluruh komponen sistem perbenihan agar benih dapat diperoleh petani

dengan mudah pada saat dibutuhkan.

Salah satu komponen sistem perbenihan adalah subsistem pengendalian

mutu yang berperan dalam menjamin mutu benih yang beredar di pasaran.

Subsistem pengendalian mutu melakukan serangkaian pengujian di laboratorium

hingga dikeluarkan sertifikat yang menyatakan bahwa benih tersebut telah

memenuhi standar mutu yang ditentukan. Salah satu parameter penting dalam

menentukan mutu benih adalah kemampuan benih untuk hidup (viabilitas benih).

Indikasi viabilitas benih merupakan kinerja yang menunjukkan bahwa benih hidup

dan dapat diduga melalui daya berkecambah benih.

Saat ini, pengujian viabilitas membutuhkan waktu yang cukup lama (5-14

hari) (SNI 01-6233.1 2003). Sementara itu, tingginya tingkat kebutuhan benih di

lapangan harus segera dipenuhi agar petani dapat menanam tepat waktu. Jika

benih bermutu tidak tersedia di pasaran saat musim tanam, maka petani akan

menggunakan benih seadanya yang memiliki mutu rendah, akibatnya produksi

yang dicapai juga rendah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu cara pengujian

viabilitas benih yang lebih cepat.

Salah satu alternatif metode yang dapat digunakan untuk mempercepat

waktu pengujian viabilitas benih adalah penggunaan gelombang

Near Infrared

(30)

yang sederhana, dan tidak memerlukan bahan kimia. Pemanfaatan NIR dilakukan

dengan mengkorelasikan secara statistik sinyal

Near Infrared

pada beberapa

panjang gelombang tertentu dengan karakteristik atau kandungan bahan yang

diukur.

Aplikasi NIR diawali oleh Noris dan Hart pada tahun 1965 yang mengukur

kadar air dalam biji dengan menggunakan

transmittance spectroscopy

pada

panjang gelombang 1940 nm (Andrianyta 2006). Selanjutnya, Jordon menyatakan

bahwa NIR dapat diaplikasikan untuk bahan-bahan organik yang kaya dengan

ikatan O-H seperti kadar air, karbohidrat, dan lemak, ikatan C-H seperti

bahan-bahan organik turunan minyak bumi, dan ikatan N-H seperti protein dan asam

amino (Ruiz 2001).

Secara kimia di dalam benih berisi cadangan makanan dan senyawa yang

berpengaruh terhadap perkecambahan benih (Copeland dan McDonald 1995).

Pada benih viabel terdapat kandungan protein yang lebih tinggi dari yang tidak

viabel yang ditunjukkan pada panjang gelombang 1722 dan 2110 nm (Soltani

2003). Selain itu lemak juga berpengaruh terhadap perkecambahan, dimana

terdapat pemisahan yang jelas antara benih bayam yang viabel dengan yang tidak

viabel yang dapat dideteksi pada panjang gelombang 1350 nm (Olesen

et al

.

2110).

Penelitian terdahulu mengenai pemanfaatan NIR untuk menduga viabilitas

benih bayam bersifat kualitatif yaitu hanya sebatas pemisahan antara benih viabel

dan non viabel pada benih tunggal (Olesen

et al

. 2110). Pada penelitian ini

teknologi NIR yang dikombinasikan dengan jaringan saraf tiruan digunakan untuk

menduga nilai viabilitas secara kuantitatif dari kelompok benih.

(31)

Perumusan Masalah

Tingkat kebutuhan benih yang tinggi pada tingkat

petani tidak dapat segera

dipenuhi secara cepat oleh para komponen perbenihan. Salah satu penyebab

terjadinya hal tersebut dikarenakan oleh pengujian viabilitas benih membutuhkan

waktu yang relatif lama. Salah satu alternatif solusi untuk masalah ini adalah

penggunaan gelombang NIR untuk menduga viabilitas benih secara cepat dan

akurat.

Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode

evaluasi viabilitas benih padi sawah menggunakan gelombang NIR.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1.

mempelajari karakteristik gelombang NIR pada benih padi

2.

mempelajari perubahan kadar air, protein terlarut, asam lemak bebas, dan

viabilitas benih akibat lama waktu pengusangan

3.

mempelajari perubahan spektra NIR benih padi akibat lama waktu

pengusangan pada panjang gelombang yang berhubungan dengan kadar air,

protein terlarut, dan asam lemak bebas

4.

menentukan model jaringan saraf tiruan (JST) dan partial least square (PLS)

terbaik untuk pendugaan viabilitas benih.

Kegunaan

(32)
(33)

Viabilitas Benih

Viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal pada

kondisi optimum (Sadjad

et al

. 1999). Viabilitas benih dapat diindikasikan

sebagai kinerja yang menunjukkan bahwa benih dalam keadaan hidup. Viabilitas

benih didefenisikan sebagai daya hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui

gejala metabolisme benih atau gejala pertumbuhan. Menguji viabilitas benih

bertujuan untuk mengetahui kemampuan benih tumbuh di lapang sebelum

ditanam (Sadjad 1972).

Ada dua jenis viabilitas benih yaitu viabilitas optimum dan viabilitas

suboptimum. Viabilitas optimum adalah kemampuan hidup benih untuk tumbuh

menjadi tanaman normal dan berproduksi normal pada kondisi lingkungan yang

optimum. Kondisi optimum bagi benih adalah bila air, oksigen dan cahaya

tersedia serta suhu di sekitar benih optimum (Qadir 1994).

Tolok ukur viabilitas benih potensial adalah daya berkecambah benih dan

berat kering kecambah normal. Pengujian daya berkecambah perlu dilakukan

karena suatu kelompok benih terdiri dari populasi individu benih, dimana

masing-masing memiliki kemampuan sendiri untuk tumbuh menjadi tanaman dewasa

(Copeland & McDonald 1995). Daya berkecambah merupakan proporsi benih

yang tumbuh menjadi kecambah normal pada kondisi lingkungan yang optimum.

Peubah ini paling banyak digunakan dalam penilaian viabilitas benih (Qadir

1994).

(34)

benih sudah harus ditanam karena telah terjadi penurunan viabilitas walaupun

kondisi penyimpanan dilakukan secara ideal.

Benih merupakan benda hidup, yang di dalamnya terdapat berbagai

komponen kimiawi seperti karbohidrat, lemak, protein, air, dan substansi lain

(Sudjindro 1994). Menurut Copeland dan McDonald (1995), secara kimia di

dalam benih berisi cadangan makanan dan substansi yang berpengaruh terhadap

perkecambahan benih.

Masuknya air dan oksigen ke dalam benih tidak selalu diikuti oleh proses

pertumbuhan. Perombakan bahan cadangan dapat terjadi tetapi energi yang

dihasilkan tidak dimanfaatkan untuk proses translokasi sintesa melainkan

terbuang sia-sia sehingga terjadi kemunduran benih dalam kurun waktu

penyimpanan (Sadjad 1994).

Kemunduran Benih

Kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologi benih yang dapat

menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik, fisiologis maupun

biokimia (Sadjad 1972; Kapoor

et al

. 2011) yang dapat menurunkan viabilitas

(Sadjad 1972; Kapoor

et al.

2011), vigor (Kapoor

et al.

2011), kapasitas hidup,

kekuatan tumbuh dan daya berkecambah yang akhirnya benih menjadi mati

(Sadjad 1972).

Benih dengan tingkat kemunduran masing-masing dapat dicerminkan dari

nilai uji viabilitas (Sadjad 1972). Salah satu kriteria terjadinya kemunduran yang

telah diakui secara luas adalah menurunnya daya berkecambah (Kapoor

et al

.

2011).

Kecepatan kemunduran dipengaruhi oleh kadar air dan suhu selama

penyimpanan, peningkatan kadar air dan suhu dapat mempercepat proses

kemunduran benih (Kapoor

et al

. 2011).

(35)

(2011) menerangkan bahwa kerusakan membran sel adalah salah satu penyebab

dari kemunduran benih.

Membran sel terdiri dari

lipid bilayer

(fosfolipid) yang mengandung protein.

Sangat banyak asam lemak yang tergabung pada struktur lipid membran yaitu

asam lemak jenuh (palmitat dan stearat) dan asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat,

linolenat).

Lipid bilayer

berfungsi sebagai penyangga seluruh proses keluar

masuknya material dari dalam maupun keluar sel (Bewley 1986).

Benih yang memiliki kadar air tinggi, diatas 14%, akan mengalami

peroksidasi lemak akibat aktifitas enzim lipoksigenase dan menghasilkan radikal

bebas. Radikal bebas akan merusak lemak membran sehingga permeabilitasnya

meningkat. Peningkatan permeabilitas tersebut erat hubungannya dengan

kemunduran benih. Selain itu pada kadar air yang tinggi pospolipid akan

mengalami hidrolisis yang menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas.

Akumulasi asam lemak bebas yang terus-menerus mengakibatkan penurunan pH

seluler, lebih lanjut akan merusak enzim dan menurunkan aktifitasnya (Copeland

dan McDonald 1995).

Radikal bebas yang terbentuk akibat peroksidasi lemak tidak hanya

menyerang komponen lemak membran, tetapi juga menyerang struktur protein

benih (Copeland dan McDonald 1995). Robert (1972) juga menyatakan bahwa

penurunan viabilitas disebabkan adanya denaturasi protein yang terjadi pada asam

nukleat yang dapat menyebabkan kerusakan inti sel sehingga mempengaruhi

fungsi sel secara menyeluruh. Selain itu terjadi juga denaturasi lipoprotein

membran yang menyebabkan menurunya integritas membran, serta rusaknya

protein enzim yang menyebabkan menurunya reaksi biologis pada saat benih

dikecambahkan.

(36)

Pengusangan Cepat (

Rapid Aging

)

Sadjad (1972) menyebutkan

rapid aging method

e digunakan dalam

mengukur daya simpan benih dengan memberikan kondisi suhu dan kelembaban

yang tinggi kepada benih untuk terjadi proses kemunduran secara buatan.

Kecepatan kehilangan vigor selama penyimpanan dipengaruhi oleh faktor

lingkungan seperti suhu, kelembaban dan konsentrasi O

2

atau CO

2

. Harington

(1972) menyebutkan bahwa setiap penurunan kadar air 1% atau penurunan suhu 5

o

C dari kondisi penyimpanan normal dapat memperpanjang masa simpan benih

menjadi duakalinya.

Gholami dan Golpayegani (2011) mengasumsikan bahwa benih mengalami

kemunduran 500 kali lebih cepat pada suhu 40

o

C dengan kadar air 18% bila

dibandingkan pada kondisi suhu 20

o

C dengan kadar air 8%. Oleh karena itu

pengusangan cepat dapat dikembangkan sebagai suatu teknik pengusangan

tersendiri. Untuk mempelajari perubahan fisiologi dan biokimia yang terjadi pada

kemunduran benih, pengusangan cepat telah banyak digunakan. Pada

pengusangan cepat, benih mengalami kemunduran dengan sendirinya dengan

penggunaan kelembaban dan suhu tinggi

(> 90%

, ≥

40 ºC).

Kapoor

et al

. (2011) melaporkan bahwa penggunaan pengusangan cepat 45

o

C dan RH 100% pada padi selama 96 jam memperlihatkan adanya penurunan

daya berkecambah, kandungan gula, dan kadar protein terlarut serta peningkatan

kadar air benih. Sementara itu dengan perlakuan yang sama selama 5 hari

Gholami dan Golpayegani (2011) melaporkan terjadi penurunan daya

berkecambah dan penurunan aktifitas peroxidase serta peningkatan kadar asam

lemak bebas dan kebocoran ion.

(37)

Dari data hasil penelitian yang dilakukan oleh Cutrisni (2011) yang

melakukan pengusangan cepat menggunakan suhu 45

o

C dan RH 100% terhadap 2

varietas dan 3 genotipe padi sawah dapat ditentukan hubungan antara lama waktu

pengusangan dengan rata-rata daya berkecambah benih yang memenuhi

persamaan :

DB = 0.0008056t

2

- 0.714t + 87.11

dimana DB adalah daya berkecambah (%) dan t adalah lama waktu pengusangan

(jam)

Komposisi Benih Padi

Benih padi terdiri dari beras dan sekam. Bagian beras terdiri dari 90.4-

90.6% endosperm, 0.8

1.1 embrio%, 2.0-2.1% skutellum, serta perikarp, testa,

dan aleuron 6.5%. Komposisi kimia utama beras pecah kulit adalah karbohidrat

disamping senyawa-senyawa lain seperti protein, lemak, abu dan serat kasar

(Saenong

et a.l

1989). Komposisi kimia beras dapat dilihat pada Tabel 1.

Sementara sekam menempati 18-28% dari benih (Juliano 1972) dengan komposisi

seperti

Tabel

2

.

Tabel 1 Komposisi kimia beras pecah kulit (

brown rice

)

Komponen

Persentase

Karbohidrat

84.83

Protein

9.78

Lemak

2.20

Abu (mineral)

2.09

Serat Kasar

1.10

Sumber : Leonard dan Martin (1963)

(38)
[image:38.595.63.471.0.830.2]

Pada umumnya asam lemak pada biji-bijian didominasi oleh asam lemak

tidak jenuh yang dapat menyebabkan kerusakan selama penyimpanan. Komposisi

asam lemak pada beras pecah kulit disajikan pada Tabel 3. Oleat, linoleat, dan

linolenat adalah golongan asam lemak tidak jenuh. Oleat dan linolenat menempati

jumlah terbesar dari asam lemak yang ada pada benih padi yang merupakan

penyebab kemunduran benih padi dengan adanya aktifitas enzim lipoksigenase

(Saenong

et al

. 1989).

Tabel 2 Komposisi kimia sekam padi

Komponen

Persentase

SiO

2

94.23

CaO

1.27

MgO

0.23

Na

2

O

0.78

K

2

O

2.13

Fe

2

O

3

0.51

P

2

O

5

0.53

Al dan MnO

Tidak terukur

Sumber: Grist (1975)

Sepertiga dari total lemak berada pada embrio. Fraksi fosfilipid sebagai

lemak penyusun membran sel bervariasi antara 3% - 12% dari total lemak (Juliano

1972).

Tabel 3 Komposisi asam lemak pada beras pecah kulit (%)

Asam Lemak

Total Lemak

(Lugay dan Juliano)

Phospolipid

(Yasumatsu dan Morotaka)

Laurat

Tidak terukur

0.0

0.0

Meristat

0.4

0.5

0.7

Palmitat

20.3

19.8

20.7

Palmitoleat

0.2

0.0

0.0

Stearat

1.6

0.5

0.7

Oleat

41.3

33.9

34.4

Linoleat

34.6

44.2

40.4

Linolenat

1.0

1.2

3.2

Arakhidat

0.6

0.0

0.0

(39)

Near Infrared Spectroscopy

Near Infrared

merupakan gelombang elektromagnetik di antara gelombang

tampak dan gelombang

infrared

dengan kisaran panjang gelombang antara 750 -

2600 nm (Murray & Williams 1990).

Semua bahan organik terdiri dari atom-atom, terutama karbon, oksigen,

hidrogen, nitrogen, pospor dan sulfur. Atom-atom tersebut terikat secara kovalen

dan elektrovalen membentuk molekul. Ketika molekul-molekul tersebut mendapat

energi radiasi dari luar, maka molekul-molekul tersebut mengalami perubahan

energi potensial. Molekul-molekul akan bergetar pada frekuensi yang sebanding

dengan panjang gelombang tertentu pada zona

infrared

. Analisis spektra

Near

Infrared Reflectance

(NIR) merupakan suatu metode yang menggunakan dan

menginterpretasikan getaran-getaran tersebut kepada prosedur analisis yang

sederhana, cepat dan tidak menimbulkan limbah (Murray & Williams 1990).

Spektrum pantulan NIR dihasilkan karena ada korespondensi dengan

frekuensi vibrasi dari molekul-molekul yang ada dalam bahan organik yang

bersifat spesifik, sedangkan yang tidak berkorespondensi tidak memantulkan

gelombang

infrared

(Osborne

et al.

1993).

Muray dan Williams (1990) menerangkan bahwa radiasi elektromagnetik

dapat diekspresikan dalam batasan-batasan seperti frekuensi (f), panjang

gelombang ( ),

dan jumlah gelombang (v

1

). Frekuensi dinyatakan dalam satuan

seperdetik yang menunjukkan jumlah gelombang secara lengkap yang terjadi

dalam satu unit waktu. Panjang gelombang adalah jarak dalam mikrometer atau

nanometer antara titik yang ekivalen pada gelombang secara berturut-turut.

Sedangkan jumlah gelombang adalah banyaknya gelombang dalam tiap satu

sentimeter rentetan gelombang yang ditulis sebagai resiprokal sentimeter.

Hubungan ketiga parameter tersebut dijelaskan sebagai berikut:

f = c

………..………(1)

v

1

= 1/ ………...…………(2)

dimana:

f = frekuensi dalam siklus per detik (Hertz, Hz)

= panjang gelombang (m)

(40)

Untuk mempermudah dalam NIR spektroskopi frekuensi dinyatakan dalam

panjang gelombang dengan formula

(nm) = 10,000,000 / v1

(cm

-1

)

……….(3)

Perbandingan antara intensitas energi datang (I) dengan energi yag terjadi

pada bahan (I

o

) disebut

transmittance

(T)

T= I/I

o………(4)

Berdasarkan hukum Beer/Lambert, jumlah intensitas yang diserap oleh

bahan atau

absorbance

(A)

Log

10

(I

o

/I) = log

10

(I/T) = kcl = A

………(5)

Saat radiasi mengenai partikel-partikel sampel maka radiasi dipantulkan,

diserap atau diteruskan. Nilai yang terukur berupa nilai radiasi pantulan (reflektan,

R) yang dapat ditransformasikan kedalam radiasi yang diserap (absorban) dengan

persamaan:

A= log

10

(1/R)

………(6)

[image:40.595.53.488.2.826.2]

Komponen utama dari substansi organik adalah protein, karbohidrat, lemak,

air, mineral dan vitamin (Murray dan Williams 1990). Jordon menyatakan bahwa

NIR diaplikasikan untuk bahan bahan organik yang kaya dengan ikatan O-H

(seperti kadar air, karbohidrat, dan lemak), ikatan C-H (seperti bahan-bahan

organik turunan minyak bumi), dan ikatan N-H (seperti protein dan asam amino)

(Ruiz 2001). Beberapa panjang gelombang yang berhubungan dengan protein

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Panjang gelombang yang berhubungan dengan protein

Ikatan atom yang berasosiasi dengan Protein

Panjang

Gelombang

Kombinasi ikatan atom : N-H bend 2

nd

overtone; Kombinasi

C-H stretch/C-O stretch; Kombinasi C=O stretch/N-C-H plane/C-N

stretch

2148-2200 nm

C=O carbonyl stretch 2

nd

overtone dari amida primer (Amida I)

2030-2080 nm

C-H stretch aromatik 1

st

overtone

1620-1700 nm

N-H stretch 1

st

overtone

1480-1550 nm

N-H stretch 2

nd

overtone

975-1015 nm

(41)

Pendugaan Viabilitas Benih Menggunakan NIR

Aplikasi

Near inrfrared

telah banyak digunakan dalam bidang petanian.

NIR dapat digunakan untuk mengklasifikasikan sampel benih dalam bentuk

bulk

maupun tunggal. Dalam spektra NIR juga mengandung informasi mengenai

karakter fisik benih seperti berat, ukuran dan

bulk density

. Selain itu NIR dapat

mengklasifikasikan viabilitas benih dalam kemunduran benih dan dapat

mengidentifikasi benih kosong. Selanjutnya NIR juga dapat digunakan dalam

membedakan beberapa varietas dari biji-bijian. Dalam perbenihan NIR juga dapat

digunakan dalam mengkuantifikasi kadar air dan kandungan kimia seperti protein

dan minyak (lemak). Penggunaan NIR juga telah mengarah kepada pembuatan

alat sortasi berdasarkan pada perbedaan karakteristik benih (Lestander 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Soltani (2003) menyimpulkan bahwa benih

beechnuts

(

Fagus orientalis

) viabel dapat dibedakan dari benih non-viabel dengan

menggunakan NIR yang dianalisa dengan PLS dan menunjukkan error yang

rendah. Pada benih viabel ditemukan bahwa terdapat kandungan protein yang

lebih tinggi dari yang tidak viabel karakteristik ini ditunjukkan oleh puncak

gelombang pada 1722 nm dan 2110 nm.

Olesen

et al.

(2011) telah melakukan penelitian penggunaan NIR dalam

penentuan viabilitas benih bayam (

Spinacia oleracea

L.) secara individu dengan

menggunakan

extended canonical variates analysis

(ECVA). Dari hasil

penelitiannya lemak berperan dalam pengusangan dan perkecambahan. Pada

Pengusangan cepat

lipid peroksidasi

menyebabkan kerusakan pada membran sel

dan berkontribusi dalam penurunan viabilitas benih. Perubahan kimia tersebut

menyebabkan pemisahan yang jelas antara benih yang diusangkan dengan benih

yang tidak diusangkan. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan dalam

penyerapan golombang pada struktur CH

2

, CH

3

and HC=CH yang merupakan

(42)

Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki

karakteristik seperti jaringan saraf biologis. Jaringan saraf yang saling

berhubungan ini memiliki kemampuan untuk merespon setiap masukan yang

diberikan dan dapat mempelajari, mengadaptasi setiap kondisi lingkungan yang

diberikan (Peterson 1995).

Fungsi utama dari saraf biologi adalah menghasilkan keluaran berdasarkan

jumlah dari perkalian sinyal antar neuron dengan karateristik fungsi

pseudostep

.

Fungsi kedua neuron adalah untuk mengubah laju transmisi pada sinapsis untuk

optimasi jaringan secara keseluruhan. Model jaringan saraf tiruan menirukan

perkalian input-input dan satu output, penggantian fungsi hubungan input-output

dan pembobot sinapsis yang adaptif (Takagi 1997).

JST pada dasarnya digunakan untuk model yang tidak linear, JST sangat

baik digunakan sebagai alat untuk melakukan analisa karena mempunyai

algoritma yang fleksibel, bisa dilatih dengan cepat dan toleran terhadap

error

yang besar. Berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh JST membuat permodelan

ini banyak digunakan dalam berbagai aplikasi (Mardison 2010).

Cara kerja JST adalah dengan menjumlahkan seluruh masukan setelah

diberi suatu pembobot dan memasukan hasil penjumlahan ini dalam suatu fungsi

aktifasi yang berfungsi untuk mengubah suatu nilai yang tidak terbatas menjadi

nilai yang terbatas atau dikenal dengan fungsi pemampat. Untuk mendapatkan

kemampuan noda yang lebih tinggi maka dirangkaikan beberapa buah noda

mengikuti konfigurasi seri paralel membentuk JST. Noda-noda lapisan input tidak

melakukan perhitungan tapi hanya mendistribusikan masukan (Andrianyta 2006).

(43)

Peterson (1995), mengklasifikasikan JST berdasarkan strategi pelatihan atas tiga

kelas yaitu:

1.

Pelatihan terawasi, setiap contoh diberi nilai input dan target, nilai output

hasil perhitungan selama proses pelatihan dibandingkan dengan nilai target

untuk menentukan besarnya galat

2.

Pelatihan

reinforcement

, nilai target tidak diberikan, hanya diberikan indikasi

apakah nilai output JST sudah benar atau salah dan tugas JST adalah

memperbaiki kinerja jaringan

3.

Pelatihan tak terawasi, sampel hanya diberi nilai input, tanpa nilai target,

sistem harus menemukan dan beradaptasi dengan perbedaan dan persamaan

dalam nilai input yang diberikan.

Pelatihan

backpropagation

meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju.

Pola masukan dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran

menggunakan fungsi aktifasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur.

Selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diiinginkan merupakan

kesalahan yang terjadi. Kesalahan tersebut dipropogasikan mundur, dimulai dari

yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Fase ketiga adalah modifikasi

bobot untuk menurunkan kesalahan (Siang 2005).

Algortima pelatihan

backpropagation

dengan satu layar tersembunyi yang

menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner diterangkan sebagai berikut (Siang

2005):

Langkah 0

Inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil.

Langkah 1

Jika kondisi pelatihan belum terpenuhi, dilakukan langkah 2

9.

Langkah 2

Untuk setiap pasang data pelatihan, dilakukan langkah 3

8

Fase I : Propogasi maju

Langkah 3

(44)

Langkah 4

Hitung semua keluaran di unit tersembunyi z

j

(j = 1, 2,…,p)

………...(7)

………..(8)

Langkah 5

Hitung semua keluaran jaringan di unit y

k

(k = 1, 2, …, m)

………..(λ)

………(10)

Fase II : Propogasi Mundur

Langkah 6

Hitung fak

tor δ unit keluaran berdasarkan kesalahan

di setiap unit keluaran

y

k

(k = 1, 2, …, m)

……….(11)

δk

merupakan unit kesalahan yang akan digunakan dalam perubahan bobot

layar

sebelumnya (Langkah 7)

Hitung suku perubahan bobot w

kj

(yang akan digunakan dalam merubah

bobot w

kj) dengan laju percepatan α

w

kj

= α δk

z

j

(

k = 1, 2, …, m ; j = 0, 1, …, p

)

……….(12)

Langkah 7

Hitung fak

tor δ unit tersembunyi berdasarkan kesalahan disetiap unit

tersembunyi z

j

(j = 1,

2, …,p)

………(13)

Faktor

δ unit tersembunyi μ

……….(14)

Hitung suku perubahan bobot v

jk

(yang akan digunakan untuk merubah

bobot v

jk

)

v

ji

= α δj

x

i

(

j = 1, 2, …, p ; i = 0, 1, …, n

)

……….(15)

Fase III : Perubabahan bobot

Langkah 8

Hitung semua perubahan bobot

Perubahan bobot yang menuju ke unit keluaran :

(45)

Perubahan bobot yang menuju ke unit tersembunyi :

v

ji

(baru) = v

ji

(lama) + ∆ vji j

;(

j = 1,2,…,p ; i = 0,1,…,n)………(17)

Langkah 9

Uji kondisi pemberhentian (akhir iterasi).

Setelah selesai pelatihan, jaringan dapat digunakan untuk mengenali pola

dimana hanya propogasi maju (langkah 4 dan 5) saja yang digunakan untuk

menetukan keluaran jaringan.

Laju pelatihan dan momentum diperlukan dalam JST untuk mencapai

kondisi optimal. Kondisi yang diinginkan dari suatu JST adalah galat yang kecil

hingga mencapai minimum global bukan minimum lokal. Peterson (1995)

menyatakan bahwa

koefisien laju pelatihan η dalam

delta rule

secara umum

menentukan ukuran penyesuaian pembobot yang dibuat pada tiap-tiap iterasi dan

itu mempengaruhi laju konvergensi. Apabila pemilihan laju pelatihan terlalu besar

maka untuk mencapai konvergensi akan lebih lambat daripada penurunan error

langsung. Sebaliknya laju pelatihan terlalu kecil penurunan error akan maju sangat

kecil sehingga butuh waktu yang lama untuk mencapai konvergensi.

Untuk memperbaiki laju konvergensi dapat juga dilakukan dengan cara

menambahkan

momentum.

Penambahan

momentum

dapat

membantu

menghaluskan penurunan eror dengan mencegah perubahan ekstrim gradien

karena anomali lokal (Peterson 1995). Burks

et al.

(2000) melaporkan bahwa nilai

koefisien laju pelatihan dan momentum mempengaruhi akurasi

backpropagation

training

. Kisaran nilai momentum yang digunakan adalah 0.8-0.95 sedangkan

nilai laju pelatihan berkisar antara 0.001-0.200.

Penggunaan JST sebagai alat pengolah data spektra NIR telah banyak

digunakan dalam bidang pertanian. Senduk (2002) menggunakan kombinasi

masukan 5, 10 dan 15 komponen utama spektra NIR dengan lapisan tersembunyi

4, 6, 8, 10, dan 12 unit menghasilkan RMSE 0.0077 sampai 0.00073 untuk

menduga tingkat kematangan dan ketuaan sawo.

(46)

kombinasi 5, 10, 15, dan 20 unit. Arsitektur JST terbaik yang diperoleh adalah

20-10-3 dengan nilai RMSEP 3.718%, 1.314% dan 1.989% untuk kadar minyak,

asam lemak bebas dan kadar air. Sedangkan nilai koefisien korelasinya

berturut-turut adalah 0.848, 0.872, dan 0.993.

Shao

et al.

(2007) melakukan pengukuran kandungan gula dan keasaman

pada

yogurt

menggunakan VIS/NIR. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa

penggunaan JST memberikan nilai koefisien determinasi R

2

dan RMSEP lebih

baik dari PLS. Pada JST diperoleh R

2

sebesar 0.92 dan 0.91, RMSEP sebesar 0.33

dan 0.04 masing-masing untuk kandungan gula dan keasaman. Sedangkan pada

PLS diperoleh R

2

sebesar 0.91 dan 0.90, RMSEP sebesar 0.36 dan 0.04.

Liu

et al.

(2010) melakukan pengukuran total padatan terlarut buah jeruk

menggunakan NIR dan membandingkan model pendugaan antara PLS dan

principal component analysis-backpropagation neural network

(PCA-BPNN).

Dari hasil penelitian diperoleh model terbaik adalah PCA-BPNN dengan nilai

korelasi pendugaan 0.90-0.91 dan RMSEP pendugaan 0.68-0.71.

Li

et al.

(2007) menentukan varietas

bayberry

cina secara nondestruktif

menggunakan visible/NIR dan

principal component analysis-artificial neural

network

(PCA-ANN). Dari hasil penelitian, JST dengan arsitektur 20-24-1 dapat

menentukan 95% dengan benar.

Analisis Komponen Utama

Analisis komponen utama (

Principal Component Analysis

, PCA)

merupakan suatu teknik mereduksi data multivariat (banyak data) menjadi suatu

set kombinasi linear yang lebih sedikit akan tetapi menyerap sebagian besar

jumlah varian dari data awal. Tujuan utamanya adalah menjelaskan sebanyak

mungkin jumlah varian data asli dengan sedikit mungkin komponen utama yang

mencakup sebagian besar informasi dari data asli (Supranto 2004).

Misalkan sebuah vektor data berdimensi n dituliskan dengan matriks X

pxn

(47)

dimana p adalah contoh ke-p dan n adalah variable ke-n, analisis komponen utama

bertujuan untuk mendapatkan sebuah vektor yang berdimensi m, dimana m<n

sehingga vektor berdimensi m mencakup seluruh variasi data. Untuk

mendapatkannya, vektor berdimensi n diproyeksikan kedalam vektor m dengan

memilih setiap komponen utama dalam arah maksimum, akan tetapi

komponen-komponen utama tersebut saling tegak lurus (Paterson 1995).

Algoritma analisis koponen utama (Peterson 1995) adalah:

1.

Komponen utama pertama dipilih dalam arah variasi maksimum

y

1 =

Xw

1

...(18)

dimana y

1

dan w

1

merupakan vektor kolom

Nilai ini harus dibatasi karena variasi data dapat dibuat semakin besar dengan

cara menaikan w

1

. Pembatasan ini dilakukan dengan cara

w

1ꞌ

w

1

= Σi

w

i12

= 1

………

(19)

dimana w

1ꞌ

= vektor

transpose

dari w

1

2.

Jumlah kuadrat y

1

dimaksimumkan

y

1ꞌ

y

1

= w

1ꞌXꞌXw1………

.

……….

(20)

Untuk memaksimumkan persamaan diatas digunakan metode Lagrange.

Fungsi komposit L dibentuk dengan penggunakan persamaan (19) dan (20)

sehingga

L = w

1ꞌXꞌXw1 – 1

(w

1ꞌ

w

1

1)

………

.

(21)

Dimana

1

merupakan

multiplier

Lagrange, sedangkan nilai L maksimum

diperoleh dari turunan partial terhadap w

1

sama dengan nol

∂L/∂w1 = 2 XꞌXw1

2

1

w

1………

...(22)

XꞌXw1 = 1

w

1………

..

…..

(23)

Dari persamaan (20) dan (23) diperoleh

y

1ꞌ

y

1

= w

1ꞌ 1

w

1 = 1

w

1ꞌ

c w

1

=

1

...(24)

Solusi y

1

merupakan komponen utama pertama dengan variasi maksimum

1

dimana

1

juga merupakan nilai eigen

XꞌX

3.

Untuk memperoleh komponen utama y

2

, prosedur untuk mendapatkan y

1

digunakan, tetapi y

2

tegak lurus terhadap y

1

sehingga

(48)

4.

Jumlah kuadrat y

2

pada persamaan (25) dimaksimumkan dengan dua fungsi

kendala berikut

w

2ꞌ

w

2

= 1 dan w

1ꞌ

w

2

= 0

……….

(26)

Fungsi komposit Lagrange untuk memaksimalkan persamaan (25) dengan

fungsi kendala persamaan (25) adalah

L = w

2ꞌXꞌXw2 – 2

(w

2ꞌ

w

2

1) -

w1ꞌ

w

2………..…

(27)

Dimana

2

dan merupakan

multiplier

Lagrangian

Turunan partial terhadap w

2

sama dengan nol dilakukan seperti proses

sebelumnya sehingga :

= 2w1ꞌXꞌXw2 = 2 x 0 = 0 dan XꞌXw2 =

2

w

2

...(28)

5.

Dengan melanjutkan proses tersebut diatas, nilai eigen

1, 2

,

3… p

yang

berhubungan dengan matriks orthogonal (tegak lurus) W =[ w

1

, w

2

, w

3… wp

]

dimana p komponen utama dari X didapatkan dari matriks Y=XW dan

matriks

YꞌY= WꞌXꞌXW =

Λ =

m

erupakan matriks diagonal. Karena Λ merup

akan matriks diagonal maka

komponen-komponen utama yang diekstrak dari variabel asal saling tegak

lurus atau tidak berkorelasi satu sama lain.

6.

Total variasi X dapat dijelaskan sebagai berikut :

Σx1

2

+ Σx2

2

+ … + Σxp

2

= Trace (XꞌX) = Trace (WꞌXꞌXW) =

………..…

(29)

7.

Proporsi variasi komponen utama ke-j dari X dihitung dengan persamaaan

berikut :

Proporsi variasi =

………

...(30)

8.

Kumulatif variasi X dengan menggunakan komponen utama ke-m didapatkan

dengan menjumlahkan nilai eigen ke-m dibagi dengan total variasi X sebagai

berikut :

(49)

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Maret

Agustus 2012 di Laboratorium

Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Laboratorium Ilmu

Teknologi Benih, dan Laboratorium Analisis Tanaman, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih padi sawah varietas

Ciherang yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi,

yang dipanen pada bulan Februari 2012. Bahan lainnya adalah kertas saring kasar

dengan berat spesifik 5 mg/cm

2

berukuran 60 x 60 cm yang dibagi 12 dengan

ukuran 10 x 30 cm, kantung plastik LLDPE ukuran 14 x 35 cm, kantung strimin,

dan dithane 2gr/liter.

Bahan untuk pengukuran protein terlarut adalah reagent A (7 mM K-Na

Tartrate.4H

2

O (Garam Rochelle), 0.81 M Na

2

CO

3

dalam 500 ml NaOH 1 N, H

2

O

sampai 1 l), reagent B (70 mM K-Na Tartrate.4H

2

O, 40 mM CuSO4.5H

2

O dalam

10 ml NaOH 1 N, H

2

O sampai 100 ml), reagent C (1 ml Folin-Ciocalteau

dilarutkan dengan 15 ml H

2

O), buffer phosphat 0.1M pH 7.5, TCA 10%, NaOH

0.01N dan larutan standar BSA (Bouvine Serum Albumine). Bahan untuk

penentuan kadar asam lemak bebas adalah chloroform, kertas thimble, NaOH 0.01

N, dan Indikator Indikator fenolftalein (PP) 5%

(50)

Alat yang digunakan adalah NIR spectroscopy NIRFlex N-500 produksi

BUCHI, komputer,

environmental chamber

KCL-2000W produksi Eyela,

chamber

plastik dengan diameter atas 29.3 cm, diameter bawah 25.5 cm dan

tinggi 28 cm, petridish berdiameter 9 cm dan tinggi 2 cm, alat pengecambah benih

(germinator) tipe IPB 73-2A/B, oven, dan timbangan digital.

Alat yang digunakan untuk penentuan protein terlarut adalah mortar dan

pestle, pipet Mohr volumetrik, pipet mikro 100 µl, pipet mikro 1000 µl,

microtube

2 ml, tabung teaksi 10 ml,

waterbath, spektrofotometer,

timbangan digital 4 digit,

spatula, beaker glass, labu takar, pH-Meter, sentrifuge.

[image:50.595.39.488.31.782.2]

Alat yang digunakan untuk penentuan asam lemak bebas adalah blender,

pipet Mohr volumetrik, pipet mikro 100 µl, timbangan digital, spatula, labu takar,

buret, perangkat ekstraksi soxhlet Buchi E-816, magnetic stirrer.

Gambar 2

Near Infrared Spectroscopy

Gambar 3

Environmen-

tal chamber

(51)

Prosedur Penelitian

Persiapan Sampel

Sampel benih padi dibersihkan lalu ditimbang sebanyak 480 gram (12

sampel @ 40 gram) untuk satu taraf lama waktu pengusangan, selanjutnya sampel

direndam dalam 1 liter larutan

dithane

dengan dosis 2 gr/liter selama 15 menit

kemudian dibilas satu kali dengan 1 liter aqudes. Setelah itu sampel ditiriskan dan

dikeringanginkan selama 3 jam pada ruangan ber-AC dengan suhu 25

o

C.

Selanjutnya benih dibagi menjadi 12 unit sampel dan dimasukkan ke dalam

kantung streamin (Gambar 6).

Selanjutnya sampel benih diusangkan pada suhu 45

o

C dan RH > 90%

dengan taraf waktu 0, 2, 4, 6, dan 8 hari. Sebelum benih diusangkan, terlebih

dahulu dilakukan persiapan alat pengusangan. Air bersuhu 50

o

C dimasukan ke

dalam

chamber

plastik, selanjutnya rak dipasang dan sampel disusun sedemikian

rupa (Gambar 7) agar sampel tidak bertumpuk.

Chamber

plastik terdiri dari 4

tingkat rak dimana setiap rak memuat 3 sampel. Selanjutnya termometer dan RH

meter dimasukan kedalam

chamber

plastik dan disusun sedemikian rupa agar alat

tersebut tidak mengenai sampel dan skala pembacaan dapat terlihat dari luar. Pada

bagian bawah tutup

chamber

diberi kain kanebo/chemois lembab (Gambar 8) agar

sampel tidak terkena tetesan air kondesat. Setelah suhu air dalam

chamber

plastik

mencapai 45

o

C

chamber

plastik ditutup dengan rapat.

Bersamaan dengan persiapan sampel,

environmental chamber

diset pada

suhu 45

o

C dan ditunggu hingga stabil. Setelah persiapan sampel selesai dan suhu

stabil,

chamber

plastik dimasukkan ke dalam

environmental chamber

(Gambar

11) dan waktu pengusangan dimulai. Bagan alir persiapan sampel dapat dilihat

pada Gambar 9 dan pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 6 Benih di dalam

kantung strimin

Gambar 7 Sampel dalam

chamber

plastik

(52)
[image:52.595.78.484.44.704.2]

Gambar 9 Bagan alir persiapan sampel

Benih ditimbang 40g x 12

/taraf waktu pengusangan

Benih direndam dalam larutan dithane 15 menit

Larutan dithane 2 g/liter (1 liter air + 2 g

dithane)

Benih dibilas dalam aquades 1 liter (1 kali pembilasan)

Benih ditiriskan dan dikeringanginkan selama 3

jam pada suhu ruang

Benih dibagi menjadi 12 sampel dan dimasukan ke

kantung strimin Benih dibersihkan dari

gabah hampa, gabah pecah dan kotoran

EC diset pada 45 o

C dan ditunggu hingga stabil

Cember plastik dimasukkan ke

dalam EC

Waktu pengusangan dimulai dan proses dilakukan untuk setiap pengusangan 2, 4, 6 dan 8 hari 2 liter air bersuhu 50

o

C dimasukkan ke dalam chamber plastik

Sampel dimasukan ke chember

plastik, diletakkan diatas rak (3 sampel/rak)

Bagian paling atas rak diberi kain chemois

/kanebo lembab

Setelah suhu air mencapai 45 o C,

chamber plastik ditutup rapat

Termometer dan RH meter dimasukkan ke

chamber plastik

Environmental chamber (EC) dinyalakan

Sampel benih yang telah diusangkan Sampel benih tidak

diusangkan/kontrol (pengusangan 0 hari)

(53)
[image:53.595.99.506.83.813.2] [image:53.595.352.478.436.615.2]

Gambar 10 Bagan alir pengambilan data

Gambar 11 Penempatan

chamber

plastik di dalam

environmental chamber

Gambar 12 Pengecambahan metode uji

kertas digulung dalam

plastik pada germinator

Pengukuran Spektra Reflektan NIR

Setelah sampel diusangkan, selanjutnya sampel dipindah dari kantung

strimin ke

petridish

(Gambar 13) sebagai wadah saat pengambilan spektra NIR.

Pengambilan spektra NIR menggunakan NIRFlex N-500 pada panjang gelombang

Sampel benih (kontrol dan

telah diusangkan)

Benih dimasukan kedalam

petridish

Ѳ

9 cm, h 2 cm

Pengambilan spektra NIR

benih dengan 3 ulangan

Pengukuran kadar air metode oven

(15 gr)

Pengukuran kandungan kimia (15 gr) :

- Protein terlarut metode lowry

- Asam lemak bebas metode titrasi

Pengamatan mutu fisiologis benih

(3 ulangan @ 50 bulir):

-

Daya Berkecambah

-

Indeks vigor

(54)

1000

2500 nm sebanyak 3 kali (3 kali scan) pada posisi berbeda sehingga

jumlah spektra yang dihasilkan dari 60 sampel sebanyak 180 spektra.

Selama proses pengambilan data reflektan, tempat sampel akan berputar

360

o

searah jarum jam kemudian berputar kearah berlawanan sejauh 360

o

berhenti

di tempat semula menandakan pengambilan data selesai. Mekanisme pengambilan

data reflektan dapat dilihat pada Gambar 14.

Sampel benih padi berbentuk granular yang heterogen sehingga dalam

pengambilan data spektra reflektan akan terjadi bias karena adanya efek

scattering

.

Gambar 13 Penempatan sampel pada petridish dan NIRFlex saat pengambilan

spektra

1 Detektor

2 Sensor magnet

3 Tombol start

4 Tombol stop

5 Refrensi internal

6

Coding

magnet

8 Sampel

9 Petridish

10 Dudukan

petridish

11 Bidang berputar

12 Motor

[image:54.595.56.487.26.814.2]

13,17 Lensa

14 Penahan cahaya

15,16 Cermin

(55)

Data tersimpan ke komputer dan disajikan dalam bentuk grafik spektra dan

tabel, selanjutnya diubah ke dalam format Microsoft Excel. Data diolah lebih

lanjut untuk penentuan komponen utama dengan

principal component analysis

(PCA) menggunakan

software

SPSS Statistic 19. Komponen utama akan

digunakan sebagai input pada pembangunan model JST.

Pengujian Viabilitas Benih

Sampel yang telah diambil data spektranya kemudian diuji daya

berkecambahnya. Dari setiap unit sampel diambil contoh uji sebanyak 50 bulir

sebanyak 3 ulangan. Benih dikecambahkan menggunakan metode uji kertas

digulung dalam plastik. Kertas yang digunakan sebagai media pengecambahan

adalah kertas saring segi empat dengan ukuran 10 x 30 cm.

Kertas saring direndam dalam air, setelah lembab diangkat dan ditiriskan

hingga air tidak menetes lagi. Benih padi sebanyak 25 bulir ditanam diatas 2

lembar media kertas saring yang dibawahnya dilapisi plastik. Setelah benih

ditanam, kemudian ditutup dengan 2 lembar kertas saring lembab kemudian

digulung. Gulungan diletakan dalam alat germinator tipe IPB 73-2A/B (Gambar

12). Pengamatan terhadap kecambah normal, abnormal dan mati dilakukan pada

hari kelima dan ketujuh setelah tanam.

1.

Daya berkecambah (DB) :

………(32)

dimana:

∑ KN I

=

Jumlah kecambah normal pada hari kelima setelah

dikecambahkan.

∑ KN II

=

Jumlah kecambah normal pada hari ketujuh setelah

dikecambahkan.

Kriteria kecambah normal mengacu pada SNI 01-6233.1 (2003)

2.

Indeks Vigor (IV)

Pengamatan IV dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada hitungan

pertama yaitu pada hari ke-5.

……….……..(33)

(%) =

+

��

�ℎ

× 100%

��

(%) =

(56)

∑ KN I

=

Jumlah kecambah normal pada hari kelima setelah

dikecambahkan.

Kriteria kecambah normal mengacu pada SNI 01-6233.1 (2003)

3.

Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

PTM dihitung berdasarkan persentase jumlah benih yang tumbuh dengan

kriteria minimal tumbuh radikula pada akhir pengamatan yaitu pada hari ke

tujuh

………...…………(34)

∑ KN

=

Jumlah kecambah normal

∑ KAN

=

Jumlah kecambah abnormal

Kriteria kecambah normal & abnormal mengacu pada SNI 01-6233.1 (2003)

Pengukuran Kadar Air (KA)

Penetapan kadar air, dilakukan dengan metode langsung yaitu menggunakan

metode oven bersuhu tinggi pada suhu 130

o

C selama 2 jam (ISTA 2010), dimana

sebelumnya benih digrinder terlebih dahulu untuk memperkecil luas permukaan

sehingga penetapan kadar air benih lebih akurat. Benih yang digunakan sebanyak

± 5 gr dengan 3 kali ulangan. Rumus menghitung kadar air :

………...…(35)

keterangan:

M1 = berat cawan (gram)

M2 = berat cawan + benih sebelum dioven (gram)

M3 = berat cawan + benih setelah dioven (gram)

Pengukuran Kadar Protein Terlarut

Penentuan kadar protein terlarut (P) dilakukan dengan metode lowry.

Sebanyak 5 g benih dihaluskan, kemudian ditimbang 0.1 g bahan halus dan

dimasukan kedalam mikrotube. Selanjutnya ditambahkan 2 ml buffer phosphate

ke dalam mikrotube kemudian disentrifuge 4500 rcf selama 10 menit. Supernatan

diambil menggunakan pipet sebanyak 100 µl dan dimasukan kedalam tabung

reaksi dan ditambahkan TCA 10% kemudian disentrifuge 4500 rcf selama 10

(%) =

+

�ℎ

× 100%

=

2

3

(57)

menit. Supernatan dibuang dan kedalam residu ditambahkan 1000 µl 0.01 N

NaOH. Reagent A ditambahkan sebanyak 900 µl dan dipanaskan didalam

waterbath

pada suhu 50

O

C selama 10 menit. Setelah didinginkan, kedalam

tabung ditambahkan 100 µl reagen B dan 3 ml reagen C kemudian dipanaskan

didalam

waterbath

pada suhu 50

O

C selama 10 menit. Setelah selesai, diukur

menggunakan spektrofotometer pada panjang gelomban 650 nm.

Selanjutnya dilakukan proses penambahan reagen A, B, dan C seperti

diatas terhadap larutan standar Boufin serum albumin (BSA) dengan konsentrasi

30, 40, 50, 100, 200 µg/l dan larutan standar BSA diukur menggunakan

spektrofotometer pada 650 nm. Kemudian dibandingkan larutan contoh terhadap

larutan standar berdasarkan pada persamaan kalibr

Gambar

Tabel 2 Komposisi kimia sekam padi
Tabel 4 Panjang gelombang yang berhubungan dengan protein
Gambar 2 Near Infrared Spectroscopy
Gambar 9 Bagan alir persiapan sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian ini merancang sebuah arsitektur dari metode DCT ( Discrete Cosine Transform ) dan pembagian blok sebagai metode ekstraksi ciri , menggunakan PCA

problem based instruction disertai teknik probing-prompting tidak terlepas dari adanya kendala, antara lain (1) siswa masih belum terbiasa melakukan kegiatan

Menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya

Sistem pengukuran kinerja dibangun dan dikembangkan untuk menilai sejauh mana capaian kinerja pemerintah Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten OKU TIMUR yang bisa

Sebuah penelitian dilakukan terhadap perempuan yang merupakan seorang istri dan juga seorang pekerja di kota Malang menunjukan bahwa peran istri pada pengambilan

Dari ketiga wilayah di kabupaten Bone ini wilayah yang pola curah hujan dan panjang musim tanamnya berubah pada ketiga sifat hujan adalah di Macope, di Katumpi

Ada pengharapan yang pasti bahwa ketika Yesus mengenal Anda, memperhatikan Anda, dan selalu mengasihi Anda maka Anda punya keyakinan bahwa Yesus selalu mampu dan mau